1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Thalassemia adalah kelainan genetik bersifat autosomal resesif yang
ditandai dengan menurunnya kadar hemoglobin dalam darah individu. Eritrosit
mengandung hemoglobin yang tersusun atas heme dan globin. Hemoglobin
dewasa atau HbA (α2β2) terdiri dari 2 tipe protein globin yaitu alfa (α) dan beta
(β). Penurunan sintesis protein globin akan memicu munculnya gejala
thalassemia. Penurunan jumlah protein α-globin yang disebabkan oleh mutasi gen
hemoglobin alfa (HBA) pada kromosom 16 disebut α-thalassemia, sedang
penurunan β-globin oleh mutasi gen hemoglobin beta (HBB) pada kromosom 11
akan berakibat pada β-thalassemia. Prevalensi β-thalassemia di Indonesia lebih
tinggi dibandingkan dengan α-thalassemia.
Berdasarkan mutasinya, produksi rantai β-globin penyandang dapat
mengalami reduksi banyak/sedikit (β+) ataupun tidak ada sama sekali (β0). Gen βglobin yang didapatkan suatu individu bergantung pada jenis gen yang diturunkan
oleh parental. Maka dari itu, pasangan parental yang memiliki riwayat thalassemia
perlu mengetahui status gen β-globin masing-masing, dikarenakan gen β-globin
yang diturunkan oleh parental berstatus carrier kemungkinan akan memiliki
keturunan dengan persentase 50% carrier thalassemia, 25% normal, dan 25%
penderita β-thalassemia. Gen β-globin normal dari salah satu parental akan
mencegah munculnya alel homozigot resesif.
2
Thalassemia diduga berasal dari wilayah Mediterania yang kemudian
menyebar dan masuk ke Indonesia. Indonesia termasuk dalam wilayah sabuk
thalassemia dunia atau daerah dengan prevalensi thalassemia yang tinggi.
Menurut laporan Lanni et al. (2004), bahwa prevalensi carrier β-thalassemia dan
Hb-E untuk masyarakat Jawa sebesar 3,2% dan 4,8%, Batak 1,5% dan 0%,
Melayu 5,2% dan 4,3%. Pada tahun 1989, Lie-Injo et al. mengidentifikasi mutasi
IVS-1 nt 5 (GC) sebagai mutasi yang paling umum terjadi di Indonesia. Akan
tetapi, telah terjadi peningkatan jumlah penyandang dan carrier β-thalassemia
secara pesat dalam kurun waktu 26 tahun. Frekuensi carrier gen β-thalassemia di
Indonesia berkisar antara 3-10% (Fucharoen dan Winichagoon, 2007). Mengingat
jumlah ini yang cukup besar, maka perlu dilakukan usaha untuk menekan jumlah
penyandangnya.
Strategi WHO dalam upaya menekan jumlah kelainan genetik thalassemia
yaitu melalui deteksi dini individu dalam keluarga yang memiliki riwayat
thalassemia, pemeriksaan massal, pemeriksaan premarital, diagnosis prenatal dan
terminasi kehamilan. Deteksi carrier thalassemia dapat ditempuh melalui
pemeriksaan hematologis rutin, sedangkan untuk deteksi spesifik carrier βthalassemia yaitu melalui pengecekan HbA2 dengan indikasi diatas 3%. Untuk
analisis molekular lebih lanjut mengenai letak mutasinya dapat dilakukan secara
tidak langsung melalui metode Single Stranded Conformational Polymorphism
(SSCP) atau secara langsung dengan metode amplification refractory mutations
system (ARMS).
3
SSCP adalah metode yang digunakan untuk mengidentifikasi kehadiran
mutasi pada daerah-daerah tertentu. SSCP memiliki sensitivitas tinggi serta dapat
mendeteksi fragmen DNA berukuran 150-300 bp. Berdasarkan hasil metode
SSCP yang telah dilakukan oleh Priyambodo (2014), ditemukan mutasi pada
beberapa daerah gen β-globin carrier thalassemia. Salah satu daerah mutasinya
yaitu pada ekson 3 gen β-globin dan sebagian Untranslated Region (UTR)
downstream. Namun demikian belum diketahui letak dan tipe mutasi yang terjadi
pada gen tersebut. Identifikasi mutasi pada ekson 3 dan UTR dilakukan karena
daerah mutasi yang tidak umum terjadi pada beberapa populasi dan bisa
diakibatkan oleh mutasi delesi. Jika mutasi pada ekson 3 berasosiasi dengan
mutasi berbagai varian hemoglobinopati yang lain maka dapat beresiko pada
munculnya fenotip parah. Penentuan tipe mutasi penting dilakukan pada populasi
untuk keperluan pelaksanaan screening carrier β-thalassemia sehingga dapat
digunakan untuk menentukan tipe mutasi yang umum terjadi serta dapat
digunakan untuk membuat primer spesifik metode ARMS di Indonesia. ARMS
adalah metode yang sederhana dan sering digunakan untuk mendeteksi mutasi
titik, restriction fragment length polymorphism, insersi atau delesi nukleotida.
Akan tetapi ARMS tidak dapat mendeteksi mutasi gen yang tidak sesuai dengan
primer yang digunakan. Ketersediaan primer ARMS spesifik untuk mutasi yang
umum terjadi di Indonesia dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas
pelaksanaan screening.
Metode efektif dan akurat yang dapat digunakan dalam mengidentifikasi
mutasi adalah melalui sekuensing. Sekuensing merupakan metode langsung yang
4
dapat digunakan untuk mengetahui letak mutasi suatu gen. Selain memiliki nilai
akurasi yang tinggi, sekuensing juga dapat menunjukkan jenis mutasi yang ada
pada keseluruhan gen yang kita identifikasi dan memungkinkan ditemukannya
novel mutation gen β-globin pada populasi tertentu. Mutasi yang terjadi pada
suatu gen tersebut berkontribusi pada ketidakstabilan hemoglobin, struktur, dan
fungsi membran eritrosit.
Analisis pada carrier β-thalassemia penting dilakukan sebagai evaluasi
terhadap besarnya heterogenitas fenotip dan genotip pada populasi tertentu.
Melalui penelitian ini, diharapkan mampu memahami jenis mutasi pada populasi
dan pengaruhnya terhadap struktur protein β-globin. Selain itu, dapat pula
dijadikan acuan dalam pembuatan primer ARMS untuk Indonesia sehingga dapat
mengefektifkan proses screening di masa yang akan datang.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Apa tipe mutasi yang terdapat pada gen β-globin carrier β-thalassemia?
2. Dimana letak mutasi yang terjadi pada gen β-globin carrier β-thalassemia?
3. Bagaimana pengaruh mutasi yang ditemukan terhadap struktur protein βglobin?
C. Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui tipe mutasi pada gen β-globin carrier β-thalassemia.
5
2. Mengetahui letak mutasi pada gen β-globin carrier β-thalassemia.
3. Mengetahui pengaruh jenis mutasi yang ditemukan terhadap struktur protein
β-globin.
D. Manfaat
Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Memberi informasi tentang penyebaran gen β-globin mutan pada tingkat
populasi.
2. Menyediakan database tentang letak mutasi pada gen β-globin yang
dibutuhkan sebagai dasar klinis dalam penyediaan konseling genetik
premarital dan diagnosis prenatal.
3. Merupakan pre-eliminary study untuk meninjau hubungan antara kombinasi
tipe mutasi tertentu dengan gejala klinis yang muncul.
4. Menyediakan informasi tentang seberapa besar resiko thalassemia pada
tingkat populasi.
5. Mengetahui pengaruh mutasi tertentu terhadap struktur protein β-globin pada
individu carrier β-thalassemia.
6. Memberikan informasi mutasi untuk kebutuhan pembuatan ARMS spesifik di
Indonesia.
E. Ruang Lingkup
Sampel pada penelitian ini adalah peserta screening thalassemia tahun
2012 dan 2013 yang diidentifikasi memiliki mutasi gen β-globin pada ekson 3 dan
UTR downstream. Berdasarkan hasil identifikasi hematologi dan SSCP yang
6
dilakukan oleh Priyambodo (2014) didapatkan 6 sampel yang memiliki mutasi
pada daerah ekson 3 dan UTR downstream. Selanjutnya dilakukan identifikasi
tipe dan letak mutasi serta pengaruhnya terhadap struktur protein β-globin.
Identifikasi tipe dan letak mutasi dilakukan melalui sekuensing gen β-globin.
Download