PROFIL INTERAKSI SOSIAL REMAJA YANG BERASAL DARI KELUARGA BROKEN HOME DI KAMPUNG DARATAN MARANTIH KENAGARIAN LAKITAN KABUPATEN PESISIR SELATAN ARTIKEL Oleh: YUNITA FITRIA SARI NPM: 12060009 PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) PGRI SUMATERA BARAT PADANG 2016 PROFIL INTERAKSI SOSIAL REMAJA YANG BERASAL DARI KELUARGA BROKEN HOME DI KAMPUNG DARATAN MARANTIH KENAGARIAN LAKITAN KABUPATEN PESISIR SELATAN Oleh: Yunita Fitria Sari* Ahmad Zaini, S.Ag., M.Pd** Suryadi, M.Pd** *Mahasiswa Bimbingan dan Konseling STKIP PGRI Sumatera Barat *Dosen Pembimbing Skripsi ABSTRACT Researchers problems that have encountered in the field that the teenager could not interact in society because they come from a broken home. Researchers raised the issue of research on the profile of social interactions teenagers who come from a broken home in Kampung Mainland Marantih Kenagarian Lakitan South Coastal District. The purpose of this study was to describe: (1) Profil interaction social teenagers who come from a broken home visits from social contact, (2) Profile interaction social adolescent that comes from a broken home visits from a way of communicating. This study used a qualitative approach that is descriptive. The key informants of this study was 2 teens, 2 additional informants parents and one brother / neighbor. Instruments that researchers use interview guides and data analysis techniques, namely through data reduction, data presentation and conclusion. Results of the study revealed that: (1) Profile interactions social teenagers who come from a broken home visits from social contact: teens find it difficult to interact with peers especially with parents and the community who are in the neighborhood, teenagers prefer to own rather than joining other people. (2) Profile interaction social adolescent that comes from a broken home visits of ways to communicate: adolescent interaction and communication with friends, parents and people in the neighborhood had performed poorly. At the time of altercation occurred in an environment of direct parent households utter obscenities in front of her children. The study recommends to youth in order to make the interaction towards peers, parents and people who were in the neighborhood well. Keywords: Interactions Social Teenagers, Broken Home negatif yang terjadi pada remaja tersebut. Ketika remaja tidak mampu berhadapan dan mengatasi tantangan perubahan dan pengaruh ini secara sukses, akan muncul berbagai konsekuensi psikologis, emosional dan behavioral yang merugikan. Masa remaja adalah tahap perkembangan yang pada umumnya terjadi pada masa sekolah seperti berada pada masa transisi dan anak-anak menuju kehidupan orang dewasa atau masa usia belasan tahun. Hal tersebut merupakan masa yang sulit dan bergejolak. Secara umum remaja memiliki ciri pertumbuhan fisik yang sangat pesat, remaja berada dalam pencarian identitas diri sehingga PENDAHULUAN Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak menuju kearah kedewasaan. Jika digolongkan sebagai anakanak tidak sesuai lagi tetapi apabila digolongkan dengan orang dewasa juga belum sesuai, periode ini adalah ketika seorang anak muda harus beranjak dari ketergantungan menuju kemandirian, otonomi dan kematangan. Masa remaja menghadirkan begitu banyak tantangan, karena banyak perubahan yang harus dihadapi mulai dari perubahan fisik, biologis, psikologis dan sosial, tidak menutup kemungkinan pada masa ini akan timbul pengaruh positif maupun pengaruh 1 remaja sangatlah labil, remaja ingin berada dalam kebebasan emosional dari orang tua dan mulai mengikat diri dalam suatu kelompok yang dikatakannya adalah segala-galanya, berkembanganya rasa ingin tahu yang sangat besar serta mulai berfungsinya hormon sekunder terutama hormon reproduksi yang menyebabkan remaja mulai suka dengan lawan jenis. Kegagalan remaja dalam menjalankan tugas perkembangannya termasuk dalam menjalani hubungan sosialnya sering menimbulkan konflik internal maupun konflik yang terjadi antar individu dan kelompok yang mengarah pada munculnya perilaku menyimpang atau kenakalan yang sering muncul pada kelompok remaja. Remaja merupakan anggota dalam keluarga. Keluarga merupakan lingkungan yang terdekat untuk membesarkan, mendewasakan dan mendapatkan pendidikan yang pertama kali. Keluarga merupakan warisan umat manusia yang terus dipertahankan keberadaannya dan tidak lekang oleh perubahan zaman. Ada harapan bahwa remaja akan mendapatkan manfaat dari hidup dalam keluarga yang didalamnya terdapat hubungan orang tua yang berjalan dengan stabil. Lingkungan seperti ini akan cenderung memberikan remaja perasaan aman dan tenang selama semua periode kehidupan dimana banyak hal mengalami perubahan. Keluarga yang tentram, bahagia dan sejahtera merupakan dambaan setiap manusia, begitu juga sebaliknya keluarga yang broken home merupakan keluarga yang tidak harmonis. Menurut Mantika (2011:6) broken home adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan suasana keluarga yang tidak harmonis dan tidak berjalannya kondisi keluarga yang rukun dan sejahtera yang menyebabkan terjadinya konflik dan perpecahan dalam keluarga tersebut. Broken Home adalah kurangnya perhatian dari keluarga atau kurangnya kasih sayang dari orang tua sehingga membuat mental seorang anak menjadi frustasi, brutal dan susah diatur. Broken home sangat berpengaruh besar pada mental seorang pelajar hal inilah yang mengakibatkan seorang pelajar tidak mempunyai minat untuk berprestasi. Broken home juga bisa merusak jiwa anak sehingga dalam sekolah mereka bersikap seenaknya saja, tidak disiplin di dalam kelas mereka selalu berbuat keonaran dan kerusuhan hal ini dilakukan karena mereka cuma ingin cari simpati pada temanteman mereka bahkan pada guru-guru mereka. Untuk menyikapi hal semacam ini kita perlu memberikan perhatian dan pengarahan yang lebih agar mereka sadar dan ingin berprestasi. Broken home biasanya digunakan untuk menggambarkan keluarga yang berantakan akibat orang tua tidak lagi peduli dengan situasi dan keadaan keluarga di rumah. Orang tua tidak lagi perhatian terhadap anakanaknya, baik masalah di rumah, sekolah, sampai pada perkembangan pergaulan di masyarakat. Namun, broken home bisa juga diartikan dengan kondisi keluarga yang tidak harmonis dan tidak berjalan layaknya keluarga yang rukun, damai, dan sejahtera karena sering terjadi keributan serta perselisihan yang menyebabkan pertengkaran dan berakhir pada perceraian dan akan sangat berdampak kepada anak-anaknya khususnya remaja. Menurut Willis (2009:66) bahwa keluarga broken home dapat dilihat dari dua aspek yaitu: 1. Keluarga itu terpecah karena strukturnya tidak utuh sebab salah satu dari kepala keluarga itu meninggal dunia atau telah bercerai. 2. Orang tua tidak bercerai tetapi struktur keluarganya tidak utuh lagi karena ayah dan ibu sering tidak di rumah, tidak memperhatikan hubungan kasih sayang lagi. Misalnya orang tua bertengkar sehingga keluarga itu tidak sehat secara psikologi. Dari keluarga yang digambarkan di atas akan lahir anak-anak yang mengalami krisis kepribadian, sehingga perilakunya sering salah suai. Anak mengalami gangguan emosional dan bahkan neurotik. Broken home juga disebut dengan krisis keluarga artinya kehidupan keluarga dalam keadaan kacau, tidak teratur dan tidak terarah, orang tua kehilangan kewibawaan untuk mengendalikan kehidupan anak-anaknya. Anak melawan orang tua dan terjadi pertengkaran terus menerus antara ibu dan bapak terutama mengenai soal mendidik anak-anak. Bahkan krisis keluarga bisa membawa perceraian suami-isteri. Menurut Dagun (2002:114) bahwa perceraian dalam keluarga itu biasanya berawal dari suatu konflik antara anggota keluarga. Bila konflik ini sampai titik kritis maka peristiwa perceraian itu berada diambang pintu. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya kasus pertikaian dalam keluarga yang berakhir dengan perceraian. Faktor-faktor ini antara lain yaitu 2 1) persoalan ekonomi, 2) perbedaan usia yang besar, 3) keinginan memperoleh anak, 4) persoalan prinsip hidup yang berbeda. Remaja yang broken home bukanlah hanya remaja yang berasal dari ayah dan ibunya bercerai, namun remaja yang berasal dari keluarga yang tidak utuh, dimana ayah dan ibunya tidak dapat berperan dan berfungsi sebagai orang tua yang sebenarnya. Tidak dapat dipungkiri kebutuhan ekonomi yang semakin sulit membuat setiap orang bekerja semakin keras untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Namun, orang tua seringkali tidak menyadari kebutuhan psikologis remaja yang sama pentingnya dengan memenuhi kebutuhan hidup. Remaja membutuhkan kasih sayang berupa perhatian, sentuhan, teguran dan arahan dari ayah dan ibunya, bukan hanya dari pengasuhnya ataupun dari nenek dan kakeknya. Manusia sebagai makhluk sosial secara alami akan mengadakan hubungan atau interaksi dengan orang lain. Menurut Devito (Walgito, 2006:23) seseorang berinteraksi melalui beberapa tahapan,yaitu: 1. Tahapan kontak 2. Tahapan keterlibatan 3. Tahapan keintiman Menurut Soekanto (2012:55) bentuk umum proses sosial adalah interaksi sosial yang juga dapat dinamakan proses sosial karena interaksi sosial merupakan syarat utama terjadi aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial merupakan hubunganhubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Menurut Young dan Mack (Muin, 2006:71) interaksi sosial adalah hubunganhubungan sosial yang dinamis dan menyangkut hubungan antar individu, antara individu dengan kelompok, maupun antara kelompok dengan kelompok lainnya. Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis menyangkut hubungan antara orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Interaksi sosial merupakan hubungan antar manusia yang sifat hubungan tersebut adalah dinamis artinya hubungan itu tidak statis, selalu mengalami dinamika. Kemungkinan yang muncul ketika satu manusia berhubungan dengan manusia lainnya adalah hubungan antara individu satu dan individu lain, individu dan kelompok atau kelompok dan kelompok. Observasi yang penulis lakukan terhadap keluarga yang broken home pada tanggal 11 Januari 2016 di Kampung Daratan Marantih Kenagarian Lakitan, penulis menemukan berbagai masalah yaitu masih adanya keluarga yang sering bertengkar dalam rumah tangganya, masih kurangnya perhatian orang tua kepada remaja, masih kurangnya kasih sayang orang tua kepada remaja, masih adanya orang tua yang menelantarkan remaja, masih adanya remaja yang sering berbicara kotor, masih adanya remaja bertengkar dengan temannya. Berdasarkan hasil wawancara dengan orang tua yang broken home yang penulis lakukan pada tanggal 11 Februari 2016 di Kampung Daratan Marantih Kenagarian Lakitan, penulis menemukan berbagai masalah yaitu adanya orang tua yang tidak peduli dengan remaja, masih adanya remaja yang selalu dimarahi, masih adanya remaja yang tidak peduli dengan tetangganya, masih adanya remaja yang tidak terlibat dalam kegiatan gotong royong, masih adanya remaja acuh tak acuh dalam kegiatan sosial di masyarakat. Berdasarkan fenomena yang terjadi disekitar tempat tinggal penulis, maka penulis tertarik untuk menyusun skripsi yang berjudul Profil Interaksi Sosial Remaja yang Berasal dari Keluarga Broken Home di Kampung Daratan Marantih Kenagarian Lakitan Kabupaten Pesisir Selatan. Berdasarkan dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka masalah-masalah yang terjadi dapat diidentifikasi sebagai berikut: 1. Masih adanya keluarga yang sering bertengkar dalam rumah tangga. 2. Masih kurangnya perhatian orang tua pada remaja. 3. Masih kurangnya kasih sayang orang tua kepada remaja. 4. Masih adanya orang tua yang menelantarkan remaja. 5. Masih adanya remaja yang sering berbicara kotor. 6. Masih adanya remaja saling bertengkar dengan temannya. 7. Masih adanya orang tua yang tidak peduli dengan remaja. 8. Masih adanya remaja yang selalu dimarahi. 9. Masih adanya remaja yang tidak peduli dengan tetangga. 10. Masih adanya remaja yang tidak terlibat dalam kegiatan gotong royong. 3 11. Masih adanya remaja acuh tak acuh dalam kegiatan sosial di masyarakat. d. Berdasarkan identifikasi masalah di atas maka penelitian ini dibatasi pada: 1. Profil interaksi sosial remaja yang berasal dari keluarga broken home dilihat kontak sosial. 2. Profil interaksi sosial remaja yang berasal dari keluarga broken home dilihat komunikasi. e. Adapun rumusan masalah yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah: Bagaimana Profil Interaksi Sosial Remaja yang Berasal dari Keluarga Broken Home di Kampung Daratan Marantih Kenagarian Lakitan Kabupaten Pesisir Selatan? Tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. Profil interaksi sosial remaja yang berasal dari keluarga broken home dilihat dari kontak sosial. 2. Profil interaksi sosial remaja yang berasal dari keluarga broken home dilihat dari berkomunikasi. f. g. berinteraksi di lingkungan masyarakat terhadap keluarga yang broken home. Wali nagari, sebagai bahan pertimbangan bagi wali nagari dalam menciptakan masyarakat yang aman dan sejahtera. Kepala kampung, sebagai bahan pertimbangan bagi kepala kampung dalam menjaga kedamaian dan ketentraman di lingkungan masyarakat di Kampung Daratan Marantih Kenagarian Lakitan. Peneliti, sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan strata satu (S1) dan menambah pengalaman, wawasan serta pengetahuan yang luas bagi peneliti. Peneliti selanjutnya, sebagai pedoman bagi peneliti yang berkaitan dengan masalah tersebut. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan tipe deskriptif. Peneliti menggunakan pendekatan dan tipe penelitian ini dengan tujuan untuk mendeskripsikan profil interaksi sosial remaja yang berasal dari keluarga broken home di Kampung Daratan Marantih Kenagarian Lakitan. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan pendekatan naturalistic untuk mencari dan menemukan pengertian dan pemahaman tentang fenomena dalam suatu latar yang berkonteks khusus. Penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung dari pengamatan pada manusia baik dalam kawasan maupun dalam istilahnya (Moleong, 2010:4). Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni 2016 di Kampung Daratan Marantih Kenagarian Lakitan Kabupaten Pesisir Selatan. Peneliti melihat masih ada remaja yang tidak bisa berinteraksi dengan baik akibat keluarganya yang broken home, sering berbicara kotor, dan sering bertengkar dengan teman sebayanya. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat : 1. Secara teoritis a. Dapat memperkaya kajian tentang profil interaksi sosial remaja yang berasal dari keluarga broken home di Kampung Daratan Marantih Kenagarian Lakitan. b. Penelitian dalam rangka memperluas wawasan dan pengetahuan berkenaan dengan profil interaksi sosial remaja yang berasal dari keluarga broken home di Kampung Daratan Marantih Kenagarian Lakitan. 2. Secara praktis a. Remaja, agar dapat berinteraksi dengan baik sesama teman sebaya. b. Keluarga, sebagai masukan untuk orang tua yang mempunyai struktur yang tidak baik akibat terjadinya keluarga yang broken home karna orang tua tidak baik dalam mendidik dan membesarkan anaknya sehingga interaksi sosial remaja rusak di Kampung Daratan Marantih Kenagarian Lakitan Kabupaten Pesisir Selatan. c. Masyarakat, sebagai bahan masukan untuk masyarakat sehingga tidak terjadinya remaja yang tidak baik Teknik pengumpulan data ini diperlukan untuk memperoleh data dan informan yang lengkap, objektif dan bisa dipertanggungjawabkan agar dapat diperoleh dan disajikan menjadi gambaran atau pandangan yang benar. Teknik pengumpulan data diantaranya yaitu: dilakukan dengan wawancara dan studi dokumentasi. Kemudian setelah ini di analisis dengan 3 tahap: 1) 4 reduksi data 2) penyajian data dan 3) penarikan kesimpulan. berbicara kepadanya. Bahkan remaja melakukan pekerjaan rumah yang menjadi tugasnya meskipun suasana rumah yang sedang dalam pertengkaran. Terlihat interaksi dan komunikasi antara anak dan orang tua berjalan dengan baik meskipun keadaan rumah sedang dalam masalah pertengkaran. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Profil Interaksi Sosial Remaja yang Berasal dari Keluarga Broken Home Dilihat dari Kontak Sosial Berdasarkan hasil temuan yang peneliti dapatkan melalui wawancara maka didapatkan hasil sebagai berikut: 4. Kontak Negatif Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan dua orang informan kunci di Kampung Daratan Marantih Kenagarian Lakitan Kabupaten Pesisir Selatan ditemukan bahwa interaksi sosial dan komunikasi remaja dalam keluarga yang broken home kurang baik dengan lingkungannya. Remaja bersifat sensitif dalam berbicara, kadangkala pembicaraannya kurang baik didengar ketika berselisih paham dengan orang lain. Menurut Damanik (2014:47) interaksi sosial juga memiliki beberapa sifat umum, sifat umum dari interaksi sosial adalah sebagai berikut: a. Aksidental (tak direncanakan). Interaksi sosial dapat terjadi diluar kesengajaan, tanpa perencanaan sebelumnya. Contohnya adalah ketika seseorang menanyakan kabar kepada sahabat lama yang tanpa sengaja dijumpainya saat sedang menunggu kendaraan umum. b. Berulang namun tak terencanakan. Meski tidak direncanakan, dapat terjadi berulang-berulang karena frekuensi perjumpaan atau kontak yang tinggi. c. Teratur, tak direncanakan, namun umum. Dalam hal ini interaksi sosial berlangsung rutin, tanpa direncanakan dan dilakukan hampir seluruh individu dalam lingkungan sosial tertentu. d. Rancangan dan aturan oleh suatu kebiasaan atau peraturan tertentu. Terjadi pada waktu tertentu sesuai ketetapan atau kelaziman. e. Resiprokal. Interaksi sosial adalah hubungan timbal balik yang membutuhkan aksi dan reaksi. Oleh karena itu, interaksi sosial dikatakan bersifat resiprokal atau saling balas. 1. Kontak Primer Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan dua orang informan kunci di Kampung Daratan Marantih Kenagarian Lakitan Kabupaten Pesisir Selatan ditemukan bahwa interaksi sosial remaja kurang baik dengan teman dan lingkungannya. Remaja merasa sulit dalam berinteraksi dengan teman sebayanya, apalagi dengan orang tua dan masyarakat yang berada di lingkunganya. Remaja lebih memilih sendiri dari pada bergabung dan bergaul dengan orang-orang yang berada di lingkungannya. Remaja selalu berpikir kenapa keluarganya selalu bertengkar sehingga remaja ini merasa diri terbebani tidak bisa di dalam berinteraksi dengan lingkungannya sebab remaja merasa dirinya itu selalu salah. Sehingga remaja lebih memilih menyendiri dari pada bergabung dan berinteraksi dengan teman dan orang-orang yang berada dilingkungannya. 2. Kontak Sekunder Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan dua orang informan kunci di Kampung Daratan Marantih Kenagarian Lakitan Kabupaten Pesisir Selatan ditemukan bahwa interaksi sosial remaja kurang baik dengan teman dan lingkungannya. Hal ini dilihat dari cara remaja berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang tua, teman dan orang-orang yang berada di lingkungannya. Remaja pergi keluar rumah tanpa pamit pada orang tuanya, bahkan remaja tidak mengasih kabar bahwa dia takkan pulang pada hari itu, karena dia merasa sedih dengan keadaan keluarganya yang selalu berantakkan. 3. Kontak Positif Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan dua orang informan kunci di Kampung Daratan Marantih Kenagarian Lakitan Kabupaten Pesisir Selatan ditemukan bahwa interaksi sosial remaja cukup baik dengan orang tua, teman dan orang-orang yang berada di lingkungannya. Adanya respon dari remaja saat orang tua b. Profil Interaksi Sosial Remaja yang Berasal dari Keluarga Broken Home Dilihat dari Cara Berkomunikasi Berdasarkan hasil temuan yang peneliti dapatkan melalui wawancara maka didapatkan hasil sebagai berikut: 5 mengerjakan apa yang diperintahkan oleh orang tuanya terhadap pekerjaan tersebut. 1. Komunikasi Verbal Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan dua orang informan kunci di Kampung Daratan Marantih Kenagarian Lakitan Kabupaten Pesisir Selatan ditemukan bahwa interaksi dan komunikasi remaja dengan teman, orang tua dan orangorang di lingkungannya berjalan kurang baik. Pada saat pertengkaran terjadi dalam lingkungan rumah tangga para orang tua langsung mengucapkan kata-kata kotor di depan anak-anaknya. Jadi, dari hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa orang tua bertengkar selalu melibatkan anak-anaknya dalam masalah keluarga. Orang tua menghardik anaknya dengan kata-kata kasar, dan kata yang tidak baik digunakan dalam kehidupan sehari-hari, akibat masalah keluarga yang berkelanjutan membuat remaja semakin terbiasa dengan kata-kata kotor dan lingkungan yang keras dan kasar, menyebabkan remaja terbiasa dengan kekerasan dalam berinteraksi dengan teman sebayanya. 2. Komunikasi Nonverbal Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan dua orang informan kunci di Kampung Daratan Marantih Kenagarian Lakitan Kabupaten Pesisir Selatan ditemukan bahwa remaja yang selalu cuek saat orang tua berbicara kepadanya bahkan remaja mengucapkan kata “ah” saat disuruh oleh orang tuanya melakukan sesuatu, terlihat remaja ini selalu menghiraukan apa yang dikatakan oleh orang tuanya. Remaja memberikan informasi kepada temannya dengan bahasa isyarat, sebab remaja tersebut tidak ingin berbicara dengan orang lain, dikarenakan masalah atau konflik yang terjadi dilingkungan keluarganya yang membuat remaja semakin terganggu dengan keadaan yang seperti ini. Kemudian remaja yang berkomunikasi dengan temannya hanya menganggukkan kepala dan menggelengkan kepala, sebab remaja tersebut sedang malas berbicara dengan orang lain. Jadi, dari hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa remaja yang selalu cuek saat orang tua berbicara kepadanya bahkan remaja mengucapkan kata “ah” saat disuruh oleh orang tuanya melakukan sesuatu, terlihat remaja ini selalu menghiraukan apa yang dikatakan oleh orang tuanya. Saat remaja disuruh melakukan pekerjaan dia langsung pergi keluar rumah dan menghiraukan apa yang diperintahkan oleh orang tuanya. Hal ini menandakan remaja tersebut tidak mau Menurut Uchyana (Damanik, 2014:43) komunikasi merupakan proses penyampaian pesan ataupun simbol berisikan pikiran atau perasaan oleh seseorang kepada orang lain. Komunikasi dapat dibedakan menjadi dua: a. Komunikasi verbal Komunikasi verbal meliputi katakata yang diucapkan atau tertulis. Hal yang perlu diperhatikan dalam komunikasi verbal adalah sebagai berikut: 1. Perbendaharaan kata, komunikasi tidak akan efektif jika pesan disampaikan dengan kata-kata yang tidak dimengerti oleh komunikan. Oleh karna itu sangat penting untuk dapat memilih kata-kata yang tepat saat berkomunikasi. 2. Kecepatan, keberhasilan dalam komunikasi dapat dicapai dengan cara mengatur kecepatan bicara. 3. Intonasi suara, penggunaan intonasi dengan tepat akan memengaruhi arti pesan secara dramatis, sehingga pesan akan menjadi berbeda artinya apabila diucapkan dengan intonasi suara yang berbeda. Intonasi suara yang tidak sesuai merupakan hambatan dalam komunikasi. 4. Humor, merupakan selingan dalam berkomunikasi, selain itu juga membantu menyampaikan pesan, humor juga dapat dimuati pesan yang ingin disampaikan. 5. Singkat dan jelas, komunikasi akan efektif apabila disampaikan secara singkat, jelas dan langsung menuju kepada pokok permasalahannya sehingga lebih mudah dimengerti. 6. Waktu yang tepat, ketepatan waktu adalah hal kritis yang perlu diperhatikan karena komunikasi hanya akan bermakna jika seseorang bersedia untuk berkomunikasi, artinya dapat menyediakan waktu untuk mendengar atau memperhatikan apa yang disampaikan oleh orang lain. b. Komunikasi Nonverbal Komunikasi merupakan proses dimana pesan disampaikan oleh komunikator kepada penerima. Pesan tersebut dapat berupa hasil pemikiran, atau perasaan, ditujukan untuk mengubah pengetahuan, sikap atau tingkah laku penerima pesan. 6 Komunikasi nonverbal merupakan penyampaian pesan tanpa kata-kata dan hanya menggunakan gerak tubuh. Adapun yang termasuk komunikasi nonverbal adalah sebagai berikut: 1. Ekspresi wajah merupakan sumber yang kaya dengan pesan, karena ekspresi wajah mampu mencerminkan suasana emosi seseorang. 2. Kontak mata merupakan sinyal alamiah untuk berkomunikasi. Dengan mengadakan kontak mata selama berinteraksi, berarti orang tersebut terlibat dalam menghargai lawan bicara dengan kamauan untuk memperhatikan bukan untuk sekedar mendengarkan. 3. Sentuhan merupakan bentuk komunikasi personal mengingat sentuhan lebih bersifat spontan dibandingkan komunikasi verbal. Beberapa pesan seperti perhatian yang sungguh-sungguh, dukungan emosional, kasih sayang atau simpati dapat dilakukan melalui sentuhan. Atau selingannya di dalam berkomunikasi selain itu juga membantu menyampaikan pesan, humor dan juga dapat dimuati pesan yang ingin disampaikan kepada orang lain. 4. Postur tubuh dan gaya berjalan merupakan cara seseorang berjalan, duduk, berdiri dan bergerak memperlihatkan ekspresi dirinya. Postur tubuh dan gaya berjalan merefleksikan emosi, konsep diri dan tingkat kesehatannya. Sehingga mampu di dalam menjaga komunikasi maupun interaksinya dengan orang lain. 5. Suara merupakan rintihan, desahan, tarikan nafas panjang ataupun tangisan juga merupakan bentuk ungkapan perasaan dan pikiran seseorang yang dapat dijadikan pesan dalam komunikasi. 6. Gerak isyarat merupakan dapat memberikan kesan kepada orang lain. Menggunakan isyarat sebagai bagian total dari komunikasi seperti mengetukngetukkan kaki atau meremas tangan selama berbicara mengesankan bahwa seseorang dalam keadaan tertekan, bingung, atau berupaya menyembunyikan sesuatu. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang diuraikan pada bab-bab terdahulu dapat ditarik kesimpulan yang diperoleh dari hasil wawancara peneliti dengan dua orang informan kunci dan tiga orang informan tambahan di Kampung Daratan Marantih Kenagarian Lakitan Kabupaten Pesisir Selatan, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Profil interaksi sosial remaja yang berasal dari keluarga broken home dilihat dari kontak sosial. Hal ini dapat dilihat dari remaja yang terpuruk dalam masalah keluarga, akibatnya remaja selalu merasa sedih saat melihat keluarganya yang selalu berantakkan, remaja menjauhkan diri dari temantemannya bahkan tidak mau berbicara dengan siapapun. Remaja yang terbiasa dengan keluarga yang bermasalah dalam pergaulannya akan bersifat negatif antara sesamanya. 2. Profil interaksi sosial remaja yang berasal dari keluarga broken home dilihat dari cara komunikasi. Komunikasi remaja dengan teman, orang tua dan orang-orang di lingkungannya berjalan kurang baik. Pada saat pertengkaran terjadi dalam lingkungan rumah tangga para orang tua langsung mengucapkan kata-kata kotor di depan anak-anaknya. Adanya orangtua yang langsung menghardik anaknya saat terjadi pertengkaran dalam rumah tangga. Sehingga anak terbiasa menghardik temannya saat berbicara. SARAN Setelah penulis melakukan penelitian dan membahas tentang Profil Interaksi Sosial Remaja yang Berasal dari Keluarga Broken Home di Kampung Daratan Marantih Kenagarian Lakitan Kabupaten Pesisir Selatan penulis menyarankan: 1. Remaja di Kampung Daratan Marantih Kenagarian Lakitan Kabupaten Pesisir Selatan diharapkan dapat bertingkah laku yang baik dan berkata-kata dengan sopan dan lemah lembut agar interaksi sosial dapat berjalan dengan baik. 2. Orangtua di Kampung Daratan Marantih Kenagarian Lakitan Kabupaten Pesisir Selatan diharapkan dapat menanamkan sikap sabar dan lapang dada agar menciptakan rumah tangga yang sakinah mawaddah dan warahmah. 3. Bapak Wali Kampung di Kampung Daratan Marantih Kenagarian Lakitan Kabupaten Pesisir Selatan diharapkan 7 dapat memperhatikan dan menjaga kerukunan hidup antar keluarga dan masyarakat. 4. Bapak Wali Nagari di Kenagarian Lakitan Kabupaten Pesisir Selatan diharapkan dapat membina masyarakat untuk hidup rukun dan damai. 5. Bapak Camat Kecamatan Lengayang Kabupaten Pesisir Selatan diharapkan dapat membina hubungan yang baik dengan keluarga, orang lain dan masyarakat setempat. 6. Peneliti selanjutnya, dapat menjadikan sumber informasi dalam memperkaya wawasan ilmu pengetahuan dan sebagai bahan acuan bagi peneliti selanjutnya. KEPUSTAKAAN Willis, Sofyan, S. 2009. Konseling Keluarga (Family Counseling). Bandung: Alfabeta. Soekanto, Soerjono. 2012. Sosiologi (Suatu Pengantar). Jakarta: Raja Grafindo Persada. Mantikahttp://www.slideshare.net/dia nmantikha/makalah-filsafatpendidikan, diakses tanggal 5 .Maret. 2016. Dagun, Save M. 2002. Psikologi Keluarga. Jakarta: Rineka Cipta. Walgito, Bimo. 2006. Psikologi Kelompok. Yogyakarta: Andi Offset Muin, Idianto. 2006. Sosiologi SMA/MA Kelas X. Jakarta: Erlangga. Moleong, Lexy. J. 2010. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Damanik. 2014. Sosiologi SMA/MA Kelas X. Jakarta: Bumi Aksara. 8