BAB II FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR A. Teori-teori Kriminologi Penyebab Terjadinya Kejahatan Didalam kriminologi dikenal adanya beberapa teori yang dapat dipergunakan untuk menganalisis permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan kejahatan. Teori-teori tersebut pada hakekatnya berusaha untuk mengkaji dan menjelaskan halhal yang berkaitan dengan penjahat dengan kejahatan,dan sebab – sebab terjadinya kejahatan, namun dalam menjelaskan hal tersebut terdapat hal-hal yang berbeda antara satu teori dengan teori lainnya . beberapa teori kriminologi yaitu: 1. Teori Kriminal yang Berpusat Pada Keanehan dan Keabnormalan Pelaku (Teori – Teori Tipe Fisik ) Teori tipe ini berlandaskan pada terdapat perbedaan – perbedaan biologis pada tingkah laku manusia . seseorang bertingkah laku berbeda , karena ia memiliki struktur yang berbeda. Menurut teori ini tingkah laku jahat dari seseorang merupakan cacat atau inferioritas . Adapun yang termasuk kedalam teori – teori tipe fisik adalah : a. Fisiognomi Theory Teori fisiognomi merupakan teori yang berhubungan dengan raut muka dengan Universitas Sumatera Utara dengan kelakuan manusia . Adapun ciri dari orang yang kurang baik menurut teori ini adalah: 1. Laki – laki tidak berkumis 2. Perempuan berkumis 3. Mata yang gelisah Teori fisiognomi ini mendorong lahirnya teori frenologi theory b. Frenologi Theory20 Teori ini berlandaskan pada otak yang merupakan alat atau pun organ pada akal . teori ini mendalilkan , bentuknya tengkorak sesuai dengan isinya , akal terdiri dari kecakapan – kecakapan dan fungsi nya , dan kecakapan – kecakapan tersebut bersangkutan dengan bentuk otak dan tengkorak . Beberapa kecakapn yang dimiliki seseorang yaitu : 1. Cinta birahi 2. Cinta keturunan 3. Keramahan 4. Sifat perusak 21 Sedangkan kecakapan dapat digolongkan menjadi tiga yaitu : 1. Naluri – naluri aktif atau rendah 2. Sentiment – sentiment moral 21 Wahju Muljono , Pengantar Teori Kriminologi (Jakarta , PT Buana Raya ,2010), hal 47 Universitas Sumatera Utara 3. Kecakapan – kecakapan intelektual Menurut teori Frenologi ini , kejahatan disebabkan oleh naluri – naluri rendah , seperti : 1. Cinta birahi 2. Cinta keturunan 3. Sifat militant 4. Sifat rahasia c. Antropolologi Kriminal Teori ini berdasarkan bahwa penjahat merupakan inferior secara organis . sementara kejahatan adalah hasil pengaruh dari lingkungan terhadap organisme manusia yang rendah tingkatannya . Bagi penjahat hanya dapat dilakukan melalui cara eliminasi mutlak atau penumpasan secara total pada orang – orang secara fisik , mental , dan moral. d. Teori Interioritas dan Teori tipe fisik Menurut Kretschmer – Sheldon 22 , teori interioritas berlandaskan pada anggapan tentang adanya interioritas / cacat dasar yang telah diperkuat dengan pernyataan – pernyataan , bahwa macam – macam sifat yang dapat dilihat mencerminkan suatu kekurangan dengan mana orang yang dilahirkan di dunia ini bersifat konstitusional. Teori tipe fisik ini berlandaskan kepada tiga tipe yaitu : 22 Wahju Muljono ,Op.Cit hal 54 Universitas Sumatera Utara 1. Astenik yaitu orang yang memiliki badan kurus , ramping dan berbahu kecil 2. Atletik yaitu orang yang bentuk badan nya menengah tinggi , kuat , berotot dan bertulang kasar 3. Piknik yaitu orang yang memiliki badan tinggi sedang , figure yang tegap , leher besar , wajah halus e. Teori Tipe Tes Mental dan Kelemahan Jiwa Teori ini berlandaskan pada pendapat bahwa penjahat adalah tipe orang – orang yang memiliki cap tertentu . f. Teori Kewarisan Teori ini berlandaskan pada pendapat bahwa orang tua yang berperilaku jahat akan diturunkan kepada anak nya . g. Teori Psikopati Teori ini berdasarkan pada pendapat bahwa kejahatan merupakan kelainan dari pelaku nya . 2. Teori – Teori yang Berpusat Kepada Pengaruh – Pengaruh Kelompok atau Pengaruh Kebudayaan Ajaran teori ini dapat dilihat dari dua hal yaitu : Hubungan antara kondisi ekonomi dengan kriminalitas. Teori ini berlandaskan pada pendapat bahwa kejahatan dapat terukur melalui statistic. Universitas Sumatera Utara a. Kejahatan sebagai tingkah laku yang dipelajari secara normal . Teori ini berlandaskan pada pendapat bahwa kejahatan merupakan tingkah laku yang dipelajari , seperti kegiatan manusia yang selalu mencerminakn sesuatu dari kepribadian nya dan dari kecakapan – kecakapan nya namun berlawanan dengan hukum dan bertentangan dengan kesusilaan masyarakat. Sedangkan teori - teori yang berpusat kepada pengaruh kelompok atau kebudayaan dapat dibagi menjadi tiga yaitu: A. Interaksionisme Simbolik dan Pembelajaran social Yang dibagi kedalam lima tipe yaitu : 1. Pluralism of Selves ( Kemajemukan diri ) teori ini berpendapat bahwa seseorang mempunyai rasa diri social , kesadaran diri dianggap bergantung kepada bebrbagai reaksi terhadap berbagai individu. 2. The Looking Glass Self teori ini berpendapat bahwa citra tentang penampilan kepada orang lain, citra terhadap penilaian nya tentang penampilan , dan beberapa macam perasaan diri ( self Feeling ) seperti kebanggaan 3. Definition of the Stuation teori ini berpendapat bahwa bila seseorang mendefenisikan situasi sebagai suatu kenyataan , maka akan nyata dalam akibat nya. 4. Interaksionisme Simbolik teori ini berpendapat bahwa tingkah laku yang dimiliki seseorang merupakan perwujudan dari tingkah laku masyarakat sekitarnya. Universitas Sumatera Utara 5. Aktualisasi Penyimpangan teori berpendapat bahwa belajar menjadi penyimpangan melibatkan suatu proses sosialisasi di mana instruksi rancangan , persetujuan , kebersamaan , perbincangan gaya hidup bahwa pelaku penyimpangan sendiri mulai mendefenisikan sebagai hal biasa dalam kehidupan sehari- hari. B. Teori Labeling Teori ini berdasarkan bahwa kriminalitas adalah sebuah kata , dan bukan perbuatan atau tindakan . Kriminalitas di defenisikan secara sosial dan orang – orang kriminal dihasilkan secara sosial dalam suatu proses yang mendorong orang banyak memberikan cap pada kelompok minioritas , di mana dalam banyak hal bahkan mungkin mereka melaksanakan konsekuensi daripada labeling tersebut . Akibatnya orang yang diberi cap cacat mungkin tidak bisa berbuat lain daripada peranan yang telah diberikan kepadanya. Teori ini diartikan dari segi pandangan pemberian nama yaitu bahwa sebab utama kejahatan dapat dijumpai dalam pemberian nama atau pemberian label dalam masyarakat untuk mengidentifikasi anggota masyarakat tertentu. Berdasarkan perspektif ini pelanggaran hukum tidak bisa dibedakan dari mereka yang tidak melanggar hukum, terkecualikan bagi adanya pemberian nama atau label terhadap mereka yang ditentukan demikian, oleh sebab itu maka criminal dipandang oleh teoritisi pemberian nama sebagai korban lingkunngannya dan kebiasaan pemberian nama oleh masyarakat. Universitas Sumatera Utara C. Teori Kriminologi dalam Berbagai Perspektif Biologi dan Psikologi Di dalam teori ini terdapat para tokoh dengan pendapat masing – masing, adapaun para tokoh itu yaitu : 1. Aguste Comte ( 1978 – 1857 ) Aguste Comte memberikan pengaruh penting bagi para tokoh mashab positivism, meurut Aguste Comte yaitu : “ There could be no real knowledge of social phenomena unless it was based on a positivist “. 2. Cesare Lambroso Lambroso di dalam teori nya menghubungkan teori positivism Comte dengan evolusi Darwin . Adapun ajaran inti dari teori nya menjelaskan tentang penjahat mewakili satu tipe keanehan fisik yang berbeda dengan non criminal . Lambroso mengklaim bahwa para penjahat mewakili suatu bentuk kemerosotan yang termanifestasi dalam kraakter fisik yang merefleksikan suatu bentuk awal dari evolusi. Ternyata tentang born criminal penjahat yang dilahirkan meyatakan bahwa penjahat adalah suatu bentuk yang lebih rendah dalam kehidupan , lebih mendekatkan nenek moyang mereka yang mirip kera dalam sifat bawaan dan watak dibandingkan mereka yang bukan penjahat . Universitas Sumatera Utara Mereka dapat dibedakan dari non criminal melalui beberapa atavistic stigmata ciri – ciri fisik dari mahluk pada tahap awal perkembangan, sebelum mereka benar – benar menjadi manusia. Lambroso berasalan sering kali para penjahat memiliki rahang yang besar dan gigi taring yang kuat , suatu sifat yang pada umumnya dimiliki hewan carnivore untuk merobek makanan dan melahap daging mentah. Menurut Lambroso , seorang individu yang lahir dengan lima stigmata adalah seorang born criminal ( penjahat yang dilahirkan ). 3. Enrico Ferri Ferri berpendapat bahwa kejahatan dapat dijalankan melalui studi – studi pengaruh – pengaruh interaktif di Antara faktor fisik dan faktor social . Dijelaskan melalui faktor faktor fisik ( seperti ras , geografis, serta tempratur ), dan faktor sosial (umur,jenis kelamin,variable psikologis).Ferri juga berpendapat bahwa kejahatan dapat dikontrol dengan perubahan social . Misalnya subsidi perumahan, control kelahiran,kebebasan menikah dan bercerai,fasilitas rekreasi. 4. Raffaela Garofalo Rafaela di dalam teori nya23 mengatakan bahwa kejahatan – kejahatan alamiah ditemukan di dalam seluruh masyarakat manusia ,tidak peduli pandangan pembuat hukum dan tidak ada masyarakat yang beradab dapat mengabaikan . 23 Wahju Muljono, Op.Cit, hal 53 Universitas Sumatera Utara 5. Charles Buchman Goring Menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan – perbedaan signifikan Antara penjahat dan non penjahat kecuali di dalam tinggi dan berat tubuh . Para penjahat pada umumnya memiliki bentuk tubuh lebih kecil dan ramping . Goring menafsirkan temuan ini sebagai bentuk penegasan dari hipotesisnya bahwa para penjahat secara biologis lebih inferior. 3. Body Types Theorie Dikenal beberapa pendapat ahli didalam teori body types Theorie diantaranya yaitu : a. Ernst Kretchmer ( 1888 – 1964 ) Ernst mendefenisikan ada empat teori fisik yaitu : 1. Asthenic yaitu orang yang memiliki badan kurus , raming dan bebbahu kecil 2. Athletic yaitu orang yang bentuk badan nya menengah tinggi , kuat , berotot dan bertulang kasar 3. Pyknic yaitu orang yang memiliki badan tinggi sedang , figure yang tegap , leher besar , wajah halus 4. tipe campuran yaitu orang yang tidak terklasifikasi. Kretschmer menghubungkan tipe – tipe fisik tersebut dengan variasi – variasi Universitas Sumatera Utara ketidakteraturan fisik , pyhnic berhubungan dengan depresi , asthenics dan athletics dan schizophrenia .24 b. Ernest A . Hooten Hooten adalah seorang antropolog fisik . perhatinnya terhadap kriminalitas yang secara biologis ditentukan dengan publikasinya yang membandingkan penghuni penjara di Amerika dengan suatu control group dari non criminal . c. William H. Sheldon Sheldon memformulasika sendiri – sendiri kelompok somatotypes . the endomorph yaitu orang yang memiki tubuh gemuk , the mesomorph yaitu orang yang memilii tubuh berotot dan bertubuh atletis,the ectomorph orang yang memiliki fisik tinggi , kurus , dan memiliki fisik yang rapuh ).Menurut Sheldon , “ solid flesh and bone of the individual daging padat dan tulang seorang individu merupakan basis for the study dasar untuk melakukan kajianyang memberikan suatu frame of refrence.jadi menurut Sheldon , orang didominasi sifat bawaan yang mesomorph yang secara fisik kuat , agresif , dan atletis cenderung lebih dari orang lain untuk terlibat dalam perbuatan illegal . d. Sheldon Glueck Glueck melakukan studi komparatif Antara laki – laki delinquent dengan non delinquent . pria delinquent didapati memiliki wajah yang lebih sempit ( kecil ) , dada 24 Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa , Kriminologi ( Jakarta : Raja Grafindo Persada ,2003 ) , hal 43 Universitas Sumatera Utara yang lebar , pinggang yang lebih besar dan luas , lengan bawah dan lengan atas lebih besar daripada non delinquent. 4. Penjelasan Psikologi atas Kejahatan a. Teori Psikoanalisa Sigmund Freud dalam teori ini menghubungkan delinquent dan perilaku criminal dengan suatu conscience yang baik yang begitu menguasai sehingga menimbulkan perasaan yang begitu menguasai sehingga menimbulkan perasaan bersalah atau conccience begitu lemah sehingga tidak dapat mengontol dorongan individu dan bagi kebutuhan yang harus dipenuhi . Seseorang melakukan perilaku yang terlarang karena hati nurani atau superego nya begitu lemah atau tidak sempurna sehingga ego nya ( yang berperan sebagai penegah antara super ego dan id ) tidak mampu mengontrol dorongan – dorongan dari id ( bagian dari kepribadian yang mengandung keinginan dan dorongan yang kuat untuk dipuaskan dan dipenuhi ). b. Moral Development Theory Lawrence Kohlberg seorang psikolog menemukan bahwa pemikiran moral tumbuh di dalam tiga tahap , yaitu : 1. Preconventional stage yaitu tahap pra konvensional , di dalam hal ini moral dan nilai – nilai moral anak terdiri atas “ lakukan “ dan “ jangan lakukan “untuk menghindari hukuman, menurut teori ini anak yang Universitas Sumatera Utara berusia 9 sampai 11 tahun biasa nya berpikir pada tingkat pra konvensional. 2. Conventional level yaitu tingkatan yang meyakini dan mengadopsi nilai – nilai dan aturan masyarakat, dan masyarakat itu menegakkan aturan – aturan itu missal nya mencuri itu dilarang maka tidak seharusnya mencuri dalam kondisi apa pun. 3. Postconventional yaitu individu secara kritis menguji kebiasaan – kebiasaan dan aturan – aturan social sesuai dengan perasaan mereka tentang hak asasi universal, prinsip moral dan kewajiban . menurut Kohlberg kebanyakan delinquent dan penjahaht berpikir pada tingkatan pra konvensional. Sedangkan John Bowlhy , mengajukan Theory of Attachment yang mempelajari kebutuhan akan kehangatan dan afeksi lahir dan konsekuensi bila tidak mendapat kan hal tersebut . Ia mengajukan theory of attachment ( teori kasih sayang ) yang terdiri atas tujuh hal penting yaitu : Specifity yaitu kasih sayang itu sifat nya selektif , Duration yaitu kasih sayang berlangsung lama dan bertahan, Engagement of emotion yaitu melibatkan emosi ,Ontogeny yaitu rangkaian perkembangan anak membentuk kasih sayang pada figure utama, Learning yaitu kasih sayang hasil dari interaksi social yang mendasar,Organization yaitu kasih sayang mengikuti suatu organisasi perkembangan, Biological function yaitu perilaku kasih sayang memiliki fungsi Universitas Sumatera Utara bioloigis yang survival . Menurut Bowlby orang yang sudah biasa menjadi penjahat pada umumnya memiliki ketidakmampuan membentuk ikatan – ikatan kasih sayang. c. Social Learning Theory Teori ini mengemukakan bahwa perilaku delinquent ini dipelajari melalui proses psikologis yang sama sebagaimana semua perilaku non delinquent. Tokoh – tokoh yang mendukung teori ini adalah : 1. Albert Bandura Ia berpendapat bahwa individu – individu yang mempelajari kekerasan dan agresi melalui suatu behavioral modeling . Anak belajar bertingkah laku melalui peniruan tingkah laku orang lain . 2. Gerard Peterson Ia melakukan pengujian bagaimana agrasi dipelajari melalui pengalaman – pengalaman langsung .Gerard Peterson melihat bahwa anak – anak yang bermain secara pasif sering menjadi korban anak – anak lain nya tetapi kadang – kadang berhasil mengatasi serangan itu dengan agresi balasan . Dengan berlalunya waktu anak – anak ini maka ia akan belajar membela diri dan akhirnya menjadi suka berkelahi . Universitas Sumatera Utara 3. Ernesnt Burgess dan Ronald Akers Mereka menggabungkan Learning Theory dari Badura yang berdasarkan psikologi dengan teori Differential Association dari Erwin Sutherland yang berdasarkan sosiologi dan kemudian menghasilkan teori Differential Association Rein Forcemment . 5. Teori Kriminologi dari Perspektif Sosiologis Teori sosiologis sendiri mencari perbedaan dari angka kejahatan di dalam lingkungan social . Teori ini dapat dibagi menjadi 3 kategori yaitu : a. Strain ; b. Culture Deviance ; c. Social Control . a. Strain Theories Strain theories merupakan theory anomie dari Emile Durkheim. Durkheim meyakini jika sebuah masyarakat sederhana berkembang menuju surtu masyaraka yang modern dan kota , maka kedekatan yang dibutuhkan untuk melanjutkan satu set norma akan merosot , di mana kelompok – kelompok akan terpisah dan dalam ketiadaan dalam satu set aturan – aturan umum , tindakan – tindakan dan harapan orang lain dengan tidak dapat diperediksi perilaku sistem tersebut secara bertahap akan runtuh dan masyarakat itu dalam keadaan anomi. Durkheim mempercayai Universitas Sumatera Utara bahwa hasrat manusia adalah tidak terbatas , karena alam tidak mengatur batas – batas yang kketat untuk kemampuan manusia . b. Cultural Deviance Theories Teori ini juga disebut dengan teori – teori penyimpangan budaya. Ada tiga jenis teori penyimpangan budaya yaitu : 1. Social Disorganization Theory Teori ini terfokus pada perkembangan disintegrasi nilai konvensional yang disebabkan industrialisasi yang cepat , peningkatan imigrasi , dan urbanisasi. Adapun tokoh yang terkenal di dalam teori Social Disorganization Theory yaitu, W.I Thomas dan Florian Znanieck didalam buku mereka yang berjudul The Polish Peasant in Ueropa and America menggambarkan pengalaman sulit yang dialami para petani Polandia ketika mereka meninggalkan dunia lamanya yaitu pedesaan untuk menuju dunia baru kota industry . Selain itu mereka menyelidiki asimilasi dari para imigran dimana para imigran tua tidak begitu terpengaruh akan kepindahan itu meskipun berada di daerah kumuh , tetapi dengan adanya generasi muda mereka memliki sedikit tradisi lama tetapi tidak terasimilalsi dengan tradisi dunia baru, adapun tokoh lain nya yaitu Robert Park dan Ernest Burgess yang mengembangkan teori Social Disorganization dari Thomas dan Znanieck yang mengintrodusir analisis ekologi dari masyarakat dunia, yang meniliti karakter daerah dan bukan meneliti para penjahat untuk penjelasan tentang tingginya angka kejahatan Universitas Sumatera Utara Mereka mengembangkan pemikiran tentang Natural Urban Areas yang terdiri atas zona – zona konsentrasi yang memanjang keluar dari distrik pusat bisnis dan kota, tokoh lain nya yaitu Clifford Shaw dan Hendri Mc kay ang mmengatakan bahwa angka tertinggi dari delinquent berlangsung terus di area yang sama dari kota Chicago meskipun komposisi etnis berubah. Penemuan ini memberi kesimpulan bahwa faktor yang paling menentukan bukanlah etnisitas melainkan posisi kelompok di dalam penyebaran status ekonomi dan nilai – nilai budaya . 2. Culture Conflick Theory Teori ini menegaskan bahwa kelompok – kelompok yang berlainan belajar conduct norm yang berbeda dan bahwa banyak conduct norm dari suatu kelompok mungkin berbenturan dengan aturan konvensional kelas menegah. Tokoh yang terkenal dari teori ini adalah Thorsten Sellin di mana ia mengatakan bahwa conduct norm merupakan aturan yang merefleksikan sikap – sikap dari kelompok yang masing – masing dari kita memilikinya . 3. Differential Association Theory Teori ini berpendapat bahwa orang belajar melakukan kejahatan sebagai akibat dari hubungan dengan nilai – nilai dan sikap anti social serta pola tingkah laku criminal. Jadi kejahatan terjadi karena hasil peniruaan terhadap kejahatan yang ada di dalam masyarakat . Adapun tokoh dari teori ini adalah Edwin H. Sutherland. Universitas Sumatera Utara Sobural sebagai akronim dari nilai – nilai social , aspek budaya dan faktor structural dari suatu sistem masyarakat tertentu. Tujuan dari teori sobural bukan semata – mata mencegah kejahtan , melainkan merekayasa hukum dalam kebenaran dan keadilan agar tercipta kedamaian dan kesejahteraan , maka hanya Polri lah yang dapat memberitahukan kepada semua aparat pemerintah baik pusat maupun daerah bahwa timbulnya dan semakin meningkatnya kejahatan atau tindak pidana. c. Social Control Teori control sosial memfokuskan diri pada teknik – teknik dan strategi yang mengatur tingkah laku manusia dan membawanya kepada penyesuaian atau ketaataan kepada aturan – aturan masyarakat . 25 Konsep control sosial lahir pada peralihan abad dua puluh dalam satu volume buku dari E.A.Ross, salah seorang bapak sodiologi Amerika.Menurut Ross,sistem keyakinanlah yang membimbing orang – orang yang secara universal mengontrol tingkah laku , tidak peduli apa pun bentuk keyakinan yang dipilih.Sejak saat itu ,konsep ini diambil dalam arti yang semakin luas . Kontrol sosial telah di konseptualisasikan sebagai : “all – encompassing , representingpractically any phenomenon that leads to conformity to norms “ istilah ini dapat ditemukan pada studi – studi hukum, kebiasaan,moral , ideology, dan adat. Control sosial dikaji dari perspektif makro maupun mikro. Macrosociological studies menjelajah sistem – sistem formal untuk mengontrol kelompok – kelompok. 25 Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa ,Op.Cit, hal 87 Universitas Sumatera Utara Sistem formal itu diantara nya , sistem hukum undang – undang penegak hukum,kelompok – kelompok kekuatan masyarakat ,arahan –arahan sosial ekonomi dari pemerintah atau kelompok swasta.Jenis control ini dapat menjadi positif maupun negative.positif apabila dapat merintangi orang dari melakukan tingkah laku yang melanggar hukum. Negatif apabila mendorong penindasan, membatasi, atau melahirkan korupsi dari mereka yang memiliki kekuasaan. Micrososiological studies memfokuskan perhatian kepada sistem control secara informal . teori teori dari control sosial antara lain : 1. Travis Hirschi ( sosial Bonds) Hirschi menyebut empat sosial bonds yang mendorong socialization (sosialisasi) dan conformity ( Penyesuaian diri , yaitu attachment , commitment , involvement, dan belief. Menurut Hirschi “ the stronger these bonds,the less likelihood of delinquency (semakin kuat ikatan ikatan ini ,semakin kecil kemungkinan terjadi delinquency atau kenakalan )dalam penelitiannya ia mendapati bahwa “ weakness in any of the bonds was asocited with delinquent behavior “ ( kelemahan di setiap ikatan – ikatan itu berkaitan dengan tingkah laku delinquent ). 2. Michael Gotfreason dan Travis Hirschi Gotfredson dan hirschi dalam buku nya A General Theory Of Crime menemukan satu penjelasan yang signifikan dengan karya hirschi terdahulu. Social bonds dari hirschi menolak usaha menjelaskan kejahtan melalui internalized control dan ia justru Universitas Sumatera Utara menggunakan pendekatan sosiologis . Kontrol tersebut menurut teori Hirschi sebelumnya, dihasilkan oleh hubungan berlanjut si individu dengan conventional orde yaitu oleh ikatan ikatan dengan keluarga ,sekolah , pekerjaan,aktivitas sehari – hari, dan kepercayaan . Mereka meninggalkan pemikiran bahwa berlanjutnya social bonds merupakan pencegahan terhadap keterlibatan perbuatan illegal. Mereka justru menegaskan dalil bahwa self control , yang terpendam dalam awal kehidupan seseorang menentukan siapa yang jatuh sebagai pelaku kejahahtan. Jadi control merupakan suatu keadaan integral yang permanen disbanding dari hasil perjalanan faktor sosiologis. Menurut mereka , self control merupakan pencegah yang membuat orang menolak kejahtan dan pemuasaan sesaat. 3. David Matza ( techniques of neutralization) David matza mengembangkan suatu perspektif yang berbeda secara signifikan pada sosial control dengan menjelaskan mengapa sebagian remaja hanyut ke dalam atau keluar dari delinquency. Menurut nya remaja merasakan suatu kewajiban moral untuk menaati atau terikat dengan hukum . “ikatan “ atau “ bond “ antara seseorang dengan hukum sesuatu yang menciptakan tanggung jawab dan control sosial akan tetap di tempat nya sepanjang waktu . Apabila ia tidak ditempatnya lagi , remaja itu mungkin masuk ke dalam drift , atau periode di mana delinquent sementara hadir dalam keadaan linglung ( terlantar atau terombang ambing ) antara convention dan crime , merespon permintaan dari Universitas Sumatera Utara masing– masing , kadang dekat dengan yang satu kadang dengan yang lain , tetapi menunda komitmen , menghindari putusan . Jadi ia drift antara tindakan criminal dan konvensional. 4. Albert J.Reiss ( Personal and Social Control ) Personal control didefinisikan sebagai “ the ability of the individual to refrain from meeting needs in ways which conflict with the norms and rules of the community “ kemampuan individu umtuk menolak memenuhi kebutuhan dengan cara yang berlawanan dengan norma – norma atau aturan masyarakat . Sedangkan social control di defenisikan sebagai “ the ability of sosial groups or institusion to make norms or rules effective ( kemampuan kelompok – kelompok atau lembaga – lembaga sosial untuk membuat norma norma atau aturan – aturanya dipatuhi ) . Menurut Reiss penyesuaian diri dengan norma mungkin dihasilkan dari penerimaan ( acceptance ) individu atas aturan dan peranan atau semata- mata dari ketundukan kepada norma. 5. Walter C. Reckless ( Containment Theory ) Containment theory menurut Reckless adalah menjelaskan mengapa di tengah berbagai dorongan dan tarikan – tarikan kriminogenik yang beraneka macam , apa pun itu bentuknya, conformity ( penerimaan kepada norma ) tetaplah menjadi sifat yang umum . Menurut Reckless untuk melakukan kejahatan atau delinquency mempersyaratkan si indivdu memecahkan atau menerobos suatu kombinasi dari outer containment ( pengurungan luar ) dan inner containment ( pengurangan dalam) yang Universitas Sumatera Utara bersama – sama cenderung mengisolasikan seseorang baik dari dorongan ataupun tarikan itu . Menurut Reckless kemungkinan terjadi penyimpangan berhubungan secara langsung dengan sejauh mana dorongan – dorongan internal ( seperti kebutuhan harus dipenuhi , keresahan ,) tekanan eksternal ( kemiskinan , pengganguran ) tekanan – tekanan eksternal dikontrol dengan inner containment atau outer containment . B. Faktor – Faktor Penyebab Tindak Pidana Pemerkosaan Terhadap Anak Kejahatan pemerkosaan terhadap anak di bawah umur yang sering terjadi di sekitar kita baik dilakukan oleh keluarga anak tersebut atau pun dengan orang lain. Tulisan ini mengangkat satu kasus mengenai pemerkosaan yang dilakukan terhadap anak .pelaku dari pemerkosaan ini adalah Purmanto Panjaitan , berusia 20 tahun , dan bekerja sebagi petani. Melakukan tindak pidana pemerkosaan terhadap Natalia Simatupang berusia 15 tahun. Dimana Natalia alias Nia merupakan teman dekat dari Purmanto. Dimana pada saat terjadi nya peristiwa pemerkosaan Nia mendapat pesan singkat dari Purmanto untuk datang ke rumah tersangka di Jalan Jamin Ginting Gang Roga Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo ,di mana tersangka melakukan sejumlah bujuk rayu terhadap korban untuk melakukan persetubuhan dengan nya, meskipun korban alias Nia mengetahui jika tersangka atau Purmanto memiliki istri bernama Mak Rina. Universitas Sumatera Utara Di dalam hal ini pelaksana utama dari terjadi nya suatu pemerkosaan bukan saja datangya dari pelaku semata – mata tetapi juga dari faktor faktor yang ada di luar dari diri si pelaku sendiri. Namun secara umum faktor – faktor terjadinya suatu pemerkosaan adalah sebagai berikut :26 1. Pengaruh perkembangan budaya yang semakin tidak menghargai etika berpakaian yang menutup aurat , yang dapat merangsang pihak lain untuk berbuat tidak senonoh dan jahat. 2. Gaya hidup atau metode pergaulan di antara laki – laki dengan perempuan yang semakin bebas , tidak atau kurang bisa lagi membedakan antara yang seharusnya boleh dikerjakan dengan yang dilarang dalam hubungan nya dengan kaedah akhlak mengenai hubungan antara laki – laki dan perempuan . 3. Rendah nya pengalaman dan penghayatan terhadap norma – norma keagamaan yang terjadi di tengah masyarakat . Nilai – Nilai keagamaan yang semakin terkikis di masyarakat atau pola relasi horizontal yang cenderung makin meniadakan peran agama merupakan hal yang potensial untuk seseorang berbuat jahat dan merugikan orang lain. 4. Tingkat control masyarakat ( Social Control ) yang rendah artinya berbagai perilaku yang diduga sebagi penyimpangan , melanggar hukum dan norma keagamaan kurang mendapatkan response dan pengawasan dari unsur – unsur masyarakat . 26 Rena Yulia , Op.Cit, hal 20 Universitas Sumatera Utara 5. Putusan Hakim yang merasa tidak adil , seperti putusan yang cukup ringan yang dijatuhkan pada pelaku . Hal ini dimungkinkan dapat mendorong anggota – anggota masyarakat untuk berbuat keji dan jahat . Artinya mereka yang melakukan perbuatan kejahatan tidak lagi merasa takut terhadap sangsi hukum yang dijatuhkan kepada nya . 6. Ketidakmampuan pelaku untuk mengendalikan nafsu seksual dan emosi nya . Nafsu seksual yang dibiarkan mengembara yang menuntunnya untuk melakukan pelampisasan terhadap oranng lain yang bukan istrinya. 7. Keinginan pelaku untuk melakukan pelampiasan terhadap korban sebagai bentuk balas dendam akibat dari perbuatan korban yang dianggap merugikan pelaku. Pelaku merupakan faktor utama dari terjadinya tindak pidana pemerkosaan tetapi bukan juga semata – mata pemerkosaan terjadi karena perilaku menyimpang dari pelaku . Faktor terjadinya suatu tindak pidana kejahatan pemerkosaan dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu : 1. Faktor intern Faktor intern adalah faktor yang terdapat di dalam diri si pelaku sendiri sehingga ia melakukan pemerkosaan dapat dibagi menjadi : Universitas Sumatera Utara a. Faktor kejiwaan Manusia terlahir terdiri atas roh , jiwa , dan raga yang sepatutnya dapat berfungsi secara seimbang . Jiwa manusia terdiri dari tiga aspek yaitu : Kognisi ( pikiran ) , afeksi ( emosi , pikiran ) , dan konasi ( kehendak , kemauan,psikomotor ). Manusia mengalami pertumbuhan fisik dan pertumbuhan kejiwaan . Di dalam masa perkembangan kejiwaan maka seiring itu akan terbentuk lah faktor kejiwaan yang dipengaruhi oleh diri nya sendiri . perkembangan ini akan berbeda setiap individu, oleh sebab itu maka sikap manusia berbeda satu dengan yang lain nya. Keadaan dimana seseorang terlahir tidak normal mendorong seseorang untuk melakukan kejahatan . Misalnya nafsu sex yang abnormal , sehingga melakukan perkosaan terhadap wanita, dimana korban tidak mengetahui jika pelaku mengalami sakit jiwa , psyco patologi dan aspek psikologis. Penderita sakit jiwa memiliki kelainan mental yang di dapat dari faktor keturunan maupun dari dalam diri penderita tersebut, sehingga seorang pelaku pemerkosaan yang sakit jiwa nya sulit menetralisir rangsangan seksual yang ada di dalam diri nya dan rangsangan seksual sebagai energy psikis tersebut bila tidak diarahkan akan menimbulkan hubungan – hubungan yang menyimpang dan dapat menimbulkan korban . Universitas Sumatera Utara Psycho patologi merupakan hal yang terkandung dalam diri seseorang tertentu yang memungkinkan orang tersebut ,melakukan kejahatan dan perbuatan yang menyimpang meskipun ia tidak sakit jiwa. Di dalam aspek psikologis merupakan salah satu aspek dari hubungan seksual adalah aspek yang mendasari puas atau tidak puas nya dalam melakukan hubungan seksual dengan segala eksesnya . dalam hal ini bukan berarti setiap hubungan seksual memberikan kepuasan oleh karena itu kemungkinan ada nya ekses ekses nya merupakan aspek psikologis yang muncul akibat dari ketidakpuasaan dalam melakukan hubungan seks.dan aspek inilah yang dapat menyebabkan penyimpangan hubungan seksual dengan pihak lain yang menjadi korbannya. Setiap orang memiliki kelainan jiwa, pada umunya akan melakukan pemerkosaan sadis, sadism yang dimaksud dapat juga diberi pengertian pemerkosaan yang dilakukan dihadapan pihak ketiga , dan dapat juga dilakukan bersamaaan dengan pihak ketiga. Atau pun dibawah pengaruh alcohol dan penggunaan narkotika yang dapat mempengaruhi seseorang untuk melakukan perbuatan yang tidak normal. b. Faktor biologis Di dalam menjalani kehidupan nya manusia memiliki berbagai macam kebutuhan yang harus dipenuhi termasuk juga kebutuhan biologis. Sejak kecil manusia memiliki dorongan – dorongan seks . dorongan tersebut merupakan dasar dari dalam diri manusia sebagai akibat dari zat zat hormone seks yang ada di dalam diri manusia. Universitas Sumatera Utara Dorongan seks dari dalam diri manusia tersebut menuntut untuk selalu dipenuhi , apabila seorang manusia tidak dapat mengendalikan maka akan mengakibatkan ketidakseimbangan sehingga mempengaruhi pola perilaku manusia, dan apabila dorongan seks tersebut tidak dapat dikontrol maka akan menyebabkan pemerkosaan. c. Faktor Moral Moral merupakan faktor pentinng di dalam terbentuk nya kejahatan . moral dapat juga menjadi filter terhadap perilaku manusia yang menyimpang , oleh karena itu moral merupakan ajaran tingkah laku mengenai kebaikan – kebaikan dan merupakan hal vital dalam bertingkah laku . apabila seseorang memiliki maka ia akan terhindar dari perbuatan tercela. Munculnya kasus – kasus pemerkosaan terhadap anak di bawah umur , disebabkan karena pelaku nya tidak memiliki moral. Dari kasus tersebut pelaku dari pemerkosaan tersebut adalah pacar korban sendiri yang sudah beristri, dimana apabila pelaku Purmanto memiliki moral maka ia tidak akan melakukan pemerkosaan terhadap anak dibawah umur, sementara Purmanto merupakan suami dari mak Rina. Faktor yang mempengaruhi merost nya moral seseorang adalah merost nya pendidikan agama seseorang . agama merupakan unsur pokok dalam kehidupan manusia dan merupakan kebutuhan spiritual dari seseorang . hal lain yang mempengaruhi moral seseorang adalah , kehidupan religius dari suatu keluarga, apabila ia dilahirkan dari keluarga yang memiliki religius tinggi maka seseorang akan Universitas Sumatera Utara mendapat pelajaran agama secara baik dan benar sehingga kemungkinan untuk jjatuh kedalam dosa kecil, dan sebalik nya apabila seseorang lahir dari keluarga yang tidak bereligius maka kemungkinan ia akan mendapat pengajaran moral yang rendah. 2. Faktor Ekstern Faktor ekstern merupakan faktor yang berasal dari luar diri pelaku tersebut . faktor yang mempengaruhi dari luar diri pelaku pemerkosaan terhadap anak yaitu : a. Faktor sosial budaya Tinggi nya kasus – kasus pemerkosaan yang terjadi pada masa sekarang ini erat kaitan nya dengan aspek sosial budaya . Karena dalam kenyataan nya faktor sosial budaya mempengaruhi turun nya moralitas sehingga terjadi kasus pemerkosaan. Sudah bukan menjadi rahasia lagi pesat nya perkembangan zaman , teknologi , dan ilmu pengetahuan maka disadari akan memberikan dampak negative dalam diri manusia yang tidak dapat dihindarkan. Akibat dari proses moderenisasi tersebut menyebabkan berkembanglah budaya – budaya yang terbuka , pergaulan semakin bebas , cara berpakaian seorang wanita semakin merangsang, sering memakai perhiasan mahal , sering berpergian sendiri sehingga dapat menjadi peluang terjadi nya pemerkosaan. Salah satu faktor sosial budaya yang mendukung timbul nya pemerkosaan adalah remaja yang masih termasuk di dalam kategori belum dewasa berpacaran dengan Universitas Sumatera Utara lawan jenis nya , sambal menonton film porno , sehingga dapat mempengaruhi anak tersebut untuk menirukan adengan dalam film porno tersebut. b. Faktor ekonomi Keadaan ekonomi seseorang , akan mempengaruhi seseorang dalam mendaptkan pendidikan , jika seseorang sulit mendaptkan pendidikan maka ia tidak akan mendapat pekerjaan yang layak , keadaan ini akan menyebabkan orang tersebut akan kehilangan kepercayaan diri dan menimbulkan jiwa yang apatis , frustasi , dan tidak respek terhadap norma dan aturan masyarakat sekitar nya. Keadaan perekonomian merupakan fakktor yang secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi pokok – pokok kehidupan masyarakat hal ini akan mempengaruhi pola kehidupan seseorang . Pada umumnya orang yang tidak memiliki pekerjaan, pengangguran tidak dapat dipungkiri ia juga pasti memiliki hasrat biologis yang harus tersalurkan , orang yang cenderung miskin dan penganguran yidak dapat melampiaskan hasrat seksualnya kepada wanita tuna susila karena tidak memiliki uang , sebaliknya dapat dilakukan dengan onani , sebagian melakukan dengan cara memperkosa orang yang sudah di intai nya sebagai pelampiasan hasrat biologis nya. Sebaliknya bagi golongan yang berada tidak lepas dari tindakan criminal kejahatan asusila , perkosaan terjadi di hotel dan penginapan penginapan yang membutuhkan biaya yang tidak sedikit, dan tidak jarang pula orang yang termasuk golongan berada tersebut menggunakan alat perangsang yang diperoleh dengan biaya. Universitas Sumatera Utara c. Faktor Media Massa Media massa merupakan sarana untuk memperoleh informasi, media massa dapat berupa koran , majalah , televise , media sosial di internet , biasanya hal tersebut akan berisi informasi mengenai kejadian – kejadian , peristiwa , hal yang utama dari surat kabar biasanya adalah tindak pidana . Media massa sendiri tidak dapat kita pungkiri bahwa ia memberikan dampak besar terhadap kasus – kasus pemerkosaan terhadap anak, pemuturan video porno di situs online , gambar di majalah yang mengundang hasrat akan mempengaruhi pola piker seseorang dan melakukan pemerkosaan terhadap anak dibawah umur. Menurut teori kriminologi faktor lain terjadinya kejahatan pemerkosaan , dapat terjadi karena faktor penyebab yang berasal dari dalam diri si pelaku pemerkosaan(faktor intern ), faktor dari luar diri pelaku ( faktor ekstern) 1. Faktor Intern Faktor intern merupakan faktor yang dilihat dari individu – individu yang memiliki hubungan dengan pemerkosaan. Pada faktor intern ini melihat suatu kejahatan dari dalam diri si pelaku,banyak terdapat teori yang menggambarkan keadaan ini,namun hanya difokuskan kedalam teori yang menjelaskan pemerkosaan ari perspektif biologis dan perspektif psikologis. Universitas Sumatera Utara A. Teori Perspektif Biologis perspektif biologis ini dipelopori oleh C.Lambrosso . C.Lambrosso berpendapat bahwa para criminal secara fisik berbeda dengan warga yang taat hukum dan perbedaan ini menunjukkan penyebab – penyebab biologis dari tindakan criminal . Lambrosso memberikan perhatian kepada perilaku individu yang menyimpanng, hal ini diuraikan dalam buku nya “ L’uamo Deliquente “. Menurut Lambrosso ada ada dua tipe orang yang ditakdirkan melakukan kejahatan yaitu orang yang ditakdirkan melakukan kejahatan ,orang yang tidak dapat tidak ,suatu saat akan melakukan kejahatan. Orang – orang yang terlahir sebagai criminal merupakan tipe manusia 40 persen dari populasi criminal . Lambroso menggabungkan positivism Comte , evolusi dari Darwin , serta banyak lagi pioneer dalam studi tentang hubungan kejahhatan dan tubuh manusia. Kriminologi beralih secara permanen dari filosofi abstrak tentang penanggulangan melalui legilisasi menuju suatu studi modern penyelidikan sebab – sebab kejahatan. Lambroso menggeser konsep free will dengan determinisme , bersma – sama dengan pengikutnya Enrico Ferri dan Raffaele Garofalo . Lambrosso membangun suatu orientasi baru yakni mazhab italia atau mazhab positif , yang mencari penjelasan atas tingkah laku kriminik melalui eksperimen dan penelitian ilmiah. Inti dari ajaran lambroso tentang kejahatan adalah penjahat mewakili suatu tipe keanehan/ keganjilan fisik yang berbeda dengan non kriminil. Lambroso mengklaim Universitas Sumatera Utara para penjahat mewakili bentuk kemerosotan yang termanifestasi dalam karakter fisik yang merefleksikan suatu bentuk awal revolusi Teori lambroso tentang born criminal ( penjahat yang dilahirkan ) menyatakan bahwa para penjahat merupakan suatu bentuk yang lebih rendah dalam kehidupan. Penjahat lebih mendekati nenek moyang mereka yang berbentuk kera dalam hal sifat bawaan dan watak dibanding mereka yang bukan penjahat. Mereka dapat dibedakan dari non kriminil melalui beberapa ciri – ciri fisik dari manusia pada tahap awal perkembangan , sebelum mereka benar – benar menjadi manusia. Lambroso berasalan bahwa seringkalli para penjahat memiliki rahang yang besar dan gigi taring yang kuat, suatu sifat yang pada umumnya dimiliki mahluk karnivora yang merobek dan melahap daging mentah .27 Menurut Lambroso seorang individu yang lahir dengan salah saatu dari lima stigmata adalah seorang born criminal ( penjahat yang dilahirkan ) . Kategori ini mencakup kurang lebih sepertiga dari seluruh pelaku kejahatan .Sementara itu penjahat perempuan menurutnya berbeda dengan penjahat laki – laki . Ia adalah pelacur yang memiliki born criminal. Penjahat perempuan memiliki banyak kesamaan sifat dengan anak – anak , moral sense mereka berbeda , penuh dendan, cemburu. Sebagai konsekuensi penjahat perempuan merupakan suatu monster.disamping kategori born criminal , lambroso menambahkan tiga kategori lain nya yaitu insane criminals yaitu penjahat sebagai hasil dari berbagai perubahan 27 Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa ,Op.Cit ,hal 38 Universitas Sumatera Utara dalam otak mereka mengganggu kemampuan untuk membedakan antara benar dan salah. Criminoloids mencakup suatu kelompok ambiguous termasuk penjahat kambuhan ( habiatul criminals ) , pelaku kejahatan karena nafsu . Meskipun teori Lambroso sederhana , namun ia memberi kontribusi yang signifikanbagi penelitian mengenai kejahatan. Fakta bahwa Lambroso memulai melakukan penelitian terhadap pengukuran ribuan narapidana yang hidup dan mati , dalam upaya menemukan penentu kejahatan, perhatiannya pada multifactor dalam menjelaskan kejahatan. Charles Buchman Goring , perbedaan antara para penjahat dengan non penjahat dapat dilihat dari tinggi dan berat badan . Para penjahat didapati lebih kecil dan ramping , dan dalam temuannya ditafsirkan bahwa penjahat secara biologis lebih inferior. B. Perspektif psikologis Faktor intern yang menyebabkan seseorang melakukan pemerkosaan dari perspektif psikologis ini dipelopori oleh Raffaele Gorofalo . Ia menelusuri kejahatan bukan kepada bentuk – bentuk fisik tetapi kepada kesamaan – kesamaan psikologis yang dapat juga dikatakan sebagai kekacauan moral ( moral anomalies ). Teori moral anomalies mengunngkapkan bahwa secara alami kejahahtan – kejahatan yang ditemukan dalam diri manusia . Kejahatan yang dilakukan akan mendatangkan penderitaan kepada orang lain. Kelemahan organic dalam sentiment Universitas Sumatera Utara moral , tidak menjadikan moral dasar sebagai halaman untuk melakukan kejahatan. Penjahat yang memiliki anomaly moral ini terjadi karena faktor keturunan . Tokoh lain adalah Sigmund Freud (1856 – 1939) yang terkenal melalui teori psikoanalisa. Ia menyatakan bahwa kejahatan dihasilkan dari suatu kesadaran yang berlebihan atas perasaan bersalah pada diri seseorang. Terdapat tiga prinsip dasar pada teori psikoanalisa dalam hubungan nya dengan terjadinya kejahatan yaitu : 1. Tindakan orang dewasa dapat dipahami dari perkembangan masa anak – anaknya. 2. Tindakan dan motif bawah sadar merupakan suatu interaksi yang saling berhubungan , sehinggaharus diuraikan untuk memahami kejahatan. 3. Kejahatan pada dasar nya merupakan repersentasi dari konflik psikologis. Faktor lain terjadi nya kejahatan pemerkosaan dapat dilihat dari faktor ekstern. Faktor ekstern yaitu Kejahatan pemerkosaan timbul berpangkal pada lingkungan dan rohani. Faktor ekstern merupakan faktor terjadinya kejahatan karena adanya faktor dan pengaruh dari luar pelaku kriminal. Faktor ekstern terjadinya pemerkosaan berbeda dengan faktor intern yang melihat dari faktor biologis dan psikologis yang dipelopori oleh Lambroso dan tokoh – tokoh lain nya,dalam faktor ekstern mengarah kepada faktor sosiologis nya, pelopor dari teori ini adalah Lacassagne, Ia merupakan seorang ahli kedokteran di Perancis yang menganut mazhab Prancis atau mazhab lingkungan. Menurut Lacassagne yang terpenting adalah keadaan sosial di sekeliling Universitas Sumatera Utara kita, yang merupakan suatu pembinaan untuk melakukan kejahatan. Penjahat di ibaratkan sebagai kuman, dan suatu unsur yang baru mempunyai arti apabila menemukan pembenihan yang akan membuat nya berkembang . Lacassagne dan Manouvrier yang merupakan para ahli kedokteran di Prancis yang menekankan peran penting faktor eksogen. Menurut mereka, penjahat merupakan hasil bentukan atau ciptaan lingkungan dalam arti seluas-luasnya. Mereka memfokuskan pada lingkungan runah tangga yang buruk, kurangnya pendidikan dan pengajaran, kelahiran anak diluar nikah, kemiskinan, ketergantungan minuman keras, penderitaan akibat perang, godaan hidup perkotaan. Singkatnya, semua hal yang eksternal berpengaruh terhadap manusia dan mereka juga memberikan landasan bagi pemikiran aliran Marxis yang menambahkan suasana pemikiran bahwa penyebab kejahatan dapat ditemukan dalam atau bagaimana sistem ekonomi disusun dalam mekanisme produksi kapitalis.28 2. Faktor Ekstern Faktor ekstern menurut W.A.Bonger ( 1834 – 1924 ), Ia berpendapat bahwa yang menyebabkan terjadinya kejahatan adalah fluktuasi ekonomi ( keadaan ekonomi yang tidak tetap ). Menurut Bonger adanya orang – orang yang karena struktur kepribadiannya mempunyai kecenderungan criminal , namun persentase mereka tidak banyak. Keadaan ekonomi yang membuat meluasnya kriminalitas, maka haruslah 28 Mahmud Mulyadi, Criminal Policy Pendekatan Integral Penal Policy dan Non Penal Policy Dalam Penanggulangan Kejahatan Kekerasan,(Medan: Pustaka Bangsa Press,2008), hal 103 Universitas Sumatera Utara dipandang sebagai akibat faktor yang berada di kuar individu, yaitu faktor kejahatan. Kriminalitas yang meningkat berarti keadaan lingkungan sangat jelak, sehingga kecenderungan melakukan kriminalitas diwujudkan. Kriminalitas yang menurun menunjukkan keadaan ekonomi yang semakin baik. Keadaan demikian membuat orang – orang yang berpotensi criminal tidak melakukan perbuatan criminal. Tokoh lain nya adalah G.Tarde ( 1843 – 1904 ), seorang ahli hukum dan sosiologi, menurut pendapatnya kejahatan bukan suatu gejala antropologis tetapi kejahatan merupakan suatu gejala sosiologis. Kejahatan sama halnya dengan kejadian – kejadian yang terjadi di dalam masyarakat yang dikarenakan oleh adanya peniruan. Ada beberapa teori yang melegitimasi pengaruh lingkungan sosial terjadinya kejahatan : a. Teori anomi Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Emile Durkheim ( 1858-1917 ) sebelum akhir abad ke 19,menurut Durkheim menjelaskan tingkah laku manusia yang salah maupun benar, maka tidak bisa hanya dilihat dari pribadi seseorang, melainkan harus dilihat pada kelompok masyarakatnya. Menurut Durkheim istilah anomi , jika diterjemahkan berarti tidak ditaatinya aturan – aturan yang terdapat di dalam masyarakat sebagai akibat dari hilangnya nilai – nilai dan standar – standar. Menurut Robert K.Merton , namun konsepnya berbeda dengankonsep Durkheim,menurutnya permasalahan utama dari kejahatan adalah tidak diciptakan Universitas Sumatera Utara oleh perubahan yang mendadak dalam masyarakat,melainkan oleh adanya struktur sosial yang masing- masing bertahan untuk mencapai tujuan yang sama bagi semua anggota nya tanpa memberi saran atau sarana yang sama untuk mencapainya. Hal ini menyebabkan tidak adanya kesesuaian antara apa yang diminta oleh kultur dan apa yang dibolehkan oleh struktur. Berdasarkan teori Merton , bahwa dalam setiap masyarakat selalu terdapat struktur sosial yang berbentuk kelas – kelas. Perbedaan kelas ini menyebabkan adanya perbedaan – perbedaan kesempatan dalam mencapai tujuan. Misalnya, mereka yang mempunyai kelas rendah mempunyai kesempatan lebih kecil dibandingkan dengan mereka yang mempunyai kelas tinggi. Perbedaan struktur kesempatan dan tidak meratanya sarana – sarana akan menimbulkan frustasi di kalangan warga yang tidak mempunyai kesempatan dalam mencapai tujuan tersebut. Situasi ini akan menimbulkan keadaan dimana warga tidak lagi mempunyai ikatan yang kuat terhadap tujuan dan sarana – sarana yang terdapat di dalam masyarakat.Merton mengemukakan lima cara untuk mengatasi keadaan anomie, yaitu : 1. Konformitas ( conforming ) , merupakan suatu keadaan dimana warga masyarakat tetap menerima tujuan dan sarana –sarana yang terdapat dalam masyarakat karena adanya tekanan moral. 2. Inovasi (inovation) , merupakan suatu keadaan dimana tujuan yang terdapat dalam masyarakat diakui dan dipelihara tetapi mereka mengubah sarana – sarana yang dipergunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Universitas Sumatera Utara 3. Ritualisme (ritualism), merupakan suatu keadaan dimana warga masyarakat menolak tujuan yang telah ditetapkan dan memilih sarana yang telah ditentukan. 4. Pemberontakan ( rebellion ) , merupakan suatu keadaan dimana tujuan dan sarana – sarana yang terdapat dalam masyarakat ditolak dan berusaha untuk mengganti atau mengubah seluruhnya. 5. Retreatism ( Penarikan diri ) merupakan keadaan dimana para warga masyarakat menolak tujuan dan sarana yang telah disediakan. Albert K.Cohen berpendapat mengenai kenakalan yang dilakukan oleh anak, yang tidak berbeda dengan Merton. Cohen berpendapat bahwa anak mempunyai masalah dengan melakukan penyesuaian dengan orang lain. Kelas menengah lebih dominan dari pada kelas bawah, sehingga anak mengalami frustasi karena ketidakmampuan kels bawah berkompetisi dengan kelas menegah. Persaingan antara anak kelas bawah dengan kelas menengah untuk mendapat penghargaan. Kegagalan dalam persaingan akan bereaksi dengan kegagalan yang tidak dapat dihindari dengan menolak nilai – nilai konvensional . b. Teori Differential Assosiation Edwin H.Sutherland (1939) menggambarkan konsep asosiasi diferensial untuk menggambarkan proses belajar , seperti pemberian beasiswa sekolah Chichago. Terdapat benturan dari dua kebudayaan di dalam bagian wilayah kota, yang pertama Universitas Sumatera Utara budaya pidana dan yang kedua budaya konvensional, kedua kebudayaan ini sangat erat kaitannya dengan individu. Ia berpendapat : …“that any person would inevitabily come into contact with “definitions favorable to violation of law”and with “definition unfavorable to violation of law”.the ratio of these definition or views of crime – whether criminal or conventional influences are stronger in a person’s life determines whether the person embraces crime as an acceptable way of life”… Rasio ini mendefenisikan pandangan terhadap kejahatan yang dilakukan oleh seseorang berdampak positif terhadapnya atau tidak untuk melanggar hukum. Kemudian rasio ini mendefenisikan apakah pengaruh dari hukum pidanamenentukan apakah orang tersebut melakukan tindak pidana sesuai dengan gaya hidup yang dapat diterima. Sutherland berpendapat bahwa setiap konsep differential association menyatakan mengapa setiap individu ditarik ke dalam kejahatan. Pelanggaran hukum yang terus berkembang sehingga orang lebih cenderung untuk belajajr dengan nilai – nilai criminal. Differential association mengakui berbagai ragam organisasi masyarakat yang terpisah masing – masing satu sama lain, dengan norma dan nilainya sendiri di lain pihak. Differential association hendak mencari dan menemukan bagaimana nilai dan norma yang dimaksud dapat dikomunikasikan atau dialihkan dari kelompok masyarakat yang satu kepada lainnya. Universitas Sumatera Utara c. Teori konflik budaya ( culture conflict ) Menurut Thorsten Sellin , conduct norms ) norma – norma yang mengatur kehidupan kita sehari – hari ) merupakan aturan – aturan yang merefleksikan sikap – sikap dari kelompok – kelompok yang masing – masing kita miliki. Tujuannya , untuk mendefenisikan apa yang dianggap sebagai tingkah laku yang pantas atau normal dan apa yang dianggap tingkah laku yang tidak pantas atau abnormal. Menurut Sellin, setiap kelompok memiliki conduct norms nya sendiri dan bahwa conduct norms dari suatu kelompok mungkin bertentangan dengan conduct norms kelompok laon. Seorang individu yang mengikuti norma kelompoknya munngkin saja dipandang telah melakukan suatu kejahatan apabila norma- norma kelompok itu bertentangan dengan norma – norma dari masyarakat domonan. Perbedaan utama antara seorang criminal dengan seorang non criminal adalah menganut perangkat conduct norms yang berbeda. Sellin menjelaskan bahwa kejahatan – kejahatan oleh para imigran disebabkan oleh : 1. Adanya konflik antara norma para pelaku yang lama dengan norma perilaku yang baru 2. Perpindahan situasi dan kondisi lingkungan desa ke lingkungan perkotaan 3. Transisi dari kehidupan masyarakat homogeny yang terorganisir kepada masyaraakat heterogen yang tidak terorganisir. Universitas Sumatera Utara Selanjutnya sellin membedakan antara konflik primer dan konflik sekunder. Konflik primer terjadi ketika norma – norma dari dua budaya bertentangan. Pertentangan itu bisa terjadi di perbatasan antara area-area budaya yang berdekatan , apabila anggota dari satu kelompok berpindah ke kelompok lain. Konflik sekinder muncul jika budaya berkembang menjadi budaya yang berbeda – beda , masing – masing memiliki perangkat conduct norms nya sendiri. Konflik jenis ini terjadi ketika satu masyarakat homogeny atau sendiri menjadi masyarakat – masyarakat yang kompleks dimana sejumlah kelompok – kelompok sosial berkembang secara konstan dan norma– norma sering kali tertinggal atau ditinggalkan. 29 Faktor intern dan ekstern ini lah yang menjadi dasar kenapa seseorang itu melakukan kejahatan.Suatu kejahatan yang dilakukan oleh pelaku kriminil , salah satunya terdapat unsur kekerasan pada perbuatan tersebut.Tindak kekerasan seolah – olah telah melekat dalam diri seseorang guna mencapai tujuannya.Tidak mengherankan jika semakin hari kejahatan semakin meninngkat dalam berbagai macam bentuk kejahatan. 29 Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, Op.Cit,hal 79 Universitas Sumatera Utara