6 BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Penyakit Demam berdarah

advertisement
BAB II
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Penyakit Demam berdarah (DBD) merupakan penyakit yang
disebabkan oleh virus DEN-1, DEN-2, DEN-3 atau, DEN-4 (baca : virus
dengue tipe 1-4) yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti
dan Aedes albopictus yang sebelumnya telah terinfeksi oleh virus dengue
dari penderita DBD lainnya (Ginanjar, 2008). Demam berdarah dengue
adalah penyakit demam akut dengan ciri-ciri demam manifestasi
perdarahan
dan
bertendensi
mengakibatkan
renjatan
yang
dapat
menyebabkan kematian (Arief, 2000 : 428). Bertolak dari beberapa ahli di
atas dapat disimpulkan bahwa demam berdarah adalah suatu penyakit
infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis
demam disertai gejala perdarahan dan bila timbul renjatan dapat
menimbulkan kematian.
B. Etiologi
Penyakit demam dengue dan DBD pada seseorang dapat
disebabkan oleh virus Dengue termasuk family Flaviviridae dan harus
dibedakan dengan demam yang disebabkan virus japanese Encephalitis
dan Yellow Fever (demam kuning).
Ditemukan empat serotipe virus Dengue dan dapat dibedakan
dengan sifat “biotipe”. Semua kelompok family Flaviviridae dapat
6
menunjukan bentuknya yang karakteristik meliputi struktur genome dan
sifat untuk melipatgandakan dirinya (Soegijanto, 2006).
C.Anatomi Fisiologi
Darah adalah suatu jaringan tubuh yang terdapat di dalam pembuluh
darah yang warnanya merah. Warna merah itu keadaanya tidak tetap
bergantung pada banyaknya oksigen dan karbon dioksida di dalamnya. Darah
yang banyak mengandung banyak karbondioksida warnanya merah tua.
Adanya oksigen dalam darah diambil dengan jalan bernapas,dan zat ini sangat
berguna pada peristiwa pembakaran atau metabolisme di dalam tubuh.
Viskositas atau kekentalan darah lebih kental daripada air yang mempunyai BJ
1,041-1,067, temperatur 38⁰ C,dan Ph 7,37-7,45.
Darah selamanya beredar di dalam tubuh oleh karena adanya kerja
pompa jantung. Selama darah berada dalam pembuluh maka akan tetap encer,
tetapi kalau ia keluar dari pembuluhnya maka ia akan manjadi beku.
Pembekuan ini dapat dicegah dengan jalan mencampurkan ke dalam darah
tersebut sedikit obat anti pembekuan/sitras natrikus. Dan keadaan ini sangat
berguna apabila darah tersebut diperlukan untuk tranfusi darah.
Pada tubuh yang sehat atau orang dewasa terdapat darah sebanyak kirakira⅟13 dari berat badan atau kira-kira 4 sampai 5 liter. Keadaan jumlah
tersebut pada tiap-tiap orang tidak sama, bergantung pada umur, pekerjaan,
keadaan jantung atau pembuluh darah (Syaifuddin,2006).
7
Darah terdiri dari 4 baguan utama yaitu plasma darah, sel darah merah,
sel darah putih dan keping darang.
1. Plasma Darah
Bagian 55% dari darah yang berupa cairan kekuningan dan
membentuk medium cairan darah disebut plasma darah. 90% bagian
plasma plasma darah terdiri dari air, plasma darah ini memiliki fungsi
mengangkut sari makanan ke dalam sel dan membawa sisa pembakaran
dari sel ke tempat pembuangan, plasma darah ini juga bermanfaat untuk
menghasilkan zat antibodi untuk menjaga kekebalan tubuh dari penyakit.
Bagian cairan darah yang membentuk sekitar 5% dari berat badan,
merupakan mediasirkulasi elemen-elemen darah yang membentuk sal
darah merah, sal darah putih,dan sel pembeku darah juga sebagai media
transportasi bahan organik dan anorganik dari suatu organ atau jaringan.
Zat-zat plasma darah :
a. Fibrinogen yang berguna dalam peristiwa pembekuan darah.
b. Garam-garam mineral(garam kalsium, kalium, natrium dan lain-lain).
c. Protein darah(albumin, globulin)meningkatkan viskositas darah dan
juga menimbulkan takanan osmotik untuk memelihara keseimbangan
cairan dalam tubuh.
d. Zat makanan (asam amino, glukosa, lemak, mineral dan vitamin)
e. Hormon yaitu suatu zat yang dihasilkan dari kelenjar tubuh
f. Antibodi/antitoksin(Syaifuddin,2006).
8
Gambar 1.Plasma darah
2. Sel darah merah
Sel darah merah (SDM) atau eritrosit adalah cakram bikonfak tidak
berinti yang kira-kira berdiameter 8 µm, tebal bagian tepi 2μm dan
ketebalannya berkurang di bagian tangah menjadi hanya 1 mm atau
karang. Karena lunak dan lentur maka salama melewati mikrosirkulasi selsel ini mengalami perubahan konfigurasi.Erirosit tidak mempunyai
nukleus sel ataupun organela, dan tidak dianggap sebagai sel dari segi
biologi. Eritrosit mengandung hemoglobin dan mengedarkan oksigen.Sel
darah merah juga berperan dalam penentuan golongan darah.
Sel darah merah atau eritrosit adalah jenis sel darah yang banyak
dan berfungsi membawa oksigen ke jaringan-jaringan tubuh lewat darah
dalam hawan bertulang belakang. Sel darah merah adalah salah satu
contoh sel yang tidak berinti.Sel darah merah berbentuk pipih dan cekung
di bagian tengahnya, tidak memiliki inti, tidak dapat menembus dinding
kapiler darah dan berwarna kekuning-kuningan. Pada orang dewasa sel
darah merah berjumlah sekitar 5 juta sel/mm² darah pada laki-laki dan 4
juta sel/mm² darah pada perempuan. Pada orang dewasa sel darah merah
dibentuk dalam sumsum tulang pipih, sedangkan pada janin sel darah
9
merah dibentuk dalam hati dan limfa.Setelah berumur 120 hari, sel darah
merah akan mati dan diubah menjadi bilirubin atau zat pewarna empedu.
Sel darah merah mengandung hemoglobin, sel darah merah dihasilkan
dari limfa, hati, kura dan sumsum merah pada tulang pipih, sel darah
merah yang sudah rusak akan dibuang ke dalam hati.
Hemoglobin yang keluar dari eritrosit yang mati akan terurai
menjadi 2 zat yaitu hematin yang mengandung Fe yang berguna untuk
pembuatan eritrosit baru dan hemoglobin yaitu suatu zat yang terdapat
dalam eritrosit berguna untuk mengikat oksigen dan karbondioksida.
Jumlah normal pada orang dewasa kira-kira 11,5-15gr dalam 100cc darah.
Normal
Hb
wanita11,5
mg%
dan
Hb
laki-laki
13,0
mg%
(Syaifuddin,2006).
Gambar 2.Sel daerah merah
3. Sel Darah Putih
Sel darah putih atau lekosit adalah sel yang membentuk komponen
darah. Sel darah putih ini berfungsi untuk membantu tubuh melawan
berbagai penyakit infeksi sebagai bagian dari sistem kekebalan tubuh. Sel
darah putih tidak berwarna, memiliki inti, dapat bergerak secara amoebeid,
dan dapat menembus dinding kapiler/diapedesis. Normalnya kita
memiliki
hingga
sel darah putih dalam satu liter darah
10
manusia dewasa yang sehat atau sekitar 7000-25000 sel per tetes. Dalam
kasus leukimia, jumlahnya dapat meningkat hingga 500000 sel per tetes.
Leukosit bertanggung jawab terhadap sistem imun tubuhdan bertugas
untuk memusnahkan benda-benda yang dianggap asing dan berbahaya
oleh tubuh, misal virus atau bakteri. Leukosit bersifat amuboid atau tidak
memiliki bentuk yang tetap.
Fungsinya sebagai serdadu tubuh yaitu membunuh dan memakan
bibit penyakit/bakteri yang masuk ke dalam jaringan RES (sistem retikulo
endotel) tempat pembiakannya di dalam limpa dan kelenjar limfe, sebagai
pengangkut yaitu mengangkut/membawa zat lemak dari dinding usus
melalui limpa terus ke pembuluh darah. Sel leukosit disamping berada di
pembuluh darah juga terdapat di seluruh jaringan tubuh manusia. Pada
kebanyakan penyakit disebabkan oleh masuknya kuman/infeksi maka
jumlah leukosit yang ada dalam darah akan lebih banyak dari biasanya.
Hal ini disebabkan leukosit yang biasanya tinggal di dalam kelenjar
limfe, sekarang beredar di dalam darah untuk mempertahankan tubuh dari
serangan penyakit tersebut. Jika jumlah leukosit dalam darah melebihi
10000/mm³ disebut leukositosis dan kurang dari 6000/mm³ disebut
leukopenia (Syaifuddin,2006).
Gambar 3.Sel darah putih
11
4. Keping darah
Keping darah, lempeng darah, trombosit atau platelet, adalah
flagmen sel yang tersirkulasi dalam darah yang terlibat dalam mekanisme
hemostatis tingkat sel yang menimbulkan pembekuan darah (trombus).
Disfungsi atau jumlah keping darah yang sedikit dapat menyebabkan
pendarahan, sedangkan jumlah yang tinggi dapat meningkatkan resiko
trombosis. Trombosit memiliki bentuk yang tidak teraur, tidak berwarna,
tidak berinti, berukuran lebih kecil dari eritrosit dan leukosit, dan mudah
pecah bila tersentuh benda kasar, jumlah trombosit adalah 200000-300000
keping/mm³ darah.
Trombosit diproduksi di sumsum merah, keping darah berfungsi
dalam pembekuan darah, jika ada orang yang terkena demam berdarah,
maka jumlah trombosit ini akan semakin sedikit sehingga darah semakin
mengental dan menyebabkan kematian, oleh karena itu penderita demam
berdarah harus di tranfusi darah agar mendapat pasukan trombosit yang
banya. (Syaifuddin,2006).
Fungsi Darah
Fungsi darah terdiri atas :
1. Sebagai alat pengangkut yaitu :
a. Mengambil oksigen/zat pembakaran dari paru-paru untuk
diedarkan keseluruh jaringan tubuh.
b. Mengangkat karbon dioksida dari jaringan untuk di keluarkan
melalui paru-paru.
12
c. Mengambil zat-zat makanan dari usus halus untuk diedarkan dan
dibagikan ke seluruh jaringan/alat tubuh.
d. Mengangkat/mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh
untuk dikelarkan melalui kulit dan ginjal.
2. Sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan penyakit dan racun dalam
tubuh dengan perantaraan leukosit dan antibodi/zat-zat antiracun.
3. Menyebarkan panas ke seluruh tubuh.
Jika darah dilihat begitu saja maka ia merupakan zat cair yang
warnanya merah, tetapi apabila dilihat di baeah mikroskop maka
nyatalah bahwa dalam darah terdapat benda-benda kecil bundar yang
disebut sel-sel darah. Sedang cairan berwarna kekuning-kuningan
disebut plasma. Jadi nyatalah bahwa darah terdiri dari dua bagian
yaitu :
a. Sel-sel darah
1) Eritrosit (sel darah merah)
2) Leukosit (sel darah putih)
3) Trombosit (sel pembeku darah)
b. Plasma darah (Syaifuddin,2006)
D. Patofisiologi
Patofisiologi
primer
DBD
dan
DSS
adalah
peningkatan
akut
permeabilitas vaskuler yang mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang
ekstravaskuler, sehingga menimbulkan hemokonsentrasi dan penurunan
13
tekanan darah. Volume darah menurun lebih dari 20% pada kasus-kasus
berat,hal ini didukung penemeuan post-mortem meliputi efusi serosa, efusi
pleura, hemokonsentrasi hipoproteinemi.
Tidak terjadinya lesi destruktif nyata pada vaskuler, menunjukkan bahwa
perubahan sementara fungsi vaskuler diakibatkan suatu mediator kerja singkat.
penderita sudah stabil dan mulai sembuh, cairan ekstravasasi diabsorsi dengan
cepat, menimbulkan penurunan hematokrit. Perubahan hemostatis pada DBD
dan DSS melibatkan 3 faktor yaitu perubahan vaskuler, trombositopeni, dan
kelainan koagulasi. Hampir semua penderita DBD mengalami peningkatan
fragilitas vaskuler dan trombositopeni,
banyak diantaranya penderita
menunjukkan koagulogram yang abnormal (Soegijanto,2006).
Selain itu ditemukan juga Hematomegali akibat perembesan cairan dari
ruang intravaskuler. Pada pemulaan demam biasanya hati sudah teraba,
meskipun pada anak yang kurang gizi, hati juga sudah teraba. Bila terjadi
peningkatan dari hematogali dan hati teraba kenyal, harus dipehatikan
kemungkinan akan terjadi renjatan pada penderita (Djunaedi,2006).
Virus masuk ke dalam tubuh manusia akan ber aplikasi Dinotis
Slipatikum regional dan menyebar ke jaringan lain terutama ke sistem retikulo
endoterial dan kulit secara bionkogen maupun hematogen, kemudian tubuh
akan membentuk kompleks virus antibodi dalam sirkulasi darah sehingga akan
mengaktivasi sistem komplemen yang akan melepas Anaphilotosin C3a dan
C5a
akan
melepas
histamin
yang
akan
menyebabkan
peningkatan
permeabialitas dinding pembuluh darah dan menghilangkan plasma melalui
14
endotel dinding tersebut sehingga akan terjadi kebocoran plasma, dan
dimusnahkan oleh sistem retikula endotelia dengan akibat trombositopenia
terhebat dan pendarahan pada keadaan agregasi tersebut akan melepaskan
aminfaso aktif (histamine dan sitokinin) yang bersifat meningkatkan
permeabilitas
kapiler
dan
melepaskan
trombosit
faktor-faktor
yang
menyebabkan koagulasi intravaskuler. Pada kasus DHF trombosit akan
menurun pada suhu turun yaitu setelah sakit ketiga penurunan jumlah trombosit
<100.000/mm3 atau kurang dari 1-2 trombosit atau pandangan besar (Ipb)
dengan rata-rata pemeriksaan dilakukan pada 10 Idp, pada umumnya terjadi
sebelum terdapat peningkatan hematokrit, yaitu sebelum suhu turun.Penurunan
hematokrit >20% (misalnya 30% menjadi 42%) menggambarkan pembesaran
plasma (FKUI, 2006).
E. Manifestasi Klinik
Gejala klinis yang mungkin timbul pasca-infeksi virus dengue amat
beragam, mulai dari demam tidak spesifik (sindrom infeksi virus), demam
dengue, demam berdarah dengue (DBD), hingga yang terberat, yaitu sindrom
syok dengue.
Pada penderita penyakit DBD dapat diyemukan gejala-gejala klinis dan
kelainan laboratoris sebagai berikut.
Kriteria klinis :
1. Demam tinggi yang berlangsung dalam waktu singkat, yakni antara 2-7
hari, yang dapat mencapai 40⁰C. Demam sering disertai gejala tidak
15
spesifik, seperti tidak nafsu makan (anoreksia), lemah badan (malaise),
nyeri sendi atau tulang, serta rasa sakit di darah belakang bola mata (retro
orbita) dan wajah yang kemerah-merahan (flushing).
2. Tanda-tanda perdarahan seperti mimisan (epitaksis), perdarahan gusi,
perdarahan pada kulit seperti tes Rumpleede (+), ptekiae dan ekimosis,
serta buang air besar berdarah berwarna merah kehitaman (melena).
3. Adanya pembesaran organ hati (hepatomegali).
4. Kegagalan sirkulasi darah, yang ditandai dengan denyut nadi yang teraba
lemah dan cepat, ujung-ujung jari tersasa dingin serat disertai penurunan
kesadaran dan renjatan (syok) yang dapat menyebabkan kematian.
Kriteria laboratoris :
1. Penurunan jumlah trombosit (trombositopenia) ≤ 100.000/mm³.
2. Peningkatan kadar hematokrit >20% dari nilai normal.
Diagnosis penyakit DBD ditegakkan berdasarkan adanya dua kriteria
klinis atau lebih,ditambah dengan adanya minimal satu kriteria
laboratoris (Ginanjar,2008).
F. Klasifikasi DHF
Derajat penyakit DBD berbeda-beda menurut tingkat keparahannya.
Tabel di bawah ini menyajikan empat derajat keparahan dari penyakit DBD.
1. Derajat 1
Panas badan selama 5-7 hari, gejala umum tidak khas, tes Rumpeleede (+)
16
2. Derajat 2
Seperti derajat 1, disertai pendarahan spontan pada kulit berupa
ptekiae dan ekimosis, mimisan (epistaksis), muntah darah (hematemesis),
buang air besar berdarah berwarna merah kehitaman (melena), pendarahan
gusi, pendarahan rahim (uterus), telinga, dan sebagainya.
3. Derajat 3
Ada tanda-tanda kegagalan sirkulasi darah, seperti denyut nadi teraba
lemah dan cepat (>120x/menit), tekanan nadi (selisih antara tekanan darah
sistolik dan diastolik)menyempit (>20 mmHg). DBD derajat 3 merupakan
peringatan awal yang mengarah pada terjadinya renjatan (syok). Denyut
nadi terasa tidak teraba, tekanan darah tidak terukur, denyut jantung
>140/menit, ujung-ujung jari kaki dan tangan terasa dingin, tubuh
berkeringat, kulit membiru.
4. Derajat 4
DBD derajat 4 merupakan manifestasi syok, yang seringkali berakhir
dengan kematian (Ginanjar,2008).
Uji ELISA
Uji ELISA tidak membutuhkan sepasang serum, cukup dengan
serum tunggal dapat untuk mendeteksi IgG maupun IgM anti-Dengue. Uji
ini bersifat kuantitatif, biasanya hasil yang dibaca berupa abrsorbans yang
kemudian dikonversikan menjadi satuan unit atau rasio.
17
Prinsip uji ELISA untuk deteksi antibodi terhadap virus Dengue,
teknik dapat berupa ELISA tak langsung (Indirect ELISA)maupun Captured
ELISA.
Di pasaran Indonesia saat ini terdapat pemeriksaan ELISA baik
yang Inderect ELISA untuk mendeteksi IgG anti-Dengue maupun yang
Capterd ELISA yang dapat mendeteksi IgG ati-Dengue serta IgM antiDengue dalam serum penderita. MAC ELISA adalah istilah dari singkatan
IgM Captured ELISA, dengan prinsip dasar goat atau robbit antihuman
IgM yang dilapiskan pada fase padat (microtiter plateELISA) akan
berikatan dengan IgM anti-Dengue dari serum penderita. Langkah
berikutnya ditambahkan antigen Dengue, selanjutnya diberi konjungat
antiviral IgG-HRP dan substrat lalu diukur kadar absorbansya sehingga
dapat diketahui konsentrasi IgM-nya.
Pemeriksaan Captured ELISA untuk IgM dan IgG sekaligus pada
pemeriksaaan dengan metode Dengue Duo ELISA dapat untuk membedakan
infeksi primer dan infeksi sekunder, walaupun hanya menggunakan serum
tunggal (Soegijanto, 2006).
G. Komplikasi
Risiko terjadi komplikasi pada anak dengan difteri ini dapat terjadi
miokarditis, komplikasi pada sistem saraf, pada ginjal yang disebabkan oleh
kuman
difteri
yang
masuk
kedalam
tubuh.
Tujuan
dari
rencana
18
keperawatannya adalah mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut dengan
cara memperbaiki dan meningkatkan kekebalan tubuh anak (Hidayat,2006).
H. Penatalaksanaan
Berdasarkan kenyataan di masyarakat penatalaksanaan kasus DBD
dibagi sebagai berikut :
1. Kasus DBD yang memungkinkan untuk berobat jalan
2. Kasus DBD yang dianjurkan rawat tinggal
3. Kasus DBD derajat 1 dan II
4. Kasus DBD derajat III dan IV
5. Kasus DBD dengan penyulit
Kasus DBD yang diperkenankan berobat jalan
Bila penderita hanya mengeluh panas, tetapi keinginan makan dan
minum masih baik. Untuk mengatasi panas tinggi yang mendadak
diperkenankan memberikan obat panas paracetamol 10-15mg/kgBB setiap3-4
jam diulang jika simtom panas masih nyata diatas 38,5⁰C. Obat panas salisilat
tidak dianjurkan karena mempunyai risiko terjadinya penyulit perdarahan dan
asidosis. Sebagian besar kasus DBD yang menunjukkan manifestasi panas hari
pertama dan hari kedua tanpa menunjukan penyulit lainnya.
Apabila penderita DBD inin menunjukkan manifestasi penyulit hipertermi dan
konfulsi sebaiknya kasus ini dianjurkan untuk dirawat inap.
19
Kasus DBD derajat I dan II
Pada hari ke-3,4 dan 5 panas dianjurkan rawat inap karena
penderita ini mempunyai
risiko terjadinya syok. Untuk mengantisipasi
kejadian syok tersebut, penderita ini disarankan diinfus cairan kristaloid
dengan tetesan berdasarkan tatanan 7,5,3. Pada saat fase panas penderita
dianjurkan banyak minum air buah atau oralit yang biasa dipakai untuk
mengatasi diare. Apabila hematokrit meningkat lebih dari 20% dari harga
normal merupakan indikator adanya kebocoran plasma dan sebaiknya penderita
dirawat di ruang observasi di pusat rehidrasi selama kurn waktu 12-24 jam.
Penderita DBD yang gelisah dengan ujung ekstremitas yang teraba dingin,
nyeri perut, dan produksi air kemih yang kurang sebaiknya dianjurkan rawat
inap. Penderita dengan tanda-tanda perdarahan dan hematokrit yang tinggi
harus dirawatdi rumah sakit untuk memperoleh cairan pengganti segera.
Volume dan cairan pengganti penderita DBD sama seperti yang
digunakan pada kasus diaredengan dehidrasi sedang (6-10% kekurangan
cairan) tetapi tetesan harus hati-hati.Kebutuahn cairan sebaiknya diberikan
dalam kurun waktu 2-3 jam pertama dan selanjutnya tetesan diatur kembali
dalam waktu 24-48 jam saat kebocoran plasma terjadi. Pemeriksaan hematokrit
secara seri ditentukan 4-6 jam dan mencatat data vital dianjurkan setiap saat
untuk menentukan atau mengatur agar memperoleh jumlah cairan pengganti
yang cukup dan cegah pemberian tranfusi berulang. Petunjuk pemberian cairan
jumlah tetesan harus jelas.
20
Jumlah cairan yang dibutuhkan adalah volume minimal cairan
pengganti yang cukup untuk mempertahankan sirkulasi secara efektif selama
periode kebocoran (24-28jam) pemberian cairan yang berlebihan akan
menyebabkan kegagalan faal pernapasan (efusi pleura dan ascites),
menumpuknya cairan dalam jaringan paru yang berakhir dengan edema.
Jenis Cairan
1. Kristaloid
Ringer Laktat
5% Dekstrose di dalam larutan ringer laktat
5% Dekstrose didalam larutan ringer asetat
5% Dekstrose didalam larutan setengah normal garam fisiologi (faali)dan
5% Dekstrose didalam larutan normal garam fisiologi (faali)
2. Koloidal
Plasma expander dengan berat molekul rendah (Dekstran 40)
Plasma
Kebutuhan Cairan untuk dehidrasi sedang
Berat Badan (kg)
`
jumlah cairan (ml)
<7
220
7-11
165
12-18
132
>18
88
21
Kebutuhan Cairan untuk dehidrasi sedang
Berat badan
10
Jumlah cairan (ml)
100 per kg BB
10-20
1000+50 kg (diatas 10 kg)
>20
1500+20 x kg BB (diatas
20kg)
(Soegijanto, 2006).
I.
Tumbuh Kembang
Istilah tumbuh kembang mencakup dua peristwa yang sifatnya
berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan yaitu mengenai
pertumbuhan dan perkembangan. Sedangkan apa yang dimaksud dengan
pertumbuhan dan perkembangan perdefinisinya seperti berikut :
1.
Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam
besar,jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu,
yang dapat diukur dengan ukuran berat (gram,pound,kg), ukuran
panjang (cm atau meter), umur tulang dan keseimbangan metabolik
(retensi kalium dan nitrogen tubuh).
2. Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan
(skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam
pola yang teratur sebagai hasil dari proses pematangan. Di sini
menyangkut adanya proses diferensasi sel-sel tubuh, jaringan tubuh,
organ dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga
22
masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk perkembangan
emosi, intelektual, dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan
lingkungan (Ngastiyah, 2005).
J.
Pengkajian Fokus
Dalam melakukan asuhan keperawatan pengkajian merupakan dasar
utama dalam hal yang penting untuk dilakukan, baik disaat penderita pertama
kali masuk rumah maupun selama penderita dalam masa perawatan. Data
yang diperoleh dapat digolongkan menjadi 2 yaitu data besar dan data khusus.
1. Data dasar
Data yang perlu dikaji meliputi :
a. Pola nutrisi dan anti body
Gejala : Penurunan nafsu makan, mual muntah, haus, sakit
saat menelan
Tanda
: Mukosa mulut kering, pendarahan gusi, lidah kotor (kadangkadang), hiperioremia pada tenggorokan, nyeri tekan
b. Pola eliminasi
Tanda
: Konstipasi, penurunan berkemih, melena, hematuria (tahap
lanjut)
c. Pola aktifitas dan latihan
Tanda : Dipsnea, pola nafas tidak tidak efektif karena efusi pleura
d. Pola istirahat dan tidur
Gejala : Kelemahan, kesulitan tidur, karena demam atau panas atau
menggigil
23
Tanda
: Nadi cepat dan lemah, dispnea, sesak nafas karena efusi
pleura, nyeri epigastrum, nyeri otot atau sendi
e. Pola persepsi dan sensori kognitif
Gejala : Nyeri ulu hati, nyeri otot atau sendi pegal-pegal seluruh
tubuh
Tanda : Cemas, gelisah
f. Persepsi diri dan konsep diri
Tanda : Ansietas, ketakutan, gelisah
g. Sirkulasi
Gejala : Sakit kepala atau pusing, gelisah
Tanda : Nadi cepat dan lemah, hipotensi, ekstremitas dingin, dipsnea,
perdarahan nyata (kulit epistaksis, melena hematurida),
peningkatan hematokrit 20% atau lebih, trombosit kurang
dari 100.000/kilometer
h. Keamanan
Gejala : Adanya penurunan imunitas tubuh, karena hipoproteinemia,
gatal-gatal pada kulit
Tanda :
Mudah terjadi infeksi, suhu tubuh tinggi, pembesaran
hati/limfa (Syaifullah,1999).
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik meliputi :
a. Keadaan umum pasien :
Lemah
24
b.
Kesadaran
: composmentis,
apatis,
somnolen,
soporokoma, koma, reflek, sensibilitas,
nilai gasglow coma scale (GCS)
c. Tanda-tanda vital
: Tekanan darah (hiptensi), suhu (meningkat),
nadi (takikardi), persyarafan (cepat)
d.
Keadaan
: Kepala (pusing), mata, telinga, hidung
(epitaksis), mulut (mukosa kering, lidah
kotor, perdarahan gusi), leher, rectum, alat
kelamin, anggota gerak (dingin), kulit
(petekie)
Data khusus :
Data khusus digolongkan menjadi dua yaitu data subyektif dan data obyektif.
1. Data subyektif
Pada pasien DHF data subyektif yang sering ditemukan adalah : lemas,
panas atau demam, sakit kepala, anoreksia (tidak nafsu makan, mual, sakit
saat makan), nyeri ulu hati, nyeri pada otot dan sendi, pegal-pegal pada
seluruh tubuh, konstipasi.
2. Data obyektif
Data obyektif yang dijumpai pada penderita DHF adalah :
a. Suhu tinggi, menggigil, wajah tampak kemerahan
b. Mukosa kering, perdarahan pada gusi, lidah kotor
25
c. Tampak bintik merah pada kulit (ptikiae) uji tornikuet positif,
epistaksis,
(perdarahan pada hidung), ekimosis, hematoma,
hematemesis, melena
d. Hiperemia pada tenggorokan
e. Nyeri tekan pada epigastik
f. Pada palpasi teraba adanya pembesaran hati dan limfa
g. Pada renjatan nadi cepat dan lemah, hipotensi, ekstremitas dingin,
gelisah, sianosis perifer, nafas dangkal.
3. Pemeriksaan penunjang
Untuk menegakkan antibody DHF perlu dilakukan berbagai pemeriksaan
penunjang, diantaranya adalah pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan
radiologi
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai :
a) IgG Dengue positif
b) Trombositopenia (penurunan kadar trombosit >150.000)
c) Hemoglobin meningkat >20%
d) Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat >37.0)
e) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukan hipoproteinemia,
hiponatremia, hipokalmia
f) SGOT dan SGPT mungkin meningkat
g) Ureum dan pH darah mungkin meningkat
26
h) Waktu pendarahan memanjang
i) Pada analisa gas darah arteri menunjukan asidosis metabolik
PCO2<35-40 mmHg,HCO3 rendah
2) Pemeriksaan urine
Pada pemeriksaan urine dijumpai albuminoria ringan
3) Melakukan pengukuran antibody pasien dengan cara HI test
(Hemoglobination Inhibition test) atau dengan uji pengikatan
komplemen (komplemen fixation test) pada pemeriksaan serologi
dibutuhkan dua bahan pemeriksaan yaitu pada masa akut dan pada
masa penyembuhan. Untuk pemeriksaan serologi diambil darah
vena 2-5 ml
b. Pemeriksaan radiologi
1) Foto thorak
Pada foto thorak mungkin dijumpai pleura effusion
2) Pemeriksaan USG
PadaUSG didapatkan nematomegali dan splenomegali
c. Pengkajian tumbuh kembang
1) Dari 4 sampai 5 tahun
a) Melompat dan menari
b) Menggambar orang terdiri dari kepala,lengan,badan
c) Menggambar segi empat dan segitiga
d) Pandai bicara
e) Dapat menghitung jari-jarinya
27
f) Dapat menyebut hari-hari dalam seminggu
g) Mendengar dan mengulang hal-hal penting dan cerita
h) Minat kepada kata baru dan artinya
i) Memprotes bila dilarang apa yang diinginkannya
j) Menganal 4 warna
k) Memperkirakan bentuk dan besarnya benda, membedakan besar
dan kecil
l) Menaruh minat kepada aktifitas orang dewasa
2) Tahap praoperasional (2-7 tahun) :
Tahap ini dibedakan menjadi dua tahap yaitu prakonseptual (24 tahun) dan intuitif (4-7 tahun). pola berfikir yang egosentris yaitu
aktifitas yang ia lakukan dan rangsangan yang ia terima. Dalam
masa intuitif pola berfikirnya masih didasarkan atas intuisi
penalaran terpusat pada bagian-bagian tertentu objek berdasarkan
atas penampakan tertentu.
28
K. Pathways Keperawatan
DBD
Viremia
Demam akut
Permeabilitas
vaskuler
meningkat
Nyeri otot
tulang dan sendi
iskositas
Kebocoran
plasma
Gangguan
rasa
nyaman
nyeri
hipertermia
Hipovolemik
Stimulasi RES
(Reticulo
Endothelium
System)
Hepatomegali
Mendesak
rongga
abdomen
Syok
Hipovolemi
Defisit
volume
cairan
Nafsu makan
menurun, mual,
muntah
Gangguan
nutrisi
kurang dari
kebutuhan
Hidayat, 2006
29
L. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi berhubungan dengan viremia
2. Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas dinding plasma
3. Risiko terjadinya syok hypovolemik berhubungan dengan kurangnya
volume cairan tubuh
4. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
mual, muntah, anoreksia
5. Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit
(Hidayat, 2006)
L. Fokus Intervensi
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit (viremia)
Tujuan dan kriteria hasil:
Setelah dilakukan perawatan 3 x 24 jam diharapkan suhu tubuh pasien
dapat berkurang dengan kriteria hasil :
a.
Pasien mengatakan kondisi tubuhnya nyaman.
b.
Suhu 36,80C-37,50C
c.
Tekanan darah 120/80 mmHg
d.
Respirasi 16-24 x/mnt
e.
Nadi 60-100 x/menit
30
Intervensi:
1. Kaji saat timbulnya demam.
2. Observasi tanda vital (suhu, nadi, tensi, pernafasan) setiap 3
jam
3. Anjurkan pasien untuk banyak minum (2,5 liter/24 jam)
4. Berikan kompres hangat
5. Anjurkan untuk tidak memakai selimut dan pakaian yang tebal
6. Berikan terapi cairan intravena dan obat-obatan sesuai program
dokter
Rasional :
a. untuk mengidentifikasi pola demam pasien
b. tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum
pasien
c. Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh
meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan
yang banyak
d. Dengan vasodilatasi dapat meningkatkan penguapan yang
mempercepat penurunan suhu tubuh
e. pakaian tipis membantu mengurangi penguapan tubuh
f. pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tinggi
2. Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas dinding plasma
Tujuan dan kriteria hasil:
31
Setelah dilakukan perawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
kebutuhan cairan terpenuhi dengan kriteria hasil :
a.
TD 120/80 mmHg
b.
RR 16-24 x/mnt
c.
Nadi 60-100 x/mnt
d.
Turgor kulit baik
e.
Haluaran urin tepat secara individu
f.
Kadar elektrolit dalam batas normal
Intervensi:
1. Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan tanda vital.
2. Pantau pola nafas seperti adanya pernafasan kusmaul
3. Kaji suhu warna kulit dan kelembabannya
4. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran
mukosa
5. Pantau masukan dan pengeluaran cairan
6. Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500
ml/hari dalam batas yang dapat ditoleransi jantung.
7. Catat hal-hal seperti mual, muntah dan distensi lambung.
8. Observasi
adanya
kelelahan
yang
meningkat,
edema,
peningkatan BB, nadi tidak teratur
9. Berikan terapi cairan normal salin dengan atau tanpa dextrosa,
pantau pemeriksaan laboratorium(Ht, BUN, Na, K)
32
Rasional:
a. Hipovolemia dapat dimanisfestasikan oleh hipotensi dan
takikardi
b. Pernapasan yang berbau aseton berhubungan dengan
pemecahan asam aseto-asetat dan harus berkurang bila
ketosis harus terkoreksi
c. Demam dengan kulit kemerahan, kering menunjukkan
dehidrasi.
d. Merupakan indicator dari dehidrasi
e. Memberi perkiraan akan cairan pengganti, fungsi ginjal, dan
program pengobatan.
f. Mempertahankan volume sirkulasi.
g. Kekurangan cairan dan elektrolit menimbulkan muntah
sehingga kekurangan cairan dan elektrolit.
h. Cairan untuk perbaikan yang cepat berpotensi menimbulkan
kelebihan beban cairan
i. Mempercepat
proses
penyembuhan
untuk
memenuhi
kebutuhan cairan
3. Risiko terjadinya syok hypovolemik berhubungan dengan kurangnya
volume cairan tubuh
Tujuan dan kriteria hasil :
Setelah dilakukan perawatan 3 x 24 jam diharapkan tidak terjadi syok
hipovolemik dengan kriteria hasil :
33
a. TD 120/80 mmHg
b. RR 16-24 x/mnt
c. Nadi 60-100 x/mnt
d. Turgor kulit baik
e. Haluaran urin tepat secara individu
f. Kadar elektrolit dalam batas normal
Intervensi :
1. Monitor keadaan umum pasien
2. Observasi tanda-tanda vital tiap 2 sampai 3 jam.
3. Monitor tanda perdarahan
4. Chek haemoglobin, hematokrit, trombosit
5. Berikan transfusi sesuai program dokter
6. Lapor dokter bila tampak syok hipovolemik
Rasional:
a. memantau kondisi pasien selama masa perawatan terutama pada
saat terjadi perdarahan sehingga segera diketahui tanda syok dan
dapat segera ditangani.
b. tanda vital normal menandakan keadaan umum baik
c. Perdarahan cepat diketahui dan dapat diatasi sehingga pasien
tidak sampai syok hipovolemik
d. Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang
dialami pasien sebagai acuan melakukan tindakan lebih lanjut
34
e. Untuk menggantikan volume darah serta komponen darah yang
hilang
f. Untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut sesegera mungkin
4. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan mual, muntah, anoreksia
Tujuan dan kriteria hasil :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dapat teratasi
dengan kriteria :
a.
Mencerna jumlah kalori/nutrien yang tepat
b.
Menunjukkan tingkat energi biasanya
c.
Berat badan stabil atau bertambah
Intervensi:
1. Observasi keadaan umam pasien dan keluhan pasien.
2. Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan
dengan makanan yang dapat dihabiskan oleh pasien
3. Timbang berat badan setiap hari atau sesuai indikasi
4. Identifikasi makanan yang disukai atau dikehendaki yang sesuai
dengan program diit.
5. Ajarkan pasien dan Libatkan keluarga pasien pada perencanaan
makan sesuai indikasi
6. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat anti mual.
35
Rasional:
a. Mengetahui kebutuhan yang diperlukan oleh pasien.
b. Mengidentifikasi
kekurangan
dan
penyimpangan
dari
kebutuhan terapeutik
c. Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat (termasuk
absorbsi dan utilisasinya)
d. Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam
pencernaan makan, kerjasama ini dapat diupayakan setelah
pulang
e. Meningkatkan rasa keterlibatannya; Memberikan informasi
kepada keluarga untuk memahami nutrisi pasien
f. Pemberian obat antimual dapat mengurangi rasa mual
sehingga kebutuhan nutrisi pasien tercukupi.
5. Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit
Tujuan dan kriteria hasil:
Setelah dilakukan perawatan 3 x 24 jam diharapkan nyeri pasien dapat
berkurang dan menghilang dengan kriteria hasil :
a.
Pasien mengatakan nyerinya hilang
b.
Nyeri berada pada skala 0-3
c.
Tekanan darah 120/80 mmHg
d.
Suhu 36,80C-37,50C
e.
Respirasi 16-24 x/mnt
f.
Nadi 60-100 x/mnt
36
Intervensi:
1. Observasi tingkat nyeri pasien (skala, frekuensi, durasi)
2. Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman dan tindakan
kenyamanan
3. Berikan aktifitas hiburan yang tepat
4. Libatkan keluarga dalam asuhan keperawatan.
5. Ajarkan pasien teknik relaksasi
6. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat analgetik
Rasional:
a. Mengindikasi kebutuhan untuk intervensi dan juga tanda-tanda
perkembangan/resolusi komplikasi
b. Lingkungan yang nyaman akan membantu proses relaksasi
c. Memfokuskan kembali perhatian; meningkatkan kemampuan
untuk menanggulangi nyeri.
d. Keluarga akan membantu proses penyembuhan dengan melatih
pasien relaksasi.
e. Relaksasi akan memindahkan rasa nyeri ke hal lain.
f. Memberikan penurunan nyeri.
37
Download