BAB IV TRANSDUSER PANAS TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah membaca dan mempelajari bab ini diharapkan mahasiswa dapat untuk : 1. Definisi energi panas, hubungan dari skala remperatur untuk energi panas, kalibrasi skala temperature. 2. Transformasi pembacaan skala temperature antara skala Kelvin, Rankine, Celcius, dan Fahrnheit. 3. Bentuk aplikasi dari sebuah RTD transduser suhu untuk problem khusus dalam ukuran suhu. 4. Bentuk aplikasi dari thermistor untuk untuk problem khusus dalam ukuran suhu. 5. Bentuk aplikasi dari thermo kopel untuk problem khusus dalam ukuran suhu. 6. Penjelasan operasi kepingan bimetal untuk ukuran temperature. 4.1 PENGANTAR Proses kontrol adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kondisi, alami atau buatan, dengan kualitas fisik yang diatur. Disini tidak ada tanda penyebaran luas dari control dari pada assosiasi suhu dan fenomena panas lainnya. Dalam keadaan alami, beberapa dari tekhnik yang luar biasa dari pengaturan suhu adalah menemukan dalam funsi hidup dari makhluk hidup. Dalam sisi buatan, seseorang telah amat perhatian dengan control suhu sejak api pertama ditemukan untuk pemanas. Pengaturan suhu industi selalu sangat penting dan menjadi tetep lebih, dengan kemajuan tehnologi. 4.2 PENGERTIAN SUHU Materi/benda baik itu padat, cair maupun gas dibangun dari sekumpulan atom-atom. Dari 92 unsur alam diwakili oleh tipe partikel atom. Materi khas yang disekitar kita bukan unsur murni, tetapi kombinasi dari beberapa unsur yang kemudian disebut molekul. Helium adalah unsur alam yang terdiri dari partikel atom. Air terdiri dari kombinasi dua atom hydrogen dan satu atom oksigen. Secara fisik energi panas merupakan hubungan fisik atau interaksi elemen dan molekul dalam partikel sebagai padat, cair, atau gas. 4.2.1 Energi Panas PADAT Dalam materi padat, atom – atom atau molekul sangat kuat tarikan dan ikatan satu sama lain, jadi tidak ada atom yang bergerak jauh dari lokasi partikelnya atau equilbrium position. Kita dapat mengenalkan konsep energi panas dengan mempertimbangkan gerakan molekul. Sebuah benda padat mempunyai molekul yang tidak bergerak, ini berarti, molekul dalam keadaan bebas. Sehingga materi dikatakan mempunyai energi panas nol (WTH = 0). jika kita sekarang menambahkan energi pada materi dengan memanaskannya dapat dikatakan materi mempunyai energi panas terbatas,WTH >0. 48 CAIRAN Apabila energi diperbesar pada benda padat maka akan terjadi gerakan yang semakin besar pada molekul-molekul sehingga akan dicapai titik dimana benda akan mencair tetapi masih terjadi ikatan antara molekul yang satu dengan molekul lainnya. GAS Penambahan energi panas akan mempercepat gerakan molekul yang pada akhirnya akan lepas ikatan molekul didalam materi. Ketika molekul sudah tidak saling terikat maka materi akan menjadi gas. 4.2.2 Suhu Jika kita mengukur energi panas, harus mempunyai beberapa macam unit untuk klasifikasi ukuran,unit asli yang dipergunakan adalah “panas” dan “dingin”. Sampai waktu tertentu sudah memuaskan tetapi dalam perkembangannya tidak pas lagi untuk penngunaan secara modern. Unit yang pantas untuk meyatakan ukuran energi adalah joule SKALA SUHU MUTLAK Skala suhu mutlak adalah menyatakan 0 satuan temperature pada materi yang tidak mempunyai energi panas, yang berarti tidak ada gerakan/getaran molekul. Ada dua macam skala yang biasa digunkan, yaitu sklala Kelvin dalam Kelvin (K) dan skala Rankine dalam derajat Renkine (0R). Perbandingan sederhana berhubungan suhu dalam 0R ke suhu dalam K dapat dilihat pada persamaan 4-1. Table 4.1 menunjukan harga suhu Kelvin dan derajet Renkine pada awal permulaan titik kalibrasi. 9 180 0 (1K) = (1 R) = (10 R ) 5 100 kemudian, transformasi antara skala diberikan oleh 5 (4-1) T(K) = T (0 R) 9 Dimana: T(K) = suhu dalama K T()R) = suhu dalam 0R TABEL 4.1 POIN KALIBRASI SKLA SUHU Poin kalibrasi Suhu 0 K R Energi panas nol 0 0 Oksigen : cair/gas 90.18 162.3 Air : padat/cair 273.15 491.6 Air : cair/gas 373.15 671.6 Emas : padat/cair 1336.15 2405 0 F -459.6 -297.3 32 212 1945.5 0 C -273.15 -187.97 0 100 1063 SKALA SUHU RELATIVE Perbedaan skala suhu relative dengan skala absolute hanya pada titik nol nya. Dua skala yang sangat terkenal adalah Celcius ( hubungan ke Kelvin) dan Fahrenheit ( hubungan ke Rankine) dengan temperature indikasi oleh 0C dan 0F. tabel 4.1 49 menunjukkan variasi skala. Nilai energi yang dinyatakan oleh 10C sama dengan yang dinyatakan oleh 1 0K hanya titik nolnya yang digeser. (4-2) T(0C) = T(K) – 273.15 0 Demikian pula ukuran 1 F adalah sanma sdengan ukuran 1oR tetapi skalanya berbeda (4-3) T(1oF) = T(1oR)- 459.6 Untuk tranformasi Celcius ke oF adalah (4-4) T(1oF) = 9/5 T(1oC) + 32 HUBUNGAN KE ENERGI PANAS Hubungan antara suhu dan energi panas dalam joule digunakan konstananta yaitu konstanta Bonltzman. Energi panas WTH (4-5) WTH = 3/2 kT Dimana k = 1.38 x 10-23J/K adalah konstanta boltzman. Kecepatan panas rata-rata dari gas molekul oleh ekuasi energi kinetic molekul ke energi panas ½ mvTYH2 = WTH = 3/2 kT dan vTH = 3kT (4-6) m dimana m adalah massa molekul (kg) 4.3 RESISTANSI LOGAM DENGAN ALAT TEMPERATUR Salah satu cara untuk menyatakan suhu dalam besaran listrik adalah dengan memanfaatkan perubahan resistansi bahan akibat perubahan suhu. Dalam hal demikian resppon wakttu harus diperhatikan karena untuk mendapatkan ukuran yang tepat harus ditunggu sampai alat/bahan menjadi panas yang seimbang dengan lingkungannya. 4.3.1 Hubungan Resistansi Logam dengan Suhu Logam adalah komponen atom dalam keadaan padat, atom berada pada posisi seimbang dengan vibrasi lapisan atas disebabkan oleh energi panas. Setiap atom memberikan satu electron, disebut electron valensi, yang dapat bergerak bebas, ini menjadi electron konduksi. Kita mengatakan, untuk materi seluruhnya bahwa pita valensi electron dari pita konduksi elektron dalam materi melebihi dalam energi yang ditunjukkna gambar 4.1a. kebalikan dengan semi konduktor seperli yang diperlihatkan gambar 4.1b. dalam skema yang sama, gambar 4.1c menujukkan bahwa isolator mempunyai perbedaan yang luas antara elektron valensi dan konduksi. Bahan elektron logam bergerak bebas keseluruh materi ini akan menentukan kondisi pada suhu nol mutlak. 50 Gambar 4.2 menunjukkan efek penambahan resistansi dengan suhu untuk beberapa logam. Grafik menujukkan resistansi relative dengan suhu untuk logam khusus kemurnian tinggi. Contoh pada suhukonstan (T) menggunakan persamaan l R=ρ (T= konstan) (4-7) A Dimana : R = resistansi (Ω) l = panjang (m) A = luas area (m2) ρ = Resistivitas ( Ω − m) 4 3 2 1 0 -200 0 200 400 600 800 suhu (Celcius) Gamabar 4.2 penambahan resistansi logam linear dengan suhu Pada persaman (4-7) prinsip penambahan resistan dengan suhu yaitu dengan mengubah resistansi logam dengan suhu. Jika resistansi logam diketahui sebagai fungsi temperatur, persamaan (4-7) dapat digunkan untuk determinan resistan partikel materi pada suhu sama. Dalam kenyataan kurva yang ditunjukkan oleh gambar 4.2 adalah kurva resistivitas dengan suhu. R (t ) ρ (T )l / A ρ (T ) = = (4-8) 0 0 R (75 ) ρ (75 )l / A ρ (750 ) 51 4.3.2 Resistansi dengan Aproksimasi Suhu Kurva pada gambar 4.2 menunjukkan kurva sangat mendekati linear. Ini diperlukan untuk mengembangkan aproksimasi analisa persamaan pada resistansi dengan temperature dan partikel logam. APROKSIMASI LINEAR Aproksimasi linear dapat dikembangkan untuk aproksimasi resistansi dengan suhu (R-T). Pada gambar 4.3 kita melihat kurva R – T dari beberapa materi. Disini garis lurus digambar antara poit yang mewakili suhu T1 dan T2 , dan T0 mewakili titik tengah suhu. Persamaan garis lurus merupakan aproksimasi linear untuk kurva dari T1 ke T2. persamaan garisnya adalah R (T ) = R(T0 )[1 + α 0 ∆T ] T1 < T < T2 (4-9) dimana R(T) = aproksimasi dari resistan pada suhu T R(T0) = resistansi pada suhu T0 ∆ T = T – T0 α 0 = perubahan fraksi dalam resistansi per derajat pada T0 Alasan untuk menggunkan α 0 sebagai slop fractional dari kurva R – T adalah karea ini konstan sehingga dapat digunakan untuk kasus dimensi fisik yang lain ( panjang dan luas) dari beberapa macam kawat. Catatan α 0 tergantung suhu tengah To. Harga α 0 dapat ditemukan dari harga resistan dan suhu grafik lain, sebagaimana diperlihatkan gambar 4.2 hambatan (ohm) 10 8 6 4 2 0 -50 0 50 100 s uhu (Ce lcius ) Gamabr 4.3 garis l linear aproksimasi dari resistan denan suhu antara T1dan T2 1 (4-10) α0 = . (slope pada To) R (Ta ) atau untuk contoh dari gamabr 4.3 1 ⎡ R2 − R1 ⎤ α0 = .⎢ (4-11) ⎥ R(To) ⎣ T2 − T1 ⎦ dimana R2 = resistansi pada T2 R1 = resistansi pada T1 Catatan bahwa α mempunyai invers suhu dan tergantunng scala suhu yang digunakan. APROKSIMASI QUADRAT Aproksimasi kuadrat kurva R-T lebih akurat digunakan pada beberapa jenis tingkatan diantara berapa tingkat suhu. Ini menyangkut keduanya hubungan linear seperti sebelumnya, dan hubungan suhu yang membentuk kotak. Seperti persaman dibawah 4 - 12 : 52 R (T ) = R (To)[1 + α1∆T + α 2 (∆T ) 2 (4-12) dimana R(T) = aproksimasi kuadrat dari resistan pada T R(To) = resistan pada T0 α1 = perubahan fractional linear dalam resistan dengansuhu ∆ T = T-To α 2 = perubahan fractional linear dalam resistan dengansuhu Harga dari α1 dan α 2 ditentukan dari tabel atau grafik sebagai indikasi dalam contoh , menggunakan harga resistan dan suhu pada 3 titik. Seperti sebelumnya, kedua α1 dan α 2 tergantung suhu yang digunakan. Seperti contoh menunjukkan bagaimanan aproksimasi linear dibentuk 4.3.3 Tahanan Detektor Suhu Sebuah RTD (resistancy-temperature detector) adalah sebuah transduser suhu yang didasarkan pada prinsip yang telah dijelaskan sebelumnya, yaitu tahanan logam yang naik denagn kenaikan suhu. Logam yang dipakai adalah bervariasi dari platinum yang mampu dipakai berulang-ulang, sangat sensitif, dan sabgat mahal sampai nikel yang tidak dapat dipakai berulang-ulang, lebih sensitif dan lebih murah.] SENSITIVITAS Perhitungan sensitivitas RTD dapat dicatat dari nilai tipical dari perubahan kecil yang linier dalam tahanan dengan suhu. Untuk platinum, nilai ini secara tipical adalah berkisar 0.004/0C dan untuk nikel adalah 0.005/0C. Sehingga, dengan platinum, sebagai contoh sebuah perubahan hanya 0.4Ω akan mengubah 100Ω pada RTD dengan perubahan suhu 10C. Biasanya spesifikasi akan disediakan dalam bentuk informasi kalibrasi dan grafik tahanan versus suhu atau berbentuk tabel harga-harga dari mana sensitivitas dapat ditentukan.untuk material yang sama tetapi nilainya relativ konstan karena merupakan fungsi dari tahanan. TANGGAPAN WAKTU Secara umum, RTD mempunyai tanggapan waktu dari 0.5 sampai 5 datik atau lebih. Lambatnya respon disebabkan lambatnya konduktivitas panas yang membawa perangkat ke keseimbangan panas dengan lingkungannya. Umumya, kontanta waktu ditentukan oleh kondisi “free air” atau kondisi “oil bath”. Dalam kasus pembentukan, ada kontak panas dan karenanya, respon lambat, dan akhirnya kontak panas yang baik dan respon cepat. Nilai ini memberikan range dari tanggapan waktu sampai yang diharapkan sesuai dengan aplikasi. KONSTRUKSI Sebuah RTD, tentunya denagn mudah digambarkan sebagai sebuah kawat yang resistansinya dimonitor sebagai fungsi suhu. Konstruksi ini serupa dengan gulungan kawat atau potongan kawat untuk mencapai ukuran kecil dan meningkatkan konduktivitas panas untuk mengurangi tanggapan waktu. Dalam beberapa kasus, gulungan terlindungi dari lingkungan oleh lapisan atau kaleng pelindung yang meningkatkan tanggapan waktu tetapi memerlukan perlawanan terhadap lingkungan. 53 PENGKONDISI SINYAL. Dengan perubahan fraksional yang sangat kecil dari resistansi dengan suhu (0.4%), RTD pada umumnya digunakan pada rangkaian jembatan dengan semua kondisi yang dideteksi secara akurat. Untuk aplikasi proses kontrol, jembatan memerlukan “self-nulling”. Output dari rangkaian “nulling” menghasilkan keluaran kontroller dari 4 sampai 20 mA atau 10 sampai 50 mA. Gambar 4.4 mengilustrasikan ciri-ciri penting dari sistem demikian. Baris kompensasi pada kaki R3 jembatan diperlukan ketika panjang timah adlah sangat panjang sehingga gradien panas pada kaki RTD menyebabkan perubahan pada baris resistansi. Perubahan ini akan menyebabkan keterlambatan informasi kesalahan, sebagai akibat perubahan resistansi RTD. Dengan menggunakan garis kompensasi, perubahan resistansi yang sama juga muncul pada R3. Umpan balik dari kontroller dapat terjadi dalam beberapa bentuk, tergantung dari perubahan penyetingan R2 menuju sumber arus yang menyediakan arus nol sebagaimana pada rangkaian jembatan seimbang. Karena RTD adalah resistansi, maka ada daya terdissipasi I2R oleh peralatan itu sendiri yang menyebabkan sedikit efek panas, atau pemanasan sendiri. Hal ini juga dapat menyebabkan pembacaan yang salah. Jadi, arus yang menuju RTD harus dijaga cukup rendah dan konstan untuk menghindari pemanasan sendiri. Secara mendasar, konstanta dissipasi biasanya disediakan pada spesifikasi RTD. Angka ini berhubungan dengan kebutuhan daya untuk meningkatkan suhu RTD per satu derajat. Jadi, konstanta dissipasi 25mW/0C menunjukkan bahwa jika rugi daya I2R pada RTD sama dengan 25 mW, kemudian RTD akan terpanaskan dengan 10C. Konstanta dissipasi biasanya ditentukan oleh dua kondisi, udara bebas dan “well-stirred oil bath”. Hal ini disebabkan perbedaan dalam kapasitas media untuk membawa panas keluar dari perangkat. Kenaikan Suhu pemanasan sendiri dapat ditemukan dari daya dissipasi oleh RTD dan konstanta dissipasi. P (4-13) ∆T = PD dimana ∆T = kenaikan suhu karena pemanasan sendiri dalam 0C P = dissipasi daya pada RTD dalam W P = konstanta dissipasi dari RTD dalam W/0C PD Gambar 4.4 garis kompensasi pada rangkaian pengkondisi sinyal RTD 54 4.4 THERMISTOR Thermistor adalah salah satu tipe lain dari transduser suhu yang mengukur suhu melalui perubahan resistansi bahan. Karakteristik perangkat ini sangat berbeda dengan RTD, dan tergantung pada perilaku khusus antara tahanan dengan suhu semikonduktor. 4.4.1 Tahanan versus suhu semikonduktor Dalam perbandingan logam, elektron pada bahan semikonduktor meloncat menuju molekulnya dengan energi yang cukup sehingga tidak ada elektron yang diberikan dari pita valensi ke pita konduksi. Dapat dikatakan celah energi ∆W g berada diantara elektron valensi dan konduksi sebagaimana ditunjukkan pada gambar 4.1b. Dengan demikian bahan akan berlaku sebagai sebuah isolator karena tidak ada elektron konduksi untuk membawa arus menuju bahan. Hal ini hanya benar jika tidak ada energi panas pada contoh, pada suhu 00K. Apabila suhu bahan mengalami peningkatan, molekul akan bervibrasi (bergetar). Pada kasus semikonduktor, vibrasi menghasilkan energi tambahan pada elektron valensi. Apabila energi sama atau melebihi celah energi ∆W g , elektron ini menjadi bebas dari molekul. Jadi, elektron sekarang berada pada pita konduksi dan bebas membawa arus menuju bahan. Selama suhu masih mengalami kenaikan terus-menerus, semakin banyak energi elektron yang memasuki pita konduksi. Hal ini menjelaskan bahwa semikonduktor menjadi konduktor arus yang lebih baik ketika suhunya naik, yang menyebabkan resistansinya menurun. Dari penjelasan ini dapat digambarkan penurunan tahanan semikonduktor dari suhu rendah sampai suhu tinggi. Hal ini berkebalikan dengan logam. Perbedaan yang penting, bahwa perubahan tahanan pada semikonduktor adlah nonlinier sebagaimana ditunjukkan pada gambar 4.5. Penyebab semikonduktor mempunyai perilaku seperti ini adalah celah energi antara pita konduksi dan valensi adalah cukup kecil untuk mengalirkan panas electron meloncati celah. Sebagai catatan penting bahwa efek yang dijelaskan memerlukan energi untuk menyediakan energi yang cukup untuk mengatasi celah energi ∆W g . Secara umum, bahan dikelompokkan sebagai semikonduktor ketika celah energi adalah 0.01-4 eV(1eV = 1.6x10-19 J). Sebagai contoh yang telah benar adalah bahan silicon yang mempunyai celah energi ∆W g =1.107 eV. Ketika dipanaskan bahan ini berubah dari isolator menajdi konduktor. Hubungan energi panas yang merubah hal ini dapat ditentukan dengan persamaan (4-5) dan konversi joule ke eV, yaitu: untuk T = 0° K , WTH = 0.0eV untuk T = 100° K , WTH = 0.013eV untuk T = 300° K , WTH = 0.039eV Dengan rata-rata energi panas sebesar 0.039 eV, jumlah elektron yang cukup akan mencapai level konduksi bahan untuk menjadi konduktor. Pada isolator sejati, celah enrginya sangat besar sehingga tidak cukup energi untuk meloncati atau mengatasi celah enrgi ini. 55 Gambar 4.5 Grafik Tahanan Versus Suhu Dari Bahan Semikonduktor. 4.4.2. Thermistor Termistor adalag tranduscer suhu yang telah dikembangkan berdasarkan prinsip tahanan semikonduktor yang berubah dengan adanya perubahan temperatur. Bahan semikonduktor tertentu digunakan untuk bervariasi untuk mengakomodasi range temperatur, sensitivitas, range tahanan, dan faktor lainnya. Perangkat ini biasanya diproduksi secara massa untuk konfigurasi tertentu, dan tabel serta grafik tahanan versus suhu disediakan untuk tujuan kalibrasi. SENSITIVITAS Sensitivitas termistor adalah faktor penting dalam aplikasi. Perubahan tahanan 10% per oC adalah tidak umum. Sehingga termistor dengan tahanan nominal 10KΩ pada suhu yang sama dapat berubah denagan 1KΩ untuk perubahan suhu 1oC. Ketika digunakan dalam rangkaian jembatan pendeteksi nol, sensitivitas dapat memberikan kontrol, pada prinsipnya kurang dari 1oC. KONSTRUKSI Karena termistor adalah semikonduktor penting, maka dapat dibuat dalam berbagai bentuk. Sehingga, bentuk umum seperti disk, manik-manik, batangbervariasi dalam ukuran dari bentuk manik berdiameter 1mm sampai diameter beberapa centimeter. Dengan variasi doping dan menggunakan bahan semikonduktor yang berbeda, akan diperoleh harga tahanan dengan range yang lebar pada suhu tertentu. WAKTU RESPON Waktu respon sebuah termistor tergantung pada jumlah bahan yang digunakan dan keadaan lingkungan. Sehingga, untuk termistor berbentuk manik pada keadaan oil 56 bath, responnya adalah 0.5 detik. Termistor yang sama pada udara mempunyai waktu respon 10 detik. Ketika dilindungi dalam teflon atau bahan yang lain untuk perlindungan melawan keadaaa lingkungan, waktu respon akan meningkat. PENGKONDISI SINYAL Karena termistor menunjukkan perubahan tahanan yang besar dengan suhu, maka ada banyak kemungkinan aplikasi rangakian. Dalam beberapa kasus, bagaimanapun juga, rangkaian jembatan dengan deteksi nol digunakan karena keadaan nonlinier dari termistor membuatnya sulit digunakan untuk sebagai pengukur aktual. Karena perangkat ini adalah tahanan, perhatian untuk memastikan bahwa daya terdissipasi pada termistor tidak melebihi batas yang ditentukan atau kemungkinan interferensi dengan lingkungan yang mempengaruhi pengukuran suhu. Konstanta dissipasi adlah bagian termistor sebab daya dalam miliwatt diperluakan untuk pencapaian suhu termistor 1oC diatas linkungan. Harga dasar bervariasi dari 1mW/oC pada udara bebas sampai 10mW/oC atau lebih pada kamar minyak. 4.5 THERMOKOPEL Pada bab sebelumnya, kita telah membahas perubahan tahanan bahan sebagai fungsi waktu. Misal perubahan tahanan didasarkan pada variabel parameter pada pengukuran tahanan. Ada ketergantuangan lain dari tingkah laku listrik dari bahan pada suhu yang dibentuk oleh basis pengukuran suhu. Efek ini dikarakterisasi oleh transduser penghasil tegangan dalam emf yang diproduksi yang sebanding dengan suhu. Emf ditentukan hampir linier dengan suhu dan dapat diperbaharui untuk konstanta bahan. Perangkat yang mengukur suhu pada basis termoelektrik disebut termokopel. 4.5.1 Efek Termoelektrik Teori dasar dari efek termokopel ditemukan dari sifat perpindahan listrik dan panas dari logam yang berbeda. Dalam keadaan tertentu, ketika suhu yang berbeda diberikan pada logam, vibrasi dan pergerakan atom elektron diakibatkan dalam cara perbedaan potensial pada bahan. Perbedaan potensial ini dihubungkan dengan fakta bahwa elektron lebih panas. arus yang bervariasi untuk logam yang berbeda pada suhu yang sama disebabkan perbedaan konduktivitas panasnya. Jika rangakaian tertutup oleh hubungan konduktor, arus akan ditemukan yang mengalir pada loop tertutup. Deskripsi yang tepat tentang efek ini adalah emf ada karena keberadaan arus yang mengalir dalam rangkaian. Pada gambar 4.6a, kita lihat reprsentasi gambar dari efek ini di mana dua logam yang berbeda A dan B digunakan pada lup tertuttup yang dihubungkan dengan temperatur T1 dan T2. kita tidak dapat membuat lup tertutup dengan logam yang sama karena perbedaan potensial pada masing-masing kaki akan menjadi sama, yang menyebablab tidak adanya tegangan emf. Sebagai catatan adlah emf dihasilakan sebanding dengan perbedaan suhu diantara dua titik. 57 Gambar 4.6. Efek Seebeck dan Efek Peltier. EFEK SEEBECK Dengan menggunakan teori zat padat kondisi diatas dapat dianalisa untuk menunjukkan bahwa emf dapat diberikan dengan integral temperatur. T2 ε = ∫ (Q A − QB )dT T1 dimana ε = emf yang dihasilkan dalam volt T1,T2 = temperatur ssambungan dalam oK QA,QB= konstanta perpindahan panas dari dua logam Persamaan tersebut, yang menggambarkan efek seebeck , menunjukkan bahwa emf yang dihasilkan sebanding dengan perubahan temperatur, dan perbedaan konstanta perpindahan panas. Sehingga jika logamnya sama maka emf samadengan nol, dan jika temperatur sama emf juga nol. Dalam praktek, akan ditemukan dua konstanta QAdan QB yang hampir tidak tergantung dari temperatur dan hubungannya hampir linier. ε = α (T2 − T1 ) dimana α = konstanta dalam volt/oK T1,T2 = temperatur ssambungan dalam oK EFEK PELTIER Sesuatu tang menarik dan kadaang-kadang diperluakn untuk perluasan yang mempunyai sifat sama dengan termoelektrik yang telah didiskusikan di atas terjadi ketika efek seebeck balik dipertimbangkan. Dalam kasus ini, kita membuat lup tertutup dari dua logam yang berbeda, A dan B sebagaimana sebelumnya. Sekarang tegangan eksternal diberikan ke sistem untuk menghasilkan arus yang mengalir dalam rangkaian sebagaiman ditunjukkan dalam gambar 4.6b. karena perbadaan sifat perpindahan elektrotermal dari logam, maka ditemukan bahwa slah satu sambungan akan terpanaskan dan sambungan yang alain akan menjadi terdinginkan, sehingga perangkat ini disebut refrigrator,. Proses ini berdasarkan pada efek peltier. 58 4.5.2 Termokopel Untuk menggunakan efek seebeck sebagai dasar dari transduser suhu, kita perlu menetapkan hubungan antara emf terukur dari termokopel dan suhu yang tidak diketahui. Kita pertama melihat bahwa satu temperatur harus bisa diketahui karena tegangan seebeck sebanding dengan differensial suhu pada sambungan. Lebih jauh setiap sambungan dari logam yang berbeda yang dibuat dengan loop termokopel entuk perangakat pengukuran, perluasan, dan sebagainya akan memberikan kontribusi emf tergantung pada perbedaan logam, dan variasi suhu sambungan. Untuk menyediakan keluaran yang pasti berdasar suhu yang diukur, digunakan sebuah susunan seperti pada gambar 4.7a. gambar ini menjelaskan bahwa pengukuran sambungan TM terbuka ke lingkungan yang suhunya akan diukur. Sambungan ini dibentuk oleh dua logam A dan B. Dua sambungan yang lain dibentuk oleh logam C, yang kemudian dihubungkan ke perlengkapan pengukuran. Referensi sambungan ditentukan secara bersama, yang disebut dengan TR. Ketika emf terukur, menyebabkan tegangan jatuh pada elemen resistif. Pada susunan ini tegangan rangkaian terbuka terukur (pada impedansi tinggi) yang selanjutnya sebuah fungsi perbedann temperatur(TM-TR) dan tipe dari logam A dan B. Tegangan dihasilkan mempunyai magnitud yang tergantung pada magnitudo absolut pada perubahan suhu dan polaritas tergantung pada temperatur mana yang lebih besar. (a) (b) Gambar 4.7. (a) sistem termokopel tiga kawat, (b) sistem termokopel dengan perluasan TIPE-TIPE TERMOKOPEL Konfigurasi standar tertentu dari termokopel menggunakan logam tertentu telah diadopsi dan memberikan penandaan, sebagai contoh ditunjukkan dalam tabel 4.2. masing-masing tipe mempunyai penjelasan-penjelasan ,seperti range, linieritas. Keadaan lingkungan, sensitivitas dan sebagainya, yang dipilih tergentung dari aplikasi yang dibuat. Pada stiap tipe, variasi ukuran konduktor diterapkan untuk kasusu tertentu, misalnya pengukuran oven, lokasi pengukuran tinggi, dan sebagainya. Kurva tegangan dan temperatur ditunukkan pada gambar 4.8 yang menunjukkan suhu referensi pada 25oC dan beberapa tipe dari termokopel. Kita dapat memberikan catatn penting dari kurva yang ada. Pertama, kita lihat bahwa tipe J dan K mempunyai slope yang besar, sehinnga mempunyai sensitivita syang tinggi , membuat pengukura lebih mudah. Untuk tipe R dan S slopenya kecil dan sensitivitasnya rendah. Mereka mepunyai keuntungan penting seperti range pengukuran yang lebih besar, termasuk suhu yang sangat tinggi dan merupakan bahan yang sangat lembam. Penjelasan lain dari kurva adalah kurvanya tidak linier. 59 TABEL TERMOKOPEL Tabel termokopel secara sederhana meberikan tegangan yang dihasilakan oleh termokopel ketika sambungan referensi berada pada referensi suhu tertentu, dan pengukuran sambungan pada suhu yang ditentukan. Berdasarka tabel, sebagai contoh kita lihat untuk tipe J pada suhu 210oC dengan refernsi 0oC, maka tegangannya adalah : V(210oC) = 11.34 mV Tipe J T K E S R Bahan Iron-konstantan Copper-kostantan Chromel-alumel Chromel-konstantan 90% platinum+10% rhodium-platinum 87% platinum + 13% rhodium - platinum Kisaran Normal -190 – 760 oC -200 – 371 oC -190 – 1260 oC -100 – 1260 oC 0 -1482 oC 0 – 1482 oC TC output (mV) Tipe J Tipe E Tipe R Temperatur (0C) Gambar 4.8.Kurva tegangan TC dengan Temperatur menunjukkan sensitivitas dan nonlinearitas tipe thermocouple yang berbeda. Jika kita mengukur tegangan 4.768 mV dengan tipe S dengan referensi 00C , dapat kita lihat pada tabel bahwa T(4.768 mV) = 560 0C (tipe S, ref 00C) Dalam pengukuran sebenarnya, nilai tegangan yang terukur tidaklah selalu tepat seperti nilai dalam tabel. Jika hal ini terjadi, kita harus melakukan interpolasi terhadap nilai-nilai dalam tabel. Secara umum, nilai temperatur dapat ditemukan dengan menggunakan persamaan interpolasi berikut: ⎡ T − TL ⎤ (4-14) TM = TL + ⎢ H ⎥ (VM - VL) ⎣V H − V L ⎦ Dari persamaan diatas, tegangan terukur VM terletak antara tegangan VH yang lebih tinggi dan tegangan VL yang lebih rendah, dimana VH dan VL terdapat dalam tabel. Temperatur yang sesuai dengan nilai tegangan ini adalah TH dan TL, seperti ditunjukkan pada contoh 4.9. 60 PERUBAHAN TABEL REFERENSI Meskipun tabel thermocouple telah disiapkan untuk temperatur junction tertentu, tetapi dimungkinkan penggunaan tabel ini untuk temperatur referensi yang berbeda dengna cara penggeseran skala tabel. Kunci yang harus diingat adalah bahwa tegangan harus sesuai dengan perbedaan antara referensi dan pengukuran temperatur junction. Dengan demikian, jika suatu nilai referensi baru lebih besar dari tabel referensi, semua tegangan pada tabel akan lebih rendah untuk thermocouple ini. Nilai ini akan dijadikan sebagai nilai referensi baru. Misalkan kita mempunyai TC tipe J dengan referensi 300C. Pada tabel dengan referensi 00C, tipe J pada 300C akan menghasilkan 1.54 mV. Ini berarti pada temperatur berapapun dengan TC ini akan menghasilkan tegangan 1.54 mV kurang dari yang terdapat pada tabel. Sehingga, mengacu pada tabel, 4000C menghasilkan V = 21.85 – 1.54 = 20.13 mV 1500C menghasilkan V = 8.00 – 1.54 6.28 mV -900C menghasilkan V = -4.21 – 1.54 = -5.75 mV Dengan cara yang sama, jika referensi baru lebih rendah dari referensi, semua tegangan pada tabel akan menjadi lebih besar. Sebagai contoh, misalkan suatu thermocouple tipe K dengan referensi –260C. Pertama, dengan interpolasi, dapat ditentukan tegangan yang sesuai pada tabel dengan referensi 00C. − 0.95 + 1.14 (-26+30) − 25 + 30 V(-260C) = -0.98 mV (tipe K, 00C ref) V(-260C) = -1.14 + Kemudian, setiap tegangan pada tabel harus ditambahkan dengan 0.98 mV, sehingga 4000C menghasilkan V = 1.40 + 0.98 = 17.38 mV 1500C menghasilkan V = 6.13 + 0.98 = 7.11 mV -900C menghasilkan V = -3.19 + 0.98 = -2.21 mV 4.5.3 Transducer Thermocouple Penggunaan termokopel untuk transducer temperatur telah berkembang dari proses dasar dengan termokopel yang masih kasar, ke teknik pembuatan secara seksama. SENSITIVITAS Dari tabel ditunjukkan bahwa range tegangan termokopel kurang dari 100 mV. Sensitivitas terutama tergantung dari tipe sinyal yang diterapkan dan juga termokopel itu sendiri. Dari gambar 4.8, terlihat bahwa tipe berikut mempunyai sensitivitas yang terbaik dan terjelek. Tipe J : 0.05 mV/0C Tipe R : 0.006 mV/0C KONSTRUKSI Kebanyakan suatu termokopel merupakan suatu hasil penyatuan atau penggulungan junction antara dua metal. Tetapi ada juga termokopel yang dibungkus didalam lapisan pelindung atau bahkan disegel dalam kaca untuk melindungi dari lingkungan yang bisa merusak. Ukuran kabel dari termokopel ditentukan oleh aplikasinya, antara lain kabel #10, atau kabel #30 AWG atau kabel mikro 0.02 mm. 61 KONDISI SINYAL Secara umum, elemen paling penting dalam pengkondisian sinyal TC adalah kebutuhan untuk melakukan pengukuran pada impedansi tinggi. Meskipun resistansi dc internal dari TC sangat kecil, tegangan yang dihasilkan juga sangat kecil. Dengan demikian, jika arus tingi dialirkan ke TC, bisa terjadi kesalahan pembacaan sekian persen. Tegangan TC juga diukur dengan sirkuit potensiometer, dijelaskan dalam bab 2, dimana dapat dilakukan pengukuran pada impedansi tertentu secara efektif. Perkembangan teknik modern telah memungkinkan pengukuran alat secara elektronik seperti penggunaan electrometer yang mengandung transistor efek medan dengan sifat impedansi inputnya yang tinggi atau konfigurasi op-amp yang tepat dengan impedansi input yang tinggi. Faktor lain dari pentingnya penggunaan TC adalah kebutuhan akan pengetahuan referensi temperatur dari junction. Dalam banyak aplikasi, terutama penggunaan medan, termometer digunakan untuk menentukan temperatur lokal. Faktor koreksi, seperti yang telah dibicarakan pada bagian sebelumnya, digunakan untuk membuktikan tegangan TC yang telah terukur dimana digunakan untuk menentukan temperatur. Dalam beberapa kasus, dibutuhkan untuk menempatkan junction referensi pada point jauh dari pengukuran junction. Sebagai contoh, jika temperatur pada sekitar pengukuran junction bervariasi dalam range yang lebar. Pada kasus ini, extension wires (kabel tambahan) digunakan, yang terbentuk dari materil yang sama dengan TC itu sendiri. 4.6. TRANSDUCER SUHU YANG LAIN 4.6.1. Bimetal Strip Transducer temperatur jenis ini mempunyai karakteristik: kurang akurat, mempunyai histerisis, respon waktu yang lambat, dan berharga rendah. Alat ini sering digunakan dalam banyak aplikasi, terutama jika siklus on/off lebih diinginkan daripada kontrol yang kontinyu. PERTAMBAHAN PANAS Kita telah mengetahui bahwa semakin besar energi panas akan menyebabkan molekul dari suatu padatan mengalami kenaikan amplitudo dan frekuensi. Sifat ini diharapkan untuk dapat berkolaborasi dengan penambahan volume padatan, karena molekul cenderung untuk menempati volume yang lebih besar. Efek ini bervariasi antara material karena berbagai faktor, termasuk ukuran dan berat molekul, struktur pola, dan yang lainnya. Sehingga jika kita mempunyai batang dengan panjang l0 pada temperatur T0 seperti ditunjukkan pada gambar 4.10, dan temperatur naik ke T, maka batang akan mengalami pertambahan panjang menjadi l, l = l0 [1 + γ∆T] (4-16) dimana ∆T = T – T0 dan γ adalah koefisien pertambahan panjang dari bahan. Beberapa nilai koefisien pertambahan ditunjukkan pada tabel 4.3. T0 l0 T > T0 l > l0 Gambar 4.10. Suatu padatan mengalami penambahan panjang sesuai dengan temperatur. 62 Tabel 4.3. Koefisien Ekspansi Termal Material Aluminium Copper Steel Beryllium/Copper Koefisien Ekspansi 25 × 10-6/0C 16.6 × 10-6/0C 6.7 × 10-6/0C 9.3 × 10-6/0C TRANSDUCER BIMETAL Transducer suhu yang telah dibicarakan diatas terjadi jika dua material dengan dua koefisien pertambahan panas berbeda diikat bersama. Kemudian, jika dipanaskan, laju pertambahan yang berbeda menyebabkan pembengkokan konstruksi batang, seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.11. Gambar 4.11. Suatu strip bimetal akan melengkung jika temperatur berubah karena perbedaan koefisien pertambahan panas. 4.6.2 Termometer Gas Prinsip operasi dari termometer gas berdasarkan hukum dasar dari gas-gas. Secara umum, jika suatu gas diletakkan pada kontainer pada volume konstan dengan tekanan dan temperatur bervaraisi, kemudian rasio tekanan dan temperatur konstan, ρ1 T1 = ρ2 (4.-17) T2 dimana ρ1, T1 = tekanan dan temperatur absolut pada kondisi 1 ρ2, T2 = tekanan dan temperatur absolut pada kondisi 2 Karena bersifat mengubah temperatur secara langsung menjadi sinyal tekanan, termometer gas terutama berfungsi dalam sistem pneumatic. Keunggulan transducer seperti ini karena tidak terdapat bagian yang harus dipindahkan, dan tidak diperlukan rangsangan elektrik. Untuk aplikasi proses kontrol digital atau analog, bagaimanapun juga diperlukan suatu converter untuk mengubah tekanan menjadi sinyal elektrik. 4.6.3 Termometer Tekanan Uap Termometer tekanan uap, seperti halnya termometer gas, mengubah temperatur menjadi tekanna, tetapi dalam proses yang berbeda. Jika suatu bejana diisi dengan cairan, maka ruangan diatas cairan akan dipenuhi oleh uap dari cairan tersebut pada tekanan tertentu sesuai dengan temperatur. Jika temperatur naik, semakin banyak cairan akan menguap dan tekanan juga akan naik. Penurunan temperatur akan menghasilkan pengembunan dari uap, dan tekanannya akan turun. Dengan demikian, 63 dapat disimpulkan bahwa tekanan uap tergantung pada temperatur. Material yang berbeda akan mempunyai curva tekanan-temperatur yang berbeda pula. Gambar 4.12 menunjukkan sebuah kurva tekanan-temperatur dari metil klorida. Gambar 4.12. Kurva tekanan uap metil klorida. 4.6.4. Termometer pertambahan cairan Seperti juga sifat padatan dalam penambahan dimensi terhadap temperatur, cairan juga mengalami penambahan volume seiring dengan perubahan temperatur. Hubungan yang terbentuk dari sifat ini adalah (4-18) V(T) = V(T0)[1 + β∆T] dimana V(T) = volume saat temperatur T V(T0) = volume saat temperatur T0 ∆T = T – T0 β = koefisien pertambahan volume Transducer temperatur jenis ini tidak terlalu sering digunakan dalam proses kontrol karena diperlukan proses transduksi lebih jauh untuk mengubah temperatur menjadi sinyal elektrik. 4.7 PERTIMBANGAN PERANCANGAN Dalam perancangan sistem proses kontrol, semua kebutuhan harus disiapkan untuk tiap elemen dalam sistem. Perancangan tiap elemen itu sendiri, yang disebut subsistem, melibatkan pemasangan yang teliti terhadap tiap karakteristik dari tiap elemen. Bahkan dalam perancangan sistem monitoring, yang bukan merupakan sistem terintegrasi, diperlukan pencocokan transducer untuk lingkungna pengukuran dan sinyal output yang dibutuhkan. Berhubungan dengan hal ini, kita dapat melakukan prosedur perancangan transducer temperatur dengan langkah-langkah berikut: 1. Identifikasi kondisi lingkungan pengkuran. Hal ini termasuk nilai nominal dan range dari pengukuran tempereratur, kondisi fisik dari lingkungan 64 dimana pengukuran dilakukan, kecepatan pengukuran yang dibutuhkan, dan hal-hal lain yang harus dipertimbangkan. 2. Identifikasi sinyal output yang dibutuhkan. Dalam kebanyakan aplikasi, output yang keluar berupa arus standar 4-20 mA atau tegangan yang berskala untuk mewakili range temperatur hasil pengukuran. 3. Memilih transducer temperatur yang tepat. Terutama berdasarkan dari hasil oleh langkah pertama, suatu transducer yang telah cocok dengan spesifikasi range, lingkungan dan seterusnya telah dipilih. Untuk beberapa kasus, faktorfaktor seperti harga dan ketersediaan juga penting dalam pemilihan transducer. 4. Merancang Kondisi Sinyal yang dibutuhkan. Dengan menggunakan teknik pengkondisian sinyal seperti dalam bab 2 dan bab 3, transduksi temperatur secara langsung diubah menjadi sinyal output sinyal yang dibutuhkan. 65