BAB I PENDAHULUAN BAB II

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
Diare masih merupakan salah satu penyebab utama morbilitas dan
mortalitas anak di negara yang sedang berkembang. Dalam berbagai hasil Survei
kesehatan Rumah Tangga, diare menempati kisaran urutan ke-2 dan ke-3 berbagai
penyebab kematian bayi di Indonesia.1 Sebagian besar diare akut disebabkan oleh
infeksi. Banyak dampak yang terjadi karena infeksi seluran cerna antara lain
pengeluaran toksin yang dapat menimbulkan gangguan sekresi dan reabsorpsi
cairan dan elektrolit dengan akibat dehidrasi, gangguan keseimbangan elektrolit
dan keseimbangan asam basa. Invasi dan destruksi sel epitel, penetrasi ke lamina
propria serta kerusakan mikrovili dapat menimbulkan keadaan maldiges dan
malabsorpsi.2 Bila tidak mendapatkan penanganan yang adekuat pada akhirnya
dapat mengalami invasi sistemik.2
Secara
umum
penanganan
diare
akut
ditujukan
untuk
mencegah/menanggulangi dehidrasi serta gangguan keseimbangan elektrolit dan
asam basa, kemungkinan terjadinya intolerasi, mengobati kausa diare yang
spesifik, mencegah dan menanggulangi gangguan gizi serta mengobati penyakit
penyerta. Untuk melaksanakan terapi diare secara komprehensif, efisien dan
efekstif harus dilakukan secara rasional. Pemakaian cairan rehidrasi oral secara
umum efektif dalam mengkoreksi dehidrasi. Pemberian cairan intravena
diperlukan jika terdapat kegagalan oleh karena tingginya frekuensi diare, muntah
yang tak terkontrol dan terganggunya masukan oral oleh karena infeksi. Beberapa
cara pencegahan dengan vaksinasi serta pemakaian probiotik telah banyak
diungkap dan penanganan menggunakan antibiotika yang spesifik dan antiparasit.3
Makalah ini membahas tatalaksana diare dalam upaya mengurangi kejadian
komplikasi akibat diare.
BAB II
1
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Definisi
Batasan diare menurut WHO adalah keluarnya tinja yang lunak/
cair dengan frekuensi 3 kali per hari atau lebih dengan atau tanpa darah
atau lender dalam tinja. Batasan lainya untuk anak-anak adalah ibu
merasakan adanya perubahan konsistensi dan frekuensi buang air besar
(BAB). Batasan kedua dibuat karena pada bayi terutama yang belum
mendapat makanan tambahan dan hanya mendapat ASI ekslusif, BAB
dapat mencapai 6 sampai 8 kali perhari dengan feses encer, ada bagian
padat dan berbau asam.4
Diare terjadi akibat pergerakan yang cepat dari materi tinja
sepanjang usus besar. Enteritis berarti peradangan yang biasanya
disebabkan oleh virus maupun bakteri pada traktus intestinal.5
Penyakit diare dapat dikategorisasi sebagai diare sekretorik, yaitu
sekresi cairan usus yang isotonik dengan plasma dan menetap selama
puasa. Diare osmotic yaitu gaya osmotic berlebihan yang ditimbulkan oleh
zat terlarut dalam lumen, malabsorpsi yaitu keluarnya tinja dalam jumlah
besar disertai peningkatan osmolaritas akibat nutrient dan kelebihan lemak
dan gangguan motilitas sangat bervariasi dalam hal pengeluaran tinja,
volume dan konsistensinya, bentuk lain diare harus disingkirkan.4
2.2.
Epidemiologi
Penyakit diare adalah penyakit yang ditandai dengan perubahan
bentuk dan konsistensi tinja melembek sampai mencair dan bertambahnya
frekuensi berak- lebih dari biasanya (tiga kali dalam sehari). Di Indonesia
penyakit diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat
yang utama, dimana insidens diare pada tahun 2000 yaitu sebesar 301 per
1000 penduduk, secara proporsional 55 % dari kejadian diare terjadi pada
golongan balita dengan episode diare balita sebesar 1,0 – 1,5 kali per
tahun. 6
Berdasarkan data departemen kesehatan, dari data 10 penyakit
utama pasien rawat inap di rumah sakit tahun 2006, terbanyak adalah
2
Diare & gastroenteritis oleh penyebab infeksi tertentu (infeksi kolitis)
7,95%, diikuti penyakit Demam Berdarah Dengue 3,64% dan penyakit
Demam tifoid dan paratifoid 3,26%.4 Tingkat kematian pada penyakit
Diare pada tahun 2006 mengalami peningkatan dibandingkan tahun
sebelumnya.9
2.3.
Klasifikasi
1.
Klasifikasi diare berdasarkan waktu :
Diare akut
Diare akut adalah buang air besar yang frekuensinya lebih
sering dari biasanya (pada umumnya 3 kali atau lebih ) perhari
2.
dengan konsistensi cair dan berlangsung kurang dari 7 hari.
Diare kronik
Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 2
minggu (14 hari).9
Klasifikasi juga dapat dibagi berdasarkan etiologinya seperti:
1.
Infeksi
a. Parasit
 Amebiasis
 Balantidiasis
 Helmintiasis
b. Bakterial
 Basiler disentri
 Cholera
 Salmonellosis
 Tuberculous enterocolitis
 Enteropatogenik E-coli
 Staphylococcus enterokolitis
c. Enteroviral
 Virus gastroenteritis
2.
Keracunan makanan
a. karena toksin bakteri
b. karena toksin yang dikeluarkan oleh makanan sendiri
3.
Diare akibat obat-obatan
a.
Post antibiotik diare, dapat terjadi pada penderita yang dirawat di rumah
b.
sakit dan mendapat terapi dengan antibiotika yang lama.
Diare dapat timbul secara sekunder karena dosis berlebian dari
quinidine, digitalis, laksatif dan lain-lain.8
2.4.
Mekanisme
3
Pada diare infeksius umum, infeksi paling luas terjadi pada usus
besar dan pada ujung distal ileum. Dimanapun infeksi terjadi, mukosa
teriritasi secera luas, dan kecepatan sekresinya menjadi sangat tinggi.
Selain itu, motilitas dinding usus biasanya meningkat berlipat ganda.
Akibatnya sejumlah besar cairan cukup untuk membuat agen infeksi
tersapu kearah anus, dan pada saat yang sama gerakan pendorong yang
kuat akan mendorong cairan ini kedepan, ini merupakan mekanisme yang
penting untuk membebaskan traktus intestinal dari infeksi yang
mengganggu.5
Virus (Rota, Enterovirus dll)menembus dinding ususkerusakan sel 
diare.11
V. cholerase  tidak menembus dinding usus  enterotoksin  ATP
Diare sekresi.11
2.5.
Penegakan Diagnosis
1.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, pertama-tama harus diperhatikan
keadaan umum penderita, apakah memperlihatkan tanda-tanda
sakit ringan, sedang atau berat. Selain dari pada itu apakah
penderita memperlihatkan tanda-tanda kesakitan dan mengambil
posisi untuk mengurangi rasa nyeri diperut, misanya pada
penderita dengan kelainan pada pancreas yang menimbulkan diare
kronis biasanya tidurnya membungkuk. Gajala lain adalah nafsu
makan menurun makan intake cairan dan makanan akan berkurang
2.
sehingga akan menimbulkan tanda-tanda dehidrasi. 8
Pemeriksaan laboratorium
a.
Pemeriksaan tinja baik makroskopik maupun mikroskopik
harus dilakukan untuk menentukan diagnose yang pasti
b.
Secara makroskopik harus diperhatikan bentuk, warna tinja,
ada tidaknya darah, lendir, pus, lemak dan lain-lain
c.
Bau tinja yang spesifik perlu diperhatikan, misalnya: bau
anyir seperti telur busuk terdapat pada disentri balier, dan bau anyir
seperti ikan terdapat pada disentri amebika, bau seperi minyak
busuk terdapat pada sindroma malabsorpsi
4
d.
Pada mikroskopik ada tidaknya leukosit, eritrosit, telur
cacing, parasite, bakteri dan lain-lain
e.
Selain pemeriksaan tinja, perlu diperiksa darah misalnya
pada sindroma malabsorpsi. 8
Menentukan Derajat Dehidrasi Diare Pada Anak
3.
Penilaian
A
B
C
Lihat:
Keadaan
Baik, sadar
Gelisah, rewel
Lesu,lunglai
normal
Cekung
atau tidak sadar
cekung
umum
Mata
minum
Rasa
hasus
(beri
air
minum)
Raba/periksa:
Turgor kulit
biasa,
tidak haus
Haus,
ingin
minum
minum
atau tidak bias
banyak
Kembali cepat
malas
minum
Kembali
Kembali sangat
lambat
lambat
dari 2 detik)
Dehidrasi berat
Tentukan
Tanoa
Dehidrasi
derajat
dehidrasi
ringan-sedang
dehidrasi
Rencana
Rencana terapi
Rencana
(lebih
Rencana terapi
pengobatan
A
terapi B
C
Sumber: Pedoman Pengendalian Penyakit Diare, Depkes RI 2010
2.6.
Tatalaksana
1. Rehidrasi
Sebagai akibat diare kronis, disertai intake makanan dan minuman
yang
kurang, maka dapat timbul dehidrasi. Kepada mereka ini perlu
dilakukan
rehidrasi dengan cara memberikan garam oralt dan minum
secukupnya. Tetapi
sering pula cara ini kurang dapat mengatasinya,
karena dapat timbul mual atau
muntah,
maka
diberi cairan infus dengan NaCl dan ringer laktat. 8
2. Pengaturan diet
5
sebaiknya
segera
Penderita diare sebaiknya diberikanan makanan lunak delam porsi
kecil
berulang kali. Dan hindarilah makanan atau minuman yang dapat
merangsang
motilitas lambung dan instestine. Pengaturan diet semacam
ini dapat juga diberikan
pada
penderita
yang
mempunyai
riwayat
enterektomi. 8
3. Pengobatan medikamentosa
Pengobatan medikamentosa lebih ditujukan pada penyebab diare
kronis dapat
diberikan preparat loperamide HCL, dosis yang dianjurkan
2x1 tablet sehari
yang dapat diberikan dalam jangka waktu lama.
Untuk mengurangi spasme
colon dapat dianjurkan untuk diberikan
mepenzolate bromide dosis untu
permulaan dapat diberikan 3 kali 1-2
tablet sehari. 8
4.
Rencana terapi berdasarkan derajat dehidrasi pada anak
A. Rencana Terapi A, untuk terapi diare tanpa dehidrasi.
1. Beri cairan lebih banyak dari biasanya, teruskan asi lebih sering dan
lebih lama. Anak yang mendapat ASI ekslusif dapat diberi oralit atau air
matang sampai diare berhenti. Pemberian oralit untuk usia <1 tahun diberi
50-100 ml setiap kali BAB, sedangkan untuk usia > 1 tahun diberi 100200 ml setiap kali BAB.
2. Beri obat Zinc yang dilarutkan dalam 1 sendok air matang atau ASI.
Untuk usia <6 bulan diberi 10 mg (1/2 tablet) per hari, sednagkan untuk
usia >6 bulan diberi 20 mg (1 tablet) per hari.
3. Beri makanan untuk mencegah kurang gizi sesuai dengan usia anak
dengan menu yang sama pada waktu anak tersebut makan. Tambahkan 1-2
sendok the minyak sayur setiap porsi makan, beri makanan kaya kalium
seperti buah segar, pisang,air kelapa hijau. Beri makanan lebih sering dari
biasanya dengan porsi kecil (setiap 3-4 jam), setelah diare berhenti beri
makanan yang sama dan makanan tambahan selama 2 minggu.
4. Antibiotik hanya diberikan sesuai indikasi. Misalnya pada disentri
dan kolera.
5. Nasihati ibu untuk membawa anaknya kembali ke petugas kesehatan
bila berak cair lebih sering, muntah berulang, sangat haus, makan dan
minum sangat sedikit,timbul demam, berak darah dan tidak membaik dalam
3 hari.9
6
B. Rencana terapi B, untuk terapi diare dehidrasi ringan sedang
1. Cara memberi oralit
 oralit yang diberikan = 75 ml x berat badan anak
 bila berat badan tidak diketahui berikan oralit sesuai table dibawah ini:
Umur
4 bulan
4-12 bulan
12-24 bulan
2-5 tahun
sampai
Berat badan
Jumlah
<6 kg
200-400
6-10 kg
400-700
10-12 kg
700-900
12-19 kg
900-1400
cairan

bila anak menginginkan lebih banyak oralit, berikanlah

Bujuk ibu untuk meneruskan ASI.

Untuk bayi < 6 bulan yang tidak mendapat ASI berikan juga 100-200
ml air masak selama masa ini.

Untuk anak > 6 bulan, tunda pemberian makan selama 3 jam kecuali
ASI dan oralit.

Beri obat Zinc selama 10 hari berturut-turut .
2. Amati anak dengan seksama dan bantu ibu memberikan oralit:

Tunjukkan jumlah cairan yang harus diberikan.

Berikan sedikit demi sedikit tapi sering dari gelas.

Periksa dari waktu ke waktu bila ada masalah.

Bila kelopak mata anak bengkak, hentikan pemberian oralit dan
berikan air masak atau ASI.

Beri oralit sesuai Rencana Terapi A bila pembengkakan telah
hilang.9
3. Setelah 3-4 jam, niilai kembali anak menggunakan bagan penilaian dan
kemudian pilih rencana terapi A,B atau C untuk melanjutkan terapi.
7
• Bila tidak ada dehidrasi, ganti ke Rencana Terapi A. Bila dehidrasi
telah hilang, anak biasanya kencing kemudian mengantuk dan tidur
 Bila tanda menunjukkan dehidrasi ringan/ sedang, ulangi Rencana
Terapi B
 Anak mulai diberi makanan, susu dan sari buah.
 Bila tanda menunjukkan dehidrasi berat, ganti dengan Rencana
terapi C
4. Bila ibu harus pulang sebelum selesai rencana terapi B

Tunjukkan jumlah oralit yang harus dihabiskan dlam terapi 3 jam
dirumah

Berikan oralit 6 bungkus untuk persediaan dirumah

Jelaskan 5 langkah rencana terapi A untuk mengobati anak dirumah.9
C. Rencana terapi C, untuk terapi diare dehidrasi berat di sarana kesehatan.
Jika ‘ya’ lanjutkan, jika ‘tidak’ lanjutkan ke pertanyaan berikutnya.
1. Dapatkah saudara memberikan cairan intravena?

Beri cairan intravena segera, Ringer Laktat atau NaCl 0,9% (bila RL
tidak tersedia) 100ml/kgBB sebagai berikut:
umur
Pemberian I
Kemudian 70ml/kgBB
30 ml/kgBB
<1thn
1 jam
5 jam
>1thn
30 menit
2 ½ jam
 Diulang lagi bila denyut nadi masih lemah atau tidak teraba
 Nilai kembali tiap 15-30 menit. Bila nadi belum teraba, beri tetesan
lebih cepat
 Juga beri oralit (5ml/kg/jam) bila penderita bisa minum, biasanya
8
setelah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam (anak)
 Berikan obat Zinc selama 10 hari berturut-turut
 Setelah 6 jam (bayi) atau 3 jam (anak) nilai lagi derajat dehidrasi.
Kemudian pilihlah rencana terapi yang sesuai (A,B atau C) untuk
melanjutkan terapi.
2. Adakah Terapi terdekat (dalam 30 menit)?
•
Rujuk penderita untuk terapi intravena
•
Bila penderita bisa minum, sediakan oralit dan tunjukkan cara
memberikannya selama di perjalanan
3. Apakah saudara dapat menggunakan pipa nasogastrik/ orogastrik untuk
rehidrasi?
• Mulai rehidrasi dengan oralit melalui nasogastrik/ orogastrik. Berikan
sedikit demi sedikit 20 ml/kgBB/jam selama 6 jam- Nilai setiap 1-2 jam:Bila
muntah atau perut kembung berikan cairan lebih lanjutBila rehidrasi tidak
tercapai setelah 3 jam rujuk untuk terapi intravena.
• Setelah 6 jam nilai kembali dan pilih rencana terapi yang sesuai (A,.B,
atau C)
4. Apakah penderita bisa minum?
•
Mulai rehidrasi dengan oralit melalui mulutBeri sedikit semi sedikit,
20ml/kgBB/jam selama 6 jam
•
Nilai setiap 1-2 jam:Bila muntah atau perut kembung berikan cairan lebih
lambatBila rehidrasi tidak tercapai setelah 3 jam, rujuk untuk terapi intravena
•
Setelah 6 jam nilai kembali dan pilih rencana terapi yang sesuai
5. Segera rujuk anak untuk rehidrasi melalui nasogastrik/ orogastrik atau
intravena.
Catatan:
•
Bila mungkin amati penderia sedikitnya 6 jam setelah rehidrasi untuk
memastikan bahwa ibu dapat menjaga mengembalikan cairan yang hilang
9
dengan memberi oralit
•
Bila umur anak di atas 2 tahun dan kolera baru saja berjangkit di daerah
saudara, pikirkan kemungkinan kolera dan beri antibiotika yang tepat secara oral
begitu anak sadar.9
2.7.
Komplikasi
Diare dapat menyebabkan kehilangan cairan serta elektrolit secara mendadak
dapat terjadi berbagai komplikasi sebagai berikut dehidrasi (ringan, sedang, berat,
hipotonik, isotonik, hipertonik), hipokalemia, hipokalsemia, cardiac dysrhythmias
akibat hipokalemi dan hipokalsemi, hiponatremia, syok hipovolemik, dan asidosis.
Komplikasi pada saluran cerna dapat menyebabkan perforasi akibat vaskulitis
yang biasanya terjadi pada anak KEP (gizi buruk) berat, megakolon toksik biasanya
terjadu pada pankolitis. 9
2.1.1. Diare Karena Kolera
A. Etiologi
Penyebab diare karena kolera adalah V. cholera. Organisme V. cholera dapat
hidup di air panas, asin dengan nutrient dan oksigen. Mereka ditemukan di kerang
kurang dimasak (misalnya udang, kepiting, lokan yang mentah (missal remis,
kerang, kepah)10
B. Patofisiologi
Vibrio adalah amat sensitive; lambung adalah perintang yang hebat dalam
mencegah organism ini untuk mencapai usus halus. Vibrio harus mengkolonisasi
usus halus untuk menegakkan indeksi dan menyeebabkan penyakit. Mereka
melekat pada mukosa usus dan berpoliferasi. Lapisan mukosa usu berisi factorfaktor yang kemotaktik untuk vibrio. Vibrio menghasilkan
enzim proteolitik
termasuk musinase. Kolonisasi duodenum dan jejunum, disertai dengan sekresi
cairan yang diperantarai enterotoksin, menimbulkan tanda-tanda klinis. 10
10
C. Manifestasi Klinis
Diare cair dan muntah timbul dalam masa inkubasi 6 jam sampai 5 hari (ratarata 2-3 hari) demam ringan terjadi pada beberapa anak. Pada kasus berat, diare cair
yang banyak, tidak nyeri, seperti ‘air cucian beras’ dengan bau amis, kadang-ka
dang dengan bintik-bintik mucus tetapi bukan darah. Kehilangan cairan dan
elektrolit menyebabkan haus dan takikardia disertai dengan takipnes, iritabilitas,
fontanella anterior cekung, dan turgor sedikit jelek, dan menjelek menjadi kolpas
sirkulasi. 10
D. Komplikasi
Lesu, kejang-kejang, kesadaran berubah, demam, hipoglikemia, dan kematian
terjadi lebih sering pada anak daripada dewasa. Penggantian cairan dan elektrolit
yang tidak adekuat dapat menyebabkan gagal ginjal akut. Pada anak yang sakit
berat, terjadi pengurangan kalium dan asidosis, aritmia hipokalemik. 10
E. Diagnosis
Di daerah endemik, setiap anak dengan diare cair berat harus dipikirkan
kemungkinan kasus kolera sambil menantikan pengamatan laboratorium. Di
Amerika Serikat, diagnosis harus dicurigai pada setiap anak dengan diare cair, berat
dan riwayat perjalanan baru ke darah endemis. Dua media selektif digunakan untuk
biakan V. cholera ; agar gelatin tiosulfat-sitrat-empedu-sukrosa dan telurittaurokolat 10
F.
Pengobatan
Pengobatan utama untuk kolera adalah penggantian cairan dan elektrolit. 10
2.1.2. Diare Karena Giardiasis
A. Etiologi
11
Giardia lamblia adalah protozoa saluran pencernaan yang didapati dimanamana, menimbulkan gambaran klinis yang berkisar dari kolonisasi asimtomatik
sampai diare akut atau kronis atau kronis. Infeksi lebih lazim pada anak daripada
orang dewasa. G. lamblia menginfeksi manusia melalui penelanan sedikitnya 10
kista. Kista dewasa, berukuran sekitar 8-10 µm, berdinding tabal, oval, dan berisi
empat nuclei. Mereka dikeluarkan melalui tinja individu yang terinfeksi dan dapat
tetap hidup dalam air selama 2 bulan. Pada saat mencapai bagian atas usu halus, 10
setiap kista melepaskan empat tropozoit. Troposzoit mengkolonisasi lumen
duodenum dan jejunum proksimal, dimana mereka melekat pada brush border sel
epitel usus dan memperbanyak diri dengan fusi biner. 10
B. Manifestasi Klinik
Sebagian besar individu yang terinfeksi Girdia mungkin tidak bergejala. Gejala
berkembang 1-3 minggu sesudah pemajanan terhadap parasit. Giardiasis lebih
sering bergejala pada anak daripada orang dewasa. Gejala-gejala terjadi pada 4080% anak yang terinfeksi sesudah rata-rata masa inkubasi 8 hari. Tanda yang paling
lazim adalah diare, kehilangan berat badan, nyeri perut keram. Mulanyagejala
mungkin mendadak atau perlahan-lahan ; penyakitnya mungkin sembuh sendiri
atau menimbulkan diare berat dan lama dan malabsorbsi.10
C. Diagnosis
Tropozoit atau kista G. lamblia dapat ditemukan dalam tinja atau sampel
duodenum yang diambil dari anak yang terinfeksi. Leukosit tinja tidak ditemukan
pada infeksi Giardia.
Uji entero merupakan sederhana untuk mendeteksi G.
lamblia pada cairan duodenum anak dimana menghindarkan biaya dan risioko
anatesi untuk endoskopi intestinum atas. 10
D. Pengobatan
Kebanyakan
kasus
Giardia
mungkin
sembuh
sendiri.
Bila
Giardia
menimbulkan gejala pada anak atau orang dewasa, ia harus diobati karena
12
potensinya karena untuk bergajala atau intermiten. Gejala atau tanda-tanda diare,
nyeri perut, kembung. Furazolidon (2 mgkg empat kali sehari selama 10 hari)
tersedia dalam suspense pediatric, ditoleransi dengan baik, dan dianggap obat
pilihan untuk anak. 10
BAB III
13
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Batasan diare menurut WHO adalah keluarnya tinja yang lunak/
cair dengan frekuensi 3 kali per hari atau lebih dengan atau tanpa darah
atau lender dalam tinja. Batasan lainya untuk anak-anak adalah ibu
merasakan adanya perubahan konsistensi dan frekuensi buang air besar
(BAB). Batasan kedua dibuat karena pada bayi terutama yang belum
mendapat makanan tambahan dan hanya mendapat ASI ekslusif, BAB
dapat mencapai 6 sampai 8 kali perhari dengan feses encer, ada bagian
padat dan berbau asam.
3.2.
Saran
Dengan
memahami
dasar
dari
mekanisme
diare
dan
penatalaksanaannya maka diharapkan prognosis pasien yang mengalami
diare dapat lebih baik dan menekan angka morbiditas dan mortalitas.
14
15
Download