EFEKTIVITAS ITRAKONAZOL DOSIS TUNGGAL DAN

advertisement
AM Arifin dkk.
Efektivitas itrakonazol pada pitiriasis versikolor
Laporan Kasus
EFEKTIVITAS ITRAKONAZOL DOSIS TUNGGAL DAN
KETOKONAZOL DOSIS KONTINYU PADA PITIRIASIS
VERSIKOLOR: LAPORAN KASUS SERIAL
Evi Mustikawati Arifin, Safruddin Amin, Abd. Rahman Bubakar, Dirmawati Kadir,
Andiati Silviana, Anni Adriani
Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
FK Universitas Hasanuddin/RS Wahidin Sudirohusodo Makassar
ABSTRAK
Pilihan pertama pengobatan pitiriasis versikolor (PV) adalah ketokonazol yang dapat diberikan secara
topikal atau sistemik. Terapi antifungal sistemik diindikasikan untuk lesi yang luas dan yang memiliki
kecenderungan berulang.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hasil pengobatan ketokonazol 200 mg per oral yang
diberikan sehari sekali selama 1 minggu (kelompok A) dibandingkan dengan pemakaian itrakonazol 400 mg
dosis tunggal (kelompok B) pada pasien PV.
Penelitian dilakukan pada 6 pasien PV (kelompok A = 3 pasien, kelompok B = 3 pasien), berusia 18-43
tahun yang berkunjung ke poliklinik Sub bagian Mikologi, Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RS
Dr.Wahidin Sudirohusodo pada bulan Maret hingga April 2010. Diagnosis PV ditegakkan berdasarkan
gejala klinis dan pemeriksaan mikologis yang positif (mikroskopis langsung dan lampu Wood).
Pemeriksaan mikologis menunjukkan hasil negatif pada hari ke-8 dan ke-15 pada kedua kelompok.
Jumlah pasien yang mengalami efek samping pada kedua kelompok tersebut tidak berbeda.
Hasil pengobatan ketokonazol 200 mg oral yang diberikan sekali sehari selama seminggu dan
itrakonazol 400 mg dosis tunggal pada pasien PV tidak berbeda ditinjau dari segi penyembuhan mikologis.
(MDVI 2013; 40/2:69-73)
Kata kunci: Pitiriasis versikolor, ketokonazol oral, itrakonazol oral
ABSTRACT
The first option for pityriasis versicolor (PV) is ketoconazole, which can be administrated topically or
systemically. Systemic antifungal therapy indicated for wide distribution of lesions and recurrent lesions.
To compare the efficacy of 200 mg oral ketoconazole given once daily for a weeks (group A) and 400
mg itraconazole single dose (group B).
Was conducted to 6 PV patients (3 patients of group A and 3 patients of group B), aged years 18-43,
attending the mycoses outpatient clinic in Dermato-Venereology Department of Dr. Wahidin Sudirohusodo
Hospital Makassar from March to April 2010. The diagnosis of PV was based on clinical manifestasions,
positive mycological examination including direct microscopic examination and under Wood's lamp
examination.
Mycological examination of group A revealed that patients showed the negative results on 8th and 15th
day in both groups. Side effects experienced in both groups showed no difference.
The administration of 200 mg oral ketoconazole once daily for one weeks Is not more effective than 400
mg itraconazole single dose in treating PV, in terms of the mycological cure rate. (MDVI 2013; 40/2:69-73)
Keywords: Pityriasis versicolor, oral ketoconazole, oral itraconazole
Korespondensi:
Jl. Perintis Kemerdekaan Km.11 - Makassar
Telp : 0411- 582353
Email : [email protected]
69
MDVI
PENDAHULUAN
Pitiriasis versikolor (PV) merupakan infeksi jamur
superfisial yang disebabkan oleh Malassezia spp. Kasus
PV sangat sering di daerah tropis, bersifat kronis dan
berulang.1-3 Pengobatan PV dapat diberikan secara topikal
dan sistemik.1,4 Antifungal sistemik misalnyaketokonazol,
itrakonazol dan flukonazol,5 diberikan jika lesi luas atau
tidak member respons dengan terapi topikal.1,4
Ketokonazol merupakan obat antifungal sistemik
pertama yang efektif digunakan untuk PV.1,4 Ketokonazol
merupakan antifungal imidazol, berspektrum luas dan
menjadi obat pilihan (drug of choice) untuk pengobatan
infeksi Malassezia spp.1-6 Itrakonazol merupakan antifungal triazol yang memiliki sifat keratofilik dan lipofilik
yang kuat. Mekanisme kerja kedua golongan azol tersebut
yaitu dengan menghambat 14α-demethylase, sehingga
mengganggu sintesis sterol pada membran sel jamur.
Secara in vitro, itrakonazol aktif melawan dermatofit
maupun non-dermatofit (Malassezia spp. dan Candida).1-3
Keberhasilan pengobatan PV dapat dicapai dengan
pemberian obat yang tepat, relatif aman, murah serta
kepatuhan pasien dalam pengobatan.1,4
Laporan kasus serial ini dilakukan untuk mengetahui
hasil pengobatan pada 6 pasien PV yang didiagnosis
berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang.
Pasien dikelompokkan menjadi kelompok A yang diberikan
pengobatan sistemik itrakonazol 400 mg dosis tunggal;
dan kelompok B diberikan ketokonazol 200 mg per hari
selama tujuh hari. Efektifitas kedua jenis regimen dinilai
berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang
(lampu Wood dan pemeriksaan mikroskopik).
LAPORAN KASUS
Kelompok A: itrakonazol dosis tunggal
Kasus 1: Tn S, 22 tahun, bercak putih pada punggung
dan kedua lengan bagian atas, gatal jika berkeringat,
dirasakan sejak 8 bulan lalu, sering berulang, sering diobati
sendiri dengan salep ultrasilin dan berobat ke dokter kulit,
namun sering berulang. Lesi tampak berupa makula
hipopigmentasi disertai skuama halus di regio punggung dan
ekstremitas superior dekstra et sinistra. Pemeriksaan lampu
Wood: +, KOH 10% : (+) “spaghetti and meatball”. Pasien
diberikan itrakonazol 400 mg dosis tunggal.
Kasus 2: Ny H, 38 tahun, bercak putih pada seluruh
punggung, gatal jika berkeringat, dirasakan sejak 1 tahun
lalu, sering berulang, riwayat berobat dengan dokter
spesialis, sembuh namun muncul kembali. Lesi berupa
makula hipopigmentasi disertai skuama halus di regio
vertebralis posterior. Pemeriksaan lampu Wood: +, KOH
10% : (+) “spaghetti and meatball”. Pasien diberikan
Itrakonazol 400 mg dosis tunggal.
Kasus 3: Tn.M, 43 tahun, bercak putih pada dada,
lengan atas dan punggung, gatal jika berkeringat, dirasakan
70
Vol. 40 No.2 Tahun 2013:69-73
sejak 11 bulan lalu, sering berulang, riwayat sering berobat
ke dokter dan diobati sendiri dengan salep mikorek, namun
tidak ada perubahan. Lesi berupa makula hipopigmentasi
disertai skuama halus di regio punggung, dada dan ekstremitas superior dekstra et sinistra. Pemeriksaan lampu Wood:
+, KOH 10% : (+) “spaghetti and meatball”. Pasien
diberikan Itrakonazol 400 mg dosis tunggal.
Kelompok B: ketokonazol dosis kontinyu
Kasus 4: Tn St 19 tahun, bercak putih pada mandibula,
leher dan punggung, kadang-kadang gatal jika berkeringat,
dirasakan sejak 4 bulan lalu, sering berulang, riwayat sering
diobati sendiri dengan kalpanax, namun tidak ada perubahan.
Lesi yang ditemukan berupa makula hipopigmentasi disertai
skuama halus di regio mandibula, koli dan vertebralis
posterior. Pemeriksaan lampu Wood: +, KOH 10% : (+)
“spaghetti and meatball”. Pasien diberikan ketokonazol
200mg/hari selama 7 hari.
Kasus 5: Ny.S, 22 tahun, bercak putih pada kedua
ekstremitas superior dekstra et sinistra, kadang gatal jika
berkeringat, dirasakan sejak 10 bulan lalu, sering berulang,
riwayat berobat di puskesmas dan diberi salep hidrokortison,
namun tidak ada perubahan. Lesi-lesi tampak berupa makula
hipopigmentasi disertai skuama halus di regio ekstremitas
superior dekstra et sinistra. Pemeriksaan lampu Wood: +,
KOH 10% : (+) “spaghetti and meatball”. Pasien diberikan
ketokonazol 200mg/hari selama 7 hari.
Kasus 6: Tn.S, 28 tahun, bercak putih pada punggung,
dada dan lengan kiri atas dan bawah, kadang gatal jika
berkeringat, dirasakan sejak 15 bulan lalu, sering berulang,
riwayat berobat disangkal. Lesi tampak berupa makula
hipopigmentasi disertai skuama halus di regio vertebralis
posterior, torakalis anterior dan ekstremitas superior dekstra
et sinistra. Pemeriksaan lampu Wood: +, KOH 10% : (+)
“spaghetti and meatball”. Pasien diberikan ketokonazol
200mg/hari selama 7 hari.
Evaluasi Hasil Pengobatan Hari ke-8 dan ke-15:
Kelompok A: itrakonazol dosis tunggal. Pada
kasus 1: masih tampak lesi berupa makula hipopigmentasi
tetapi tanpa skuama dan tidak gatal. Pemeriksaan KOH (-)
dan lampu Wood (-). Efek samping obat: mual; Kasus 2:
masih tampak lesi berupa makula hipopigmentasi tetapi
tanpa skuama dan tidak gatal. Pemeriksaan KOH (-) dan
lampu Wood (-). Efek samping obat: mual dan pusing;
Kasus 3: masih tampak lesi berupa makula hipopigmentasi
tetapi tanpa skuama dan tidak gatal. Pemeriksaan KOH (-)
dan lampu Wood (-). Efek samping obat: mual dan sakit
kepala.
Kelompok B: ketokonazol dosis kontinyu. Pada
kasus 4: masih tampak lesi berupa makula hipopigmentasi
tetapi tanpa skuama dan tidak gatal. Pemeriksaan KOH (-)
dan lampu Wood (-). Efek samping obat: mual; Kasus 5:
AM Arifin dkk.
Efektivitas itrakonazol pada pitiriasis versikolor
masih tampak lesi berupa makula hipopigmentasi tetapi
tanpa skuama dan tidak gatal. Pemeriksaan KOH (-) dan
lampu Wood (-). Efek samping obat: sakit kepala ringan;
Kasus 6: masih tampak lesi berupa makula hipopigmentasi
tetapi tanpa skuama dan tidak gatal. Pemeriksaan KOH (-)
dan lampu Wood (-). Efek samping: mual
Tabel 1.
Pemeriksaan
Lampu Wood
KOH 10%
“spaghetti and
meatball”
Terapi
Efek samping obat
+
+
+
+
Itrakonazol
Ketokonazol
Mual dan sakit kepala
Mual dan sakit kepala
DISKUSI
Insidens pitiriasis versikolor (PV) lebih banyak didapatkan pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan,1
dapat mengenai semua umur, namun lebih sering terjadi
pada remaja dan dewasa muda karena pada usia tersebut
aktivitas kelenjar sebasea tinggi.7-9 Faktor predisposisi PV,
antara lain suhu dan kelembaban yang tinggi dan kegemukan, sehingga pasien relatif lebih mudah berkeringat.1,3,7
Pasien dalam laporan kasus ini memiliki predisposisi mudah
berkeringat karena faktor suhu/iklim tropis.
Pasien PV umumnya datang berobat karena adanya
bercak hipopigmentasi atau hiperpigmentasi atau eritema
pada tubuh tanpa atau disertai rasa gatal yang ringan yang
dirasakan terutama bila pasien berkeringat.1,3-8 Lokasi
tersering umumnya tubuh bagian atas, punggung dan lengan
atas serta bagian tubuh yang tertutup pakaian.7,10 Makula
hipopigmentasi biasanya ditemukan pada orang kulit
berwarna atau gelap.3,11 Ukuran lesi bervariasi dari miliar,
lentikular atau numular dan dapat berkonfluensi menjadi lesi
yang lebih besar.11 Gambaran klinis yang khas seperti di atas
ditemukan pada pasien laporan kasus serial ini.
Diagnosis PV ditegakkan berdasarkan gambaran klinis
yang khas dan ditunjang dengan pemeriksaan lampu Wood
serta pemeriksaan mikroskopik langsung. Pemeriksaan
lampu Wood akan memberikan fluoresensi kuning
keemasan, akibat adanya substansi pteridin pada elemen
jamur, baik spora maupun hifa yang hidup dijaringan.9,10,12-14
Hasil pemeriksaan mikroskopik langsung dapat ditemukan
hifa pendek, berbentuk lurus atau bengkok dengan kumpulan
spora, menyerupai gambaran “spaghetti and meat ball
appearance”.14 Pemeriksaan kultur jarang dibutuhkan.1,7
Semua pasien dalam laporan kasus ini menunjukkan hasil
pemeriksaan lampu Wood dan KOH yang positif
sehingga diagnosis ditegakkan sebagai PV.
Pitiriasis versikolor umumnya cukup memberi respons
terhadap terapi topikal, namun membutuhkan waktu yang
cukup lama dan kurang berhasil pada lesi yang luas. Perlu
diingat bahwa penggunaan obat antifungal sistemik
memerlukan berbagai pertimbangan, antara lain: angka
kesembuhan, harga, komplikasi, kenyamanan, umur,
keadaan umum dan riwayat medis pasien. Pengetahuan
farmakologi obat dapat membantu memperkirakan
efektivitas obat terhadap berbagai infeksi jamur maupun
kemungkinan terjadinya efek samping obat.2,10,11,13,14
Regimen yang dianjurkan untuk PV yaitu ketokonazol
200 mg sekali sehari selama seminggu. Pilihan antijamur
sistemik lainnya adalah itrakonazol 400mg dosis tunggal,
atau 200 mg sekali sehari selama 7 hari, atau flukonazol
400 mg dosis tunggal.4-6,15-18
Ketokonazol merupakan obat pilihan (drug of choice)
untuk pengobatan infeksi Malassezia spp. Preparat
antifungal tersebut mempunyai efek fungistatik dan
fungisidal pada konsentrasi yang tinggi. Mekanisme kerja
ketokonazol yaitu dengan menghambat sintesis ergosterol
yang merupakan sterol utama pada membran sel jamur
dengan menghambat cytochrome P450-dependent lanosterol
14a-demethylase.1-4 Akibatnya ergosterol akan berkurang
dan terjadi akumulasi lanosterol. Perubahan tersebut
mengakibatkan perubahan permeabilitas dan kerusakan
struktur membran sel yang menyebabkan gangguan
pertumbuhan jamur bahkan sampai terjadi kematian sel
jamur.4,7 Sama halnya dengan ketokonazol, itrakonazol juga
menghambat 14a-demethylase, sehingga terjadi gangguan
sintesis sterol dalam membran sel fungal.4,7,8
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Jain dkk (2007),
menyarankan pemberian ketokonazol oral, 200mg per
hari selama 5 hari, atau itrakonazol oral 200 mg per hari
selama 5 hari dan keduanya, tidak menunjukkan
perbedaan yang bermakna untuk pengobatan PV. Kedua
obat ditoleransi dengan baik dan aman.6 Shemer dkk
(1999) melaporkan efektifitas ketokonazol 400 mg per
minggu selama 2 minggu sama dengan itrakonazol 200
mg per hari selama 7 hari atau 100 mg per hari selama 2
minggu pada pasien PV.19
Kose dkk (2002) melaporkan hasil penelitian yang
membandingkan antara dosis tunggal itrakonazol 400 mg
dan dosis 200 mg per hari selama 7 hari untuk terapi PV
yang menunjukkan hasil tidak terdapat perbedaan bermakna
mengenai efek dan keamanan antara keduanya.17 Berdasarkan penelitian tersebut maka pada laporan kasus ini
digunakan ketokonazol dosis kontinyu dan itrakonazol dosis
tunggal pada pasien PV dengan lesi luas.
Perbandingan terapi telah dilaporkan oleh MonteroGei dkk (1999), yang menggunakan flukonazol 450 mg
dosis tunggal, flukonazol dua dosis 300 mg dalam satu
71
MDVI
minggu dan itrakonazol 200 mg per hari selama 7 hari.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan flukonazol dua
dosis 300 mg dalam seminggu lebih efektif dibandingkan
dengan flukonazol dosis tunggal, tetapi sama efektifnya
Vol. 40 No.2 Tahun 2013:69-73
dengan itrakonazol 200 mg per hari selama 7 hari.18
Gupta dkk. (2003) melaporkan bahwa itrakonazol dan
flukonazol cukup aman dan dapat ditoleransi dengan baik
untuk anak-anak.12
Tabel 2. Foto pasien
Kasus 1
Kasus 4
Kasus 2
Kasus 5
Kasus 3
Kasus 6
72
AM Arifin dkk.
Efektivitas itrakonazol pada pitiriasis versikolor
Efektivitas dua jenis regimen dalam studi ini dinilai
efektif setelah 1 minggu pengobatan. Hal tersebut tampak
dari lesi yang tidak lagi berskuama dan hasil pemeriksaan
penunjang (lampu Wood dan mikroskopik langsung)
memberikan hasil yang negatif. Makula hipopigmentasi
secara perlahan akan kembali normal setelah beberapa
minggu sampai beberapa bulan.4,12
Efek samping yang dapat timbul karena penggunaan
antifungal sistemik yaitu peningkatan ringan fungsi hati
yang bersifat sementara dan gangguan gastrointestinal.3,6
Efek samping kedua kelompok kasus ini, tidak berbeda
dan dianggap ringan, sehingga keduanya cukup aman
digunakan untuk pengobatan PV.
Faergemann dkk (2002) melaporkan kemanjuran
itrakonazol 400 mg dosis tunggal sebagai pengobatan
profilaksis PV dalam 6 bulan, yang dibuktikan secara
klinis dan mikroskopis.4 Kelemahan laporan kasus ini
adalah waktu pengamatan yang kurang lama, sehingga
tidak dapat menilai angka rekurensi.
4.
PENUTUP
12.
Efektivitas itrakonazol 400 mg dosis tunggal sama
dengan ketokonazol 200 mg per hari selama 7 hari untuk
pengobatan PV. Ditinjau dari segi biaya, ketokonazol oral
lebih murah dibandingkan itrakonazol oral, namun
keberhasilan terapi juga didukung oleh kepatuhan pasien.
Perbandingan kedua obat tersebut perlu penelitian
lebih lanjut dengan jumlah sampel dan masa evaluasi
pasca pengobatan yang lebih lama.
13.
DAFTAR PUSTAKA
17.
1.
2.
3.
Janik MP, Heffernan MP. Yeast infection: candidiasis, pityriasis
(tinea) versicolor. Dalam: IM Freedberg, AZ Eizen, K Wollf, KF
Austen, LK Goldsmith L, Katz S, Gilchrest B, Paller A, Leffell D,
penyunting. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. Edisi
ke-7. New York: McGraw Hill Medical; 2008. h.1822-30.
Crespo-Erchiga V, Florencio VD. Malassezia yeast and Pityriasis
versicolor. Curr Opin Infect Dis. 2006; 19:139-47.
Gupta AK, Bluhm R, Summerbel R, Pityriasis versicolor. J Eur
Acad Dermatol. 2002; 16: 19-33.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
14.
15.
16.
18.
19.
Faergemann J, Gupta AK, Mofadi AA, Abanami A, Shareaah A,
Marnyssen G. Efficacy of itraconazole in the prophylactic
treatment of (Tinea) Versicolor. Arch Dermatol. 2002; 138: 69-73.
Silva H, Gibbs D, Arguedas J. A comparison of fluconazole with
ketoconazole, itraconazole, and clotrimazole in the treatment of
patients with pityriasis versicolor. Curr Ther Res Clin Exp. 1998;
59(4): 203-14.
Jain VK, Aggarwal K. Comparative study of ketoconazole and
itraconazole in pityriasis versicolor. Indian J Dermatol Venereol
Leprol. 1999; 65: 267-9.
Bellantoni M, Konnikov N. Oral Antifungal Agents. Dalam: Wolff
K, Goldsmith L, Katz S, Gilchrest B, Paller A, Leffell D,
penyunting. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. Edisi
ke-7. New York: McGraw Hill Medical; 2008. h.2211-7.
Miranda KC, de Araujo CR, Costa CR, Passos XS, de Fatima, LFO do
Rossario R, Silva M. Antifungal activities of azole agents against the
Malassezia species. Int J Antimicrob Agent. 2007; 29: 281-4.
Farschian M, Yaghoobi R, Samadi K. Fluconazole versus
ketoconazole in the treatment of tinea versicolor. J Dermatol Treat.
2002; 13(2): 73-6.
Gupta LK, Singhi MK. Wood’s lamp. Indian J Dermatol Venereal
Leprol. 2004; 70(2): 131-5.
Rippon JW. Superficial infection. Dalam: Rippon JW. Medical
mycology. Edisi ke-3. Philadelphia: WB. Saunders Company;
1988. h. 154-9
Gupta AK, Cooper EA, Ginter G. Efficacy and safety of
itraconazole use in children. Dermatol Clin. 2003; 213: 521–35.
Nugroho SA. Pemeriksaan penunjang diagnosis mikosis
superfisialis. Dalam: Budimulja U, Bramono K, Menaldi SL,
Dwihastuti P, Widaty S, eds. Dermatomikosis superfisialis. Edisi
kedua. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2004. h.99-106.
Chaya A, Pande S. Methods of specimen collection for diagnosis
of superficial and subcutaneous fungal infections. Indian J
Dermatol Venereol Leprol. 2007; 73(3): 202-5.
Pantazidou A. Recurrent tinea versicolor: treatment with
itraconazole or fluconazole. Arch Dis Child. 2007; 92: 1040-2.
Partap R, Kaur I, Chakrabarti A, Kumar B. Single-dose
fluconazole versus itraconazole in pityriasis versicolor.
Dermatology. 2004; 208: 55–9
Kose O, Tastan HB, Gur AR, Kurumlu Z. Comparison of a single
400 mg dose versus a 7-day 200 mg daily dose of itraconazole in
the treatment of tinea versicolor. J Dermatol Treat. 2002;13:77-9.
Montero-Gei F, Robles ME, Suchil P. Fluconazole versus
ketoconazole in the treatment of tinea versicolor. Int J Dermatol.
1999; 38: 601-3.
Shemer A, Nathansohn N, Kaplan B, Trau H, Itraconazole versus
ketoconazole in the treatment of tinea versicolor. J Dermatol Treat.
1999; 10: 19-23.
73
Download