i KARAKTERISTIK KEJAWAAN ARSITEKTUR

advertisement
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KARAKTERISTIK KEJAWAAN ARSITEKTUR
GEREJA KATOLIK GANJURAN
(TAHUN 1924 – 2013)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Sejarah
Oleh:
BERARDUS ARDIAN CAHYO NUGROHO
NIM : 111314009
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2016
i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
SKRIPSI
KARAKTER KEJAWAAN ARSITEKTUR
GEREJA KATOLIK GANJURAN
(TAHUN 1924 – 2013)
Oleh:
Berardus Ardian Cahyo Nugroho
NIM : 111314009
Telah disetujui oleh:
Pembimbing I
Dr. Anton Haryono, M. Hum.
Pembimbing II
Drs. A. Kardiyat Wiharyanto, M.M.
Tanggal, 9 Juni 2016
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KARAKTER KEJAWAAN ARSITEKTUR
GEREJA KATOLIK GANJURAN
(TAHUN 1924 – 2013)
SKRIPSI
Dipersiapkan dan ditulis oleh:
Berardus Ardian Cahyo Nugroho
NIM : 111314009
Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji
Pada tanggal 29 Juli 2016
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Susunan Panitia Penguji
Nama Lengkap
Tanda Tangan
Ketua
Ignatius Bondan Suratno, S.Pd., M.Si.
.......................
Sekretaris
Dra. Theresia Sumini, M.Pd.
.......................
Anggota
Dr. Anton Haryono, M.Hum.
.......................
Anggota
Drs. A. K. Wiharyanto, M.M.
.......................
Anggota
Drs. B. Musidi, M.Pd.
.......................
Yogyakarta, 29 Juli 2016
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Santa Dharma
Dekan,
Rohandi, Ph.D
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan kepada:
1.
Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan berkat dan rahmatnya kepada
saya, sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini,
2.
Kedua orang tua saya, Ayahanda Yohanes Rasul Sudarmaji, S.Pd. dan
Ibunda Victoria Sri Lestariningsih, S.Pd.,
3.
Adik saya terkasih, Yustina Mutiara Ratri yang telah menjadi motivasiku
untuk segera menyelesaikan skripsi ini,
4.
Teman-teman seperjuangan, mahasiswa Pendidikan Sejarah angkatan 2011,
terimakasih atas bantuan dan kerjasamanya selama ini,
5.
Teman-teman brotherhood, Ade, Bayu, Indra Poku, Esti dan Sabrina yang
telah memberikan dukungan dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
6.
Para pendidik dan saudara-saudaraku, yang telah membantu, membimbing,
memotivasi, dan mendoakanku selama ini.
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
MOTTO
Tiadanya keyakinanlah yang membuat orang takut menghadapi tantangan, dan
saya percaya pada diri saya sendiri.
(Muhammad Ali)
Saya memang berpendidikan di Barat, tapi saya tetaplah orang Jawa.
(Sri Sultan HB IX)
Hari ini adalah awal, kemarin adalah masa lalu, besok adalah misteri. Tapi
kemarin hingga sekarang dan selamanya, Tuhan akan selalu memberkati.
Sejarah bukan hanya rangkaian cerita, ada banyak pelajaran, kebanggaan dan
harta di dalamnya.
(Berardus Ardian Cahyo N)
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 29 Juli 2016
Penulis
Berardus Ardian Cahyo N
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma
Nama
: Berardus Ardian Cahyo Nugroho
Nomor Mahasiswa : 111314009
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul
KARAKTERISTIK KEJAWAAN ARSITEKTUR GEREJA KATOLIK
GANJURAN (TAHUN 1924-2013)
Demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak
untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam
bentuk
pangkalan
data,
mendistribusikannya
secara
terbatas,
dan
mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis
tanpa perlu meminta izin dari saya ataupun memberikan royalti kepada saya
selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini
yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal, 29 Juli 2016
Yang menyatakan
Berardus Ardian Cahyo Nugroho
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRAK
KARAKTERISTIK KEJAWAAN ARSITEKTUR
GEREJA KATOLIK GANJURAN
(TAHUN 1924-2013)
Oleh:
Berardus Ardian Cahyo Nugroho
Universitas Sanata Dharma
2016
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis tiga
permasalahan pokok yaitu (1) Latar belakang berdirinya Gereja Katolik Ganjuran;
(2) Karakter kejawaan arsitektur Gereja Katolik Ganjuran sebelum tahun 2006;
(3) Karakter kejawaan arsitektur Gereja Katolik Ganjuran pasca gempa tahun
2006.
Metode penelitian yang digunakan yaitu historis faktual dengan tahapan:
pemilihan topik, heuristik (pengumpulan sumber), verifikasi (kritik sumber),
interpretasi dan historiografi (penulisan sejarah). Pendekatan yang digunakan
adalah pendekatan arsitektur dan pendekatan budaya dengan model penulisan
yang bersifat deskriptif analitis.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) latar belakang berdirinya
Gereja Katolik Ganjuran karena Schmutzer bersaudara mengemban misi
penyebaran Katolik di Ganjuran, bertambah banyak pekerja pabrik gula dan
masyarakat Ganjuran yang menjadi Katolik, (2) Arsitektur Gereja Katolik
Ganjuran memiliki ornamen-ornamen yang mengandung makna dan filosofi Jawa
yang telah Schmutzer cita-citakan, (3) Gempa bumi Yogyakarta tahun 2006 tidak
menghilangkan jati diri Gereja Katolik Ganjuran yang menunjukkan inkulturasi
Katolik-Jawa di dalamnya, bahkan kejawaan arsitektur Gereja Katolik Ganjuran
semakin dipertegas dengan pembangunan kembali bangunan gereja berbentuk
Joglo beserta ornamen-ornamen kejawaan lainnya.
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
JAVANESE CHARACTERISTIC ARCHITECTURE
CATHOLIC CHURCH GANJURAN
(YEAR 1924-2013)
By:
Berardus Ardian Cahyo Nugroho
Sanata Dharma University
2016
This study aims to describe and analyze three key issues, namely: (1) The
background of the founding of Ganjuran Catholic Church; (2) The Javanese
character of the of Ganjuran Catholic Church architecture before 2006; (3) The
Javanese of the character Ganjuran Catholic Church architecture after the
earthquake in 2006.
The method used was historical factual research that includes: selecting a
topic, heuristic (pooling of resources), verification (source criticism),
interpretation and historiography (history writing). The approach used is the
architectural and the cultural approach. This model of writing as descriptive
analytical.
The results of this study are as follows. (1) The increase of the sugar
factory workers‟ conversion to Catholicism was cause by the Catholic mission of
the Schmutzer brothers, (2) The architecture of the Ganjuran Catholic Church
aspires Javanese philosophy of Schmutzer, (3) Yogyakarta earthquake in 2006 did
not eliminate the identity of the Ganjuran Catholic Church that shows
inculturation of the Catholic-Javanesse in it, even the Javanese architecture of the
Ganjuran Catholic Church increased by the reconstruction of the church‟s Joglo
and other Javanese ornaments.
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat dan anugerah, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Karakter Kejawaan Arsitektur Gereja Katolik Ganjuran (1924-2013)”. Skripsi ini
disusun untuk memenuhi salah satu syarat meraih gelar Sarjana Pendidikan di
Universitas Sanata Dharma, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jurusan
Ilmu Pendidikan Sosial, Program Studi Pendidikan Sejarah.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini tidak terlepas dari
bimbingan, dukungan dan peran serta pihak-pihak yang telah memberi bantuan
langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1.
Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
2.
Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma
yang memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan
skripsi ini.
3.
Dr. Anton Haryono, M.Hum. selaku dosen pembimbing yang telah
sabar membimbing, membantu, dan memberikan banyak pengarahan,
saran serta masukan selama penyusunan skripsi.
4.
Drs. A. Kardiyat Wiharyanto, M.M. selaku dosen pendamping yang
telah sabar mendampingi, membantu, dan memberikan banyak
pengarahan, saran serta masukan selama penyusunan skripsi.
5.
Drs. B. Musidi, M.Pd. selaku dosen Pembimbing Akademik yang
telah membimbing, membantu, dan memberikan banyak pengarahan
kepada penulis selama proses studi.
6.
Seluruh dosen dan sekretariat program studi Pendidikan Sejarah yang
telah
memberikan
dukungan
dan
bantuan
selama
penulis
menyelesaikan studi di Universitas Sanata Dharma.
7.
Seluruh karyawan Perpustakaan Kolsani, Kotabaru, dan karyawan
Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran yang telah memberikan
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pelayanan dan membantu penulisan dalam memperoleh sumber
penulisan skripsi ini.
8.
Seluruh keluarga penulis, terkhusus kedua orang tua penulis,
Ayahanda Yohanes Rasul Sudarmaji, S.Pd. dan Ibunda Victoria Sri
Lestariningsih, S.Pd. yang telah banyak memberikan dorongan
spiritual dan material sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di
Universitas Sanata Dharma.
9.
Teman-teman seperjuangan di Pendidikan Sejarah angkatan 2011
yang telah memberikan dukungan, bantuan, serta inspirasi dalam
menyelesaikan skripsi.
10. Kekasih saya, Fatresia Renny yang telah memberikan dukungan dan
semangat dalam penyusunan dan menyelesaikan skripsi ini.
11. Teman-teman brotherhood, Ade, Bayu, Indra Poku, Esti dan Sabrina
yang telah memberikan dukungan dan semangat dalam menyelesaikan
skripsi ini.
12. Teman-teman dari angkatan lain, Lupi, Akun, Leo dan Cornel yang
telah memberikan dukungan dan motivasi dalam menyelesaikan
skripsi ini.
13. Teman-teman kost Alan, Dwi, Triyadi, Toro dan Edo yang telah
memberikan dukungan dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
14. Serta semua pihak yang tidak bisa disebut satu per satu yang turut
membantu penulis untuk menyelesaikan skripsi.
Penulis menyadari bahwa dalam hasil penelitian laporan ini masih jauh
dari sempurna. Penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang
membangun untuk mencapai hasil yang lebih baik.
Yogyakarta, 29 Juli 2016.
Penulis
Berardus Ardian Cahyo Nugroho
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN .....................................................................
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................
iv
HALAMAN MOTTO .................................................................................
v
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...................................
vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ..................................................
vii
ABSTRAK ...................................................................................................
viii
ABSTRACT .................................................................................................
ix
KATA PENGANTAR .................................................................................
x
DAFTAR ISI ................................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
xiv
BAB I
PENDAHULUAN .......................................................................
1
A.
Latar Belakang Masalah ...............................................................
1
B.
Perumusan Masalah ......................................................................
6
C.
Tujuan Penelitian ..........................................................................
6
D.
Manfaat Penulisan ........................................................................
6
E.
Tinjauan Pustaka ..........................................................................
7
F.
Landasan Teori .............................................................................
11
G.
Metode dan Pendekatan Penelitian ...............................................
19
H.
Sistematika Penulisan ...................................................................
23
BERDIRINYA GEREJA GANJURAN ....................................
25
A.
Misi Gereja Katolik di Yogyakarta ..............................................
25
B.
Keluarga Schmutzer dan Pabrik Gula Gondang Lipoera .............
28
C.
Keluarga Schmutzer dan Gereja Ganjuran ...................................
40
BAB II
BAB III KEJAWAAN GEREJA GANJURAN SEBELUM
GEMPA YOGYAKARTA TAHUN 2006 .................................................
A.
Arsitektur Bangunan Gereja Ganjuran .........................................
xii
45
45
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
B.
Ornamen Kejawaan Bangunan Gereja .........................................
55
C.
Candi Hati Kudus Tuhan Yesus ...................................................
65
BAB IV KEJAWAAN
GEREJA
GANJURAN
PASCA
GEMPA
YOGYAKARTA TAHUN 2006 .................................................................
77
A.
Peristiwa Gempa Yogyakarta 27 Mei 2006 ..................................
77
B.
Ide Pembangunan Kembali ...........................................................
82
C.
Bentuk dan Filosofi Bangunan Gereja Baru .................................
85
KESIMPULAN ...........................................................................
98
BAB V
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
100
LAMPIRAN .................................................................................................
103
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR GAMBAR
Gb. 1.
Bentuk rumah joglo .........................................................................
13
Gb. 2.
Bentuk rumah limasan tradisional ..................................................
13
Gb. 3.
Skema ruang rumah limasan ...........................................................
16
Gb. 4.
Skema ruang rumah Joglo masyarakat biasa ..................................
16
Gb. 5.
Skema ruang rumah Joglo golongan ningrat ..................................
17
Gb. 6.
Pastor van Lith ................................................................................
26
Gb. 7.
Pastor Henri van Drissche beserta para muridnya dari sekolah
Standaardschool di Mendut ............................................................
27
Gb. 8.
Kakak beradik Julius dan Josef Schmutzer beserta istri mereka ....
32
Gb. 9.
Upacara Cemengan yang dilakukan di PG Gondang Lipoera
sebelum musim giling tiba ..............................................................
34
Gb. 10. Julius Schmutzer yang mengawasi panen tebu ...............................
35
Gb. 11. Rumah Sakit Katolik Onder De Bogen ...........................................
38
Gb. 12. Suster dari kongregasi Carolus Borromeus memeriksa masyarakat
sekitar Ganjuran ..............................................................................
39
Gb. 13. Inkulturasi dalam Arsitektur Gereja Katolik ...................................
46
Gb. 14. Sketsa awal disain bangunan gereja karta Ir. Julius Schmutzer ......
47
Gb. 15. Maket awal disain bangunan Gereja Ganjuran ...............................
47
Gb. 16. Disain kerangka bangunan Gereja Ganjuran ..................................
48
Gb. 17. Arsitek Gereja Ganjuran Th. van Oyen ..........................................
49
Gb. 18. Plafon gereja yang berwarna putih menambah pencahayaan
ruang gereja .....................................................................................
50
Gb. 19. Gereja Ganjuran yang menggunakan atap pelana ...........................
51
Gb. 20. Bagian depan gereja yang terdapat lonceng Elisabeth ....................
52
Gb. 21. Mgr. van Velsen, keluarga Schmutzer beserta misdinar seusai
pemberkatan gereja .........................................................................
53
Gb. 22. Josef, Iko beserta pemahat lainnya sedang membuat arca ..............
56
Gb. 23. Relief
bhurloka
terletak
pada
bagian
kaki
latar
yang
menyimbolkan dunia yang tak kekal ..............................................
xiv
58
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gb. 24. Kedua Arca Malaikat yang mengapit tabernakel dalam posisi
sembah jangga ................................................................................
60
Gb. 25. Bentuk arca Hati Kudus Yesus .......................................................
61
Gb. 26. Arca Pradnyaparamita dari Singasari ..............................................
62
Gb. 27. Arca Bunda Maria yang terletak di sisi Selatan altar ......................
63
Gb. 28. Panel jalan salib pemberhentian pertama yang diukir oleh Iko ......
64
Gb. 29. Candi HKTY tahun 1930 ................................................................
66
Gb. 30. Candi Penataran di Jawa Timur ......................................................
66
Gb. 31. Prosesi dan perjamuan yang diselenggarakan oleh keluarga
Schmutzer di pelataran Candi Hati Kudus Tuhan Yesus ................
67
Gb. 32. Pemberkatan Arca Hati Kudus Tuhan Yesus di pelataran candi ....
68
Gb. 33. Peletakan batu pertama oleh Keluarga Schmutzer beserta staff
pekerja pabrik gula Gondang Lipoera dan guru yang mengajar di
Standaardschool yang dibangunnya ...............................................
68
Gb. 34. Candi Hati Kudus Tuhan Yesus ......................................................
69
Gb. 35. Kran air Tirta Perwitasari yang berjumlah 9, masing-masing
terdapat 3 di setiap sisi Candi HKTY .............................................
73
Gb. 36. Kran air Tirta Perwitasari yang sudah dipindah tahun 2005 ...........
74
Gb. 37. Arca Bunda Maria untuk memulai doa Jalan Salib di Ganjuran ....
75
Gb. 38. Relief Jalan Salib di pelataran Candi Hati Kudus Tuhan Yesus
Ganjuran ..........................................................................................
75
Gb. 39. Nampak pendapa dengan atap rumah kampung yang ada di sisi
Utara dan Selatan gereja .................................................................
76
Gb. 40. Bagian depan gereja yang roboh akibat gempa ..............................
79
Gb. 41. Bagian depan gereja yang roboh akibat gempa ..............................
79
Gb. 42. Proses perataan bangunan Gereja Ganjuran ...................................
79
Gb. 43. Gereja darurat yang dibuat pasca gempa ........................................
81
Gb. 44. Pendapa pindahan dari pendapa lama yang aman dari gepa,
terletak di sisi Selatan gereja ...........................................................
85
Gb. 45. Sketsa disain gereja dengan Ruang Adorasi di sisi Barat gereja ....
86
Gb. 46. Gereja Ganjuran tampak depan .......................................................
87
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gb. 47. Altar Gereja Ganjuran lama dengan ornamen yang sederhana .......
88
Gb. 48. Altar Gereja Ganjuran baru dengan ornamen yang lebih mewah
dan megah .......................................................................................
88
Gb. 49. Interior gereja yang penuh dengan ornamen kejawaan ...................
89
Gb. 50. Umpak .............................................................................................
90
Gb. 51. Ornamen Probo dan Wajikan ..........................................................
91
Gb. 52. Untu Walang ...................................................................................
92
Gb. 53. Nanasan ...........................................................................................
92
Gb. 54. Wuwung kembang turen dan listplank banyu tumetes ...................
93
Gb. 55. Ornamen burung pelikan dan api ....................................................
94
Gb. 56. Kubah kaca bergambarkan para Penginjil dan Tritunggal Maha
Kudus ..............................................................................................
95
Gb. 57. Area gamelan di dalam gereja .........................................................
96
Gb. 58. Area gamelan di pelataran Candi ....................................................
97
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Bangsa Belanda yang telah menjajah dalam kurun waktu cukup lama,
memberikan banyak pengaruh bagi kehidupan bangsa Indonesia. Walaupun
sebagai
penjajah,
kehadiran
mereka
juga
memberikan
kontribusi
bagi
perkembangan seni, antara lain seni arsitektur atau seni bangunan. Mereka
mempengaruhi gaya hidup masyarakat Indonesia. Banyak pula orang Belanda
yang peduli terhadap kebudayaan lokal Indonesia1, dan mengembangkannya,
termasuk dalam hal arsitektur. Unsur kebudayaan Indonesia yang terpengaruh
kebudayaan kolonial ini kemudian disebut Kebudayaan Indis.2
Gereja Katolik Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran yang terletak di Bantul
dan didirikan pada tahun 1924 merupakan salah satu bangunan bercirikan
kebudayaan Indis. Bangunan Gereja tersebut didirikan oleh pengusaha pabrik gula
Gondang Lipoera, Ir. Julius Schmutzer dan keluarganya. Pabrik gula Gondang
Lipoera menjadi cikal bakal penyebaran agama Katolik di daerah Ganjuran dan
sekitarnya.
Sebagai orang Belanda yang tinggal di Yogyakarta, Julius Schmutzer
beserta keluarganya sangat menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai budaya
masyarakat Jawa. Pemberian nama pabrik gula Gondang Lipoera juga tidak luput
dari kesan filosofi sejarah. Hal itu tidak terlepas dari sejarah Kerajaan Mataram
1
H.B Hery Santosa, Reader Sejarah Kebudayaan Indonesia, hlm. 114.
Djoko Soekiman, Kebudayaan Indis: dan gaya Hidup Masyarakat Pendukungnya di Jawa, 2000,
hlm. 5.
2
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
yang dahulunya merupakan tempat Raja Senapati mendapatkan wahyu untuk
menguasai tanah Jawa.
Pendirian Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus bukan untuk mencari
popularitas atau mencari nama. Seraya mengelola pabrik gula Gondang Lipoera,
Julius Schmutzer dan keluarga hidup dan berkarya dengan semangat kristiani,
semangat yang ditimbanya dari Ensiklik Rerum Novarum Paus Leo XIII (1891)
yang mereka ketahui ketika di Delft, Belanda.3
Sebagian orang Belanda dan Indo-Belanda yang bekerja dan tinggal di
pabrik gula Gondang Lipoera adalah pemeluk Katolik, sehingga memungkinkan
adanya kunjungan pastoral.4 Tidak diketahui dengan jelas berapa banyak umat
Katolik di daerah Ganjuran pada masa itu. Satu-satunya data historis yang ditulis
oleh Julius Schmutzer menyebutkan, pada tahun 1919 untuk pertama kalinya
diadakan Misa Kudus di rumah keluarga Schmutzer, dipimpin oleh J.B. van
Driessche, S.J. bersama tujuh atau delapan umat.
Dalam rangka membangun gereja di Ganjuran, keluarga Schmutzer
memperkerjakan seorang arsitek dari Belanda, J. Yh. van Oyen. Pembangunannya
dimulai pada tanggal 16 April 1924, ditandai peletakan batu pertama oleh Vikaris
Apostolik Batavia, Monseigneur Antonius van Velsen S.J. dan diberkati pada
tanggal 20 Agustus 1924.
3
C.H Suryanugraha, Liturgi Autentik dan Relevan, Yogyakarta, CV. Titian Galang Printika, 2006,
hlm. 118.
4
Anton Haryono, Awal Mulanya adalah Muntilan: Misi Jesuit di Yogyakarta 1914-1940,
Yogyakarta, Penerbit Kanisius, 2009, hlm. 126.
2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
Schmutzer beserta keluarganya pada waktu itu menyadari orang-orang
Ganjuran masih banyak yang menganut Kejawen.5 Mereka menggunakan
mitologi Jawa terbaik untuk mendekatkan gereja dengan masyarakat. Untuk
menjalankan niatnya itu, Schmutzer memperkerjakan seorang seniman SundaMuslim bernama Iko untuk membuat ornamen-ornamen gereja dengan nuansa
kejawaan. Dalam mendesain dan mengerjakan ornamen-ornamen dan patung
gereja, Iko didampingi oleh Yong Shoi Lin, seorang Tionghoa.
Gedung Gereja Ganjuran yang berdiri pada tahun 1924, jika dilihat dari
luar seperti bangunan Belanda atau Eropa. Namun jika dilihat interiornya
karakteristik kejawaan gereja ini sangatlah kental. Altarnya bernuansakan Jawa
dengan sepasang patung malaikat bersayap mengapit tabernakel, dengan sikap
duduk dan sembah jangga.6 Ornamen-ornamen dinding dalam gereja juga
bernuansa kejawaan meskipun bertutur tentang kekatolikan.
Untuk memperkuat karakter kejawaan Gereja Ganjuran, Ir. Julius
Schmutzer merancang sebuah bangunan candi yang dimaksudkan untuk
menghormati Hati Kudus Tuhan Yesus. Candi Jawa dipilih sebagai simbol bahwa
seorang raja baru telah hadir di tanah Jawa, yakni Kristus Sang Raja.7 Candi
tersebut dibangun empat tahun berselang setelah selesai pembangunan gereja.
Pembangunan Candi Hati Kudus Tuhan Yesus tidak terlepas dari filosofis
masyarakat Jawa yang sudah dipikirkan oleh keluarga Schmutzer. Arca Yesus
Kristus dibuat dalam rupa raja Jawa Klasik. Pemilihan lokasi juga tidak luput dari
5
Kejawen adalah sebuah kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Jawa
Sembah jangga adalah posisi duduk bersila dengan tangan mengatup menghormat seperti orang
yang sedang menghadap raja.
7
Ibid, hlm. 123.
6
3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
filosofi Jawa, di mana bangunan candi menghadap ke selatan. Masyarakat Jawa
meyakini bahwa sosok perempuan, sekaligus ratu mereka berada di Laut Selatan,
Ratu Roro Kidul. Ratu Roro Kidul dianalogikan sebagai Maria. Patung Yesus di
Candi Ganjuran dibangun menghadap ke Selatan, artinya menghadap ke arah
Ibunya.
Seiring perkembangan umat yang semakin bertambah, pada tahun 1942
bangunan gereja diperluas. Waktu itu banyak umat gereja yang tidak dapat
mengikuti Ekaristi di dalam gereja. Pada tahun 1948 sewaktu terjadi Agresi
Militer Belanda II terjadi pengrusakan besar-besaran terhadap pabrik gula
Gondang Lipoera. Bangunan gereja, candi Ganjuran, sekolah-sekolah dan rumah
sakit tidak mengalami dampak dari peristiwa tersebut.
Selama perkembangannya, Gereja Ganjuran masih menggunakan pondasi
yang tetap dan menggunakan 12 tiang sebagai penyangga di bagian tengah gereja.
Bagi masyarakat Jawa, tiang-tiang penyangga tersebut dinamakan Saka Guru. Ciri
khas gereja dengan lonceng di atas pintu masuk gereja juga tetap dipertahankan.
Selain itu, altar Gereja Ganjuran yang khas tidak mengalami perubahan sama
sekali.
Semakin berkembangnya umat Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran,
bangunan gereja juga semakin diperluas. Perluasan bangunan terjadi pada tahun
2000 yaitu dengan menambahkan bangunan pendapa terpisah di sisi selatan dan
utara gereja. Bangunan pendapa tersebut kerap digunakan umat untuk ibadah yang
lebih sederhana dan berbagai macam pertemuan Gerejawi. Kedua pendapa itu
memberikan sebuah kesan simetris antara sisi utara dan selatan gereja sehingga
4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
nampak harmonis antara kebudayaan Jawa (bangunan joglo) dengan kebudayaan
Eropa (gereja).
Bangunan joglo yang dibuat sebagai ruang tambahan untuk umat tidak
bertahan lama. Selang beberapa tahun setelah didirikan, bangunan itu mengalami
kerusakan parah akibat gempa dahsyat yang terjadi pada tanggal 26 Mei 2006.
Pada saat umat menyambut komuni, gedung gereja tergoncang, langit-langit
gereja runtuh dan sebagian dinding ambrol. Empat umat yang mengikuti misa
pagi saat itu meninggal akibat tertimpa bangunan gereja.
Seiring perbaikan bangunan gereja yang roboh akibat gempa, umat
menggunakan bangunan gereja darurat menyerupai limasan panjang tanpa
dinding. Bangunan tersebut terletak di depan pelataran Candi Hati Kudus Tuhan
Yesus, terbuat dari bambu yang diikat dengan tali ijuk dan atapnya menggunakan
damen atau batang padi yang dikeringkan. Berselang tidak lama dari gempa serta
penanganan korban gempa, bangunan gereja yang roboh kemudian diratakan
dengan tanah dan dibuat dengan bangunan baru yang dimulai pada tanggal 22
Juni 2008.
Ide bangunan gereja baru ini tidak terlepas dari cita-cita keluarga
Schmutzer yang hendak menggabungkan antara kebudayaan Jawa dengan agama
Katolik. Dipilihlah bangunan joglo yang mencirikan bangunan tradisional
masyarakat Jawa. Proyek pembangunan gereja didasari oleh filosofi arsitektur
Jawa serta simbol-simbol ajaran Katolik yang tertuang dalam Injil. Setiap
ornamen yang terdapat dalam bangunan Gereja Ganjuran saat ini semakin kental
5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
akan karakteristik kejawaannya maupun makna ajaran agama Katolik yang sudah
tertuang dalam Injil.
B.
Perumusan Masalah
Dalam rangka melihat karakteristik kejawaan dalam Gereja Ganjuran dari
sudut pandang arsitektur bangunan, maka dapat dirumuskan beberapa
permasalahan. Permasalahan tersebut antara lain:
1.
Bagaimana latar belakang berdirinya Gereja Ganjuran?
2.
Bagaimana karakteristik kejawaan Gereja Ganjuran sebelum gempa 2006?
3.
Bagaimana karakteristik kejawaan Gereja Ganjuran pasca gempa 2006?
C.
Tujuan Penelitian
Ada beberapa tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penulisan karya
tulis ini, yaitu:
1.
Mengetahui latar belakang berdirinya Gereja Ganjuran di tahun 1924.
2.
Mengetahui bentuk-bentuk karakteristik kejawaan arsitektur Gereja
Ganjuran sebelum gempa tahun 2006.
3.
Mengetahui macam-macam karakteristik kejawaan arsitektur Gereja
Ganjuran pasca gempa tahun 2006.
D.
Manfaat Penulisan
Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi syarat memperoleh
gelar Sarjana Pendidikan dari Fakultas Ilmu Keguruan dan Pendidikan Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta. Diharapkan hasil dari penelitian ini akan dapat
menambah ilmu, pengetahuan dan pengalaman bagi penulis dalam bidang sejarah
6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
arsitektur Gereja. Penelitian ini pun menjadi pengalaman tersendiri bagi penulis.
Hasil penulisan skripsi juga berguna sebagai sumbangan pemikiran tentang studi
sejarah gereja, khususnya arsitektur yang ada di Gereja Ganjuran. Skripsi ini pun
dapat digunakan sebagai kajian lebih lanjut bagi institusi atau lembaga terkait,
mahasiswa dan pihak lain yang membutuhkan.
E.
Tinjauan Pustaka
Jika seseorang ingin menulis sejarah, maka pertama yang dibutuhkan
adalah sumber-sumber sejarah. Sumber-sumber sejarah yang digunakan dalam
skripsi ini antara lain buku karangan Djoko Soekiman berjudul Kebudayaan Indis
dan Gaya Hidup Masyarakat Pendukungnya di Jawa, Abad XVIII - Medio Abad
XX.8 Buku ini menerangkan berbagai bentuk percampuran budaya masyarakat
Indonesia dengan kebudayaan Eropa, khususnya Belanda. Kebudayaan yang
bercampur tersebut dinamakan kebudayaan Indis. Ada beberapa aspek
kebudayaan Indis, salah satunya yakni religi dan arsitektur. Hal itu tampak dalam
karya Schmutzer yakni Gereja Ganjuran dan Candi Hati Kudus Yesus.
Buku yang diterbitkan oleh Kantor Wali Gereja Indonesia, berjudul
Sejarah Gereja Katolik Indonesia 3b, Wilayah-Wilayah Keuskupan Dan Majelis
Agung Wali Gereja Indonesia Abad Ke-20, Jawa, Nusa Tenggara9 membahas
sejarah awal mula berkembangnya agama Katolik di beberapa daerah. Buku ini
berisi, penyebaran misi di wilayah Jawa hingga Ende dan Larantuka di Nusa
Tenggara. Diterangkan mulai dari mulai berkembangnya Keuskupan Agung
8
Djoko Soekiman, loc.cit.
Muskens, Sejarah Gereja Katolik Indonesia 3b, Wilayah-Wilayah Keuskupan Dan Majelis
Agung WaliGereja Indonesia Abad Ke-20, Jawa, Nusa Tenggara, MAWI, Lampiran-Lampiran,
1974, Jakarta: Bagian Dokumentasi Penerangan Kantor WaliGereja Indonesia.
9
7
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
Semarang baik awal terbentuknya tahun 1940, misi Katolik di Jawa Tengah
hingga perkembangan keuskupan lainnya di Jawa Tengah, Jawa Timur hingga
Nusa Tenggara tahun 1970-an.
Indonesianisasi: Dari Gereja Katolik di Indonesia Menjadi Gereja Katolik
Indonesia10, karangan Huub J.W.M. Boelaars, berbicara tentang proses
terwujudnya pembangunan struktural dan budaya gereja-gereja setempat di
Indonesia. Dalam buku ini diterangkan mengenai proses perubahan yang disebut
Indonesianisasi sejak awal mula sejarahnya, yakni masa sekitar 1940 hingga 1990
di seluruh Nusantara. Kekristenan di Indonesia bukanlah produk lokal Indonesia,
karena berasal dari luar negeri. Kekristenan ditanam di Nusantara pada abad-abad
silam sebagai bibit, kemudian mengakar dan makin dewasa melalui berbagai
proses, salah satunya adalah inkulturasi, pengungkapan iman Katolik dengan
budaya Indonesia.
Sejarah perkembangan Gereja Katolik di Indonesia juga termuat dalam
buku berjudul Ragi Carita Sejarah Gereja di Indonesia 2 karangan Cornelis van
De Ven. Selain perkembangan umat, dalam buku ini disajikan perkembangan
inkulturasi Gereja Katolik di Indonesia.
Sumber berikutnya adalah buku berjudul Awal Mulanya Adalah Muntilan:
Misi Jesuit Di Yogyakarta karangan Anton Haryono.11 Buku ini mendeskripsikan
sejarah penyebaran dan perkembangan misi agama Katolik di Yogyakarta pada
tahun 1914 hingga tahun 1940. Di dalamnya juga terdapat data-data mengenai
10
Huub J.W.M. Boelaars, Indonesianisasi Dari Gereja Katolik di Indonesia Menjadi Gereja
Katolik Indonesia, 2005, Yogyakarta : Kanisius.
11
Anton Haryono, op.cit., hlm. 11-20.
8
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
sejarah Gereja Ganjuran yang menggunakan inkulturasi sebagai suatu bentuk atau
cara penyebaran agama Katolik.
Kelima buku tersebut digunakan peneliti untuk membahas tentang awal
mula penyebaran misi Katolik di Pulau Jawa. Buku-buku itu memaparkan
bagaimana agama Katolik masuk ke Indonesia dengan disebarkan oleh orangorang Katolik dari Belanda. Orang-orang Belanda tersebut adalah para biarawan
Jesuit. Mereka menyebarkan agama Katolik dengan antusias sehingga karyakaryanya dapat berkembang seperti agama Katolik di Pulau Jawa sekarang ini.
Sumber berikutnya berupa artikel karya C.H. Suryanugraha berjudul Candi
Ganjuran: Seni Liturgis Budaya Jawa. Artikel ini dimuat dalam buku berjudul
Rupa dan Citra,12 menceritakan keunikan Candi Ganjuran yang dibangun untuk
menunjukkan suatu bentuk inkulturasi yang kuat dalam agama Katolik dengan
kebudayaan Jawa. Diterangkan pula mengenai inkulturasi dalam bentuk tata cara
ibadah dan acara-acara keagamaan Katolik lainnya.
Panitia pembangunan Gereja Ganjuran menerbitkan sebuah buku berjudul
Ganjuran: Gereja Berkat Dan Perutusan.13 Buku ini memberikan gambaran
sejarah Gereja Ganjuran dari awal dibangun tahun 1924, peristiwa gempa
Yogyakarta tahun 2006 hingga terbangunnya Gereja Ganjuran masa kini. Di
dalamnya, banyak terdapat gambar atau foto dan sketsa-sketsa arsitektur gereja.
Setiap bagian gereja masa kini dijelaskan makna filosofisnya yang kuat,
perpaduan antara agama Katolik dan arsitektur Jawa.
12
C.H. Suryanugraha, Rupa dan Citra : Aneka Simbol dalam Misa, 2006, Bandung : SangKris.
Panitia Pembangunan Gereja Ganjuran, Ganjuran Gereja Berkat dan Perutusan : Pasca Gempa
Bumi 27 Mei 2006, 2009, Yogyakarta.
13
9
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
Skripsi Lucia Esti Elihami berjudul Sejarah Berdirinya Paroki Hati Kudus
Yesus Ganjuran Inkulturasi Sebagai Landasan Tumbuh Dan Berkembangnya
Paroki Hati Kudus Yesus Ganjuran Yogyakarta14 menjadi bagian penting dari
penulisan skripsi ini. Di dalam skripsinya, Lucia Esti menjelaskan tentang sejarah
keluarga Schmutzer hingga terbentuknya Ganjuran sebagai sebuah paroki besar di
Yogyakarta.
Ketiga sumber tersebut digunakan untuk membahas latar belakang
berdirinya Gereja Ganjuran serta pertumbuhan dan perkembangannya. Selain itu
ada berbagai bentuk inkulturasi agama Katolik dengan kebudayaan Jawa yang
tampak pada Candi Hati Kudus Yesus, Ganjuran.
Selain sumber-sumber yang membahas sejarah Gereja Katolik di Jawa,
ataupun di Ganjuran, penulis juga memasukkan sumber-sumber lain tentang
arsitektur. Buku-buku seperti ini dibutuhkan untuk menunjang pembahasan
mengenai arsitektur masyarakat Jawa, antara lain: buku karangan H.J. Wibowo
dkk. berjudul Arsitektur Tradisional Daerah Istimewa Yogyakarta,15 yang
menjelaskan berbagai jenis rumah tradisional masyarakat Yogyakarta. Buku ini
juga menerangkan macam-macam kegunaan atau fungsi yang terdapat dalam
masing-masing bagian rumah tradisional Jawa.
Buku lain adalah Joglo: Arsitektur Rumah Tradisional Jawa16 karya K.R
Ismunandar. Buku ini menjelaskan mengenai joglo sebagai bangunan tradisional
14
Lucia Esti Elihami, “Sejarah Berdirinya Paroki Hati Kudus Yesus Ganjuran Inkulturasi Sebagai
Landasan Tumbuh Dan Berkembangnya Paroki Hati Kudus Yesus Ganjuran Yogyakarta”, 1995,
Skripsi S1, Pendidikan Sejarah, USD.
15
H.J. Wibowo, dkk, Arsitektur Tradisional Daerah Istimewa Yogyakarta, 1998, Jakarta : CV.
Pialamas Permai.
16
R. Ismunandar K, Joglo Arsitektur Rumah Tradisional Jawa, 1986, Semarang : Dahara Prize.
10
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
masyarakat Yogyakarta yang memiliki ciri khasnya masing-masing. Termuat di
dalamnya penjelasan tentang teknik pembuatan, makna tiap bagian bangunan,
serta penggunaan simbol-simbol dalam aksesoris bangunan joglo.
Wastu Citra: Pengantar Ke Ilmu Budaya Bentuk Arsitektur Sendi-Sendi
Filsafatnya Beserta Contoh-Contoh Praktis karya Y.B. Mangunwijaya merupakan
buku yang berisikan macam-macam bentuk arsitektur dunia beserta kosmologi
dari masing-masing ruang yang dimiliki. Dalam buku ini dijelaskan beberapa
filsafat terkait sejarah perkembangan arsitektur serta kosmologi arsitektur gereja
yang ada di dunia.
Dalam menyusun skripsi peneliti memanfaatkan juga tradisi lisan, yang
diperoleh berdasarkan cerita-cerita dari keluarga peneliti yang tinggal di Ganjuran
serta homili yang dilakukan oleh Romo G. Utomo, Pr. saat berkothbah dalam
acara Prosesi Agung gereja Hati Kudus Tuhan Yesus tahun 2015. Data lain yang
cukup bermanfaat juga didapatkan dari beberapa video mengenai sejarah Gereja
Ganjuran.
F.
Landasan Teori
Sebelum masuk pada pokok pembahasan, penulis perlu menguraikan
beberapa konsep yang dipergunakan dalam penelitian ini yakni mengenai konsep
karakter kejawaan, arsitektur rumah Jawa, dan gereja Katolik. Hal ini bertujuan
untuk memperjelas arti dari beberapa kata penting yang sering kali digunakan
dalam pembahasan sehingga ada kesamaan pandang.
Setiap kebudayaan memiliki karakteristiknya masing-masing. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, kebudayaan merupakan hasil kegiatan dan
11
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian dan adat
istiadat. Salah satu bentuk budaya yang ada di Indonesia yakni budaya Jawa.
Budaya Jawa ini dianut oleh suku Jawa, baik yang menetap di Jawa ataupun di
pulau yang berbeda.17 Budaya Jawa yang melekat ini kemudian muncul sebagai
karakter kejawaan. Dalam penulisan ini pengertian kejawaan merupakan kondisi
budaya Jawa yang dihayati oleh masyarakat Jawa yang terlihat dari aspek-aspek
kehidupan yang dijalani.
Unsur kebudayaan yang dimiliki suku-suku di Indonesia berbeda antara
yang satu dengan yang lainnya. Unsur kebudayaan masyarakat pada kesenian
yang dapat dilihat dari seni kriya, seni pertunjukan, seni sastra dan seni lainnya.18
Pada seni kriya ini tampak pada seni ukir dekoratif, dan seni arsitektur atau seni
membangun sebuah bangunan tertentu.
Kearifan lokal yang dimiliki oleh berbagai daerah tampak dari seni kriya
dalam rupa arsitektur bangunannya. Kearifan lokal tersebut berasal dari sebuah
tradisi, kondisi lingkungan, kondisi sosial, serta unsur-unsur terkait yang
mempengaruhi bentuk suatu bangunan di suatu daerah tertentu. Pengertian
arsitektur berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu seni dan ilmu
merancang serta membuat konstruksi bangunan, jembatan, dan sebagainya serta
metode dan gaya rancang suatu konstruksi bangunan.19 Bagi masyarakat dulu,
arsitektur diungkapkan sebagai nilai yang melekat pada karya budaya mereka,
yang di dalamnya tersirat idealisme dan perilaku mereka pada waktu itu.20
17
http://id.wikipedia.org/wiki/Kejawen diunduh pada tanggal 20 Mei 2015 pukul 19.00.
H.B Hery Santosa, op.cit., hlm. 119.
19
Kamus Besar Bahasa Indonesia.
20
Arya Ronald, 2012, Pengembangan Arsitektur Rumah Jawa, hlm. iii.
18
12
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
Dalam masyarakat Jawa dikenal berbagai bentuk bangunan rumah antara
lain rumah bentuk kampung, rumah bentuk penggang, rumah limasan dan rumah
joglo. Rumah joglo dan rumah limasan merupakan jenis rumah yang familiar di
Jawa, khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Gb. 1. Bentuk Rumah Joglo
(Sumber: www.google.com)
Gb. 2. Bentuk Rumah Limasan Tradisional
(Sumber: www.google.com)
13
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
Rumah joglo umumnya dimiliki oleh orang-orang yang mampu. Hal itu
karena untuk membangun rumah Joglo dibutuhkan bahan bangunan yang lebih
banyak dan lebih mahal. Masyarakat kalangan menengah ke bawah lazimnya
tidak dapat membangun rumah tradisional jenis joglo tersebut. Selain harga bahan
bangunannya yang mahal, bila rumah joglo tersebut mendapat kerusakan dan
perlu diperbaiki, tetapi tidak boleh merubah dari bentuk semula. Sebab kalau
dilanggar bisa menimbulkan pengaruh yang kurang baik pada penghuni rumah.21
Rumah joglo merupakan bangunan yang sempurna bagi masyarakat Jawa.
Bangunan ini memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan jenis rumah
tradisional masyarakat Jawa kebanyaka. Ciri umum bentuk bangunan joglo adalah
penggunaan “blandar” bersusun yang disebut “blandar tumpangsari”22. Di bagian
penyangga “blandar tumpangsari” terdapat empat buah tiang pokok yang terletak
di tengah yang disebut “soko guru”. Sebagai penyangga atau kerangka lainnya
terdapat “sunduk”, berfungsi sebagai penyiku atau penguat bangunan agar tidak
berubah posisinya. Oleh sebab itu letaknya pada ujung atas “saka guru” di bawah
“blandar”.23
Bangunan berukuran bujur sangkar ini mengalami perubahan seiring
perkembangan jaman. Beberapa variasi bentuk bangunan joglo diantaranya:
rumah joglo lawakan, rumah joglo sinom, rumah joglo jompongan, rumah joglo
pangrawit, rumah joglo mangkurat, rumah joglo hageng, dan rumah joglo
21
R. Ismunandar K, op.cit., hlm. 93.
Blandar tumpangsari merupakan “blandar” bersusun ke atas dan semakin melebar.
23
H.J. Wibowo, dkk., op.cit., hlm. 54.
22
14
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
tinandhu. Perbedaan mendasar dari berbagai jenis joglo tersebut terdapat di atap
bangunan (empyak), brunjung, serta pengeret.24
Selain rumah joglo, rumah limasan merupakan salah satu jenis rumah
tradisional masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta (D.I.Y) yang dapat dibuat
oleh berbagai kalangan masyarakat. Bentuk rumah limasan ini memiliki denah
empatpersegi panjang dan dua buah atap (kenjen atau cocor) serta dua atap
lainnya (brunjung) yang bentuknya jajaran genjang sama kaki. Kata limasan ini
diambil dari kata “lima-lasan”, yakni perhitungan sederhana menggunakan
ukuran-ukuran : “molo” 3 meter dan “blandar” 5 meter. Tetapi bila “molo”
berukuran 10 meter, maka “bladar” harus memakai ukuran 15 meter.25 Kenjen
atau cocor cenderung untuk berubah. Karena rumah limasan mengalami
penambahan sisi-sisinya yang disebut empyak emper atau atap emper,
menimbulkan variasi baru dari rumah limasan kontemporer. Variasi bentuk rumah
limasan antara lain: rumah limasan lawakan, rumah limasan gajah ngombe, rumah
limasan gajah njerum, rumah limasan apitan, rumah limasan klabang nyander,
rumah limasan pacul gowang, rumah limasan gajah mungkur, rumah limasan cere
gancet, rumah limasan apitan pengapit, rumah limasan lambang emplok, rumah
limasan semar tinandhu, rumah limasan traiumas lambang gantung, rumah
limasan trajumas, rumah limasan sinom, dan rumah limasan lambang sari.26
24
Ibid., hlm. 54-60.
Ibid., hlm. 43.
26
Ibid., hlm. 42-53.
25
15
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
Persamaan dari kedua jenis rumah tradisional Jawa tersebut, terdapat
susunan ruangan yang biasanya dibagi menjadi tiga bagian, yaitu ruangan
pertemuan yang disebut dengan pendhapa, ruang tengah atau disebut pringgitan,
dan ruang belakang yang disebut dengan dalem atau omah jero sebagai ruang
keluarga.27 Dalam ruangan itu terdapat tiga buah kamar (senthong) yaitu senthong
kiwa, senthong tengah (petanen) dan senthong kanan.
Keterangan :
1
1.
2.
3.
2
4d
4.
4d
a
b
c
Ruang depan
Ruang tengah
Ruang belakang
a. Senthong kiwa
b. Senthong tengah
c. Senthong kanan
d. kamar tambahan
4d
3
Gb. 3. Skema ruang rumah Limasan
(Sumber: Joglo Arsitektur Rumah Tradisional Jawa)
Susunan ruangan rumah bentuk joglo lebih jelas dibandingkan dengan
susunan ruangan rumah Jawa lainnya. Oleh karena itu rumah joglo tersebut
1
Keterangan :
1.
2.
3.
2
3
a
b
Pendhapa
Pringitan
Dalem
a. Senthong kiwa
b. Senthong tengah
c. Senthong kanan
c
Gb. 4. Skema ruang rumah Joglo masyarakat biasa
(Sumber: Joglo Arsitektur Rumah Tradisional Jawa)
27
Ibid., hlm. 60.
16
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
dikatakan sebagai rumah dengan tipe yang lengkap dan tepat bagi masyarakat
Jawa. Ada dua jenis tipe rumah joglo berdasarkan status kepemilikan, pertama
ialah rumah joglo milik orang biasa dan rumah joglo milik golongan bangsawan
(ningrat). Susunan ruang pada rumah bentuk joglo biasanya disesuaikan dengan
jumlah anggota keluarga. Jadi semakin banyak anggota keluarga itu, makin
banyak ruangan yang dibutuhkan. Pada prinsipnya semua kamar dalam ruangan
menghubungkan antara tiang yang satu dengan tiang lainnya dan tepat di bawah
“blandar”.28
Rumah yang dimiliki golongan bangsawan (ningrat) biasanya dibangun
lebih lengkap. Di bagian depan rumah biasanya terdapat sebuah bangunan
pendhapa yang berbentuk joglo terbuka, semakin ke dalam ada sebuah bangunan
utama biasanya berbentuk limasan yang di dalamnya terdapat berbagai ruangan
yang terdapat dalam rumah limasan pada umumnya. Di sebelah kiri kanan
“dalem” ada bangunan kecil memanjang disebut dengan gandhok yang memiliki
kamar-kamar.
Keterangan :
4
1
2
3
a
1.
b
2.
3.
c
4
4.
Pendhapa (bangunan joglo
dengan ruang terbuka)
Pringitan
Dalem
a. Senthong kiwa
b. Senthong tengah
c. Senthong kanan
Gandhok
Gb. 5. Skema ruang rumah Joglo golongan ningrat
(Sumber: Joglo Arsitektur Rumah Tradisional Jawa)
28
Ibid., hlm. 61.
17
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
Setelah sedikit memahami tentang yang dimaksud dengan kejawaan dan
arsitektur rumah Jawa, perlu dipahami lagi mengenai yang dimaksud gereja dalam
skripsi ini. Gereja merupakan persekutuan para orang beriman,29 orang-orang
yang percaya kepada Tuhan Allah atau kepada Kristus dan telah dibaptis secara
Kristiani. Namun, pengertian Gereja tidak hanya dalam bentuk persekutuan umat
melainkan juga kondisi fisiknya, yaitu bangunan, tempat berkumpulnya umat
untuk melakukan ibadah.
Bangunan gereja di Indonesia banyak yang menyerupai bangunanbangunan rumah di Eropa, karena agama Katolik di Indoneisa pertama kali
disebarkan oleh pastor-pastor Eropa. Pada masa awal perkembangan agama
Katolik di Indonesia, bangunan gereja masih menggunakan tempat terbuka atau
rumah-rumah orang yang sudah memeluk agama Katolik. Karena semakin banyak
yang mulai memeluk agama Katolik, dibangunlah sebuah tempat khusus untuk
mereka beribadat.
Di pulau Jawa, terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur bentuk bangunan
yang didirikan oleh orang-orang Belanda pada tahun 1920-an biasanya sudah ada
perpaduan dengan arsitektur tradisional masyarakat lokal. Ciri khas bangunan
Belanda seperti itu antara lain; 1) memiliki denah simetris, pilar di serambi depan
dan belakang, 2) menggunakan tempelan batu kali pada tampak depan bangunan,
3) adanya tower (pada bangunan gereja diganti dengan lonceng gereja), serta 4)
memiliki ventilasi yang cukup besar. Sebagai tempat peribadatan, gereja yang
29
Konferensi Wali Gereja Katolik, Iman Katolik, 1996, Yogyakarta: Kanisius, hlm. 332.
18
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
dibangun oleh orang-orang Belanda cenderung berbentuk simetris menyerupai
salib ( † ).
Di beberapa daerah di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali terdapat gerejagereja tua yang dalam arsitektur mengalami perpaduan budaya Eropa dan
Indonesia, antara lain 1) Gereja Puhsarang di Kediri tahun 1936 yang menyerupai
gunung, 2) Gereja Tri Tunggal Maha Kudus di Bali tahun 1937 yang menyerupai
pura, dan 3) Gereja Ganjuran di Yogyakarta tahun 1924.30 Beberapa gereja
tersebut memiliki arsitektur tradisional yang diterapkan dalam peribadatan agama
Katolik. Bagi masyarakat Jawa, arsitektur gereja yang menyerupai rumah
tradisional membuat mereka lebih nyaman dan lebih sakral dalam melakukan
upacara religinya
G.
Metode dan Pendekatan Penelitian
1.
Metode Penelitian
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: (1)
pemilihan topik, (2) pengumpulan sumber, (3) verifikasi, (4) interpretasi, (5)
penulisan.31
a.
Pemilihan Topik
Pemilihan topik adalah langkah awal dalam setiap penulisan sejarah. Topik
yang dipilih penulis haruslah bernilai. Syarat terpenting dalam pemilihan topik
yaitu kedekatan intelektual dan kedekatan emosional. Kedekatan intelektual yaitu
30
Cornelis van De Ven, Ragi Carita : Sejarah Gereja di Indonesia 1860an-Sekarang, Jakarta,
BPK GUNUNG MULIA, 1993, hlm. 414-418.
31
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta, Bentang Pustaka, 2005, hlm. 89.
19
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
penulis memiliki kemampuan yang memadai untuk membahas topik yang akan
ditulis. Sedangkan kedekatan emosional adalah ketertarikan penulis pada topik
yang diambil. Apabila penulis memiliki kompetensi yang memadai dan tertarik
pada topik tersebut sangat tinggi, maka penelitian sejarah yang dilakukan akan
terasa menyenangkan.
Penulis memiliki kedekatan intelektual dan emosional pada topik
“Karakter Kejawaan Arsitektur Gereja Katolik Ganjuran (Tahun 1924-2013)”.
Penulis memilih topik tersebut karena penulis merasa tertarik atas arsitektur
kejawaan yang sangat kental pada Gereja Ganjuran. Arsitektur yang dimiliki oleh
Gereja Ganjuran tersebut semakin berkembang seiring perkembangan umat dan
perkembangan jaman. Perkembangan tersebut bukan ke arah arsitektur yang
semakin modern melainkan menuju arsitektur yang tradisional dan megah. Dalam
pemilihan topik juga harus memiliki nilai, topik yang akan diteliti harus
memberikan makna dan kesan tersendiri bagi para pembaca kelak dan harus
berdasarkan pengalaman manusia yang dianggap penting dan dapat membawa
perubahan.
b.
Pengumpulan Sumber (Heuristik)
Setelah pemilihan topik yang dilakukan, tahap berikutnya adalah
pengumpulan
sumber
(heuristik).
Heuristik
berasal
dari
kata
Yunani, heuriskein, artinya menemukan. Heuristik, maksudnya adalah tahap
untuk mencari, menemukan, dan mengumpulkan sumber-sumber berbagai data.
Pengumpulan data tersebut agar dapat mengetahui segala bentuk peristiwa atau
kejadian sejarah masa lampau yang relevan dengan topik atau judul penelitian dan
20
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
berbagai jenis sumber yaitu sumber tertulis, sumber lisan, benda tinggalan, dan
sumber kuantitatif.32
Pada penelitian ini penulis menggunakan sumber yang
berupa buku-buku dan dokumen yang terkait dengan topik yang akan dibahas.
c.
Kritik Sumber (Verifikasi)
Verifikasi adalah penilaian terhadap sumber-sumber sejarah. Verifikasi
atau kritik sumber dalam sejarah memiliki arti pemeriksaan terhadap kebenaran
laporan tentang suatu peristiwa sejarah. Yang dimaksud dengan kritik adalah kerja
intelektual dan rasional yang mengikuti metodologi sejarah untuk mendapatkan
objektivitas suatu kejadian.33 Data-data yang diperoleh melalui tahapan heuristik
terlebih dahulu harus dikritik atau disaring sehingga diperoleh fakta-fakta yang
seobjektif mungkin. Kritik tersebut berupa kritik tentang otentitasnya (kritik
ekstern) maupun kredibilitasisinya (kritik intern), dilakukan ketika dan sesudah
pengumpulan data berlangsung. Sumber sejarah yang telah dikritik menjadi data
sejarah.
d.
Interpretasi
Interpretasi yang biasa disebut juga sebagai penafsiran data. Data yang
telah terkumpul dari berbagai sumber kemudian ditafsirkan atau diinterpretasikan.
Terdapat dua macam interpretasi yakni analisis (menguraikan) dan sintesis
(menyatukan). Analisis digunakan untuk menguraikan fakta-fakta yang ada dan
sintesis digunakan untuk menyatukan seluruh data yang telah dikumpulkan.
Sintesis data yang telah dikumpulkan tersebut kemudian dikelompokkan
32
33
Suhartono W. Pranoto, Teori dan Metodologi Sejarah, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010, hlm. 24.
Ibid., hlm. 35.
21
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
berdasarkan relevansinya sehingga dapat diuji kebenarannya. Dengan demikian
tujuan interpretasi data yakni memperkuat data berdasarkan data yang relevan.
e.
Penulisan Sejarah (Historiografi)
Penulisan sejarah memiliki tiga bagian penting yang harus diperhatikan
yaitu pengantar, hasil penelitian dan kesimpulan. Dalam pengantar dijelaskan latar
belakang topik yang diteliti. Dari latar belakang tersebut kemudian dalam hasil
penelitian akan dijelaskan hasil penelitian yang diperoleh oleh penulis dan
kesimpulan yaitu melakukan generalisasi dari bab-bab sebelumnya.
2.
Pendekatan Penelitian
Sejarah sebagai ilmu sosial tidak bisa berdiri tanpa bantuan ilmu sosial
lainnya. Maka dari itu sejarah meminjam ilmu sosial yang lainnya digunakan
dalam pendekatan. Dengan menggunakan pendekatan ilmu sosial yang lain maka
penelitian sejarah akan lebih jelas. Pendekatan menjadi sangat penting, sebab dari
pendekatan yang mengambil sudut pandang tertentu akan menghasilkan kejadian
tertentu.34 Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan pendekatan arsitektur
dan budaya.
Pendekatan arsitektur merupakan pendekatan yang berorientasi pada jenisjenis arsitektur bangunan. Pendekatan arsitektur ini digunakan untuk melihat
acuan-acuan bangunan khususnya bangunan Gereja Ganjuran. Pendekatan
arsitektur ini juga digunakan untuk melihat perkembangan bangunan Gereja serta
beberapa ornamen pelengkap arsitektur Gereja Ganjuran.
34
Suhartono W. Pranoto, 2010, Teori dan Metodologi Sejarah, Yogyakarta: Graha Ilmu, hlm. 37.
22
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
Pendekatan budaya merupakan pendekatan yang berorientasi pada karakter
budaya Jawa yang melekat pada Gereja Ganjuran. Budaya Jawa sendiri sangat
identik dengan ragam hias tertentu. Ragam hias atau ornamen yang berasal dari
budaya Jawa dipadukan dengan ajaran-ajaran Katolik menghasilkan sebuah
inkulturasi, memperkaya budaya tersebut. Budaya Jawa inilah yang nampak
dalam perkembangan Gereja Ganjuran dari masa ke masa.
H.
Sistematika Penulisan
Untuk
mempermudah
pembahasan
dalam
menyusun
skripsi
ini,
penyusunan dibagi menjadi lima bab. Dalam setiap bab akan terbagi menjadi
beberapa sub bab.
Bab I adalah Pendahuluan. Di dalamnya terdiri dari beberapa sub bab,
diantaranya adalah Latar Belakang Masalah yang menerangkan alasan dan minat
dalam penelitian, Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Landasan
Teori, Metodologi penelitian dan Sistematika Penulisan.
Bab II menjelaskan tentang latar belakang berdirinya Gereja Ganjuran.
Bab ini menjelaskan tentang misi Gereja Katolik di Indonesia sebagai tonggak
awal penyebaran agama Katolik di Jawa khususnya untuk daerah Yogyakarta dan
sekitarnya. Dijelaskan pula mengenai keluarga Schmutzer yang menjadi pendiri
sekaligus perancang arsitektur kejawaan gereja di Ganjuran. Kemudian
dilanjutkan dengan penjelasan mengenai proses pendirian gereja yang kemudian
menambahkan bangunan Hati Kudus Tuhan Yesus sebagai tanda devosi kepada
Hati Kudus Tuhan Yesus oleh keluarga Schmutzer.
23
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
Bab III memaparkan tentang karakteristik kejawaan arsitektur Gereja
Ganjuran. Bab ini akan menjelaskan tentang pembentukan serta kejawaan
arsitektur yang terdapat dalam bangunan Gereja Ganjuran pada awal
pembangunannya yang dilengkapi dengan berbagai macam ornamen liturgi yang
bercirikan kejawaan. Dijelaskan pula perkembangan arsitektur Gereja dari masa
ke masa. Sub bab terakhir di bab ini akan menganalisis mengenai peristiwa gempa
Yogyakarta tahun 2006 yang menghancurkan struktur bangunan gereja yang
kemudian menjadi titik balik perubahan arsitektur gereja pada masa kini.
Bab IV akan membahas tentang karakteristik kejawaan arsitektur gereja
pasca gempa Yogyakarta tahun 2006. Pembangunan kembali gereja dilaksanakan
oleh panitia pembangunan melibatkan beberapa masyarakat. Tiap bagian
bangunan yang dibuat memliki makna filosofis di dalamnya. Makna filosofis yang
terkandung tersebut berdasarkan ajaran agama Katolik, tepatnya berada dalam
Kitab Suci.
Bab V adalah penutup yang terdiri dari kesimpulan serta saran dan kritik.
Demikian pendahuluan skripsi ini, penulis ngin membuat suatu tulisan
mengenai Karakteristik Kejawaan Arsitektur Gereja Katolik Ganjuran dari tahun
1924-2013, yang meliputi sejarah pembangunan, karakteristik kejawaan arsitektur
sebelum gempa Yogyakarta tahun 2006 dan karakteristik kejawaan arsitektur
gereja yang dipadukan dengan agama Katolik pasca gempa Yogyakarta tahun
2006.
24
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II
BERDIRINYA GEREJA GANJURAN
A.
Misi Gereja Katolik di Yogyakarta
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) adalah daerah setingkat dengan
provinsi di Indonesia, merupakan peleburan dari Kesultanan Yogyakarta dan
Kadipaten Paku Alaman, terletak di bagian selatan Pulau Jawa bagian tengah, dan
berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah dan Samudera Hindia.1
DIY terdiri dari beberapa kota dan kabupaten, yakni Kotamadya
Yogyakarta, Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunungkidul, Kabupaten Kulon Progo
dan Kabupaten Sleman.2 Pada masa penjajahan banyak orang Belanda tinggal di
kota Yogyakarta. Orang-orang Belanda yang tinggal di Yogyakarta melakukan
berbagai kegiatan mulai dari bekerja, mencari nafkah hingga beribadah.
Orang-orang Belanda yang datang ke Indonesia mayoritas Protestan. Pada
waktu itu agama Protestan lebih dominan dalam pemerintahan Kerajaan Belanda.
Agama Katolik kemudian hadir dan berkembang sehingga berbagai gerakan
misionaris Katolik mulai bermunculan di Pulau Jawa. Persebaran agama Katolik
di Jawa Tengah diawali di kota Muntilan. Penyebaran misi pertama kali dilakukan
oleh Pastor van Lith, ia mengajarkan agama Katolik kepada masyarakat pribumi
di Muntilan dan Yogyakarta.3
1
Tim Redaksi, Arsitektur Tradisional Daerah Istimewa Yogyakarta, (Yogyakarta: Departemen
Pendidikan Dan Kebudayaan), 1982, hlm. 7-14.
2
Ibid, hlm. 14.
3
Muskens, Sejarah Gereja Katolik Indonesia 3b, Wilayah-Wilayah Keuskupan Dan Majelis
Agung Waligereja Indonesia Abad Ke-20, Jawa, Nusa Tenggara, MAWI, Lampiran-Lampiran,
1974, Jakarta: Bagian Dokumentasi Penerangan Kantor Waligereja Indonesia, hlm. 847-850.
25
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
Dalam upayanya menumbuhkan semangat Katolik dari kalangan pribumi,
van Lith tidak segan untuk mendatangi keluarga para bangsawan di sekitar Kraton
Yogyakarta dan Pakualaman. Pastor van Lith juga mendirikan sekolah guru yakni
sekolah Kolese Xaverius pada tahun 1904.4 Hasil dari usaha Pastor van Lith
dalam mengajarkan agama Katolik kepada masyarakat pribumi yaitu dengan
dilakukannya pembaptisan pertama di Sendang Sono pada 14 Desember 1903
dengan memberikan sakramen permandian kepada 174 orang.5 Pembaptisan yang
dilakukan oleh Pastor van Lith tersebut menjadi tonggak awal perkembangan misi
di Jawa.
Gb. 6. Pastor van Lith
(Sumber: Sejarah Katolik Gereja Jilid 3B)
4
5
Ibid., hlm. 853.
Ibid., hlm. 854.
26
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
Selain Pastor van Lith, ada pula seseorang keturunan Indo yang bernama
Henri van Driessche menjadi tokoh penyebar agama Katolik di Yogyakarta dan
sekitarnya. Ia lahir di Surabaya tahun 1875 dan menjadi imam saat berobat ke
Eropa. Tahun 1912 pastor van Driessche kembali ke Indonesia dan menjadi guru
di kolese Muntilan.6
Gb. 7. Pastor Henri van Driessche beserta para muridnya dari sekolah Standaardschool di Mendut
(Sumber: St. Claverbond, Perpustakaan Kolsani)
Mulai bulan Maret 1919 pastor van Driessche pindah ke Yogyakarta
hingga meninggalnya 10 Juni 1934.7 Dalam menyebarkan ajaran Katolik di
Muntilan dan Yogyakarta, ia sangat terbantu sekali dengan kemampuannya
berbahasa Jawa. Dengan kemampuannya tersebut semakin membuat orang-orang
tertarik untuk belajar lebih tentang agama Katolik. Selama di Yogyakarta, Pastor
van Driessche diminta untuk membuka sekolah-sekolah di Yogyakarta. Dorongan
6
7
Ibid., hlm. 860.
Ibid., hlm. 861.
27
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
dari murid-muridnya tersebut memberikan semangat padanya untuk lebih
berkarya di Yogyakarta dan sekitarnya.
Pastor van Driessche, yang sejak kecil sudah pincang, hanya bisa
mengunjungi Klaten, Wedi, namun di tahun 1922 ia mendapatkan sebuah mobil
dari keluarga Schmutzer yang berdomisili di Ganjuran. Bantuan mobil yang
diberikan oleh keluarga Schmutzer tersebut mempermudah untuk berkunjung
serta mengemban kerasulannya di Yogyakarta.8
Sebelum Pastor van Driessche mendapatkan mobil dari keluarga
Schmutzer, ia sudah memberikan pengajaran agama Katolik dan misa mingguan
kepada beberapa masyarakat di Ganjuran, terutama kepada karyawan pabrik gula
Kali Gondang yang berubah nama menjadi Gondang Lipoera. Bedasarkan
dokumen yang ditulis oleh keluarga Schmutzer dalam Bahasa Belanda dikatakan
bahwa tahun 1919 untuk petama kalinya diadakan Misa Kudus di rumah keluarga
Schmutzer yang dirayakan oleh Pastor van Drissche, S.J. bersama tujuh atau
delapan umat.9
B.
Keluarga Schmutzer dan Pabrik Gula Gondang Lipoera
Keluarga Schmutzer merupakan salah satu keluarga Belanda yang menetap
di Ganjuran, Yogyakarta. Tidak diketahui secara jelas tentang orang Katolik
pertama di Ganjuran, namun diyakini bahwa Stefanus Barends dan istrinya Elise
Francisca Wilhelmia Karthaus adalah keluarga Katolik pertama di Ganjuran pada
8
Ibid., hlm. 862.
C.H Suryanugraha, Liturgi Autentik dan Relevan, 2006, Yogyakarta : CV. Titian Galang Printika,
hlm. 117.
9
28
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
pertengahan abad ke-19.10 Mereka adalah cikal bakal keluarga Schmutzer
sekaligus pewarta agama Katolik pertama di Ganjuran.
Barends adalah orang Belanda yang cukup kaya di negerinya. Ia tiba
pertama kali di Surabaya pada pertengahan abad ke-19 dan kemudian bersama
istrinya ke Ganjuran untuk berbisnis di sana. Tidak banyak kontribusi yang
diberikan keluarga Barends selama tinggal di Ganjuran. Tercatat pada tanggal 1
September 1862, Stefanus Barends membeli perkebunan tebu dan mengelolanya
menjadi perusahaan keluarga. Selama pengelolaannya, perusahaan gula tersebut
berjalan lancar karena pada waktu itu gula merupakan komoditi yang laris untuk
perdagangan ekspor dari Indonesia. Masa-masa sulit pabrik gula di Ganjuran
terjadi setelah pemilik pabrik gula tersebut meninggal dunia di tahun 1876. Di
bawah pengelolaan anaknya, Ferdinand Barends, pabrik gula tersebut kurang
memiliki andil besar bagi perkembangan Ganjuran.
Sepeninggal Stefanus Barends, istrinya Elise Karthaus kembali ke
Surabaya dan menetap beberapa lama di sana. Selama tinggal di Surabaya, ia
bertemu dan berkenalan dengan Gottfried Josef Julius Schmutzer. Pada akhirnya
di tahun 1880, Gottfried Schmutzer dan Elise Karthaus menikah. Seluruh
kekayaan Stefanus Barends diwariskan kepada Elise dan Ferdinand Barends, anak
mereka. Di antara warisan itu adalah kebun tebu dan pabrik gula di desa Ganjuran,
Yogyakarta, yang secara khusus diwariskan kepada Ferdinand Barends setelah
ibunya menikah lagi dengan Gottfried J.J. Schmutzer.11
10
Warta Berkah Dalem Ganjuran Awal Misi Di Ganjuran, diakses 21 Agustus 2015, jam 10.23
WIB.
11
C.H Suryanugraha, loc.cit. hlm. 117.
29
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
Pernikahan Gottfried Schmutzer dengan Elise Karthaus dikaruniai empat
anak: Elise Anna Maria Antonia Schmutzer (1881), Josef Ignaz Julius Maria
Schmutzer (1882), Julius Robert Anton Maria Schmutzer (1884) dan Eduard
Wilhelm Maria Schmutzer (1887). Mereka menetap dan tinggal di Surabaya untuk
beberapa lama. Putra terakhir dari pasangan Gottfried dan Elise meninggal pada
tahun 1905 dalam usia 18 tahun karena serangan suatu penyakit yang tidak bisa
disembuhkan.
Di Surabaya, Josef beserta adiknya, Julius sekolah hingga lulus sekolah
menengah (HBS). Setelah lulus, mereka melanjutkan studi teknik di Delft,
Belanda. Josef lulus sebagai insinyur pertambangan pada tahun 1902, meneruskan
studi ke Paris sampai memperoleh Diploma Insinyur pertambangan pada tahun
1904. Pada tahun 1905 ia menjadi dosen di Utrecht dan tahun 1910 memperoleh
gelar Doktor dari Sekolah Tinggi Teknik di Delft. Ia menjadi dosen sampai tahun
1912.12 Sementara itu adiknya, Julius Schmutzer berhasil meraih gelar Insinyur
teknik dan tinggal di Belanda sampai tahun 1910.
Selama masa kuliah di Delft, kakak beradik Schmutzer aktif dalam
gerakan mahasiswa Katolik. Sebagai aktifis mahasiswa mereka sering
mengadakan diskusi. Salah satu yang mereka diskusikan adalah Ensiklik Rerum
Novarum,13 ajaran sosial Gereja yang dikeluarkan oleh Paus Leo XIII pada tahun
1891. Ensiklik Rerum Novarum berisi ajaran tentang tanggung jawab sosial
Gereja dan seluruh anggota Gereja terhadap buruh dan situasi yang dialami buruh
12
Lusia Esti Elihami, op.cit., hlm 28.
Ensiklik (dari bahasa Yunani: egkuklios, “lingkaran”) adalah sebuah istilah dalam agama
Kristen Katolik. Arti sebenarnya ialah sebuah surat edaran Uskup. Tetapi dewasa ini ensiklik
artinya adalah surat Paus sebagai Uskup Roma dan pemimpin Gereja Katolik dunia.
13
30
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
sebagai akibat dari industrialisasi.14 Pergejolakan terjadi antara kaum buruh
dengan kaum pemilik modal di Eropa. Munculnya paham sosialisme yang
semakin memojokkan kaum buruh, sehingga Gereja pun kemudian mengambil
jalan keluar yakni dengan dicetuskannya Ensiklik karya Paus Leo XIII tersebut.
Paus Leo mendukung hak-hak buruh untuk membentuk serikat buruh, namun ia
menolak sosialisme dan mengukuhkan hak milik perseorangan, dalam upaya
mengusahakan kesejahteraan rakyat.15 Josef dan Julius Schmutzer sangat terkesan
dengan ajaran sosial Gereja ini.
Setelah meraih gelar Insinyur teknik di tahun 1910, Julius Schmutzer
beserta ibunya kembali ke Jawa dan tinggal di Ganjuran. Di tahun 1912 ibunya,
Elise Karthaus Schmutzer, meninggal dunia setelah sakit keras. Dengan kematian
sang ibunda di Ganjuran, Josef Schmutzer mengundurkan diri dari profesinya
sebagai dosen di Delft dan memilih kembali ke Ganjuran. Ketiga bersaudara
Schmutzer, Elise, Josef, dan Julius Schmutzer sepakat membeli perkebunan tebu
di Ganjuran dari Ferdinand Barends, anak pertama mendiang ibu mereka dari
suami sebelumnya.16 Dengan demikian perkebunan tebu di Ganjuran sejak saat itu
resmi menjadi milik keluarga Schmutzer.
14
Lusia Esti Elihami, op.cit, hlm 29.
Beding, Marcel B.A, Adjaran Sosial Geredja, 1965, Ende : ARNOLDUS Ende-Flores, hlm. 30.
16
Lusia Esti Elihami, op.cit, hlm 30.
15
31
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
Gb. 8. Kakak beradik Julius dan Josef Schmutzer beserta istri mereka.
(Sumber: St. Claverbond 1928, Perpustakaan Kolsani)
Sejak kepindahan kakak beradik Schmutzer di Ganjuran, mereka
bertempat tinggal di dusun Kali Gondang. Mulai tahun 1912 Josef dan Julius
Schmutzer bekerja membangun pabrik gula milik mereka di Ganjuran. Karena
rumah dan pabrik gula mereka terletak di dusun Kali Gondang, yang artinya
“sungai siput” maka nama pabrik gula itu dinamakan sesuai nama dusun itu.17
Josef dan Julius Schmutzer berusaha memodernisasi pabrik gula yang sudah tua
dengan mendatangkan mesin-mesin baru dan menerapkan teknologi yang paling
maju saat itu. Mereka menerapkan sistem manajemen yang baik juga mengadakan
kesepakatan kerja yang menguntungkan para pekerja. Kesepakatan kerja tersebut
pada saat itu merupakan satu-satunya di Jawa (dan di seluruh Hindia Belanda).18
17
18
C.H Suryanugraha, op.cit., hlm. 117.
Indische Missietijdschrift, dalam Lusia Esti Elihami, op.cit., hlm 30.
32
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
Kesepakatan kerja yang dipraktekkan oleh administrator dengan karyawan
pabrik gula Kali Gondang merupakan hasil studi kakak beradik Schmutzer di
Belanda. Mereka sangat tertarik akan Rerum Novarum, sebuah ajaran sosial gereja
yang dikeluarkan oleh Paus Leo XIII pada tahun 1891. Ensiklik Rerum Novarum
ini berisi ajaran tentang tanggung jawab sosial Gereja dan seluruh anggota Gereja
terhadap buruh dan situasi yang dialami buruh sebagai akibat dari industrialisasi.
Baginya, buruh merupakan mitra kerja yang sangat mempengaruhi kehidupan
keluarga Schmutzer serta perkembangan pabrik gulanya. Mitra kerja tersebut
harus diberikan karena menjawab persoalan perindustrian di Eropa.
Eropa pada masa itu mengalami perpecahan masyarakat akibat
industrialisasi. Industrialisasi yang terjadi di Eropa membagi masyarakat
berdasarkan kepemilikan modal. Kelas pertama dinamakan majikan atau kapital,
sedangkan yang kedua adalah kelompok yang tidak memiliki modal sehingga
mereka menjual tenaganya kepada pemilik modal. Mereka biasa disebut
kelompok buruh, pekerja atau proletar. Perbedaan kelompok masyarakat
memberikan dampak buruk bagi kehidupan masyarakat. Oleh sebab itu, keluarga
Schmutzer sangat tidak ingin mempraktekkan apa yang terjadi di Eropa karena hal
tersebut justru akan merugikan dirinya serta masyarakat banyak.
Selama di Yogyakarta, Julius Schmutzer sangat antusias serta tertarik
dengan budaya Jawa. Ia sebagai pemerhati kebudayaan Jawa, sangat peduli
terhadap sejarah, filosofi serta pendidikan masyarakat Jawa, khususnya
daerah
Ganjuran. Bentuk kecintaannya terhadap kebudayaan Jawa, Julius
berinisiatif mengganti nama pabrik gula milik mereka menjadi Gondang Lipoera.
33
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
Nama Lipoera diambil dari nama dusun tetangga dusun Kali Gondang, yang
artinya “penghiburan”.19 Antara tahun 1922 sampai 1924, Josef dan Julius
Schmutzer melakukan kontak kepada pihak-pihak yang memahami budaya Jawa.
Julius mengembangkan kebudayaan Jawa dengan beberapa kesenian, mulai dari
musik, tarian serta beberapa upacara adat lokal. Upaya merangkul masyarakat
lokal dengan para pekerja pabrik gulanya, ia melakukan upacara adat cemengan
yakni tradisi besar di setiap pabrik gula sebelum musim giling tebu tiba.20 Selain
itu, Schmutzer juga memberikan bantuan keuangan untuk para pekerja pabrik
yang mengadakan hajatan seperti mantu, sunat dan lain-lain. Puncak perhatian
Schmutzer terhadap budaya Jawa nampak pada pembuatan Candi Hati Kudus
Yesus yang akan dibahas lebih lanjut pada bagian-bagian selanjutnya.
Gb. 9. Upacara Cemengan yang dilakukan di PG Gondang Lipoera sebelum musim giling tiba
(Sumber: St. Claverbond, Perpustakaan Kolsani)
19
20
C.H Suryanugraha, op.cit., hlm. 120.
Video dokumenter “Candi Ganjuran – Tanah Para Terjanji”
34
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
Dalam menjalankan pabrik gula, keluarga Schmutzer menggunakan bibit
tebu unggulan agar lebih maju produksinya. Usaha yang dilakukan tersebut
memberikan hasil dengan dinobatkannya pabrik gula Gondang Lipoera sebagai
pabrik gula terbaik di jamannya, memiliki produksi paling tinggi di Pulau Jawa.
Di tahun-tahun awal perkembangan pabrik gula Gondang Lipoera, areal
penanaman tebu hanya berkisar 300 hektar, namun dalam kurun waktu 10 tahun
areal penanaman tebu di Ganjuran mencapai 600 hektar.21 Di bawah kepemilikan
Schmutzer bersaudara, pabrik gula Gondang Lipoera berhasil menjadi satusatunya parbik gula swasta yang besar dan tidak terpengaruh resesi ekonomi dunia
sekitar tahun 1920-an. Selain tu, ketika gelombang pemogokan melanda pabrikpabrik gula lainnya sekitar tahun 1920-an, pabrik gula Gondang Lipoera tidak
terpengaruh. 22
Gb. 10. Julius Schmutzer yang mengawasi panen tebu.
(Sumber: St. Claverbond, Perpustakaan Kolsani)
21
22
Lusia Esti Elihami, op.cit., hlm 31.
Video dokumenter “Candi Ganjuran – Tanah Para Terjanji”
35
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
Dalam garis pengelolaan pabrik gula Gondang Lipoera nama Dr. Josef
Schmutzer tidak ada dalam daftar susunan personalia di pabrik tersebut. Dalam
daftar nama personalia nama Julius Schmutzer menjadi administrator atau pucuk
pimpinan pabrik. Tidak tercantumnya nama Josef Schmutzer dalam susunan
personalia pabrik gula Gondang Lipoera bukan berarti ia tidak memberikan andil
terhadap perkembangan pabrik gula tersebut. Dalam pidato kenangan untuknya
yang dibacakan di hadapan senat guru besar Universitas Utrecht disebutkan
bahwa ia mengadakan penelitian atas beberapa varietas tebu unggul di pabrik
keluarganya itu.23
Kakak mereka, Elise Noyons Schmutzer, tidak membantu secara langsung
dalam mengelola pabrik gula milik keluarganya tersebut. Keterlibatannya dalam
perkembangan pabrik gula Gondang Lipoera tampak pada pembelian berbagai
teknologi pengelolaan tebu yang canggih dimasanya. Selain itu, karena tinggal di
Belanda, ia juga menjadi penghubung kedua adiknya dengan petinggi-petinggi di
Belanda. Sementara adiknya, Josef, menikahi Lucie Cornelie Amelie Hendriksz di
tahun 1919. Selama menikah mereka tinggal di Ganjuran dan dikaruniai tiga anak.
Mereka di sana bekerja sekaligus semakin mendekatkan diri mereka pada
masyarakat Ganjuran, sebagai mitra kerja mereka.
Keluarga Schmutzer di Indonesia tidak hanya berbisnis gula, tetapi juga
sangat aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial. Salah satu kegiatan mereka yaitu
dalam organisasi sosial-politik. Sejak tahun 1920 keluarga Schmutzer terlibat
dalam KSB atau Katholieke Sociale Bond (Perkumpulan Sosial Katolik) yang
23
Lusia Esti Elihami, op.cit., hlm 32.
36
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
salah satu kegiatannya di Yogyakarta adalah diskusi mengenai Rerum Novarum,24
seperti yang telah mereka lakukan saat studi di Delft. Tahun 1917 Josef
Schmutzer tercatat ikut mendirikan Katholieke Vererniging voor Politieke Actie
yang pada tahun 1918 bergabung dalam Indische Katholieke Partij (IKP).25
Puncak
keterlibatan
Josef
Schmutzer
dalam
kegiatan
politik
yakni
keikutsertaannya dalam Volksraad atau DPR Hindia Belanda pada tahun 1918
sebagai wakil dari IKP.
Selama di Yogyakarta, keluarga Schmutzer menjalin kerjasama yang baik
dengan pemimpin Yogyakarta saat itu, Hamengku Buwono VIII. Bukti dari
kerjasama tersebut adalah pembangunan irigasi di Kebonongan, Bantul. Dengan
dibangunnya irigasi yang canggih pada masanya itu, penghasilan pabrik gula
Gondang Lipoera semakin melimpah. Keuntungan dari pabrik gula digunakan
untuk membangun sebuah rumah sakit Katolik Onder de Bogen yang berarti “di
bawah lengkung” yang kini berganti nama menjadi Panti Rapih. Rumah sakit ini
sejak awal dikelola oleh kongregasi biarawati Carolus Borromeus (CB) dari
Maastricht yang sudah berpengalaman di bidang perawatan orang sakit.26 Rumah
sakit ini berdiri atas inisiatif Romo Strater, SJ. dan Katholieke Sociate Bond.27
Peletakan batu pertama dilakukan oleh Ny. CTM. Schmutzer van Rijekervorrel
pada tanggal 14 September 1928. Setahun kemudian, bangunan ini diresmikan
oleh Sultan Hamengku Buwono VIII.
24
B. Kieser, Solidaritas 100 Tahun Ajaran Sosial Gereja, Yogyakarta: Kanisius, hlm. 29.
Ibid., hlm. 30.
26
Anton Haryono, 2009, Awal Mulanya adalah Muntilan: Misi Jesuit di Yogyakarta 1914-1940,
Yogyakarta: Penerbit Kanisius, hlm. 151.
27
Rumah Sakit Panti Rapih: Ex Rumah Sakit Onder de Bogen, diunduh pada tanggal 5 September
2015.
25
37
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
Gb. 11. Rumah Sakit Katolik Onder De Bogen
(Sumber: www.google.com)
Keuntungan yang melimpah juga digunakan oleh keluarga Schmutzer untuk
mendirikan poliklinik di Dusun Ganjuran, Kelurahan Sumbermulyo, untuk
memberikan pelayanan kesehatan pada pegawai pabrik gula dan masyarakat
sekitar. Tercatat poliklinik setiap harinya melayani 40 sampai 50 orang dan terus
berkembang. Pada tanggal 4 April 1930, poliklinik diresmikan menjadi rumah
sakit dengan nama Rumah Sakit Santa Elisabeth, dengan kapasitas 30 tempat
tidur. Ny. Schmutzer beserta suster-suster Carolus Borromeus (CB) yang telah
berpengalaman di RSK Onder De Bogen, melakukan pelayanannya di rumah sakit
ini.28 Karena rumah sakit St. Elisabeth dikhususkan bagi masyarakat menengah
kebawah, perkembangannya sangatlah
28
Anton Haryono, op.cit., hlm. 151.
38
pesat. Rumah
sakit
ini kemudian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
Gb. 12. Suster dari kongregasi Carolus Borromeus memeriksa masyarakat sekitar Ganjuran
(Sumber: www.rselisabeth.com)
mengembangkan sayapnya dengan mendirikan 4 poliklinik di sekitar Bantul yakni
di daerah Pete, Kretek, Bantul dan Pugeran.
Bagi Julius Schmutzer, pelayanan dalam bentuk sosial, ekonomi dan
kesehatan masih dirasa kurang. Bersama dengan istrinya, Caroline Theresia
Schmutzer, ia membangun 12 Standaardschool di tahun 1922 di sekitar Ganjuran.
Ke-12 sekolah tersebut menjadi perlambangan para rasul yang menyebarkan
sekaligus mengajarkan ajaran Gereja.29 Salah satu sekolah yang ada tersebut kini
benama SD Kanisius Ganjuran. Standaardschool dianggap sebagai fondasi awal
kegiatan pendidikan di Indonesia. Hal itu dikarenakan ditahun-tahun berikutnya
dibuka beberapa sekolah seperti Volksschool, Vervolgschool, Schakelschool dan
29
Wawancara dengan Bapak Siwi, tanggal 7 November 2015, jam 9.30.
39
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
HIS.30 Standaardschool diselanggarakan karena sekolah berbahasa Jawa lebih
terjangkau dan realistik dibandingkan dengan HIS. Perlu diketahui untuk
menyelenggarakan HIS, dibutuhkan sejumlah tenaga pengajar yang mahir dalam
berbahasa Belanda.
C.
Keluarga Schmutzer dan Gereja Ganjuran
Sebagai kelompok orang Katolik pertama yang menempati daerah
Ganjuran, keluarga Schmutzer memiliki tanggung jawab untuk mengemban misi
penyebaran agama Katolik di daerah mereka tinggal. Karena sebelumnya telah
dikatakan bahwa ada beberapa orang yang mengikuti Misa Kudus di rumah
keluarga Schmutzer maka mereka merencanakan untuk membangun gereja di
dalam kompleks pabrik. Sebelumnya, untuk memenuhi kebutuhan rohani Jemaat
di Ganjuran yang masih sedikit itu, Pastor van Driessche mengadakan kunjungan
tiga bulan sekali ditemani oleh seorang katekis pribumi Raden Mas Yusuf
Purwodiwirjo.31
Awal mulanya tempat beribadat dilakukan di salah satu ruangan rumah
utama keluarga Schmutzer. Namun seiring berkembangnya umat Katolik di
Ganjuran tempat tersebut semakin tidak memadai. Pada tahun 1923 tempat ibadat
dipindahkan ke salah satu bekas rumah pegawai pabrik gula Gondang Lipoera.
Karena rumah tersebut dirasa cukup sebagai tempat ibadat sementara, maka
kemudian diubah menjadi sebuah kapel dengan biaya dari keluarga Schmutzer.
30
Anton Haryono, op.cit., hlm. 129.
Raden Mas Yusuf Purwodiwirjo inilah yang dianggap sebagai orang pertama yang menyebarkan
agama Katoliik di Ganjuran oleh Josef Schmutzer. Pernyataan tersebut terdapat dalam buku
Europeanisme of Katholicsme.
31
40
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
Pada masa itu merupakan masa perkembangan misi Katolik di Jawa.
Sejalan dengan bertambahnya jumlah Standaardschool yang didirikan Schmutzer,
jumlah umat Katolik di Ganjuran mengalami peningkatan pesat. Kurang lebih ada
237 permandian dewasa dan anak-anak antara tahun 1924 hingga 1928. Antara
tahun 1929 hingga tahun 1933 terdapat 792 permandian dewasa dan 270
permandian anak-anak.32 Jika ditinjau dari jumlah atau presentase pertambahan
umat Katolik saat itu, kehadiran keluarga Schmutzer menjadi daya tarik
pertambahan umat. Hal itu dikarenakan setelah tahun 1933, keluarga Schmutzer
sudah tidak lagi tinggal di Ganjuran. Mereka pindah ke negeri Belanda untuk
melanjutkan pekerjaan mereka di sana. Di Belanda, mereka mendapatkan
penghargaan khusus dari negerinya.
Di tahun 1924, kapel yang sebelumnya digunakan sebagai tempat ibadat
umat Katolik Ganjuran dirasa sudah tidak mampu menampung Jemaat Katolik di
sana. Julius mengusahakan membangun sebuah bangunan permanen yang dapat
dijadikan sebagai gereja.33 Pembangunan gereja sebenarnya sudah disiapkan
keluarga Schmutzer jauh-jauh hari. Pada tanggal 16 April 1924 pembangunan
gereja Ganjuran dimulai, ditandai dengan peletakan batu pertama oleh keluarga
Schmutzer sendiri. Maket dan disain gereja dibuat dengan penuh perhitungan,
bahkan Schmutzer bersaudara telah menyiapkan rel kereta bagi altar jika
32
33
Lusia Esti Elihami, op.cit., hlm 54.
Ibid., hlm 54.
41
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
pelebaran gereja kelak terjadi.34 Pembangunan gereja Ganjuran melibatkan arsitek
Belanda bernama van Oyen.35
Beberapa bulan kemudian gereja selesai dibangun, dan pada tanggal 20
Agustus 1924 diadakan pemberkatan altar gereja oleh Mgr. A. van Velsen,
Vikaris Apostolik Batavia. Setahun setelah pemberkatan, gereja Ganjuran
dilengkapi dengan sebuah lonceng yang didatangkan khusus dari Belgia. Lonceng
gereja tersebut dinamai Elisabeth, sesuai dengan nama ibu mereka.
Sebagai pemerhati sejarah dan kebudayaan Jawa, Julius Schmutzer sangat
antusias mempelajari lebih banyak mengenai sejarah serta kebudayaan masyarakat
Yogyakarta terutama daerah Ganjuran. Menurutnya, dusun Lipoera amatlah
penting bagi masyarakat Jawa. Hal ini terkait dengan sejarah kebangkitan kerajaan
Mataram tahun 1586.36
Dikisahkan bahwa Panembahan Senopati, raja dan pendiri kerajaan
Mataram Islam, sedang mengalami perlawanan dengan Kerajaan Pajang yang
lebih kuat daripada kerajaannya. Ia melakukan petapaan di dusun Lipoera. Di sana
ia mendapatkan sebuah wahyu bahwa ia akan menjadi penguasa seluruh Pulau
Jawa. Setelah mendapatkan wahyu tersebut ia kemudian memimpin pasukannya
melawan Kerajaan Pajang dan akhirnya menang. Pada masyarakat Jawa,
kedatangan Islam abad ke-13 melahirkan beberapa masalah bagi mereka yang
menganut Kejawen. Panembahan Senopati pun merasakan hal yang sama.
Walaupun ia telah menjadi Islam karena alasan politis, mayoritas rakyatnya masih
34
Video dokumenter “Candi Ganjuran – Tanah Para Terjanji”
Th. van Oyen merupakan arsitek Belanda yang terkenal saat itu khususnya dalam pembangunan
gereja Katolik di Jawa. Van Oyen juga nantinya akan merancang arsitektur bangunan gereja di
Semarang yang kini digunakan sebagai gereja Keuskupan Agung Semarang.
36
Video dokumenter “Candi Ganjuran – Tanah Para Terjanji”
35
42
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
menganut Kejawen. Mereka masih melakukan tradisi adat mereka seperti
mengunjungi Laut Selatan dan Gunung Merapi untuk memohon bantuan. Hal itu
lah yang diyakini oleh masyarakat Ganjuran pada masa itu.37
Sadar dengan keadaan masyarakat serta karyawannya, Schmutzer
bersaudara mencoba menyelaraskan hal tersebut dengan ajaran agama Katolik.
Pada akhirnya dipilihlah sebuah Candi Jawa yang mengingatkan kita akan simbol
bahwa seorang raja baru telah lahir di tanah Jawa, yakni Kristus Sang Raja. Candi
yang dibuat dirancang menurut gaya candi Jawa, namun merupakan perpaduan
antara dua gaya yakni candi yang berasal dari Jawa Tengah dan yang berasal dari
Jawa Timur. Monumen ini dibuat atas ungkapan syukur keluarga Schmutzer dan
dipersembahkan untuk Hati Kudus Yesus.
Pembangunan candi
yang bersebelahan dengan
gereja
Ganjuran
menambah daya tarik bagi masyarakat Ganjuran dan sekitarnya untuk lebih
mengenal agama Katolik. Pembangunan kedua tempat ibadat itu merupakan
ajakan bagi umat Katolik untuk lebih giat lagi beribadat kepada Tuhan. Sementara
itu para guru eks-Muntilan banyak merasul melalui karya-karya pengajaran
mereka. Di sana mereka tidak hanya mengajarkan ilmu-ilmu pendidikan saja,
tetapi juga mengajarkan bagaimana umat Katolik dalam masyarakat multikultural.
Sejak tahun 1920 hingga tahun 1934 gereja Ganjuran masih berstatus stasi
yang dikepalai oleh Pastor van Driessche. Pergantian kepemimpinan terjadi
berkali-kali seperti Pastor Strater, Pastor Djajaseputra, Pastor Koch, dan Pastor
Versteegh. Di masa itu pula terdapat beberapa katekis yang mendapingi Ganjuran
37
Ibid.
43
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
antara lain: R.M. Purwodiwirjo, R.M. Atmosatoto, R.M. Prawiromandjojo dan
R.M. Adisusanto. Di tahun 1942-lah Ganjuran memiliki seorang pastor pribumi
yang kemudian menetap, yakni Pastor Soegijapranata.38
38
“Buku Peringatan 50 Tahun Ganjuran”, hal. 14.
44
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III
KEJAWAAN GEREJA GANJURAN
SEBELUM GEMPA 2006
A.
Arsitektur Bangunan Gereja Ganjuran
Inkulturasi pada dasarnya adalah pengungkapan iman yang begitu dalam
lewat berbagai kebudayaan yang dimiliki.1 Berbeda dengan akulturasi, inkulturasi
sebagai proses pengintegrasian pengalaman iman Gereja ke dalam suatu budaya
tertentu, sehingga penghayatan ini tidak dapat diungkapkan lewat unsur-unsur
kebudayaan
setempat,
melainkan
juga
menjadi
suatu
kekuatan
yang
memperbaharui kebudayaan tersebut.2 Perbedaan itu pertama-tama terletak pada
hubungan antara Gereja dengan sebuah budaya tertentu tidak sama dengan kontak
antar-budaya. Gereja lebih berkaitan dengan penyebaran agama Katolik dan
hakekatnya, tidak terikat pada suatu bentuk budaya tertentu. Dengan inkulturasi
yang dilaksanakan oleh Gereja, berarti Gereja itu telah belajar dalam kebudayaan
setempat.
Inkulturasi Gereja terlahir setelah adanya penyebaran agama Katolik (misi
penyebaran) ke penjuru dunia seperti yang tertulis dalam kitab suci agama
Kristiani. Para murid Yesus mengajarkan sekaligus menyebarkan iman mereka
kepada orang lain yang memiliki kebudayaan serta kepercayaan lainnya. Begitu
pula yang dilakukan oleh pastor-pastor Jesuit yang berasal dari Belanda ke
Indonesia.
1
Hubertus Muda, Inkulturasi, 1992, Flores: Pustaka Misionalia Candraditya.
Lusia Esti Elihami, Sejarah Berdirinya Paroki Hati Kudus Yesus Ganjuran Inkulturasi Sebagai
Landasan Tubuh Dan Berkembangnya Paroki Hati Kudus Yesus Ganjuran Yogyakarta, Skripsi
S1, Pendidikan Sejarah, USD, 1995, hlm. 21.
2
45
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
BUDAYA RELIGIUS
Masyarakat Setempat
INKULTURASI
DALAM
ARSITEKTUR
GEREJA
KATOLIK
Arsitektur Setempat
BUDAYA BARAT
Dalam Agama Katolik
Arsitektur Gotik
Gb. 13. Inkulturasi dalam Arsitektur Gereja Katolik
Pastor-pastor Jesuit yang menyebarkan agama Katolik di Indonesia kerap
mengalami beberapa benturan dengan budaya-budaya lokal masyarakat Indonesia.
Mereka harus menyesuaikan ajaran agama Katolik dengan kebudayaan
masyarakat sekitar. Hal itu tertulis juga di Konsili Vatikan II dalam dokumen
Gaudium et Spes. Dalam dokumen Gaudium et Spes dijelaskan mengenai makna
kebudayaan dalam artian umum. Kebudayaan dibutuhkan oleh masyarakat hampir
di seluruh penjuru dunia untuk kemajuan diri mereka. Salah satu hasil dari
kebudayaan yaitu religi atau agama. Dengan demikian agama Katolik harus
mampu menjawab tantangan dengan kebudayaan tersebut. Jawaban dari tantangan
tersebut yakni inkulturasi tata peribadatan Katolik dengan kebudayaan setempat,
yaitu kebudayaan Jawa.
Di Ganjuran, pelaku utama kegiatan inkulturasi agama Katolik dengan
kebudayaan setempat adalah keluarga Schmutzer. Josef Schmutzer jauh-jauh hari
telah membuat disain bangunan gereja hendak dibuatnya. Maket dan disain
bangunan yang dirancang menghadap ke Barat dengan bagian altar gereja berada
di sisi Timur.3 Gereja menghadap Barat dan altar berada di sisi Timur juga
memiliki arti yang digagas oleh Josef Schmutzer. Ia berpendapat bahwa manusia
3
Adi Santosa, Transformation Of The Ganjuran Church Complex: A Typological Study,
Penelitian Interior Design Department, 2012, Petra Christian University.
46
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
memiliki banyak dosa dan berada dalam kesengsaraan, sehingga manusia harus
berjuang atau menghadap ke Timur untuk mendapatkan sebuah kebangkitannya
yang baru dan suci kembali. Dalam sebuah video dokumenter karya Peter Johan
yang berjudul Candi Ganjuran: Tanah Para Terjanji (Sebuah Dokumenter),
Gb. 14. Sketsa awal disain bangunan gereja karya Ir. Julius Schmutzer
(Sumber: www.google.com)
Gb. 15. Maket awal disain bangunan Gereja Ganjuran
(Sumber: Video Dokumenter ”Candi Ganjuran Tanah Terjanji”)
47
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
dijelaskan bahwa dahulunya di bagian altar gereja terdapat sebuah rel yang dibuat
agar altar gereja dapat digeser apabila mengalami renovasi atau pelebaran gereja.
Tidak diketahui secara pasti berapa panjang dan jarak rel yang dibuat tersebut.
Seperti bangunan-bangunan Indis lainnya, gereja karya keluarga
Schmutzer mengambil contoh bentuk rumah kampung. Di dalam bangunan gereja
terdapat beberapa tiang utama yang terbuat dari kayu jati. Tinggi tiang penyangga
atau yang masyarakat Jawa kenal sebagai saka guru tesebut sepanjang 3 meter.
Jumlah saka guru pada bangunan gereja ada 12 buah dengan 6 saka guru pada
setiap sisinya. Sama seperti ke-12 sekolah yang dibuat keluarga Schmutzer, ke-12
tiang tersebut bagi Schmutzer diibaratkan sebagai 12 Rasul Yesus4 yang menjadi
penyebar sekaligus penyokong Yesus dalam mewartakan imannya kepada seluruh
dunia.
Gb. 16. Disain kerangka bangunan Gereja Ganjuran.
(Sumber: Adi Santosa, Transformation Of The Ganjuran Church Complex: A Typological Study)
Selain Ir. Julius Schmutzer, ia juga memperkerjakan seorang arsitek
bangunan Hindia-Belanda yang terkenal bernama Th. van Oyen, karya-karya
4
Wawancara dengan Bapak Siwi, tanggal 7 November 2015, jam 9.30, dikuatkan oleh Ibu
Theresia Sutrisniyati.
48
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
besar seperti Gereja Katedral di Semarang.5
Bentuk kampung yang digunakan pada
bangunan gereja Ganjuran dianggap lebih
cocok dengan kondisi jemaat yang terus
berkembang pada saat itu. Bentuk ini
mudah diperluas dengan memanjangkan
gedung ke Barat (ke depan) ataupun ke
Timur (ke belakang altar) gereja. Dalam
adat
Jawa
dimodivikasi
bangunan
ataupun
limasan
boleh
boleh
direnovasi
tanpa mengubah struktur bangunannya,
Gb. 17. Arsitek Gereja Ganjuran Th. van
Oyen
(Sumber: www.google.com)
berbeda dengan rumah adat joglo. Dengan kata lain, Schmutzer memahami betul
alasannya membangun gereja dalam bentuk rumah adat Jawa yakni bangunan
limasan.
Th van Oyen sebagai arsitek bangunan menambahkan beberapa aksen
ataupun ciri bangunan Indis di masa itu. Aksen-aksen tersebut berupa penggunaan
batu kali pada tembok depan gereja dengan tinggi 1,5 meter dan ide pemasangan
tower pada bagian depan gereja yang nantinya akan digunakan sebagai tempat
lonceng gereja. Pada bangunan Indis, penggunaan batu kali yang dipasang di
depan tembok bangunan lebih difungsikan untuk memperkokoh konstruksi
tembok bangunan gereja. Arsitek van Oyen setelah selesai membangun gereja
Ganjuran, semakin terkenal karena karya-karyanya dalam pembuatan gereja yang
5
Sejarah Katedral: Pelayanan Dan Karya (3), diakses dari http://www.katedralsemarang.or.id
/index.php/profile/sejarah/39-sejarah-katedral-pelayanan-dan-karya-3, pada tanggal 12 Agustus
2015, pukul 19.22.
49
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
bernuansakan Jawa di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Hasil karyanya yang tidak
kalah penting bagi perkembangan gereja Katolik di Jawa yakni pembangunan
Gereja Santa Perawan Maria Ratu Rosario Suci atau yang biasa dikenal sebagai
Gereja Katedral Semarang yang dibangun tahun 1927.
Bagian atas gereja yang dirancang oleh Schmutzer dan Th. van Oyen
menggunakan kayu tipis yang dicat putih. Dengan ventilasi gereja yang tinggi
serta plafon yang berwarna terang menambah pencahayaan dalam Gereja. Selain
Gb. 18. Plafon gereja yang berwarna putih menambah pencahayaan ruang gereja
(Sumber: www.google.com)
menambah pencahayaan bagian dalam bangunan serta penyekat antara atap dan
bagian bawah, plafon triplek yang berwarna putih mudah dirawat serta
mempermudah sirkulasi udara dalam ruangan. Sedangkan atap yang dipakai
dalam bangunan gereja Ganjuran merupakan jenis atap pelana. Bentuk atap ini
dipilih karena dianggap paling aman dan mudah pemeliharaannya apabila terjadi
kebocoran. Atap pelana ini terdiri atas dua bidang miring yang ujung atasnya
50
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
bertemu ada satu garis yang biasa disebut sebagai bubungan. Sudut kemiringan
atap ini antara 30 sampai 45 derajat.
Gb. 19. Gereja Ganjuran yang menggunakan atap pelana.
(Sumber: Adi Santosa, Transformation Of The Ganjuran Church Complex: A Typological Study)
Selain mudah dipelihara, penggunaan atap pelana yang kerap dijumpai
pada bangunan tradisional Jawa karena curah hujan di Indonesia cukup besar. Air
hujan yang jatuh di permukaan atap harus cepat disalurkan ke tanah. Untuk itu
dibutuhkan kemiringan bidang atap yang cukup besar, yaitu 30 o. Dengan ini,
diharapkan, air hujan dapat langsung dibuang dari permukaan atap melalui talang
horisontal. Talang ini terpasang di sepanjang bibir permukaan bidang atap.
Gereja yang berada di dekat kompleks pabrik gula tersebut semakin sering
dipadati jemaat. Mengingat bangunan itu adalah bangunan gereja dan masyarakat
sekitar Ganjuran memilik rumah yang cukup jauh dengan gereja, kemudian
Schmutzer mendapat beberapa masukan dari berbagai pihak setelah gereja
tersebut diberkati dan diresmikan menjadi tempat ibadah. Masukan tersebut
berupa penambahan lonceng gereja seperti halnya bangunan gereja di Eropa.
Penambahan lonceng tersebut berfungsi sebagai pengingat waktu berdoa seperti
51
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
doa malaikat Tuhan (angelus) yang dilaksanakan tiap jam 06.00, 12.00 dan 18.00,
serta menjadi tanda bahwa misa atau ekaristi gereja telah dimulai. Penambahan
tower yang dijadikan tempat lonceng gereja dirancang dan diletakkan di atas pintu
masuk gereja. Setahun setelah pemberkatan gereja oleh Mgr. A. van Velsen,
bangunan gereja direnovasi dengan diberikan sebuah lonceng yang didatangkan
khusus dari Belgia. Lonceng gereja tersebut dinamai Elisabeth, sesuai dengan
nama ibu mereka.
Gb. 20. Bagian depan gereja yang terdapat lonceng Elisabeth
(Sumber: www.google.com)
Setelah gereja Ganjuran selesai dibangun, di sana dibentuk sebuah stasi
yang dikepalai oleh Pastor Henri van Driessche. Setelah Pastor Henri van
Driessche meninggal pada tahun 1934, kepemimpinan gereja mulai dilakukan
pergantian. Pergantian kepemimpinan yang pernah ada di Ganjuran antara lain
diketuai oleh Pastor Strater, Pastor Djajaseputra, Pastor Koch, dan Pastor
Versteegh. Pastor-pastor asli Belanda yang membaktikan hidupnya di Ganjuran,
didampingi oleh para katekis berasal dari orang pribumi, antara lain: Raden Mas
52
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
Purwodiwirjo, Raden Mas Atmosatoto, Raden Mas Prawiromandjojo dan Raden
Mas Adisusanto. Para ketekis biasanya memberi masukan kepada para pastor
yang kurang begitu memahami orang Jawa yang tinggal di Ganjuran. Di tahun
1934-lah Ganjuran memiliki seorang pastor pribumi yang menetap di sana, yakni
Pastor Albertus Soegijapranata, S.J., seorang anak didik dari Pastor van Lith di
Muntilan yang kemudian akan menjadi orang Jawa pertama yang menjabat
sebagai Vikaris Apostolik Semarang (Uskup).
Gb. 21. Mgr. van Velsen, keluarga Schmutzer beserta misdinar seusai pemberkatan gereja
(Sumber: St. Claverbond, Perpustakaan Kolsani)
Selama para pastor Belanda dan katekis Jawa melayani jemaat di
Ganjuran, jemaat Ganjuran semakin berkembang. Namun, perkembangan tersebut
tidak diiringi dengan perkembangan bangunan gereja. Sembilan tahun setelah
ditahbiskan menjadi seorang imam, Soegija ditunjuk dan diangkat menjadi uskup.
Selama menjadi uskup di Semarang, ia kerap datang ke Ganjuran untuk
memimpin misa prosesi. Selepas memimpin prosesi di Ganjuran di tahun 1942, ia
53
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
mengusulkan untuk melakukan perluasan gereja ke arah Barat sepanjang 15
meter, dilengkapi balkon tempat koor.6
Setelah perluasan yang dipelopori oleh Mgr. Alb. Soegijapranata, S.J.
tahun 1942, secara perlahan perluasan dilakukan oleh beberapa pastor kepala yang
bertugas di Ganjuran. Di tahun 1959 perluasan bangunan diprakarsai oleh Romo
Sontobudoyo, yakni bangunan limasan ke samping kanan dan kiri. Dengan
demikian dibangunlah sayap selatan dan utara sebagaimana tampak dalam
wujudnya sampai tahun 2006.7 Dengan ditambahnya sayap pada sisi utara dan
selatan, bangunan gereja menyerupai salib dengan bagian kepala di sisi timur.
Pada tahun 1967, Romo Strommesand, S.J. menambahkan beberapa
bangunan di ruang sebelah Timur gereja, yakni sakristi, kantor paroki dan ruang
misdinar.8 Ia juga merintis pembangunan Gereja Stasi Tambran sebagai perluasan
Gereja di daerah Bantul serta memprakarsai pengadaan perangkat gamelan pelog.
Pembangunan ruang di sisi Timur semakin memudahkan para pastor serta
misdinar untuk menyiapkan misa, hal itu dikarenakan sebelumnya mereka
menyiapkan misa serta menyimpan alat-alat liturgi di pastoran gereja.
Romo Gregorius Utomo Pr. Sebagai putra daerah Ganjuran mulai berkarya
di tahun 1991. Ia memprakarsai pemasangan jendela jendela pada dinding sayap
gereja agar dapat dibuka pada hari raya, mengingat perluasan gereja hampir tidak
mungkin dilakukan lagi. Ditahun yang sama, ia juga memprakarsai pengadaan
perangkat gamelan slendro. Di sisi lain, Romo Utomo Pr., menggali lagi nilai-
6
Panitia Pembangunan Gereja Ganjuran Pasca Gempa, Ganjuran Gereja Berkat dan Perutusan:
Pasca Gempa Bumi 27 Mei 2006, 2009, Yogyakarta, hlm. 26.
7
Ibid.
8
Ibid.
54
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
nilai budaya tradisional yang sudah mengakar dan terus berkembang di tanah
Ganjuran. Romo Utomo menjadi pemrakarsa candi Hati Kudus Ganjuran sebagai
tempat ziarah Hati Kudus se Nusantara. Atas dasar itulah kini kompleks gereja
Ganjuran dinamakan sebagai kawasan Mandala Tyas Dalem. Di tahun 1995 mulai
dilaksanakannya pembangunan kompleks peziarah kepada Hati Kudus Tuhan
Yesus (HKTY) di kompleks Candi Ganjuran. Pada akhirnya, tahun 2000
konbloksasi halaman candi sebagai bukti pengembangan kompleks ziarah tersebut
terselesaikan.
B.
Ornamen Kejawaan Bangunan Gereja
Pada tahun 1925, konferensi ke-2 Gereja Katolik se-Hindia Belanda
dilakukan di Batavia. Untuk pertama kalinya wakil dewan Gereja dari Pulau
Sumatera hingga Papua Timur berkumpul dan berdiskusi. Konferensi membahas
upaya penyatuan agama Katolik pada masing-masing daerah9. Diharapkan dengan
dilakukannya konferensi menjadi celah sekaligus membuka pintu penyebaran
agama Katolik di Indonesia.
Josef Schmutzer yang aktif dalam kegiatan politis karena keterlibatannya
dalam Katholieke Sociale Bond (Perkumpulan Sosial Katolik) dan Indische
Katholieke Partij (IKP) sejak tahun 1918 semakin tertantang untuk menyanggupi
permasalahan yang ada dalam konverensi ke-2 Gereja Katolik se-Hindia Belanda
tersebut. Ia berupaya meneguhkan misi Katolik di tempatnya bernaung, yakni di
desa Ganjuran. Dalam upayanya tersebut, mulai tahun 1922 hingga 1924, Josef
dan Julius melakukan kontak dengan pihak-pihak yang memahami budaya Jawa.
9
Video Dokumenter ”Candi Ganjuran Tanah Terjanji”.
55
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
Mereka bertanya dengan masyarakat lokal, yakni para pegawai pabrik gulanya,
mengenai berbagai macam kebudayaan Jawa yang dapat dipadukan dengan agama
Katolik. Celah demi celah berhasil diketahui oleh keluarga Schmutzer.
Konsep Katolik yang berakar dari kebudayaan Jawa pernah diajukan oleh
Josef Schmutzer ke tahta Suci di Vatikan. Sayangnya tahta Suci tidak meluluskan
beberapa materi terkait perpaduan tersebut. Dari berbagai materi yang diajukan
hanya dua materi saja yang diluluskan, antara lain arca Hati Kudus Yesus dan arca
malaikat yang terletak pada bagian altar gereja.10
Dalam perwujudannya pembuatan arca, Josef Schmutzer merekrut
Iko pemahat tersohor asal kota Cirebon. Bersama Yong Soi Ling dan Adi, Iko
membuat arca khas sinkretisme Jawa. Seluruh arca dan altar yang dibuat
dibentuk menggunakan bahan batu putih. Sementara maket arca yang
tersimpan di Belanda seluruhnya berasal dari kayu jati.
Gb. 22. Josef, Iko beserta pemahat lainnya sedang membuat arca
(Sumber: St. Claverbond, Perpustakaan Kolsani)
10
Ibid.
56
kini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
Upaya pengintegrasian nilai-nilai Kristiani dalam kebudayaan Jawa
sebagai bagian dari inkulturasi yang dilakukan keluarga Schmutzer paling tampak
nyata dalam pengggunaan lambang-lambang khas Jawa dalam gereja. Penggunaan
lambang-lambang Jawa dalam konteks keagamaan tersebut paling penting bagi
masyarakat Jawa khususnya penduduk Ganjuran. Karena orang Jawa biasanya
dalam beragama mementingkan pengalaman batiniah.11
Karya inkulturasi utama Schmutzer di dalam gereja Ganjuran adalah altar
dan lambang-lambang yang terdapat di sekitar altar. Serupa dengan tempat
pemujaan agama Hindu dan Buddha, dalam tempat peribadatannya mereka
menerapkan bangunannya sebagai punden berundak. Punden berundak tersebut
dipahami apabila semakin ke atas tempat peribadatan, tempat tersebut semakin
suci. Altar dalam gereja Ganjuran juga dibangun seperti punden berundak dan
menurut konsep tiga dunia dalam agama Jawa (agama asli yang banyak
dipengaruhi agama Hindu Siwa), yakni dari bawah ke atas antara lain bagian
bhurloka (alam bawah), bagian bhuwarloka (alam antara) dan bagian swarloka
(alam atas).12 Alam bawah melambangkan dunia tempat manusia hidup. Alam
antara adalah tempat di mana manusia meninggalkan keduniawiannya dan dalam
keadaan suci menemui Tuhannya. Alam atas melambangkan surga, tempat
kediaman Tuhan.13
11
Niels Mulder, 1983, Kebatinan dan Hidup Sehari-hari Orang Jawa, Kelangsungan dan
Perubahan Kulturil, Jakarta: Gramedia, hal. 21.
12
Orang Jawa menganggap dunia atau alam raya tersusun dalam tingkatan-tingkatan. Pandangan
semacam ini tercimin dalam pembangunan tempat pemujaan terhadap nenek moyang.
13
Soekmono, 1973, Sejarah Kebudayaan Indonesia, Yogyakarta: Kanisius, hal. 83.
57
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
Bhurloka atau dunia bawah dalam altar di gereja Ganjuran diwujudkan
pada kaki altar.14 Pada bagian ini terdapat relief-relief yang menggambarkan
pepohonan, bunga-bunga, tiga burung pemakan bangkai dan dua rusa yang sedang
minum dari sumber yang memancarkan tujuh aliran air. Pepohonan, bungabungaan dan burung pemakan bangkai melambangkan alam semesta yang tidak
kekal. Kedua rusa yang sedang minum melambangkan umat manusia yang
memperoleh keselamatan dari Gereja dan ketujuh sakramennya. Manusia yang
dilambangkan sebagai rusa yang minum tersebut ibarat manusia berdosa
mendambakan keselamatan dari kuasa Tuhan yang terus mengalir seperti air.
Gb. 23. Relief bhurloka terletak pada bagian kaki altar yang menyimbolkan dunia yang tak kekal
(Sumber: Dokumen Pribadi)
Bagian bhuwarloka atau dunia antara merupakan tempat dimana manusia
meninggalkan keduniawiannya dan menghadap Tuhan. Bagian ini terdiri dari
meja altar, tabernakel dan dua malaikat yang sedang menyembah melambangkan
Gereja. Dengan melalui ketujuh sakramen Gereja, manusia ikut ambil bagian
dalam misteri Kristus, dalam karya penebusan Kristus. Bagian ini menceritakan
bahwa manusia tidak lagi aktif berusaha menghadap Tuhan, melainkan Tuhan
14
Lusia Esti Elihami, op.cit., hlm. 69.
58
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
yang telah berinisiatif menyelamatkan manusia melalui karya penebusan
Kristus.15 Karya penyelamatan tersebut masih diteruskan Kristus ditengah-tengah
umat manusia melalui Gereja-Nya.
Alam atas atau swarloka diwujudkan dalam bentuk candi kecil yang
terletak di atas tabernakel. Bagian ini melambangkan kerajaan surga. Di keempat
sudut kaki candi terdapat relief lain seperti burung garuda, sapi, singa dan kepala
bersayap yang melambangkan keempat pengarang Injil. Sedikit melihat ke tengah
candi kecil tersebut ada figur orangtua dan merpati yang dalam satu kesatuan
tampak merangkum monstran16 berisi Sakramen Mahakudus. Relief orang tua
biasa ada di setiap candi-candi Hindu yang ada di Pulau Jawa, namun biasanya
dalam rupa kalamekara.
Dari berbagai ornamen yang ada di bagian altar gereja tersebut ada bagian
yang mengadopsi disain ornamen dari Barat. Ornamen tersebut ialah arca
dengan figur Malaikat yang berada di sisi kiri dan kanan tabernakel. Dalam tradisi
Barat, malaikat biasanya digambarkan sebagai figur anak-anak. Arca dengan figur
malaikat yang dibuat oleh Iko lebih mirip ksatria kraton berpangkat tinggi. Arca
malaikat dibuat dengan karakter seorang ksatria Jawa dengan menggunakan ikat
pinggang motif
kawung dan mahkota. Karakter tersebut direncanakan Josef
karena ia melihat ksatria Jawa merupakan ksatria yang berabdi serta kuat dan
taat pada titah rajanya. Hasilnya, kedua malaikat diletakkan di sisi kiri dan
15
Lusia Esti Elihami, op.cit., hlm. 70.
Monstran yang berasal dari bahasa Latin monstrare, artinya “memperlihatkan” atau
“mempertunjukkan”. Monstran sendiri merupakan wadah yang digunakan Gereja Katolik untuk
memajang Hosti Ekaristi yang sudah dikonsekrasi dalam upacara Pemberkatan Sakramen Maha
Kudus.
16
59
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
kanan tabernakel17, mengapitnya dalam posisi sembah jangga dan menyembah
tabernakel. Posisi sembah jangga merupakan posisi yang biasa dilakukan oleh
abdi raja yang menyembah rajanya atau posisi dimana mereka menyetujui titah
raja dan hendak melaksanakannya.
Gb. 24. Kedua Arca Malaikat yang mengapit tabernakel dalam posisi sembah jangga
(Sumber: Dokumen Pribadi)
Selain altar di dalam gereja masih ada dua karya Schmutzer, yakni arca
Hati Kudus Yesus dan arca Ibu Maria. Arca Hati Kudus Yesus terletak di sisi kiri
altar gereja, atau tepatnya di sisi Utara altar. Sedangkan arca Ibu Maria terletak di
sisi selatan altar. Arca ini, Yesus digambarkan sebagai raja yang bertahta di atas
kursi raja atau singgasananya. Yesus sebagai raja memakai atribut lengkap yang
biasa dipakai oleh raja Jawa, dengan mahkota, aksesoris-aksesoris, dan kain batik
bermotif parang rusak. Kain batik bermotif parang rusak merupakan kain batik
yang hanya boleh dipakai oleh raja Kraton saja, sedangkan yang tidak memiliki
17
Tabernakel merupakan tempat khusus menyimpan Sakramen yang telah disucikan: tubuh,
darah, jiwa dan keilahian Yesus dalam bentuk roti dan anggur yang digunakan dalam ritus komuni
suci.
60
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
kedudukan sebagai raja dilarang untuk mengenakannya. Busana kerajaan klasik
yang dikhususkan bagi raja juga menghiasi arca Hati Kudus Yesus.
Selain penampilannya sebagai raja, arca Hati Kudus Yesus juga
menampilkan martabat ketuhanan-Nya dengan adanya sinar yang melingkupi
bagian belakang kepala-Nya (dalam tradisi Jawa sinar di belakang kepala
menunjukkan martabat kedewaan).18 Kaki Yesus beralaskan padmasana atau
yang
biasa
disebut bunga teratai, bunga lambang kesucian dan kesakralan
sekaligus bunga perlambangan kehidupan manusia. Tangan kiri arca Hati Kudus
Yesus menyilakkan kain kain pundak-Nya dan tangan kanan-Nya menunjukkan
Gb. 25. Bentuk arca Hati Kudus Yesus
(Sumber: www.google.com)
hati-Nya yang tampak bernyala-nyala. Yesus ingin menunjukkan kepada umat
manusia bahwa cinta-Nya kepada manusia begitu besar. Bentuk relief Hati Kudus
Yesus ini pun mengambil inspirasi dari candi-candi di Jawa. Josef Schmutzer, Iko
(sang pemahat) serta Raden Mas Yusuf Purwodiwirjo (katekis Jawa yang saat itu
bertugas di Ganjuran) mengambil figur Budha Maitrea dari candi Plaosan sebagai
18
Lusia Esti Elihami, op.cit., hlm. 72.
61
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
bentuk arca. Dalam ajaran Budha Maitrea, dirinya sebagai lambang yang berarti
tidak mengenal kecewa dan penderitaan.19
Di sisi selatan altar terdaat arca Ibu
Maria.
Pada
relief
ini
Ibu
Maria
digambarkan sebagai seorang ratu Jawa.
Atribut kebesaran seorang ratu nampak
dalam mahkota, hiasan dada, hiasan tangan
dan kaki yang terukir secara ditail dan indah
oleh Iko sang pemahat. Pakaian yang
dikenakan oleh Ibu Maria adalah pakaian
panjang khas kraton dengan ikat pinggang
dan kain kawung sebagai lambang derajat
keningratan. Arca ini mengambil inspirasi
dari arca Pradnyaparamita atau Ken Dedes
dari Singasari. Pengambilan insiprasi Ken
Gb. 26. Arca Pradnyaparamita dari
Singasari
(Sumber: www.google.com)
Dedes sebagai Ibu Maria dikarenakan Ken
Dedes merupakan sosok ibu cikal bakal dari Kerajaan Singasari yang menaungi
seluruh tanah Jawa. Selain inspirasi dari arca Pradnyaparamita, Josef Schmutzer
beserta timnya juga mengambil inspirasi dari relief permaisuri raja Kertarajasa
Jayawardana dari Kerajaan Majapahit yang terdapat pada candi Rimbi. 20 Ibu
Maria dalam arca ini digambarkan sedang menggendong Yesus yang masih kecil.
Walaupun masih kecil sebagai raja Yesus sudah berpakaian kebesaran seperti
19
20
Video dokumenter , loc.cit.
Lusia Esti Elihami, op.cit., hlm. 73.
62
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
layaknya raja Jawa, dengan kain yang bermotifkan parang rusak yang merupakan
busana khas raja Jawa.
Gb. 27. Arca Bunda Maria yang terletak di sisi Selatan altar
(Sumber: Dokumen Pribadi)
Penempatan kedua arca tersebut (Arca Yesus berada di utara altar dan
Arca Ibu Maria di Selatan altar) juga memiliki makna penting dari kebudayaan
Jawa. Bagi masyarakat Jawa, khususnya Yogyakarta, utara merupakan tempat
bagi ayah dan selatan tempat bagi ibu. Hal ini terkait dengan mitos dan legenda
gunung Merapi dan Laut Selatan. Gunung Merapi atau Sunan Merapi terletak di
utara Yogyakarta, memberikan kesuburan dan pelindungan bagi masyakarat
Yogyakarta. Laut Selatan yang dilegendakan dijaga serta ditinggali oleh Kanjeng
Ratu Roro Kidul juga memberikan perlindungan serta berkat bagi masyakarat
sekitar.
Telah dibahas sebelumnya beberapa materi yang diajukan oleh Josef
Schmutzer kepada Tahta Suci di Vatikan, berikutnya yaitu adanya relief atau
panel jalan salib. Panel jalan salib yang diukir oleh Iko menunjukkan konsepkonsep motif lokal, baik dari perawakan masyakarat lokal, pakaian, serta akesoris
63
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
yang dikenakan pada umumnya oleh Kraton Yogyakarta. Panel yang diakui saat
itu hanyalah panel pertama dan kedua dari ke-14 pemberhentian jalan salib yang
ada. Ukiran relief jalan salib yang diukir Iko juga mengambil ide dari salah satu
candi di Jawa Tengah yakni Candi Sewu21. Ia mengukir bingkai jalan salib
tersebut mengambil contoh dari relung yang ada di Candi Sewu. Untuk mengatasi
permasalahan perizinan dari Tahta Suci, Josef menyuruh beberapa pegawai pabrik
ataupun pengajar dari sekolah yang dibuatnya untuk membuat ke-14
pemberhentian jalan salib. Dipilihlah media batik saat itu, karena saat itu batik
merupakan salah satu ciri khas masyarakat Jawa. Pada akhirnya gambar-gambar
jalan salib dari batik menghiasi gereja. Relief jalan salib yang terbuat dari batu
putih karya Iko, baru ditahun 1997 direalisasikan. Panel yang direalisasikan di
tahun tersebut berjumlah 15. Pemberhentian ke-15 Yesus bangkit dari mati
sebagai lambang umat Tyas Dalem yang diutus untuk menjadi berkat bagi sesama.
Peletakan batu pertama Jalan Salib dilakukan oleh Romo Suto Wibowo, Pr.
Gb. 28. Panel jalan salib pemberhentian pertama yang diukir oleh Iko.
(Sumber: Dokumen Pribadi)
21
Video dokumenter , loc.cit.
64
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
C.
Candi Hati Kudus Tuhan Yesus
Candi Hati Kudus Tuhan Yesus merupakan puncak karya inkulturasi
keluarga Schmutzer. Candi tersebut bisa dianggap sebagai puncak karya
inkulturasi karena pada candi inilah kita bisa melihat terobosan paling berani
dalam menggunakan simbol-simbol sakral lokal yang kemudian diberikan warna
dan nafas Kristen. Keluarga Schmutzer yang berani mendobrak sekaligus
menjawab tantangan dari konverensi ke-2 seHindia-Belanda yang diadakan di
Batavia tahun 1925.
Menurut sesepuh lokal dikatakan bahwa, saat ditangani oleh Ferdinand
Barends yang tidak lain adalah kakak tiri dari Josef dan Julius Schmutzer
mengalami krisis serius. Pabrik gula Gondang Lipoera selama 25 tahun
mengalami gagal panen dan kesukaran finansial. Begitu juga masa awal setelah
Josef dan Julius Schmutzer membeli pabrik gula Gondang Lipoera. Keluarga
Schmutzer yang tidak pernah putus asa dan selalu percaya pada Allah kemudian
diberikan keberhasilan dalam mengurus pabrik gula tersebut. Keberhasilan yang
mereka raih terkait dengan keberhasilan mereka dalam menemukan bibit gula
yang bagus serta beberapa faktor lain dikaitkan dengan kuasa campur tangan
Allah dalam kehidupan mereka. Sebagai ungkapan terima kasihnya kepada Allah,
mereka ingin membangun sebuah monumen. Monumen tersebut selain ungkapan
rasa terima kasih kepada Tuhan juga dimaksudkan untuk menghormati Hati
Kudus Yesus.22
22
Van Rijkevorsel, L, SJ., 1928, Eerste Steenligging Van Een H. Hart Monument Op Java, dalam
majalah St. Claverbond, hal. 130-137.
65
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
Gb. 29. Candi HKTY tahun 1930
(Sumber: St. Claverbond, Perpustakaan Kolsani)
Gb. 30. Candi Penataran di Jawa Timur
(Sumber: www.google.com)
Candi dibangun selama dua tahun lebih, mengambil disain dari Candi
Penataran di Jawa Timur. Candi ini diperkirakan dibangun pada masa Raja
Srengga dari Kerajaan Kediri sekitar tahun 1200 Masehi. Dalam Kitab
Nagarakertagama yang ditulis tahun 1365, bagi Raja Hayam Wuruk candi
tersebut dianggap sebagai bangunan suci “Palah”. Dalam Kitab itu pula, Candi
Panataran merupakan tempat percandian atau pemakaman bagi Ken Arok, cikal
bakal Kerajaan Singasari. Candi Panataran yang megah menginspirasi Schmutzer
untuk mengaplikasikannya pada monumen yang hendak dibangunnya. Pada
tanggal 11 Februari 1930 Mgr. van Velsen memberkati candi berikut arca Kristus
Rajanya dan mempersembahkan seluruh Jawa kepada Kristus. Setelah upacara
pemberkatan yang berupa Misa Agung dan prosesi, diadakan pesta besar di
halaman rumah keluarga Schmutzer. Upacara pemberkatan dan pesta dihadiri oleh
para pemimpin Katolik dan umat dari seluruh Jawa.23 Pesta besar itu selain
23
Ibid.
66
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
sebagai ungkapan syukur, juga menjadi acara pelepasan Josef Schmutzer yang
akan kembali ke Belanda.
Gb. 31. Prosesi dan perjamuan yang diselenggarakan oleh keluarga Schmutzer di pelataran Candi
Hati Kudus Tuhan Yesus
(Sumber, St. Claverbond, Perpustakaan Kolsani)
Pada upacara peletakan batu pertama itu diberkati sebuah arca Kristus Raja
yang memperlihatkan hati Kudus-Nya yang bernyala-nyala. Arca berukuran
setinggi 75 cm dan menggambarkan Kristus dalam pakaian raja Jawa tradisional
duduk di atas sebuah tahta. Arca ini merupakan miniatur dari arca besar yang akan
diletakkan di dalam candi. Arca Kristus Raja dimasukkan dalam ruangan di dasar
candi (pripih) dengan disertai sepucuk surat persembahan yang berisi riwayat
pendirian candi serta riwayat Gondang Lipoera yang dipahat pada lempeng
kuningan. Pripih tersebut kemudian disegel dengan aspal agar tidak kemasukan
air.
67
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
Gb.32. Pemberkatan Arca Hati Kudus Tuhan Yesus di pelataran candi
(Sumber: St. Claverbond, Perpustakaan Kolsani)
Gb. 33. Peletakkan batu pertama oleh Keluarga Schmutzer beserta staff pabrik gula Gondang
Lipoera dan guru yang mengajar di Standaardschool yang dibangunnya.
(Sumber: St. Claverbond, Perpustakaan Kolsani)
Sehubungan dengan arca Kristus Raja kecil yang diletakan di dasar candi,
Julius Schmutzer mengatakan, “Jika terjadi peperangan dan segala sesuatu yang
dihancurkan, dan bahkan candi yang indah itu dihancurkan, Yesus akan selalu
68
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
hadir di Ganjuran, aman di dasar candi.”24 Sedangkan menurut beberapa pastor
Belanda yang pernah tinggal di Ganjuran, penanaman sebuah arca pada tempat
yang sangat penting sangatlah wajar. Dikatakan bahwa di Belanda, orangorang yang memiliki tanah garapan biasanya ditaruh sebuah patung Yesus, atau
Bunda Maria, atau patung santo-santa pelindung lainnya25. Peletakan patung
tersebut diharapkan akan selalu memberikan berkah pada tanah yang ditanaminya
agar lebih subur. Begitu juga yang diharapkan Schmutzer, ia ingin menjadikan
Ganjuran sebagai tanah garapan yang subur dan berkembang bagi iman Katolik di
tanah Jawa.
Gb. 34. Candi Hati Kudus Tuhan Yesus
(Sumber: Adi Santosa, Transformation Of The Ganjuran Church Complex: A Typological Study)
Candi dibangun menghadap ke Selatan, tepat berhadap-hadapan dengan
rumah Schmutzer. Bagi penduduk setempat ini diartikan sebagai penghargaan
terhadap mitologi Jawa tentang Kanjeng Ratu Kidul. Sama seperti peletakan arca
Hati Kudus Yesus dan Ibu Maria di dalam bangunan gereja, keduanya masih
berasal dari mitologi yang sama. Bangunan candi dan patung Hati Kudus Yesus
24
25
Video dokumenter, loc.cit.
Ibid.
69
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
juga bahkan terbuat dari batu andesit, batu yang berasal dari gunung Merapi.
Penggunaan batu andesit dari Gunung Merapi lebih melambangkan Allah yang
Mahakuasa bercitrakan sebagai bapak. Bagi masyarakat Daerah Istimewa
Yogyakarta, Gunung Merapi dianggap sebagai bapak yang mahakuasa dengan
segala bentuk mulai dari letusannya yang merusak hingga dampak dari letusan
tersebut yang dapat memberikan kemakmuran bagi anak-anaknya (penduduk
Daerah Istimewa Yogyakarta). Figur arca Yesus sebagai raja juga merupakan
suatu bentuk pencitraan Allah sebagai Bapak yang Mahakuasa.
Candi Hati Kudus Yesus memiliki tinggi 9 meter. Bangunan utama candi
(ruang tempat arca diletakkan) berdiri di atas landasan (pelataran) selebar 14 x 5
meter. Dari landasan menuju tempat arca dihubungkan oleh tangga sebanyak 9
buah anak tangga. Arca yang diletakkan di candi sama dengan arca yang ada di
dalam ruang gereja.26 Yesus bersandangkan klasik seorang raja Jawa lengkap
dengan segala atributnya. Tinggi arca 1,5 meter dan di kakinya terdapat tulisan
Sampeyan Dalem Maha Prabu Jesus Kristus Pangeraning Para Bangsa. Artinya
kira-kira: Sri Baginda Yesus Kristus Raja Pelindung Para Bangsa.
Candi Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran merupakan monumen sebagai
ucapan syukur keluarga Schmutzer. Dari sini jelas bahwa Schmutzer ingin
memperingati Allah sebagai Allah yang berbelaskasih, Allah yang Maharahim
yang selalu bersedia menolong umat-Nya, yang dilambangkan dari hati yang
menyala pada arca. Selain itu mereka juga ingin mengenang Allah sebagai Raja
Mahakuasa, yang telah membimbing mereka melalui masa-masa tersulit dalam
26
Ibid.
70
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
kehidupan mereka. Bagi masyarakat Jawa, candi berfungsi sebagai tempat
pertemuan antara para pemuja dengan raja yang sudah wafat ataupun dewa
mereka. Candi Hati Kudus Tuhan Yesus juga dimaksudkan untuk menjadi tempat
bertemunya umat dengan rajanya, yaitu Kristus.
Menurut Romo Utomo dalam homilinya saat Prosesi Agung Gereja HKTY
Ganjuran tahun 2015 dijelaskan bahwa candi ini bercitra ibu sekaligus bapak.
Sifat kerahiman Allah tampak dalam bentuk candi itu sendiri. Bagi masyarakat
Jawa, candi merupakan tempat yang gelap dan suci yang melambangkan rahim
seorang ibu. Rahim selalu dihubungkan dengan kelahiran (kehidupan baru) dan
sangat erat hubungan dengan ibu. Allah yang Maharahim adalah Allah yang
bercitra ibu yang berbelas-kasih yang mau menderita demi melahirkan manusia
baru.27 Allah bercitra ibu (Allah yang Maharahim) juga tampak semakin jelas
dengan dihadapkannya candi ke arah selatan, ke Laut Selatan di mana Kanjeng
Ratu Kidul bersemayam.
Tidak hanya arah serta bahan pembuat candi saja yang mengambil
mitologi yang dianut oleh masyarakat Jawa. Mitologi lain yang masyarakat Jawa
anut dan diungkapkan dalam pembangunan candi yakni angka suci yang menjadi
bagiannya. Angka suci yang dimaksud ialah angka 3 dan 9. Angka 3 diungkapkan
dalam jumlah susunan tingkat pada candi, serta jumlah tangga pertama. Angka 3
melambangkan tingkatan atau tahapan manusia untuk bertemu dengan Allah sang
Pencipta. Hal itu sudah dijelaskan pada bagian tingkatan yang ada di altar gereja.
Angka 9 menghiasi seluruh bagian Candi Hati Kudus Tuhan Yesus. Tinggi candi
27
Homili dari Romo Utomo Pr. saat Prosesi Agung HKTY Ganjuran 2015, tanggal 28 Juni 2015.
71
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
Ganjuran adalah 9 meter dan tangga untuk naik ke candi dari pelatarannya terdiri
dari 9 tangga. Dalam tradisi kebatinan Jawa angka 9 dianggap angka suci karena
tubuh manusia memiliki 9 lubang. Untuk dapat menghadap Tuhan orang harus
“nutupi babahan sanga” atau menutupi kesembilan lubang yang dimiliki tubuh.28
Dengan kata lain untuk dapat bertemu dengan Tuhan orang harus mengingkari
diri atau bermatiraga. Kesembilan lubang yang dipunyai bagi orang Jawa
merupakan sumber nafsu. Hanya dengan mengekang nafsulah orang dapat
bertemu dengan Tuhan. Dengan mengingkari diri (dilambangkan dengan menaiki
kesembilan anak tangga) barulah kita dapat bertemu dengan Yesus.
Lambang 9 juga nampak di bagian luar candi, terdapat 9 buah candi kecil
yang merupakan kran air. Air yang keluar tersebut berasal dari sungai bawah
tanah di bawah Candi Hati Kudus Tuhan Yesus. Sumber air ditemukan,
pemakaian air pertama kali dilakukan oleh Bapak Perwita yang tengah menderita
sakit tahun 1998.29 Sama halnya dengan tempat-tempat ziarah lainnya, air yang
berasal dari tempat suci juga dipercaya memberikan berkat bagi penggunanya
serta sebagai ujud perantara kebaikan Tuhan. Sumber air yang mengalir di bawah
candi kemudian dinamakan “Tirta Perwitasari”. Pemberian nama tersebut juga
berasal dari Serat Bima Suci di mana Bima salah satu tokoh dari Pandawa Lima
hendak mencari tirta perwitasari. Tirta perwitasari ini digambarkan sebagai
sebuah sumber air sari kehidupan yang dapat menyelamatkan sekaligus
menyempurnakan kehidupan Bima. Tirta adalah air, Sari merupakan sebuah inti.
28
29
Ibid.
Panitia Pembangunan Gereja Ganjuran Pasca Gempa, op.cit., hlm. 28.
72
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
Secara kebetulan, orang pertama yang mengaku telah dikabulkan doanya setelah
meminum air tersebut bernama Bapak Perwito.
Gb. 35. Kran air Trita Perwitasari yang bejumlah 9, masing-masing terdapat 3 di setiap sisi Candi
HKTY
(Sumber: Adi Santosa, Transformation Of The Ganjuran Church Complex: A Typological Study)
Beberapa tahun setelah penemuan dan pembuatan kran dari Tirta
Perwitasari tersebut, dibangunlah tempat lain di sisi barat candi sebagai pengganti
kran air yang telah ada. Hal itu disebabkan oleh berbagai faktor. Faktor pertama
yaitu semakin banyaknya peziarah yang mengambil air dari kran di pinggir candi
menyebabkan saluran utama yang tepat di bawah candi tidak mampu lagi
menghasilkan air. Faktor kedua, karena bila banyak orang yang mengambil air di
pinggir candi, suara percikkan air yang disebabkan dari kran tersebut menggangu
kekhusyukan doa para peziarah. Baru di tahun 2005 tepat setahun sebelum gempa
Yogyakarta tahun 2006 terjadi kran dari Tirta Perwitasari tersebut dipindahkan.
73
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
Gb. 36. Kran air Tirta Perwitasari yang sudah dipindah tahun 2005
(Sumber: Dokumen Pribadi)
Untuk melengkapi ornamen dalam gereja, dilengkapi pula rangkaian
peristiwa jalan salib yang digambarkan dengan inkulturasi kejawaan dengan
agama Katolik. Schmutzer dan Iko yang sebelumnya telah membuat sebuah relief
jalan salib pemberhentian pertama dengan corak Hindu-Jawa yang melekat pada
pakaian Yesus dilarang oleh Vatikan, namun usahanya untuk melengkapi
ornamen gereja tetap dilakukan. Pada tahun 1930, gambar rangkaian peristiwa
Jalan Salib masih berupa kain kanvas yang dibatik menjadi cerita dan difigura
serta diletakkan di atas jendela gereja.30 Pada tahun 1997, panel-panel Jalan Salib
dibuat dengan relief yang diukir pada batu berwarna putih. Jumlah panel
pemberhentian tersebut ada 15 dimana pemberhentian ke-15, Yesus bangkit dari
mati sebagai lambang umat Tyas Dalem yang diutus menjadi berkat bagi
30
Wawancara dengan Bapak Siwi, tanggal 7 November 2015, jam 9.30.
74
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
sesama31. Untuk memulai Jalan Salib diawali dengan berdoa di patung Ibu Maria
seperti yang ada di dalam bangunan gereja, namun patung ini terbuat dari batu
andesit hitam.
Gb. 37. Arca Bunda Maria untuk memulai doa Jalan Salib di Ganjuran.
(Sumber: Dokumen Pribadi)
Gb. 37. Relief Jalan Salib di pelataran Candi Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran.
(Sumber: Dokumen Pribadi)
31
Panitia Pembangunan Gereja Ganjuran Pasca Gempa, loc.cit.
75
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
Dari beberapa Romo yang memimpin Gereja Ganjuran, banyak diantara
mereka yang membangun bangunan di luar bangunan gereja, seperti pastoran,
parkiran serta tempat berjualan bagi masyarakat sekitar. Pada tahun 2000 saat
Romo G. Utomo, Pr. menjadi romo paroki Ganjuran, ia memprakarsai
pemasangan jendela pada dinding-dinding sayap gereja agar dapat dibuka pada
hari raya, mengingat perluasan gereja hampir tidak mungkin dilakukan lagi.
Setelah ditetapkannya Ganjuran sebagai tempat peziarahan tahun 1997, di tahun
2003 dibangun dua buah bangunan tambahan di sisi utara dan selatan gereja.
Bangunan tersebut berbentuk pendapa dengan atap kampung dan berfungsi
sebagai tempat berkumpul beberapa paguyuban yang ditangani oleh Paroki Hati
Kudus Tuhan Yesus Ganjuran dan paguyuban lainnya, serta digunakan sebagai
tempat umat beribadah saat hari raya besar.
Gb. 38. Nampak pendapa dengan atap rumah kampung yang ada di sisi Utara dan Selatan gereja
(Sumber: www.google.com)
76
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV
KEJAWAAN GEREJA GANJURAN
PASCA GEMPA YOGYAKARTA TAHUN 2006
A.
Peristiwa Gempa Yogyakarta 27 Mei 2006
Sabtu tanggal 27 Mei 2006 jam 05.55 WIB, gempa bumi hebat
berkekuatan 5,9 Skala Ritcher (SR) melanda Kabupaten Bantul, Yogyakarta dan
sekitarnya. Secara umum posisi gempa berada sekitar 25 kilometer selatan-barat
daya Yogyakarta. Posisi lokasi gempa terletak di koordinat 8,26o LS dan 110,31o
BT pada kedalaman 17 km. Pusat gempa (episenter) berada di dalam laut, tetapi
tidak mengakibatkan tsunami. Gempa juga dapat dirasakan di Solo, Semarang,
Purworejo, Kebumen dan Banyumas. Getaran yang diakibatkan juga sempat
dirasakan sejumlah kota di provonsi Jawa Timur seperti Ngawi, Madiun, Kendiri,
Magetan, Pacitan, Blitar dan Surabaya.
Tercatat oleh BMG (sekarang BMKG) terjadi tiga kali gempa susulan
berkekuatan besar pada pukul 06.10 WIB, 08.15 WIB, dan 11.22 WIB. Indonesia
terletak di antara tiga lempeng utama dunia yaitu lempeng Australia, lempeng
Eurasia dan lempeng Pasifik serta berada di posisi Ring of fire menjadikan
Indonesia kerap mengalami bencana gempa bumi dan letusan gunung berapi.1
Terjadinya gempa ini disebabkan karena adanya pergeseran sesar Opak yang
membentang dari pesisir pantai Bantul hingga ke Prambanan sepanjang 40 km.
1
“Gempa Bumi Yogyakarta 2006”, diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Gempa_bumi_
Yogyakarta_2006, pada tanggal 11 November 2015 pukul 20.12.
77
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
Meskipun pada saat bersamaan Gunung Merapi yang berada di Utara Yogyakarta
sedang meletus, namun para pakar mengatakan kedua peristiwa tersebut tidak
saling berhubungan.
Gempa tersebut mengakibatkan banyak rumah dan gedung perkantoran
yang roboh, rusaknya instalasi listrik dan kantor komunikasi mengakibatkan
komunikasi di Yogyakarta menjadi lumpuh. Bahkan 7 hari sesudah gempa,
banyak lokasi di Bantul belum teraliri listrik. Menurut cerita penduduk lokal yang
ada di Ganjuran, gempa tersebut membuat panik seluruh warga sekitar.
Dikarenakan gempa tersebut terjadi dini hari, banyak warga yang terjebak di
dalam rumah. Mereka yang dapat keluar dengan cepat tidak sempat
menyelamatkan harta benda maupun keluarganya yang masih ada di dalam
rumah.
Banyak bangunan di daerah Bantul dan sekitarnya porak-poranda akibat
gempa berkekuatan 5,9 SR tersebut. Bangunan gereja Katolik Ganjuran yang
dibuat oleh keluarga Schmutzer pun ikut runtuh. Bagian yang runtuh terletak di
pintu masuk gereja, menara yang terletak di atas pintu masuk gereja roboh. Saat
terjadi gempa bumi, gereja Ganjuran sedang mengadakan misa pagi, sekitar 19
orang. Mereka semua terjebak di dalam gereja. Seperti biasanya karena, yang
mengikuti misa berjumlah sedikit, maka hanya satu pintu gereja saja yang dibuka,
yakni pintu utama. Beberapa umat ada yang cidera dan tedapat 4 orang meninggal
78
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
Gb. 40 dan 41. Bagian depan gereja yang roboh akibat gempa.
(Sumber: www.google.com)
tertimpa reruntuhan bangunan menara lonceng. Guncangan gempa yang sangat
kuat membuat lonceng gereja lepas dari kaitnya, dan jatuh menimpa umat yang
keluar melalui pintu utama. Dari seluruh bagian gereja, bagian depan mengalami
kerusakan yang sangat parah. Walaupun begitu Candi, Pastoran, Pendapa dan
bangunan-bangunan-bangunan pendukung lainnya tetap berdiri.2
Gb. 42. Proses perataan bangunan Gereja Ganjuran.
(Sumber: www.google.com)
Simpati dan kepedulian masyarakat sangat besar, mereka menyalurkan
bantuan melalui gereja Ganjuran. Atas koordinasi Karina Keuskupan Agung
2
Panitia Pembangunan Gereja Ganjuran, Ganjuran Gereja Berkat dan Perutusan : Pasca Gempa
Bumi 27 Mei 2006, 2009, Yogyakarta.
79
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
Semarang, Posko Karina dibuka di Ganjuran. Kompleks Mandala Hati Kudus
Tuhan Yesus Ganjuran digunakan sebagai posko keselamatan penduduk sekitar
Ganjuran. Mereka mendirikan posko di pelataran candi Ganjuran dan sekitarnya.
Melalui posko ini kebutuhan logistik untuk semua korban gempa yang
membutuhkan disalurkan. Rm. Antonius Jarot Kusno Priyono, Pr. bersama Rm.
3
Wiyana, Pr. mengkoordinasikan langsung pengelolaan Posko Karina Ganjuran.
Bantuan yang datang dibagikan secara merata kepada korban yang berada di
posko, bukan hanya untuk umat Katolik di Ganjuran semata.
Lebih dari dua bulan umat dilanda kesedihan, mereka juga tidak dapat
merayakan ibadah karena gereja maupun pelataran Candi digunakan sebagai
posko bencana. Empat bulan pasca gempa, dibentuklah panitia pembangunan
gereja darurat untuk membuat gereja sementara yang tahan akan gempa. Gereja
darurat tersebut berada di halaman pelataran Candi Hati Kudus Yesus.
Dengan
panjang kurang lebih 15 meter dari Utara ke Selatan dan lebar 7 meter dari Barat
ke Timur. Pemberkatan gereja darurat tersebut dilaksanakan di bulan Agustus
tahun 2006, ditandai dengan digelarnya wayangan oleh Romo Wiyana, Pr. di
pelataran Candi Hati Kudus Yesus.
3
Ibid.
80
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
Gb. 43. Gereja darurat yang dibuat pasca gempa.
(Sumber: www.google.com)
Selain mudah, cepat dalam membangunnya dan aman, gereja darurat yang
berdiri menunjukkan sifat kesederhanaannya. Pembuatan gereja darurat tersebut
berlangsung kurang lebih selama tiga minggu yang dikerjakan oleh empat orang
pekerja tetap dan dibantu oleh masyarakat sekitar secara gotong royong. Gotong
royong dilakukan secara bergantian dari tiap lingkungan di paroki Ganjuran setiap
4
harinya. Selama membangun gereja darurat, dana pembangunan berasal dari
donatur, sumbangan masyarakat serta subsidi pemerintah.
Material yang digunakan semuanya berasal dari alam. Tiang gereja terbuat
dari bambu besar yang saling diikat dengan tali ijuk dan menggunakan atap yang
terbuat dari padi yang dikeringkan. Bambu yang digunakan yaitu bambu petung
dengan berdiameter kurang lebih 15 centimeter berasal dari daerah Magelang dan
Muntilan. Bambu petung dikenal sebagai salah satu jenis bambu yang memiliki
4
Wawancara dengan Bapak Siwi, tanggal 7 November 2015, jam 9.30.
81
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
ukuran lingkar batang yang cukup besar sehingga mampu digunakan sebagai tiang
penyangga rumah. Konstruksi rumah yang dibuat sedemikian rupa dibuat agar
mampu bertahan dari gempa-gempa susulan yang ditakutkan dapat merusak
gereja yang baru jadi.
Dipilihnya pelataran Candi Hati Kudus Yesus sebagai tempat berdirinya
gereja sementara karena kompleks Gereja Ganjuran tidak memiliki lahan lain
untuk bisa menampung orang banyak, selain itu di Selatan gereja juga masih
digunakan sebagai posko bencana alam. Unsur filosofi juga digunakan dalam
pemilihan berdirinya gereja sementara tersebut. Posisi altar gereja yang berada di
Utara menjadi satu bagian dalam ritual berdoa di Candi Hati Kudus Ganjuran
yang selalu menghadap Candi (Utara) dimana Arca Yesus sebagai Raja
diletakkan.
B.
Ide Pembangunan Kembali Gereja
Dengan bantuan yang diterima dari berbagai pihak, Umat Katolik Paroki
Ganjuran bersama masyarakat sekitar memperbaiki rumah tinggal dan aneka infra
struktur yang rusak akibat gempa. Seiring denggan pemakaian gereja darurat di
pelataran Candi Hati Kudus Yesus, dibuatlah panitia pembangunan gereja utama
sebagai pengganti gereja yang sudah roboh akibat gempa. Proses penyusunan
panitia pembangunan berlangsung cukup lama pasca gempa karena masyarakat
Ganjuran fokus memulihkan kondisi sosial ekonomi mereka terlebih dahulu.
82
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
Setahun pasca gempa, tahun 2007, dibuatlah panitia pembangunan gereja
untuk membangun sebuah gedung gereja baru. Selagi menunggu kesiapan dari
rancangan, serta kondisi masyarakat Ganjuran membaik, panitia mengumpulkan
dana dari para donatur serta uang kolekte mingguan untuk mendirikan bangunan
gereja permanen. Terhitung sejak Januari 2009 pembangunan gereja Ganjuran
dilaksanakan oleh umat Paroki Ganjuran.
Ide pembangunan gereja Ganjuran berasal dari beberapa Romo yang telah
sekian lama tinggal dan mengabdi di Paroki Ganjuran. mereka telah mengenal
berbagai macam dari gereja Ganjuran serta maksud dan tujuan pembangunan
gereja pada masa silam seperti yang direncanakan oleh pendiri gereja Ganjuran
yaitu keluarga Schmutzer. Panita pembangunan gereja yg dibuat juga melibatkan
beberapa orang yang ahli dalam kebudayaan Jawa seperti Romo FX. Wiyana Pr.,
Ir. Winarno (sebagai arsitek tradisional Jawa), Y. Arditya Samudra (sebagai
Arsitek Gereja), serta beberapa tim ukir yang diketuai oleh Dalijan dan Bapak
Petrus sebagai ahli ukir Jawa – Katolik5.
Selama pengumpulan ide-ide terkait rancangan gereja bentuk baru,
dilakukan beberapa kali rapat. Beberapa kali rapat dilakukan di Kantor
Keuskupan Agung Semarang yang dihadiri oleh Bapak Uskup. Dari rapat-rapat
itu diperoleh kesepakatan bahwa gereja yang akan dibangun merupakan bangunan
Jawa berbentuk Joglo dengan ornamen-ornamen kejawaan yang dapat dipadukan
dengan injil dalam ajaran agama Katolik. Perpaduan ini tidak luput dari pemikiran
5
Panitia Pembangunan Gereja Ganjuran, loc.cit.
83
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
para perancang karena perpaduan kebudayaan dengan agama Katolik (inkuturasi)
sudah menjadi bagian khas yang terdapat dari gereja Ganjuran.
Untuk mewujudkan ide-ide yang telah diungkapkan oleh para sesepuh
Ganjuran, berbagai macam upaya dilakukan oleh panitia pembangunan gereja.
Upaya tersebut antara lain, memanggil arsitek tradisional Jawa, menunjuk tukangtukang ahli, bahkan hingga meminta izin resmi kepada Sultan Hamengkubuwono
X untuk membuat bangunan joglo mewah menyerupai joglo yang dimiliki
Kesultanan Yogyakarta. Permintaan izin tersebut dilakukan karena apabila ingin
menggunakan atribut kerajaan baik dalam bangunan, pakaian, dan sebagainya
harus meminta izin resmi kepada Sultan sesuai dengan peraturan Kesultanan
Yogyakarta. Selain bentuk joglo yang megah menyerupai joglo di Keraton
Yogyakarta, berbagai ornamen juga diadopsi dari ornamen pada joglo Keraton.
Dalam perancangan bangunan gereja, Winarno (arsitek tradisional Jawa)
dan Aditya Samudra (arsitek gereja) selalu berkonsultasi dengan romo-romo di
Ganjuran. Romo-romo tersebut memberikan masukan bahwa dalam merancang
bangunan baru untuk menampilkan kejawaan yang lebih kental dan semakin
memiliki makna kerohaniannya, maka tiap ornamen gereja harus dipadukan
dengan ajaran Yesus yang termuat dalam Injil. Bentuk kejawaan dan
penggabungan kebudayaan Jawa – Katolik yang ingin diwujudkan dalam gereja
Ganjuran yang baru merupakan sebuah ungkapan penerusan cita-cita keluarga
84
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
Schmutzer
yang
terus
ingin
mengembangkan
kebudayaan
Jawa
serta
menunjukkan bahwa inkulturasi gereja tidaklah pernah mati6.
Selain bangunan gereja utama yang diperbaiki, panita juga merancang
pembangunan fasilitas lainnya yang menunjang peziarahan di Ganjuran.
Bangunan pendapa di sisi Utara dan Selatan gereja yang tidak mengalami
kerusakan kemudian tetap digunakan. Kedua bangunan itu dipindahkan ke sisi
selatan gereja. Fungsi dan bahan dari pendapa tersebut tetaplah sama, yakni
sebagai tempat peristirahatan para peziarah yang datang ke Ganjuran.
Gb. 44. Pendapa pindahan dari pendapa lama yang aman dari gempa,
terletak di sisi Selatan gereja.
(Sumber: Dokumen Pribadi)
C.
Bentuk dan Filosofi Bangunan Gereja Baru
Masyarakat Jawa mengenal bangunan joglo sebagai bangunan yang megah
namun hanya bisa dimiliki oleh orang kaya atau orang-orang terpandang seperti
raja, bangsawan, bupati, kepala desa, dsb. Secara fungsional bangunan ini dapat
menampung orang dalam jumlah yang banyak karena tidak memiliki sekat antar
6
Wawancara dengan Bapak Siwi, loc.cit.
85
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
bagian bangunan, cocok sebagai tempat pertemuan besar. Susunan rumah
tradisional yang dimiliki oleh bangsawan Jawa zaman dahulu, biasanya dibagi
menjadi tiga bagian. Pertama, ruang depan yang berfungsi sebagai ruang
pertemuan atau yang biasa disebut pendhapa. Kedua, ruang tengah atau ruang
yang dipakai untuk mengadakan tontonan wayang kulit yang disebut pringgitan.
Ketiga, ruang belakang yang disebut dalem atau omah jero sebagai ruang
keluarga. Dalam omah jero terdapat tiga buah senthong (kamar) yaitu senthong
7
kiwa, senthong tengah (petanen) dan senthong kanan.
Gb. 45. Sketsa disain gereja dengan Ruang Adorasi di sisi Barat gereja.
(Sumber: Perancangan, Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran)
Bagi umat Katolik ruangan yang dimaksud omah jero atau senthong
merupakan bagian yang paling suci. Senthong tengah biasa digunakan sebagai
tempat tabernakel atau tahta Allah atau Yesus. Bagi masyarakat Jawa pada
umumnya, senthong tengah digunakan sebagai tempat penyimpanan beras.8
Berdasarkan filosofinya, Dewi Sri atau dewi kesuburan, dewi padi, selalu
7
H.J. Wibowo, dkk, Arsitektur Tradisional Daerah Istimewa Yogyakarta, 1998, Jakarta : CV.
Pialamas Permai, hlm. 61.
8
Ibid., hlm. 63.
86
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
memberikan kesuburan bagi tanah garapan dan kemakmuran bagi masyarakat
Jawa. Oleh sebab itu, beras ditempatkan di ruangan istimewa dalam sebuah
rumah. Di gereja Ganjuran, tempat yang sakral atau senthong tengah pun
digunakan sebagai tempat tabernakel, persemayaman tubuh Yesus dalam rupa roti
dan anggur. Untuk bagian altar di gereja terletak di depan tabernakel atau
senthong tengah.
Gb. 46. Gereja Ganjuran tampak depan.
(Sumber: Dokumen Pribadi)
Terdapat tiga area penting di dalam gereja Ganjuran, area tersebut yakni,
area panti imam, area panti umat dan area gamelan. Area panti imam merupakan
area paling penting dan paling sakral karena di area ini terdapat tabernakel yang di
dalamnya terdapat Hosti. Area panti umat merupakan area dimana umat
mengikuti proses ekaristi. Panti umat merupakan area paling luas di dalam gereja.
Area gamelan merupakan area dimana alat-alat gamelan diletakkan dan dimainkan
oleh pemain gamelan untuk mengiringi lagu selama perayaan ekaristi.
Bagian terpenting dari suatu gereja yakni adanya sebuah altar untuk Pastor
memimpin ekaristi dan tabernakel untuk menempatkan hosti perlambang tubuh
87
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
Yesus. Di bangunan gereja baru ini, altar terletak di sisi utara menghadap ke
selatan, tepat berhadapan langsung dengan jalan masuk utama gereja. Altar dan
tabernakel merupakan salah satu bagian penting gereja yang aman dari gempa
yang melanda. Sewaktu belum terjadi gempa, meja altar gereja menggunakan
ornamen dan hiasan yang sederhana seperti kain putih serta bunga, namun meja
altar baru menggunakan kayu yang diukir dengan diberi warna emas dan hijau
yang menjadi warna liturgi. Kain putih digunakan untuk melapisi altar pada gereja
lama dan di sekelilingnya dihiasi bunga altar. Sedangkan meja altar pada gereja
baru dilapisi kain putih, dihiasi rangkaian bunga altar, dan ada tambahan ornamen
dengan ukiran burung pelikan yang memberikan makan kepada anak- anaknya.
Gb. 47. Altar Gereja Ganjuran lama dengan ornamen yang sederhana.
(Sumber: www.google.com)
Gb. 48. Altar Gereja Ganjuran baru dengan ornamen yang lebih mewah dan megah.
(Sumber: Dokumen Pribadi)
Seperti gereja pada umumnya di Indonesia, di sisi kiri dan kanan altar
terdapat patung Yesus Kristus dan Bunda Maria. Patung Yesus terletak di sebelah
88
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
kiri altar sedangkan patung Maria terletak di sebelah kanan altar. Patung Yesus
dan Maria di gereja Ganjuran menggambarkan mereka sebagai raja Jawa. Di
bagian senthong kiwa gereja Ganjuran diletakan patung Sang Kristus Hati Kudus
dengan pakaian Raja Jawa Klasik yang sebelum gempa terdapat di sebelah utara
altar gereja atau di kiri altar (lihat halaman 63). Sedangkan di senthong kanan
terdapat patung Dyah Mariyah Ibu Ganjuran yang menggambarkan sosok ibu raja
dengan pakaian Ratu Jawa Klasik sedang menggendong putra Raja dan duduk
beralaskan bunga teratai (lihat halaman 65). Hal ini tidak terlepas dari filosofi
yang dimiliki masyarakat Jawa, dimana Raja selalu duduk di sisi kanan Ratu dan
Ratu selalu duduk di sisi kiri Raja. Kedua arca tersebut merupakan kedua arca
yang dulunya terdapat di sisi kiri dan kanan altar namun masih utuh saat gempa
bumi 26 Mei 2006 menimpa.
Gb. 49. Interior gereja yang penuh dengan ornamen kejawaan.
(Sumber: Dokumen Pribadi)
Bila
dilihat
secara
sekilas,
beberapa
ornamen
gereja
Ganjuran
menunjukkan kreativitas perancang dan senimannya saja. Namun bila
89
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
diperhatikan secara seksama dan dikaitkan dengan ajaran agama Katolik yang
bersumber pada Alkitab, setiap ornamen gereja memiliki maknanya sendiri.
Dimulai dari bagian panti umat terdapat beberapa ornamen yang semakin
menunjukkan kejawaan dan inkulturasi gereja Ganjuran antara lain: 1) Umpak, 2)
ornamen probo, wajikan, padma, 3) ornamen nanasan, 4) untu walang 5) atap
tumpang sari, 6) wuwung kembang turen, 7) ornamen banyu tumetes, 8) lantai
gereja yang menyilang, 9) usuk periuk, 11) warna-warna yang ada di bangunan
gereja, 11) serta beberapa ukiran pada altar lainnya.
Umpak merupakan suatu
bagian dari sebuah bangunan yang
berfungsi sebagai alas tiang (tiang
kayu atau tiang lainnya). Umpak
juga digunakan sebagai pondasi
bangunan terutama untuk rumah
tradisional ataupun penyangga
Gb. 50. Umpak.
(Sumber: Dokumen Pribadi)
tiang pendopo. Nama lain dari
umpak adalah batu sendi. Kegunaan dari umpak ini sendiri dalam sebuah
arsitektur bangunan adalah berfungsi untuk meninggikan bangunan serta
memberikan ruang jeda antara tanah dengan kayu sebagai tiang penyangga.9 Hal
ini dilakukan agar tiang menjadi lebih awet dan tidak dimakan rayap.
Umpak dapat berasal dari susunan batu yang disemen atau bahkan sekedar
tatanan batu bata. Akan tetapi yang paling sering dan umum digunakan adalah
9
Ibid., hlm. 106.
90
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
umpak berbahan dasar batu alam dalam hal ini batu alam gunung merapi atau batu
candi. Sering pula lebih dikenal dengan sebutan batu umpak dibanding umpak
batu. Umpak yang menjadi pondasi tiang memiliki ukiran stilasi10 dari bentuk
sulur tanaman. Batu pondasi ini dapat diartikan sebagai landasan iman gerejawi
yang diumpamakan sebagai batu karang,11 seperti termuat dalam Injil Matius 16:
16-18.
Di atas umpak terdapat ornamen probo
yang melambangkan cahaya.12 Ornamen ini
memiliki keanehan bila dicermati, pada tradisi
Katolik simbol cahaya biasanya selalu berada
pada bagian atas karena dianggap cahaya
datang
dari
atas,
langit/matahari/Tuhan
berasal
sendiri.
dari
Penyimbolan
Tuhan sebagai cahaya yang memberikan
penerangan bagi umatnya13 terdapat pada Injil
Lukas 2: 9-11. Diantara probo atas dan probo
bawah terdapat ornamen berbentuk wajik.
Gb. 51. Ornamen Probo dan Wajikan.
(Sumber: Dokumen Pribadi)
Ornamen ini disebut wajikan. Wajikan merupakan makanan „wajik‟ yang diberi
makna yaitu sebagai manisnya kehidupan serta makna baru lainnya yaitu
melambangkan segitiga Kasih yang tercantum pada Alkitab.14
10
Stilasi adalah menggayakan objek atau merubah bentuk tanpa meninggalkan bentuk aslinya.
Panitia Pembangunan Gereja Ganjuran, op.cit., hlm. 5.
12
H.J. Wibowo, dkk, op.cit., hlm. 170.
13
Panitia Pembangunan Gereja Ganjuran, op.cit., hlm. 6.
14
Ibid,. hlm. 7.
11
91
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
Bagian berikutnya terletak di sebelah atas dari saka guru yang digunakan
sebagai penyangga gereja. Terdapat ornamen bulu burung merak yang
berpasangan dengan ornamen probo. Melihat semakin ke atas dari saka guru,
terdapat susunan tiang yang saling menyatu tanpa menggunakan sebuah paku
hingga sedemikian rupa namun tetaplah kokoh. Susunan kayu tersebut disebut
untu walang. Untu walang menunjukkan bahwa iman Katolik semakin menguat
dalam kehidupan yang penuh pengharapan akan kasih Allah.15
Gb. 53. Nanasan.
(Sumber: Dokumen Pribadi)
Gb. 52. Untu Walang.
(Sumber: Dokumen Pribadi)
Ornamen berikutnya ialah nanasan16 yang terletak berdekatan dengan
susunan kayu untu walang. Nanasan melambangkan perjuangan hidup untuk
menikmati kehidupan yang manis harus berjuang terlebih dahulu.17 Sesuai dengan
filosofi nanas bahwa jika kita ingin menikmati daging nanas yang manis haruslah
15
Ibid., hlm. 8.
H.J. Wibowo, dkk, op.cit., hlm. 140.
17
Panitia Pembangunan Gereja Ganjuran, op.cit., hlm. 9.
16
92
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
mengupas kulit nanas tersebut yang berduri. Hal ini mengingatkan tentang ajaran
Kristus yang tercantum dalam Markus 8: 35 tentang syarat-syarat mengikuti Dia.
Ornamen berikutnya terletak di atap gereja, di tiap sudut atap joglo di
gereja Ganjuran terdapat ornamen wuwung kembang turen. Wuwung kembang
turen merupakan sebuah ornamen yang melambangkan kewibawaan yang tinggi.
Kemudian di bawah atap gereja terdapat ornamen listplank berbentuk seperti
tetesan air yang meniris dengan nama banyu tetes.18 Ornamen ini melambangkan
bahwa Allah selalu memberikan rejeki kepada umat-Nya,19 seperti air hujan yang
memberi kesuburan pada tanah di bumi.
Gb. 54. Wuwung kembang turen dan listplank banyu tumetes.
(Sumber: Dokumen Pribadi)
Selain ornamen-ornamen yang menunjukkan keagungan gereja Ganjuran,
warna-warna yang ada di bangunan gereja tersebut juga menunjukkan warnawarna liturgi. Warna hijau bermakna sebagai masa pengharapan akan datangnya
18
19
H.J. Wibowo, dkk, op.cit., hlm. 178.
Panitia Pembangunan Gereja Ganjuran, op.cit., hlm. 12.
93
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
Sang Juru Selamat, warna kuning melambangkan keagungan, warna putih yaitu
kesucian dan warna merah melambangkan keberanian umat Katolik membela
kebenaran untuk mempertahankan darah Martir (Saksi Iman) sampai mati.
Gb. 55. Ornamen burung pelikan dan api.
(Sumber: Dokumen Pribadi.)
Melihat bagian dari panti imam tidak terdapat salib besar yang biasa ada di
gereja pada umumnya, melainkan terdapat simbol burung pelikan dan api
menyala. Simbol burung pelikan ini pertama kali dimunculkan lewat ajaran Santo
Thomas Aquinas yang melambangkan pengorbanan induk burung pelikan demi
memberi makan anak-anaknya20. Pengorbanan Yesus diumpamakan sebagai
pengorbanan induk pelikan. Simbol burung pelikan juga terdapat pada altar gereja
(lihat gambar 47).
Simbol api sangat erat dengan tradisi Katolik maupun budaya Jawa. Pada
tradisi Katolik, api merupakan lambang kehadiran Roh Kudus (lidah api pada
20
Admin Deo Duce, “Simbolisme Dalam Seni Katolik: Burung Pelikan”, Lux Veritas 7, diakeses
dari
https://luxveritatis7.wordpress.com/2013/05/27/simbolisme-dalam-seni-katolik-burungpelikan/, pada tanggal 26 November 2015 pukul 18.52.
94
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
Peristiwa Pentakosta), bahkan api merupakan tanda kehadiran Yesus sendiri
(Allah hadir berupa tiang api pada perjalanan bangsa Yahudi ke Tanah Terjanji).
Sedangkan pada budaya Jawa, api identik dengan sesuatu yang sakral tetapi
terkadang melambangkan kekuatan alam `yang membawa kehancuran. Walaupun
makna simbol api ini sedikit bertolak belakang antara tradisi Katolik dengan
budaya Jawa, namun tetap dipilih karena memiliki arti yang sangat kuat
dalam ajaran Katolik.
Melihat bagian atas dari panti imam, terdapat
kubah kaca yang
bergambarkan simbol keempat Penginjil dan di bagian tengah terdapat simbol
Tritunggal Maha Kudus. Kubah kaca merupakan salah satu usaha untuk
memasukkan cahaya ke dalam bangunan. Cahaya sering dianggap memberikan
kekuatan Ilahi kepada barang yang disinarinya.
Gb. 56. Kubah kaca bergambarkan para Penginjil dan Tritunggal Maha Kudus.
(Sumber: Dokumen Pribadi.)
Bagian terakhir di dalam gereja yakni area gamelan. Area ini adalah
tempat diletakannya gamelan yang digunakan dalam mengiringi misa. Musi liturgi
bernuansakan Jawa juga merupakan sebuah inkulturasi yang ada di geerja
Ganjuran. seperangkat gamelan, lagu berbahasa Jawa kerap dinyanyikan saat misa
95
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
menggunakan bahasa Jawa. Setelah renovasi gereja, peralatan gamelan yang ada
di gereja Ganjuran ada dua, pertama terdapat di dalam gereja dan kedua terdapat
di sisi Timu pelataran Candi. Perangkat gamelan disimpan dengan baik di tempat
ini bila tidak dimainkan saat misa. Area gamelan di dalam gereja posisinya sedikit
lebih tinggi dari panti umat, berjarak 30 cm. Hal ini ditujukan agar pemain
gamelan tidak terlalu rendah dan terhalangi oleh umat (terutama ketika berdiri)
kerena mereka memainkan musik gamelan dalam posisi duduk. Area gamelan ini
lebih bersifat fungsional, sehingga tidak ada ornamen apapun di dalamnya.
Gb. 57. Area gamelan di dalam gereja.
(Sumber: Dokumen Pribadi.)
96
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
Gb. 58. Area gamelan di pelataran Candi.
(Sumber: Dokumen Pribadi)
97
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V
KESIMPULAN
Setelah menelisik sejarah Gereja Katolik Ganjuan pada bab-bab
sebelumnya, maka pada bagian ini penulis menraik beberapa kesimpulan
menyangkut gereja tersebut.
1. Latar historis Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran dipengaruhi oleh
misi Gereja Katolik yakni menyebarkan agama Katolik di daerah Ganjuran
yang dipelopori oleh keluarga Schmutzer pemilik Pabrik Gula Gondang
Lipoera. Mereka membawa misi gereja dengan membantu masyarakat
baik dari bidang pendidikan, sosial, ekonomi dan kesehatan. Sebagai orang
Katolik pertama di Ganjuran, keluarga Schmutzer terpanggil untuk
menyebarkan agama Katolik di daerahnya. Berkat misinya, banyak
pegawai pabrik maupun staf guru yang berada di bawah naungannya ikut
beragama Katolik. Penghasilan dari pabrik gula dan dana keluarga
kemudian digunakannya untuk membangun gereja yang sarat akan filosofi
Jawa.
2. Secara estetika, bangunan Gereja Ganjuran memiliki ciri khas tersendiri
dari gereja lainnya, yaitu karakter arsitektur kejawaannya yang kuat.
Penggabungan kebudayaan Jawa dengan kebudayaan Katolik biasa dikenal
dengan istilah inkulturasi. Berbagai unsur kejawaan gereja Ganjuran
merupakan gambaran upaya inkultuasi dengan agama Katolik yang
terwujud dalam ornamen-ornamen gereja. Penggambaran inkulturasi yang
98
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
nampak dalam gereja Ganjuran dapat dilihat dengan adanya patung-patung
seperti arca Yesus, arca Maria dan patung malaikat di dalam gereja.
Perpaduan aksen Hindu-Jawa-Katolik di Candi Hati Kudus Yesus menjadi
puncak inkultuasi di Gereja Katolik Ganjuan.
3. Seiring berjalannya waktu, kejawaan gereja Katolik Ganjuran semakin
diperkuat setelah gempa tahun 2006. Unsur-unsur baru di gereja Ganjuran
dihadirkan melalui penambahan ornamen dengan simbol-simbol liturgi
pun bernuansakan Jawa. Ornamen yang digunakan pada Gereja Katolik
Ganjuran memiliki makna yang selaras dengan ajaran Katolik walaupun
kehadirannya sebagian besar hanya sebagai dekorasi. Salah satu hal yang
mencolok dalam gereja itu adalah area panti imam, sebuah area yang
paling banyak mengandung tradisi kejawaan dibandingkan area lainnya di
dalam gereja Katolik Ganjuran.
99
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku :
Akkeren, Philip von. 1994. Dewi Sri Dan Kristus : Sebuah Kajian Tentang Gereja
Pribumi Di Jawa Timur. Jakarta: Gunung Mulia.
Anton Haryono. 2009. Awal Mulanya Adalah Muntilan. Yogyakarta : Kanisius.
Beding, Marcel. 1967. Adjaran Sosial Geredja : Rerum Novarum. Quadragesimo
Anno. Amanat Pantekosta 1941. Mater Et Magistra. Pacem In Terris.
Ende-Flores : Nusa Indah.
Boelaars, Huub J.W.M.. 2005. Indonesianisasi : Dari Gereja Katolik Di
Indonesia Menjadi Gereja Katolik Indonesia. Yogyakarta : Kanisius.
Djoko Soekiman. 2011. Kebudayaan Indis : Dari Zaman Kompeni Sampai
Revolusi. Depok : Komunitas Bambu.
Edi Sedyawati, Dkk. 1993. Sejarah Kebudayaan Jawa. Jakarta : Departemen
Pendidikan Dan Kebudayaan.
_________. 1983. Seni Dalam Masyarakat Indonesia : Bunga Rampai. Jakarta :
Gramedia.
Eko Budiharjo. 1987. Arsitek Bicara Tentang Arsitektur Indonesia. Bandung :
Alumni.
End, Th. van Den. 1993. Ragi Carita : Sejarah Gereja Di Indonesia. 1860an –
Sekarang. Jakarta : BPK. GUNUNG MULIA.
Hari Kustanto, Jb.. 1989. Inkuturasi Agama Katolik Dalam Kebudayaan Jawa.
Yogyakarta: Pusat Pastoral Yogyakarta.
Hellings, Joh. S.J. 1930. Java Aan Het H. Hart van Jezus. St. Claverbond.
Hery Santosa, H.B. Reader Sejarah Kebudayaan Indonesia. Yogyakarta.
Hubertus Muda. 1992. Inkulturasi. Ende-Flores: Puslit Candraditya.
Ismunandar, K. R. 1986. Joglo Arsitektur Rumah Tradisional Jawa. Semarang:
Dahara Prize.
100
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
Kieser, Bernhard. 1995. Gereja Keuskupan Agung Semarang : Perkembangan
Dan Tantangannya. Yogyakarta: Fakultas Teologi Usd.
Kuntowijoyo. 2006. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Bentang Pustaka.
Lucia Esti Elihami. 1995. “Sejarah Berdirinya Paroki Hati Kudus Yesus Ganjuran
Inkulturasi Sebagai Landasan Tumbuh dan Berkembangnya Paroki Hati
Kudus Yesus Ganjuran Yogyakarta”. Skripsi S1. FKIP, Pend. Sejarah,
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Mangunwijaya, Yusuf B. 1988. Wastu Citra : Pengantar Ke Ilmu Budaya Untuk
Arsitektur Sendi-Sendi Filsafatnya Beserta Contoh-Contoh Praktis.
Jakarta: Gramedia.
Muskens. 1974. Sejarah Gereja Katolik Indonesia Jilid 3B : Wilayah-Wilayah
Keuskupan Dan Majelis Agung Waligereja Indonesia Abad Ke-20 Jawa.
Mawi. Nusa Tenggara. Lampiran-Lampiran.
Panitia Pembangunan Gereja Ganjuran, Ganjuran Gereja Berkat dan Perutusan :
Pasca Gempa Bumi 27 Mei 2006, 2009, Yogyakarta.
Ratziger, Joseph. 1970. Puntjak-Puntjak Teologis Dalam Konsili Vatikan II.
Yogyakarta : Kanisius.
Rijckevorsel, L. Van S.J.. 1928. Eerste Steenlegging van Een H. Hart-Monument
Op Java. St. Claverbond.
Sinaga, Anicetus B. 1984. Gereja Dan Inkulturasi. Yogyakarta: Yayasan
Kanisius.
Strater, F. S.J.. 1923. Katholiek Onderwijs in de Java Missie. St. Claverbond.
_________. 1924. De Missie Drukkerij te Djokjakarta. St. Claverbond.
_________. 1934. In Memoriam Rama van Driessche. St. Claverbond.
Sugiyarto Dakung. 1983. Arsitektur Tradisional Daerah Istimewa Yogyakarta.
Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.
Suryanugraha, C. H. 2006. “Candi Ganjuran: Seni Liturgis Budaya Jawa”. Liturgi
Autentik dan Relevan. Maumere: Penerbit Ledalero.
_________. 2006. Rupa dan Citra : Aneka Simbol dalam Misa. Bandung:
SangKris.
101
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
Ven, Cornelis van De. 1991. Ruang Dalam Arsitektur Evolusi Dari Sebuah
Gagasan Baru Dalam Teori Dan Sejarah Gerakan-Gerakan Modern.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Wibowo, H.J., dkk. 1998. Arsitektur Tradisional Daerah Istimewa Yogyakarta.
Jakarta : CV. Pialamas Permai.
Sumber Internet:
Adi Santosa. 2015. “Transformation Of The Ganjuran Church Complex: A
Typological Study” (online),
(http://dimensiinterior.petra.ac.id/index.php/int/article/view/19072, diakses
tangal 20 September 2015.
Admin Deo Duce. 2015. “Simbolisme Dalam Seni Katolik: Burung elikan”
(online), https://luxveritatis7.wordpress.com/2013/05/27/simbolismedalam-seni-katolik-burung-pelikan/, diakses tanggal 26 November 2015
BPCB Jogjakarta. 2015. “Rumah Sakit Panti Rapih: Ex Rumah Sakit Onder de
Bogen” (online),
(http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/1849/rumah-sakit-pantirapih-ex-rumah-sakit-onder-de-bogen, diakses tanggal 5 September 2015.
Wikipedia. 2015. “Gempa Bumi Yogyakarta 2006” (online),
(https://id.wikipedia.org/wiki/Gempa_bumi_Yogyakarta_2006, diakses
tanggal 11 November 2015.
Wikipedia. 2015. “Kejawen” (online), (http://id.wikipedia.org/wiki/Kejawen.htm,
diakses tanggal 20 Mei 2015.
102
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LAMPIRAN
103
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
SILABUS
Mata Pelajaran
: Sejarah Indonesia (Wajib)
Kelas
: XI
Kompetensi Inti
:
1.
Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
2.
Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai),
santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam
berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam
pergaulan dunia.
3.
Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingintahunya tentang ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban
terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai
dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.
4.
Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya
di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.
104
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
Kompetensi Dasar
1.1 Menghayati nilainilai persatuan dan
keinginan bersatu
dalam perjuangan
pergerakan nasional
menuju kemerdekaan
bangsa sebagai karunia
Tuhan Yang Maha Esa
terhadap bangsa dan
negara Indonesia.
2.2 Meneladani perilaku
kerjasama, tanggung
jawab, cinta damai para
pejuang dalam
mewujudkan cita-cita
mendirikan bangsa
Indonesia dan
Materi Pokok
Pembelajaran
Penilaian
Alokasi
Waktu
Sumber Belajar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
Kompetensi Dasar
Materi Pokok
Pembelajaran
Penilaian
Alokasi
Waktu
Sumber Belajar
menunjukkannya dalam
kehidupan sehari-hari.
3.5 Mengidentifikasi
Karakter Kejawaan
Mengamati
Observasi :
2 x 45
Anton Haryono.
menit
2009. Awal
dampak politik, sosial,
Arsitektur Gereja
Siswa mengamati gambar,
mengamati kegiatan
budaya, sosial-ekonomi
Katolik Ganjuran
video tentang kejawaan
peserta didik dalam
Mulanya adalah
dan pendidikan pada
(Tahun 1924-2013)
arsitektur Gereja Katolik
diskusi dan presentasi.
Muntilan: Misi
masa penjajahan Barat
Ganjuran.
dalam kehidupan
Latar belakang
bangsa Indonesia masa
berdirinya Gereja
kini.
Katolik Ganjuran.
Jesuit di Yogyakarta
Tes Tertulis : Menilai
1914-1940.
Siswa bertanya dan
kemampuan peserta
Yogyakarta: Penerbit
menyampaikan pendapat
didik dalam
Kanisius.
tentang kejawaan arsitektur
memahami tentang
Gereja Katolik Ganjuran.
latar belakang
Lucia Esti Elihami.
Mengumpulkan Informasi
berdirinya Gereja
1995. “Sejarah
Ganjuran
Siswa mengumpulkan
Katolik Ganjuran.
Berdirinya Paroki
sebelum tahun
informasi tentang latar
2006.
belakang berdirinya Gereja
Tugas Terstruktur :
Ganjuran Inkulturasi
Katolik Ganjuran dan
Membuat makalah
Sebagai Landasan
Karakter
kejawaan Gereja
Menanya
Hati Kudus Yesus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
Kompetensi Dasar
Materi Pokok
Pembelajaran
Penilaian
Alokasi
Waktu
Sumber Belajar
Karakter
karakteristik kejawaan
tentang karakter
Tumbuh dan
kejawaan Gereja
arsitekturnya sebelum tahun
kejawaan arsitektur
Berkembangnya
Ganjuran pasca
2006 serta pasca gempa
Gereja Katolik
Paroki Hati Kudus
gempa tahun
tahun 2006 melalui buku-
Ganjuran sebelum
Yesus Ganjuran
2006.
buku bacaan, sumber
tahun 2006 serta pasca
Yogyakarta”. Skripsi
internet, dan sumber-sumber
gempa tahun 2006.
S1. FKIP, Pend.
lainnya.
Mengasosiasi
Menganalisis informasi dan
Sejarah, Universitas
Sanata Dharma
Yogyakarta.
data yang di dapat dari
buku-buku bacaan maupun
Panitia
sumber-sumber terkait
Pembangunan
lainnya, yang dilanjutkan
Gereja Ganjuran.
dengan diskusi kelompok,
2009. Ganjuran
untuk mendapatkan
Gereja Berkat dan
kesimpulan tentang latar
Perutusan : Pasca
belakang berdirinya Gereja
Gempa Bumi 27 Mei
Katolik Ganjuran dan
2006. Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
Kompetensi Dasar
4.5 Menalar dampak
Materi Pokok
Pembelajaran
Sumber Belajar
arsitekturnya sebelum tahun
2006. “Candi
2006 serta pasca gempa
Ganjuran: Seni
tahun 2006 terhadap
Liturgis Budaya
kehidupan masyarakat
Jawa”. Liturgi
sekitar, kemudian hasilnya
Autentik dan
dicatat pada kertas.
Relevan. Maumere:
Mengkomunikasikan
Penerbit Ledalero.
ekonomi dan pendidikan
dipresentasikan kemudian
pada masa penjajahan
dilakukan sesi tanya jawab,
Barat dalam kehidupan
setelah itu dilaporkan dalam
bangsa Indonesia masa
bentuk tulisan dan makalah.
sejarah.
Waktu
C. H. Suryanugraha.
Hasil diskusi kelompok
dalam bentuk cerita
Alokasi
karakteristik kejawaan
politik, budaya, sosial-
kini dan menyajikannya
Penilaian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
Yogyakarta, 20 Maret 2016
Mengetahui,
Kepala Sekolah
FX. Yuni Wantoro
Guru Mata Pelajaran
Berardus Ardian Cahyo N.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Satuan Pendidikan
: SMA STELLA DUCE 3 BANTUL
Kelas/ Semester
: XI/2
Mata Pelajaran
: Sejarah Indonesia (Wajib)
Materi Pokok
: Sejarah Kebudayaan Indonesia
Pertemuan
:1
Alokasi Waktu
: 2 x 45 menit
A. Kompetensi Inti
1.
Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
2.
Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab,
peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan
pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai
permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial
dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam
pergaulan dunia.
3.
Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual,
prosedural berdasarkan rasa ingintahunya tentang ilmu pengetahuan,
teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan,
kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan
kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian
110
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan
masalah.
4.
Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak
terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara
mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.
B. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi
No.
Kompetensi Dasar
Indikator Pencapaian Kompetensi
1.
1.1 Menghayati nilai-nilai persatuan
dan keinginan bersatu dalam
perjuangan pergerakan nasional
menuju kemerdekaan bangsa sebagai
karunia Tuhan Yang Maha Esa
terhadap
bangsa
dan
negara
Indonesia.
2.2 Meneladani perilaku kerjasama,
tanggung jawab, cinta damai para
pejuang dalam mewujudkan cita-cita
mendirikan bangsa Indonesia dan
menunjukkannya dalam kehidupan
sehari-hari.
3.5 Mengidentifikasi dampak politik,
sosial, budaya, sosial-ekonomi dan
pendidikan pada masa penjajahan
Barat dalam kehidupan bangsa
Indonesia masa kini.
1.1.1 Bersyukur dengan cara berdoa
sebelum dan sesudah kegiatan belajar
dan mengajar.
2.
3.
1.1.2 Menghargai jasa-jasa pahlawan
Indonesiadengan
cara,
menjadi
generasi muda yang berkarakater.
2.2.1 Tidak menyontek ketika ulangan.
2.2.2 Menyelesaikan pekerjaan rumah/
tugas tepat waktu.
3.5.1 Mendeskrispsikan latar belakang
berdirinya Gereja Katolik Ganjuran.
3.5.2 Mendeskripsikan karakter
kejawaan Gereja Ganjuran sebelum
tahun 2006.
3.5.3 Mendeskripsikan karakter
kejawaan Gereja Ganjuran pasca
gempa tahun 2006.
4.
4.5 Menalar dampak politik, budaya,
sosial-ekonomi dan pendidikan pada
masa penjajahan Barat dalam
kehidupan bangsa Indonesia masa
kini dan menyajikannya dalam
bentuk cerita sejarah.
4.5.1 Melaporkan hasil tulisan
mengenai Karakter Kejawaan
Arsitektur Gereja Katolik Ganjuran
(Tahun 1924-2013).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
C. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti serangkaian kegiatan pembelajaran peserta didik dapat:
1. Menunjukan sikap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
kemerdekaan Indonesia dari tangan penjajah dengan belajar tekun.
2. Menunjukan sikap perilaku menghargai jasa-jasa pahlawan dalam
melawan penjajah.
3. Menunjukan sikap dan prilaku cinta tanah air dalam kehidupan sehari-hari.
4. Bertanggungjawab dengan mengerjakan tugas.
5. Menunjukan sikap dan prilaku jujur.
6. Menjelaskan latar belakang berdirinya Gereja Katolik Ganjuran.
7. Menjelaskan karakter kejawaan Gereja Katolik Ganjuran sebelum tahun
2006.
8. Menjelaskan karakter kejawaan Gereja Katolik Ganjuran pasca gempa
tahun 2006.
9. Mempresentasikan dan melaporkan karakter kejawaan arsitektur Gereja
Katolik Ganjuran (Tahun 1924-2013).
D. Materi Ajar
1. Latar belakang berdirinya Gereja Katolik Ganjuran.
2. Karakter kejawaan Gereja Katolik Ganjuran sebelum tahun 2006.
3. Karakter kejawaan Gereja Katolik Ganjuran pasca gempa tahun 2006.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
E. Metode Membelajaran
1. Pendekatan Pembelajaran : Saintifik
2. Metode pembelajaran
: Ceramah, tanya jawab, diskusi, presentasi
3. Model Pembelajaran
: Problem Based Learning
F. Sumber Belajar
Djoko Soekiman. 2011. Kebudayaan Indis : Dari Zaman Kompeni Sampai
Revolusi. Depok : Komunitas Bambu.
Hapsari, Ratna, M. Adil. 2013. Sejarah Indonesia untuk SMA Kelas XII.
Jakarta: Elangga.
I Wayan Badrika. 2006. Sejarah Kelas XII. Jakarta: Erlangga.
G. Media Pembelajaran
Alat
: Laptop, Speaker, LCD.
Bahan
: Power point, Video Dokumenter “Candi Ganjuran – Tanah Para
Terjanji (Sebuah Dokumenter)”, Foto-foto Arsitektur Gereja Katolik
Ganjuran pasca gempa.
H. Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan
Pendahuluan
Deskripsi
 Guru mengucapkan salam kepada siswa
 Guru mengajak siswa untuk berdoa bersama
 Guru mengecek kehadiran siswa
Alokasi
Waktu
5‟ menit
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
 Apersepsi:
Guru
menyampaikan
pengantar
tentang
kebudayaan-kebudayaan Indonesia yang tidak
tergerus oleh waktu, terutama pada masa
pemerintahan Hindia-Belanda.
 Menyampaikan tujuan pembelajaran
Kegiatan Inti
Mengamati
 Peserta didik mengamati film dokumenter
“Candi Ganjuran – Tanah Para Terjanji (Sebuah
Dokumenter)” serta gambar-gambar arsitektur
Gereja Katolik Ganjuran pasca gempa.
Menanya
 Guru memberikan kesempatan kepada peserta
didik untuk bertanya dan menyampaikan
pendapat tentang materi Kejawaan Arsitektur
Gereja Katolik Ganjuran (Tahun 1924-2013).
Mengumpulkan Informasi
 Peserta didik membaca modul atau referensi lain
yang relevan tentang latar belakang berdirinya
Gereja Katolik Ganjuran
dan karakteristik
kejawaan arsitekturnya sebelum tahun 2006
serta pasca gempa tahun 2006.
Mengasosiasi
 Peserta
didik
melakukan
kegiatan
mengemukakan pendapat untuk menganalisis
tentang latar belakang berdirinya Gereja Katolik
Ganjuran
dan karakteristik kejawaan
arsitekturnya sebelum tahun 2006 serta pasca
gempa tahun 2006.
Mengkomunikasikan
 Peserta didik mempresentasikan analisis tentang
diskusi kelompok di depan kelas yang diwakili
oleh salah satu anggota kelompok masingmasing, anggota kelompok lain memberikan
tanggapan
70‟ menit
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
 Peserta didik menyajikan hasil simpulan materi
yang telah dipelajari di depan kelas.
Penutup
 Peserta didik diberikan ulasan singkat tentang
kegiatan pembelajaran dan hasil belajarnya.
 Peserta didik dapat ditanyakan:
 Peserta didik diberikan pertanyaan lisan secara
acak untuk mendapatkan umpan balik atas
pembelajaran yang baru saja dilakukan.
 Konfirmasi.
 Peserta didik diberikan tugas untuk membuat
laporan tentang latar belakang berdirinya Gereja
Katolik Ganjuran dan karakteristik kejawaan
arsitekturnya sebelum tahun 2006 serta pasca
gempa tahun 2006.
 Informasi materi pembelajaran
datang.
yang akan
 Doa penutup.
I.
Penilaian
a) Sikap Spiritual
a.
Teknik Penilaian
: Observasi
b.
Bentuk Instrumen
: Lembar observasi
c.
Kisi-kisi
No.
1.
:
Sikap/Nilai
Bersyukur kepada Tuhan
2.
d.
Instrumen :
Instrumen 1.
Butir Instrumen
1
15‟ menit
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
No.
Nama
Peserta Didik
Indikator:
Berdoa sebelum dan sesudah kegiatan
pembelajaran
(1-4)
1.
2.
3.
Instrumen 2.
No.
Nama
Peserta Didik
Indikator:
Berhubungan baik dengan teman
sekelas
(1-4)
1.
2.
3.
Kisi-kisi Indikator sikap spiritual: Berdoa sebelum dan sesudah kegiatan
pembelajaran.
1.
Berdoa dengan tidak sungguh-sungguh.
2.
Kadang-kadang berdoa dengan sungguh-sungguh.
3.
Sering berdoa dengan sungguh-sungguh.
4.
Selalu berdoa dengan sungguh-sungguh.
Kisi-kisi Indikator sikap spiritual: Berhubungan baik dengan teman sekelas.
1.
Tidak pernah ramah dan toleran terhadap teman sekelas.
2.
Kadang-kadang ramah dan toleran terhadap teman sekelas.
3.
Sering ramah dan toleran terhadap teman sekelas.
4.
Selalu ramah dan toleran terhadap teman sekelas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
Petunjuk Penyekoran:
Peserta didik memperoleh nilai:
Baik sekali
: apabila memperoleh skor 8
Baik
: apabila memperoleh skor 6
Cukup
: apabila memperoleh skor 4
Kurang
: apabila memperoleh skor 2
b) Sikap Sosial
a.
Teknik Penilaian
: Observasi
b.
Bentuk Instrumen
: Lembar observasi
c.
Kisi-kisi
No.
:
Sikap/Nilai
Butir Instrumen
1.
Tidak menyontek
1
2.
Tugas tepat waktu
2
3.
d.
Instrumen :
Peserta
No.
Didik
1.
2.
3.
Memiliki jiwa
nasionlisme
(1-4)
Indikator
Tanggung
jawab
(1-4)
Peduli
(1-4)
Jumlah
Skor
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
Kisi-kisi Indikator sikap sosial memiliki jiwa nasionalisme:
Deskriptor
Skor
Tidak mencintai tanah air
1
Kurang mencintai tanah air
2
Cukup mencintai tanah air
3
Sangat mencintai tanah air
4
Kisi-kisi Indikator sikap sosial tanggung jawab:
Deskriptor
Skor
Tidak pernah melaksanakan tugas tepat
waktu
1
Kurang melaksanakan tugas tepat waktu
2
Cukup melaksanakan tugas tepat waktu
3
Sangat melaksanakan tugas tepat waktu
4
Kisi-kisi Indikator sikap sosial peduli
Deskriptor
Skor
Tidak pernah membantu orang lain
1
Kurang membantu orang lain
2
Sering membantu orang lain
3
Sangat membantu orang lain
4
Petunjuk penyekoran:
Peserta didik memperoleh nilai:
A
: Baik sekali : apabila memperoleh jumlah skor 12
B
: Baik
: apabila memperoleh jumlah skor 9
C
: Cukup
: apabila memperoleh jumlah skor 6
D
: Kurang
: apabila memperoleh jumlah skor 3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
c)
Penliaian Sikap Diskusi
a.
Teknik Penilaian
: Non tes (pengamatan sikap selama diskusi)
b.
Bentuk Instumen
: Lembar penilaian
c.
Kisi-kisi
: Sikap selama diskusi
No.
Sikap/Nilai
Butir Instrumen
1.
Keaktifan
1
2.
Keseriusan
2
3.
Mengemukakan pendapat
4.
Bertanya
d.
Instumen
:
Indikator
Peserta
Mengemukakan Jumlah
No.
Didik Keaktifan Keseriusan Bertanya
Skor
Pendapat
1.
2.
3.
4.
Kisi-kisi indikator penilaian sikap diskusi:
Keaktifan, mengemukakan pendapat, bertanya:
a) Skor 1
diperoleh siswa bila tidak terlibat dalam kelompok
b) Skor 2
diperoleh siswa bila tidak terlibat dalam kelompok namun
tidak memberikan masukan
c) Skor 3
diperoleh siswa bila terlibat dan memberikan masukan
d) Skor 4
diperoleh siswa bila berperan aktif dalam kelompok
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
Keseriusan
a) Skor 1
diperoleh siswa bila tidak serius dalam mengerjakan tugas
b) Skor 2
diperoleh siswa bila cukup serius dalam mengerjakan
tugas
c) Skor 3
diperoleh siswa bila serius dalam mengerjakan tugas
d) Skor 4
diperoleh siswa bila sangat serius dalam mengerjakan
tugas
Petunjuk Penyekoran:
Peserta didik memperoleh nilai:
e)
A
: Baik sekali : apabila memperoleh skor 12
B
: Baik
: apabila memperoleh skor 9
C
: Cukup
: apabila memperoleh skor 6
D
: Kurang
: apabila memperoleh skor 3
Pengetahuan
a.
Teknik Penilaian
: Tes
b.
Bentuk Instrumen
: Lembar tugas
c.
Kisi-kisi
: Tugas terstruktur
d.
Instrumen
: Soal tes
Soal Tes
1) Bagaimana latar belakang berdirinya Gereja Katolik Ganjuran?
2) Sebutkan dan jelaskan karakter kejawaan arsitektur Gereja Katolik
Ganjuran sebelum tahun 2006?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
121
3) Sebutkan dan jelaskan karakter kejawaan arsitektur Gereja Katolik
Ganjuran pasca gempa tahun 2006?
Kunci Jawaban
1) Bagaimana latar belakang berdirinya Gereja Katolik Ganjuran?
Berdirinya Gereja Katolik Ganjuran berawal dari kebutuhan tempat
ibadah bagi para karyawan pabrik gula dan masyarakat sekitar Ganjuran
yang semakin banyak memeluk agama Katolik sehingga mendorong
dibangunnya sebuah gedung gereja. Hal ini menunjukan bahwa keluarga
Schmutzer tidak hanya memikirkan kesejahteraan masyarakat dalam
bentuk ekonomi saja, namun juga perkembangan iman kekatolikan.
Sebagai seorang Belanda yang jatuh cinta pada budaya jawa, Schmutzer
memiliki keinginan membuat sebuah gereja dengan corak Jawa. Oleh
karena itu, Schmutzer meminta ijin kepada Tahtah Suci untuk
membangun gereja dengan corak Jawa. Namun, hanya patung Altar Jawa
dan patung Hati Kudus yang disetujui oleh Tahtah Suci. Bangunan gereja
masih menggunakan gaya bangunan Belanda. Pembangunan gereja
berhasil diselesaikan pada tanggal 16 April 1924, namum baru beberapa
bulan kemudian, tepatnya tanggal 20 Agustus 1924, Vikaris Apostolik
Batavia Mgr. J. M van Velsen hadir di Ganjuran untuk memberkati altar.
Pada waktu itu, inkulturasi dalam gereja Katolik belum menjadi sebuah
hal yang lumrah, namun Schmutzer sudah mulai membangun gereja
dengan memasukan unsur budaya Jawa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
122
2) Sebutkan dan jelaskan karakter kejawaan arsitektur Gereja Katolik
Ganjuran sebelum tahun 2006?
 Bentuk gereja yang berbentuk limasan. Dalam adat Jawa bangunan
limasan boleh dimodivikasi ataupun boleh direnovasi tanpa mengubah
struktur bangunannya, berbeda dengan rumah adat joglo. Dengan kata
lain, Schmutzer memahami betul alasannya membangun gereja dalam
bentuk rumah adat Jawa yakni bangunan limasan.
 Susunan tingkat pada bagian altar. Serupa dengan tempat pemujaan
agama Hindu dan Buddha, dalam tempat peribadatannya mereka
menerapkan bangunannya sebagai punden berundak. Punden berundak
tersebut dipahami apabila semakin ke atas tempat peribadatan, tempat
tersebut semakin suci. Altar dalam gereja Ganjuran juga dibangun seperti
punden berundak dan menurut konsep tiga dunia dalam agama Jawa
(agama asli yang banyak dipengaruhi agama Hindu Siwa), yakni dari
bawah ke atas yakni bhurloka (alam bawah), bhuwarloka (alam antara)
dan swarloka (alam atas). Alam bawah melambangkan dunia tempat
manusia hidup. Alam antara adalah tempat di mana manusia
meninggalkan keduniawiannya dan dalam keadaan suci menemui
Tuhannya. Alam atas melambangkan surga, tempat kediaman Tuhan.
 Arca Malaikat yang berada di sisi kiri dan kanan tabernakel. Dalam
tradisi Barat, malaikat biasanya digambarkan sebagai figur anak-anak.
Arca dengan figur malaikat yang dibuat lebih mirip ksatria kraton
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
123
berpangkat tinggi. Arca malaikat dibuat dengan karakter seorang ksatria
Jawa dengan menggunakan ikat pinggang motif kawung dan mahkota.
 Arca Hati Kudus Yesus di kiri altar. Arca ini, Yesus digambarkan
sebagai raja yang bertahta di atas kursi raja atau singgasananya. Yesus
sebagai raja memakai atribut lengkap yang biasa dipakai oleh raja Jawa,
dengan mahkota, aksesoris-aksesoris, dan kain batik bermotif parang
rusak. Kain batik bermotif parang rusak merupakan kain batik yang
hanya boleh dipakai oleh raja Kraton saja.
 Arca Ibu Maria. Pada relief ini Ibu Maria digambarkan sebagai
seorang ratu Jawa. Atribut kebesaran seorang ratu nampak dalam
mahkota, hiasan dada, hiasan tangan dan kaki yang terukir secara ditail
dan indah oleh Iko sang pemahat. Pakaian yang dikenakan oleh Ibu
Maria adalah pakaian panjang khas kraton dengan ikat pinggang dan kain
kawung sebagai lambang derajat keningratan.
 Relief atau panel jalan salib. Panel jalan salib yang ada di Gereja
Ganjuran menunjukkan konsep-konsep motif lokal, baik dari perawakan
masyakarat lokal, pakaian, serta akesoris yang dikenakan pada umumnya
oleh Kraton Yogyakarta. Panel yang diakui saat itu hanyalah panel
pertama dan kedua dari ke-14 pemberhentian jalan salib yang ada. Ukiran
relief jalan salib yang ada juga mengambil ide dari salah satu candi di
Jawa Tengah yakni Candi Sewu.
 Candi Hati Kudus Tuhan Yesus. Sebagai ungkapan terima kasihnya
kepada Allah, mereka ingin membangun sebuah monumen. Monumen
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
124
tersebut selain ungkapan rasa terima kasih kepada Tuhan juga
dimaksudkan untuk menghormati Hati Kudus Yesus. Candi Panataran
yang megah menginspirasi Schmutzer untuk mengaplikasikannya pada
monumen yang hendak dibangunnya.
 Kran air Tirta Perwitasari. Ditemukannya sungai bawah tanah di
bawah Candi Hati Kudus Tuhan Yesus menjadikan air tersebut dianggap
sebagai air suci. Sumber air yang mengalir di bawah candi kemudian
dinamakan “Tirta Perwitasari”. Beberapa tahun setelah penemuan dan
pembuatan kran dari Tirta Perwitasari tersebut, dibangunlah tempat lain
di sisi barat candi sebagai pengganti kran air yang telah ada.
 Dua joglo kembar yang terdapat di Utara dan Selatan gereja.
Bangunan joglo kembar berfungsi sebagai tempat berkumpul beberapa
paguyuban yang ditangani oleh Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus
Ganjuran dan paguyuban lainnya, serta digunakan sebagai tempat umat
beribadah saat hari raya besar.
3) Sebutkan dan jelaskan karakter kejawaan arsitektur Gereja Katolik
Ganjuran pasca gempa tahun 2006?
 Gereja berbentuk joglo. Joglo merupakan bangunan khas Yogyakarta
sebagai bangunan yang megah namun hanya bisa dimiliki oleh orang
kaya atau orang-orang terpandang seperti raja, bangsawan, bupati, kepala
desa, dsb.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
125
 Dua joglo kembar di selatan gereja. Bangunan joglo di sisi Utara dan
Selatan gereja yang tidak mengalami kerusakan kemudian tetap
digunakan. Kedua bangunan itu dipindahkan ke sisi selatan gereja.
Fungsi dari pendapa tersebut tetaplah sama, yakni sebagai tempat
peristirahatan para peziarah yang datang ke Ganjuran.
 Umpak atau alas tiang penyangga gereja. Umpak juga digunakan
sebagai pondasi bangunan terutama untuk rumah tradisional ataupun
penyangga tiang pendopo. Kegunaan dari umpak adalah berfungsi untuk
meninggikan bangunan serta memberikan ruang jeda antara tanah dengan
kayu sebagai tiang penyangga. Hal ini dilakukan agar tiang menjadi lebih
awet dan tidak dimakan rayap.
 Ornamen probo yang melambangkan cahaya. Ornamen ini memiliki
keanehan bila dicermati, pada tradisi Katolik simbol cahaya biasanya
selalu berada pada bagian atas karena dianggap cahaya datang dari atas,
berasal dari langit/matahari/Tuhan sendiri.
 Wajikan merupakan makanan „wajik‟ yang diberi makna yaitu
sebagai
manisnya
kehidupan
serta
makna
baru
lainnya
yaitu
melambangkan segitiga Kasih yang tercantum pada Alkitab.
 Untu walang. Untu walang menunjukkan bahwa iman Katolik
semakin menguat dalam kehidupan yang penuh pengharapan akan kasih
Allah.
 Ornamen
nanasan
melambangkan
perjuangan
hidup
untuk
menikmati kehidupan yang manis harus berjuang terlebih dahulu. Sesuai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
126
dengan filosofi nanas bahwa jika kita ingin menikmati daging nanas yang
manis haruslah mengupas kulit nanas tersebut yang berduri.
 Ornamen wuwung kembang turen. Wuwung kembang turen
merupakan sebuah ornamen yang melambangkan kewibawaan yang
tinggi.
 Listplank berbentuk seperti tetesan air yang meniris. Ornamen ini
melambangkan bahwa Allah selalu memberikan rejeki kepada umat-Nya,
seperti air hujan yang memberi kesuburan pada tanah di bumi.
 Warna hijau, warna kuning dan warna merah seperti warna yang ada
di bangunan joglo Kraton Yogyakarta.
 Dibuatnya area gamelan untuk menempatkan seperangkat gamelan
di dalam gereja. Seperangkat gamelan digunakan oleh pemain gamelan
untuk mengiringi lagu-lagu berbahasa Jawa.
f)
Psikomotorik
a.
Teknik penilaian
:
 Tes: penugasan individu
b.
Bentuk Instrumen
:
 Proyek
c.
Kisi-kisi
:
Tes : peserta didik diberikan tugas untuk menulis paper tentang bentukbentuk budaya bangsa Indonesia yang tidak tergerus oleh zaman.
d.
Instrumen
:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
127
Lembar penilaian
Tes
: Peserta didik diberi tugas untuk menyimpulkan tentang
karakteristik kejawaan arsitekturnya sebelum tahun 2006
serta pasca gempa tahun 2006.
Non tes
: Peserta didik dalam kelompok diberi tugas untuk
membuat paper tentang kejawaan arsitekturnya sebelum
tahun 2006 serta pasca gempa tahun 2006.
Aspek yang dinilai
No.
Nama
Siswa
Relevansi
(1-4)
Kelengkapan Pembahasan
(1-4)
(1-4)
1.
2.
3.
4.
Petunjuk Penyekoran:
Peserta didik memperoleh nilai:
Baik Sekali
: apabila memperoleh skor 13-16
Baik
: apabila memperoleh skor 9-12
Cukup
: apabila memperoleh skor 5-8
Kurang
: apabila memperoleh skor 1-4
Ketepatan
Waktu
(1-4)
Nilai
Akhir
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
128
Yogyakarta, 20 Maret 2016
Mengetahui,
Kepala Sekolah
FX. Yuni Wantoro
Guru Mata Pelajaran
Berardus Ardian Cahyo N.
Download