BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Penyakit Demam berdarah (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus DEN-1, DEN-2, DEN-3 atau, DEN-4 (baca : virus dengue tipe 1-4) yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang sebelumnya telah terinfeksi oleh virus dengue dari penderita DBD lainnya (Ginanjar, 2008). Demam berdarah dengue adalah penyakit demam akut dengan ciri-ciri demam manifestasi perdarahan dan bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian (Arief, 2000 : 428). Bertolak dari beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa demam berdarah adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam disertai gejala perdarahan dan bila timbul renjatan dapat menimbulkan kematian. B. Etiologi Penyakit demam dengue dan DBD pada seseorang dapat disebabkan oleh virus Dengue termasuk family Flaviviridae dan harus dibedakan dengan demam yang disebabkan virus japanese Encephalitis dan Yellow Fever (demam kuning). Ditemukan empat serotipe virus Dengue dan dapat dibedakan dengan sifat “biotipe”. Semua kelompok family Flaviviridae dapat 6 menunjukan bentuknya yang karakteristik meliputi struktur genome dan sifat untuk melipatgandakan dirinya (Soegijanto, 2006). C.Anatomi Fisiologi Darah adalah suatu jaringan tubuh yang terdapat di dalam pembuluh darah yang warnanya merah. Warna merah itu keadaanya tidak tetap bergantung pada banyaknya oksigen dan karbon dioksida di dalamnya. Darah yang banyak mengandung banyak karbondioksida warnanya merah tua. Adanya oksigen dalam darah diambil dengan jalan bernapas,dan zat ini sangat berguna pada peristiwa pembakaran atau metabolisme di dalam tubuh. Viskositas atau kekentalan darah lebih kental daripada air yang mempunyai BJ 1,041-1,067, temperatur 38⁰ C,dan Ph 7,37-7,45. Darah selamanya beredar di dalam tubuh oleh karena adanya kerja pompa jantung. Selama darah berada dalam pembuluh maka akan tetap encer, tetapi kalau ia keluar dari pembuluhnya maka ia akan manjadi beku. Pembekuan ini dapat dicegah dengan jalan mencampurkan ke dalam darah tersebut sedikit obat anti pembekuan/sitras natrikus. Dan keadaan ini sangat berguna apabila darah tersebut diperlukan untuk tranfusi darah. Pada tubuh yang sehat atau orang dewasa terdapat darah sebanyak kirakira⅟13 dari berat badan atau kira-kira 4 sampai 5 liter. Keadaan jumlah tersebut pada tiap-tiap orang tidak sama, bergantung pada umur, pekerjaan, keadaan jantung atau pembuluh darah (Syaifuddin,2006). 7 Darah terdiri dari 4 baguan utama yaitu plasma darah, sel darah merah, sel darah putih dan keping darang. 1. Plasma Darah Bagian 55% dari darah yang berupa cairan kekuningan dan membentuk medium cairan darah disebut plasma darah. 90% bagian plasma plasma darah terdiri dari air, plasma darah ini memiliki fungsi mengangkut sari makanan ke dalam sel dan membawa sisa pembakaran dari sel ke tempat pembuangan, plasma darah ini juga bermanfaat untuk menghasilkan zat antibodi untuk menjaga kekebalan tubuh dari penyakit. Bagian cairan darah yang membentuk sekitar 5% dari berat badan, merupakan mediasirkulasi elemen-elemen darah yang membentuk sal darah merah, sal darah putih,dan sel pembeku darah juga sebagai media transportasi bahan organik dan anorganik dari suatu organ atau jaringan. Zat-zat plasma darah : a. Fibrinogen yang berguna dalam peristiwa pembekuan darah. b. Garam-garam mineral(garam kalsium, kalium, natrium dan lain-lain). c. Protein darah(albumin, globulin)meningkatkan viskositas darah dan juga menimbulkan takanan osmotik untuk memelihara keseimbangan cairan dalam tubuh. d. Zat makanan (asam amino, glukosa, lemak, mineral dan vitamin) e. Hormon yaitu suatu zat yang dihasilkan dari kelenjar tubuh f. Antibodi/antitoksin(Syaifuddin,2006). 8 Gambar 1.Plasma darah 2. Sel darah merah Sel darah merah (SDM) atau eritrosit adalah cakram bikonfak tidak berinti yang kira-kira berdiameter 8 µm, tebal bagian tepi 2μm dan ketebalannya berkurang di bagian tangah menjadi hanya 1 mm atau karang. Karena lunak dan lentur maka salama melewati mikrosirkulasi selsel ini mengalami perubahan konfigurasi.Erirosit tidak mempunyai nukleus sel ataupun organela, dan tidak dianggap sebagai sel dari segi biologi. Eritrosit mengandung hemoglobin dan mengedarkan oksigen.Sel darah merah juga berperan dalam penentuan golongan darah. Sel darah merah atau eritrosit adalah jenis sel darah yang banyak dan berfungsi membawa oksigen ke jaringan-jaringan tubuh lewat darah dalam hawan bertulang belakang. Sel darah merah adalah salah satu contoh sel yang tidak berinti.Sel darah merah berbentuk pipih dan cekung di bagian tengahnya, tidak memiliki inti, tidak dapat menembus dinding kapiler darah dan berwarna kekuning-kuningan. Pada orang dewasa sel darah merah berjumlah sekitar 5 juta sel/mm² darah pada laki-laki dan 4 juta sel/mm² darah pada perempuan. Pada orang dewasa sel darah merah dibentuk dalam sumsum tulang pipih, sedangkan pada janin sel darah 9 merah dibentuk dalam hati dan limfa.Setelah berumur 120 hari, sel darah merah akan mati dan diubah menjadi bilirubin atau zat pewarna empedu. Sel darah merah mengandung hemoglobin, sel darah merah dihasilkan dari limfa, hati, kura dan sumsum merah pada tulang pipih, sel darah merah yang sudah rusak akan dibuang ke dalam hati. Hemoglobin yang keluar dari eritrosit yang mati akan terurai menjadi 2 zat yaitu hematin yang mengandung Fe yang berguna untuk pembuatan eritrosit baru dan hemoglobin yaitu suatu zat yang terdapat dalam eritrosit berguna untuk mengikat oksigen dan karbondioksida. Jumlah normal pada orang dewasa kira-kira 11,5-15gr dalam 100cc darah. Normal Hb wanita11,5 mg% dan Hb laki-laki 13,0 mg% (Syaifuddin,2006). Gambar 2.Sel daerah merah 3. Sel Darah Putih Sel darah putih atau lekosit adalah sel yang membentuk komponen darah. Sel darah putih ini berfungsi untuk membantu tubuh melawan berbagai penyakit infeksi sebagai bagian dari sistem kekebalan tubuh. Sel darah putih tidak berwarna, memiliki inti, dapat bergerak secara amoebeid, dan dapat menembus dinding kapiler/diapedesis. Normalnya kita memiliki hingga sel darah putih dalam satu liter darah 10 manusia dewasa yang sehat atau sekitar 7000-25000 sel per tetes. Dalam kasus leukimia, jumlahnya dapat meningkat hingga 500000 sel per tetes. Leukosit bertanggung jawab terhadap sistem imun tubuhdan bertugas untuk memusnahkan benda-benda yang dianggap asing dan berbahaya oleh tubuh, misal virus atau bakteri. Leukosit bersifat amuboid atau tidak memiliki bentuk yang tetap. Fungsinya sebagai serdadu tubuh yaitu membunuh dan memakan bibit penyakit/bakteri yang masuk ke dalam jaringan RES (sistem retikulo endotel) tempat pembiakannya di dalam limpa dan kelenjar limfe, sebagai pengangkut yaitu mengangkut/membawa zat lemak dari dinding usus melalui limpa terus ke pembuluh darah. Sel leukosit disamping berada di pembuluh darah juga terdapat di seluruh jaringan tubuh manusia. Pada kebanyakan penyakit disebabkan oleh masuknya kuman/infeksi maka jumlah leukosit yang ada dalam darah akan lebih banyak dari biasanya. Hal ini disebabkan leukosit yang biasanya tinggal di dalam kelenjar limfe, sekarang beredar di dalam darah untuk mempertahankan tubuh dari serangan penyakit tersebut. Jika jumlah leukosit dalam darah melebihi 10000/mm³ disebut leukositosis dan kurang dari 6000/mm³ disebut leukopenia (Syaifuddin,2006). Gambar 3.Sel darah putih 11 4. Keping darah Keping darah, lempeng darah, trombosit atau platelet, adalah flagmen sel yang tersirkulasi dalam darah yang terlibat dalam mekanisme hemostatis tingkat sel yang menimbulkan pembekuan darah (trombus). Disfungsi atau jumlah keping darah yang sedikit dapat menyebabkan pendarahan, sedangkan jumlah yang tinggi dapat meningkatkan resiko trombosis. Trombosit memiliki bentuk yang tidak teraur, tidak berwarna, tidak berinti, berukuran lebih kecil dari eritrosit dan leukosit, dan mudah pecah bila tersentuh benda kasar, jumlah trombosit adalah 200000-300000 keping/mm³ darah. Trombosit diproduksi di sumsum merah, keping darah berfungsi dalam pembekuan darah, jika ada orang yang terkena demam berdarah, maka jumlah trombosit ini akan semakin sedikit sehingga darah semakin mengental dan menyebabkan kematian, oleh karena itu penderita demam berdarah harus di tranfusi darah agar mendapat pasukan trombosit yang banya. (Syaifuddin,2006). Fungsi Darah Fungsi darah terdiri atas : 1. Sebagai alat pengangkut yaitu : a. Mengambil oksigen/zat pembakaran dari paru-paru untuk diedarkan keseluruh jaringan tubuh. b. Mengangkat karbon dioksida dari jaringan untuk di keluarkan melalui paru-paru. 12 c. Mengambil zat-zat makanan dari usus halus untuk diedarkan dan dibagikan ke seluruh jaringan/alat tubuh. d. Mengangkat/mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh untuk dikelarkan melalui kulit dan ginjal. 2. Sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan penyakit dan racun dalam tubuh dengan perantaraan leukosit dan antibodi/zat-zat antiracun. 3. Menyebarkan panas ke seluruh tubuh. Jika darah dilihat begitu saja maka ia merupakan zat cair yang warnanya merah, tetapi apabila dilihat di baeah mikroskop maka nyatalah bahwa dalam darah terdapat benda-benda kecil bundar yang disebut sel-sel darah. Sedang cairan berwarna kekuning-kuningan disebut plasma. Jadi nyatalah bahwa darah terdiri dari dua bagian yaitu : a. Sel-sel darah 1) Eritrosit (sel darah merah) 2) Leukosit (sel darah putih) 3) Trombosit (sel pembeku darah) b. Plasma darah (Syaifuddin,2006) D. Patofisiologi Patofisiologi primer DBD dan DSS adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler, sehingga menimbulkan hemokonsentrasi dan penurunan 13 tekanan darah. Volume darah menurun lebih dari 20% pada kasus-kasus berat,hal ini didukung penemeuan post-mortem meliputi efusi serosa, efusi pleura, hemokonsentrasi hipoproteinemi. Tidak terjadinya lesi destruktif nyata pada vaskuler, menunjukkan bahwa perubahan sementara fungsi vaskuler diakibatkan suatu mediator kerja singkat. penderita sudah stabil dan mulai sembuh, cairan ekstravasasi diabsorsi dengan cepat, menimbulkan penurunan hematokrit. Perubahan hemostatis pada DBD dan DSS melibatkan 3 faktor yaitu perubahan vaskuler, trombositopeni, dan kelainan koagulasi. Hampir semua penderita DBD mengalami peningkatan fragilitas vaskuler dan trombositopeni, banyak diantaranya penderita menunjukkan koagulogram yang abnormal (Soegijanto,2006). Selain itu ditemukan juga Hematomegali akibat perembesan cairan dari ruang intravaskuler. Pada pemulaan demam biasanya hati sudah teraba, meskipun pada anak yang kurang gizi, hati juga sudah teraba. Bila terjadi peningkatan dari hematogali dan hati teraba kenyal, harus dipehatikan kemungkinan akan terjadi renjatan pada penderita (Djunaedi,2006). Virus masuk ke dalam tubuh manusia akan ber aplikasi Dinotis Slipatikum regional dan menyebar ke jaringan lain terutama ke sistem retikulo endoterial dan kulit secara bionkogen maupun hematogen, kemudian tubuh akan membentuk kompleks virus antibodi dalam sirkulasi darah sehingga akan mengaktivasi sistem komplemen yang akan melepas Anaphilotosin C3a dan C5a akan melepas histamin yang akan menyebabkan peningkatan permeabialitas dinding pembuluh darah dan menghilangkan plasma melalui 14 endotel dinding tersebut sehingga akan terjadi kebocoran plasma, dan dimusnahkan oleh sistem retikula endotelia dengan akibat trombositopenia terhebat dan pendarahan pada keadaan agregasi tersebut akan melepaskan aminfaso aktif (histamine dan sitokinin) yang bersifat meningkatkan permeabilitas kapiler dan melepaskan trombosit faktor-faktor yang menyebabkan koagulasi intravaskuler. Pada kasus DHF trombosit akan menurun pada suhu turun yaitu setelah sakit ketiga penurunan jumlah trombosit <100.000/mm3 atau kurang dari 1-2 trombosit atau pandangan besar (Ipb) dengan rata-rata pemeriksaan dilakukan pada 10 Idp, pada umumnya terjadi sebelum terdapat peningkatan hematokrit, yaitu sebelum suhu turun.Penurunan hematokrit >20% (misalnya 30% menjadi 42%) menggambarkan pembesaran plasma (FKUI, 2006). E. Manifestasi Klinik Gejala klinis yang mungkin timbul pasca-infeksi virus dengue amat beragam, mulai dari demam tidak spesifik (sindrom infeksi virus), demam dengue, demam berdarah dengue (DBD), hingga yang terberat, yaitu sindrom syok dengue. Pada penderita penyakit DBD dapat diyemukan gejala-gejala klinis dan kelainan laboratoris sebagai berikut. Kriteria klinis : 1. Demam tinggi yang berlangsung dalam waktu singkat, yakni antara 2-7 hari, yang dapat mencapai 40⁰C. Demam sering disertai gejala tidak 15 spesifik, seperti tidak nafsu makan (anoreksia), lemah badan (malaise), nyeri sendi atau tulang, serta rasa sakit di darah belakang bola mata (retro orbita) dan wajah yang kemerah-merahan (flushing). 2. Tanda-tanda perdarahan seperti mimisan (epitaksis), perdarahan gusi, perdarahan pada kulit seperti tes Rumpleede (+), ptekiae dan ekimosis, serta buang air besar berdarah berwarna merah kehitaman (melena). 3. Adanya pembesaran organ hati (hepatomegali). 4. Kegagalan sirkulasi darah, yang ditandai dengan denyut nadi yang teraba lemah dan cepat, ujung-ujung jari tersasa dingin serat disertai penurunan kesadaran dan renjatan (syok) yang dapat menyebabkan kematian. Kriteria laboratoris : 1. Penurunan jumlah trombosit (trombositopenia) ≤ 100.000/mm³. 2. Peningkatan kadar hematokrit >20% dari nilai normal. Diagnosis penyakit DBD ditegakkan berdasarkan adanya dua kriteria klinis atau lebih,ditambah dengan adanya minimal satu kriteria laboratoris (Ginanjar,2008). F. Klasifikasi DHF Derajat penyakit DBD berbeda-beda menurut tingkat keparahannya. Tabel di bawah ini menyajikan empat derajat keparahan dari penyakit DBD. 1. Derajat 1 Panas badan selama 5-7 hari, gejala umum tidak khas, tes Rumpeleede (+) 16 2. Derajat 2 Seperti derajat 1, disertai pendarahan spontan pada kulit berupa ptekiae dan ekimosis, mimisan (epistaksis), muntah darah (hematemesis), buang air besar berdarah berwarna merah kehitaman (melena), pendarahan gusi, pendarahan rahim (uterus), telinga, dan sebagainya. 3. Derajat 3 Ada tanda-tanda kegagalan sirkulasi darah, seperti denyut nadi teraba lemah dan cepat (>120x/menit), tekanan nadi (selisih antara tekanan darah sistolik dan diastolik)menyempit (>20 mmHg). DBD derajat 3 merupakan peringatan awal yang mengarah pada terjadinya renjatan (syok). Denyut nadi terasa tidak teraba, tekanan darah tidak terukur, denyut jantung >140/menit, ujung-ujung jari kaki dan tangan terasa dingin, tubuh berkeringat, kulit membiru. 4. Derajat 4 DBD derajat 4 merupakan manifestasi syok, yang seringkali berakhir dengan kematian (Ginanjar,2008). Uji ELISA Uji ELISA tidak membutuhkan sepasang serum, cukup dengan serum tunggal dapat untuk mendeteksi IgG maupun IgM anti-Dengue. Uji ini bersifat kuantitatif, biasanya hasil yang dibaca berupa abrsorbans yang kemudian dikonversikan menjadi satuan unit atau rasio. 17 Prinsip uji ELISA untuk deteksi antibodi terhadap virus Dengue, teknik dapat berupa ELISA tak langsung (Indirect ELISA)maupun Captured ELISA. Di pasaran Indonesia saat ini terdapat pemeriksaan ELISA baik yang Inderect ELISA untuk mendeteksi IgG anti-Dengue maupun yang Capterd ELISA yang dapat mendeteksi IgG ati-Dengue serta IgM antiDengue dalam serum penderita. MAC ELISA adalah istilah dari singkatan IgM Captured ELISA, dengan prinsip dasar goat atau robbit antihuman IgM yang dilapiskan pada fase padat (microtiter plateELISA) akan berikatan dengan IgM anti-Dengue dari serum penderita. Langkah berikutnya ditambahkan antigen Dengue, selanjutnya diberi konjungat antiviral IgG-HRP dan substrat lalu diukur kadar absorbansya sehingga dapat diketahui konsentrasi IgM-nya. Pemeriksaan Captured ELISA untuk IgM dan IgG sekaligus pada pemeriksaaan dengan metode Dengue Duo ELISA dapat untuk membedakan infeksi primer dan infeksi sekunder, walaupun hanya menggunakan serum tunggal (Soegijanto, 2006). G. Komplikasi Risiko terjadi komplikasi pada anak dengan difteri ini dapat terjadi miokarditis, komplikasi pada sistem saraf, pada ginjal yang disebabkan oleh kuman difteri yang masuk kedalam tubuh. Tujuan dari rencana 18 keperawatannya adalah mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut dengan cara memperbaiki dan meningkatkan kekebalan tubuh anak (Hidayat,2006). H. Penatalaksanaan Berdasarkan kenyataan di masyarakat penatalaksanaan kasus DBD dibagi sebagai berikut : 1. Kasus DBD yang memungkinkan untuk berobat jalan 2. Kasus DBD yang dianjurkan rawat tinggal 3. Kasus DBD derajat 1 dan II 4. Kasus DBD derajat III dan IV 5. Kasus DBD dengan penyulit Kasus DBD yang diperkenankan berobat jalan Bila penderita hanya mengeluh panas, tetapi keinginan makan dan minum masih baik. Untuk mengatasi panas tinggi yang mendadak diperkenankan memberikan obat panas paracetamol 10-15mg/kgBB setiap3-4 jam diulang jika simtom panas masih nyata diatas 38,5⁰C. Obat panas salisilat tidak dianjurkan karena mempunyai risiko terjadinya penyulit perdarahan dan asidosis. Sebagian besar kasus DBD yang menunjukkan manifestasi panas hari pertama dan hari kedua tanpa menunjukan penyulit lainnya. Apabila penderita DBD inin menunjukkan manifestasi penyulit hipertermi dan konfulsi sebaiknya kasus ini dianjurkan untuk dirawat inap. 19 Kasus DBD derajat I dan II Pada hari ke-3,4 dan 5 panas dianjurkan rawat inap karena penderita ini mempunyai risiko terjadinya syok. Untuk mengantisipasi kejadian syok tersebut, penderita ini disarankan diinfus cairan kristaloid dengan tetesan berdasarkan tatanan 7,5,3. Pada saat fase panas penderita dianjurkan banyak minum air buah atau oralit yang biasa dipakai untuk mengatasi diare. Apabila hematokrit meningkat lebih dari 20% dari harga normal merupakan indikator adanya kebocoran plasma dan sebaiknya penderita dirawat di ruang observasi di pusat rehidrasi selama kurn waktu 12-24 jam. Penderita DBD yang gelisah dengan ujung ekstremitas yang teraba dingin, nyeri perut, dan produksi air kemih yang kurang sebaiknya dianjurkan rawat inap. Penderita dengan tanda-tanda perdarahan dan hematokrit yang tinggi harus dirawatdi rumah sakit untuk memperoleh cairan pengganti segera. Volume dan cairan pengganti penderita DBD sama seperti yang digunakan pada kasus diaredengan dehidrasi sedang (6-10% kekurangan cairan) tetapi tetesan harus hati-hati.Kebutuahn cairan sebaiknya diberikan dalam kurun waktu 2-3 jam pertama dan selanjutnya tetesan diatur kembali dalam waktu 24-48 jam saat kebocoran plasma terjadi. Pemeriksaan hematokrit secara seri ditentukan 4-6 jam dan mencatat data vital dianjurkan setiap saat untuk menentukan atau mengatur agar memperoleh jumlah cairan pengganti yang cukup dan cegah pemberian tranfusi berulang. Petunjuk pemberian cairan jumlah tetesan harus jelas. 20 Jumlah cairan yang dibutuhkan adalah volume minimal cairan pengganti yang cukup untuk mempertahankan sirkulasi secara efektif selama periode kebocoran (24-28jam) pemberian cairan yang berlebihan akan menyebabkan kegagalan faal pernapasan (efusi pleura dan ascites), menumpuknya cairan dalam jaringan paru yang berakhir dengan edema. Jenis Cairan 1. Kristaloid Ringer Laktat 5% Dekstrose di dalam larutan ringer laktat 5% Dekstrose didalam larutan ringer asetat 5% Dekstrose didalam larutan setengah normal garam fisiologi (faali)dan 5% Dekstrose didalam larutan normal garam fisiologi (faali) 2. Koloidal Plasma expander dengan berat molekul rendah (Dekstran 40) Plasma Kebutuhan Cairan untuk dehidrasi sedang Berat Badan (kg) ` jumlah cairan (ml) <7 220 7-11 165 12-18 132 >18 88 21 Kebutuhan Cairan untuk dehidrasi sedang Berat badan 10 Jumlah cairan (ml) 100 per kg BB 10-20 1000+50 kg (diatas 10 kg) >20 1500+20 x kg BB (diatas 20kg) (Soegijanto, 2006). I. Tumbuh Kembang Istilah tumbuh kembang mencakup dua peristwa yang sifatnya berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan yaitu mengenai pertumbuhan dan perkembangan. Sedangkan apa yang dimaksud dengan pertumbuhan dan perkembangan perdefinisinya seperti berikut : 1. Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar,jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang dapat diukur dengan ukuran berat (gram,pound,kg), ukuran panjang (cm atau meter), umur tulang dan keseimbangan metabolik (retensi kalium dan nitrogen tubuh). 2. Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur sebagai hasil dari proses pematangan. Di sini menyangkut adanya proses diferensasi sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga 22 masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk perkembangan emosi, intelektual, dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungan (Ngastiyah, 2005). J. Pengkajian Fokus Dalam melakukan asuhan keperawatan pengkajian merupakan dasar utama dalam hal yang penting untuk dilakukan, baik disaat penderita pertama kali masuk rumah maupun selama penderita dalam masa perawatan. Data yang diperoleh dapat digolongkan menjadi 2 yaitu data besar dan data khusus. 1. Data dasar Data yang perlu dikaji meliputi : a. Pola nutrisi dan anti body Gejala : Penurunan nafsu makan, mual muntah, haus, sakit saat menelan Tanda : Mukosa mulut kering, pendarahan gusi, lidah kotor (kadangkadang), hiperioremia pada tenggorokan, nyeri tekan b. Pola eliminasi Tanda : Konstipasi, penurunan berkemih, melena, hematuria (tahap lanjut) c. Pola aktifitas dan latihan Tanda : Dipsnea, pola nafas tidak tidak efektif karena efusi pleura d. Pola istirahat dan tidur Gejala : Kelemahan, kesulitan tidur, karena demam atau panas atau menggigil 23 Tanda : Nadi cepat dan lemah, dispnea, sesak nafas karena efusi pleura, nyeri epigastrum, nyeri otot atau sendi e. Pola persepsi dan sensori kognitif Gejala : Nyeri ulu hati, nyeri otot atau sendi pegal-pegal seluruh tubuh Tanda : Cemas, gelisah f. Persepsi diri dan konsep diri Tanda : Ansietas, ketakutan, gelisah g. Sirkulasi Gejala : Sakit kepala atau pusing, gelisah Tanda : Nadi cepat dan lemah, hipotensi, ekstremitas dingin, dipsnea, perdarahan nyata (kulit epistaksis, melena hematurida), peningkatan hematokrit 20% atau lebih, trombosit kurang dari 100.000/kilometer h. Keamanan Gejala : Adanya penurunan imunitas tubuh, karena hipoproteinemia, gatal-gatal pada kulit Tanda : Mudah terjadi infeksi, suhu tubuh tinggi, pembesaran hati/limfa (Syaifullah,1999). 2. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik meliputi : a. Keadaan umum pasien : Lemah 24 b. Kesadaran : composmentis, apatis, somnolen, soporokoma, koma, reflek, sensibilitas, nilai gasglow coma scale (GCS) c. Tanda-tanda vital : Tekanan darah (hiptensi), suhu (meningkat), nadi (takikardi), persyarafan (cepat) d. Keadaan : Kepala (pusing), mata, telinga, hidung (epitaksis), mulut (mukosa kering, lidah kotor, perdarahan gusi), leher, rectum, alat kelamin, anggota gerak (dingin), kulit (petekie) Data khusus : Data khusus digolongkan menjadi dua yaitu data subyektif dan data obyektif. 1. Data subyektif Pada pasien DHF data subyektif yang sering ditemukan adalah : lemas, panas atau demam, sakit kepala, anoreksia (tidak nafsu makan, mual, sakit saat makan), nyeri ulu hati, nyeri pada otot dan sendi, pegal-pegal pada seluruh tubuh, konstipasi. 2. Data obyektif Data obyektif yang dijumpai pada penderita DHF adalah : a. Suhu tinggi, menggigil, wajah tampak kemerahan b. Mukosa kering, perdarahan pada gusi, lidah kotor 25 c. Tampak bintik merah pada kulit (ptikiae) uji tornikuet positif, epistaksis, (perdarahan pada hidung), ekimosis, hematoma, hematemesis, melena d. Hiperemia pada tenggorokan e. Nyeri tekan pada epigastik f. Pada palpasi teraba adanya pembesaran hati dan limfa g. Pada renjatan nadi cepat dan lemah, hipotensi, ekstremitas dingin, gelisah, sianosis perifer, nafas dangkal. 3. Pemeriksaan penunjang Untuk menegakkan antibody DHF perlu dilakukan berbagai pemeriksaan penunjang, diantaranya adalah pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi a. Pemeriksaan laboratorium 1) Pemeriksaan darah Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai : a) IgG Dengue positif b) Trombositopenia (penurunan kadar trombosit >150.000) c) Hemoglobin meningkat >20% d) Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat >37.0) e) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukan hipoproteinemia, hiponatremia, hipokalmia f) SGOT dan SGPT mungkin meningkat g) Ureum dan pH darah mungkin meningkat 26 h) Waktu pendarahan memanjang i) Pada analisa gas darah arteri menunjukan asidosis metabolik PCO2<35-40 mmHg,HCO3 rendah 2) Pemeriksaan urine Pada pemeriksaan urine dijumpai albuminoria ringan 3) Melakukan pengukuran antibody pasien dengan cara HI test (Hemoglobination Inhibition test) atau dengan uji pengikatan komplemen (komplemen fixation test) pada pemeriksaan serologi dibutuhkan dua bahan pemeriksaan yaitu pada masa akut dan pada masa penyembuhan. Untuk pemeriksaan serologi diambil darah vena 2-5 ml b. Pemeriksaan radiologi 1) Foto thorak Pada foto thorak mungkin dijumpai pleura effusion 2) Pemeriksaan USG PadaUSG didapatkan nematomegali dan splenomegali c. Pengkajian tumbuh kembang 1) Dari 4 sampai 5 tahun a) Melompat dan menari b) Menggambar orang terdiri dari kepala,lengan,badan c) Menggambar segi empat dan segitiga d) Pandai bicara e) Dapat menghitung jari-jarinya 27 f) Dapat menyebut hari-hari dalam seminggu g) Mendengar dan mengulang hal-hal penting dan cerita h) Minat kepada kata baru dan artinya i) Memprotes bila dilarang apa yang diinginkannya j) Menganal 4 warna k) Memperkirakan bentuk dan besarnya benda, membedakan besar dan kecil l) Menaruh minat kepada aktifitas orang dewasa 2) Tahap praoperasional (2-7 tahun) : Tahap ini dibedakan menjadi dua tahap yaitu prakonseptual (24 tahun) dan intuitif (4-7 tahun). pola berfikir yang egosentris yaitu aktifitas yang ia lakukan dan rangsangan yang ia terima. Dalam masa intuitif pola berfikirnya masih didasarkan atas intuisi penalaran terpusat pada bagian-bagian tertentu objek berdasarkan atas penampakan tertentu. 28 K. Pathways Keperawatan DBD Viremia Demam akut Permeabilitas vaskuler meningkat Nyeri otot tulang dan sendi iskositas Kebocoran plasma Gangguan rasa nyaman nyeri hipertermia Hipovolemik Stimulasi RES (Reticulo Endothelium System) Hepatomegali Mendesak rongga abdomen Syok Hipovolemi Defisit volume cairan Nafsu makan menurun, mual, muntah Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan Hidayat, 2006 29 L. Diagnosa Keperawatan 1. Hipertermi berhubungan dengan viremia 2. Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding plasma 3. Risiko terjadinya syok hypovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan tubuh 4. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia 5. Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit (Hidayat, 2006) L. Fokus Intervensi 1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit (viremia) Tujuan dan kriteria hasil: Setelah dilakukan perawatan 3 x 24 jam diharapkan suhu tubuh pasien dapat berkurang dengan kriteria hasil : a. Pasien mengatakan kondisi tubuhnya nyaman. b. Suhu 36,80C-37,50C c. Tekanan darah 120/80 mmHg d. Respirasi 16-24 x/mnt e. Nadi 60-100 x/menit 30 Intervensi: 1. Kaji saat timbulnya demam. 2. Observasi tanda vital (suhu, nadi, tensi, pernafasan) setiap 3 jam 3. Anjurkan pasien untuk banyak minum (2,5 liter/24 jam) 4. Berikan kompres hangat 5. Anjurkan untuk tidak memakai selimut dan pakaian yang tebal 6. Berikan terapi cairan intravena dan obat-obatan sesuai program dokter Rasional : a. untuk mengidentifikasi pola demam pasien b. tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien c. Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak d. Dengan vasodilatasi dapat meningkatkan penguapan yang mempercepat penurunan suhu tubuh e. pakaian tipis membantu mengurangi penguapan tubuh f. pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tinggi 2. Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding plasma Tujuan dan kriteria hasil: 31 Setelah dilakukan perawatan selama 3 x 24 jam diharapkan kebutuhan cairan terpenuhi dengan kriteria hasil : a. TD 120/80 mmHg b. RR 16-24 x/mnt c. Nadi 60-100 x/mnt d. Turgor kulit baik e. Haluaran urin tepat secara individu f. Kadar elektrolit dalam batas normal Intervensi: 1. Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan tanda vital. 2. Pantau pola nafas seperti adanya pernafasan kusmaul 3. Kaji suhu warna kulit dan kelembabannya 4. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa 5. Pantau masukan dan pengeluaran cairan 6. Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari dalam batas yang dapat ditoleransi jantung. 7. Catat hal-hal seperti mual, muntah dan distensi lambung. 8. Observasi adanya kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan BB, nadi tidak teratur 9. Berikan terapi cairan normal salin dengan atau tanpa dextrosa, pantau pemeriksaan laboratorium(Ht, BUN, Na, K) 32 Rasional: a. Hipovolemia dapat dimanisfestasikan oleh hipotensi dan takikardi b. Pernapasan yang berbau aseton berhubungan dengan pemecahan asam aseto-asetat dan harus berkurang bila ketosis harus terkoreksi c. Demam dengan kulit kemerahan, kering menunjukkan dehidrasi. d. Merupakan indicator dari dehidrasi e. Memberi perkiraan akan cairan pengganti, fungsi ginjal, dan program pengobatan. f. Mempertahankan volume sirkulasi. g. Kekurangan cairan dan elektrolit menimbulkan muntah sehingga kekurangan cairan dan elektrolit. h. Cairan untuk perbaikan yang cepat berpotensi menimbulkan kelebihan beban cairan i. Mempercepat proses penyembuhan untuk memenuhi kebutuhan cairan 3. Risiko terjadinya syok hypovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan tubuh Tujuan dan kriteria hasil : Setelah dilakukan perawatan 3 x 24 jam diharapkan tidak terjadi syok hipovolemik dengan kriteria hasil : 33 a. TD 120/80 mmHg b. RR 16-24 x/mnt c. Nadi 60-100 x/mnt d. Turgor kulit baik e. Haluaran urin tepat secara individu f. Kadar elektrolit dalam batas normal Intervensi : 1. Monitor keadaan umum pasien 2. Observasi tanda-tanda vital tiap 2 sampai 3 jam. 3. Monitor tanda perdarahan 4. Chek haemoglobin, hematokrit, trombosit 5. Berikan transfusi sesuai program dokter 6. Lapor dokter bila tampak syok hipovolemik Rasional: a. memantau kondisi pasien selama masa perawatan terutama pada saat terjadi perdarahan sehingga segera diketahui tanda syok dan dapat segera ditangani. b. tanda vital normal menandakan keadaan umum baik c. Perdarahan cepat diketahui dan dapat diatasi sehingga pasien tidak sampai syok hipovolemik d. Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami pasien sebagai acuan melakukan tindakan lebih lanjut 34 e. Untuk menggantikan volume darah serta komponen darah yang hilang f. Untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut sesegera mungkin 4. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia Tujuan dan kriteria hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dapat teratasi dengan kriteria : a. Mencerna jumlah kalori/nutrien yang tepat b. Menunjukkan tingkat energi biasanya c. Berat badan stabil atau bertambah Intervensi: 1. Observasi keadaan umam pasien dan keluhan pasien. 2. Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan oleh pasien 3. Timbang berat badan setiap hari atau sesuai indikasi 4. Identifikasi makanan yang disukai atau dikehendaki yang sesuai dengan program diit. 5. Ajarkan pasien dan Libatkan keluarga pasien pada perencanaan makan sesuai indikasi 6. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat anti mual. 35 Rasional: a. Mengetahui kebutuhan yang diperlukan oleh pasien. b. Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapeutik c. Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat (termasuk absorbsi dan utilisasinya) d. Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam pencernaan makan, kerjasama ini dapat diupayakan setelah pulang e. Meningkatkan rasa keterlibatannya; Memberikan informasi kepada keluarga untuk memahami nutrisi pasien f. Pemberian obat antimual dapat mengurangi rasa mual sehingga kebutuhan nutrisi pasien tercukupi. 5. Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit Tujuan dan kriteria hasil: Setelah dilakukan perawatan 3 x 24 jam diharapkan nyeri pasien dapat berkurang dan menghilang dengan kriteria hasil : a. Pasien mengatakan nyerinya hilang b. Nyeri berada pada skala 0-3 c. Tekanan darah 120/80 mmHg d. Suhu 36,80C-37,50C e. Respirasi 16-24 x/mnt f. Nadi 60-100 x/mnt 36 Intervensi: 1. Observasi tingkat nyeri pasien (skala, frekuensi, durasi) 2. Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman dan tindakan kenyamanan 3. Berikan aktifitas hiburan yang tepat 4. Libatkan keluarga dalam asuhan keperawatan. 5. Ajarkan pasien teknik relaksasi 6. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat analgetik Rasional: a. Mengindikasi kebutuhan untuk intervensi dan juga tanda-tanda perkembangan/resolusi komplikasi b. Lingkungan yang nyaman akan membantu proses relaksasi c. Memfokuskan kembali perhatian; meningkatkan kemampuan untuk menanggulangi nyeri. d. Keluarga akan membantu proses penyembuhan dengan melatih pasien relaksasi. e. Relaksasi akan memindahkan rasa nyeri ke hal lain. f. Memberikan penurunan nyeri. 37