ANALISA AUTOLEVEL GARBARATA DALAM MENGATUR KETINGGIAN CABIN PESAWAT TUGAS AKHIR Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mengikuti Ujian Akhir Sarjana S-1 Universitas Mercubuana Oleh RAHMAT HENDRIYADI NIM : 41407110027 FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI JURUSAN TEKNIK ELEKTRO PROGRAM STUDI TEKNIK TENAGA LISTRIK UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2009 LEMBAR PERNYATAAN Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Rahmat Hendriyadi N.I.M : 41407110027 Fakultas : Teknologi Industri Jurusan : Teknik Elektro Program Studi : Teknik Tenaga Listrik Judul Skripsi : Analisa Autolevel Garbarata Dalam Mengatur Ketinggian Cabin Pesawat Dengan ini menyatakan bahwa hasil penulisan Skripsi yang telah saya buat ini merupakan hasil karya sendiri dan benar keasliannya. Apabila ternyata di kemudian hari penulisan Skripsi ini merupakan hasil plagiat atau penjiplakan terhadap karya orang lain, maka saya bersedia mempertanggungjawabkan sekaligus bersedia menerima sanksi berdasarkan aturan tata tertib di Universitas Mercu Buana. Demikian, pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tidak dipaksakan. Jakarta, Februari 2009 RAHMAT HENDRIYADI 41407110027 ii LEMBAR PENGESAHAN Analisa Autolevel Garbarata Dalam Mengatur Ketinggian Cabin Pesawat Disusun Oleh : Nama NIM Fakultas Jurusan Program Studi : Rahmat Hendriyadi : 41407110027 : Teknologi Industri : Teknik Elektro : Teknik Tenaga Listrik Mengetahui, Pembimbing Koordinator T.A (Dr.Ir.Hamzah Hilal,MSc) (Drs. Jaja Kustija M.Sc) Mengetahui, Ketua Jurusan Teknik Elektro (Yudi Gunardi,ST,MT) iii ABSTRAK Seiring dengan berkembangnya dunia teknologi yang demikian pesat, serta persaingan yang semakin ketat, maka dituntutlah suatu proses yang serba cepat, tanpa terkecuali dalam pelayanan jasa bandara. Untuk memberikan kenyamanan, kemudahan kepada pengguna jasa, maka pengelola bandara sudah sewajarnyalah memasang dan mengoperasikan peralatan–peralatan penunjang penerbangan yang dapat mengakomodasi kebutuhan pengguna jasa tersebut, diantaranya adalah paxway/ garbarata. Garbarata/paxway merupakan salah satu peralatan penunjang penerbangan untuk pelayanan jasa di bandar udara Soekarno-Hatta yang berfungsi untuk memberikan kenyamanan kepada pengguna jasa, terutama untuk penumpang dan air-crew, sehingga dapat terlindung dari panas, hujan, debu, badai, dan jet blast pesawat. Dalam proses turun penumpang dari pesawat atau naiknya penumpang ke pesawat, terjadi perubahan beban yang terdapat di dalam pesawat tersebut, sehingga diperlukan sekali suatu alat yang berguna untuk mengatur tinggi rendahnya cabin pesawat yang disebut dengan automatic leveling system (autolevel) yang bekerja secara otomatis. Autolever bisa bergerak maju atau mundur melalui rantai yang digerakan oleh motor yang bisa berputar bolak-balik, mempunyai saklar roda yang bisa berputar yang disentuhkan ke badan pesawat terbang. Ketika bersentuhan dengan pesawat terbang, saklar ini akan memonitor setiap perubahan ketinggian pesawat terbang dan secara otomatis mengatur ketinggian garbarata untuk menyesuaikan dengan ketinggian yang baru terjadi. Ini dimaksudkan untuk mempertahankan sejajarnya lantai antara garbarata dan pesawat terbang. Jika suatu autolevel tidak bekerja dengan baik, maka akan menyebabkan pintu pesawat menjadi ambruk/rusak/, sehingga pesawat tersebut tidak bisa terbang. Tidak semua pesawat dapat dilayani oleh garbarata, terutama type MD-82, hal ini dikarnakan posisi autolevel berada di bawah lantai cabin garbarata. Apabila posisi garbarata sedang docking pada pesawat jenis MD-82 dan autolevel di ON, maka sensor wheel autolevel akan menekan radar pesawat tersebut yang terletak tepat di bawah pintu pesawat, dimana radar pesawat tersebut merupakan navigasi komunikasi antara pilot dengan menara tower. Oleh karna itu, perlunya ada suatu modifikasi dari tata letak autolevel itu sendiri. Penulis menyarankan agar autolevel diletakkan di atas cab lantai garbarata, sehingga dapat memberikan safety untuk semua type pesawat. iv KATA PENGANTAR Bismillaahirrahmanirahiim Syukur Alhamdulillaah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Analisa Autolevel Garbarata Dalam Mengatur Ketinggian Cabin Pesawat“. Selain sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Sarjana Teknik (S1) di Universitas Mercubuana Jakarta, penulisan ini juga bertujuan untuk memperdalam pengetahuan penulis. Penyelesaian tugas akhir (penulisan) ini tidak lepas dari berbagai bantuan, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Ir.Yenon Orsa, MT, selaku Direktur PKSM Mercubuana Jakarta. 2. Bapak Yudi Gunardi,ST,MT, selaku Ketua Jurusan Teknik Elektro Universitas Mercubuana Jakarta. 3. Bapak Yudi Gunardi,ST,MT, selaku Koordinator tugas akhir Teknik Elektro Universitas Mercubuana Jakarta. 4. Bapak Dr.Ir.Hamzah Hilal,MSc, selaku Dosen Pembimbing. 5. Seluruh staf pengajar Universitas Mercubuana pada umumnya dan staf pengajar Program Studi Teknik Tenaga Listrik pada khususnya. 6. Kedua orang tua, abang, kakak, ponakan dan saudara-saudara yang telah membantu, baik secara moril maupun materiil. 7. Staff Engineering garbarata PT.(persero)Angkasa Pura II Bandara SoekarnoHatta Cengkareng. 8. Rekan-rekan Elektro PKSM angkatan 11 dan semua pihak yang telah membantu, baik secara moril, maupun materiil. v Penulis menyadari, bahwa penulisan tugas akhir ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis hargai demi penulisan yang lebih baik di masa yang akan datang. Harapan penulis, semoga tugas akhir ini memberikan mamfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya. Jakarta, Februari 2009 RAHMAT HENDRIYADI Nim. 41407110027 vi DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ………………………………...……………………… … i HALAMAN PERNYATAAN………………………………………………….. ii HALAMAN PENGESAHAAN………………………………………………… iii ABSTRAK………………………………………………………………………. iv KATA PENGANTAR…………………………………………………………… v DAFTAR ISI……………………………………………………………………. vii DAFTAR TABEL……………………………………………………………….. xi DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………… xii DAFTAR GRAFIK…………………………………………………………..… xiv BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang…………………………………………………. 1 1.2. Tujuan………………………………………………………….. 2 1.3. Permasalahan…………………………………………………... 3 1.4. Batasan Masalah……………………………………………….. 3 1.5. Metode Penulisan…………………………………………......... 3 1.6. Sistematika Penulisan…………………………………………. . 4 BAB II. GARBARATA 2.1. Prinsip Dasar Garbarata………………………………………… 5 2.2. Komponen-Komponen Mekanis Garbarata……………………. 5 2.2.1. Rotunda………………………………………………… . 5 2.2.2. Tunnel/lorong…………………………………………….. 6 2.2.3. Wheel carriage assembly……………………………….…9 vii 2.2.4. Drive column…………………………………………… 10 2.2.5. Cab assembly…………………………………………… 13 2.3. Komponen-Komponen Elektrik………………………………... 16 2.3.1. Panel Pengatur Tenaga Listrik…………………………... 16 2.3.2. Piranta Silicon…………………………………………… 16 2.3.3. Letak Peralatan Listrik…………………………………... 17 2.3.4. Uraian Urutan-Urutan Rangkaian……………………….. 17 2.4. Kontrol Operasi………………………………………………… 20 2.4.1. Main switch board……………………………………… 20 2.4.2. Control consule/Meja Pengendali………………………. 21 BAB III. ELEKTRIKAL AUTOLEVEL PADA GARBARATA 3.1. Relay……………………………………………………………. 24 3.2. Limit Switch……………………………………………………. 26 3.2.1. Saklar utama (main switch)……………………………... 26 3.2.2. Saklar pilih (selector switch)…………………………..... 27 3.2.3. Tombol tekan (push button)……………………………. ..27 3.3. Power Supply…………………………………………………... 28 3.3.1. Trafo……………………………………………………. ..29 3.3.2. Dioda……………………………………………………. 34 3.3.3. Capasitor………………………………………………… 34 3.3.4. Resistor………………………………………………….. 38 3.3.5. Transistor………………………………………………... 39 3.3.5.1. Karakteristik operasi transistor…………………. 41 3.3.5.2. Transistor sebagai saklar……………………….. 41 viii 3.4. Motor Actuator…………………………………………………. 43 3.5. Kontaktor Magnet……………………………………………… 45 3.6. Pengaman………………………………………………………. 47 3.6.1. Patron lebur……………………………………………… 48 3.6.2. Overload relay (relay beban lebih)……………………… 49 3.7. Pewaktu (timer)… …………………………………………..... ..49 3.8. Motor Induksi Fasa Tiga……………………………………….. 50 3.8.1. Konstruksi motor induksi fasa tiga……………………… 50 3.8.2. Kecepatan motor induksi………………………………... 51 3.8.3. Hubungan antara beban, kecepatan dan torque…………. 53 3.8.4. Beban motor…………………………………………….. 54 BAB IV. ANALISA AUTOLEVEL 4.1. Analisa Fisik Garbarata…………………………………............ 56 4.2. Analisa Autolevel…………………………………………......... 61 4.2.1.Sistem mekanis autolevel………………………………… 61 4.2.2.Sistem kontrol autolevel…………………………………. 62 4.2.2.1.Catu daya………………………………………… 63 4.2.2.2. Cara kerja rangkaian power supply…………….. . 63 4.2.2.3. Penurunan tegangan……………………………. ..64 4.2.2.4. Penyearah tegangan……………………………… 65 4.2.2.5. Perata tegangan………………………………….. 65 4.2.2.6. Penstabil tegangan………………………………. 66 4.3. Cara Kerja Sistem Kontrol Autolevel………………………… 67 ix BAB V. PENUTUP 5.1. Kesimpulan……………………………………………………… 71 5.2. Saran……………………………………………………………. 71 DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………… 72 LAMPIRAN x DAFTAR TABEL Tabel 3.1. Arti dan warna-warna tombol tekan…………………………….. 28 Tabel 4.1. Rotation cab………………………………………………………. 56 Tabel 4.2. Batas operasi dan bentuk karakteristik garbarata……………….. Tabel 4.3. Ukuran minimum garbarata two tunnel dan three tunnel ………….57 Tabel 4.4. Apron drive……………………………………………………….. 58 xi 57 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Rotunda…………………………………………………………… 6 Gambar 2.2. Tunnel…………………………………………………………….. 7 Gambar 2.3. Service door………………………………………………………. 8 Gambar 2.4. Cable hanger……………………………………………………… 8 Gambar 2.5. Wheel carriage assembly………………………………………….. 9 Gambar 2.6. Drive column……………………………………………………... 11 Gambar 2.7. Cab assembly……………………………………………………... 13 Gambar 2.8. Autolever…………………………………………………………. 15 Gambar 2.9. Lampu-lampu…………………………………………………….. 17 Gambar 3.1. Relay elektromagnetis……………………………………………. 26 Gambar 3.2. Main switch………………………………………………………. 27 Gambar 3.3. Selector switch……………………………………………………. 27 Gambar 3.4. Tombol tekan…………………………………………………...… 28 Gambar 3.5. Power supply……………………………………………………... 28 Gambar 3.6. Trafo……………………………………………………………… 30 Gambar 3.7. Rangkaian penyearah sederhana…………………………………. 31 Gambar 3.8. Rangkaian penyearah gelombang penuh…………………………. 33 Gambar 3.9. Simbol dioda………………………………………………………34 Gambar 3.10. Simbol capasitor elektrolit……………………………………….. 34 Gambar 3.11. Capasitor untuk menghaluskan dan bentuk gelombang…………..35 Gambar 3.12. Rangkaian penyearah setengah gelombang dengan filter C……… 35 Gambar 3.13. Rangkaian penyearah gelombang penuh dengan filter C…………37 xii Gambar 3.14. Resistor yang diberi kode warna…………………………………..39 Gambar 3.15. Transistor jenis PNP……………………………………………… 39 Gambar 3.16. Transistor jenis NPN………………………………………………40 Gambar 3.17. Karakteristik operasi tegangan transistor………………………….41 Gambar 3.18.Transistor sebagai saklar………………………………………….. 42 Gambar 3.19. Motor actuator…………………………………………………….43 Gambar 3.20. Sebuah motor DC………………………………………………… 44 Gambar 3.21. Kontak utama dan kontak bantu kontaktor fasa tiga……………...46 Gambar 3.22. Patron lebur………………………………………………………. 48 Gambar 3.23.Motor induksi (automated building)……………………………… 51 Gambar 4.1. Posisi garbarata……………………………………………………56 Gambar 4.2. Pesawat MD-82…………………………………………………... 59 Gambar 4.3. Posisi sensor wheel yang tidak aman terhadap sirip radar……….. 59 Gambar 4.4. Pintu pesawat MD-82 posisi terbuka……………………………...59 Gambar 4.5. Jarak autolevel dari cabin……………………………………….... 60 Gambar 4.6. Mekanis autolevel…………………………………………………61 Gambar 4.7. Bentuk peregangan pegas (spring)……………………………….. 62 Gambar 4.8. Rangkaian power supply…………………………………………. 63 Gambar 4.9. Trafo penurun tegangan………………………………………….. .64 Gambar 4.10. Penyearah gelombang penuh sistem jembatan………………….... 65 Gambar 4.11. Wirring diagram sistem kontrol…………………………………...68 Gambar 4.12. Wirring diagram sistem kontrol…………………………………...69 Gambar 4.13. Conecting pada terminal box……………………………………...70 xiii DAFTAR GRAFIK Grafik 3.1. Bentuk gelombang output penyearah setengah gelombang……… 32 Grafik 3.2. Kurva harga rata-rata……………………………………………... 32 Grafik 3.3. Bentuk gelombang penyearah gelombang penuh………………… 33 Grafik 3.4. Bentuk gelombang dengan filter kapasitor……………………….. 36 Grafik 3.5. Pengisian kapasitor………………………………………………..38 Grafik 3.6. Pengosongan kapasitor…………………………………………… 38 Grafik 3.7. Torque kecepatan motor induksi AC fasa tiga……………………54 xiv ABSTRAK Seiring dengan berkembangnya dunia teknologi yang demikian pesat, serta persaingan yang semakin ketat, maka dituntutlah suatu proses yang serba cepat, tanpa terkecuali dalam pelayanan jasa bandara. Untuk memberikan kenyamanan, kemudahan kepada pengguna jasa, maka pengelola bandara sudah sewajarnyalah memasang dan mengoperasikan peralatan–peralatan penunjang penerbangan yang dapat mengakomodasi kebutuhan pengguna jasa tersebut, diantaranya adalah paxway/ garbarata. Garbarata/paxway merupakan salah satu peralatan penunjang penerbangan untuk pelayanan jasa di bandar udara Soekarno-Hatta yang berfungsi untuk memberikan kenyamanan kepada pengguna jasa, terutama untuk penumpang dan air-crew, sehingga dapat terlindung dari panas, hujan, debu, badai, dan jet blast pesawat. Dalam proses turun penumpang dari pesawat atau naiknya penumpang ke pesawat, terjadi perubahan beban yang terdapat di dalam pesawat tersebut, sehingga diperlukan sekali suatu alat yang berguna untuk mengatur tinggi rendahnya cabin pesawat yang disebut dengan automatic leveling system (auto-level) yang bekerja secara otomatis. Autolever bisa bergerak maju atau mundur melalui rantai yang digerakan oleh motor yang bisa berputar bolak-balik, mempunyai saklar roda yang bisa berputar yang disentuhkan ke badan pesawat terbang. Ketika bersentuhan dengan pesawat terbang, saklar ini akan memonitor setiap perubahan ketinggian pesawat terbang dan secara otomatis mengatur ketinggian garbarata untuk menyesuaikan dengan ketinggian yang baru terjadi. Ini dimaksudkan untuk mempertahankan sejajarnya lantai antara garbarata dan pesawat terbang. Jika suatu autolevel tidak bekerja dengan baik, maka akan menyebabkan pintu pesawat menjadi ambruk/rusak/, sehingga pesawat tersebut tidak bisa terbang. Tidak semua pesawat dapat dilayani oleh garbarata, terutama type MD-82, hal ini dikarnakan posisi autolevel berada di bawah lantai cabin garbarata. Apabila posisi garbarata sedang docking pada pesawat jenis MD-82 dan autolevel di ON, maka sensor wheel autolevel akan menekan radar pesawat tersebut yang terletak tepat di bawah pintu pesawat, dimana radar pesawat tersebut merupakan navigasi komunikasi antara pilot dengan menara tower. Oleh karna itu, perlunya ada suatu modifikasi dari tata letak autolevel itu sendiri. Penulis menyarankan agar autolevel diletakkan di atas cab lantai garbarata, sehingga dapat memberikan safety untuk semua type pesawat. BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Seiring dengan berkembangnya dunia teknologi yang demikian pesat, serta persaingan yang semakin ketat, maka dituntutlah suatu proses yang serba cepat, tanpa terkecuali dalam pelayanan jasa bandara. Untuk memberikan kenyamanan, kemudahan kepada pengguna jasa, maka pengelola bandara sudah sewajarnyalah memasang dan mengoperasikan peralatan–peralatan penunjang penerbangan yang dapat mengakomodasi kebutuhan pengguna jasa tersebut, diantaranya adalah paxway/ garbarata. Garbarata /paxway merupakan salah satu peralatan penunjang penerbangan untuk pelayanan jasa di bandar udara Soekarno-Hatta yang berfungsi untuk memberikan kenyamanan kepada pengguna jasa, terutama untuk penumpang dan aircrew, sehingga dapat terlindung dari panas, hujan, debu, badai, dan jet blast pesawat. Dengan adanya garbarata, maka penumpang dan air-crew tidak perlu lagi naik/turun tangga pesawat, karena pemasangan garbarata tersebut di disain sedemikian rupa yang dapat menghubungkan terminal building dengan pesawat udara yang sedang di docking. Dalam proses turun penumpang dari pesawat atau naiknya penumpang ke pesawat, maka terjadi perubahan beban yang terdapat di dalam pesawat tersebut, sehingga diperlukan sekali suatu alat yang berguna untuk mengatur tinggi rendahnya cabin pesawat yang disebut dengan automatic leveling system (autolevel) yang bekerja secara otomatis. Oleh karna itu, penulis sangat tertarik sekali untuk memperkenalkan dan membahas automatic leveling system (autolevel) dengan berbagai macam fitur yang diperkirakan dapat mengikuti perkembangan teknologi dimasa yang akan datang. Pemasangan Garbarata di Bandara Soekarno-Hatta adalah sebagai berikut : a. Terminal I, dimana terpasang 23 unit garbarata dengan pemasangan pada 21 boarding lounge. 1 b. Terminal II, dimana terpasang 44 unit garbarata dengan pemasangan pada 21 boarding lounge. Namun demikian, kalau kita mengacu pada kondisi garbarata terminal I khususnya, tidak semua jenis pesawat dapat dilayani oleh garbarata terminal I, jenis pesawat MD-82 yang selama ini banyak dipakai oleh maskapai LION AIR / WINGS termasuk jenis pesawat yang tidak dapat dilayani oleh garbarata, sehingga pada garbarata tersebut posisi autolevel berada di bawah lantai cabin garbarata. Apabila posisi garbarata sedang docking pada pesawat jenis MD-82 dan autolevel di ON, maka sensor wheel autolevel akan menekan radar pesawat tersebut yang terletak tepat di bawah pintu pesawat. Untuk lebih mengoptimalkan pengoperasion garbarata, agar dapat dipergunakan jenis pesawat MD-82, maka penulis tertarik untuk mengangkat masalah ini dalam penulisan tugas akhir dengan judul :“ ANALISA AUTOMATIC LEVELING SYSTEM (AUTOLEVEL) GARBARATA DALAM MENGATUR KETINGGIAN CABIN PESAWAT “ 1.2. TUJUAN Tujuan penulisan tugas akhir (TA) automatic leveling system (autolevel) ini adalah sebagai berikut : a. Memahami prinsip kerja automatic leveling system (autolevel). b. Memahami dan mengetahui sistem control electrical schematic diagram automatic leveling system (autolevel). c. Mengetahui proses input dan output dari autolevel itu sendiri yang merubah tegangan 220V AC menjadi 24V DC. d. Mampu mencari solusi dan menganalisa, jika pesawat yang akan di docking adalah tipe MD-82, sehingga pengguna jasa yang menggunakan pesawat dengan jenis dan tipe tersebut dapat terlayani, Soekarno–Hatta tetap terjaga. 2 sehingga citra Bandara 1.3. PERMASALAHAN Sesuai dengan penjelasan yang telah diuraikan pada latar belakang, maka permasalahannya adalah menganalisa automatic levelling system dalam mengatur ketinggian cabin pesawat yang dilengkapi dengan teknologi yang mutakhir saat ini. 1.4. BATASAN MASALAH Mengingat cukup kompleknya permasalahan dalam menganalisa tugas akhir ini, maka penulis membatasi masalah pada hal-hal sebagai berikut : a. Membahas prinsip kerja automatic leveling system (autolevel) yang terdapat pada garbarata. b. Membahas tentang sistem kontrol rangkaian electrical schematic diagram automatic leveling system (autolevel). c. Membahas proses perubahan tegangan (converter) dari 220V AC menjadi 24V DC. d. Mencari solusi, agar pesawat tipe MD-82 dapat di docking dan dilayani oleh garbarata. 1.5. METODE PENULISAN Dalam pengumpulan data dan informasi tugas akhir ini, penulis menggunakan metode sebagai berikut : a. Studi pustaka, dimana pada tahap ini dilakukan pada awal hingga akhir pembuatan tugas akhir ini, yaitu dengan mencari informasi dari buku-buku, majalah-majalah serta sumber lain yang berhubungan dengan analisa. b. Studi eksperimentasi, dimana pada tahap ini dilakukan percobaan dan analisa terhadap automatic level system (autolevel) yang terdapat di garbarata pada perusahaan PT.(Persero)Angkasa Pura II Bandara Soekarno Hatta – Cengkareng. c. Diskusi, dimana pada tahap ini penulis mengadakan diskusi dengan pembimbing dan Enggineering garbarata karyawan PT.(Persero)Angkasa Pura II Bandara Soekarno Hatta–Cengkareng, serta sumber lain yang mengerti dan memahami permasalahan ini. 3 1.6. SISTEMATIKA PENULISAN Secara garis besar, penulisan tugas akhir ini dibagi dalam beberapa bab, dimana bab dua menerangkan tentang bagian-bagian utama yang terdapat pada garbarata secara umum yang berkaitan dengan pengoperasiannya di Bandara Soekarno-Hatta. Bab tiga memuat tentang komponen–komponen elektrik dan rumus–rumus yang digunakan dalam proses converter autolevel garbarata, sehingga dapat menunjang penulis dalam menganalisa penulisan tugas akhir ini. Bab empat menerangkan tentang analisa terhadap automatic level system (autolevel) yang terdapat di Bandara Soekarno-Hatta, dan prinsip kerja rangkaian control serta spesifikasi dari automatic level system (autolevel). Kesimpulan yang berkaitan dengan penulisan tugas akhir ini dapat dilihat pada bab lima. 4 BAB II GARBARATA 2.1. PRINSIP DASAR GARBARATA Garbarata adalah suatu alat yang berfungsi untuk menaikkan dan menurunkan penumpang pesawat terbang dan air-crew, sehingga dapat melindungi penumpang dan air-crew dari gangguan hujan, angin, jet blast, kebisingan, debu, dan juga sebagai pemisah antara penumpang dan petugas di darat. Garbarata pada dasarnya merupakan suatu tunnel telescopic/terowongan yang digunakan sebagai penghubung gedung terminal keberangkatan penumpang dengan pesawat terbang. Pergerakkan garbarata dikemudikan oleh petugas AMC (apron movement control) melalui pengendali listrik yang dipasang pada panel kemudi. 2.2. KOMPONEN-KOMPONEN MEKANIS GARBARATA Pada bagian ini, akan dijelaskan mengenai bentuk utuh secara keseluruhan dari garbarata/paxway, yang terdiri dari rotunda, tunnel A dan Tunnel B, wheel carriage assembly, drive column dan cab assembly. 2.2.1. Rotunda Rotunda menghubungkan gedung terminal (atau jika perlu dibuat tambahan bangunan) dengan tunnel A, dan di rotunda inilah yang merupakan poros dari pada unit garbarata. Saat garbarata dijalankan, maka lantai rotunda, langit-langit, kerangka vertical dan panel dinding yang berdekatan dengan gedung terminal tetap diam di tempat. Kerangka tetap yang tergabung dengan atap, berputar mengitari tiang rotunda. Rotunda curtain ada di bidang kiri dan kanan, kedua curtain dibidang kiri dan kanan ini tergulung atau terentang pada saat barrelnya berputar mengikuti garbarata. Barrel ini terletak di dalam rumah plat baja pada kerangka yang kokoh, kedua buah barrel ini terdapat per yang jika di stel dengan benar akan mempertahankan ketegangan curtain tersebut. Horizontal idler rollers dan full length vertical rollers merupakan kelengkapan untuk menuntun gerak melingkar dari curtain slats, dua buah tunnel 5 bumpers yang terletak di sisi kerangka rotunda dilengkapi sebuah alat peredam bantingan untuk keadaan darurat pada saat matinya listrik selagi garbarata tertarik masuk. Dibagian dalamnya dipasang penutup lantai, penutup langit-langit dan sebuah pasangan lampu, seperti dapat dilihat pada gambar 2.1. Gambar 2.1. Rotunda 2.2.2. Tunnel /Lorong Tiga bagian telescopic tunnel dengan urutan namanya A,B dan C (diurut dari rotunda). Beberapa pasangan rollers dipasang untuk mendapatkan gerakan mulus pada gerak memanjang dan memendek dari garbarata. Sebuah lobang dibuat pada plat penghubung panel atap untuk pembuangan air. Parit juga dibuat di bagian dalam di kedua sisi lantai dari tunnel B, dan C, dimana tunnel dibuat dari lembaranlembaran plat baja bergelombang dan balok-balok baja penyambung, seperti dapat dilihat pada gambar 2.2. 6 Gambar 2.2. Tunnel Bagian-bagian dari suatu tunnel garbarata, antara lain : a. Rel dan roller bearing (bantalan luncur). Ada berbagai macam pasangan roller yang digunakan untuk pergerakkan garbarata, semua tunnel mempunyai rel atas dan bawah untuk jalannya roller, roller A dan B terpasang dibagian atas tunnel B, roller C dibagian belakang bawah tunnel B, roler-roler tambahan dipasang dibagian bawah dari tunnel-tunnel. b. Ramps, dibuat diujung tunnel (kelihatan dari rotunda kearah cab) pada tunnel A untuk supaya bila garbarata memanjang atau memendek, maka benturanbenturan antara tunnel A, B dan C dihilangkan. Engsel dipasang pada sambungan lantai tunnel. Ramps di depan tunnel A dibuat jalur untuk tempat limit switch dan kabel-kabel listrik yang terpasang di bawahnya ketika perpanjangan maximum terjadi. c. Service door, dimana berada di ujung depan tunnel C, yang digunakan untuk keperluan pekerjaan perawatan dan pelayanan, sehingga seorang petugas tidak harus masuk gedung terminal terlebih dahulu. Sebuah tangga yang dapat di rubah-rubah kedudukannya dipasang untuk jalanan jari tanah ke service door tadi, seperti yang dapat dilihat pada gambar 2.3. 7 Gambar 2.3. Servis door d. Power control panel, dimana dalam panel ini terdapat komponen-komponen listrik ac dan dc yang diperlukan untuk mengoperasikan garbarata. Penutup panel ini dilengkapi dengan kunci handle dan kunci fastener yang berfungsi sebagai pengaman. Untuk membukanya, kedua kunci tersebut dibuka dan MCB switch putar ke posisi off. Ini akan mematikan listriknya dan akan aman dalam melaksanakan pekerjaan perawatan. e. Cable hanger, dipasang pada kedua sisi pertemuan tunnel, supaya kabel daya dan kabel lampu dapat mengikuti pergerakan garbarata. Dibagian ini terdapat track dan hanger roller (ada ditiap sisi tunnel), dan kabel-kabel ini menggantung di hanger rollers. Jika garbarata memanjang atau memendek alat ini akan mencegah terlipatnya kabel atau tertariknya kabel tersebut, seperti yang dapat dilihat pada gambar 2.4. Gambar 2.4. Cable Hanger 8 f. Motor generators. Dua buah motor generator dipasang di bawah tunnel C pada double drive column dan diatas drive column pada singgle drive column. Tiap motor generator menghasilkan out put dc dan dialirkan merata ke drive motor kanan dan kiri. 2.2.3 Wheel Carriage Assembly Wheel carriage assembly terdiri dari kerangka pemegang roda dan ban, rantai, motor pemutar gear tipe dan kabel-kabel listrik. Gambar 2.5. Wheel carriage assembly Pada gambar 2.5, terdapat uraian terperinci dari tiap-tiap komponen wheel carriage, antara lain : a. Roda ban dan kerangka pemegangnya. Dua buah ban luar dan dalam dari type ban pesawat terbang terpasang pada rangkanya. Tekanan ban adalah 11,5 – 12 kg/cm2 . 9 b. Chain Drive. Chain drive assembly kanan dan kiri terdiri dari sprocket yang terpasang pada gear motor shaft dan sprocket pada wheel, antara kedua sprocket tadi dihubungkan oleh rantai. Pelindung rantai dipasang untuk melindungi sprocket dan rantainya dari benda-benda asing yang bisa mengenainya dan juga sebagai pengaman bagi petugas-petugas di sekelilingnya. c. Gear type motors. Sebuah motor penggerak dan gear box dihubungkan ke tiaptiap wheel chain drive. Motor pemutar dengan daya 3 KW menggunakan armature yang membutuhkan tegangan 200/220 V DC untuk menghasilkan putaran maximum 44/50 rpm, dengan perbandingan roda giginya 31 : 1. Motor dengan gear box menyatu dengan magnetic disc brake yang bisa direlease secara elektrik dan juga mekanis pada saat keadaan darurat, dimana garbarata akan ditarik (oleh mobil penarik). d. Elektrical wiring. Kotak penghubung dipasang pada wheel carriage assembly. Arus listrik fasa tunggal dipakai untuk pengereman motor dan 240 V DC untuk drive motor. 2.2.4. Drive Column Drive column terpisah dari wheel carriage assembly, terdiri dari bagian-bagian tabung dengan ball screw dan ball nut assembly yang berada dalam tabung, dua buah motor generator, 1 (satu) buah vertical drive motor dengan remnya, dan wheel indicator assembly, melengkapi komponen-komponen drive column ini, berikut ini diuraikan secara terperinci setiap komponen dari drive column, seperti dapat dilihat pada gambar 2.6. 10 Gambar 2.6. Drive Column Bagian-bagian dari drive collumn, antara lain : a. Ball screw assembly, terdiri dari sebuah ball screw dan sebuah ball nut yang dilengkapi oleh alat-alat pengikat. Alat-alat pengikat ini terdiri dari centering ring, thrust bearing, spacer, sprocket, mur dan washer penahan. Dan dilengkapi sebuah rectanguler key untuk pengunci ball nut. Ball screw dan ball nut mempunyai ulir berbentuk bulat, ulir ini terdapat pada sepanjang ball screw. Jika ball screw diputar oleh vertical drive motor, maka ball nut akan berjalan pada sepanjang ball screw yang sekaligus merupakan sumbunya. Gerakan ini akan membuat gerak putar dari ball screw menjadi gerak lurus dari ball nut. b. Drive column wheel position indicator assembly, dimana alat ini terpasang pada drive column yang bekerja bersama sprocket dan rantai dihubungkan ke reostat dan berputar dalam perbandingan yang sama. Sinyal dari reostat dikirim ke meter penunjuk posisi roda yang terpasang di console dan menunjukan arah roda. 11 c. Vertical drive motor, digunakan untuk memberi tenaga putar ke ball screw untuk mengangkat atau menurunkan unit. Motor dan gear box menyatu dengan disc type brakenya masing-masing. Rem–rem ini adalah dari jenis magnetis, ada per-nya dan dirancang untuk menghentikan gerak dan juga untuk menahan beban. d. Vertical limit switch terdiri dari dua jenis, yaitu : • Single drive column. Pada vertical limit switch ini, sebuah control box khusus untuk mengontrol batas teratas dan terbawah, diletakan dibagian atas kerangka dari drive column berdekatan dengan vertikal drive motor. Pada control box ini terdapat 4 buah cam yang menggerakan limit switch. Sebuah sprocket yang terpasang di “as” nya meneruskan putaran pada limit switch control box melalui sebuah rantai dari sprocket di vertical drive motor. Perbandingan putaran antara keduanya adalah berbanding lurus, fungsinya adalah untuk mengatur dan mengontrol batas atas dan batas bawah dari gerak vertikal. Adapula safety/emergency switches di atas dan di bawah limit switch untuk pengaman jika terjadi gerak berlebihan. • Double drive column. Pada double drive column ini, masing-masing limit switch atas dan bawah dipasang pada bagian bawah di sisi kanan tabung. Masing-masing actuator terletak dibagian atas dan bawah dari tabung bawah. Limit switch dan actuator mengatur batas atas dan batas bawah dari pergerakan vertikal dan terdapat pula safety switch untuk pengaman di atas dan di bawah dari tiap-tiap switch sebelumnya, yang bekerja jika terjadi gerak berlebihan. e. Middle Tube Fall Shock Absorber. Alat ini dipakai pada single drive column, dimana tabung tengah dihubungkan ke tabung atas oleh silinder hydroulic. Cairan hydroulic keluar dan masuk pada silinder yang dihubungkan oleh sebuah saluran melalui sebuah throttle checki valve dan sebuah tangki. Sebuah penuntun dan batang penuntun dipasang untuk mencegah roller-roller keluar dari relnya jika suatu saat terjadi besi-besi siku pemegang silinder bagian atas dan bagian bawah tersangkut pada tabung yang bisa menimbulkan gaya membengkok. Rel dan roller memungkinkan timbulnya perputaran relatif dari tabung atas dan bawah. Ketika tabung tengah mulai turun sesudah tertancap dan 12 naik bersama tabung atas, maka throttle check valve akan menghambat cairan hydroulic yang mengalir, dengan demikian tabung tengah akan turun perlahan dan peralatan tidak terguncang. Kecepatan menurun dari tabung tengah dapat diatur dengan memutar tombol dari throttle check valve, dimana valve ini sudah di set sebelumnya dengan tepat dari pabrik. 2.2.5. Cab Assembly Kerangka cab assembly, seperti yang terlihat pada gambar 2.7, terbuat dari baja yang di bagian dalam cab di cat politur, lantainya dilapisi penutup, langit-langitnya dipasangi plafon dan dipasang pula lampu penerangan. Komponen-komponen cab lainnya adalah pintu gulung penahan cuaca dari baja, curtain dari bahan alumunium, control consule, automatic laveler dan closure yang dikendalikan secara elektro-mekanis. Cab ini diputar oleh gear type motor fasa tiga yang terpasang dibagian bawah dari ujung rangka penunjang cab. Gambar 2.7. Cab assembly 13 Bagian-bagian cab assembly, adalah sebagai berikut : a. Weather door, terletak diujung depan cab, ditutup jika unit tidak digunakan. Pintu ini terbuat dari baja dan dibuka dengan tangan. Jika dibuka, maka pintunya akan menggulung melingkari loteng tersebut. b. Cab closure. Jika cab-nya sudah menempel kepesawat terbang, closure ini merapat kepermukaan dengan pesawat terbang, mencegah masuknya angin atau air hujan pada cuaca buruk. c. Control console, dimana terletak di dalam cab, berisi semua sistem kendali yang diperlukan untuk menjalankan garbarata. d. Cab curtain slat assembly, terbuat dari bahan logam yang sama. Curtain ini terdapat dibagian kiri dan kanan cab, demikian pula pada rotunda. Curtain pada kedua sisi cab dapat tergulung dan terentang bada barrel mengikuti putaran cab. Barrel ini terletak dalam rumah dari bahan plat baja pada setiap sisi dari tunnel B. Pada kedua berrel ini terdapat per yang jika stelannya tepat akan mempertahankan ketegangan dari curtain. Horizontal iddler rollers dan full length vertical rollers dipasang untuk menuntun curtain dalam gerak melingkarnya. Limit switch dan bumper stops dipasang untuk membatasi putaran cab. e. Automatic leveler, seperti yang terlihat pada gambar 2.8. Sebuah automatic leveler bisa bergerak maju atau mundur melalui rantai yang digerakan oleh motor yang bisa berputar bolak-balik, mempunyai saklar roda yang bisa berputar yang disentuhkan kebadan pesawat terbang. Ketika bersentuhan dengan pesawat terbang, saklar ini akan memonitor setiap perubahan ketinggian pesawat terbang dan secara otomatis mengatur ketinggian garbarata untuk menyesuaikan dengan ketinggian yang baru terjadi. Ini dimaksudkan untuk mempertahankan sejajarnya lantai antara garbarata dan pesawat terbang. 14 Gambar 2.8. Autoleveler f. Cab rotation motor. Motor ini terpasang di ujung rangka penyangga cab, digunakan untuk memutar cab dari posisi tengah ke arah kanan dan kiri. Dalam hal ini, cab bisa sejajar dengan pintu pesawat terbang, dan bumper karetnya berada di bawah ambang pintu pesawat terbang. g. Rantai pengaman, dipasang melintang selebar cabin untuk mencegah petugas terjatuh dari garbarata. h. Pagar pengaman. Sebuah cut–out dipasang di sisi kiri dari ujung depan lantai cabin untuk mencegah dari kemungkinan rusaknya bagian-bagian yang menonjol pada pesawat terbang (seperti tabung pitot, dll). Cut-out ini pada umumnya mengungkungi daun pintu pesawat yang terbuka penuh, kecuali jika digunakan untuk DC-10 dan A–1011, daun–daun pintunya jangan dibuka penuh. Untuk itu pagar pengaman ini menutupi cut-out. i. Saklar untuk lampu sorot dan lampu diatas pintu service. Saklar untuk lampulampu ini terpasang pada dinding sebelah kiri cab, dan selanjutnya lampu – lampu luar ini dihidupkan dari ruang kemudi , yang menerangi masing-masing untuk tanah dis ekitarnya dan daerah di sekitar pintu service. 15 2.3. KOMPONEN – KOMPONEN ELEKTRIK Untuk menjalankan paxway/garbarata diperlukan sumber tegangan listrik AC fasa tiga dan suatu sumber listrik AC terpisah untuk perlampuan. Sebuah trafo pengatur ACTR 1 KVA dipakai untuk mengubah tegangan masukan menjadi sebesar 100V AC yang dibutuhkan untuk menghidupkan rangkaian pengatur. Sebuah trafo DCTR 1 KVA dipakai untuk mengubah tegangan yang masuk menjadi 270 V AC, yang kemudian oleh perata silicon dirubah menjadi 240 V (berkisar antara 215–240 V) DC yang mengisi kumparan untuk motor-motor pemutar. Berbagai peralatan listrik digunakan untuk menghidupkan paxway, tersusun di dalam panel pengatur. 2.3.1 Panel Pengatur Tenaga Listrik (Power Control Panel) Pada panel pengontrol ini, di dalamnya terdapat peralatan–peralatan listrik AC dan DC yang diperlukan untuk menjalankan unit. Setelah tegangan yang masuk dirubah menjadi 100V, maka arus listrik dialirkan untuk menghidupkan berbagai kontaktor dan relay yang terdapat di dalam panel. Trafo pengatur ACTR dan sebuah sekering 10A, merupakan sumber daya dan pengaman untuk menghidupkan relay-relay pengatur. Pengaman untuk beban lebih (bekerja berdasarkan panas, dirancang untuk bisa membuka jika ada aliran arus listrik berlebihan) menghubungkan arus listrik ke motor pemutar untuk closure dan motor pemutar cab. Dalam rangkaian listrik DC terdapat sistim transformer–rectifier, kontaktor DC berikut kontak DC, kontaktor DB dengan kontak DB, pengatur rem dinamis kanan dan kiri dan relay untuk beban lebih. Di dalam panel juga terdapat tahanan yang mengatur arus DC pada rangkaian listrik dari generator. 2.3.2 Piranta Silicon Piranta silicon terletak pada rangkaian listrik DC pada panel pengatur daya, menghasilkan daya listrik DC yang diperlukan untuk kumparan motor pemutar dan generator. Ini merupakan jenis hubungan yang menghasilkan daya listrik searah yang didalamnya ada peralatan utama yang terdiri dari : sebuah trafo DCTR, sebuah perata RT 1 dan sebuah perata sempurna SP. Transformer pada rangkaian ini, menurunkan tegangan AC yang masuk menjadi kurang lebih 270 V AC. Piranta dari jenis logam kering silicon mengubah listrik AC menjadi DC 215 – 240 V. 16 2.3.3 Letak Peralatan Listrik Gambar 2.9 merupakan bagian–bagian peralatan dari sistim lampu interior dalam garbarata, dimana lampu yang digunakan adalah jenis lampu TL yang dipasang pada langit–langit tunnel dan pada rotunda. AC LAMPU TL LAMPU TL Gambar 2.9. Lampu – lampu 2.3.4 Uraian Urutan–Urutan Rangkaian Urutan dalam rangkaian diuraikan secara keseluruhan sistim listrik paxway/garbarata dan tahapan–tahapan secara terperinci dari berbagai fasa kerjanya. Urutan dari kerja garbarata dinyatakan sebagai berikut : a. Memutar saklar MDS ke posisi ON pada panel induk, maka arus listrik fasa tiga mengalir untuk menjadi sumber listrik bagi sirkit utama dan sirkit kontrol. b. Dengan memutar saklar MCB ke posisi ON di panel kontrol daya, maka arus listrik fasa tiga masuk ke sirkit utama. Sebuah trafo kontrol ACTR, yang terpasang pada panel kontrol daya, mengubah arus masukan AC fasa tunggal 17 menjadi 100V AC fase tunggal , dimana AC 100V ini menghidupkan sirkit kontrol. c. Dengan memutar kunci pada saklar kontrol garbarata yang berada di ruang operator ke posisi POWER, maka arus listrik masuk ke panel kemudi dan panel kontrol daya. Keadaan ini dapat terlihat pada penunjuk POWER ON dan terdengar bel peringatan dan menyalakan pula lampu tanda jalan. d. Dengan tertutupnya sirkit untuk daya, maka tekanlah saklar tombol DRIVE ON, generator kiri dan kanan akan hidup. e. Arus listrik masukan AC diturunkan oleh Trafo DCTR menjadi +270V AC, dan kemudian diubah menjadi 215–240 V melalui sebuah perata silikon pada jalur 101 dan 102. Jalur-jalur ini menghasilkan arus listrik DC yang diperlukan untuk kumparan shunt motor penggerak dan kumparan shunt generator. f. Setelah itu, unit akan berjalan maju, mundur atau mengitari dengan menggerakkan tuas pengatur kecepatan dan tuas kemudi, yang kedua-duanya berada di panel kemudi. g. Gerakan tuas pengatur kecepatan kedepan atau sebaliknya akan serentak menutup limit switch untuk maju atau limit switch untuk mundur. Saklar pembatas akan menghidupkan relay, sehingga akan menghidupkan relay DC dan mengatur waktu. Menggerakkan tuas ke salah satu arahyang dimulai dari posisi tengah dimana tuas langsung bergerak jauh, maka akan mengalirlah arus listrik yang besar ke kumparan generator, yang kemudian memberi tegangan listrik yang tinggi ke armature motor penggerak dan menyebabkan garbarata bergerak sangat cepat ke arah yang dimaksud. h. Dengan tertutupnya relay, maka akan menghidupkan motor, sehingga menutup kontak relay, dan memungkinkan bekerjanya kumparan rem. Piringan rem kiri dan kanan terbuka, motor berputar dan berjalan bebas. i. Gerakan kemudi ke kiri atau ke kanan akan menghidupkan relay-relay yang mengalihkan arus listrik ke kumparan generator, menyebabkan garbarata bergerak kekiri atau kekanan. j. Kisaran atau putaran rotunda (dimungkinkan sampai + 1800 ), titik batasnya dapat dirancang letaknya tergantung pada saat pemasangan. Saat saklar 18 pembatas untuk peringatan perputarannya mati, sirkit tertutup, buzzer berbunyi dan lampu peringatan warna merah menyala. Lampu dan buzzer terpasang di panel kemudi. Memutar garbarata melampaui saklar pembatas membuat saklar pembatas untuk perputaran rotunda mati. Saklar pembatas mematikan kontaktor utama, memutuskan aliran listrik utama. k. Gerak maju dan mundur secara perlahan dapat dengan sendirinya tercipta setelah gerak maju atau mundur sudah berjalan sampai mencapai jarak + 0,5 m dari titik maksimum, ini akan mematikan high speed timer (HST), lalu kontak antara jalur 105 dan jalur 107 terbuka. Keadaan ini akan membuat arus listrik yang masuk ke kumparan generator akan melewati tahanan 375 ohm, sehingga menurunkan voltage/tegangan listrik untuk motor penggerak. l. Setelah jarak 0,5m sisa ini dilampaui, maka unit akan dengan sendirinya mematikan saklar pembatas dan mematikan relay, yang mematikan kontaktor DC untuk penggerak utama dan unit akan berhenti. m. Jika tuas pengatur kecepatan dikembalikan ke posisi tengah selagi garbarata dalam gerak maju atau mundur, maka relay mati, sehingga memungkinkan arus listrik masuk ke tahanan. Tahanan ini akan menyerap tenaga listrik yang dihasilkan oleh sisa putaran motor dan menghasilkan pengereman yang mulus dan tidak menyebabkan adanya tekanan-tekanan pada roda-roda pemutar. Keadaan ini dinamakan pengereman dinamis. Kecepatan motor akan sedikit demi sedikit menjadi pelan karena pengereman dinamis ini. Pengeremen elektro mekanikal akan tercipta kemudian oleh pengatur waktu (HST) 1,5-2 detik setelah timbulnya pengereman dinamis. n. Tempatkan saklar cab pada posisi kanan atau kiri, untuk menghidupkan kontaktor. Kontaktor akan membuka rem dan serentak menghidupkan motor pemutar cab. Saat mencapai lintasan maksimum pada salah satu arah, maka saklar pembatas atau akan mematikan putaran cab. o. Tekan pedal kaki untuk ke atas dan untuk ke bawah menghidupkan kontaktor, sehingga kontaktor akan membuka rem dan secara serentak menghidupkan motor penggerak vertikal. p. Jika cab sudah dalam posisi yang benar tehadap pesawat terbang, pengatur tinggi otomatis dengan sendirinya terjulur dengan memutar kunci pada saklar 19 kontrol ke posisi “AUTO LEVEL”. Pengatur tinggi otomatis, rantainya diputar oleh motor yang bisa berputar bolak-balik, mempunyai saklar roda putar yang bersentuhan dengan badan pesawat terbang. Jika sudah bersentuhan dengan pesawat terbang, maka saklar ini akan memonitor perubahan tinggi pesawat terbang, dan secara otomatis mengatur kemiringan dari garbarata untuk menyesuaikan dengan ketinggian pesawat terbang yang baru berubah. Sistem pengaman untuk pengatur tinggi otomatis diadakan untuk mematikan pengatur tinggi jika penggerak vertikal bekerja melebihi + 3 detik. Pengaman ini digerakkan oleh pengatur waktu yang bekerja berdasarkan tekanan udara dengan mengatur kontak pelambat waktu yang membuat pengatur tinggi otomatis ini bekerja tidak lebih dari waktu yang telah ditentukan dan biasanya 3 detik. q. Tempatkan closure switch pada posisi RAISE atau LOWER, maka kontaktor RA atau LW akan hidup. Kontaktor RA atau LW akan membuka rem dan serentak motor bekerja menaikkan atau menurunkan closure. Setelah pergerakkan closure mencapai batas terbawah dan pula setelah closure telah bersentuhan dengan badan pesawat terbang, maka saklar pembatas akan menghentikan motor. Sehingga saat pergerakkan closure mencapai batas tertinggi, maka saklar pembatas akan menghentikan motor. r. Tekan tombol EMERGENCY STOP, yang mematikan kontaktor utama dan memutuskan sumber listrik utama. s. Suatu sumber listrik terpisah disediakan untuk semua lampu, meliputi lampu tunnel, lampu sorot lampu cab dan lampu rotunda. 2.4 KONTROL OPERASI 2.4.1 Main Switch Board Panel induk biasanya dipasang di dinding atau di kolom dari dinding luar gedung terminal dan panel ini merupakan sumber tenaga listrik utama. Panel ini terdiri dari sebuah “No Fuse Breaker” MDS, sebuah kontaktor C dan sekring MF. No fuse breaker MDS selamanya dihidupkan dalam keadaan garbaratanya normal dan dimatikan hanya pada saat dilaksanakan pekerjaan pemeliharaan dari unit garbarata. 20 2.4.2. Control Console/ Meja Pengendali Meja pengendali terletak di ruang operator, berisi semua peralatan kendali yang diperlukan untuk menjalankan garbarata. Penjelasan terperinci dari unit kendali adalah sebagai berikut: a. Control key switch dan lampu petunjuk. Dalam kerjanya, control key switch ini dapat diputar dalam 3 posisi. Untuk pengendalian unit garbarata dengan tangan (manual) switch harus diputar pada posisi “POWER”. Untuk pengendalian garbarata secara otomatis, yaitu pengendalian yang berkaitan dengan tinggi antara pesawat terbang dengan unit garbarata, maka switch harus diputar pada kedudukan “AUTO LEVEL”. b. Tombol horizontal drive on dan lampu petunjuk tombol horizontal drive on adalah untuk mengendalikan tenaga listrik yang digunakan untuk kedua unit motor generator dan lampu petunjuk yang menyala menunjukkan adanya listrik. c. Speed control lever (tuas pengatur kecepatan). Tuas ini terpasang disamping kanan console untuk digerakkan kearah “forward” atau “reverse” dan ini bisa terlihat pada display dipermukaan console. Jika tuas ini digerakkan dari posisi netral (posisi off), maka akan terjadi gerak maju atau gerak mundur dengan kecepatan yang bervariasi. Saat tuas ini dilepas, maka ia akan kembali ke posisi netral (off). d. Steering lever (tuas kemudi), dapat digunakan untuk 2 macam gerakan, yaitu gerak membelok dari garbarata dan gerak berputar dari drive column. • Gerak membelok dari garbarata: Jika speed control lever digerakan ke posisi FORWARD atau REVERS, maka dengan menggerakan tuas kemudi akan terjadi gerak membelok dari garbarata ke kanan atau ke kiri. Arah gerak dari tuas kemudi akan menentukan arah belok dari garbarata. Arah roda bisa terlihat dari indikator posisi roda yang terletak disebelah atas tuas kemudi. Dengan menekan tuas kemudi kekanan atau kekiri, maka akan terjadilah pembelokan. Menggerakkan tuas berarti menggerakkan saklar-saklar tenaga listrik untuk gerak belok. • Gerak berputar dari drive column: Dengan tuas pengatur kecepatan pada posisi tengah (netral), gerakan dari tuas kemudi akan memutar roda-roda penggerak sampai 1750 dari posisi paling kanan atau paling kiri tergantung 21 kerah mana tuas digerakan. Tidak akan ada gerakan dari garbarata jika speed control lever tetap pada posisi netral. e. Lampu dan buzzer peringatan perputaran rotunda berwarna merah yang terletak pada permukaan consule dan sebuah buzzer yang terletak didalam consule akan hidup jika kisaran garbarata mencapai limit ekstrim (dimungkinkan sampai kirakira 1800). Limit ini dapat diatur pada titik yang diingin tergantung pemasangannya. f. Cab rotation switch, digunakan untuk memutar cab dari tengah kerah kanan dan kiri dengan cara menggerakkan switch tersebut ke posisi RIGHT atau LEFT. g. Closure switch, digunakan untuk mengatur naik-turunnya closure dengan cara memutar switch ke posisi yang diingini, RAISE atau LOWER. h. UP and DOWN foot switch. Garbarata dapat dinaikkan atau diturunkan secara manual dengan menginjak pedal kakai yang bertanda UP atau DOWN. i. Tombol EMERGENCY STOP, digunakan untuk keadaan darurat, dimana EMERG-STOP adalah untuk memutuskan aliran listrik kecuali untuk lampu penerangan, jika pada suatu saat terjadi keadaan darurat dan saat garbarata tidak digunakan. j. Auto leveler dan lampu petunjuk. Jika roda auto leveler menekan badan pesawat terbang, maka secara otomatis auto leveler akan mempertahankan sejajarnya lantai garbarata dan lantai pesawat terbang. Roda/wheel ini akan terjulur dan tertarik oleh motor yang bisa berputar bolak-balik. Lampu tanda AUTO LEVEL akan menyala jika roda auto level benar-benar menekan badan pesawat terbang, dan ini adalah pemberitahuan kepada operator bahwa auto leveler sudah bekerja. k. Lampu petunjuk AUTO LEVEL NOT OPERATING. 3 detik setelah auto leveler circuit tidak bekerja, maka lampu tanda AUTO LEVEL NOT OPERATING menyala. l. Wheel position indicator. Jarum petunjuk posisi roda akan menunjukkan posisi drive-wheel dan arah gerak garbarata. m. Petunjuk tinggi (height indicator), terdapat ditengah atas panel menunjukkan tinggi dari unit garbarata. Posisi awal antara ketinggian garbarata dan ketinggian lantai pesawat terbang dapat ditandai oleh customer pada indicatornya. 22 n. Saklar-saklar lampu penerangan dalam dan luar, terletak di dinding cab dekat control console yang bisa digunakan untuk menyalakan lampu bila mana diperlukan. o. Saklar ventilator, terletak di dinding cab dekat control console untuk menghidupkan dan mematikan ventilator. p. Petunjuk arah, terpasang pada control console menunjukkan arah gerak garbarata. Operator akan dapat melihat lampu petunjuk yang menandakan maju, mundur, naik atau turunnya tunnel, naik dan turunnya closure dan putaran cab kekanan atau kekiri. q. Tombol untuk sinyal NORMAL, FAULT dan MAINTENANCE. Ada 3 buah tombol yang bertulisan NORMAL, FAULT dan MAINTENANCE yang terletak pada control console. Tekan salah satunya untuk mengirimkan sinyal pemberitahuan kepada petugas stasiun control tentang keadaan garbarata, apakah Paxway dalam keadaan normal, rusak atau sedang dalam perbaikan [1], [3], [4], [5], [6], [7]. 23 BAB III ELEKTRIKAL AUTOLEVEL PADA GARBARATA Beberapa elektrikal yang terpasang dan digunakan pada sistem kontrol garbarata, khususnya yang terdapat pada automatic leveling system (autolevel), antara lain : a. Relay b. Limit switch c. Power Supply d. Motor Actuator e. Kontaktor magnet f. Pengaman g. Pewaktu/timer h. Motor Induksi 3 Phase 3.1. RELAY Relay berasal dari teknik telegrafi, dimana sebuah coil di-energize oleh arus lemah, dan coil ini menarik armature untuk menutup kontak. Rele merupakan jantung dari proteksi sistem tenaga listrik dan terus berkembang sampai saat ini. Relay merupakan rangkaian yang bersifat elektronis sederhana dan tersusun oleh : a. Saklar b. Medan elektromagnet (kawat koil) c. Poros besi Cara kerja komponen ini dimulai pada saat mengalirnya arus listrik melalui koil, lalu membuat medan magnet sekitarnya merubah posisi saklar, sehingga menghasilkan arus listrik yang lebih besar. Di sinilah keutamaan komponen sederhana ini, dengan bentuknya yang minimal bisa menghasilkan arus yang lebih besar. 24 Rele dibedakan dalam dua kelompok, yaitu : a. Komparator, yang dapat mendeteksi dan mengukur kondisi abnormal, dan membuka/menutup kontak (trip). b. Auxiliary relays, yang dirancang untuk dipakai di auxiliary circuit dan dikontrol oleh rele komparator, sehingga dapat membuka/menutup kontak-kontak lain (yang umumnya berarus kuat). Rele dapat klasifikasi berdasarkan fungsinya yaitu: a. Overcurrent relay, dimana rele ini berfungsi mendeteksi kelebihan arus yang mengalir pada zona proteksinya. b. Differential relay, dimana rele ini bekerja dengan membandingkan arus sekunder transformator arus (CT) yang terpasang pada terminal-terminal peralatan listrik dan rele ini aktif, jika terdapat perbedaan pada arus sirkulasi. c. Directional relay, dimana rele ini berfungsi mengidentifikasi perbedaan fasa antara arus yang satu dengan yang lain atau perbedaan fasa antar tegangan. Rele ini dapat membedakan gangguan yang terjadi berada di belakang (reverse fault) atau di depan (forward fault). d. Distance relay, dimana rele ini berfungsi membaca impedansi yang dilakukan dengan cara mengukur arus dan tegangan pada suatu zona sesuai atau tidak dengan batas setting-nya. e. Ground fault relay, dimana rele ini digunakan untuk mendeteksi gangguan ke tanah atau lebih tepatnya mengukur besarnya arus residu yang mengalir ke tanah. Relay biasanya hanya mempunyai satu kumparan, tetapi relay dapat mempunyai beberapa kontak, jenis relay pengendali elektromagnetis di perlihatkan pada gambar 3.1. Relai elektromekanis berisi kontak diam dan kontak bergerak, dimana kontak yang bergerak dipasangkan pada plunger. Kontak ditunjuk sebagai normally open (NO) dan normally close (NC). Apabila kumparan diberi tenaga, maka terjadilah medan elektromagnetis dan aksi dari medan tersebut akan menyebabkan plunger bergerak pada kumparan menutup kontak NO dan membuka kontak NC. 25 Gambar 3.1 Relay elektromaknetis Kontak normally open (NO) akan membuka ketika tidak ada arus mengalir pada kumparan, tetapi tertutup secepatnya setelah kumparan menghantarkan arus atau diberi tenaga. Kontak normally close akan tertutup apabila kumparan tidak di beri tenaga. 3.2. LIMIT SWITCH Limit Switch dapat di kategorikan sebagai saklar yang dioperasikan secara mekanis, dan dikontrol oleh faktor-faktor secara otomatis, misalnya tekanan, suhu dan posisi. Cara kerja limit switch/saklar adalah dengan cara mengunci bila ditekan, sehingga untuk mengembalikan ke posisi normal harus ditekan kembali. Saklar merupakan alat bantu untuk memutuskan atau menghubungkan dan mengubah menjadi beban atau tidak. Jenis-jenis saklar/limit switch, yang dikenal, antara lain : a. Saklar utama (main switch) b. Saklar pilih (selector switch) c. Tombol tekan (push button) 3.2.1. Saklar Utama (Main Switch) Main switch (gambar 3.2) digunakan untuk mengaktifkan atau memutuskan sumber tegangan ke panel kontrol dalam keadaan berbeban atau tidak bertegangan. Main Switch mempunyai dua kontak yaitu NC (normally close) dan NO (normally open). 26 Simbol : Gambar 3.2. Main Switch 3.2.2. Saklar Pilih (Selector Switch) Saklar pilih (gambar 3.3) terdiri dari poros yang dapat diputar dengan satu atau lebih piringan. Pada piringan ini terdapat lekuk-lekuk dan pada porosnya dipasang terminal. Saklar ini umumnya dilengkapi dengan alat penahan pada setiap kedudukannya. Pada saklar ini yang berputar adalah porosnya, sedangkan kontakkontaknya tidak ikut berputar. Saklar ini digunakan untuk mengatur kondisi rangkaian, apakah rangkaian/sistem bekerja secara manual atau automatis, dengan cara memutar knop/tuas ke posisi A (untuk keadaan automatis) atau posisi M (untuk posisi manual). Simbol : 0 A Gambar 3.3 M Selector switch 3.2.3 Tombol Tekan (Push Button) Tombol tekan (gambar 3.4) dioperasikan dengan cara mengoperasikannya dengan menekan knopnya. Tombol tekan ini ada yang mempunyai dua jenis kontak, yaitu kontak NO dan NC dan satu jenis kontak yaitu NO saja atau NC saja. Tombol tekan termasuk sistem monitori, dimana kontak NO akan menutup jika ditekan dan akan kembali ke posisi normal jika tekanan dihilangkan, begitu pula kontak NC akan membuka jika ditekan dan akan menutup kembali jika tekanan dilepas. 27 Simbol : Gambar 3.4 Tombol tekan Untuk membedakan fungsi dari tombol tekan, maka knop diberi warna yang berbeda, seperti terlihat dalam tabel 3.1. Tabel 3.1 Arti Warna-warna tombol tekan Warna Arti Aplikasi Merah Stop atau Off Untuk menghentikan bagianbagian mesin Emergency Off Emergency stop Hijau/Hitam Start atau On Kuning 3.3. Untuk menjalankan mesin Start dari kondisi berbahya Mesin kembali bekerja atau kondisi kerja normal POWER SUPPLY Power supply pada gambar 3.5, merupakan suatu rangkaian sederhana yang berfungsi untuk mengubah tegangan AC yang sudah menjadi tegangan DC, dimana rangkaian tersebut terdiri dari : - Trafo - Dioda - Capasitor + D1 D3 D4 D2 220 V - Gambar 3.5 Power supply 28 3.3.1. Trafo Transformator adalah alat listrik yang dapat memindahkan dan mengubah energi listrik dari satu atau lebih rangkaian listrik ke rangkaian listrik yang lain, melalui suatu hubungan magnet dan berdasarkan prinsip elektromagnetik. Pada transformator terdapat dua lilitan yaitu lilitan primer dan sekunder. Kerja transformator berdasarkan induksi elektromagnet yang menghendaki adanya hubungan magnet antara rangkaian primer dan sekunder. Lilitan primer adalah lilitan yang dihubungkan lansung dengan sumber arus AC, sedangkan lilitan sekunder dihubungkan ke beban. Antara lilitan primer dan sekunder terpisah secara listrik, tetapi terhubung secara magnetik. Jika kumparan primer diberi tegangan bolak-balik, maka pada kumparan tersebut akan timbul arus bolak-balik karena merupakan rangkaian tertutup. Dengan adanya arus tersebut, maka pada kumparan timbul medan magnet yang berubah-ubah pula. Medan magnet tersebut memotong lilitan sekunder, sehingga pada lilitan tersebut timbul gaya gerak listrik (GGL). Jika kumparan sekunder dihubungkan dengan beban, maka akan timbul arus. Tegangan –tegangan pada transformator adalah berbanding langsung dengan jumlah lilitannya, sehingga dapat dinyatakan dengan persamaan : Es : Ep = Ns : Np = K (3.1) dimana : Ep = tegangan primer (volt) Es = tegangan sekunder (volt) Np = jumlah lilitan pada primer Ns = jumlah lilitan pada sekunder K = perbandingan tegangan transformator Transformator seperti pada gambar 3.6, merupakan alat statis yang digunakan untuk mentransfer energi dari satu rangkaian ac ke rangkaian yang lain. Transfer energi tersebut memungkinan menaikkan atau menurunkan tegangan, namun frekwensinya akan sama pada kedua rangkaian. Jika transformasi terjadi dengan kenaikkan tegangan disebut transformator step-up, apabila tegangan diturunkan 29 disebut transformator step-down. Kumparan yang menerima daya dari pensuplay disebut kumparan primer, sedangkan kumparan yang memberikan daya pada beban disebut kumparan sekunder, frekwensi AC dari primer menginduksikan frekwensi yang sama pada sekunder. Inti baja dilaminasi Koil primer Ke sumber AC primer Ke beban Koil sekunder Jalur fluks mutual Gambar 3.6. Trafo Prinsip kerja transformator didasarkan pada induksi bersama, induksi bersama terjadi ketika medan magnet disekitar satu penghantar memotong melintang penghantar yang lain, yang menginduksikan tegangan di dalamnya, efek ini dapat ditingkatkan dengan membentuk penghantar-penghantar menjadi lilitan dan kumparan pada inti magnet bersama. Apabila kumparan primer transformator dihubungkan pada tegangan AC, maka akan ada arus pada kumparan primer yang disebut arus penguat, dimana arus penguat tersebut menimbulkan fluks yang berubah-ubah yang mencakup lilitan-lilitan yang menginduksikan tegangan pada kumparan. Perbandingan jumlah lilitan pada primer dengan jumlah lilitan pada sekunder adalah perbandingan lilitan pada transformator : Perbandingan lilitan = NP NS (3.2) dimana : Np = jumlah lilitan pada primer Ns = jumlah lilitan pada sekunder 30 Pada transformator ideal, tegangan induksi pada masing-masing lilitan sekunder sama dengan tegangan induksi masing-masing lilitan pada primer. Tegangan yang menginduksikan sendiri pada tiap-tiap lilitan primer sama dengan tegangan yang dipakai primer dibagi dengan jumlah lilitan primer, jadi perbandingan tegangan transformator sama dengan perbandingan lilitannya, dapat ditulis sebagai perbandingan lilitan sama dengan perbandingan tegangan. Np Ns = Vp Vs (3.3) dimana : Np = jumlah lilitan pada primer Ns = jumlah lilitan pada sekunder Vp = tegangan primer (volt) Vs = tegangan sekunder (volt) Pada autolevel garbarata, terdapat catu daya yang disuplai oleh arus searah AC (alternating current), sehingga menghasilkan output DC(direct current). Untuk itu diperlukan suatu perangkat catu daya yang dapat mengubah arus AC menjadi DC. Oleh karna itu sangat diperlukan sekali akan keberadaan suatu rectifier/penyearah. Prinsip penyearah (rectifier) yang paling sederhana ditunjukkan pada gambar 3.7. Transformator diperlukan untuk menurunkan tegangan AC dari jala-jala listrik pada kumparan primernya menjadi tegangan AC yang lebih kecil pada kumparan sekundernya. Gambar 3.7. Rangkaian penyearah sederhana Pada rangkaian ini, dioda berperan untuk hanya meneruskan tegangan positif ke beban RL. Ini yang disebut dengan penyearah setengah gelombang (half wave). 31 Grafik 3.1 memperlihatkan bentuk gelombang proses penyearahan setengah gelombang. Grafik 3.1. Bentuk gelombang output penyearah setengah gelombang Untuk menghitung besarnya harga rata-rata dari signal yang disearahkan, kita dapat menghitung dari luas kurva seperti pada grafik 3.2. Grafik 3.2. Kurva harga rata-rata Sehingga nilai tegangan AC selalu diasumsikan harga RMS sebagai berikut : (Vrms) harga efektif RMS = 0,5 x harga puncak (Vm) (Vdc) harga rata-rata = 0,318 x Vm Tegangan maximum Vm = 1,414 x Veff (3.4) 32 Untuk mendapatkan penyearah gelombang penuh (full wave) diperlukan transformator dengan center tap (CT) seperti pada gambar 3.8. Gambar 3.8. Rangkaian penyearah gelombang penuh Bentuk gelombang input output ditunjukkan seperti terlihat pada grafik 3.3. Grafik 3.3. Bentuk gelombang penyearah gelombang penuh Sehingga harga tegangannya dapat dihitung sebagai berikut : Veff = Vrms = 0,707 x Vp (3.5) Vdc = 0,636 x Vm (3.6) Tegangan positif fasa yang pertama diteruskan oleh D1 sedangkan phasa yang berikutnya dilewatkan melalui D2 ke beban R1 dengan CT transformator sebagai common ground. 33 3.3.2. Dioda Dioda merupakan peralatan elektronika yang terbentuk dari dua buah semi konduktor tipe P dan N yang tersambung menjadi satu. Pada sisi P dari sebuah dioda dinamakan Anoda, sedangkan sisi N dinamakan katoda, dioda banyak dipergunakan sebagai penyearah. Sillicon dioda didalam penggunaannya memakai besaran dalam ampare, untuk lebih jelasnya sebuah dioda dapat dilihat seperti gambar 3.9. Anoda Katoda Gambar 3.9. Simbol dioda Jembatan gelombang penuh menggunakan 4 (empat) buah dioda dan pada umumnya harganya lebih murah, karena memakai transformator sederhana yang beroperasi pada VL, diode itu terhubung secara paralel berpasangan pada siklus tengahan yang bergantian, diode VRRM beroperasi pada VL. 3.3.3. Capasitor Capasitor seperti yang terdapat pada gambar 3.10 merupakan komponen elektronika yang mampu menyimpan arus dan tegangan listrik untuk sementara waktu. Capasitor adalah termasuk salah satu komponen pasif yang banyak dipergunakan dalam membuat rangkaian elektronika. Simbol capasitor adalah sebagai berikut : + VC - VC Gambar 3.10. Simbol capasitor elektrolit Capasitor dipergunakan sebagai filter penghalus untuk menghaluskan supplay DC yang diperbaiki ke suatu “gelombang“ (ripple) kecil. Filter dapat dibuat dari 34 sebuah capasitor electrolisis tunggal yang berukuran besar, yang dihubungkan diantara terminal-terminal muatan seperti pada gambar 3.11. VL + Ripple Nilai dc C Beban R - Gambar 3.11. Capasitor untuk menghaluskan dan bentuk gelombang Kapasitansi total dapat diubah dengan cara menghubungkan beberapa capasitor secara seri atau paralel. Kapasitansi total dapat dikurangi, bila capasitor dihubungkan secara seri : 1 1 1 = + + .............. Ctotal C1 C 2 (3.7) Kapasitansi dapat dinaikan bila capasitor dihubungkan paralel : Ctotal = C1 + C2 + ......... (3.8) Gambar 3.12. Rangkaian penyearah setengah gelombang dengah filter C Gambar 3.12 merupakan rangkaian penyearah setengah gelombang dengan filter kapasitor C yang paralel terhadap beban R. Ternyata dengan filter ini bentuk gelombang tegangan keluarnya bisa menjadi rata. Grafik 3.4 menunjukkan bentuk keluaran tegangan DC dari rangkaian penyearah setengah gelombang dengan filter kapasitor. Garis b-c kira-kira adalah garis lurus dengan kemiringan tertentu, dimana pada keadaan ini arus untuk beban R1 dicatu oleh tegangan capasitor. Sebenarnya 35 garis b-c bukanlah garis lurus tetapi eksponensial sesuai dengan sifat pengosongan capasitor. Grafik 3.4. Bentuk gelombang dengan filter kapasitor Kemiringan kurva b-c tergantung dari besar arus I yang mengalir ke beban R. Jika arus I = 0 (tidak ada beban), maka kurva b-c akan membentuk garis horizontal. Namun jika beban arus semakin besar, kemiringan kurva b-c akan semakin tajam. Tegangan yang keluar akan berbentuk gigi gergaji dengan tegangan ripple yang besarnya adalah : Vr = Vm –VL (3.9) Tegangan dc ke beban adalah : Vdc = Vm - Vr/2 (3.10) Sehingga tegangan kerut(Vrip) adalah : Vrip = 10% x Vdc (3.11) Rangkaian penyearah yang baik adalah rangkaian yang memiliki tegangan ripple paling kecil. VL adalah tegangan discharge atau pengosongan kapasitor C, sehingga dapat ditulis : VL = Vm e -t/cr (3.12) Jika persamaan (3.11) disubsitusi ke rumus (3.9), maka diperoleh : Vr = Vm (1 - e -t/cr) (3.13) Jika t << cr, dapat ditulis : e -t/cr ≈ 1 - t/cr (3.14) 36 Sehingga, jika ini disubsitusi ke rumus (3.13) dapat diperoleh persamaan yang lebih sederhana : Vr = Vm(t/cr) (3.15) Vm/r tidak lain adalah beban I, sehingga dengan ini terlihat hubungan antara beban arus I dan nilai capasitor C terhadap tegangan ripple Vr. Perhitungan ini efektif untuk mendapatkan nilai tengangan ripple yang diinginkan. Vr = I t c = I FxC (3.16) dimana : Vrip = tegangan riak ke puncak (Volt). f C = frekwensi riak (Hz) = capasitansi (F) Pada persamaan 3.16, jika arus beban I semakin besar, maka tegangan ripple akan semakin besar. Sebaliknya jika kapasitansi C semakin besar, tegangan ripple akan semakin kecil. Penyearah gelombang penuh dengan filter C dapat dibuat dengan menambahkan capasitor. Bisa juga dengan menggunakan transformator yang tanpa CT, tetapi dengan merangkai 4 dioda seperti pada gambar 3.13 berikut ini. Gambar 3.13. Rangkaian penyearah gelombang penuh dengan filter C Pada proses pengisian capasitor, arus tidak tetap karena adanya penyekat dielektris, sehingga arus menurun ketika muatan pada kapasitor meninggi, sampai Vc = Vs ketika I = 0. Grafik I dan VC merupakan bentuk eksponensial, seperti pada grafik 3.5. 37 Grafik 3.5. Pengisian kapasitor Pada proses pengosongan kapasitor, jika catu daya dilepas dan dilakukan hubung singkat pada capasitor, maka kapasitor akan membuang muatannya, peristiwa inilah yang dimaksud dengan pengosongan capasitor. Grafik 3.6 merupakan grafik yang menjelaskan tentang pengosongan muatan yang berkaitan dengan tegangan dan arus terhadap waktu. Grafik 3.6. Pengosongan kapasitor 3.3.4. Resistor Resistor seperti pada gambar 3.14, merupakan komponen yang berfungsi sebagai penghambat arus listrik, memperkecil arus listrik dan membagi arus listrik dalam suatu rangkaian elektronika, nama dan jenis resistor disesuaikan dengan nama bahan dasar yang dipakai membuat resistor tersebut seperti : resistor kawat, resistor carbon, resistor film. 38 Resistor memiliki nilai resistansi, sebagian ada yang di cantumkan langsung pada badannya dan sebagian lagi karena bentuk fisiknya kecil maka pencantumannya dituliskan dalam bentuk kode warna yang melingkari badan resistor, seperti pada gambar dibawah ini : Angka pertama Angka kedua Jumlah nol Toleransi Gambar 3.14. Resistor yang diberi kode warna 3.3.5. Transistor Transistor seperti yang terdapat pada gambar 3.15 dan 3.16, merupakan komponen semi konduktor yang mempunyai tiga kaki sambungan atau lebih, ketiga sambungan tersebut memiliki nama colector, basis dan emitor. Transistor merupakan tiga lapis gabungan kedua jenis bahan P dan N yaitu jenis NPN dan PNP. C C B B B C E E Gambar 3.15. Transistor jenis PNP 39 C C B B B C E E Gambar 3.16. Transistor jenis NPN Simbol sirkit kedua jenis transistor itu hampir sama, perbedaannya terletak pada arah panah di ujung emitor, seperti yang telah diketahui, arah panah ini menunjukkan arah aliran arus konvensional yang berlawanan arah dalam kedua jenis tadi, tetapi selalu dari jenis P ke N dalam sirkit emitor dasar. Pada umumnya transistor dianggap sebagai suatu alat yang beroperasi karena adanya arus, kalau arus mengalir kedalam basis dan melewati sambungan basis – emitor, suatu supply positif pada colektor akan menyebabkan arus mengalir di antara kolektor dan emitor, dua hal yang harus diperhatikan pada arus colektor adalah : 1. Untuk arus basis nol, arus colektor turun sampai pada tingkat arus kebocoran, yaitu kurang dari 1 μA dalam kondisi normal. 2. Untuk arus basis tertentu, arus kolektor yang mengalir akan jauh lebih besar dari pada arus basis itu, arus yang dicapai disebut hFF dengan : HFE = ic iB dimana : IC = perubahan arus colektor. IB = perubahan arus basis 40 3.3.5.1.Karakteristik operasi transistor Karakteristik operasi tiap transistor, seperti pada gambar 3.17 menyatakan spesifikasinya tidak boleh dilampaui, lembaran data memberikan nilai-nilai penting, beberapa diantaranya diberikan di bawah ini : 1. VCBO = tegangan basis colektor maksimum (kolektor + ve) 2. VCEO = tegangan emitor colektor maksimum (kolektor + ve) 3. VEBO = tegangan basis emitor maksimum (emitor + ve) 4. Ptot = total daya yang diperlukan transistor. + + VCBO - C B VCEO E VEBO + - Gambar 3.17. Karakteristik operasi tegangan transistor 3.3.5.2.Transistor sebagai saklar Transistor sebagai saklar memiliki dua kondisi, yaitu cut off (terbuka) dan saturation (tertutup), kondisi cut off bila Ib = 0 dan Ic = 0, serta Vcc = Vce, dalam kondisi saturation Ib mendapat arus, sehingga Ic=maksimum dan Vcc=0, untuk mendapatkan arus basis Ib, sehingga transistor dapat saturasi dengan cara : Hfe = Ic Ib dimana : Ic = arus pada kolektor (amper) Hfe = faktor penguatan dan Ib = arus pada basis (amper) 41 Untuk mendapatkan supaya transistor saturasi penuh, maka berlaku persamaan : Ib = 2.Ic Hfe (3.17) Dalam kondisi saturasi Imaks = Vcc R1 (3.18) dimana : Ic = Arus pada kolektor (amper) Vcc = Tegangan sumber (volt) R1 = Resistansi pada kolektor (ohm) VCC Gambar 3.18. Transistor sebagai saklar Rangkaian transistor sebagai saklar pada gambar 3.18 difungsikan untuk menghidupkan atau mematikan relay, dimana relay merupakan beban yang bersifat induktif, sehingga diperlukan sebuah dioda untuk menghubung singkat tegangan induksi pada saat saklar berguling ke off, dan berfungsi untuk mencegah rusaknya transistor. 42 Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk mengaktifkan relay adalah : I relay = Ib = Vcc Rrelay Irelay Hfe 3.4. MOTOR ACTUATOR Motor listrik menggunakan energi listrik dan energi medan magnet untuk menghasilkan energi mekanis. Operasi motor tergantung pada interaksi dua medan magnet, secara sederhana dikatakan bahwa motor listrik bekerja dengan prinsip bahwa dua medan magnet dapat dibuat berinteraksi untuk menghasilkan gerakan, tujuan motor adalah untuk menghasilkan gaya yang menggerakkan (torsi). Motor arus searah jarang dipergunakan pada aplikasi industri, karena semua sistem utiliti listrik dilengkapi dengan perkakas arus bolak-balik. Meskipun demikian, untuk aplikasi khusus sangat menguntungkan, jika mengubah arus bolakbalik menjadi arus searah dengan menggunakan motor DC, dimana torsi dan kecepatan dengan rentang yang lebar diperlukan untuk memenuhi kebutuhan aplikasi. Arm Actuator Motor Gambar 3.19. Motor actuator Pada autolevel garbarata, digunakan motor arus searah, seperti yang terdapat pada gambar 3.19. Sesuai dengan namanya, menggunakan arus yang tidak langsung/direct-undirectional. Motor DC digunakan pada penggunaan khusus, dimana diperlukan penyalaan torque yang tinggi atau percepatan yang tetap untuk kisaran kecepatan yang luas. 43 Gambar 3.20. memperlihatkan sebuah motor DC, yang memiliki tiga komponen utama : a. Kutub medan. Secara sederhana menggambarkan interaksi dua kutub magnet akan menyebabkan perputaran pada motor DC. Motor DC memiliki kutub medan yang stasioner dan dinamo yang menggerakan bearing pada ruang di antara kutub medan. b. Dinamo. Bila arus masuk menuju dinamo, maka arus ini akan menjadi elektromagnet. Dinamo yang berbentuk silinder, dihubungkan ke as penggerak untuk menggerakan beban. c. Commutator. Komponen ini terutama ditemukan dalam motor DC. Kegunaannya adalah untuk membalikan arah arus listrik dalam dinamo. Commutator juga membantu dalam transmisi arus antara dinamo dan sumber daya. Gambar 3.20. Sebuah motor DC Keuntungan utama motor DC adalah sebagai pengendali kecepatan, yang tidak mempengaruhi kualitas pasokan daya. Motor ini dapat dikendalikan dengan mengatur: a. Tegangan dinamo, dimana dapat meningkatkan tegangan dinamo akan meningkatkan kecepatan b. Arus medan, dimana dapat menurunkan arus medan akan meningkatkan kecepatan. 44 Hubungan antara kecepatan, flux medan dan tegangan dinamo ditunjukkan dalam persamaan berikut: Gaya elektromagnetik : E = KΦN (3.19) T = K Φ Ia (3.20) Torque : dimana: E = gaya elektromagnetik yang dikembangkan pada terminal dinamo (volt) Φ = flux medan yang berbanding lurus dengan arus medan N = kecepatan dalam RPM (putaran per menit) T = torque electromagnetik Ia = arus dinamo (ampere) K = konstanta persamaan 3.5. KONTAKTOR MAGNET Kontaktor dirancang untuk mengalirkan atau memutuskan beban yang mempunyai kapasitas arus relatif besar. Kontaktor mempunyai kontak-kontak utama dan kontak bantu. Kontak-kontak biasanya terdiri dari NO (normaly open) dan NC (normaly close). Kontaktor akan tetap bekerja dengan normal jika tegangan yang diberikan mencapai 85% - 100% dari tegangan kerjanya (tegangan normal). Apabila tegangan dibawah 85%, maka kontaktor akan bergetar, dimana ukuran dari kontaktor ditentukan oleh batas tegangan dan arus nominalnya. Penomoran kontak-kontak utama dan kontak-kontak bantu pada kontaktor fasa tiga seperti pada gambar 3.21. 45 Keterangan : A B 1 2 3 4 5 6 13 14 23 24 31 32 41 42 A dan B : terminal koil kontaktor 1, 3, 5 : terminal kontak utama input 2, 4, 6 : terminal kontak utama output 13 dan 23 : terminal kontak bantu NO input 14 dan 24 : terminal kontak bantu NO output 31 dan 41 : terminal kontak bantu NC input 32 dan 42 : terminal kontak bantu NC output Gambar 3.21. Kontak utama dan kontak bantu kontaktor fasa tiga Sebagian kontaktor magnet yang ada di pasaran, input dari kontak utama diberi penomoran 1, 3, 5, dimana kontak ini untuk menghubungkan supply rangkaian utama, sedangkan outputnya diberi kode penomoran 2, 4, 6, dimana kontak ini digunakan untuk menghubungkan rangkaian utama beban. Kontak bantu yang terdiri dari kontak normaly close (NC) dipersiapkan untuk melengkapi kerja rangkaian kontrol, sehingga didapatkan kontinuitas kerja yang baik sesuai yang diharapkan, misalnya untuk mengunci kontaktor itu sendiri maupun untuk keperluan lain, jadi untuk kontak-kontak bantu yang berakhiran dengan nomor 3 dan 4 adalah kontak bantu normaly open, sedangkan kontak-kontak bantu yang berakhiran dengan nomor 1 dan 2 adalah kontak bantu normaly close. Selain kontaktor utama dan kontaktor power, dalam merancang sistem kontrol harus dilengkapi beberapa relay kontak dan kontaktor kontrol. Kontaktorkontaktor ini prinsip kerjanya sama dengan kontaktor power, hanya perbedaannya pada kontaktor kontrol tidak dilengkapi dengan kontak utama, jadi yang terdapat pada kontaktor ini hanya beberapa kontak bantu saja. Jumlah dan jenis dari kontaktor bantu tersebut biasanya terdiri dari dua NO dan dua NC, tiga NO dan satu NC, atau empat NC saja atau sebaliknya hanya empat NO saja. Salah satu keuntungan kontaktor kontrol adalah dapat ditambah dengan kontak bantu (auxiliary contacts). Tambahan dipasang di atasnya, jika pada suatu rangkaian tersebut kekurangan kontak bantu. 46 Dalam perencanaan suatu rangkaian kontrol, pemilihan kontaktor yang akan dipergunakan adalah hal yang sangat penting, dimana penggunaan atau pemakaian kontaktor yang tepat untuk suatu rangkaian kontrol akan mendapatkan stabilitas kerja yang baik. Pemilihan kontaktor ini berdasarkan pemilihan atas kondisi yang akan dibebankan pada kontaktor tersebut, misalnya pemakaian kontaktor yang terus menerus dengan daya yang besar dan berlainan tipe dengan penggunaan kontaktor untuk kerja yang hanya sekali saja. Tujuan dari pemilihan ini adalah untuk mendapatkan keseimbangan atau kesesuaian antara beban yang akan dipikul dengan sifat karakteristik dari rangkaian kontrol yang akan dipergunakan. Untuk mempermudah dalam pembacaan suatu rangkaian kontrol, maka diperlukan suatu penomoran untuk masing-masing peralatan yang akan dipergunakan. Pada umumnya rangkaian kontrol maupun daya pada umumnya digambar pada beberapa lembar halaman dalam bentuk diagram-diagram. Diagramdiagram tersebut perlu diseragamkan dalam pemberian kode agar tidak terjadi kesalahan yang disebabkan karena kekeliruan dalam pembacaan rangkaian. Sebuah kode dapat diartikan sebuah tanda pengenal untuk menyatakan alat dalam suatu bentuk diagram atau tabel. Penulisan kode diletakkan ditempat yang cocok dekat lambang atau simbol tersebut. Pemberian kode dalam suatu diagram dilakukan dengan cara membagi lembar halaman menjadi sepuluh kolom dengan kode penomoran 0 sampai 9, nomor halam dalam suatu diagram ditulis disebelah kanan atas. 3.6. PENGAMAN Pengaman merupakan suatu peralatan yang sangat penting dalam pemasangan suatu peralatan listrik. Diantaranya adalah peralatan listrik yang digunakan dalam rangkaian kontrol ini, dimana arus yang mengalir dalam suatu penghantar listrik menimbulkan panas. Agar suhunya tidak terlalu tinggi, maka arus tersebut harus dibatasi. Untuk membatasi arus tersebut maka dipergunakan peralatan pengaman. Untuk mengamankan hantaran dan komponen listrik, maka digunakan pengaman lebur dan pengaman arus maksimum, peralatan pengaman ini pada umumnya digunakan untuk : a. Mengamankan hantaran, komponen dan motor listrik terhadap beban lebih. 47 b. Pengaman terhadap hubung singkat atau fasa dengan netral dan hubung singkat dalam rangkaian atau motor-motor listrik. c. Pengaman terhadap hubung singkat dengan beban mesin atau komponen. 3.6.1. Patron Lebur Pada gambar 3.22. memperlihatkan konstruksi dari sebuah patron lebur. Piringan isyarat Kawat lebur Ujung patron Gambar 3.22. Patron Lebur Patron lebur mempunyai kawat lebur dari perak dengan campuran beberapa logam lain, antara lain timbel, seng, dan tembaga. Untuk kawat lebur digunakan kawat perak, karena pada logam ini daya hantarnya tinggi, sehingga diameter kawat leburnya bisa sekecil mungkin dan jika kawatnya menjadi lebur, maka tidak akan menimbulkan uap, sehingga kemungkinan terjadinya ledakan sangat kecil. Selain kawat lebur dalam patron lebur, juga terdapat isyarat dari kawat tahapan, dimana kawat isyarat ini dihubungkan paralel dengan kawat lebur. Karena tahanannya besar, maka arus yang mengalir dalam kawat isyarat kecil. Pada ujung kawat isyarat terdapat sebuah piringan kecil berwarna yang berfungsi sebagai isyarat. Kalau kawat leburnya putus karena arus yang terlalu besar, maka kawat isyarat akan segera putus. Dalam patron lebur, juga terdapat pasir yang berfungsi untuk memadamkan bunga api yang timbul. Jika kawat leburnya putus, maka akan menyekatkan penyaluran panas. 48 3.6.2. Overload Relay (Relay Beban Lebih) Overload relay merupakan alat yang digunakan untuk melindungi peralatan listrik, misalnya motor dari arus lebih. Relay beban lebih yang digunakan untuk melengkapi starter magnetic ada dua macam, yaitu dengan dijalankan secara magnetic dan thermis. Relay ini terdiri dari kumparan pemanas kecil yang dihubungkan seri dengan jala-jala dan mengeluarkan panas, jika ada arus yang mengalir kedalamnya, dimana panas ini tingginya tergantung dari arus yang mengalir dari jala-jala. Dua logam yang berbentuk strip dipasang berdekatan di dalam kumparan salah satu sisinya dibuat tetap dan sisi lainnya dibuat bebas bergerak. Kedua logam ini mempunyai derjad pemuaian yang berbeda dan stripnya tersebut jika panas akan bengkok, ujungnya yang bebas dalam keadaan normal akan menahan dua kontak sirkuit dalam keadaan tersambung. Jika terjadi beban lebih, kumparan memanasi logam bimetal, sehingga akan membengkok dan memisahkan dua kontak, sehingga dapat membuka sirkuit kumparan penahan dan mematikan motor. Arus beban lebih dapat membakar belitan motor, karena arus yang melebihi batas kemampuan yang telah ditentukan. Sehingga dengan adanya overload relay, maka arus beban lebih diubah oleh elemen pemanas overload relay menjadi panas yang akan mengerjakan relay untuk membuka rangkaian. 3.7. PEWAKTU (TIMER) Pewaktu (timer) yang sering dipergunakan dalam sistem kontrol, pada umumnya berfungsi untuk menghubungkan atau memutuskan arus dalam selang waktu yang telah ditentukan. Cara kerjanya adalah sama dengan auxilliary kontaktor magnet, tetapi membuka dan menutupnya anak kontak sesuai dengan setting. Terdapat 2 (dua) macam settingan membuka dan menutupnya anak kontak, antara lain : a. Timer on delay, dirancang untuk mengalirkan atau memutuskan arus sesuai dengan setting waktu yang telah ditentukan, karena pemasangannya di tempatkan di atas kontaktor magnet, maka apabila kontaktor magnet tersebut mendapat supply arus/tegangan yang mengakibatkan koil kontaktor menarik anak kontak 49 kontaktor, maka timer on delay tersebut juga ikut tertarik. Namun demikian, anak kontak timer on delay tidak langsung terhubung (close). Terhubungnya (close) anak kontak timer on delay tersebut menunggu selang waktu yang telah ditentukan, apabila selang waktu tersebut telah tercapai maka anak kontak timer on delay tersebut baru terhubung (close). b. Timer off delay. Pemasangan dan cara kerja timer off delay sama dengan timer on delay, tetapi timer off delay untuk membukanya (open) anak kontak menunggu selang waktu yang telah ditentukan. Apabila selang waktu tersebut telah tercapai, maka anak kontak timer off delay tersebut baru membuka (open). 3.8. MOTOR INDUKSI FASA TIGA Motor induksi dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok utama : a. Motor induksi fasa satu. Motor ini hanya memiliki satu gulungan stator, beroperasi dengan pasokan daya satu fasa, memiliki sebuah rotor kandang tupai, dan memerlukan sebuah alat untuk menghidupkan motornya. Motor ini merupakan jenis motor yang paling umum digunakan dalam peralatan rumah tangga, seperti fan angin, mesin cuci dan pengering pakaian. b. Motor induksi fasa tiga. Medan magnet yang berputar dihasilkan oleh pasokan fasa tiga yang seimbang. Motor tersebut memiliki kemampuan daya yang tinggi, dapat memiliki kandang tupai atau gulungan rotor (walaupun 90% memiliki rotor kandang tupai) dan penyalaan sendiri. Diperkirakan bahwa sekitar 70% motor di industri menggunakan jenis ini. Sebagai contoh, pompa, kompresor, belt conveyor, jaringan listrik , dan grinder. 3.8.1. Konstruksi Motor Induksi Fasa Tiga Motor induksi merupakan motor yang paling umum digunakan pada berbagai peralatan industri. Hal ini dikarena rancangannya yang sederhana, murah dan mudah didapat dan dapat langsung disambungkan ke sumber daya AC. 50 Konstruksi motor induksi fasa tiga dapat dilihat pada gambar 3.23, yang terdiri dari : a. Stator b. Rotor Gambar 3.23. Motor induksi (automated buildings) Rotor pada motor induksi berbentuk cylinder dengan slots paralel untuk tempat conductor / copper /aluminium di mana satu bar satu slots. Adakalanya slot rotor tidak paralel dengan shaft rotor melainkan miring, dimana hal ini berguna untuk mengurangi gaya magnet pada rotor . Stator pada motor induksi dibuat dari sejumlah stampings dengan slots untuk membawa gulungan fasa tiga. Gulungan ini dilingkarkan untuk sejumlah kutub yang tertentu. Gulungan diberi spasi geometri sebesar 120 derajat. 3.8.2. Kecepatan Motor Induksi Motor induksi bekerja pada saat listrik dipasok ke stator, sehingga akan menghasilkan medan magnet. Medan magnet ini bergerak dengan kecepatan sinkron di sekitar rotor. Arus rotor menghasilkan medan magnet kedua dan berusaha untuk melawan medan magnet stator yang menyebabkan rotor berputar. Walaupun begitu, didalam prakteknya motor tidak pernah bekerja pada kecepatan sinkron namun pada “kecepatan dasar” yang lebih rendah. Terjadinya 51 perbedaan antara dua kecepatan tersebut disebabkan adanya “slip/geseran” yang meningkat dengan meningkatnya beban. Slip hanya terjadi pada motor induksi. Untuk menghindari slip dapat dipasang sebuah cincin geser/ slip ring, dan motor tersebut dinamakan “motor cincin geser/ slip ring motor”. Persamaan berikut dapat digunakan untuk menghitung persentase slip/geseran : % Slip S = (Ns-Nb) / Ns x 100 (3.21) Kadang-kadang Ns-Nb disebut slip speed, maka : Nb = Ns (1-S) (3.22) Jika rotor diam atau tidak bergerak, maka frekwensi arus rotor adalah sama dengan frekwensi sumber tegangan. Tetapi apabila rotor berputar, maka frekwensi arus rotor menjadi f” di mana : Ns-N = 120 f”/p juga Ns=120 f/p (3.23) dan f”/f = (Ns-Nb)/Ns = S dan f” = S f (3.24) Stator merupakan inti besi yang terbuat dari lapisan atau lanel dari besi baja yang tersusun rapi dan masing-masing terisolasi secara listrik. p=2n (3.25) Prinsip kerja motor induksi fasa tiga adalah berdasarkan induksi elektro magnetik, yaitu bila belitan atau kumparan stator diberi sumber tegangan bolak-balik fasa tiga, maka arus akan mengalir pada kumparan tersebut, sehingga menimbulkan medan putar (garis gaya fluks) yang berputar dalam kecepatan sinkron dan akan mengikuti persamaan : Ns = 120. f p (3.26) dimana: Ns = kecepatan sinkron dalam RPM Nb = kecepatan dasar dalam RPM 52 n = jumlah slots f = frekwensi p = banyaknya kutub Garis gaya fluks dari stator tersebut yang berputar akan memotong penghantar-penghantar motor sehingga pada penghantar-penghantar tersebut akan timbul EMF atau tegangan induksi. Berhubung kumparan rotor merupakan rangkaian tertutup, maka pada kumparan tersebut mengalir arus listrik. Arus yang mengalir pada penghantar rotor yang berada dalam medan magnet berputar dari stator, maka pada penghantar rotor tersebut timbul gaya-gaya yang berpasangan dan berlawanan arah. Gaya tersebut menimbulkan torsi yang cenderung memutarkan rotornya dan rotor akan berputar dengan kecepatan putar (Nr) mengikuti putaran medan putar stator (Ns). Karena adanya perbedaan perputaran medan putar stator dan perputaran rotor, maka akan timbul slip yang besarnya : S = Ns – Nr (3.27) Adapun prinsip kerja motor induksi yang merubah tenaga listrik menjadi tenaga mekanis adalah apabila sebuah kawat (coil) yang beraliran listrik yang diletakkan diantara dua buah kutub (utara dan selatan) yang menggerakkan kawat tersebut, maka arah gerakkan dapat ditunjukkan dengan kaidah tangan kiri. Kaidah tangan kiri menyatakan “apabila tangan kiri terbuka dan diletakkan antara kutub utara dan kutub selatan, maka garis gaya yang keluar dari kutub utara menuju kutub selatan menembus telapak tangan kiri, arah arus dalam kawat searah dengan jari – jari dan kawat akan mendapat gaya searah dengan ibu jari“. 3.8.3. Hubungan Antara Beban, Kecepatan dan Torque Grafik 3.7 menunjukan grafik torque-kecepatan motor induksi AC fasa tiga dengan arus yang sudah ditetapkan, jika motor : a. Mulai menyala ternyata terdapat arus nyala awal yang tinggi dan torque yang rendah (“pull-up torque”). 53 b. Mencapai 80% kecepatan penuh, torque berada pada tingkat tertinggi (“pull-out torque”) dan arus mulai turun. c. Pada kecepatan penuh, atau kecepatan sinkron, arus torque dan stator turun ke nol. Grafik 3.7. Torque-kecepatan motor induksi AC fasa tiga 3.8.4. Beban Motor Persamaan berikut dapat digunakan untuk menentukan beban : Beban = Pix η HPx 0,7457 (3.28) dimana, η = efisiensi operasi motor dalam % HP = name plate untuk Hp Beban = daya yang keluar sebagai % laju daya Pi = daya tiga fase dalam KW Survei beban motor dilakukan untuk mengukur beban operasi berbagai motor di seluruh pabrik. Hasilnya digunakan untuk mengidentifikasi motor yang terlalu kecil (mengakibatkan motor terbakar) atau terlalu besar (mengakibatkan ketidak efisiensian). 54 Terdapat tiga metode untuk menentukan beban motor bagi motor yang beroperasi secara individu: a. Pengukuran daya masuk. Metode ini menghitung beban sebagai perbandingan antara daya masuk (diukur dengan alat analisis daya) dan nilai daya pada pembebanan 100%. b. Pengukuran jalur arus. Beban ditentukan dengan membandingkan amper terukur (diukur dengan alat analisis daya) dengan laju amper. Metode ini digunakan bila faktor daya tidak dketahui dan hanya nilai amper yang tersedia. Juga direkomendasikan untuk menggunakan metode ini bila persen pembebanan kurang dari 50%. c. Metode slip. Beban ditentukan dengan membandingkan slip yang terukur bila motor beroperasi dengan slip untuk motor dengan beban penuh. Ketelitian metode ini terbatas namun dapat dilakukan dengan hanya penggunaan tachometer [2], [8] dan [9]. 55 BAB IV ANALISA AUTOLEVEL 4.1. ANALISA FISIK GARBARATA Sebelum menganalisa permasalahan yang terdapat pada autolevel garbarata, maka terlebih dahulu penulis memaparkan bentuk fisik dan data dari garbarata, seperti yang terdapat pada gambar 4.1 dan tabel 4.1 sampai 4.2 Tt Gambar 4.1. Posisi Garbarata Tabel 4.1. Rotation Cab. 56 Tabel 4.2. Batas Operasi dan Bentuk Karakteristik Garbarata Ukuran minimum yang harus dimiliki sebuah garbarata untuk dua tunnel dan tiga tunnel, dapat dilihat pada tabel 4.3. dan apron drive pada tabel 4.4. Tabel 4.3. Ukuran minimum garbarata two tunnel dan three tunnel 57 Tabel 4.4. Apron Drive Setelah melihat data-data di atas, maka secara operasional garbarata di terminal I tidak ada masalah, sesuai dengan manual book paxway apron drive type operation & maintenance manual, sehingga garbarata dapat dipakai untuk melayani docking pesawat jenis : a. Boing 747, Boing 747 SP, DC-8, DC-9, A-300B, dengan jarak antara aircraft door sill dan cab floor setinggi 20–25 cm. b. Boing 707, L-1011, DC-10, Boing 727, Boing 737, Boing 767 dengan jarak antara aircraft door sill dan cab floor setinggi 5–10 cm. Sesuai dengan operation & maintenance manual, garbarata tersebut memang tidak didesain untuk pesawat jenis MD-82, sehingga garbarata tersebut tidak dapat digunakan untuk melayani pesawat jenis MD-82, karena pada bagian bawah pintu depan pesawat terdapat sirip radar (gambar 4.2). Apabila pesawat jenis MD-82 berada pada docking garbarata, maka roda sensor autolevel akan menyentuh sirip 58 radar tersebut(gambar 4.3), yang dapat menganggu navigasi dan komunikasi penerbangan. sirip Sensor wheel Gambar 4.2. Pesawat MD-82 Gambar 4.3. Posisi sensor wheel yang tidak aman terhadap sirip radar Pada gambar 4.4 diperlihatkan posisi sirip pesawat dengan type MD–82 dan posisi autolevel garbarata. 90 Cm 90 Cm Body pesawat MD 82 180 Cm 47 Cm 106 Cm 147 Cm Sirip Pesawat Pintu pesawat posisi terbuka 193 Cm 240 Cm Apron Gambar 4.4 Pintu pesawat MD-82 posisi terbuka 59 45 Cm 250 Cm 40 Cm 53 Cm 26 Cm Gambar 4.5. Jarak autolevel dari cabin Melihat gambar 4.4 dan gambar 4.5 di atas, maka dapat diketahui jarak antara aircraft door sill dengan sirip radar adalah 47 cm, dan jarak antara lantai cabin garbarata dengan as sensor wheel adalah 40 cm. Sesuai dengan ketentuan, docking pesawat MD-82 dikategorikan type boing 727 adalah 10 cm, sehingga jarak sirip radar dengan sensor wheel autolevel pada saat docking dengan perhitungaan sebagai berikut : X = 47 – ( 40 + 10 ) =-3 Sehingga posisi as sensor wheel berada pada posisi 3 cm tepat di bawah sirip radar pesawat. Dengan mempertimbangkan diameter sensor wheel autolevel adalah 26 cm, maka sensor wheel tersebut akan mengenai radar pesawat MD-82 tersebut. Dalam penulisan tugas akhir ini, penulis tidak membahas kerusakan atau trouble shoting yang terjadi pada garbarata, melainkan tidak terlayaninya pesawat jenis MD-82 oleh garbarata karena autolevel, terutama pada terminal 1A yang lebih banyak digunakan oleh maskapai penerbangan LION AIR dan WINGS AIR. 60 4.2. ANALISA AUTOLEVEL Pada pembahasan berikut ini, penulis akan membahas autolevel pada garbarata, baik sistem mekanis maupun sistem kontrol, yang diperoleh dari mengumpulkan data-data yang terdapat pada garbarata itu sendiri, dimana terdapat gambar posisi docking, posisi sensor wheel autolevel, penempatan autolevel, penempatan box panel power supply dan rangkaian power supply terpasang. 4.2.1. Sistem Mekanis Autolevel Pada gambar 4.6. dapat dilihat mekanis dari autolevel, dimana kontruksi autolevel dipindahkan dari bagian bawah lantai cabin ke bagian atas lantai cabin dengan tujuan untuk menghindari sensor wheel autolevel pada saat diposisikan untuk docking pesawat dan pada posisi auto sensor wheel tersebut mengenai sirip radar pada pesawat dengan jenis dan type MD-82. SENSOR WHEEL AUTOLEVEL ARM MOTOR LIMIT SWITCH SPRING LANTAI CABIN Gambar 4.6. Mekanis autolevel 61 BUMPER Cara kerja dari autolevel adalah sebagai berikut : Pada saat posisi normal, autolevel sensor wheel berada pada posisi tegak lurus dan posisi arm motor memanjang. Apabila diposisikan ke auto, maka arm autolevel akan memendek, sehingga akan menarik arm autolevel dan mengakibatkan sensor wheel autolevel bergerak turun sampai menyentuh body pesawat, sehingga sensor wheel akan menempel dengan kuat pada body pesawat karena dibantu oleh pegas/spring yang terpasang, seperti pada gambar 4.7 bentuk peregangan pegas/spring yang memanjang dan memendek. Gambar 4.7. Bentuk peregangan pegas (spring) 4.2.2. Sistem Kontrol Autolevel Pada sistem kontrol autolevel garbarata terdapat komponen-komponen yang dipergunakan, antara lain : a. Relay: Merk OMRON, type MK3P-1, 24V DC, 7A. b. Limit Switch: Merk OMRON ,type D4MC-2020. c. Catu Daya: Trafo 5A, capasitor 13600 μ F/50V, dioda bridge 10A, IC 7824, transistor MJ 2955. d. Motor Actuator: Merk WARNER, 1300N, State ST. Marengo, IL 60152, Model S24–17A8-04, Voltage 24 VDC, 75LB load rating, max. amp. 2,8A. 62 4.2.2.1. Catu daya Catu daya yang dibutuhkan adalah sebesar 24V DC, dimana catu daya ini terdiri dari beberapa bagian, yaitu penurun tegangan, penyearah tegangan dan perata tegangan, seperti dapat dilihat pada gambar 4.8. MJ 2955 Trafo 7824 6800µF + 6800µF Gambar 4.8. Rangkaian power supply 4.2.2.2. Cara kerja rangkaian power supply Rangkaian catu daya ini terdiri atas IC pengatur tegangan yang berkaitan dengan sebuah transistor penyangga, sehingga kombinasi ini merupakan hasil dari kenyataan, bahwa rangkaian pengatur tegangan IC 7824 hanya dapat memberikan arus sebesar 1A. Pada autolevel ini, bila arus keluaran melebihi 200mA, maka transistor penyangga akan mengambil alih tugas dari IC pengatur tegangan, sehingga dapat menarik arus sampai 5A dan IC 7824 tersedia dalam tegangan yang berlainan, sehingga jika dibutuhkan arus hanya sebesar 1A (atau kurang), maka transistor dapat dilupakan. Pengatur 7824 dilindungi dari dalam terhadap pemanasan, tetapi dalam prakteknya tuntutan terhadap perlindungan rangkaian ini tidak seluruhnya memuaskan. Untuk mendapatkan arus yang lebih stabil, maka dapat diambil solusi dalam rangkaian ini, yaitu jika arus melalui IC pengatur tidak melebihi 300mA dilakukan dengan hubung singkat pada keluaran, sehingga transistor penyangga mempunyai nilai arus yang lebih cukup, tetapi jumlah arus hubung singkat 63 sebenarnya akan dibatasi, karena pengaturan tegangan membatasi jumlah arus kemudi basis ke transistor, sementara capasitor akan meratakan setiap kerut AC. 4.2.2.3. Penurunan tegangan Transformator pada autolevel garbarata yang dibutuhkan adalah trafo step-down yang berfungsi untuk menurunkan tegangan dari 220V AC menjadi 24V DC, seperti pada gambar 4.9. Arus sekunder dipilih 5A dengan pertimbangan max. Amper pada motor actuator adalah 2,8A. N1 V1 N2 220 V AC 50 HZ V2 RL Gambar 4.9. Trafo penurun tegangan Dengan tegangan jala-jala 220V AC/50Hz, maka nilai puncak tegangan primer dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (3.5) yang mempunyai hubungan sebagai berikut : VP = 220 = 311Volt 0,707 Untuk mencari transformator ideal, maka dapat dipergunakan persamaan (3.3), dimana: Np = 8, Ns = 1, dan Vp = 220, sehingga: 8 220 = 1 Vs 8Vs = 220 Vs = 220 = 27,5 Volt 8 64 4.2.2.4. Penyearah tegangan Dioda penyearah dapat dilihat pada gambar 4.10, dimana D1, D2, D3, D4 membentuk penyearah jembatan (gelombang penuh). N1 N2 a D4 D1 D3 D2 24 V DC RL 220 V AC b Gambar 4.10. Penyearah gelombang penuh sistem jembatan Pada saat a lebih positif dari b, maka arus akan mengalir melalui a–D1– RL–D3–b. Pada saat a lebih negatip dari b, maka arus akan mengalir melalui b–D2– RL–D4–a. Fungsi dioda bridge adalah untuk menyearahkan tegangan sekunder transformator yang masih berupa tegangan AC menjadi tegangan DC, dimana tegangan sekunder (Vrms=Vs) = 27,5volt, sehingga idealnya besarnya tegangan puncak (Vp), seperti yang terdapat pada persamaan (3.5) adalah: Vp = 27,5 = 38,89 Volt 0,707 4.2.2.5. Perata tegangan Kapasitor C merupakan kapasitor elektrolit, berfungsi sebagai perata tegangan atau filter, dimana sebelum dipasang capasitor tegangan DC (Vdc) keluaran dari penyearah, seperti yang terdapat pada persamaan (3.6), dimana Vp = 38,83, sehingga: Vdc = 0,636 x 38,89 = 24,73 Volt 65 Setelah kapasitor terpasang, maka Vdc dapat kita cari dengan menggunakan persamaan (3.10), dimana tegangan kerut (Vrip) tetapan sebesar 10% dari Vp, sehingga: Vrip = 10 % x 24,73 = 2,473Volt Sehingga Vdc sekarang menjadi : = 24,73 – Vdc 2,473 = 23,49 Volt 2 Dengan diketahuinya tegangan kerut dan arus (I) beban, dimana I beban adalah 2,8A, dioda yang dipasang adalah 10A, maka nilai capasitor dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan (3.16), sehingga: C = 2,8 = 0,011322281 F = 11322 μF 100 x 2,473 Waktu pengisian kapasitor dapat digunakan dengan menggunakan persamaan (3.13), sehingga: 23,49(0,993) = 23,49 (1 – e –t/1) 23,32 = 23,49 (1 – e –t) 23,32 = 23,49 – 23,49 e-t 23,49 e-t = 23,49 – 23,32 23,49 e-t = 0,17 e-t dimana ln 0,007 = 0,17 = 0,007 23,49 = - 4,96, sehingga t = 4,96 detik 4.2.2.6. Penstabil tegangan Penstabil tegangan adalah suatu rangkaian elektronika yang berfungsi menstabilkan tegangan pada keluaran catu daya. Dari berbagai jenis penstabil tegangan, terdapat suatu jenis rangkaian terintegrasi (IC) dari keluaran 7824, kode “78” menunjukkan bahwa IC tersebut digunakan untuk menstabilkan catu daya positif, sedangkan kode “24” merupakan besarnya tegangan keluaran dari IC tersebut. 66 4.3. CARA KERJA SISTEM KONTROL AUTOLEVEL Pada gambar 4.11 dan 4.12 berisikan wiring diagram sistem kontrol autolevel. 3 R S 4 1 8 T BRF ALT T EMG ON ELCB RH 2 RC 380 v/100 v MC MC MC 2 RH1 RH2 2 KE MOTOR DRIVE CLOSURE DAN MOTOR CAB ROTATION KE MOTOR DRIVE VERTICAL KE MOTOR DRIVE HARIZONTAL KANAN DAN MOTOR DRIVE HORIZONTAL KIRI 380 V / 100 V Power supply + - 100V/24 V ALR 201 RL 1 41 RL 1 Y1 20 Y ALE RC MOTOR ACTUATOR RL1 42 Gambar. 4.11. Wiring diagram sistem kontrol 67 20 AUTO Y OPERATE 80 50 Y BL 1 DRIVE WARNING FLASING LIGHT AND BELL U D ALT 3’ 81 X3 AUTOLEVEL SAFETY LS 52 X4 LS 53 51 CAB TOUCH LS 51 R CR 2 1 ALE LS 42 A/B AUTO TOUCH 83 LS 40 A/B 84 53 EXTEND ALR 52 RETRACT AUTOLEVELER CONTROL AUTO RETRACT X4 UCR X3 63 RET LS 30 EXT LS 31 BRF BRF SLD (G) (M) (H) (L) DCR (UP) LS 8 84 63 (DOWN) AUTOLEVEL WHEEL Gambar 4.12. Wiring diagram sistem kontrol 68 VERTICAL DRIVE CONTROL Pada gambar 4.13 berisikan conecting pada terminal box TRAFO 5 A 100/24V DARI CONTROL CONSOLE DARI CONTROL CONSOLE KE CONTROL CONSOLE KE CONTROL CONSOLE KE CONTROL CONSOLE KE CONTROL CONSOLE KE CONTROL CONSOLE KE CONTROL CONSOLE KE CONTROL CONSOLE 1 20 2 Y 3 Y1 4 5 10 A + Power supply Y1 RC 5 5A 6 200 7 201 8 202 9 Y1 10 41 11 42 - RC RL1 RL1 RC 201 41 12 Y1 42 RL1 Gambar 4.13. Conecting pada terminal box Cara kerja sistem autolevel adalah sebagai berikut : a. Pada saat push button power ON ditekan, maka relay MC bekerja, sehingga anak kontak NO relay MC akan close. b. Setelah relay MC bekerja, maka relay RC (relay proteksi) pada power supply akan bekerja juga, sehingga terjadi holding terhadap relay MC setelah push button ON dilepas, dimana anak kontak relay RC diseri dengan anak kontak relay MC. Dalam hal ini, berguna pada saat terjadi short atau gangguan pada tegangan DC, sehingga relay RC akan OFF. Dengan demikian anak kontak NO relay RC yang tadinya close akan kenbali ke posisi normalnya (open), sehingga relay MC akan OFF. c. Pada saat posisi switch dipindahkan ke posisi autolevel, relay ALE bekerja, maka anak kontak NO relay ALE close. Dengan closenya anak kontak NO relay ALE, maka relay RL1 mendapat supply, sehingga motor autolevel bekerja. Pada saat actuator menyentuh limit switch autolevel touch, maka supply ke relay ALE dan 69 RL1 terputus, sehingga mengakibatkan motor autolevel tidak mendapat supply dan berhenti pada posisi actuator memendek dan sensor wheel autolevel menyentuh bodi pesawat. d. Pada posisi ini semua sistem pergerakan garbarata tidak berfungsi, kecuali sistem vertikal dan itupun dikendalikan oleh sensor wheel autolevel. e. Sensor wheel autolevel bekerja pada saat pesawat loading/unloading. Pesawat akan bergerak turun, jika sensor wheel autolevel menempel pada bodi pesawat, sehingga sensor wheel juga akan berputar turun, dimana hal ini menyebabkan sensor wheel akan menyentuh LS 8 (down). Dengan demikian, relay DCR akan bekerja dan menyebabkan motor vertikal akan bekerja untuk turun sampai LS 8 terbebas dari sensor wheel, baru motor vertikal berhenti. f. Pada saat pesawat Unloading, maka pesawat akan bergerak naik, sehingga sensor wheel juga akan berputar naik dan menyentuh LS 8 (up). Dengan demikian relay UCR bekerja, sehingga motor vertikal bekerja untuk naik sampai LS 8 terbebas dari sensor wheel, baru motor vertikal berhenti [1] dan [3]. 70 BAB V PENUTUP 5.1. KESIMPULAN Setelah menganalisa autolevel garbarata, maka penulis membuat kesimpulan sebagai berikut : a. Dengan adanya autolevel pada garbarata, maka ketinggian dari suatu garbarata dapat diatur secara otomatis, baik pada saat loading maupun unloading aircrew/penumpang, sehingga saat terjadi proses tersebut pintu pesawat tidak hancur/ambruk/rusak dan air-crew/penumpang dapat terlindungi dari panas/hujan/badai/jet blast pesawat. b. Pada autolevel garbarata terjadi proses penurunan tegangan 220V AC menjadi 24V DC dengan mengunakan trafo step-down dan sebagai pengerak autolevelnya menggunakan motor dc, dimana diperlukan penyalaan torque yang tinggi atau percepatan yang tetap untuk kisaran kecepatan yang luas. 5.2. SARAN Dalam hal ini penulis dapat menyarankan, agar garbarata yang terdapat diterminal 1A, posisi autolevelnya dapat dirobah, tidak diletakkan di bawah cabin, tetapi harus diletakkan di atas cabin, sehingga semua tipe pesawat dapat dilayani garbarata, dimana perubahan posisi garbarata ini akan mengurangi resiko terganggunya komunikasi navigasi penerbangan . 71 DAFTAR PUSTAKA [1]. Bukaka passenger boarding bridge.2008.Product of Tomorrow, Available Today. http://www.bukaka.com [2]. Mohan., and Robbin undeland.2003.Power Electronics.New York; John wiley and sons, inc. [3]. PT.Bukaka teknik utama.2008.General Specification Passenger Boarding Bridge. http://www.bukaka.com [4]. PT.Bukaka Teknik Utama.2004. Basic Training of Operation and Maintenance [5]. PT.Bukaka Teknik Utama.2004. Prosedur Pengoperasian Passenger Boarding Bridge [6]. PT.Bukaka Teknik Utama.2005.Prosedur Maintenance Passenger Boarding Bridge [7]. PT.Shinmeywa.1985.Description and Operation Paxway [8]. Van Harten,P.,and Setiawan,E.1995.Instalasi listrik Arus Kuat. Bandung: Penerbit Binacipta [9]. Zuhal.1988. Dasar Teknik Tenaga Listrik dan Elektronika Daya. Jakarta: Penerbit PT.Gramedia pustaka utama 72