EFEKTIVITAS DESAIN PEMBELAJARAN TERPADU BERBASIS CORE CONTENT DI SEKOLAH DASAR Een Y. Haenilah Jurusan Ilmu Pendidikan FKIP UNILA Jl. Sumantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung 35145 Email:[email protected] Abstract: This study intends to explore the effectiveness of integrated learning design based on core content from the development of Elementary School 2013 Curriculum. This study employed quasi experiment design. The population of this study was a school which implements 2013 Curriculum in Bandar Lampung. The samples were teachers and students. The instruments for obtaining data are a test, interview, observation, and documentation. The data analysis of this study used t-test. The results showed that the integrated learning design based on core content is effective in establishing a good condition of learning which generate an integrated knowledge and integrated social within experience and exercise integration. Keywords: design, integrated learning, core content, elementary school Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan efektivitas desain pembelajaran terpadu berbasis core content pengembangan dari kurikulum 2013 SD. Desain penelitian menggunakan quasi eksperimen. Populasi penelitian adalah sekolah yang sudah menggunakan kurikulum SD 2013 di Bandar Lampung. Sampel penelitian adalah guru dan siswa. Alat pengumpul data menggunakan tes, wawancara, observasi dan dokumentasi. Analisis menggunakan t-test. Hasil membuktikan bahwa desain pembelajaran terpadu berbasis core content efektif menciptakan aktivitas pembelajaran yang menghasilkan keterpaduan kemampuan pengetahuan, keterpaduan sosial dalam keterpaduan pengalaman dan latihan. Kata kunci: desain, pembelajaran terpadu, core content, SD Desain pembelajaran memiliki peranan yang sangat penting dalam menciptakan kualitas proses dan hasil pembelajaran di kelas. Desain pembelajaran mencerminkan keputusan guru tentang materi pelajaran, aktivitas siswa, skenario pembelajaran, metode yang mendidik, dan media yang mempermudah siswa belajar untuk mencapai tujuan dan cara meng-evaluasinya (Brown, 2009; Beyer & Davis, 2009). Keberhasilan guru dalam mengembangkan pem-belajaran sangat dipengaruhi oleh keberhasilannya dalam mendesain pembelajaran (Remillard. 2005). Dengan demikian, mengkritisi, mengadaptasi, dan mengembangkan desain pembelajaran merupakan aspek penting dari pekerjaan guru. Mengkritisi berarti menganalisis kekuatan dan kelemahan suatu bentuk desain pembelajaran (Davis & Krajcik, 2006; Schwarz et al, 2008), sedangkan mengadaptasi berarti membuat perubahan sesuai dengan tuntutan pendidikan, kurikulum, dan kebutuhan belajar siswa (Drake & Sherin, 2006). Kurikulum akan menentukan materi pelajaran yang penting sebagai alat untuk mencapainya dan metode yang tepat untuk menciptakan wahana pembelajarannya berdasarkan target yang harus dicapai. Dengan cara demikian guru dapat membentuk ide-ide tentang apa dan bagaimana mengajar yang dapat mencapai target kurikulum tersebut. De39 40 Sekolah Dasar, Tahun 26 Nomor 1, Mei 2017, hlm 39-48 mikian juga, guru sangat berperan dalam menentukan pengalaman belajar siswa. Pada akhirnya guru bersama siswa berinteraksi dengan materi dan terlibat dalam pembelajaran yang tergambar dalam desain untuk mencapai target bersama-sama (Brown, 2009; Remillard, 2005). Model kurikulum akan memberikan gambaran arah, proses, dan isi pembelajaran (Sukmadinata, 2007), yang didasari oleh filosofi jenis dan jenjang lembaga pendidikan. Setiap jenjang dan jenis pendidikan memiliki sasaran yang berbeda. Oleh karena itu, harus didasari oleh model kurikulum yang berbeda pula. SD memiliki orientasi untuk meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut (Permendikbud Nomor 23 tahun 2006). Untuk mencapai sasaran tersebut Indoneisa memberlakukan model kurikulum 2013 SD secara tematik terpadu (Permendikbud Nomor 57/2014). Penelitian tentang kurikulum terpadu (integrated) sudah banyak dilakukan, tetapi umumnya berkenaan dengan strategi terpadu yang digunakan dalam sebuah pembelajaran, misalnya, Czerniak (2004) menjadikan kurikulum terpadu sebagai cara untuk mengatasi masalah di lingkungan sekitar siswa. Demikian pula, Meier et al (1998) menggunakan kurikulum terpadu sebagai kesempatan bagi siswa untuk memahami duniadimana mereka tinggal dengan mengangkat masalah nyata yang tidak dimuat khusus dalam suatu Mata Pelajaran (Mapel). Berlin & Hillen (1994) menggunakan kurikulum terpadu sebagai bentuk penyelidikan. Ross & Hogaboam-Gray (1998) melaporkan pada kurikulum terpadu sebagai organisasi materi sekitar masalah atau proyek. Untuk masing-masing peneliti tersebut, kurikulum terpadu merupakan salah satu metode atau cara dalam suatu pembelajaran. Model kurikulum SD 2013 di Indonesia mengintegrasikan semua mata pelajaran ke dalam suatu tema yang disebut dengan kurikulum tematik terpadu. Oleh karena itu, diperlukan desain strategis yang dapat memadukan seluruh muatan materi ke dalam suatu pembelajaran tematik terpadu pula, tanpa menghilangkan identitas masing-masing matapelajaran tersebut. Penentuan model kurikulum SD didasari oleh pendidikan konfluen yang mengutamakan keutuhan perkembangan anak baik kognisi, sosial, maupun emosi. Oleh karena itu, desain pembelajaran untuk SD memiliki orientasi pada pembentukan kemampuan siswa secara holistik. Anak usia SD masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan dan memahami hubungan antara konsep secara sederhana (Piaget, 1972). Untuk itu sejak kurikulum tahun 2006 SD kelas satu sampai tiga diberlakukan pembelajaran tematik, kemudian diperkuat oleh kurikulum 2013 dimana seluruh kelas harus mengembangkan pembelajaran tematik terpadu. Pembelajaran tematik terpadu harus lahir dari desain pembelajaran tematik terpadu yang di dalamnya memadukan sejumlah Mapel menjadi satu desain dan satu pembelajaran. Prinsip pembelajaran di SD dilandasi oleh teori belajar Gestalt. Teori ini mengutamakan keseluruhan dibandingkan dengan bagian-bagian secara parsial. Prinsip belajar ini sangat sesuai dengan kondisi anak usia SD. Karena dalam memahami sesuatu mereka harus mempelajarinya secara utuh. Misalnya mereka memahami sesuatu sebagai pohon jika sesuatu itu memiliki akar, batang, dan daun. Bagian-bagian itu memiliki tempat dan fungsi yang tidak dapat dipertukarkan. Lebih jauh teori belajar Gestalt menjelaskan bahwa bagian akan memiliki makna jika memiliki keterhubungan satu dengan lainnya kemudian akan membentuk satu-kesatuan. Atas dasar itu, maka di SD menggunakan pendekatan pembelajaran tematik yang berawal dari konsep interdisipliner dalam kurikulum terpadu yang dikemukakan oleh Fogarty (1991). Kurikulum terpadu cenderung lebih memandang bahwa suatu pokok bahasan harus terpadu (integrated) secara menyeluruh. Keterpaduan ini dapat dicapai melalui pemusatan pelajaran pada satu masalah tertentu dengan alternatif; 1) pemecahan melalui berbagai disiplin ilmu atau mata pelajaran yang diperlukan atau, 2) fokus pada salah satu bahan ajar yang digunakan untuk menjadi substansi inti pada beberapa mata pelajaran (Fogarty, 1991). Kurikulum terpadu memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara kelompok maupun individu dengan lebih memberdayakan masyarakat sebagai sumber belajar. Pembelajaran tematik lahir dari kurikulum terpadu (integrated curriculum). Kurikulum ini memandang bahwa pembelajaran yang terpadu akan memberikan makna yang utuh bagi siswa (Fograty, 1991). Salah satu alat yang dapat digunakan untuk menyatukan Mapel adalah tema atau materi yang terdapat pada salah satu Mapel yang berperan sebagai core contentbagi semua Mapel pada hari tertentu (Semiawan, 2008). Dengan demikan Haenilah, Efektivitas Desain Pembelajaran Terpadu Berbasis ... pembelajarannya lebih dikenal dengan istilah pembelajaran tematik. Ada tiga ciri pembelajaran tematik: (1) menerobos batas-batas matapelajaran, (2) didasari oleh dorongan-dorongan sewajarnya pada siswa, dan (3) menghadapkan siswa pada situasi yang mengandung problema. Pembelajaran tematik pada prosesnya bisa menghilangkan batas-batas mata pelajaran. Satu tema atau satu materi menjadi pengikat semua matapelajaran. Pembelajaran didukung oleh data yang diperoleh dari lingkungan sekitar. Siswa belajar secara nyata (actual) dari kehidupan terdekatnya sampai yang terjauh dari dirinya. Dalam pembelajaran tematik, siswa diberi kesempatan untuk berbuat, membentuk, bekerja dalam kelompok, bekerja secara individu, bergerak, menyampaikan informasi, mengemukakan ide, bekerjasama, menyatakan perasaannya, menyimpulkan, bertanggung jawab, melaporkan, menyelidiki hal-hal yang sesuai dengan dorongan sewajarnya, sehingga mereka melakukan proses pembelajaran secara riil, komprehensif dan seimbang antara tuntutan kognitif, afektif dan psikomotornya. Dalam pembelajaran tematik, siswa dihadapkan pada serangkaian aktivitas yang menantang dan harus melaluinya dengan langkah-langkah metode ilmiah. Mereka harus mengumpulkan keterangan dari buku atau lingkungan, pengalaman sendiri atau melalui percobaan, membuktikan sesuatu dengan menggunakan bahan yang diperolehnya, mengambil kesimpulan dan akhirnya bertindak atau berbuat atas hasil yang diperolehnya. Tugas guru adalah membantu siswa untuk memecahkan masalah yang dihadapinya secara ilmiah. Problem solving menurut metoda ilmiah (scientific method) adalah unsur utama dalam pembelajaran tematik. Pembelajaran tematik mendorong perkembangan sosial siswa. Pada pembelajaran tematik, siswa mendapatkan banyak kesempatan untuk bekerjasama dalam kelompok, diskusi membuat rencana, mengumpulkan bahan, mengujicoba dan sebagainya. Mereka dapat terlibat menerima dan memberi kritik dalam suasana terbimbing, tetap bertanggung jawab, saling membutuhkan dan saling menghormati. Dalam kegiatan semacam ini setiap siswa merasa dirinya sebagai anggota kelompok yang dihargai dan disukai. Memerlukan waktu yang lama.Pelaksanaan pembelajaran tematik memerlukan waktu yang lama tetapi sudah mencakup seluruh Mapel yang terjadwal di hari itu. Guru hanya 41 menyusun satu rencana pembelajaran dan satu skenario pembelajaran, tetapi karena kegiatannya komprehensif dan melibatkan seluruh potensi belajar siswa, maka pembelajaran seperti ini dapat menghindarkan siswa dari kebosanan. Sejak awal tahun 2013 Indonesia sudah melakukan berbagai upaya untuk menggunakan kurikulum tahun 2013. Guru-guru SD sudah dikenalkan, dilatih, bahkan sejumlah sekolah sasaran sudah memberlakukan kurikulum ini, tetapi setelah dievaluasi pada tahun 2015 terbukti lebih banyak sekolah yang tidak siap menggunakannya, salah satu alasannya adalah guru-guru merasa kesulitan mendesain pembelajarannya. Oleh karena itu, perlu dikembangkan suatu model desain pembelajaran yang mudah disusun oleh guru tetapi tetap didasari oleh prinsip-prinsip tematik terpadu seperti yang diusung oleh misi kurikulum SD tahun 2013. Penelitian ini didasari oleh perspektif bahwa guru dan siswa menjadi subkomponen kurikulum yang sama pentingnya sedangkan desain pembelajaran menjadi jembatan untuk mewujudkan tujuan keduanya, sehingga guru, desain pembelajaran, dan siswa berpartisipasi bersama-sama dalam suatu hubungan yang dinamis, dan kolaboratif (Brown, 2009; Remillard 2005). Dalam kerjasama ini, guru dan desain pembelajaran berupaya untuk memfasilitasi suasana bertemunya target, materi, metoda, media, evaluasi untuk membangun pembelajaran yang bermakna bagi siswa (Brown 2009; Remillard 1999, 2005). Dengan demikian, guru dan semua komponen desain pembelajaran secara bersamaan membentuk dan berubah kemampuan siswa melalui hubungan partisipatif. Desain pembelajaran tematik harus lahir dari kerangka pikir guru yang bukan hanya berorientasi pada kemudahan siswa belajar tetapi juga mudah disusunnya. Dengan demikian pembelajaran yang mudah bagi siswa akan lahir dari desain pembelajaran yang disusun sendiri oleh guru. Di dalam penelitian ini guru merumuskan desain pembelajaran tematik terpadu dengan menggunakan pola paralel. Guru membentangkan Kompetensi Dasar, Indikator, dan materi pelajaran semua mata pelajaran yang terjadwal disuatu hari, maka dengan mudah dapat menentukan core content yang menjadi tema dari pembelajaran di hari itu. Terdapat beragam konsep model kurikulum yang mengintegrasikan sejumlah mata pelajaran. Seperti integrasi semata-mata pelajaran sebagai 42 Sekolah Dasar, Tahun 26 Nomor 1, Mei 2017, hlm 39-48 pencampuran bidang studi dengan restrukturisasi kurikulum multidisiplin, interdisipliner, dan transdisciplinary (Drake, 2004). Di Inggris semula menggunakan kurikulum ini untuk mengintegrasikan aspek mendengarkan, berbicara, membaca, menulis, melihat, dan representif dalam bahasa (Pearce et.al. 2011) menegaskan konsep kurikulum menurut Northwest Territories bahwa; Curriculum integration is recognized as a strong aspect of planning in general: Students and teachers set goals and make plans to support student achievement. Their plans reflect the learning outcomes of many curricula. Through a variety of instructional approaches, the Learning Outcomes (LO) are not kept separate and distinct; rather, many are integrated into all learning experiences, reaching beyond the language curriculum. Konsep tersebut menekankan bahwa kurikulum terpadu adalah suatu kurikulum yang dapat membangun hasil belajar (learning outcomes) secara komprehensif melalui beragam pendekatan pembelajaran. Hal ini menjadi upaya mengintegrasikan sejumlah disiplin atau mata pelajaran ke dalam suatu pengalaman belajar siswa. Oleh karena itu pembelajaran yang didasari oleh kurikulum terpadu akan membentuk kepribadian siswa secara utuh (sosial, emosi, dan intelektual). Beane (2005) mendukung penggunaan kuri-kulum terpadu sebagai alat utama untuk menerapkan pedagogi demokratis. Ia percaya bahwa pertanyaan dan kekhawatiran dari siswa erat dengan isu-isu besar yang dihadapi dunia kita (misalnya, pemanasan global, kepunahan hewan, hak asasi manusia, perang dan perdamaian, dan lainnya). Dengan menyelidiki pertanyaan-pertanyaan siswa didorong untuk memberdayakan semua potensinya lebih aktif. Siswa akan belajar bahwa keprihatinan mereka memiliki nilai dan dapat menjadi informasi untuk terlibat diskusi yang luas, sikap yang positif, dan keterampilan yang nyata dalam mengatasi suatu masalah. Tantangan utama dengan mengorganisir kurikulum terpadu ini adalah guru perlu melepaskan paradigma tentang konten kurikulum yang kaku. Memaknai kurikulum menjadi lebih dari sekedar menyampaikan ilmu harus benar-benar direstrukturisasi, membuat koneksi khusus antara mata pelajaran yang bermuara pada penddikan secara utuh. Desain perencanaan pembelajaran merupakan program strategik guru untuk membelajarkan anak (Remillard 2005). Oleh karena itu, merancang suatu perencanaan pembelajaran merupakan langkah penting yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan. Hal ini berkenaan dengan proses yang sistematis untuk memecahkan persoalan pembelajaran melalui proses analisis tujuan (KI-KD-Indikator) penentuan sejumlah bahan ajar, aktivitas yang harus dilakukan, perencanaan sumber-sumber belajar, pemilihan media, penentuan metoda, serta evaluasi keberhasilan (Sanjaya, 2010). Desain perencanaan melibatkan banyak komponen yang harus dirancang dan ditata secara profesional, agar setiap komponen tersebut saling mendukung. Pembelajaran tematik bukan sekedar menggabungkan sejumlah mapel ke dalam sebuah pembelajaran, tetapi harus dibangun integrasi yang harmonis antar muatan pelajaran, sehingga pembelajaran betul-betul dapat dilaksanakan secara terpadu. Rencana Pelaksanaan pembelajaran yang terpadu bukan hanya berisi satu skenario pembelajaran tetapi berdampak pada terintegrasinya hasil belajar aspek kognitif, afektif dan psikomotor dalam bentuk perilaku utuh (Anne, 2013). Merancang sebuah pembelajaran tematik yang mengintegrasikan seluruh mata pelajaran harus berawal dari analisis kompetensi dasar, indikator, dan materi pelajaran semua mata pelajaran yang akan dipadukan dalam suatu tema. Upaya ini dalam rangka menentukan materi dari salah satu mata pelajaran yang akan dijadikan core centre-nya untuk memadukan materi-materi mata pelajaran yang lain (Semiawan, 2008), seperti dapat dilihat pada gambar 1. Model desain perencanaan pembelajaran memiliki komponen: Kompetensi Dasar, Indikator, dan Materi pelajaran yang disusun secara paralel. Penentuan materi inti (corecontent) dari salah satu materi pelajaran yang tepat untuk menjadi alat pengikat antar mata pelajaran berdasarkan homogenitas materi di dalamnya. Tema yang menjadi wahana pembelajaran untuk melibatkan semua pelajaran. Proses pembelajaran melibatkan media, metode, dan sumber untuk semua mata pelajaran juga harus menggambarkan pengalaman belajar anak melalui tahapan-tahapan pendekatan ilmiah. Evaluasi yang berorientasi pada proses dan produk secara nyata (otentik). Desain pembelajaran tematik dikawal oleh keterpaduan muatan materi di awal perencanaan. Setiap KD, Indikator, dan materi disusun secara horizontal untuk memudahkan guru dalam menye- Haenilah, Efektivitas Desain Pembelajaran Terpadu Berbasis ... 43 Gambar 1. Model Desain Perencanaan Pembelajaran Terpadu Berbasis Core Content leksi materi pada masing-masing mata pelajaran kemudian menentuklan salah satu materi yang bisa dijadikan sebagai core content untuk menghubungkan mata pelajaran yang satu dengan yang lainnya, menghubungkan tujuan antara domain kognitif, afektif, dan psikomotor. Walaupun pada implementasi model pembelajaran tematik berbasis pendekatan ilmiah ini peran anak menjadi muara dari pembelajaran tetapi peran guru juga menjadi kunci keberhasilan anak sebagai pijakan (scaffolding) agar terjadi aktivitas belajar yang mudah, menarik, dan menantang anak untuk melakukannya. Pembelajaran dikembangkan secara tematik, maka domain belajar dapat dicapai secara lebih komprehensif sebagai muara dari semua mata pelajaran. Sikap religius dan sikap sosial: sikap beragama, perilaku hidup sehat, rasa ingin tahu, kreatif dan estetis, percaya diri, disiplin, mandiri, peduli, mampu bekerja sama, mampu menyesuaikan diri, jujur, santun dalam berinteraksi dengan keluarga, teman dan guru. Pengetahuan yang dapat dikembangkan bersumber dari buku teks dan atau lingkungan akan memperkaya pengetahuan tentang diri, keluarga, teman, guru, lingkungan sekitar, teknologi, seni maupun budaya. Keterampilan yang dikembangkan berupa: kemampuan berpikir, berkomunikasi, bertindak produktif dan kreatif melalui bahasa, musik, karya dan gerakan sederhana. Penelitian ini sangat penting dalam rangka mengupayakan terjadinya koneksi kemampuan sosial, emosi, kognisi, dan keterampilan menjadi satu kemampuan utuh pada siswa sesuai dengan landasan filosofi kurikulum integrated bagi siswa sekolah dasar (Cook, 2009). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efektivitas desain pembelajaran berbasis core contentdi SD. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi model alternatif bagi guru dalam mempermudah pengembangan kurikulum SD tahun 2013, sehingga percepatan peningkatan kualitas pendidikan di SD bisa segera tercapai. METODE Penelitian ini menggunakan desain quasi eksperimen dengan cara membandingkan produk desain yang disusun oleh guru dan hasil belajar siswa di sekolah sebelum menggunakan desain 44 Sekolah Dasar, Tahun 26 Nomor 1, Mei 2017, hlm 39-48 pembelajaran tematik terpadu berbasis core content dengan setelah menggunakan desain pembelajaran tematik berbasis content. Oleh karena itu, setelah pengambilan data tentang model desain pembelajaran dan penggunaannya dalam pembelajaran sesuai Permendikbud No 103 tahun 2014, kemudian diberi pelatihan tentang penyusunan desain pembelajaran tematik berbasis core content. Partisipan penelitian ini adalah sekolah yang sudah menggunakan kurikulum SD 2013, di Bandar Lampung, sampai saat ini sudah 17 sekolah yang aktif menggunakan kurikulum ini. Sampel ditentukan secara purposif yang didasari oleh karakteristik; seluruh kelas sudah menggunakan kurikulum 2013, berakreditasi B, dan seluruh gurunya berkualifikasi minimal S1 dari Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD), sudah memiliki sertifikat sebagai pendidik profesional yang dilaksanakan berdasarkan model Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG), serta sudah mengikuti pelatihan pengembangan kurikulum 2013 yang dibuktikan dengan kepemilikan sertifikat. Sasaran penelitian yang memenuhi karakteristik di atas berjumlah empat sekolah yang diwakili oleh enam orang guru yang masing-masing mengajar di kelas 1, 2, 3, 4, 5, dan 6. siswa yang diajar oleh guru tersebut. Semua guru pada kelas tersebut berjumlah enam orang menjadi subjek penelitian, sedangkan sampel siswa yang berjumlah 190 ditentukan dengan teknik random pada taraf signifikansi 5% menurut penghitungan Tabel Krecjie (Sugiyono, 2011), sehingga diperoleh sampel berjumlah 123 siswa. Teknik pengumpulan data menggunakan dokumentasi, wawancara dan tes, sedangkan analisis data menggunakan t-test. Didasari oleh kajian teori serta landasan filosofis pembelajaran di SD, maka hipotesis penelitian ini adalah terdapat pengaruh pengunaan desain pembelajaran tematik berbasis core content terhadap hasil belajar siswa. Pengukuran efektifitas mengacu pada standar tentang kemampuan suatu lembaga atau organisasi untuk dapat melaksanakan semua tugas-tugas pokoknya atau untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan sebelumnya (Campbell, 2008). Untuk fokus penelitian ini maka ketercapaian efektivitas dilihat dari ketercapaian tujuan yang telah ditentukan sebelumnya, yang meliputi dua komponen, yaitu desain pembelajaran yang disusun oleh guru dan hasil belajar siswa. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis data diketahui bahwa nilai korelasi antara penggunaan desain pembelajaran tematik berbasis core content dengan hasil belajar siswa dibuktikan dengan hasil 0,891, artinya terdapat hubungan kuat dan positif karena mendekati nilai 1 antara penggunaan desain pembelajaran tematik berbasis core content dengan hasil belajar siswa. Nilai pada Sig. (2-tailed) = 0.003 lebih kecil dari 0.05. Dengan demikian pada taraf signifikansi 5% penggunaan desain pembelajaran tematik berbasis core content dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Mengacu pada hasil penelitian tersebut 81% siswa mampu menguasai seluruh indikator yang terdapat pada semua mata pelajaran melalui satu wahana pembelajaran. Kemampuan berfikir mereka tidak hanya bersifat recall dan parsial tetapi lebih mengarah ke pemecahan masalah yang komprehensif. Core content ditentukan dari core centre salah satu mata pelajaran tanpa mem-fusi-kan identitas setiap mata pelajaran (Semiawan, 2002). Model ini selain dapat memfasilitasi terbangunnya keterhubungan antar mata pelajaran, ternyata juga menjadi alat pemersatu terbangunnya integrasi pengalaman belajar, dan hasil belajar (McKenna, 2007). Lihat tabel 1. Desain pembelajaran tematik berbasis core content terbukti mempermudah ketercapaian target setiap indikator karena dibangun melalui wahana pembelajaran yang terintegrasi. Sebagai desain kurikulum tematik, integrasi seluruh mata pelajaran didasari oleh homogenitas target dari sejumlah indikator yang ingin dicapai dalam satu waktu, sehingga pengalaman pembelajaran dapat dipayungi oleh tema sebagai pusat belajar. Kegiatan ini dicancang untuk memfasilitasi integrasi kemampuan baik aspek pengetahuan, keterampilan, sosial, emosi, melalui suatu kegiatan nyata (Semiawan, 2002). Dalam penelitian ini, guru menggunakan core content yang sudah dipilih dari salah satu Mapel untuk dijadikan core centre pada seluruh Mapel. Di dalamnya tergambar perpaduan target, materi, dan proses belajar. Lihat gambar 2. Salah satu desain yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan core centre Ilmu Pengetahun Alam (IPA). Mata pelajaran yang dipadukannya adalah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), Matema- Haenilah, Efektivitas Desain Pembelajaran Terpadu Berbasis ... 45 Tabel 1. Analisis Hasil Penelitian Desain Terpadu Berbasis Core Content KOMPONEN Desain Integrasi Pengetahuan Integrasi Pengalaman Integrasi Sosial ANALISIS BERDASARKAN BUKTI YANG DITEMUKAN Seluruh guru memiliki persepsi yang sama bahwa desain pembelajaran tematik berbasiscore content yang disusun secara horizontal dapat memudahkan mereka memahami keterhubungan KD-Indikator, dan materi pada semua mata pelajaran yang terjadwal di suatu hari. Persepsi ini terbukti dari dokumen kurikulum yang berbentuk Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) produk mereka. Cara ini ternyata mempermudah guru untuk menentukan core centre salah satu mata pelajaran. Berdasarkan core content itu kemudian guru dapat memadukan semua mata pelajaran dalam sebuah pembelajaran Hasil tes yang berbentuk essay rata-rata kemampuan siswa menggambarkan keterhubungan pengetahuan antar matapelajaran, pengetahuan itu menjadi saling menguatkan, dan bermuara pada kemampuan berpikir komprehensif, pemecahan masalah dan bersifat dyvergent. Desain pembelajaran tematik berbasiscore content menjadikan materi dari salah satu muatan pelajaran sebagai alat untuk mempermudah ketercapaian seluruh Indikator dari semua mata pelajaran. Hasil observasi menggambarkan bahwa desain pembelajaran terpadu berbasis core content terbukti mampu mengintegrasikan pengalaman belajar siswa. Aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan inter atau antar mata pelajaran dapat dicapai dalam satu pengalaman belajar secara utuh. Hasil observasi menggambarkan bahwa desain pembelajaran terpadu berbasis core content mampu menyuguhkan satu pembelajaran yang menstimulasi hubungan antar guru-siswa, siswa-siswa, siswa-guru, siswa-guru-materi yang berperan sebagai core content dengan seluruh pelajaran. tika, dan Bahasa Indonesia. Core content desain ini adalah “Proses perkembangbiakan generatif pada tumbuhan”. Langkah-langkah pembelajaran dipandu oleh tuntutan sistematika indikator dari semua mata pelajaran. Pendekatan student centered berbasis pendekatan ilmiah menjadi andalan desain ini. Siswa beraktivitas melalui observasi, diskusi, menyusun laporan, dan bertanggung jawab atas kegiatannya secara langsung, dengan kata lain mereka belajar dari pengalaman konkret (Kolb, 1984). Desain pembelajaran tematik berbasis core content berdampak pada penguasaan pengetahuan secara terpadu. Desain ini mengorganisir pengalaman belajar berpusat pada kehidupan nyata yang dilandasi oleh tuntutan ketercapaian semua indikator dari berbagai mata pelajaran, dampaknya siswa memperoleh integrasi pengetahuan melalui integrasi pengalaman. Dokumen kurikulum yang terpisahpisah (subject separated) antar mata pelajaran harus diorganisasi oleh guru sehingga terlihat fungsi satu dengan lainnya dalam membentuk perilaku yang utuh pada siswa. Mengenai pengembangan materi ajar model tematik berdasarkan hasil penelitian (Buchory. 2013), langkah yang dilakukan diantaranya adalah penjabaran SK dan KD ke dalam indikator sesuai temanya. Ketika siswa mengikuti pembelajaran terpadu, tergambar jelas bahwa interaksi siswa-siswa, siswaguru, siswa dengan materi terjalin dengan baik. Aktivitas belajar siswa menjadi muara bertemunya semua komponen kurikulum. Mereka belajar sambil berbuat, memahami sesuatu didasari karena aktivitas mengobservasi secara langsung, melaporkan sesuatu sebagai bentuk tanggung jawab belajar. Iklim yang hangat tercipta karena pembelajaran tidak dibatasi oleh identitas mata pelajaran secara kaku. Hubungan saling melengkapi dari setiap mata pelajaran tampak jelas ketika siswa melakukan kegiatan untuk mencapai indikator yang ternyata saling terhubung antar mata pelajaran dan bermuara pada kehidupan yang sesungguhnya (tidak hanya bersifat tekstual). Desain pembelajaran tematik berbasis core content membangun integrasi pengalaman karena ada keterhubungan materi antar mata pelajaran, interaksi siswa dengan guru dan bahan ajar (Beane, 2005). Penelitian ini pada akhirnya membuktikan bahwa hasil belajar siswa SD sangat ditentukan oleh 46 Sekolah Dasar, Tahun 26 Nomor 1, Mei 2017, hlm 39-48 Gambar 2. Desain Terpadu Berbasis Core Content sejauhmana keterlibatannya dalam belajar. Proses belajar adalah proses berpengalaman membentuk kemampuan dari pengalaman konkrit. Siswa memandang sesuatu, berbicara tentang sesuatu, dan menilai sesuatu secara komprehensif karena dalam proses belajar mereka tidak dibatasi oleh identitas mata pelajaran secara kaku. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Desain pembelajaan terpadu berbasis core content terbukti lebih memudahkan guru dalam melihat titik temu dari sejumlah mata pelajaran, sekaligus melihat keterhubungan konten antar mata pelajaran, sehingga akhirnya memudahkan guru melihat rangkaian keterhubungan antar indikator semua mata pelajaran dalam satu RPP. Desain pembelajaran terpadu berbasis core content efektif menciptakan pembelajaran yang diwarnai aktivitas hubungan antar guru-siswa, siswasiswa, siswa-guru, siswa-guru-materi yang berperan sebagai core content dengan seluruh mata pelajaran, sehingga tercipta keterpaduan pengalaman belajar siswa yang bermuatan pengetahuan, sikap, dan keterampilan secara holistik. Saran Desain pembelajaran terpadu berbasis core content merupakan salah satu model alternatif hasil pengembangan kurikulum SD 2013 yang memberikan kemudahan bagi guru dalam mengimplementasikan kurikulum 2013. Di dalam implementasinya (a) memerlukan keahlian guru dalam menentukan mata pelajaran yang menjadi core centre pada suatu Haenilah, Efektivitas Desain Pembelajaran Terpadu Berbasis ... pembelajaran, oleh karena itu disarankan agar guru mempelajari cara-cara memadukan mata pelajaran berdasarkan model kurikulum terpadu, (b) berdasarkan hasil penentuan core centre, selanjutnya guru harus mencermati core content yang tepat untuk memadukan sejumlah indikator dari semua mata pelajaran yang terjadwal dalam suatu hari, (c) diperlukan keberanian guru untuk berinovasi dalam merancang desain pembelajaran tetapi tetap mengacu pada standar yang harus dicapai oleh kurikulum 2013. DAFTAR RUJUKAN Anne, Z.J. 2013. Students’ Perspective of An Integrated Curriculum. ProQuest Dissertations Publishing, 2013. (Online). (http://e-resources. perpusnas.go.id/l ibrary.php? id=00001) diakses 15 Maret 2017. Beane, J. 2005. Curriculum Integration: Designing The Core of Democratic Education. New York: Teachers College Press. Berlin, D.F., & Hillen, J.A. 1994. Making Connections in Math and Science: Identifying Student Outcomes. Journal of School Science and Mathematics. 6:283-290. Beyer, C. J., & Davis, E. A. 2009. Using Educative Curriculum Materials to Support Preservice Elementary Teachers’ Curricular Planning: A Comparison Between Two Different Forms Of Support. Journal of Curriculum Inquiry (in press). Beyer, C. J., & Davis, E. A. 2009. Supporting Preservice Elementary Teachers’ Critique and Adaptation of Science Lesson Plans Using Educative Curriculum Materials. J Sci Teacher Educ. 20:517–536. Buchory. 2013. Pengembangan Model Pembelajaran Tematik Kelas Awal Sekolah Dasar. Jurnal Sekolah Dasar. 22(1):1-8. Brown, D. 2009. Exploring An Integrated Method for Health and Place Research. Journal of Health & Place. 15(2):466–473. Brown, M. W. 2009. The Teacher-Tool Relationship: Theorizing The Design and Use of Curriculum Materials. New York, NY: Routledge. Campbel.1989. The Effectiveness. United Kingdom: The Campbel collaboration. Cook, S. C. 2009. Taking At-Risk Middle School Students. Rowan University, ProQuest Dissertations Publishing, 47 Czerniak, Charlene M. 2004. Wetlands: An Interdisciplinary Exploration. Journal of Science Activities. 41(2):3. Davis, E. A., & Krajcik, J. 2006. Designing Educative Curriculum Materials to Promote Teacher Learning. Journal of Educational Researcher, 34(3):3–14. Drake, C., & Sherin, M. G. 2006. Practicing Change: Curriculum Adaptation and Teacher Narrative in The Context Of Mathematics Education Reform. Journal of Curriculum Inquiry, 36, 153–187. Fogarty, R. 1991. The Mindful School: How to Integrate The Curricula. Skylight Publishing, Inc.: Palatine, IL. Kolb D. 1984. Experiential Learning: Experience As The Source Of Learning and Development. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall. McKenna, J. C. 2007. The Development and Implementation of an Integrated Curriculum at an Elementary Math, Science, and Technology Magnet School. ProQuest Dissertations Publishing. Meier, S.L., Cobbs, G., & Nicol, M. 1998. Potential Benefits and Barriers to Integration. School Science and Mathematics. 98: 438-447. Pearce. 2011. Transmission of Environmental Knowledge and Land Skills among Inuit Men in Ulukhaktok, Northwest Territories, Canada: 271-288. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtidaiyah. 2015. Bandung: Citra Umbara. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. 2015. Bandung: Citra Umbara. Piaget, J. 1972. The Child and Reality, Problems of Genetic Psychology. New York: Penguin Books. Remillard, J. T. 2005. Curriculum Materials in Mathematics Education Reform: A Framework for Examining Teachers’ Curriculum Development. Journal of Curriculum Inquiry, 19:315–342 Ross, J. A., & Hogaboam-Gray, A. 1998. Integrating Mathematics, Science, and Technology Effects 48 Sekolah Dasar, Tahun 26 Nomor 1, Mei 2017, hlm 39-48 on Students. International Journal of Science Education. 20(9):1119-1135. Sanjaya, W. 2010. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Prenada Media Group. Schwarz, Cet al. 2008. Helping Elementary Preservice Teachers Learn To Use Science Curriculum Materials For Effective Science Teaching. Journal of Science Education, 92:345–377 Semiawan, C. R. 2008. Belajar dan Pembelajaran dalam Taraf Usia Dini. Jakarta: PT Prehallindo. Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Sukmadinata, N. S. 2007. Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya.