sekuritas sosial dalam relasi kerja antara

advertisement
SEKURITAS SOSIAL DALAM RELASI KERJA
ANTARA PENGUSAHA KEPITING
DAN PEKERJA ANAK PEREMPUAN
DI PULAU SALEMO
SOCIAL SECURITY IN WORKING RELATIONHIPS BETWEEN
CRAB ENTERPRENEURS AND CRAB PEELER WORKER GIRLS
IN SALEMO ISLAND PANGKEP
Fauziah Ramdani, Mahmud Tang, Ansar Arifin
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Jurusan Antropologi, Universitas Hasanuddin
Alamat Korespondensi:
Fauziah Ramdani
Jalan. Gotong Royong/9 Pettarani
Kel.Tamamaung, Kec. Tamamaung
Makassar. SULSEL
[email protected]
08975521941
Abstrak
Dalam literatur pekerjaan sosial (social work), sekuritas sosial (social security) merupakan salah satu jenis
kebijakan sosial untuk mengatasi kemiskinan dan ketimpangan dalam masyarakat Penelitian ini bertujuan
mendeskripsikan bentuk –bentuk sekuritas sosial yag berlaku dalam relasi kerja pengusaha kepiting dan pekerja
anak perempuan pengupas kepiting. Desain penelitian yang digunakan adalah studi lapangan dengan metode
kualitatif deskriptif melalui wawancara mendalam dan observasi lapangan. Jumlah Informan 9 orang pekerja dan
2 orang pengusaha kepiting. Informan dipilih secara purposif sesuai dengan kriteria umur yakni 14, 15 dan 17
tahun. Penelitian dilaksanakan di Pulau Salemo, dengan menggunakan teknik wawancara dan observasi. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kehidupan pekerja anak pengupas kepiting yang mengabdikan dirinya bekerja
dari pagi atau siang hingga malam hari untuk mengupas kepiting berimpilkasi terhadap peningkatan pemenuhan
kebutuhan sosial ekonomi masing-masing informan. Faktanya, selain mendapatkan upah/gaji perbulan, masingmasing informan memiliki kesempatan dan peluang memperoleh bantuan dana maupun barang dari pengusaha
kepiting bernama Haji Arsyad. Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa informan memperoleh
sekuritas sosial dalam kaitannya dengan pemenuhan hidup atau kebutuhan ekonomi, kesehatan, keselamatan
kerja maupun pendidikan. Adanya sekuritas sosial tersebut semakin menguatkan hubungan atau relasi kerja
antara pengusaha kepiting dengan pekerja anak pengupas kepiting, sehingga pada realitanya solidaritas sosial
akibat relasi kerja sangat tinggi. Akibat dari kondisi ini pula maka semakin banyak anak berusia remaja di pulau
Salemo yang menjadi pekerja pengupas kepiting.
Kata kunci
: Sekuritas Sosial, Pekerja Kepiting, Relasi Kerja
Abstract
In the literature of social work, social security is one type of social policies to overcome poverty and inequality
in society . The aim of the study was to describe the form of social security employed in working relationships
between crab enterpreneurs and crab peeler worker girls. The research design was a field study with qualitative
descriptive method, conducted in-depth interviews and filed observations. Total informers were 9 workers and 2
crab enterpreneurs. Informan were purposively selected with age criteria of 14, 15 and 17 years. The research
was carried out in Salemo island, at the residance of informers and around the field. The results of the research
indicated that (1) the routines of crab peeler labor girl, who devoted themselves to work from morning till night,
affect to the improvement of socio-economic fulfillment of the informers. In addition to a wage/ salary per
month, each informer had a chance to obtain funds and/or goods from crab enterpreneurs, (2) the informers
obtain social security in terms of fulfillment of living coasts or economic, health, safety and education needs, (3)
the social security strengthens the relationship between employers and crab peeler labor girls therefore their
social solidarity is very strong. As a result, more adolescents became crab peeler in Salemo island.
Keywords: Social Security, Crab Workers, Labor Relations
PENDAHULUAN
Kemiskinan dan ketimpangan sosial adalah dua isu sentral dalam wacana perumusan
dan pengembangan kebijakan sosial (social policy).Dalam literatur pekerjaan sosial (social
work), sekuritas sosial (social security) merupakan salah satu jenis kebijakan sosial untuk
mengatasi kemiskinan dan ketimpangan dalam masyarakat. Setiap negara memiliki definisi,
sistem, dan pendekatan yang berbeda dalam mengatasi kemiskinan dan ketimpangan, dan
karenanya, memiliki sistem dan strategi jaminan sosial yang berbeda pula. Sekuritas Sosial
umumnya diimplementasikan ke dalam berbagai bentuk tunjangan pendapatan secara
langsung (income support) yang terkait erat dengan kebijakan perpajakan dan pemeliharaan
pendapatan (taxation and income-maintenance policies). Namun demikian, sekuritas sosial
kerap meliputi pula berbagai skema peningkatan akses terhadap pelayanan sosial dasar,
seperti perawatan kesehatan, pendidikan, dan perumahan (Cheyne et al., 1998).
Dalam pengertian luas sekuritas sosial dapat dirujukkan kepada berbagai usaha
individu, kelompok, keluarga, swasta dan institusi pemerintahan untuk mengatasi berbagai
kebutuhan hidup pokok dari anggota masyarakat seperti bahan makanan yang memadai,
perumahan, pendidikan, pelayanan kesehatan, air bersih, dan sebagainya (Sulastomo, 2008).
Selain itu, jaminan pada saat ada peristiwa atau keadaan tertentu yang menimpa mereka,
seperti sakit, cacat, kehilangan pekerjaan, lanjut usia, dan kematian. Tujuannya untuk
memenuhi standar hidup yang sesuai dengan norma-norma masyarakat (Soetomo, 2013).
Adapun sekuritas sosial tradisional adalah sekuritas sosial yang sumbernya dari luar institusi
pemerintah yang secara turun temurun diberikan atau diterima dari adanya hubunganhubungan sosial seperti kerabat, tetangga, orang sekampung, teman, patron-klien, dan
sebagainya (Tang dkk., 2005). Sehingga, istilah sekuritas sosial dapat dipakai untuk mengacu
kapada fenomena sosial dalam berbagai tingkat.
Menurut Suyanto (1996), hampir semua nelayan tradisional yang diwawancarai
memiliki pendapatan yang relatif pas-pasan atau kurang. Kondisi keterbatasan permodalan,
iklim yang tidak menentu membatasi ruang lingkup mereka. Oleh karena itu, berbagai
kebijakan dan upaya-upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam rangka
penanggulangan kemiskinan, seperti Program Peningkatan Pendapatan Petani dan Nelayan
Kecil (P4K), Kelompok Usaha Bersama (KUBE), Program Inpres Desa Tertinggal (IDT)
(Mubyarto dkk., 1998). Khusus bagi nelayan di Sulawesi Selatan, program pemberian
bantuan kepada petani dan nelayan, seperti bantuan sosial berupa usaha jual barang campuran
kepada lanjut usia, bantuan berupa mesin jahit kepada perempuan rawan sosial ekonomi
bantuan kapal lengkap dengan peralatannya kepada kelompok ANEL (Anak Nelayan) di
Sumpang Minangae Parepare yang secara umum sulit dikatakan berhasil (Tang dkk., 2010).
Masih terdapat mekanisme sekuritas sosial yang berlangsung di komunitas nelayan
lainnya. Di Pulau Salemo misalnya, salah satu pulau yang terletak dalam kawasan Desa
Mattiro Bombang Kabupaten Pangkep dan merupakan wilayah pesisir dengan mayoritas
penduduk yang memanfaatkan sumberdaya kepiting. Sebagaimana pengamatan awal
diketahui bahwa sebagian besar warga bekerja mengumpulkan kepiting. Kegiatan ini menjadi
mata pencaharian pokok bagi masyarakat di Pulau Salemo Kabupaten Pangkep.
Di pulau inilah sekitar 85 % keluarga miskin yang identik dengan nelayan kecil
menggantungkan hidupnya dengan bekerja sebagai pengumpul dan pengupas kepiting tak
terkecuali keterlibatan anak usia remaja yang bekerja sebagai pengupas kepiting. Dengan
adanya sekuritas sosial tradisional tesebut yang sumbernya dari luar institusi pemerintah yang
secara turun temurun diberikan atau diterima dari adanya hubungan-hubungan sosial seperti
kerabat, tetangga, orang sekampung, teman, patron-klien, dan sebagainya (Tang dkk., 2005).
Maka dapat berdampak positif bagi hubungan relasi kerja antara kedua pihak, baik pengusaha
maupun pekerja anak perempuan.
Oleh karena itu, berdasarkan penjelasan diatas maka menarik bagi saya untuk
mengkaji dan menjelaskan aspek-aspek sekuritas sosial dalam bidang pendidikan, kesehatan
dan keselamatan kerja serta ekonomi. Dengan tujuan mendeskripsikan bentuk –bentuk
sekuritas sosial yag berlaku dalam relasi kerja antara pengusaha kepiting dan pekerja anak
perempuan pengupas kepiting di pulau Salemo kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan.
BAHAN DAN METODE
Desain dan Jenis Penelitan
Metode Penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif yaitu merupakan prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orangorang dan perilaku yang dapat diamati. Metode deskriptif menurut Moleong (2009) ,
Penelitian ini merupakan metode penelitian deskriptif yang dilakukan dengan mengamati dan
menganalisis data yang telah dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka
yang diperoleh selama penelitian di pulau Salemo khususnya pada relasi kerja antara
pengusaha kepiting dan pekerja anak perempuan. Pendekatan kualitatif (naturalistik) ini
memberikan masukan untuk mendapatkan pemahaman tentang makna subjektif (subjective
meaning) guna memahami informan dalam suatu proses penelitian. Kemudian, hasil
penelitian dianalisis dan dideskripsikan dengan kata-kata
berdasarkan dengan hasil
pengamatan, wawancara maupun studi pustaka.
Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan antara lain dengan teknik wawancara
mendalam,pengamatan (observasi) dan studi pustaka (Pip, 2009). Pengumpulan data melalui
wawancara dengan mengumpulkan data-data keterangan yang berkenaan dengan perilaku
tertutup atau cover behavior yaitu wawancara face to face (tatap muka) . Wawancara face to
face dilakukan dengan 9 orang pekerja anak perempuan dan seorang pengusaha kepiting.
Sedangkan, data-data/ keterangan yang bersifat historis atau kejadian masa lampau dalam
usaha kepiting, diperoleh melalui teknik wawancara kolektif.Adapun pengamatan (observasi)
dalam penelitian ini, metode pengamatan yang dilakukan dengan melihat secara mendalam
tindakan-tindakan sosial dan hubungan-hubungan relasi kerja yang terjadi antara aktor pekerja
maupun dengan pengusaha. Pengamatan ini dilakukan sejak awal turun di lapangan hingga
penelitian berakhir. Dan yang terakhir adalah melalui studi pustaka (studi literatur) yang
dilakukan dengan memanfaatkan semua informasi dan pemikiran-pemikiran yang relevan.
Informasi tersebut diperoleh dari buku-buku ilmiah, laporan penelitian, karangankarangan ilmiah, peraturan-peraturan, ketetapan-ketetapan, dan sumber-sumber tertulis baik
tercetak maupun elektronik lain yang berkaitan dengan sekuritas sosial pekerja anak
perempuan pengupas kepiting di Pulau Salemo.
Metode Analisis Data
Dalam penelitian ini, analisis data dilakukan sejak pertama peneliti datang ke lokasi
penelitian, yang dilaksanakan secara intensif sejak awal pengumpulan data lapangan sampai
akhir data terkumpul semua.Setiap data yang diperoleh dianalisis baik berupa pengamatan,
wawancara maupun kajian studi pustaka/ literatur. Ketiga sumber data itu digabung sesuai
dengan pengelompokan data yang primer dan sekunder. Data ini mengantarkan peneliti untuk
membuat suatu kesimpulan dari tema yang dijadikan masalah penelitian.
HASIL
Pulau Salemo terletak pada 12 derajat selatan dan 97 derajat bujur timur, dalam
wilayah kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep). Pulau Salemo merupakan satu dari
empat pulau yang berada di wilayah Desa Mattiro Bombang, selain Pulau Sagara, Pulau
Sabangko, dan Pulau Sakuala. Pulau Salemo sendiri adalah
Bombang Kecamatan Liukang Tupabbiring Utara.
ibukota dari Desa Mattiro
Pulau Salemo yang memiliki luas 0,275 km² ini juga merupakan daerah yang paling
padat penduduknya, dibandingkan dengan Pulau Sabangko yakni
Sagara 0,733 km². Sebagaimana yang termuat dalam
0,998 km² dan Pulau
tabel 1 lampiran akhir jurnal ini.
Hampir semua wilayah pesisir Pulau Salemo dijadikan tempat bersandarnya perahu-perahu
nelayan. Hal ini dikarenakan hampir seluruh penduduknya, khususnya para laki-laki dewasa
memiliki mata pencaharian sebagai nelayan. Selebihnya adalah pedagang dan pegawai negeri
sipil. Dan saalah satu pekerjaan yang dilakukan oleh penduduk penduduk Pulau Salemo yakni
para perempuan khususnya anak remaja adalah menjadi pengupas kepiting.
Sementara itu, wilayah daratan pulau Salemo digunakan untuk berbagai aktivitas
warga. Pemanfaatannya meliputi kegiatan pendidikan, kesehatan dan kegiatan umum lainnya.
Sekolah PGRI Pulau Salemo adalah salah satu sarana pendidikan. Sekkolah tersebut memiliki
jumlah siswa-siswi sebanyak 182 orang. Terdapat 4 ruang kelas. Meliputi 3 ruang kelas
SLTP dan satu ruang kelas untuk SLTA. Setiap kelas memiliki White board dan bangku
sebanyak dengan jumlah murid per kelas. Karena kekurangan lahan dan jumlah kelas yang
terbatas, maka kebijakan proses belajar mengajar bagi siswa diberlakukan, dimana para siswa
SLTA juga belajar di ruangan kelas untuk SLTP. Adapun jumlah siswa pada tahun ajaran
2014/2015 adalah sebagaimana yang termuat pada tabel 2 dalam bagian lampiran jurnal ini.
Adapun sarana kesehatan cukup memadai dengan tersedianya Puskesmas, Posyandu,
delapan dukun terlatih,empat bidan desa, satu menteri kesehatan dan satu gerobak yang
berfungsi sebagai ambulans. Sementara itu, sarana ekonomi tempo dulu pernah ada pasar di
pulau Salemo, namun sekarang tidak ada lagi. Akan tetapi ada banyak gardu atau kios dipulau
ini yang menjual keperluan sehari-hari.
Selain itu, adapula sarana agama yakni satu bangunan masjid tetapi cukup besar. Tidak
ada kesulitan bagi penduduk untuk menjangkau masjid karena terletak di tengah-tengah
pulau. Mesjid inilah yang menjadi ikon religi di pulau Salemo sekaligus sebagai pusat
ibadah dan syiar warga pulau Salemo Pangkep. Adanya simbol-simbol keagamaan di Pulau
Salemo menunjukkan bahwa pulau ini berkarakter Islam. Beberapa nama jalan diloronglorong dusun di pulau tersebut, serta adanya kalimat khusus yang menjadi cirri khas pulau
Salemo sebagai pulau yang bernuansa Islami.
Hubungan-hubungan kekerabatan di pulau Salemo dikenal dengan istilah ‘seajing’
(kerabat melalui pertalian darah) baik dari pihak ayah atau pun dari pihak ibu. Hubungan
Kekerabatan mereka berdasarkan atas prinsip bilateral. Selain itu, terdapat hubungan ‘siratteratte’ (kerabat melalui hubungan perkawinan). Kedua hubungan tersebut, menghubungkan
hampir seluruh penduduk di pulau itu. Di luar hubungan itu, masih terdapat hubungan
‘sinyawa-nyawa’ yaitu hubungan akrab dengan orang lain di luar ke dua hubungan tersebut
diatas, tetapi karena begitu akrabnya sehingga dalam banyak hal disamakan dengan keluarga.
Di Pulau Salemo sebagian besar saling memiliki ikatan pertalian keluarga karena
hubungan darah, perkawinan dan sisanya adalah kekerabatan karena terikat pada kesukuan
dan tempat tinggal yang sama. Punggawa kepiting misalnya, memiliki keduaorangtua yang
juga tinggal di Pulau Salemo, dan beberapa anggota keluarga lainnya, anak, keponakan dan
yang lainnya masih bermukim di Pulau Salemo. Selain itu hubungan sebagaimana istilah
sinyawa-nyawa juga berlangsung di pulau Iini. Haji Alimuddin sebagaimana dalam
penjelasannya tentang sistem kekerabatan menjelaskan peran yang dijalankan oleh tiap warga
penduduk Salemo menunjukkan adanya kebersamaan, keakraban antar tetangga, tenggang
rasa, tolong menolong maupun saling menghargai. Hal ini misalnya biasa ditunjukkan ketika
berlangsung acara pernikahan, sunnatan, atau adanya anggota keluarga yang meninggal,
maupun dalam menyambut dan merayakan hari-hari besar ummat Islam seperti Idul Fitri dan
Idul Adha.
Sementara itu, pekerja perempuan yang terlibat dalam pengupasan kepiting sebagian
besar masih memiliki orangtua yang bekerja sebagai nelayan (sawi). Salah seorang pengupas
kepiting yang diwawancarai menjelaskan tentang kondisi ekonomi keluarga yang kurang
,sehingga memaksa mereka untuk bekerja di usianya yang tergolong muda. Sebagian besar
tidak melanjutkan lagi pendidikan, karena ekonomi yang pas-pasan. Hal tersebut tidak hanya
dialami oleh satu atau dua orang keluarga, tetapi juga pada sebagian besar anak. Walaupun
terlihat seluruh tempat tinggal pekerja pengupas kepiting dilengkapi dengan televisi, akan
tetapi hal tersebut bukanlah menjadi indikator bahwa pengupas kepiting mampu secara
ekonomi/ materi.
Seorang pengupas kepiting bernama Lia, menjelaskan bahwa,
“Bapak saya juga nelayan kepiting, dirumah juga biasa bapak kerja jala, dan itu biasa dijual
lagi. Kalau mama itu biasa jual kue-kue ditetangga. Kalau dirumah ini ada 6 orang tinggal,
kakak dan adik dan sudah ada 1 keponakan”.
Berdasarkan penjelasan Lia, maka terlihat jelas bagaimana kedudukan
ayahnya
sebagai pencari nafkah bukan menjadi alasan bagi anak untuk tidak ikut bekerja. Kebutuhan
hidup sehari-hari terutama pangan dapat dipenuhi keluarga pekerja pengupas kepiting. Karena
nelayan maka mereka bisa mendapatkan ikan yang selain untuk dikumpul di punggawa juga
dikonsumsi oleh keluarga masing-masing. Kebiasaan makan pagi berupa nasi sebagian besar
masih dilakukan oleh keluarga pekerja anak. Hidangan berupa nasi goreng atau nasi putih
dengan lauk-pauk sederhana berupa ikan menjadi santapan mereka sehari-hari. Seperti pola
makan pada umumnya, dalam sehari keluarga pekerja anak pengupas kepiting memenuhi
kebutuha perut sebanyak tiga kali. Biasanya juga anggota keluarga ada yang membeli bakso
pada malam hari meskipun ha tersebut masih jarang dilakukan.
PEMBAHASAN
Penelitian ini menemukan adanya praktek-praktek sekuritas sosial diantara kedua
relasi kerja antara pengusaha dan pekerja pengupas kepiting. Bagi Haji Arsyad meminjamkan
uang dengan tidak dikembalikan lagi bukan menjadi masalah besar selama pihak-pihak yang
meminjam uang memiliki alasan yang jelas dan dijamin kebenarannya. Tumbuhnya saling
kepercayaan dari kedua belah pihak ini menjamin adanya sekuritas sosial yang langgeng dan
kokoh. Itu dibuktikan dari beberapa kasus pekerja anak yang keluarganya meminjam uang,
namun tidak mampu lagi untuk mengembalikan uang dan biasanya pengusaha kepiting Haji
Arsyad tidak memberikan denda atau sangsi kepada mereka. Sifat kekeluargaan yang
dipelihara oleh warga Salemo ini masih kuat melekat pada setiap individu-individunya.
Sehingga dengan tindakan-tindakan moril tersebut berujung pada timbal balik tindakan yang
sama dan positif yang ditunjukkan oleh setiap pekerja anak perempuan dan keluaganya juga
secara umum seluruh pekerja pengupas kepiting Haji Arsyad.
Sementara itu, dari pihak Haji Arsyad itu sendiri, secara umum tidak ada bentukbentuk bantuan yang diberikan kepada anak yang masih berstatus pelajar dan bekerja di usaha
pengupasan kepitingnya. Haji Arsyad menjelaskan hal tersebut,
“Kalau saya kecuali sangat kesusahan keluarganya dalam pembiayaan sekolah dan orangtuanya
langsung meminta maka saya kasi. Tapi itu tidak pernah terjadi. Kebanyakan mereka mau pinjam uang
untuk kebutuhan lain misalnya ada utang yang mau dibayar atau kepentingan lainnya. Saya kasi
pinjam mereka, dan biasa uangnya dipotong di upah anaknya. Tapi ada juga yang tidak bayarmi lagi,
saya biarkan saja tidak mengapa, karena ini bagian dari saling tolong-menolong sesama warga pulau
Salemo. Kalau mereka sudah tidak bisa bayar pinjamannya, yah sudah tidak mengapa.”
Konsep pinjam-meminjam uang yang biasa Haji Arsyad berikan kepada para
pekerjanya merupakan bagian dari bentuk-bentuk prilaku balas budi dan saling membantu.
Konsep yang menurut Haji Arsyad merupakan perilaku yang sudah lazim ini merupakan
perilaku yang terpolakan, karena telah terjadi dalam kurun waktu yang lama, dan diwariskan
secara turun temurun. Informasi yang sama dikemukakan oleh Mariana, anak Haji Arsyad
yang juga bekerja sebagai pengawas kerja di usaha pengupasan kepiting tersebut. Ia
menjelaskan.
“ Saya biasa lihat bapak kasi bantuan ke siapapun kalau mereka mengeluhkan ada kesusahan.
Keluarga pekerja pengupas kepiting juga kalau ada yang mereka ingin minta bantuan, maka bapak
biasa kasi.” Sebenarnya begitu juga yang dilakukan orang-orang di Pulau Salemo ini. Intinya adalah
bagaimana saling meringankan kesusahan. Pernah itu bapak bilang sama saya kalau kita ringankan
urusannya orang, maka biasanya urusan kita juga nanti akan dimudahkan jalannya. Jadi itu yan
menjadi prinsip bapak dalam menjalankan usaha pengelolaan kepitingnya.”
Sekuritas Sosial sebagai satu mekanisme yang diberikan dalam rangka peningkatan
kesejahteraan pekerja anak yang menjadi fokus penelitian menunjukkan berbagai bentuk dan
caranya.Selain memperoleh gaji atau upah, pengusaha kepiting Haji Arsyad juga memberikan
kesempatan bagi pekerjanya untuk meminjam uang jika mengalami kesusahan seperti
keluarga yang sakit, atau musibah lainnya. Namun hal ini jarang dilakukan oleh pekerja anak,
Salah satu alasannya adalah karena merasa malu maupun segan
Jika ada yang mengalami kecelakaan kecil saat bekerja, seperti tangan yang lecet
akibat pengupasan, maka biasanya akan diberhentikan kerjanya dan akan dilanjutkan lagi
ketika tangan sudah sembuh dari lecet tersebut. Bekerja menjadi pengupas kepiting bagi anak
remaja di pulau Salemo merupakan peluang besar bagi mereka untuk mendapatkan bantuan
dari salah seorang punggawa kepiting Haji Arsyad (Nandi, 2006). Meskipun harus
menghabiskan waktu hingga pukul enam sore para pekerja merasa sangat menikmati kerja.
Keinginan mendapatkan upah hasil dari keringat mereka sendiri, ditambah dengan adanya
bonus tertentu menjadi penyemangat tersendiri bagi para remaja pekerja anak pengupas
kepiting.
Olehnya itu, sekuritas sosial yang selama ini diberikan kepada seluruh pekerja anak
perempuan pengupas kepiting berdampak sangat besar terhadap utuhnya relasi sosial dan
terciptanya integritas diantara kedua pihak yakni pengusaha kepiting dan pekerja anak remaja.
Nilai-nilai yang terbangun dari kedua pihak akibat sekuritas sosial ini merupakan nilai-nilai
yang diinternalisasi sejak adanya ikatan kerja dimana kedua pihak saling membutuhkan dan
memberi keuntungan satu sama lainnya.
Penelitan ini menunjukkan beberapa hal penting kaitannya dengan bentuk-bentuk
sekuritas sosial dalam relasi kerja antara pengusaha kepiting dengan pekerja anak perempuan
pengupas kepiting di Pulau Salemo. Dalam aspek keselamatan kerja, Pengusaha kepiting
biasanya memberikan peluang bagi pekerjanya untuk tidak bekerja dalam jangka waktu
tertentu sampai mereka sembuh dari saktinya. Para pekerja biasanya mengalami sedikit lecet
saat pengupasan kepiting. Tangan yang biasa mengalami nyeri karena kecelekaan kecil itu
tidak berdampak besar bagi kesehatan pekerja anak. Ini artinya dampak yang diterima oleh
pengupas kepiting sebagian besar tidak menyebabkan mereka berhenti untuk bekerja. Kondisi
demikian sudah biasa terjadi saat kerja berlangsung. Haji Arsyad sebagai pemilik usaha
memberikan keleluasaan bagi pekerjanya jika ingin berhenti untuk bekerja dalam kurun waktu
tertentu, sampai luka lecet yang dialami pekerja sembuh. Keringanan tersebut merupakan
salah bentuk sekuritas sosial non materi yang diberikan kepada pekerja anak perempuan.
Sebagai wujud kepeduliaan dari pemilik usaha kepada usahanya maka mereka bisa memilih
kapan akan memulai lagi kerjanya masing-masing.
Adapun aspek lainnya yakni kesehatan dan pendidikan rata-rata pekerja anak dan
keluarganya segan untuk meminjam uang jika salah satu sanak kerabat mengalami sakit dan
memerlukan dana yang besar. Di pulau Salemo terdapat satu buah puskemas yang
menyediakan obat-obatan, meskipun hanya untuk penyakit ringan seperti sakit kepala,, diare,
masuk angin dan sebagainya. Akan tetapi keberadaan puskemas dirasakan sangat bermanfaat
bagi warga pulau Salemo.Tidak ada kasus penyakit tertentu yang terjadi pada keluarga
pekerja anak perempuan pengupas kepiting dan membutuhkan penanganan medis yang lebih
besar. Sementara itu untuk sekuritas sosial bidang pendidikan ditunjukkan dengan waktu kerja
yang diberikan oleh pengusaha kepada pekerjnya yang masih bersekolah. Mereka bisa datang
ke tempat kerja pada siang hari setelah pulang sekolah. Selain itu, tidak ada paksaan bagi
yang masih bersekolah jika waktu ulangan sekolah tiba maka mereka bisa berhetni bekerja
sampai waktu ulangan selesai. Adapun upahnya akan disesuaikan dengan kehadiran pekerja.
Apalagi akan ditambah dengan bonus tertentu khususnya bagi mereka yang tidak pernah alpa
dalam pekerjaanya.
Biasanya anak perempuan yang masih sekolah akan mendapatkan upah yang lebih
sedikit dibanding dengan yang sudah tidak bersekolah lagi. Karena waktu kerja lebih awal
bagi yang tidak sekolah itu mengakibatkan mereka juga memperoleh upah yang lebih banyak.
Akan tetapi kadangkala bagi yang masih sekolah jika pekerjaan mengupas kepiting dapat
diselesaikan dengan baik maka Haji Arsyad biasa tetap memberikan bonus. Dan hal tersebut
berlaku bagi karyawannya.Pada dasarnya seluruh pekerja yang mengupas kepiting selain
mendapatkan hak upahnya, mereka juga memiliki kesempatan dan peluang memperoleh
bantuan lainnya baik materi dan non materi. Dari aspek ekonomi misalnya, kesulitan keluarga
seperti terlibat utang dan kebutuhan lain yang dianggap mendesak dan penting dapat
diselesaikan urusannya dengan meminjam sejumlah uang dari Haji Arsyad.
KESIMPULAN DAN SARAN
Pulau Salemo sebagai salah satu pulau dimana jumlah tenaga kerja perempuan lebih
besar dibanding laki-laki. Hal tersebut didukung oleh karena usaha yang dirintis salah seorang
penduduk asli Pulau yakni usaha pengelolaan dan pengupasan kepiting yang melibatkan
puluhan tenaga perempuan. Relasi kerja yang terjalin antara punggawa kepiting Haji Arsyad
dengan para pekerjanya menunjukkan adanya titik keseimbangan tindakan yang didalamnya
mencakup nilai-nilai kerja sama dan timbal balik. Relasi kerja tersebut berdampak pada
adanya bentuk-bentuk
sekuritas sosial yang diberikan punggawa kepada pekerja anak
perempuan pengupas kepiting. Ada banyak macam model sekuritas sosial mencakup bidang
ekonomi, pendidikan, kesehatan, maupun keselamatan kerja yang diberikan sebagai bentuk
adanya sekuritas sosial. Sehingga, dari sekuritas itulah maka kesejahteraan sosial dapat
tercapai. Olehnya Itu, untuk dapat mendukung terciptanya kondisi sosial ekonomi pekerja
kepiting yang lebih baik,maka diperlukan kondisi lingkungan yang mendukung, responsif
serta terciptanya usaha-usaha dalam rangka pemberdayaan individu serta masyarakat. Tentu
saja dibutuhkan dukungan dan kerja sama antar warga pulau Salemo maupun pihak-pihak
instansi pemerintah yang berkepentingan. Adapun upaya yang lain dan dapat meningkatkan
kesadaran bagi para pekerja terhadap urgensi pendidikan adalah dengan diadakannya
penyuluhan pendidikan kepada para anak remaja yang bekerja sebagai pengupas kepiting.
DAFTAR PUSTAKA
Cheyne, Christine, Mike O’Brien dan Michael Belgrave. (1998). Social Policy in Aotearoa
New Nealand: A Critical Introduction, Auckland: Oxford University Press.
Pip Jones. (2009). Pengantar Teori-teori Sosial. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Moleong Lex. (2009). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung:Remaja Rosda Karya
Mubyarto, dkk. (1998). Nelayan dan Kemiskinan: Studi Ekonomi Antropologi di Dua Desa
Pantai. Yayasan Agro Ekonomika. Jakarta: Rajawali.
Nandi. (2006). Pekerjaan Anak dan Permasalahannya. Jurnal “GEA” Jurusan Pendidikan
Geografi , Vo.6. No.2 :1-3.
Soetomo. (2013). Masalah Sosial dan Upaya Pemecahannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sulastomo. (2008). Sistem Jaminan Sosial Nasional.Jakarta: Rajawali Press.
Suyanto Bagong. (1996). Kemiskinan dan Kebijakan Pembangunan. Yogyakarta: Aditya
Media.
Tang M., dkk. (2005). Kajian Sekuritas Sosial Bagi Keluarga Nelayan Miskin Di Kota ParePare Provinsi Sulawesi Selatan, Kota Baru-Bau Provinsi Sulawesi Tenggara, dan Kota
Ternate Provinsi Maluku Utara. Jakarta: Pusat Penelitian Permasalahan Kesejahteraan
Sosial Depsos RI.
Tang M., dkk. (2010). Kajian Sekuritas Sosial Sebagai Basis Penanggulangan Kemiskinan
Komunitas Nelayan Di Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat. Makassar: LP2M
Unhas.
LAMPIRAN
Tabel 1. Jumlah Kepala Keluarga, Penduduk dan Rumah
No
1.
2.
3.
4.
Pulau
RT
Kepala
Penduduk
Rumah
Keluarga
Laki-laki/ Perempuan
Salemo
1.
50 KK
L : 103, P : 98
344
2.
52 KK
L : 77, P : 67
3.
51 KK
L : 84, P : 118
4.
50 KK
L : 96, P : 111
5.
53 KK
L : 82, P : 89
6.
50 KK
L : 104,P : 42
7.
50 KK
L : 108,P : 42
8.
51 KK
L : 91, P : 106
Sakuala
1.
175 KK
L : 287,P : 315
102
Sagara
1.
58 KK
L : 104,P : 122
86
2.
56 KK
L : 207,P : 112
Sabangko
1.
63KK
L : 126,P : 153
49
Sumber : DataJumlah Kepala Keluarga, Penduduk dan Rumah
Desa Mattirobombang Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan
Profil Desa tahun 2013/2014
Tabel 2. Jumlah Siswa SLTP PGRI Pulau Salemo
No
Kelas
Laki-Laki
Perempuan
Jumlah
VII
13
14
27
1.
VIII
A
10
12
22
2.
VIII B
10
10
20
3.
IX
13
20
33
4.
Total Siswa
102
Sumber: Data Jumlah Siswa SLTA PGRI Pulau Salemo
Desa Mattirobombang Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan
Tahun Ajaran 2014/2015
Download