Makna Filsafat Tentang Lingkungan dan Arti Penting Filsafat Lingkungan dalam Kehidupan. Berbicara makna dari filsafat dimana filsafat berasal dari kata Philos artinya tema,.kawan, sahabat. dan Sophia artinya kebijaksanaan. Jadi filsafat berdasarkan dari perkataan “Philosophia” dari bahasa yunani berarti “cinta akan Kebijaksanaan” Munculnya perkatan ini sebenarnya berawal dari pernyataan diri dari Pythagoras dan Sokrates menyebut diri sebagai “Philosophos” yaitu sebagai protes terhadap kaum Sophist, kaum terpelajar yang menamakan dirinya bijaksana padahal kebijaksanaan itu hanya semu saja. Ini merupakan protes atas kesombongan mereka, sehingga sokrates lebih suka menyebutkan diri sebagai “pencinta kebenaran.” Pengertian praktisnya filsafat berarti alam pikiran atau alam berpikir. Tegasnya filsafat adalah hasil akal seorang manusia yang mencari dan memikirkan suatu kebenaran dengan sedalam-dalamnya. Kata lainnya filsafat adalah ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh hakikat kebenaran segala sesuatu. Filsafat merupakan induk dari segala ilmu yang mencakup ilmu-ilmu khusus. Tetapi perkembangan berikutnya ilmu-ilmu khusus itu satu demi satu memisahkan diri dari induknya yakni filsafat. Sejarah ilmu yang mula-mula melepaskan diri dari filsafat adalah matematika dan fisika pada zaman Renaissance, kemudian diikuti oleh ilmu-ilmu lainnya. Pengaruh filsafat sampai saat ini masih terasa. Setelah filsafat ditinggalkan oleh ilmu-ilmu lain ternyata filsafat tidak mati tetapi hidup dengan corak tersendiri, yakni sebagai ilmu yang memecahkan masalah yang tidak terpecahkan oleh ilmu-ilmu khusus. Corak tersendiri disini dimana berkembanglah cabangcabang filsafat dengan pembangian yang berbeda-beda menurut pendapat/pandangan para alhi filsfat. Yang akhirnya filsafat mempunyai beberapa cabang yaitu; metafisika,etika,estetika epistemology dan filsafat-filsafat khusus lainnya. Etika adalah filsafat moral atau ilmu yang membahas dan mengkaji secara kritis persoalan benar dan salah secara moral, tentang bagaimana harus bertindak dalam situasi konkrit. Disini diharapkan individu atau masyarakat bertindak sesuai norma yang ada, dan bertanggung jawab atas tindakan yang diambil. Berperilaku atau melakukan tindakan yang berakibat atau menghasilkan sesuatu yang baik. Sesuatu akibat yang baik untuk manusia maupun lingkungan alam. Etika lingkungan hidup di pahami sebagai disiplin ilmu yang berbicara mengenai norma dan kaidah moral yang mengatur perilaku manusia dalam berhubungan dengan alam serta nilai dan prinsip moral yang menjiwai perilaku manusia dalam berhubungan dengan alam tersebut (Keraf, 2010). Etika dan moralitas berlaku bagi komunitas biotic dan komunitas ekologi. Etika lingkungan hidup berbicara mengenai relasi di antara semua kehidupan alam semesta, yaitu antara manusia dengan manusia yang mempunyai dampak pada alam dan antara manusia dengan makhluk hidup lain atau dengan alam secara keseluruhan. Termasuk di dalammya kebijakan politik dan ekonomi yang mempunyai dampak langsung atau tidak langsung terhadap alam. Berdasarkan paparan di atas maka filsafat tentang lingkungan dalam kehidupan di dunia ini mempunyai arti yang sangat penting, sebab dengan berfilsafat orang akan mempunyai pedoman untuk berpikir, bersikap dan bertindak secara sadar dalam menghadapi berbagai gejala peristiwa yang timbul dalam alam dan masyarakat. Kesadaran itu akan membuat orang tidak mudah digoyahkan dan diombang-ambingkan oleh timbulnya gejala-gejala, peristiwa dan masalah yang dihadapi. Berfisafat berarti berpikir, bersikap dan bertindak secara sadar berdasarkan ilmu untuk menjelaskan secara rasional gejala peristiwa alam dan masyarakat yang ditangkap dan dihadapi. Berfisafat tidak bersikap dan bertindak secara tradisi, kebiasaan, adat istiadat, dan naluri, tetapi bersikap dan bertindak kritis, mencari sebab, mencari isi, dan mencari hakikat dari itu gejala-peristiwa alam dan social. Berfilsafat juga tidak menerima takdir atau nasib begitu saja, tetapi mengubah nasib atau takdir dengan pikiran dan perbuatan.(Prawironegoro, 2010). Begitu juga dalam hal menanggapi masalah lingkungan dalam kehidupan di era global ini, terutama dalam masalah pemanasan bumi, sebagai akibat dari perbuatan manusia dan peristiwa alam. Sehingga manusia sebagai pelaku moral dituntut untuk bersikap, bertindak untuk melakukan hal-hal yang menimbulkan sesuatu yang baik bukan sebaliknya akan semakin memperburuk atau merusak lingkungan yang ada. Dengan berfilsafat manusia bisa melihat/belajar tentang peristiwa atau gejala-gejala alam yang terjadi saat ini, melalui sejarah dan tindakan sebelumnya sehingga menimbulkan akibat yang buruk, merusak atau merugikan lingkungan alam yang berdapak juga pada manusia secara keseluruhan. Dengan berfilsafat juga manusia akan berpikir logis untuk dapat mencari solusi dari masalah lingkungan yang ada saat ini, untuk dapat berperilaku atau bertindak yang menimbulkan kebaikan bahkan akan memperbaiki kerusakan lingkungan yang ada. Contoh; Masalah Global Pemanasan Bumi, manusia mulai berpikir mengapa itu terjadi, dengan mempelajari sejarah peristiwa alam, dan tindakan manusia sebelumnya, dan menemukan sebab akibatnya. Seperti; perusakan hutan, pendirian babrik-pabrik yang tidak ada penenganan limbah yang baik berakibat polusi dan pencemaran, begitu juga dengan peralatan elektronik yang tidak ramah lingkungan, dan lain-lain. dimana emisi gas CO2, NO2, dan lain-lain di atmosfir meningkat berakibat terjadi efek rumah kaca sehingga suhu bumi meningkat. Terjadi perubahan iklim, kekeringan dan banjir di mana-mana dan penurunan biodiversitas, bahkan sebagian es di daerah kutub mencair dan terjadi peningkatan air laut., ada pulau-pulau kecil yang tenggelam atau pengurangan daratan Kemudian berpikir lagi untuk mencari solusi untuk mengatasi masalah yang akan terjadi yang lebih buruk lagi apabila tindakan yang merusak itu terus berlanjut, seperti;gunung es di kutub akan mencair semuanya maka akan terjadi penaikan air laut yang dapat mengakibatkan tenggelamnya pulau bahkan benua di sekitarnya. Untuk menghindari peristiwa yang bakal terjadi itu maka manusia berusaha untuk bersikap terhadap lingkungan yang ada seperti menjaga hutan tidak terjadi penebangan hutan yang liar, dll. Bahkan untuk mengatasi masalah lingkungan yang ada dengan bertindak/action agar benar-benar mendapatkan jalan keluar atau terhindar dari hal yang lebih buruk,seperti penghutanan kembali hutan-hutan yang telah gundul (reboisasi), adanya kebijakan-kebijakan untuk mengatasi masalah lingkungan,seperti dilarang membuang limbah sembarangan, dan tindakan yang lainnya yang baik agar terjadi perbaikan lingkungan alam. Disini memerlukan tindakan moral yang baik dan bertanggung jawab. Jadi berfilsafat itu penting, terutama bagi semua mahkluk hidup yang ada yang mempunyai nilai dan hak untuk hidup dan berkembang biak. Hendaknya berperilaku atau bertindak sesuai dengan tatanan atau norma yang ada, terutama bagi manusia sebagai pelaku moral sehingga menghasilkan sesuatu yang baik. Berakibat baik bagi diri individu itu sendiri, antar manusia/masyarakat maupun mahkluk hidup yang lain sebagai subjek moral dan alam sekitarnya (suatu tindakan yang berdampak positip bagi biotic dan abiotik). Sesuatu hal yang baik dan benar biarlah dijadikan suri dan teladan (panutan) didalam menjalani kehidupan. Ada beberapa prinsip etika lingkungan hidup yang dapat dijadikan panutan yaitu : 1. Sikap hormat terhadap alam (Respect for Nature) Hormat terhadap alam merupakan suatu prinsip dasar bagi manusia sebagai bagian dari alam semesta seluruhnya. Jadi alam mempunyai hak untuk di hormati. 2. Prinsip Tanggung jawab(Moral Responsibility for Nature) Prinsip ini setiap orang di tuntut dan terpanggil untuk bertanggung jawab dalam memelihara alam semesta ini sebagai milik bersama dengan rasa memiliki yang tinggi seakan merupakan milik pribadinya. Jadi alam diekploitasi dengan rasa tanggung jawab menjaga kelestariannya. 3. Solidaritas Kosmis (Cosmic Solidarity) Prinsip ini mendorong manusia untuk menyelamatkan lingkungan hidup, semua kehidupan di alam ini.Juga mendorong manusia untuk mengambil kebijakan yang proalam, pro-lingkungan hidup atau menentang setiap tindakan yang merusak alam. 4. Prinsip Kasih Sayang dan Kepedulian terhadapa Alam (Caring for Nauture) 5. 6. 7. 8. Prinsip ini adalah prinsip moral satu arah, menuju yang lain tanpa mengharapkan balasan. Tidak didasarkan pada kepentingan pribadi tetapi kepentingan alam. Dimana semakin mencintai dan peduli kepada alam, manusia semakin berkembang menjadi manusi yang matang, sebagai pribadi dengan identitasnya yang kuat. Karena alam memang menghidupkan, tidak hanya dalam pengertian fisik, melainkan mental dan spiritual. Prinsip “No Harm” Disini artinya karena manusia mempunyai kewajiban moral dan tanggung jawab terhadap alam, jadi manusia tidak akan mau merugikan alam secara tidak perlu. Prinsip hidup sederhana dan selaras dengan alam Pada prinsip ini penekanannya pada nilai, kualitas, cara hidup yang baik, dan bukan kekayaan, sarana,standart material. Bukan rakus dan tamak mengumpulkan harta dan memiliki sebanyak-banyaknya, yang lebih penting adalah mutu kehidupan yang baik. Prinsip Keadilan Prinsip ini tidak berbicara tentang perilaku manusia terhadap alam semesta. Tetapi tentang bagaimana manusia harus berperilaku satu terhadap yang lain dalam kaitan dengan alam semesta dan bagaimana system sosial harus diatur agar berdampak positip pada kelestarian lingkungan hidup. Prinsip ini masuk dalam wilayah politik ekologi, dimana pemerintah dituntut untuk membuka peluang dan akses yang sama bagi semua kelompok dan anggota masyarakat dalam ikut menentukan kebijakan public (khususnya dibidang lingkungan hidup) dan dalam memanfaatkan alam ini bagi kepentingan vital manusia. Prinsip Demokrasi Prinsip ini terkait erat dengan hakekat alam. Sangat relevan dalam bidang lingkungan hidup, terutama dalam kaitan dengan pengambilan kebijakan dibidang lingkungan hidup yang menentukan baik buruknya, rusak tidaknya, tercemar tidaknya lingkungan hidup.Ini sebuah prinsip moral politik yang menjadi garansi bagi kebijakan yang prolingkungan hidup. Prinsip ini juga mencakup beberapa prinsip moral : - Demokrasi menjamin adanya keanekaragaman dan pluralitas, baik pluralitas kehidupan maupun pluralitas aspirasi, kelompok politik dan nilai. - Demokrasi menjamin kebebasan dalam mengeluarkan pendapat dan memperjuangkan nilai yang dianut oleh setiap orang dan kelompok masyarakat dalam bingkai kepentingan bersama. - Demokrasi menjamin setiap orang dan kelompok masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam menentukan kebijakan public dan memperoleh peluang yang sama untuk memperoleh manfaat dari kebijakan public tersebut. Dan menentang setiap kebijakan yang otoriter dan tidak aspiratif. - Demokrasi menjamin hak setiap orang dan kelompok masyarakat untuk memperoleh informasi yang akurat tentang setiap kebijakan public dan segala sesuatu yang berkaitan dengan kepentingan public.(bersfat transparansi). - Demokrasi menuntut adanya akuntabilitas public agar kekuasaan yang di wakilkan rakyat kepada penguasa tidak digunakan secara sewenang-wenang melainkan digunakan secara bertanggung jawab demi kepentingan public. 9. Prinsip integritas moral. Prinsip ini terutama dimaksudkan untuk pejabat public. Dimana agar pejabat public mempunyai sikap dan perilaku moral yang terhormat serta memegang teguh prinsipprinsip moral yang mengamankan kepentingan public.Pejabat harus berperilaku bersih dan disegani oleh public karena mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap kepentingan masyarakat. Jadi ia dituntut untuk bertindak dan menjaga nama baik sebagai orang yang baik dan terhormat, dengan tidak menyalah gunakan kekuasaannya. Hal ini juga berlaku dalam kaitan dengan Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) dan persetujuan Amdal. Orang yang berwenang melakukan penilaian Amdal harus mempunyai integritas moral yang tinggi, karena hasil penilaian mereka sangat menentukan izin bias dikeluarkan atau tidak. Ketika Amdal disetujui karena data dan analisis dimanipulasi, karena tidak adanya integritas moral pada pihak-pihak yang terlibat, lingkungan hidup akan hancur. Demikian pula, ketika Amdal bermasalah tetapi pejabat yang mengeluarkan izin memaksakan untuk izin dikeluarkan, karena disuap misalnya maka lingkungan hidup dengan sendirinya dikorbankan. Prinsip-prinsip lingkungan hidup ini akhirnya kembali kepada pribadi kita masing-masing apakah akan di hayati dan diamalkan bergantung pada cara pandang masing-masing tentang manusia, alam dan tempat manusia dalam alam. Tetapi sesuatu hal yang pasti bahwa kita harus peduli dengan lingkungan dan prinsip demokrasi dan keadilan benar-benar dijalankan sehingga memungkinkan masyarakat bisa terlibat memperjuangkan agenda lingkungan hidup. Akhir kata terasalah bahwa filsafat lingkungan mempunyai arti yang penting bagi lingkungan dalam kehidupan. Pemahaman tentang beragam aliran etika lingkungan Aliran atau teori etika Lingkungan itu muncul sebagi akibat dari krisis ekologi yang ada. Atas dasar kritik etika lingkungan hidup lalu menawarkan cara pandang atau paradigma baru sekaligus perilaku baru terhadap lingkungan hidup atau alam, yang bisa dianggap sebagai solusi terhadap krisis ekologi. Ada beberapa teori etika lingkungan hidup yang sekaligus menentukan pola perilaku manusia dalam kaitan dengan lingkungan hidup. Teori etika lingkungan tersebut adalah Shallow Environmental Ethics, .Intermediate Environmental Ethics dan Deep Environmental Ethics. Ketiga teori ini dikenal sebagai Antoposentrisme, Biosentrisme dan Ekosentrisme. Ketiga teori ini mempunyai cara pandang yang berbeda tentang manusia, alam dan hubungan manusia dan alam. Juga ada teori ekofeminisme dimana cara pandangnya lain/berbeda dengan ketiga teori sebelumnya sebagai alternative dalam hubungan manusia dengan alam. Secara Rinci akan di bahas teori-teori tersebut. 1. Antroposentrisme (Shallow Environmental Ethics) Antroposentrisme adalah teori etika lingkungan yang memandang manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta. Manusia dan kepentingannya dianggap yang paling menentukan dalam tatanan ekosistem dan dalam kebijakan yang diambil berkaitan dengan alam, baik secara langsung atau tidak langsung. Nilai tertinggi adalah kepentingan manusia (sehingga, sebenarnya kurang tepat kalau diistilahkan dengan antroposentrisme). Hanya manusia yang mempunyai nilai dan mendapat perhatian. Segala sesuatu yang lain di alam semesta ini hanya akan mendapat nilai dan perhatian sejauh menunjang dan demi kepentingan manusia. Etika lingkungan yang bercorak antroposentrisme merupakan sebuah kesalahan cara pandang Barat, yang bermula dari Aristoteles hingga filsuf-filsuf modern, di mana perhatian utamanya menganggap bahwa etika hanya berlaku bagi komunitas manusia. Maksudnya, dalam etika lingkungan, manusialah yang dijadikan satu-satunya pusat pertimbangan, dan yang dianggap relevan dalam pertimbangan moral. Akibatnya, secara teleologis, lingkungan diupayakan agar dihasilkan akibat baik sebanyak mungkin bagi spesies manusia, dan dihindari akibat buruk sebanyak mungkin bagi spesies itu. Oleh karenanya, alam pun hanya dilihat sebagai obyek, alat, dan sarana bagi pemenuhan kebutuhan dan kepentingan manusia. Alam hanya alat bagi pencapaian tujuan manusia. Alam tidak mempunyai nilai pada dirinya sendiri. Pandangan antroposentris yang menekankan bahwa manusia sebagai subjek utama dunia dan harus mendapat prioritas dalam pemanfaatan lingkungan dan sumber daya. Perspektif ini melihat, proses pembangunan dan implikasi terhadap lingkungan dipandang sebagai satu keniscayaan, sejauh proses tersebut diperuntukkan bagi kesejahteraan manusia. Pandangan ini mewarnai dan menjiwai proses pembangunan yang eksploitatif selama ini. Sering pula digunakan sebagai alat justifikasi setiap keputusan pembangunan yang dilakukan manusia. Dalam banyak kasus, pandangan ini juga dipakai manusia untuk menjustifikasi motif dan tindakan serakahnya. Jelas ini berdampak pada kerusakan lingkungan. 2. Biosentrisme (Intermediate Environmental Ethics ) Ciri utama adalah biocentric, karena teori ini menganggap setiap kehidupan dan makhluk hidup mempunyai nilai dan berharga pada dirinya sendiri. Teori ini menganggap serius setiap kehidupan dan makhluk hidup di alam semesta. Alam perlu dilakukan secara moral, apakah dia bernilai bagi manusia atau tidak. Seluruh kehidupan di alam semesta sesungguhnya membentuk sebuah komunitas moral. Prinsip moral yang berlaku adalah mempertahankan serta memlihara kehidupan adalah baik secara moral, sedangkan merusak dan menghancurkan kehidupan adalah jahat secara moral. Biosentrisme memiliki tiga varian yaitu 1. The Life Centered Theory The life centered theory adalah teori lingkungan yang berpusat pada lingkungan. Teori yang dikemukakan oleh Albert Schweizer, mengajukan empat prinsip etis pokok, yaitu : manusia adalah anggota dari komunitas hidup yang ada di bumi ini, bumi adalah suatu sistem organik dimana manusia dan ciptaan lain saling berkaitan dan bergantung, setiap ciptaan dipersatukan oleh tujuan bersama demi kebaikan dan keutuhan keseluruhan, dan menolak superioritas manusia dihadapan makhluk ciptaan lain - - Albert Schweitzer intinya adalah hormat sedalam-dalamnya terhadap kehidupan (reverence for life). Dimana orang yang benar-benar bermoral adalah orang yang tunduk pada dorongan untuk membantu semua kehidupan, ketika ia sendiri mampu melakukannya, dan menghindari apapun yang membahayakan kehidupan. Paul Taylor didasarkan pada 4 keyakinan : 1. Manusia adalah anggota dari komunitas kehidupan di bumi.Makhluk yang lain juga anggota dari komunitas yang sama. 2. Spesies manusia adalah bagian dari sistem yang saling tergantung sedemikian rupa sehingga kelangsungan hidup dari makhluk hidup manapun, serta peluangnya untuk berkembang biak atau sebaliknya, tidak ditentukan oleh kondisi fisik lingkungan melainkan oleh relasi satu dengan yang lainnya. 3. Semua organisme adalah pusat kehidupan yang mempunyai tujuan sendiri. 4. Manusia pada dirinya sendiri tidak lebih unggul dari mkhluk hidup lain. Keyakinan itu melahirkan pemahaman bahwa manusia hanya makhluk biologis yang sama dengan makhluk biologis lain. Juga Taylor membuat pembedaan pelaku moral (moral agents):adalah manusia dan subyek moral (moral subjects): adalah semua makhluk hidup Semua makhluk hidup dalam bionsentrisme adalah anggota dari komunitas hidup, dalam arti bahwa setiap ciptaan berhak diperlakukan dengan baik secara moral. Manusia sebagai pelaku atau subjek moral harus memperlakukan dengan baik dan tangging jawab moral terhadap makhluk lainnya. 2. The Land Ethic (etika bumi) The Land Ethic (etika bumi) Teori etika bumi yang dikemukakan oleh Aldo Leopold menjadi teori etika lingkungan klasik pada abad ini. Etika bumi menekankan pentingnya keutuhan ciptaan dan bahwa setiap ciptaan merupakan bagian integral dari komunitas kehidupan. ). Bumi dan segala isinya adalah subjek moral yang harus dihargai, tidak hanya alat dan objek yang bisa dimanfaatkan manusia sesuka hati karena bumi bernilai pada dirinya sendiri. Teori etika bumi menekankan bahwa keutuhan seluruh makhluk ciptaan tidak bertentangan dengan kepentingan masing-masing ciptaan. Aldo Leopold mengatakakan bahwa tugas manusia untuk menata dan memelihara sehingga kepentingan manusia sebagai bagian dari komunitas kehidupan bisa sejalan dan tidak bertentangan dengan kebaikan seluruh kebaikan komunitas kehidupan. Prinsip moral menurut Leopold adalah bahwa setiap tindakan akan banar secara moral jika melindungi dan mengupayakan keutuhan, keindahan, dan stabilitas seluruh komunitas kehidupan. Manusia harus berhenti mengeksploitasi, merusak makhluk ciptaan lain karena tindakan ini akan merusak keutuhan, stabilitas, keindahan ciptaan alam. 3. Equal Treatment (perlakuan setara) Equal treatment (perlakuan setara/sama) Equal treatment dikenal sebagai anti spesiesisme yang dikemukakan oleh Peter Singer dan James Rachel. Anti spesiesme adalah sikap membela kepentingan dan kelangsungan hidup semua spesies di bumi karena didasarkan pada mempunyai hak hidup yang sama dan pantas mendapatkan perlindungan dan perhatian yang sama. Peter Singer mendasarkan teorinya kepada prinsip moral perlakuan yang sama dalam kepentingan. Perlakuan yang sama dalam relasi anta manusia didasarkan pada pertimbangan bahwa manusia mempunyai kepentingan yang sama. Kesadaran dan tanggung jawab moral sangat penting terhadap makhluk ciptaan bukan manusia. Tanggung jawab dan pertimbangan moral berlaku bagi seluruh komunitas kehidupan. Prinsip moral harus konsisten diterapkan dalam seluruh komunitas kehidupan demi kebaikan keseluruhan komunitas kehidupan. 3. Ekosentrisme (Deep Environmental Ethics) Ekosentrisme merupakan kelanjutan dari teori etika lingkungan biosentrisme. Oleh karenanya teori ini sering disamakan begitu saja karena terdapat banyak kesamaan. Yaitu pada penekanannya atas pendobrakan cara pandang antroposentrisme yang membatasi keberlakuan etika hanya pada komunitas manusia. Keduanya memperluas keberlakuan etika untuk mencakup komunitas yang lebih luas. Pada biosentrisme, konsep etika dibatasi pada komunitas yang hidup (biosentrism), seperti tumbuhan dan hewan. Sedang pada ekosentrisme, pemakaian etika diperluas untuk mencakup komunitas ekosistem seluruhnya (ekosentrism). Salah satu bentuk etika ekosentrisme ini adalah etika lingkungan yang sekarang ini dikenal sebagai Deep Ecology. Sebagai istilah, Deep Ecology pertama kali diperkenalkan oleh Arne Naess, seorang filsuf Norwegia, pada 1973, di mana prinsip moral yang dikembangkan adalah menyangkut seluruh komunitas ekologis. Lingkungan hidup tidak sekedar sebuah ilmu melainkan sebuah kearifan, sebuah cara hidup/pola hidup selaras dengan alam Istilah Deep Ecology sendiri digunakan untuk menjelaskan kepedulian manusia terhadap lingkungannya. Kepedulian yang ditujukan dengan membuat pertanyaan-pertanyaan yang sangat mendalam dan mendasar, ketika dia akan melakukan suatu tindakan. Kesadaran ekologis yang mendalam adalah kesadaran spiritual atau religius, karena ketika konsep tentang jiwa manusia dimengerti sebagai pola kesadaran di mana individu merasakan suatu rasa memiliki, dari rasa keberhubungan, kepada kosmos sebagai suatu keseluruhan, maka jelaslah bahwa kesadaran ekologis bersifat spiritual dalam esensinya yang terdalam. Oleh karena itu pandangan baru realitas yang didasarkan pada kesadaran ekologis yang mendalam konsisten dengan apa yang disebut filsafat abadi yang berasal dari tradisi-tradisi spiritual, baik spiritualitas para mistikus Kristen, Budhis atau filsafat dan kosmologis yang mendasari tradisi-tradisi Amerika Pribumi. Ada dua hal yang sama sekali baru dalam Deep Ecology. Pertama, manusia dan kepentingannya bukan ukuran bagi segala sesuatu yang lain. Deep Ecology memusatkan perhatian kepada seluruh spesies, termasuk spesies bukan manusia. Ia juga tidak memusatkan pada kepentingan jangka pendek, tetapi jangka panjang. Maka dari itu, prinsip etis-moral yang dikembangkan Deep Ecology menyangkut seluruh kepentingan komunitas ekologis. Kedua, Deep Ecology dirancang sebagai etika praktis. Artinya, prinsip-prinsip moral etika lingkungan harus diterjemahkan dalam aksi nyata dan konkrit. Etika baru ini menyangkut suatu gerakan yang jauh lebih dalam dan komprehensif dari sekedar sesuatu yang amat instrumental dan ekspansionis. Deep Ecology merupakan gerakan nyata yang didasarkan pada perubahan paradigma secara revolusioner, yaitu perubahan cara pandang, nilai dan perilaku atau gaya hidup. Perspektif Deep Ecology menekankan pada kepentingan dan kelestarian lingkungan alam. Pandangan ini berdasar etika lingkungan yang kritikal dan mendudukkan lingkungan tidak saja sebagai objek moral, tetapi subjek moral. Sehingga harus diperlakukan sederajat dengan manusia. Pengakuan lingkungan sebagai moral subjek, membawa dampak penegakkan prinsip-prinsip keadilan dalam konteks hubungan antara manusia dan lingkungan sebagai sesama moral subjek. (prinsip-prinsip lingkungan hidup dapat dilihat pada no 1). Termasuk di sini isu animal rights. Deep Ecology memandang proses pembangunan harus sejak awal melihat implikasinya terhadap lingkungan. Karena setiap proses pembangunan akan melibatkan perubahan dan pemanfaatan lingkungan dan sumber daya alam. Deep Ecology lebih tepat disebut sebagai sebuah gerakan diantara orang-orang yang sama, mendukung suatu gaya hidup yang selaras dengan alam, dan sama-sama memperjuangkan isu lingkungan dan politik. Bagaimanapun keseluruhan organisme kehidupan di alam ini layak dan harus dijaga. Krisis alam yang terasa begitu mengkhawatirkan akan membawa dampak pada setiap dimensi kehidupan ini. Ekosentrisme tidak menempatkan seluruh unsur di alam ini dalam kedudukan yang hierarkis. Melainkan sebuah satu kesatuan organis yang saling bergantung satu sama lain. Sebuah jaring-jaring kehidupan yang harmonis. Secara umum etika ekologi dalam ini menekankan hal-hal berikut : 1. Manusia adalah bagian dari alam 2. 3. Menekankan hak hidup mahluk lain, walaupun dapat dimanfaatkan oleh manusia, tidak boleh diperlakukan sewenang-wenang Prihatin akan perasaan semua mahluk dan sedih kalau alam diperlakukan sewenangwenang Kebijakan manajemen lingkungan bagi semua mahluk Alam harus dilestarikan dan tidak dikuasai Pentingnya melindungi keanekaragaman hayati Menghargai dan memelihara tata alam Mengutamakan tujuan jangka panjang sesuai ekosistem Mengkritik sistem ekonomi dan politik dan menyodorkan sistem alternatif yaitu sistem mengambil sambil memelihara. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 4. Theosentrisme Teosentrisme merupakan teori etika lingkungan yang lebih memperhatikan lingkungan secara keseluruhan, yaitu hubungan antara manusia dengan lingkungan. Pada teosentrism, konsep etika dibatasi oleh agama (teosentrism) dalam mengatur hubungan manusia dengan lingkungan. Untuk di daerah Bali, konsep seperti ini sudah ditekankan dalam suatu kearifan lokal yang dikenal dengan Tri Hita Karana (THK), dimana dibahas hubungan manusia dengan Tuhan (Parahyangan), hubungan manusia dengan manusia (Pawongan) dan hubungan manusia dengan lingkungan (Palemahan). Dasar Teosentrisme Thomas Aquinas Akal membuat manusia mampu mengenali kebenaran dalam kawasan alamiah, itulah filsafat. Sedangkan Teologi memerlukan wahyu adikodrati dan iman. Dengan iman, pengetahuan yang tidak dapat ditembus oleh akal semata, dapat teratasi. Meskipun misteri ini melampaui akal, namun ia tidak bertentangan dengan akal. Ia tidak anti akal. Walaupun akal memang tak dapat menemukan misteri, akal dapat meratakan jalan yang menuju ke misteri. THEOSENTRIS ISLAM Pola pemikiran Islam 1. pola pemikiran yang bersifat skolastik menurut pola pikir ini , kebenaran yang sesungguhnya hanya diperoleh manusia dengan perantaraan wahyu, sedangkan akal hanya berfungsi sebagai alat penerima saja . akal harus tunduk pada wahyu 2. pola pemikiran yang bersifat rasional akal pikiran sebagai sumber kebenaran. wahyu sebagai penunjang kebenaran yang diperoleh akal. kebenaran wahyu dan akal tidak mungkin bertentangan. Jika bertentangan,wahyu tersebut harus dita‟wilkan secara rasional 3. pola pemikiran yang bersifat batiniyah dan intaitif kebenaran yang sesungguhnya diperoleh dari pengalaman batin dalam kehidupan mistik dan berkontemplasi (sufistik) Paradigmatik dikembangkan teologi kalâm klasik itu adalah trend teosentris.Tuhan dan ketuhanan (theos) menjadi core teologis. Jadi wajar bila concern utamanya adalah “bagaimana mengenal Tuhan untuk memahami kenyataan”―dan bukan sebaliknya, “memahami kenyataan untuk mengenal Tuhan”. Dengan pemusatan diskursus terutama pada Tuhan dan ketuhanan,sudah barang tentu teologi semacam itu (hanya) relevan sebagai alas struktur dari religiusitas yang “membela” Tuhan, bukan manusia. Untuk konteks zaman pertengahan Hijriyah, ketika era formatif Islam masih berlangsung, boleh jadi ia menuai signifikansinya. Namun, untuk konteks hari ini, tatkala aneka“anomali” realitas umat kini lebih bersifat sosial daripada individual, masihkah trend teologis semacam itu memadai untuk memotivasi umat guna melangsungkan perubahan dan membalik kenyataan? Tiga paradigma dari teologi-teologi anutan umat Islam ini yang pada prinsipnya sama berkecenderungan teosentris, yakni : (1) tradisional, (2) rasional, dan (3) “fundamentalis”. Secara umum ketiganya mendasarkan derivasi keyakinan teologisnya pada khazanah kalâm klasik, yakni : pertama pada Jabariyah,As„ariyah, dan Maturidiyah (sayap Bukhara) kedua pada Qadariyah, Mu„tazilah,dan Maturidiyah (Samarkand) ketiga pada Khawarij. Bdk. dengan pemetaanMansour Faqih, “Teologi Kaum Tertindas,” dalam Ahmad Suaedy (eds.), Spiritualitas Baru: Agama dan Aspirasi Rakyat (Jogjakarta: Institut Dian/Interfidei, 1994): 203-42. Khusus untuk relevansi pelekatan label neo-Khawarij terhadap kelompok-kelompok Islam “fundamentalis”, lihat Said Agiel Siradj, Ahlussunnah wal Jama„ah dalam Lintas Sejarah (Jogjakarta: LKPSM,1997), 7-8. ( Dikutip dari : Fawaizul Umam, Antologi Tesis ,Fakultas Dakwah IAIN Keyakinan Teologis 1. Jabariyah Manusia adalah penentu dan bukan pemilih, tetapi semua tetap ciptaan Alloh. As„ariyah = Maturidiyah membedakan baik buruk berdasarkan wahyu. 2. Qadariyah manusia bertanggung jawab atas perbuatannya. Mu„tazilah bercorak rasional, membedakan baik buruk berdasarkan “akal” ( mempunyai kedudukan tinggi bahkan = dengan wahyu ) 3. Khawarij memunculkan kelompok Syi‟ah kelompok politik pertama yang memunculkan persoalan teologi (menghukumi orang-orang muslim telah melakukan dosa besar ) THEOSENTRIS KRISTEN Bahan Alkitab I. Theosentris dalam Perjanjian Lama (PL) : Theosentris dalam Penciptaan Dalam dunia perjanjian lama sangat nyata ketika Kitab kejadian menuliskan bagaimana kehidupan dan alam semesta pertama-tama hanya diciptakan oleh satu kuasa saja yaitu kuasa dari Roh Allah. Kejadian 1 : 1:1 Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi. 1:2 Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita Allah melayang- menutupi samudera raya, dan Roh layang di atas permukaan air. 1:3 Berfirmanlah Allah: "Jadilah terang." Lalu terang itu jadi. Theosentris Dalam Pengakuan Iman Orang Israel ulangan 6 : 6:4 dengarlah, hai orang israel: tuhan itu allah kita, tuhan itu esa! 6:5 kasihilah tuhan, allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu. dalam kitab ulangan orang israel/yahudi mengatakan bahwa tuhan mereka adalah tuhan yang esa. dan seluruh hidup mereka ditujukan untuk mengasihi (hidup sesuai kehendak tuhan) tuhan mereka dengan segenap hati dan jiwa dengan segenap kekuatan. esa dalam bahasa ibrani, bukan dalam konsep hanya satu-satunya allah/tuhan saja yang ada. melainkan dalam pemikiran ada begitu banyak allah (bangsa israel melihat bangsa-bangsa lain memiliki allahnya masing-masing) , tetapi hanya satu allah yang maha kuasa yaitu tuhan allah bangsa israel, ia mengalahkan semua allah dari bangsa-bangsa yang ada di sekitar israel. II. Theosentris dalam Perjanjian baru (PB) Theosentris dalam Doa Bapa Kami Hal ini juga termaktub dalam doa Bapa Kami: menunjukan bagaimana kehendak Allah adalah yang terjadi dalam kehidupan manusia. Matius 6:9-13 6:9 Karena itu berdoalah demikian: Bapa kami yang di sorga, Dikuduskanlah nama-Mu, 6:10 datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga. Yesus sendiri mengajarkan kalau kehidupan manusia, harus berpusat pada Allah. Kehendak Allahlah yang menjadi pusat kehidupan. Bahkan dengan lebih tegas dikatakan kerajaan Allah datang di dunia, dengan maksud Kuasa Allah yang “melingkupi” kehidupan manusia. III. Theosentris dalam Pengakuan Iman Kristen Dalam kekristenan teosentris ini dapat dilihat pada Pengakuan Iman (Creed – credo) yang biasa digunakan adalah Pengakuan Iman Rasuli atau Apostle‟ Creed (atau ada juga penggunaan Pengakuan Iman Nicea Konstantinopel, dan pengakuan Iman Atanasius). Pengakuan Iman adalah suatu konsep iman yang menyimpulkan seluruh “penyataan Allah” dalam kitab suci yang dijadikan “ciri” bagi umat yang percaya. Pengakuan iman ini juga yang menjadi tolak ukur apakah seseorang benar-benar percaya kepada Allah dan Allah yang dipercayai itu adalah Allah yang menyatakan diriNya melalui kristus dan Roh Kudus. Pengakuan iman Rasuli: “Aku percaya kepada Allah, Bapa yang maha kuasa, khalik langit dan bumi...... dst. Memelihara Lingkungan Hidup : Asketisme Baru Asketisme adalah gaya hidup yang secara khusus menghargai, memberi tempat bagi penghayatan iman / rohani. Dalam konteks lingkungan hidup, istilah ini dikenalkan oleh John B. Cobb dengan menyebutnya sebagai asketisme “baru”. Asketisme baru dipahami sebagai praktek hidup yang memanfaatkan alam sambil memelihara kelestariannya, memerangi materialisme, konsumerisme, hedonisme dan perlakuan destruktif lain yang pada akhirnya merugikan manusia dan lingkungan hidupnya. Sikap ini tidak menolak materi sebagai lawan dari yang rohani, melainkan memandang keduanya sebagai satu kesatuan yang utuh. Panggilan agama terhadap lingkungan hidup tidaklah terlalu muluk. Ia dapat dimulai dari kehidupan kita yang paling sederhana, dalam kedisiplinan membuang sampah, memelihara makhluk hidup secara wajar dan bersikap adil terhadap sesama. Atau mungkin seperti yang dilakukan oleh paguyuban tani lestari yang mengupayakan kelestarian alam dan keselamatan sesama dengan menggunakan pupuk organik sebagai penyubur tanah garapan mereka. Praktek hidup semacam itu, yang mungkin selama ini dianggap tidak ada kaitannya dengan soal spiritual haruslah dipandang sebagai bagian dari pelaksanaan iman kita. Memelihara lingkungan hidup adalah bagian dari ibadah yang sejati. Penilaian Dari beragam aliran tersebut saya berpendapat bahwa yang paling tepat adalah aliran ekosentrisme, sebab di sini membahas hubungan manusia dengan manusia, dan juga hubungan manusia dengan makhluk hidup lain dan lingkungan alam. Dimana manusia perlu menjaga kelestarian kelangsungan hidupnya, spesiesnya dan spesies lainnya juga lingkungan alam. Pemanfaatan sumber daya alam hayati dan non hayati untuk kelangsungan hidup kita, atau melakukan suatu pembangunan disegala bidang baik bidang ekonomi, kesehatan, social budaya dan politik, kita harus menjaga keseimbangan atau pelestarian alam, sehingga bisa terwujud suatu pembangunan yang berkelanjutan. Disini tentu saja sebagai manusia yang bermoral pasti kita tidak lepas dari kesadaran akan adanya Sang Pencipta. Sehingga kita juga akan menjaga hubungan baik dengan Sang Pencipta yang telah memberikan kehidupan di alam semesta ini yaitu ALLAH yang Maha Esa pencipta langit dan bumi dan segala isinya. Implikasinya dengan menjaga hubungan baik dengan sesama manusia dan makhluk yang lainnya, serta menjaga pelestarian alam sekitarnya ini berarti pula kita sudah melakukan suatu ibadah yang sejati. Relevansi Filsafat Lingkungan Dengan Minat Kajian Filsafat Lingkungan/termasuk etika lingkungan hidup dipahami sebagai disiplin ilmu yang berbicara mengenai norma dan kaidah moral yang mengatur perilaku manusia dalam berhubungan dengan alam serta nilai dan prinsip moral yang menjiwai perilaku manusia dalam hubungan dengan alam tersebut. Sedangkan bidang minat saya yaitu Kajian Lingkungan dan Pembangunan sudah pasti ada relevansinya dengan etika lingkungan hidup. Dimana etika lingkungan hidup menuntut agar etika dan moralitas diberlakukan juga bagi komunitas biotis atau komunitas ekologis. Minat saya adalah untuk mengkaji sumberdaya alam hayati laut yaitu Alga Merah Rhodophyceae. Alga ini adalah salah satu sumber hayati laut yang dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin demi kepentingan manusia (Antroposentrisme). Dimana alga ini adalah merupakan salah satu makhluk hidup selain manusia yang juga mempunyai nilai, untuk hidup dan berkembang biak di alam ini. Alga Gracilaria edulis adalah salah satu subjek moral dan manusia adalah pelaku moral (Pemahaman Biosentrisme). Keberadaannya di alam perlu dilestarikan, untuk mempertahankan keberadaan spesiesnya supaya tetap eksis. Sehingga untuk mengeksploitasinya demi kepentingan manusia, dan makhluk hidup lainnya seperti hewan laut yaitu ikan dan moluska harus secara bertanggung jawab agar tidak terjadi kepunahan atau kerusakan lingkungan alam (ekosentrisme). Saya akan mengkaji tentang alga makro, adapun latar belakang penelitian yang akan saya lakukan adalah sebagai berikut: Alga adalah tumbuhan laut yang mempunyai nilai ekologis maupun ekonomis. Secara ekologis bermanfaat dalam hal pemecah ombak, penyaring air, pegikat CO2 dan pensuplai O2 di perairan yang di manfaatkan oleh hewan laut untuk pernapasan. Sedangkan secara ekonomis adalah dapat dimakan langsung oleh manusia sebagai lalapan, makanan ternak dan bahan baku di berbagai industri seperti industri makanan,tekstil, farmasi, kosmetik dll, karena mengandung “agar”yang cukup tinggi berkisar antara 16 % - 45% yang dapat di ekstrak (Zatnika, 1993). Di Indonesia pemanfaatan alga laut sebagai komoditas eksport telah dilakukan, namun kebutuhan alga laut di dunia semakin meningkat dan kebutuhan ini selalu tidak terpenuhi oleh produksi yang tersedia (Wikanta, 1996). Gracilaria adalah salah satu jenis alga merah yang di eksport karena banyak mengandung agar dan kekuatan gel yang cukup tinggi (Kumampung, dkk 2006). Pemanfaatan alga Gracilaria banyak berasal dari alam, apabila eksploitasinya berlangsung terus menerus peluang akan berkurang bahkan punah sehingga akan terjadi ketidakseimbangan komunitas alga di alam. Untuk itulah usaha budidaya perlu dilakukan dan ditingkatkan. Salah satu persyaratan budidaya adalah adanya ketersediaan benih/bibit alga yang cukup. Bila terjadi eksploitasi yang berlebihan, ketersediaan benih/bibitpun berkurang. Agar tersedianya benih yang cukup, maka perlu adanya pengadaan benih alga secara in-vitro yang lebih efisien, dan kemungkinan lebih berkualitas yang baik dibanding yang ada di alam. Sehingga di harapkan kebutuhan benih alga akan terpenuhi, untuk dapat di budidayakan secara masal dan dimanfaatkan semaksimal mungkin, dengan tetap menjaga kelestariannya. Dari latar belakang di atas jelas ada relevansi filsafat lingkungan dengan minat kajian lingkungan dan pembangunan, dibidang perikanan lebih khusus lagi tentang alga laut yang akan diteliti. Dipandang dari teori etika lingkungan, baik Antroposentrisme, biosentrisme dan ekosentrisme. Tergantung dari cara pandang kita. Maka saya lebih cenderung melihat bahwa bidang minat kajian saya, lebih mengarah ke paham ekosentrisme. Dan merupakan salah satu cara juga dalam menanggulangi krisis ekologi yang sudah menjadi masalah dunia saat ini yaitu pemanasan global dimana panas bumi atau suhu meningkat. Budidaya alga akan mengurangi emisi gas CO2 di atmosfir lewat proses fotosintesis. DAFTAR PUSTAKA 'Abdurraziq, Musthafa, Tamhîd li al-Târikh al-Falsafah al-Islâmiyah. Kairo: al-Haiah alMishriyah al-'Amah li al-Kitab, 2007. Anonim. 2009. Theosentrisme. http://wikipedia.org/wiki/ Theosentrisme. Anonim. 2009. Keselamatan-Theosentrism-Kristosentris-Eklesiosentrism. http://Katolisitas.org/2009/06/25/ Ihsan, H.A. 2010. Filsafat Ilmu. Rineka Cipta. 295 hal. Jabiry, al. 1990. Bunyah al-„Aql al-„Araby, Beirut: Markas Dirasah al-Waddah al-„Arabiyyah. Khaldun, Ibn, Muqaddimah, terj. Ahmadie Thoha. Jakarta:Pustaka Firdaus, L Resse, Wiliam, Dictionary of Philosophy and Religion. USA:Humanites Press Ltd, 1980 Keraf, A.S. 2010. Etika Lingkungan Hidup. Kompas. Jakarta. 408 hal. Kumampung,D.R.H, B.Soeroto. R.Ch.Kepel. F. Losung. F. Manajang dan J.M. Mamuaja., 2006. Pola Reproduksi Kandungan Agar dan Kekuatan Gel pada Alga merah Gracilaria salicornia (C. Agardh) Dawson dari Pantai Malalayang. Journal of Research and Development Sam Ratulangi University.Vol.XXIX. No.1. Lembaga Penelitian Unsrat Manado. Hal 79-84. Prawironegoro, D. 2010. Filsafat Ilmu. Kajian yang disusun secara sistematis dan sistemik dalam membangun ilmu pengetahuan.Nusantara Consulting. Jakarta. 554 hal. Wikanta. 1995. Prospek Pengembangan dan Pemanfaatan Rumput Laut Coklat (Phaeophyceae) di Indonesia sebagai sumber Senyawa Alginat. Jurnal Litbang Pertanian, XV(1). Halaman16-21. Zatnika, A. 1993. Menyimak Pasang Surut Rumput Laut di Indonesia. Techner. Media Informasi Perikanan. No. 08 Tahun II. Hal 50-54