tinjauan pustaka

advertisement
4
TINJAUAN PUSTAKA
Proses Menua dan Lanjut Usia
Proses menua merupakan proses normal yang dimulai sejak pembuahan
dan berakhir pada kematian. Sepanjang hidup tubuh berada dalam keadaan
dinamis, ada pembangunan dan ada perusakan. Pada saat pertumbuhan, proses
pembangunan lebih banyak daripada proses perusakan. Setelah tubuh secara
faali mencapai tingkat kedewasaan, proses perusakan secara berangsur akan
melebihi proses pembangunan. Inilah saatnya terjadi proses menua atau aging.
Proses menua ditandai dengan peningkatan kehilangan jaringan aktif tubuh
berupa otot-otot tubuh yang disertai dengan perubahan dalam fungsi organ tubuh
seperti jantung, otak, ginjal dan hati (Almatsier et al. 2011)
Pengertian lansia dibedakan menjadi dua macam, yaitu lansia kronologis
(kalender) dan lansia biologis. Lansia kronologis mudah diketahui dan dihitung,
sedangkan lansa biologis berpatokan pada keadaan jaringan tubuh. Individu
yang berusia muda tetapi secara biologis dapat tergolong lansia jika dilihat dari
keadaan jaringan tubuhnya. Lanjut usia merupakan proses alamiah dan
berkesinambungan yang mengalami perubahan anatomi, fisiologis dan biokimia
pada jaringan atau organ yang pada akhirnya mempengaruhi keadaan fungsi
dan kemampuan badan secara keseluruhan (Fatmah 2011).
World Health Organization (WHO) diacu dalam Komnas Lansia (2008)
mengelompokkan usia lanjut ke dalam kelompok berikut: 45-59 tahun sebagai
kelompok usia menengah (middle age), 60-74 tahun sebagai usia lanjut (elderly),
75-90 tahun sebagai usia tua (old) dan 90 tahun ke atas sebagai kelompok usia
sangat tua (very old).
Sarapan Pagi
Sarapan merupakan salah satu waktu makan yang paling penting, namun
seringkali dilewatkan. Aktivitas yang tinggi dan terbatasnya waktu selalu menjadi
alasan utama untuk mengorbankan sarapan pagi. Sarapan mempunyai banyak
manfaat positif, yaitu dapat memulihkan cadangan energi dan kadar gula darah,
sehingga bisa beraktivitas dengan baik. Selain memberikan energi, sarapan juga
dpat mencegah terjadinya penyakit maag. Sebab saat malam hari sekitar 8
hingga 10 jam lambung itu kosong dan harus segera diisi lagi pada pagi hari agar
asam lambung tidak merusak dinding lambung (Fauzi 2009).
5
Khomsan (2005) menegaskan bahwa dengan melakukan sarapan dapat
menyumbangkan 25% dari kebutuhan total energi harian. Sarapan dapat
dilakukan antara pukul 06.00-08.00 namun waktu ini bukan acuan keharusan.
Sebagai bagian dari pola makan, sarapan dapat disesuaikan dengan ritme
dimulainya aktivitas pagi. Terdapat dua manfaat sarapan. Pertama, sarapan
dapat menyediakan karbohidrat yang siap digunakan untuk meningkatkan kadar
gula darah. Dengan kadar gula darah yang normal, gairah dan konsentrasi kerja
bisa lebih baik sehingga berdampak positif untuk meningkatkan produktivitas.
Kedua, sarapan akan memberikan kontribusi penting akan beberapa zat gizi
yang diperlukan tubuh seperti protein, lemak, vitamin, dan mineral. Ketersediaan
zat gizi ini bermanfaat untuk berfungsinya berbagai proses fisiologis dalam tubuh.
Sedangkan menurut Martianto (2006), sarapan dilakukan teratur setiap hari pukul
06.00-09.00. Idealnya sarapan memenuhi seperempat
hingga setengah
kebutuhan energi dan zat gizi sehari.
Makanan sarapan
Sarapan
sebaiknya
mengonsumsi
makanan
lengkap
yakni
yang
mengandung semua unsur gizi yang dibutuhkan oleh tubuh. Kandungan gizi
yang seimbang terdiri dari karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral.
Adapun jenis makanan yang dapat dijadikan sebagai menu sarapan antara lain
(Sianturi 2002).
1. Susu. Susu dapat dijadikan sebagai menur sarapan karena susu
mengandung zat gizi dan kalori yang cukup lengkap. Namun, untuk
mencukupi 25 persen dari total kalori per hari makan susu harus
dikombinasikan dengan makanan lainnya seperti biskuit, sandwich, roti
dan sebagainya.
2. Biskuit. Biskuit dapat digunakan sebagai alternatif makanan sarapan.
Untuk memenuhi 25 persen dari total kalori, biskuit dapat dikombinasikan
dengan telur rebus dan jus buah.
3. Sereal. Umumnya sereal mengandung zat gizi yang cukup lengkap.
Sereal dapat pula dikombinasikan dengan roti, biskuit dan sandwich.
4. Buah-buahan. Buah-buahan adalah sumber vitamin, mineral, dan serat
yang baik. Buah-buahan dapat dikonsumsi secara langsung atau dibuat
jus sebagai pelengkap sarapan. Selain itu, buah dapat pula dimakan saat
di perjalanan atau ketika tiba di sekolah atau tempat kerja.
6
5. Roti. Roti dapat disajikan dalam bentuk sandwich atau roti isi selai
ataupun keju sebagai menu sarapan. Roti memiliki nilai kalori yang cukup
tinggi serta dapat pula dikombinasikan dengan jus buah.
6. Telur. Telur adalah sumber protein yang baik. Telur mengandung zat gizi
lengkap, antara lain kolin, vitamin E, A, B6, asam folat, B12, dan
kolesterol.
Status Gizi
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat gizi, keadaan kesehatan yang dipengaruhi oleh keseimbangan
antara pemasukan zat gizi dan pengeluaran akibat penggunaannya oleh tubuh.
Jika tubuh mendapatkan asupan makanan dalam kualitas dan kuantitas yang
terpenuhi, maka orang tersebut akan mendapatkan status gizi yang optimal
(Sediaoetama 2008).
Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh
cukup zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan
pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara
umum pada tingkat setinggi mungkin. Status gizi kurang terjadi bila tubuh
mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi esensial. Baik pada status gizi
kurang maupun gizi lebih terjadi gangguan gizi yang disebabkan oleh berbagai
faktor antara lain kebiasaan makan yang salah, gigi-geligi yang tidak baik, dan
kelainan struktur saluran cerna (Almatsier 2006).
Menurut Gibson (2005) faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi
adalah konsumsi pangan dan keadaan kesehatan. Konsumsi pangan dan
keadaan kesehatan dipengaruhi oleh faktor pertanian, ekonomi, sosial budaya
dan lingkungan. Faktor pertanian meliputi lahan, sarana produksi, tenaga kerja,
teknik budidaya, pola pertanaman, perangsang berproduksi dan pascapanen.
Faktor ekonomi meliputi pendapatan, pengeluaran pangan, pengeluaran bukan
pangan, dan lapangan kerja. Faktor sosial budaya meliputi pendidikan,
pengetahuan gizi, pengetahuan kesehatan dan kebiasaan makan. Faktor
lingkungan meliputi biologis, kimia dan fisik.
Penilaian Status Gizi
Penilaian status gizi secara langsung dibagi menjadi empat, yaitu
antropometri, biokimia, klinis dan dietetik (Fatmah 2010). Salah satu metode
yang umum digunakan pada masyarakat adalah metode antropometri. Metode ini
sering digunakan karena prosedurnya yang sederhana, aman, mudah dan relatif
7
murah. Pengukuran metode antropometri merupakan metode yang tepat dan
akurat karena dapat dibakukan. Antropometri merupakan indikator yang cukup
sensitif dalam mengidentifikasi status gizi karena sudah ada ambang batas yang
jelas (Supariasa et al. 2002).
Pengukuran antropometri secara luas digunakan untuk menilai status gizi
yang berfokus pada berbagai dimensi dan berbagai aspek komposisi tubuh
manusia pada berbagai umur dan derajat gizi yang berbeda. Keuntungan dari
pengukuran antropometri adalah dapat mengidentifikasi keadaan gizi ringan,
sedang, dan buruk, sederhana, aman, cocok untuk sampel yang besar, dan
memberikan informasi tentang riwayat gizi masa lampau yang tidak dapat
diperoleh (dengan tingkat kepercayaan yang sama) dengan menggunakan teknik
penilaian lainnya (Riyadi 2003)
Indeks massa tubuh (IMT) merupakan alat sederhana untuk memantau
status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan
kelebihan
berat
badan,
maka
mempertahankan
berat
badan
normal
memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup lebih panjang.
Penggunaan IMT hanya berlaku bagi orang dewasa berumur di atas 18 tahun.
Indeks massa tubuh (IMT) tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu
hamil, dan olahragawan. Selain itu, IMT juga tidak bisa diterapkan pada keadaan
khusus (penyakit) lainnya seperti adanya edema, aitesis dan hepatomegalia
(Supariasa et al. 2002). Nilai IMT diperoleh dengan membagi berat badan dalam
kilogram dengan kuadrat tinggi badan dalam meter. Berikut klasifikasi status gizi
menurut International Obesity Task Force (IOTF) disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Klasifikasi status gizi berdasarkan indeks massa tubuh menurut
International Obesity Task Force (IOTF)
IMT (Kg/m2)
<18.5
18.5-22.9
≥ 23.0
23.0-24.9
25.0-29.9
>30.0
Sumber : WHO (2000)
Status
Underweight
Normal
Overweight
At Risk
Obese I
Obese II
Hasil studi baru-baru ini menunjukkan bahwa banyak populasi Asia
memiliki proporsi lemak tubuh yang lebih tinggi dibanding ras Kaukasoid pada
usia, jenis kelamin, dan IMT yang sama. WHO telah merevisi cut off point IMT
pada tahun 2005 dengan menekankan pada resiko kesehatan yang dapat
ditimbulkan. Tabel 2 berikut disajikan klasifikasi IMT menurut WHO (2005).
8
Tabel 2 Kriteria IMT menurut WHO (2005)
IMT (Kg/m2)
<14.9
15.0-18.4
18.5-22.9
23.0-27.5
27.6-40.0
>40.0
Status
Sangat kurus
Kurus
Normal
Gemuk
Obese I
Obese II
Resiko Kesehatan
Resiko penyakit
defisiensi gizi
Resiko rendah
Resiko sedang
Resiko tinggi
Konsumsi Pangan
Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang diperlukan tubuh
setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energi dan zat-zat gizi.
Kekurangan dan kelebihan dalam jangka waktu yang lama akan berakibat buruk
terhadap kesehatan. Kebutuhan akan energi dan zat gizi bergantung pada
berbagai faktor seperti umur, jenis kelamin, berat badan, iklim, dan aktivitas fisik
(Almatsier 2006). Menurut Kusharto dan Sa’adiyah (2008) konsumsi pangan
merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dimakan
(dikonsumsi) seseorang atau sekelompok orang pada waktu tertentu.
Konsumsi pangan ditentukan oleh produksi pangan, daya beli dan
kebiasaan makan sedangkan kemampuan menggunakan zat gizi ditentukan oleh
kondisi tubuh. Sedangkan menurut Harper et.al. (1986) dalam Sukandar (2008)
konsumsi pangan seseorang atau kelompok dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Ada empat faktor utama yang mempengaruhi konsumsi pangan sehari-hari, yaitu
produksi pangan untuk keperluan rumah tangga, pengeluaran uang untuk
pangan rumah tangga, pengetahuan gizi, dan tersedianya pangan.
Hardinsyah dan Briawan (1994) diacu dalam Imanuddin (2012)
menyatakan bahwa banyak hal yang mempengaruhi konsumsi pangan individu
diantaranya faktor ekonomi dan harga, serta faktor sosio budaya dan religi yang
ada di suatu daerah. Selain itu faktor kesehatan individu juga berpengaruh dalam
konsumsi pangan, serta faktor fisiologis individu juga sangat menentukan jenis
dan jumlah bahan pangan yang dikonsumsi oleh individu.
Survei konsumsi pangan adalah kegiatan survei yang dilakukan untuk
mengumpulkan data konsumsi pangan individu/keluarga. Tujuan melakukan
survei konsumsi pangan antara lain untuk mengetahui jumlah konsumsi pangan
dan asupan gizi dan untuk mengetahui konsumsi pangan-pangan tertentu seperti
daging, garam, gula, alkohol, dan zat non gizi. Berdasarkan jenis data yang
diperoleh, dalam survei konsumsi pangan terdapat dua metode yang digunakan
yaitu metode kualitatif dan metode kuantitatif (Nasoetion & Damayanthi 2008).
9
Menurut Supariasa et al. (2002) metode kualitatif digunakan untuk
mengetahui frekuensi makan, frekuensi konsumsi menurut jenis bahan pangan,
dan menggali informasi tentang kebiasaan makan. Metode-metode pengukuran
konsumsi makanan bersifat kualitatif antara lain metode frekuensi makanan (food
frequency), metode dietary history, metode telepon, metode pendaftaran
makanan (food list). Metode secara kuantitatif digunakan untuk mengetahui
jumlah makanan yang dikonsumsi sehingga dapat dihitung asupan zat gizi
dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) atau daftar
lain yang diperlukan seperti Daftar Ukuran Rumah Tangga (URT), Daftar
Konversi Mentah Masak (DKMM), dan Daftar Penyerapan Minyak (DPM).
Metode yang umum digunakan dalam survei konsumsi pangan terdiri jangka
pendek (24 hours food recall, dietary record) dan jangka panjang (Food
Frequency Quesioner) (Fatmah 2010).
Metode Food Recall 24 Jam
Metode Food Recall 24 jam dilakukan dengan mencatat mengenai jumlah
dan jenis pangan yang dikonsumsi pada waktu yang lalu. Pengukuran konsumsi
biasanya diawali dengan menanyakan jumlah pangan dalam URT, setelah itu
baru dikonversikan ke dalam satuan berat. Metode recall ini murah, dan tidak
memakan waktu banyak (Kusharto & Sa’adiyyah 2008).
Pengukuran pangan jika hanya dilakukan sebanyak satu kali (1x24 jam)
maka data yang diperoleh kurang representatif untuk menggambarkan kebiasaan
makan individu. Pengukuran recall 24 jam sebaiknya dilakukan berulang-ulang
dan harinya tidak berturut-turut. Pengukuran sebaiknya dilakukan minimal dua
kali (2x24 jam) tanpa berturut-turut sehingga dapat menghasilkan gambaran
asupan zat gizi lebih optimal dan memberikan variasi yang lebih besar tentang
intake harian indvidu (Gibson 2005).
Menurut Fatmah (2010) keunggulan dari metode food recall 24 jam
meliputi keandalan cukup tinggi, sehingga dapat diterapkan pada populasi
dengan etnik yang berbeda-beda, tidak harus bisa membaca dan menulis,
penolakan responden kemungkinannya kecil dan teknik wawancara tidak
mengubah atau menambah pada konsumsi makanan. Sedangkan kekurangan
metode ini adalah memerlukan keterampilan pewawancara yang tinggi dan
ukuran porsi sulit untuk diestimasi secara akurat atau tepat.
10
Metode Food Record
Pencatatan pangan (food record) dilakukan dengan mencatat segala
makanan dan minuman serta suplemen vitamin dan mineral maupun suplemen
makanan lainnya yang dikonsumsi dari pagi sampai menjelang pagi (24 jam)
dengan porsi atau ukuran rumah tangga yang dikonsumsi. Pencatatan pangan
dilakukan dengan cara responden mencatat makanan, minuman dan suplemen
yang dikonsumsi termasuk ukuran secara berurutan atau tidak (Widjajanti 2009)
Metode food record merupakan metode yang paling akurat untuk metode
survei konsumsi pangan tingkat keluarga. Namun demikian metode ini juga
mempunyai kelemahan-kelemahan, yaitu: mahal, perlu partisipasi yang tinggi
dari responden, pola konsumsi pangan rumah tangga bisa berubah (Kusharto &
Sa’adiyyah 2008).
Kecukupan Zat Gizi
Kecukupan gizi merupakan suatu kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari
bagi semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, aktivitas
tubuh, dan kondisi fisiologis khusus untuk mencapai derajat kesehatan yang
optimal (Sandjaja et al. 2009). Kecukupan gizi yang dianjurkan pada lansia dapat
bertambah atau berkurang, beradaptasi dengan individu yang tergantung pada
berat badan, umur, jenis kelamin, kondisi fisiologis, dan tingkat kegiatan kerja.
Menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII (2004) mengelompokkan
angka kecukupan gizi yang dianjurkan untuk usia 50-64 tahun dan diatas 65
tahun adalah sebagai berikut :
Tabel 3 Angka kecukupan zat gizi untuk lansia per orang per hari
Zat Gizi
Energi (Kal)
Protein (g)
Kalsium (mg)
Fosfor (mg)
Vitamin A (RE)
Vitamin C (mg)
Angka Kecukupan Gizi
Pria
Wanita
50-64 tahun
>65 tahun
50-64 tahun
>65 tahun
2250
2050
1750
1600
60
60
50
45
800
800
800
800
600
600
600
600
600
600
500
500
9
9
75
75
Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII (2004)
Kecukupan gizi usia lanjut berbeda dengan usia muda karena pada usia
lanjut terjadi perubahan fisiologis dan psikososial sebagai akibat dari proses
menua (Depkes 2003). Pada dasarnya tidak ada jenis makanan yang spesifik
untuk lansia. Namun untuk menentukan jenis diet pada lansia harus
11
memperhatikan kondisi kesehatan, penurunan kemampuan mencerna makanan,
serta perubahan selera makan (Wirakusumah 2000).
Energi
Manusia memerlukan energi untuk mempertahankan hidup, menunjang
pertumbuhan dan melakukan aktivitas fisik. Energi diperoleh dari karbohidrat,
lemak dan protein suatu bahan makanan yang menentukan nilai energinya.
Keseimbangan energi dicapai apabila energi yang masuk kedalam tubuh melalui
makanan
sama
dengan
energi
yang
dikeluarkan.
Kekurangan
energi
menyebabkan berat badan kurang dan berat badan seharusnya (ideal),
sedangkan kelebihan energi akan diubah menjadi lemak tubuh sehingga terjadi
kegemukan. Satuan energi dinyatakan dalam unit panas atau kalori (Almatsier
2006).
Energi yang dibutuhkan lansia berbeda dengan energi yang dibutuhkan
oleh dewasa karena perbedaan aktivitas fisik yang dilakukan. Selain itu, energi
juga dibutuhkan oleh lansia untuk menjaga sel-sel maupun organ-organ dalam
tubuh agar bisa tetap berfungsi dengan baik walaupun fungsinya tidak sebaik
seperti saat masih muda (Fatmah 2010).
Protein
Protein adalah substansi kimia dalam makanan yang terbentuk dari
serangkaian atau rantai-rantai asam amino. Protein dalam makanan di dalam
tubuh akan berubah menjadi asam amino yang sangat berguna bagi tubuh yaitu
untuk membangun dan memelihara sel, seperti sel otot, tulang, enzim dan sel
darah merah. Bagi lansia asupan protein total yang dibutuhkan manusia akan
menurun sesuai dengan perubahan usia seseorang. Hal ini terkait dengan
penurunan fungsi sel-sel tubuh manusia. Akan tetapi ada beberapa sumber yang
menyatakan bahwa kebutuhan asupan protein cenderung tetap karena proses
regenarasi tubuh akan terus berlajan sesuai laju regenerasi sel yang terjadi
(Fatmah 2010).
Bahan makanan hewan merupakan sumber protein yang baik, dalam
jumlah maupun mutu seperti telur, susu, daging, unggas, ikan dan kerang.
Sumber protein nabati adalah kacang kedelai dan hasilnya, seperti tahu dan
tempe serta kacang-kacangan lainnya. Kacang kedelai merupakan sumber
protein nabati yang mempunyai mutu tertinggi (Almatsier 2006).
12
Vitamin
Vitamin A adalah vitamin larut lemak yang pertama ditemukan. Vitamin A
esensial untuk pemeliharaan kesehatan dan kelangsungan hidup. Usia tidak
meningkatkan kebutuhan vitamin A dan tidak menurunkan absopsinya. Bahkan
hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa absorpsi dan penyimpanan vitamin A
pada usia lanjut lebih efisien daripada usia muda (Whitney & Rolfes 1999 diacu
dalam Almatsier et al. 2011). Vitamin A berpengaruh terhadap fungsi kekebalan
tubuh pada manusia yang berpengaruh dalam pencegahan kanker, terutama
kanker kulit, tenggorokan, paru-paru, payudara dan kantung kemih serta
berperan dalam pencegahan dan penyembuhan penyakit jantung. Selain itu,
vitamin A berperan dalam pertumbuhan sel, perkembangan tulang dan sel epitel
dalam pertumbuhan gigi (Almatsier 2006).
Sumber vitamin A yang sudah terbentuk (performed) hanya terdapat pada
pangan hewani seperti hati, minyak hati ikan, kuning telur sebagai sumber
utama. Sayuran terutama berdaun hijau dan buah berwarna kuning-jingga
mengandung karetenoid provitamin A (Gibson 2005). Kekurangan atau kelebihan
vitamin A akan menimbulkan efek samping atau penyakit. Kelebihan vitamin A
akan menyebabkan toksisitas dan jarang terjadi pada usia lanjut, sedangkan
kekurangan vitamin A akan menyebabkan respons kekebalan yang menurun
(sering terkena penyakit infeksi), terhambatnya perkembangan mental dan yang
lebih parah adalah terjadinya xeroftalmia (Fatmah 2010).
Vitamin C mempunyai banyak fungsi di dalam tubuh, sebagai koenzim
atau kofaktor. Pada lansia, vitamin C bermanfaat menghambat berbagai
penyakit. Fungsinya antara lain meningkatkan kekebalan tubuh, melindungi dari
serangan kanker, melindungi arteri, meremajakan dan memproduksi sel darah
putih, mencegah katarak, memperbaiki kualitas sperma, dan mencegah penyakit
gusi (Fatmah 2010). Kekurangan vitamin C dapat menimbulkan berbagai
penyakit yaitu pemulihan luka yang lambat, kulit kasar, iritasi dan gigi mudah
lepas. Sumber – sumber vitamin C dapat diperoleh dari sayur-sayuran dan buahbuahan (Hoeger & Hoeger 2005).
Mineral
Meskipun tampak sehat, kekurangan sebagian vitamin dan mineral tetap
saja berlangsung pada lansia. Kebutuhan energi yang menurun tidak seiring
dengan penurunan kebutuhan vitamin dan mineral, bahkan kebutuhan vitamin
dan mineral cenderung sama atau meningkat. Rendahnya status mineral pada
13
lansia dapat terjadi karena asupan mineral yang tidak cukup, perubahan fisiologis
dan pengobatan (Harris 2000).
Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat di dalam tubuh,
yaitu sekitar 1,5-2% atau 1 kg dari berat badan orang dewasa. Densitas tulang
berbeda menurut umur, meningkat pada bagian pertama kehidupan dan
menurun secara berangsur setelah dewasa. Kemampuan absorpsi kalsium juga
lebih tinggi pada masa pertumbuhan dan akan menurun saat sudah tua
(Almatsier 2006). Kalsium penting untuk pembentukan tulang dan menjaga agar
tulang tetap kuat. Asupan kalsium yang cukup setiap hari dapat mencegah
terjadinya osteoporosis di kemudian hari. Makanan kaya kalsium adalah susu
dan hasil olahannya seperti keju dan yogurt, ikan teri dan ikan yang dimakan
dengan tulangnya misalnya ikan duri lunak (Almatsier et al. 2011).
Fosfor mempunyai berbagai fungsi dalam tubuh seperti klasifikasi tulang
dan gigi, mengatur pengalihan energi, absorpsi dan transportasi zat gizi, bagian
dari ikatan tubuh esensial, dan pengaturan keseimbangan asam-basa (Almatsier
2006). Kekurangan fosfor dapat menyebabkan nyeri pada tulang bahkan dapat
menyebabkan patah tulang, kehilangan berat badan dan mudah lelah (Hoeger &
Hoeger 2005).
Status Kesehatan
Derajat kesehatan atau status kesehatan adalah tingkat kesehatan
perorangan, kelompok atau masyarakat yang diukur dengan angka kematian,
umur harapan hidup, status gizi, dan angka kesakitan (morbiditas) (Depkes
2008). Penyakit atau gangguan kesehatan pada orang usia lanjut umumnya
berupa penyakit-penyakit kronik-menahun dan degeneratif, seperti penyakit
hipertensi, diabetes mellitus, osteoporosis, demensia, gangguan jantung,
gangguan pencernaan, gangguan pernapasan, gangguan keseimbangan,
gangguan penglihatan, gangguan pengunyahan dan sebagainya. Selain itu, pada
usia lanjut di Indonesia penyakit-penyakit infeksi akut juga masih sering terjadi,
misalnya infeksi saluran pernapasan atas (radang tenggorokan, influenza) atau
infeksi saluran pernapas bawah (pneumonia, tbc), infeksi saluran kemih, infeksi
kulit (Rahardjo et al. 2009).
Menurut Bloem (1979) diacu dalam Notoatmojo (2003) bahwa kesehatan
dipengaruhi oleh empat faktor utama yaitu faktor keturunan, lingkungan, perilaku
dan pelayanan kesehatan. Faktor-faktor tersebut disamping berpengaruh
langsung kepada kesehatan juga saling berpengaruh satu sama lainnya. Sukarni
14
(1994) diacu dalam Masturoh (2012) berpendapat bahwa faktor perilaku dan
lingkungan merupakan faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap status
kesehatan masyarakat. Faktor-faktor tersebut saling berinteraksi secara dinamis
dan berhubungan dengan faktor-faktor kependudukan, sosial budaya, ekologi
sumberdaya alam dan ekonomi.
Status kesehatan lansia tidak boleh terlupakan karena berpengaruh
dalam penilaian kebutuhan zat gizi. Ada lansia yang tergolong sehat dan ada
lansia mengidap penyakit kronis. Disamping itu sebagian lansia masih mampu
mengurus diri sendiri. Sementara sebagian lain masih sangat tergantung pada
belas kasihan orang lain. Kebutuhan zat gizi mereka tergolong aktif biasanya
berbeda dengan orang dewasa sehat. Penuaan tidak begitu berpengaruh
terhadap kesehatan mereka. Hal tersebut memunculkan istilah Lansia Risiko
Tinggi (High Risk Elderly) dengan kriteria (a) usia diatas 80 tahun, (b) hidup
sendiri, (c) depresi, (d) gangguan intelektual, (e) jatuh beberapa kali, (f)
inkontinensia urin, dan (g) di masa lalu tidak dapat menyesuaikan diri (Arisman
2007).
Daya Tahan Jantung Paru
Kebugaran fisik (physical fitness) adalah kemampuan seseorang untuk
melakukan kerja sehari-hari secara efisien tanpa menimbulkan kelelahan yang
berlebihan sehingga masih dapat melakukan aktivitas fisik lainnya. Seseorang
yang merasa sehat belum tentu bugar sebab untuk dapat mengerjakan tugas
sehari-hari seseorang tidak hanya bebas dari penyakit saja tetapi juga dituntut
memiliki kebugaran (Irianto 2000).
Daya tahan jantung paru adalah kemampuan jantung, paru, dan
pembuluh darah untuk berfungsi secara optimal pada waktu kerja dalam
mengambil O2 secara maksimal (VO2 maksimal) dan menyalurkannya ke seluruh
tubuh terutama jaringan aktif, sehingga dapat digunakan untuk proses
metabolisme tubuh (Fatmah 2010). Kondisi kebugaran seseorang merupakan
salah satu faktor yang menentukan tingkat kesehatannya. Pada seorang yang
mempunyai kebugaran jantung paru yang baik, berbagai sistem dalam tubuhnya
mampu mengambil oksigen dari udara secara optimal, mendistribusikannya ke
seluruh tubuh dan memanfaatkannya sesuai dengan kebutuhan tubuh pada saat
tersebut (Departmen of Health and Human Service 2006).
15
Agar aktivitas fisik yang dilakukan bermanfaat bagi kebugaran tubuh
periu memperhatikan takaran yang tercakup dalam konsep FIT (FrequencyIntensity- Time) (Irianto 2004).
1. Frequency adalah banyaknya sesi latihan persatuan waktu, untuk
memperoleh kebugaran seseorang perIu berlatih 3-5 kali/minggu,
sebaiknya dikerjakan secara berselang, misalnya hari ini berlatih, besok
istirahat, lusa berlatih dan seterusnya. Bagi mereka yang diam saja
mengikuti program latihan cukup berlatih 3 kali/minggu, sedangkan bagi
mereka yang sudah terbiasa berolahraga berlatihlah 5 kali/ minggu.
2. Intensity adalah kualitas latihan yang ditandai dengan berbagai indikator
antara lain kenaikan detak jantung. Detak jantung pada saat berlatih
untuk meningkatkan kebugaran harus memasuki training-zone yakni
antara 60 s.d 85% detak jantung maksimal. Misalnya seorang berusia 20
tahun berlatih untuk memperbaiki tingkat kebugarannya maka pada saat
berlatih detak jantungnya harus mencapai 60% (220-20) s.d 90% (22020) = 120 hingga 180 detak/ menit.
3. Time disebut juga durasi yakni waktu yang diperlukan untuk setiap sesi
latihan.
VO2 Maksimum
Kemampuan menggunakan oksigen oleh tubuh merupakan kunci yang
menentukan penggunaan bahan bakar tubuh dan keberhasilan berprestasi. VO2
maximum adalah volume maksimal O2 yang diproses oleh tubuh pada saat
melakukan
latihan
yang
intensif.
Peningkatan
intensitas
latihan
dapat
meningkatkan kecepatan bernapas sehingga membuat konsumsi oksigen juga
meningkat (Mackenzie 1997). VO2 max umumnya digunakan sebagai indikator
untuk menentukan kemampuan aerobik, dimana kemampuan aerobik akan
berkaitan erat dengan sistem kardiorespirasi dalam usaha penyediaan oksigen
dan kemampuan untuk menggunakan oksigen tersebut dalam tubuh, sehingga
dalam hal ini peran fisioterapi sangat penting dalam memberikan latihan terhadap
kebugaran untuk peningkatan VO2 max (Susanto 2010).
Sewaktu olahraga, otot harus menghasilkan energi dan oksigen
memegang peranan penting. Semakin banyak oksigen yang digunakan berarti
semakin besar kapasita untuk menghasilkan energi dan kerja yang berarti daya
tahan tubuh lebih besar. Orang yang mempunyai VO2 max yang tinggi dapat
16
melakukan lebih banyak pekerjaan sebelum menjadi lelah dibandingkan dengan
orang yang mempunyai VO2 max yang rendah (Nurcahyo 2008).
Denyut jantung
Denyut jantung adalah jumlah jantung berdetak setiap satu menit. Denyut
akan meningkat pada saat orang berolahraga dan menurun pada saat orang
istirahat. Denyut jantung adalah gerak yang tidak sadar dan orang tidak dapat
mengontrolnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi denyut jantung antara lain
umur, jenis kelamin, makanan yang dikonsumsi, emosi, suhu tubuh, faktor
lingkungan dan kebiasaan merokok (Hoeger & Hoeger 2005)
Denyut nadi diukur dengan menghitung jumlah denyut pada pergelangan
tangan selama satu menit. Kecepatan normal denyut nadi (dalam setiap menit)
pada orang dewasa yaitu 600 sampai 80 kali per menit (Pearce 2006). Orang
dengan jantung yang bugar akan memompa lebih banyak darah tiap denyutnya
sehingga jumlah denyut menjadi dibawah normal. Orang yang tidak bugar dan
memulai program latihan, denyut jantung istirahat akan menurun sekitar 10
sampai 15 kali per menit.
Kebutuhan oksigen saat latihan intensif membuat jantung bekerja lebih
keras sehingga akan mempercepat denyut jantung. Denyut jantung maksimum
setiap orang berbeda-beda dan akan menurun seiring dengan bertambahnya
umur. Denyut jantung maksimum dapat diperkirakan dengan rumus (220 –
umur). Ambang yang aman adalah bila aktivitas olahraga hanya mencapai 70% 85% dari denyut jantung maksimal yang disebut sebagai target zone. Seseorang
dengan umur 70 tahun denyut jantung maksimalnya adalah 220 - 70 = 150/menit,
maka hanya boleh berolahraga sampai denyut jantung sub maksimal, dengan
perhitungan (220 - 70) x 70 - 85% = 105 - 127 kali permenit (Susanto 2010).
Senam Lansia
Senam lansia merupakan olahraga yang cocok bagi lansia karena
gerakan di dalamnya menghindari gerakan loncat-loncat (low impact), melompat,
kaki menyilang, maju mundur, menyentak-sentak namun masih dapat memacu
kerja jantung paru dengan intensitas ringan-sedang, bersifat menyeluruh dengan
gerakan yang melibatkan sebagian besar otot tubuh, serasi sesuai gerak seharihari dan mengandung gerakan-gerakan melawan beban badan dengan
pemberian beban antara bagian kanan dan kiri tubuh secara seimbang dan
berimbang. Gerakan dalam senam lansia mengandung gerakan-gerakan yang
diharapkan dapat meningkatkan komponen kebugaran kardiorespirasi, kekuatan
17
dan ketahanan otot, kelenturan dan komposisi badan yang seimbang (Suhardo
2004). Sehingga mengikuti olahraga ini efek minimalnya adalah lansia merasa
berbahagia senantiasa bergembira, bisa tidur lebih nyenyak, pikiran tetap segar
(Widianti & Proverawati 2010).
Manfaat Senam Lansia
Menurut Brick (2001) diacu dalam Senja (2010) manfaat dari senam
lansia bagi kesehatan fisik antara lain:
1. Mengenai Jantung. Ketika beban kerja otot meningkat, tubuh akan
menanggapi dengan meningkatkan jumlah oksigen yang dikirim ke otot
dan jantung. Sebagai akibatnya, detak jantung dan frekuensi pernafasan
meningkat sampai memenuhi kebutuhannya. Tubuh akan berkeringat dan
membakar kalori dan lemak. Saat melakukan latihan jantung akan
memompa lebih bamyak darah pada setiap detakan sehingga membantu
mengirim oksigen pada otot yang bekerja. Jaringan-jaringan yang ada
didalam tubuh bekerja sama untuk membantu meningkatkan kondisi
kesegaran tubuh.
2. Kekuatan Otot. Agar menjadi lebih kuat, otot-otot harus dilatih melebihi
normalnya. Intensitas latihan beragam dari latihan berintensitas rendah
sampai berintensitas tinggi. Dengan latihan ini akan mempertahankan
kekuatan otot.
3. Daya Tahan Otot. Senam membantu meningkatkan daya tahan otot
dengan cara melakukan gerakan-gerakan ringan, seperti: melompatlompat, mengangkat lutut, dan menendang, sehingga tubuh menjadi kuat.
Tubuh yang seimbang akan mengurangi risiko terluka.
4. Kelenturan. Kelenturan adalah gerakan yang berada disekeliling sendi.
Setelah
menyelesaiakan
latihan,
peregangan
akan
membantu
meningkatkan kelenturan dan membantu sirkulasi darah kembali ke
jantung.
5. Komposisi Tubuh. Bagian ini menunjukkan perbandingan kumpulan otot,
tulang, dan cairan-cairan penting di dalam tubuh dibandingkan dengan
lemak. Senam lansia sangat baik untuk peregangan dan kelenturan otot
juga pernafasan, dapat juga meningkatkan sistem kardiorespirasi.
18
Manfaat lain mengenai senam lansia menurut Widianti dan Proverawati
(2010) adalah sebagai berikut:
1. Membantu tubuh agar tetap bugar dan tetap segar karena melatih tulang
tetap
kuat,
mendorong
jantung
bekerja
optimal
dan
membantu
menghilangkan radikal bebas yang berkeluaran di dalam tubuh
2. Menghambat proses degeneratif/penuaan
3. Meningkatkan imunitas dalam tubuh manusia
4. Lansia merasa bahagia, senantaisa bergembira, bisa tidur lebih neyenyak
dan pikiran tetap segar.
Download