analisa autolevel garbarata dalam mengatur ketinggian cabin

advertisement
ANALISA AUTOLEVEL GARBARATA
DALAM MENGATUR
KETINGGIAN CABIN PESAWAT
TUGAS AKHIR
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Mengikuti Ujian Akhir Sarjana S-1
Universitas Mercubuana
Oleh
RAHMAT HENDRIYADI
NIM : 41407110027
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
PROGRAM STUDI TEKNIK TENAGA LISTRIK
UNIVERSITAS MERCU BUANA
JAKARTA
2009
LEMBAR PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
: Rahmat Hendriyadi
N.I.M
: 41407110027
Fakultas
: Teknologi Industri
Jurusan
: Teknik Elektro
Program Studi
: Teknik Tenaga Listrik
Judul Skripsi
: Analisa Autolevel Garbarata Dalam Mengatur
Ketinggian Cabin Pesawat
Dengan ini menyatakan bahwa hasil penulisan Skripsi yang telah saya buat
ini merupakan hasil karya sendiri dan benar keasliannya. Apabila ternyata di
kemudian hari penulisan Skripsi ini merupakan hasil plagiat atau penjiplakan
terhadap karya orang lain, maka saya bersedia mempertanggungjawabkan
sekaligus bersedia menerima sanksi berdasarkan aturan tata tertib di Universitas
Mercu Buana.
Demikian, pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tidak
dipaksakan.
Jakarta, Februari 2009
RAHMAT HENDRIYADI
41407110027
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Analisa Autolevel Garbarata Dalam Mengatur
Ketinggian Cabin Pesawat
Disusun Oleh :
Nama
NIM
Fakultas
Jurusan
Program Studi
: Rahmat Hendriyadi
: 41407110027
: Teknologi Industri
: Teknik Elektro
: Teknik Tenaga Listrik
Mengetahui,
Pembimbing
Koordinator T.A
(Dr.Ir.Hamzah Hilal,MSc)
(Drs. Jaja Kustija M.Sc)
Mengetahui,
Ketua Jurusan Teknik Elektro
(Yudi Gunardi,ST,MT)
iii
ABSTRAK
Seiring dengan berkembangnya dunia teknologi yang demikian pesat, serta
persaingan yang semakin ketat, maka dituntutlah suatu proses yang serba cepat,
tanpa terkecuali dalam pelayanan jasa bandara. Untuk memberikan kenyamanan,
kemudahan kepada pengguna jasa, maka pengelola bandara sudah sewajarnyalah
memasang dan mengoperasikan peralatan–peralatan penunjang penerbangan yang
dapat mengakomodasi kebutuhan pengguna jasa tersebut, diantaranya adalah
paxway/ garbarata.
Garbarata/paxway merupakan salah satu peralatan penunjang
penerbangan untuk pelayanan jasa di bandar udara Soekarno-Hatta yang berfungsi
untuk memberikan kenyamanan kepada pengguna jasa, terutama untuk
penumpang dan air-crew, sehingga dapat terlindung dari panas, hujan, debu,
badai, dan jet blast pesawat.
Dalam proses turun penumpang dari pesawat atau naiknya penumpang ke
pesawat, terjadi perubahan beban yang terdapat di dalam pesawat tersebut,
sehingga diperlukan sekali suatu alat yang berguna untuk mengatur tinggi
rendahnya cabin pesawat yang disebut dengan automatic leveling system (autolevel) yang bekerja secara otomatis.
Autolever bisa bergerak maju atau mundur melalui rantai yang digerakan
oleh motor yang bisa berputar bolak-balik, mempunyai saklar roda yang bisa
berputar yang disentuhkan ke badan pesawat terbang. Ketika bersentuhan dengan
pesawat terbang, saklar ini akan memonitor setiap perubahan ketinggian pesawat
terbang dan secara otomatis mengatur ketinggian garbarata untuk menyesuaikan
dengan ketinggian yang baru terjadi. Ini dimaksudkan untuk mempertahankan
sejajarnya lantai antara garbarata dan pesawat terbang. Jika suatu autolevel tidak
bekerja dengan baik, maka akan menyebabkan pintu pesawat menjadi
ambruk/rusak/, sehingga pesawat tersebut tidak bisa terbang.
Tidak semua pesawat dapat dilayani oleh garbarata, terutama type MD-82,
hal ini dikarnakan posisi autolevel berada di bawah lantai cabin garbarata.
Apabila posisi garbarata sedang docking pada pesawat jenis MD-82 dan autolevel
di ON, maka sensor wheel autolevel akan menekan radar pesawat tersebut yang
terletak tepat di bawah pintu pesawat, dimana radar pesawat tersebut merupakan
navigasi komunikasi antara pilot dengan menara tower. Oleh karna itu, perlunya
ada suatu modifikasi dari tata letak autolevel itu sendiri. Penulis menyarankan
agar autolevel diletakkan di atas cab lantai garbarata, sehingga dapat memberikan
safety untuk semua type pesawat.
iv
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmanirahiim
Syukur Alhamdulillaah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan Rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Analisa Autolevel Garbarata Dalam
Mengatur Ketinggian Cabin Pesawat“.
Selain sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Sarjana Teknik (S1) di
Universitas Mercubuana Jakarta, penulisan ini juga bertujuan untuk memperdalam
pengetahuan penulis.
Penyelesaian tugas akhir (penulisan) ini tidak lepas dari berbagai bantuan,
untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Ir.Yenon Orsa, MT, selaku Direktur PKSM Mercubuana Jakarta.
2. Bapak Yudi Gunardi,ST,MT, selaku Ketua Jurusan Teknik Elektro Universitas
Mercubuana Jakarta.
3. Bapak Yudi Gunardi,ST,MT, selaku Koordinator tugas akhir Teknik Elektro
Universitas Mercubuana Jakarta.
4. Bapak Dr.Ir.Hamzah Hilal,MSc, selaku Dosen Pembimbing.
5. Seluruh staf pengajar Universitas Mercubuana pada umumnya dan staf
pengajar Program Studi Teknik Tenaga Listrik pada khususnya.
6. Kedua orang tua, abang, kakak, ponakan dan saudara-saudara yang telah
membantu, baik secara moril maupun materiil.
7. Staff Engineering garbarata PT.(persero)Angkasa Pura II Bandara SoekarnoHatta Cengkareng.
8. Rekan-rekan Elektro PKSM angkatan 11 dan semua pihak yang telah
membantu, baik secara moril, maupun materiil.
v
Penulis menyadari, bahwa penulisan tugas akhir ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis
hargai demi penulisan yang lebih baik di masa yang akan datang.
Harapan penulis, semoga tugas akhir ini memberikan mamfaat bagi
pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya.
Jakarta, Februari 2009
RAHMAT HENDRIYADI
Nim. 41407110027
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………………………………...……………………… … i
HALAMAN PERNYATAAN………………………………………………….. ii
HALAMAN PENGESAHAAN………………………………………………… iii
ABSTRAK………………………………………………………………………. iv
KATA PENGANTAR…………………………………………………………… v
DAFTAR ISI……………………………………………………………………. vii
DAFTAR TABEL……………………………………………………………….. xi
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………… xii
DAFTAR GRAFIK…………………………………………………………..… xiv
BAB I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang…………………………………………………. 1
1.2. Tujuan………………………………………………………….. 2
1.3. Permasalahan…………………………………………………... 3
1.4. Batasan Masalah……………………………………………….. 3
1.5. Metode Penulisan…………………………………………......... 3
1.6. Sistematika Penulisan…………………………………………. . 4
BAB II. GARBARATA
2.1. Prinsip Dasar Garbarata………………………………………… 5
2.2. Komponen-Komponen Mekanis Garbarata……………………. 5
2.2.1. Rotunda………………………………………………… . 5
2.2.2. Tunnel/lorong…………………………………………….. 6
2.2.3. Wheel carriage assembly……………………………….…9
vii
2.2.4. Drive column…………………………………………… 10
2.2.5. Cab assembly…………………………………………… 13
2.3. Komponen-Komponen Elektrik………………………………... 16
2.3.1. Panel Pengatur Tenaga Listrik…………………………... 16
2.3.2. Piranta Silicon…………………………………………… 16
2.3.3. Letak Peralatan Listrik…………………………………... 17
2.3.4. Uraian Urutan-Urutan Rangkaian……………………….. 17
2.4. Kontrol Operasi………………………………………………… 20
2.4.1. Main switch board……………………………………… 20
2.4.2. Control consule/Meja Pengendali………………………. 21
BAB III. ELEKTRIKAL AUTOLEVEL PADA GARBARATA
3.1. Relay……………………………………………………………. 24
3.2. Limit Switch……………………………………………………. 26
3.2.1. Saklar utama (main switch)……………………………... 26
3.2.2. Saklar pilih (selector switch)…………………………..... 27
3.2.3. Tombol tekan (push button)……………………………. ..27
3.3. Power Supply…………………………………………………... 28
3.3.1. Trafo……………………………………………………. ..29
3.3.2. Dioda……………………………………………………. 34
3.3.3. Capasitor………………………………………………… 34
3.3.4. Resistor………………………………………………….. 38
3.3.5. Transistor………………………………………………... 39
3.3.5.1. Karakteristik operasi transistor…………………. 41
3.3.5.2. Transistor sebagai saklar……………………….. 41
viii
3.4. Motor Actuator…………………………………………………. 43
3.5. Kontaktor Magnet……………………………………………… 45
3.6. Pengaman………………………………………………………. 47
3.6.1. Patron lebur……………………………………………… 48
3.6.2. Overload relay (relay beban lebih)……………………… 49
3.7. Pewaktu (timer)… …………………………………………..... ..49
3.8. Motor Induksi Fasa Tiga……………………………………….. 50
3.8.1. Konstruksi motor induksi fasa tiga……………………… 50
3.8.2. Kecepatan motor induksi………………………………... 51
3.8.3. Hubungan antara beban, kecepatan dan torque…………. 53
3.8.4. Beban motor…………………………………………….. 54
BAB IV. ANALISA AUTOLEVEL
4.1. Analisa Fisik Garbarata…………………………………............ 56
4.2. Analisa Autolevel…………………………………………......... 61
4.2.1.Sistem mekanis autolevel………………………………… 61
4.2.2.Sistem kontrol autolevel…………………………………. 62
4.2.2.1.Catu daya………………………………………… 63
4.2.2.2. Cara kerja rangkaian power supply…………….. . 63
4.2.2.3. Penurunan tegangan……………………………. ..64
4.2.2.4. Penyearah tegangan……………………………… 65
4.2.2.5. Perata tegangan………………………………….. 65
4.2.2.6. Penstabil tegangan………………………………. 66
4.3.
Cara Kerja Sistem Kontrol Autolevel………………………… 67
ix
BAB V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan……………………………………………………… 71
5.2. Saran……………………………………………………………. 71
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………… 72
LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1.
Arti dan warna-warna tombol tekan…………………………….. 28
Tabel 4.1.
Rotation cab………………………………………………………. 56
Tabel 4.2.
Batas operasi dan bentuk karakteristik garbarata………………..
Tabel 4.3.
Ukuran minimum garbarata two tunnel dan three tunnel ………….57
Tabel 4.4.
Apron drive……………………………………………………….. 58
xi
57
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Rotunda…………………………………………………………… 6
Gambar 2.2. Tunnel…………………………………………………………….. 7
Gambar 2.3. Service door………………………………………………………. 8
Gambar 2.4. Cable hanger……………………………………………………… 8
Gambar 2.5. Wheel carriage assembly………………………………………….. 9
Gambar 2.6. Drive column……………………………………………………... 11
Gambar 2.7. Cab assembly……………………………………………………... 13
Gambar 2.8. Autolever…………………………………………………………. 15
Gambar 2.9. Lampu-lampu…………………………………………………….. 17
Gambar 3.1. Relay elektromagnetis……………………………………………. 26
Gambar 3.2. Main switch………………………………………………………. 27
Gambar 3.3. Selector switch……………………………………………………. 27
Gambar 3.4. Tombol tekan…………………………………………………...… 28
Gambar 3.5. Power supply……………………………………………………... 28
Gambar 3.6. Trafo……………………………………………………………… 30
Gambar 3.7. Rangkaian penyearah sederhana…………………………………. 31
Gambar 3.8. Rangkaian penyearah gelombang penuh…………………………. 33
Gambar 3.9. Simbol dioda………………………………………………………34
Gambar 3.10. Simbol capasitor elektrolit……………………………………….. 34
Gambar 3.11. Capasitor untuk menghaluskan dan bentuk gelombang…………..35
Gambar 3.12. Rangkaian penyearah setengah gelombang dengan filter C……… 35
Gambar 3.13. Rangkaian penyearah gelombang penuh dengan filter C…………37
xii
Gambar 3.14. Resistor yang diberi kode warna…………………………………..39
Gambar 3.15. Transistor jenis PNP……………………………………………… 39
Gambar 3.16. Transistor jenis NPN………………………………………………40
Gambar 3.17. Karakteristik operasi tegangan transistor………………………….41
Gambar 3.18.Transistor sebagai saklar………………………………………….. 42
Gambar 3.19. Motor actuator…………………………………………………….43
Gambar 3.20. Sebuah motor DC………………………………………………… 44
Gambar 3.21. Kontak utama dan kontak bantu kontaktor fasa tiga……………...46
Gambar 3.22. Patron lebur………………………………………………………. 48
Gambar 3.23.Motor induksi (automated building)……………………………… 51
Gambar 4.1. Posisi garbarata……………………………………………………56
Gambar 4.2. Pesawat MD-82…………………………………………………... 59
Gambar 4.3. Posisi sensor wheel yang tidak aman terhadap sirip radar……….. 59
Gambar 4.4. Pintu pesawat MD-82 posisi terbuka……………………………...59
Gambar 4.5. Jarak autolevel dari cabin……………………………………….... 60
Gambar 4.6. Mekanis autolevel…………………………………………………61
Gambar 4.7. Bentuk peregangan pegas (spring)……………………………….. 62
Gambar 4.8. Rangkaian power supply…………………………………………. 63
Gambar 4.9. Trafo penurun tegangan………………………………………….. .64
Gambar 4.10. Penyearah gelombang penuh sistem jembatan………………….... 65
Gambar 4.11. Wirring diagram sistem kontrol…………………………………...68
Gambar 4.12. Wirring diagram sistem kontrol…………………………………...69
Gambar 4.13. Conecting pada terminal box……………………………………...70
xiii
DAFTAR GRAFIK
Grafik 3.1.
Bentuk gelombang output penyearah setengah gelombang……… 32
Grafik 3.2.
Kurva harga rata-rata……………………………………………... 32
Grafik 3.3.
Bentuk gelombang penyearah gelombang penuh………………… 33
Grafik 3.4.
Bentuk gelombang dengan filter kapasitor……………………….. 36
Grafik 3.5.
Pengisian kapasitor………………………………………………..38
Grafik 3.6.
Pengosongan kapasitor…………………………………………… 38
Grafik 3.7.
Torque kecepatan motor induksi AC fasa tiga……………………54
xiv
ABSTRAK
Seiring dengan berkembangnya dunia teknologi yang demikian pesat, serta persaingan yang
semakin ketat, maka dituntutlah suatu proses yang serba cepat, tanpa terkecuali dalam pelayanan
jasa bandara. Untuk memberikan kenyamanan, kemudahan kepada pengguna jasa, maka
pengelola bandara sudah sewajarnyalah memasang dan mengoperasikan peralatan–peralatan
penunjang penerbangan yang dapat mengakomodasi kebutuhan pengguna jasa tersebut,
diantaranya adalah paxway/ garbarata.
Garbarata/paxway merupakan salah satu peralatan penunjang penerbangan untuk
pelayanan jasa di bandar udara Soekarno-Hatta yang berfungsi untuk memberikan kenyamanan
kepada pengguna jasa, terutama untuk penumpang dan air-crew, sehingga dapat terlindung dari
panas, hujan, debu, badai, dan jet blast pesawat.
Dalam proses turun penumpang dari pesawat atau naiknya penumpang ke pesawat,
terjadi perubahan beban yang terdapat di dalam pesawat tersebut, sehingga diperlukan sekali
suatu alat yang berguna untuk mengatur tinggi rendahnya cabin pesawat yang disebut dengan
automatic leveling system (auto-level) yang bekerja secara otomatis.
Autolever bisa bergerak maju atau mundur melalui rantai yang digerakan oleh motor yang
bisa berputar bolak-balik, mempunyai saklar roda yang bisa berputar yang disentuhkan ke badan
pesawat terbang. Ketika bersentuhan dengan pesawat terbang, saklar ini akan memonitor setiap
perubahan ketinggian pesawat terbang dan secara otomatis mengatur ketinggian garbarata untuk
menyesuaikan dengan ketinggian yang baru terjadi. Ini dimaksudkan untuk mempertahankan
sejajarnya lantai antara garbarata dan pesawat terbang. Jika suatu autolevel tidak bekerja dengan
baik, maka akan menyebabkan pintu pesawat menjadi ambruk/rusak/, sehingga pesawat tersebut
tidak bisa terbang.
Tidak semua pesawat dapat dilayani oleh garbarata, terutama type MD-82, hal ini
dikarnakan posisi autolevel berada di bawah lantai cabin garbarata. Apabila posisi garbarata
sedang docking pada pesawat jenis MD-82 dan autolevel di ON, maka sensor wheel autolevel
akan menekan radar pesawat tersebut yang terletak tepat di bawah pintu pesawat, dimana radar
pesawat tersebut merupakan navigasi komunikasi antara pilot dengan menara tower. Oleh karna
itu, perlunya ada suatu modifikasi dari tata letak autolevel itu sendiri. Penulis menyarankan agar
autolevel diletakkan di atas cab lantai garbarata, sehingga dapat memberikan safety untuk semua
type pesawat.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG
Seiring dengan berkembangnya dunia teknologi yang demikian pesat, serta
persaingan yang semakin ketat, maka dituntutlah suatu proses yang serba cepat,
tanpa terkecuali dalam pelayanan jasa bandara. Untuk memberikan kenyamanan,
kemudahan kepada pengguna jasa, maka pengelola bandara sudah sewajarnyalah
memasang dan mengoperasikan peralatan–peralatan penunjang penerbangan yang
dapat mengakomodasi kebutuhan pengguna jasa tersebut, diantaranya adalah
paxway/ garbarata.
Garbarata /paxway merupakan salah satu peralatan penunjang penerbangan
untuk pelayanan jasa di bandar udara Soekarno-Hatta yang berfungsi untuk
memberikan kenyamanan kepada pengguna jasa, terutama untuk penumpang dan aircrew, sehingga dapat terlindung dari panas, hujan, debu, badai, dan jet blast pesawat.
Dengan adanya garbarata, maka penumpang dan air-crew tidak perlu lagi naik/turun
tangga pesawat, karena pemasangan garbarata tersebut di disain sedemikian rupa
yang dapat menghubungkan terminal building dengan pesawat udara yang sedang di
docking.
Dalam proses turun penumpang dari pesawat atau naiknya penumpang ke
pesawat, maka terjadi perubahan beban yang terdapat di dalam pesawat tersebut,
sehingga diperlukan sekali suatu alat yang berguna untuk mengatur tinggi rendahnya
cabin pesawat yang disebut dengan automatic leveling system (autolevel) yang
bekerja secara otomatis.
Oleh karna itu, penulis sangat tertarik sekali untuk memperkenalkan dan
membahas automatic leveling system (autolevel) dengan berbagai macam fitur yang
diperkirakan dapat mengikuti perkembangan teknologi dimasa yang akan datang.
Pemasangan Garbarata di Bandara Soekarno-Hatta adalah sebagai berikut :
a.
Terminal I, dimana terpasang 23 unit garbarata dengan pemasangan pada 21
boarding lounge.
1
b.
Terminal II, dimana terpasang 44 unit garbarata dengan pemasangan pada 21
boarding lounge.
Namun demikian, kalau kita mengacu pada kondisi garbarata terminal I
khususnya, tidak semua jenis pesawat dapat dilayani oleh garbarata terminal I, jenis
pesawat MD-82 yang selama ini banyak dipakai oleh maskapai LION AIR / WINGS
termasuk jenis pesawat yang tidak dapat dilayani oleh garbarata, sehingga pada
garbarata tersebut posisi autolevel berada di bawah lantai cabin garbarata. Apabila
posisi garbarata sedang docking pada pesawat jenis MD-82 dan autolevel di ON,
maka sensor wheel autolevel akan menekan radar pesawat tersebut yang terletak
tepat di bawah pintu pesawat.
Untuk
lebih
mengoptimalkan
pengoperasion
garbarata,
agar
dapat
dipergunakan jenis pesawat MD-82, maka penulis tertarik untuk mengangkat
masalah ini dalam penulisan tugas akhir
dengan judul
:“ ANALISA
AUTOMATIC LEVELING SYSTEM (AUTOLEVEL) GARBARATA DALAM
MENGATUR KETINGGIAN CABIN PESAWAT “
1.2.
TUJUAN
Tujuan penulisan tugas akhir (TA) automatic leveling system (autolevel) ini adalah
sebagai berikut :
a.
Memahami prinsip kerja automatic leveling system (autolevel).
b.
Memahami dan mengetahui sistem control electrical schematic diagram
automatic leveling system (autolevel).
c.
Mengetahui proses input dan output dari autolevel itu sendiri yang merubah
tegangan 220V AC menjadi 24V DC.
d.
Mampu mencari solusi dan menganalisa, jika pesawat yang akan di docking
adalah tipe MD-82, sehingga pengguna jasa yang menggunakan pesawat
dengan jenis dan tipe tersebut dapat terlayani,
Soekarno–Hatta tetap terjaga.
2
sehingga citra Bandara
1.3.
PERMASALAHAN
Sesuai dengan penjelasan yang telah diuraikan pada latar belakang, maka
permasalahannya adalah menganalisa automatic levelling system dalam mengatur
ketinggian cabin pesawat yang dilengkapi dengan teknologi yang mutakhir saat ini.
1.4.
BATASAN MASALAH
Mengingat cukup kompleknya permasalahan dalam menganalisa tugas akhir ini,
maka penulis membatasi masalah pada hal-hal sebagai berikut :
a.
Membahas prinsip kerja automatic leveling system (autolevel) yang terdapat
pada garbarata.
b.
Membahas tentang sistem kontrol rangkaian electrical schematic diagram
automatic leveling system (autolevel).
c.
Membahas proses perubahan tegangan (converter) dari 220V AC menjadi
24V DC.
d.
Mencari solusi, agar pesawat tipe MD-82 dapat di docking dan dilayani oleh
garbarata.
1.5.
METODE PENULISAN
Dalam pengumpulan data dan informasi tugas akhir ini, penulis menggunakan
metode sebagai berikut :
a.
Studi pustaka, dimana pada tahap ini dilakukan pada awal hingga akhir
pembuatan tugas akhir ini, yaitu dengan mencari informasi dari buku-buku,
majalah-majalah serta sumber lain yang berhubungan dengan analisa.
b.
Studi eksperimentasi, dimana pada tahap ini dilakukan percobaan dan analisa
terhadap automatic level system (autolevel) yang terdapat di garbarata pada
perusahaan PT.(Persero)Angkasa Pura II Bandara Soekarno Hatta –
Cengkareng.
c.
Diskusi, dimana pada tahap ini penulis mengadakan diskusi dengan
pembimbing dan Enggineering garbarata karyawan PT.(Persero)Angkasa Pura
II Bandara Soekarno Hatta–Cengkareng, serta sumber lain yang mengerti dan
memahami permasalahan ini.
3
1.6.
SISTEMATIKA PENULISAN
Secara garis besar, penulisan tugas akhir ini dibagi dalam beberapa bab, dimana bab
dua menerangkan tentang bagian-bagian utama yang terdapat pada garbarata secara
umum yang berkaitan dengan pengoperasiannya di Bandara Soekarno-Hatta. Bab
tiga memuat tentang komponen–komponen elektrik dan
rumus–rumus yang
digunakan dalam proses converter autolevel garbarata, sehingga dapat menunjang
penulis dalam menganalisa penulisan tugas akhir ini.
Bab empat menerangkan tentang analisa terhadap automatic level system
(autolevel) yang terdapat di Bandara Soekarno-Hatta, dan prinsip kerja rangkaian
control serta spesifikasi dari automatic level system (autolevel). Kesimpulan yang
berkaitan dengan penulisan tugas akhir ini dapat dilihat pada bab lima.
4
BAB II
GARBARATA
2.1.
PRINSIP DASAR GARBARATA
Garbarata adalah suatu alat yang berfungsi untuk menaikkan dan menurunkan
penumpang pesawat terbang dan air-crew, sehingga dapat melindungi penumpang
dan air-crew dari gangguan hujan, angin, jet blast, kebisingan, debu, dan juga
sebagai pemisah antara penumpang dan petugas di darat.
Garbarata pada dasarnya merupakan suatu tunnel telescopic/terowongan yang
digunakan sebagai penghubung gedung terminal keberangkatan penumpang dengan
pesawat terbang. Pergerakkan garbarata dikemudikan oleh petugas AMC (apron
movement control) melalui pengendali listrik yang dipasang pada panel kemudi.
2.2.
KOMPONEN-KOMPONEN MEKANIS GARBARATA
Pada bagian ini, akan dijelaskan mengenai bentuk utuh secara keseluruhan dari
garbarata/paxway, yang terdiri dari rotunda, tunnel A dan Tunnel B, wheel carriage
assembly, drive column dan cab assembly.
2.2.1. Rotunda
Rotunda menghubungkan gedung terminal (atau jika perlu dibuat tambahan
bangunan) dengan tunnel A, dan di rotunda inilah yang merupakan poros dari pada
unit garbarata. Saat garbarata dijalankan, maka lantai rotunda, langit-langit, kerangka
vertical dan panel dinding yang berdekatan dengan gedung terminal tetap diam di
tempat. Kerangka tetap yang tergabung dengan atap, berputar mengitari tiang
rotunda. Rotunda curtain ada di bidang kiri dan kanan, kedua curtain dibidang kiri
dan kanan ini tergulung atau terentang pada saat barrelnya berputar mengikuti
garbarata. Barrel ini terletak di dalam rumah plat baja pada kerangka yang kokoh,
kedua buah barrel ini terdapat per yang jika di stel dengan benar akan
mempertahankan ketegangan curtain tersebut.
Horizontal idler rollers dan full length vertical rollers merupakan
kelengkapan untuk menuntun gerak melingkar dari curtain slats, dua buah tunnel
5
bumpers yang terletak di sisi kerangka rotunda dilengkapi sebuah alat peredam
bantingan untuk keadaan darurat pada saat matinya listrik selagi garbarata tertarik
masuk. Dibagian dalamnya dipasang penutup lantai, penutup langit-langit dan sebuah
pasangan lampu, seperti dapat dilihat pada gambar 2.1.
Gambar 2.1. Rotunda
2.2.2. Tunnel /Lorong
Tiga bagian telescopic tunnel dengan urutan namanya A,B dan C (diurut dari
rotunda). Beberapa pasangan rollers dipasang untuk mendapatkan gerakan mulus
pada gerak memanjang dan memendek dari garbarata. Sebuah lobang dibuat pada
plat penghubung panel atap untuk pembuangan air. Parit juga dibuat di bagian dalam
di kedua sisi lantai dari tunnel B, dan C, dimana tunnel dibuat dari lembaranlembaran plat baja bergelombang dan balok-balok baja penyambung, seperti dapat
dilihat pada gambar 2.2.
6
Gambar 2.2. Tunnel
Bagian-bagian dari suatu tunnel garbarata, antara lain :
a.
Rel dan roller bearing (bantalan luncur). Ada berbagai macam pasangan roller
yang digunakan untuk pergerakkan garbarata, semua tunnel mempunyai rel atas
dan bawah untuk jalannya roller, roller A dan B terpasang dibagian atas tunnel
B, roller C dibagian belakang bawah tunnel B, roler-roler tambahan dipasang
dibagian bawah dari tunnel-tunnel.
b.
Ramps, dibuat diujung tunnel (kelihatan dari rotunda kearah cab) pada tunnel
A untuk supaya bila garbarata memanjang atau memendek, maka benturanbenturan antara tunnel A, B dan C dihilangkan. Engsel dipasang pada
sambungan lantai tunnel. Ramps di depan tunnel A dibuat jalur untuk tempat
limit switch dan kabel-kabel listrik yang terpasang di bawahnya ketika
perpanjangan maximum terjadi.
c.
Service door, dimana berada di ujung depan tunnel C, yang digunakan untuk
keperluan pekerjaan perawatan dan pelayanan, sehingga seorang petugas tidak
harus masuk gedung terminal terlebih dahulu. Sebuah tangga yang dapat di
rubah-rubah kedudukannya dipasang untuk jalanan jari tanah ke service door
tadi, seperti yang dapat dilihat pada gambar 2.3.
7
Gambar 2.3. Servis door
d.
Power control panel, dimana dalam panel ini terdapat komponen-komponen
listrik ac dan dc yang diperlukan untuk mengoperasikan garbarata. Penutup
panel ini dilengkapi dengan kunci handle dan kunci fastener yang berfungsi
sebagai pengaman. Untuk membukanya, kedua kunci tersebut dibuka dan MCB
switch putar ke posisi off. Ini akan mematikan listriknya dan akan aman dalam
melaksanakan pekerjaan perawatan.
e.
Cable hanger, dipasang pada kedua sisi pertemuan tunnel, supaya kabel daya
dan kabel lampu dapat mengikuti pergerakan garbarata.
Dibagian ini terdapat
track dan hanger roller (ada ditiap sisi tunnel), dan kabel-kabel ini
menggantung di hanger rollers. Jika garbarata memanjang atau memendek alat
ini akan mencegah terlipatnya kabel atau tertariknya kabel tersebut, seperti yang
dapat dilihat pada gambar 2.4.
Gambar 2.4. Cable Hanger
8
f.
Motor generators. Dua buah motor generator dipasang di bawah tunnel C pada
double drive column dan diatas drive column pada singgle drive column. Tiap
motor generator menghasilkan out put dc dan dialirkan merata ke drive motor
kanan dan kiri.
2.2.3
Wheel Carriage Assembly
Wheel carriage assembly terdiri dari kerangka pemegang roda dan ban, rantai, motor
pemutar gear tipe dan kabel-kabel listrik.
Gambar 2.5. Wheel carriage assembly
Pada gambar 2.5, terdapat uraian terperinci dari tiap-tiap komponen wheel
carriage, antara lain :
a.
Roda ban dan kerangka pemegangnya. Dua buah ban luar dan dalam dari type
ban pesawat terbang terpasang pada rangkanya. Tekanan ban adalah 11,5 – 12
kg/cm2 .
9
b.
Chain Drive. Chain drive assembly kanan dan kiri terdiri dari sprocket yang
terpasang pada gear motor shaft dan sprocket pada wheel, antara kedua sprocket
tadi dihubungkan
oleh rantai. Pelindung rantai dipasang untuk melindungi
sprocket dan rantainya dari benda-benda asing yang bisa mengenainya dan juga
sebagai pengaman bagi petugas-petugas di sekelilingnya.
c.
Gear type motors. Sebuah motor penggerak dan gear box dihubungkan ke tiaptiap wheel chain drive. Motor pemutar dengan daya 3 KW menggunakan
armature yang membutuhkan tegangan 200/220 V DC untuk menghasilkan
putaran maximum 44/50 rpm, dengan perbandingan roda giginya 31 : 1. Motor
dengan gear box menyatu dengan magnetic disc brake yang bisa direlease
secara elektrik dan juga mekanis pada saat keadaan darurat, dimana garbarata
akan ditarik (oleh mobil penarik).
d.
Elektrical wiring. Kotak penghubung dipasang pada wheel carriage assembly.
Arus listrik fasa tunggal dipakai untuk pengereman motor dan 240 V DC untuk
drive motor.
2.2.4. Drive Column
Drive column terpisah dari wheel carriage assembly, terdiri dari bagian-bagian
tabung dengan ball screw dan ball nut assembly yang berada dalam tabung, dua buah
motor generator, 1 (satu) buah vertical drive motor dengan remnya, dan wheel
indicator assembly, melengkapi komponen-komponen drive column ini, berikut ini
diuraikan secara terperinci setiap komponen dari drive column, seperti dapat dilihat
pada gambar 2.6.
10
Gambar 2.6. Drive Column
Bagian-bagian dari drive collumn, antara lain :
a.
Ball screw assembly, terdiri dari sebuah ball screw dan sebuah ball nut yang
dilengkapi oleh alat-alat pengikat. Alat-alat pengikat ini terdiri dari centering
ring, thrust bearing, spacer, sprocket, mur dan washer penahan. Dan dilengkapi
sebuah rectanguler key untuk pengunci ball nut. Ball screw dan ball nut
mempunyai ulir berbentuk bulat, ulir ini terdapat pada sepanjang ball screw.
Jika ball screw diputar oleh vertical drive motor, maka ball nut akan berjalan
pada sepanjang ball screw yang sekaligus merupakan sumbunya. Gerakan ini
akan membuat gerak putar dari ball screw menjadi gerak lurus dari ball nut.
b.
Drive column wheel position indicator assembly, dimana alat ini terpasang pada
drive
column
yang
bekerja
bersama
sprocket
dan
rantai dihubungkan ke reostat dan berputar dalam perbandingan yang sama.
Sinyal dari reostat dikirim ke meter penunjuk posisi roda yang terpasang di
console dan menunjukan arah roda.
11
c.
Vertical drive motor, digunakan untuk memberi tenaga putar ke ball screw
untuk mengangkat atau menurunkan unit. Motor dan gear box menyatu dengan
disc type brakenya masing-masing. Rem–rem ini adalah dari jenis magnetis, ada
per-nya dan dirancang untuk menghentikan gerak dan juga untuk menahan
beban.
d.
Vertical limit switch terdiri dari dua jenis, yaitu :
•
Single drive column. Pada vertical limit switch ini, sebuah control box khusus
untuk mengontrol batas teratas dan terbawah, diletakan dibagian atas
kerangka dari drive column berdekatan dengan vertikal drive motor. Pada
control box ini terdapat 4 buah cam yang menggerakan limit switch. Sebuah
sprocket yang terpasang di “as” nya meneruskan putaran pada limit switch
control box melalui sebuah rantai dari sprocket di vertical drive motor.
Perbandingan putaran antara keduanya adalah berbanding lurus, fungsinya
adalah untuk mengatur dan mengontrol batas atas dan batas bawah dari gerak
vertikal. Adapula safety/emergency switches di atas dan di bawah limit switch
untuk pengaman jika terjadi gerak berlebihan.
•
Double drive column. Pada double drive column ini, masing-masing limit
switch atas dan bawah dipasang pada bagian bawah di sisi kanan tabung.
Masing-masing actuator terletak dibagian atas dan bawah dari tabung bawah.
Limit switch dan actuator mengatur batas atas dan batas bawah dari
pergerakan vertikal dan terdapat pula safety switch untuk pengaman di atas
dan di bawah dari tiap-tiap switch sebelumnya, yang bekerja jika terjadi
gerak berlebihan.
e.
Middle Tube Fall Shock Absorber. Alat ini dipakai pada single drive column,
dimana tabung tengah dihubungkan ke tabung atas oleh silinder hydroulic.
Cairan hydroulic keluar dan masuk pada silinder yang dihubungkan oleh sebuah
saluran melalui sebuah throttle checki valve dan sebuah tangki. Sebuah
penuntun dan batang penuntun dipasang untuk mencegah roller-roller keluar
dari relnya jika suatu saat terjadi besi-besi siku pemegang silinder bagian atas
dan bagian bawah tersangkut pada tabung yang bisa menimbulkan gaya
membengkok. Rel dan roller memungkinkan timbulnya perputaran relatif dari
tabung atas dan bawah. Ketika tabung tengah mulai turun sesudah tertancap dan
12
naik bersama tabung atas, maka throttle check valve akan menghambat cairan
hydroulic yang mengalir, dengan demikian tabung tengah akan turun perlahan
dan peralatan tidak terguncang. Kecepatan menurun dari tabung tengah dapat
diatur dengan memutar tombol dari throttle check valve, dimana valve ini sudah
di set sebelumnya dengan tepat dari pabrik.
2.2.5. Cab Assembly
Kerangka cab assembly, seperti yang terlihat pada gambar 2.7, terbuat dari baja yang
di bagian dalam cab di cat politur, lantainya dilapisi penutup, langit-langitnya
dipasangi plafon dan dipasang pula lampu penerangan.
Komponen-komponen cab lainnya adalah pintu gulung penahan cuaca dari
baja, curtain dari bahan alumunium, control consule, automatic laveler dan closure
yang dikendalikan secara elektro-mekanis. Cab ini diputar oleh gear type motor fasa
tiga yang terpasang dibagian bawah dari ujung rangka penunjang cab.
Gambar 2.7. Cab assembly
13
Bagian-bagian cab assembly, adalah sebagai berikut :
a.
Weather door, terletak diujung depan cab, ditutup jika unit tidak digunakan.
Pintu ini terbuat dari baja dan dibuka dengan tangan. Jika dibuka, maka
pintunya akan menggulung melingkari loteng tersebut.
b.
Cab closure. Jika cab-nya sudah menempel kepesawat terbang, closure ini
merapat kepermukaan dengan pesawat terbang, mencegah masuknya angin atau
air hujan pada cuaca buruk.
c.
Control console, dimana terletak di dalam cab, berisi semua sistem kendali
yang diperlukan untuk menjalankan garbarata.
d.
Cab curtain slat assembly, terbuat dari bahan logam yang sama. Curtain ini
terdapat dibagian kiri dan kanan cab, demikian pula pada rotunda. Curtain pada
kedua sisi cab dapat tergulung dan terentang bada barrel mengikuti putaran cab.
Barrel ini terletak dalam rumah dari bahan plat baja pada setiap sisi dari tunnel
B. Pada kedua berrel ini terdapat per yang jika stelannya tepat akan
mempertahankan ketegangan dari curtain. Horizontal iddler rollers dan full
length vertical rollers dipasang untuk menuntun curtain dalam gerak
melingkarnya. Limit switch dan bumper stops dipasang untuk membatasi
putaran cab.
e.
Automatic leveler, seperti yang terlihat pada gambar 2.8. Sebuah automatic
leveler bisa bergerak maju atau mundur melalui rantai yang digerakan oleh
motor yang bisa berputar bolak-balik, mempunyai saklar roda yang bisa berputar
yang disentuhkan kebadan pesawat terbang. Ketika bersentuhan dengan pesawat
terbang, saklar ini akan memonitor setiap perubahan ketinggian pesawat terbang
dan secara otomatis mengatur ketinggian garbarata untuk menyesuaikan dengan
ketinggian yang baru terjadi. Ini dimaksudkan untuk mempertahankan
sejajarnya lantai antara garbarata dan pesawat terbang.
14
Gambar 2.8. Autoleveler
f.
Cab rotation motor. Motor ini terpasang di ujung rangka penyangga cab,
digunakan untuk memutar cab dari posisi tengah ke arah kanan dan kiri. Dalam
hal ini, cab bisa sejajar dengan pintu pesawat terbang, dan bumper karetnya
berada di bawah ambang pintu pesawat terbang.
g.
Rantai pengaman, dipasang melintang selebar cabin untuk mencegah petugas
terjatuh dari garbarata.
h.
Pagar pengaman. Sebuah cut–out dipasang di sisi kiri dari ujung depan lantai
cabin untuk mencegah dari kemungkinan rusaknya bagian-bagian yang
menonjol pada pesawat terbang (seperti tabung pitot, dll). Cut-out ini pada
umumnya mengungkungi daun pintu pesawat yang terbuka penuh, kecuali jika
digunakan untuk DC-10 dan A–1011, daun–daun pintunya jangan dibuka penuh.
Untuk itu pagar pengaman ini menutupi cut-out.
i.
Saklar untuk lampu sorot dan lampu diatas pintu service. Saklar untuk lampulampu ini terpasang pada dinding sebelah kiri cab, dan selanjutnya lampu –
lampu luar ini dihidupkan dari ruang kemudi , yang menerangi masing-masing
untuk tanah dis ekitarnya dan daerah di sekitar pintu service.
15
2.3.
KOMPONEN – KOMPONEN ELEKTRIK
Untuk menjalankan paxway/garbarata diperlukan sumber tegangan listrik AC fasa
tiga dan suatu sumber listrik AC terpisah untuk perlampuan. Sebuah trafo pengatur
ACTR 1 KVA dipakai untuk mengubah tegangan masukan menjadi sebesar 100V
AC yang dibutuhkan untuk menghidupkan rangkaian pengatur. Sebuah trafo DCTR 1
KVA dipakai untuk mengubah tegangan yang masuk menjadi 270 V AC, yang
kemudian oleh perata silicon dirubah menjadi 240 V (berkisar antara 215–240 V) DC
yang mengisi kumparan untuk motor-motor pemutar. Berbagai peralatan listrik
digunakan untuk menghidupkan paxway, tersusun di dalam panel pengatur.
2.3.1
Panel Pengatur Tenaga Listrik (Power Control Panel)
Pada panel pengontrol ini, di dalamnya terdapat peralatan–peralatan listrik AC dan
DC yang diperlukan untuk menjalankan unit. Setelah tegangan yang masuk dirubah
menjadi 100V, maka arus listrik dialirkan untuk menghidupkan berbagai kontaktor
dan relay yang terdapat di dalam panel. Trafo pengatur ACTR dan sebuah sekering
10A, merupakan sumber daya dan pengaman untuk menghidupkan relay-relay
pengatur. Pengaman untuk beban lebih (bekerja berdasarkan panas, dirancang untuk
bisa membuka jika ada aliran arus listrik berlebihan) menghubungkan arus listrik ke
motor pemutar untuk closure dan motor pemutar cab. Dalam rangkaian listrik DC
terdapat sistim transformer–rectifier, kontaktor DC berikut kontak DC, kontaktor DB
dengan kontak DB, pengatur rem dinamis kanan dan kiri dan relay untuk beban
lebih. Di dalam panel juga terdapat tahanan yang mengatur arus DC pada rangkaian
listrik dari generator.
2.3.2
Piranta Silicon
Piranta silicon terletak pada rangkaian listrik DC pada panel pengatur daya,
menghasilkan daya listrik DC yang diperlukan untuk kumparan motor pemutar dan
generator. Ini merupakan jenis hubungan yang menghasilkan daya listrik searah yang
didalamnya ada peralatan utama yang terdiri dari : sebuah trafo DCTR, sebuah perata
RT 1 dan sebuah perata sempurna SP. Transformer pada rangkaian ini, menurunkan
tegangan AC yang masuk menjadi kurang lebih 270 V AC. Piranta dari jenis logam
kering silicon mengubah listrik AC menjadi DC 215 – 240 V.
16
2.3.3
Letak Peralatan Listrik
Gambar 2.9 merupakan bagian–bagian peralatan dari sistim lampu interior dalam
garbarata, dimana lampu yang digunakan adalah jenis lampu TL yang dipasang pada
langit–langit tunnel dan pada rotunda.
AC
LAMPU TL
LAMPU TL
Gambar 2.9. Lampu – lampu
2.3.4
Uraian Urutan–Urutan Rangkaian
Urutan dalam rangkaian diuraikan secara keseluruhan sistim listrik paxway/garbarata
dan tahapan–tahapan secara terperinci dari berbagai fasa kerjanya. Urutan dari kerja
garbarata dinyatakan sebagai berikut :
a.
Memutar saklar MDS ke posisi ON pada panel induk, maka arus listrik fasa tiga
mengalir untuk menjadi sumber listrik bagi sirkit utama dan sirkit kontrol.
b.
Dengan memutar saklar MCB ke posisi ON di panel kontrol daya, maka arus
listrik fasa tiga
masuk ke sirkit utama. Sebuah trafo kontrol ACTR, yang
terpasang pada panel kontrol daya, mengubah arus masukan AC fasa tunggal
17
menjadi 100V AC fase tunggal , dimana AC 100V ini menghidupkan sirkit
kontrol.
c.
Dengan memutar kunci pada saklar kontrol garbarata yang berada di ruang
operator ke posisi POWER, maka arus listrik masuk ke panel kemudi dan panel
kontrol daya. Keadaan ini dapat terlihat pada penunjuk POWER ON dan
terdengar bel peringatan dan menyalakan pula lampu tanda jalan.
d.
Dengan tertutupnya sirkit untuk daya, maka tekanlah saklar tombol DRIVE ON,
generator kiri dan kanan akan hidup.
e.
Arus listrik masukan AC diturunkan oleh Trafo DCTR menjadi +270V AC, dan
kemudian diubah menjadi 215–240 V melalui sebuah perata silikon pada jalur
101 dan 102. Jalur-jalur ini menghasilkan arus listrik DC yang diperlukan untuk
kumparan shunt motor penggerak dan kumparan shunt generator.
f.
Setelah itu, unit akan berjalan maju, mundur atau mengitari dengan
menggerakkan tuas pengatur kecepatan dan tuas kemudi, yang kedua-duanya
berada di panel kemudi.
g.
Gerakan tuas pengatur kecepatan kedepan atau sebaliknya akan serentak
menutup limit switch untuk maju atau limit switch untuk mundur. Saklar
pembatas akan menghidupkan relay, sehingga akan menghidupkan relay DC dan
mengatur waktu. Menggerakkan tuas ke salah satu arahyang dimulai dari posisi
tengah dimana tuas langsung bergerak jauh, maka akan mengalirlah arus listrik
yang besar ke kumparan generator, yang kemudian memberi tegangan listrik
yang tinggi ke armature motor penggerak dan menyebabkan garbarata bergerak
sangat cepat ke arah yang dimaksud.
h.
Dengan tertutupnya relay, maka akan menghidupkan motor, sehingga menutup
kontak relay, dan memungkinkan bekerjanya kumparan rem. Piringan rem kiri
dan kanan terbuka, motor berputar dan berjalan bebas.
i.
Gerakan kemudi ke kiri atau ke kanan akan menghidupkan relay-relay yang
mengalihkan arus listrik ke kumparan generator, menyebabkan garbarata
bergerak kekiri atau kekanan.
j.
Kisaran atau putaran rotunda (dimungkinkan sampai + 1800 ), titik batasnya
dapat dirancang letaknya tergantung pada saat pemasangan. Saat saklar
18
pembatas untuk peringatan perputarannya mati, sirkit tertutup, buzzer berbunyi
dan lampu peringatan warna merah menyala. Lampu dan buzzer terpasang di
panel kemudi. Memutar garbarata melampaui saklar pembatas membuat saklar
pembatas untuk perputaran rotunda mati. Saklar pembatas mematikan kontaktor
utama, memutuskan aliran listrik utama.
k.
Gerak maju dan mundur secara perlahan dapat dengan sendirinya tercipta
setelah gerak maju atau mundur sudah berjalan sampai mencapai jarak + 0,5 m
dari titik maksimum, ini akan mematikan high speed timer (HST), lalu kontak
antara jalur 105 dan jalur 107 terbuka. Keadaan ini akan membuat arus listrik
yang masuk ke kumparan generator akan melewati tahanan 375 ohm, sehingga
menurunkan voltage/tegangan listrik untuk motor penggerak.
l.
Setelah jarak 0,5m sisa ini dilampaui, maka unit akan dengan sendirinya
mematikan saklar pembatas dan mematikan relay, yang mematikan kontaktor
DC untuk penggerak utama dan unit akan berhenti.
m. Jika tuas pengatur kecepatan dikembalikan ke posisi tengah selagi garbarata
dalam gerak maju atau mundur, maka relay mati, sehingga memungkinkan arus
listrik masuk ke tahanan. Tahanan ini akan menyerap tenaga listrik yang
dihasilkan oleh sisa putaran motor dan menghasilkan pengereman yang mulus
dan tidak menyebabkan adanya tekanan-tekanan pada roda-roda pemutar.
Keadaan ini dinamakan pengereman dinamis. Kecepatan motor akan sedikit
demi sedikit menjadi pelan karena pengereman dinamis ini. Pengeremen elektro
mekanikal akan tercipta kemudian oleh pengatur waktu (HST) 1,5-2 detik
setelah timbulnya pengereman dinamis.
n.
Tempatkan saklar cab pada posisi kanan atau kiri, untuk menghidupkan
kontaktor. Kontaktor akan membuka rem dan serentak menghidupkan motor
pemutar cab. Saat mencapai lintasan maksimum pada salah satu arah, maka
saklar pembatas atau akan mematikan putaran cab.
o.
Tekan pedal kaki untuk ke atas dan untuk ke bawah menghidupkan kontaktor,
sehingga kontaktor akan membuka rem dan secara serentak menghidupkan
motor penggerak vertikal.
p.
Jika cab sudah dalam posisi yang benar tehadap pesawat terbang, pengatur
tinggi otomatis dengan sendirinya terjulur dengan memutar kunci pada saklar
19
kontrol ke posisi “AUTO LEVEL”. Pengatur tinggi otomatis, rantainya diputar
oleh motor yang bisa berputar bolak-balik, mempunyai saklar roda putar yang
bersentuhan dengan badan pesawat terbang. Jika sudah bersentuhan dengan
pesawat terbang, maka saklar ini akan memonitor perubahan tinggi pesawat
terbang, dan secara otomatis mengatur kemiringan dari garbarata untuk
menyesuaikan dengan ketinggian pesawat terbang yang baru berubah. Sistem
pengaman untuk pengatur tinggi otomatis diadakan untuk mematikan pengatur
tinggi jika penggerak vertikal bekerja melebihi + 3 detik. Pengaman ini
digerakkan oleh pengatur waktu yang bekerja berdasarkan tekanan udara dengan
mengatur kontak pelambat waktu yang membuat pengatur tinggi otomatis ini
bekerja tidak lebih dari waktu yang telah ditentukan dan biasanya 3 detik.
q.
Tempatkan closure switch pada posisi RAISE atau LOWER, maka kontaktor RA
atau LW akan hidup. Kontaktor RA atau LW akan membuka rem dan serentak
motor bekerja menaikkan atau menurunkan closure. Setelah pergerakkan
closure mencapai batas terbawah dan pula setelah closure telah bersentuhan
dengan badan pesawat terbang, maka saklar pembatas akan menghentikan
motor. Sehingga saat pergerakkan closure mencapai batas tertinggi, maka saklar
pembatas akan menghentikan motor.
r.
Tekan tombol EMERGENCY STOP, yang mematikan kontaktor utama dan
memutuskan sumber listrik utama.
s.
Suatu sumber listrik terpisah disediakan untuk semua lampu, meliputi lampu
tunnel, lampu sorot lampu cab dan lampu rotunda.
2.4 KONTROL OPERASI
2.4.1
Main Switch Board
Panel induk biasanya dipasang di dinding atau di kolom dari dinding luar gedung
terminal dan panel ini merupakan sumber tenaga listrik utama. Panel ini terdiri dari
sebuah “No Fuse Breaker” MDS, sebuah kontaktor C dan sekring MF. No fuse
breaker MDS selamanya dihidupkan dalam keadaan garbaratanya normal dan
dimatikan hanya pada saat dilaksanakan pekerjaan pemeliharaan dari unit garbarata.
20
2.4.2. Control Console/ Meja Pengendali
Meja pengendali terletak di ruang operator, berisi semua peralatan kendali yang
diperlukan untuk menjalankan garbarata. Penjelasan terperinci dari unit kendali
adalah sebagai berikut:
a. Control key switch dan lampu petunjuk. Dalam kerjanya, control key switch ini
dapat diputar dalam 3 posisi. Untuk pengendalian unit garbarata dengan tangan
(manual) switch harus diputar pada posisi “POWER”. Untuk pengendalian
garbarata secara otomatis, yaitu pengendalian yang berkaitan dengan tinggi
antara pesawat terbang dengan unit garbarata, maka switch harus diputar pada
kedudukan “AUTO LEVEL”.
b. Tombol horizontal drive on dan lampu petunjuk tombol horizontal drive on
adalah untuk mengendalikan tenaga listrik yang digunakan untuk kedua unit
motor generator dan lampu petunjuk yang menyala menunjukkan adanya listrik.
c. Speed control lever (tuas pengatur kecepatan). Tuas ini terpasang disamping
kanan console untuk digerakkan kearah “forward” atau “reverse” dan ini bisa
terlihat pada display dipermukaan console. Jika tuas ini digerakkan dari posisi
netral (posisi off), maka akan terjadi gerak maju atau gerak mundur dengan
kecepatan yang bervariasi. Saat tuas ini dilepas, maka ia akan kembali ke posisi
netral (off).
d. Steering lever (tuas kemudi), dapat digunakan untuk 2 macam gerakan, yaitu
gerak membelok dari garbarata dan gerak berputar dari drive column.
•
Gerak membelok dari garbarata: Jika speed control lever digerakan ke posisi
FORWARD atau REVERS, maka dengan menggerakan tuas kemudi akan
terjadi gerak membelok dari garbarata ke kanan atau ke kiri. Arah gerak dari
tuas kemudi akan menentukan arah belok dari garbarata. Arah roda bisa
terlihat dari indikator posisi roda yang terletak disebelah atas tuas kemudi.
Dengan menekan tuas kemudi kekanan atau kekiri, maka akan terjadilah
pembelokan. Menggerakkan tuas berarti menggerakkan saklar-saklar tenaga
listrik untuk gerak belok.
•
Gerak berputar dari drive column: Dengan tuas pengatur kecepatan pada
posisi tengah (netral), gerakan dari tuas kemudi akan memutar roda-roda
penggerak sampai 1750 dari posisi paling kanan atau paling kiri tergantung
21
kerah mana tuas digerakan. Tidak akan ada gerakan dari garbarata jika speed
control lever tetap pada posisi netral.
e. Lampu dan buzzer peringatan perputaran rotunda berwarna merah yang terletak
pada permukaan consule dan sebuah buzzer yang terletak didalam consule akan
hidup jika kisaran garbarata mencapai limit ekstrim (dimungkinkan sampai kirakira 1800). Limit ini dapat diatur pada titik yang diingin tergantung
pemasangannya.
f. Cab rotation switch, digunakan untuk memutar cab dari tengah kerah kanan dan
kiri dengan cara menggerakkan switch tersebut ke posisi RIGHT atau LEFT.
g. Closure switch, digunakan untuk mengatur naik-turunnya closure dengan cara
memutar switch ke posisi yang diingini, RAISE atau LOWER.
h. UP and DOWN foot switch. Garbarata dapat dinaikkan atau diturunkan secara
manual dengan menginjak pedal kakai yang bertanda UP atau DOWN.
i. Tombol EMERGENCY STOP, digunakan untuk keadaan darurat, dimana
EMERG-STOP adalah untuk memutuskan aliran listrik kecuali untuk lampu
penerangan, jika pada suatu saat terjadi keadaan darurat dan saat garbarata tidak
digunakan.
j. Auto leveler dan lampu petunjuk. Jika roda auto leveler menekan badan pesawat
terbang, maka secara otomatis auto leveler akan mempertahankan sejajarnya
lantai garbarata dan lantai pesawat terbang. Roda/wheel ini akan terjulur dan
tertarik oleh motor yang bisa berputar bolak-balik. Lampu tanda AUTO LEVEL
akan menyala jika roda auto level benar-benar menekan badan pesawat terbang,
dan ini adalah pemberitahuan kepada operator bahwa auto leveler sudah bekerja.
k. Lampu petunjuk AUTO LEVEL NOT OPERATING. 3 detik setelah auto leveler
circuit tidak bekerja, maka lampu tanda AUTO LEVEL NOT OPERATING
menyala.
l. Wheel position indicator. Jarum petunjuk posisi roda akan menunjukkan posisi
drive-wheel dan arah gerak garbarata.
m. Petunjuk tinggi (height indicator), terdapat ditengah atas panel menunjukkan
tinggi dari unit garbarata. Posisi awal antara ketinggian garbarata dan ketinggian
lantai pesawat terbang dapat ditandai oleh customer pada indicatornya.
22
n. Saklar-saklar lampu penerangan dalam dan luar, terletak di dinding cab dekat
control console yang bisa digunakan untuk menyalakan lampu bila mana
diperlukan.
o. Saklar ventilator, terletak di dinding cab dekat control console untuk
menghidupkan dan mematikan ventilator.
p. Petunjuk arah, terpasang pada control console menunjukkan arah gerak
garbarata. Operator akan dapat melihat lampu petunjuk yang menandakan maju,
mundur, naik atau turunnya tunnel, naik dan turunnya closure dan putaran cab
kekanan atau kekiri.
q. Tombol untuk sinyal NORMAL, FAULT dan MAINTENANCE. Ada 3 buah
tombol yang bertulisan NORMAL, FAULT dan MAINTENANCE yang terletak
pada control console. Tekan salah satunya untuk mengirimkan sinyal
pemberitahuan kepada petugas stasiun control tentang keadaan garbarata, apakah
Paxway dalam keadaan normal, rusak atau sedang dalam perbaikan [1], [3], [4],
[5], [6], [7].
23
BAB III
ELEKTRIKAL AUTOLEVEL PADA GARBARATA
Beberapa elektrikal yang terpasang dan digunakan pada sistem kontrol garbarata,
khususnya yang terdapat pada automatic leveling system (autolevel), antara lain :
a. Relay
b. Limit switch
c. Power Supply
d. Motor Actuator
e. Kontaktor magnet
f. Pengaman
g. Pewaktu/timer
h. Motor Induksi 3 Phase
3.1.
RELAY
Relay berasal dari teknik telegrafi, dimana sebuah coil di-energize oleh arus lemah,
dan coil ini menarik armature untuk menutup kontak. Rele merupakan jantung dari
proteksi sistem tenaga listrik dan terus berkembang sampai saat ini. Relay merupakan
rangkaian yang bersifat elektronis sederhana dan tersusun oleh :
a. Saklar
b. Medan elektromagnet (kawat koil)
c. Poros besi
Cara kerja komponen ini dimulai pada saat mengalirnya arus listrik melalui
koil, lalu membuat medan magnet sekitarnya merubah posisi saklar, sehingga
menghasilkan arus listrik yang lebih besar. Di sinilah keutamaan komponen
sederhana ini, dengan bentuknya yang minimal bisa menghasilkan arus yang lebih
besar.
24
Rele dibedakan dalam dua kelompok, yaitu :
a. Komparator, yang dapat mendeteksi dan mengukur kondisi abnormal, dan
membuka/menutup kontak (trip).
b. Auxiliary relays, yang dirancang untuk dipakai di auxiliary circuit dan dikontrol
oleh rele komparator, sehingga dapat membuka/menutup kontak-kontak lain (yang
umumnya berarus kuat).
Rele dapat klasifikasi berdasarkan fungsinya yaitu:
a. Overcurrent relay, dimana rele ini berfungsi mendeteksi kelebihan arus yang
mengalir pada zona proteksinya.
b. Differential relay, dimana rele ini bekerja dengan membandingkan arus sekunder
transformator arus (CT) yang terpasang pada terminal-terminal peralatan listrik
dan rele ini aktif, jika terdapat perbedaan pada arus sirkulasi.
c. Directional relay, dimana rele ini berfungsi mengidentifikasi perbedaan fasa antara
arus yang satu dengan yang lain atau perbedaan fasa antar tegangan. Rele ini dapat
membedakan gangguan yang terjadi berada di belakang (reverse fault) atau di
depan (forward fault).
d. Distance relay, dimana rele ini berfungsi membaca impedansi yang dilakukan
dengan cara mengukur arus dan tegangan pada suatu zona sesuai atau tidak
dengan batas setting-nya.
e. Ground fault relay, dimana rele ini digunakan untuk mendeteksi gangguan ke
tanah atau lebih tepatnya mengukur besarnya arus residu yang mengalir ke tanah.
Relay biasanya hanya mempunyai satu kumparan, tetapi relay dapat
mempunyai beberapa kontak, jenis relay pengendali elektromagnetis di perlihatkan
pada gambar 3.1. Relai elektromekanis berisi kontak diam dan kontak bergerak,
dimana kontak yang bergerak dipasangkan pada plunger. Kontak ditunjuk sebagai
normally open (NO) dan normally close (NC). Apabila kumparan diberi tenaga, maka
terjadilah medan elektromagnetis dan aksi dari medan tersebut akan menyebabkan
plunger bergerak pada kumparan menutup kontak NO dan membuka kontak NC.
25
Gambar 3.1 Relay elektromaknetis
Kontak normally open (NO) akan membuka ketika tidak ada arus mengalir
pada kumparan, tetapi tertutup secepatnya setelah kumparan menghantarkan arus
atau diberi tenaga. Kontak normally close akan tertutup apabila kumparan tidak di
beri tenaga.
3.2.
LIMIT SWITCH
Limit Switch dapat di kategorikan sebagai saklar yang dioperasikan secara mekanis,
dan dikontrol oleh faktor-faktor secara otomatis, misalnya tekanan, suhu dan posisi.
Cara kerja limit switch/saklar adalah dengan cara mengunci bila ditekan,
sehingga untuk mengembalikan ke posisi normal harus ditekan kembali. Saklar
merupakan alat bantu untuk memutuskan atau menghubungkan dan mengubah
menjadi beban atau tidak.
Jenis-jenis saklar/limit switch, yang dikenal, antara lain :
a. Saklar utama (main switch)
b. Saklar pilih (selector switch)
c. Tombol tekan (push button)
3.2.1. Saklar Utama (Main Switch)
Main switch (gambar 3.2) digunakan untuk mengaktifkan atau memutuskan sumber
tegangan ke panel kontrol dalam keadaan berbeban atau tidak bertegangan. Main
Switch mempunyai dua kontak yaitu NC (normally close) dan NO (normally open).
26
Simbol :
Gambar 3.2. Main Switch
3.2.2. Saklar Pilih (Selector Switch)
Saklar pilih (gambar 3.3) terdiri dari poros yang dapat diputar dengan satu atau lebih
piringan. Pada piringan ini terdapat lekuk-lekuk dan pada porosnya dipasang
terminal. Saklar ini umumnya dilengkapi dengan alat penahan pada setiap
kedudukannya. Pada saklar ini yang berputar adalah porosnya, sedangkan kontakkontaknya tidak ikut berputar.
Saklar ini digunakan untuk mengatur kondisi
rangkaian, apakah rangkaian/sistem bekerja secara manual atau automatis, dengan
cara memutar knop/tuas ke posisi A (untuk keadaan automatis) atau posisi M (untuk
posisi manual).
Simbol :
0
A
Gambar 3.3
M
Selector switch
3.2.3 Tombol Tekan (Push Button)
Tombol tekan (gambar 3.4) dioperasikan dengan cara mengoperasikannya dengan
menekan knopnya. Tombol tekan ini ada yang mempunyai dua jenis kontak, yaitu
kontak NO dan NC dan satu jenis kontak yaitu NO saja atau NC saja. Tombol tekan
termasuk sistem monitori, dimana kontak NO akan menutup jika ditekan dan akan
kembali ke posisi normal jika tekanan dihilangkan, begitu pula kontak NC akan
membuka jika ditekan dan akan menutup kembali jika tekanan dilepas.
27
Simbol :
Gambar 3.4 Tombol tekan
Untuk membedakan fungsi dari tombol tekan, maka knop diberi warna yang
berbeda, seperti terlihat dalam tabel 3.1.
Tabel 3.1 Arti Warna-warna tombol tekan
Warna
Arti
Aplikasi
Merah
Stop atau Off
Untuk menghentikan bagianbagian mesin
Emergency Off
Emergency stop
Hijau/Hitam Start atau On
Kuning
3.3.
Untuk menjalankan mesin
Start dari kondisi berbahya Mesin kembali bekerja
atau kondisi kerja normal
POWER SUPPLY
Power supply pada gambar 3.5, merupakan suatu rangkaian sederhana yang berfungsi
untuk mengubah tegangan AC yang sudah menjadi tegangan DC, dimana rangkaian
tersebut terdiri dari :
-
Trafo
-
Dioda
-
Capasitor
+
D1
D3
D4
D2
220 V
-
Gambar 3.5 Power supply
28
3.3.1. Trafo
Transformator adalah alat listrik yang dapat memindahkan dan mengubah energi
listrik dari satu atau lebih rangkaian listrik ke rangkaian listrik yang lain, melalui
suatu hubungan magnet dan berdasarkan prinsip elektromagnetik. Pada transformator
terdapat dua lilitan yaitu lilitan primer dan sekunder. Kerja transformator berdasarkan
induksi elektromagnet yang menghendaki adanya hubungan magnet antara rangkaian
primer dan sekunder.
Lilitan primer adalah lilitan yang dihubungkan lansung dengan sumber arus
AC, sedangkan lilitan sekunder dihubungkan ke beban. Antara lilitan primer dan
sekunder terpisah secara listrik, tetapi terhubung secara magnetik.
Jika kumparan primer diberi tegangan bolak-balik, maka pada kumparan
tersebut akan timbul arus bolak-balik karena merupakan rangkaian tertutup. Dengan
adanya arus tersebut, maka pada kumparan timbul medan magnet yang berubah-ubah
pula. Medan magnet tersebut memotong lilitan sekunder, sehingga pada lilitan
tersebut timbul gaya gerak listrik (GGL). Jika kumparan sekunder dihubungkan
dengan beban, maka akan timbul arus.
Tegangan –tegangan pada transformator adalah berbanding langsung dengan
jumlah lilitannya, sehingga dapat dinyatakan dengan persamaan :
Es : Ep = Ns : Np = K
(3.1)
dimana :
Ep
= tegangan primer (volt)
Es
= tegangan sekunder (volt)
Np
= jumlah lilitan pada primer
Ns
= jumlah lilitan pada sekunder
K
= perbandingan tegangan transformator
Transformator seperti pada gambar 3.6, merupakan alat statis yang digunakan
untuk mentransfer energi dari satu rangkaian ac ke rangkaian yang lain. Transfer
energi tersebut memungkinan menaikkan atau menurunkan tegangan, namun
frekwensinya akan sama pada kedua rangkaian. Jika transformasi terjadi dengan
kenaikkan tegangan disebut transformator step-up, apabila tegangan diturunkan
29
disebut transformator step-down. Kumparan yang menerima daya dari pensuplay
disebut kumparan primer, sedangkan kumparan yang memberikan daya pada beban
disebut kumparan sekunder, frekwensi AC dari primer menginduksikan frekwensi
yang sama pada sekunder.
Inti baja dilaminasi
Koil primer
Ke sumber
AC primer
Ke beban
Koil sekunder
Jalur fluks mutual
Gambar 3.6. Trafo
Prinsip kerja transformator didasarkan pada induksi bersama, induksi bersama
terjadi ketika medan magnet disekitar satu penghantar memotong melintang
penghantar yang lain, yang menginduksikan tegangan di dalamnya, efek ini dapat
ditingkatkan dengan membentuk penghantar-penghantar menjadi lilitan dan
kumparan pada inti magnet bersama.
Apabila kumparan primer transformator dihubungkan pada tegangan AC,
maka akan ada arus pada kumparan primer yang disebut arus penguat, dimana arus
penguat tersebut menimbulkan fluks yang berubah-ubah yang mencakup lilitan-lilitan
yang menginduksikan tegangan pada kumparan.
Perbandingan jumlah lilitan pada primer dengan jumlah lilitan pada sekunder
adalah perbandingan lilitan pada transformator :
Perbandingan lilitan =
NP
NS
(3.2)
dimana :
Np = jumlah lilitan pada primer
Ns = jumlah lilitan pada sekunder
30
Pada transformator ideal, tegangan induksi pada masing-masing lilitan
sekunder sama dengan tegangan induksi masing-masing lilitan pada primer.
Tegangan yang menginduksikan sendiri pada tiap-tiap lilitan primer sama dengan
tegangan yang dipakai primer dibagi dengan jumlah lilitan primer, jadi perbandingan
tegangan transformator sama dengan perbandingan lilitannya, dapat ditulis sebagai
perbandingan lilitan sama dengan perbandingan tegangan.
Np
Ns
=
Vp
Vs
(3.3)
dimana :
Np = jumlah lilitan pada primer
Ns = jumlah lilitan pada sekunder
Vp = tegangan primer
(volt)
Vs = tegangan sekunder (volt)
Pada autolevel garbarata, terdapat catu daya yang disuplai oleh arus searah
AC (alternating current), sehingga menghasilkan output DC(direct current). Untuk
itu diperlukan suatu perangkat catu daya yang dapat mengubah arus AC menjadi DC.
Oleh karna itu sangat diperlukan sekali akan keberadaan suatu rectifier/penyearah.
Prinsip penyearah (rectifier) yang paling sederhana ditunjukkan pada gambar
3.7. Transformator diperlukan untuk menurunkan tegangan AC dari jala-jala listrik
pada kumparan primernya menjadi tegangan AC yang lebih kecil pada kumparan
sekundernya.
Gambar 3.7. Rangkaian penyearah sederhana
Pada rangkaian ini, dioda berperan untuk hanya meneruskan tegangan positif
ke beban RL. Ini yang disebut dengan penyearah setengah gelombang (half wave).
31
Grafik 3.1 memperlihatkan bentuk gelombang proses penyearahan setengah
gelombang.
Grafik 3.1. Bentuk gelombang output penyearah setengah gelombang
Untuk menghitung besarnya harga rata-rata dari signal yang disearahkan, kita
dapat menghitung dari luas kurva seperti pada grafik 3.2.
Grafik 3.2. Kurva harga rata-rata
Sehingga nilai tegangan AC selalu diasumsikan harga RMS sebagai berikut :
(Vrms) harga efektif RMS = 0,5 x harga puncak (Vm)
(Vdc) harga rata-rata = 0,318 x Vm
Tegangan maximum Vm = 1,414 x Veff
(3.4)
32
Untuk mendapatkan penyearah gelombang penuh (full wave) diperlukan
transformator dengan center tap (CT) seperti pada gambar 3.8.
Gambar 3.8. Rangkaian penyearah gelombang penuh
Bentuk gelombang input output ditunjukkan seperti terlihat pada grafik 3.3.
Grafik 3.3. Bentuk gelombang penyearah gelombang penuh
Sehingga harga tegangannya dapat dihitung sebagai berikut :
Veff = Vrms = 0,707 x Vp
(3.5)
Vdc = 0,636 x Vm
(3.6)
Tegangan positif fasa yang pertama diteruskan oleh D1 sedangkan phasa yang
berikutnya dilewatkan melalui D2 ke beban R1 dengan CT transformator sebagai
common ground.
33
3.3.2. Dioda
Dioda merupakan peralatan elektronika yang terbentuk dari dua buah semi konduktor
tipe P dan N yang tersambung menjadi satu. Pada sisi P dari sebuah dioda dinamakan
Anoda, sedangkan sisi N dinamakan katoda, dioda banyak dipergunakan sebagai
penyearah.
Sillicon dioda didalam penggunaannya memakai besaran dalam ampare,
untuk lebih jelasnya sebuah dioda dapat dilihat seperti gambar 3.9.
Anoda
Katoda
Gambar 3.9. Simbol dioda
Jembatan gelombang penuh menggunakan 4 (empat) buah dioda dan pada
umumnya harganya lebih murah, karena memakai transformator sederhana yang
beroperasi pada VL, diode itu terhubung secara paralel berpasangan pada siklus
tengahan yang bergantian, diode VRRM beroperasi pada VL.
3.3.3. Capasitor
Capasitor seperti yang terdapat pada gambar 3.10 merupakan komponen elektronika
yang mampu menyimpan arus dan tegangan listrik untuk sementara waktu. Capasitor
adalah termasuk salah satu komponen pasif yang banyak dipergunakan dalam
membuat rangkaian elektronika.
Simbol capasitor adalah sebagai berikut :
+ VC
- VC
Gambar 3.10. Simbol capasitor elektrolit
Capasitor dipergunakan sebagai filter penghalus untuk menghaluskan supplay
DC yang diperbaiki ke suatu “gelombang“ (ripple) kecil. Filter dapat dibuat dari
34
sebuah capasitor electrolisis tunggal yang berukuran besar, yang dihubungkan
diantara terminal-terminal muatan seperti pada gambar 3.11.
VL
+
Ripple
Nilai dc
C
Beban
R
-
Gambar 3.11. Capasitor untuk menghaluskan dan bentuk gelombang
Kapasitansi total dapat diubah dengan cara menghubungkan beberapa
capasitor secara seri atau paralel.
Kapasitansi total dapat dikurangi, bila capasitor dihubungkan secara seri :
1
1
1
=
+
+ ..............
Ctotal C1 C 2
(3.7)
Kapasitansi dapat dinaikan bila capasitor dihubungkan paralel :
Ctotal = C1 + C2 + .........
(3.8)
Gambar 3.12. Rangkaian penyearah setengah gelombang dengah filter C
Gambar 3.12 merupakan rangkaian penyearah setengah gelombang dengan
filter kapasitor C yang paralel terhadap beban R. Ternyata dengan filter ini bentuk
gelombang tegangan keluarnya bisa menjadi rata. Grafik 3.4 menunjukkan bentuk
keluaran tegangan DC dari rangkaian penyearah setengah gelombang dengan filter
kapasitor. Garis b-c kira-kira adalah garis lurus dengan kemiringan tertentu, dimana
pada keadaan ini arus untuk beban R1 dicatu oleh tegangan capasitor. Sebenarnya
35
garis b-c bukanlah garis lurus tetapi eksponensial sesuai dengan sifat pengosongan
capasitor.
Grafik 3.4. Bentuk gelombang dengan filter kapasitor
Kemiringan kurva b-c tergantung dari besar arus I yang mengalir ke beban R.
Jika arus I = 0 (tidak ada beban), maka kurva b-c akan membentuk garis horizontal.
Namun jika beban arus semakin besar, kemiringan kurva b-c akan semakin tajam.
Tegangan yang keluar akan berbentuk gigi gergaji dengan tegangan ripple yang
besarnya adalah :
Vr = Vm –VL
(3.9)
Tegangan dc ke beban adalah :
Vdc = Vm - Vr/2
(3.10)
Sehingga tegangan kerut(Vrip) adalah :
Vrip = 10% x Vdc
(3.11)
Rangkaian penyearah yang baik adalah rangkaian yang memiliki tegangan ripple
paling kecil. VL adalah tegangan discharge atau pengosongan kapasitor C, sehingga
dapat ditulis :
VL = Vm e -t/cr
(3.12)
Jika persamaan (3.11) disubsitusi ke rumus (3.9), maka diperoleh :
Vr = Vm (1 - e -t/cr)
(3.13)
Jika t << cr, dapat ditulis :
e -t/cr ≈ 1 - t/cr
(3.14)
36
Sehingga, jika ini disubsitusi ke rumus (3.13) dapat diperoleh persamaan yang
lebih sederhana :
Vr = Vm(t/cr)
(3.15)
Vm/r tidak lain adalah beban I, sehingga dengan ini terlihat hubungan antara
beban arus I dan nilai capasitor C terhadap tegangan ripple Vr. Perhitungan ini
efektif untuk mendapatkan nilai tengangan ripple yang diinginkan.
Vr = I
t
c
=
I
FxC
(3.16)
dimana :
Vrip = tegangan riak ke puncak (Volt).
f
C
= frekwensi riak (Hz)
= capasitansi (F)
Pada persamaan 3.16, jika arus beban I semakin besar, maka tegangan ripple
akan semakin besar. Sebaliknya jika kapasitansi C semakin besar, tegangan ripple
akan semakin kecil. Penyearah gelombang penuh dengan filter C dapat dibuat dengan
menambahkan capasitor. Bisa juga dengan menggunakan transformator yang tanpa
CT, tetapi dengan merangkai 4 dioda seperti pada gambar 3.13 berikut ini.
Gambar 3.13. Rangkaian penyearah gelombang penuh dengan filter C
Pada proses pengisian capasitor, arus tidak tetap karena adanya penyekat
dielektris, sehingga arus menurun ketika muatan pada kapasitor meninggi, sampai Vc
= Vs ketika I = 0. Grafik I dan VC merupakan bentuk eksponensial, seperti pada
grafik 3.5.
37
Grafik 3.5. Pengisian kapasitor
Pada proses pengosongan kapasitor, jika catu daya dilepas dan dilakukan
hubung singkat pada capasitor, maka kapasitor akan membuang muatannya,
peristiwa inilah yang dimaksud dengan pengosongan capasitor. Grafik 3.6
merupakan grafik yang menjelaskan tentang pengosongan muatan yang berkaitan
dengan tegangan dan arus terhadap waktu.
Grafik 3.6. Pengosongan kapasitor
3.3.4. Resistor
Resistor seperti pada gambar 3.14, merupakan komponen yang berfungsi sebagai
penghambat arus listrik, memperkecil arus listrik dan membagi arus listrik dalam
suatu rangkaian elektronika, nama dan jenis resistor disesuaikan dengan nama bahan
dasar yang dipakai membuat resistor tersebut seperti : resistor kawat, resistor carbon,
resistor film.
38
Resistor memiliki nilai resistansi, sebagian ada yang di cantumkan langsung
pada badannya dan sebagian lagi karena bentuk fisiknya kecil maka pencantumannya
dituliskan dalam bentuk kode warna yang melingkari badan resistor, seperti pada
gambar dibawah ini :
Angka pertama
Angka kedua
Jumlah nol
Toleransi
Gambar 3.14. Resistor yang diberi kode warna
3.3.5. Transistor
Transistor seperti yang terdapat pada gambar 3.15 dan 3.16, merupakan komponen
semi konduktor yang mempunyai tiga kaki sambungan atau lebih, ketiga sambungan
tersebut memiliki nama colector, basis dan emitor. Transistor merupakan tiga lapis
gabungan kedua jenis bahan P dan N yaitu jenis NPN dan PNP.
C
C
B
B
B
C
E
E
Gambar 3.15. Transistor jenis PNP
39
C
C
B
B
B
C
E
E
Gambar 3.16. Transistor jenis NPN
Simbol sirkit kedua jenis transistor itu hampir sama, perbedaannya terletak
pada arah panah di ujung
emitor, seperti yang telah diketahui, arah panah ini
menunjukkan arah aliran arus konvensional yang berlawanan arah dalam kedua jenis
tadi, tetapi selalu dari jenis P ke N dalam sirkit emitor dasar.
Pada umumnya transistor dianggap sebagai suatu alat yang beroperasi karena
adanya arus, kalau arus mengalir kedalam basis dan melewati sambungan basis –
emitor, suatu supply positif pada colektor akan menyebabkan arus mengalir di antara
kolektor dan emitor, dua hal yang harus diperhatikan pada arus colektor adalah :
1. Untuk arus basis nol, arus colektor turun sampai pada tingkat arus kebocoran,
yaitu kurang dari 1 μA dalam kondisi normal.
2. Untuk arus basis tertentu, arus kolektor yang mengalir akan jauh lebih besar dari
pada arus basis itu, arus yang dicapai disebut hFF dengan :
HFE =
ic
iB
dimana :
IC
=
perubahan arus colektor.
IB = perubahan arus basis
40
3.3.5.1.Karakteristik operasi transistor
Karakteristik operasi tiap transistor, seperti pada gambar 3.17 menyatakan
spesifikasinya tidak boleh dilampaui, lembaran data memberikan nilai-nilai penting,
beberapa diantaranya diberikan di bawah ini :
1. VCBO = tegangan basis colektor maksimum (kolektor + ve)
2. VCEO = tegangan emitor colektor maksimum (kolektor + ve)
3. VEBO = tegangan basis emitor maksimum (emitor + ve)
4. Ptot = total daya yang diperlukan transistor.
+
+
VCBO
-
C
B
VCEO
E
VEBO
+
-
Gambar 3.17. Karakteristik operasi tegangan transistor
3.3.5.2.Transistor sebagai saklar
Transistor sebagai saklar memiliki dua kondisi, yaitu cut off (terbuka) dan
saturation (tertutup), kondisi cut off bila Ib = 0 dan Ic = 0, serta Vcc = Vce, dalam
kondisi saturation Ib mendapat arus, sehingga Ic=maksimum dan Vcc=0, untuk
mendapatkan arus basis Ib, sehingga transistor dapat saturasi dengan cara :
Hfe =
Ic
Ib
dimana :
Ic
= arus pada kolektor (amper)
Hfe
= faktor penguatan dan Ib = arus pada basis (amper)
41
Untuk mendapatkan supaya transistor saturasi penuh, maka berlaku
persamaan :
Ib
=
2.Ic
Hfe
(3.17)
Dalam kondisi saturasi
Imaks =
Vcc
R1
(3.18)
dimana :
Ic = Arus pada kolektor (amper)
Vcc = Tegangan sumber (volt)
R1 = Resistansi pada kolektor (ohm)
VCC
Gambar 3.18. Transistor sebagai saklar
Rangkaian transistor sebagai saklar pada gambar 3.18 difungsikan untuk
menghidupkan atau mematikan relay, dimana relay merupakan beban yang bersifat
induktif, sehingga diperlukan sebuah dioda untuk menghubung singkat tegangan
induksi pada saat saklar berguling ke off, dan berfungsi untuk mencegah rusaknya
transistor.
42
Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk mengaktifkan relay adalah :
I relay =
Ib
=
Vcc
Rrelay
Irelay
Hfe
3.4. MOTOR ACTUATOR
Motor listrik menggunakan energi listrik dan energi medan magnet untuk
menghasilkan energi mekanis. Operasi motor tergantung pada interaksi dua medan
magnet, secara sederhana dikatakan bahwa motor listrik bekerja dengan prinsip
bahwa dua medan magnet dapat dibuat berinteraksi untuk menghasilkan gerakan,
tujuan motor adalah untuk menghasilkan gaya yang menggerakkan (torsi).
Motor arus searah jarang dipergunakan pada aplikasi industri, karena semua
sistem utiliti listrik dilengkapi dengan perkakas arus bolak-balik. Meskipun
demikian, untuk aplikasi khusus sangat menguntungkan, jika mengubah arus bolakbalik menjadi arus searah dengan menggunakan motor DC, dimana torsi dan
kecepatan dengan rentang yang lebar diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
aplikasi.
Arm
Actuator
Motor
Gambar 3.19. Motor actuator
Pada autolevel garbarata, digunakan motor arus searah, seperti yang terdapat
pada gambar 3.19. Sesuai dengan namanya, menggunakan arus yang tidak
langsung/direct-undirectional. Motor DC digunakan pada penggunaan khusus,
dimana diperlukan penyalaan torque yang tinggi atau percepatan yang tetap untuk
kisaran kecepatan yang luas.
43
Gambar 3.20. memperlihatkan sebuah motor DC, yang memiliki tiga
komponen utama :
a.
Kutub medan. Secara sederhana menggambarkan interaksi dua kutub magnet
akan menyebabkan perputaran pada motor DC. Motor DC memiliki kutub
medan yang stasioner dan dinamo yang menggerakan bearing pada ruang di
antara kutub medan.
b.
Dinamo. Bila arus masuk menuju dinamo, maka arus ini akan menjadi
elektromagnet. Dinamo yang berbentuk silinder, dihubungkan ke as penggerak
untuk menggerakan beban.
c.
Commutator. Komponen ini terutama ditemukan dalam motor DC. Kegunaannya
adalah untuk membalikan arah arus listrik dalam dinamo. Commutator juga
membantu dalam transmisi arus antara dinamo dan sumber daya.
Gambar 3.20. Sebuah motor DC
Keuntungan utama motor DC adalah sebagai pengendali kecepatan, yang
tidak mempengaruhi kualitas pasokan daya. Motor ini dapat dikendalikan dengan
mengatur:
a.
Tegangan dinamo, dimana dapat meningkatkan tegangan dinamo akan
meningkatkan kecepatan
b.
Arus medan, dimana dapat menurunkan arus medan akan meningkatkan
kecepatan.
44
Hubungan antara kecepatan, flux medan dan tegangan dinamo ditunjukkan dalam
persamaan berikut:
Gaya elektromagnetik :
E = KΦN
(3.19)
T = K Φ Ia
(3.20)
Torque :
dimana:
E = gaya elektromagnetik yang dikembangkan pada terminal dinamo (volt)
Φ = flux medan yang berbanding lurus dengan arus medan
N = kecepatan dalam RPM (putaran per menit)
T = torque electromagnetik
Ia = arus dinamo (ampere)
K = konstanta persamaan
3.5.
KONTAKTOR MAGNET
Kontaktor dirancang untuk mengalirkan atau memutuskan beban yang mempunyai
kapasitas arus relatif besar. Kontaktor mempunyai kontak-kontak utama dan kontak
bantu. Kontak-kontak biasanya terdiri dari NO (normaly open) dan NC (normaly
close). Kontaktor akan tetap bekerja dengan normal jika tegangan yang diberikan
mencapai 85% - 100% dari tegangan kerjanya (tegangan normal). Apabila tegangan
dibawah 85%, maka kontaktor akan bergetar, dimana ukuran dari kontaktor
ditentukan oleh batas tegangan dan arus nominalnya. Penomoran kontak-kontak
utama dan kontak-kontak bantu pada kontaktor fasa tiga seperti pada gambar 3.21.
45
Keterangan :
A
B
1
2
3
4
5
6
13
14
23
24
31
32
41
42
A dan B
: terminal koil kontaktor
1, 3, 5
: terminal kontak utama input
2, 4, 6
: terminal kontak utama output
13 dan 23
: terminal kontak bantu NO input
14 dan 24
: terminal kontak bantu NO output
31 dan 41
: terminal kontak bantu NC input
32 dan 42
: terminal kontak bantu NC output
Gambar 3.21. Kontak utama dan kontak bantu kontaktor
fasa tiga
Sebagian kontaktor magnet yang ada di pasaran, input dari kontak utama
diberi penomoran 1, 3, 5, dimana kontak ini untuk menghubungkan supply rangkaian
utama, sedangkan outputnya diberi kode penomoran 2, 4, 6, dimana kontak ini
digunakan untuk menghubungkan rangkaian utama beban.
Kontak bantu yang terdiri dari kontak normaly close (NC) dipersiapkan untuk
melengkapi kerja rangkaian kontrol, sehingga didapatkan kontinuitas kerja yang baik
sesuai yang diharapkan, misalnya untuk mengunci kontaktor itu sendiri maupun
untuk keperluan lain, jadi untuk kontak-kontak bantu yang berakhiran dengan nomor
3 dan 4 adalah kontak bantu normaly open, sedangkan kontak-kontak bantu yang
berakhiran dengan nomor 1 dan 2 adalah kontak bantu normaly close.
Selain kontaktor utama dan kontaktor
power, dalam merancang sistem
kontrol harus dilengkapi beberapa relay kontak dan kontaktor kontrol. Kontaktorkontaktor ini prinsip kerjanya sama dengan kontaktor power, hanya perbedaannya
pada kontaktor kontrol tidak dilengkapi dengan kontak utama, jadi yang terdapat
pada kontaktor ini hanya beberapa kontak bantu saja.
Jumlah dan jenis dari kontaktor bantu tersebut biasanya terdiri dari dua NO
dan dua NC, tiga NO dan satu NC, atau empat NC saja atau sebaliknya hanya empat
NO saja. Salah satu keuntungan kontaktor kontrol adalah dapat ditambah dengan
kontak bantu (auxiliary contacts). Tambahan dipasang di atasnya, jika pada suatu
rangkaian tersebut kekurangan kontak bantu.
46
Dalam perencanaan suatu rangkaian kontrol, pemilihan kontaktor yang akan
dipergunakan adalah hal yang sangat penting, dimana penggunaan atau pemakaian
kontaktor yang tepat untuk suatu rangkaian kontrol akan mendapatkan stabilitas kerja
yang baik. Pemilihan kontaktor ini berdasarkan pemilihan atas kondisi yang akan
dibebankan pada kontaktor tersebut, misalnya pemakaian kontaktor yang terus
menerus dengan daya yang besar dan berlainan tipe dengan penggunaan kontaktor
untuk kerja yang hanya sekali saja. Tujuan dari pemilihan ini adalah untuk
mendapatkan keseimbangan atau kesesuaian antara beban yang akan dipikul dengan
sifat karakteristik dari rangkaian kontrol yang akan dipergunakan.
Untuk mempermudah dalam pembacaan suatu rangkaian kontrol, maka
diperlukan
suatu
penomoran
untuk
masing-masing
peralatan
yang
akan
dipergunakan. Pada umumnya rangkaian kontrol maupun daya pada umumnya
digambar pada beberapa lembar halaman dalam bentuk diagram-diagram. Diagramdiagram tersebut perlu diseragamkan dalam pemberian kode agar tidak terjadi
kesalahan yang disebabkan karena kekeliruan dalam pembacaan rangkaian.
Sebuah kode dapat diartikan sebuah tanda pengenal untuk menyatakan alat
dalam suatu bentuk diagram atau tabel. Penulisan kode diletakkan ditempat yang
cocok dekat lambang atau simbol tersebut. Pemberian kode dalam suatu diagram
dilakukan dengan cara membagi lembar halaman menjadi sepuluh kolom dengan
kode penomoran 0 sampai 9, nomor halam dalam suatu diagram ditulis disebelah
kanan atas.
3.6.
PENGAMAN
Pengaman merupakan suatu peralatan yang sangat penting dalam pemasangan suatu
peralatan listrik. Diantaranya adalah peralatan listrik yang digunakan dalam
rangkaian kontrol ini, dimana arus yang mengalir dalam suatu penghantar listrik
menimbulkan panas. Agar suhunya tidak terlalu tinggi, maka arus tersebut harus
dibatasi. Untuk membatasi arus tersebut maka dipergunakan peralatan pengaman.
Untuk mengamankan hantaran dan komponen listrik, maka digunakan
pengaman lebur dan pengaman arus maksimum, peralatan pengaman ini pada
umumnya digunakan untuk :
a.
Mengamankan hantaran, komponen dan motor listrik terhadap beban lebih.
47
b.
Pengaman terhadap hubung singkat atau fasa dengan netral dan hubung singkat
dalam rangkaian atau motor-motor listrik.
c.
Pengaman terhadap hubung singkat dengan beban mesin atau komponen.
3.6.1. Patron Lebur
Pada gambar 3.22. memperlihatkan konstruksi dari sebuah patron lebur.
Piringan isyarat
Kawat lebur
Ujung patron
Gambar 3.22. Patron Lebur
Patron lebur mempunyai kawat lebur dari perak dengan campuran beberapa
logam lain, antara lain timbel, seng, dan tembaga. Untuk kawat lebur digunakan
kawat perak, karena pada logam ini daya hantarnya tinggi, sehingga diameter kawat
leburnya bisa sekecil mungkin dan jika kawatnya menjadi lebur, maka tidak akan
menimbulkan uap, sehingga kemungkinan terjadinya ledakan sangat kecil.
Selain kawat lebur dalam patron lebur, juga terdapat isyarat dari kawat
tahapan, dimana kawat isyarat ini dihubungkan paralel dengan kawat lebur. Karena
tahanannya besar, maka arus yang mengalir dalam kawat isyarat kecil. Pada ujung
kawat isyarat terdapat sebuah piringan kecil berwarna yang berfungsi sebagai isyarat.
Kalau kawat leburnya putus karena arus yang terlalu besar, maka kawat
isyarat akan segera putus. Dalam patron lebur, juga terdapat pasir yang berfungsi
untuk memadamkan bunga api yang timbul. Jika kawat leburnya putus, maka akan
menyekatkan penyaluran panas.
48
3.6.2. Overload Relay (Relay Beban Lebih)
Overload relay merupakan alat yang digunakan untuk melindungi peralatan listrik,
misalnya motor dari arus lebih. Relay beban lebih yang digunakan untuk melengkapi
starter magnetic ada dua macam, yaitu dengan dijalankan secara magnetic dan
thermis.
Relay ini terdiri dari kumparan pemanas kecil yang dihubungkan seri dengan
jala-jala dan mengeluarkan panas, jika ada arus yang mengalir kedalamnya, dimana
panas ini tingginya tergantung dari arus yang mengalir dari jala-jala.
Dua logam yang berbentuk strip dipasang berdekatan di dalam kumparan
salah satu sisinya dibuat tetap dan sisi lainnya dibuat bebas bergerak. Kedua logam
ini mempunyai derjad pemuaian yang berbeda dan stripnya tersebut jika panas akan
bengkok, ujungnya yang bebas dalam keadaan normal akan menahan dua kontak
sirkuit dalam keadaan tersambung. Jika terjadi beban lebih, kumparan memanasi
logam bimetal, sehingga akan membengkok dan memisahkan dua kontak, sehingga
dapat membuka sirkuit kumparan penahan dan mematikan motor.
Arus beban lebih dapat membakar belitan motor, karena arus yang melebihi
batas kemampuan yang telah ditentukan. Sehingga dengan adanya overload relay,
maka arus beban lebih diubah oleh elemen pemanas overload relay menjadi panas
yang akan mengerjakan relay untuk membuka rangkaian.
3.7.
PEWAKTU (TIMER)
Pewaktu (timer) yang sering dipergunakan dalam sistem kontrol, pada umumnya
berfungsi untuk menghubungkan atau memutuskan arus dalam selang waktu yang
telah ditentukan. Cara kerjanya adalah sama dengan auxilliary kontaktor magnet,
tetapi membuka dan menutupnya anak kontak sesuai dengan setting.
Terdapat 2 (dua) macam settingan membuka dan menutupnya anak kontak,
antara lain :
a. Timer on delay, dirancang untuk mengalirkan atau memutuskan arus sesuai
dengan setting waktu yang telah ditentukan, karena pemasangannya di tempatkan
di atas kontaktor magnet, maka apabila kontaktor magnet tersebut mendapat
supply arus/tegangan yang mengakibatkan koil kontaktor menarik anak kontak
49
kontaktor, maka timer on delay tersebut juga ikut tertarik. Namun demikian,
anak kontak timer on delay tidak langsung terhubung (close). Terhubungnya
(close) anak kontak timer on delay tersebut menunggu selang waktu yang telah
ditentukan, apabila selang waktu tersebut telah tercapai maka anak kontak timer
on delay tersebut baru terhubung (close).
b. Timer off delay. Pemasangan dan cara kerja timer off delay sama dengan timer on
delay, tetapi timer off delay untuk membukanya (open) anak kontak menunggu
selang waktu yang telah ditentukan. Apabila selang waktu tersebut telah tercapai,
maka anak kontak timer off delay tersebut baru membuka (open).
3.8.
MOTOR INDUKSI FASA TIGA
Motor induksi dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok utama :
a. Motor induksi fasa satu. Motor ini hanya memiliki satu gulungan stator,
beroperasi dengan pasokan daya satu fasa, memiliki sebuah rotor kandang tupai,
dan memerlukan sebuah alat untuk menghidupkan motornya. Motor ini
merupakan jenis motor yang paling umum digunakan dalam peralatan rumah
tangga, seperti fan angin, mesin cuci dan pengering pakaian.
b. Motor induksi fasa tiga. Medan magnet yang berputar dihasilkan oleh pasokan
fasa tiga yang seimbang. Motor tersebut memiliki kemampuan daya yang tinggi,
dapat memiliki kandang tupai atau gulungan rotor (walaupun 90% memiliki rotor
kandang tupai) dan penyalaan sendiri. Diperkirakan bahwa sekitar 70% motor di
industri menggunakan jenis ini. Sebagai contoh, pompa, kompresor, belt
conveyor, jaringan listrik , dan grinder.
3.8.1.
Konstruksi Motor Induksi Fasa Tiga
Motor induksi merupakan motor yang paling umum digunakan pada berbagai
peralatan industri. Hal ini dikarena rancangannya yang sederhana, murah dan mudah
didapat dan dapat langsung disambungkan ke sumber daya AC.
50
Konstruksi motor induksi fasa tiga dapat dilihat pada gambar 3.23, yang terdiri dari :
a.
Stator
b.
Rotor
Gambar 3.23. Motor induksi (automated buildings)
Rotor pada motor induksi berbentuk cylinder dengan slots paralel untuk
tempat conductor / copper /aluminium di mana satu bar satu slots. Adakalanya slot
rotor tidak paralel dengan shaft rotor melainkan miring, dimana hal ini berguna untuk
mengurangi gaya magnet pada rotor .
Stator pada motor induksi dibuat dari sejumlah stampings dengan slots untuk
membawa gulungan fasa tiga. Gulungan ini dilingkarkan untuk sejumlah kutub yang
tertentu. Gulungan diberi spasi geometri sebesar 120 derajat.
3.8.2. Kecepatan Motor Induksi
Motor induksi bekerja pada saat listrik dipasok ke stator, sehingga akan
menghasilkan medan magnet. Medan magnet ini bergerak dengan kecepatan sinkron
di sekitar rotor. Arus rotor menghasilkan medan magnet kedua dan berusaha untuk
melawan medan magnet stator yang menyebabkan rotor berputar.
Walaupun begitu, didalam prakteknya motor tidak pernah bekerja pada
kecepatan sinkron namun pada “kecepatan dasar” yang lebih rendah. Terjadinya
51
perbedaan antara dua kecepatan tersebut disebabkan adanya “slip/geseran” yang
meningkat dengan meningkatnya beban. Slip hanya terjadi pada motor induksi.
Untuk menghindari slip dapat dipasang sebuah cincin geser/ slip ring, dan motor
tersebut dinamakan “motor cincin geser/ slip ring motor”.
Persamaan berikut dapat digunakan untuk menghitung persentase slip/geseran :
% Slip S = (Ns-Nb) / Ns x 100
(3.21)
Kadang-kadang Ns-Nb disebut slip speed, maka :
Nb = Ns (1-S)
(3.22)
Jika rotor diam atau tidak bergerak, maka frekwensi arus rotor adalah sama
dengan frekwensi sumber tegangan. Tetapi apabila rotor berputar, maka frekwensi
arus rotor menjadi f” di mana :
Ns-N = 120 f”/p juga Ns=120 f/p
(3.23)
dan
f”/f = (Ns-Nb)/Ns = S dan f” = S f
(3.24)
Stator merupakan inti besi yang terbuat dari lapisan atau lanel dari besi baja
yang tersusun rapi dan masing-masing terisolasi secara listrik.
p=2n
(3.25)
Prinsip kerja motor induksi fasa tiga adalah berdasarkan induksi elektro
magnetik, yaitu bila belitan atau kumparan stator diberi sumber tegangan bolak-balik
fasa tiga, maka arus akan mengalir pada kumparan tersebut, sehingga menimbulkan
medan putar (garis gaya fluks) yang berputar dalam kecepatan sinkron dan akan
mengikuti persamaan :
Ns =
120. f
p
(3.26)
dimana:
Ns = kecepatan sinkron dalam RPM
Nb = kecepatan dasar dalam RPM
52
n
= jumlah slots
f = frekwensi
p = banyaknya kutub
Garis gaya fluks dari stator tersebut yang berputar akan memotong
penghantar-penghantar motor sehingga pada penghantar-penghantar tersebut akan
timbul EMF atau tegangan induksi.
Berhubung kumparan rotor merupakan rangkaian tertutup, maka pada
kumparan tersebut mengalir arus listrik. Arus yang mengalir pada penghantar rotor
yang berada dalam medan magnet berputar dari stator, maka pada penghantar rotor
tersebut timbul gaya-gaya yang berpasangan dan berlawanan arah. Gaya tersebut
menimbulkan torsi yang cenderung memutarkan rotornya dan rotor akan berputar
dengan kecepatan putar (Nr) mengikuti putaran medan putar stator (Ns).
Karena adanya perbedaan perputaran medan putar stator dan perputaran rotor,
maka akan timbul slip yang besarnya :
S = Ns – Nr
(3.27)
Adapun prinsip kerja motor induksi yang merubah tenaga listrik menjadi
tenaga mekanis adalah apabila sebuah kawat (coil) yang beraliran listrik yang
diletakkan diantara dua buah kutub
(utara dan selatan) yang menggerakkan kawat
tersebut, maka arah gerakkan dapat ditunjukkan dengan kaidah tangan kiri. Kaidah
tangan kiri menyatakan “apabila tangan kiri terbuka dan diletakkan antara kutub utara
dan kutub selatan, maka garis gaya yang keluar dari kutub utara menuju kutub selatan
menembus telapak tangan kiri, arah arus dalam kawat searah dengan jari – jari dan
kawat akan mendapat gaya searah dengan ibu jari“.
3.8.3. Hubungan Antara Beban, Kecepatan dan Torque
Grafik 3.7 menunjukan grafik torque-kecepatan motor induksi AC fasa tiga dengan
arus yang sudah ditetapkan, jika motor :
a.
Mulai menyala ternyata terdapat arus nyala awal yang tinggi dan torque yang
rendah (“pull-up torque”).
53
b.
Mencapai 80% kecepatan penuh, torque berada pada tingkat tertinggi (“pull-out
torque”) dan arus mulai turun.
c.
Pada kecepatan penuh, atau kecepatan sinkron, arus torque dan stator turun ke
nol.
Grafik 3.7. Torque-kecepatan motor induksi AC fasa tiga
3.8.4. Beban Motor
Persamaan berikut dapat digunakan untuk menentukan beban :
Beban =
Pix η
HPx 0,7457
(3.28)
dimana,
η
= efisiensi operasi motor dalam %
HP
= name plate untuk Hp
Beban
= daya yang keluar sebagai % laju daya
Pi
= daya tiga fase dalam KW
Survei beban motor dilakukan untuk mengukur beban operasi berbagai motor
di seluruh pabrik. Hasilnya digunakan untuk mengidentifikasi motor yang terlalu
kecil (mengakibatkan motor terbakar) atau terlalu besar (mengakibatkan ketidak
efisiensian).
54
Terdapat tiga metode untuk menentukan beban motor bagi motor yang
beroperasi secara individu:
a. Pengukuran daya masuk. Metode ini menghitung beban sebagai perbandingan
antara daya masuk (diukur dengan alat analisis daya) dan nilai daya pada
pembebanan 100%.
b. Pengukuran jalur arus. Beban ditentukan dengan membandingkan amper terukur
(diukur dengan alat analisis daya) dengan laju amper. Metode ini digunakan bila
faktor daya tidak dketahui dan hanya nilai amper yang tersedia. Juga
direkomendasikan untuk menggunakan metode ini bila persen pembebanan
kurang dari 50%.
c. Metode slip. Beban ditentukan dengan membandingkan slip yang terukur bila
motor beroperasi dengan slip untuk motor dengan beban penuh. Ketelitian
metode ini terbatas namun dapat dilakukan dengan hanya penggunaan tachometer
[2], [8] dan [9].
55
BAB IV
ANALISA AUTOLEVEL
4.1. ANALISA FISIK GARBARATA
Sebelum menganalisa permasalahan yang terdapat pada autolevel garbarata, maka
terlebih dahulu penulis memaparkan bentuk fisik dan data dari garbarata, seperti
yang terdapat pada gambar 4.1 dan tabel 4.1 sampai 4.2
Tt
Gambar 4.1. Posisi Garbarata
Tabel 4.1. Rotation Cab.
56
Tabel 4.2. Batas Operasi dan Bentuk Karakteristik Garbarata
Ukuran minimum yang harus dimiliki sebuah garbarata untuk dua tunnel dan
tiga tunnel, dapat dilihat pada tabel 4.3. dan apron drive pada tabel 4.4.
Tabel 4.3. Ukuran minimum garbarata two tunnel dan three tunnel
57
Tabel 4.4. Apron Drive
Setelah melihat data-data di atas, maka secara operasional garbarata di
terminal I tidak ada masalah, sesuai dengan manual book paxway apron drive type
operation & maintenance manual, sehingga garbarata dapat dipakai untuk melayani
docking pesawat jenis :
a. Boing 747, Boing 747 SP, DC-8, DC-9, A-300B, dengan jarak antara aircraft
door sill dan cab floor setinggi 20–25 cm.
b. Boing 707, L-1011, DC-10, Boing 727, Boing 737, Boing 767 dengan jarak
antara aircraft door sill dan cab floor setinggi 5–10 cm.
Sesuai dengan operation & maintenance manual, garbarata tersebut memang
tidak didesain untuk pesawat jenis MD-82, sehingga garbarata tersebut tidak dapat
digunakan untuk melayani pesawat jenis MD-82, karena pada bagian bawah pintu
depan pesawat terdapat sirip radar (gambar 4.2). Apabila pesawat jenis MD-82
berada pada docking garbarata, maka roda sensor autolevel akan menyentuh sirip
58
radar tersebut(gambar 4.3), yang dapat menganggu navigasi dan komunikasi
penerbangan.
sirip
Sensor wheel
Gambar 4.2. Pesawat MD-82
Gambar 4.3. Posisi sensor wheel yang tidak
aman terhadap sirip radar
Pada gambar 4.4 diperlihatkan posisi sirip pesawat dengan type MD–82 dan
posisi autolevel garbarata.
90 Cm
90 Cm
Body pesawat
MD 82
180 Cm
47 Cm
106 Cm
147 Cm
Sirip
Pesawat
Pintu pesawat posisi
terbuka
193 Cm
240 Cm
Apron
Gambar 4.4 Pintu pesawat MD-82 posisi terbuka
59
45 Cm
250 Cm
40 Cm
53 Cm
26 Cm
Gambar 4.5. Jarak autolevel dari cabin
Melihat gambar 4.4 dan gambar 4.5 di atas, maka dapat diketahui jarak
antara aircraft door sill dengan sirip radar adalah 47 cm, dan jarak antara lantai cabin
garbarata dengan as sensor wheel adalah 40 cm. Sesuai dengan ketentuan, docking
pesawat MD-82 dikategorikan type boing 727 adalah 10 cm, sehingga jarak sirip
radar dengan sensor wheel autolevel pada saat docking dengan perhitungaan sebagai
berikut :
X = 47 – ( 40 + 10 )
=-3
Sehingga posisi as sensor wheel berada pada posisi 3 cm tepat di bawah sirip
radar pesawat. Dengan mempertimbangkan diameter sensor wheel autolevel adalah
26 cm, maka sensor wheel tersebut akan mengenai radar pesawat MD-82 tersebut.
Dalam penulisan tugas akhir ini, penulis tidak membahas kerusakan atau
trouble shoting yang terjadi pada garbarata, melainkan tidak terlayaninya pesawat
jenis MD-82 oleh garbarata karena autolevel, terutama pada terminal 1A yang lebih
banyak digunakan oleh maskapai penerbangan LION AIR dan WINGS AIR.
60
4.2. ANALISA AUTOLEVEL
Pada pembahasan berikut ini, penulis akan membahas autolevel pada garbarata, baik
sistem mekanis maupun sistem kontrol, yang diperoleh dari mengumpulkan data-data
yang terdapat pada garbarata itu sendiri, dimana terdapat gambar posisi docking,
posisi sensor wheel autolevel, penempatan autolevel, penempatan box panel power
supply dan rangkaian power supply terpasang.
4.2.1. Sistem Mekanis Autolevel
Pada gambar 4.6. dapat dilihat mekanis dari autolevel, dimana kontruksi autolevel
dipindahkan dari bagian bawah lantai cabin ke bagian atas lantai cabin dengan tujuan
untuk menghindari sensor wheel autolevel pada saat diposisikan untuk docking
pesawat dan pada posisi auto sensor wheel tersebut mengenai sirip radar pada
pesawat dengan jenis dan type MD-82.
SENSOR WHEEL
AUTOLEVEL ARM
MOTOR
LIMIT SWITCH
SPRING
LANTAI CABIN
Gambar 4.6. Mekanis autolevel
61
BUMPER
Cara kerja dari autolevel adalah sebagai berikut : Pada saat posisi normal,
autolevel sensor wheel berada pada posisi tegak lurus dan posisi arm motor
memanjang. Apabila diposisikan ke auto, maka arm autolevel akan memendek,
sehingga akan menarik arm autolevel dan mengakibatkan sensor wheel autolevel
bergerak turun sampai menyentuh body pesawat, sehingga sensor wheel akan
menempel dengan kuat pada body pesawat karena dibantu oleh pegas/spring yang
terpasang, seperti pada gambar 4.7 bentuk peregangan pegas/spring yang memanjang
dan memendek.
Gambar 4.7. Bentuk peregangan pegas (spring)
4.2.2. Sistem Kontrol Autolevel
Pada sistem kontrol autolevel garbarata terdapat komponen-komponen yang
dipergunakan, antara lain :
a. Relay: Merk OMRON, type MK3P-1, 24V DC, 7A.
b. Limit Switch: Merk OMRON ,type D4MC-2020.
c. Catu Daya: Trafo 5A, capasitor 13600 μ F/50V, dioda bridge 10A, IC 7824,
transistor MJ 2955.
d. Motor Actuator: Merk WARNER, 1300N, State ST. Marengo, IL 60152, Model
S24–17A8-04, Voltage 24 VDC, 75LB load rating, max. amp. 2,8A.
62
4.2.2.1. Catu daya
Catu daya yang dibutuhkan adalah sebesar 24V DC, dimana catu daya ini terdiri dari
beberapa bagian, yaitu penurun tegangan, penyearah tegangan dan perata tegangan,
seperti dapat dilihat pada gambar 4.8.
MJ 2955
Trafo
7824
6800µF
+
6800µF
Gambar 4.8. Rangkaian power supply
4.2.2.2. Cara kerja rangkaian power supply
Rangkaian catu daya ini terdiri atas IC pengatur tegangan yang berkaitan dengan
sebuah transistor penyangga, sehingga kombinasi ini merupakan hasil dari
kenyataan, bahwa rangkaian pengatur tegangan IC 7824 hanya dapat memberikan
arus sebesar 1A. Pada autolevel ini, bila arus keluaran melebihi 200mA, maka
transistor penyangga akan mengambil alih tugas dari IC pengatur tegangan, sehingga
dapat menarik arus sampai 5A dan IC 7824 tersedia dalam tegangan yang berlainan,
sehingga jika dibutuhkan arus hanya sebesar 1A (atau kurang), maka transistor dapat
dilupakan. Pengatur 7824 dilindungi dari dalam terhadap pemanasan, tetapi dalam
prakteknya tuntutan terhadap perlindungan rangkaian ini tidak seluruhnya
memuaskan. Untuk mendapatkan arus yang lebih stabil, maka dapat diambil solusi
dalam rangkaian ini, yaitu jika arus melalui IC pengatur tidak melebihi 300mA
dilakukan dengan hubung singkat pada keluaran, sehingga transistor penyangga
mempunyai nilai arus yang lebih cukup, tetapi jumlah arus hubung singkat
63
sebenarnya akan dibatasi, karena pengaturan tegangan membatasi jumlah arus
kemudi basis ke transistor, sementara capasitor akan meratakan setiap kerut AC.
4.2.2.3. Penurunan tegangan
Transformator pada autolevel garbarata yang dibutuhkan adalah trafo step-down
yang berfungsi untuk menurunkan tegangan dari 220V AC menjadi 24V DC, seperti
pada gambar 4.9. Arus sekunder dipilih 5A dengan pertimbangan max. Amper pada
motor actuator adalah 2,8A.
N1
V1
N2
220 V AC
50 HZ
V2
RL
Gambar 4.9. Trafo penurun tegangan
Dengan tegangan jala-jala 220V AC/50Hz, maka nilai puncak tegangan
primer dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (3.5) yang mempunyai
hubungan sebagai berikut :
VP =
220
= 311Volt
0,707
Untuk mencari transformator ideal, maka dapat dipergunakan persamaan
(3.3), dimana: Np = 8, Ns = 1, dan Vp = 220, sehingga:
8
220
=
1
Vs
8Vs = 220
Vs =
220
= 27,5 Volt
8
64
4.2.2.4. Penyearah tegangan
Dioda penyearah dapat dilihat pada gambar 4.10, dimana D1, D2, D3, D4
membentuk penyearah jembatan (gelombang penuh).
N1
N2
a
D4
D1
D3
D2
24 V DC
RL
220 V AC
b
Gambar 4.10. Penyearah gelombang penuh sistem jembatan
Pada saat a lebih positif dari b, maka arus akan mengalir melalui a–D1–
RL–D3–b. Pada saat a lebih negatip dari b, maka arus akan mengalir melalui b–D2–
RL–D4–a.
Fungsi dioda bridge adalah untuk menyearahkan tegangan sekunder
transformator yang masih berupa tegangan AC menjadi tegangan DC, dimana
tegangan sekunder (Vrms=Vs) = 27,5volt, sehingga idealnya besarnya tegangan
puncak (Vp), seperti yang terdapat pada persamaan (3.5) adalah:
Vp =
27,5
= 38,89 Volt
0,707
4.2.2.5. Perata tegangan
Kapasitor C merupakan kapasitor elektrolit, berfungsi sebagai perata tegangan atau
filter, dimana sebelum dipasang capasitor tegangan DC (Vdc) keluaran dari
penyearah, seperti yang terdapat pada persamaan (3.6), dimana Vp = 38,83,
sehingga:
Vdc = 0,636 x 38,89 = 24,73 Volt
65
Setelah kapasitor terpasang, maka Vdc dapat kita cari dengan menggunakan
persamaan (3.10), dimana tegangan kerut (Vrip) tetapan sebesar 10% dari Vp,
sehingga:
Vrip = 10 % x 24,73 = 2,473Volt
Sehingga Vdc sekarang menjadi :
= 24,73 –
Vdc
2,473
= 23,49 Volt
2
Dengan diketahuinya tegangan kerut dan arus (I) beban, dimana I beban
adalah 2,8A, dioda yang dipasang adalah 10A, maka nilai capasitor dapat ditentukan
dengan menggunakan persamaan (3.16), sehingga:
C =
2,8
= 0,011322281 F = 11322 μF
100 x 2,473
Waktu pengisian kapasitor dapat digunakan dengan menggunakan persamaan
(3.13), sehingga:
23,49(0,993) = 23,49 (1 – e –t/1)
23,32
= 23,49 (1 – e –t)
23,32
= 23,49 – 23,49 e-t
23,49 e-t
= 23,49 – 23,32
23,49 e-t = 0,17
e-t
dimana ln 0,007
=
0,17
= 0,007
23,49
= - 4,96, sehingga t
= 4,96 detik
4.2.2.6. Penstabil tegangan
Penstabil tegangan adalah suatu rangkaian elektronika yang berfungsi menstabilkan
tegangan pada keluaran catu daya. Dari berbagai jenis penstabil tegangan, terdapat
suatu jenis rangkaian terintegrasi (IC) dari keluaran 7824, kode “78” menunjukkan
bahwa IC tersebut digunakan untuk menstabilkan catu daya positif, sedangkan kode
“24” merupakan besarnya tegangan keluaran dari IC tersebut.
66
4.3.
CARA KERJA SISTEM KONTROL AUTOLEVEL
Pada gambar 4.11 dan 4.12 berisikan wiring diagram sistem kontrol
autolevel.
3
R S
4
1
8
T
BRF
ALT
T
EMG
ON
ELCB
RH 2
RC
380 v/100 v
MC
MC
MC
2
RH1
RH2
2
KE MOTOR DRIVE CLOSURE DAN
MOTOR CAB ROTATION
KE MOTOR DRIVE VERTICAL
KE MOTOR DRIVE HARIZONTAL KANAN
DAN MOTOR DRIVE HORIZONTAL KIRI
380 V / 100 V
Power
supply
+
-
100V/24 V
ALR
201
RL
1
41
RL
1
Y1
20
Y
ALE
RC
MOTOR
ACTUATOR
RL1
42
Gambar. 4.11. Wiring diagram sistem kontrol
67
20
AUTO
Y
OPERATE
80
50
Y
BL 1
DRIVE WARNING
FLASING LIGHT AND
BELL
U
D
ALT 3’
81
X3
AUTOLEVEL
SAFETY
LS 52
X4
LS 53
51
CAB TOUCH
LS 51
R
CR 2
1
ALE
LS 42
A/B
AUTO
TOUCH
83
LS 40
A/B
84
53
EXTEND
ALR
52
RETRACT
AUTOLEVELER
CONTROL
AUTO
RETRACT
X4
UCR
X3
63
RET LS 30
EXT
LS 31
BRF
BRF SLD
(G)
(M)
(H)
(L)
DCR
(UP)
LS 8
84
63
(DOWN)
AUTOLEVEL
WHEEL
Gambar 4.12. Wiring diagram sistem kontrol
68
VERTICAL DRIVE
CONTROL
Pada gambar 4.13 berisikan conecting pada terminal box
TRAFO 5 A
100/24V
DARI CONTROL
CONSOLE
DARI CONTROL
CONSOLE
KE CONTROL
CONSOLE
KE CONTROL
CONSOLE
KE CONTROL
CONSOLE
KE CONTROL
CONSOLE
KE CONTROL
CONSOLE
KE CONTROL
CONSOLE
KE CONTROL
CONSOLE
1
20
2
Y
3
Y1
4
5
10 A
+
Power supply
Y1
RC
5
5A
6
200
7
201
8
202
9
Y1
10
41
11
42
-
RC
RL1
RL1
RC
201
41
12
Y1
42
RL1
Gambar 4.13. Conecting pada terminal box
Cara kerja sistem autolevel adalah sebagai berikut :
a. Pada saat push button power ON ditekan, maka relay MC bekerja, sehingga anak
kontak NO relay MC akan close.
b. Setelah relay MC bekerja, maka relay RC (relay proteksi) pada power supply
akan bekerja juga, sehingga terjadi holding terhadap relay MC setelah push
button ON dilepas, dimana anak kontak relay RC diseri dengan anak kontak relay
MC. Dalam hal ini, berguna pada saat terjadi short atau gangguan pada tegangan
DC, sehingga relay RC akan OFF. Dengan demikian anak kontak NO relay RC
yang tadinya close akan kenbali ke posisi normalnya (open), sehingga relay MC
akan OFF.
c. Pada saat posisi switch dipindahkan ke posisi autolevel, relay ALE bekerja, maka
anak kontak NO relay ALE close. Dengan closenya anak kontak NO relay ALE,
maka relay RL1 mendapat supply, sehingga motor autolevel bekerja. Pada saat
actuator menyentuh limit switch autolevel touch, maka supply ke relay ALE dan
69
RL1 terputus, sehingga mengakibatkan motor autolevel tidak mendapat supply
dan berhenti pada posisi actuator
memendek dan sensor wheel autolevel
menyentuh bodi pesawat.
d. Pada posisi ini semua sistem pergerakan garbarata tidak berfungsi, kecuali sistem
vertikal dan itupun dikendalikan oleh sensor wheel autolevel.
e. Sensor wheel autolevel bekerja pada saat pesawat loading/unloading. Pesawat
akan bergerak turun, jika sensor wheel autolevel menempel pada bodi pesawat,
sehingga sensor wheel juga akan berputar turun, dimana hal ini menyebabkan
sensor wheel akan menyentuh LS 8 (down). Dengan demikian, relay DCR akan
bekerja dan menyebabkan motor vertikal akan bekerja untuk turun sampai LS 8
terbebas dari sensor wheel, baru motor vertikal berhenti.
f. Pada saat pesawat Unloading, maka pesawat akan bergerak naik, sehingga sensor
wheel juga akan berputar naik dan menyentuh LS 8 (up). Dengan demikian relay
UCR bekerja, sehingga motor vertikal bekerja untuk naik sampai LS 8 terbebas
dari sensor wheel, baru motor vertikal berhenti [1] dan [3].
70
BAB V
PENUTUP
5.1.
KESIMPULAN
Setelah menganalisa autolevel garbarata, maka penulis membuat kesimpulan sebagai
berikut :
a.
Dengan adanya autolevel pada garbarata, maka ketinggian dari suatu garbarata
dapat diatur secara otomatis, baik pada saat loading maupun unloading aircrew/penumpang, sehingga saat terjadi proses tersebut pintu pesawat tidak
hancur/ambruk/rusak
dan
air-crew/penumpang
dapat
terlindungi
dari
panas/hujan/badai/jet blast pesawat.
b.
Pada autolevel garbarata terjadi proses penurunan tegangan 220V AC menjadi
24V DC dengan mengunakan trafo step-down dan sebagai pengerak
autolevelnya menggunakan motor dc, dimana diperlukan penyalaan torque yang
tinggi atau percepatan yang tetap untuk kisaran kecepatan yang luas.
5.2.
SARAN
Dalam hal ini penulis dapat menyarankan, agar garbarata yang terdapat diterminal
1A, posisi autolevelnya dapat dirobah, tidak diletakkan di bawah cabin, tetapi harus
diletakkan di atas cabin, sehingga semua tipe pesawat dapat dilayani garbarata,
dimana perubahan posisi garbarata ini akan mengurangi resiko terganggunya
komunikasi navigasi penerbangan .
71
DAFTAR PUSTAKA
[1]. Bukaka passenger boarding bridge.2008.Product of Tomorrow, Available Today.
http://www.bukaka.com
[2]. Mohan., and Robbin undeland.2003.Power Electronics.New York; John wiley
and sons, inc.
[3]. PT.Bukaka teknik utama.2008.General Specification Passenger Boarding Bridge.
http://www.bukaka.com
[4]. PT.Bukaka Teknik Utama.2004. Basic Training of Operation and Maintenance
[5]. PT.Bukaka Teknik Utama.2004. Prosedur Pengoperasian Passenger Boarding
Bridge
[6]. PT.Bukaka Teknik Utama.2005.Prosedur Maintenance Passenger Boarding Bridge
[7]. PT.Shinmeywa.1985.Description and Operation Paxway
[8]. Van Harten,P.,and Setiawan,E.1995.Instalasi listrik Arus Kuat. Bandung: Penerbit
Binacipta
[9]. Zuhal.1988. Dasar Teknik Tenaga Listrik dan Elektronika Daya. Jakarta: Penerbit
PT.Gramedia pustaka utama
72
Download