PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI KARAKTERISTIK KEJAWAAN ARSITEKTUR GEREJA KATOLIK GANJURAN (TAHUN 1924 – 2013) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Sejarah Oleh: BERARDUS ARDIAN CAHYO NUGROHO NIM : 111314009 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016 i PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI SKRIPSI KARAKTER KEJAWAAN ARSITEKTUR GEREJA KATOLIK GANJURAN (TAHUN 1924 – 2013) Oleh: Berardus Ardian Cahyo Nugroho NIM : 111314009 Telah disetujui oleh: Pembimbing I Dr. Anton Haryono, M. Hum. Pembimbing II Drs. A. Kardiyat Wiharyanto, M.M. Tanggal, 9 Juni 2016 ii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI KARAKTER KEJAWAAN ARSITEKTUR GEREJA KATOLIK GANJURAN (TAHUN 1924 – 2013) SKRIPSI Dipersiapkan dan ditulis oleh: Berardus Ardian Cahyo Nugroho NIM : 111314009 Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji Pada tanggal 29 Juli 2016 dan dinyatakan telah memenuhi syarat Susunan Panitia Penguji Nama Lengkap Tanda Tangan Ketua Ignatius Bondan Suratno, S.Pd., M.Si. ....................... Sekretaris Dra. Theresia Sumini, M.Pd. ....................... Anggota Dr. Anton Haryono, M.Hum. ....................... Anggota Drs. A. K. Wiharyanto, M.M. ....................... Anggota Drs. B. Musidi, M.Pd. ....................... Yogyakarta, 29 Juli 2016 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Santa Dharma Dekan, Rohandi, Ph.D iii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI HALAMAN PERSEMBAHAN Skripsi ini saya persembahkan kepada: 1. Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan berkat dan rahmatnya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini, 2. Kedua orang tua saya, Ayahanda Yohanes Rasul Sudarmaji, S.Pd. dan Ibunda Victoria Sri Lestariningsih, S.Pd., 3. Adik saya terkasih, Yustina Mutiara Ratri yang telah menjadi motivasiku untuk segera menyelesaikan skripsi ini, 4. Teman-teman seperjuangan, mahasiswa Pendidikan Sejarah angkatan 2011, terimakasih atas bantuan dan kerjasamanya selama ini, 5. Teman-teman brotherhood, Ade, Bayu, Indra Poku, Esti dan Sabrina yang telah memberikan dukungan dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini. 6. Para pendidik dan saudara-saudaraku, yang telah membantu, membimbing, memotivasi, dan mendoakanku selama ini. iv PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI MOTTO Tiadanya keyakinanlah yang membuat orang takut menghadapi tantangan, dan saya percaya pada diri saya sendiri. (Muhammad Ali) Saya memang berpendidikan di Barat, tapi saya tetaplah orang Jawa. (Sri Sultan HB IX) Hari ini adalah awal, kemarin adalah masa lalu, besok adalah misteri. Tapi kemarin hingga sekarang dan selamanya, Tuhan akan selalu memberkati. Sejarah bukan hanya rangkaian cerita, ada banyak pelajaran, kebanggaan dan harta di dalamnya. (Berardus Ardian Cahyo N) v PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERNYATAAN KEASLIAN KARYA Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah. Yogyakarta, 29 Juli 2016 Penulis Berardus Ardian Cahyo N vi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma Nama : Berardus Ardian Cahyo Nugroho Nomor Mahasiswa : 111314009 Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul KARAKTERISTIK KEJAWAAN ARSITEKTUR GEREJA KATOLIK GANJURAN (TAHUN 1924-2013) Demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikannya secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya ataupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal, 29 Juli 2016 Yang menyatakan Berardus Ardian Cahyo Nugroho vii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI ABSTRAK KARAKTERISTIK KEJAWAAN ARSITEKTUR GEREJA KATOLIK GANJURAN (TAHUN 1924-2013) Oleh: Berardus Ardian Cahyo Nugroho Universitas Sanata Dharma 2016 Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis tiga permasalahan pokok yaitu (1) Latar belakang berdirinya Gereja Katolik Ganjuran; (2) Karakter kejawaan arsitektur Gereja Katolik Ganjuran sebelum tahun 2006; (3) Karakter kejawaan arsitektur Gereja Katolik Ganjuran pasca gempa tahun 2006. Metode penelitian yang digunakan yaitu historis faktual dengan tahapan: pemilihan topik, heuristik (pengumpulan sumber), verifikasi (kritik sumber), interpretasi dan historiografi (penulisan sejarah). Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan arsitektur dan pendekatan budaya dengan model penulisan yang bersifat deskriptif analitis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) latar belakang berdirinya Gereja Katolik Ganjuran karena Schmutzer bersaudara mengemban misi penyebaran Katolik di Ganjuran, bertambah banyak pekerja pabrik gula dan masyarakat Ganjuran yang menjadi Katolik, (2) Arsitektur Gereja Katolik Ganjuran memiliki ornamen-ornamen yang mengandung makna dan filosofi Jawa yang telah Schmutzer cita-citakan, (3) Gempa bumi Yogyakarta tahun 2006 tidak menghilangkan jati diri Gereja Katolik Ganjuran yang menunjukkan inkulturasi Katolik-Jawa di dalamnya, bahkan kejawaan arsitektur Gereja Katolik Ganjuran semakin dipertegas dengan pembangunan kembali bangunan gereja berbentuk Joglo beserta ornamen-ornamen kejawaan lainnya. viii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI ABSTRACT JAVANESE CHARACTERISTIC ARCHITECTURE CATHOLIC CHURCH GANJURAN (YEAR 1924-2013) By: Berardus Ardian Cahyo Nugroho Sanata Dharma University 2016 This study aims to describe and analyze three key issues, namely: (1) The background of the founding of Ganjuran Catholic Church; (2) The Javanese character of the of Ganjuran Catholic Church architecture before 2006; (3) The Javanese of the character Ganjuran Catholic Church architecture after the earthquake in 2006. The method used was historical factual research that includes: selecting a topic, heuristic (pooling of resources), verification (source criticism), interpretation and historiography (history writing). The approach used is the architectural and the cultural approach. This model of writing as descriptive analytical. The results of this study are as follows. (1) The increase of the sugar factory workers‟ conversion to Catholicism was cause by the Catholic mission of the Schmutzer brothers, (2) The architecture of the Ganjuran Catholic Church aspires Javanese philosophy of Schmutzer, (3) Yogyakarta earthquake in 2006 did not eliminate the identity of the Ganjuran Catholic Church that shows inculturation of the Catholic-Javanesse in it, even the Javanese architecture of the Ganjuran Catholic Church increased by the reconstruction of the church‟s Joglo and other Javanese ornaments. ix PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan anugerah, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Karakter Kejawaan Arsitektur Gereja Katolik Ganjuran (1924-2013)”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat meraih gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Sanata Dharma, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jurusan Ilmu Pendidikan Sosial, Program Studi Pendidikan Sejarah. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini tidak terlepas dari bimbingan, dukungan dan peran serta pihak-pihak yang telah memberi bantuan langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. 2. Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma yang memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 3. Dr. Anton Haryono, M.Hum. selaku dosen pembimbing yang telah sabar membimbing, membantu, dan memberikan banyak pengarahan, saran serta masukan selama penyusunan skripsi. 4. Drs. A. Kardiyat Wiharyanto, M.M. selaku dosen pendamping yang telah sabar mendampingi, membantu, dan memberikan banyak pengarahan, saran serta masukan selama penyusunan skripsi. 5. Drs. B. Musidi, M.Pd. selaku dosen Pembimbing Akademik yang telah membimbing, membantu, dan memberikan banyak pengarahan kepada penulis selama proses studi. 6. Seluruh dosen dan sekretariat program studi Pendidikan Sejarah yang telah memberikan dukungan dan bantuan selama penulis menyelesaikan studi di Universitas Sanata Dharma. 7. Seluruh karyawan Perpustakaan Kolsani, Kotabaru, dan karyawan Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran yang telah memberikan x PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI pelayanan dan membantu penulisan dalam memperoleh sumber penulisan skripsi ini. 8. Seluruh keluarga penulis, terkhusus kedua orang tua penulis, Ayahanda Yohanes Rasul Sudarmaji, S.Pd. dan Ibunda Victoria Sri Lestariningsih, S.Pd. yang telah banyak memberikan dorongan spiritual dan material sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Universitas Sanata Dharma. 9. Teman-teman seperjuangan di Pendidikan Sejarah angkatan 2011 yang telah memberikan dukungan, bantuan, serta inspirasi dalam menyelesaikan skripsi. 10. Kekasih saya, Fatresia Renny yang telah memberikan dukungan dan semangat dalam penyusunan dan menyelesaikan skripsi ini. 11. Teman-teman brotherhood, Ade, Bayu, Indra Poku, Esti dan Sabrina yang telah memberikan dukungan dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini. 12. Teman-teman dari angkatan lain, Lupi, Akun, Leo dan Cornel yang telah memberikan dukungan dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini. 13. Teman-teman kost Alan, Dwi, Triyadi, Toro dan Edo yang telah memberikan dukungan dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini. 14. Serta semua pihak yang tidak bisa disebut satu per satu yang turut membantu penulis untuk menyelesaikan skripsi. Penulis menyadari bahwa dalam hasil penelitian laporan ini masih jauh dari sempurna. Penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun untuk mencapai hasil yang lebih baik. Yogyakarta, 29 Juli 2016. Penulis Berardus Ardian Cahyo Nugroho xi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iii HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................. iv HALAMAN MOTTO ................................................................................. v LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................... vi PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS .................................................. vii ABSTRAK ................................................................................................... viii ABSTRACT ................................................................................................. ix KATA PENGANTAR ................................................................................. x DAFTAR ISI ................................................................................................ xii DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xiv BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1 B. Perumusan Masalah ...................................................................... 6 C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 6 D. Manfaat Penulisan ........................................................................ 6 E. Tinjauan Pustaka .......................................................................... 7 F. Landasan Teori ............................................................................. 11 G. Metode dan Pendekatan Penelitian ............................................... 19 H. Sistematika Penulisan ................................................................... 23 BERDIRINYA GEREJA GANJURAN .................................... 25 A. Misi Gereja Katolik di Yogyakarta .............................................. 25 B. Keluarga Schmutzer dan Pabrik Gula Gondang Lipoera ............. 28 C. Keluarga Schmutzer dan Gereja Ganjuran ................................... 40 BAB II BAB III KEJAWAAN GEREJA GANJURAN SEBELUM GEMPA YOGYAKARTA TAHUN 2006 ................................................. A. Arsitektur Bangunan Gereja Ganjuran ......................................... xii 45 45 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI B. Ornamen Kejawaan Bangunan Gereja ......................................... 55 C. Candi Hati Kudus Tuhan Yesus ................................................... 65 BAB IV KEJAWAAN GEREJA GANJURAN PASCA GEMPA YOGYAKARTA TAHUN 2006 ................................................................. 77 A. Peristiwa Gempa Yogyakarta 27 Mei 2006 .................................. 77 B. Ide Pembangunan Kembali ........................................................... 82 C. Bentuk dan Filosofi Bangunan Gereja Baru ................................. 85 KESIMPULAN ........................................................................... 98 BAB V DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 100 LAMPIRAN ................................................................................................. 103 xiii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI DAFTAR GAMBAR Gb. 1. Bentuk rumah joglo ......................................................................... 13 Gb. 2. Bentuk rumah limasan tradisional .................................................. 13 Gb. 3. Skema ruang rumah limasan ........................................................... 16 Gb. 4. Skema ruang rumah Joglo masyarakat biasa .................................. 16 Gb. 5. Skema ruang rumah Joglo golongan ningrat .................................. 17 Gb. 6. Pastor van Lith ................................................................................ 26 Gb. 7. Pastor Henri van Drissche beserta para muridnya dari sekolah Standaardschool di Mendut ............................................................ 27 Gb. 8. Kakak beradik Julius dan Josef Schmutzer beserta istri mereka .... 32 Gb. 9. Upacara Cemengan yang dilakukan di PG Gondang Lipoera sebelum musim giling tiba .............................................................. 34 Gb. 10. Julius Schmutzer yang mengawasi panen tebu ............................... 35 Gb. 11. Rumah Sakit Katolik Onder De Bogen ........................................... 38 Gb. 12. Suster dari kongregasi Carolus Borromeus memeriksa masyarakat sekitar Ganjuran .............................................................................. 39 Gb. 13. Inkulturasi dalam Arsitektur Gereja Katolik ................................... 46 Gb. 14. Sketsa awal disain bangunan gereja karta Ir. Julius Schmutzer ...... 47 Gb. 15. Maket awal disain bangunan Gereja Ganjuran ............................... 47 Gb. 16. Disain kerangka bangunan Gereja Ganjuran .................................. 48 Gb. 17. Arsitek Gereja Ganjuran Th. van Oyen .......................................... 49 Gb. 18. Plafon gereja yang berwarna putih menambah pencahayaan ruang gereja ..................................................................................... 50 Gb. 19. Gereja Ganjuran yang menggunakan atap pelana ........................... 51 Gb. 20. Bagian depan gereja yang terdapat lonceng Elisabeth .................... 52 Gb. 21. Mgr. van Velsen, keluarga Schmutzer beserta misdinar seusai pemberkatan gereja ......................................................................... 53 Gb. 22. Josef, Iko beserta pemahat lainnya sedang membuat arca .............. 56 Gb. 23. Relief bhurloka terletak pada bagian kaki latar yang menyimbolkan dunia yang tak kekal .............................................. xiv 58 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Gb. 24. Kedua Arca Malaikat yang mengapit tabernakel dalam posisi sembah jangga ................................................................................ 60 Gb. 25. Bentuk arca Hati Kudus Yesus ....................................................... 61 Gb. 26. Arca Pradnyaparamita dari Singasari .............................................. 62 Gb. 27. Arca Bunda Maria yang terletak di sisi Selatan altar ...................... 63 Gb. 28. Panel jalan salib pemberhentian pertama yang diukir oleh Iko ...... 64 Gb. 29. Candi HKTY tahun 1930 ................................................................ 66 Gb. 30. Candi Penataran di Jawa Timur ...................................................... 66 Gb. 31. Prosesi dan perjamuan yang diselenggarakan oleh keluarga Schmutzer di pelataran Candi Hati Kudus Tuhan Yesus ................ 67 Gb. 32. Pemberkatan Arca Hati Kudus Tuhan Yesus di pelataran candi .... 68 Gb. 33. Peletakan batu pertama oleh Keluarga Schmutzer beserta staff pekerja pabrik gula Gondang Lipoera dan guru yang mengajar di Standaardschool yang dibangunnya ............................................... 68 Gb. 34. Candi Hati Kudus Tuhan Yesus ...................................................... 69 Gb. 35. Kran air Tirta Perwitasari yang berjumlah 9, masing-masing terdapat 3 di setiap sisi Candi HKTY ............................................. 73 Gb. 36. Kran air Tirta Perwitasari yang sudah dipindah tahun 2005 ........... 74 Gb. 37. Arca Bunda Maria untuk memulai doa Jalan Salib di Ganjuran .... 75 Gb. 38. Relief Jalan Salib di pelataran Candi Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran .......................................................................................... 75 Gb. 39. Nampak pendapa dengan atap rumah kampung yang ada di sisi Utara dan Selatan gereja ................................................................. 76 Gb. 40. Bagian depan gereja yang roboh akibat gempa .............................. 79 Gb. 41. Bagian depan gereja yang roboh akibat gempa .............................. 79 Gb. 42. Proses perataan bangunan Gereja Ganjuran ................................... 79 Gb. 43. Gereja darurat yang dibuat pasca gempa ........................................ 81 Gb. 44. Pendapa pindahan dari pendapa lama yang aman dari gepa, terletak di sisi Selatan gereja ........................................................... 85 Gb. 45. Sketsa disain gereja dengan Ruang Adorasi di sisi Barat gereja .... 86 Gb. 46. Gereja Ganjuran tampak depan ....................................................... 87 xv PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Gb. 47. Altar Gereja Ganjuran lama dengan ornamen yang sederhana ....... 88 Gb. 48. Altar Gereja Ganjuran baru dengan ornamen yang lebih mewah dan megah ....................................................................................... 88 Gb. 49. Interior gereja yang penuh dengan ornamen kejawaan ................... 89 Gb. 50. Umpak ............................................................................................. 90 Gb. 51. Ornamen Probo dan Wajikan .......................................................... 91 Gb. 52. Untu Walang ................................................................................... 92 Gb. 53. Nanasan ........................................................................................... 92 Gb. 54. Wuwung kembang turen dan listplank banyu tumetes ................... 93 Gb. 55. Ornamen burung pelikan dan api .................................................... 94 Gb. 56. Kubah kaca bergambarkan para Penginjil dan Tritunggal Maha Kudus .............................................................................................. 95 Gb. 57. Area gamelan di dalam gereja ......................................................... 96 Gb. 58. Area gamelan di pelataran Candi .................................................... 97 xvi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Belanda yang telah menjajah dalam kurun waktu cukup lama, memberikan banyak pengaruh bagi kehidupan bangsa Indonesia. Walaupun sebagai penjajah, kehadiran mereka juga memberikan kontribusi bagi perkembangan seni, antara lain seni arsitektur atau seni bangunan. Mereka mempengaruhi gaya hidup masyarakat Indonesia. Banyak pula orang Belanda yang peduli terhadap kebudayaan lokal Indonesia1, dan mengembangkannya, termasuk dalam hal arsitektur. Unsur kebudayaan Indonesia yang terpengaruh kebudayaan kolonial ini kemudian disebut Kebudayaan Indis.2 Gereja Katolik Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran yang terletak di Bantul dan didirikan pada tahun 1924 merupakan salah satu bangunan bercirikan kebudayaan Indis. Bangunan Gereja tersebut didirikan oleh pengusaha pabrik gula Gondang Lipoera, Ir. Julius Schmutzer dan keluarganya. Pabrik gula Gondang Lipoera menjadi cikal bakal penyebaran agama Katolik di daerah Ganjuran dan sekitarnya. Sebagai orang Belanda yang tinggal di Yogyakarta, Julius Schmutzer beserta keluarganya sangat menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai budaya masyarakat Jawa. Pemberian nama pabrik gula Gondang Lipoera juga tidak luput dari kesan filosofi sejarah. Hal itu tidak terlepas dari sejarah Kerajaan Mataram 1 H.B Hery Santosa, Reader Sejarah Kebudayaan Indonesia, hlm. 114. Djoko Soekiman, Kebudayaan Indis: dan gaya Hidup Masyarakat Pendukungnya di Jawa, 2000, hlm. 5. 2 1 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2 yang dahulunya merupakan tempat Raja Senapati mendapatkan wahyu untuk menguasai tanah Jawa. Pendirian Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus bukan untuk mencari popularitas atau mencari nama. Seraya mengelola pabrik gula Gondang Lipoera, Julius Schmutzer dan keluarga hidup dan berkarya dengan semangat kristiani, semangat yang ditimbanya dari Ensiklik Rerum Novarum Paus Leo XIII (1891) yang mereka ketahui ketika di Delft, Belanda.3 Sebagian orang Belanda dan Indo-Belanda yang bekerja dan tinggal di pabrik gula Gondang Lipoera adalah pemeluk Katolik, sehingga memungkinkan adanya kunjungan pastoral.4 Tidak diketahui dengan jelas berapa banyak umat Katolik di daerah Ganjuran pada masa itu. Satu-satunya data historis yang ditulis oleh Julius Schmutzer menyebutkan, pada tahun 1919 untuk pertama kalinya diadakan Misa Kudus di rumah keluarga Schmutzer, dipimpin oleh J.B. van Driessche, S.J. bersama tujuh atau delapan umat. Dalam rangka membangun gereja di Ganjuran, keluarga Schmutzer memperkerjakan seorang arsitek dari Belanda, J. Yh. van Oyen. Pembangunannya dimulai pada tanggal 16 April 1924, ditandai peletakan batu pertama oleh Vikaris Apostolik Batavia, Monseigneur Antonius van Velsen S.J. dan diberkati pada tanggal 20 Agustus 1924. 3 C.H Suryanugraha, Liturgi Autentik dan Relevan, Yogyakarta, CV. Titian Galang Printika, 2006, hlm. 118. 4 Anton Haryono, Awal Mulanya adalah Muntilan: Misi Jesuit di Yogyakarta 1914-1940, Yogyakarta, Penerbit Kanisius, 2009, hlm. 126. 2 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3 Schmutzer beserta keluarganya pada waktu itu menyadari orang-orang Ganjuran masih banyak yang menganut Kejawen.5 Mereka menggunakan mitologi Jawa terbaik untuk mendekatkan gereja dengan masyarakat. Untuk menjalankan niatnya itu, Schmutzer memperkerjakan seorang seniman SundaMuslim bernama Iko untuk membuat ornamen-ornamen gereja dengan nuansa kejawaan. Dalam mendesain dan mengerjakan ornamen-ornamen dan patung gereja, Iko didampingi oleh Yong Shoi Lin, seorang Tionghoa. Gedung Gereja Ganjuran yang berdiri pada tahun 1924, jika dilihat dari luar seperti bangunan Belanda atau Eropa. Namun jika dilihat interiornya karakteristik kejawaan gereja ini sangatlah kental. Altarnya bernuansakan Jawa dengan sepasang patung malaikat bersayap mengapit tabernakel, dengan sikap duduk dan sembah jangga.6 Ornamen-ornamen dinding dalam gereja juga bernuansa kejawaan meskipun bertutur tentang kekatolikan. Untuk memperkuat karakter kejawaan Gereja Ganjuran, Ir. Julius Schmutzer merancang sebuah bangunan candi yang dimaksudkan untuk menghormati Hati Kudus Tuhan Yesus. Candi Jawa dipilih sebagai simbol bahwa seorang raja baru telah hadir di tanah Jawa, yakni Kristus Sang Raja.7 Candi tersebut dibangun empat tahun berselang setelah selesai pembangunan gereja. Pembangunan Candi Hati Kudus Tuhan Yesus tidak terlepas dari filosofis masyarakat Jawa yang sudah dipikirkan oleh keluarga Schmutzer. Arca Yesus Kristus dibuat dalam rupa raja Jawa Klasik. Pemilihan lokasi juga tidak luput dari 5 Kejawen adalah sebuah kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Jawa Sembah jangga adalah posisi duduk bersila dengan tangan mengatup menghormat seperti orang yang sedang menghadap raja. 7 Ibid, hlm. 123. 6 3 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 4 filosofi Jawa, di mana bangunan candi menghadap ke selatan. Masyarakat Jawa meyakini bahwa sosok perempuan, sekaligus ratu mereka berada di Laut Selatan, Ratu Roro Kidul. Ratu Roro Kidul dianalogikan sebagai Maria. Patung Yesus di Candi Ganjuran dibangun menghadap ke Selatan, artinya menghadap ke arah Ibunya. Seiring perkembangan umat yang semakin bertambah, pada tahun 1942 bangunan gereja diperluas. Waktu itu banyak umat gereja yang tidak dapat mengikuti Ekaristi di dalam gereja. Pada tahun 1948 sewaktu terjadi Agresi Militer Belanda II terjadi pengrusakan besar-besaran terhadap pabrik gula Gondang Lipoera. Bangunan gereja, candi Ganjuran, sekolah-sekolah dan rumah sakit tidak mengalami dampak dari peristiwa tersebut. Selama perkembangannya, Gereja Ganjuran masih menggunakan pondasi yang tetap dan menggunakan 12 tiang sebagai penyangga di bagian tengah gereja. Bagi masyarakat Jawa, tiang-tiang penyangga tersebut dinamakan Saka Guru. Ciri khas gereja dengan lonceng di atas pintu masuk gereja juga tetap dipertahankan. Selain itu, altar Gereja Ganjuran yang khas tidak mengalami perubahan sama sekali. Semakin berkembangnya umat Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran, bangunan gereja juga semakin diperluas. Perluasan bangunan terjadi pada tahun 2000 yaitu dengan menambahkan bangunan pendapa terpisah di sisi selatan dan utara gereja. Bangunan pendapa tersebut kerap digunakan umat untuk ibadah yang lebih sederhana dan berbagai macam pertemuan Gerejawi. Kedua pendapa itu memberikan sebuah kesan simetris antara sisi utara dan selatan gereja sehingga 4 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 5 nampak harmonis antara kebudayaan Jawa (bangunan joglo) dengan kebudayaan Eropa (gereja). Bangunan joglo yang dibuat sebagai ruang tambahan untuk umat tidak bertahan lama. Selang beberapa tahun setelah didirikan, bangunan itu mengalami kerusakan parah akibat gempa dahsyat yang terjadi pada tanggal 26 Mei 2006. Pada saat umat menyambut komuni, gedung gereja tergoncang, langit-langit gereja runtuh dan sebagian dinding ambrol. Empat umat yang mengikuti misa pagi saat itu meninggal akibat tertimpa bangunan gereja. Seiring perbaikan bangunan gereja yang roboh akibat gempa, umat menggunakan bangunan gereja darurat menyerupai limasan panjang tanpa dinding. Bangunan tersebut terletak di depan pelataran Candi Hati Kudus Tuhan Yesus, terbuat dari bambu yang diikat dengan tali ijuk dan atapnya menggunakan damen atau batang padi yang dikeringkan. Berselang tidak lama dari gempa serta penanganan korban gempa, bangunan gereja yang roboh kemudian diratakan dengan tanah dan dibuat dengan bangunan baru yang dimulai pada tanggal 22 Juni 2008. Ide bangunan gereja baru ini tidak terlepas dari cita-cita keluarga Schmutzer yang hendak menggabungkan antara kebudayaan Jawa dengan agama Katolik. Dipilihlah bangunan joglo yang mencirikan bangunan tradisional masyarakat Jawa. Proyek pembangunan gereja didasari oleh filosofi arsitektur Jawa serta simbol-simbol ajaran Katolik yang tertuang dalam Injil. Setiap ornamen yang terdapat dalam bangunan Gereja Ganjuran saat ini semakin kental 5 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 6 akan karakteristik kejawaannya maupun makna ajaran agama Katolik yang sudah tertuang dalam Injil. B. Perumusan Masalah Dalam rangka melihat karakteristik kejawaan dalam Gereja Ganjuran dari sudut pandang arsitektur bangunan, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan. Permasalahan tersebut antara lain: 1. Bagaimana latar belakang berdirinya Gereja Ganjuran? 2. Bagaimana karakteristik kejawaan Gereja Ganjuran sebelum gempa 2006? 3. Bagaimana karakteristik kejawaan Gereja Ganjuran pasca gempa 2006? C. Tujuan Penelitian Ada beberapa tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penulisan karya tulis ini, yaitu: 1. Mengetahui latar belakang berdirinya Gereja Ganjuran di tahun 1924. 2. Mengetahui bentuk-bentuk karakteristik kejawaan arsitektur Gereja Ganjuran sebelum gempa tahun 2006. 3. Mengetahui macam-macam karakteristik kejawaan arsitektur Gereja Ganjuran pasca gempa tahun 2006. D. Manfaat Penulisan Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan dari Fakultas Ilmu Keguruan dan Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Diharapkan hasil dari penelitian ini akan dapat menambah ilmu, pengetahuan dan pengalaman bagi penulis dalam bidang sejarah 6 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 7 arsitektur Gereja. Penelitian ini pun menjadi pengalaman tersendiri bagi penulis. Hasil penulisan skripsi juga berguna sebagai sumbangan pemikiran tentang studi sejarah gereja, khususnya arsitektur yang ada di Gereja Ganjuran. Skripsi ini pun dapat digunakan sebagai kajian lebih lanjut bagi institusi atau lembaga terkait, mahasiswa dan pihak lain yang membutuhkan. E. Tinjauan Pustaka Jika seseorang ingin menulis sejarah, maka pertama yang dibutuhkan adalah sumber-sumber sejarah. Sumber-sumber sejarah yang digunakan dalam skripsi ini antara lain buku karangan Djoko Soekiman berjudul Kebudayaan Indis dan Gaya Hidup Masyarakat Pendukungnya di Jawa, Abad XVIII - Medio Abad XX.8 Buku ini menerangkan berbagai bentuk percampuran budaya masyarakat Indonesia dengan kebudayaan Eropa, khususnya Belanda. Kebudayaan yang bercampur tersebut dinamakan kebudayaan Indis. Ada beberapa aspek kebudayaan Indis, salah satunya yakni religi dan arsitektur. Hal itu tampak dalam karya Schmutzer yakni Gereja Ganjuran dan Candi Hati Kudus Yesus. Buku yang diterbitkan oleh Kantor Wali Gereja Indonesia, berjudul Sejarah Gereja Katolik Indonesia 3b, Wilayah-Wilayah Keuskupan Dan Majelis Agung Wali Gereja Indonesia Abad Ke-20, Jawa, Nusa Tenggara9 membahas sejarah awal mula berkembangnya agama Katolik di beberapa daerah. Buku ini berisi, penyebaran misi di wilayah Jawa hingga Ende dan Larantuka di Nusa Tenggara. Diterangkan mulai dari mulai berkembangnya Keuskupan Agung 8 Djoko Soekiman, loc.cit. Muskens, Sejarah Gereja Katolik Indonesia 3b, Wilayah-Wilayah Keuskupan Dan Majelis Agung WaliGereja Indonesia Abad Ke-20, Jawa, Nusa Tenggara, MAWI, Lampiran-Lampiran, 1974, Jakarta: Bagian Dokumentasi Penerangan Kantor WaliGereja Indonesia. 9 7 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 8 Semarang baik awal terbentuknya tahun 1940, misi Katolik di Jawa Tengah hingga perkembangan keuskupan lainnya di Jawa Tengah, Jawa Timur hingga Nusa Tenggara tahun 1970-an. Indonesianisasi: Dari Gereja Katolik di Indonesia Menjadi Gereja Katolik Indonesia10, karangan Huub J.W.M. Boelaars, berbicara tentang proses terwujudnya pembangunan struktural dan budaya gereja-gereja setempat di Indonesia. Dalam buku ini diterangkan mengenai proses perubahan yang disebut Indonesianisasi sejak awal mula sejarahnya, yakni masa sekitar 1940 hingga 1990 di seluruh Nusantara. Kekristenan di Indonesia bukanlah produk lokal Indonesia, karena berasal dari luar negeri. Kekristenan ditanam di Nusantara pada abad-abad silam sebagai bibit, kemudian mengakar dan makin dewasa melalui berbagai proses, salah satunya adalah inkulturasi, pengungkapan iman Katolik dengan budaya Indonesia. Sejarah perkembangan Gereja Katolik di Indonesia juga termuat dalam buku berjudul Ragi Carita Sejarah Gereja di Indonesia 2 karangan Cornelis van De Ven. Selain perkembangan umat, dalam buku ini disajikan perkembangan inkulturasi Gereja Katolik di Indonesia. Sumber berikutnya adalah buku berjudul Awal Mulanya Adalah Muntilan: Misi Jesuit Di Yogyakarta karangan Anton Haryono.11 Buku ini mendeskripsikan sejarah penyebaran dan perkembangan misi agama Katolik di Yogyakarta pada tahun 1914 hingga tahun 1940. Di dalamnya juga terdapat data-data mengenai 10 Huub J.W.M. Boelaars, Indonesianisasi Dari Gereja Katolik di Indonesia Menjadi Gereja Katolik Indonesia, 2005, Yogyakarta : Kanisius. 11 Anton Haryono, op.cit., hlm. 11-20. 8 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 9 sejarah Gereja Ganjuran yang menggunakan inkulturasi sebagai suatu bentuk atau cara penyebaran agama Katolik. Kelima buku tersebut digunakan peneliti untuk membahas tentang awal mula penyebaran misi Katolik di Pulau Jawa. Buku-buku itu memaparkan bagaimana agama Katolik masuk ke Indonesia dengan disebarkan oleh orangorang Katolik dari Belanda. Orang-orang Belanda tersebut adalah para biarawan Jesuit. Mereka menyebarkan agama Katolik dengan antusias sehingga karyakaryanya dapat berkembang seperti agama Katolik di Pulau Jawa sekarang ini. Sumber berikutnya berupa artikel karya C.H. Suryanugraha berjudul Candi Ganjuran: Seni Liturgis Budaya Jawa. Artikel ini dimuat dalam buku berjudul Rupa dan Citra,12 menceritakan keunikan Candi Ganjuran yang dibangun untuk menunjukkan suatu bentuk inkulturasi yang kuat dalam agama Katolik dengan kebudayaan Jawa. Diterangkan pula mengenai inkulturasi dalam bentuk tata cara ibadah dan acara-acara keagamaan Katolik lainnya. Panitia pembangunan Gereja Ganjuran menerbitkan sebuah buku berjudul Ganjuran: Gereja Berkat Dan Perutusan.13 Buku ini memberikan gambaran sejarah Gereja Ganjuran dari awal dibangun tahun 1924, peristiwa gempa Yogyakarta tahun 2006 hingga terbangunnya Gereja Ganjuran masa kini. Di dalamnya, banyak terdapat gambar atau foto dan sketsa-sketsa arsitektur gereja. Setiap bagian gereja masa kini dijelaskan makna filosofisnya yang kuat, perpaduan antara agama Katolik dan arsitektur Jawa. 12 C.H. Suryanugraha, Rupa dan Citra : Aneka Simbol dalam Misa, 2006, Bandung : SangKris. Panitia Pembangunan Gereja Ganjuran, Ganjuran Gereja Berkat dan Perutusan : Pasca Gempa Bumi 27 Mei 2006, 2009, Yogyakarta. 13 9 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 10 Skripsi Lucia Esti Elihami berjudul Sejarah Berdirinya Paroki Hati Kudus Yesus Ganjuran Inkulturasi Sebagai Landasan Tumbuh Dan Berkembangnya Paroki Hati Kudus Yesus Ganjuran Yogyakarta14 menjadi bagian penting dari penulisan skripsi ini. Di dalam skripsinya, Lucia Esti menjelaskan tentang sejarah keluarga Schmutzer hingga terbentuknya Ganjuran sebagai sebuah paroki besar di Yogyakarta. Ketiga sumber tersebut digunakan untuk membahas latar belakang berdirinya Gereja Ganjuran serta pertumbuhan dan perkembangannya. Selain itu ada berbagai bentuk inkulturasi agama Katolik dengan kebudayaan Jawa yang tampak pada Candi Hati Kudus Yesus, Ganjuran. Selain sumber-sumber yang membahas sejarah Gereja Katolik di Jawa, ataupun di Ganjuran, penulis juga memasukkan sumber-sumber lain tentang arsitektur. Buku-buku seperti ini dibutuhkan untuk menunjang pembahasan mengenai arsitektur masyarakat Jawa, antara lain: buku karangan H.J. Wibowo dkk. berjudul Arsitektur Tradisional Daerah Istimewa Yogyakarta,15 yang menjelaskan berbagai jenis rumah tradisional masyarakat Yogyakarta. Buku ini juga menerangkan macam-macam kegunaan atau fungsi yang terdapat dalam masing-masing bagian rumah tradisional Jawa. Buku lain adalah Joglo: Arsitektur Rumah Tradisional Jawa16 karya K.R Ismunandar. Buku ini menjelaskan mengenai joglo sebagai bangunan tradisional 14 Lucia Esti Elihami, “Sejarah Berdirinya Paroki Hati Kudus Yesus Ganjuran Inkulturasi Sebagai Landasan Tumbuh Dan Berkembangnya Paroki Hati Kudus Yesus Ganjuran Yogyakarta”, 1995, Skripsi S1, Pendidikan Sejarah, USD. 15 H.J. Wibowo, dkk, Arsitektur Tradisional Daerah Istimewa Yogyakarta, 1998, Jakarta : CV. Pialamas Permai. 16 R. Ismunandar K, Joglo Arsitektur Rumah Tradisional Jawa, 1986, Semarang : Dahara Prize. 10 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 11 masyarakat Yogyakarta yang memiliki ciri khasnya masing-masing. Termuat di dalamnya penjelasan tentang teknik pembuatan, makna tiap bagian bangunan, serta penggunaan simbol-simbol dalam aksesoris bangunan joglo. Wastu Citra: Pengantar Ke Ilmu Budaya Bentuk Arsitektur Sendi-Sendi Filsafatnya Beserta Contoh-Contoh Praktis karya Y.B. Mangunwijaya merupakan buku yang berisikan macam-macam bentuk arsitektur dunia beserta kosmologi dari masing-masing ruang yang dimiliki. Dalam buku ini dijelaskan beberapa filsafat terkait sejarah perkembangan arsitektur serta kosmologi arsitektur gereja yang ada di dunia. Dalam menyusun skripsi peneliti memanfaatkan juga tradisi lisan, yang diperoleh berdasarkan cerita-cerita dari keluarga peneliti yang tinggal di Ganjuran serta homili yang dilakukan oleh Romo G. Utomo, Pr. saat berkothbah dalam acara Prosesi Agung gereja Hati Kudus Tuhan Yesus tahun 2015. Data lain yang cukup bermanfaat juga didapatkan dari beberapa video mengenai sejarah Gereja Ganjuran. F. Landasan Teori Sebelum masuk pada pokok pembahasan, penulis perlu menguraikan beberapa konsep yang dipergunakan dalam penelitian ini yakni mengenai konsep karakter kejawaan, arsitektur rumah Jawa, dan gereja Katolik. Hal ini bertujuan untuk memperjelas arti dari beberapa kata penting yang sering kali digunakan dalam pembahasan sehingga ada kesamaan pandang. Setiap kebudayaan memiliki karakteristiknya masing-masing. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kebudayaan merupakan hasil kegiatan dan 11 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 12 penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian dan adat istiadat. Salah satu bentuk budaya yang ada di Indonesia yakni budaya Jawa. Budaya Jawa ini dianut oleh suku Jawa, baik yang menetap di Jawa ataupun di pulau yang berbeda.17 Budaya Jawa yang melekat ini kemudian muncul sebagai karakter kejawaan. Dalam penulisan ini pengertian kejawaan merupakan kondisi budaya Jawa yang dihayati oleh masyarakat Jawa yang terlihat dari aspek-aspek kehidupan yang dijalani. Unsur kebudayaan yang dimiliki suku-suku di Indonesia berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Unsur kebudayaan masyarakat pada kesenian yang dapat dilihat dari seni kriya, seni pertunjukan, seni sastra dan seni lainnya.18 Pada seni kriya ini tampak pada seni ukir dekoratif, dan seni arsitektur atau seni membangun sebuah bangunan tertentu. Kearifan lokal yang dimiliki oleh berbagai daerah tampak dari seni kriya dalam rupa arsitektur bangunannya. Kearifan lokal tersebut berasal dari sebuah tradisi, kondisi lingkungan, kondisi sosial, serta unsur-unsur terkait yang mempengaruhi bentuk suatu bangunan di suatu daerah tertentu. Pengertian arsitektur berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu seni dan ilmu merancang serta membuat konstruksi bangunan, jembatan, dan sebagainya serta metode dan gaya rancang suatu konstruksi bangunan.19 Bagi masyarakat dulu, arsitektur diungkapkan sebagai nilai yang melekat pada karya budaya mereka, yang di dalamnya tersirat idealisme dan perilaku mereka pada waktu itu.20 17 http://id.wikipedia.org/wiki/Kejawen diunduh pada tanggal 20 Mei 2015 pukul 19.00. H.B Hery Santosa, op.cit., hlm. 119. 19 Kamus Besar Bahasa Indonesia. 20 Arya Ronald, 2012, Pengembangan Arsitektur Rumah Jawa, hlm. iii. 18 12 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 13 Dalam masyarakat Jawa dikenal berbagai bentuk bangunan rumah antara lain rumah bentuk kampung, rumah bentuk penggang, rumah limasan dan rumah joglo. Rumah joglo dan rumah limasan merupakan jenis rumah yang familiar di Jawa, khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta. Gb. 1. Bentuk Rumah Joglo (Sumber: www.google.com) Gb. 2. Bentuk Rumah Limasan Tradisional (Sumber: www.google.com) 13 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 14 Rumah joglo umumnya dimiliki oleh orang-orang yang mampu. Hal itu karena untuk membangun rumah Joglo dibutuhkan bahan bangunan yang lebih banyak dan lebih mahal. Masyarakat kalangan menengah ke bawah lazimnya tidak dapat membangun rumah tradisional jenis joglo tersebut. Selain harga bahan bangunannya yang mahal, bila rumah joglo tersebut mendapat kerusakan dan perlu diperbaiki, tetapi tidak boleh merubah dari bentuk semula. Sebab kalau dilanggar bisa menimbulkan pengaruh yang kurang baik pada penghuni rumah.21 Rumah joglo merupakan bangunan yang sempurna bagi masyarakat Jawa. Bangunan ini memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan jenis rumah tradisional masyarakat Jawa kebanyaka. Ciri umum bentuk bangunan joglo adalah penggunaan “blandar” bersusun yang disebut “blandar tumpangsari”22. Di bagian penyangga “blandar tumpangsari” terdapat empat buah tiang pokok yang terletak di tengah yang disebut “soko guru”. Sebagai penyangga atau kerangka lainnya terdapat “sunduk”, berfungsi sebagai penyiku atau penguat bangunan agar tidak berubah posisinya. Oleh sebab itu letaknya pada ujung atas “saka guru” di bawah “blandar”.23 Bangunan berukuran bujur sangkar ini mengalami perubahan seiring perkembangan jaman. Beberapa variasi bentuk bangunan joglo diantaranya: rumah joglo lawakan, rumah joglo sinom, rumah joglo jompongan, rumah joglo pangrawit, rumah joglo mangkurat, rumah joglo hageng, dan rumah joglo 21 R. Ismunandar K, op.cit., hlm. 93. Blandar tumpangsari merupakan “blandar” bersusun ke atas dan semakin melebar. 23 H.J. Wibowo, dkk., op.cit., hlm. 54. 22 14 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 15 tinandhu. Perbedaan mendasar dari berbagai jenis joglo tersebut terdapat di atap bangunan (empyak), brunjung, serta pengeret.24 Selain rumah joglo, rumah limasan merupakan salah satu jenis rumah tradisional masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta (D.I.Y) yang dapat dibuat oleh berbagai kalangan masyarakat. Bentuk rumah limasan ini memiliki denah empatpersegi panjang dan dua buah atap (kenjen atau cocor) serta dua atap lainnya (brunjung) yang bentuknya jajaran genjang sama kaki. Kata limasan ini diambil dari kata “lima-lasan”, yakni perhitungan sederhana menggunakan ukuran-ukuran : “molo” 3 meter dan “blandar” 5 meter. Tetapi bila “molo” berukuran 10 meter, maka “bladar” harus memakai ukuran 15 meter.25 Kenjen atau cocor cenderung untuk berubah. Karena rumah limasan mengalami penambahan sisi-sisinya yang disebut empyak emper atau atap emper, menimbulkan variasi baru dari rumah limasan kontemporer. Variasi bentuk rumah limasan antara lain: rumah limasan lawakan, rumah limasan gajah ngombe, rumah limasan gajah njerum, rumah limasan apitan, rumah limasan klabang nyander, rumah limasan pacul gowang, rumah limasan gajah mungkur, rumah limasan cere gancet, rumah limasan apitan pengapit, rumah limasan lambang emplok, rumah limasan semar tinandhu, rumah limasan traiumas lambang gantung, rumah limasan trajumas, rumah limasan sinom, dan rumah limasan lambang sari.26 24 Ibid., hlm. 54-60. Ibid., hlm. 43. 26 Ibid., hlm. 42-53. 25 15 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 16 Persamaan dari kedua jenis rumah tradisional Jawa tersebut, terdapat susunan ruangan yang biasanya dibagi menjadi tiga bagian, yaitu ruangan pertemuan yang disebut dengan pendhapa, ruang tengah atau disebut pringgitan, dan ruang belakang yang disebut dengan dalem atau omah jero sebagai ruang keluarga.27 Dalam ruangan itu terdapat tiga buah kamar (senthong) yaitu senthong kiwa, senthong tengah (petanen) dan senthong kanan. Keterangan : 1 1. 2. 3. 2 4d 4. 4d a b c Ruang depan Ruang tengah Ruang belakang a. Senthong kiwa b. Senthong tengah c. Senthong kanan d. kamar tambahan 4d 3 Gb. 3. Skema ruang rumah Limasan (Sumber: Joglo Arsitektur Rumah Tradisional Jawa) Susunan ruangan rumah bentuk joglo lebih jelas dibandingkan dengan susunan ruangan rumah Jawa lainnya. Oleh karena itu rumah joglo tersebut 1 Keterangan : 1. 2. 3. 2 3 a b Pendhapa Pringitan Dalem a. Senthong kiwa b. Senthong tengah c. Senthong kanan c Gb. 4. Skema ruang rumah Joglo masyarakat biasa (Sumber: Joglo Arsitektur Rumah Tradisional Jawa) 27 Ibid., hlm. 60. 16 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 17 dikatakan sebagai rumah dengan tipe yang lengkap dan tepat bagi masyarakat Jawa. Ada dua jenis tipe rumah joglo berdasarkan status kepemilikan, pertama ialah rumah joglo milik orang biasa dan rumah joglo milik golongan bangsawan (ningrat). Susunan ruang pada rumah bentuk joglo biasanya disesuaikan dengan jumlah anggota keluarga. Jadi semakin banyak anggota keluarga itu, makin banyak ruangan yang dibutuhkan. Pada prinsipnya semua kamar dalam ruangan menghubungkan antara tiang yang satu dengan tiang lainnya dan tepat di bawah “blandar”.28 Rumah yang dimiliki golongan bangsawan (ningrat) biasanya dibangun lebih lengkap. Di bagian depan rumah biasanya terdapat sebuah bangunan pendhapa yang berbentuk joglo terbuka, semakin ke dalam ada sebuah bangunan utama biasanya berbentuk limasan yang di dalamnya terdapat berbagai ruangan yang terdapat dalam rumah limasan pada umumnya. Di sebelah kiri kanan “dalem” ada bangunan kecil memanjang disebut dengan gandhok yang memiliki kamar-kamar. Keterangan : 4 1 2 3 a 1. b 2. 3. c 4 4. Pendhapa (bangunan joglo dengan ruang terbuka) Pringitan Dalem a. Senthong kiwa b. Senthong tengah c. Senthong kanan Gandhok Gb. 5. Skema ruang rumah Joglo golongan ningrat (Sumber: Joglo Arsitektur Rumah Tradisional Jawa) 28 Ibid., hlm. 61. 17 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 18 Setelah sedikit memahami tentang yang dimaksud dengan kejawaan dan arsitektur rumah Jawa, perlu dipahami lagi mengenai yang dimaksud gereja dalam skripsi ini. Gereja merupakan persekutuan para orang beriman,29 orang-orang yang percaya kepada Tuhan Allah atau kepada Kristus dan telah dibaptis secara Kristiani. Namun, pengertian Gereja tidak hanya dalam bentuk persekutuan umat melainkan juga kondisi fisiknya, yaitu bangunan, tempat berkumpulnya umat untuk melakukan ibadah. Bangunan gereja di Indonesia banyak yang menyerupai bangunanbangunan rumah di Eropa, karena agama Katolik di Indoneisa pertama kali disebarkan oleh pastor-pastor Eropa. Pada masa awal perkembangan agama Katolik di Indonesia, bangunan gereja masih menggunakan tempat terbuka atau rumah-rumah orang yang sudah memeluk agama Katolik. Karena semakin banyak yang mulai memeluk agama Katolik, dibangunlah sebuah tempat khusus untuk mereka beribadat. Di pulau Jawa, terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur bentuk bangunan yang didirikan oleh orang-orang Belanda pada tahun 1920-an biasanya sudah ada perpaduan dengan arsitektur tradisional masyarakat lokal. Ciri khas bangunan Belanda seperti itu antara lain; 1) memiliki denah simetris, pilar di serambi depan dan belakang, 2) menggunakan tempelan batu kali pada tampak depan bangunan, 3) adanya tower (pada bangunan gereja diganti dengan lonceng gereja), serta 4) memiliki ventilasi yang cukup besar. Sebagai tempat peribadatan, gereja yang 29 Konferensi Wali Gereja Katolik, Iman Katolik, 1996, Yogyakarta: Kanisius, hlm. 332. 18 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 19 dibangun oleh orang-orang Belanda cenderung berbentuk simetris menyerupai salib ( † ). Di beberapa daerah di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali terdapat gerejagereja tua yang dalam arsitektur mengalami perpaduan budaya Eropa dan Indonesia, antara lain 1) Gereja Puhsarang di Kediri tahun 1936 yang menyerupai gunung, 2) Gereja Tri Tunggal Maha Kudus di Bali tahun 1937 yang menyerupai pura, dan 3) Gereja Ganjuran di Yogyakarta tahun 1924.30 Beberapa gereja tersebut memiliki arsitektur tradisional yang diterapkan dalam peribadatan agama Katolik. Bagi masyarakat Jawa, arsitektur gereja yang menyerupai rumah tradisional membuat mereka lebih nyaman dan lebih sakral dalam melakukan upacara religinya G. Metode dan Pendekatan Penelitian 1. Metode Penelitian Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: (1) pemilihan topik, (2) pengumpulan sumber, (3) verifikasi, (4) interpretasi, (5) penulisan.31 a. Pemilihan Topik Pemilihan topik adalah langkah awal dalam setiap penulisan sejarah. Topik yang dipilih penulis haruslah bernilai. Syarat terpenting dalam pemilihan topik yaitu kedekatan intelektual dan kedekatan emosional. Kedekatan intelektual yaitu 30 Cornelis van De Ven, Ragi Carita : Sejarah Gereja di Indonesia 1860an-Sekarang, Jakarta, BPK GUNUNG MULIA, 1993, hlm. 414-418. 31 Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta, Bentang Pustaka, 2005, hlm. 89. 19 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 20 penulis memiliki kemampuan yang memadai untuk membahas topik yang akan ditulis. Sedangkan kedekatan emosional adalah ketertarikan penulis pada topik yang diambil. Apabila penulis memiliki kompetensi yang memadai dan tertarik pada topik tersebut sangat tinggi, maka penelitian sejarah yang dilakukan akan terasa menyenangkan. Penulis memiliki kedekatan intelektual dan emosional pada topik “Karakter Kejawaan Arsitektur Gereja Katolik Ganjuran (Tahun 1924-2013)”. Penulis memilih topik tersebut karena penulis merasa tertarik atas arsitektur kejawaan yang sangat kental pada Gereja Ganjuran. Arsitektur yang dimiliki oleh Gereja Ganjuran tersebut semakin berkembang seiring perkembangan umat dan perkembangan jaman. Perkembangan tersebut bukan ke arah arsitektur yang semakin modern melainkan menuju arsitektur yang tradisional dan megah. Dalam pemilihan topik juga harus memiliki nilai, topik yang akan diteliti harus memberikan makna dan kesan tersendiri bagi para pembaca kelak dan harus berdasarkan pengalaman manusia yang dianggap penting dan dapat membawa perubahan. b. Pengumpulan Sumber (Heuristik) Setelah pemilihan topik yang dilakukan, tahap berikutnya adalah pengumpulan sumber (heuristik). Heuristik berasal dari kata Yunani, heuriskein, artinya menemukan. Heuristik, maksudnya adalah tahap untuk mencari, menemukan, dan mengumpulkan sumber-sumber berbagai data. Pengumpulan data tersebut agar dapat mengetahui segala bentuk peristiwa atau kejadian sejarah masa lampau yang relevan dengan topik atau judul penelitian dan 20 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 21 berbagai jenis sumber yaitu sumber tertulis, sumber lisan, benda tinggalan, dan sumber kuantitatif.32 Pada penelitian ini penulis menggunakan sumber yang berupa buku-buku dan dokumen yang terkait dengan topik yang akan dibahas. c. Kritik Sumber (Verifikasi) Verifikasi adalah penilaian terhadap sumber-sumber sejarah. Verifikasi atau kritik sumber dalam sejarah memiliki arti pemeriksaan terhadap kebenaran laporan tentang suatu peristiwa sejarah. Yang dimaksud dengan kritik adalah kerja intelektual dan rasional yang mengikuti metodologi sejarah untuk mendapatkan objektivitas suatu kejadian.33 Data-data yang diperoleh melalui tahapan heuristik terlebih dahulu harus dikritik atau disaring sehingga diperoleh fakta-fakta yang seobjektif mungkin. Kritik tersebut berupa kritik tentang otentitasnya (kritik ekstern) maupun kredibilitasisinya (kritik intern), dilakukan ketika dan sesudah pengumpulan data berlangsung. Sumber sejarah yang telah dikritik menjadi data sejarah. d. Interpretasi Interpretasi yang biasa disebut juga sebagai penafsiran data. Data yang telah terkumpul dari berbagai sumber kemudian ditafsirkan atau diinterpretasikan. Terdapat dua macam interpretasi yakni analisis (menguraikan) dan sintesis (menyatukan). Analisis digunakan untuk menguraikan fakta-fakta yang ada dan sintesis digunakan untuk menyatukan seluruh data yang telah dikumpulkan. Sintesis data yang telah dikumpulkan tersebut kemudian dikelompokkan 32 33 Suhartono W. Pranoto, Teori dan Metodologi Sejarah, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010, hlm. 24. Ibid., hlm. 35. 21 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 22 berdasarkan relevansinya sehingga dapat diuji kebenarannya. Dengan demikian tujuan interpretasi data yakni memperkuat data berdasarkan data yang relevan. e. Penulisan Sejarah (Historiografi) Penulisan sejarah memiliki tiga bagian penting yang harus diperhatikan yaitu pengantar, hasil penelitian dan kesimpulan. Dalam pengantar dijelaskan latar belakang topik yang diteliti. Dari latar belakang tersebut kemudian dalam hasil penelitian akan dijelaskan hasil penelitian yang diperoleh oleh penulis dan kesimpulan yaitu melakukan generalisasi dari bab-bab sebelumnya. 2. Pendekatan Penelitian Sejarah sebagai ilmu sosial tidak bisa berdiri tanpa bantuan ilmu sosial lainnya. Maka dari itu sejarah meminjam ilmu sosial yang lainnya digunakan dalam pendekatan. Dengan menggunakan pendekatan ilmu sosial yang lain maka penelitian sejarah akan lebih jelas. Pendekatan menjadi sangat penting, sebab dari pendekatan yang mengambil sudut pandang tertentu akan menghasilkan kejadian tertentu.34 Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan pendekatan arsitektur dan budaya. Pendekatan arsitektur merupakan pendekatan yang berorientasi pada jenisjenis arsitektur bangunan. Pendekatan arsitektur ini digunakan untuk melihat acuan-acuan bangunan khususnya bangunan Gereja Ganjuran. Pendekatan arsitektur ini juga digunakan untuk melihat perkembangan bangunan Gereja serta beberapa ornamen pelengkap arsitektur Gereja Ganjuran. 34 Suhartono W. Pranoto, 2010, Teori dan Metodologi Sejarah, Yogyakarta: Graha Ilmu, hlm. 37. 22 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 23 Pendekatan budaya merupakan pendekatan yang berorientasi pada karakter budaya Jawa yang melekat pada Gereja Ganjuran. Budaya Jawa sendiri sangat identik dengan ragam hias tertentu. Ragam hias atau ornamen yang berasal dari budaya Jawa dipadukan dengan ajaran-ajaran Katolik menghasilkan sebuah inkulturasi, memperkaya budaya tersebut. Budaya Jawa inilah yang nampak dalam perkembangan Gereja Ganjuran dari masa ke masa. H. Sistematika Penulisan Untuk mempermudah pembahasan dalam menyusun skripsi ini, penyusunan dibagi menjadi lima bab. Dalam setiap bab akan terbagi menjadi beberapa sub bab. Bab I adalah Pendahuluan. Di dalamnya terdiri dari beberapa sub bab, diantaranya adalah Latar Belakang Masalah yang menerangkan alasan dan minat dalam penelitian, Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Landasan Teori, Metodologi penelitian dan Sistematika Penulisan. Bab II menjelaskan tentang latar belakang berdirinya Gereja Ganjuran. Bab ini menjelaskan tentang misi Gereja Katolik di Indonesia sebagai tonggak awal penyebaran agama Katolik di Jawa khususnya untuk daerah Yogyakarta dan sekitarnya. Dijelaskan pula mengenai keluarga Schmutzer yang menjadi pendiri sekaligus perancang arsitektur kejawaan gereja di Ganjuran. Kemudian dilanjutkan dengan penjelasan mengenai proses pendirian gereja yang kemudian menambahkan bangunan Hati Kudus Tuhan Yesus sebagai tanda devosi kepada Hati Kudus Tuhan Yesus oleh keluarga Schmutzer. 23 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 24 Bab III memaparkan tentang karakteristik kejawaan arsitektur Gereja Ganjuran. Bab ini akan menjelaskan tentang pembentukan serta kejawaan arsitektur yang terdapat dalam bangunan Gereja Ganjuran pada awal pembangunannya yang dilengkapi dengan berbagai macam ornamen liturgi yang bercirikan kejawaan. Dijelaskan pula perkembangan arsitektur Gereja dari masa ke masa. Sub bab terakhir di bab ini akan menganalisis mengenai peristiwa gempa Yogyakarta tahun 2006 yang menghancurkan struktur bangunan gereja yang kemudian menjadi titik balik perubahan arsitektur gereja pada masa kini. Bab IV akan membahas tentang karakteristik kejawaan arsitektur gereja pasca gempa Yogyakarta tahun 2006. Pembangunan kembali gereja dilaksanakan oleh panitia pembangunan melibatkan beberapa masyarakat. Tiap bagian bangunan yang dibuat memliki makna filosofis di dalamnya. Makna filosofis yang terkandung tersebut berdasarkan ajaran agama Katolik, tepatnya berada dalam Kitab Suci. Bab V adalah penutup yang terdiri dari kesimpulan serta saran dan kritik. Demikian pendahuluan skripsi ini, penulis ngin membuat suatu tulisan mengenai Karakteristik Kejawaan Arsitektur Gereja Katolik Ganjuran dari tahun 1924-2013, yang meliputi sejarah pembangunan, karakteristik kejawaan arsitektur sebelum gempa Yogyakarta tahun 2006 dan karakteristik kejawaan arsitektur gereja yang dipadukan dengan agama Katolik pasca gempa Yogyakarta tahun 2006. 24 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB II BERDIRINYA GEREJA GANJURAN A. Misi Gereja Katolik di Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) adalah daerah setingkat dengan provinsi di Indonesia, merupakan peleburan dari Kesultanan Yogyakarta dan Kadipaten Paku Alaman, terletak di bagian selatan Pulau Jawa bagian tengah, dan berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah dan Samudera Hindia.1 DIY terdiri dari beberapa kota dan kabupaten, yakni Kotamadya Yogyakarta, Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunungkidul, Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten Sleman.2 Pada masa penjajahan banyak orang Belanda tinggal di kota Yogyakarta. Orang-orang Belanda yang tinggal di Yogyakarta melakukan berbagai kegiatan mulai dari bekerja, mencari nafkah hingga beribadah. Orang-orang Belanda yang datang ke Indonesia mayoritas Protestan. Pada waktu itu agama Protestan lebih dominan dalam pemerintahan Kerajaan Belanda. Agama Katolik kemudian hadir dan berkembang sehingga berbagai gerakan misionaris Katolik mulai bermunculan di Pulau Jawa. Persebaran agama Katolik di Jawa Tengah diawali di kota Muntilan. Penyebaran misi pertama kali dilakukan oleh Pastor van Lith, ia mengajarkan agama Katolik kepada masyarakat pribumi di Muntilan dan Yogyakarta.3 1 Tim Redaksi, Arsitektur Tradisional Daerah Istimewa Yogyakarta, (Yogyakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan), 1982, hlm. 7-14. 2 Ibid, hlm. 14. 3 Muskens, Sejarah Gereja Katolik Indonesia 3b, Wilayah-Wilayah Keuskupan Dan Majelis Agung Waligereja Indonesia Abad Ke-20, Jawa, Nusa Tenggara, MAWI, Lampiran-Lampiran, 1974, Jakarta: Bagian Dokumentasi Penerangan Kantor Waligereja Indonesia, hlm. 847-850. 25 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 26 Dalam upayanya menumbuhkan semangat Katolik dari kalangan pribumi, van Lith tidak segan untuk mendatangi keluarga para bangsawan di sekitar Kraton Yogyakarta dan Pakualaman. Pastor van Lith juga mendirikan sekolah guru yakni sekolah Kolese Xaverius pada tahun 1904.4 Hasil dari usaha Pastor van Lith dalam mengajarkan agama Katolik kepada masyarakat pribumi yaitu dengan dilakukannya pembaptisan pertama di Sendang Sono pada 14 Desember 1903 dengan memberikan sakramen permandian kepada 174 orang.5 Pembaptisan yang dilakukan oleh Pastor van Lith tersebut menjadi tonggak awal perkembangan misi di Jawa. Gb. 6. Pastor van Lith (Sumber: Sejarah Katolik Gereja Jilid 3B) 4 5 Ibid., hlm. 853. Ibid., hlm. 854. 26 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 27 Selain Pastor van Lith, ada pula seseorang keturunan Indo yang bernama Henri van Driessche menjadi tokoh penyebar agama Katolik di Yogyakarta dan sekitarnya. Ia lahir di Surabaya tahun 1875 dan menjadi imam saat berobat ke Eropa. Tahun 1912 pastor van Driessche kembali ke Indonesia dan menjadi guru di kolese Muntilan.6 Gb. 7. Pastor Henri van Driessche beserta para muridnya dari sekolah Standaardschool di Mendut (Sumber: St. Claverbond, Perpustakaan Kolsani) Mulai bulan Maret 1919 pastor van Driessche pindah ke Yogyakarta hingga meninggalnya 10 Juni 1934.7 Dalam menyebarkan ajaran Katolik di Muntilan dan Yogyakarta, ia sangat terbantu sekali dengan kemampuannya berbahasa Jawa. Dengan kemampuannya tersebut semakin membuat orang-orang tertarik untuk belajar lebih tentang agama Katolik. Selama di Yogyakarta, Pastor van Driessche diminta untuk membuka sekolah-sekolah di Yogyakarta. Dorongan 6 7 Ibid., hlm. 860. Ibid., hlm. 861. 27 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 28 dari murid-muridnya tersebut memberikan semangat padanya untuk lebih berkarya di Yogyakarta dan sekitarnya. Pastor van Driessche, yang sejak kecil sudah pincang, hanya bisa mengunjungi Klaten, Wedi, namun di tahun 1922 ia mendapatkan sebuah mobil dari keluarga Schmutzer yang berdomisili di Ganjuran. Bantuan mobil yang diberikan oleh keluarga Schmutzer tersebut mempermudah untuk berkunjung serta mengemban kerasulannya di Yogyakarta.8 Sebelum Pastor van Driessche mendapatkan mobil dari keluarga Schmutzer, ia sudah memberikan pengajaran agama Katolik dan misa mingguan kepada beberapa masyarakat di Ganjuran, terutama kepada karyawan pabrik gula Kali Gondang yang berubah nama menjadi Gondang Lipoera. Bedasarkan dokumen yang ditulis oleh keluarga Schmutzer dalam Bahasa Belanda dikatakan bahwa tahun 1919 untuk petama kalinya diadakan Misa Kudus di rumah keluarga Schmutzer yang dirayakan oleh Pastor van Drissche, S.J. bersama tujuh atau delapan umat.9 B. Keluarga Schmutzer dan Pabrik Gula Gondang Lipoera Keluarga Schmutzer merupakan salah satu keluarga Belanda yang menetap di Ganjuran, Yogyakarta. Tidak diketahui secara jelas tentang orang Katolik pertama di Ganjuran, namun diyakini bahwa Stefanus Barends dan istrinya Elise Francisca Wilhelmia Karthaus adalah keluarga Katolik pertama di Ganjuran pada 8 Ibid., hlm. 862. C.H Suryanugraha, Liturgi Autentik dan Relevan, 2006, Yogyakarta : CV. Titian Galang Printika, hlm. 117. 9 28 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 29 pertengahan abad ke-19.10 Mereka adalah cikal bakal keluarga Schmutzer sekaligus pewarta agama Katolik pertama di Ganjuran. Barends adalah orang Belanda yang cukup kaya di negerinya. Ia tiba pertama kali di Surabaya pada pertengahan abad ke-19 dan kemudian bersama istrinya ke Ganjuran untuk berbisnis di sana. Tidak banyak kontribusi yang diberikan keluarga Barends selama tinggal di Ganjuran. Tercatat pada tanggal 1 September 1862, Stefanus Barends membeli perkebunan tebu dan mengelolanya menjadi perusahaan keluarga. Selama pengelolaannya, perusahaan gula tersebut berjalan lancar karena pada waktu itu gula merupakan komoditi yang laris untuk perdagangan ekspor dari Indonesia. Masa-masa sulit pabrik gula di Ganjuran terjadi setelah pemilik pabrik gula tersebut meninggal dunia di tahun 1876. Di bawah pengelolaan anaknya, Ferdinand Barends, pabrik gula tersebut kurang memiliki andil besar bagi perkembangan Ganjuran. Sepeninggal Stefanus Barends, istrinya Elise Karthaus kembali ke Surabaya dan menetap beberapa lama di sana. Selama tinggal di Surabaya, ia bertemu dan berkenalan dengan Gottfried Josef Julius Schmutzer. Pada akhirnya di tahun 1880, Gottfried Schmutzer dan Elise Karthaus menikah. Seluruh kekayaan Stefanus Barends diwariskan kepada Elise dan Ferdinand Barends, anak mereka. Di antara warisan itu adalah kebun tebu dan pabrik gula di desa Ganjuran, Yogyakarta, yang secara khusus diwariskan kepada Ferdinand Barends setelah ibunya menikah lagi dengan Gottfried J.J. Schmutzer.11 10 Warta Berkah Dalem Ganjuran Awal Misi Di Ganjuran, diakses 21 Agustus 2015, jam 10.23 WIB. 11 C.H Suryanugraha, loc.cit. hlm. 117. 29 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 30 Pernikahan Gottfried Schmutzer dengan Elise Karthaus dikaruniai empat anak: Elise Anna Maria Antonia Schmutzer (1881), Josef Ignaz Julius Maria Schmutzer (1882), Julius Robert Anton Maria Schmutzer (1884) dan Eduard Wilhelm Maria Schmutzer (1887). Mereka menetap dan tinggal di Surabaya untuk beberapa lama. Putra terakhir dari pasangan Gottfried dan Elise meninggal pada tahun 1905 dalam usia 18 tahun karena serangan suatu penyakit yang tidak bisa disembuhkan. Di Surabaya, Josef beserta adiknya, Julius sekolah hingga lulus sekolah menengah (HBS). Setelah lulus, mereka melanjutkan studi teknik di Delft, Belanda. Josef lulus sebagai insinyur pertambangan pada tahun 1902, meneruskan studi ke Paris sampai memperoleh Diploma Insinyur pertambangan pada tahun 1904. Pada tahun 1905 ia menjadi dosen di Utrecht dan tahun 1910 memperoleh gelar Doktor dari Sekolah Tinggi Teknik di Delft. Ia menjadi dosen sampai tahun 1912.12 Sementara itu adiknya, Julius Schmutzer berhasil meraih gelar Insinyur teknik dan tinggal di Belanda sampai tahun 1910. Selama masa kuliah di Delft, kakak beradik Schmutzer aktif dalam gerakan mahasiswa Katolik. Sebagai aktifis mahasiswa mereka sering mengadakan diskusi. Salah satu yang mereka diskusikan adalah Ensiklik Rerum Novarum,13 ajaran sosial Gereja yang dikeluarkan oleh Paus Leo XIII pada tahun 1891. Ensiklik Rerum Novarum berisi ajaran tentang tanggung jawab sosial Gereja dan seluruh anggota Gereja terhadap buruh dan situasi yang dialami buruh 12 Lusia Esti Elihami, op.cit., hlm 28. Ensiklik (dari bahasa Yunani: egkuklios, “lingkaran”) adalah sebuah istilah dalam agama Kristen Katolik. Arti sebenarnya ialah sebuah surat edaran Uskup. Tetapi dewasa ini ensiklik artinya adalah surat Paus sebagai Uskup Roma dan pemimpin Gereja Katolik dunia. 13 30 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 31 sebagai akibat dari industrialisasi.14 Pergejolakan terjadi antara kaum buruh dengan kaum pemilik modal di Eropa. Munculnya paham sosialisme yang semakin memojokkan kaum buruh, sehingga Gereja pun kemudian mengambil jalan keluar yakni dengan dicetuskannya Ensiklik karya Paus Leo XIII tersebut. Paus Leo mendukung hak-hak buruh untuk membentuk serikat buruh, namun ia menolak sosialisme dan mengukuhkan hak milik perseorangan, dalam upaya mengusahakan kesejahteraan rakyat.15 Josef dan Julius Schmutzer sangat terkesan dengan ajaran sosial Gereja ini. Setelah meraih gelar Insinyur teknik di tahun 1910, Julius Schmutzer beserta ibunya kembali ke Jawa dan tinggal di Ganjuran. Di tahun 1912 ibunya, Elise Karthaus Schmutzer, meninggal dunia setelah sakit keras. Dengan kematian sang ibunda di Ganjuran, Josef Schmutzer mengundurkan diri dari profesinya sebagai dosen di Delft dan memilih kembali ke Ganjuran. Ketiga bersaudara Schmutzer, Elise, Josef, dan Julius Schmutzer sepakat membeli perkebunan tebu di Ganjuran dari Ferdinand Barends, anak pertama mendiang ibu mereka dari suami sebelumnya.16 Dengan demikian perkebunan tebu di Ganjuran sejak saat itu resmi menjadi milik keluarga Schmutzer. 14 Lusia Esti Elihami, op.cit, hlm 29. Beding, Marcel B.A, Adjaran Sosial Geredja, 1965, Ende : ARNOLDUS Ende-Flores, hlm. 30. 16 Lusia Esti Elihami, op.cit, hlm 30. 15 31 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 32 Gb. 8. Kakak beradik Julius dan Josef Schmutzer beserta istri mereka. (Sumber: St. Claverbond 1928, Perpustakaan Kolsani) Sejak kepindahan kakak beradik Schmutzer di Ganjuran, mereka bertempat tinggal di dusun Kali Gondang. Mulai tahun 1912 Josef dan Julius Schmutzer bekerja membangun pabrik gula milik mereka di Ganjuran. Karena rumah dan pabrik gula mereka terletak di dusun Kali Gondang, yang artinya “sungai siput” maka nama pabrik gula itu dinamakan sesuai nama dusun itu.17 Josef dan Julius Schmutzer berusaha memodernisasi pabrik gula yang sudah tua dengan mendatangkan mesin-mesin baru dan menerapkan teknologi yang paling maju saat itu. Mereka menerapkan sistem manajemen yang baik juga mengadakan kesepakatan kerja yang menguntungkan para pekerja. Kesepakatan kerja tersebut pada saat itu merupakan satu-satunya di Jawa (dan di seluruh Hindia Belanda).18 17 18 C.H Suryanugraha, op.cit., hlm. 117. Indische Missietijdschrift, dalam Lusia Esti Elihami, op.cit., hlm 30. 32 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 33 Kesepakatan kerja yang dipraktekkan oleh administrator dengan karyawan pabrik gula Kali Gondang merupakan hasil studi kakak beradik Schmutzer di Belanda. Mereka sangat tertarik akan Rerum Novarum, sebuah ajaran sosial gereja yang dikeluarkan oleh Paus Leo XIII pada tahun 1891. Ensiklik Rerum Novarum ini berisi ajaran tentang tanggung jawab sosial Gereja dan seluruh anggota Gereja terhadap buruh dan situasi yang dialami buruh sebagai akibat dari industrialisasi. Baginya, buruh merupakan mitra kerja yang sangat mempengaruhi kehidupan keluarga Schmutzer serta perkembangan pabrik gulanya. Mitra kerja tersebut harus diberikan karena menjawab persoalan perindustrian di Eropa. Eropa pada masa itu mengalami perpecahan masyarakat akibat industrialisasi. Industrialisasi yang terjadi di Eropa membagi masyarakat berdasarkan kepemilikan modal. Kelas pertama dinamakan majikan atau kapital, sedangkan yang kedua adalah kelompok yang tidak memiliki modal sehingga mereka menjual tenaganya kepada pemilik modal. Mereka biasa disebut kelompok buruh, pekerja atau proletar. Perbedaan kelompok masyarakat memberikan dampak buruk bagi kehidupan masyarakat. Oleh sebab itu, keluarga Schmutzer sangat tidak ingin mempraktekkan apa yang terjadi di Eropa karena hal tersebut justru akan merugikan dirinya serta masyarakat banyak. Selama di Yogyakarta, Julius Schmutzer sangat antusias serta tertarik dengan budaya Jawa. Ia sebagai pemerhati kebudayaan Jawa, sangat peduli terhadap sejarah, filosofi serta pendidikan masyarakat Jawa, khususnya daerah Ganjuran. Bentuk kecintaannya terhadap kebudayaan Jawa, Julius berinisiatif mengganti nama pabrik gula milik mereka menjadi Gondang Lipoera. 33 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 34 Nama Lipoera diambil dari nama dusun tetangga dusun Kali Gondang, yang artinya “penghiburan”.19 Antara tahun 1922 sampai 1924, Josef dan Julius Schmutzer melakukan kontak kepada pihak-pihak yang memahami budaya Jawa. Julius mengembangkan kebudayaan Jawa dengan beberapa kesenian, mulai dari musik, tarian serta beberapa upacara adat lokal. Upaya merangkul masyarakat lokal dengan para pekerja pabrik gulanya, ia melakukan upacara adat cemengan yakni tradisi besar di setiap pabrik gula sebelum musim giling tebu tiba.20 Selain itu, Schmutzer juga memberikan bantuan keuangan untuk para pekerja pabrik yang mengadakan hajatan seperti mantu, sunat dan lain-lain. Puncak perhatian Schmutzer terhadap budaya Jawa nampak pada pembuatan Candi Hati Kudus Yesus yang akan dibahas lebih lanjut pada bagian-bagian selanjutnya. Gb. 9. Upacara Cemengan yang dilakukan di PG Gondang Lipoera sebelum musim giling tiba (Sumber: St. Claverbond, Perpustakaan Kolsani) 19 20 C.H Suryanugraha, op.cit., hlm. 120. Video dokumenter “Candi Ganjuran – Tanah Para Terjanji” 34 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 35 Dalam menjalankan pabrik gula, keluarga Schmutzer menggunakan bibit tebu unggulan agar lebih maju produksinya. Usaha yang dilakukan tersebut memberikan hasil dengan dinobatkannya pabrik gula Gondang Lipoera sebagai pabrik gula terbaik di jamannya, memiliki produksi paling tinggi di Pulau Jawa. Di tahun-tahun awal perkembangan pabrik gula Gondang Lipoera, areal penanaman tebu hanya berkisar 300 hektar, namun dalam kurun waktu 10 tahun areal penanaman tebu di Ganjuran mencapai 600 hektar.21 Di bawah kepemilikan Schmutzer bersaudara, pabrik gula Gondang Lipoera berhasil menjadi satusatunya parbik gula swasta yang besar dan tidak terpengaruh resesi ekonomi dunia sekitar tahun 1920-an. Selain tu, ketika gelombang pemogokan melanda pabrikpabrik gula lainnya sekitar tahun 1920-an, pabrik gula Gondang Lipoera tidak terpengaruh. 22 Gb. 10. Julius Schmutzer yang mengawasi panen tebu. (Sumber: St. Claverbond, Perpustakaan Kolsani) 21 22 Lusia Esti Elihami, op.cit., hlm 31. Video dokumenter “Candi Ganjuran – Tanah Para Terjanji” 35 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 36 Dalam garis pengelolaan pabrik gula Gondang Lipoera nama Dr. Josef Schmutzer tidak ada dalam daftar susunan personalia di pabrik tersebut. Dalam daftar nama personalia nama Julius Schmutzer menjadi administrator atau pucuk pimpinan pabrik. Tidak tercantumnya nama Josef Schmutzer dalam susunan personalia pabrik gula Gondang Lipoera bukan berarti ia tidak memberikan andil terhadap perkembangan pabrik gula tersebut. Dalam pidato kenangan untuknya yang dibacakan di hadapan senat guru besar Universitas Utrecht disebutkan bahwa ia mengadakan penelitian atas beberapa varietas tebu unggul di pabrik keluarganya itu.23 Kakak mereka, Elise Noyons Schmutzer, tidak membantu secara langsung dalam mengelola pabrik gula milik keluarganya tersebut. Keterlibatannya dalam perkembangan pabrik gula Gondang Lipoera tampak pada pembelian berbagai teknologi pengelolaan tebu yang canggih dimasanya. Selain itu, karena tinggal di Belanda, ia juga menjadi penghubung kedua adiknya dengan petinggi-petinggi di Belanda. Sementara adiknya, Josef, menikahi Lucie Cornelie Amelie Hendriksz di tahun 1919. Selama menikah mereka tinggal di Ganjuran dan dikaruniai tiga anak. Mereka di sana bekerja sekaligus semakin mendekatkan diri mereka pada masyarakat Ganjuran, sebagai mitra kerja mereka. Keluarga Schmutzer di Indonesia tidak hanya berbisnis gula, tetapi juga sangat aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial. Salah satu kegiatan mereka yaitu dalam organisasi sosial-politik. Sejak tahun 1920 keluarga Schmutzer terlibat dalam KSB atau Katholieke Sociale Bond (Perkumpulan Sosial Katolik) yang 23 Lusia Esti Elihami, op.cit., hlm 32. 36 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 37 salah satu kegiatannya di Yogyakarta adalah diskusi mengenai Rerum Novarum,24 seperti yang telah mereka lakukan saat studi di Delft. Tahun 1917 Josef Schmutzer tercatat ikut mendirikan Katholieke Vererniging voor Politieke Actie yang pada tahun 1918 bergabung dalam Indische Katholieke Partij (IKP).25 Puncak keterlibatan Josef Schmutzer dalam kegiatan politik yakni keikutsertaannya dalam Volksraad atau DPR Hindia Belanda pada tahun 1918 sebagai wakil dari IKP. Selama di Yogyakarta, keluarga Schmutzer menjalin kerjasama yang baik dengan pemimpin Yogyakarta saat itu, Hamengku Buwono VIII. Bukti dari kerjasama tersebut adalah pembangunan irigasi di Kebonongan, Bantul. Dengan dibangunnya irigasi yang canggih pada masanya itu, penghasilan pabrik gula Gondang Lipoera semakin melimpah. Keuntungan dari pabrik gula digunakan untuk membangun sebuah rumah sakit Katolik Onder de Bogen yang berarti “di bawah lengkung” yang kini berganti nama menjadi Panti Rapih. Rumah sakit ini sejak awal dikelola oleh kongregasi biarawati Carolus Borromeus (CB) dari Maastricht yang sudah berpengalaman di bidang perawatan orang sakit.26 Rumah sakit ini berdiri atas inisiatif Romo Strater, SJ. dan Katholieke Sociate Bond.27 Peletakan batu pertama dilakukan oleh Ny. CTM. Schmutzer van Rijekervorrel pada tanggal 14 September 1928. Setahun kemudian, bangunan ini diresmikan oleh Sultan Hamengku Buwono VIII. 24 B. Kieser, Solidaritas 100 Tahun Ajaran Sosial Gereja, Yogyakarta: Kanisius, hlm. 29. Ibid., hlm. 30. 26 Anton Haryono, 2009, Awal Mulanya adalah Muntilan: Misi Jesuit di Yogyakarta 1914-1940, Yogyakarta: Penerbit Kanisius, hlm. 151. 27 Rumah Sakit Panti Rapih: Ex Rumah Sakit Onder de Bogen, diunduh pada tanggal 5 September 2015. 25 37 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 38 Gb. 11. Rumah Sakit Katolik Onder De Bogen (Sumber: www.google.com) Keuntungan yang melimpah juga digunakan oleh keluarga Schmutzer untuk mendirikan poliklinik di Dusun Ganjuran, Kelurahan Sumbermulyo, untuk memberikan pelayanan kesehatan pada pegawai pabrik gula dan masyarakat sekitar. Tercatat poliklinik setiap harinya melayani 40 sampai 50 orang dan terus berkembang. Pada tanggal 4 April 1930, poliklinik diresmikan menjadi rumah sakit dengan nama Rumah Sakit Santa Elisabeth, dengan kapasitas 30 tempat tidur. Ny. Schmutzer beserta suster-suster Carolus Borromeus (CB) yang telah berpengalaman di RSK Onder De Bogen, melakukan pelayanannya di rumah sakit ini.28 Karena rumah sakit St. Elisabeth dikhususkan bagi masyarakat menengah kebawah, perkembangannya sangatlah 28 Anton Haryono, op.cit., hlm. 151. 38 pesat. Rumah sakit ini kemudian PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 39 Gb. 12. Suster dari kongregasi Carolus Borromeus memeriksa masyarakat sekitar Ganjuran (Sumber: www.rselisabeth.com) mengembangkan sayapnya dengan mendirikan 4 poliklinik di sekitar Bantul yakni di daerah Pete, Kretek, Bantul dan Pugeran. Bagi Julius Schmutzer, pelayanan dalam bentuk sosial, ekonomi dan kesehatan masih dirasa kurang. Bersama dengan istrinya, Caroline Theresia Schmutzer, ia membangun 12 Standaardschool di tahun 1922 di sekitar Ganjuran. Ke-12 sekolah tersebut menjadi perlambangan para rasul yang menyebarkan sekaligus mengajarkan ajaran Gereja.29 Salah satu sekolah yang ada tersebut kini benama SD Kanisius Ganjuran. Standaardschool dianggap sebagai fondasi awal kegiatan pendidikan di Indonesia. Hal itu dikarenakan ditahun-tahun berikutnya dibuka beberapa sekolah seperti Volksschool, Vervolgschool, Schakelschool dan 29 Wawancara dengan Bapak Siwi, tanggal 7 November 2015, jam 9.30. 39 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 40 HIS.30 Standaardschool diselanggarakan karena sekolah berbahasa Jawa lebih terjangkau dan realistik dibandingkan dengan HIS. Perlu diketahui untuk menyelenggarakan HIS, dibutuhkan sejumlah tenaga pengajar yang mahir dalam berbahasa Belanda. C. Keluarga Schmutzer dan Gereja Ganjuran Sebagai kelompok orang Katolik pertama yang menempati daerah Ganjuran, keluarga Schmutzer memiliki tanggung jawab untuk mengemban misi penyebaran agama Katolik di daerah mereka tinggal. Karena sebelumnya telah dikatakan bahwa ada beberapa orang yang mengikuti Misa Kudus di rumah keluarga Schmutzer maka mereka merencanakan untuk membangun gereja di dalam kompleks pabrik. Sebelumnya, untuk memenuhi kebutuhan rohani Jemaat di Ganjuran yang masih sedikit itu, Pastor van Driessche mengadakan kunjungan tiga bulan sekali ditemani oleh seorang katekis pribumi Raden Mas Yusuf Purwodiwirjo.31 Awal mulanya tempat beribadat dilakukan di salah satu ruangan rumah utama keluarga Schmutzer. Namun seiring berkembangnya umat Katolik di Ganjuran tempat tersebut semakin tidak memadai. Pada tahun 1923 tempat ibadat dipindahkan ke salah satu bekas rumah pegawai pabrik gula Gondang Lipoera. Karena rumah tersebut dirasa cukup sebagai tempat ibadat sementara, maka kemudian diubah menjadi sebuah kapel dengan biaya dari keluarga Schmutzer. 30 Anton Haryono, op.cit., hlm. 129. Raden Mas Yusuf Purwodiwirjo inilah yang dianggap sebagai orang pertama yang menyebarkan agama Katoliik di Ganjuran oleh Josef Schmutzer. Pernyataan tersebut terdapat dalam buku Europeanisme of Katholicsme. 31 40 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 41 Pada masa itu merupakan masa perkembangan misi Katolik di Jawa. Sejalan dengan bertambahnya jumlah Standaardschool yang didirikan Schmutzer, jumlah umat Katolik di Ganjuran mengalami peningkatan pesat. Kurang lebih ada 237 permandian dewasa dan anak-anak antara tahun 1924 hingga 1928. Antara tahun 1929 hingga tahun 1933 terdapat 792 permandian dewasa dan 270 permandian anak-anak.32 Jika ditinjau dari jumlah atau presentase pertambahan umat Katolik saat itu, kehadiran keluarga Schmutzer menjadi daya tarik pertambahan umat. Hal itu dikarenakan setelah tahun 1933, keluarga Schmutzer sudah tidak lagi tinggal di Ganjuran. Mereka pindah ke negeri Belanda untuk melanjutkan pekerjaan mereka di sana. Di Belanda, mereka mendapatkan penghargaan khusus dari negerinya. Di tahun 1924, kapel yang sebelumnya digunakan sebagai tempat ibadat umat Katolik Ganjuran dirasa sudah tidak mampu menampung Jemaat Katolik di sana. Julius mengusahakan membangun sebuah bangunan permanen yang dapat dijadikan sebagai gereja.33 Pembangunan gereja sebenarnya sudah disiapkan keluarga Schmutzer jauh-jauh hari. Pada tanggal 16 April 1924 pembangunan gereja Ganjuran dimulai, ditandai dengan peletakan batu pertama oleh keluarga Schmutzer sendiri. Maket dan disain gereja dibuat dengan penuh perhitungan, bahkan Schmutzer bersaudara telah menyiapkan rel kereta bagi altar jika 32 33 Lusia Esti Elihami, op.cit., hlm 54. Ibid., hlm 54. 41 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 42 pelebaran gereja kelak terjadi.34 Pembangunan gereja Ganjuran melibatkan arsitek Belanda bernama van Oyen.35 Beberapa bulan kemudian gereja selesai dibangun, dan pada tanggal 20 Agustus 1924 diadakan pemberkatan altar gereja oleh Mgr. A. van Velsen, Vikaris Apostolik Batavia. Setahun setelah pemberkatan, gereja Ganjuran dilengkapi dengan sebuah lonceng yang didatangkan khusus dari Belgia. Lonceng gereja tersebut dinamai Elisabeth, sesuai dengan nama ibu mereka. Sebagai pemerhati sejarah dan kebudayaan Jawa, Julius Schmutzer sangat antusias mempelajari lebih banyak mengenai sejarah serta kebudayaan masyarakat Yogyakarta terutama daerah Ganjuran. Menurutnya, dusun Lipoera amatlah penting bagi masyarakat Jawa. Hal ini terkait dengan sejarah kebangkitan kerajaan Mataram tahun 1586.36 Dikisahkan bahwa Panembahan Senopati, raja dan pendiri kerajaan Mataram Islam, sedang mengalami perlawanan dengan Kerajaan Pajang yang lebih kuat daripada kerajaannya. Ia melakukan petapaan di dusun Lipoera. Di sana ia mendapatkan sebuah wahyu bahwa ia akan menjadi penguasa seluruh Pulau Jawa. Setelah mendapatkan wahyu tersebut ia kemudian memimpin pasukannya melawan Kerajaan Pajang dan akhirnya menang. Pada masyarakat Jawa, kedatangan Islam abad ke-13 melahirkan beberapa masalah bagi mereka yang menganut Kejawen. Panembahan Senopati pun merasakan hal yang sama. Walaupun ia telah menjadi Islam karena alasan politis, mayoritas rakyatnya masih 34 Video dokumenter “Candi Ganjuran – Tanah Para Terjanji” Th. van Oyen merupakan arsitek Belanda yang terkenal saat itu khususnya dalam pembangunan gereja Katolik di Jawa. Van Oyen juga nantinya akan merancang arsitektur bangunan gereja di Semarang yang kini digunakan sebagai gereja Keuskupan Agung Semarang. 36 Video dokumenter “Candi Ganjuran – Tanah Para Terjanji” 35 42 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 43 menganut Kejawen. Mereka masih melakukan tradisi adat mereka seperti mengunjungi Laut Selatan dan Gunung Merapi untuk memohon bantuan. Hal itu lah yang diyakini oleh masyarakat Ganjuran pada masa itu.37 Sadar dengan keadaan masyarakat serta karyawannya, Schmutzer bersaudara mencoba menyelaraskan hal tersebut dengan ajaran agama Katolik. Pada akhirnya dipilihlah sebuah Candi Jawa yang mengingatkan kita akan simbol bahwa seorang raja baru telah lahir di tanah Jawa, yakni Kristus Sang Raja. Candi yang dibuat dirancang menurut gaya candi Jawa, namun merupakan perpaduan antara dua gaya yakni candi yang berasal dari Jawa Tengah dan yang berasal dari Jawa Timur. Monumen ini dibuat atas ungkapan syukur keluarga Schmutzer dan dipersembahkan untuk Hati Kudus Yesus. Pembangunan candi yang bersebelahan dengan gereja Ganjuran menambah daya tarik bagi masyarakat Ganjuran dan sekitarnya untuk lebih mengenal agama Katolik. Pembangunan kedua tempat ibadat itu merupakan ajakan bagi umat Katolik untuk lebih giat lagi beribadat kepada Tuhan. Sementara itu para guru eks-Muntilan banyak merasul melalui karya-karya pengajaran mereka. Di sana mereka tidak hanya mengajarkan ilmu-ilmu pendidikan saja, tetapi juga mengajarkan bagaimana umat Katolik dalam masyarakat multikultural. Sejak tahun 1920 hingga tahun 1934 gereja Ganjuran masih berstatus stasi yang dikepalai oleh Pastor van Driessche. Pergantian kepemimpinan terjadi berkali-kali seperti Pastor Strater, Pastor Djajaseputra, Pastor Koch, dan Pastor Versteegh. Di masa itu pula terdapat beberapa katekis yang mendapingi Ganjuran 37 Ibid. 43 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 44 antara lain: R.M. Purwodiwirjo, R.M. Atmosatoto, R.M. Prawiromandjojo dan R.M. Adisusanto. Di tahun 1942-lah Ganjuran memiliki seorang pastor pribumi yang kemudian menetap, yakni Pastor Soegijapranata.38 38 “Buku Peringatan 50 Tahun Ganjuran”, hal. 14. 44 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB III KEJAWAAN GEREJA GANJURAN SEBELUM GEMPA 2006 A. Arsitektur Bangunan Gereja Ganjuran Inkulturasi pada dasarnya adalah pengungkapan iman yang begitu dalam lewat berbagai kebudayaan yang dimiliki.1 Berbeda dengan akulturasi, inkulturasi sebagai proses pengintegrasian pengalaman iman Gereja ke dalam suatu budaya tertentu, sehingga penghayatan ini tidak dapat diungkapkan lewat unsur-unsur kebudayaan setempat, melainkan juga menjadi suatu kekuatan yang memperbaharui kebudayaan tersebut.2 Perbedaan itu pertama-tama terletak pada hubungan antara Gereja dengan sebuah budaya tertentu tidak sama dengan kontak antar-budaya. Gereja lebih berkaitan dengan penyebaran agama Katolik dan hakekatnya, tidak terikat pada suatu bentuk budaya tertentu. Dengan inkulturasi yang dilaksanakan oleh Gereja, berarti Gereja itu telah belajar dalam kebudayaan setempat. Inkulturasi Gereja terlahir setelah adanya penyebaran agama Katolik (misi penyebaran) ke penjuru dunia seperti yang tertulis dalam kitab suci agama Kristiani. Para murid Yesus mengajarkan sekaligus menyebarkan iman mereka kepada orang lain yang memiliki kebudayaan serta kepercayaan lainnya. Begitu pula yang dilakukan oleh pastor-pastor Jesuit yang berasal dari Belanda ke Indonesia. 1 Hubertus Muda, Inkulturasi, 1992, Flores: Pustaka Misionalia Candraditya. Lusia Esti Elihami, Sejarah Berdirinya Paroki Hati Kudus Yesus Ganjuran Inkulturasi Sebagai Landasan Tubuh Dan Berkembangnya Paroki Hati Kudus Yesus Ganjuran Yogyakarta, Skripsi S1, Pendidikan Sejarah, USD, 1995, hlm. 21. 2 45 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 46 BUDAYA RELIGIUS Masyarakat Setempat INKULTURASI DALAM ARSITEKTUR GEREJA KATOLIK Arsitektur Setempat BUDAYA BARAT Dalam Agama Katolik Arsitektur Gotik Gb. 13. Inkulturasi dalam Arsitektur Gereja Katolik Pastor-pastor Jesuit yang menyebarkan agama Katolik di Indonesia kerap mengalami beberapa benturan dengan budaya-budaya lokal masyarakat Indonesia. Mereka harus menyesuaikan ajaran agama Katolik dengan kebudayaan masyarakat sekitar. Hal itu tertulis juga di Konsili Vatikan II dalam dokumen Gaudium et Spes. Dalam dokumen Gaudium et Spes dijelaskan mengenai makna kebudayaan dalam artian umum. Kebudayaan dibutuhkan oleh masyarakat hampir di seluruh penjuru dunia untuk kemajuan diri mereka. Salah satu hasil dari kebudayaan yaitu religi atau agama. Dengan demikian agama Katolik harus mampu menjawab tantangan dengan kebudayaan tersebut. Jawaban dari tantangan tersebut yakni inkulturasi tata peribadatan Katolik dengan kebudayaan setempat, yaitu kebudayaan Jawa. Di Ganjuran, pelaku utama kegiatan inkulturasi agama Katolik dengan kebudayaan setempat adalah keluarga Schmutzer. Josef Schmutzer jauh-jauh hari telah membuat disain bangunan gereja hendak dibuatnya. Maket dan disain bangunan yang dirancang menghadap ke Barat dengan bagian altar gereja berada di sisi Timur.3 Gereja menghadap Barat dan altar berada di sisi Timur juga memiliki arti yang digagas oleh Josef Schmutzer. Ia berpendapat bahwa manusia 3 Adi Santosa, Transformation Of The Ganjuran Church Complex: A Typological Study, Penelitian Interior Design Department, 2012, Petra Christian University. 46 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 47 memiliki banyak dosa dan berada dalam kesengsaraan, sehingga manusia harus berjuang atau menghadap ke Timur untuk mendapatkan sebuah kebangkitannya yang baru dan suci kembali. Dalam sebuah video dokumenter karya Peter Johan yang berjudul Candi Ganjuran: Tanah Para Terjanji (Sebuah Dokumenter), Gb. 14. Sketsa awal disain bangunan gereja karya Ir. Julius Schmutzer (Sumber: www.google.com) Gb. 15. Maket awal disain bangunan Gereja Ganjuran (Sumber: Video Dokumenter ”Candi Ganjuran Tanah Terjanji”) 47 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 48 dijelaskan bahwa dahulunya di bagian altar gereja terdapat sebuah rel yang dibuat agar altar gereja dapat digeser apabila mengalami renovasi atau pelebaran gereja. Tidak diketahui secara pasti berapa panjang dan jarak rel yang dibuat tersebut. Seperti bangunan-bangunan Indis lainnya, gereja karya keluarga Schmutzer mengambil contoh bentuk rumah kampung. Di dalam bangunan gereja terdapat beberapa tiang utama yang terbuat dari kayu jati. Tinggi tiang penyangga atau yang masyarakat Jawa kenal sebagai saka guru tesebut sepanjang 3 meter. Jumlah saka guru pada bangunan gereja ada 12 buah dengan 6 saka guru pada setiap sisinya. Sama seperti ke-12 sekolah yang dibuat keluarga Schmutzer, ke-12 tiang tersebut bagi Schmutzer diibaratkan sebagai 12 Rasul Yesus4 yang menjadi penyebar sekaligus penyokong Yesus dalam mewartakan imannya kepada seluruh dunia. Gb. 16. Disain kerangka bangunan Gereja Ganjuran. (Sumber: Adi Santosa, Transformation Of The Ganjuran Church Complex: A Typological Study) Selain Ir. Julius Schmutzer, ia juga memperkerjakan seorang arsitek bangunan Hindia-Belanda yang terkenal bernama Th. van Oyen, karya-karya 4 Wawancara dengan Bapak Siwi, tanggal 7 November 2015, jam 9.30, dikuatkan oleh Ibu Theresia Sutrisniyati. 48 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 49 besar seperti Gereja Katedral di Semarang.5 Bentuk kampung yang digunakan pada bangunan gereja Ganjuran dianggap lebih cocok dengan kondisi jemaat yang terus berkembang pada saat itu. Bentuk ini mudah diperluas dengan memanjangkan gedung ke Barat (ke depan) ataupun ke Timur (ke belakang altar) gereja. Dalam adat Jawa dimodivikasi bangunan ataupun limasan boleh boleh direnovasi tanpa mengubah struktur bangunannya, Gb. 17. Arsitek Gereja Ganjuran Th. van Oyen (Sumber: www.google.com) berbeda dengan rumah adat joglo. Dengan kata lain, Schmutzer memahami betul alasannya membangun gereja dalam bentuk rumah adat Jawa yakni bangunan limasan. Th van Oyen sebagai arsitek bangunan menambahkan beberapa aksen ataupun ciri bangunan Indis di masa itu. Aksen-aksen tersebut berupa penggunaan batu kali pada tembok depan gereja dengan tinggi 1,5 meter dan ide pemasangan tower pada bagian depan gereja yang nantinya akan digunakan sebagai tempat lonceng gereja. Pada bangunan Indis, penggunaan batu kali yang dipasang di depan tembok bangunan lebih difungsikan untuk memperkokoh konstruksi tembok bangunan gereja. Arsitek van Oyen setelah selesai membangun gereja Ganjuran, semakin terkenal karena karya-karyanya dalam pembuatan gereja yang 5 Sejarah Katedral: Pelayanan Dan Karya (3), diakses dari http://www.katedralsemarang.or.id /index.php/profile/sejarah/39-sejarah-katedral-pelayanan-dan-karya-3, pada tanggal 12 Agustus 2015, pukul 19.22. 49 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 50 bernuansakan Jawa di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Hasil karyanya yang tidak kalah penting bagi perkembangan gereja Katolik di Jawa yakni pembangunan Gereja Santa Perawan Maria Ratu Rosario Suci atau yang biasa dikenal sebagai Gereja Katedral Semarang yang dibangun tahun 1927. Bagian atas gereja yang dirancang oleh Schmutzer dan Th. van Oyen menggunakan kayu tipis yang dicat putih. Dengan ventilasi gereja yang tinggi serta plafon yang berwarna terang menambah pencahayaan dalam Gereja. Selain Gb. 18. Plafon gereja yang berwarna putih menambah pencahayaan ruang gereja (Sumber: www.google.com) menambah pencahayaan bagian dalam bangunan serta penyekat antara atap dan bagian bawah, plafon triplek yang berwarna putih mudah dirawat serta mempermudah sirkulasi udara dalam ruangan. Sedangkan atap yang dipakai dalam bangunan gereja Ganjuran merupakan jenis atap pelana. Bentuk atap ini dipilih karena dianggap paling aman dan mudah pemeliharaannya apabila terjadi kebocoran. Atap pelana ini terdiri atas dua bidang miring yang ujung atasnya 50 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 51 bertemu ada satu garis yang biasa disebut sebagai bubungan. Sudut kemiringan atap ini antara 30 sampai 45 derajat. Gb. 19. Gereja Ganjuran yang menggunakan atap pelana. (Sumber: Adi Santosa, Transformation Of The Ganjuran Church Complex: A Typological Study) Selain mudah dipelihara, penggunaan atap pelana yang kerap dijumpai pada bangunan tradisional Jawa karena curah hujan di Indonesia cukup besar. Air hujan yang jatuh di permukaan atap harus cepat disalurkan ke tanah. Untuk itu dibutuhkan kemiringan bidang atap yang cukup besar, yaitu 30 o. Dengan ini, diharapkan, air hujan dapat langsung dibuang dari permukaan atap melalui talang horisontal. Talang ini terpasang di sepanjang bibir permukaan bidang atap. Gereja yang berada di dekat kompleks pabrik gula tersebut semakin sering dipadati jemaat. Mengingat bangunan itu adalah bangunan gereja dan masyarakat sekitar Ganjuran memilik rumah yang cukup jauh dengan gereja, kemudian Schmutzer mendapat beberapa masukan dari berbagai pihak setelah gereja tersebut diberkati dan diresmikan menjadi tempat ibadah. Masukan tersebut berupa penambahan lonceng gereja seperti halnya bangunan gereja di Eropa. Penambahan lonceng tersebut berfungsi sebagai pengingat waktu berdoa seperti 51 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 52 doa malaikat Tuhan (angelus) yang dilaksanakan tiap jam 06.00, 12.00 dan 18.00, serta menjadi tanda bahwa misa atau ekaristi gereja telah dimulai. Penambahan tower yang dijadikan tempat lonceng gereja dirancang dan diletakkan di atas pintu masuk gereja. Setahun setelah pemberkatan gereja oleh Mgr. A. van Velsen, bangunan gereja direnovasi dengan diberikan sebuah lonceng yang didatangkan khusus dari Belgia. Lonceng gereja tersebut dinamai Elisabeth, sesuai dengan nama ibu mereka. Gb. 20. Bagian depan gereja yang terdapat lonceng Elisabeth (Sumber: www.google.com) Setelah gereja Ganjuran selesai dibangun, di sana dibentuk sebuah stasi yang dikepalai oleh Pastor Henri van Driessche. Setelah Pastor Henri van Driessche meninggal pada tahun 1934, kepemimpinan gereja mulai dilakukan pergantian. Pergantian kepemimpinan yang pernah ada di Ganjuran antara lain diketuai oleh Pastor Strater, Pastor Djajaseputra, Pastor Koch, dan Pastor Versteegh. Pastor-pastor asli Belanda yang membaktikan hidupnya di Ganjuran, didampingi oleh para katekis berasal dari orang pribumi, antara lain: Raden Mas 52 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 53 Purwodiwirjo, Raden Mas Atmosatoto, Raden Mas Prawiromandjojo dan Raden Mas Adisusanto. Para ketekis biasanya memberi masukan kepada para pastor yang kurang begitu memahami orang Jawa yang tinggal di Ganjuran. Di tahun 1934-lah Ganjuran memiliki seorang pastor pribumi yang menetap di sana, yakni Pastor Albertus Soegijapranata, S.J., seorang anak didik dari Pastor van Lith di Muntilan yang kemudian akan menjadi orang Jawa pertama yang menjabat sebagai Vikaris Apostolik Semarang (Uskup). Gb. 21. Mgr. van Velsen, keluarga Schmutzer beserta misdinar seusai pemberkatan gereja (Sumber: St. Claverbond, Perpustakaan Kolsani) Selama para pastor Belanda dan katekis Jawa melayani jemaat di Ganjuran, jemaat Ganjuran semakin berkembang. Namun, perkembangan tersebut tidak diiringi dengan perkembangan bangunan gereja. Sembilan tahun setelah ditahbiskan menjadi seorang imam, Soegija ditunjuk dan diangkat menjadi uskup. Selama menjadi uskup di Semarang, ia kerap datang ke Ganjuran untuk memimpin misa prosesi. Selepas memimpin prosesi di Ganjuran di tahun 1942, ia 53 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 54 mengusulkan untuk melakukan perluasan gereja ke arah Barat sepanjang 15 meter, dilengkapi balkon tempat koor.6 Setelah perluasan yang dipelopori oleh Mgr. Alb. Soegijapranata, S.J. tahun 1942, secara perlahan perluasan dilakukan oleh beberapa pastor kepala yang bertugas di Ganjuran. Di tahun 1959 perluasan bangunan diprakarsai oleh Romo Sontobudoyo, yakni bangunan limasan ke samping kanan dan kiri. Dengan demikian dibangunlah sayap selatan dan utara sebagaimana tampak dalam wujudnya sampai tahun 2006.7 Dengan ditambahnya sayap pada sisi utara dan selatan, bangunan gereja menyerupai salib dengan bagian kepala di sisi timur. Pada tahun 1967, Romo Strommesand, S.J. menambahkan beberapa bangunan di ruang sebelah Timur gereja, yakni sakristi, kantor paroki dan ruang misdinar.8 Ia juga merintis pembangunan Gereja Stasi Tambran sebagai perluasan Gereja di daerah Bantul serta memprakarsai pengadaan perangkat gamelan pelog. Pembangunan ruang di sisi Timur semakin memudahkan para pastor serta misdinar untuk menyiapkan misa, hal itu dikarenakan sebelumnya mereka menyiapkan misa serta menyimpan alat-alat liturgi di pastoran gereja. Romo Gregorius Utomo Pr. Sebagai putra daerah Ganjuran mulai berkarya di tahun 1991. Ia memprakarsai pemasangan jendela jendela pada dinding sayap gereja agar dapat dibuka pada hari raya, mengingat perluasan gereja hampir tidak mungkin dilakukan lagi. Ditahun yang sama, ia juga memprakarsai pengadaan perangkat gamelan slendro. Di sisi lain, Romo Utomo Pr., menggali lagi nilai- 6 Panitia Pembangunan Gereja Ganjuran Pasca Gempa, Ganjuran Gereja Berkat dan Perutusan: Pasca Gempa Bumi 27 Mei 2006, 2009, Yogyakarta, hlm. 26. 7 Ibid. 8 Ibid. 54 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 55 nilai budaya tradisional yang sudah mengakar dan terus berkembang di tanah Ganjuran. Romo Utomo menjadi pemrakarsa candi Hati Kudus Ganjuran sebagai tempat ziarah Hati Kudus se Nusantara. Atas dasar itulah kini kompleks gereja Ganjuran dinamakan sebagai kawasan Mandala Tyas Dalem. Di tahun 1995 mulai dilaksanakannya pembangunan kompleks peziarah kepada Hati Kudus Tuhan Yesus (HKTY) di kompleks Candi Ganjuran. Pada akhirnya, tahun 2000 konbloksasi halaman candi sebagai bukti pengembangan kompleks ziarah tersebut terselesaikan. B. Ornamen Kejawaan Bangunan Gereja Pada tahun 1925, konferensi ke-2 Gereja Katolik se-Hindia Belanda dilakukan di Batavia. Untuk pertama kalinya wakil dewan Gereja dari Pulau Sumatera hingga Papua Timur berkumpul dan berdiskusi. Konferensi membahas upaya penyatuan agama Katolik pada masing-masing daerah9. Diharapkan dengan dilakukannya konferensi menjadi celah sekaligus membuka pintu penyebaran agama Katolik di Indonesia. Josef Schmutzer yang aktif dalam kegiatan politis karena keterlibatannya dalam Katholieke Sociale Bond (Perkumpulan Sosial Katolik) dan Indische Katholieke Partij (IKP) sejak tahun 1918 semakin tertantang untuk menyanggupi permasalahan yang ada dalam konverensi ke-2 Gereja Katolik se-Hindia Belanda tersebut. Ia berupaya meneguhkan misi Katolik di tempatnya bernaung, yakni di desa Ganjuran. Dalam upayanya tersebut, mulai tahun 1922 hingga 1924, Josef dan Julius melakukan kontak dengan pihak-pihak yang memahami budaya Jawa. 9 Video Dokumenter ”Candi Ganjuran Tanah Terjanji”. 55 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 56 Mereka bertanya dengan masyarakat lokal, yakni para pegawai pabrik gulanya, mengenai berbagai macam kebudayaan Jawa yang dapat dipadukan dengan agama Katolik. Celah demi celah berhasil diketahui oleh keluarga Schmutzer. Konsep Katolik yang berakar dari kebudayaan Jawa pernah diajukan oleh Josef Schmutzer ke tahta Suci di Vatikan. Sayangnya tahta Suci tidak meluluskan beberapa materi terkait perpaduan tersebut. Dari berbagai materi yang diajukan hanya dua materi saja yang diluluskan, antara lain arca Hati Kudus Yesus dan arca malaikat yang terletak pada bagian altar gereja.10 Dalam perwujudannya pembuatan arca, Josef Schmutzer merekrut Iko pemahat tersohor asal kota Cirebon. Bersama Yong Soi Ling dan Adi, Iko membuat arca khas sinkretisme Jawa. Seluruh arca dan altar yang dibuat dibentuk menggunakan bahan batu putih. Sementara maket arca yang tersimpan di Belanda seluruhnya berasal dari kayu jati. Gb. 22. Josef, Iko beserta pemahat lainnya sedang membuat arca (Sumber: St. Claverbond, Perpustakaan Kolsani) 10 Ibid. 56 kini PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 57 Upaya pengintegrasian nilai-nilai Kristiani dalam kebudayaan Jawa sebagai bagian dari inkulturasi yang dilakukan keluarga Schmutzer paling tampak nyata dalam pengggunaan lambang-lambang khas Jawa dalam gereja. Penggunaan lambang-lambang Jawa dalam konteks keagamaan tersebut paling penting bagi masyarakat Jawa khususnya penduduk Ganjuran. Karena orang Jawa biasanya dalam beragama mementingkan pengalaman batiniah.11 Karya inkulturasi utama Schmutzer di dalam gereja Ganjuran adalah altar dan lambang-lambang yang terdapat di sekitar altar. Serupa dengan tempat pemujaan agama Hindu dan Buddha, dalam tempat peribadatannya mereka menerapkan bangunannya sebagai punden berundak. Punden berundak tersebut dipahami apabila semakin ke atas tempat peribadatan, tempat tersebut semakin suci. Altar dalam gereja Ganjuran juga dibangun seperti punden berundak dan menurut konsep tiga dunia dalam agama Jawa (agama asli yang banyak dipengaruhi agama Hindu Siwa), yakni dari bawah ke atas antara lain bagian bhurloka (alam bawah), bagian bhuwarloka (alam antara) dan bagian swarloka (alam atas).12 Alam bawah melambangkan dunia tempat manusia hidup. Alam antara adalah tempat di mana manusia meninggalkan keduniawiannya dan dalam keadaan suci menemui Tuhannya. Alam atas melambangkan surga, tempat kediaman Tuhan.13 11 Niels Mulder, 1983, Kebatinan dan Hidup Sehari-hari Orang Jawa, Kelangsungan dan Perubahan Kulturil, Jakarta: Gramedia, hal. 21. 12 Orang Jawa menganggap dunia atau alam raya tersusun dalam tingkatan-tingkatan. Pandangan semacam ini tercimin dalam pembangunan tempat pemujaan terhadap nenek moyang. 13 Soekmono, 1973, Sejarah Kebudayaan Indonesia, Yogyakarta: Kanisius, hal. 83. 57 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 58 Bhurloka atau dunia bawah dalam altar di gereja Ganjuran diwujudkan pada kaki altar.14 Pada bagian ini terdapat relief-relief yang menggambarkan pepohonan, bunga-bunga, tiga burung pemakan bangkai dan dua rusa yang sedang minum dari sumber yang memancarkan tujuh aliran air. Pepohonan, bungabungaan dan burung pemakan bangkai melambangkan alam semesta yang tidak kekal. Kedua rusa yang sedang minum melambangkan umat manusia yang memperoleh keselamatan dari Gereja dan ketujuh sakramennya. Manusia yang dilambangkan sebagai rusa yang minum tersebut ibarat manusia berdosa mendambakan keselamatan dari kuasa Tuhan yang terus mengalir seperti air. Gb. 23. Relief bhurloka terletak pada bagian kaki altar yang menyimbolkan dunia yang tak kekal (Sumber: Dokumen Pribadi) Bagian bhuwarloka atau dunia antara merupakan tempat dimana manusia meninggalkan keduniawiannya dan menghadap Tuhan. Bagian ini terdiri dari meja altar, tabernakel dan dua malaikat yang sedang menyembah melambangkan Gereja. Dengan melalui ketujuh sakramen Gereja, manusia ikut ambil bagian dalam misteri Kristus, dalam karya penebusan Kristus. Bagian ini menceritakan bahwa manusia tidak lagi aktif berusaha menghadap Tuhan, melainkan Tuhan 14 Lusia Esti Elihami, op.cit., hlm. 69. 58 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 59 yang telah berinisiatif menyelamatkan manusia melalui karya penebusan Kristus.15 Karya penyelamatan tersebut masih diteruskan Kristus ditengah-tengah umat manusia melalui Gereja-Nya. Alam atas atau swarloka diwujudkan dalam bentuk candi kecil yang terletak di atas tabernakel. Bagian ini melambangkan kerajaan surga. Di keempat sudut kaki candi terdapat relief lain seperti burung garuda, sapi, singa dan kepala bersayap yang melambangkan keempat pengarang Injil. Sedikit melihat ke tengah candi kecil tersebut ada figur orangtua dan merpati yang dalam satu kesatuan tampak merangkum monstran16 berisi Sakramen Mahakudus. Relief orang tua biasa ada di setiap candi-candi Hindu yang ada di Pulau Jawa, namun biasanya dalam rupa kalamekara. Dari berbagai ornamen yang ada di bagian altar gereja tersebut ada bagian yang mengadopsi disain ornamen dari Barat. Ornamen tersebut ialah arca dengan figur Malaikat yang berada di sisi kiri dan kanan tabernakel. Dalam tradisi Barat, malaikat biasanya digambarkan sebagai figur anak-anak. Arca dengan figur malaikat yang dibuat oleh Iko lebih mirip ksatria kraton berpangkat tinggi. Arca malaikat dibuat dengan karakter seorang ksatria Jawa dengan menggunakan ikat pinggang motif kawung dan mahkota. Karakter tersebut direncanakan Josef karena ia melihat ksatria Jawa merupakan ksatria yang berabdi serta kuat dan taat pada titah rajanya. Hasilnya, kedua malaikat diletakkan di sisi kiri dan 15 Lusia Esti Elihami, op.cit., hlm. 70. Monstran yang berasal dari bahasa Latin monstrare, artinya “memperlihatkan” atau “mempertunjukkan”. Monstran sendiri merupakan wadah yang digunakan Gereja Katolik untuk memajang Hosti Ekaristi yang sudah dikonsekrasi dalam upacara Pemberkatan Sakramen Maha Kudus. 16 59 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 60 kanan tabernakel17, mengapitnya dalam posisi sembah jangga dan menyembah tabernakel. Posisi sembah jangga merupakan posisi yang biasa dilakukan oleh abdi raja yang menyembah rajanya atau posisi dimana mereka menyetujui titah raja dan hendak melaksanakannya. Gb. 24. Kedua Arca Malaikat yang mengapit tabernakel dalam posisi sembah jangga (Sumber: Dokumen Pribadi) Selain altar di dalam gereja masih ada dua karya Schmutzer, yakni arca Hati Kudus Yesus dan arca Ibu Maria. Arca Hati Kudus Yesus terletak di sisi kiri altar gereja, atau tepatnya di sisi Utara altar. Sedangkan arca Ibu Maria terletak di sisi selatan altar. Arca ini, Yesus digambarkan sebagai raja yang bertahta di atas kursi raja atau singgasananya. Yesus sebagai raja memakai atribut lengkap yang biasa dipakai oleh raja Jawa, dengan mahkota, aksesoris-aksesoris, dan kain batik bermotif parang rusak. Kain batik bermotif parang rusak merupakan kain batik yang hanya boleh dipakai oleh raja Kraton saja, sedangkan yang tidak memiliki 17 Tabernakel merupakan tempat khusus menyimpan Sakramen yang telah disucikan: tubuh, darah, jiwa dan keilahian Yesus dalam bentuk roti dan anggur yang digunakan dalam ritus komuni suci. 60 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 61 kedudukan sebagai raja dilarang untuk mengenakannya. Busana kerajaan klasik yang dikhususkan bagi raja juga menghiasi arca Hati Kudus Yesus. Selain penampilannya sebagai raja, arca Hati Kudus Yesus juga menampilkan martabat ketuhanan-Nya dengan adanya sinar yang melingkupi bagian belakang kepala-Nya (dalam tradisi Jawa sinar di belakang kepala menunjukkan martabat kedewaan).18 Kaki Yesus beralaskan padmasana atau yang biasa disebut bunga teratai, bunga lambang kesucian dan kesakralan sekaligus bunga perlambangan kehidupan manusia. Tangan kiri arca Hati Kudus Yesus menyilakkan kain kain pundak-Nya dan tangan kanan-Nya menunjukkan Gb. 25. Bentuk arca Hati Kudus Yesus (Sumber: www.google.com) hati-Nya yang tampak bernyala-nyala. Yesus ingin menunjukkan kepada umat manusia bahwa cinta-Nya kepada manusia begitu besar. Bentuk relief Hati Kudus Yesus ini pun mengambil inspirasi dari candi-candi di Jawa. Josef Schmutzer, Iko (sang pemahat) serta Raden Mas Yusuf Purwodiwirjo (katekis Jawa yang saat itu bertugas di Ganjuran) mengambil figur Budha Maitrea dari candi Plaosan sebagai 18 Lusia Esti Elihami, op.cit., hlm. 72. 61 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 62 bentuk arca. Dalam ajaran Budha Maitrea, dirinya sebagai lambang yang berarti tidak mengenal kecewa dan penderitaan.19 Di sisi selatan altar terdaat arca Ibu Maria. Pada relief ini Ibu Maria digambarkan sebagai seorang ratu Jawa. Atribut kebesaran seorang ratu nampak dalam mahkota, hiasan dada, hiasan tangan dan kaki yang terukir secara ditail dan indah oleh Iko sang pemahat. Pakaian yang dikenakan oleh Ibu Maria adalah pakaian panjang khas kraton dengan ikat pinggang dan kain kawung sebagai lambang derajat keningratan. Arca ini mengambil inspirasi dari arca Pradnyaparamita atau Ken Dedes dari Singasari. Pengambilan insiprasi Ken Gb. 26. Arca Pradnyaparamita dari Singasari (Sumber: www.google.com) Dedes sebagai Ibu Maria dikarenakan Ken Dedes merupakan sosok ibu cikal bakal dari Kerajaan Singasari yang menaungi seluruh tanah Jawa. Selain inspirasi dari arca Pradnyaparamita, Josef Schmutzer beserta timnya juga mengambil inspirasi dari relief permaisuri raja Kertarajasa Jayawardana dari Kerajaan Majapahit yang terdapat pada candi Rimbi. 20 Ibu Maria dalam arca ini digambarkan sedang menggendong Yesus yang masih kecil. Walaupun masih kecil sebagai raja Yesus sudah berpakaian kebesaran seperti 19 20 Video dokumenter , loc.cit. Lusia Esti Elihami, op.cit., hlm. 73. 62 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 63 layaknya raja Jawa, dengan kain yang bermotifkan parang rusak yang merupakan busana khas raja Jawa. Gb. 27. Arca Bunda Maria yang terletak di sisi Selatan altar (Sumber: Dokumen Pribadi) Penempatan kedua arca tersebut (Arca Yesus berada di utara altar dan Arca Ibu Maria di Selatan altar) juga memiliki makna penting dari kebudayaan Jawa. Bagi masyarakat Jawa, khususnya Yogyakarta, utara merupakan tempat bagi ayah dan selatan tempat bagi ibu. Hal ini terkait dengan mitos dan legenda gunung Merapi dan Laut Selatan. Gunung Merapi atau Sunan Merapi terletak di utara Yogyakarta, memberikan kesuburan dan pelindungan bagi masyakarat Yogyakarta. Laut Selatan yang dilegendakan dijaga serta ditinggali oleh Kanjeng Ratu Roro Kidul juga memberikan perlindungan serta berkat bagi masyakarat sekitar. Telah dibahas sebelumnya beberapa materi yang diajukan oleh Josef Schmutzer kepada Tahta Suci di Vatikan, berikutnya yaitu adanya relief atau panel jalan salib. Panel jalan salib yang diukir oleh Iko menunjukkan konsepkonsep motif lokal, baik dari perawakan masyakarat lokal, pakaian, serta akesoris 63 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 64 yang dikenakan pada umumnya oleh Kraton Yogyakarta. Panel yang diakui saat itu hanyalah panel pertama dan kedua dari ke-14 pemberhentian jalan salib yang ada. Ukiran relief jalan salib yang diukir Iko juga mengambil ide dari salah satu candi di Jawa Tengah yakni Candi Sewu21. Ia mengukir bingkai jalan salib tersebut mengambil contoh dari relung yang ada di Candi Sewu. Untuk mengatasi permasalahan perizinan dari Tahta Suci, Josef menyuruh beberapa pegawai pabrik ataupun pengajar dari sekolah yang dibuatnya untuk membuat ke-14 pemberhentian jalan salib. Dipilihlah media batik saat itu, karena saat itu batik merupakan salah satu ciri khas masyarakat Jawa. Pada akhirnya gambar-gambar jalan salib dari batik menghiasi gereja. Relief jalan salib yang terbuat dari batu putih karya Iko, baru ditahun 1997 direalisasikan. Panel yang direalisasikan di tahun tersebut berjumlah 15. Pemberhentian ke-15 Yesus bangkit dari mati sebagai lambang umat Tyas Dalem yang diutus untuk menjadi berkat bagi sesama. Peletakan batu pertama Jalan Salib dilakukan oleh Romo Suto Wibowo, Pr. Gb. 28. Panel jalan salib pemberhentian pertama yang diukir oleh Iko. (Sumber: Dokumen Pribadi) 21 Video dokumenter , loc.cit. 64 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 65 C. Candi Hati Kudus Tuhan Yesus Candi Hati Kudus Tuhan Yesus merupakan puncak karya inkulturasi keluarga Schmutzer. Candi tersebut bisa dianggap sebagai puncak karya inkulturasi karena pada candi inilah kita bisa melihat terobosan paling berani dalam menggunakan simbol-simbol sakral lokal yang kemudian diberikan warna dan nafas Kristen. Keluarga Schmutzer yang berani mendobrak sekaligus menjawab tantangan dari konverensi ke-2 seHindia-Belanda yang diadakan di Batavia tahun 1925. Menurut sesepuh lokal dikatakan bahwa, saat ditangani oleh Ferdinand Barends yang tidak lain adalah kakak tiri dari Josef dan Julius Schmutzer mengalami krisis serius. Pabrik gula Gondang Lipoera selama 25 tahun mengalami gagal panen dan kesukaran finansial. Begitu juga masa awal setelah Josef dan Julius Schmutzer membeli pabrik gula Gondang Lipoera. Keluarga Schmutzer yang tidak pernah putus asa dan selalu percaya pada Allah kemudian diberikan keberhasilan dalam mengurus pabrik gula tersebut. Keberhasilan yang mereka raih terkait dengan keberhasilan mereka dalam menemukan bibit gula yang bagus serta beberapa faktor lain dikaitkan dengan kuasa campur tangan Allah dalam kehidupan mereka. Sebagai ungkapan terima kasihnya kepada Allah, mereka ingin membangun sebuah monumen. Monumen tersebut selain ungkapan rasa terima kasih kepada Tuhan juga dimaksudkan untuk menghormati Hati Kudus Yesus.22 22 Van Rijkevorsel, L, SJ., 1928, Eerste Steenligging Van Een H. Hart Monument Op Java, dalam majalah St. Claverbond, hal. 130-137. 65 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 66 Gb. 29. Candi HKTY tahun 1930 (Sumber: St. Claverbond, Perpustakaan Kolsani) Gb. 30. Candi Penataran di Jawa Timur (Sumber: www.google.com) Candi dibangun selama dua tahun lebih, mengambil disain dari Candi Penataran di Jawa Timur. Candi ini diperkirakan dibangun pada masa Raja Srengga dari Kerajaan Kediri sekitar tahun 1200 Masehi. Dalam Kitab Nagarakertagama yang ditulis tahun 1365, bagi Raja Hayam Wuruk candi tersebut dianggap sebagai bangunan suci “Palah”. Dalam Kitab itu pula, Candi Panataran merupakan tempat percandian atau pemakaman bagi Ken Arok, cikal bakal Kerajaan Singasari. Candi Panataran yang megah menginspirasi Schmutzer untuk mengaplikasikannya pada monumen yang hendak dibangunnya. Pada tanggal 11 Februari 1930 Mgr. van Velsen memberkati candi berikut arca Kristus Rajanya dan mempersembahkan seluruh Jawa kepada Kristus. Setelah upacara pemberkatan yang berupa Misa Agung dan prosesi, diadakan pesta besar di halaman rumah keluarga Schmutzer. Upacara pemberkatan dan pesta dihadiri oleh para pemimpin Katolik dan umat dari seluruh Jawa.23 Pesta besar itu selain 23 Ibid. 66 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 67 sebagai ungkapan syukur, juga menjadi acara pelepasan Josef Schmutzer yang akan kembali ke Belanda. Gb. 31. Prosesi dan perjamuan yang diselenggarakan oleh keluarga Schmutzer di pelataran Candi Hati Kudus Tuhan Yesus (Sumber, St. Claverbond, Perpustakaan Kolsani) Pada upacara peletakan batu pertama itu diberkati sebuah arca Kristus Raja yang memperlihatkan hati Kudus-Nya yang bernyala-nyala. Arca berukuran setinggi 75 cm dan menggambarkan Kristus dalam pakaian raja Jawa tradisional duduk di atas sebuah tahta. Arca ini merupakan miniatur dari arca besar yang akan diletakkan di dalam candi. Arca Kristus Raja dimasukkan dalam ruangan di dasar candi (pripih) dengan disertai sepucuk surat persembahan yang berisi riwayat pendirian candi serta riwayat Gondang Lipoera yang dipahat pada lempeng kuningan. Pripih tersebut kemudian disegel dengan aspal agar tidak kemasukan air. 67 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 68 Gb.32. Pemberkatan Arca Hati Kudus Tuhan Yesus di pelataran candi (Sumber: St. Claverbond, Perpustakaan Kolsani) Gb. 33. Peletakkan batu pertama oleh Keluarga Schmutzer beserta staff pabrik gula Gondang Lipoera dan guru yang mengajar di Standaardschool yang dibangunnya. (Sumber: St. Claverbond, Perpustakaan Kolsani) Sehubungan dengan arca Kristus Raja kecil yang diletakan di dasar candi, Julius Schmutzer mengatakan, “Jika terjadi peperangan dan segala sesuatu yang dihancurkan, dan bahkan candi yang indah itu dihancurkan, Yesus akan selalu 68 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 69 hadir di Ganjuran, aman di dasar candi.”24 Sedangkan menurut beberapa pastor Belanda yang pernah tinggal di Ganjuran, penanaman sebuah arca pada tempat yang sangat penting sangatlah wajar. Dikatakan bahwa di Belanda, orangorang yang memiliki tanah garapan biasanya ditaruh sebuah patung Yesus, atau Bunda Maria, atau patung santo-santa pelindung lainnya25. Peletakan patung tersebut diharapkan akan selalu memberikan berkah pada tanah yang ditanaminya agar lebih subur. Begitu juga yang diharapkan Schmutzer, ia ingin menjadikan Ganjuran sebagai tanah garapan yang subur dan berkembang bagi iman Katolik di tanah Jawa. Gb. 34. Candi Hati Kudus Tuhan Yesus (Sumber: Adi Santosa, Transformation Of The Ganjuran Church Complex: A Typological Study) Candi dibangun menghadap ke Selatan, tepat berhadap-hadapan dengan rumah Schmutzer. Bagi penduduk setempat ini diartikan sebagai penghargaan terhadap mitologi Jawa tentang Kanjeng Ratu Kidul. Sama seperti peletakan arca Hati Kudus Yesus dan Ibu Maria di dalam bangunan gereja, keduanya masih berasal dari mitologi yang sama. Bangunan candi dan patung Hati Kudus Yesus 24 25 Video dokumenter, loc.cit. Ibid. 69 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 70 juga bahkan terbuat dari batu andesit, batu yang berasal dari gunung Merapi. Penggunaan batu andesit dari Gunung Merapi lebih melambangkan Allah yang Mahakuasa bercitrakan sebagai bapak. Bagi masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta, Gunung Merapi dianggap sebagai bapak yang mahakuasa dengan segala bentuk mulai dari letusannya yang merusak hingga dampak dari letusan tersebut yang dapat memberikan kemakmuran bagi anak-anaknya (penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta). Figur arca Yesus sebagai raja juga merupakan suatu bentuk pencitraan Allah sebagai Bapak yang Mahakuasa. Candi Hati Kudus Yesus memiliki tinggi 9 meter. Bangunan utama candi (ruang tempat arca diletakkan) berdiri di atas landasan (pelataran) selebar 14 x 5 meter. Dari landasan menuju tempat arca dihubungkan oleh tangga sebanyak 9 buah anak tangga. Arca yang diletakkan di candi sama dengan arca yang ada di dalam ruang gereja.26 Yesus bersandangkan klasik seorang raja Jawa lengkap dengan segala atributnya. Tinggi arca 1,5 meter dan di kakinya terdapat tulisan Sampeyan Dalem Maha Prabu Jesus Kristus Pangeraning Para Bangsa. Artinya kira-kira: Sri Baginda Yesus Kristus Raja Pelindung Para Bangsa. Candi Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran merupakan monumen sebagai ucapan syukur keluarga Schmutzer. Dari sini jelas bahwa Schmutzer ingin memperingati Allah sebagai Allah yang berbelaskasih, Allah yang Maharahim yang selalu bersedia menolong umat-Nya, yang dilambangkan dari hati yang menyala pada arca. Selain itu mereka juga ingin mengenang Allah sebagai Raja Mahakuasa, yang telah membimbing mereka melalui masa-masa tersulit dalam 26 Ibid. 70 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 71 kehidupan mereka. Bagi masyarakat Jawa, candi berfungsi sebagai tempat pertemuan antara para pemuja dengan raja yang sudah wafat ataupun dewa mereka. Candi Hati Kudus Tuhan Yesus juga dimaksudkan untuk menjadi tempat bertemunya umat dengan rajanya, yaitu Kristus. Menurut Romo Utomo dalam homilinya saat Prosesi Agung Gereja HKTY Ganjuran tahun 2015 dijelaskan bahwa candi ini bercitra ibu sekaligus bapak. Sifat kerahiman Allah tampak dalam bentuk candi itu sendiri. Bagi masyarakat Jawa, candi merupakan tempat yang gelap dan suci yang melambangkan rahim seorang ibu. Rahim selalu dihubungkan dengan kelahiran (kehidupan baru) dan sangat erat hubungan dengan ibu. Allah yang Maharahim adalah Allah yang bercitra ibu yang berbelas-kasih yang mau menderita demi melahirkan manusia baru.27 Allah bercitra ibu (Allah yang Maharahim) juga tampak semakin jelas dengan dihadapkannya candi ke arah selatan, ke Laut Selatan di mana Kanjeng Ratu Kidul bersemayam. Tidak hanya arah serta bahan pembuat candi saja yang mengambil mitologi yang dianut oleh masyarakat Jawa. Mitologi lain yang masyarakat Jawa anut dan diungkapkan dalam pembangunan candi yakni angka suci yang menjadi bagiannya. Angka suci yang dimaksud ialah angka 3 dan 9. Angka 3 diungkapkan dalam jumlah susunan tingkat pada candi, serta jumlah tangga pertama. Angka 3 melambangkan tingkatan atau tahapan manusia untuk bertemu dengan Allah sang Pencipta. Hal itu sudah dijelaskan pada bagian tingkatan yang ada di altar gereja. Angka 9 menghiasi seluruh bagian Candi Hati Kudus Tuhan Yesus. Tinggi candi 27 Homili dari Romo Utomo Pr. saat Prosesi Agung HKTY Ganjuran 2015, tanggal 28 Juni 2015. 71 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 72 Ganjuran adalah 9 meter dan tangga untuk naik ke candi dari pelatarannya terdiri dari 9 tangga. Dalam tradisi kebatinan Jawa angka 9 dianggap angka suci karena tubuh manusia memiliki 9 lubang. Untuk dapat menghadap Tuhan orang harus “nutupi babahan sanga” atau menutupi kesembilan lubang yang dimiliki tubuh.28 Dengan kata lain untuk dapat bertemu dengan Tuhan orang harus mengingkari diri atau bermatiraga. Kesembilan lubang yang dipunyai bagi orang Jawa merupakan sumber nafsu. Hanya dengan mengekang nafsulah orang dapat bertemu dengan Tuhan. Dengan mengingkari diri (dilambangkan dengan menaiki kesembilan anak tangga) barulah kita dapat bertemu dengan Yesus. Lambang 9 juga nampak di bagian luar candi, terdapat 9 buah candi kecil yang merupakan kran air. Air yang keluar tersebut berasal dari sungai bawah tanah di bawah Candi Hati Kudus Tuhan Yesus. Sumber air ditemukan, pemakaian air pertama kali dilakukan oleh Bapak Perwita yang tengah menderita sakit tahun 1998.29 Sama halnya dengan tempat-tempat ziarah lainnya, air yang berasal dari tempat suci juga dipercaya memberikan berkat bagi penggunanya serta sebagai ujud perantara kebaikan Tuhan. Sumber air yang mengalir di bawah candi kemudian dinamakan “Tirta Perwitasari”. Pemberian nama tersebut juga berasal dari Serat Bima Suci di mana Bima salah satu tokoh dari Pandawa Lima hendak mencari tirta perwitasari. Tirta perwitasari ini digambarkan sebagai sebuah sumber air sari kehidupan yang dapat menyelamatkan sekaligus menyempurnakan kehidupan Bima. Tirta adalah air, Sari merupakan sebuah inti. 28 29 Ibid. Panitia Pembangunan Gereja Ganjuran Pasca Gempa, op.cit., hlm. 28. 72 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 73 Secara kebetulan, orang pertama yang mengaku telah dikabulkan doanya setelah meminum air tersebut bernama Bapak Perwito. Gb. 35. Kran air Trita Perwitasari yang bejumlah 9, masing-masing terdapat 3 di setiap sisi Candi HKTY (Sumber: Adi Santosa, Transformation Of The Ganjuran Church Complex: A Typological Study) Beberapa tahun setelah penemuan dan pembuatan kran dari Tirta Perwitasari tersebut, dibangunlah tempat lain di sisi barat candi sebagai pengganti kran air yang telah ada. Hal itu disebabkan oleh berbagai faktor. Faktor pertama yaitu semakin banyaknya peziarah yang mengambil air dari kran di pinggir candi menyebabkan saluran utama yang tepat di bawah candi tidak mampu lagi menghasilkan air. Faktor kedua, karena bila banyak orang yang mengambil air di pinggir candi, suara percikkan air yang disebabkan dari kran tersebut menggangu kekhusyukan doa para peziarah. Baru di tahun 2005 tepat setahun sebelum gempa Yogyakarta tahun 2006 terjadi kran dari Tirta Perwitasari tersebut dipindahkan. 73 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 74 Gb. 36. Kran air Tirta Perwitasari yang sudah dipindah tahun 2005 (Sumber: Dokumen Pribadi) Untuk melengkapi ornamen dalam gereja, dilengkapi pula rangkaian peristiwa jalan salib yang digambarkan dengan inkulturasi kejawaan dengan agama Katolik. Schmutzer dan Iko yang sebelumnya telah membuat sebuah relief jalan salib pemberhentian pertama dengan corak Hindu-Jawa yang melekat pada pakaian Yesus dilarang oleh Vatikan, namun usahanya untuk melengkapi ornamen gereja tetap dilakukan. Pada tahun 1930, gambar rangkaian peristiwa Jalan Salib masih berupa kain kanvas yang dibatik menjadi cerita dan difigura serta diletakkan di atas jendela gereja.30 Pada tahun 1997, panel-panel Jalan Salib dibuat dengan relief yang diukir pada batu berwarna putih. Jumlah panel pemberhentian tersebut ada 15 dimana pemberhentian ke-15, Yesus bangkit dari mati sebagai lambang umat Tyas Dalem yang diutus menjadi berkat bagi 30 Wawancara dengan Bapak Siwi, tanggal 7 November 2015, jam 9.30. 74 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 75 sesama31. Untuk memulai Jalan Salib diawali dengan berdoa di patung Ibu Maria seperti yang ada di dalam bangunan gereja, namun patung ini terbuat dari batu andesit hitam. Gb. 37. Arca Bunda Maria untuk memulai doa Jalan Salib di Ganjuran. (Sumber: Dokumen Pribadi) Gb. 37. Relief Jalan Salib di pelataran Candi Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran. (Sumber: Dokumen Pribadi) 31 Panitia Pembangunan Gereja Ganjuran Pasca Gempa, loc.cit. 75 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 76 Dari beberapa Romo yang memimpin Gereja Ganjuran, banyak diantara mereka yang membangun bangunan di luar bangunan gereja, seperti pastoran, parkiran serta tempat berjualan bagi masyarakat sekitar. Pada tahun 2000 saat Romo G. Utomo, Pr. menjadi romo paroki Ganjuran, ia memprakarsai pemasangan jendela pada dinding-dinding sayap gereja agar dapat dibuka pada hari raya, mengingat perluasan gereja hampir tidak mungkin dilakukan lagi. Setelah ditetapkannya Ganjuran sebagai tempat peziarahan tahun 1997, di tahun 2003 dibangun dua buah bangunan tambahan di sisi utara dan selatan gereja. Bangunan tersebut berbentuk pendapa dengan atap kampung dan berfungsi sebagai tempat berkumpul beberapa paguyuban yang ditangani oleh Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran dan paguyuban lainnya, serta digunakan sebagai tempat umat beribadah saat hari raya besar. Gb. 38. Nampak pendapa dengan atap rumah kampung yang ada di sisi Utara dan Selatan gereja (Sumber: www.google.com) 76 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB IV KEJAWAAN GEREJA GANJURAN PASCA GEMPA YOGYAKARTA TAHUN 2006 A. Peristiwa Gempa Yogyakarta 27 Mei 2006 Sabtu tanggal 27 Mei 2006 jam 05.55 WIB, gempa bumi hebat berkekuatan 5,9 Skala Ritcher (SR) melanda Kabupaten Bantul, Yogyakarta dan sekitarnya. Secara umum posisi gempa berada sekitar 25 kilometer selatan-barat daya Yogyakarta. Posisi lokasi gempa terletak di koordinat 8,26o LS dan 110,31o BT pada kedalaman 17 km. Pusat gempa (episenter) berada di dalam laut, tetapi tidak mengakibatkan tsunami. Gempa juga dapat dirasakan di Solo, Semarang, Purworejo, Kebumen dan Banyumas. Getaran yang diakibatkan juga sempat dirasakan sejumlah kota di provonsi Jawa Timur seperti Ngawi, Madiun, Kendiri, Magetan, Pacitan, Blitar dan Surabaya. Tercatat oleh BMG (sekarang BMKG) terjadi tiga kali gempa susulan berkekuatan besar pada pukul 06.10 WIB, 08.15 WIB, dan 11.22 WIB. Indonesia terletak di antara tiga lempeng utama dunia yaitu lempeng Australia, lempeng Eurasia dan lempeng Pasifik serta berada di posisi Ring of fire menjadikan Indonesia kerap mengalami bencana gempa bumi dan letusan gunung berapi.1 Terjadinya gempa ini disebabkan karena adanya pergeseran sesar Opak yang membentang dari pesisir pantai Bantul hingga ke Prambanan sepanjang 40 km. 1 “Gempa Bumi Yogyakarta 2006”, diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Gempa_bumi_ Yogyakarta_2006, pada tanggal 11 November 2015 pukul 20.12. 77 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 78 Meskipun pada saat bersamaan Gunung Merapi yang berada di Utara Yogyakarta sedang meletus, namun para pakar mengatakan kedua peristiwa tersebut tidak saling berhubungan. Gempa tersebut mengakibatkan banyak rumah dan gedung perkantoran yang roboh, rusaknya instalasi listrik dan kantor komunikasi mengakibatkan komunikasi di Yogyakarta menjadi lumpuh. Bahkan 7 hari sesudah gempa, banyak lokasi di Bantul belum teraliri listrik. Menurut cerita penduduk lokal yang ada di Ganjuran, gempa tersebut membuat panik seluruh warga sekitar. Dikarenakan gempa tersebut terjadi dini hari, banyak warga yang terjebak di dalam rumah. Mereka yang dapat keluar dengan cepat tidak sempat menyelamatkan harta benda maupun keluarganya yang masih ada di dalam rumah. Banyak bangunan di daerah Bantul dan sekitarnya porak-poranda akibat gempa berkekuatan 5,9 SR tersebut. Bangunan gereja Katolik Ganjuran yang dibuat oleh keluarga Schmutzer pun ikut runtuh. Bagian yang runtuh terletak di pintu masuk gereja, menara yang terletak di atas pintu masuk gereja roboh. Saat terjadi gempa bumi, gereja Ganjuran sedang mengadakan misa pagi, sekitar 19 orang. Mereka semua terjebak di dalam gereja. Seperti biasanya karena, yang mengikuti misa berjumlah sedikit, maka hanya satu pintu gereja saja yang dibuka, yakni pintu utama. Beberapa umat ada yang cidera dan tedapat 4 orang meninggal 78 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 79 Gb. 40 dan 41. Bagian depan gereja yang roboh akibat gempa. (Sumber: www.google.com) tertimpa reruntuhan bangunan menara lonceng. Guncangan gempa yang sangat kuat membuat lonceng gereja lepas dari kaitnya, dan jatuh menimpa umat yang keluar melalui pintu utama. Dari seluruh bagian gereja, bagian depan mengalami kerusakan yang sangat parah. Walaupun begitu Candi, Pastoran, Pendapa dan bangunan-bangunan-bangunan pendukung lainnya tetap berdiri.2 Gb. 42. Proses perataan bangunan Gereja Ganjuran. (Sumber: www.google.com) Simpati dan kepedulian masyarakat sangat besar, mereka menyalurkan bantuan melalui gereja Ganjuran. Atas koordinasi Karina Keuskupan Agung 2 Panitia Pembangunan Gereja Ganjuran, Ganjuran Gereja Berkat dan Perutusan : Pasca Gempa Bumi 27 Mei 2006, 2009, Yogyakarta. 79 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 80 Semarang, Posko Karina dibuka di Ganjuran. Kompleks Mandala Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran digunakan sebagai posko keselamatan penduduk sekitar Ganjuran. Mereka mendirikan posko di pelataran candi Ganjuran dan sekitarnya. Melalui posko ini kebutuhan logistik untuk semua korban gempa yang membutuhkan disalurkan. Rm. Antonius Jarot Kusno Priyono, Pr. bersama Rm. 3 Wiyana, Pr. mengkoordinasikan langsung pengelolaan Posko Karina Ganjuran. Bantuan yang datang dibagikan secara merata kepada korban yang berada di posko, bukan hanya untuk umat Katolik di Ganjuran semata. Lebih dari dua bulan umat dilanda kesedihan, mereka juga tidak dapat merayakan ibadah karena gereja maupun pelataran Candi digunakan sebagai posko bencana. Empat bulan pasca gempa, dibentuklah panitia pembangunan gereja darurat untuk membuat gereja sementara yang tahan akan gempa. Gereja darurat tersebut berada di halaman pelataran Candi Hati Kudus Yesus. Dengan panjang kurang lebih 15 meter dari Utara ke Selatan dan lebar 7 meter dari Barat ke Timur. Pemberkatan gereja darurat tersebut dilaksanakan di bulan Agustus tahun 2006, ditandai dengan digelarnya wayangan oleh Romo Wiyana, Pr. di pelataran Candi Hati Kudus Yesus. 3 Ibid. 80 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 81 Gb. 43. Gereja darurat yang dibuat pasca gempa. (Sumber: www.google.com) Selain mudah, cepat dalam membangunnya dan aman, gereja darurat yang berdiri menunjukkan sifat kesederhanaannya. Pembuatan gereja darurat tersebut berlangsung kurang lebih selama tiga minggu yang dikerjakan oleh empat orang pekerja tetap dan dibantu oleh masyarakat sekitar secara gotong royong. Gotong royong dilakukan secara bergantian dari tiap lingkungan di paroki Ganjuran setiap 4 harinya. Selama membangun gereja darurat, dana pembangunan berasal dari donatur, sumbangan masyarakat serta subsidi pemerintah. Material yang digunakan semuanya berasal dari alam. Tiang gereja terbuat dari bambu besar yang saling diikat dengan tali ijuk dan menggunakan atap yang terbuat dari padi yang dikeringkan. Bambu yang digunakan yaitu bambu petung dengan berdiameter kurang lebih 15 centimeter berasal dari daerah Magelang dan Muntilan. Bambu petung dikenal sebagai salah satu jenis bambu yang memiliki 4 Wawancara dengan Bapak Siwi, tanggal 7 November 2015, jam 9.30. 81 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 82 ukuran lingkar batang yang cukup besar sehingga mampu digunakan sebagai tiang penyangga rumah. Konstruksi rumah yang dibuat sedemikian rupa dibuat agar mampu bertahan dari gempa-gempa susulan yang ditakutkan dapat merusak gereja yang baru jadi. Dipilihnya pelataran Candi Hati Kudus Yesus sebagai tempat berdirinya gereja sementara karena kompleks Gereja Ganjuran tidak memiliki lahan lain untuk bisa menampung orang banyak, selain itu di Selatan gereja juga masih digunakan sebagai posko bencana alam. Unsur filosofi juga digunakan dalam pemilihan berdirinya gereja sementara tersebut. Posisi altar gereja yang berada di Utara menjadi satu bagian dalam ritual berdoa di Candi Hati Kudus Ganjuran yang selalu menghadap Candi (Utara) dimana Arca Yesus sebagai Raja diletakkan. B. Ide Pembangunan Kembali Gereja Dengan bantuan yang diterima dari berbagai pihak, Umat Katolik Paroki Ganjuran bersama masyarakat sekitar memperbaiki rumah tinggal dan aneka infra struktur yang rusak akibat gempa. Seiring denggan pemakaian gereja darurat di pelataran Candi Hati Kudus Yesus, dibuatlah panitia pembangunan gereja utama sebagai pengganti gereja yang sudah roboh akibat gempa. Proses penyusunan panitia pembangunan berlangsung cukup lama pasca gempa karena masyarakat Ganjuran fokus memulihkan kondisi sosial ekonomi mereka terlebih dahulu. 82 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 83 Setahun pasca gempa, tahun 2007, dibuatlah panitia pembangunan gereja untuk membangun sebuah gedung gereja baru. Selagi menunggu kesiapan dari rancangan, serta kondisi masyarakat Ganjuran membaik, panitia mengumpulkan dana dari para donatur serta uang kolekte mingguan untuk mendirikan bangunan gereja permanen. Terhitung sejak Januari 2009 pembangunan gereja Ganjuran dilaksanakan oleh umat Paroki Ganjuran. Ide pembangunan gereja Ganjuran berasal dari beberapa Romo yang telah sekian lama tinggal dan mengabdi di Paroki Ganjuran. mereka telah mengenal berbagai macam dari gereja Ganjuran serta maksud dan tujuan pembangunan gereja pada masa silam seperti yang direncanakan oleh pendiri gereja Ganjuran yaitu keluarga Schmutzer. Panita pembangunan gereja yg dibuat juga melibatkan beberapa orang yang ahli dalam kebudayaan Jawa seperti Romo FX. Wiyana Pr., Ir. Winarno (sebagai arsitek tradisional Jawa), Y. Arditya Samudra (sebagai Arsitek Gereja), serta beberapa tim ukir yang diketuai oleh Dalijan dan Bapak Petrus sebagai ahli ukir Jawa – Katolik5. Selama pengumpulan ide-ide terkait rancangan gereja bentuk baru, dilakukan beberapa kali rapat. Beberapa kali rapat dilakukan di Kantor Keuskupan Agung Semarang yang dihadiri oleh Bapak Uskup. Dari rapat-rapat itu diperoleh kesepakatan bahwa gereja yang akan dibangun merupakan bangunan Jawa berbentuk Joglo dengan ornamen-ornamen kejawaan yang dapat dipadukan dengan injil dalam ajaran agama Katolik. Perpaduan ini tidak luput dari pemikiran 5 Panitia Pembangunan Gereja Ganjuran, loc.cit. 83 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 84 para perancang karena perpaduan kebudayaan dengan agama Katolik (inkuturasi) sudah menjadi bagian khas yang terdapat dari gereja Ganjuran. Untuk mewujudkan ide-ide yang telah diungkapkan oleh para sesepuh Ganjuran, berbagai macam upaya dilakukan oleh panitia pembangunan gereja. Upaya tersebut antara lain, memanggil arsitek tradisional Jawa, menunjuk tukangtukang ahli, bahkan hingga meminta izin resmi kepada Sultan Hamengkubuwono X untuk membuat bangunan joglo mewah menyerupai joglo yang dimiliki Kesultanan Yogyakarta. Permintaan izin tersebut dilakukan karena apabila ingin menggunakan atribut kerajaan baik dalam bangunan, pakaian, dan sebagainya harus meminta izin resmi kepada Sultan sesuai dengan peraturan Kesultanan Yogyakarta. Selain bentuk joglo yang megah menyerupai joglo di Keraton Yogyakarta, berbagai ornamen juga diadopsi dari ornamen pada joglo Keraton. Dalam perancangan bangunan gereja, Winarno (arsitek tradisional Jawa) dan Aditya Samudra (arsitek gereja) selalu berkonsultasi dengan romo-romo di Ganjuran. Romo-romo tersebut memberikan masukan bahwa dalam merancang bangunan baru untuk menampilkan kejawaan yang lebih kental dan semakin memiliki makna kerohaniannya, maka tiap ornamen gereja harus dipadukan dengan ajaran Yesus yang termuat dalam Injil. Bentuk kejawaan dan penggabungan kebudayaan Jawa – Katolik yang ingin diwujudkan dalam gereja Ganjuran yang baru merupakan sebuah ungkapan penerusan cita-cita keluarga 84 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 85 Schmutzer yang terus ingin mengembangkan kebudayaan Jawa serta menunjukkan bahwa inkulturasi gereja tidaklah pernah mati6. Selain bangunan gereja utama yang diperbaiki, panita juga merancang pembangunan fasilitas lainnya yang menunjang peziarahan di Ganjuran. Bangunan pendapa di sisi Utara dan Selatan gereja yang tidak mengalami kerusakan kemudian tetap digunakan. Kedua bangunan itu dipindahkan ke sisi selatan gereja. Fungsi dan bahan dari pendapa tersebut tetaplah sama, yakni sebagai tempat peristirahatan para peziarah yang datang ke Ganjuran. Gb. 44. Pendapa pindahan dari pendapa lama yang aman dari gempa, terletak di sisi Selatan gereja. (Sumber: Dokumen Pribadi) C. Bentuk dan Filosofi Bangunan Gereja Baru Masyarakat Jawa mengenal bangunan joglo sebagai bangunan yang megah namun hanya bisa dimiliki oleh orang kaya atau orang-orang terpandang seperti raja, bangsawan, bupati, kepala desa, dsb. Secara fungsional bangunan ini dapat menampung orang dalam jumlah yang banyak karena tidak memiliki sekat antar 6 Wawancara dengan Bapak Siwi, loc.cit. 85 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 86 bagian bangunan, cocok sebagai tempat pertemuan besar. Susunan rumah tradisional yang dimiliki oleh bangsawan Jawa zaman dahulu, biasanya dibagi menjadi tiga bagian. Pertama, ruang depan yang berfungsi sebagai ruang pertemuan atau yang biasa disebut pendhapa. Kedua, ruang tengah atau ruang yang dipakai untuk mengadakan tontonan wayang kulit yang disebut pringgitan. Ketiga, ruang belakang yang disebut dalem atau omah jero sebagai ruang keluarga. Dalam omah jero terdapat tiga buah senthong (kamar) yaitu senthong 7 kiwa, senthong tengah (petanen) dan senthong kanan. Gb. 45. Sketsa disain gereja dengan Ruang Adorasi di sisi Barat gereja. (Sumber: Perancangan, Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran) Bagi umat Katolik ruangan yang dimaksud omah jero atau senthong merupakan bagian yang paling suci. Senthong tengah biasa digunakan sebagai tempat tabernakel atau tahta Allah atau Yesus. Bagi masyarakat Jawa pada umumnya, senthong tengah digunakan sebagai tempat penyimpanan beras.8 Berdasarkan filosofinya, Dewi Sri atau dewi kesuburan, dewi padi, selalu 7 H.J. Wibowo, dkk, Arsitektur Tradisional Daerah Istimewa Yogyakarta, 1998, Jakarta : CV. Pialamas Permai, hlm. 61. 8 Ibid., hlm. 63. 86 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 87 memberikan kesuburan bagi tanah garapan dan kemakmuran bagi masyarakat Jawa. Oleh sebab itu, beras ditempatkan di ruangan istimewa dalam sebuah rumah. Di gereja Ganjuran, tempat yang sakral atau senthong tengah pun digunakan sebagai tempat tabernakel, persemayaman tubuh Yesus dalam rupa roti dan anggur. Untuk bagian altar di gereja terletak di depan tabernakel atau senthong tengah. Gb. 46. Gereja Ganjuran tampak depan. (Sumber: Dokumen Pribadi) Terdapat tiga area penting di dalam gereja Ganjuran, area tersebut yakni, area panti imam, area panti umat dan area gamelan. Area panti imam merupakan area paling penting dan paling sakral karena di area ini terdapat tabernakel yang di dalamnya terdapat Hosti. Area panti umat merupakan area dimana umat mengikuti proses ekaristi. Panti umat merupakan area paling luas di dalam gereja. Area gamelan merupakan area dimana alat-alat gamelan diletakkan dan dimainkan oleh pemain gamelan untuk mengiringi lagu selama perayaan ekaristi. Bagian terpenting dari suatu gereja yakni adanya sebuah altar untuk Pastor memimpin ekaristi dan tabernakel untuk menempatkan hosti perlambang tubuh 87 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 88 Yesus. Di bangunan gereja baru ini, altar terletak di sisi utara menghadap ke selatan, tepat berhadapan langsung dengan jalan masuk utama gereja. Altar dan tabernakel merupakan salah satu bagian penting gereja yang aman dari gempa yang melanda. Sewaktu belum terjadi gempa, meja altar gereja menggunakan ornamen dan hiasan yang sederhana seperti kain putih serta bunga, namun meja altar baru menggunakan kayu yang diukir dengan diberi warna emas dan hijau yang menjadi warna liturgi. Kain putih digunakan untuk melapisi altar pada gereja lama dan di sekelilingnya dihiasi bunga altar. Sedangkan meja altar pada gereja baru dilapisi kain putih, dihiasi rangkaian bunga altar, dan ada tambahan ornamen dengan ukiran burung pelikan yang memberikan makan kepada anak- anaknya. Gb. 47. Altar Gereja Ganjuran lama dengan ornamen yang sederhana. (Sumber: www.google.com) Gb. 48. Altar Gereja Ganjuran baru dengan ornamen yang lebih mewah dan megah. (Sumber: Dokumen Pribadi) Seperti gereja pada umumnya di Indonesia, di sisi kiri dan kanan altar terdapat patung Yesus Kristus dan Bunda Maria. Patung Yesus terletak di sebelah 88 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 89 kiri altar sedangkan patung Maria terletak di sebelah kanan altar. Patung Yesus dan Maria di gereja Ganjuran menggambarkan mereka sebagai raja Jawa. Di bagian senthong kiwa gereja Ganjuran diletakan patung Sang Kristus Hati Kudus dengan pakaian Raja Jawa Klasik yang sebelum gempa terdapat di sebelah utara altar gereja atau di kiri altar (lihat halaman 63). Sedangkan di senthong kanan terdapat patung Dyah Mariyah Ibu Ganjuran yang menggambarkan sosok ibu raja dengan pakaian Ratu Jawa Klasik sedang menggendong putra Raja dan duduk beralaskan bunga teratai (lihat halaman 65). Hal ini tidak terlepas dari filosofi yang dimiliki masyarakat Jawa, dimana Raja selalu duduk di sisi kanan Ratu dan Ratu selalu duduk di sisi kiri Raja. Kedua arca tersebut merupakan kedua arca yang dulunya terdapat di sisi kiri dan kanan altar namun masih utuh saat gempa bumi 26 Mei 2006 menimpa. Gb. 49. Interior gereja yang penuh dengan ornamen kejawaan. (Sumber: Dokumen Pribadi) Bila dilihat secara sekilas, beberapa ornamen gereja Ganjuran menunjukkan kreativitas perancang dan senimannya saja. Namun bila 89 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 90 diperhatikan secara seksama dan dikaitkan dengan ajaran agama Katolik yang bersumber pada Alkitab, setiap ornamen gereja memiliki maknanya sendiri. Dimulai dari bagian panti umat terdapat beberapa ornamen yang semakin menunjukkan kejawaan dan inkulturasi gereja Ganjuran antara lain: 1) Umpak, 2) ornamen probo, wajikan, padma, 3) ornamen nanasan, 4) untu walang 5) atap tumpang sari, 6) wuwung kembang turen, 7) ornamen banyu tumetes, 8) lantai gereja yang menyilang, 9) usuk periuk, 11) warna-warna yang ada di bangunan gereja, 11) serta beberapa ukiran pada altar lainnya. Umpak merupakan suatu bagian dari sebuah bangunan yang berfungsi sebagai alas tiang (tiang kayu atau tiang lainnya). Umpak juga digunakan sebagai pondasi bangunan terutama untuk rumah tradisional ataupun penyangga Gb. 50. Umpak. (Sumber: Dokumen Pribadi) tiang pendopo. Nama lain dari umpak adalah batu sendi. Kegunaan dari umpak ini sendiri dalam sebuah arsitektur bangunan adalah berfungsi untuk meninggikan bangunan serta memberikan ruang jeda antara tanah dengan kayu sebagai tiang penyangga.9 Hal ini dilakukan agar tiang menjadi lebih awet dan tidak dimakan rayap. Umpak dapat berasal dari susunan batu yang disemen atau bahkan sekedar tatanan batu bata. Akan tetapi yang paling sering dan umum digunakan adalah 9 Ibid., hlm. 106. 90 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 91 umpak berbahan dasar batu alam dalam hal ini batu alam gunung merapi atau batu candi. Sering pula lebih dikenal dengan sebutan batu umpak dibanding umpak batu. Umpak yang menjadi pondasi tiang memiliki ukiran stilasi10 dari bentuk sulur tanaman. Batu pondasi ini dapat diartikan sebagai landasan iman gerejawi yang diumpamakan sebagai batu karang,11 seperti termuat dalam Injil Matius 16: 16-18. Di atas umpak terdapat ornamen probo yang melambangkan cahaya.12 Ornamen ini memiliki keanehan bila dicermati, pada tradisi Katolik simbol cahaya biasanya selalu berada pada bagian atas karena dianggap cahaya datang dari atas, langit/matahari/Tuhan berasal sendiri. dari Penyimbolan Tuhan sebagai cahaya yang memberikan penerangan bagi umatnya13 terdapat pada Injil Lukas 2: 9-11. Diantara probo atas dan probo bawah terdapat ornamen berbentuk wajik. Gb. 51. Ornamen Probo dan Wajikan. (Sumber: Dokumen Pribadi) Ornamen ini disebut wajikan. Wajikan merupakan makanan „wajik‟ yang diberi makna yaitu sebagai manisnya kehidupan serta makna baru lainnya yaitu melambangkan segitiga Kasih yang tercantum pada Alkitab.14 10 Stilasi adalah menggayakan objek atau merubah bentuk tanpa meninggalkan bentuk aslinya. Panitia Pembangunan Gereja Ganjuran, op.cit., hlm. 5. 12 H.J. Wibowo, dkk, op.cit., hlm. 170. 13 Panitia Pembangunan Gereja Ganjuran, op.cit., hlm. 6. 14 Ibid,. hlm. 7. 11 91 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 92 Bagian berikutnya terletak di sebelah atas dari saka guru yang digunakan sebagai penyangga gereja. Terdapat ornamen bulu burung merak yang berpasangan dengan ornamen probo. Melihat semakin ke atas dari saka guru, terdapat susunan tiang yang saling menyatu tanpa menggunakan sebuah paku hingga sedemikian rupa namun tetaplah kokoh. Susunan kayu tersebut disebut untu walang. Untu walang menunjukkan bahwa iman Katolik semakin menguat dalam kehidupan yang penuh pengharapan akan kasih Allah.15 Gb. 53. Nanasan. (Sumber: Dokumen Pribadi) Gb. 52. Untu Walang. (Sumber: Dokumen Pribadi) Ornamen berikutnya ialah nanasan16 yang terletak berdekatan dengan susunan kayu untu walang. Nanasan melambangkan perjuangan hidup untuk menikmati kehidupan yang manis harus berjuang terlebih dahulu.17 Sesuai dengan filosofi nanas bahwa jika kita ingin menikmati daging nanas yang manis haruslah 15 Ibid., hlm. 8. H.J. Wibowo, dkk, op.cit., hlm. 140. 17 Panitia Pembangunan Gereja Ganjuran, op.cit., hlm. 9. 16 92 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 93 mengupas kulit nanas tersebut yang berduri. Hal ini mengingatkan tentang ajaran Kristus yang tercantum dalam Markus 8: 35 tentang syarat-syarat mengikuti Dia. Ornamen berikutnya terletak di atap gereja, di tiap sudut atap joglo di gereja Ganjuran terdapat ornamen wuwung kembang turen. Wuwung kembang turen merupakan sebuah ornamen yang melambangkan kewibawaan yang tinggi. Kemudian di bawah atap gereja terdapat ornamen listplank berbentuk seperti tetesan air yang meniris dengan nama banyu tetes.18 Ornamen ini melambangkan bahwa Allah selalu memberikan rejeki kepada umat-Nya,19 seperti air hujan yang memberi kesuburan pada tanah di bumi. Gb. 54. Wuwung kembang turen dan listplank banyu tumetes. (Sumber: Dokumen Pribadi) Selain ornamen-ornamen yang menunjukkan keagungan gereja Ganjuran, warna-warna yang ada di bangunan gereja tersebut juga menunjukkan warnawarna liturgi. Warna hijau bermakna sebagai masa pengharapan akan datangnya 18 19 H.J. Wibowo, dkk, op.cit., hlm. 178. Panitia Pembangunan Gereja Ganjuran, op.cit., hlm. 12. 93 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 94 Sang Juru Selamat, warna kuning melambangkan keagungan, warna putih yaitu kesucian dan warna merah melambangkan keberanian umat Katolik membela kebenaran untuk mempertahankan darah Martir (Saksi Iman) sampai mati. Gb. 55. Ornamen burung pelikan dan api. (Sumber: Dokumen Pribadi.) Melihat bagian dari panti imam tidak terdapat salib besar yang biasa ada di gereja pada umumnya, melainkan terdapat simbol burung pelikan dan api menyala. Simbol burung pelikan ini pertama kali dimunculkan lewat ajaran Santo Thomas Aquinas yang melambangkan pengorbanan induk burung pelikan demi memberi makan anak-anaknya20. Pengorbanan Yesus diumpamakan sebagai pengorbanan induk pelikan. Simbol burung pelikan juga terdapat pada altar gereja (lihat gambar 47). Simbol api sangat erat dengan tradisi Katolik maupun budaya Jawa. Pada tradisi Katolik, api merupakan lambang kehadiran Roh Kudus (lidah api pada 20 Admin Deo Duce, “Simbolisme Dalam Seni Katolik: Burung Pelikan”, Lux Veritas 7, diakeses dari https://luxveritatis7.wordpress.com/2013/05/27/simbolisme-dalam-seni-katolik-burungpelikan/, pada tanggal 26 November 2015 pukul 18.52. 94 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 95 Peristiwa Pentakosta), bahkan api merupakan tanda kehadiran Yesus sendiri (Allah hadir berupa tiang api pada perjalanan bangsa Yahudi ke Tanah Terjanji). Sedangkan pada budaya Jawa, api identik dengan sesuatu yang sakral tetapi terkadang melambangkan kekuatan alam `yang membawa kehancuran. Walaupun makna simbol api ini sedikit bertolak belakang antara tradisi Katolik dengan budaya Jawa, namun tetap dipilih karena memiliki arti yang sangat kuat dalam ajaran Katolik. Melihat bagian atas dari panti imam, terdapat kubah kaca yang bergambarkan simbol keempat Penginjil dan di bagian tengah terdapat simbol Tritunggal Maha Kudus. Kubah kaca merupakan salah satu usaha untuk memasukkan cahaya ke dalam bangunan. Cahaya sering dianggap memberikan kekuatan Ilahi kepada barang yang disinarinya. Gb. 56. Kubah kaca bergambarkan para Penginjil dan Tritunggal Maha Kudus. (Sumber: Dokumen Pribadi.) Bagian terakhir di dalam gereja yakni area gamelan. Area ini adalah tempat diletakannya gamelan yang digunakan dalam mengiringi misa. Musi liturgi bernuansakan Jawa juga merupakan sebuah inkulturasi yang ada di geerja Ganjuran. seperangkat gamelan, lagu berbahasa Jawa kerap dinyanyikan saat misa 95 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 96 menggunakan bahasa Jawa. Setelah renovasi gereja, peralatan gamelan yang ada di gereja Ganjuran ada dua, pertama terdapat di dalam gereja dan kedua terdapat di sisi Timu pelataran Candi. Perangkat gamelan disimpan dengan baik di tempat ini bila tidak dimainkan saat misa. Area gamelan di dalam gereja posisinya sedikit lebih tinggi dari panti umat, berjarak 30 cm. Hal ini ditujukan agar pemain gamelan tidak terlalu rendah dan terhalangi oleh umat (terutama ketika berdiri) kerena mereka memainkan musik gamelan dalam posisi duduk. Area gamelan ini lebih bersifat fungsional, sehingga tidak ada ornamen apapun di dalamnya. Gb. 57. Area gamelan di dalam gereja. (Sumber: Dokumen Pribadi.) 96 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 97 Gb. 58. Area gamelan di pelataran Candi. (Sumber: Dokumen Pribadi) 97 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB V KESIMPULAN Setelah menelisik sejarah Gereja Katolik Ganjuan pada bab-bab sebelumnya, maka pada bagian ini penulis menraik beberapa kesimpulan menyangkut gereja tersebut. 1. Latar historis Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran dipengaruhi oleh misi Gereja Katolik yakni menyebarkan agama Katolik di daerah Ganjuran yang dipelopori oleh keluarga Schmutzer pemilik Pabrik Gula Gondang Lipoera. Mereka membawa misi gereja dengan membantu masyarakat baik dari bidang pendidikan, sosial, ekonomi dan kesehatan. Sebagai orang Katolik pertama di Ganjuran, keluarga Schmutzer terpanggil untuk menyebarkan agama Katolik di daerahnya. Berkat misinya, banyak pegawai pabrik maupun staf guru yang berada di bawah naungannya ikut beragama Katolik. Penghasilan dari pabrik gula dan dana keluarga kemudian digunakannya untuk membangun gereja yang sarat akan filosofi Jawa. 2. Secara estetika, bangunan Gereja Ganjuran memiliki ciri khas tersendiri dari gereja lainnya, yaitu karakter arsitektur kejawaannya yang kuat. Penggabungan kebudayaan Jawa dengan kebudayaan Katolik biasa dikenal dengan istilah inkulturasi. Berbagai unsur kejawaan gereja Ganjuran merupakan gambaran upaya inkultuasi dengan agama Katolik yang terwujud dalam ornamen-ornamen gereja. Penggambaran inkulturasi yang 98 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 99 nampak dalam gereja Ganjuran dapat dilihat dengan adanya patung-patung seperti arca Yesus, arca Maria dan patung malaikat di dalam gereja. Perpaduan aksen Hindu-Jawa-Katolik di Candi Hati Kudus Yesus menjadi puncak inkultuasi di Gereja Katolik Ganjuan. 3. Seiring berjalannya waktu, kejawaan gereja Katolik Ganjuran semakin diperkuat setelah gempa tahun 2006. Unsur-unsur baru di gereja Ganjuran dihadirkan melalui penambahan ornamen dengan simbol-simbol liturgi pun bernuansakan Jawa. Ornamen yang digunakan pada Gereja Katolik Ganjuran memiliki makna yang selaras dengan ajaran Katolik walaupun kehadirannya sebagian besar hanya sebagai dekorasi. Salah satu hal yang mencolok dalam gereja itu adalah area panti imam, sebuah area yang paling banyak mengandung tradisi kejawaan dibandingkan area lainnya di dalam gereja Katolik Ganjuran. 99 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI DAFTAR PUSTAKA Sumber Buku : Akkeren, Philip von. 1994. Dewi Sri Dan Kristus : Sebuah Kajian Tentang Gereja Pribumi Di Jawa Timur. Jakarta: Gunung Mulia. Anton Haryono. 2009. Awal Mulanya Adalah Muntilan. Yogyakarta : Kanisius. Beding, Marcel. 1967. Adjaran Sosial Geredja : Rerum Novarum. Quadragesimo Anno. Amanat Pantekosta 1941. Mater Et Magistra. Pacem In Terris. Ende-Flores : Nusa Indah. Boelaars, Huub J.W.M.. 2005. Indonesianisasi : Dari Gereja Katolik Di Indonesia Menjadi Gereja Katolik Indonesia. Yogyakarta : Kanisius. Djoko Soekiman. 2011. Kebudayaan Indis : Dari Zaman Kompeni Sampai Revolusi. Depok : Komunitas Bambu. Edi Sedyawati, Dkk. 1993. Sejarah Kebudayaan Jawa. Jakarta : Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. _________. 1983. Seni Dalam Masyarakat Indonesia : Bunga Rampai. Jakarta : Gramedia. Eko Budiharjo. 1987. Arsitek Bicara Tentang Arsitektur Indonesia. Bandung : Alumni. End, Th. van Den. 1993. Ragi Carita : Sejarah Gereja Di Indonesia. 1860an – Sekarang. Jakarta : BPK. GUNUNG MULIA. Hari Kustanto, Jb.. 1989. Inkuturasi Agama Katolik Dalam Kebudayaan Jawa. Yogyakarta: Pusat Pastoral Yogyakarta. Hellings, Joh. S.J. 1930. Java Aan Het H. Hart van Jezus. St. Claverbond. Hery Santosa, H.B. Reader Sejarah Kebudayaan Indonesia. Yogyakarta. Hubertus Muda. 1992. Inkulturasi. Ende-Flores: Puslit Candraditya. Ismunandar, K. R. 1986. Joglo Arsitektur Rumah Tradisional Jawa. Semarang: Dahara Prize. 100 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 101 Kieser, Bernhard. 1995. Gereja Keuskupan Agung Semarang : Perkembangan Dan Tantangannya. Yogyakarta: Fakultas Teologi Usd. Kuntowijoyo. 2006. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Bentang Pustaka. Lucia Esti Elihami. 1995. “Sejarah Berdirinya Paroki Hati Kudus Yesus Ganjuran Inkulturasi Sebagai Landasan Tumbuh dan Berkembangnya Paroki Hati Kudus Yesus Ganjuran Yogyakarta”. Skripsi S1. FKIP, Pend. Sejarah, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Mangunwijaya, Yusuf B. 1988. Wastu Citra : Pengantar Ke Ilmu Budaya Untuk Arsitektur Sendi-Sendi Filsafatnya Beserta Contoh-Contoh Praktis. Jakarta: Gramedia. Muskens. 1974. Sejarah Gereja Katolik Indonesia Jilid 3B : Wilayah-Wilayah Keuskupan Dan Majelis Agung Waligereja Indonesia Abad Ke-20 Jawa. Mawi. Nusa Tenggara. Lampiran-Lampiran. Panitia Pembangunan Gereja Ganjuran, Ganjuran Gereja Berkat dan Perutusan : Pasca Gempa Bumi 27 Mei 2006, 2009, Yogyakarta. Ratziger, Joseph. 1970. Puntjak-Puntjak Teologis Dalam Konsili Vatikan II. Yogyakarta : Kanisius. Rijckevorsel, L. Van S.J.. 1928. Eerste Steenlegging van Een H. Hart-Monument Op Java. St. Claverbond. Sinaga, Anicetus B. 1984. Gereja Dan Inkulturasi. Yogyakarta: Yayasan Kanisius. Strater, F. S.J.. 1923. Katholiek Onderwijs in de Java Missie. St. Claverbond. _________. 1924. De Missie Drukkerij te Djokjakarta. St. Claverbond. _________. 1934. In Memoriam Rama van Driessche. St. Claverbond. Sugiyarto Dakung. 1983. Arsitektur Tradisional Daerah Istimewa Yogyakarta. Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. Suryanugraha, C. H. 2006. “Candi Ganjuran: Seni Liturgis Budaya Jawa”. Liturgi Autentik dan Relevan. Maumere: Penerbit Ledalero. _________. 2006. Rupa dan Citra : Aneka Simbol dalam Misa. Bandung: SangKris. 101 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 102 Ven, Cornelis van De. 1991. Ruang Dalam Arsitektur Evolusi Dari Sebuah Gagasan Baru Dalam Teori Dan Sejarah Gerakan-Gerakan Modern. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Wibowo, H.J., dkk. 1998. Arsitektur Tradisional Daerah Istimewa Yogyakarta. Jakarta : CV. Pialamas Permai. Sumber Internet: Adi Santosa. 2015. “Transformation Of The Ganjuran Church Complex: A Typological Study” (online), (http://dimensiinterior.petra.ac.id/index.php/int/article/view/19072, diakses tangal 20 September 2015. Admin Deo Duce. 2015. “Simbolisme Dalam Seni Katolik: Burung elikan” (online), https://luxveritatis7.wordpress.com/2013/05/27/simbolismedalam-seni-katolik-burung-pelikan/, diakses tanggal 26 November 2015 BPCB Jogjakarta. 2015. “Rumah Sakit Panti Rapih: Ex Rumah Sakit Onder de Bogen” (online), (http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/1849/rumah-sakit-pantirapih-ex-rumah-sakit-onder-de-bogen, diakses tanggal 5 September 2015. Wikipedia. 2015. “Gempa Bumi Yogyakarta 2006” (online), (https://id.wikipedia.org/wiki/Gempa_bumi_Yogyakarta_2006, diakses tanggal 11 November 2015. Wikipedia. 2015. “Kejawen” (online), (http://id.wikipedia.org/wiki/Kejawen.htm, diakses tanggal 20 Mei 2015. 102 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI LAMPIRAN 103 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI SILABUS Mata Pelajaran : Sejarah Indonesia (Wajib) Kelas : XI Kompetensi Inti : 1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya. 2. Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia. 3. Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingintahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah. 4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan. 104 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 105 Kompetensi Dasar 1.1 Menghayati nilainilai persatuan dan keinginan bersatu dalam perjuangan pergerakan nasional menuju kemerdekaan bangsa sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa terhadap bangsa dan negara Indonesia. 2.2 Meneladani perilaku kerjasama, tanggung jawab, cinta damai para pejuang dalam mewujudkan cita-cita mendirikan bangsa Indonesia dan Materi Pokok Pembelajaran Penilaian Alokasi Waktu Sumber Belajar PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 106 Kompetensi Dasar Materi Pokok Pembelajaran Penilaian Alokasi Waktu Sumber Belajar menunjukkannya dalam kehidupan sehari-hari. 3.5 Mengidentifikasi Karakter Kejawaan Mengamati Observasi : 2 x 45 Anton Haryono. menit 2009. Awal dampak politik, sosial, Arsitektur Gereja Siswa mengamati gambar, mengamati kegiatan budaya, sosial-ekonomi Katolik Ganjuran video tentang kejawaan peserta didik dalam Mulanya adalah dan pendidikan pada (Tahun 1924-2013) arsitektur Gereja Katolik diskusi dan presentasi. Muntilan: Misi masa penjajahan Barat Ganjuran. dalam kehidupan Latar belakang bangsa Indonesia masa berdirinya Gereja kini. Katolik Ganjuran. Jesuit di Yogyakarta Tes Tertulis : Menilai 1914-1940. Siswa bertanya dan kemampuan peserta Yogyakarta: Penerbit menyampaikan pendapat didik dalam Kanisius. tentang kejawaan arsitektur memahami tentang Gereja Katolik Ganjuran. latar belakang Lucia Esti Elihami. Mengumpulkan Informasi berdirinya Gereja 1995. “Sejarah Ganjuran Siswa mengumpulkan Katolik Ganjuran. Berdirinya Paroki sebelum tahun informasi tentang latar 2006. belakang berdirinya Gereja Tugas Terstruktur : Ganjuran Inkulturasi Katolik Ganjuran dan Membuat makalah Sebagai Landasan Karakter kejawaan Gereja Menanya Hati Kudus Yesus PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 107 Kompetensi Dasar Materi Pokok Pembelajaran Penilaian Alokasi Waktu Sumber Belajar Karakter karakteristik kejawaan tentang karakter Tumbuh dan kejawaan Gereja arsitekturnya sebelum tahun kejawaan arsitektur Berkembangnya Ganjuran pasca 2006 serta pasca gempa Gereja Katolik Paroki Hati Kudus gempa tahun tahun 2006 melalui buku- Ganjuran sebelum Yesus Ganjuran 2006. buku bacaan, sumber tahun 2006 serta pasca Yogyakarta”. Skripsi internet, dan sumber-sumber gempa tahun 2006. S1. FKIP, Pend. lainnya. Mengasosiasi Menganalisis informasi dan Sejarah, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. data yang di dapat dari buku-buku bacaan maupun Panitia sumber-sumber terkait Pembangunan lainnya, yang dilanjutkan Gereja Ganjuran. dengan diskusi kelompok, 2009. Ganjuran untuk mendapatkan Gereja Berkat dan kesimpulan tentang latar Perutusan : Pasca belakang berdirinya Gereja Gempa Bumi 27 Mei Katolik Ganjuran dan 2006. Yogyakarta. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 108 Kompetensi Dasar 4.5 Menalar dampak Materi Pokok Pembelajaran Sumber Belajar arsitekturnya sebelum tahun 2006. “Candi 2006 serta pasca gempa Ganjuran: Seni tahun 2006 terhadap Liturgis Budaya kehidupan masyarakat Jawa”. Liturgi sekitar, kemudian hasilnya Autentik dan dicatat pada kertas. Relevan. Maumere: Mengkomunikasikan Penerbit Ledalero. ekonomi dan pendidikan dipresentasikan kemudian pada masa penjajahan dilakukan sesi tanya jawab, Barat dalam kehidupan setelah itu dilaporkan dalam bangsa Indonesia masa bentuk tulisan dan makalah. sejarah. Waktu C. H. Suryanugraha. Hasil diskusi kelompok dalam bentuk cerita Alokasi karakteristik kejawaan politik, budaya, sosial- kini dan menyajikannya Penilaian PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 109 Yogyakarta, 20 Maret 2016 Mengetahui, Kepala Sekolah FX. Yuni Wantoro Guru Mata Pelajaran Berardus Ardian Cahyo N. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Satuan Pendidikan : SMA STELLA DUCE 3 BANTUL Kelas/ Semester : XI/2 Mata Pelajaran : Sejarah Indonesia (Wajib) Materi Pokok : Sejarah Kebudayaan Indonesia Pertemuan :1 Alokasi Waktu : 2 x 45 menit A. Kompetensi Inti 1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya. 2. Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia. 3. Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingintahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian 110 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 111 yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah. 4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan. B. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi No. Kompetensi Dasar Indikator Pencapaian Kompetensi 1. 1.1 Menghayati nilai-nilai persatuan dan keinginan bersatu dalam perjuangan pergerakan nasional menuju kemerdekaan bangsa sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa terhadap bangsa dan negara Indonesia. 2.2 Meneladani perilaku kerjasama, tanggung jawab, cinta damai para pejuang dalam mewujudkan cita-cita mendirikan bangsa Indonesia dan menunjukkannya dalam kehidupan sehari-hari. 3.5 Mengidentifikasi dampak politik, sosial, budaya, sosial-ekonomi dan pendidikan pada masa penjajahan Barat dalam kehidupan bangsa Indonesia masa kini. 1.1.1 Bersyukur dengan cara berdoa sebelum dan sesudah kegiatan belajar dan mengajar. 2. 3. 1.1.2 Menghargai jasa-jasa pahlawan Indonesiadengan cara, menjadi generasi muda yang berkarakater. 2.2.1 Tidak menyontek ketika ulangan. 2.2.2 Menyelesaikan pekerjaan rumah/ tugas tepat waktu. 3.5.1 Mendeskrispsikan latar belakang berdirinya Gereja Katolik Ganjuran. 3.5.2 Mendeskripsikan karakter kejawaan Gereja Ganjuran sebelum tahun 2006. 3.5.3 Mendeskripsikan karakter kejawaan Gereja Ganjuran pasca gempa tahun 2006. 4. 4.5 Menalar dampak politik, budaya, sosial-ekonomi dan pendidikan pada masa penjajahan Barat dalam kehidupan bangsa Indonesia masa kini dan menyajikannya dalam bentuk cerita sejarah. 4.5.1 Melaporkan hasil tulisan mengenai Karakter Kejawaan Arsitektur Gereja Katolik Ganjuran (Tahun 1924-2013). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 112 C. Tujuan Pembelajaran Setelah mengikuti serangkaian kegiatan pembelajaran peserta didik dapat: 1. Menunjukan sikap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kemerdekaan Indonesia dari tangan penjajah dengan belajar tekun. 2. Menunjukan sikap perilaku menghargai jasa-jasa pahlawan dalam melawan penjajah. 3. Menunjukan sikap dan prilaku cinta tanah air dalam kehidupan sehari-hari. 4. Bertanggungjawab dengan mengerjakan tugas. 5. Menunjukan sikap dan prilaku jujur. 6. Menjelaskan latar belakang berdirinya Gereja Katolik Ganjuran. 7. Menjelaskan karakter kejawaan Gereja Katolik Ganjuran sebelum tahun 2006. 8. Menjelaskan karakter kejawaan Gereja Katolik Ganjuran pasca gempa tahun 2006. 9. Mempresentasikan dan melaporkan karakter kejawaan arsitektur Gereja Katolik Ganjuran (Tahun 1924-2013). D. Materi Ajar 1. Latar belakang berdirinya Gereja Katolik Ganjuran. 2. Karakter kejawaan Gereja Katolik Ganjuran sebelum tahun 2006. 3. Karakter kejawaan Gereja Katolik Ganjuran pasca gempa tahun 2006. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 113 E. Metode Membelajaran 1. Pendekatan Pembelajaran : Saintifik 2. Metode pembelajaran : Ceramah, tanya jawab, diskusi, presentasi 3. Model Pembelajaran : Problem Based Learning F. Sumber Belajar Djoko Soekiman. 2011. Kebudayaan Indis : Dari Zaman Kompeni Sampai Revolusi. Depok : Komunitas Bambu. Hapsari, Ratna, M. Adil. 2013. Sejarah Indonesia untuk SMA Kelas XII. Jakarta: Elangga. I Wayan Badrika. 2006. Sejarah Kelas XII. Jakarta: Erlangga. G. Media Pembelajaran Alat : Laptop, Speaker, LCD. Bahan : Power point, Video Dokumenter “Candi Ganjuran – Tanah Para Terjanji (Sebuah Dokumenter)”, Foto-foto Arsitektur Gereja Katolik Ganjuran pasca gempa. H. Kegiatan Pembelajaran Kegiatan Pendahuluan Deskripsi Guru mengucapkan salam kepada siswa Guru mengajak siswa untuk berdoa bersama Guru mengecek kehadiran siswa Alokasi Waktu 5‟ menit PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 114 Apersepsi: Guru menyampaikan pengantar tentang kebudayaan-kebudayaan Indonesia yang tidak tergerus oleh waktu, terutama pada masa pemerintahan Hindia-Belanda. Menyampaikan tujuan pembelajaran Kegiatan Inti Mengamati Peserta didik mengamati film dokumenter “Candi Ganjuran – Tanah Para Terjanji (Sebuah Dokumenter)” serta gambar-gambar arsitektur Gereja Katolik Ganjuran pasca gempa. Menanya Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya dan menyampaikan pendapat tentang materi Kejawaan Arsitektur Gereja Katolik Ganjuran (Tahun 1924-2013). Mengumpulkan Informasi Peserta didik membaca modul atau referensi lain yang relevan tentang latar belakang berdirinya Gereja Katolik Ganjuran dan karakteristik kejawaan arsitekturnya sebelum tahun 2006 serta pasca gempa tahun 2006. Mengasosiasi Peserta didik melakukan kegiatan mengemukakan pendapat untuk menganalisis tentang latar belakang berdirinya Gereja Katolik Ganjuran dan karakteristik kejawaan arsitekturnya sebelum tahun 2006 serta pasca gempa tahun 2006. Mengkomunikasikan Peserta didik mempresentasikan analisis tentang diskusi kelompok di depan kelas yang diwakili oleh salah satu anggota kelompok masingmasing, anggota kelompok lain memberikan tanggapan 70‟ menit PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 115 Peserta didik menyajikan hasil simpulan materi yang telah dipelajari di depan kelas. Penutup Peserta didik diberikan ulasan singkat tentang kegiatan pembelajaran dan hasil belajarnya. Peserta didik dapat ditanyakan: Peserta didik diberikan pertanyaan lisan secara acak untuk mendapatkan umpan balik atas pembelajaran yang baru saja dilakukan. Konfirmasi. Peserta didik diberikan tugas untuk membuat laporan tentang latar belakang berdirinya Gereja Katolik Ganjuran dan karakteristik kejawaan arsitekturnya sebelum tahun 2006 serta pasca gempa tahun 2006. Informasi materi pembelajaran datang. yang akan Doa penutup. I. Penilaian a) Sikap Spiritual a. Teknik Penilaian : Observasi b. Bentuk Instrumen : Lembar observasi c. Kisi-kisi No. 1. : Sikap/Nilai Bersyukur kepada Tuhan 2. d. Instrumen : Instrumen 1. Butir Instrumen 1 15‟ menit PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 116 No. Nama Peserta Didik Indikator: Berdoa sebelum dan sesudah kegiatan pembelajaran (1-4) 1. 2. 3. Instrumen 2. No. Nama Peserta Didik Indikator: Berhubungan baik dengan teman sekelas (1-4) 1. 2. 3. Kisi-kisi Indikator sikap spiritual: Berdoa sebelum dan sesudah kegiatan pembelajaran. 1. Berdoa dengan tidak sungguh-sungguh. 2. Kadang-kadang berdoa dengan sungguh-sungguh. 3. Sering berdoa dengan sungguh-sungguh. 4. Selalu berdoa dengan sungguh-sungguh. Kisi-kisi Indikator sikap spiritual: Berhubungan baik dengan teman sekelas. 1. Tidak pernah ramah dan toleran terhadap teman sekelas. 2. Kadang-kadang ramah dan toleran terhadap teman sekelas. 3. Sering ramah dan toleran terhadap teman sekelas. 4. Selalu ramah dan toleran terhadap teman sekelas. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 117 Petunjuk Penyekoran: Peserta didik memperoleh nilai: Baik sekali : apabila memperoleh skor 8 Baik : apabila memperoleh skor 6 Cukup : apabila memperoleh skor 4 Kurang : apabila memperoleh skor 2 b) Sikap Sosial a. Teknik Penilaian : Observasi b. Bentuk Instrumen : Lembar observasi c. Kisi-kisi No. : Sikap/Nilai Butir Instrumen 1. Tidak menyontek 1 2. Tugas tepat waktu 2 3. d. Instrumen : Peserta No. Didik 1. 2. 3. Memiliki jiwa nasionlisme (1-4) Indikator Tanggung jawab (1-4) Peduli (1-4) Jumlah Skor PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 118 Kisi-kisi Indikator sikap sosial memiliki jiwa nasionalisme: Deskriptor Skor Tidak mencintai tanah air 1 Kurang mencintai tanah air 2 Cukup mencintai tanah air 3 Sangat mencintai tanah air 4 Kisi-kisi Indikator sikap sosial tanggung jawab: Deskriptor Skor Tidak pernah melaksanakan tugas tepat waktu 1 Kurang melaksanakan tugas tepat waktu 2 Cukup melaksanakan tugas tepat waktu 3 Sangat melaksanakan tugas tepat waktu 4 Kisi-kisi Indikator sikap sosial peduli Deskriptor Skor Tidak pernah membantu orang lain 1 Kurang membantu orang lain 2 Sering membantu orang lain 3 Sangat membantu orang lain 4 Petunjuk penyekoran: Peserta didik memperoleh nilai: A : Baik sekali : apabila memperoleh jumlah skor 12 B : Baik : apabila memperoleh jumlah skor 9 C : Cukup : apabila memperoleh jumlah skor 6 D : Kurang : apabila memperoleh jumlah skor 3 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 119 c) Penliaian Sikap Diskusi a. Teknik Penilaian : Non tes (pengamatan sikap selama diskusi) b. Bentuk Instumen : Lembar penilaian c. Kisi-kisi : Sikap selama diskusi No. Sikap/Nilai Butir Instrumen 1. Keaktifan 1 2. Keseriusan 2 3. Mengemukakan pendapat 4. Bertanya d. Instumen : Indikator Peserta Mengemukakan Jumlah No. Didik Keaktifan Keseriusan Bertanya Skor Pendapat 1. 2. 3. 4. Kisi-kisi indikator penilaian sikap diskusi: Keaktifan, mengemukakan pendapat, bertanya: a) Skor 1 diperoleh siswa bila tidak terlibat dalam kelompok b) Skor 2 diperoleh siswa bila tidak terlibat dalam kelompok namun tidak memberikan masukan c) Skor 3 diperoleh siswa bila terlibat dan memberikan masukan d) Skor 4 diperoleh siswa bila berperan aktif dalam kelompok PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 120 Keseriusan a) Skor 1 diperoleh siswa bila tidak serius dalam mengerjakan tugas b) Skor 2 diperoleh siswa bila cukup serius dalam mengerjakan tugas c) Skor 3 diperoleh siswa bila serius dalam mengerjakan tugas d) Skor 4 diperoleh siswa bila sangat serius dalam mengerjakan tugas Petunjuk Penyekoran: Peserta didik memperoleh nilai: e) A : Baik sekali : apabila memperoleh skor 12 B : Baik : apabila memperoleh skor 9 C : Cukup : apabila memperoleh skor 6 D : Kurang : apabila memperoleh skor 3 Pengetahuan a. Teknik Penilaian : Tes b. Bentuk Instrumen : Lembar tugas c. Kisi-kisi : Tugas terstruktur d. Instrumen : Soal tes Soal Tes 1) Bagaimana latar belakang berdirinya Gereja Katolik Ganjuran? 2) Sebutkan dan jelaskan karakter kejawaan arsitektur Gereja Katolik Ganjuran sebelum tahun 2006? PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 121 3) Sebutkan dan jelaskan karakter kejawaan arsitektur Gereja Katolik Ganjuran pasca gempa tahun 2006? Kunci Jawaban 1) Bagaimana latar belakang berdirinya Gereja Katolik Ganjuran? Berdirinya Gereja Katolik Ganjuran berawal dari kebutuhan tempat ibadah bagi para karyawan pabrik gula dan masyarakat sekitar Ganjuran yang semakin banyak memeluk agama Katolik sehingga mendorong dibangunnya sebuah gedung gereja. Hal ini menunjukan bahwa keluarga Schmutzer tidak hanya memikirkan kesejahteraan masyarakat dalam bentuk ekonomi saja, namun juga perkembangan iman kekatolikan. Sebagai seorang Belanda yang jatuh cinta pada budaya jawa, Schmutzer memiliki keinginan membuat sebuah gereja dengan corak Jawa. Oleh karena itu, Schmutzer meminta ijin kepada Tahtah Suci untuk membangun gereja dengan corak Jawa. Namun, hanya patung Altar Jawa dan patung Hati Kudus yang disetujui oleh Tahtah Suci. Bangunan gereja masih menggunakan gaya bangunan Belanda. Pembangunan gereja berhasil diselesaikan pada tanggal 16 April 1924, namum baru beberapa bulan kemudian, tepatnya tanggal 20 Agustus 1924, Vikaris Apostolik Batavia Mgr. J. M van Velsen hadir di Ganjuran untuk memberkati altar. Pada waktu itu, inkulturasi dalam gereja Katolik belum menjadi sebuah hal yang lumrah, namun Schmutzer sudah mulai membangun gereja dengan memasukan unsur budaya Jawa. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 122 2) Sebutkan dan jelaskan karakter kejawaan arsitektur Gereja Katolik Ganjuran sebelum tahun 2006? Bentuk gereja yang berbentuk limasan. Dalam adat Jawa bangunan limasan boleh dimodivikasi ataupun boleh direnovasi tanpa mengubah struktur bangunannya, berbeda dengan rumah adat joglo. Dengan kata lain, Schmutzer memahami betul alasannya membangun gereja dalam bentuk rumah adat Jawa yakni bangunan limasan. Susunan tingkat pada bagian altar. Serupa dengan tempat pemujaan agama Hindu dan Buddha, dalam tempat peribadatannya mereka menerapkan bangunannya sebagai punden berundak. Punden berundak tersebut dipahami apabila semakin ke atas tempat peribadatan, tempat tersebut semakin suci. Altar dalam gereja Ganjuran juga dibangun seperti punden berundak dan menurut konsep tiga dunia dalam agama Jawa (agama asli yang banyak dipengaruhi agama Hindu Siwa), yakni dari bawah ke atas yakni bhurloka (alam bawah), bhuwarloka (alam antara) dan swarloka (alam atas). Alam bawah melambangkan dunia tempat manusia hidup. Alam antara adalah tempat di mana manusia meninggalkan keduniawiannya dan dalam keadaan suci menemui Tuhannya. Alam atas melambangkan surga, tempat kediaman Tuhan. Arca Malaikat yang berada di sisi kiri dan kanan tabernakel. Dalam tradisi Barat, malaikat biasanya digambarkan sebagai figur anak-anak. Arca dengan figur malaikat yang dibuat lebih mirip ksatria kraton PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 123 berpangkat tinggi. Arca malaikat dibuat dengan karakter seorang ksatria Jawa dengan menggunakan ikat pinggang motif kawung dan mahkota. Arca Hati Kudus Yesus di kiri altar. Arca ini, Yesus digambarkan sebagai raja yang bertahta di atas kursi raja atau singgasananya. Yesus sebagai raja memakai atribut lengkap yang biasa dipakai oleh raja Jawa, dengan mahkota, aksesoris-aksesoris, dan kain batik bermotif parang rusak. Kain batik bermotif parang rusak merupakan kain batik yang hanya boleh dipakai oleh raja Kraton saja. Arca Ibu Maria. Pada relief ini Ibu Maria digambarkan sebagai seorang ratu Jawa. Atribut kebesaran seorang ratu nampak dalam mahkota, hiasan dada, hiasan tangan dan kaki yang terukir secara ditail dan indah oleh Iko sang pemahat. Pakaian yang dikenakan oleh Ibu Maria adalah pakaian panjang khas kraton dengan ikat pinggang dan kain kawung sebagai lambang derajat keningratan. Relief atau panel jalan salib. Panel jalan salib yang ada di Gereja Ganjuran menunjukkan konsep-konsep motif lokal, baik dari perawakan masyakarat lokal, pakaian, serta akesoris yang dikenakan pada umumnya oleh Kraton Yogyakarta. Panel yang diakui saat itu hanyalah panel pertama dan kedua dari ke-14 pemberhentian jalan salib yang ada. Ukiran relief jalan salib yang ada juga mengambil ide dari salah satu candi di Jawa Tengah yakni Candi Sewu. Candi Hati Kudus Tuhan Yesus. Sebagai ungkapan terima kasihnya kepada Allah, mereka ingin membangun sebuah monumen. Monumen PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 124 tersebut selain ungkapan rasa terima kasih kepada Tuhan juga dimaksudkan untuk menghormati Hati Kudus Yesus. Candi Panataran yang megah menginspirasi Schmutzer untuk mengaplikasikannya pada monumen yang hendak dibangunnya. Kran air Tirta Perwitasari. Ditemukannya sungai bawah tanah di bawah Candi Hati Kudus Tuhan Yesus menjadikan air tersebut dianggap sebagai air suci. Sumber air yang mengalir di bawah candi kemudian dinamakan “Tirta Perwitasari”. Beberapa tahun setelah penemuan dan pembuatan kran dari Tirta Perwitasari tersebut, dibangunlah tempat lain di sisi barat candi sebagai pengganti kran air yang telah ada. Dua joglo kembar yang terdapat di Utara dan Selatan gereja. Bangunan joglo kembar berfungsi sebagai tempat berkumpul beberapa paguyuban yang ditangani oleh Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran dan paguyuban lainnya, serta digunakan sebagai tempat umat beribadah saat hari raya besar. 3) Sebutkan dan jelaskan karakter kejawaan arsitektur Gereja Katolik Ganjuran pasca gempa tahun 2006? Gereja berbentuk joglo. Joglo merupakan bangunan khas Yogyakarta sebagai bangunan yang megah namun hanya bisa dimiliki oleh orang kaya atau orang-orang terpandang seperti raja, bangsawan, bupati, kepala desa, dsb. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 125 Dua joglo kembar di selatan gereja. Bangunan joglo di sisi Utara dan Selatan gereja yang tidak mengalami kerusakan kemudian tetap digunakan. Kedua bangunan itu dipindahkan ke sisi selatan gereja. Fungsi dari pendapa tersebut tetaplah sama, yakni sebagai tempat peristirahatan para peziarah yang datang ke Ganjuran. Umpak atau alas tiang penyangga gereja. Umpak juga digunakan sebagai pondasi bangunan terutama untuk rumah tradisional ataupun penyangga tiang pendopo. Kegunaan dari umpak adalah berfungsi untuk meninggikan bangunan serta memberikan ruang jeda antara tanah dengan kayu sebagai tiang penyangga. Hal ini dilakukan agar tiang menjadi lebih awet dan tidak dimakan rayap. Ornamen probo yang melambangkan cahaya. Ornamen ini memiliki keanehan bila dicermati, pada tradisi Katolik simbol cahaya biasanya selalu berada pada bagian atas karena dianggap cahaya datang dari atas, berasal dari langit/matahari/Tuhan sendiri. Wajikan merupakan makanan „wajik‟ yang diberi makna yaitu sebagai manisnya kehidupan serta makna baru lainnya yaitu melambangkan segitiga Kasih yang tercantum pada Alkitab. Untu walang. Untu walang menunjukkan bahwa iman Katolik semakin menguat dalam kehidupan yang penuh pengharapan akan kasih Allah. Ornamen nanasan melambangkan perjuangan hidup untuk menikmati kehidupan yang manis harus berjuang terlebih dahulu. Sesuai PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 126 dengan filosofi nanas bahwa jika kita ingin menikmati daging nanas yang manis haruslah mengupas kulit nanas tersebut yang berduri. Ornamen wuwung kembang turen. Wuwung kembang turen merupakan sebuah ornamen yang melambangkan kewibawaan yang tinggi. Listplank berbentuk seperti tetesan air yang meniris. Ornamen ini melambangkan bahwa Allah selalu memberikan rejeki kepada umat-Nya, seperti air hujan yang memberi kesuburan pada tanah di bumi. Warna hijau, warna kuning dan warna merah seperti warna yang ada di bangunan joglo Kraton Yogyakarta. Dibuatnya area gamelan untuk menempatkan seperangkat gamelan di dalam gereja. Seperangkat gamelan digunakan oleh pemain gamelan untuk mengiringi lagu-lagu berbahasa Jawa. f) Psikomotorik a. Teknik penilaian : Tes: penugasan individu b. Bentuk Instrumen : Proyek c. Kisi-kisi : Tes : peserta didik diberikan tugas untuk menulis paper tentang bentukbentuk budaya bangsa Indonesia yang tidak tergerus oleh zaman. d. Instrumen : PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 127 Lembar penilaian Tes : Peserta didik diberi tugas untuk menyimpulkan tentang karakteristik kejawaan arsitekturnya sebelum tahun 2006 serta pasca gempa tahun 2006. Non tes : Peserta didik dalam kelompok diberi tugas untuk membuat paper tentang kejawaan arsitekturnya sebelum tahun 2006 serta pasca gempa tahun 2006. Aspek yang dinilai No. Nama Siswa Relevansi (1-4) Kelengkapan Pembahasan (1-4) (1-4) 1. 2. 3. 4. Petunjuk Penyekoran: Peserta didik memperoleh nilai: Baik Sekali : apabila memperoleh skor 13-16 Baik : apabila memperoleh skor 9-12 Cukup : apabila memperoleh skor 5-8 Kurang : apabila memperoleh skor 1-4 Ketepatan Waktu (1-4) Nilai Akhir PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 128 Yogyakarta, 20 Maret 2016 Mengetahui, Kepala Sekolah FX. Yuni Wantoro Guru Mata Pelajaran Berardus Ardian Cahyo N.