efektivitas desain pembelajaran terpadu berbasis core content di

advertisement
EFEKTIVITAS DESAIN PEMBELAJARAN TERPADU
BERBASIS CORE CONTENT DI SEKOLAH DASAR
Een Y. Haenilah
Jurusan Ilmu Pendidikan FKIP UNILA
Jl. Sumantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung 35145
Email:[email protected]
Abstract: This study intends to explore the effectiveness of integrated learning design based
on core content from the development of Elementary School 2013 Curriculum. This study
employed quasi experiment design. The population of this study was a school which implements
2013 Curriculum in Bandar Lampung. The samples were teachers and students. The instruments
for obtaining data are a test, interview, observation, and documentation. The data analysis of this
study used t-test. The results showed that the integrated learning design based on core content
is effective in establishing a good condition of learning which generate an integrated knowledge
and integrated social within experience and exercise integration.
Keywords: design, integrated learning, core content, elementary school
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan efektivitas desain pembelajaran terpadu
berbasis core content pengembangan dari kurikulum 2013 SD. Desain penelitian menggunakan
quasi eksperimen. Populasi penelitian adalah sekolah yang sudah menggunakan kurikulum
SD 2013 di Bandar Lampung. Sampel penelitian adalah guru dan siswa. Alat pengumpul data
menggunakan tes, wawancara, observasi dan dokumentasi. Analisis menggunakan t-test. Hasil
membuktikan bahwa desain pembelajaran terpadu berbasis core content efektif menciptakan
aktivitas pembelajaran yang menghasilkan keterpaduan kemampuan pengetahuan, keterpaduan
sosial dalam keterpaduan pengalaman dan latihan.
Kata kunci: desain, pembelajaran terpadu, core content, SD
Desain pembelajaran memiliki peranan yang
sangat penting dalam menciptakan kualitas
proses dan hasil pembelajaran di kelas. Desain
pembelajaran mencerminkan keputusan guru
tentang materi pelajaran, aktivitas siswa, skenario
pembelajaran, metode yang mendidik, dan media
yang mempermudah siswa belajar untuk mencapai
tujuan dan cara meng-evaluasinya (Brown,
2009; Beyer & Davis, 2009). Keberhasilan guru
dalam mengembangkan pem-belajaran sangat
dipengaruhi oleh keberhasilannya dalam mendesain
pembelajaran (Remillard. 2005). Dengan demikian,
mengkritisi, mengadaptasi, dan mengembangkan
desain pembelajaran merupakan aspek penting dari
pekerjaan guru. Mengkritisi berarti menganalisis
kekuatan dan kelemahan suatu bentuk desain
pembelajaran (Davis & Krajcik, 2006; Schwarz et
al, 2008), sedangkan mengadaptasi berarti membuat
perubahan sesuai dengan tuntutan pendidikan,
kurikulum, dan kebutuhan belajar siswa (Drake &
Sherin, 2006).
Kurikulum akan menentukan materi pelajaran yang penting sebagai alat untuk mencapainya
dan metode yang tepat untuk menciptakan wahana
pembelajarannya berdasarkan target yang harus
dicapai. Dengan cara demikian guru dapat membentuk ide-ide tentang apa dan bagaimana mengajar
yang dapat mencapai target kurikulum tersebut. De39
40 Sekolah Dasar, Tahun 26 Nomor 1, Mei 2017, hlm 39-48
mikian juga, guru sangat berperan dalam menentukan pengalaman belajar siswa. Pada akhirnya guru
bersama siswa berinteraksi dengan materi dan terlibat dalam pembelajaran yang tergambar dalam desain untuk mencapai target bersama-sama (Brown,
2009; Remillard, 2005).
Model kurikulum akan memberikan gambaran
arah, proses, dan isi pembelajaran (Sukmadinata,
2007), yang didasari oleh filosofi jenis dan jenjang
lembaga pendidikan. Setiap jenjang dan jenis pendidikan memiliki sasaran yang berbeda. Oleh karena
itu, harus didasari oleh model kurikulum yang berbeda pula. SD memiliki orientasi untuk meletakkan
dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak
mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan
mengikuti pendidikan lebih lanjut (Permendikbud
Nomor 23 tahun 2006). Untuk mencapai sasaran
tersebut Indoneisa memberlakukan model kurikulum 2013 SD secara tematik terpadu (Permendikbud Nomor 57/2014).
Penelitian tentang kurikulum terpadu (integrated) sudah banyak dilakukan, tetapi umumnya
berkenaan dengan strategi terpadu yang digunakan
dalam sebuah pembelajaran, misalnya, Czerniak
(2004) menjadikan kurikulum terpadu sebagai cara
untuk mengatasi masalah di lingkungan sekitar
siswa. Demikian pula, Meier et al (1998) menggunakan kurikulum terpadu sebagai kesempatan bagi
siswa untuk memahami duniadimana mereka tinggal dengan mengangkat masalah nyata yang tidak
dimuat khusus dalam suatu Mata Pelajaran (Mapel).
Berlin & Hillen (1994) menggunakan kurikulum
terpadu sebagai bentuk penyelidikan. Ross & Hogaboam-Gray (1998) melaporkan pada kurikulum terpadu sebagai organisasi materi sekitar masalah atau
proyek. Untuk masing-masing peneliti tersebut,
kurikulum terpadu merupakan salah satu metode
atau cara dalam suatu pembelajaran. Model kurikulum SD 2013 di Indonesia mengintegrasikan semua
mata pelajaran ke dalam suatu tema yang disebut
dengan kurikulum tematik terpadu. Oleh karena itu,
diperlukan desain strategis yang dapat memadukan
seluruh muatan materi ke dalam suatu pembelajaran
tematik terpadu pula, tanpa menghilangkan identitas masing-masing matapelajaran tersebut.
Penentuan model kurikulum SD didasari oleh
pendidikan konfluen yang mengutamakan keutuhan
perkembangan anak baik kognisi, sosial, maupun
emosi. Oleh karena itu, desain pembelajaran
untuk SD memiliki orientasi pada pembentukan
kemampuan siswa secara holistik. Anak usia
SD masih melihat segala sesuatu sebagai satu
keutuhan dan memahami hubungan antara konsep
secara sederhana (Piaget, 1972). Untuk itu sejak
kurikulum tahun 2006 SD kelas satu sampai tiga
diberlakukan pembelajaran tematik, kemudian
diperkuat oleh kurikulum 2013 dimana seluruh
kelas harus mengembangkan pembelajaran tematik
terpadu. Pembelajaran tematik terpadu harus lahir
dari desain pembelajaran tematik terpadu yang di
dalamnya memadukan sejumlah Mapel menjadi
satu desain dan satu pembelajaran.
Prinsip pembelajaran di SD dilandasi oleh teori belajar Gestalt. Teori ini mengutamakan keseluruhan dibandingkan dengan bagian-bagian secara
parsial. Prinsip belajar ini sangat sesuai dengan
kondisi anak usia SD. Karena dalam memahami
sesuatu mereka harus mempelajarinya secara utuh.
Misalnya mereka memahami sesuatu sebagai pohon
jika sesuatu itu memiliki akar, batang, dan daun.
Bagian-bagian itu memiliki tempat dan fungsi yang
tidak dapat dipertukarkan. Lebih jauh teori belajar
Gestalt menjelaskan bahwa bagian akan memiliki
makna jika memiliki keterhubungan satu dengan
lainnya kemudian akan membentuk satu-kesatuan.
Atas dasar itu, maka di SD menggunakan pendekatan pembelajaran tematik yang berawal dari konsep
interdisipliner dalam kurikulum terpadu yang dikemukakan oleh Fogarty (1991). Kurikulum terpadu
cenderung lebih memandang bahwa suatu pokok
bahasan harus terpadu (integrated) secara menyeluruh. Keterpaduan ini dapat dicapai melalui pemusatan pelajaran pada satu masalah tertentu dengan
alternatif; 1) pemecahan melalui berbagai disiplin
ilmu atau mata pelajaran yang diperlukan atau, 2)
fokus pada salah satu bahan ajar yang digunakan
untuk menjadi substansi inti pada beberapa mata
pelajaran (Fogarty, 1991). Kurikulum terpadu memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara kelompok maupun individu dengan lebih memberdayakan masyarakat sebagai sumber belajar.
Pembelajaran tematik lahir dari kurikulum
terpadu (integrated curriculum). Kurikulum ini
memandang bahwa pembelajaran yang terpadu akan
memberikan makna yang utuh bagi siswa (Fograty,
1991). Salah satu alat yang dapat digunakan untuk
menyatukan Mapel adalah tema atau materi yang
terdapat pada salah satu Mapel yang berperan
sebagai core contentbagi semua Mapel pada hari
tertentu (Semiawan, 2008). Dengan demikan
Haenilah, Efektivitas Desain Pembelajaran Terpadu Berbasis ...
pembelajarannya lebih dikenal dengan istilah
pembelajaran tematik.
Ada tiga ciri pembelajaran tematik: (1) menerobos batas-batas matapelajaran, (2) didasari oleh
dorongan-dorongan sewajarnya pada siswa, dan (3)
menghadapkan siswa pada situasi yang mengandung problema. Pembelajaran tematik pada prosesnya bisa menghilangkan batas-batas mata pelajaran. Satu tema atau satu materi menjadi pengikat
semua matapelajaran. Pembelajaran didukung oleh
data yang diperoleh dari lingkungan sekitar. Siswa
belajar secara nyata (actual) dari kehidupan terdekatnya sampai yang terjauh dari dirinya.
Dalam pembelajaran tematik, siswa diberi
kesempatan untuk berbuat, membentuk, bekerja
dalam kelompok, bekerja secara individu, bergerak,
menyampaikan informasi, mengemukakan ide, bekerjasama, menyatakan perasaannya, menyimpulkan, bertanggung jawab, melaporkan, menyelidiki
hal-hal yang sesuai dengan dorongan sewajarnya,
sehingga mereka melakukan proses pembelajaran
secara riil, komprehensif dan seimbang antara tuntutan kognitif, afektif dan psikomotornya.
Dalam pembelajaran tematik, siswa dihadapkan
pada serangkaian aktivitas yang menantang dan
harus melaluinya dengan langkah-langkah metode
ilmiah. Mereka harus mengumpulkan keterangan
dari buku atau lingkungan, pengalaman sendiri atau
melalui percobaan, membuktikan sesuatu dengan
menggunakan bahan yang diperolehnya, mengambil
kesimpulan dan akhirnya bertindak atau berbuat
atas hasil yang diperolehnya. Tugas guru adalah
membantu siswa untuk memecahkan masalah yang
dihadapinya secara ilmiah.
Problem solving menurut metoda ilmiah (scientific method) adalah unsur utama dalam pembelajaran tematik. Pembelajaran tematik mendorong
perkembangan sosial siswa. Pada pembelajaran
tematik, siswa mendapatkan banyak kesempatan
untuk bekerjasama dalam kelompok, diskusi membuat rencana, mengumpulkan bahan, mengujicoba
dan sebagainya. Mereka dapat terlibat menerima
dan memberi kritik dalam suasana terbimbing, tetap
bertanggung jawab, saling membutuhkan dan saling
menghormati. Dalam kegiatan semacam ini setiap
siswa merasa dirinya sebagai anggota kelompok
yang dihargai dan disukai. Memerlukan waktu yang
lama.Pelaksanaan pembelajaran tematik memerlukan waktu yang lama tetapi sudah mencakup seluruh Mapel yang terjadwal di hari itu. Guru hanya
41
menyusun satu rencana pembelajaran dan satu skenario pembelajaran, tetapi karena kegiatannya komprehensif dan melibatkan seluruh potensi belajar
siswa, maka pembelajaran seperti ini dapat menghindarkan siswa dari kebosanan.
Sejak awal tahun 2013 Indonesia sudah melakukan berbagai upaya untuk menggunakan kurikulum tahun 2013. Guru-guru SD sudah dikenalkan, dilatih, bahkan sejumlah sekolah sasaran
sudah memberlakukan kurikulum ini, tetapi setelah
dievaluasi pada tahun 2015 terbukti lebih banyak
sekolah yang tidak siap menggunakannya, salah
satu alasannya adalah guru-guru merasa kesulitan
mendesain pembelajarannya. Oleh karena itu, perlu
dikembangkan suatu model desain pembelajaran
yang mudah disusun oleh guru tetapi tetap didasari
oleh prinsip-prinsip tematik terpadu seperti yang
diusung oleh misi kurikulum SD tahun 2013.
Penelitian ini didasari oleh perspektif bahwa
guru dan siswa menjadi subkomponen kurikulum
yang sama pentingnya sedangkan desain pembelajaran menjadi jembatan untuk mewujudkan tujuan
keduanya, sehingga guru, desain pembelajaran, dan
siswa berpartisipasi bersama-sama dalam suatu
hubungan yang dinamis, dan kolaboratif (Brown,
2009; Remillard 2005). Dalam kerjasama ini, guru
dan desain pembelajaran berupaya untuk memfasilitasi suasana bertemunya target, materi, metoda,
media, evaluasi untuk membangun pembelajaran
yang bermakna bagi siswa (Brown 2009; Remillard
1999, 2005). Dengan demikian, guru dan semua
komponen desain pembelajaran secara bersamaan
membentuk dan berubah kemampuan siswa melalui
hubungan partisipatif.
Desain pembelajaran tematik harus lahir dari
kerangka pikir guru yang bukan hanya berorientasi
pada kemudahan siswa belajar tetapi juga mudah
disusunnya. Dengan demikian pembelajaran yang
mudah bagi siswa akan lahir dari desain pembelajaran
yang disusun sendiri oleh guru. Di dalam penelitian
ini guru merumuskan desain pembelajaran tematik
terpadu dengan menggunakan pola paralel. Guru
membentangkan Kompetensi Dasar, Indikator,
dan materi pelajaran semua mata pelajaran yang
terjadwal disuatu hari, maka dengan mudah dapat
menentukan core content yang menjadi tema dari
pembelajaran di hari itu.
Terdapat beragam konsep model kurikulum
yang mengintegrasikan sejumlah mata pelajaran.
Seperti integrasi semata-mata pelajaran sebagai
42 Sekolah Dasar, Tahun 26 Nomor 1, Mei 2017, hlm 39-48
pencampuran bidang studi dengan restrukturisasi kurikulum multidisiplin, interdisipliner, dan
transdisciplinary (Drake, 2004). Di Inggris semula
menggunakan kurikulum ini untuk mengintegrasikan aspek mendengarkan, berbicara, membaca,
menulis, melihat, dan representif dalam bahasa
(Pearce et.al. 2011) menegaskan konsep kurikulum
menurut Northwest Territories bahwa; Curriculum
integration is recognized as a strong aspect of planning in general: Students and teachers set goals
and make plans to support student achievement.
Their plans reflect the learning outcomes of many
curricula. Through a variety of instructional approaches, the Learning Outcomes (LO) are not kept
separate and distinct; rather, many are integrated
into all learning experiences, reaching beyond the
language curriculum.
Konsep tersebut menekankan bahwa kurikulum terpadu adalah suatu kurikulum yang dapat
membangun hasil belajar (learning outcomes) secara komprehensif melalui beragam pendekatan
pembelajaran. Hal ini menjadi upaya mengintegrasikan sejumlah disiplin atau mata pelajaran ke
dalam suatu pengalaman belajar siswa. Oleh karena
itu pembelajaran yang didasari oleh kurikulum terpadu akan membentuk kepribadian siswa secara
utuh (sosial, emosi, dan intelektual).
Beane (2005) mendukung penggunaan kuri-kulum terpadu sebagai alat utama untuk menerapkan
pedagogi demokratis. Ia percaya bahwa pertanyaan
dan kekhawatiran dari siswa erat dengan isu-isu
besar yang dihadapi dunia kita (misalnya, pemanasan global, kepunahan hewan, hak asasi manusia, perang dan perdamaian, dan lainnya). Dengan
menyelidiki pertanyaan-pertanyaan siswa didorong
untuk memberdayakan semua potensinya lebih aktif. Siswa akan belajar bahwa keprihatinan mereka
memiliki nilai dan dapat menjadi informasi untuk
terlibat diskusi yang luas, sikap yang positif, dan
keterampilan yang nyata dalam mengatasi suatu
masalah. Tantangan utama dengan mengorganisir
kurikulum terpadu ini adalah guru perlu melepaskan
paradigma tentang konten kurikulum yang kaku.
Memaknai kurikulum menjadi lebih dari sekedar
menyampaikan ilmu harus benar-benar direstrukturisasi, membuat koneksi khusus antara mata pelajaran yang bermuara pada penddikan secara utuh.
Desain perencanaan pembelajaran merupakan program strategik guru untuk membelajarkan
anak (Remillard 2005). Oleh karena itu, merancang
suatu perencanaan pembelajaran merupakan langkah penting yang harus dilakukan untuk mencapai
tujuan. Hal ini berkenaan dengan proses yang sistematis untuk memecahkan persoalan pembelajaran
melalui proses analisis tujuan (KI-KD-Indikator)
penentuan sejumlah bahan ajar, aktivitas yang harus
dilakukan, perencanaan sumber-sumber belajar, pemilihan media, penentuan metoda, serta evaluasi
keberhasilan (Sanjaya, 2010). Desain perencanaan
melibatkan banyak komponen yang harus dirancang
dan ditata secara profesional, agar setiap komponen
tersebut saling mendukung.
Pembelajaran tematik bukan sekedar menggabungkan sejumlah mapel ke dalam sebuah pembelajaran, tetapi harus dibangun integrasi yang harmonis antar muatan pelajaran, sehingga pembelajaran
betul-betul dapat dilaksanakan secara terpadu. Rencana Pelaksanaan pembelajaran yang terpadu bukan hanya berisi satu skenario pembelajaran tetapi
berdampak pada terintegrasinya hasil belajar aspek
kognitif, afektif dan psikomotor dalam bentuk perilaku utuh (Anne, 2013).
Merancang sebuah pembelajaran tematik yang
mengintegrasikan seluruh mata pelajaran harus
berawal dari analisis kompetensi dasar, indikator,
dan materi pelajaran semua mata pelajaran yang
akan dipadukan dalam suatu tema. Upaya ini dalam
rangka menentukan materi dari salah satu mata
pelajaran yang akan dijadikan core centre-nya
untuk memadukan materi-materi mata pelajaran
yang lain (Semiawan, 2008), seperti dapat dilihat
pada gambar 1.
Model desain perencanaan pembelajaran
memiliki komponen: Kompetensi Dasar, Indikator,
dan Materi pelajaran yang disusun secara paralel.
Penentuan materi inti (corecontent) dari salah
satu materi pelajaran yang tepat untuk menjadi
alat pengikat antar mata pelajaran berdasarkan
homogenitas materi di dalamnya. Tema yang
menjadi wahana pembelajaran untuk melibatkan
semua pelajaran. Proses pembelajaran melibatkan
media, metode, dan sumber untuk semua mata
pelajaran juga harus menggambarkan pengalaman
belajar anak melalui tahapan-tahapan pendekatan
ilmiah. Evaluasi yang berorientasi pada proses dan
produk secara nyata (otentik).
Desain pembelajaran tematik dikawal oleh
keterpaduan muatan materi di awal perencanaan.
Setiap KD, Indikator, dan materi disusun secara
horizontal untuk memudahkan guru dalam menye-
Haenilah, Efektivitas Desain Pembelajaran Terpadu Berbasis ...
43
Gambar 1. Model Desain Perencanaan Pembelajaran Terpadu Berbasis Core Content
leksi materi pada masing-masing mata pelajaran kemudian menentuklan salah satu materi
yang bisa dijadikan sebagai core content untuk
menghubungkan mata pelajaran yang satu dengan
yang lainnya, menghubungkan tujuan antara domain
kognitif, afektif, dan psikomotor.
Walaupun pada implementasi model pembelajaran tematik berbasis pendekatan ilmiah ini peran
anak menjadi muara dari pembelajaran tetapi peran
guru juga menjadi kunci keberhasilan anak sebagai
pijakan (scaffolding) agar terjadi aktivitas belajar
yang mudah, menarik, dan menantang anak untuk
melakukannya.
Pembelajaran dikembangkan secara tematik,
maka domain belajar dapat dicapai secara lebih
komprehensif sebagai muara dari semua mata
pelajaran. Sikap religius dan sikap sosial: sikap
beragama, perilaku hidup sehat, rasa ingin tahu,
kreatif dan estetis, percaya diri, disiplin, mandiri,
peduli, mampu bekerja sama, mampu menyesuaikan
diri, jujur, santun dalam berinteraksi dengan
keluarga, teman dan guru. Pengetahuan yang dapat
dikembangkan bersumber dari buku teks dan atau
lingkungan akan memperkaya pengetahuan tentang
diri, keluarga, teman, guru, lingkungan sekitar,
teknologi, seni maupun budaya. Keterampilan
yang dikembangkan berupa: kemampuan berpikir,
berkomunikasi, bertindak produktif dan kreatif
melalui bahasa, musik, karya dan gerakan sederhana.
Penelitian ini sangat penting dalam rangka
mengupayakan terjadinya koneksi kemampuan
sosial, emosi, kognisi, dan keterampilan menjadi
satu kemampuan utuh pada siswa sesuai dengan
landasan filosofi kurikulum integrated bagi siswa
sekolah dasar (Cook, 2009). Tujuan penelitian ini
untuk mengetahui efektivitas desain pembelajaran
berbasis core contentdi SD. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat menjadi model alternatif bagi guru
dalam mempermudah pengembangan kurikulum
SD tahun 2013, sehingga percepatan peningkatan
kualitas pendidikan di SD bisa segera tercapai.
METODE
Penelitian ini menggunakan desain quasi
eksperimen dengan cara membandingkan produk
desain yang disusun oleh guru dan hasil belajar
siswa di sekolah sebelum menggunakan desain
44 Sekolah Dasar, Tahun 26 Nomor 1, Mei 2017, hlm 39-48
pembelajaran tematik terpadu berbasis core content
dengan setelah menggunakan desain pembelajaran
tematik berbasis content. Oleh karena itu, setelah
pengambilan data tentang model desain pembelajaran
dan penggunaannya dalam pembelajaran sesuai
Permendikbud No 103 tahun 2014, kemudian diberi
pelatihan tentang penyusunan desain pembelajaran
tematik berbasis core content.
Partisipan penelitian ini adalah sekolah yang
sudah menggunakan kurikulum SD 2013, di Bandar
Lampung, sampai saat ini sudah 17 sekolah yang aktif
menggunakan kurikulum ini. Sampel ditentukan
secara purposif yang didasari oleh karakteristik;
seluruh kelas sudah menggunakan kurikulum
2013, berakreditasi B, dan seluruh gurunya
berkualifikasi minimal S1 dari Pendidikan Guru
Sekolah Dasar (PGSD), sudah memiliki sertifikat
sebagai pendidik profesional yang dilaksanakan
berdasarkan model Pendidikan dan Latihan Profesi
Guru (PLPG), serta sudah mengikuti pelatihan
pengembangan kurikulum 2013 yang dibuktikan
dengan kepemilikan sertifikat.
Sasaran penelitian yang memenuhi karakteristik
di atas berjumlah empat sekolah yang diwakili oleh
enam orang guru yang masing-masing mengajar di
kelas 1, 2, 3, 4, 5, dan 6. siswa yang diajar oleh guru
tersebut. Semua guru pada kelas tersebut berjumlah
enam orang menjadi subjek penelitian, sedangkan
sampel siswa yang berjumlah 190 ditentukan dengan
teknik random pada taraf signifikansi 5% menurut
penghitungan Tabel Krecjie (Sugiyono, 2011),
sehingga diperoleh sampel berjumlah 123 siswa.
Teknik pengumpulan data menggunakan
dokumentasi, wawancara dan tes, sedangkan analisis data menggunakan t-test. Didasari oleh kajian
teori serta landasan filosofis pembelajaran di
SD, maka hipotesis penelitian ini adalah terdapat
pengaruh pengunaan desain pembelajaran tematik
berbasis core content terhadap hasil belajar siswa.
Pengukuran efektifitas mengacu pada standar
tentang kemampuan suatu lembaga atau organisasi
untuk dapat melaksanakan semua tugas-tugas
pokoknya atau untuk mencapai sasaran yang telah
ditentukan sebelumnya (Campbell, 2008). Untuk
fokus penelitian ini maka ketercapaian efektivitas
dilihat dari ketercapaian tujuan yang telah ditentukan
sebelumnya, yang meliputi dua komponen, yaitu
desain pembelajaran yang disusun oleh guru dan
hasil belajar siswa.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisis data diketahui
bahwa nilai korelasi antara penggunaan desain
pembelajaran tematik berbasis core content dengan
hasil belajar siswa dibuktikan dengan hasil 0,891,
artinya terdapat hubungan kuat dan positif karena
mendekati nilai 1 antara penggunaan desain pembelajaran tematik berbasis core content dengan hasil
belajar siswa. Nilai pada Sig. (2-tailed) = 0.003
lebih kecil dari 0.05. Dengan demikian pada taraf
signifikansi 5% penggunaan desain pembelajaran
tematik berbasis core content dapat mempengaruhi
hasil belajar siswa.
Mengacu pada hasil penelitian tersebut 81%
siswa mampu menguasai seluruh indikator yang
terdapat pada semua mata pelajaran melalui
satu wahana pembelajaran. Kemampuan berfikir
mereka tidak hanya bersifat recall dan parsial
tetapi lebih mengarah ke pemecahan masalah yang
komprehensif. Core content ditentukan dari core
centre salah satu mata pelajaran tanpa mem-fusi-kan
identitas setiap mata pelajaran (Semiawan, 2002).
Model ini selain dapat memfasilitasi terbangunnya
keterhubungan antar mata pelajaran, ternyata juga
menjadi alat pemersatu terbangunnya integrasi
pengalaman belajar, dan hasil belajar (McKenna,
2007). Lihat tabel 1.
Desain pembelajaran tematik berbasis core
content terbukti mempermudah ketercapaian
target setiap indikator karena dibangun melalui
wahana pembelajaran yang terintegrasi. Sebagai
desain kurikulum tematik, integrasi seluruh mata
pelajaran didasari oleh homogenitas target dari
sejumlah indikator yang ingin dicapai dalam
satu waktu, sehingga pengalaman pembelajaran
dapat dipayungi oleh tema sebagai pusat belajar.
Kegiatan ini dicancang untuk memfasilitasi
integrasi kemampuan baik aspek pengetahuan,
keterampilan, sosial, emosi, melalui suatu kegiatan
nyata (Semiawan, 2002).
Dalam penelitian ini, guru menggunakan core
content yang sudah dipilih dari salah satu Mapel
untuk dijadikan core centre pada seluruh Mapel. Di
dalamnya tergambar perpaduan target, materi, dan
proses belajar. Lihat gambar 2.
Salah satu desain yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan core centre Ilmu Pengetahun Alam (IPA). Mata pelajaran yang dipadukannya
adalah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), Matema-
Haenilah, Efektivitas Desain Pembelajaran Terpadu Berbasis ...
45
Tabel 1. Analisis Hasil Penelitian Desain Terpadu Berbasis Core Content
KOMPONEN
Desain
Integrasi
Pengetahuan
Integrasi
Pengalaman
Integrasi Sosial
ANALISIS BERDASARKAN BUKTI YANG DITEMUKAN
Seluruh guru memiliki persepsi yang sama bahwa desain pembelajaran tematik
berbasiscore content yang disusun secara horizontal dapat memudahkan mereka
memahami keterhubungan KD-Indikator, dan materi pada semua mata pelajaran
yang terjadwal di suatu hari. Persepsi ini terbukti dari dokumen kurikulum yang
berbentuk Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) produk mereka. Cara ini ternyata
mempermudah guru untuk menentukan core centre salah satu mata pelajaran.
Berdasarkan core content itu kemudian guru dapat memadukan semua mata pelajaran
dalam sebuah pembelajaran
Hasil tes yang berbentuk essay rata-rata kemampuan siswa menggambarkan
keterhubungan pengetahuan antar matapelajaran, pengetahuan itu menjadi saling
menguatkan, dan bermuara pada kemampuan berpikir komprehensif, pemecahan masalah
dan bersifat dyvergent. Desain pembelajaran tematik berbasiscore content menjadikan
materi dari salah satu muatan pelajaran sebagai alat untuk mempermudah ketercapaian
seluruh Indikator dari semua mata pelajaran.
Hasil observasi menggambarkan bahwa desain pembelajaran terpadu berbasis
core content terbukti mampu mengintegrasikan pengalaman belajar siswa. Aspek
pengetahuan, sikap, dan keterampilan inter atau antar mata pelajaran dapat dicapai dalam
satu pengalaman belajar secara utuh.
Hasil observasi menggambarkan bahwa desain pembelajaran terpadu berbasis core
content mampu menyuguhkan satu pembelajaran yang menstimulasi hubungan antar
guru-siswa, siswa-siswa, siswa-guru, siswa-guru-materi yang berperan sebagai core
content dengan seluruh pelajaran.
tika, dan Bahasa Indonesia. Core content desain
ini adalah “Proses perkembangbiakan generatif
pada tumbuhan”. Langkah-langkah pembelajaran
dipandu oleh tuntutan sistematika indikator dari semua mata pelajaran. Pendekatan student centered
berbasis pendekatan ilmiah menjadi andalan desain
ini. Siswa beraktivitas melalui observasi, diskusi,
menyusun laporan, dan bertanggung jawab atas kegiatannya secara langsung, dengan kata lain mereka
belajar dari pengalaman konkret (Kolb, 1984).
Desain pembelajaran tematik berbasis core
content berdampak pada penguasaan pengetahuan
secara terpadu. Desain ini mengorganisir pengalaman
belajar berpusat pada kehidupan nyata yang
dilandasi oleh tuntutan ketercapaian semua indikator
dari berbagai mata pelajaran, dampaknya siswa
memperoleh integrasi pengetahuan melalui integrasi
pengalaman. Dokumen kurikulum yang terpisahpisah (subject separated) antar mata pelajaran harus
diorganisasi oleh guru sehingga terlihat fungsi
satu dengan lainnya dalam membentuk perilaku
yang utuh pada siswa. Mengenai pengembangan
materi ajar model tematik berdasarkan hasil
penelitian (Buchory. 2013), langkah yang dilakukan
diantaranya adalah penjabaran SK dan KD ke dalam
indikator sesuai temanya.
Ketika siswa mengikuti pembelajaran terpadu,
tergambar jelas bahwa interaksi siswa-siswa, siswaguru, siswa dengan materi terjalin dengan baik.
Aktivitas belajar siswa menjadi muara bertemunya semua komponen kurikulum. Mereka belajar
sambil berbuat, memahami sesuatu didasari karena
aktivitas mengobservasi secara langsung, melaporkan sesuatu sebagai bentuk tanggung jawab belajar. Iklim yang hangat tercipta karena pembelajaran
tidak dibatasi oleh identitas mata pelajaran secara
kaku. Hubungan saling melengkapi dari setiap mata
pelajaran tampak jelas ketika siswa melakukan kegiatan untuk mencapai indikator yang ternyata saling
terhubung antar mata pelajaran dan bermuara pada
kehidupan yang sesungguhnya (tidak hanya bersifat
tekstual).
Desain pembelajaran tematik berbasis core
content membangun integrasi pengalaman karena
ada keterhubungan materi antar mata pelajaran,
interaksi siswa dengan guru dan bahan ajar (Beane,
2005). Penelitian ini pada akhirnya membuktikan
bahwa hasil belajar siswa SD sangat ditentukan oleh
46 Sekolah Dasar, Tahun 26 Nomor 1, Mei 2017, hlm 39-48
Gambar 2. Desain Terpadu Berbasis Core Content
sejauhmana keterlibatannya dalam belajar. Proses
belajar adalah proses berpengalaman membentuk
kemampuan dari pengalaman konkrit. Siswa memandang sesuatu, berbicara tentang sesuatu, dan
menilai sesuatu secara komprehensif karena dalam
proses belajar mereka tidak dibatasi oleh identitas
mata pelajaran secara kaku.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Desain pembelajaan terpadu berbasis core
content terbukti lebih memudahkan guru dalam
melihat titik temu dari sejumlah mata pelajaran,
sekaligus melihat keterhubungan konten antar mata
pelajaran, sehingga akhirnya memudahkan guru
melihat rangkaian keterhubungan antar indikator
semua mata pelajaran dalam satu RPP.
Desain pembelajaran terpadu berbasis core
content efektif menciptakan pembelajaran yang diwarnai aktivitas hubungan antar guru-siswa, siswasiswa, siswa-guru, siswa-guru-materi yang berperan
sebagai core content dengan seluruh mata pelajaran, sehingga tercipta keterpaduan pengalaman belajar siswa yang bermuatan pengetahuan, sikap, dan
keterampilan secara holistik.
Saran
Desain pembelajaran terpadu berbasis core
content merupakan salah satu model alternatif hasil
pengembangan kurikulum SD 2013 yang memberikan kemudahan bagi guru dalam mengimplementasikan kurikulum 2013. Di dalam implementasinya
(a) memerlukan keahlian guru dalam menentukan
mata pelajaran yang menjadi core centre pada suatu
Haenilah, Efektivitas Desain Pembelajaran Terpadu Berbasis ...
pembelajaran, oleh karena itu disarankan agar guru
mempelajari cara-cara memadukan mata pelajaran
berdasarkan model kurikulum terpadu, (b) berdasarkan hasil penentuan core centre, selanjutnya
guru harus mencermati core content yang tepat
untuk memadukan sejumlah indikator dari semua
mata pelajaran yang terjadwal dalam suatu hari, (c)
diperlukan keberanian guru untuk berinovasi dalam
merancang desain pembelajaran tetapi tetap mengacu pada standar yang harus dicapai oleh kurikulum 2013.
DAFTAR RUJUKAN
Anne, Z.J. 2013. Students’ Perspective of An
Integrated Curriculum. ProQuest Dissertations
Publishing, 2013. (Online). (http://e-resources.
perpusnas.go.id/l ibrary.php? id=00001) diakses
15 Maret 2017.
Beane, J. 2005. Curriculum Integration: Designing
The Core of Democratic Education. New York:
Teachers College Press.
Berlin, D.F., & Hillen, J.A. 1994. Making
Connections in Math and Science: Identifying
Student Outcomes. Journal of School Science
and Mathematics. 6:283-290.
Beyer, C. J., & Davis, E. A. 2009. Using Educative
Curriculum Materials to Support Preservice
Elementary Teachers’ Curricular Planning: A
Comparison Between Two Different Forms
Of Support. Journal of Curriculum Inquiry (in
press).
Beyer, C. J., & Davis, E. A. 2009. Supporting
Preservice Elementary Teachers’ Critique and
Adaptation of Science Lesson Plans Using
Educative Curriculum Materials. J Sci Teacher
Educ. 20:517–536.
Buchory. 2013. Pengembangan Model Pembelajaran
Tematik Kelas Awal Sekolah Dasar. Jurnal
Sekolah Dasar. 22(1):1-8.
Brown, D. 2009. Exploring An Integrated Method
for Health and Place Research. Journal of
Health & Place. 15(2):466–473.
Brown, M. W. 2009. The Teacher-Tool Relationship:
Theorizing The Design and Use of Curriculum
Materials. New York, NY: Routledge.
Campbel.1989. The Effectiveness. United Kingdom:
The Campbel collaboration.
Cook, S. C. 2009. Taking At-Risk Middle School
Students. Rowan University, ProQuest
Dissertations Publishing,
47
Czerniak, Charlene M. 2004. Wetlands: An
Interdisciplinary Exploration. Journal of
Science Activities. 41(2):3.
Davis, E. A., & Krajcik, J. 2006. Designing
Educative Curriculum Materials to Promote
Teacher Learning. Journal of Educational
Researcher, 34(3):3–14.
Drake, C., & Sherin, M. G. 2006. Practicing Change:
Curriculum Adaptation and Teacher Narrative
in The Context Of Mathematics Education
Reform. Journal of Curriculum Inquiry, 36,
153–187.
Fogarty, R. 1991. The Mindful School: How to
Integrate The Curricula. Skylight Publishing,
Inc.: Palatine, IL.
Kolb D. 1984. Experiential Learning: Experience
As The Source Of Learning and Development.
Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall.
McKenna, J. C. 2007. The Development and Implementation of an Integrated Curriculum at
an Elementary Math, Science, and Technology
Magnet School. ProQuest Dissertations Publishing.
Meier, S.L., Cobbs, G., & Nicol, M. 1998. Potential
Benefits and Barriers to Integration. School
Science and Mathematics. 98: 438-447.
Pearce. 2011. Transmission of Environmental
Knowledge and Land Skills among Inuit Men
in Ulukhaktok, Northwest Territories, Canada:
271-288.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2014
tentang Kurikulum 2013 Sekolah Dasar/
Madrasah Ibtidaiyah. 2015. Bandung: Citra
Umbara.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik
Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 tentang
Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah. 2015.
Bandung: Citra Umbara.
Piaget, J. 1972. The Child and Reality, Problems
of Genetic Psychology. New York: Penguin
Books.
Remillard, J. T. 2005. Curriculum Materials in
Mathematics Education Reform: A Framework for
Examining Teachers’ Curriculum Development.
Journal of Curriculum Inquiry, 19:315–342
Ross, J. A., & Hogaboam-Gray, A. 1998. Integrating
Mathematics, Science, and Technology Effects
48 Sekolah Dasar, Tahun 26 Nomor 1, Mei 2017, hlm 39-48
on Students. International Journal of Science
Education. 20(9):1119-1135.
Sanjaya, W. 2010. Perencanaan dan Desain Sistem
Pembelajaran. Jakarta: Prenada Media Group.
Schwarz, Cet al. 2008. Helping Elementary
Preservice Teachers Learn To Use Science
Curriculum Materials For Effective Science
Teaching. Journal of Science Education,
92:345–377
Semiawan, C. R. 2008. Belajar dan Pembelajaran
dalam Taraf Usia Dini. Jakarta: PT Prehallindo.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif
Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sukmadinata, N. S. 2007. Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Download