penerapan model pembelajaran kooperatif tipe student team

advertisement
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT
TEAM ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DISERTAI LDS TERHADAP
HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS X
SMAN 2 SOLOK SELATAN
Oleh:
Helma Rianti, RRP. Megahati, Evrialiani Rosba
Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat
[email protected]
ABSTRAC
This research is motivated by the low learning outcomes Biology students of SMAN 2 South
Solok, the average value of daily test students on the material Biology Fungi still under KKM
(Criterion Complete Minimal). This study aims to determine student learning outcomes with the
implementation of cooperative learning model type STAD with LDS on learning outcomes Biology
class X SMAN 2 South Solok. This type of research is an experiment with a population of students of
class X SMAN 2 South Solok enrolled in the academic year 2015/2016 as many as 197 students and
grouped into seven classes, while the sample is X2 class as an experimental class and class X3 as the
control class taken with using purposive sampling technique. The study design was Randomized
Control Group Posttest Only Design. Based on the analytical results obtained on average test results of
experimental class learning in the cognitive domain was 78.84, while the control class 71.96. The
average test results of experimental class learning on affective domain is 3.57, while the control class
3,36. The average test results in the experimental class learning psychomotor is 3.34, while the control
class 3,22. After testing by t-test is obtained price and ttabel t = 2.43 = 1.68 means t hitung > ttabel, then
the hypothesis in this study with a confidence interval of 95% is accepted. It can be concluded that the
implementation of cooperative learning model type STAD with LDS administration can improve
learning outcomes biology class X SMAN 2 South Solok
Key words: Student Team Achievement Division and Learning Outcomes
PENDAHULUAN
IPA (Biologi) yang sering disebut juga
dengan istilah pendidikan sains. IPA
merupakan salah satu mata pelajaran pokok
dalam kurikulum pendidikan di Indonesia.
Mata pelajaran IPA Biologi) merupakan mata
pelajaran yang selama ini dianggap sulit oleh
sebagian besar peserta didik, mulai dari jenjang
sekolah dasar sampai sekolah menengah
(Susanto, 2013:165).
Dalam proses pembelajaran guru
dituntut untuk berperan sebagai fasilitator,
mediator dan motivator. Guru tidak hanya
sebagai penyampai materi saja tetapi juga
bertanggung jawab dalam memotivasi dan
membimbing siswa. Menurut Dimyati dan
Mudjiono (2002:43) motivasi mempunyai
kaitan yang erat dengan minat. Siswa yang
memiliki minat dengan suatu bidang studi
tertentu cenderung tertarik perhatiannya dan
dengan demikian timbul motivasinya untuk
mempelajari bidang studi tersebut. Oleh sebab
itu, sebagai salah satu komponen utama dalam
proses pembelajaran, guru harus lebih mampu
menciptakan suatu kondisi belajar yang optimal
sehingga dapat menantang siswa untuk befikir
lebih lanjut dan dapt mendorong siswa untuk
belajar sehingga penguasaan konsepnya
semakin baik. Guru diharapkan lebih dapat
memilih dan menggunakan strategi mengajar
yang melibatkan keaktifan siswa secara
menyeluruh sehingga pembelajaran menjadi
lebih bermakna.
1
Berdasarkan hasil observasi dan
wawancara yang dilakukan pada SMA Negeri
2 Solok Selatan ditemukan beberapa faktor
yang menyebabkan hasil belajar siswa rendah,
diantaranya kurang minat dan motivasi siswa
dalam belajar biologi, disebabkan karena
pembelajaran biologi sulit dan membosankan,
siswa kurang aktif karena siswa hanya
mendengar, memperhatikan dan mencatat
selama proses pembelajaran, selain itu siswa
terlihat sering berbicara dengan teman
sebangku, serta siswa lebih banyak menunggu
sajian dari guru daripada menemukan sendiri
pengetahuan, proses pembelajaran masih
terpusat pada guru, karena guru masih
menggunakan metode ceramah.
Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata
ulangan harian Biologi siswa kelas X tahun
pelajaran 2014/2015 pada materi jamur (Fungi)
adalah X1 67,26, X2 63,53, X3 66,16, X4 59,62
,X5 58,10, X6 61,47. Hasil yang diperoleh siswa
masih dibawah kriteria ketuntasan minimum
(KKM), yaitu 70. Nilai materi jamur (Fungi)
masih di bawah KKM dikarenakan persepsi
siswa yang menganggap materi ini sulit. Siswa
merasa kesulitan dalam
memahami
pengelompokkan berbagai macam jenis-jenis
jamur, daur hidup dan reproduksi jamur yang
kompleks dan bahasa latin yang kurang
dipahami siswa.
Berdasarkan uraian di atas nilai yang
diperoleh siswa kelas X SMA Negeri 2 Solok
Selatan sangat jauh dari yang diharapkan.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka
penulis tertarik untuk menerapkan salah satu
model pembelajaran yaitu model pembelajaran
kooperatif tipe Student Team Achievement
Division (STAD). STAD merupakan salah satu
tipe dari model pembelajaran kooperatif
dengan menggunakan kelompok-kelompok
kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok 4-5
siswa secara heterogen. Salah satu kelebihan
dari model STAD adalah dapat memberikan
kepada siswa untuk bekerjasama dengan siswa
lain. Dan untuk menunjang proses diskusi
siswa dalam model STAD dibantu dengan
Lembaran Diskusi Siswa (LDS) yang
dilengkapi gambar sehingga memudahkan
siswa untuk memahami materi jamur. Dengan
menggunakan LDS dalam pengajaran akan
membuka kesempatan kepada siswa untuk ikut
aktif dalam pembelajaran. Dengan demikian
guru bertanggung jawab penuh dalam
memantau
siswa dalam proses belajar
mengajar
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mengetahui hasil belajar siswa dengan
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe
STAD disertai LDS terhadap hasil belajar
Biologi siswa kelas X SMA Negeri 2 Solok
Selatan.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini telah dilaksanakan pada
SMA Negeri 2 Solok Selatan bulan November
tahun pelajaran 2015/2016. Jenis penelitian ini
adalah eksperimen. Rancangan penelitian
Randomized Control Group Only Desaign
dengan populasi siswa kelas X SMA Negeri 2
Solok Selatan yang terdiri dari 7 kelas. Teknik
pengambilan sampel dilakukan dengan
purposive sampling, kelas X2 sebagai kelas
eksperimen dan X3 sebagai kelas kontrol.
Instrumen penelitian yang digunakan adalah tes
akhir hasil belajar dalam bentuk tes objektif.
Sebelum tes akhir diberikan pada siswa
dilakukan ujicoba soal dilihat dari indek
kesukaran dan daya pembeda. Setelah 60 soal
di ujicobakan diperoleh 27 soal yang valid.
Menurut Sudijono (2011:372) kriteria soal
yang dipakai indeks kesukaran adalah antara
0,25 sampai dengan 0,75, sedangkan daya
pembeda adalah 0,20 sampai dengan 1,00.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian dengan penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe STAD
disertai LDS terhadap hasil belajar pada siswa
kelas X SMA Negeri 2 Solok Selatan terjadi
peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari nilai
rata-rata pada kelas eksperimen lebih tinggi
daripada kelas kontrol. Hal ini dapat dilihat
pada tabel 1 berikut.
Tabel 1. Skor dan Predikat Hasil Belajar untuk Ranah Afektif, Kognitif, dan Psikomotor.
Kelas
Afektif
Kognitif
Psikomotor
2
Modus
3,57
3,36
Eksperimen
Kontrol
Predikat
AB+
Skor Rerata
3,15
2,88
Skor Modus
Berdasarkan tabel 1 terlihat bahwa kelas
eksperimen mendapatakan nilai rata-rata lebih
tinggi dari pada kelas kontrol pada ranah
afektif, dimana pada kelas eksperimen
diperoleh nilai modus 3,57 dengan predikat Asedangkan kelas kontrol diperoleh nilai modus
3,36 dengan predikat B+. Pada ranah kognitif
kelas eksperimen mendapatkan skor rerata 3,
15 dengan huruf B dan kelas kontrol
mendapatkan skor rerata 2,88 dengan huruf B.
Huruf
B
B
Modus
3,34
3,22
Huruf
B+
B+
Pada ranah keterampilan kelas eksperimen dan
kelas kontrol memiliki huruf yang sama yaitu
B+, tetapi memiliki modus yang berbeda,
dimana pada kelas eksperimen diperoleh
modus 3,34 sedangkan pada kelas kontrol
dipeoleh modus 3,22. Dari data hasil penelitian
yang telah diperolah terlihat bahwa nilai kelas
eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol.
Hasil penelitian tersebut dapat dilihat pada
gambar 1.
4
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
Eksperimen
Kontrol
Kognitif
Afektif
Psikomotor
Gambar 1. Nilai rerata Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Berdasarkan hasil penlitian yang telah
dilakukan pada kelas eksperimen dan kelas
kontrol, terlihat bahwa dari ketiga ranah yang
dinilai yaitu ranah afektif, ranah kognitif dan
ranah psikomotor terdapat berbedaan hasil
antara kelas eksperimen dan kelas kontrol
seperti dijelaskan berikut ini.
1. Ranah Afektif
Menurut permendikbud nomor 104
(2014 : 23) nilai akhir yang diperoleh untuk
ranah afektif adalah nilai modus (nilai yang
sering muncul). Berdasarkan pengamatan sikap
yang telah dilakukan oleh observer pada kedua
kelas sampel, kelas eksperimen memperoleh
modus yang lebih tinggi yaitu 3,57 dengan Asedangkan kelas kontrol memporoleh modus
3,36 dengan predikat B+.
Penilaian afektif pada kelas eksperimen
dan kelas kontrol terdiri dari dua indikator
pencapaian sikap seperti rasa ingin tahu, dan
percaya diri. Hasil penelitian menunjukkan
secara umum bahwa sikap siswa selama
pembelajaran
menggunakan
model
pembelajaran kooperatif tipe STAD disertai
LDS lebih baik dibandingkan dengan
pembelajaran dengan menggunakan metode
ceramah. Tingginya hasil aspek afektif pada
kelas eksperimen disebabkan oleh adanya
penggabungan antara STAD dengan LDS
sehingga merangsang rasa ingin tahu dan
percaya diri siswa. Hal ini sesuai dengan
manfaat LDS menurut Mugiono dalam
Oktamalia , (2009: 14) LDS dapat membuat
siswa lebih tertarik untuk belajar, karena setiap
soal pada LDS bertitik tolak pada alam nyata
yang sesuai dengan dunia siswa, dan LDS
dapat memancing siswa untuk berpikir, karena
lebih
banyak
waktu
tersedia
untuk
3
memecahkan masalah daripada sekadar
mencatat apa yang disampaikan guru.
Pada
kelas
kontrol
dengan
menggunakan metode ceramah, rasa ingin tahu
dan percaya diri siswa masih kurang. Hal ini
disebabkan karena siswa hanya menerima
informasi dari guru sebagai sumber utama
sehingga pemahaman konsep pembelajaran
siswa masih rendah. Akibatnya, siswa kurang
membangkitkan rasa ingin tahunya untuk
bertanya, menjawab maupun menanggapi
pertanyaan tentang materi pelajaran. Siswa
hanya menerima penjelasan guru sehingga
pembelajaran menjadi teacher center. Selain
itu, terlihat tidak percaya dirinya siswa dalam
bertanya,
berpendapat
atau
menjawab
pertanyaan.
2. Ranah Kognitif
Penilaian hasil belajar kognitif pada
kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan
menggunakan tes pilihan ganda sebanyak 27
butir soal. Penilaian ranah kognitif pada kelas
eksperimen mendapatkan nilai rata-rata 78,84.
KKM yang ditetapkan oleh SMA Negeri 2
Solok Selatan adalah 75. Pada kelas
eksperimen nilai siswa yang yang mencapai
ketuntasan atau di atas KKM ada sebanyak 18
orang siswa dengan persentase 64,29%,
sedangkan nilai siswa yang tidak tuntas ada
sebanyak 10 orang siswa dengan persentase
35,71%. Penilaian ranah kognitif pada kelas
kontrol mendapatkan nilai rata-rata 71,96. Pada
kelas kontrol nilai siswa yang menapai
ketuntasan atau di atas KKM ada sebanyak 8
orang siswa dengan persentase 29,63%,
sedangkan nilai siswa yang tidak tuntas ada
sebanyak 20 orang siswa dengan persentase
74,07%. Berdasarkan besarnya persentase
ketuntasan pada kelas eksperimen, bahwa pada
pembelajaran
STAD
disertai
LDS
menunjukkan hasil belajar kognitif siswa
meningkat karena setiap siswa saling
mendorong dan membantu satu sama lain
untuk menguasai materi yang diajarkan guru,
jika
siswa
menginginkan
kelompok
memperoleh reward, mereka harus membantu
teman sekelompok mereka dalam mempelajari
pelajaran, mereka harus mendorong teman
sekelompok untuk melakukan yang terbaik,
memperlihatkan norma-norma bahwa belajar
itu penting, berharga dan menyenangkan. Para
siswa diberi waktu untuk bekerja sama setelah
pelajaran diberikan oleh guru, tetapi tidak
saling membantu ketika menjalani kuis,
sehingga setiap siswa harus menguasai materi
itu (tanggung jawab perseorangan).
Hal ini sesuai dengan kelebihan STAD
menurut Majid (2013:188) diantaranya sebagai
berikut: (a) dapat memberikan kesempatan
kepada siswa untuk bekerjasama dengan siswa
lain, (b) siswa dapat menguasai pelajaran yang
disampaikan, (c) dalam proses belajar mengajar
siswa saling ketergantungan positif, dan (d)
setiap siswa dapat saling mengisi satu sama
lain. Selain itu, Menurut Ratumanan dalam
Trianto (2009:62) menyatakan bahwa interaksi
yang terjadi dalam belajar kooperatif dapat
memacu
terbentuknya
ide
baru
dan
memperkaya perkembangan intelektual siswa.
Rendahnya hasil belajar siswa pada
kelas kontrol disebabkan karena pembelajaran
pada kelas kontrol hanya didominasi oleh siswa
yang aktif dalam bertanya, dikuasai oleh siswa
yang puntar. Dalam pembelajaran kelas kontrol
guru menggunakan metode ceramah dan tanya
jawab, hanya sebagian siswa saja yang terlibat
tanya jawab dengan guru, sedangkan siswa
yang lain hanya diam saat proses pembelajran
berlangsung. Hal ini sesuai dengan pendapat
Lufri (2007:36-38) bahwa salah satu
kekurangan metode ceramah dan tanya jawab
adalah membosankan bagi peserta didik bila
terlalu lama dan kurang menarik bagi peserta
didik yang kurang aktif berfikir.
3. Ranah Psikomotor
Penilaian psikomotor pada kelas
eksperimen dan kelas kontrol terdiri dari dua
indikator pencapaian keterampilan seperti
mengemukakan
pendapat/bertanya,
dan
menanggapi pertanyaan. Hasil penelitian
menunjukkan secara umum bahwa psikomotor
siswa selama pembelajaran menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe STAD
disertai
pemberian
LDS
lebih
baik
dibandingkan dengan pembelajaran secara
konvensional. Penilaian psikomotor pada kelas
eksperimen dan kelas kontrol mendapatkan
huruf yang sama yaitu B+, tetapi nilai modus
yang berbeda. Nilai modu pada kelas
eksperimen 3,34, sedangkan nilai modus pada
4
kelas kontrol 3,22. Tingginya penilaian aspek
psikomotor siswa pada kelas eksperimen
disebabkan karena kemampuan afektif siswa
yang tinggi terlihat dari rasa ingin tahu dan
percaya diri siswa yang tinggi terhadap materi
pelajaran. Sehingga siswa lebih sering untuk
mengemukakan
pendapat/bertanya,
dan
menanggapi pertanyaan terkait dengan materi
pelajaran. Aspek afektif dan psikomotor tidak
dapat terpisahkan, jika aspek afektif siswa baik
maka akan berdampak pada aspek psikomotor
yang juga baik. Hal ini senada dengan pendapat
Kunandar (2013:249) hasil belajar psikomorik
tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan
kemampuan bertindak individu. Hasil belajar
psikomotorik
sebenarnya
merupakan
kelanjutan dari hasil belajar kognitif dan hasil
belajar afektif (yang baru tampak dalam bentuk
kecendrungan-kecendrungan untuk berperilaku
atau berbuat). Hasil belajar kognitif dan afektif
akan menjadi hasil belajar psikomotorik
apabila peserta didik telah menunjukkan
perilaku atau perbuatan tertentu sesuai dengan
makna yang terkandung dalam ranah kognitif
dan afektif.
Pada
saat
proses
pembelajaran
berlangsung peneliti menemukan kendalakendala yang berdampak pada beberapa siswa
yang masih memiliki hasil belajar siswa yang
rendah. Hal ini dikarenakan kemampuan
peneliti dalam mengelola kelas pada pertemuan
pertama dalam menerapkan model ini peneliti
masih dalam proses belajar, serta bahan
pelajaran yang kurang diminati oleh siswa.
Sehingga siswa kurang berminat dalam belajar.
Peneliti mencoba untuk merefleksi diri pada
pertemuan kedua dan ketiga agar siswa dapat
lebih berminat dalam proses belajar. Menurut
Slameto
(2003:57)
minat
adalah
kecenderungan
yang
tetap
untuk
memperhatikan dan mengenang beberapa
kegiatanGuru yang kompeten akan lebih
mampu menciptakan lingkungan belajar yang
efektif, menyenangkan dan akan lebih mampu
mengelola kelasnya, sehingga siswa mengikuti
proses belajar mengajar dengan penuh motivasi
yang akan berpengaruh terhadap hasil
belajarnya.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis
data maka dapat disimpulkan bahwa penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe STAD
disertai LDS dapat meningkatkan hasil belajar
biologi siswa kelas X SMA Negeri 2 Solok
Selatan.
Saran dari penelitian ini adalah sebagai
berikut (1) Guru bidang studi biologi
khususnya di SMA Negeri 2 Solok Selatan
dapat menerapkan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD disertai LDS dalam
pembelajaran biologi untuk meningkatkan hasil
belajar biologi siswa. (2) Sebelum mengikuti
proses pembelajaran, diharapkan siswa
memiliki kesiapan belajar, terutama memiliki
pengetahuan awal. (3) Bagi peneliti selanjutnya
diharapkan dapat memotivasi siswa disaat
melaksanakan model pembelajaran kooperatif
tipe STAD disertai LDS sehingga tujuan
pembelajaran dapat tercapai dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Dimyati dan Mudjiono.2002.Belajar Dan
Pembelajaran.
Jakarta:
Asdi
Mahasatya
Kunandar, 2013. Penilaian Autentik (Penilaian
Hasil
Belajar
Peserta
Didik
Berdasarkan Kurikulum 2013). Jakarta:
Rajagrafindo Persada.
Lufri. 2007. Strategi Pembelajaran Biologi.
Padang; UNP.
Majid, Abdul. 2013. Strategi Pembelajaran.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Offset
Oktamalia, Henny. (2009). Penerapan Problem
Based Learning dengan Media LDS
Bergambar
Pada
Konsep
Pencemaran Lingkungan di SMP Al
Hadi Sukoharjo. Skripsi Universitas
Negeri Malang.
Permendikbud dan Dekdikbud. 2014. Penilaian
Hasil Belajajar oleh Pendidikan dan
Pendidikan
Menengah.
Balitbang:
Permendikbud.
Slameto. 2003. Belajar Dan Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
5
Sudijono, Anas.2011. Pengantar Evaluasi
Pendidikan.
Jakarta:
Remaja
Rosdakarya
Trianto 2009. Mendesain Model Pembelajaran
Inivatif-Progresif. Jakarata: Kencana
Prenada Media Group.
Susanto, Ahmad. 2013. Teori Belajar &
Pembelajaran di Sekolah Dasar.
Jakarta: Kencana.
6
Download