KANDUNGAN FITOKIMIA KALPATARU (Hura crepitans Linn.) SEBAGAI REKOMENDASI JENIS TANAMAN HUTAN KOTA BERKHASIAT OBAT WINDA AGUSTIANI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kandungan Fitokimia Kalpataru (Hura crepitans Linn.) sebagai Rekomendasi Jenis Tanaman Hutan Kota Berkhasiat Obat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2015 Winda Agustiani NIM E34110028 ABSTRAK WINDA AGUSTIANI. Kandungan Fitokimia Kalpataru (Hura crepitans Linn.) sebagai Rekomendasi Jenis Tanaman Hutan Kota Berkhasiat Obat. Dibimbing oleh ENDES N DAHLAN dan IRMANIDA BATUBARA. Kalpataru (Hura crepitans) adalah jenis tanaman yang tidak banyak dikenal oleh kalangan luas. Kalpataru merupakan salah satu bentuk relief atau ornamen yang ada pada candi-candi. Peran tanaman kalpataru disamping sebagai peneduh, penyerap karbon, penghasil oksigen, tanaman ini diduga mempunyai kandungan berkhasiat obat. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi senyawa fitokimia meliputi flavonoid, tanin, alkaloid, saponin, steroid, dan triterpenoid dari daun, tangkai daun, kulit batang, dan batang tanaman kalpataru (Hura crepitans) yang selanjutnya dapat dijadikan bahan pertimbangan sebagai salah satu jenis tanaman hutan kota obat yang berkhasiat obat. Berdasarkan hasil penelitian Hura crepitans mempunyai kandungan senyawa kimia meliputi saponin, tanin, flavonoid, steroid, dan triterpenoid. Daun dan tangkai mempunyai potensi tertinggi untuk dimanfaatkan sebagai obat. Daun memiliki kadar flavonoid dan saponin tertinggi dari bagian lainnya yaitu sebesar 15.36% dan 1.05%, sedangkan tangkai memiliki kadar tanin tertinggi yaitu sebesar 1.49%. Flavonoid berfungsi mengobati penyakit yang disebabkan oleh radikal bebas. Kalpataru dapat direkomendasikan sebagai salah satu jenis tanaman hutan kota yang berkhasiat obat. Kata kunci : flavonoid, metabolit sekunder, obat, saponin, tanin. ABSTRACT WINDA AGUSTIANI. Phytochemical Contents of Kalpataru (Hura crepitans Linn.) as Recommendations Urban Forest Plant Species of Medicinal. Supervised by ENDES N. DAHLAN and IRMANIDA BATUBARA. Kalpataru (Hura crepitans) is a type of plant that is not widely known. Kalpataru is one form of relief or ornament that existed at the temples. Kalpataru plants has role as a shade, absorbent carbon, oxygen producer, but and could has medicinal content. The purpose of this study is to identify phytochemical compounds include flavonoids, tannins, alkaloids, saponins, steroids and triterpenoids from the leaves, stems leaves, bark, and stems of kalpataru (Hura crepitans) which subsequently can be considered as one of the urban forest’s plant as a medicine. The results showed that Hura crepitans has chemical compounds include saponins, tannins, flavonoids, steroids and triterpenoids. The leaves and stems have the highest potential to be used as a medicine. The leaves have the highest levels of flavonoids and saponins than other part which were 15.36% and 1.05% respectively. The stem has highest level of tannin 1.49%. Flavonoids were used to treat diseases caused by free radicals. Kalpataru (Hura crepitans) could be recommended as one of the urban forest plants of medicinal. Keywords: flavonoids, medicinal, saponins, secondary metabolites, tannins. KANDUNGAN FITOKIMIA KALPATARU (Hura crepitan Linn.) SEBAGAI REKOMENDASI JENIS TANAMAN HUTAN KOTA BERKHASIAT OBAT WINDA AGUSTIANI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi sebagai salah satu syarat menjadi sarjana Kehutanan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan April–Mei 2015 adalah Kandungan Kalpataru (Hura crepitans Linn.) sebagai Rekomendasi Jenis Tanaman Hutan Kota Berkhasiat Obat. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Endes N Dahlan, MS dan Dr Irmanida Batubara, MSi selaku pembimbing yang telah memberikan ilmu, bimbingan, dan motivasi bagi penulis selama skripsi. Segenap laboran Pusat Studi Biofarmaka (Bu Nunu, Mas Endi, Mba Wiwi), dan Laboratorium Konservasi Tumbuhan Obat yang telah membantu memfasilitasi penelitian penulis. Ungkapan terima kasih secara khusus disampaikan kepada Bapak (Poniman), Ibu (Mardiyem), dan seluruh keluarga atas kasih sayang dan dalam bentuk moril maupun materiil. Terima kasih penulis sampaikan kepada Armin Agung Mubarok, Emma Rachmawati, Army Selvilia R, Nia Tanilia, Siti Nurjannah, Berty Fatimah, Wahyu Indah Astriani, Siti Nariah, Arseki Ardjansyah, Amelia Dwi Susati, Tri Susanti, Hafiza, Ilham Ananda, Ramadhan Al Karim yang telah memberikan bantuan serta dukungan selama penelitian, serta teman-teman KSHE 48 atas do’a dan semangatnya selama ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, namun penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak. Bogor, Agustus 2015 Winda Agustiani DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vii DAFTAR GAMBAR vii DAFTAR LAMPIRAN vii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 2 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 METODE 2 Lokasi dan Waktu Penelitian 2 Bahan dan Alat 2 Prosedur Penelitian 3 HASIL DAN PEMBAHASAN 6 Kalpataru (Hura crepitans Linn.) 6 Kadar Air 7 Kandungan Fitokimia 8 Rendemen Ekstrak 10 Kadar Total Flavonoid 11 Kadar Total Saponin 12 Kadar Total Tanin 13 Rekomendasi Hutan Kota 13 SIMPULAN DAN SARAN 16 Simpulan 16 Saran 17 DAFTAR PUSTAKA 17 LAMPIRAN 20 DAFTAR TABEL 1 2 Kandungan fitokimia bagian tanaman kalpataru (Hura crepitans) Perbandingan kadar total bagian tanaman kalpataru (Hura crepitans) 9 15 DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 Perbedaan daun (a) Hura polyandra ; (b) Hura crepitans Bentuk morfologi (a) daun ; (b) bunga; (c) bentuk batang; dan (d) bentuk tajuk tanaman kalpataru (Hura crepitans Kadar air bagian tanaman kalpataru (Hura crepitans) Rendemen ekstraksi bagian tanaman kalpataru dengan pelarut etanol 96% Kadar total flavonoid bagian tanaman kalpataru (Hura crepitans) Kadar total saponin bagian tanaman kalpataru (Hura crepitans) Kadar total tanin bagian tanaman kalpataru (Hura crepitans) 6 7 8 11 12 12 13 DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 Diagram alir penelitian Dokumentasi penelitian Kadar air simplisia Rendemen ekstrak bagian tanaman kalpataru (Hura crepitans) Kadar total flavonoid bagian tanaman kalpataru (Hura crepitans) Kadar total tanin bagian tanaman kalpataru (Hura crepitans) 20 21 24 24 25 26 PENDAHULUAN Latar Belakang Kota menjadi pusat segala kegiatan baik pemerintahan, perekonomian, pendidikan, perdagangan, serta kegiatan lainnya.Kota juga merupakan pusat sumberdaya manusia penting (Dahlan 2013). Hal ini menyebabkan lahan di kota semakin sempit akibat banyaknya pemukiman yang dibangun. Semakin banyak pembangunan tentu akan berdampak pada berkurangnya lahan untuk ruang terbuka hijau. Kondisi tersebut memicu timbulnya permasalahan lingkungan seperti sampah, banjir, polusi udara, dan permasalahan lingkungan lainnya, yang nantinya akan berdampak pada kesehatan manusia. Hutan kota merupakan salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan lingkungan yang ada di kota. Definisi hutan kota (Urban forest) menurut Fakuara (1987) adalah tumbuhan atau vegetasi berkayu di wilayah perkotaan yang memberikan manfaat lingkungan yang sebesar-besarnya dalam kegunaan-kegunaan proteksi, estetika, rekreasi, dan kegunaan khusus lainnya salah satunya sebagai koleksi tanaman yang berkhasiat obat. Pemilihan tanaman pada hutan kota hendaknya sesuai dengan permasalahan kota yang ada, sehingga tidak hanya fungsi estetika melainkan fungsi ekologis dan medis juga berperan. Kalpataru merupakan salah satu bentuk relief atau ornamen yang ada pada candi-candi. Ornamen-ornamen yang ada pada candi-candi Hindu maupun Budha di Jawa Tengah dan DIY salah satunya yaitu motif tumbuhan. Motif tumbuhan atau flora yang terdapat dalam ornament candi antara lain mencakup bunga, sulur, petanamanan, termasuk pohon kalpataru (Sunaryo 2009). Kalpataru atau kalpawrksa merupakan sebutan tanaman yang dikenal dalam mitos India (Sunaryo 2010). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti kalpataru adalah tanaman lambang kehidupan yang menggambarkan pengharapan atau tanaman penghidupan. Kalpataru dijadikan sebagai nama penghargaan kepada seseorang atau kelompok yang berhasil menjaga kelestarian lingkungan hidup. Kalpataru tidak hanya ada dalam mitos, namun kalpataru merupakan nama sebuah tanaman yang sampai saat ini masih ada. Menurut berbagai sumber disebutkan bahwa kalpataru mempunyai jenis yang berbeda-beda, antara lain Hura crepitans (Dephut 2013) dan Ficus religiosa (BLH 2013). Kalpataru (Hura crepitans) dapat menjadi salah satu jenis tanaman hutan kota. Kalpataru (Hura crepitans) merupakan tanaman yang tidak banyak dikenal oleh kalangan luas.Kalpataru disebut pohon kehidupan sebab peran tanaman kalpataru disamping sebagai peneduh karena tajuknya yang berbentuk payung, penyerap karbon, penghasil oksigen hasil fotosintesis, tanaman ini diduga mempunyai kandungan yang dapat berkhasiat obat. Oleh karena itu, perlu dilakukan uji fitokimia untuk mengetahui kandungan senyawa aktif pada kalpataru (Hura crepitans) yang selanjutnya dapat dijadikan bahan pertimbangan sebagai salah satu jenis tanaman hutan kotayang berkhasiat obat. 2 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui kandungan senyawa fitokimia meliputi flavonoid, tanin, alkaloid, saponin, steroid, dan triterpenoid dari daun, tangkai, kulit kayu, dan kayu kalpataru (Hura crepitans) baik secara kualitatif maupun kuantitatif, serta manfaatnya untuk dijadikan sebagai salah satu jenis tanaman hutan kota yang berkhasiat obat. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi kepada pihak pengelola hutan kota, pemerintah pusat, dan pihak-pihak yang terkait dalam pembangunan hutan kota. Selain itu, hasil penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai kandungan senyawa berkhasiat obat dari tanaman kalpataru yang nantinya dapat dijadikan salah satu bahan obat herbal. METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Konservasi Tumbuhan Obat Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata; Pusat Studi Biofarmaka, Kampus IPB Taman Kencana; serta Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatika (Balittro) Jalan Tentara Pelajar No. 3, Kampus Penelitian Pertanian Cimanggu, Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan April - Mei 2015. Pengambilan sampel uji dilakukan di Kampus IPB Dramaga. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun, tangkai, kulit kayu, serta kayu bagian dalamkalpataru (Hura crepitans) yang diperoleh di Kampus IPB Dramaga.Bahan diekstraksi dengan pelarut etanol 96%. Bahan-bahan untuk analisis fitokimia berupa akuades, etanol 30%, serbuk Mg, amil alkohol, HCl, FeCl3, NH3, NHCl3, H2SO4, pereaksi Dragendorff, pereaksi Mayer, pereaksi Wagner, dietil eter, asam asetat anhidrat. Pengujian kadar total flavonoid digunakan bahan berupa heksametilentetramin (HMT) 0.5%, HCl 25%, asam asetat glasial (5% dalam metanol), metanol, AlCl3 2% (dalam asam asetat glasial), aseton, etil asetat, dan kuersetin. Bahan untuk uji kadar total tanin meliputi :larutan KMnO4 0.2 N, indigokarmin, dan bahan untuk uji saponin adalah CHCl3, etanol absolut, dan standar saponin 100 ppm. Alat yang digunakan dalam penelitian antara lain : blender, gunting, pisau, oven, cawan porselen, neraca, desikator, tabung reaksi, gelas ukur, pipet tetes, sudip, labu takar, gelas piala, gelas erlenmeyer, corong, kertas saring, penangas 3 air, water bath, corong pisah, sonikasi, tisu,Spektrofotometer UV-Vis, rotary evaporator, alat tulis, laptop, dan kamera. Prosedur Penelitian Prosedur penelitian meliputi beberapa tahapan. Tahapan dimulai dengan preparasi sampel, penentuan kadar air, uji flavonoid, uji tanin, uji alkaloid, uji saponin, uji steroid, uji triterpenoid, serta uji kadar total flavonoid, uji kadar total tanin, uji kadar total alkaloid, uji kadar total saponin. Tahapan penelitian tercantum pada Lampiran 1. Preparasi sampel Sampel uji (daun, tangkai daun, kulit batang, batang) dikumpulkan, dicuci dengan air mengalir, dan ditiriskan.Bahan kemudian dirajang dan dikeringkan dalam oven pada suhu 50 – 60°C selama 5 hari.Sampel uji yang sudah kering kemudian digiling untuk dijadikan serbuk. Penentuan kadar air (AOAC 2006) Cawan porselen dikeringkan dalam oven 105° C selama 60 menit.Cawan porselen diambil dari dalam oven setelah itu didinginkan dalam desikator selama 30 menit, kemudian cawan ditimbang. Sebanyak 3 gram serbuk sampel dimasukkan ke dalam cawan dan dikeringkan di dalam oven selama 3 jam pada suhu 105o C. Cawan didinginkan dalam desikator selama 30 menit, kemudian ditimbang sampai diperoleh bobot konstan. Penentuan kadar air dilakukan sebanyak 3 kali ulangan. Persentase kadar air, dihitung dengan rumus sebagai berikut : π−π Bobot Kering (%) = π₯ 100 π Kadar air (%) = 100 - Bobot Kering Keterangan : a : berat cawan porselen setelah di oven dan dimasukan dalam desikator b : berat sampel dalam cawan porselen c : berat cawan dan sampel yang telah dioven dan dimasukan dalam desikator Analisis fitokimia kualitatif (Harborne 1987) Uji flavonoid Sebanyak 3 gram sampel ditambahkan 20 mL akuades, kemudian dipanaskan pada suhu 100oC selama 3-5 menit, setelah dingin lalu disaring, dan dihasilkan filtrat. Filtrat ditambahkan 10 tetes etanol, 1 sudip serbuk Mg, 5 tetes amil alcohol dan HCl, kemudian kocok homogen. Uji positif flavonoid ditunjukkan oleh warna merah, kuning atau jingga. Uji tanin Sebanyak 3 gram sampel ditambahkan 20 mL akuades, kemudian dipanaskan pada suhu 100oC selama 3-5 menit, setelah dingin lalu disaring, dan dihasilkan filtrat. Filtrat ditambahkan 5 tetes FeCl3. Apabila terbentuk warna hijau kehitaman menandakan adanya tanin. 4 Uji saponin Sebanyak 3 gram sampel ditambahkan 20 mL akuades, kemudian dipanaskan pada suhu 100oC selama 3-5 menit, setelah dingin lalu disaring, dan dihasilkan filtrat. Fitrat kemudian dikocok dengan kuat. Uji positif saponin ditunjukkan dengan terbentuknya busa yang stabil selama 30 detik. Uji alkaloid Sebanyak 3 gram sampel ditambahkan 5 tetes NH3 dan 5 mL NHCl3, kemudian kocok homogen dan disaring. Filtrat ditambahkan 3-5 tetes H2SO4 2 M, kemudian kocok homogen. Lapisan asam (bagian atas) dipipet dalam tabung reaksi lain. Uji positif alkaloid ditunjukkan dengan terbentuknya endapan jingga sampai merah cokelat setelah ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff, endapan putih setelah ditambahkan 2 tetes pereaksi Meyer atau endapan cokelat muda hingga kekuningan setelah ditetesi pereaksi Wagner. Uji steroid dan triterpenoid Sebanyak 3 gram sampel ditambahkan 5 mL etanol, kemudian dipanaskan selama 3–5 menit.Setelah dingin kemudian disaring. Filtrat dipanaskan kembali hingga dihasilkan ekstrak. Ekstrak kemudian ditambahkan 1 mL dietil eter lalu dikocok homogen. Larutan dituang ke dalam porselen lalu ditambahkan 3 tetes H2SO4. Uji positif steroid ditunjukkan jika terbentuk warna biru atau hijau.Sedangan triterpenoid ditunjukkan jika terbentuk warna ungu atau jingga. Pembuatan ekstrak Ekstrak dibuat dengan cara maserasi menggunakan etanol 96%. Serbuk sampel sebanyak 25 gram ditambahkan dengan etanol 96% sebanyak 250 mL (perbandingan 1:10), kemudian di kocok menggunakan shaker dan didiamkan selama 2x24 jam. Maserat dipisahkan dari ampas dan proses diulang 2 kali dengan jenis dan pelarut yang sama. Semua maserat dikumpulkan dan dan diuapkan dengan rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak kental. Rendemen hasil ekstrak diperoleh dari pehitungan sebagai berikut : Rendemen % = Bobot simplisia (g) x100 Bobot ekstrak g x (100-Kadar air) Kadar total flavonoid (Depkes RI 2000) a. Larutan induk : Hasil ekstrak diambil sebanyak 0.2 gram ditambahkan dengan 1 mL larutan HMT 0.5% , 2 mL HCl 25%, dan aseton sebanyak 20 mL. Campuran larutan direfluks selama 30 menit, kemudian disaring menggunakan kertas saring.Filtrat dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL. Residu direfluks kembali dengan 20 mL aseton selama 30 menit, kemudian disaring.Filtrat dicampur ke labu ukur 100 mL, dan tera dengan aseton. Sebanyak 20 mL filtrat dimasukkan ke dalam corong pisah dan tambahkan 20 mL akuades. Larutan di ekstraksi 3 kali dengan etil asetat masing masing sebanyak 15 mL. Fraksi etil asetat (fase atas) dikumpulkan dan dan ditambah dengan etil asetat sampai 50 mL dalam labu terukur. 5 b. Larutan blanko : Sebanyak 1 mL larutan AlCl3 (2% dalam asam asetat glasial) dan tera dengan larutan asam asetat glasial dalam labu ukur 25 mL. c. Larutan sampel : Sebanyak 10 mL larutan induk, ditambah 1 mL larutan AlCl3 (2% dalam asam asetat glasial), kemudian tera dengan larutan asam asetat glasial dalam labu ukur 25 mL. d. Pengukuran : Pengukuran dilakukan 30 menit setelah penambahan larutan AlCl3 menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 425 nm dengan pembanding kuersetin murni dengan konsentrasi 0.5, 2, 4, 6, 8, dan 10 ppm. Perhitungan total flavonoid (%) : = Flavonoid mgQE/L x Volume larutan x Faktor pengenceran x 100 xRendemen Bobot sampel mg x (100-Kadar air) Kadar total tanin Sebanyak 0.2 gram simplisia dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 5 mL air mendidih.Larutan kemudian dipanaskan pada suhu 40-60oC selama 30 menit. Setelah itu, larutan disaring dengan menggunakan kapas. Residu ditambahkan air mendidih sampai tanin habis, kemudian didinginkan. Larutan residu yang sudah dinginditera dengan air sampai 25 mL, kemudian diambil 2.5 mL dan dimasukkan pada labu ukur 100 mL, lalu ditambahkan 75 mL air dan 2.5 mL indigokarmin. Setelah itu, larutan ditera hingga 100 mL. Larutan dititrasi dengan KMnO4 0.2 N hingga larutan menjadi kuning keemasan dan dicatat berapa volume KMnO4 yang dipakai, misalnya volume titran A mL. Penetapan blanko dilakukan dengan memipet 2.5 mL indigokarmin ke dalam labu ukur 100 mL, kemudian ditera sampai tanda garis.Larutan kemudian dititrasi dengan KMnO4 0.2 N hingga larutan menjadi kuning keemasan.Kadar total tanin dihitung dengan menggunakan rumus: Tanin (%) = 10 A-B xNx0,00416 x100 sampel g x(100-Kadar air) Keterangan : A = volume titrasi tanin (mL) B = volume titrasi blanko (mL) N = normalitas KMnO4 standar (N) 10 = faktor pengenceran 1 mL KMnO4 0.1 N : setara 0.00416 g tanin Kadar total saponin Sebanyak 0.25 gram sampel, ditambah dengan akuades ± sepertiga dari volume labu takar 25 mL. Larutan kemudian dikocok selama 2 jam, didiamkan 24 jam, lalu saring. Hasil filtrat ditotolkan pada plate alumunium silica gel F245 25x25 sebanyak 5µl. Standar saponin 100 ppm ditotolkan sebanyak 5 µl, dielusi menggunakan eluen CHCl3 : etanol absolute = 6 : 4. Setelah elusi selesai, plate di ukur dengan menggunakan TLC Scanner dengan panjang gelombang 301 nm. 6 Perhitungan kadar saponin total : Luas area contoh Saponin (%) = Luas area standar x ppm standar x Volume contoh x fp Bobot contoh (mg)x (100-Kadar air) x 100 HASIL DAN PEMBAHASAN Kalpataru (Hura crepitans Linn.) Sistematika tanaman Kalpataru (Hura crepitans Linn.) merupakan spesies dari famili Euphorbiaceae.Tanaman kalpataru merupakan spesies asli dari Amerika.Genus hura mempunyai spesies lainselain Hura crepitans yaitu Hura polyandra. Menurut Francis (1990) perbedaan kedua spesiesdari genus Hura tersebut yaitu ukuran tekstur tubuh. Hura crepitans mempunyai tekstur lebih kecil dari Hura polyandra (Gambar 1).Sistematika tanaman kalpataru dijelaskan sebagai berikut (Kementerian Lingkungan Hidup): Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonnae Ordo : Solanales Famili : Euphorbiaceae Genus : Hura Spesies : Hura crepitans Linn. Nama umum : Kalpataru Nama Daerah :Ki Kasymir (Sunda), Roda-Roda (Riau), Huru (Ind) (a) (b) Gambar 1 Perbedaan daun (a) Hura polyandra ; (b) Hura crepitans Deskripsi tanaman Perawakan tanaman berukuran sedang hingga besar dengan tinggi mencapai 30 m. Batang silindris, diameter mencapai 80 cm, berduri rapat. Daun tunggal berseling, tepi rata bergelombang, ujung runcing pangkal tumpul, pertulangan menyirip, permukaan atas licin, bawah halus, panjang 10-18 cm dan lebar 5-15 cm, tangkai silindris panjang 10 - 15 cm. Tajuknya berbentuk 7 payung dengan tangkai dan daun yang rindang sehingga cocok sekali untuk tanaman peneduh. Pengambilan sampel dilakukan pada tanaman kalpataru yang mempunyai diameter ±50 cm, dengan tinggi total mencapai ± 20 meter. Sampel yang di ambil merupakan sampel basah dari daun, tangkai daun, kulit kayu, dan kayu bagian dalam (Gambar 2). (a) (b) (c) (d) Gambar 2 Bentuk morfologi (a) daun ; (b) bunga; (c) bentuk batang; dan (d) bentuk tajuk tanamankalpataru (Hura crepitans) Kadar Air Kadar air merupakan persentase jumlah air yang terkandung dalam suatu bahan. Berdasarkan hasil penelitiankadar air yang telah dilakukan, diperoleh persentase kadar air yang berbeda pada setiap bagian. Daun memiliki kadar air terendah yaitu sebesar 5.28±1.04%. Kadar air tangkai, kulit kayu, dan kayu secara berurutan 7.24±1.47%, 9.48±0.47%, 6.87±1.39%. Kulit kayu memiliki persentase kadar air tertinggi (Gambar 3). Kadar air yang diperoleh merupakan hasil dari pengeringan sampel basah.Pengeringan bertujuan untuk menurunkan kadar air. Menurut Riata (2010) diacu dalam Grafianita (2011) pengeringan akan mencegah agar simplisia tidak berjamur dan kandungan kimia yang berkhasiat tidak berubah karena proses fermentasi.Simplisia merupakan bahan alam yang telah dikeringkan untuk pengobatan dan belum mengalami pengolahan.Suhu pengeringan simplisia tidak lebih dari 60oC (Depkes 2008).Pengeringan sampel dilakukan dengan mengeringkan keempat bahan dalam oven dengan suhu ±60oC selama 5 hari hingga sampel benar-benar kering. Pada umumnya suhu pengeringan antara 4060oC dan hasil yang baik dari proses pengeringan adalah simplisia yang mengandung kadar air 10% (Sembiring 2007). Kadar air (%) 8 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 9.48±0.43 7.24±1.47 6.87±1.39 5.28±1.04 Daun Tangkai Kulit Kayu Kayu Bagian tanaman Gambar 3 Kadar air bagian tanaman kalpataru (Hura crepitans) Kadar air pada simplisia dipengaruhi berbagai faktor seperti suhu dan waktu pengeringan, kelembaban dan sirkulasi udara serta ketebalan bahan dan luas permukaan bahan (Gunawan dan Mulyani 2010). Daun memiliki kadar air terendah karena pada saat pengeringan daun lebih cepat kering dibanding sampel lainnya. Perhitungan kadarair dapat dilihat pada Lampiran 3. Menurut Depkes (2008) Persyaratan Obat Tradisional, standar kadar air yang baik untuk simplisia tidak lebih dari 10%.Standar ini sesuai dengan yang tertera pada Farmakope Indonesia atau Materia Medika Indonesia.Simplisia yang dapat disimpan dalam jangka waktu lama biasanya simplisia yang mempunyai kadar air kurang dari 10%, karena kadar air yang lebih dari 10% merupakan tempat mikroba tumbuh dengan cepat dan merusak bahan dasar (Nasruddin 2013). Hasil kadar air yang diperoleh dari keseluruhan sampel menunjukkan angka kurang dari 10%, dengan kadar air yang telah memenuhi standar, dilakukan pengujian kualitatif senyawa fitokimia dan pengujian lebih lanjut mengenai kadar total flavonoid, tanin, serta saponin. Kandungan Fitokimia Senyawa fitokimia merupakan senyawa bioaktifalami yang terdapat pada tumbuhan yang dapat berperan sebagai nutrisi dan serat alami untuk mencegah penyakit. Senyawa yang umum terdapat pada tumbuhan yaitu golongan alkaloid, flavonoid, kuinon, tanin dan polifenol, saponin, steroid dan triterpenoid (Harborne 1987). Fitokimia mempunyai peran penting dalam penelitian obat yang dihasilkan dari tumbuhan.Uji fitokimia secara kualitatif dilakukan untuk mengetahui senyawa bioaktif yang terdapat pada bagian tanaman kalpataru. Uji fitokimia yang dilakukan terdiri dari uji saponin, tanin, flavonoid, steroid, triterpenoid, serta alkaloid. Hasil uji fitokimia tanaman kalpataru dapat dilihat pada Tabel 1. Uji fitokimia dilakukan pada simplisia kering daun, tangkai, kulit kayu, serta kayu dari tanaman kalpataru. Hasil uji saponin menunjukkan bahwadaun, tangkai, kulit kayu, serta kayu mengandung saponin. Hal ini ditandai dengan terbentuknya busa stabil pada keempat sampel. Menurut Harborne (1987) saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun, serta dapat 9 dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan menghemolisis sel darah. Saponin pada konsentrasi rendah dapat digunakan sebagai detergen. Tabel 1 Kandungan fitokimia bagiantanaman kalpataru (Hura crepitans) Jenis uji Saponin Tanin Flavonoid Steroid Triterpenoid Alkaloid Daun + + + + - Sampel Tangkai Kulit kayu + + + + + + + + + - Kayu + + + - Keterangan :(+) Teridentifikasi, (-) tidak teridentifikasi. Tanin adalah suatu senyawa polifenol yang berasal dari tumbuhan, berasa pahit dan sepat, yang bereaksi dengan dan menggumpalkan protein, atau berbagai senyawa organik lainnya termasuk asam aminodan alkaloid. Hasil uji tanin menunjukkan dari 4 sampel yang di uji, 3 diantaranya mengandung tanin yaitu daun, tangkai, dan kulit kayu, sedangkan tanin pada kayu tidak terdeteksi. Berdasarkan hasil penelitian Nurjaya(2015) menunjukkan bahwa tanin kalpataru dengan jenis Ficus religiosa terdapat pada semua bagian tanaman yang diujikan yaitu daun, tangkai, kulit kayu, dan kayu.Uji positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna hijau kehitaman pada larutan. Tanin adalah senyawa polifenolik larut dalam air yang merupakan anti nutrisi bagi ruminansia dengan membentuk kompleks dengan protein (Goel et al. 2005). Tanin terdapat pada buah-buahan, legumdan semak, serealia dan biji-bijian. Uji flavonoid yang dilakukan pada sampel daun, tangkai, kulit kayu, kayu memberikan hasil positif, yang ditandai dengan warna merah, kuning atau jingga (Harborne 1987). Flavonoid pada tumbuhan berguna untuk menarik serangga dan binatang lain guna membantu proses penyerbukan dan penyebaran biji (Sirait 2007). Flavonoid juga berfungsi untuk melindungi tumbuhan dari efek buruk sinar UV, sedangkan untuk manusia flavonoid berguna sebagai stimulant pada jantung, diuretik, antioksidan pada lemak, menurunkan kadar gula darah, anti jamur, dan anti-HIV (Zabri et al. 2008 diacu dalam Kristiono 2009). Uji steroid dan triterpenoid pada sampel menunjukkan bahwa keempat sampel mengandung steroid, namun hanya satu sampel yang mengandung triterpenoid yaitu kulit kayu. Berbeda dengan kalpataru jenis Ficus religiosa, berdasarkan hasil penelitian Nurjaya (2015) menunjukkan bahwa pada Ficus religiosa dari keempat sampel yaitu daun, tangkai, kulit kayu, serta kayu, steroid hanya terdapat pada kulit kayu dan kayu, sedangkan daun dan tangkai tidak terdeteksi. Menurut Nurjaya (2015), kandungan triterpenoid pada kalpataru jenis Ficus religiosa terdapat pada semua bagian tanaman yang diujikan yaitu daun, tangkai, kulit kayu, serta kayu.Positif steroid pada uji ditunjukkan dengan terbentuknya warna biru atau hijau, sedangkan positif triterpenoid apabila terbentuk warna ungu atau jingga (Harborne 1987). Steroid merupakan salah satu senyawa penting dalam bidang farmasi.Steroid merupakan senyawa yang banyak 10 digunakan dalam pengobatan seperti anti bakteri, anti inflamasi, dan obat pereda nyeri (Kumar et al.2009). Triterpenoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang tersebar luas dan merata. Triterpenoid juga terdapat dalam dammar, kulit batang, dan getah. Senyawa triterpenoid memiliki fungsi sebagai pelindung untuk menolak serangga dan serangan mikroba (Harborne 1987). Pada saat uji alkaloid, tidak ada satupun sampel yang teridentifikasi.Dari ketiga larutan pereaksi yaitu Dragendorff, Wagner, dan Mayer memberikan hasil negatif. Hal ini ditunjukkan dengan tidak terbentuknya endapan jingga, coklat, dan putih berturut turut yang direaksikan dengan ketiga reagen.Alkaloid pada umumnya tidak ditemukan pada tanaman gymnospermae, paku-pakuan, lumut, dan tumbuhan tingkat rendah (Harborne 1987). JumLah tumbuhan yang mengandung alkaloid terbilang sedikit. Menurut Robinson (1995) perkiraan persentase jenis tumbuhan yang mengandung alkaloid terletak pada rentang 1530%. Rendemen Ekstrak Menurut Depkes (2008) pengujian kadar total flavonoid digunakan sampel berupa ekstrak. Ekstrak dihasilkan melalui ekstraksi. Ekstraksi merupakan proses penarikan komponen atau zat aktif dari suatu campuran padatan atau cairan dengan menggunakan pelarut tertentu (Gamse 2002 diacu dalam Setiawan 2012). Menurut Harborne (1987) metode ekstraksi dikelompokkan menjadi dua yaitu ekstraksi sederhana dan ekstraksi khusus.Ekstraksi sederhana terdiri dari maserasi, perkolasi, reperkolasi, evakolasi, dan dialokasi, sedangkan ekstraksi khusus terdiri dari sokhletasi, arus balik, dan ultrasonik.Jenis ekstraksi yang dilakukan pada penelitian yaitu maserasi. Maserasi dilakukan dengan cara perendaman dengan pelarut tertentu pada suhu ruang selama 1 hingga 2 hari perendaman tanpa adanya pemanasan. Kelebihan metode maserasi yaitu tidak memerlukan alat alat yang rumit, relatif mudah, murah, dan dapat menghindari rusaknya komponen senyawa akibat panas (Meloan 1999). Ekstraksi menghasilkan rendemen yang berbeda setiap sampel. Rendemen tertinggi dihasilkan oleh daun yaitu sebesar 9.55%, kemudian kulit kayu sebesar 7.49%, tangkai menghasilkan rendemen sebesar 7.47%, sedangkan kayu hanya menghasilkan rendemen 3.18% (Gambar 4). Perbedaan hasil rendemen yang diperoleh dapat disebabkan oleh ukuran simplisia, waktu, kepolaran pelarut, suhu, dan pengadukan (Sari et al. 2013, Paryanto dan Bambang 2006, Sembiring et al. 2006). Perhitungan rendemen dapat dilihat pada Lampiran 4. Rendemen yang dihasilkan tidak terlalu besar, karena pada saat proses maserasi, penambahan pelarut hanya dilakukan sekali, sehingga ada kemungkinan ekstrak belum semuanya terbawa oleh pelarut. Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi adalah etanol 96%. Pelarut ini dipilih karena sifatnya yang mampu melarutkan hampir semua zat baik bersifat polar, semi polar, maupun non polar, serta kemampuan untuk mengendapkan protein dan menghambat kerja enzim sehingga dapat terhindar dari proses hidrolisis dan oksidasi (Harborne 1987, Voight 1994 dalam Arifin et al. 2006). 11 12 Rendemen (%) 10 9.55 7.47 8 7.49 6 3.18 4 2 0 Daun Tangkai Kulit Kayu Kayu Bagian tanaman Gambar 4 Rendemen ekstraksi bagian tanaman kalpataru dengan pelarut etanol 96% Menurut Azizah dan Salamah (2013) etanol memiliki kelebihan dibandingkan dengan air dan metanol, karena senyawa yang disari dengan etanol lebih banyak daripada dengan pelarut metanol dan air. Ekstrak etanol 96% ini kemudian dipekatkan denganrotary evaporator dengan suhu 60% untuk mencegah terjadinya kerusakan komponen dalam ekstrak. Perhitungan rendemen dihitung setelah diperoleh ekstrak yang kental. Kadar Total Flavonoid Flavonoid adalah golongan senyawa polifenol yang diketahui memiliki sifat sebagai penangkap radikal bebas, penghambat enzim hidrolisis dan oksidatif, serta sebagai anti inflamasi (Pourmourad 2006 diacu dalam Haris 2011). Flavonoid merupakan senyawa pereduksi yang baik, menghambat banyak reaksi oksidasi, baik secara enzimatis maupun non enzimatis (Robinson 1995). Metode analisis total flavonoid yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis Depkes RI. Persamaan kurva standar yang diperoleh adalah y=0.122x0.026, dengan koefisien korelasi sebesar 0.992 (dapat dilihat pada Lampiran5). Total flavonoid dinyatakan dalam persen bobot per bobot (%b/b). Persen bobot per bobot merupakan jumLah gram zat dalam 100 gram larutan atau campuran. Nilai konsentrasi flavonoid total dari sampel daun, tangkai, kulit kayu, dan kayu menunjukkan bahwa konsentrasi flavonoid total tertinggi terdapat pada daun yaitu sebesar 15.36% b/b. Konsentrasi flavonoid pada tangkai dan kulit kayu hampir sama berturut-turut yaitu 2.20 dan 2.53%. Konsentrasi flavonoid total terkecil terdapat pada kayu yaitu 0.66% (Gambar 5). Menurut Cos et al. (2001) dalam Ukieyanna (2012) flavonoid dikenal sebagai antioksidan dan memberikan daya tarik kepada para peneliti untuk meneliti flavonoid sebagai obat yang dapat berpotensi mengobati penyakit yang disebabkan oleh radikal bebas. Berdasarkan data hasil penelitian menunjukkan bahwa daun Hura crepitans mempunyai potensi antioksidan tertinggi dan dapat digunakan sebagai obat dibandingkan dengan lainnya. Perhitungan kadar flavonoid dapat dilihat pada Lampiran 5. Kadar flavonoid (%) 12 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 15.36 2.2 2.53 0.66 Daun Tangkai Kulit Kayu Bagian tanaman Gambar 5 Kadar total flavonoid bagian tanaman kalpataru (Hura crepitans) Kadar Total Saponin Saponin merupakan senyawa glikosida yang telah lama digunakan sebagai detergen alami. Kadar total saponin dari daun, tangkai, kulit kayu serta kayu dari tanaman kalpataru hasil uji di Balittro menunjukkan bahwa daun memperoleh nilai persentase kadar saponin tertinggi diantara sampel lain yaitu sebesar 1.05%, untuk tangkai daun kadar saponin sebesar 0.97%, kulit kayu sebesar 0.99%, dan kayu memiliki kadar saponin sebesar 0.96% (Gambar 6). 1.06 1.05 Kadar saponin (%) 1.04 1.02 0.99 1.00 0.97 0.98 0.96 0.96 0.94 0.92 0.90 Daun Tangkai Kulit kayu kayu Bagian tanaman Gambar 6 Kadar total saponin bagian tanaman kalpataru (Hura crepitans) Perbedaan kadar saponin setiap sampel yang diuji tidak terlalu besar.Hal ini menunjukkan bahwa kadar saponin pada daun, tangkai, kulit kayu, serta kayu dari tanaman kalpataru hampir sama yaitu berkisar antara 0.96-1.05%. Aktivitas spesifik saponin meliputi aktivitas yang berhubungan dengan kanker seperti sitotoksik, antitumor, antiinflamasi, kemopreventif, antimutagen, dan yang menyangkut aktivitas antiinflamatori dan antialergenik, amunomodulator, antivirus, antihepatotoksik, antidiabetes, antifungi, serta molusisidal (Lacaille- 13 Dubois dan Wagner 1996 diacu dalam Batubara 2003). Saponin mampu berikatan dengan kolesterol, dan saponin yang masuk dalam saluran pencernaan tidak diserap, sehingga kolesterol yang berikatan dengan saponin dapat keluar dari saluran cerna. Hal ini menyebabkan kadar kolesterol dalam tubuh berkurang (Lipkin 1995 diacu dalam Batubara 2003). Kadar Total Tanin Kadar total tanin (%) Tanin merupakan salah satu senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada tanaman dan disintesis oleh tanaman yang juga merupakan senyawa bioaktif yang termasuk golongan polifenol dengan berat molekul besar dan tersebar luas pada bagian tanaman seperti akar, batang, daun, bunga, dan buah (Jayanegara dan Sofyan 2008). Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh kadar total tanin yang berbeda antara daun, tangkai, dan kulit kayu. Kadar total tanin pada daun sebesar 1.02%, kadar total tanin untuk tangkai sebesar 1.49%, serta untuk kulit diperoleh kadar tanin sebesar 0.76% (Gambar 7). Persentase tanin tertinggi terdapat pada bagian tangkai. Hal ini menunjukkan bahwa tangkai memiliki potensi besar untuk dimanfaatkan. Tanin dalam tumbuhan dianggap memiliki fungsi utama sebagai herbisida, sedangakan dalam bidang farmasi tanin digunakan sebagai astringen, anti-oksidan serta dapat menghambat pertumbuhan tumor (Harborne 1987). 1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 1.49 1.02 0.76 Daun Tangkai Bagian tanaman Kulit Gambar 7 Kadar total tanin (%) bagian tanaman kalpataru (Hura crepitans) Kadar total tanin dinyatakan dalam persen volume per bobot. Persen volume per bobot merupakan jumLah mL zat yang terkandung dalam 100gram bahan.Perhitungan kadar total tanin dapat dilihat pada Lampiran 6. Tanin memiliki kemampuan sebagai antioksidan dan antimikroba yang selektif (Wrasiati et al. 2011).Hasil penelitian Putra (2007) juga menyatakan bahwa tanin memiliki kemampuan sebagai antimikroba yang selektif seperti pada nira. Rekomendasi Hutan Kota Definisi hutan kota sesuai PP No. 63 tahun 2002 pasal 1 adalah suatu hamparan lahan bertumbuhan tanaman-tanaman yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. Menurut Inmendagri Nomor 14 14 Tahun 1988, hutan kota adalah suatu ruang terbuka hijau yang ditanami berbagai tanaman tahunan, dengan maksud sebagai tempat perlindungan kelestarian tanah dan air, penyelamatan plasma nutfah serta paru-paru kota. Hutan kota menjadi salah satu solusi pemecahan masalah lingkungan di perkotaan. Seperti diketahui, kota menjadi pusat segala aktivitas. Hal ini menimbulkan banyaknya permasalahan lingkungan yang terjadi mulai dari kebisingan, polusi udara, suhu udara yang tinggi, pencemaran air, pencemaran akibat sampah dan lainnya.permasalahan lingkungan tersebut yang menimbulkan rendahnya kualitas lingkungan di perkotaan. Menurut Mulia (2011) kondisi lingkungan mempengaruhi kondisi kesehatan individu dan masyarakat, kualitas lingkungan hidup yang buruk merupakan penyebab timbulnya berbagai gangguan kesehatan pada masyarakat. Keberadaan hutan kota mempunyai peran penting di lingkungan perkotaan. Menurut Dahlan (2013) peranan hutan kota antara lain : peredam kebisingan, penyerap dan penjerap debu semen, penyerap karbondioksida, dan penghasil oksigen, penyerap dan penapis bau, mengurangi bahaya hujan asam, pelestarian air tanah, pelestarian plasma nutfah, ameliorasi iklim, meningkatkan keindahan, sebagai habitat satwa terutama burung, mengurangi stress, dan masih banyak peranan lainnya.Menurut Dahlan (2013) tipe hutan kota meliputi tipe pemukiman, tipe kawasan industri, tipe rekreasi dan keindahan, tipe pelestarian plasma nutfah, tipe perlindungan, serta tipe pengamanan. Kalpataru (Hura crepitans) dapat menjadi salah jenis tanaman pengisi hutan kota baik tipe pemukiman maupun tipe pelestarian plasma nutfah. Hutan kota dapat berbentuk jalur hijau; taman kota; kebun dan halaman; kebun raya, hutan raya dan kebun binatang; serta hutan lindung (Dahlan 2013). Hutan kota dengan tipe pemukiman dapat berupa taman yang di dalamnya berisi pepohonan, semak, dan kombinasi lainnya yang umunya digunakan oleh masyarakat sekitar untuk bermain, bersantai, olahraga, dan lain sebagainya.Hutan kota dengan tipe pelestarian plasma nutfah merupakan hutan konservasi yang bertujuan untuk mencegah kerusakan, perlindungan, serta pelestarian terhadap sumberdaya alam. Keanekaragaman hayati (plasma nutfah) perlu dipertahankan keberaadaannya karena plasma nutfah merupakan bahan baku yang penting untuk pembangunan masa depan, terutama di bidang obat-obatan, sandang, pangan, papan, dan industri. Pelestarian plasma nutfah terutama tumbuhan yang berkhasiat obat perlu sekali dibangun, karena bidang obat-obatan sekarang ini banyak masyarakat yang beralih ke pengobatan herbal/tradisional.Hutan kota dijadikan koleksi keanekaragaman tumbuhan yang berkhasiat obat.Hutan kota dengan tipe ini dapat berupa kebun raya atau hutan raya. Hutan kota dengan jenis tanaman berkhasiat obat mempunyai banyak manfaat, tidak hanya memberikan manfaat ekologi namun dapat memberi pengetahuan mengenai khasiat obat dari tanaman di hutan kota kepada masyarakat sekitar hutan kota atau pengunjung hutan kota. Sehingga hutan kota tidak hanya mampu berperan penting secara ekologi, namun dalam segi sosial juga berperan. Pemilihan jenis hutan kotaperlu mempertimbangkan beberapa aspek dengan tujuan tanaman yang dipilih dapat tumbuh dengan baik sehingga dapat mengatasi masalah lingkungan perkotaan yang muncul di tempat itu dengan baik. Hal yang perlu dipertimbangkan antara lain persyaratan edaphis, meteorologis, silvikulturis, persyaratan umum tanaman, serta persyaratan estetika (Dahlan 15 2013). Kalpataru (Hura crepitans) cocok dijadikan jenis tanaman hutan kota. Dilihat dari aspek edaphis, kalpataru (Hura crepitans) mampu tumbuh pada tanah dengan pH 5-8. Meskipun Hura crepitans biasa ditemukan pada tanah yang kaya akan mineral dan nutrisi, namun Hura crepitans juga mampu hidup pada tanah yang miskin hara seperti tanah lempung (Francis 1990). Dari segi meteorologis, kalpataru (Hura crepitans) mampu hidup pada suhu 22-28oC dengan curah hujan 1500 mm per tahun. Kalpataru (Hura crepitans) juga merupakan tanaman yang mempunyai umur panjang, kayunya kuat, serta mempunyai bentuk tajuk yang indah. Kalpataru (Hura crepitans) dapat menjadi salah satu jenis tanaman hutan kota untuk koleksi tumbuhan berkhasiat obat. Menurut penelitian yang dilakukan Shahidan (2007) Hura crepitans efektif sebagai penyaring radiasi thermal hingga 79%. Tanaman kalpataru memiliki bentuk tajuk yang memayung sehingga dapat menjadi tanaman peneduh di hutan kota. Selain itu, tanaman kalpataru (Hura crepitans) juga mempunyai kandungan senyawa kimia berkhasiat obat. Berdasarkan hasil uji fitokimia yang telah dilakukan menunjukkan bahwa tanaman kalpataru juga mempunyai kandungan senyawa kimia yang bermanfaat sebagai obat, mulai dari daun, tangkai daun, kulit kayu, serta kayu tanaman kalpataru. Kandungan senyawa kimia yang terdapat pada daun dan tangkai daun meliputi saponin, tanin, flavonoid, serta steroid. Kulit kayu kalpataru mengandung saponin, tanin, flavonoid, steroid, dan triterpenoid, sedangkan pada kayu Hura crepitans mengandung saponin, flavonoid, serta steroid. Bagian tanaman yang sering dimanfaatkan masyarakat sebagai obat adalah daun.Selain mudah diperoleh, bagian daun juga diduga mempunyai banyak kandungan senyawa kimia berkhasiat. Hal ini karena daun merupakan tempat terjadinya proses fotosintesis yang menghasilkan sumber energi untuk tanaman bertahan hidup. Berdasarkan data perbandingan kadar total flavonoid, saponin, serta tanin pada bagian tanaman kalpataru menunjukkan bahwa kadar total flavonoid dan saponin tertinggi terdapat pada daun dengan persentase berturutturut sebesar 1.36 dan 1.05%, sedangkan untuk kadar total tanin tertinggi terdapat pada bagian tangkai dengan persentase sebesar 1.49% (Tabel 2). Tabel 2 Perbandingan kadar total bagian tanaman kalpataru (Hura crepitans) Kadar total Daun (%) Tangkai (%) Kulit kayu (%) Kayu (%) Flavonoid 15.36 2.20 2.53 0.66 Saponin 1.05 0.97 0.99 0.96 Tanin 1.02 1.49 0.76 Bagian kayu tanaman kalpataru (Hura crepitans) mempunyai kadar total terkecil dari flavonoid, saponin, maupun tanin. Dilihat dari kadar total flavonoid, saponin, serta tanin menunjukkan bahwa daun dan tangkai kalpataru (Hura crepitans) memiliki potensi tertinggi untuk dimanfaatkan sebagai obat. Hasil penelitian kadar total yang dilakukan Nurjaya (2015) dengan menggunakan metode yang sama, menunjukkan bahwa bagian tanaman kalpataru dengan jenis Ficus religiosa yang memiliki kadar total flavonoid dan tanin tertinggi terdapat pada bagian daun, sedangkan kadar saponin tertinggi terdapat pada bagian kulit kayu. Persentase kadar total flavonoid pada kalpataru jenis Ficus religiosa lebih tinggi dari jenis Hura crepitans yaitu 20.34%. Perbedaan kadar total dari pada 16 kedua jenis kalpataru disebabkan karena kemampuan proses fotosintesis pada setiap jenis berbeda (Sirait 2007). Senyawa fitokimia seperti flavonoid, saponin, dan tanin masing-masing mempunyai kegunaan yang berbeda. Flavonoid diketahui berfungsi untuk melindungi tumbuhan dari efek buruk sinar UV, sedangkan untuk manusia flavonoid berguna sebagai stimulant pada jantung, diuretic, antioksidan pada lemak, menurunkan kadar gula darah, anti jamur, dan anti-HIV (Zabri et al. 2008 diacu dalam Kristiono 2009).Senyawa saponin memiliki fungsi sebagai antimikroba (Robinson 1995 diacu dalam Kusuma 2011), sitotoksis dan sebagai bahan baku sintesis sterol. Saponin juga dapat digunakan untuk meningkatkan diuretik serta merangsang kerja ginjal, namun saponin dapat menyebabkan iritasi pada selaput lendir dan bersifat toksik pada hewan berdarah dingin seperti ikan dan amphibi (Harborne 1987). Oleh karena itu, tumbuhan yang mengandung saponin telah digunakan sebagai racun ikan selama ratusan tahun yang lalu. Manfaat lain dari saponin adalah sebagai spermisida (obat kontrasepsi laki-laki), anti peradangan, dan anti kanker (Mahato et al. 1988).Tanin dapat digunakan sebagai anti diare karena dapat menciutkan dan dapat mengeraskan dinding usus sehingga dapat mengurangi keluar masuknya cairan dalam usus, tanin juga berguna sebagai anti bakteri, antioksidan, serta penawar racun (Robinson 1995). Tanin banyak dijumpai pada daun teh. Selain berfungsi untuk kesehatan, beberapa penelitian melaporkan bahwa suplementasi tanin dan saponinterbukti efektif dalam menurunkan produksi gas metana (Yuliana 2014). Berdasarkan berbagai penelitian baik menyangkut ekologi maupun kandungan senyawa yang terkandung, kalpataru (Hura crepitans) mempunyai banyak potensi untuk dijadikan salah satu tanaman hutan kota berkhasiat. Pembangunan hutan kotadapat berjalan dengan baik apabila ada komponen pendukung salah satunya yaitu tersedianya kebun pembibitan. Kebun pembibitan berfungsi sebagai tempat perbanyakan bibit jenis-jenis tanaman hutan kota yang mempunyai manfaat obat, salah satunya jenis kalpataru (Hura crepitans). Pembibitan ini digunakan untuk masyarakat yang ingin memanfaatkan jenis tanaman hutan kota sebagai obat. Adanya hutan kotasebagai koleksi tumbuhan berkhasiat obat yang didukung dengan adanya kebun pembibitan tidak hanya memberikan kenyamanan kepada masyarakat sekitar hutan kota karena kualitas lingkungan yang lebih baik, namun memberikan pengetahuan lebih kepada masyarakat tentang manfaat dari tanamanyang berada di dalam hutan kota tersebut. Selain itu masyarakat juga dapat memanfaatkan tanaman jenis hutan kota untuk dijadikan obat herbal. Sehingga hutan kota mampu memperbaiki kualitas hidup masyarakat perkotaan serta menyejahterakan masyarakat sekitar hutan kota. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Tanaman kalpataru (Hura crepitans) dapat direkomendasikan sebagai salah satu jenis tanaman hutan kota yang berkhasiat obat. Tanaman kalpataru (Hura crepitans) mempunyai kandungan senyawa kimia meliputi saponin, tanin, flavonoid, steroid, dan triterpenoid. Kandungan senyawa kimia yang terdapat pada 17 daun dan tangkai meliputi saponin, tanin, flavonoid, serta steroid. Kulit kayu tanaman kalpataru mengandung saponin, tanin, flavonoid, steroid, dan triterpenoid, sedangkan pada kayumengandung saponin, flavonoid, serta steroid.Daun dan tangkai mempunyai potensi tertinggi untuk dimanfaatkan sebagai obat karena daun memiliki kadar flavonoid dan saponin tertinggi dari bagian lainnya yaitu sebesar 15.36% dan 1.05%, sedangkan untuk tangkai memiliki kadar tanin tertinggi yaitu sebesar 1.49%. Adanya kebun pembibitan tanaman hutan kota berkhasiatsebagai area pemanfaatan bagi masyarakat sangat mendukung pembangunan hutan kota, sehingga hutan kota tidak hanya berfungsi secara ekologi, namun mampu meningkatkan kualitas hidup masyarakat sekitar hutan kota. Saran Pada penelitian selanjutnya, perludilakukan pengujian pada bagian tanaman kalpataru (Hura crepitans) yang lain seperti biji, bunga, dan akar serta ujifitokimia lainnya seperti uji kadar total steroid, uji kadar total triterpenoid, danaktivitas antioksidan.Selain itu, perlu dilakukan penelitian pada jenis tanaman lain yang berpotensi sebagai obat, sehingga dapat direkomendasikan menjadi salah satu tanaman hutan kota. DAFTAR PUSTAKA [AOAC] The Association of Official Analytical Chemist. 2006. Official Methods of Analysis. Ed ke-18. Washington DC (US): Association of Official Analytical Chemist. Arifin H, Anggraini N, Handayani D, Rasyid R. 2006. Standarisasi ekstrak etanol daun Eugenia cumini Merr.Jurusan Sains Teknologi Farmasi. 11(2):2006. Arifin H, Anggraini N, Handayani D, Rasyid R. 2006. Standarisasi ekstrak etanol daun Eugenia cuminii Merr.Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi 11(2):8893. Azizah B, Salamah N. 2013. Standarisasi parameter non spesifik dan perbandingan kadar kurkumin ekstrak etanol dan ekstrak terpurifikasi rimpang kunyit. Jurnal Ilmiah Kefarmasian 3(1) : 21-30 Batubara I. 2003. Saponin akar kuning (Arcangelisis flava (L) Merr) sebagai hepatoprotektor : ekstraksi, pemisahan, dan bioaktivitasnya [tesis]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. [BLH] Badan Lingkungan Hidup. 2013. Banyuwangi juara penanaman satu miliar pohon. [Internet]. [diunduh 2015 Agt 10]. Tersedia pada http://blh.banyuwangikab.go.id/page/news/banyuwangi-juara-penanamansatu-miliar-pohon. Dahlan EN. 1992. Hutan Kota untuk Pengelolaan dan Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup. Bogor (ID) : APHI. Dahlan EN. 2013. Kota Hijau Hutan Kota. ISBN: 979-8381-00-9. [Depkes] Departemen Kesehatan. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tanaman Obat. Jakarta (ID) : Depkes RI. 18 [Depkes] Departemen Kesehatan. 2008. Farmakope Herbal Indonesia Edisi 1. Jakarta (ID) : Depkes RI. Fakuara Y. 1987. Hutan kota ditinjau dari aspek nasional. Seminar Hutan Kota DKI Jakarta. Francis JK.1990. Hura crepitans L (38). Puerto Rico (US) : University of Puerto Rico Grafianita. 2011. Kadar kurkuminoid, total fenol dan aktivitas antioksidan simplisia temulawak (Curcuma xanthorrizha Roxb.) pada berbagai teknik pengeringan [skripsi].Surakarta (ID) : Universitas Sebelas Maret Gunawan D, Mulyani S. 2010. Ilmu Obat Alam (Farmakologi) Jilid 1. Jakarta (ID) : Penebar Swadaya. Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan.Edisi Ke-2. Padmawinata K, Soediro I,Penerjemah. Bandung (ID): Institut Teknologi Bandung. Terjemahan Dari:Phytochemical Methods. Haris M. 2011. Penentuan kadar flavonoid total dan aktivitass antioksidan dari daun dewa (Gynura pseudochina [Lour] DC) dengan spektrofotometer UVVisibel. [skripsi]. Padang (ID) : Universitas Andalas. Harnowo PA. 2014. Kortikosteroid, anti radang dan penekanan sistem kekebalan tubuh. [Internet]. [diunduh pada 2014 Mar 20]. Tersedia pada http://health.detik.com/read/2011/09/09/. Jayanegara A, Sofyan A. 2008. Penentuan aktivitas biologis tanin beberapa hijauan secara in vitro menggunakan „Hohenheim Gas Testβ dengan polietilen glikol sebagai determinan. Media Peternakan 31(1):44-52. [Kemenhut] Kementerian Kehutanan. 2013. Puncak peringatan hari menanam pohon indonesia (HMPI) dan bulan menanam nasional (BMN). [Internet]. [diunduh 2015 Agt 10]. Tersedia pada http:// http://ppid.dephut.go.id/berita_terkini/browse/24. [KLH] Kementerian Lingkungan Hidup. 2011. Jenis tanaman kehati provinsi jawa timur pdf. [Internet]. [diunduh 2014 Nov 30]. Tersedia pada http://www.dephut.go.id. Kristiono SS. 2009. Analisis mikroskopis dan fitokimia semanggi air Marsilea creanata Presl (Marcileaceae) [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Kumar A, Ilavarasan R, Jayachadran T, Decaraman M, Arivindhan P, Padmanabhan N, Khrisnan MRV. 2009. Phytochemical investigations on a tropical plant, Syzygium cuminii from Kattuppalaya, Erode Distric, Tamil Nadu, South India. Journal of Nutrition Pakistan 8(1):83-85 Kusuma R. 2011. Uji fitokimia ekstrak umbut rotan sega (Calamus caesius Blume.). Bioprospek 8(2): 77-81 Meloan CE. 1999. Chemical Separation. New York (US) : J Willey. Mulia RM. 2005. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta (ID) : Graha Ilmu. Nasruddin. 2013. Potensi sitotoksik ekstrak batang bunga matahari (Helianthus annuus L.) terhadap sel kanker kolon HCT 116 [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Nurjaya. 2015. Kalpataru (Ficus religiosa) sebagai Tanaman Hutan Kota Berkhasiat : Kandungan Fitokimia [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. 19 Putra INK. 2007. Studi daya antimikroba ekstrak beberapa tumbuhan pengawet nira serta kandungan aenyawa aktifnya [disertasi]. Malang : Universitas Brawijaya Setiawan RA. 2012. Keamanan ekstrak etanol 96% daun wungu (Graptophyllum pictum (L.) Griff) melalui kajian histopat organ mencit [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Shahidan MF. 2007. Effectiveness of “Penaga Lilin” (Mesua ferrea .) and “Payung Indonesia” (Hura crepitans L.) trees as thermal radiations filters in outdoor environment [tesis]. Malaysia (MY) : Universitas Putra Malaysia. Sirait M. 2007.Penuntun Fitokimia dalam Farmasi.Bandung (ID) : Institut Teknologi Bandung. Sunaryo A. 2009. “Bentuk dan pola ornamen pada candi kalasan dan prambanan”. Laporan Penelitian DIP A Unnes Tahun Anggaan 2009 No.061.0/02304.2/XIII/2009. Semarang (ID) : Universitas Negeri Semarang. Sunaryo. 2010. Aneka ornamen motif flora pada relief karmawibhangga candi Borobudur. Jurnal Seni FBS Unnes 6(2) : 113-125 Ukieyanna E. 2012. Aktivitas antioksidan, kadar fenolik, dan flavonoid, total tumbuhan suruhan (Peperoma pellucid L. Kunth) [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Wrasiati LP, Hartati A, Yuarini DAA. 2011. Kandungan senyawa bioaktif dan karakteristik sensoris ekstrak simplisia bunga kamboja (Plumes sp.). Jurnal Biologi 15(2):39-43. Yuliana P. 2014. Ekstraksi senyawa tanin dan saponin dari tanaman serta efeknya terhadap fermentasi rumen dan metanogenesis in vitro [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. 20 Lampiran 1 Diagram alir penelitian Sampel daun, tangkai daun, kulit batang, dan batang kalpataru Preparasi sampel uji Serbuk daun, tangkai daun, kulit batang, dan batang kalpataru Penentuan Kadar Air Serbuk dengan berat konstan Uji Flavonoid Uji Kadar Total Flavonoid Uji Tanin Uji Kadar Total Tanin Uji Saponin Uji Kadar Total Saponin Uji Alkaloid Uji Steroid Uji Triterpenoid 21 Lampiran 2 Dokumentasi penelitian Sampel basah Daun Kulit kayu Tangkai Kayu Sampel kering Simplisia dalam bentuk serbuk 22 Lampiran 2 Dokumentasi penelitian (lanjutan) Penentuan kadar air Cawan porselen Pengovenan cawan porselen Desikator Timbangan Uji Fitokimia Tanin Flavonoid 23 Lampiran 2 Dokumentasi penelitian (lanjutan) Uji fitokimia Saponin Alkaloid Steroid / Triterpenoid Kadar total flavonoid Sampel uji Standar Quersetin 24 Lampiran 3 Kadar air simplisia Sampel Daun Tangkai Kulit kayu Kayu Bobot Ulangan simplisia (gram) 1 2 1 2 1 2 1 2 3.0072 3.0011 3.0054 3.0009 3.0084 3.0007 3.0059 3.0012 Bobot cawan kosong (gram) Bobot cawan dan isi (gram) Bobot kering (%) Kadar air (%) 28.8809 27.8796 25.6419 27.1960 26.3623 29.2398 27.8763 28.4851 31.7513 30.7002 28.4608 29.9485 29.0946 31.9470 30.7052 31.2505 95.45 93.99 93.79 91.72 90.82 90.22 94.11 92.14 4.55 6.01 6.21 8.28 9.18 9.78 5.89 7.86 Contoh perhitungan kadar air : Bobot Kering (%) = Bobot cawan+isi - (Bobot cawan kosong) Bobot simplisia 31.7513-28.8809 = 3.0072 = 95.45 % Kadar air (%) x 100% x 100 % = 100 - Bobot Kering = 100 - 95.45 = 4.55 Lampiran 4 Rendemen ekstrak Hura crepitans Sampel Daun Tangkai Kulit Kayu Kayu Bobot simplisia (g) Bobot ekstrak (g) 10.003 0.9046 10.0119 0.6939 10.0057 0.6788 10.0043 0.2967 Rendemen (%) 9.55% 7.47% 7.49% 3.18% Contoh perhitungan rendemen : Rendemen kering mutlak (%) = = Bobot ekstrak (g) Bobot simplisia (g) x (100-Kadar air) 0.9046 10.003 x 100%-5.28% = 9.55% x 100% x 100% Kadar air total (%) SD 5.28 1.04 7.24 1.47 9.48 0.43 6.87 1.39 25 Lampiran 5 Kadar total flavonoid Hura crepitans Absorbansi standar kuersetin Konsentrasi (ppm) 0.5 2 4 6 8 10 1 0.064 0.232 0.452 0.671 0.941 1.240 Ulangan ke2 0.059 0.226 0.454 0.678 0.874 1.260 Rataan 3 0.065 0.219 0.434 0.684 0.905 1.273 0.063 0.226 0.447 0.678 0.907 1.258 Kurva Standar Kuersetin 1.4 y = 0.122x - 0.026 R² = 0.992 1.2 Absorbansi 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 0 2 4 6 8 10 Standar Kuersetin Konsentrasi flavonoid total dari ekstrak Hura crepitans Sampel Daun Tangkai Kulit kayu Kayu Bobot ekstrak (mg) Absorban Flavonoid (mg QE/L) % b/b 203 203.6 201.4 202.2 0.612 0.091 0.107 0.056 5.227 0.959 1.087 0.669 15.36% 2.20% 2.53% 0.66% 12 26 Lampiran 5 Kadar total flavonoid Hura crepitans (lanjutan) Contoh perhitungan flavonoid total: Flavonoid (mg QE/L) Persamaan kurva standar kuersetin : y = 0.122x – 0.026 Absorban = 0.122 (Flavonoid) – 0.026 0.612 = 0.122 (Flavonoid) – 0.026 (0.612 + 0.026) Flavonoid Daun (%) Flavonoid = 0.122 = 5.277 mg QE/L = mgQE L x Volume larutan mL xFaktor Pengenceran Bobot sampel mg = 5.227 mg 1L x L 1000 mg x 25 mL x 100 20 x 50 10 203 mg x Rendemen x 9.55% = 15.36 % Lampiran 6 Kadar total tanin Sampel Ulangan Bobot simplisia (g) Volume titrasi tanin (mL) 1 2 3 1 2 3 1 2 3 0.2016 0.2022 0.2018 0.2013 0.2007 0.2013 0.2021 0.2019 0.2018 0.5 0.45 0.45 0.55 0.5 0.5 0.45 0.45 0.4 Daun Tangkai Kulit kayu Volume titrasi blanko (mL) 0.35 0.35 0.35 0.35 0.35 0.35 0.35 0.35 0.35 Kadar tanin (% v/b) 1.31 0.87 0.87 1.78 1.34 1.34 0.91 0.91 0.46 Contoh perhitungan kadar tanin : Tanin (%) = = 10 V titrasi-V blanko x Normalitas x 0.00416 x 100% Bobot sampel x (100%-Kadar air) 10 0.5mL-0.35mL x 0.2 x 2 x 0.00416g x 100% = 1.31% 0.2016g x 100%-5.28% Kadar total tanin (% v/b) 1.02 1.49 0.76 27 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Cilacap pada tanggal 30 Agustus 1993 sebagai anak kedua dari pasangan Bapak Poniman dan Ibu Mardiyem. Penulis memulai pendidikan pertamanya pada tahun 1999 di SD Negeri Gandrungmangu 01 dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun 2005, penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Gandrungmangu, dan SMA Negeri 1 Sidareja pada tahun 2008. Pada tahun 2011, penulis diterima sebagai mahasiswi salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Bogor yaitu Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur SNMPTN Undangan, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif di kepanitiaan dan organisasi salah satunya sebagai anggota biro Pengembangan Sumberdaya Manusia (PSDM) HIMAKOVA. Penulis juga merupakan anggota dari Kelompok Pemerhati Flora (KPF) dan Kelompok Pemerhati Ekowisata (KPE) HIMAKOVA pada tahun 2012-2014. Penulis pernah melaksanakan praktek dan kegiatan lapangan seperti Ekplorasi Flora Fauna dan Ekowisata Indonesia di Cagar Alam Bojong Larang Jayanti, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat (2013), Praktek Pengelolaan Ekosistem Hutan (PPEH) di Cagar Alam Sancang dan Taman Wisata Alam Gunung Kamojang (2013), Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (2014), serta Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Ujung Kulon, Kab. Pandeglang, Banten (2015). Dalam memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan IPB, penulis menyusun skripsi berjudul “Kandungan Fitokimia Kalpataru (Hura crepitans Linn.) sebagai Rekomendasi Jenis Tanaman Hutan Kota Berkhasiat Obat” di bawah bimbingan Dr Ir Endes Nurfilmarasa Dahlan, MS dan Dr Irmanida Batubara, MSi.