II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dapat dibangun apabila terdapat debit air dan tinggi jatuh yang cukup sehingga kelayakannya dapat tercapai. PLTA yang paling konvensional mempunyai empat komponen utama sebagai berikut (Tim Penyusun FS PLTMH, 2010) : Waduk Waduk berfungsi menaikkan permukaan air sungai untuk menciptakan tinggi jatuh air. Selain menyimpan air, waduk juga dibangun dengan tujuan untuk menyimpan energi. Sumber : Perum Jasa Tirta II, 2010 Gambar 1. Waduk Ir. H. Djuanda Turbin Gaya jatuh air yang mendorong baling-baling menyebabkan turbin berputar. Turbin air kebanyakan seperti kincir angin, dengan menggantikan fungsi dorong angin untuk memutar baling-baling digantikan air untuk memutar turbin. Selanjutnya turbin mengubah energi kinetik yang disebabkan gaya jatuh air menjadi energi mekanik. Salah satu jenis turbin yang biasa digunakan di PLTA adalah jenis Vertical Francaise Turbin (Gambar 3). Posisi turbin lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2. 12 Turbi n Sumber : Perum Jasa Tirta II, 2001 Gambar 2. Potongan Sentral Listrik Tenaga Air Sumber : Perum Jasa Tirta II, 2001 Gambar 3. Vertikal Francaise Turbine Generator Generator kemudian dihubungkan dengan turbin melalui gigi-gigi putar sehingga ketika baling-baling turbin berputar maka generator juga ikut berputar. Generator selanjutnya mengubah energi mekanik dari turbin menjadi energi 13 elektrik. Generator di PLTA bekerja seperti halnya generator pembangkit listrik lainnya. Sumber : Perum Jasa Tirta II, 2001 Gambar 4. Generator di PLTA Ir. H. Djuanda Jalur Transmisi Jalur Transmisi berfungsi menyalurkan energi listrik dari PLTA menuju rumah-rumah dan pusat industri. Sumber : Perum Jasa Tirta II, 2001 Gambar 5. Saluran Transmisi PLTA Ir. H. Djuanda 14 Menurut Tim Penyusun FS PLTMH (2010), pada operasi pembangkit listrik tenaga air, perhitungan keadaan air yang masuk pada waduk tempat penampungan air serta besar air yang tersedia dalam waduk dan perhitungan besar air yang akan dialirkan melalui pintu saluran air untuk menggerakkan turbin sebagai penggerak sumber listrik, merupakan suatu keharusan untuk dimiliki. Dengan demikian kontrol terhadap air yang masuk maupun yang didistribusikan kepintu saluran air untuk menggerakkan turbin harus dilakukan dengan baik, sehingga dalam operasi pembangkit listrik tenaga air dapat dijadikan sebagai dasar tindakan pengaturan efisiensi penggunaan air maupun pengamanan seluruh sistem, sehingga pembangkit listrik tenaga air dapat beroperasi sepanjang tahun walaupun pada musim kemarau panjang. Kontrol tersebut dapat dilakukan dengan melakukan analisa terhadap keadaan air melalui perhitungan-perhitungan hidrologi yang tersedia pada pusat kontrol operasi pembangkit listrik tenaga air (PLTA). Perencanaan jalur transmisi pendistribusian daya listrik yang terbangkitkan dilakukan berdasarkan beberapa hal, seperti (Tim Penyusun FS PLTMH, 2010): a. Mudah untuk akses dan perawatan. b. Kondisi tanah untuk tiang kuat dan stabil. c. Diharapkan tidak ada masalah dalam pengalihan/penggunaan lahan. d. Tidak ada masalah pada jarak dengan rumah dan pohon. e. Dipilih jalur distribusi paling pendek. f. Jika tiang dipasang di sekitar curam atau pada dasar jurang, hindarkan dari potensi longsong. B. Produksi Listrik Besarnya listrik yang dihasilkan PLTA tergantung beberapa faktor, yaitu (Tim Penyusun FS PLTMH, 2010) : 1. Tinggi Jatuh Air Tinggi jatuh air berpengaruh pada daya yang dihasilkan. Semakin tinggi air jatuh, maka semakin besar tenaga yang dihasilkan. Biasanya, tinggi air jatuh tergantung tinggi muka air dari suatu bendungan. Semakin tinggi muka air suatu bendungan, semakin tinggi air jatuh maka semakin besar tanaga yang dihasilkan. Ilmuwan mengatakan bahwa tinggi jatuh air berbanding lurus dengan jarak jatuh. 15 Dengan kata lain, air jatuh dengan jarak dua satuan maka akan menghasilkan dua satuan energi lebih banyak. Selain tinggi jatuh air, jumlah air yang jatuh juga sangat mempengaruhi. Semakin banyak air yang jatuh menyebabkan turbin akan menghasilkan tenaga yang lebih banyak. 2. Jumlah Air yang Jatuh (Debit Air) Semakin banyak air yang jatuh menyebabkan turbin akan menghasilkan tenaga yang lebih banyak. Jumlah air yang tersedia tergantung kepada jumlah air yang mengalir di sungai. Semakin besar sungai akan mempunyai aliran yang lebih besar dan dapat menghasilkan energi yang banyak. Tenaga juga berbanding lurus dengan aliran sungai. 3. Debit yang Melewati Turbin Untuk dapat mengoptimalkan pengoperasian pembangkit listrik tenaga air ini diperlukan perhitungan volume air yang tersedia dalam waduk sehingga dapat dihitung debit yang melewati turbin. Turbin air berperan untuk mengubah energi air (energi potensial, tekanan, dan energi kinetik) menjadi energi mekanik dalam bentuk putaran poros. Putaran poros turbin ini akan diubah oleh generator menjadi tenaga listrik. Pemilihan jenis turbin dapat diperhitungkan dengan mempertimbangkan parameter-parameter khusus yang mempengaruhi sistem operasi turbin, yaitu : faktor tinggi jatuhan air efektif (net head) dan debit yang akan dimanfaatkan untuk operasi turbin, faktor daya (power) yang diinginkan berkaitan dengan head dan debit yang tersedia. Kemudian kecepatan (putaran) turbin yang akan ditransmisikan ke generator. 4. Turbin yang Digunakan Semakin banyak turbin yang digunakan dalam PLTA, maka produksi listrik yang dihasilkan juga akan semakin besar. Jenis – jenis turbin yang sering digunakan dalam PLTA sangat bervariasi. Di dalam Waduk Jatiluhur, terpasang 6 unit turbin dengan daya terpasang saat ini sebesar 187,5 MW dan produksi ratarata per tahun adalah 900 juta kWh. Jenis turbin yang digunakan adalah Vertikal Francaise Turbin. Hasil produksi tenaga listrik dijual kepada PT. PLN (persero). Sampai saat ini produksi listrik masih merupakan andalan pendapatan Perum Jasa Tirta II (PJT II), lebih kurang 65 % dari seluruh pendapatan perusahaan. Besar produksi listrik, selain berdasarkan jumlah debit air yang dikeluarkan, juga sangat 16 dipengaruhi oleh jumlah turbin yang dapat dioperasikan dengan baik ketika air dikeluarkan. C. Efisiensi Produksi Listrik Potensi tenaga air adalah kapasitas pembangkit listrik yang mungkin dapat dikembangkan di suatu lokasi tertentu untuk dapat membangkitkan tenaga listrik. Dua komponen tersebut adalah : debit dan tinggi jatuh air. Debit air adalah jumlah volume air per satuan waktu yang akan memutar turbin pembangkit listrik. Tinggi jatuh air (head) adalah perbedaan elevasi permukaan air di tempat masuknya air ke dalam pipa pesat (penstock) dan di tempat keluarnya air dari mesin pembangkit (tail race). Energi dari tenaga air ini merupakan energi potensial, maka besaran potensi juga dipengaruhi oleh percepatan gravitasi, dimana formula untuk menghitung potensi tenaga listrik dapat dihitung dengan Persamaan (Tim Penyusun FS PLTMH, 2010): P g . .Q .h di mana : P = Kapasitas daya pembangkit listrik (kW) η = Efesiensi peralatan elektromekanik (E/M) g = Percepatan gravitasi (9,8 m/dt2) Q = Debit air (m3/dt) h = Tinggi jatuh (m) E/M di sini adalah efisiensi gabungan dari efisiensi turbin dan generator. Adapun rumus efisiensi yang biasa digunakan untuk besar produksi listrik yang dihasilkan adalah (Perum Jasa Tirta II, 2001): di mana : Ep = Energi Potensial (MW) m = Laju Aliran Massa Air (ton/detik) 17 g = Percepatan Gravitasi (9.8 m/s2) h = Tinggi Jatuh Air (m) (Tinggi Jatuh Air = TMA Waduk – 27 meter) D. Analisis Regresi 1. Pengertian Regresi Regresi mempermasalahkan hubungan antara nilai-nilai pengamatan terhadap dua peubah atau lebih, terutama hubungan yang tidak sempurna. Istilah regresi berasal dari hasil penelaahan Francis Galton (1822-1911) mengenai sifatsifat keturunan dalam biologi (Sembiring, 1995). Berdasarkan pusat Pengolahan Data dan Statistika, regresi diartikan dalam dua bentuk yakni: a. Merupakan tempat kedudukan rata-rata (atau median atau bahkan rata-rata geometrik) populasi nilai suatu peubah, katakan nilai Y, untuk berbagai nilai atau selang nilai peubah yang lain misal nilai X, tempat kedudukan ini dapat dibayangkan berupa garis lurus atau kurva tertentu lainnya yang disebut garis regresi Y pada X. Garis regresi ini ada kalanya dapat dirumuskan berupa fungsi linier, kuadratik, logaritmik, dll. b. Penyesuaian suatu fungsi atau kurva terhadap data, terutama bila data yang tersedia tidak cukup banyak sehingga hanya ada satu nilai Y saja untuk setiap nilai X atau selang nilai X. Perlu diperhatikan bahwa adanya hubungan regresi antara dua peubah tidak selalu berarti adanya hubungan sebab akibat. Untuk memperlihatkan adanya hubungan sebab-akibat perlu suatu metodologi atau melalui percobaan yang betulbetul terkontrol. 2. Fungsi Regresi Persamaaan regresi sering digunakan untuk menurut Sembiring (1995): a. Deskripsi data, dalam hal persamaan regresi ada pada tahapan pencarian data dan pembandingan b. Mendapatkan hubungan sebab-akibat, kalau kita dapat mengubah-ubah tingkat X dengan sebaik-baiknya dan mengawasi faktor-faktor lainnya supaya seragam dan kemudian mengamati peubah lainnya misalkan Y, 18 maka persamaan regresi Y dan X dapat menjelaskan pola hubungan sebabakibat antara Y dan X. c. Dalam suatu percobaan yang terkontrol dimana terdapat faktor lain yang sulit dikontrol tetapi diperkirakan akan mempengaruhi faktor Y, dalam hal ini analisa regresi dapat digunakan sebagai penyidik perbandingan. d. Penyusunan model dan melihat pola hubungan antara peubah X1, X2, X3,.....,Xk dengan peubah Y, regresi dapat digunakan untuk menemukan hubungan atau model yang paling tepat, yang mungkin hanya melibatkan beberapa saja dari peubah X1, X2, X3,....., Xk tersebut. 3. Pemodelan Analisa Regresi Menurut penelaahan Sembiring, model analisa regresi yang digunakan dalam pembuatan hubungan antara debit air yang melewati turbin, daya yang digunakan, dan hasil produksi listrik adalah model Polinomial. Hal ini karena setelah dilakukan beberapa kali percobaan analisa regresi dengan berbagai metode, maka yang paling tepat adalah dengan menggunakan metode polinomial dengan persamaan umum yang digunakan adalah sebagai berikut: dimana : an, an-1,..,a1, a0 = konstanta/ koefisien polinom n = bilangan bulat tak negatif X = variabel bebas yang nilainya dapat dipergunakan untuk meramal Y = variabel yang terikat Setelah persamaan regresi diperoleh, selanjutnya adalah menilai kesesuaian model dengan data. Penilaian tersebut dapat menggunakan metode Koefisien Relasi (R2) terbesar. Nilai R2 disebut sebagai koefisien korelasi darab atau koefisien penentu (determinasi). Semakin dekat R2 dengan angka 1, maka semakin baik kecocokan data dengan model yang digunakan. Sebaliknya, makin dekat R2 dengan 0 berarti data semakin tidak cocok dengan model yang digunakan. Nilai R2 biasanya dinyatakan dalam persen dan amat sering digunakan sebagai alat analisa (Sembiring, 1995). 19 4. Pemilihan Model Analisa Regresi Dalam analisa regresi terdapat berbagai metode untuk memilih model terbaik. Salah satu metode adalah metode MAXR atau metode R2 maksimum yakni metode pemilihan model yang digunakan untuk memilih model yang terbaik dalam satu peubah, dalam dua peubah dan seterusnya. Patokan nilai yang dipakai adalah R2. Dimulai dengan model satu peubah, metode ini berusaha menemukan model yang memberikan R2 terbesar dalam kelompok tersebut. Kemudian peubah baru ditambahkan ke dalam model yang memberikan tambahan pada R2 yang terbesar. Model ini kemudian dibandingkan dengan model peubah lainnya yang diperoleh dengan mengganti salah satu peubah dalam model tadi dengan suatu peubah yang berada di luar model. Model yang memberikan R2 terbesar kemudian dipilih. Perbandingan ini dilakukan dengan setiap model yang dapat diperoleh dengan mengganti salah satu peubah dalam model dengan peubah yang lainnya yang berada di luar. Model yang memberikan R2 terbesar kemudian dipilih sebagai model terbaik dari kelompok model dengan dua peubah. Peubah ketiga kemudian dipilih yang memberikan tambahan R2 yang terbesar. Dengan cara mengganti suatu peubah dalam model dengan peubah lainnya yang berada di luar dipilih model tiga peubah yang memberikan nilai R2 terbesar. Pekerjaan ini diteruskan sehingga diperoleh model dengan tiga peubah yang memberikan R2 terbesar, dan seterusnya (Sembiring, 1995). Seperti yang dikemukakan di atas, R2 akan selalu bertambah bila makin banyak peubah yang masuk ke model. Begitupun, nilai R2 mungkin berbeda cukup besar kendatipun tidak ada perbedaan sistematis yang besar antara komponen modelnya (Sembiring, 1995). 20