profil interaksi sosial remaja yang berasal dari keluarga broken

advertisement
PROFIL INTERAKSI SOSIAL REMAJA YANG BERASAL DARI
KELUARGA BROKEN HOME DI KAMPUNG DARATAN
MARANTIH KENAGARIAN LAKITAN
KABUPATEN PESISIR SELATAN
ARTIKEL
Oleh:
YUNITA FITRIA SARI
NPM: 12060009
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
(STKIP) PGRI SUMATERA BARAT
PADANG
2016
PROFIL INTERAKSI SOSIAL REMAJA YANG BERASAL DARI
KELUARGA BROKEN HOME DI KAMPUNG DARATAN
MARANTIH KENAGARIAN LAKITAN
KABUPATEN PESISIR SELATAN
Oleh:
Yunita Fitria Sari*
Ahmad Zaini, S.Ag., M.Pd**
Suryadi, M.Pd**
*Mahasiswa Bimbingan dan Konseling STKIP PGRI Sumatera Barat
*Dosen Pembimbing Skripsi
ABSTRACT
Researchers problems that have encountered in the field that the teenager could not
interact in society because they come from a broken home. Researchers raised the issue of
research on the profile of social interactions teenagers who come from a broken home in
Kampung Mainland Marantih Kenagarian Lakitan South Coastal District. The purpose of this
study was to describe: (1) Profil interaction social teenagers who come from a broken home visits
from social contact, (2) Profile interaction social adolescent that comes from a broken home visits
from a way of communicating.
This study used a qualitative approach that is descriptive. The key informants of this study
was 2 teens, 2 additional informants parents and one brother / neighbor. Instruments that
researchers use interview guides and data analysis techniques, namely through data reduction,
data presentation and conclusion.
Results of the study revealed that: (1) Profile interactions social teenagers who come
from a broken home visits from social contact: teens find it difficult to interact with peers
especially with parents and the community who are in the neighborhood, teenagers prefer to own
rather than joining other people. (2) Profile interaction social adolescent that comes from a
broken home visits of ways to communicate: adolescent interaction and communication with
friends, parents and people in the neighborhood had performed poorly. At the time of altercation
occurred in an environment of direct parent households utter obscenities in front of her children.
The study recommends to youth in order to make the interaction towards peers, parents and
people who were in the neighborhood well.
Keywords: Interactions Social Teenagers, Broken Home
negatif yang terjadi pada remaja tersebut.
Ketika remaja tidak mampu berhadapan dan
mengatasi tantangan perubahan dan pengaruh
ini secara sukses, akan muncul berbagai
konsekuensi psikologis, emosional dan
behavioral yang merugikan.
Masa
remaja
adalah
tahap
perkembangan yang pada umumnya terjadi
pada masa sekolah seperti berada pada masa
transisi dan anak-anak menuju kehidupan
orang dewasa atau masa usia belasan tahun.
Hal tersebut merupakan masa yang sulit dan
bergejolak.
Secara umum remaja memiliki ciri
pertumbuhan fisik yang sangat pesat, remaja
berada dalam pencarian identitas diri sehingga
PENDAHULUAN
Masa remaja merupakan masa
peralihan dari masa anak-anak menuju kearah
kedewasaan. Jika digolongkan sebagai anakanak tidak sesuai lagi tetapi apabila
digolongkan dengan orang dewasa juga belum
sesuai, periode ini adalah ketika seorang anak
muda harus beranjak dari ketergantungan
menuju
kemandirian,
otonomi
dan
kematangan.
Masa remaja menghadirkan begitu
banyak tantangan, karena banyak perubahan
yang harus dihadapi mulai dari perubahan
fisik, biologis, psikologis dan sosial, tidak
menutup kemungkinan pada masa ini akan
timbul pengaruh positif maupun pengaruh
1
remaja sangatlah labil, remaja ingin berada
dalam kebebasan emosional dari orang tua dan
mulai mengikat diri dalam suatu kelompok
yang dikatakannya adalah segala-galanya,
berkembanganya rasa ingin tahu yang sangat
besar serta mulai berfungsinya hormon
sekunder terutama hormon reproduksi yang
menyebabkan remaja mulai suka dengan
lawan jenis.
Kegagalan
remaja
dalam
menjalankan
tugas
perkembangannya
termasuk dalam menjalani hubungan sosialnya
sering menimbulkan konflik internal maupun
konflik yang terjadi antar individu dan
kelompok yang mengarah pada munculnya
perilaku menyimpang atau kenakalan yang
sering muncul pada kelompok remaja. Remaja
merupakan anggota dalam keluarga. Keluarga
merupakan lingkungan yang terdekat untuk
membesarkan,
mendewasakan
dan
mendapatkan pendidikan yang pertama kali.
Keluarga merupakan warisan umat manusia
yang terus dipertahankan keberadaannya dan
tidak lekang oleh perubahan zaman.
Ada harapan bahwa remaja akan
mendapatkan manfaat dari hidup dalam
keluarga yang didalamnya terdapat hubungan
orang tua yang berjalan dengan stabil.
Lingkungan seperti ini akan cenderung
memberikan remaja perasaan aman dan tenang
selama semua periode kehidupan dimana
banyak hal mengalami perubahan. Keluarga
yang tentram, bahagia dan sejahtera
merupakan dambaan setiap manusia, begitu
juga sebaliknya keluarga yang broken home
merupakan keluarga yang tidak harmonis.
Menurut Mantika (2011:6) broken
home adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan suasana keluarga yang tidak
harmonis dan tidak berjalannya kondisi
keluarga yang rukun dan sejahtera yang
menyebabkan
terjadinya
konflik
dan
perpecahan dalam keluarga tersebut.
Broken Home adalah kurangnya
perhatian dari keluarga atau kurangnya kasih
sayang dari orang tua sehingga membuat
mental seorang anak menjadi frustasi, brutal
dan susah diatur. Broken home sangat
berpengaruh besar pada mental seorang
pelajar hal inilah yang mengakibatkan seorang
pelajar tidak mempunyai minat untuk
berprestasi. Broken home juga bisa merusak
jiwa anak sehingga dalam sekolah mereka
bersikap seenaknya saja, tidak disiplin di
dalam kelas mereka selalu berbuat keonaran
dan kerusuhan hal ini dilakukan karena
mereka cuma ingin cari simpati pada temanteman mereka bahkan pada guru-guru mereka.
Untuk menyikapi hal semacam ini kita perlu
memberikan perhatian dan pengarahan yang
lebih agar mereka sadar dan ingin berprestasi.
Broken home biasanya digunakan
untuk menggambarkan keluarga yang
berantakan akibat orang tua tidak lagi peduli
dengan situasi dan keadaan keluarga di rumah.
Orang tua tidak lagi perhatian terhadap anakanaknya, baik masalah di rumah, sekolah,
sampai pada perkembangan pergaulan di
masyarakat. Namun, broken home bisa juga
diartikan dengan kondisi keluarga yang tidak
harmonis dan tidak berjalan layaknya keluarga
yang rukun, damai, dan sejahtera karena
sering terjadi keributan serta perselisihan yang
menyebabkan pertengkaran dan berakhir pada
perceraian dan akan sangat berdampak kepada
anak-anaknya khususnya remaja.
Menurut Willis (2009:66) bahwa
keluarga broken home dapat dilihat dari dua
aspek yaitu:
1. Keluarga itu terpecah karena
strukturnya tidak utuh sebab salah
satu dari kepala keluarga itu
meninggal dunia atau telah bercerai.
2. Orang tua tidak bercerai tetapi
struktur keluarganya tidak utuh lagi
karena ayah dan ibu sering tidak di
rumah,
tidak
memperhatikan
hubungan
kasih
sayang
lagi.
Misalnya orang tua bertengkar
sehingga keluarga itu tidak sehat
secara psikologi.
Dari keluarga yang digambarkan di
atas akan lahir anak-anak yang mengalami
krisis kepribadian, sehingga perilakunya
sering salah suai. Anak mengalami gangguan
emosional dan bahkan neurotik. Broken home
juga disebut dengan krisis keluarga artinya
kehidupan keluarga dalam keadaan kacau,
tidak teratur dan tidak terarah, orang tua
kehilangan kewibawaan untuk mengendalikan
kehidupan anak-anaknya. Anak melawan
orang tua dan terjadi pertengkaran terus
menerus antara ibu dan bapak terutama
mengenai soal mendidik anak-anak. Bahkan
krisis keluarga bisa membawa perceraian
suami-isteri.
Menurut Dagun (2002:114) bahwa
perceraian dalam keluarga itu biasanya
berawal dari suatu konflik antara anggota
keluarga. Bila konflik ini sampai titik kritis
maka peristiwa perceraian itu berada
diambang pintu. Banyak faktor yang
menyebabkan terjadinya kasus pertikaian
dalam keluarga yang berakhir dengan
perceraian. Faktor-faktor ini antara lain yaitu
2
1) persoalan ekonomi, 2) perbedaan
usia yang besar, 3) keinginan memperoleh
anak, 4) persoalan prinsip hidup yang berbeda.
Remaja yang broken home bukanlah
hanya remaja yang berasal dari ayah dan
ibunya bercerai, namun remaja yang berasal
dari keluarga yang tidak utuh, dimana ayah
dan ibunya tidak dapat berperan dan berfungsi
sebagai orang tua yang sebenarnya. Tidak
dapat dipungkiri kebutuhan ekonomi yang
semakin sulit membuat setiap orang bekerja
semakin keras untuk memenuhi kebutuhan
hidup keluarganya. Namun, orang tua
seringkali tidak
menyadari kebutuhan
psikologis remaja yang sama pentingnya
dengan memenuhi kebutuhan hidup. Remaja
membutuhkan kasih sayang berupa perhatian,
sentuhan, teguran dan arahan dari ayah dan
ibunya, bukan hanya dari pengasuhnya
ataupun dari nenek dan kakeknya.
Manusia sebagai makhluk sosial
secara alami akan mengadakan hubungan atau
interaksi dengan orang lain. Menurut Devito
(Walgito, 2006:23) seseorang berinteraksi
melalui beberapa tahapan,yaitu:
1. Tahapan kontak
2. Tahapan keterlibatan
3. Tahapan keintiman
Menurut Soekanto (2012:55) bentuk
umum proses sosial adalah interaksi sosial
yang juga dapat dinamakan proses sosial
karena interaksi sosial merupakan syarat
utama terjadi aktivitas-aktivitas sosial.
Interaksi sosial merupakan hubunganhubungan sosial yang dinamis yang
menyangkut
hubungan
antara
orang
perorangan,
antara
kelompok-kelompok
manusia maupun antara orang perorangan
dengan kelompok manusia.
Menurut Young dan Mack (Muin,
2006:71) interaksi sosial adalah hubunganhubungan sosial
yang dinamis
dan
menyangkut hubungan antar individu, antara
individu dengan kelompok, maupun antara
kelompok dengan kelompok lainnya. Interaksi
sosial merupakan hubungan-hubungan sosial
yang dinamis menyangkut hubungan antara
orang perorangan, antara kelompok-kelompok
manusia, maupun antara orang perorangan
dengan kelompok manusia. Interaksi sosial
merupakan hubungan antar manusia yang sifat
hubungan tersebut adalah dinamis artinya
hubungan itu tidak statis, selalu mengalami
dinamika. Kemungkinan yang muncul ketika
satu manusia berhubungan dengan manusia
lainnya adalah hubungan antara individu satu
dan individu lain, individu dan kelompok atau
kelompok dan kelompok.
Observasi yang penulis lakukan
terhadap keluarga yang broken home pada
tanggal 11 Januari 2016 di Kampung Daratan
Marantih Kenagarian Lakitan, penulis
menemukan berbagai masalah yaitu masih
adanya keluarga yang sering bertengkar dalam
rumah tangganya, masih kurangnya perhatian
orang tua kepada remaja, masih kurangnya
kasih sayang orang tua kepada remaja, masih
adanya orang tua yang menelantarkan remaja,
masih adanya remaja yang sering berbicara
kotor, masih adanya remaja bertengkar dengan
temannya.
Berdasarkan hasil wawancara dengan
orang tua yang broken home yang penulis
lakukan pada tanggal 11 Februari 2016 di
Kampung Daratan Marantih Kenagarian
Lakitan, penulis menemukan berbagai
masalah yaitu adanya orang tua yang tidak
peduli dengan remaja, masih adanya remaja
yang selalu dimarahi, masih adanya remaja
yang tidak peduli dengan tetangganya, masih
adanya remaja yang tidak terlibat dalam
kegiatan gotong royong, masih adanya remaja
acuh tak acuh dalam kegiatan sosial di
masyarakat.
Berdasarkan fenomena yang terjadi
disekitar tempat tinggal penulis,
maka
penulis tertarik untuk menyusun skripsi
yang
berjudul Profil Interaksi Sosial
Remaja yang Berasal dari Keluarga Broken
Home di Kampung Daratan Marantih
Kenagarian Lakitan Kabupaten Pesisir
Selatan.
Berdasarkan dari latar belakang
masalah yang telah diuraikan di atas, maka
masalah-masalah
yang
terjadi
dapat
diidentifikasi sebagai berikut:
1. Masih adanya keluarga yang sering
bertengkar dalam rumah tangga.
2. Masih kurangnya perhatian orang tua pada
remaja.
3. Masih kurangnya kasih sayang orang tua
kepada remaja.
4. Masih
adanya
orang
tua
yang
menelantarkan remaja.
5. Masih adanya remaja yang sering berbicara
kotor.
6. Masih adanya remaja saling bertengkar
dengan temannya.
7. Masih adanya orang tua yang tidak peduli
dengan remaja.
8. Masih adanya remaja yang selalu dimarahi.
9. Masih adanya remaja yang tidak peduli
dengan tetangga.
10. Masih adanya remaja yang tidak
terlibat dalam kegiatan gotong royong.
3
11. Masih adanya remaja acuh tak acuh dalam
kegiatan sosial di masyarakat.
d.
Berdasarkan identifikasi masalah di
atas maka penelitian ini dibatasi pada:
1. Profil interaksi sosial remaja yang berasal
dari keluarga broken home dilihat kontak
sosial.
2. Profil interaksi sosial remaja yang berasal
dari keluarga broken home dilihat
komunikasi.
e.
Adapun rumusan masalah yang
dikemukakan dalam penelitian ini adalah:
Bagaimana Profil Interaksi Sosial Remaja
yang Berasal dari Keluarga Broken Home di
Kampung Daratan Marantih Kenagarian
Lakitan Kabupaten Pesisir Selatan?
Tujuan yang diharapkan dari penelitian
ini adalah untuk mengetahui:
1. Profil interaksi sosial remaja yang berasal
dari keluarga broken home dilihat dari
kontak sosial.
2. Profil interaksi sosial remaja yang berasal
dari keluarga broken home dilihat dari
berkomunikasi.
f.
g.
berinteraksi di lingkungan masyarakat
terhadap keluarga yang broken home.
Wali
nagari,
sebagai
bahan
pertimbangan bagi wali nagari dalam
menciptakan masyarakat yang aman
dan sejahtera.
Kepala kampung, sebagai bahan
pertimbangan bagi kepala kampung
dalam menjaga kedamaian dan
ketentraman di lingkungan masyarakat
di Kampung Daratan Marantih
Kenagarian Lakitan.
Peneliti,
sebagai
syarat
untuk
memperoleh gelar sarjana pendidikan
strata satu (S1) dan menambah
pengalaman,
wawasan
serta
pengetahuan yang luas bagi peneliti.
Peneliti selanjutnya, sebagai pedoman
bagi peneliti yang berkaitan dengan
masalah tersebut.
METODE PENELITIAN
Penelitian
ini
menggunakan
pendekatan kualitatif dengan tipe deskriptif.
Peneliti menggunakan pendekatan dan tipe
penelitian
ini
dengan
tujuan untuk
mendeskripsikan profil interaksi sosial remaja
yang berasal dari keluarga broken home di
Kampung Daratan Marantih Kenagarian
Lakitan. Penelitian kualitatif adalah penelitian
yang menggunakan pendekatan naturalistic
untuk mencari dan menemukan pengertian dan
pemahaman tentang fenomena dalam suatu
latar yang berkonteks khusus. Penelitian
kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu
pengetahuan sosial yang secara fundamental
bergantung dari pengamatan pada manusia
baik dalam kawasan maupun dalam istilahnya
(Moleong, 2010:4).
Penelitian ini telah dilaksanakan
pada bulan Juni 2016 di Kampung Daratan
Marantih Kenagarian Lakitan Kabupaten
Pesisir Selatan. Peneliti melihat masih ada
remaja yang tidak bisa berinteraksi dengan
baik akibat keluarganya yang broken home,
sering berbicara kotor, dan sering bertengkar
dengan teman sebayanya.
Penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat :
1. Secara teoritis
a. Dapat memperkaya kajian tentang
profil interaksi sosial remaja yang
berasal dari keluarga broken home di
Kampung
Daratan
Marantih
Kenagarian Lakitan.
b. Penelitian dalam rangka memperluas
wawasan dan pengetahuan berkenaan
dengan profil interaksi sosial remaja
yang berasal dari keluarga broken
home di Kampung Daratan Marantih
Kenagarian Lakitan.
2. Secara praktis
a. Remaja, agar dapat berinteraksi dengan
baik sesama teman sebaya.
b. Keluarga, sebagai masukan untuk
orang tua yang mempunyai struktur
yang tidak baik akibat terjadinya
keluarga yang broken home karna
orang tua tidak baik dalam mendidik
dan membesarkan anaknya sehingga
interaksi sosial remaja rusak di
Kampung
Daratan
Marantih
Kenagarian Lakitan Kabupaten Pesisir
Selatan.
c. Masyarakat, sebagai bahan masukan
untuk masyarakat sehingga tidak
terjadinya remaja yang tidak baik
Teknik pengumpulan data ini
diperlukan untuk memperoleh data dan
informan yang lengkap, objektif dan bisa
dipertanggungjawabkan agar dapat diperoleh
dan disajikan menjadi gambaran atau
pandangan yang benar. Teknik pengumpulan
data diantaranya yaitu: dilakukan dengan
wawancara dan studi dokumentasi. Kemudian
setelah ini di analisis dengan 3 tahap: 1)
4
reduksi data 2) penyajian data dan 3)
penarikan kesimpulan.
berbicara
kepadanya.
Bahkan
remaja
melakukan pekerjaan rumah yang menjadi
tugasnya meskipun suasana rumah yang
sedang dalam pertengkaran. Terlihat interaksi
dan komunikasi antara anak dan orang tua
berjalan dengan baik meskipun keadaan
rumah sedang dalam masalah pertengkaran.
HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Profil Interaksi Sosial Remaja yang
Berasal dari Keluarga Broken Home
Dilihat dari Kontak Sosial
Berdasarkan hasil temuan yang
peneliti dapatkan melalui wawancara maka
didapatkan hasil sebagai berikut:
4. Kontak Negatif
Berdasarkan hasil wawancara yang
peneliti lakukan dengan dua orang informan
kunci di Kampung Daratan Marantih
Kenagarian Lakitan Kabupaten Pesisir Selatan
ditemukan bahwa interaksi sosial dan
komunikasi remaja dalam keluarga yang
broken
home
kurang
baik
dengan
lingkungannya. Remaja bersifat sensitif dalam
berbicara, kadangkala pembicaraannya kurang
baik didengar ketika berselisih paham dengan
orang lain.
Menurut
Damanik
(2014:47)
interaksi sosial juga memiliki beberapa sifat
umum, sifat umum dari interaksi sosial adalah
sebagai berikut:
a. Aksidental (tak direncanakan).
Interaksi sosial dapat terjadi diluar
kesengajaan,
tanpa
perencanaan
sebelumnya. Contohnya adalah ketika
seseorang menanyakan kabar kepada
sahabat lama yang tanpa sengaja
dijumpainya saat sedang menunggu
kendaraan umum.
b. Berulang namun tak terencanakan.
Meski tidak direncanakan, dapat terjadi
berulang-berulang
karena
frekuensi
perjumpaan atau kontak yang tinggi.
c. Teratur, tak direncanakan, namun umum.
Dalam hal ini interaksi sosial berlangsung
rutin, tanpa direncanakan dan dilakukan
hampir seluruh individu dalam lingkungan
sosial tertentu.
d. Rancangan dan aturan oleh suatu
kebiasaan atau peraturan tertentu.
Terjadi pada waktu tertentu sesuai
ketetapan atau kelaziman.
e. Resiprokal.
Interaksi sosial adalah hubungan timbal
balik yang membutuhkan aksi dan reaksi.
Oleh karena itu, interaksi sosial dikatakan
bersifat resiprokal atau saling balas.
1. Kontak Primer
Berdasarkan wawancara yang peneliti
lakukan dengan dua orang informan kunci di
Kampung Daratan Marantih Kenagarian
Lakitan Kabupaten Pesisir Selatan ditemukan
bahwa interaksi sosial remaja kurang baik
dengan teman dan lingkungannya. Remaja
merasa sulit dalam berinteraksi dengan teman
sebayanya, apalagi dengan orang tua dan
masyarakat yang berada di lingkunganya.
Remaja lebih memilih sendiri dari pada
bergabung dan bergaul dengan orang-orang
yang berada di lingkungannya.
Remaja selalu berpikir kenapa
keluarganya selalu bertengkar sehingga remaja
ini merasa diri terbebani tidak bisa di dalam
berinteraksi dengan lingkungannya sebab
remaja merasa dirinya itu selalu salah.
Sehingga remaja lebih memilih menyendiri
dari pada bergabung dan berinteraksi dengan
teman dan orang-orang yang berada
dilingkungannya.
2. Kontak Sekunder
Berdasarkan wawancara yang peneliti
lakukan dengan dua orang informan kunci di
Kampung Daratan Marantih Kenagarian
Lakitan Kabupaten Pesisir Selatan ditemukan
bahwa interaksi sosial remaja kurang baik
dengan teman dan lingkungannya. Hal ini
dilihat dari cara remaja berinteraksi dan
berkomunikasi dengan orang tua, teman dan
orang-orang yang berada di lingkungannya.
Remaja pergi keluar rumah tanpa pamit pada
orang tuanya, bahkan remaja tidak mengasih
kabar bahwa dia takkan pulang pada hari itu,
karena dia merasa sedih dengan keadaan
keluarganya yang selalu berantakkan.
3. Kontak Positif
Berdasarkan hasil wawancara yang
peneliti lakukan dengan dua orang informan
kunci di Kampung Daratan Marantih
Kenagarian Lakitan Kabupaten Pesisir Selatan
ditemukan bahwa interaksi sosial remaja
cukup baik dengan orang tua, teman dan
orang-orang yang berada di lingkungannya.
Adanya respon dari remaja saat orang tua
b. Profil Interaksi Sosial Remaja yang
Berasal dari Keluarga Broken Home
Dilihat dari Cara Berkomunikasi
Berdasarkan hasil temuan yang
peneliti dapatkan melalui wawancara maka
didapatkan hasil sebagai berikut:
5
mengerjakan apa yang diperintahkan oleh
orang tuanya terhadap pekerjaan tersebut.
1. Komunikasi Verbal
Berdasarkan wawancara yang
peneliti lakukan dengan dua orang informan
kunci di Kampung Daratan Marantih
Kenagarian Lakitan Kabupaten Pesisir Selatan
ditemukan bahwa interaksi dan komunikasi
remaja dengan teman, orang tua dan orangorang di lingkungannya berjalan kurang baik.
Pada saat pertengkaran terjadi dalam
lingkungan rumah tangga para orang tua
langsung mengucapkan kata-kata kotor di
depan anak-anaknya.
Jadi, dari hasil wawancara di atas
dapat disimpulkan bahwa orang tua bertengkar
selalu melibatkan anak-anaknya dalam
masalah keluarga. Orang tua menghardik
anaknya dengan kata-kata kasar, dan kata
yang tidak baik digunakan dalam kehidupan
sehari-hari, akibat masalah keluarga yang
berkelanjutan membuat remaja semakin
terbiasa dengan kata-kata kotor dan
lingkungan
yang
keras
dan
kasar,
menyebabkan remaja terbiasa
dengan
kekerasan dalam berinteraksi dengan teman
sebayanya.
2. Komunikasi Nonverbal
Berdasarkan wawancara yang
peneliti lakukan dengan dua orang informan
kunci di Kampung Daratan Marantih
Kenagarian Lakitan Kabupaten Pesisir Selatan
ditemukan bahwa remaja yang selalu cuek saat
orang tua berbicara kepadanya bahkan remaja
mengucapkan kata “ah” saat disuruh oleh
orang tuanya melakukan sesuatu, terlihat
remaja ini selalu menghiraukan apa yang
dikatakan oleh orang tuanya.
Remaja memberikan informasi
kepada temannya dengan bahasa isyarat, sebab
remaja tersebut tidak ingin berbicara dengan
orang lain, dikarenakan masalah atau konflik
yang terjadi dilingkungan keluarganya yang
membuat remaja semakin terganggu dengan
keadaan yang seperti ini. Kemudian remaja
yang berkomunikasi dengan temannya hanya
menganggukkan kepala dan menggelengkan
kepala, sebab remaja tersebut sedang malas
berbicara dengan orang lain.
Jadi, dari hasil wawancara di atas
dapat disimpulkan bahwa remaja yang selalu
cuek saat orang tua berbicara kepadanya
bahkan remaja mengucapkan kata “ah” saat
disuruh oleh orang tuanya melakukan sesuatu,
terlihat remaja ini selalu menghiraukan apa
yang dikatakan oleh orang tuanya. Saat remaja
disuruh melakukan pekerjaan dia langsung
pergi keluar rumah dan menghiraukan apa
yang diperintahkan oleh orang tuanya. Hal ini
menandakan remaja tersebut tidak mau
Menurut
Uchyana
(Damanik,
2014:43) komunikasi merupakan proses
penyampaian pesan ataupun simbol berisikan
pikiran atau perasaan oleh seseorang kepada
orang lain. Komunikasi dapat dibedakan
menjadi dua:
a. Komunikasi verbal
Komunikasi verbal meliputi katakata yang diucapkan atau tertulis. Hal yang
perlu diperhatikan dalam komunikasi
verbal adalah sebagai berikut:
1. Perbendaharaan kata, komunikasi tidak
akan efektif jika pesan disampaikan
dengan kata-kata yang tidak dimengerti
oleh komunikan. Oleh karna itu sangat
penting untuk dapat memilih kata-kata
yang tepat saat berkomunikasi.
2. Kecepatan,
keberhasilan
dalam
komunikasi dapat dicapai dengan cara
mengatur kecepatan bicara.
3. Intonasi suara, penggunaan intonasi
dengan tepat akan memengaruhi arti
pesan secara dramatis, sehingga pesan
akan menjadi berbeda artinya apabila
diucapkan dengan intonasi suara yang
berbeda. Intonasi suara yang tidak
sesuai merupakan hambatan dalam
komunikasi.
4. Humor, merupakan selingan dalam
berkomunikasi,
selain
itu
juga
membantu
menyampaikan
pesan,
humor juga dapat dimuati pesan yang
ingin disampaikan.
5. Singkat dan jelas, komunikasi akan
efektif apabila disampaikan secara
singkat, jelas dan langsung menuju
kepada
pokok
permasalahannya
sehingga lebih mudah dimengerti.
6. Waktu yang tepat, ketepatan waktu
adalah
hal
kritis
yang
perlu
diperhatikan karena komunikasi hanya
akan bermakna jika seseorang bersedia
untuk berkomunikasi, artinya dapat
menyediakan waktu untuk mendengar
atau
memperhatikan
apa
yang
disampaikan oleh orang lain.
b. Komunikasi Nonverbal
Komunikasi merupakan proses
dimana
pesan
disampaikan
oleh
komunikator kepada penerima. Pesan
tersebut dapat berupa hasil pemikiran, atau
perasaan, ditujukan untuk mengubah
pengetahuan, sikap atau tingkah laku
penerima pesan.
6
Komunikasi nonverbal merupakan
penyampaian pesan tanpa kata-kata dan
hanya menggunakan gerak tubuh. Adapun
yang termasuk komunikasi nonverbal
adalah sebagai berikut:
1. Ekspresi wajah merupakan sumber
yang kaya dengan pesan, karena
ekspresi wajah mampu mencerminkan
suasana emosi seseorang.
2. Kontak mata merupakan sinyal alamiah
untuk
berkomunikasi.
Dengan
mengadakan kontak mata selama
berinteraksi, berarti orang tersebut
terlibat dalam menghargai lawan bicara
dengan kamauan untuk memperhatikan
bukan untuk sekedar mendengarkan.
3. Sentuhan
merupakan
bentuk
komunikasi
personal
mengingat
sentuhan lebih bersifat spontan
dibandingkan
komunikasi
verbal.
Beberapa pesan seperti perhatian yang
sungguh-sungguh,
dukungan
emosional, kasih sayang atau simpati
dapat dilakukan melalui sentuhan. Atau
selingannya di dalam berkomunikasi
selain
itu
juga
membantu
menyampaikan pesan, humor dan juga
dapat
dimuati pesan yang ingin
disampaikan kepada orang lain.
4. Postur tubuh dan gaya berjalan
merupakan cara seseorang berjalan,
duduk,
berdiri
dan
bergerak
memperlihatkan
ekspresi
dirinya.
Postur tubuh dan gaya berjalan
merefleksikan emosi, konsep diri dan
tingkat
kesehatannya.
Sehingga
mampu di dalam menjaga komunikasi
maupun interaksinya dengan orang
lain.
5. Suara merupakan rintihan, desahan,
tarikan nafas panjang ataupun tangisan
juga merupakan bentuk ungkapan
perasaan dan pikiran seseorang yang
dapat
dijadikan
pesan
dalam
komunikasi.
6. Gerak isyarat merupakan dapat
memberikan kesan kepada orang lain.
Menggunakan isyarat sebagai bagian
total dari komunikasi seperti mengetukngetukkan kaki atau meremas tangan
selama berbicara mengesankan bahwa
seseorang dalam keadaan tertekan,
bingung,
atau
berupaya
menyembunyikan sesuatu.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang
diuraikan pada bab-bab terdahulu dapat
ditarik kesimpulan yang diperoleh dari
hasil wawancara peneliti dengan dua orang
informan kunci dan tiga orang informan
tambahan di Kampung Daratan Marantih
Kenagarian Lakitan Kabupaten Pesisir
Selatan, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Profil interaksi sosial remaja yang
berasal dari keluarga broken home
dilihat dari kontak sosial. Hal ini dapat
dilihat dari remaja yang terpuruk dalam
masalah keluarga, akibatnya remaja
selalu merasa sedih saat melihat
keluarganya yang selalu berantakkan,
remaja menjauhkan diri dari temantemannya bahkan tidak mau berbicara
dengan siapapun. Remaja yang terbiasa
dengan keluarga yang bermasalah
dalam pergaulannya akan bersifat
negatif antara sesamanya.
2. Profil interaksi sosial remaja yang
berasal dari keluarga broken home
dilihat
dari
cara
komunikasi.
Komunikasi remaja dengan teman,
orang tua dan orang-orang di
lingkungannya berjalan kurang baik.
Pada saat pertengkaran terjadi dalam
lingkungan rumah tangga para orang
tua langsung mengucapkan kata-kata
kotor di depan anak-anaknya. Adanya
orangtua yang langsung menghardik
anaknya saat terjadi pertengkaran
dalam rumah tangga. Sehingga anak
terbiasa menghardik temannya saat
berbicara.
SARAN
Setelah
penulis
melakukan
penelitian dan membahas tentang Profil
Interaksi Sosial Remaja yang Berasal dari
Keluarga Broken Home di Kampung
Daratan Marantih Kenagarian Lakitan
Kabupaten
Pesisir
Selatan
penulis
menyarankan:
1. Remaja di Kampung Daratan Marantih
Kenagarian Lakitan Kabupaten Pesisir
Selatan diharapkan dapat bertingkah
laku yang baik dan berkata-kata dengan
sopan dan lemah lembut agar interaksi
sosial dapat berjalan dengan baik.
2. Orangtua di Kampung Daratan
Marantih
Kenagarian
Lakitan
Kabupaten Pesisir Selatan diharapkan
dapat menanamkan sikap sabar dan
lapang dada agar menciptakan rumah
tangga yang sakinah mawaddah dan
warahmah.
3. Bapak Wali Kampung di Kampung
Daratan Marantih Kenagarian Lakitan
Kabupaten Pesisir Selatan diharapkan
7
dapat memperhatikan dan menjaga
kerukunan hidup antar keluarga dan
masyarakat.
4. Bapak Wali Nagari di Kenagarian
Lakitan Kabupaten Pesisir Selatan
diharapkan dapat membina masyarakat
untuk hidup rukun dan damai.
5. Bapak Camat Kecamatan Lengayang
Kabupaten Pesisir Selatan diharapkan
dapat membina hubungan yang baik
dengan keluarga, orang lain dan
masyarakat setempat.
6. Peneliti selanjutnya, dapat menjadikan
sumber informasi dalam memperkaya
wawasan ilmu pengetahuan dan
sebagai bahan acuan bagi peneliti
selanjutnya.
KEPUSTAKAAN
Willis, Sofyan, S. 2009. Konseling
Keluarga
(Family
Counseling).
Bandung:
Alfabeta.
Soekanto, Soerjono. 2012. Sosiologi
(Suatu Pengantar). Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Mantikahttp://www.slideshare.net/dia
nmantikha/makalah-filsafatpendidikan, diakses tanggal 5
.Maret. 2016.
Dagun, Save M. 2002. Psikologi
Keluarga. Jakarta: Rineka
Cipta.
Walgito, Bimo. 2006. Psikologi
Kelompok. Yogyakarta: Andi
Offset
Muin, Idianto. 2006. Sosiologi
SMA/MA Kelas X. Jakarta:
Erlangga.
Moleong, Lexy. J. 2010. Metode
Penelitian
Kualitatif.
Bandung:
Remaja
Rosdakarya.
Damanik. 2014. Sosiologi SMA/MA
Kelas X. Jakarta: Bumi
Aksara.
8
Download