1. Pengertian Diare Menurut World Health Organization (WHO), penyakit diare adalah suatu penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang lembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih dari biasa, yaitu >4x pada bayi dan >3x pada anak dalam sehari yang mungkin dapat disertai dengan muntah atau tinja yang berdarah. Penyakit ini paling sering dijumpai pada anak balita, terutama pada 3 tahun pertama kehidupan, dimana seorang anak bisa mengalami 1-3 episode diare berat. Neonatus (Bayi baru lahir) dinyatakan diare bila frekuensi buang air besar sudah lebih dari 4 kali, sedangkan untuk bayi berumur lebih dari 1 bulan dan anak bila frekuensi lebih dari 3 kali. Diare merupakan mekanisme perlindungan tubuh untuk mengeluarkan sesuatu yang merugikan atau racun dari dalam tubuh, namun banyaknya cairan tubuh yang dikeluarkan bersama tinja akan mengakibatkan dehidrasi yang dapat berakibat kematian. Oleh karena itu, diare tidak boleh dianggap sepele, keadaan ini harus dihadapi dengan serius mengingat cairan banyak keluar dari tubuh, sedangkan tubuh manusia pada umumnya 60% terdiri dari air, sebab itu bila seseorang menderita diare berat, maka dalam waktu singkat saja tubuh penderita sudah kelihatan sangat kurus. 2. Jenis Diare Menurut WHO diare dapat diklasifikasikan menjadi: 1. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari. Diare akut bercampur air (termasuk kolera) yang berlangsung selama beberapa jam/hari: bahaya utamanya adalah dehidrasi, juga penurunan berat badan jika tidak diberikan makan/minum. 2. Disentri, yaitu diare yang disertai dengan darah. Diare akut bercampur darah (disentri) bahaya utama adalah kerusakan usus halus (intestinum), sepsis (infeksi bakteri dalam darah) dan malnutrisi (kurang gizi), dan komplikasi lain termasuk dehidrasi. 3. Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari. Bahaya utama adalah malnutrisi (kurang gizi) dan infeksi serius di luar usus halus, dehidrasi juga bisa terjadi. 4. Diare yang disertai dengan malnutrisi berat . Bahaya utama adalah infeksi sistemik (menyeluruh) berat, dehidrasi, gagal jantung, serta defisiensi (kekurangan) vitamin dan mineral. Berdasarkan lama waktu terjadinya 3. a. Akut : berlangsung < 5 hari b. Presisiten : berlangsung 15 – 30 hari c. Kronik : berlangsung > 30 hari Penyebab Diare a. Infeksi virus Sebagian besar dari diare akut disebabkan oleh karena infeksi. Banyak dampak yang dapat terjadi karena infeksi saluran cerna antara lain: pengeluaran toksin yang dapat menimbulkan gangguan sekresi dan reabsorpsi cairan dan elektrolit dengan akibat dehidrasi, gangguan keseimbangan elektrolit dan gangguan keseimbangan asam basa. Virus yang paling banyak menimbulkan diare adalah rotavirus. Menurut WHO, rotavirus turut berkontribusi sebesar 15-25% diare pada anak usia 6-24 bulan. b. Infeksi Bakteri Sangat jarang biasanya disebakan karena Bakteri seperti Shigella, Vibrio cholera, Salmonella (non thypoid), Campylobacter jejuni maupun Escherichia coli bisa saja merupakan penyebab diare pada buah hati anda. Anak anda kemungkinan mengalami diare akibat infeksi bakteri jika diare yang dialaminya sangat hebat, diikuti dengan kejang, terdapat darah di tinjanya, serta demam. c. Infeksi Parasit Infeksi akibat parasit meski sangat jarang juga dapat menyebabkan diare. Penyakit giardiasis misalnya. Penyakit ini disebabkan parasit mikroskopik yang hidup dalam usus. Gejala giardiasis diantaranya adalah banyak gas, tinja yang sangat banyak dan berbau busuk, perut kembung, serta diare. d. Antibiotik Jika anak atau bayi anda mengalami diare selama pemakaian antibiotik, mungkin hal ini berhubungan dengan pengobatan yang sedang dijalaninya. Antibiotik bisa saja membunuh bakteri baik dalam usus selama pengobatan. Konsultasikan pada dokter mengenai hal ini. Namun, jangan hentikan pengobatan pada anak anda sampai dokter memberikan persetujuan. e. Makanan dan Minuman Terlalu banyak jus (terutama jus buah yang mengandung sorbitol dan kandungan fruksosa yang tinggi) atau terlalu banyak minuman manis dapat membuat perut bayi “kaget” dan menyebabkan diare. f. Alergi Makanan Alergi makanan merupakan reaksi sistem imun tubuh terhadap makanan yang masuk. Alergi makanan pad bayi biasa terjadi pada bayi yang mulai mengenal makanan pendamping ASI. Protein susu merupakan alergen (penyebab alergi) yang paling umum dijumpai pada bayi. Selain protein susu, alergen yang umum dijumpai adalah telur, kedelai, gandum, kacang, ikan, dan kerang-kerangan. Konsultasikan pada dokter jika anda mencurigai ananda memiliki alergi makanan. Alergi makanan dapat menyebabkan berbagai reaksi (salah satunya adalah diare) dalam waktu singkat maupun setelah beberapa jam. g. Intoleransi Makanan Berbeda dengan alergi makanan, intoleransi makanan tidak dipengaruhi oleh sistem imun. Contoh intoleransi makanan adalah intoleransi laktosa (sangat jarang ditemukan pada bayi). Bayi yang mengalami intoleransi laktosa, artinya bayi tersebut tidak cukup memproduksi laktase, suatu enzim yang dibutuhkan untuk mencerna laktosa (yaitu gula dalam susu sapi dan produk susu lainnya). Gejala seperti diare, perut kembung, dan banyak gas bisa terjadi bila laktosa tidak terurai. Gejala biasanya muncul sekitar satu atau dua jam setelah mengkonsumsi produk susu. 4. Faktor Risiko a. Faktor Gizi Berat dan lamanya diare sangat dipengaruhi oleh status gizi panderita dan diare yang diderita oleh anak dengan kekurangan gizi lebih berat jika dibandingkan dengan anak yang status gizinya baik karena anak dengan status gizi kurang keluaran cairan dan tinja lebih banyak sehingga anak akan menderita dehidrasi berat. b. Faktor Sosial Ekonomi Faktor sosial ekonomi juga mempunyai pengaruh langsung terhadap faktor-faktor penyebab diare. Kebanyakan anak yang mudah menderita diare berasal dari keluarga yang besar dengan daya beli yang rendah, kondisi rumah yang buruk, tidak mempunyai sediaan air bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan, pendidikan orang tuanya yang rendah dan sikap serta kebiasaan yang tidak menguntungkan. Karena itu edukasi dan perbaikan ekonomi sangat berperan dalam pencegahan dan penanggulangan diare. c. Faktor Pendidikan Tingginya angka kesakitan dan kematian (morbiditas dan mortalitas) karena diare di Indonesia disebabkan oleh faktor kesehatan lingkungan yang belum memadai, keadaan gizi, kependudukan, pendidikan, keadaan sosial ekonomi dan perilaku masyarakat yang secara langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi keadaan penyakit diare. d. Faktor Pekerjaan Jenis pekerjaan umumnya berkaitan dengan tingkat pendidikan dan pendapatan. e. Faktor ASI ASI eksklusif adalah pemberian air susu ibu bayi baru lahir sampai usia 6 bulan, tanpa diberikan makanan tambahan lainnya. Insiden diare meningkat pada saat anak untuk pertama kali mengenal makanan tambahan dan makin lama makin meningkat. Pemberian ASI penuh akan memberikan perlindungan diare 4 kali daripada bayi dengan ASI disertai susu botol. Bayi dengan susu botol sahaja akan mempunyai resiko diare lebih besar dan bahkan 30 kali lebih banyak daripada bayi dengan ASI penuh. f. Faktor Jamban Resiko kejadian diare lebih besar pada keluarga yang tidak mempunyai fasilitas jamban keluarga dan penyediaan sarana jamban umum dapat menurunkan resiko kemungkinan terjadinya diare. Berkaitan dengan personal hygiene dari masyarakat yang ditunjang dengan situasi kebiasaan yang menimbulkan pencemaran lingkungan sekitarnya dan terutama di daerah-daerah dimana air merupakan masalah dan kebiasaan buang air besar yang tidak sehat g. Faktor Air Sumber air adalah tempat mendapatkan air yang digunakan. Air baku tersebut sebelum digunakan adalah yang diolah dulu, namun ada pula yang langsung digunakan oleh masyarakat. Kualitas air baku pada umumnya tergantung dari mana sumber air tersebut didapat. Ada beberapa macam sumber air misalnya : air hujan, air tanah (sumur gali, sumur pompa), air permukaan (sungai, danau) dan mata air. Apabila kualitas air dari sumber air tersebut telah memenuhi syarat kesehatan sesuai dengan peraturan yang berlaku, dapat langsung dipergunakan tetapi apabila belum memenuhi syarat, harus melalui proses pengolahan air terlebih dahulu. Berdasarkan data survei demografi dan kesehatan, kelompok anak-anak di bawah lima tahun yang keluarganya menggunakan sarana sumur gali mempunyai resiko terkena diare 1,2 kali dibandingkan dengan kelompok anak yang keluarganya menggunakan sumber sumur pompa. 5. Tanda dan gejala Konsistensi feses cair (diare) dan frekuensi defekasi semakin sering Mual, muntah dan panas (suhu >37o C) Terjadi karena peningkatan asam lambung dank arena adanya peradangan maka tubuh juga akan berespon terhadap peradangan tersebut sehingga suhu tubuh meningkat Kram abdomen Karena adanya kuman-kuman dalam usus, menyebabkan peningkatan peristaltik usus dan efek yang timbul adanya nyeri pada perut atau tegangan atau kram abdomen Peristaltik meningkat (> 35x/ menit) Akibat masuknya pathogen menyebabkan peradangan pada usus dan usus berusaha mengeluarkan ioxin dan meningkatkan kontraksinya sehingga peristaltik meningkat. Nafsu makan menurun Terjadi karena peningkatan asam lambung untuk membunuh bakteri sehingga timbul mual dan rasa tidak enak makan. Turgor kulit menurun Karena banyak cairan yang hilang dan pemasukan yang tidak adekuat Mata Cowong Adanya ketidakseimbangan cairan tubuh dan peningkatan tekanan osmotic mengakibatkan beberapa jaringan kekurangan cairan dan oksigen. Gelisah dan Rewel Ini terjadi karena komleksitas dari tanda klinis yang dirasakan penderita sehingga tubuh tidak merasa nyaman sebab adanya ketidakseimbangan homeostatis dalam tubuh. Membrane mukosa kering Fontanel cekung (bayi) Berat badan menurun Terjadi Karena sering BAB encer, yang mana feses malah mengandung unsure-unsur penting untuk pertumbuhan dan perkembangan sehingga kebutuhan nutrisi kurang terpenuhi Malaise (Ceyly, Betz.2000) 6. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium, meliputi a. Pemeriksaan tinja - makroskopis dan mikroskopis - pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet dinitest bila diduga intoleransi gula - bila diperlukan, lakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi - Syarat dalam pengumpulan sample untuk pemeriksaan feses : Wadah sampel bersih, kedap, bebas dari urin Harus diperiksa 30-40 menit sejak dikeluarkan, jika ada penundaan disimpan di lemari es Tidak boleh menelan Barium, Bismuth dan minyak 5 hari sebelum pemeriksaan Diambil dari bagian yang paling mungkin member kelainan Paling baik dari defekasi spontan atau rectal toucher sebagai pemeriksaan tinja sewaktu Pasien konstipasi dapat diberikan Saline Chthartic terlebih dahulu Pada kasus Oxyuris dapat digunakan metode Schoth Tape dan object glass Untuk mengirim tinja, wadah yang digunakan terbuat dari kaca atau bahan lain yang tidak dapat ditembus seperti plastic. Berikut adalah karakteristik feses normal dan abnormal Karakteristik Normal Abnormal Konsistensi Berbentuk, lunak, agak cair / lembek, basah. Keras, kering Dehidrasi, penurunan motilitas usus akibat kurangnya serat, kurang latihan, gangguan emosi dan laksantif abuse>>konstipasi Cair Peningkatan motilitas usus (mis. akibat iritasi kolon oleh bakteri)>>diare, kekurangan absorpsi Tajam, pedas Sumber bau tak enak yang keras, berasal dari senyawa indole, skatol, hydrogen sulfide dan amine, diproduksi oleh pembusukan protein oleh bakteri perusak atau pembusuk. Bau menusuk hidung tanda terjadinya peningkatan kegiatan bacteria yang tidak kita kehendaki. Bau Aromatik : dipenga-ruhi oleh makanan yang dimakan dan flora bakteri. Penyebab Unsur pokok Sejumlah kecil bagian kasar makanan yg tdk dicerna, potongan bakteri yang mati, sel epitel, lemak, protein, unsurunsur kering cairan pencernaan (pigmen empedu dll) Frekuensi Infeksi bakteri Kondisi peradangan Perdarahan gastrointestinal Malabsorbsi Salah makan Lebih dari 6X Hipomotility dalam sehari Hipermotility Kurang dari sekali semniggu Bentuk Silinder (bentuk rektum) Jumlah Tergantung diet (100 – 400 gr/hari) b. Pus Mukus Parasit Darah Lemak dalam jumlah besar Benda asing Mengecil, Kondisi obstruksi rectum bentuk pensil atau seperti benang Pemeriksaan Darah - pH darah dan cadangan dikali dengan elektrolit (Natrium, Kalium, Kalsium dan Fosfor) dalam serum untuk menentukan keseimbangan asam basa - kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal - Anemia (hipokronik, kadang-kadang nekrosiotik) dapat terjadi karena malnutrisi/malabsorpsi tekanan fungsi sumsum tulang (proses inflamasi kronis) selc. d. sel darah putih meningkat Doudenal Intubation Untuk mengatahui jasad renik atau parasit secara kualitatif dan kuantitatif, terutama dilakukan pada penderita diare kronik. Pemeriksaan volume urin : Cara menghitung output urin Produksi urin ( > 0,5 – 1 ml/kgBB/jam) Standar volume urin Neonatus : 10-90 ml/kgBB/hari e. Bayi : 80-90 ml/kgBB/hari Anak : 50 ml/kgBB/hari Remaja : 40 ml/kgBB/hari Dewasa : 30 ml/kgBB/hari Uji aglutinasi lateks Sensitivitas 83-93% Spesifisitas 61-100% Penanda yang lebih stabil untuk inflamasi intestinal adalah laktoferin. Laktoferin adalah glikoprotein bersalut besi yang dilepaskan netrofil. Keberadaannya dalam feses f. g. 7. menunjukkan inflamasi kolon. Positif palsu dapat terjadi pada bayi yang minum ASI. Radiologi : untuk pemeriksaan lebih lanjut dapat dilakukan pemeriksaan abdomen Endoskopi : untuk melihat langsung kelainan mukosa pada sel pencernaan Pencegahan Diare dapat dicegah dengan cara menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Adapun cara pencegehan diare dapat dilakukan dengan cara: 1. Mencuci tangan pakai sabun dengan benar pada lima waktu penting yaitu: sebelum makan, setelah buang air besar, sebelum memegang bayi, setelah menceboki anak dan sebelum menyiapkan makanan 2. Meminum air minum sehat, atau air yang telah diolah, antara lain dengan cara merebus 3. Pengelolaan sampah yang baik supaya makanan tidak tercemar serangga (lalat, kecoa, kutu, lipas, dan lain-lain) 4. Membuang air besar dan air kecil pada tempatnya, sebaiknya menggunakan jamban dengan tangki septik 5. Memberikan ASI ekslusif sampai bayi berusia 6 bulan 6. Setelah bayi berusia 6 bulan beri tambahan makanan pedamping ASI secara bertahap dalam jumlah dan kelembutannya 7. Merebus botol susu sebelum dipakai 8. Mencuci alat-alat makan dan minum dengan air bersih dan membilasnya dengan air matang 9. Membiasakan buang sampah pada tempatnya 10. Tutup makanan atau minuman sehingga terhindar dari binatang 11. Kenali jenis makanan yang dapat menimbulkan alergi terutama pada balita. 12. Bersihkan alat bermain si kecil serta lingkungan rumah secara teratur 13. Pemberian vaksin rotavirus 8. Penanganan Dasar pengobatan diare adalah : 1. Pemberian Cairan a. Cairan peroral - Pada pasien dengan dehidrasi ringan dan sedang cairan diberikan peroral berupa cairan yang berisikan NaCl dan NaHCO3, KCl dan Glukosa - Untuk diare akut dan kolera pada anak diatas usia 6 bulan kadar Natrium 90 mg/l - Sedangkan anak dibawah 6 bulan dengan dehidrasi ringan / sedang kadar Natrium 50-90 mg/l - Formula lain yang disebut oralit b. Cairan Perenteral / Infuse 2. Pengobatan Dietelik Untuk anak dibawah 1 tahun dan diatas 1 tahun dengan BB kurang dari 7 kg jenis makanannya adalah : Susu (ASI dan susu formula yang mengandung laktosa rendah dan asam lemak tidak jenuh, misalnya LLM, almiron atau sejenisnya) Makanan setengah padat (bubur) atau makanan padat (nasi tim) Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan 3. Pemberian Obat – Obatan (Obat anti sekresi, obat spasmolitik, obat pengeras tinja, antibiotika). 4. Pemeriksaan Penunjang: pemeriksaan tinja, pemeriksaan darah, pemeriksaan kadar ureum dan klanin darah, cuodenal incubation) Penanggulangan Diare Berdasarkan Tingkat Dehidrasi (WHO, 2005) A. Tanpa Dehidrasi Pada anak-anak yang berumur di bawah dari 2 tahun boleh diberikan larutan oralit 50100ml/kali dan untuk usia lebih dari 2 tahun diberikan larutan yang sama dengan dosis 100200ml/kali diare. Bagi mengelakkan dehidrasi ibu-ibu harus meningkatkan pemberian minuman dan makanan dari biasa pada anak mereka. Selain itu dapat juga diberikan zink (1020mg/hari) sebagai makanan tambahan. B. Dehidrasi Ringan Pada keadaan ini diperlukan oralit secara oral bersama larutan kristaloid Ringer Laktat ataupun Ringer Asetat dengan formula lengkap yang mengandung glukosa dan elektrolit dan diberikan sebanyak mungkin sesuai dengan kemampuan anak serta dianjurkan ibu untuk meneruskan pemberian ASI dan masih dapat ditangani sendiri oleh keluarga di rumah. Berdasarkan WHO, larutan oralit seharusnya mengandung 90mEq/L natrium, 20mEq/L kalium klorida dan 111mEq/L glukosa. C. Dehidrasi Sedang Pada keadaan ini memerlukan perhatian yang lebih khusus dan pemberian oralit hendaknya dilakukan oleh petugas di sarana kesehatan dan penderita perlu diawasi selama 3-4 jam. Bila penderita sudah lebih baik keadaannya, penderita dapat dibawa pulang untuk dirawat di rumah dengan pemberian oralit. Dosis pemberian oralit untuk umur kurang dari 1 tahun, setiap buang air besar diberikan 50-100ml, untuk 3 jam pertama 300ml. Untuk anak umur 1-4 tahun setiap buang air besar diberikan 100-200ml, untuk 3 jam pertama 600ml. D. Dehidrasi berat Pada keadaan ini pasien akan diberikan larutan hidrasi secara intravena (intravenous hydration) dengan kadar 100ml/kgBB/3-6 jam. Dosis pemberian cairan untuk umur kurang dari 1 tahun adalah 30ml/kgBB untuk 1 jam yang pertama dan seterusnya diberikan 75ml/kgBB setiap 5 jam. Dosis pemberian cairan untuk anak 1-4 tahun adalah 30ml/kgBB untuk ½ jam yang pertama dan seterusnya diberikan 70ml/kgBB setiap 2 ½ jam.