6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Gerak Dasar a

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Gerak Dasar
a. Hakekat Gerak Dasar
Kemampuan gerak yang perlu ditingkatkan pada peserta didik
sekolah dasar adalah kemampuan gerak dasar, yaitu suatu pola gerakan
yang mendasari suatu gerakan mulai dari kemampuan gerak yang
sederhana hingga kemampuan gerak yang kompleks. Pada dasarnya gerak
dasar manusia adalah jalan, lari, lompat, dan lempar. Semua kemampuan
tersebut harus dimiliki anak dengan baik, agar anak memiliki landasan
untuk mengembangkan kemampuan gerak yang lebih kompleks.
Kemampuan tersebut menurut beberapa ahli mempunyai
pengertian yang sama dengan kemampuan gerak (motor ability), yang
berarti keadaan dari seseorang untuk menampilkan berbagai variasi
kemampuan gerak. Menurut Samsudin (2008:8), menyatakan bahwa:
Gerak (motor) sebagai istilah umum untuk berbagai bentuk perilaku
gerak manusia, Sedangkan psikomotor digunakan untuk
mempelajari perkembangan gerak pada manusia. Jadi gerak (motor)
ruang lingkupnya lebih luas daripada psikomotorik. Meskipun
secara umum sinonim digunakan dengan istilah motor (gerak),
sebenarnya psikomotor mengacu pada gerakan-gerakan yang
dinamakan alih getaran elektorik dari pusat otot besar .
Kemampuan gerak dasar atau sering disebut dengan istilah
“kemampuan motorik”. Kemampuan gerak dasar merupakan kemampuan
yang dibawa sejak lahir. Aip Syarifuddin dan Muhadi (1991: 24)
menyatakan, “Gerak dasar manusia adalah jalan, lari, lompat dan lempar”.
Sedangkan Department of Education (2013: 15), “Fundamental Movement
Skills (FMS) are movement patterns that involve such skills as running,
hopping, catching, throwing, striking and balancing”. Maksudnya
keterampilan gerak dasar adalah pola gerakan yang melibatkan bagian6
7
bagian tubuh yang berbeda seperti berlari, melompat, menangkap,
melempar, memukul, dan keseimbangan.
Dalam mempelajari kemampuan gerak dasar terdapat beberapa
perubahan yang dapat kita amati dari sejak manusia lahir sampai dewasa.
Perubahan tersebut yaitu dari gerak bebas yang tidak bermakna menjadi
gerak yang terarah dan tidak bermakna, dari gerak kasar menjadi gerak
halus, dari gerak yang tidak beraturan menjadi beraturan. Dengan adanya
perubahan tersebut akan sangat membantu terhadap kemampuan gerak
tertentu, yang dapat diterapkan ke dalam kehidupan sehari-hari.
Pada dasarnya kemampuan gerak dasar dapat diklasifikasikan ke
dalam tiga kategori yaitu lokomotor, non-lokomotor dan manipulatif.
Ketiga klasifikasi tersebut merupakan gerakan yang mendasari aktivitas
fisik yang kompleks. Adapun tiga kategori tersebut, meliputi:
1) Keterampilan lokomotor merupakan gerakan yang sangat penting
bagi transportasi manusia. Keterampilan ini diidentifikasi sebagai
keterampilan yang menggerakan individu dalam suatu ruang atau
dari tempat ke tempat lain. Gerak lokomotor terdiri dari jalan,
lari, loncat, lompat dll.
2) Keterampilan non-lokomotor dalam istilah lain disebut
keterampilan stabilitas, yaitu gerakan yang dilakukan dengan
meminimalisasi atau tanpa bergerak dari tempatnya atau
landasan, sebagai contoh meliukkan badan, mengayunkan
anggota badan, membungkuk dll.
3) Keterampilan manipulatif, ada dua klasifikasi dalam
keterampilan manipulatif yaitu receptive dan propulsive,
keterampilan receptive adalah keterampilan menerima sesuatu
objek seperti menangkap, trapping (menerima dan mengontrol
bola) dll, sedangkan keterampilan propulsive ditandai dengan
penerapan gaya terhadap suatu objek seperti melempar, dan
memukul dll (Samsudin, 2008: 75-103).
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa, gerak
dasar dapat diartikan sebagai gerak pengulangan yang dilakukan terusmenerus dari kebiasaan serta menjadikannya sebagai dasar dari
pengalaman yang dibagi menjadi tiga pola atau kategori, yaitu gerak
lokomotor, gerak non-lokomotor dan gerak manipulatif.
8
b. Hakekat Gerak Dasar Lompat
Gerakan yang perlu dilakukan dalam cabang olahraga atletik
salah satunya adalah lompat. Lompat bagi peserta didik sekolah dasar
merupakan gerakan lokomotor, yang artinya adalah gerakan memindahkan
tubuh dari satu tempat ke tempat yang lain dengan cara menolak kaki
sehingga tercipta suatu lompatan. Menurut Aip Syarifuddin & Muhadi
(1991: 72) mengartikan bahwa, “Lompat adalah suatu bentuk gerakan
lompatan dengan tujuan untuk memperoleh hasil lompatan yang sejauhjauhnya atau setinggi-tingginya dengan menggunakan tolakan satu kaki”.
Sedangkan, Munasifah (2008: 10), “Lompat juga dapat diartikan sebagai
suatu gerakan yang menolakkan tubuh dengan kedua kaki atau satu kaki ke
berbagai arah”.
Dalam cabang lompat dapat dibagi menjadi beberapa nomer yaitu
lompat jauh, lompat tinggi, lompat jangkit, dan lompat galah. Cabang
lompat terbagi menjadi beberapa tahapan yaitu awalan, tumpuan,
melayang di udara, dan pendaratan. Semua rangkaian tersebut perlu
dikuasai setiap tahapnya secara maksimal, dan didalam pelaksanaannya
harus dilakukan dengan baik agar diperoleh hasil lompatan sejauhjauhnya.
Menurut
Yoyo
Bahagia
dalam
bukunya
yang
berjudul
Pembelajaran atletik. Dalam pembelajaran atletik di sekolah dasar, gerak
dasar lompatdibagi kedalam dua jenis lompatan yaitu lompatan horizontal
dan vertikal. Kedua jenis lompat ini menggunakan salah satu kaki sebagai
tolakannya. Adapun kedua jenis lompatan tersebut yaitu, sebagai berikut:
1) Jenis Lompatan horizontal.
Tujuan jenis lompatan ini adalah memindahkan jarak horizontal titik
berat badan pelompat sejauh mungkin. Termasuk dalam jenis lompatan
horizontal adalah lompat jauh dan lompat jangkit. Pada jenis lompatan
horizontal, jarak lompatan ditentukan oleh tiga faktor, yaitu:
a) Jarak horizontal antara tumpuan kaki tolak dengan letak titik berat
badan atlet.
9
b) Jarak titik berat badan atlet selama fase melayang.
c) Jarak horizontal titik berat badan atlet dengan tumit ketika kontak
pertama saat pendaratan.
2) Jenis lompatan vertikal
Tujuan dari jenis lompatan ini adalah memindahkan jarak vertikal titik
berat badan setinggi mungkin. Termasuk ke dalam kategori ini adalah
nomor lompat tinggi dan lompat tinggi galah. Sedangkan pada
lompatan jenis vertikal, jarak ketinggian lompatan ditentukan oleh tiga
faktor pula, yaitu:
a) Ketinggian letak titik berat badan atlet saat tolakan
b) Ketinggian perpindahan titik berat badan setelah menolak
c) Perbedaan ketinggian maksimum titik berat badan saat melewati
mistar. (http://file.upi.edu/Direktori/fpok/jur. pend. olahraga /yoyo
bahagia/pembelajaran atletik (buku).pdf).
Berdasarkan pengertian lompat yang dikemukakan di atas
disimpulkan bahwa, “Lompat merupakan salah satu gerak lokomotor yang
berguna, untuk meningkatkan aktivitas pengembangan kemampuan gerak
dasar peserta didik. Dalam pembelajaran gerak dasar lompat, guru
penjasorkes perlu merancang gerakan-gerakan yang menarik bagi peserta
didik khususnya peserta didik sekolah dasar.
c. Prinsip Gerak Dasar Lompat
Di dalam melakukan gerak dasar manapun harus memenuhi
beberapa prinsip, salah satunya dalam gerak dasar lompat. Dalam lompat
komponen yang berperan penting yaitu seperti kecepatan, kelincahan,
kelentukan, dan daya ledak otot tungkai. Semua komponen tersebut
merupakan salah satu faktor penunjang dalam gerak dasar lompat. Toho
Cholik dan Rusli Lutan (2001: 84) menyatakan bahwa:
Prinsip gerak dasar lompat juga terkait dengan gerakan dasar lari
yaitu saat melakukan awalan.kecepatan, kelincahan, kelenturan, dan
daya ledak otot tungkai. Kecepatan lari sangat menentukan dalam
pengambilan awalan saat melakukan lompat jauh. Daya ledak otot
tungkai dalam nomor lompat juga berperan pada saat gerakan
10
menolak untuk melewati tiang dalam lompat tinggi atau bak pasir
dalam lompat jauh. Mengajar lompat pada siswa sekolah dasar,
tujuan yang diharapkan adalah memberikan pengenalan gerak dasar.
Anak-anak sekolah dasar diharapkan mempunyai keterampilan
dasar yang masih bisa dikembangkan lebih lanjut. Modifikasi
pembelajaran untuk nomor lompat diarahkan pada faktor-faktor
seperti kecepatan lari, kemampuan menolak, kelincahan dan
kelenturan.
Komponen-komponen gerak tersebut merupakan bagian dari
gerak yang sering dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu,
komponen-komponen gerak tersebut juga dilibatkan ke dalam sebagian
besar cabang olahraga. Sehingga hal tersebut sesuai dengan prinsip gerak
dasar, yakni dengan mempelajari gerak dasar akan membantu anak
terhadap keterampilan olahraga tertentu.
d. Pembelajaran Gerak Dasar Lompat di Sekolah Dasar
Dalam pembelajaran gerak dasar lompat dapat dilakukan dengan
berbagai cara, salah satunya gerak dasar lompat dapat diajarkan secara
bertahap mulai dari gerakan-gerakan yang sederhana. Adapun tujuan yang
diharapkan adalah memberikan pengenalan gerakan dasar. Menurut
Muhadjir (2007: 90-92), Melompat dapat dilakukan dalam berbagai
bentuk latihan. Adapun bentuk-bentuk latihannya antara lain:
1) Melompat tanpa awalan dengan tolakan dua kaki mendarat dengan dua
kaki.
Mula-mula berdiri dalam sikap jongkok dengan ujung kaki
jinjit. Kemudian, ayunkan tangan ke depan yang diikuti oleh tolakan
kedua kaki. Selanjutnya, lakukan gerakan mendarat, kedua lutut
mengeper. Usahakan pada saat mendarat, kedua lutut mengeper.
Gambar 1. Melompat tanpa awalan dengan tolakan dua kaki mendarat
dengan dua kaki.
(Muhadjir, 2007: 90-92)
11
2) Melompat tanpa awalan dengan tolakan dua kaki mendarat dengan satu
kaki.
Mula-mula berdiri dengan satu kaki dengan ujung kaki jinjit.
Kemudian, ayunkan tangan ke depan yang diikuti oleh tolakan kedua
kaki. Lakukan gerakan mendarat dengan salah satu tumit kaki
kiri/kanan. Usahakan pada saat mendarat lutut harus mengeper.
Gambar 2. Melompat tanpa awalan dengan tolakan dua kaki mendarat
dengan satu kaki.
(Muhadjir, 2007: 90-92).
3) Melompat tinggi meraih sasaran di atas.
Mula-mula berdiri tegak dengan kaki kanan berada di depan dan
kaki kiri di belakang. Kemudian berjongkok lalu mengayunkan tangan
ke atas yang diikuti oleh tolakan kedua kaki. Raihlah sasaran yang
berada di atas dengan setinggi-tingginya. Pada saat mendarat kedua
kaki bersamaan dan kedua lutut mengeper.
Gambar 3. Melompat tinggi meraih sasaran di atas.
(Muhadjir, 2007: 90-92)
4) Melompat sejauh-jauhnya dengan awalan berlari.
12
Mula-mula berdiri tegak, kaki kanan berada di depan dan kaki
kiri di belakang. Kemudian, berlari ± 5-7 meter, lalu menolak dengan
salah satu kaki kanan/kiri. Selanjutnya, melompat sejauh-jauhnya
dengan bantuan dorongan kedua tangan.
Gambar 4. Melompat sejauh-jauhnya dengan awalan berlari.
(Muhadjir, 2007: 90-92).
5) Melompat setinggi-tingginya dengan awalan berlari.
Mula-mula berdiri tegak, kaki kanan berada di depan dan kaki
kiri di belakang. Kemudian, berlari ± 5-7 meter, lalu menolak dengan
salah satu kaki kanan/kiri. Dengan tolakan salah satu kaki melompat ke
atas setinggi-tingginya dan dibantu dorongan kedua tangan.
Gambar 5. Melompat setinggi-tingginya dengan awalan berlari.
(Muhadjir, 2007: 90-92).
e. Karakteristik Siswa Sekolah Dasar (SD)
Ada beberapa karakteristik anak usia sekolah dasar yang perlu
diketahui
para
guru.
Jika dikaitkan dengan perkembangan dan
pertumbuhan anak sekolah dasar dapat dilihat karakteristik peserta didik
13
sekolah dasar, secara umum pembelajaran gerak dasar lompat bertujuan
untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan gerak peserta didik
yang menuju pada terangsangnya pertumbuhan otot kaki. Dasar-dasar
gerakan lompat sangatlah penting untuk diajarkan, karena gerakannya
sesuai dengan anak yang energik walaupun postur tubuh belum bagus,
namun otot mulai tumbuh dengan cepat. Berbagai gerakan lompat akan
sangat membantu merangsang pertumbuhan otot, khususnya pertumbuhan
otot tungkai. Adapun karakteristik peserta didik sekolah dasar dapat
digolongkan menjadi empat, antara lain:
1) Senang bermain.
Siswa di kelas rendah pada dasarnya lebih menyukai kegiatan
pendidikan yang bermuatan permainan. Guru sekolah dasar seharusnya
merancang model pembelajaran yang memungkinkan adanya unsur
permainan di dalamnya.
2) Senang bergerak.
Pada dasarnya anak sekolah dasar ketika melihat suatu alat yang baru
maka antusias mereka meningkat. Oleh karena itu guru hendaknya
merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak berpindah
atau bergerak.
3) Anak senang bekerja dalam kelompok.
Dari pergaulan dengan kelompok sebaya, anak belajar aspek-aspek
yang penting dalam proses sosialisasi, seperti: belajar memenuhi
aturan-aturan kelompok, belajar setia kawan, belajar tidak tergantung
pada diterimanya di lingkungan, belajar menerima tanggung jawab,
belajar bersaing dengan orang lain secara sehat (sportif). Guru harus
merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak untuk
bekerja atau belajar dalam kelompok, serta belajar keadilan dan
demokrasi.
4) Senang merasakan atau melakukan/memperagakan sesuatu secara
langsung.
14
Di tinjau dari teori perkembangan kognitif, anak sekolah dasar
memasuki tahap operasional konkret. Dari yang di pelajari di sekolah,
ia belajar menghubungkan konsep-konsep baru dan dengan konsepkonsep lama. (http://file.upi.edu/karakteristik siswa sekolah dasar.pdf).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa karakteristik anak
sekolah dasar adalah cenderung bermain. Oleh karena itu, didalam
pembelajaran seorang guru hendaknya harus mampu memberikan variasi
pembelajaran dan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
terlibat langsung dalam proses pembelajaran.
f. Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar (SD) Kelas IV-VI
Anak usia sekolah berada dalam usia dua masa perkembangan,
yaitu masa kanak-kanak tengah (6-9 tahun), dan masa kanak-kanak akhir
(10-12 tahun). Pada dasarnya anak umur 9-12 tahun (usia SD) adalah masa
berkembang, baik organ tubuh maupun mentalnya. Mereka cenderung
untuk diperhatikan, baik oleh orang tua, guru maupun temannya dalam
kelas.
Dari segi perkembangan, pertumbuhan dan pembinaan anak kelas
IV–VI memasuki masa peralihan. Peralihan yang dimaksud adalah
pergantian dari masa kanak-kanak memasuki masa puber, ini tentu
mempengaruhi aktivitas geraknya. Dari segi pertumbuhan terlihat bahwa
pada anak usia 9 – 12 tahun (kelas IV – VI) otot-otot tangan dan kakinya
sudah mulai kuat, sehingga berbagai aktivitas fisik seperti menendang,
melompat, melempar, menangkap dan berlari dapat dilakukan secara lebih
akurat dan cepat. Desmita (2009: 35) mengatakan bahwa:
Anak-anak usia sekolah ini memiliki karakteristik yang berbeda
dengan anak-anak yang usianya lebih muda. Ia senang bermain,
senang bergerak, senang bekerja dengan kelompok, dan senang
merasakan atau melakukan sesuatu secara langsung. Oleh sebab itu,
guru hendaknya mengembangkan pembelajaran yang mengandung
unsur permainan, mengusahakan siswa berpindah atau bergerak,
bekerja atau belajar dalam kelompok, serta memberikan kesempatan
untuk terlibat langsung dalam pembelajaran.
15
Jika dilihat dari karakteristik atau sifat khas anak pada masa
kelas-kelas tinggi sekolah dasar (IV,V,VI) ada beberapa cirinya, antara
lain:
1) Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang
konkret; hal ini menimbulkan adanya kecenderungan untuk
membandingkan pekerjaan-pekerjaan yang praktis.
2) Amat realistik, ingin tahu, dan ingin belajar.
3) Menjelang akhir masa ini telah ada minat terhadap hal-hal dan
mata pelajaran khusus.
4) Sampai kira-kira umur 11,0 tahun anak membutuhkan guru atau
orang-orang dewasa lainnya untuk menyelesaikan tugasnya dan
memenuhi keinginannya; setelah kira-kira umur 11,0 pada
umumnya anak menghadapi tugas-tugasnya dengan bebas dan
berusaha menyelesaikan sendiri.
5) Pada masa ini anak memandang nilai (angka rapor) sebagai
ukuran yang tepat (sebaik-baiknya) mengenai prestasi sekolah.
6) Anak-anak pada masa ini gemar membentuk kelompok sebaya,
biasanya untuk kegiatan bermain bersama-sama. Di dalam
permainan ini biasanya anak tidak lagi terikat kepada aturan
permainan tradisional, mereka membuat aturan sendiri. (Noehl
Nasution, M.A,dkk, 1993: 44).
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa jika
dilihat dari karakteristik peserta didik kelas tinggi (IV,V,VI), tugas ajar
kelas yang lebih tinggi seharusnya mempunyai bobot kesulitan lebih berat
dibanding dengan kelas yang dibawahnya. Sehingga peran guru sangatlah
penting didalam membentuk karakteriktik peserta didik kelas tinggi.
2. Belajar dan Pembelajaran
a.
Belajar
Belajar merupakan proses perubahan yang kompleks yang terjadi
pada semua orang dan tidak pernah dibatasi usia. Bukti bahwa seseorang
telah melakukan belajar ialah adanya perubahan tingkah laku. Perubahan
tingkah laku tersebut baik secara kognitif, afektif dan psikomotor.
Abdillah (2002) menyatakan bahwa, “Belajar adalah suatu usaha sadar
yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah laku baik melalui
latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek-aspek kognitif, afektif
16
dan psikomotorik untuk memperoleh tujuan tertentu” (Annurahman, 2009:
35).
Dalam kegiatan pendidikan formal di sekolah, istilah belajar
dipergunakan untuk menyatakan aktivitas keseharian peserta didik yang
berkenaan dengan upaya untuk mendapatkan informasi dan untuk
memperluas pengetahuan tentang sesuatu yang telah dimiliki sebelumnya.
Menurut Oemar Hamalik (2014: 37), mengatakan bahwa, “Belajar juga
merupakan suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi
dengan lingkungan”. Perubahan tingkah laku dalam proses belajar
merupakan akibat dari interaksi peserta didik dengan lingkungannya,
interaksi ini berlangsung secara disengaja. Hal ini terbukti dari adanya
tujuan ingin dicapai, motivasi untuk belajar, dan kesiapan peserta didik
untuk belajar baik secara fisik maupun psikis.
Berdasarkan pendapat diatas dapat di simpulkan bahwa, belajar
adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar dan disengaja, yang
dapat menimbulkan perubahan perilaku, penguasaan pengetahuan dan
menghasilkan keterampilan dari hasil pengalaman yang menyangkut
aspek-aspek afektif, kognitif, dan psikomotorik.
b. Pembelajaran
Pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dirancang untuk
membantu seseorang dalam mempelajari sesuatu yang baru yang dapat
berupa nilai atau kemampuan. Di dalam sebuah pembelajaran terjadi
kegiatan timbal balik antara guru dan peserta didik yang saling
mempengaruhi satu sama lain. Aunurrahman (2009: 34) mengatakan
bahwa, “Pembelajaran adalah sebagai upaya mengubah masukan berupa
siswa yang belum terdidik menjadi siswa yang terdidik, siswa yang belum
mengetahui pengetahuan tentang sesuatu, menjadi siswa yang memiliki
pengetahuan”. Sedangkan, Dimyati dan Mudjiono (2010: 297) bahwa,
“Pembelajaran juga dapat diartikan kegiatan guru secara terprogram dalam
desain instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang
menekankan pada penyediaan sumber belajar”.
17
Dalam pembelajaran tujuan yang harus dicapai adalah berupa
aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Pencapaian tujuan-tujuan itu
akanmenjadi indikator keberhasilan dari proses pembelajaran. Berkaitan
dengan tujuan pembelajaran Husdarta & Yudha M. Saputra (2010: 9)
mengatakan bahwa, “Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional telah menggariskan
penjabaran tujuan kedalam berbagai tingkatan, yaitu tujuan nasional,
tujuan institusional (lembaga), tujuan kurikuler (bidang studi), dan tujuan
pembelajaran (instruksional) umum dan khusus”.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran adalah suatu kegiatan yang diciptakan oleh guru secara
terencana dan sistematis untuk membuat peserta didik aktif dalam
berbagai pengalaman belajar yang memungkinkan perubahan tingkah laku
peserta didik sesuai dengan apa yang diharapkan.
c. Prinsip-Prinsip Pembelajaran
Supaya tujuan belajar dapat tercapai sebagaimana yang
diharapkan, guru hendaknya memperhatikan secara cermat berbagai faktor
yang dapat mempengaruhi atau menentukan ketercapaian tujuan belajar
tersebut. Salah satu yang harus diperhatikan guru adalah berkenaan dengan
prinsip-prinsip belajar dan asas-asas pembelajaran. Dimyati dan Mudjiono
menyebutkan bahwa, “Prinsip-prinsip pembelajaran meliputi perhatian,
motivasi, keaktifan siswa, keterlibatan langsung atau berpengalaman,
pengulangan, tantangan, balikan dan penguatan, serta perbedaan
individual” (2010: 42).
Prinsip-prinsip pembelajaran merupakan hal yang penting untuk
diterapkandalam proses belajar mengajar sehingga guru dapat memahami,
menggali dan mengembangkan potensi yang terdapat dalam diri peserta
didik. Menurut Davies (1991: 32), berikut ini penerapan prinsip-prinsip
belajar dalam proses pembelajaran adalah sebagai berikut:
18
1) Hal apapun yang dipelajari murid, maka ia harus mempelajarinya
sendiri. Tidak seorangpun yang dapat melakukan kegiatan tersebut
untuknya.
2) Setiap murid belajar menurut tempo (kecepatannya) sendiri dan untuk
setiap kelompok umur, terdapat variasi dalam kecepatan belajar.
3) Seorang murid belajar lebih banyak bilamana setiap langkah segera
diberikan penguatan (reinforcement).
4) Penguasaan secara penuh dari setiap langkah-langkah pembelajaran,
memungkinkan murid belajar secara lebih berarti.
5) Apabila murid diberikan tanggungjawab untuk mempelajari sendiri,
maka ia lebih termotivasi untuk belajar, dan ia akan belajar dan
mengingat lebih baik (Aunurrahman, 2009: 113-114).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, prinsip belajar
diartikan sebagai pandangan mendasar dan dianggap penting untuk
dijadikan sebagai pegangan didalam melaksanakan kegiatan belajar. Oleh
sebab itu ketika menyusun perencanaan pembelajaran, disamping memilih
dan menentukan metode pembelajaran, guru juga perlu mengkaji prinsipprinsip belajar secara cermat agar peserta didik aktif dalam proses belajar.
d. Hasil Belajar
Hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yaitu
hasil dan belajar. Hasil menunjukan suatu perolehan, sementara belajar
dilakukan untuk mengusahakan adanya perubahan. Dalam hubungannya
dengan belajar, hasil belajar dilakukan guna untuk mengetahui seberapa
jauh peserta didik telah menguasai bahan yang sudah diajarkan. Menurut
Nana Sudjana (2009: 3) menyatakan bahwa, “Hasil belajar adalah
perubahan tingkah laku yang diinginkan terjadi pada siswa setelah melalui
proses belajar mengajar, perubahan tingkah laku tersebut mencakup
bidang kognitif, afektif, dan psikomotor”. Sedangkan Dimyati dan
Mudjiono (2010: 200) mengemukakan, “Tujuan utama hasil belajar yaitu
untuk mengetahui tingkat keberhasilan yang dicapai oleh siswa setelah
mengikuti suatu kegiatan pembelajaran, dimana tingkat keberhasilan
19
tersebut kemudian ditandai dengan skala nilai berupa huruf atau kata atau
symbol”.
Di sekolah, hasil belajar atau prestasi belajar ini dapat dilihat dari
penguasaan peserta didik akan mata pelajaran yang telah ditempuhnya.
Pada umumnya hasil belajar dapat dikelompokkan menjadi tiga aspek
yaitu ranah kognitif, psikomotor, dan afektif. Ketiga ranah tersebut tidak
dapat dipisahkan satu sama lain. Berdasarkan teori Taksonomi Bloom,
Krathwol & Simpson membagi hasil belajar dalam tiga kategori ranah
antara lain:
1) Ranah Kognitif
Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam
aspek yaitu: pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis,
dan evaluasi.
2) Ranah Afektif
Ranah afektif meliputi lima aspek yaitu: penerimaan, partisipasi,
penilaian dan penentuan sikap, organisasi, pembentukan pola hidup.
3) Ranah Psikomotor
Berkenaan dengan kemampuan motorik yang terdiri dari tujuh aspek
yaitu: persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa,
gerakan
kompleks,
penyesuaian
pola
gerakan,
kreativitas.
(Aunurrahman, 2009: 49-53).
Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
adalah suatu penilaian akhir dari proses dan pengenalan yang telah
dilakukan berulang-ulang sebagai hasil yang diperoleh peserta didik
setelah mengalami aktivitas belajar. Hasil belajar dapat dicapai apabila
peserta didik sudah memahami belajar dengan diringi oleh perubahan
tingkah laku yang lebih baik lagi. Perubahan tingkah laku tersebut
meliputi baik pada ranah kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Ketiga
ranah tersebut bukan merupakan bagian-bagian yang terpisahkan, akan
tetapi merupakan satu kesatuan yang saling terkait antara satu dengan yang
lain.
20
e. Komponen Pembelajaran.
Menurut Nana Sudjana (2009: 30), “komponen-komponen dalam
belajar dan mengajar adalah sebagai berikut: (1) Tujuan proses pengajaran,
(2) Materi atau bahan pelajaran, (3) Metode dan alat yang digunakan
dalam proses pengajaran, (4) Penilaian dalam proses pengajaran”.
Tujuan pembelajaran merupakan hal yang paling penting dalam
proses pengajaran sebagai indikator keberhasilan pembelajaran. Bahan
pelajaran diharapkan dapat melengkapi dan mendukung tercapainya tujuan
pembelajaran. Metode dan alat berfungsi sebagai jembatan atau media
pelajaran terhadap tujuan yang ingin dicapai, sehingga harus efektif dan
efisien. Sedangkan penilaian berperan untuk mengukur tercapai tidaknya
tujuan pengajaran.
Sedangkan menurut Wina Sanjaya (2011: 9) bahwa komponen
sistem pembelajaran adalah sebagai berikut:
a. Siswa sebagai subjek dalam pembelajaran dijadikan pusat dari
segala kegiatan. Artinya perencanaan dan desain pembelajaran
disesuaikan dengan kondisi siswa yang bersangkutan, baik sesuai
dengan kemampuan dasar, minat dan bakat, motivasi belajar, dan
gaya belajar siswa itu sendiri.
b. Tujuan adalah komponen terpenting dalam pembelajaran setelah
komponen siswa sebagai subjek belajar. Tujuan merupakan
persoalan tentang visi dan misi suatu lembaga pendidikan.
c. Kondisi adalah berbagai pengalaman belajar yang dirancang agar
siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran yang telah
dirumuskan. Pengalaman belajar harus mendorong siswa aktif
belajar baik secara fisik maupun nonfisik.
d. Sumber belajar berkaitan dengan segala sesuatu yang
memungkinkan siswa dapat memperoleh pengalaman belajar
meliputi: lingkungan fisik seperti tempat belajar, bahan dan alat
yang dapat digunakan, personal seperti guru, petugas
perpustakaan dan ahli media, siapa saja yang berpengaruh baik
langsung maupun tidak langsung untuk keberhasilan dalam
pengalaman belajar.
e. Hasil belajar berkaitan dengan pencapaian dalam memperoleh
kemampuan sesuai dengan tujuan yang telah direncanakan.
Tugas utama guru dalam kegiatan ini adalah merancang
instrumen yang dapat mengumpulkan data tentang keberhasilan
siswa mencapai tujuan pembelajaran.
21
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, komponenkomponen dalam pembelajaran terdiri dari beberapa aspek yang saling
terkait. Adapun komponen-komponen pembelajaran tersebut merupakan
hal yang penting didalam proses pengajaran sebagai indikator keberhasilan
pembelajaran.
3. Bermain
a. Hakikat Bermain
Bermain sangat disukai oleh anak karena sifat dari bermain itu
sendiri menyenangkan. Bagi seorang anak kegiatan bermain dapat
dilakukan sepanjang hari karena bagi anak bermain adalah hidup dan
hidup adalah permainan. Anak-anak umumnya sangat menikmati
permainan dan akan terus melakukannya dimanapun mereka memiliki
kesempatan. Fadillah (2014: 25) menyatakan, “Bermain adalah aktivitas
yang membuat hati seorang anak menjadi senang, nyaman dan
bersemangat”. Sedangkan Piaget dan Mayesty (Yuliani Nurani Sujiono &
Bambang Sujiono, 2010: 34) mengatakan bahwa, Bermain adalah suatu
kegiatan yang dilakukan berulang-ulang dan menimbulkan kesenangan
atau kepuasan bagi diri seseorang.
Kegiatan bermain sebagai sarana sosialisasi di mana diharapkan
melalui bermain dapat memberi kesempatan anak bereksplorasi,
menemukan, mengekspresikan perasaan berkreasi, dan belajar secara
menyenangkan. Selain itu, kegiatan bermain dapat membantu anak
mengenal tentang diri sendiri, dengan siapa ia hidup, serta lingkungan
tempat di mana ia hidup. Loy, Mc Pherson, dan Kenyon (1978)
mendefinisikan bahwa bermain adalah berbagai aktivitas yang bersifat:
1) Bebas.
2) Terpisah.
3) Tak pasti atau berubah-ubah.
4) Secara spontan.
5) Tidak mempertimbangkan hasil.
22
6) Diatur
oleh
peraturan
serta
membuat
kepercayaan.(M.Furqon
Hidayatullah, 2008: 4).
Menurut Hughes (1999), bermain merupakan hal yang berbeda
dengan belajar dan bekerja. Suatu kegiatan yang disebut bermain harus ada
lima unsur di dalamnya, yaitu:
1. Mempunyai tujuan, yaitu permainan itu sendiri untuk mendapat
kepuasan.
2. Memilih dengan bebas dan atas kehendak sendiri, tidak ada yang
menyuruh ataupun memaksa.
3. Menyenangkan dan dapat menikmati.
4. Mengkhayal untuk mengembangkan daya imajinatif dan kreativitas.
5. Melakukan secara aktif dan sadar (DWP, 2005).(Adang Ismail, 2006:
14).
Berdasarkan paparan diatas dapat disimpulkan bahwa, bermain
merupakan suatu luapan ekspresi anak tanpa paksaan dan sungguhan yang
dilakukan dalam waktu luang tanpa terikat pada peraturan. Banyak hal
yang didapat dari bermain melalui bermain dapat memberikan pengalaman
belajar yang sangat berharga untuk anak misalnya, membina hubungan
sesama teman, saling menghargai dan sebagainya.
b. Manfaat Bermain
Bermain adalah suatu kegiatan yang menyenangkan. Anak yang
bermain akan melakukan aktifitas bermain dengan sukarela dan akan
melakukan aktivitas bermain tersebut dengan kesungguhan, demi untuk
memperoleh kesenangan dari aktivitas tersebut. Ketika bermain, anak
berimajinasi dan mengeluarkan ide-ide yang tersimpan didalam dirinya.
Kegiatan bermain sangat disukai oleh anak-anak. Fadillah (2014: 33)
mengatakan, dalam kegiatan bermain terdapat beberapa manfaat bermain
bagi anak usia dini, yaitu:
1) Manfaat motorik, yaitu manfaat yang berhubungan dengan nilainilai positif mainan yang terjadi pada jasmani anak. Misalnya,
unsur-unsur kesehatan, keterampilan, ketangkasan, maupun
kemampuan fisik tertentu.
23
2) Manfaat afeksi, yaitu manfaat permainan yang berhubungan
dengan psikologis anak. Misalnya, naluri/insting, perasaan,
emosi, sifat, karakter, watak, maupun kepribadian seseorang.
3) Manfaat kognitif, yaitu manfaat mainan untuk perkembangan
kecerdasan anak, yang meliputi kemampuan imajinatif,
pembentukan nalar, logika, maupun pengetahuan-pengetahuan
sistematis.
4) Manfaat spiritual, yaitu manfaat mainan yang menjadi dasar
pembentukan nilai-nilai kesucian maupun keluhuran akhlak
manusia.
5) Manfaat keseimbangan, yaitu manfaat mainan yang berfungsi
melatih dan mengembangkan panduan antara nilai-nilai positif
dan negative suatu mainan.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa,
bermain yang dilakukan secara tertata sangat bermanfaat untuk mendorong
pertumbuhan dan perkembangan anak. Dengan kegiatan bermain kita
dapat mengembangkan berbagai potensi pada anak, baik potensi fisik,
kognitif, bahasa, sosial, emosi, kreativitas, dan pada akhirnya prestasi
akademik.
c. Pengaruh Bermain bagi Perkembangan Gerak
Bermain merupakan kebutuhan atau dorongan dari dalam diri
anak. Dorongan dari dalam ini harus disalurkan untuk mengembangkan
potensi-potensi yang ada dalam dirinya. Bermain dapat digunakan untuk
membantu anak dalam mengembangkan potensi fisik, kognitif, sosial, dan
emosi. Oleh karena itu, pada masa kanak-kanak kesempatan bermain harus
diberikan seluas-luasnya. M. Furqon Hidayatullah (2008:7-9) menyatakan,
pengaruh bermain terhadap perkembangan anak, yaitu:
1) Pengembangan keterampilan gerak
Bermain berisi berbagai keterampilan gerak, mulai dari
keterampilan gerak yang sederhana atau dasar hingga
keterampilan gerak yang kompleks. Anak perlu belajar
keterampilan gerak dasar, seperti lari, lompat, loncat, berbelok,
menendang, melempar.
2) Perkembangan fisik dan kesegaran jasmani
Bermain penting bagi anak untuk mengembangkan otot dan
melatih seluruh bagian tubuh, termasuk mengembangkan daya
tahan kardiovaskuler.
3) Dorongan berkomunikasi
24
Didalam suasana bermain, memberikan peluang anak untuk
berkomunikasi dengan teman bermainnya.
4) Penyaluran energi emosional yang terpendam
Bermain merupakan wahana yang baik bagi anak untuk
menyalurkan ketegangan yang disebabkan lingkungan terhadap
aktivitas anak.
5) Penyaluran kebutuhan dan keinginan
Kebutuhan dan keinginan yang tidak terpenuhi dengan cara lain
atau aktivitas lain seringkali dapat terpenuhi dengan bermain.
6) Sumber belajar
Bermain dapat dikatakan sebagai bentuk miniatur dari kehidupan
masyarakat. Dengan bermain berarti anak dapat memperoleh
kesempatan untuk mempelajari berbagai hal.
7) Rangsangan bagi kreativitas
Melalui eksperimen dan eksplorasi dalam bermain, anak akan
menemukan sesuatu dan terbiasa menghadapi berbagai persoalan
dalam bermain untuk dipecahkan.
8) Perkembangan wawasan diri
Dengan bermain anak mengetahui tingkat kemampuannya
dibandingkan dengan teman bermainnya. Kondisi ini
memungkinkan anak untuk menegmbangkan konsep diri secara
lebih nyata.
9) Belajar bermasyarakat
Dengan bermain bersama teman-teman lain, anak belajar tentang
bagaimana membentuk hubungan social dan bagaimana
menghadapi dan memecahkan masalah yang timbul dalam
hubungan sosial tersebut.
10) Perkembangan kepribadian
Melalui bermain anak terbiasa dengan aturan-aturan yang telah
disepakati dalam bermain, seperti larangan-larangan yang harus
ditaati, disiplin, sportivitas, kerjasama, menghargai teman lain,
jujur, dan lain-lain, secara tidak langsung kondisi tersebut
membentuk kepribadian bagi anak.
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa, aktifitas
jasmani peserta didik yang dilakukan dengan rasa senang. Sehingga
melalui bermain dapat memberikan pengalaman belajar yang sangat
berharga untuk peserta didik. Peserta didik dan bermain merupakan dua
hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya.
4. Pendekatan Pembelajaran Bermain
a. Pendekatan Pembelajaran
Metode atau model merupakan cara, untuk memperoleh jawaban
terhadap pernyataan bagaimana cara mengajar sesuatu, agar dapat
25
mencapai tujuan yang efektif. Dalam menggunakan sebuah metode
hendaknya harus diperhatikan beberapa hal, diantaranya yaitu sifat, situasi
dan kondisi yang ada. Dalam kegiatan belajar mengajar guru dihadapkan
pada siswa. Salah satu komponen dalam proses belajar adalah pendekatan
pembelajaran. Menurut Muhammad Yaumi (2013: 204) mengatakan,
“Pendekatan (approach) menerapkan arah umum atau lintasan yang jelas
untuk pembelajaran yang mencangkup komponen yang lebih tepat atau
perinci”. Sedangkan Waluyo (2013: 41) menyatakan bahwa:
Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau
sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran yang merujuk
pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih
sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginspirasi, menguatkan,
dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoritis tertentu.
Berdasarkan pengertian pendekatan pembelajaran tersebut dapat
disimpulkan bahwa, pendekatan pembelajaran merupakan titik tolak atau
sudut pandang guru terhadap proses pembelajaran yang sifatnya masih
umum atau cara kerja yang mempunyai sistem untuk memudahkan
pelaksanaan proses pembelajaran dan membelajarkan peserta didik guna
membantu dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya
diturunkan ke dalam strategi pembelajaran. Menurut Waluyo (2013: 42),
strategi pembelajaran meliputi:
1) Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran,
yakni perubahan profil perilaku dan pribadi peserta didik.
2) Mempertimbangkan
dan
memilih
sistem
pendekatan
pembelajaran yang dipandang paling efektif.
3) Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau
prosedur, metode, dan teknik pembelajaran.
4) Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran
keberhasilan atau kriteria dan ukuran baku keberhasilan.
Pendekatan pembelajaran juga merupakan salah satu bagian
integral yang dapat mempengaruhi pencapaian hasil belajar. berhasil
tidaknya tujuan pembelajaran dapat dipengaruhi oleh pendekatan
pembelajaran yang ditetapkan guru. Oleh karena itu, seorang guru harus
26
tepat dalam menetapkan pendekatan pembelajaran yang akan digunakan
agar tujuan atau indikator pembelajaran dapat tercapai. Dilihat dari
pendekatannya terdapat dua jenis pendekatan, yaitu (1) pendekatan
pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada peserta didik, (2)
pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru.
Dari pemaparan tersebut dapat dilihat bahwa pendekatan
pembelajaran berfungsi sebagai cara penyajian isi pembelajaran atau
merupakan kegiatan yang dipilih guru dalam proses pembelajaran guna
memberikan kemudahan peserta didik menuju tercapainya tujuan yang
ditetapkan.
b. Pendekatan Bermain
Dalam pembelajaran penjas salah satu kegiatan yang digemari
anak sekolah dasar adalah gerakan lompat, karena sesuai dengan
karakteristik pertumbuhan adan perkembangan anak. Namun tak jarang,
pembelajaran lompat menjadi kegiatan yang membosankan. Untuk
mengatasi hal tersebut diperlukan suatu pembelajaran atau kegiatan yang
menarik dan menyenangkan.
Model pembelajaran dipilih dan diterapkan sebagai suatu upaya
menciptakan kondisi yang memungkinkan anak dapat belajar secara
efisien dan efektif sehingga tujuan pengajaran dapat tercapai. Toho Cholik
dan Rusli Lutan (2001: 127), menambahkan model permainan yang
dikembangkan di sekolah dasar berorientasi pada kemampuan kondisi
fisik, mental, emosional, intelektual, dan sosial anak seusia mereka. Oleh
karena itu, bentuk permainan yang diberikan adalah sebagai berikut:
1. Permainan untuk mengembangkan fantasi
2. Permainan untuk mengembangkan kemampuan berfikir
3. Permainan untuk mengembangkan rasa seni
4. Permainan untuk mengembangkan kemampuan berbahasa
5. Permainan untuk mengembangkan aspek-aspek fisik, seperti:
(a) Kekuatan
(b) Ketahanan
27
(c) Ketangkasan
(d) Keseimbangan dan sebagainya.
Pendekatan bermain merupakan suatu cara yang diterapkan
seorang guru dalam pelaksanaan kegiatan pembelajarannya dikemas dalam
bentuk bermain atau permainan. Depdiknas (2004: 28) dijelaskan bahwa,
“Pendekatan permainan bertujuan untuk mengajarkan permainan agar anak
memahami manfaat teknik permainan tertentu dengan cara mengenalkan
situasi permainan tertentu terlebih dahulu kepada anak”. Sedangkan Benny
A. Pribadi (2009: 43-44) berpendapat bahwa, “Metode pembelajaran
bermain bersifat kompetitif dan mengarahkan siswa untuk dapat mencapai
prestasi atau hasil belajar tertentu. Permainan harus menyenangkan dan
memberi pengalaman baru bagi siswa”.
Berkaitan dengan pembelajaran gerak dasar lompat hendaknya
dapat menggunakan pendekatan bermain. Pendekatan bermain dipilih
karena didasarkan pada suatu anggapan bahwa pada dasarnya manusia
menyukai akan kegiatan bermain. Hal ini dapat kita amati bahwa hampir
dari sebagian waktunya dihabiskan untuk bermain.
Berdasarkan pengertian yang dikemukakan di atas disimpulkan
bahwa, pendekatan bermain merupakan bentuk pembelajaran yang
mengaplikasikan gerak dasar ke dalam suatu permainan atau belajar gerak
dasar suatu cabang olahraga yang dikemas dalam bentuk permainan.
Pemilihan metode pembelajaran permainan di SD sama sekali tidak
terpisah dari tujuan dan pengalaman belajar atau tugas-tugas gerak yang
dipelajari.
5. Pembelajaran Gerak Dasar Lompat Melalui Pendekatan Bermain
a. Pelaksanaan pembelajaran gerak dasar lompat melalui pendekatan
bermain
Bertolak
dari
pengertian
pendekatan
bermain,
maka
pembelajaran gerak dasar lompat dengan pendekatan bermain merupakan
cara belajar gerak dasar lompat yang dikemas dalam bentuk bermain. Di
dalam proses pembelajaran, sebenarnya tidak sulit untuk memotivasi
28
peserta didik untuk melakukan aktivitas gerak dasar lompat. Sekedar
hanya memberi tanda dan pola garis di tanah atau di lantai sudah cukup
untuk memberikan rangsangan pada anak. Selain itu, perlu adanya
dukungan sarana yang memadai untuk mengembangkan permainan
melompat-lompat seperti bilah, kardus, dan ban sepeda bekas. Penggunaan
alat-alat yang sederhana dalam pembelajaran lompat secara tidak langsung
dapat membangkitkan motivasi dan semangat peserta didik.
Dalam proses pembelajaran gerak dasar lompat terdapat beberapa
bentuk pembelajaran yang dikonsep ke dalam bentuk bermain dengan
menggunakan alat-alat sederhana, yakni antara lain:
1. Lompat karet berdiri
Dalam permainan ini siswa dibagi menjadi 2 kelompok. Dua
atau tiga anak berdiri di pusat lingkaran dengan posisi saling
membelakangi. Tangan kanan dan kiri masing-masing memegang
seuras karet dan pada ujung luarnya masing-masing dipegang oleh
seorang anak lain. Kelompok yang memegang karet bertugas untuk
memegang dan kelompok yang tidak memegang karet melompati
bentangan karet satu persatu, permainan ini dilakukan secara
bergantian tergantung perintah guru.
Gambar 6. Lompat karet berdiri
(sumber: Yoyo Bahagia, 2015).
2. Bermain lompat karet melingkar
Fungsi karet pada permainan ini adalah sebagai rintangan yang
harus dilompati. Dalam permainan ini peserta didik dibagi menjadi 2
kelompok. Dalam permainan ini peserta didik berusaha melompati
rintangan berupa seutas karet. 6 anak duduk membuat lingkaran sambil
memegang karet yang saling menghubungkan dan anak yang lainnya
29
lari keliling. Bila ada tanda peluit dari guru semua anak berhenti
berlari, kemudian berusaha melompati karet dan masuk keluar
beberapa kali sampai ada tanda peluit lagi. Sedangkan peserta didik
yang memegang karet bertugas untuk menjaga agar peserta didik
lainnya tidak dapat masuk melompati karet. Kemudian melanjutkan
lari keliling.
Gambar 7. Lompat karet melingkar
(sumber: Yoyo Bahagia, 2015)
3. Bermain lompat target ban
Bentuk permainan lompat ban adalah peserta didik melompat
dan mendarat dengan tepat masuk ke dalam sasaran setiap ban sepeda.
Pertama peserta didik dibagi menjadi 3 kelompok, masing-masing
kelompok menempatkan diri pada lintasan yang telah disediakan.
peserta didik melakukan gerakan melompat, sesuai dengan instruksi
yang diberikan untuk melompat dan mendarat dengan satu atau dengan
dua kaki pada setiap ban yang diberi tanda ban A berwarna merah atau
ban B yang berwarna hijau dan gerakan mendarat dengan satu atau dua
kaki sesuai dengan instruksi dari guru. Bentuk permainan ini dirancang
untuk merangsang kemampuan peserta didik sekolah dasar dalam
keterampilan gerak dasar lompat.
Gambar 8. Lompat target Ban
(sumber: Sriawan, 2005)
30
4. Bermain variasi lompat ban.
Susunlah simpai atau ban dilapangan sebagai target lompatan.
Kelompokkan peserta didik menjadi 3 kelompok, masing-masing
terdiri dari 5 anak, dengan tinggi dan berat yang hampir sama. Minta
setiap peserta didik melompati ban dengan variasi lompat dari garis
awal hingga garis akhir. Sampai di garis akhir peserta didik bertugas
untuk melompat kembali lagi sampai ke garis awal, kemudian
melakukan tos dengan peserta didik berikutnya yang akan melakukan.
Lompatan diawali dari peserta didik paling depan. Kemudian lakukan
gerakan yang sama sampai semua anggota kelompok melakukannya.
Gambar 9. Variasi lompat ban
(sumber: Yoyo Bahagia, 2015).
5. Bermain lompat kardus bergantian
Guru membuat lapangan kecil yang berbentuk persegi yang
diberi beberapa kardus. Masing-masing kardus ditata dengan jarak dan
ketinggian yang telah ditentukan. Peserta didik dibagi menjadi 3
kelompok yang tediri dari 5 anak dan masing-masing kelompok harus
melompati kardus pada lintasan yang telah disediakan. Peserta didik
melakukan gerakan melompati kardus sebanyak-banyaknya dan diberi
waktu yang telah ditentukan oleh guru sehingga ketiga kelompok
saling bergantian.
31
Gambar 10. Lompat kardus bergantian
(sumber: Yoyo Bahagia, 2015).
6. Lompat halang rintang
Peserta didik dibuat menjadi 3 kelompok. Kelompok masingmasing berlari ke arah lintasan yang telah ditentukan dari titik awal
sampai ke titik ujung, kemudian peserta didik melompati kardus.
Setelah itu barulah, peserta didik berlari dan harus bisa melewati
halang rintang yang berupa,bilah dan ban bekas, untuk kembali lagi ke
titik awal kemudian melakukan tos dengan peserta didik berikutnya
yang akan melakukan. Tumpuan pada saat melompat dapat
menggunakan satu atau dua kaki.
Gambar 11. Melompat halang rintang
b) Kelebihan dan kelemahan pembelajaran gerak dasar lompat melalui
pendekatan bermain
Pembelajaran gerak dasar lompat dengan pendekatan bermain
merupakan cara belajar gerak dasar lompat yang dalam pelaksanaannya
32
dikemas dalam bentuk permainan. Bentuk permainan yang dimaksud
yaitu, permainan melompat-lompat yang mengarah pada pengembangan
gerak dasar lompat. Peserta didik saling berlomba, sehingga pendekatan
bermain dapat mendatangkan kesenangan bagi peserta didik.
Ditinjau dari pelaksanaan pembelajaran gerak dasar lompat
dengan pendekatan bermain, pembelajaran ini dapat diidentifikasi
kelebihan dan kelemahannya. Adapun kelebihan pembelajaran gerak dasar
lompat dengan pendekatan bermain, antara lain:
1) Pembelajaran dalam bentuk permainan akan menimbulkan rasa senang
serta motivasi belajar meningkat.
2) Dengan bermain berarti peserta didik aktif bergerak sehingga dapat
meningkatkan kesegaran jasmani siswa.
3) Peserta didik dapat terlibat aktif dalam pembelajaran serta dapat
meningkatkan penampilan peserta didik dalam bermain.
4) Dapat merangsang kemampuan berfikir, memecahkan masalah dan
mengambil keputusan yang tepat sesuai situasi yang terjadi dalam
permainan.
5) Dapat meningkatkan keberanian, kompetitif dan sportivitas.
6) Meningkatkan kemampuan peserta didik untuk menilai dirinya sendiri
dan teman bermainnya selama proses pengajaran.
Sedangkan kelemahan pembelajaran gerak dasar lompat dengan
pendekatan bermain, antara lain:
1) Peserta didik kurang memahami konsep gerakan yang diajarkan guru
dengan dengan baik dan benar.
2) Pengorganisasian pembelajaran kurang terkendali.
3) Guru akan mengalami kesulitan untuk mengontrol kesalahan gerakan
yang dilakukan peserta didik.
33
B. Kerangka Berfikir
Pada umumnya pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang mampu
melibatkan keaktifan peserta didik dalam proses belajar mengajar dan selalu
menekankan pada pencapaian hasil dari belajar itu sendiri. Salah satu pokok
bahasan dalam pembelajaran penjas SD adalah gerak dasar lompat, karena setiap
pembelajaran PJOK di sekolah pasti menggunakan gerakan melompat. Dalam
mempelajari gerak dasar lompat, agar hasilnya maksimal peserta didik perlu
menguasai beberapa rangkaian gerak. Rangkaian tersebut perlu dikuasai setiap
tahapnya, sebelum peserta didik dapat melakukan rangkaian gerak dasar lompat
secara utuh.
Dalam pembelajaran penjasorkes terdapat tujuan yang harus dicapai oleh
peserta didik. Guru dituntut harus aktif dan kreatif menciptakan suasana
pembelajaran yang menyenangkan agar perhatian peserta didik lebih terarah
terhadap pelajaran yang diterimanya. Untuk menciptakan suasana tersebut,
seorang guru harus dapat menciptakan model pendekatan pembelajaran yang
dapat dengan mudah diterima oleh peserta didik. Salah satu model pendekatan
pembelajaran yang dapat diterapkan dalam Penjasorkes adalah model pendekatan
bermain. Dengan model pendekatan bermain, diharapkan peserta didik akan lebih
aktif dan mudah untuk mencermati apa yang diperintahkan guru.
Pendekatan bermain merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang
dapat diterapkan seorang guru dalam pelaksanaan kegiatan pembelajarannya
dikemas dalam bentuk bermain atau permainan. Dalam pembelajaran gerak dasar
lompat dengan diterapkannya model pendekatan bermain merupakan salah satu
upaya untuk meningkatkan minat belajar peserta didik, sehingga memicu peserta
didik untuk aktif terlibat dalam kegiatan pembelajaran. Selain itu penggunaan
model pendekatan bermain dinilai lebih menarik, karena dengan pendekatan
bermain anak akan merasa senang, semangat dan termotivasi, sehingga hasil
belajar peserta didik dapat meningkat sesuai kompetensi dasar dan indikator yang
telah ditetapkan.
34
Berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini, alur kerangka
pemikiran dalam penelitian ini secara skematis sebagai berikut :
Kondisi Awal
Tindakan
Kondisi Akhir
Guru kurang kreatif
dalam
proses
pembelajaran gerak
dasar lompat
Meningkatkan
keterampilan gerak dasar
lompat
menggunakan
pendekatan bermain.
Melalui
pendekatan
bermain hasil belajar
peserta didik terhadap
gerak dasar lompat dapat
meningkat.
Gambar.12
Alur Kerangka Berfikir
a. Kurang minatnya peserta didik
didalam pembelajaran gerak
dasar lompat.
b. Peserta didik kurang mampu
menganalisis
gerak
dasar
lompat.
c. Peserta didik kurang aktif
didalam pembelajaran lompat.
d. Hasil belajar gerak dasar lompat
masih rendah.
Siklus I: guru dan peneliti
menyusun bentuk gerakan dan
permainan pembelajaran lompat
dengan
berbagai
macam
permainan
dengan
tujuan
meningkatkan
kemampuan
peserta didik.
Siklus II : upaya perbaikan dari
tindakan siklus I apabila belum
mencapai
target
kriteria
kelulusan yang di tetapkan
maka siklus II dilaksanakan
untuk
meningkatkan
hasil
belajar gerak dasar lompat,
melalui pendekatan bermain.
Download