analisis pengalaman belajar kewirausahaan

advertisement
Prosiding Semiar Nasional Pendidikan Ekonomi & Bisnis
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Sabtu, 07 November 2015
ANALISIS PENGALAMAN BELAJAR KEWIRAUSAHAAN
TERHADAP MINAT BERWIRAUSAHA
PADA PROGRAM SMK MINI PONDOK PESANTREN
Endah Andayani
Universitas Kanjuruhan Malang
[email protected]
ABSTRACT
Learning is not just accumulate knowledge, but learning is a mental process that occurs in a
person causing the emergence of behavioral change. The learning process is essentially also a
mental activity that can not be seen, where the process changes that occur in a person whose
learning can not be seen but can be felt or seen from the symptoms of behavioral changes that
appeared, and thus experience learning a necessity very important in learning, especially to
anticipate the era of MEA on 1 January 2016. This research is a quantitative, which is designed to
analyze the entrepreneurshipl learning experiences for students in the interest entrepreur SMK NU
'Sunan Ampel Poncokusumo Malang who has received a grant as vocational Mini boarding
school. See the existing problems, this research included in the category of explanatory research
to analyze the causal relationship between the two variables. Data captured from a questionnaire
distributed to students by the number of respondents as many as 62 people. Based on the results of
data analysis with simple linear regression, suggesting that the test variable entrepreneurship
learning experience (X) of the interest in entrepreneur (Y) obtained by value t count = 2.170 while
t table = 2.000 or t count> t-table with sig. 0.034 less than 0.05. Results of this study concluded
that entrepreneurship learning experiences positive and significant impact on the interest in
enterpreneur (Y) at SMK NU Sunan Ampel Poncokusumo Malang.
Keywords: entrepreneurship learning experience, interest in entrepreneur
ABSTRAK
Belajar bukanlah sekedar mengumpulkan pengetahuan, tetapi belajar merupakan proses
mental yang terjadi dalam diri seseorang sehingga menyebabkan munculnya perubahan perilaku.
Proses belajar pada hakekatnya juga merupakan kegiatan mental yang tidak dapat dilihat, di
mana proses perubahan yang terjadi dalam diri seseorang yang belajar tidak dapat disaksikan
tetapi dapat dirasakan atau dilihat dari adanya gejala-gejala perubahan perilaku yang tampak,
dengan demikian maka experience learning menjadi kebutuhan yang sangat penting dalam
pembelajaran, khususnya mensiasati era MEA tanggal 1 januari 2016 mendatang. Jenis
penelitian ini adalah kuantitatif, dimana dirancang untuk menganalisis pengalaman belajar
kewirausahaan terhadap minat berwirausaha siswa pada SMK Nahdlatul Ulama’ Sunan Ampel
Poncokusumo Malang yang telah memperoleh hibah sebagai SMK Mini Pondok Pesantren.
Melihat permasalahan yang ada, maka penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian
eksplanatori untuk menganalisis hubungan sebab-akibat diantara dua variabel. Data dijaring dari
angket yang disebar kepada peserta didik dengan jumlah responden sebanyak 62 orang.
Berdasarkan hasil analisis data dengan regresi linier sederhana, menunjukkan bahwa pengujian
variabel pengalaman belajar kewirausahaan (X) terhadap minat berwirausaha (Y) diperoleh nilai
t-hitung = 2,170 sedangkan t-tabel = 2.000 atau t-hitung > t-tabel dengan nilai sig. 0,034 lebih
kecil dari 0,05. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa pengalaman belajar kewirausahaan
berpengaruh positif dan signifikan terhadap minat berwirausaha (Y) di SMK NU Sunan Ampel
Poncokusumo Malang.
Kata Kunci: Pengalaman Belajar Kewirausahaan, Minat Berwirausaha
ISBN: 978-602-8580-19-9
http://snpe.fkip.uns.ac.id
Prosiding Semiar Nasional Pendidikan Ekonomi & Bisnis
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Sabtu, 07 November 2015
I. PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan modal dasar untuk menciptakan sumber daya manusia yang
unggul. Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan sangat ditentukan oleh sejauh mana peserta
didik mampu mengembangkan potensi, memahami ilmu pengetahuan yang mereka pelajari dan
memiliki pengalaman belajar yang berharga sehingga mampu melakukan sesuatu yang penting
bagi kehidupannya. Siswa yang belajar lebih efektif akan secara aktif mampu menganalisa,
menerapkan teori, dan mampu menekankan pada keterlibatan secara dinamis sehingga memiliki
pemahaman tentang pengetahuan ekonomi (kewirausahaan) yang dipelajari dalam konteks yang
lebih luas akan membangkitkan minat siswa yang lebih baik serta mampu meningkatkan
pemahaman yang lebih dalam (Vivienne, 2008).
Pemberian materi kewirausahaan pada program SMK Mini Pondok Pesantren bertujuan
selain untuk membekali kemampuan kognitif yaitu peserta didik mempunyai mindset keilmuan
kewirausahaan, juga siswa diharapkan mampu menjadi insan-insan yng produktif. Pembelajaran
kewirausahaan secara intensif dan alamiah dapat mengembangkan soft skills seperti kemampuan
komunikasi dan kemampuan bekerja sama. Keberanian seseorang untuk mendirikan usaha sendiri
(wirausaha) seringkali terdorong oleh motivasi dari guru melalui pembelajaran yang praktis dan
menarik, sehingga dapat membangkitkan minat siswa untuk mencoba berwirausaha. Hal-hal inilah
yang menjadi pijakan penting bagi tenaga pendidikan di SMK yang mengenalkan kewirausahaan
bagi siswa, lebih-lebih dengan program Pemerintah SMK Mini Pondok pesantren memberi
peluang bagi sekolah untuk mewujudkan entrepreneur-entrepreneur muda.
Sony (2009) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa pembelajaran kewirausahaan di
sekolah adalah sebagai proses perubahan dan pembentukan pengetahuan, keterampilan, sikap dan
kemampuan seorang wirausahawan, baik melalui pendidikan, pelatihan, mentoring, ataupun
pengalaman. Pada dasarnya kegiatan pembelajaran kewirausahaan di sekolah, selain untuk
menjadikan siswa menguasai kompetensi (materi) yang ditargetkan, juga dirancang dan dilakukan
untuk menjadikan siswa mempunyai keterampilan, yang menjadi tuntutan yang utama untuk
memberikan bekal pengetahuan yang dibutuhkan siswa, yang selanjutkan diharapkan dapat
menumbuhkan jiwa wirausaha baru di kalangan sekolah vocational sebagai upaya untuk
menciptakan peluang usaha bagi diri sendiri maupun lingkungannya. Namun demikian, apakah
dengan program SMK Mini Pondok Pesantren dengan misi lulusan SMK yang siap mencipta kerja
bagi diri sendiri serta memiliki pengalaman yang cukup dalam bidang kewirausahaan akan dapat
direalisasikan?, hal ini menjadi dasar bagi peneliti untuk menganalisis lebih lanjut. Berdasarkan
latar belakang yang telah dipaparkan tersebut, maka rumusan masalah penelitian ini adalah
“adakah pengaruh pengalaman belajar kewirausahaan terhadap minat berwirausaha pada program
SMK Mini Pondok Pesantren di SMK NU Sunan Ampel Poncokusumo Malang?. Tujuan
penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh pengalaman belajar kewirausahaan terhadap
minat berwirausaha pada program SMK Mini Pondok Pesantren di SMK NU Sunan Ampel
Poncokusumo Malang. Sedangkan hipotesis yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah:
Ho : Tidak ada pengaruh pengalaman belajar kewiraushaan terhadap minat berwirausaha
Ha : Ada pengaruh pengalaman belajar kewiraushaan terhadap minat berwirausaha
Penetapan rumusan masalah dan tujuan penelitian dilandasi oleh beberapa hasil penelitian
terdahulu yang dilakukan oleh William (2002) bahwa pembelajaran akan berkualitas jika guru
mampu memahami dan antusias berinteraksi secara positif dengan siswa dimana pengalaman
pembelajaran dan proses pembelajaran dikelola dengan baik, sehingga mampu mengilhami dan
memberikan peluang siswa untuk belajar dan mencapai hasil yang diharapkan, sebagai bekal
memasuki dunia kerja yang sebenarnya. Didukung oleh Vernon A.M., 1993 (dalam Bobbi
DePorte, dkk., 2005) menyatakan bahwa dalam belajar akan diperoleh hasil 10% dari apa yang
kita baca, 20% dari apa yang kita dengar; 30% dari apa yang kita lihat, 50% dari apa yang kita
lihat dan dengar, 70% dari apa yang kita katakana, dan mencapai 90% dari apa yang kita katakan
dan lakukan. Artinya belajar akan memberikan dampak yang optimal pada anak didik sebagai
subyek belajar jika subyek belajar memperoleh pengalaman belajar secara nyata.
Sementara itu, Cronbach (dalam Sardiman, 2007) memberikan definisi: Learning is
shown by achange in behavior as a result of experience (artinya: suatu aktifitas yang ditunjukkan
oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman). Secara umum tujuan belajar ada 3
(tiga) jenis: 1) Untuk mendapatkan pengetahuan; tujuan belajar ini ditandai dengan kemampuan
berfikir, dimana kepemilikan pengetahuan dan kemampuan berfikir sebagai bagian yang tidak
dapat dipisahkan; 2) Penanaman konsep dan keterampilan; penanaman konsep atau merumuskan
ISBN: 978-602-8580-19-9
http://snpe.fkip.uns.ac.id
Prosiding Semiar Nasional Pendidikan Ekonomi & Bisnis
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Sabtu, 07 November 2015
konsep memerlukan suatu keterampilan; 3) Pembentukan sikap, untuk menumbuhkan sikap
mental, perilaku dan pribadi anak didik, guru harus lebih bijak dan hati-hati dalam pendekatannya,
dimana dibutuhkan kecakapan dalam mengarahkan motivasi dan berfikir dengan tidak lupa
menggunakan pribadi guru itu sendiri sebagai contoh atau model. Pembentukan sikap mental dan
perilaku anak didik tidak akan terlepas dari soal penanaman nilai-nilai transfer of values. Oleh
karena itu, guru tidak sekedar sebagai “pengajar” tetapi betul-betul sebagai pendidik yang akan
memindahkan nilai-nilai itu kepada anak didiknya sehingga akan tumbuh kesadaran untuk
mempraktikkan segala sesuatu yang dipelajarinya. Banyak jenis aktifitas yang dapat dilakukan
oleh siswa, diantaranya:
1. visual activities, seperti membaca, memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan, dan
pekerjaan orang lain.
2. oral activities, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran,
mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, dan interupsi.
3. listening activities, sebagai contoh mendengarkan: uraian, percakapan, diskusi, musik,
dan pidato.
4. waiting activities, seperti: menulis cerita, karangan, laporan, angket, dan menyalin.
5. drawing activities, misalnya: menggambar, membuat grafik, peta, dan diagram.
6. motor activities, antara lain: melakukan percobaan, membuat kontruksi, model
mereparasi, bermain, berkebun, dan berternak.
7. mental activities, misalnya: menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisis,
melihat hubungan, dan mengambil keputusan.
8. emotional activities, seperti: menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemagat,
bergairah, berani, tenang, dan gugup.
Experiential Leraning merupakan belajar melalui pengalaman, lebih tepatnya belajar
dengan mengalami sendiri. Proses pembelajaran pada hakekatnya untuk mengembangkan aktifitas
dan kreatifitas peserta didik, melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar (Mulyasa, 2008).
Sedangkan Jones (2004) menyatakan pengalaman belajar akan meningkatkan abilitas seseorang
untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan yang demikian cepat (adapt to rapidly changing
environment). Hal ini senada dengan pendapat seorang filosof china Lao Tsu (dalam Bobbi
DePorter, 2007) yang menyatakan: “I hear and I forget. I see and I remember. I do and I
understand”. (Saya mendengar dan saya lupa. Saya melihat dan saya ingat. Saya lakukan dan saya
mengerti). Hal ini membawa arti, bahwa pada dasarnya seseorang akan belajar 90% ketercapaian
hasilnya, jika siswa mampu mengatakan dan melakukan sendiri atas apa yang dipelajarinya, jika
dibandingkan belajar dengan membaca (10% hasil belajarnya).
Lebih lanjut pengalaman belajar dapat diartikan sebagai suatu pengalaman yang diperoleh
dari proses belajar materi yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku
yang baru, sebagai hasil dari pengalaman individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Pengalaman belajar dapat berupa penguasaan pengetahuan dan keterampilan peserta didik dengan
cara belajar sendiri, dari guru di sekolah maupun dari lingkungan masyarakat, maka kegiatan
belajar menuntut siswa untuk belajar aktif, baik belajar di dalam ruangan maupun di luar ruangan,
karena belajar dapat dilaksanakan dimanapun berada. Sutrisno (2003) menyatakan, pembelajaran
kewirausahaan adalah pembelajaran yang menerapkan prinsip-prinsip dan metodologi ke arah
pembentukan kecakapan hidup (life skill) pada siswanya melalui kurikulum yang terintegrasi yang
dikembangkan di sekolah. Untuk menanamkan jiwa wirausaha di sekolah, maka peran dan
keaktifan guru dalam mengajar harus menarik. Beberapa hal yang dapat dilakukan guru adalah
sebagai berikut:
1. Penyampaian materi dilakukan dengan antusias, ramah dan semangat
Seorang guru dalam menyampaikan materi tidak hanya dituntut untuk menguasai
materinya saja, tapi juga harus dapat membawakan atau menciptakan suasana kelas yang
kondusif, misalnya dengan antusias, ramah, dan semangat.
2. Pembelajaran materi kewirausahaan melalui contoh nyata
Tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang telah disampaikan oleh guru tentunya
berbeda antara siswa satu dengan yang lainnya. Namun, pada umumnya siswa lebih cepat
memahami suatu materi pelajaran, jika guru dalam menyampaikan materi tidak hanya
terpaku pada buku saja tapi juga dengan memberikan contoh nyata dalam kehidupan.
3. Pembelajaran menjadi seorang wirausaha sukses
ISBN: 978-602-8580-19-9
http://snpe.fkip.uns.ac.id
Prosiding Semiar Nasional Pendidikan Ekonomi & Bisnis
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Sabtu, 07 November 2015
Guru dalam menyampaikan materi kewirausahaan dengan memberikan pengalaman yang
bersifat aplikatif, termasuk kegiatan praktek. Kegiatan praktek dapat memberikan
gambaran sekaligus pembelajaran secara langsung tentang berwirausaha.
Untuk memperoleh pengalaman dalam belajar kewirausahaan dapat dialami di kelas, di
lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat. Tingkat kehadiran siswa dan keseriusan dalam
mengikuti pembelajaran kewirausahaan mengikuti di kelas akan memberikan dampak semakin
lebih baiknya kepemilikan pengalaman belajar kewirausahaan. Tidak jarang seseorang yang telah
menerima materi kewirausahaan atau cerita sukses dari orang-orang yang berhasil dalam bisnis,
dapat menjadi pemicu potensi dan motivasi utama untuk memulai bisnis. Didukung oleh Basrowi
(2011) motivasi untuk menjadi seorang wirausaha biasanya muncul dengan sendirinya, setelah
memiliki bekal yang cukup untuk mengelola usaha dan siap mental secara total, motivasi tersebut
antara lain: laba, kebebasan, impian personal, dan kemandirian. Kegiatan kewirausahaan yang
dilakukan anak didik selama proses pembelajarannya ini memang diarahkan sebagai proses
pendidikan, tetapi sebenarnya semua itu merupakan kegiatan yang membekali anak didik dengan
keterampilan dan kemampuan aplikatif untuk kehidupannya. Harapannya, setelah mereka
menyelesaikan masa pendidikan dan pembelajarannya, mereka sudah siap melanjutkan kegiatan
wirausaha yang sudah mereka rintis sejak di sekolah tersebut (Saroni, 2012).
Menurut Ngalim Purwanto (2004) menyatakan “lingkungan pendidikan yang ada dapat
digolongkan menjadi tiga yaitu: 1) lingkungan keluarga, yang disebut juga lingkungan pertama; 2)
lingkungan sekolah, yang disebut juga lingkungan kedua; dan 3) lingkungan masyarakat, yang
disebut juga lingkungan ketiga”. Keluarga sebagai “pusat pendidikan” yang pertama dan
terpenting, hal ini dapat diketahui bahwa anak menerima pendidikan pertama kali dalam
lingkungan keluarga kemudian dilanjutkan dalam lingkungan sekolah dan masyarakat. Ditjen Dikti
(2006) memaparkan bahwa kriteria kualitas pembelajaran di kelas dapat dilihat dari perilaku
pendidik atau guru (teacher behavior), perilaku dan dampak belajar siswa (student behavior),
iklim pembelajaran (learning climate), materi pembelajaran, media pembelajaran, dan sistem
pembelajaran. Barwick (1971) yang mengatakan tidak mungkin siswa bisa meraih prestasi belajar
yang memuaskan kalau keluarga, khususnya orang tua tidak menciptakan iklim yang
mendukungnya. Masyarakat mempunyai peran yang besar dalam pelaksanaan pendidikan nasional.
Peran masyarakat itu antara lain menciptakan suasana yang dapat menunjang pelaksanaan
pendidikan nasional, ikut menyelenggarakan pendidikan nonpemerintah (swasta), membantu
pengadaan tenaga, biaya, sarana dan prasarana, menyediakan lapangan kerja, membantu
pengembangan profesi baik secara langsung maupun tidak langsung. Sementara itu, minat adalah
suatu rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh.
Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan suatu di
luar diri (Slameto, 2010). Proses timbulnya minat menurut Charles (Widodo; 2005), adalah pada
awalnya sebelum terlibat di dalam suatu aktivitas, siswa mempunyai perhatian terhadap sesuatu,
menimbulkan keinginan untuk terlibat di dalam aktivitas. Minat kemudian mulai memberikan daya
tarik yang ada pengalaman yang menyenangkan dengan hal-hal tersebut. Terdapat tiga faktor yang
dapat menimbulkan minat, yaitu :
1. Dorongan dari dalam individu; keinginan makan akan mengembangkan minat untuk
bekerja atau mencari penghasilan. Dorongan ingin tahu akan membangkitkan minat untuk
membaca, belajar, menuntut ilmu, melakukan penelitian, dan sebagainya.
2. Motif sosial; sebagai pembangkit minat untuk aktifitas tertentu, misalnya minat untuk
belajar atau menuntut ilmu pengetahuan yang timbul karena ingin mendapatkan
penghargaan dari masyarakat, karena yang memiliki ilmu pengetahuan umumnya
mendapatkan kedudukan yang lebih tinggi dan terpandang dalam masyarakat.
3. Faktor emosional; faktor emosional bersumber dari individu yang bersangkutan (internal)
Minat berwirausaha mengarah kepada orang yang melakukan usaha atau kegiatan sendiri dengan
segala kemampuan yang dimilikinya untuk melaksanakan usaha/kegiatan, di mana siswa tergugah
untuk melakukan kemandirian dalam berusaha, siswa berubah sikap dari ketergantungan menjadi
mandiri, siswa sudah mempunyai cita-cita untuk menciptakan lapangan kerja sendiri.
II. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif, dilakukan untuk menguji
hipotesa-hipotesa yang diambil melalui pengukuran variabel-variabel penelitian dengan angka dan
melakukan analisis data dengan prosedur statistik. Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dalam
ISBN: 978-602-8580-19-9
http://snpe.fkip.uns.ac.id
Prosiding Semiar Nasional Pendidikan Ekonomi & Bisnis
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Sabtu, 07 November 2015
rencana penelitian ini adalah untuk menjelaskan pengaruh variabel yang satu terhadap variabel
yang lainnya, maka penelitian termasuk ke dalam penelitian penjelasan (explanatory research).
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pengalaman belajar kewirausahaan (X) dan minat
berwirausahan (Y) sebagai variabel terikat. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data
dengan metode kuisioner atau angket yang sebelumnya dilakukan uji validitas dan reliabilitasnya.
Peneliti menggunakan Skala Likert dengan rentang antara 1 sampai 5 dalam menyusun kuisioner
ini. Instrumen yang dikembangkan akan dilakukan uji validitas dan reliabilitasnya. Untuk
construct validity akan dilakukan uji validitas dengan menggunakan SPSS 12. Construct validity
instrument akan ditentukan oleh koefisien corelation per item to total. Instrumen dikatakan valid
jika koefisien corelation positif dan signifikan. Tes reliabilitas akan dilihat dari koefisien alpha
cronbach. Untuk menganalisis penelitian ini digunakan analisis deskriptif untuk mendeskripsikan
pembelajaran kewirausahaan dan minat berwirausaha, dan analisis regresi linier sederhana untuk
mengetahui ada tidaknya pengaruh pembelajaran kewirausahaan terhadap minat berwirausaha.
Sampel penelitian ini menggunakan teknik sampel jenuh, dimana semua anggota populasi menjadi
sampel penelitian yang berjumlah 62 siswa sebagai peserta program SMK Mini Pondok Pesantren
di SMK Nahdlatul Ulama Sunan Ampel Poncokusumo Malang.
Variabel pengalaman belajar kewirausahaan, diukur melalui: 1. Belajar Kewirausahaan
di Kelas, diukur dengan 1) Kualitas materi, 2) Pemerolehan pengalaman belajar, 3) Kemenarikan
penyampaian materi kewirausahaan, 4) Penggunaan metode pembelajaran dengan praktik, 5)
Pemberian manfaat, 6) Penumbuhan ide usaha baru, dan 7) Kepentingan materi; 2. Belajar
Kewirausahaan di Lingkungan keluarga, diukur melalui: 1) Intensitas diskusi usaha, 2)
Keterlibatan produktivitas dalam keluarga, 3) Keseriusan membantu orang tua dalam usaha, 4)
Ketauladanan bekerja yang profesional, 5) Ketauladanan menjalankan usaha dengan baik, dan 6)
Ketauladan dalam bekerja keras/rajin; dan 3. Belajar Kewirausahaan di masyarakat diukur
melalui: 1) Pemanfaatan potensi lingkungan, 2) Pemanfaatan SDM lingkungan, 3) Pengalaman
usaha yang bermanfaat, 4) Ketertarikan melihat proses produksi, 5) Sumber belajar, dan 6) Belajar
kewirausahaan secara intensif di masyarakat. Variabel Minat Belajar kewirausahaan, diukur
melalui: 1. Dorongan dalam individu, diukur dengan: 1) Kesukaan untuk berusaha, 2) Kegairahan
untuk melakukan usaha produktif, 3) Kecenderungan untuk mau berusaha, 4) Kesungguhan untuk
berusaha, 5) Perhatian yang lebih pada usaha, 6) Keterlibatan dalam aktifitas usaha, 7)
Kepemilikan energi yang tinggi, 8) Keberanian bertanggungjawab, dan 9) Kesukaan untuk disiplin
bekerja; 2. Motif Sosial diukur melalui: 1) Keinginan untuk memperoleh kesejahteraan, 2)
Keinginan mendapatkan penghargaan, 3) Keinginan memperoleh kedudukan yang lebih tinggi
(Bos), 4) Keinginan memperoleh kecukupan materi (uang), dan 5) Keinginan untuk memperoleh
kesuksesan; 3. Motif Emosional, diukur melalui: 1) Kepemilikan keturunan pebisnis, 2)
Kesesuaian dengan cita-cita, 3) Keinginan menjadi wirausahawan sukses, 4) Kemilikan potensi
menjadi entrepreneur, 5) Dukungan lingkungan dalam mengembangkan usaha, dan 6) Keinginan
untuk selalu memperbaiki diri.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil uji coba dan asumsi klasik, diperoleh data bahwa data layak untuk
dilakukan analisis untuk mengetahui besarnya pengaruh antar variabel bebas terhadap variabel
terikat. Hasil korelasi dalam pengujian regresi sederhana dapat dilihat dalam tabel 3.1 berikut:
Tebl 3.1 Correlations
Pengalaman bel kwu Minat Kwu
Pengalaman bel kwu
Pearson Correlation
1
Sig. (2-tailed)
N
Minat Kwu
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
.270*
.034
62
62
*
1
.270
.034
62
62
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Dari output di atas dapat dijelaskan bahwa korelasi pengalaman belajar kewirausahaan
ISBN: 978-602-8580-19-9
http://snpe.fkip.uns.ac.id
Prosiding Semiar Nasional Pendidikan Ekonomi & Bisnis
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Sabtu, 07 November 2015
dengan minat berwrausaha didapat nilai sebesar 0,270. Karena koefisien mendekati 0, maka dapat
disimpulkan bahwa antara pengalaman belajar kewirausahaan dengan minat berwrausaha memiliki
hubungan yang rendah. Angka koefisien yang positif, memiliki makna jika pengalaman belajar
kewirausahaan meningkat maka minat berwirausaha juga meningkat, begitu sebaliknya jika
pengalaman belajar kewirausahaan menurun maka minat berwrausaha juga menurun. Untuk
mengetahui apakah terdapat hubungan yang siginifikan atau tidak antar variabel pengalaman
belajar kewirausahaan dengan minat berwirausaha, maka dilakukan pengujian dengan uji dua sisi
(two tailed) dalam tabel 3.2 sebagai berikut.
Tabel 3.2 Model Summaryb
Model
1
R
Adjusted R
Square
R Square
.270a
.073
Std. Error of the
Estimate
Durbin-Watson
.057
5.517
1.840
a. Predictors: (Constant), Pengalaman Bel Kwu
b. Dependent Variable: Minat Kwu
Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui nilai:
1. R menunjukkan korelasi sederhana (korelasi Pearson) antara variabel x terhadap Y.
Angka R didapat 0.270 artinya korelasi antara variabel pengalaman belajar
kewirausahaan dengan minat berwirausaha sebesar 0.270. Hal ini mengindikasikan
memiliki hubungan tetapi rendah karena nilai mendekati 0.
2. R Square (R2) menunjukkan koefisien determinasi. Artinya prosentase sumbangan
pengaruh variabel pengalaman belajar kewirausahaan terhadap minat berwirausaha
sebesar 0.073 memberi arti 7.3% variabel pengalaman belajar kewirausahaan
berpengaruh terhadap minat berwirausaha, sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variabel
lain yang tidak dimasukkan dalam model.
Persamaan regresi untuk regresi linier sederhana adalah :
Y = a + bX
Y = 59,105 + 0.338X
Artinya :
1. Jika konstanta (a) adalah 59,105, ini dapat diartikan jika pengalaman belajar
kewirausahaan nilainya adalah 0, maka minat berwirausahanya nilainya 59,105
2. Nilai koefisien regresi variabel pengalaman belajar kewirausahaan (b) bernilai positif
0.338, dapat diartikan bahwa setiap peningkatan pengalaman belajar kewirausahaan
sebesar 1 satuan, maka inat berwirausaha akan meningkat sebesar 0.338.
Selanjutkan dilakukan pengujian signifikansi melalui uji t hitung untuk mengetahui pengaruh
variabel pengalaman belajar kewirausahaan terhadap minat berwirausaha, dengan membandingkan
t hitung dengan t tabel, seperti pada tabel 3.3 berikut.
Tabel 3.3 Coefficientsa
Unstandardized Coefficients
Model
1
B
(Constant)
Pengalaman Bel Kwu
Std. Error
59.105
13.088
.338
.156
Standardized
Coefficients
Beta
T
.270
Sig.
4.516
.000
2.170
.034
a. Dependent Variable: Minat Kwu
Berdasarkan ouput data di atas, hasil analisis data dengan regresi linier sederhana,
menunjukkan bahwa pengujian variabel pengalaman belajar kewirausahaan (X) terhadap minat
berwirausaha (Y) diperoleh nilai t-hitung = 2,170 sedangkan t-tabel = 2.000 atau t-hitung > t-tabel
dengan nilai sig. 0,034 lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian nilai t hitung > t tabel (2,170 >
2,000) dan nilai signifikansi (0.034 < 0.05) maka Ho ditolak, dengan demikian pengalaman belajar
kewirausahaan pengaruh positif dan signifikan terhadap minat berwirausaha (Y) di SMK NU
Sunan Ampel Poncokusumo Malang.
ISBN: 978-602-8580-19-9
http://snpe.fkip.uns.ac.id
Prosiding Semiar Nasional Pendidikan Ekonomi & Bisnis
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Sabtu, 07 November 2015
Berdasarkan hasil analisis data dengan regresi linier sederhana, dapat dijelaskan bahwa
pengujian variabel pengalaman belajar kewirausahaan (X) terhadap minat berwirausaha (Y)
diperoleh nilai t-hitung = 2,170 sedangkan t-tabel = 2.000 atau t-hitung > t-tabel dengan nilai sig.
0,034 lebih kecil dari 0,05. Artinya pengalaman belajar kewirausahaan memiliki pengaruh yang
signifikan. Hasil penelitian ini konsisten dengan teori yang dikemukakan oleh Vivienne (2008)
bahwa cara bekerja yang efektif akan membangkitkan minat siswa dalam meningkatkan
pemahaman, sehingga belajar menjadi lebih bersemangat dan lebih relevan dengan kehidupan
nyata dan melibatkan partisipasi siswa dalam aktifitas proses pembelajaran ekonomi. Didukung
pula oleh hasil temuan Sony (2009) bahwa pembelajaran kewirausahaan di sekolah sebagai proses
perubahan dan pembentukan pengetahuan, keterampilan, sikap dan kemampuan seorang
wirausahawan, baik melalui pendidikan, pelatihan, mentoring, ataupun pengalaman. Artinya
dengan bekal pengalaman yang cukup akan mampu mendorong seseorang untuk mendalami lebih
jauh, seperti membuka usaha bagi diri sendiri dan bagi orang lain. Begitu pula William (2002)
menyatakan bahwa pembelajaran akan berkualitas jika guru mampu memahami dan antusias
berinteraksi secara positif dengan siswa dimana pengalaman pembelajaran dan proses
pembelajaran dikelola dengan baik, sehingga mampu mengilhami dan memberikan peluang siswa
untuk belajar dan mencapai hasil yang diharapkan, sebagai bekal memasuki dunia kerja yang
sebenarnya. Hal ini juga mendukung pernyataan dari Sardiman (2007) bahwa tujuan belajar dapat
tercapai jika terdapat pengetahun, penanaman konsep, dan pembentukan sikap. Basrowi (2011)
juga menjelaskan bahwa motivasi untuk menjadi seorang wirausaha biasanya muncul dengan
sendirinya, setelah memiliki bekal yang cukup untuk mengelola usaha dan siap mental secara total,
motivasi tersebut antara lain: laba; kebebasan; impian personal; dan kemandirian. Kegiatan
kewirausahaan yang dilakukan anak didik selama proses pembelajarannya ini memang diarahkan
sebagai proses pendidikan, tetapi sebenarnya semua itu merupakan kegiatan yang membekali anak
didik dengan keterampilan dan kemampuan aplikatif untuk kehidupannya. Harapannya, setelah
mereka menyelesaikan masa pendidikan dan pembelajarannya, mereka sudah siap melanjutkan
kegiatan wirausaha yang sudah mereka rintis sejak di sekolah tersebut (Saroni, 2012).
Pada hasil output ditemukan R Square menunjukkan pengalaman belajar kewiraushaan
akan memberi sumbangan sebesar 0.073 atau 7.3% terhadap minat berwirausaha, dikatakan
kontribusi positif tetapi masih rendah. Beberapa hal yang diperediksi masih belum optimalnya
kondisi ini adalah:
1. Program SMK Mini Pondok Pesantren masih bersifat isidental dalam pelaksanaannya,
pada saat diberikan materi peserta memiliki motivasi yang tinggi, tetapi setelah program
berakhir minat/kecenderungan untuk berwirausaha mulai menurun, hal ini disebabkan
pendampingan secara intensif dari instruktur belum tersusun secara periodik.
2. Ide kurang berkembang dan kurang dapat didalami oleh peserta program mengingat
waktu yang terbatas, karena selain menjadi peserta program SMK Mini Pondok
Pesantren, peserta juga
menjadi siswa di sekolah yang memiliki tugas dan
tanggungjawab yang lain baik intra dan ekstrakurikuler.
3. Terhentinya program SMK Mini Pondok Pesantren dari Pemerintah, sehingga
keberlanjutan program kurang dapat dicapai secara optimal.
4. Materi program SMK Mini Pondok Pesantren yang telah tersusun secara teoritis dan
praktis, namun belum disertai dengan kemampuan mencipta produk sesuai dengan
potensi yang dimiliki oleh siswa, tetapi masih dikerucutkan pada potensi yang dimiliki
sekolah yang bersifat jasa.
5. Dorongan orang tua kurang optimal dalam mewujudkan entrepreneur-entrepeneur muda
bagi anaknya, mereka menganggap setelah lulus anaknya harus mencari kerja saja,
sehingga siswa cenderung meremehkan untuk dapat mencipta kerja bagi dirinya sendiri.
Berdasarkan temuan ini, maka beberapa saran yang diajukan sebagai berikut:
1. Penumbuhan jiwa wirausaha seharusnya terus menerus dilakukan oleh sekolah meskipun
tanpa program SMK Mini Pondok Pesantren, melalui pemberdayaan potensi yang
dimiliki oleh siswa dan potensi yang dimiliki sekolah melalui bimbingan terpadu dari
para ahli dan atau para guru bidang terkait.
2. Penciptaan budaya untuk bekerja keras, disiplin, dan berani mencoba berwirausaha
melalui pratikum dan tugas perlu dilaksanakan secara terpadu pada implementasi
Kurikulum.
3. Peserta yang memiliki minat yang tinggi secara intensif diarahkan guru untuk
mengembangkan potensi yang dimiliki melalui sebuah pendampingan intensif.
ISBN: 978-602-8580-19-9
http://snpe.fkip.uns.ac.id
Prosiding Semiar Nasional Pendidikan Ekonomi & Bisnis
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Sabtu, 07 November 2015
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWTyang telah melimpahkan
rahmad, taufiq, hidayah, dan inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan artikel penelitian ini.
Kami menyadari bahwa penyusunan artikel ini sulit terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karenanya perlu kami sampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Drs. H. Abdul Mujib Syadzili, M.Si. Selaku Kepala SMK NU Sunan Ampel
Poncokusumo Kabupaten Malang yang telah memberikan ijin untuk menjaring data
terkait permasalahan yang diteliti kepada seluruh peserta pelatihan Program SMK Mini.
2. Seluruh peserta pelatihan Program SMK Mini Pondok Pesantren di SMK NU Sunan
Ampel Poncokusumo Kabupaten Malang yang telah sunguh-sungguh dan senang hati
berkenan untuk mengisi angket, semata-mata untuk kepentingan akademik.
3. Panitia Seminar Pendidikan Ekonomi dan Bisnis UNS Tahun 2015 yang berkenan
mewadahi artikel kami dalam prosiding.
4. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam
pelaksanaan penelitian ini.
Kami menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna, oleh karenanya kami
sangat mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari semua pihak demi penyempurnaan
penulisan artikel dalam prosiding. Semoga bermanfaat bagi pembaca.
Malang, 27 Oktober 2015
Peneliti
REFERENSI
Barwick, J.M 1971. Readings in Adollecent Psycology. Minneapollis: Burgess Publishing Co.
DePorter, Bobbi; Reardon Mark, dan Nourie Sarah Singer, 2007. Quantum Teaching. Bandung:
Kaifa PT Mizan Pustaka Anggota IKAPI.
Ditjen Dikti. 2006. Peningkatan Kualitas Pembelajaran di PT. Jakarta: Ditjen Dikti.
Jones, G.R. 2004. Organizational Theory: Design and Change, Upper Sadle River, New Jersey.
M. Ngalim Purwanto, 1990. Psikologi Pendidikan, Edisi Kedua ( Cet. V: Jakarta: Remaja
Rosdakarya Offet.
Mulyasa, E. 2010. Menjadi Guru Profesional menciptakan Pembelajaran Kreatif dan
Menyenangkan, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sardiman, 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Saukah, A., 1998. Reliabilitas Instrumen. Makalah disampaikan pada lokakarya statistik
dan analisis data penelitian Malang: Lembaga Penelitian UM. Malang.
Vivienne, Tong, 2008. Fitzwilliam College, Cambridge. diunduh 20 Jun 2013. Jam 18.49 PM.
Williams, B. 2002. Pedagogy has a Place in the Reformed Australian. 25 Sept 2012. J 16.00 PM
Heru Priyanto, Sony. 2009. Mengembangkan Pendidikan Kewirausahaan di Masyarakat. Jurnal
PNFI. 1(1):57-78.
Saroni, Mohammad, 2012. Mendidik & Melatih Entrepreneur Muda. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Slameto, 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
ISBN: 978-602-8580-19-9
http://snpe.fkip.uns.ac.id
Prosiding Semiar Nasional Pendidikan Ekonomi & Bisnis
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Sabtu, 07 November 2015
Sutrisno, J. 2003. Pengemb. Pend. Berwawasan Kewirausahaan Sejak Usia Dini. Bandung: IPB.
Widodo, Slamet. 2005. Proses Timbulnya Minat. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
LOLOS
ISBN: 978-602-8580-19-9
http://snpe.fkip.uns.ac.id
Download