KANDUNGAN FITOKIMIA KALPATARU

advertisement
KANDUNGAN FITOKIMIA KALPATARU (Hura crepitans Linn.)
SEBAGAI REKOMENDASI JENIS TANAMAN HUTAN KOTA
BERKHASIAT OBAT
WINDA AGUSTIANI
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kandungan Fitokimia
Kalpataru (Hura crepitans Linn.) sebagai Rekomendasi Jenis Tanaman Hutan
Kota Berkhasiat Obat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Winda Agustiani
NIM E34110028
ABSTRAK
WINDA AGUSTIANI. Kandungan Fitokimia Kalpataru (Hura crepitans Linn.)
sebagai Rekomendasi Jenis Tanaman Hutan Kota Berkhasiat Obat. Dibimbing
oleh ENDES N DAHLAN dan IRMANIDA BATUBARA.
Kalpataru (Hura crepitans) adalah jenis tanaman yang tidak banyak
dikenal oleh kalangan luas. Kalpataru merupakan salah satu bentuk relief atau
ornamen yang ada pada candi-candi. Peran tanaman kalpataru disamping sebagai
peneduh, penyerap karbon, penghasil oksigen, tanaman ini diduga mempunyai
kandungan berkhasiat obat. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi senyawa
fitokimia meliputi flavonoid, tanin, alkaloid, saponin, steroid, dan triterpenoid dari
daun, tangkai daun, kulit batang, dan batang tanaman kalpataru (Hura crepitans)
yang selanjutnya dapat dijadikan bahan pertimbangan sebagai salah satu jenis
tanaman hutan kota obat yang berkhasiat obat. Berdasarkan hasil penelitian Hura
crepitans mempunyai kandungan senyawa kimia meliputi saponin, tanin,
flavonoid, steroid, dan triterpenoid. Daun dan tangkai mempunyai potensi
tertinggi untuk dimanfaatkan sebagai obat. Daun memiliki kadar flavonoid dan
saponin tertinggi dari bagian lainnya yaitu sebesar 15.36% dan 1.05%, sedangkan
tangkai memiliki kadar tanin tertinggi yaitu sebesar 1.49%. Flavonoid berfungsi
mengobati penyakit yang disebabkan oleh radikal bebas. Kalpataru dapat
direkomendasikan sebagai salah satu jenis tanaman hutan kota yang berkhasiat
obat.
Kata kunci : flavonoid, metabolit sekunder, obat, saponin, tanin.
ABSTRACT
WINDA AGUSTIANI. Phytochemical Contents of Kalpataru (Hura crepitans
Linn.) as Recommendations Urban Forest Plant Species of Medicinal. Supervised
by ENDES N. DAHLAN and IRMANIDA BATUBARA.
Kalpataru (Hura crepitans) is a type of plant that is not widely known.
Kalpataru is one form of relief or ornament that existed at the temples. Kalpataru
plants has role as a shade, absorbent carbon, oxygen producer, but and could has
medicinal content. The purpose of this study is to identify phytochemical
compounds include flavonoids, tannins, alkaloids, saponins, steroids and
triterpenoids from the leaves, stems leaves, bark, and stems of kalpataru (Hura
crepitans) which subsequently can be considered as one of the urban forest’s plant
as a medicine. The results showed that Hura crepitans has chemical compounds
include saponins, tannins, flavonoids, steroids and triterpenoids. The leaves and
stems have the highest potential to be used as a medicine. The leaves have the
highest levels of flavonoids and saponins than other part which were 15.36% and
1.05% respectively. The stem has highest level of tannin 1.49%. Flavonoids were
used to treat diseases caused by free radicals. Kalpataru (Hura crepitans) could be
recommended as one of the urban forest plants of medicinal.
Keywords: flavonoids, medicinal, saponins, secondary metabolites, tannins.
KANDUNGAN FITOKIMIA KALPATARU (Hura crepitan Linn.)
SEBAGAI REKOMENDASI JENIS TANAMAN HUTAN KOTA
BERKHASIAT OBAT
WINDA AGUSTIANI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi sebagai salah satu syarat menjadi sarjana Kehutanan. Judul yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan April–Mei 2015 adalah
Kandungan Kalpataru (Hura crepitans Linn.) sebagai Rekomendasi Jenis
Tanaman Hutan Kota Berkhasiat Obat. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr
Ir Endes N Dahlan, MS dan Dr Irmanida Batubara, MSi selaku pembimbing yang
telah memberikan ilmu, bimbingan, dan motivasi bagi penulis selama skripsi.
Segenap laboran Pusat Studi Biofarmaka (Bu Nunu, Mas Endi, Mba Wiwi), dan
Laboratorium Konservasi Tumbuhan Obat yang telah membantu memfasilitasi
penelitian penulis.
Ungkapan terima kasih secara khusus disampaikan kepada Bapak
(Poniman), Ibu (Mardiyem), dan seluruh keluarga atas kasih sayang dan dalam
bentuk moril maupun materiil. Terima kasih penulis sampaikan kepada Armin
Agung Mubarok, Emma Rachmawati, Army Selvilia R, Nia Tanilia, Siti
Nurjannah, Berty Fatimah, Wahyu Indah Astriani, Siti Nariah, Arseki Ardjansyah,
Amelia Dwi Susati, Tri Susanti, Hafiza, Ilham Ananda, Ramadhan Al Karim yang
telah memberikan bantuan serta dukungan selama penelitian, serta teman-teman
KSHE 48 atas do’a dan semangatnya selama ini. Penulis menyadari bahwa skripsi
ini jauh dari sempurna, namun penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi
banyak pihak.
Bogor, Agustus 2015
Winda Agustiani
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
METODE
2
Lokasi dan Waktu Penelitian
2
Bahan dan Alat
2
Prosedur Penelitian
3
HASIL DAN PEMBAHASAN
6
Kalpataru (Hura crepitans Linn.)
6
Kadar Air
7
Kandungan Fitokimia
8
Rendemen Ekstrak
10
Kadar Total Flavonoid
11
Kadar Total Saponin
12
Kadar Total Tanin
13
Rekomendasi Hutan Kota
13
SIMPULAN DAN SARAN
16
Simpulan
16
Saran
17
DAFTAR PUSTAKA
17
LAMPIRAN
20
DAFTAR TABEL
1
2
Kandungan fitokimia bagian tanaman kalpataru (Hura crepitans)
Perbandingan kadar total bagian tanaman kalpataru (Hura
crepitans)
9
15
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
Perbedaan daun (a) Hura polyandra ; (b) Hura crepitans
Bentuk morfologi (a) daun ; (b) bunga; (c) bentuk batang; dan (d) bentuk
tajuk tanaman kalpataru (Hura crepitans
Kadar air bagian tanaman kalpataru (Hura crepitans)
Rendemen ekstraksi bagian tanaman kalpataru dengan pelarut etanol
96%
Kadar total flavonoid bagian tanaman kalpataru (Hura crepitans)
Kadar total saponin bagian tanaman kalpataru (Hura crepitans)
Kadar total tanin bagian tanaman kalpataru (Hura crepitans)
6
7
8
11
12
12
13
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
Diagram alir penelitian
Dokumentasi penelitian
Kadar air simplisia
Rendemen ekstrak bagian tanaman kalpataru (Hura crepitans)
Kadar total flavonoid bagian tanaman kalpataru (Hura crepitans)
Kadar total tanin bagian tanaman kalpataru (Hura crepitans)
20
21
24
24
25
26
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kota menjadi pusat segala kegiatan baik pemerintahan, perekonomian,
pendidikan, perdagangan, serta kegiatan lainnya.Kota juga merupakan pusat
sumberdaya manusia penting (Dahlan 2013). Hal ini menyebabkan lahan di kota
semakin sempit akibat banyaknya pemukiman yang dibangun. Semakin banyak
pembangunan tentu akan berdampak pada berkurangnya lahan untuk ruang
terbuka hijau. Kondisi tersebut memicu timbulnya permasalahan lingkungan
seperti sampah, banjir, polusi udara, dan permasalahan lingkungan lainnya, yang
nantinya akan berdampak pada kesehatan manusia. Hutan kota merupakan salah
satu solusi untuk mengatasi permasalahan lingkungan yang ada di kota. Definisi
hutan kota (Urban forest) menurut Fakuara (1987) adalah tumbuhan atau vegetasi
berkayu di wilayah perkotaan yang memberikan manfaat lingkungan yang
sebesar-besarnya dalam kegunaan-kegunaan proteksi, estetika, rekreasi, dan
kegunaan khusus lainnya salah satunya sebagai koleksi tanaman yang berkhasiat
obat. Pemilihan tanaman pada hutan kota hendaknya sesuai dengan permasalahan
kota yang ada, sehingga tidak hanya fungsi estetika melainkan fungsi ekologis dan
medis juga berperan.
Kalpataru merupakan salah satu bentuk relief atau ornamen yang ada pada
candi-candi. Ornamen-ornamen yang ada pada candi-candi Hindu maupun Budha
di Jawa Tengah dan DIY salah satunya yaitu motif tumbuhan. Motif tumbuhan
atau flora yang terdapat dalam ornament candi antara lain mencakup bunga, sulur,
petanamanan, termasuk pohon kalpataru (Sunaryo 2009). Kalpataru atau
kalpawrksa merupakan sebutan tanaman yang dikenal dalam mitos India (Sunaryo
2010). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti kalpataru adalah tanaman
lambang kehidupan yang menggambarkan pengharapan atau tanaman
penghidupan. Kalpataru dijadikan sebagai nama penghargaan kepada seseorang
atau kelompok yang berhasil menjaga kelestarian lingkungan hidup. Kalpataru
tidak hanya ada dalam mitos, namun kalpataru merupakan nama sebuah tanaman
yang sampai saat ini masih ada. Menurut berbagai sumber disebutkan bahwa
kalpataru mempunyai jenis yang berbeda-beda, antara lain Hura crepitans
(Dephut 2013) dan Ficus religiosa (BLH 2013).
Kalpataru (Hura crepitans) dapat menjadi salah satu jenis tanaman hutan
kota. Kalpataru (Hura crepitans) merupakan tanaman yang tidak banyak dikenal
oleh kalangan luas.Kalpataru disebut pohon kehidupan sebab peran tanaman
kalpataru disamping sebagai peneduh karena tajuknya yang berbentuk payung,
penyerap karbon, penghasil oksigen hasil fotosintesis, tanaman ini diduga
mempunyai kandungan yang dapat berkhasiat obat. Oleh karena itu, perlu
dilakukan uji fitokimia untuk mengetahui kandungan senyawa aktif pada
kalpataru (Hura crepitans) yang selanjutnya dapat dijadikan bahan pertimbangan
sebagai salah satu jenis tanaman hutan kotayang berkhasiat obat.
2
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui kandungan senyawa
fitokimia meliputi flavonoid, tanin, alkaloid, saponin, steroid, dan triterpenoid dari
daun, tangkai, kulit kayu, dan kayu kalpataru (Hura crepitans) baik secara
kualitatif maupun kuantitatif, serta manfaatnya untuk dijadikan sebagai salah satu
jenis tanaman hutan kota yang berkhasiat obat.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi kepada pihak
pengelola hutan kota, pemerintah pusat, dan pihak-pihak yang terkait dalam
pembangunan hutan kota. Selain itu, hasil penelitian ini dapat memberikan
informasi mengenai kandungan senyawa berkhasiat obat dari tanaman kalpataru
yang nantinya dapat dijadikan salah satu bahan obat herbal.
METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Konservasi Tumbuhan Obat
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata; Pusat Studi
Biofarmaka, Kampus IPB Taman Kencana; serta Balai Penelitian Tanaman Obat
dan Aromatika (Balittro) Jalan Tentara Pelajar No. 3, Kampus Penelitian
Pertanian Cimanggu, Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan April - Mei
2015. Pengambilan sampel uji dilakukan di Kampus IPB Dramaga.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun, tangkai, kulit kayu,
serta kayu bagian dalamkalpataru (Hura crepitans) yang diperoleh di Kampus IPB
Dramaga.Bahan diekstraksi dengan pelarut etanol 96%. Bahan-bahan untuk
analisis fitokimia berupa akuades, etanol 30%, serbuk Mg, amil alkohol, HCl,
FeCl3, NH3, NHCl3, H2SO4, pereaksi Dragendorff, pereaksi Mayer, pereaksi
Wagner, dietil eter, asam asetat anhidrat. Pengujian kadar total flavonoid
digunakan bahan berupa heksametilentetramin (HMT) 0.5%, HCl 25%, asam
asetat glasial (5% dalam metanol), metanol, AlCl3 2% (dalam asam asetat glasial),
aseton, etil asetat, dan kuersetin. Bahan untuk uji kadar total tanin meliputi
:larutan KMnO4 0.2 N, indigokarmin, dan bahan untuk uji saponin adalah CHCl3,
etanol absolut, dan standar saponin 100 ppm.
Alat yang digunakan dalam penelitian antara lain : blender, gunting, pisau,
oven, cawan porselen, neraca, desikator, tabung reaksi, gelas ukur, pipet tetes,
sudip, labu takar, gelas piala, gelas erlenmeyer, corong, kertas saring, penangas
3
air, water bath, corong pisah, sonikasi, tisu,Spektrofotometer UV-Vis, rotary
evaporator, alat tulis, laptop, dan kamera.
Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian meliputi beberapa tahapan. Tahapan dimulai dengan
preparasi sampel, penentuan kadar air, uji flavonoid, uji tanin, uji alkaloid, uji
saponin, uji steroid, uji triterpenoid, serta uji kadar total flavonoid, uji kadar total
tanin, uji kadar total alkaloid, uji kadar total saponin. Tahapan penelitian
tercantum pada Lampiran 1.
Preparasi sampel
Sampel uji (daun, tangkai daun, kulit batang, batang) dikumpulkan, dicuci
dengan air mengalir, dan ditiriskan.Bahan kemudian dirajang dan dikeringkan
dalam oven pada suhu 50 – 60°C selama 5 hari.Sampel uji yang sudah kering
kemudian digiling untuk dijadikan serbuk.
Penentuan kadar air (AOAC 2006)
Cawan porselen dikeringkan dalam oven 105° C selama 60 menit.Cawan
porselen diambil dari dalam oven setelah itu didinginkan dalam desikator selama
30 menit, kemudian cawan ditimbang. Sebanyak 3 gram serbuk sampel
dimasukkan ke dalam cawan dan dikeringkan di dalam oven selama 3 jam pada
suhu 105o C. Cawan didinginkan dalam desikator selama 30 menit, kemudian
ditimbang sampai diperoleh bobot konstan. Penentuan kadar air dilakukan
sebanyak 3 kali ulangan. Persentase kadar air, dihitung dengan rumus sebagai
berikut :
𝑐−π‘Ž
Bobot Kering (%) =
π‘₯ 100
𝑏
Kadar air (%) = 100 - Bobot Kering
Keterangan :
a : berat cawan porselen setelah di oven dan dimasukan dalam desikator
b : berat sampel dalam cawan porselen
c : berat cawan dan sampel yang telah dioven dan dimasukan dalam desikator
Analisis fitokimia kualitatif (Harborne 1987)
Uji flavonoid
Sebanyak 3 gram sampel ditambahkan 20 mL akuades, kemudian
dipanaskan pada suhu 100oC selama 3-5 menit, setelah dingin lalu disaring, dan
dihasilkan filtrat. Filtrat ditambahkan 10 tetes etanol, 1 sudip serbuk Mg, 5 tetes
amil alcohol dan HCl, kemudian kocok homogen. Uji positif flavonoid
ditunjukkan oleh warna merah, kuning atau jingga.
Uji tanin
Sebanyak 3 gram sampel ditambahkan 20 mL akuades, kemudian
dipanaskan pada suhu 100oC selama 3-5 menit, setelah dingin lalu disaring, dan
dihasilkan filtrat. Filtrat ditambahkan 5 tetes FeCl3. Apabila terbentuk warna hijau
kehitaman menandakan adanya tanin.
4
Uji saponin
Sebanyak 3 gram sampel ditambahkan 20 mL akuades, kemudian
dipanaskan pada suhu 100oC selama 3-5 menit, setelah dingin lalu disaring, dan
dihasilkan filtrat. Fitrat kemudian dikocok dengan kuat. Uji positif saponin
ditunjukkan dengan terbentuknya busa yang stabil selama 30 detik.
Uji alkaloid
Sebanyak 3 gram sampel ditambahkan 5 tetes NH3 dan 5 mL NHCl3,
kemudian kocok homogen dan disaring. Filtrat ditambahkan 3-5 tetes H2SO4 2 M,
kemudian kocok homogen. Lapisan asam (bagian atas) dipipet dalam tabung
reaksi lain. Uji positif alkaloid ditunjukkan dengan terbentuknya endapan jingga
sampai merah cokelat setelah ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff, endapan
putih setelah ditambahkan 2 tetes pereaksi Meyer atau endapan cokelat muda
hingga kekuningan setelah ditetesi pereaksi Wagner.
Uji steroid dan triterpenoid
Sebanyak 3 gram sampel ditambahkan 5 mL etanol, kemudian dipanaskan
selama 3–5 menit.Setelah dingin kemudian disaring. Filtrat dipanaskan kembali
hingga dihasilkan ekstrak. Ekstrak kemudian ditambahkan 1 mL dietil eter lalu
dikocok homogen. Larutan dituang ke dalam porselen lalu ditambahkan 3 tetes
H2SO4. Uji positif steroid ditunjukkan jika terbentuk warna biru atau
hijau.Sedangan triterpenoid ditunjukkan jika terbentuk warna ungu atau jingga.
Pembuatan ekstrak
Ekstrak dibuat dengan cara maserasi menggunakan etanol 96%. Serbuk
sampel sebanyak 25 gram ditambahkan dengan etanol 96% sebanyak 250 mL
(perbandingan 1:10), kemudian di kocok menggunakan shaker dan didiamkan
selama 2x24 jam. Maserat dipisahkan dari ampas dan proses diulang 2 kali dengan
jenis dan pelarut yang sama. Semua maserat dikumpulkan dan dan diuapkan
dengan rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak kental. Rendemen hasil
ekstrak diperoleh dari pehitungan sebagai berikut :
Rendemen % =
Bobot simplisia (g)
x100
Bobot ekstrak g x (100-Kadar air)
Kadar total flavonoid (Depkes RI 2000)
a. Larutan induk :
Hasil ekstrak diambil sebanyak 0.2 gram ditambahkan dengan 1 mL
larutan HMT 0.5% , 2 mL HCl 25%, dan aseton sebanyak 20 mL. Campuran
larutan direfluks selama 30 menit, kemudian disaring menggunakan kertas
saring.Filtrat dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL. Residu direfluks
kembali dengan 20 mL aseton selama 30 menit, kemudian disaring.Filtrat
dicampur ke labu ukur 100 mL, dan tera dengan aseton. Sebanyak 20 mL
filtrat dimasukkan ke dalam corong pisah dan tambahkan 20 mL akuades.
Larutan di ekstraksi 3 kali dengan etil asetat masing masing sebanyak 15 mL.
Fraksi etil asetat (fase atas) dikumpulkan dan dan ditambah dengan etil asetat
sampai 50 mL dalam labu terukur.
5
b. Larutan blanko :
Sebanyak 1 mL larutan AlCl3 (2% dalam asam asetat glasial) dan tera
dengan larutan asam asetat glasial dalam labu ukur 25 mL.
c. Larutan sampel :
Sebanyak 10 mL larutan induk, ditambah 1 mL larutan AlCl3 (2% dalam
asam asetat glasial), kemudian tera dengan larutan asam asetat glasial dalam
labu ukur 25 mL.
d. Pengukuran :
Pengukuran dilakukan 30 menit setelah penambahan larutan AlCl3
menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 425 nm dengan
pembanding kuersetin murni dengan konsentrasi 0.5, 2, 4, 6, 8, dan 10 ppm.
Perhitungan total flavonoid (%) :
=
Flavonoid mgQE/L x Volume larutan x Faktor pengenceran x 100
xRendemen
Bobot sampel mg x (100-Kadar air)
Kadar total tanin
Sebanyak 0.2 gram simplisia dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan
ditambahkan 5 mL air mendidih.Larutan kemudian dipanaskan pada suhu 40-60oC
selama 30 menit. Setelah itu, larutan disaring dengan menggunakan kapas. Residu
ditambahkan air mendidih sampai tanin habis, kemudian didinginkan. Larutan
residu yang sudah dinginditera dengan air sampai 25 mL, kemudian diambil 2.5
mL dan dimasukkan pada labu ukur 100 mL, lalu ditambahkan 75 mL air dan 2.5
mL indigokarmin. Setelah itu, larutan ditera hingga 100 mL. Larutan dititrasi
dengan KMnO4 0.2 N hingga larutan menjadi kuning keemasan dan dicatat berapa
volume KMnO4 yang dipakai, misalnya volume titran A mL.
Penetapan blanko dilakukan dengan memipet 2.5 mL indigokarmin ke
dalam labu ukur 100 mL, kemudian ditera sampai tanda garis.Larutan kemudian
dititrasi dengan KMnO4 0.2 N hingga larutan menjadi kuning keemasan.Kadar
total tanin dihitung dengan menggunakan rumus:
Tanin (%) =
10 A-B xNx0,00416
x100
sampel g x(100-Kadar air)
Keterangan :
A = volume titrasi tanin (mL)
B = volume titrasi blanko (mL)
N = normalitas KMnO4 standar (N)
10 = faktor pengenceran
1 mL KMnO4 0.1 N : setara 0.00416 g tanin
Kadar total saponin
Sebanyak 0.25 gram sampel, ditambah dengan akuades ± sepertiga dari
volume labu takar 25 mL. Larutan kemudian dikocok selama 2 jam, didiamkan 24
jam, lalu saring. Hasil filtrat ditotolkan pada plate alumunium silica gel F245
25x25 sebanyak 5µl. Standar saponin 100 ppm ditotolkan sebanyak 5 µl, dielusi
menggunakan eluen CHCl3 : etanol absolute = 6 : 4. Setelah elusi selesai, plate di
ukur dengan menggunakan TLC Scanner dengan panjang gelombang 301 nm.
6
Perhitungan kadar saponin total :
Luas area contoh
Saponin (%) =
Luas area standar
x ppm standar x Volume contoh x fp
Bobot contoh (mg)x (100-Kadar air)
x 100
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kalpataru (Hura crepitans Linn.)
Sistematika tanaman
Kalpataru (Hura crepitans Linn.) merupakan spesies dari famili
Euphorbiaceae.Tanaman kalpataru merupakan spesies asli dari Amerika.Genus
hura mempunyai spesies lainselain Hura crepitans yaitu Hura polyandra.
Menurut Francis (1990) perbedaan kedua spesiesdari genus Hura tersebut yaitu
ukuran tekstur tubuh. Hura crepitans mempunyai tekstur lebih kecil dari Hura
polyandra (Gambar 1).Sistematika tanaman kalpataru dijelaskan sebagai berikut
(Kementerian Lingkungan Hidup):
Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonnae
Ordo
: Solanales
Famili
: Euphorbiaceae
Genus
: Hura
Spesies
: Hura crepitans Linn.
Nama umum
: Kalpataru
Nama Daerah
:Ki Kasymir (Sunda), Roda-Roda (Riau), Huru (Ind)
(a)
(b)
Gambar 1 Perbedaan daun (a) Hura polyandra ; (b) Hura crepitans
Deskripsi tanaman
Perawakan tanaman berukuran sedang hingga besar dengan tinggi
mencapai 30 m. Batang silindris, diameter mencapai 80 cm, berduri rapat.
Daun tunggal berseling, tepi rata bergelombang, ujung runcing pangkal tumpul,
pertulangan menyirip, permukaan atas licin, bawah halus, panjang 10-18 cm
dan lebar 5-15 cm, tangkai silindris panjang 10 - 15 cm. Tajuknya berbentuk
7
payung dengan tangkai dan daun yang rindang sehingga cocok sekali untuk
tanaman peneduh. Pengambilan sampel dilakukan pada tanaman kalpataru yang
mempunyai diameter ±50 cm, dengan tinggi total mencapai ± 20 meter. Sampel
yang di ambil merupakan sampel basah dari daun, tangkai daun, kulit kayu, dan
kayu bagian dalam (Gambar 2).
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 2 Bentuk morfologi (a) daun ; (b) bunga; (c) bentuk batang; dan (d)
bentuk tajuk tanamankalpataru (Hura crepitans)
Kadar Air
Kadar air merupakan persentase jumlah air yang terkandung dalam suatu
bahan. Berdasarkan hasil penelitiankadar air yang telah dilakukan, diperoleh
persentase kadar air yang berbeda pada setiap bagian. Daun memiliki kadar air
terendah yaitu sebesar 5.28±1.04%. Kadar air tangkai, kulit kayu, dan kayu secara
berurutan 7.24±1.47%, 9.48±0.47%, 6.87±1.39%. Kulit kayu memiliki persentase
kadar air tertinggi (Gambar 3). Kadar air yang diperoleh merupakan hasil dari
pengeringan sampel basah.Pengeringan bertujuan untuk menurunkan kadar air.
Menurut Riata (2010) diacu dalam Grafianita (2011) pengeringan akan mencegah
agar simplisia tidak berjamur dan kandungan kimia yang berkhasiat tidak berubah
karena proses fermentasi.Simplisia merupakan bahan alam yang telah dikeringkan
untuk pengobatan dan belum mengalami pengolahan.Suhu pengeringan simplisia
tidak lebih dari 60oC (Depkes 2008).Pengeringan sampel dilakukan dengan
mengeringkan keempat bahan dalam oven dengan suhu ±60oC selama 5 hari
hingga sampel benar-benar kering. Pada umumnya suhu pengeringan antara 4060oC dan hasil yang baik dari proses pengeringan adalah simplisia yang
mengandung kadar air 10% (Sembiring 2007).
Kadar air (%)
8
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
9.48±0.43
7.24±1.47
6.87±1.39
5.28±1.04
Daun
Tangkai
Kulit Kayu
Kayu
Bagian tanaman
Gambar 3 Kadar air bagian tanaman kalpataru (Hura crepitans)
Kadar air pada simplisia dipengaruhi berbagai faktor seperti suhu dan
waktu pengeringan, kelembaban dan sirkulasi udara serta ketebalan bahan
dan luas permukaan bahan (Gunawan dan Mulyani 2010). Daun memiliki kadar
air terendah karena pada saat pengeringan daun lebih cepat kering dibanding
sampel lainnya. Perhitungan kadarair dapat dilihat pada Lampiran 3. Menurut
Depkes (2008) Persyaratan Obat Tradisional, standar kadar air yang baik untuk
simplisia tidak lebih dari 10%.Standar ini sesuai dengan yang tertera pada
Farmakope Indonesia atau Materia Medika Indonesia.Simplisia yang dapat
disimpan dalam jangka waktu lama biasanya simplisia yang mempunyai kadar air
kurang dari 10%, karena kadar air yang lebih dari 10% merupakan tempat
mikroba tumbuh dengan cepat dan merusak bahan dasar (Nasruddin 2013). Hasil
kadar air yang diperoleh dari keseluruhan sampel menunjukkan angka kurang dari
10%, dengan kadar air yang telah memenuhi standar, dilakukan pengujian
kualitatif senyawa fitokimia dan pengujian lebih lanjut mengenai kadar total
flavonoid, tanin, serta saponin.
Kandungan Fitokimia
Senyawa fitokimia merupakan senyawa bioaktifalami yang terdapat pada
tumbuhan yang dapat berperan sebagai nutrisi dan serat alami untuk mencegah
penyakit. Senyawa yang umum terdapat pada tumbuhan yaitu golongan alkaloid,
flavonoid, kuinon, tanin dan polifenol, saponin, steroid dan triterpenoid (Harborne
1987). Fitokimia mempunyai peran penting dalam penelitian obat yang dihasilkan
dari tumbuhan.Uji fitokimia secara kualitatif dilakukan untuk mengetahui
senyawa bioaktif yang terdapat pada bagian tanaman kalpataru. Uji fitokimia yang
dilakukan terdiri dari uji saponin, tanin, flavonoid, steroid, triterpenoid, serta
alkaloid. Hasil uji fitokimia tanaman kalpataru dapat dilihat pada Tabel 1.
Uji fitokimia dilakukan pada simplisia kering daun, tangkai, kulit kayu,
serta kayu dari tanaman kalpataru. Hasil uji saponin menunjukkan bahwadaun,
tangkai, kulit kayu, serta kayu mengandung saponin. Hal ini ditandai dengan
terbentuknya busa stabil pada keempat sampel. Menurut Harborne (1987) saponin
merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun, serta dapat
9
dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan menghemolisis sel
darah. Saponin pada konsentrasi rendah dapat digunakan sebagai detergen.
Tabel 1 Kandungan fitokimia bagiantanaman kalpataru (Hura crepitans)
Jenis uji
Saponin
Tanin
Flavonoid
Steroid
Triterpenoid
Alkaloid
Daun
+
+
+
+
-
Sampel
Tangkai
Kulit kayu
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-
Kayu
+
+
+
-
Keterangan :(+) Teridentifikasi, (-) tidak teridentifikasi.
Tanin adalah suatu senyawa polifenol yang berasal dari tumbuhan,
berasa pahit dan sepat, yang bereaksi dengan dan menggumpalkan protein, atau
berbagai senyawa organik lainnya termasuk asam aminodan alkaloid. Hasil uji
tanin menunjukkan dari 4 sampel yang di uji, 3 diantaranya mengandung tanin
yaitu daun, tangkai, dan kulit kayu, sedangkan tanin pada kayu tidak terdeteksi.
Berdasarkan hasil penelitian Nurjaya(2015) menunjukkan bahwa tanin kalpataru
dengan jenis Ficus religiosa terdapat pada semua bagian tanaman yang diujikan
yaitu daun, tangkai, kulit kayu, dan kayu.Uji positif ditunjukkan dengan
terbentuknya warna hijau kehitaman pada larutan. Tanin adalah senyawa
polifenolik larut dalam air yang merupakan anti nutrisi bagi ruminansia
dengan membentuk kompleks dengan protein (Goel et al. 2005). Tanin
terdapat pada buah-buahan, legumdan semak, serealia dan biji-bijian.
Uji flavonoid yang dilakukan pada sampel daun, tangkai, kulit kayu, kayu
memberikan hasil positif, yang ditandai dengan warna merah, kuning atau jingga
(Harborne 1987). Flavonoid pada tumbuhan berguna untuk menarik serangga dan
binatang lain guna membantu proses penyerbukan dan penyebaran biji (Sirait
2007). Flavonoid juga berfungsi untuk melindungi tumbuhan dari efek buruk sinar
UV, sedangkan untuk manusia flavonoid berguna sebagai stimulant pada jantung,
diuretik, antioksidan pada lemak, menurunkan kadar gula darah, anti jamur, dan
anti-HIV (Zabri et al. 2008 diacu dalam Kristiono 2009).
Uji steroid dan triterpenoid pada sampel menunjukkan bahwa keempat
sampel mengandung steroid, namun hanya satu sampel yang mengandung
triterpenoid yaitu kulit kayu. Berbeda dengan kalpataru jenis Ficus religiosa,
berdasarkan hasil penelitian Nurjaya (2015) menunjukkan bahwa pada Ficus
religiosa dari keempat sampel yaitu daun, tangkai, kulit kayu, serta kayu, steroid
hanya terdapat pada kulit kayu dan kayu, sedangkan daun dan tangkai tidak
terdeteksi. Menurut Nurjaya (2015), kandungan triterpenoid pada kalpataru jenis
Ficus religiosa terdapat pada semua bagian tanaman yang diujikan yaitu daun,
tangkai, kulit kayu, serta kayu.Positif steroid pada uji ditunjukkan dengan
terbentuknya warna biru atau hijau, sedangkan positif triterpenoid apabila
terbentuk warna ungu atau jingga (Harborne 1987). Steroid merupakan salah satu
senyawa penting dalam bidang farmasi.Steroid merupakan senyawa yang banyak
10
digunakan dalam pengobatan seperti anti bakteri, anti inflamasi, dan obat pereda
nyeri (Kumar et al.2009). Triterpenoid merupakan senyawa metabolit sekunder
yang tersebar luas dan merata. Triterpenoid juga terdapat dalam dammar, kulit
batang, dan getah. Senyawa triterpenoid memiliki fungsi sebagai pelindung untuk
menolak serangga dan serangan mikroba (Harborne 1987).
Pada saat uji alkaloid, tidak ada satupun sampel yang teridentifikasi.Dari
ketiga larutan pereaksi yaitu Dragendorff, Wagner, dan Mayer memberikan hasil
negatif. Hal ini ditunjukkan dengan tidak terbentuknya endapan jingga, coklat,
dan putih berturut turut yang direaksikan dengan ketiga reagen.Alkaloid pada
umumnya tidak ditemukan pada tanaman gymnospermae, paku-pakuan, lumut,
dan tumbuhan tingkat rendah (Harborne 1987). JumLah tumbuhan yang
mengandung alkaloid terbilang sedikit. Menurut Robinson (1995) perkiraan
persentase jenis tumbuhan yang mengandung alkaloid terletak pada rentang 1530%.
Rendemen Ekstrak
Menurut Depkes (2008) pengujian kadar total flavonoid digunakan sampel
berupa ekstrak. Ekstrak dihasilkan melalui ekstraksi. Ekstraksi merupakan proses
penarikan komponen atau zat aktif dari suatu campuran padatan atau cairan
dengan menggunakan pelarut tertentu (Gamse 2002 diacu dalam Setiawan 2012).
Menurut Harborne (1987) metode ekstraksi dikelompokkan menjadi dua yaitu
ekstraksi sederhana dan ekstraksi khusus.Ekstraksi sederhana terdiri dari maserasi,
perkolasi, reperkolasi, evakolasi, dan dialokasi, sedangkan ekstraksi khusus terdiri
dari sokhletasi, arus balik, dan ultrasonik.Jenis ekstraksi yang dilakukan pada
penelitian yaitu maserasi. Maserasi dilakukan dengan cara perendaman dengan
pelarut tertentu pada suhu ruang selama 1 hingga 2 hari perendaman tanpa adanya
pemanasan. Kelebihan metode maserasi yaitu tidak memerlukan alat alat yang
rumit, relatif mudah, murah, dan dapat menghindari rusaknya komponen senyawa
akibat panas (Meloan 1999).
Ekstraksi menghasilkan rendemen yang berbeda setiap sampel. Rendemen
tertinggi dihasilkan oleh daun yaitu sebesar 9.55%, kemudian kulit kayu sebesar
7.49%, tangkai menghasilkan rendemen sebesar 7.47%, sedangkan kayu hanya
menghasilkan rendemen 3.18% (Gambar 4). Perbedaan hasil rendemen yang
diperoleh dapat disebabkan oleh ukuran simplisia, waktu, kepolaran pelarut, suhu,
dan pengadukan (Sari et al. 2013, Paryanto dan Bambang 2006, Sembiring et al.
2006). Perhitungan rendemen dapat dilihat pada Lampiran 4. Rendemen yang
dihasilkan tidak terlalu besar, karena pada saat proses maserasi, penambahan
pelarut hanya dilakukan sekali, sehingga ada kemungkinan ekstrak belum
semuanya terbawa oleh pelarut. Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi adalah
etanol 96%. Pelarut ini dipilih karena sifatnya yang mampu melarutkan hampir
semua zat baik bersifat polar, semi polar, maupun non polar, serta kemampuan
untuk mengendapkan protein dan menghambat kerja enzim sehingga dapat
terhindar dari proses hidrolisis dan oksidasi (Harborne 1987, Voight 1994 dalam
Arifin et al. 2006).
11
12
Rendemen (%)
10
9.55
7.47
8
7.49
6
3.18
4
2
0
Daun
Tangkai
Kulit Kayu
Kayu
Bagian tanaman
Gambar 4 Rendemen ekstraksi bagian tanaman kalpataru dengan pelarut etanol
96%
Menurut Azizah dan Salamah (2013) etanol memiliki kelebihan
dibandingkan dengan air dan metanol, karena senyawa yang disari dengan etanol
lebih banyak daripada dengan pelarut metanol dan air. Ekstrak etanol 96% ini
kemudian dipekatkan denganrotary evaporator dengan suhu 60% untuk
mencegah terjadinya kerusakan komponen dalam ekstrak. Perhitungan rendemen
dihitung setelah diperoleh ekstrak yang kental.
Kadar Total Flavonoid
Flavonoid adalah golongan senyawa polifenol yang diketahui memiliki
sifat sebagai penangkap radikal bebas, penghambat enzim hidrolisis dan oksidatif,
serta sebagai anti inflamasi (Pourmourad 2006 diacu dalam Haris 2011).
Flavonoid merupakan senyawa pereduksi yang baik, menghambat banyak reaksi
oksidasi, baik secara enzimatis maupun non enzimatis (Robinson 1995). Metode
analisis total flavonoid yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
analisis Depkes RI. Persamaan kurva standar yang diperoleh adalah y=0.122x0.026, dengan koefisien korelasi sebesar 0.992 (dapat dilihat pada Lampiran5).
Total flavonoid dinyatakan dalam persen bobot per bobot (%b/b). Persen bobot
per bobot merupakan jumLah gram zat dalam 100 gram larutan atau campuran.
Nilai konsentrasi flavonoid total dari sampel daun, tangkai, kulit kayu, dan
kayu menunjukkan bahwa konsentrasi flavonoid total tertinggi terdapat pada daun
yaitu sebesar 15.36% b/b. Konsentrasi flavonoid pada tangkai dan kulit kayu
hampir sama berturut-turut yaitu 2.20 dan 2.53%. Konsentrasi flavonoid total
terkecil terdapat pada kayu yaitu 0.66% (Gambar 5). Menurut Cos et al. (2001)
dalam Ukieyanna (2012) flavonoid dikenal sebagai antioksidan dan memberikan
daya tarik kepada para peneliti untuk meneliti flavonoid sebagai obat yang dapat
berpotensi mengobati penyakit yang disebabkan oleh radikal bebas. Berdasarkan
data hasil penelitian menunjukkan bahwa daun Hura crepitans mempunyai
potensi antioksidan tertinggi dan dapat digunakan sebagai obat dibandingkan
dengan lainnya. Perhitungan kadar flavonoid dapat dilihat pada Lampiran 5.
Kadar flavonoid (%)
12
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
15.36
2.2
2.53
0.66
Daun
Tangkai
Kulit
Kayu
Bagian tanaman
Gambar 5 Kadar total flavonoid bagian tanaman kalpataru (Hura crepitans)
Kadar Total Saponin
Saponin merupakan senyawa glikosida yang telah lama digunakan sebagai
detergen alami. Kadar total saponin dari daun, tangkai, kulit kayu serta kayu dari
tanaman kalpataru hasil uji di Balittro menunjukkan bahwa daun memperoleh
nilai persentase kadar saponin tertinggi diantara sampel lain yaitu sebesar 1.05%,
untuk tangkai daun kadar saponin sebesar 0.97%, kulit kayu sebesar 0.99%, dan
kayu memiliki kadar saponin sebesar 0.96% (Gambar 6).
1.06
1.05
Kadar saponin (%)
1.04
1.02
0.99
1.00
0.97
0.98
0.96
0.96
0.94
0.92
0.90
Daun
Tangkai
Kulit kayu
kayu
Bagian tanaman
Gambar 6 Kadar total saponin bagian tanaman kalpataru (Hura crepitans)
Perbedaan kadar saponin setiap sampel yang diuji tidak terlalu besar.Hal
ini menunjukkan bahwa kadar saponin pada daun, tangkai, kulit kayu, serta kayu
dari tanaman kalpataru hampir sama yaitu berkisar antara 0.96-1.05%. Aktivitas
spesifik saponin meliputi aktivitas yang berhubungan dengan kanker seperti
sitotoksik, antitumor, antiinflamasi, kemopreventif, antimutagen, dan yang
menyangkut aktivitas antiinflamatori dan antialergenik, amunomodulator,
antivirus, antihepatotoksik, antidiabetes, antifungi, serta molusisidal (Lacaille-
13
Dubois dan Wagner 1996 diacu dalam Batubara 2003). Saponin mampu berikatan
dengan kolesterol, dan saponin yang masuk dalam saluran pencernaan tidak
diserap, sehingga kolesterol yang berikatan dengan saponin dapat keluar dari
saluran cerna. Hal ini menyebabkan kadar kolesterol dalam tubuh berkurang
(Lipkin 1995 diacu dalam Batubara 2003).
Kadar Total Tanin
Kadar total tanin (%)
Tanin merupakan salah satu senyawa metabolit sekunder yang terdapat
pada tanaman dan disintesis oleh tanaman yang juga merupakan senyawa bioaktif
yang termasuk golongan polifenol dengan berat molekul besar dan tersebar luas
pada bagian tanaman seperti akar, batang, daun, bunga, dan buah (Jayanegara dan
Sofyan 2008). Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh kadar total tanin yang
berbeda antara daun, tangkai, dan kulit kayu. Kadar total tanin pada daun sebesar
1.02%, kadar total tanin untuk tangkai sebesar 1.49%, serta untuk kulit diperoleh
kadar tanin sebesar 0.76% (Gambar 7). Persentase tanin tertinggi terdapat pada
bagian tangkai. Hal ini menunjukkan bahwa tangkai memiliki potensi besar untuk
dimanfaatkan. Tanin dalam tumbuhan dianggap memiliki fungsi utama sebagai
herbisida, sedangakan dalam bidang farmasi tanin digunakan sebagai astringen,
anti-oksidan serta dapat menghambat pertumbuhan tumor (Harborne 1987).
1.6
1.4
1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
1.49
1.02
0.76
Daun
Tangkai
Bagian tanaman
Kulit
Gambar 7 Kadar total tanin (%) bagian tanaman kalpataru (Hura crepitans)
Kadar total tanin dinyatakan dalam persen volume per bobot. Persen
volume per bobot merupakan jumLah mL zat yang terkandung dalam 100gram
bahan.Perhitungan kadar total tanin dapat dilihat pada Lampiran 6. Tanin
memiliki kemampuan sebagai antioksidan dan antimikroba yang selektif (Wrasiati
et al. 2011).Hasil penelitian Putra (2007) juga menyatakan bahwa tanin memiliki
kemampuan sebagai antimikroba yang selektif seperti pada nira.
Rekomendasi Hutan Kota
Definisi hutan kota sesuai PP No. 63 tahun 2002 pasal 1 adalah suatu
hamparan lahan bertumbuhan tanaman-tanaman yang kompak dan rapat di dalam
wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak yang ditetapkan
sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. Menurut Inmendagri Nomor 14
14
Tahun 1988, hutan kota adalah suatu ruang terbuka hijau yang ditanami
berbagai tanaman tahunan, dengan maksud sebagai tempat perlindungan
kelestarian tanah dan air, penyelamatan plasma nutfah serta paru-paru kota.
Hutan kota menjadi salah satu solusi pemecahan masalah lingkungan di
perkotaan. Seperti diketahui, kota menjadi pusat segala aktivitas. Hal ini
menimbulkan banyaknya permasalahan lingkungan yang terjadi mulai dari
kebisingan, polusi udara, suhu udara yang tinggi, pencemaran air, pencemaran
akibat sampah dan lainnya.permasalahan lingkungan tersebut yang menimbulkan
rendahnya kualitas lingkungan di perkotaan. Menurut Mulia (2011) kondisi
lingkungan mempengaruhi kondisi kesehatan individu dan masyarakat, kualitas
lingkungan hidup yang buruk merupakan penyebab timbulnya berbagai gangguan
kesehatan pada masyarakat.
Keberadaan hutan kota mempunyai peran penting di lingkungan
perkotaan. Menurut Dahlan (2013) peranan hutan kota antara lain : peredam
kebisingan, penyerap dan penjerap debu semen, penyerap karbondioksida, dan
penghasil oksigen, penyerap dan penapis bau, mengurangi bahaya hujan asam,
pelestarian air tanah, pelestarian plasma nutfah, ameliorasi iklim, meningkatkan
keindahan, sebagai habitat satwa terutama burung, mengurangi stress, dan masih
banyak peranan lainnya.Menurut Dahlan (2013) tipe hutan kota meliputi tipe
pemukiman, tipe kawasan industri, tipe rekreasi dan keindahan, tipe pelestarian
plasma nutfah, tipe perlindungan, serta tipe pengamanan.
Kalpataru (Hura crepitans) dapat menjadi salah jenis tanaman pengisi
hutan kota baik tipe pemukiman maupun tipe pelestarian plasma nutfah. Hutan
kota dapat berbentuk jalur hijau; taman kota; kebun dan halaman; kebun raya,
hutan raya dan kebun binatang; serta hutan lindung (Dahlan 2013). Hutan kota
dengan tipe pemukiman dapat berupa taman yang di dalamnya berisi pepohonan,
semak, dan kombinasi lainnya yang umunya digunakan oleh masyarakat sekitar
untuk bermain, bersantai, olahraga, dan lain sebagainya.Hutan kota dengan tipe
pelestarian plasma nutfah merupakan hutan konservasi yang bertujuan untuk
mencegah kerusakan, perlindungan, serta pelestarian terhadap sumberdaya alam.
Keanekaragaman hayati (plasma nutfah) perlu dipertahankan keberaadaannya
karena plasma nutfah merupakan bahan baku yang penting untuk pembangunan
masa depan, terutama di bidang obat-obatan, sandang, pangan, papan, dan
industri. Pelestarian plasma nutfah terutama tumbuhan yang berkhasiat obat perlu
sekali dibangun, karena bidang obat-obatan sekarang ini banyak masyarakat yang
beralih ke pengobatan herbal/tradisional.Hutan kota dijadikan koleksi
keanekaragaman tumbuhan yang berkhasiat obat.Hutan kota dengan tipe ini dapat
berupa kebun raya atau hutan raya. Hutan kota dengan jenis tanaman berkhasiat
obat mempunyai banyak manfaat, tidak hanya memberikan manfaat ekologi
namun dapat memberi pengetahuan mengenai khasiat obat dari tanaman di hutan
kota kepada masyarakat sekitar hutan kota atau pengunjung hutan kota. Sehingga
hutan kota tidak hanya mampu berperan penting secara ekologi, namun dalam
segi sosial juga berperan.
Pemilihan jenis hutan kotaperlu mempertimbangkan beberapa aspek
dengan tujuan tanaman yang dipilih dapat tumbuh dengan baik sehingga dapat
mengatasi masalah lingkungan perkotaan yang muncul di tempat itu dengan baik.
Hal yang perlu dipertimbangkan antara lain persyaratan edaphis, meteorologis,
silvikulturis, persyaratan umum tanaman, serta persyaratan estetika (Dahlan
15
2013). Kalpataru (Hura crepitans) cocok dijadikan jenis tanaman hutan kota.
Dilihat dari aspek edaphis, kalpataru (Hura crepitans) mampu tumbuh pada tanah
dengan pH 5-8. Meskipun Hura crepitans biasa ditemukan pada tanah yang kaya
akan mineral dan nutrisi, namun Hura crepitans juga mampu hidup pada tanah
yang miskin hara seperti tanah lempung (Francis 1990). Dari segi meteorologis,
kalpataru (Hura crepitans) mampu hidup pada suhu 22-28oC dengan curah hujan
1500 mm per tahun. Kalpataru (Hura crepitans) juga merupakan tanaman yang
mempunyai umur panjang, kayunya kuat, serta mempunyai bentuk tajuk yang
indah.
Kalpataru (Hura crepitans) dapat menjadi salah satu jenis tanaman hutan
kota untuk koleksi tumbuhan berkhasiat obat. Menurut penelitian yang dilakukan
Shahidan (2007) Hura crepitans efektif sebagai penyaring radiasi thermal hingga
79%. Tanaman kalpataru memiliki bentuk tajuk yang memayung sehingga dapat
menjadi tanaman peneduh di hutan kota. Selain itu, tanaman kalpataru (Hura
crepitans) juga mempunyai kandungan senyawa kimia berkhasiat obat.
Berdasarkan hasil uji fitokimia yang telah dilakukan menunjukkan bahwa
tanaman kalpataru juga mempunyai kandungan senyawa kimia yang bermanfaat
sebagai obat, mulai dari daun, tangkai daun, kulit kayu, serta kayu tanaman
kalpataru. Kandungan senyawa kimia yang terdapat pada daun dan tangkai daun
meliputi saponin, tanin, flavonoid, serta steroid. Kulit kayu kalpataru mengandung
saponin, tanin, flavonoid, steroid, dan triterpenoid, sedangkan pada kayu Hura
crepitans mengandung saponin, flavonoid, serta steroid.
Bagian tanaman yang sering dimanfaatkan masyarakat sebagai obat adalah
daun.Selain mudah diperoleh, bagian daun juga diduga mempunyai banyak
kandungan senyawa kimia berkhasiat. Hal ini karena daun merupakan tempat
terjadinya proses fotosintesis yang menghasilkan sumber energi untuk tanaman
bertahan hidup. Berdasarkan data perbandingan kadar total flavonoid, saponin,
serta tanin pada bagian tanaman kalpataru menunjukkan bahwa kadar total
flavonoid dan saponin tertinggi terdapat pada daun dengan persentase berturutturut sebesar 1.36 dan 1.05%, sedangkan untuk kadar total tanin tertinggi terdapat
pada bagian tangkai dengan persentase sebesar 1.49% (Tabel 2).
Tabel 2 Perbandingan kadar total bagian tanaman kalpataru (Hura crepitans)
Kadar total
Daun (%)
Tangkai (%) Kulit kayu (%) Kayu (%)
Flavonoid
15.36
2.20
2.53
0.66
Saponin
1.05
0.97
0.99
0.96
Tanin
1.02
1.49
0.76
Bagian kayu tanaman kalpataru (Hura crepitans) mempunyai kadar total
terkecil dari flavonoid, saponin, maupun tanin. Dilihat dari kadar total flavonoid,
saponin, serta tanin menunjukkan bahwa daun dan tangkai kalpataru (Hura
crepitans) memiliki potensi tertinggi untuk dimanfaatkan sebagai obat. Hasil
penelitian kadar total yang dilakukan Nurjaya (2015) dengan menggunakan
metode yang sama, menunjukkan bahwa bagian tanaman kalpataru dengan jenis
Ficus religiosa yang memiliki kadar total flavonoid dan tanin tertinggi terdapat
pada bagian daun, sedangkan kadar saponin tertinggi terdapat pada bagian kulit
kayu. Persentase kadar total flavonoid pada kalpataru jenis Ficus religiosa lebih
tinggi dari jenis Hura crepitans yaitu 20.34%. Perbedaan kadar total dari pada
16
kedua jenis kalpataru disebabkan karena kemampuan proses fotosintesis pada
setiap jenis berbeda (Sirait 2007).
Senyawa fitokimia seperti flavonoid, saponin, dan tanin masing-masing
mempunyai kegunaan yang berbeda. Flavonoid diketahui berfungsi untuk
melindungi tumbuhan dari efek buruk sinar UV, sedangkan untuk manusia
flavonoid berguna sebagai stimulant pada jantung, diuretic, antioksidan pada
lemak, menurunkan kadar gula darah, anti jamur, dan anti-HIV (Zabri et al. 2008
diacu dalam Kristiono 2009).Senyawa saponin memiliki fungsi sebagai
antimikroba (Robinson 1995 diacu dalam Kusuma 2011), sitotoksis dan sebagai
bahan baku sintesis sterol. Saponin juga dapat digunakan untuk meningkatkan
diuretik serta merangsang kerja ginjal, namun saponin dapat menyebabkan iritasi
pada selaput lendir dan bersifat toksik pada hewan berdarah dingin seperti ikan
dan amphibi (Harborne 1987). Oleh karena itu, tumbuhan yang mengandung
saponin telah digunakan sebagai racun ikan selama ratusan tahun yang lalu.
Manfaat lain dari saponin adalah sebagai spermisida (obat kontrasepsi laki-laki),
anti peradangan, dan anti kanker (Mahato et al. 1988).Tanin dapat digunakan
sebagai anti diare karena dapat menciutkan dan dapat mengeraskan dinding usus
sehingga dapat mengurangi keluar masuknya cairan dalam usus, tanin juga
berguna sebagai anti bakteri, antioksidan, serta penawar racun (Robinson 1995).
Tanin banyak dijumpai pada daun teh. Selain berfungsi untuk kesehatan, beberapa
penelitian melaporkan bahwa suplementasi tanin dan saponinterbukti efektif
dalam menurunkan produksi gas metana (Yuliana 2014).
Berdasarkan berbagai penelitian baik menyangkut ekologi maupun
kandungan senyawa yang terkandung, kalpataru (Hura crepitans) mempunyai
banyak potensi untuk dijadikan salah satu tanaman hutan kota berkhasiat.
Pembangunan hutan kotadapat berjalan dengan baik apabila ada komponen
pendukung salah satunya yaitu tersedianya kebun pembibitan. Kebun pembibitan
berfungsi sebagai tempat perbanyakan bibit jenis-jenis tanaman hutan kota yang
mempunyai manfaat obat, salah satunya jenis kalpataru (Hura crepitans).
Pembibitan ini digunakan untuk masyarakat yang ingin memanfaatkan jenis
tanaman hutan kota sebagai obat. Adanya hutan kotasebagai koleksi tumbuhan
berkhasiat obat yang didukung dengan adanya kebun pembibitan tidak hanya
memberikan kenyamanan kepada masyarakat sekitar hutan kota karena kualitas
lingkungan yang lebih baik, namun memberikan pengetahuan lebih kepada
masyarakat tentang manfaat dari tanamanyang berada di dalam hutan kota
tersebut. Selain itu masyarakat juga dapat memanfaatkan tanaman jenis hutan kota
untuk dijadikan obat herbal. Sehingga hutan kota mampu memperbaiki kualitas
hidup masyarakat perkotaan serta menyejahterakan masyarakat sekitar hutan kota.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Tanaman kalpataru (Hura crepitans) dapat direkomendasikan sebagai
salah satu jenis tanaman hutan kota yang berkhasiat obat. Tanaman kalpataru
(Hura crepitans) mempunyai kandungan senyawa kimia meliputi saponin, tanin,
flavonoid, steroid, dan triterpenoid. Kandungan senyawa kimia yang terdapat pada
17
daun dan tangkai meliputi saponin, tanin, flavonoid, serta steroid. Kulit kayu
tanaman kalpataru mengandung saponin, tanin, flavonoid, steroid, dan
triterpenoid, sedangkan pada kayumengandung saponin, flavonoid, serta
steroid.Daun dan tangkai mempunyai potensi tertinggi untuk dimanfaatkan
sebagai obat karena daun memiliki kadar flavonoid dan saponin tertinggi dari
bagian lainnya yaitu sebesar 15.36% dan 1.05%, sedangkan untuk tangkai
memiliki kadar tanin tertinggi yaitu sebesar 1.49%. Adanya kebun pembibitan
tanaman hutan kota berkhasiatsebagai area pemanfaatan bagi masyarakat sangat
mendukung pembangunan hutan kota, sehingga hutan kota tidak hanya berfungsi
secara ekologi, namun mampu meningkatkan kualitas hidup masyarakat sekitar
hutan kota.
Saran
Pada penelitian selanjutnya, perludilakukan pengujian pada bagian
tanaman kalpataru (Hura crepitans) yang lain seperti biji, bunga, dan akar serta
ujifitokimia lainnya seperti uji kadar total steroid, uji kadar total triterpenoid,
danaktivitas antioksidan.Selain itu, perlu dilakukan penelitian pada jenis tanaman
lain yang berpotensi sebagai obat, sehingga dapat direkomendasikan menjadi
salah satu tanaman hutan kota.
DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] The Association of Official Analytical Chemist. 2006. Official Methods
of Analysis. Ed ke-18. Washington DC (US): Association of Official
Analytical Chemist.
Arifin H, Anggraini N, Handayani D, Rasyid R. 2006. Standarisasi ekstrak etanol
daun Eugenia cumini Merr.Jurusan Sains Teknologi Farmasi. 11(2):2006.
Arifin H, Anggraini N, Handayani D, Rasyid R. 2006. Standarisasi ekstrak etanol
daun Eugenia cuminii Merr.Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi 11(2):8893.
Azizah B, Salamah N. 2013. Standarisasi parameter non spesifik dan
perbandingan kadar kurkumin ekstrak etanol dan ekstrak terpurifikasi
rimpang kunyit. Jurnal Ilmiah Kefarmasian 3(1) : 21-30
Batubara I. 2003. Saponin akar kuning (Arcangelisis flava (L) Merr) sebagai
hepatoprotektor : ekstraksi, pemisahan, dan bioaktivitasnya [tesis]. Bogor
(ID) : Institut Pertanian Bogor.
[BLH] Badan Lingkungan Hidup. 2013. Banyuwangi juara penanaman satu miliar
pohon. [Internet]. [diunduh 2015 Agt 10]. Tersedia pada
http://blh.banyuwangikab.go.id/page/news/banyuwangi-juara-penanamansatu-miliar-pohon.
Dahlan EN. 1992. Hutan Kota untuk Pengelolaan dan Peningkatan Kualitas
Lingkungan Hidup. Bogor (ID) : APHI.
Dahlan EN. 2013. Kota Hijau Hutan Kota. ISBN: 979-8381-00-9.
[Depkes] Departemen Kesehatan. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak
Tanaman Obat. Jakarta (ID) : Depkes RI.
18
[Depkes] Departemen Kesehatan. 2008. Farmakope Herbal Indonesia Edisi 1.
Jakarta (ID) : Depkes RI.
Fakuara Y. 1987. Hutan kota ditinjau dari aspek nasional. Seminar Hutan Kota
DKI Jakarta.
Francis JK.1990. Hura crepitans L (38). Puerto Rico (US) : University of Puerto
Rico
Grafianita. 2011. Kadar kurkuminoid, total fenol dan aktivitas antioksidan
simplisia temulawak (Curcuma xanthorrizha Roxb.) pada berbagai teknik
pengeringan [skripsi].Surakarta (ID) : Universitas Sebelas Maret
Gunawan D, Mulyani S. 2010. Ilmu Obat Alam (Farmakologi) Jilid 1. Jakarta
(ID) : Penebar Swadaya.
Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisa
Tumbuhan.Edisi Ke-2. Padmawinata K, Soediro I,Penerjemah. Bandung
(ID): Institut Teknologi Bandung. Terjemahan Dari:Phytochemical
Methods.
Haris M. 2011. Penentuan kadar flavonoid total dan aktivitass antioksidan dari
daun dewa (Gynura pseudochina [Lour] DC) dengan spektrofotometer UVVisibel. [skripsi]. Padang (ID) : Universitas Andalas.
Harnowo PA. 2014. Kortikosteroid, anti radang dan penekanan sistem kekebalan
tubuh. [Internet]. [diunduh pada 2014 Mar 20]. Tersedia pada
http://health.detik.com/read/2011/09/09/.
Jayanegara A, Sofyan A. 2008. Penentuan aktivitas biologis tanin beberapa
hijauan secara in vitro menggunakan „Hohenheim Gas Testβ€Ÿ dengan
polietilen glikol sebagai determinan. Media Peternakan 31(1):44-52.
[Kemenhut] Kementerian Kehutanan. 2013. Puncak peringatan hari menanam
pohon indonesia (HMPI) dan bulan menanam nasional (BMN). [Internet].
[diunduh
2015
Agt
10].
Tersedia
pada
http://
http://ppid.dephut.go.id/berita_terkini/browse/24.
[KLH] Kementerian Lingkungan Hidup. 2011. Jenis tanaman kehati provinsi jawa
timur pdf. [Internet]. [diunduh 2014 Nov 30]. Tersedia pada
http://www.dephut.go.id.
Kristiono SS. 2009. Analisis mikroskopis dan fitokimia semanggi air Marsilea
creanata Presl (Marcileaceae) [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian
Bogor.
Kumar A, Ilavarasan R, Jayachadran T, Decaraman M, Arivindhan P,
Padmanabhan N, Khrisnan MRV. 2009. Phytochemical investigations on a
tropical plant, Syzygium cuminii from Kattuppalaya, Erode Distric, Tamil
Nadu, South India. Journal of Nutrition Pakistan 8(1):83-85
Kusuma R. 2011. Uji fitokimia ekstrak umbut rotan sega (Calamus caesius
Blume.). Bioprospek 8(2): 77-81
Meloan CE. 1999. Chemical Separation. New York (US) : J Willey.
Mulia RM. 2005. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta (ID) : Graha Ilmu.
Nasruddin. 2013. Potensi sitotoksik ekstrak batang bunga matahari (Helianthus
annuus L.) terhadap sel kanker kolon HCT 116 [skripsi]. Bogor (ID) :
Institut Pertanian Bogor.
Nurjaya. 2015. Kalpataru (Ficus religiosa) sebagai Tanaman Hutan Kota
Berkhasiat : Kandungan Fitokimia [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian
Bogor.
19
Putra INK. 2007. Studi daya antimikroba ekstrak beberapa tumbuhan pengawet
nira serta kandungan aenyawa aktifnya [disertasi]. Malang : Universitas
Brawijaya
Setiawan RA. 2012. Keamanan ekstrak etanol 96% daun wungu (Graptophyllum
pictum (L.) Griff) melalui kajian histopat organ mencit [skripsi]. Bogor (ID)
: Institut Pertanian Bogor.
Shahidan MF. 2007. Effectiveness of “Penaga Lilin” (Mesua ferrea .) and
“Payung Indonesia” (Hura crepitans L.) trees as thermal radiations filters in
outdoor environment [tesis]. Malaysia (MY) : Universitas Putra Malaysia.
Sirait M. 2007.Penuntun Fitokimia dalam Farmasi.Bandung (ID) : Institut
Teknologi Bandung.
Sunaryo A. 2009. “Bentuk dan pola ornamen pada candi kalasan dan prambanan”.
Laporan Penelitian DIP A Unnes Tahun Anggaan 2009 No.061.0/02304.2/XIII/2009. Semarang (ID) : Universitas Negeri Semarang.
Sunaryo. 2010. Aneka ornamen motif flora pada relief karmawibhangga candi
Borobudur. Jurnal Seni FBS Unnes 6(2) : 113-125
Ukieyanna E. 2012. Aktivitas antioksidan, kadar fenolik, dan flavonoid, total
tumbuhan suruhan (Peperoma pellucid L. Kunth) [skripsi]. Bogor (ID) :
Institut Pertanian Bogor.
Wrasiati LP, Hartati A, Yuarini DAA. 2011. Kandungan senyawa bioaktif dan
karakteristik sensoris ekstrak simplisia bunga kamboja (Plumes sp.). Jurnal
Biologi 15(2):39-43.
Yuliana P. 2014. Ekstraksi senyawa tanin dan saponin dari tanaman serta efeknya
terhadap fermentasi rumen dan metanogenesis in vitro [tesis]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
20
Lampiran 1 Diagram alir penelitian
Sampel daun, tangkai daun, kulit
batang, dan batang kalpataru
Preparasi sampel uji
Serbuk daun, tangkai daun, kulit
batang, dan batang kalpataru
Penentuan Kadar Air
Serbuk dengan berat
konstan
Uji
Flavonoid
Uji Kadar
Total
Flavonoid
Uji Tanin
Uji Kadar
Total
Tanin
Uji
Saponin
Uji Kadar
Total
Saponin
Uji
Alkaloid
Uji
Steroid
Uji
Triterpenoid
21
Lampiran 2 Dokumentasi penelitian
Sampel basah
Daun
Kulit kayu
Tangkai
Kayu
Sampel kering
Simplisia dalam bentuk serbuk
22
Lampiran 2 Dokumentasi penelitian (lanjutan)
Penentuan kadar air
Cawan porselen
Pengovenan cawan porselen
Desikator
Timbangan
Uji Fitokimia
Tanin
Flavonoid
23
Lampiran 2 Dokumentasi penelitian (lanjutan)
Uji fitokimia
Saponin
Alkaloid
Steroid / Triterpenoid
Kadar total flavonoid
Sampel uji
Standar Quersetin
24
Lampiran 3 Kadar air simplisia
Sampel
Daun
Tangkai
Kulit kayu
Kayu
Bobot
Ulangan simplisia
(gram)
1
2
1
2
1
2
1
2
3.0072
3.0011
3.0054
3.0009
3.0084
3.0007
3.0059
3.0012
Bobot
cawan
kosong
(gram)
Bobot
cawan dan
isi (gram)
Bobot
kering
(%)
Kadar
air
(%)
28.8809
27.8796
25.6419
27.1960
26.3623
29.2398
27.8763
28.4851
31.7513
30.7002
28.4608
29.9485
29.0946
31.9470
30.7052
31.2505
95.45
93.99
93.79
91.72
90.82
90.22
94.11
92.14
4.55
6.01
6.21
8.28
9.18
9.78
5.89
7.86
Contoh perhitungan kadar air :
Bobot Kering (%)
=
Bobot cawan+isi - (Bobot cawan kosong)
Bobot simplisia
31.7513-28.8809
=
3.0072
= 95.45 %
Kadar air (%)
x 100%
x 100 %
= 100 - Bobot Kering
= 100 - 95.45
= 4.55
Lampiran 4 Rendemen ekstrak Hura crepitans
Sampel
Daun
Tangkai
Kulit Kayu
Kayu
Bobot simplisia (g) Bobot ekstrak (g)
10.003
0.9046
10.0119
0.6939
10.0057
0.6788
10.0043
0.2967
Rendemen (%)
9.55%
7.47%
7.49%
3.18%
Contoh perhitungan rendemen :
Rendemen kering mutlak (%) =
=
Bobot ekstrak (g)
Bobot simplisia (g) x (100-Kadar air)
0.9046
10.003 x 100%-5.28%
= 9.55%
x 100%
x 100%
Kadar
air
total
(%)
SD
5.28
1.04
7.24
1.47
9.48
0.43
6.87
1.39
25
Lampiran 5 Kadar total flavonoid Hura crepitans
Absorbansi standar kuersetin
Konsentrasi
(ppm)
0.5
2
4
6
8
10
1
0.064
0.232
0.452
0.671
0.941
1.240
Ulangan ke2
0.059
0.226
0.454
0.678
0.874
1.260
Rataan
3
0.065
0.219
0.434
0.684
0.905
1.273
0.063
0.226
0.447
0.678
0.907
1.258
Kurva Standar Kuersetin
1.4
y = 0.122x - 0.026
R² = 0.992
1.2
Absorbansi
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
0
2
4
6
8
10
Standar Kuersetin
Konsentrasi flavonoid total dari ekstrak Hura crepitans
Sampel
Daun
Tangkai
Kulit kayu
Kayu
Bobot ekstrak
(mg)
Absorban
Flavonoid
(mg QE/L)
% b/b
203
203.6
201.4
202.2
0.612
0.091
0.107
0.056
5.227
0.959
1.087
0.669
15.36%
2.20%
2.53%
0.66%
12
26
Lampiran 5 Kadar total flavonoid Hura crepitans (lanjutan)
Contoh perhitungan flavonoid total:
Flavonoid (mg QE/L)
Persamaan kurva standar kuersetin :
y
= 0.122x – 0.026
Absorban
= 0.122 (Flavonoid) – 0.026
0.612 = 0.122 (Flavonoid) – 0.026
(0.612 + 0.026)
Flavonoid
Daun (%)
Flavonoid
=
0.122
= 5.277 mg QE/L
=
mgQE
L
x Volume larutan mL xFaktor Pengenceran
Bobot sampel mg
=
5.227 mg
1L
x
L
1000 mg
x 25 mL x
100
20
x
50
10
203 mg
x Rendemen
x 9.55%
= 15.36 %
Lampiran 6 Kadar total tanin
Sampel
Ulangan
Bobot
simplisia (g)
Volume
titrasi tanin
(mL)
1
2
3
1
2
3
1
2
3
0.2016
0.2022
0.2018
0.2013
0.2007
0.2013
0.2021
0.2019
0.2018
0.5
0.45
0.45
0.55
0.5
0.5
0.45
0.45
0.4
Daun
Tangkai
Kulit kayu
Volume
titrasi
blanko
(mL)
0.35
0.35
0.35
0.35
0.35
0.35
0.35
0.35
0.35
Kadar
tanin (%
v/b)
1.31
0.87
0.87
1.78
1.34
1.34
0.91
0.91
0.46
Contoh perhitungan kadar tanin :
Tanin (%)
=
=
10 V titrasi-V blanko x Normalitas x 0.00416 x 100%
Bobot sampel x (100%-Kadar air)
10 0.5mL-0.35mL x 0.2 x 2 x 0.00416g x 100%
= 1.31%
0.2016g x 100%-5.28%
Kadar
total tanin
(% v/b)
1.02
1.49
0.76
27
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Cilacap pada tanggal 30 Agustus 1993 sebagai anak
kedua dari pasangan Bapak Poniman dan Ibu Mardiyem. Penulis memulai
pendidikan pertamanya pada tahun 1999 di SD Negeri Gandrungmangu 01 dan
lulus pada tahun 2005. Pada tahun 2005, penulis melanjutkan pendidikan di SMP
Negeri 1 Gandrungmangu, dan SMA Negeri 1 Sidareja pada tahun 2008. Pada
tahun 2011, penulis diterima sebagai mahasiswi salah satu Perguruan Tinggi
Negeri di Bogor yaitu Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur SNMPTN
Undangan, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata.
Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif di kepanitiaan dan
organisasi salah satunya sebagai anggota biro Pengembangan Sumberdaya
Manusia (PSDM) HIMAKOVA. Penulis juga merupakan anggota dari Kelompok
Pemerhati Flora (KPF) dan Kelompok Pemerhati Ekowisata (KPE) HIMAKOVA
pada tahun 2012-2014. Penulis pernah melaksanakan praktek dan kegiatan
lapangan seperti Ekplorasi Flora Fauna dan Ekowisata Indonesia di Cagar Alam
Bojong Larang Jayanti, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat (2013), Praktek
Pengelolaan Ekosistem Hutan (PPEH) di Cagar Alam Sancang dan Taman Wisata
Alam Gunung Kamojang (2013), Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan
Pendidikan Gunung Walat (2014), serta Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di
Taman Nasional Ujung Kulon, Kab. Pandeglang, Banten (2015).
Dalam memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di
Fakultas Kehutanan IPB, penulis menyusun skripsi berjudul “Kandungan
Fitokimia Kalpataru (Hura crepitans Linn.) sebagai Rekomendasi Jenis Tanaman
Hutan Kota Berkhasiat Obat” di bawah bimbingan Dr Ir Endes Nurfilmarasa
Dahlan, MS dan Dr Irmanida Batubara, MSi.
Download