SAMARITAN x4 (3)

advertisement
[COVER DEPAN]
RESENSI
Suap dan Korupsi
Refleksi Alkitabiah dan Studi Kasus
dalam Marketplace Asia
Penulis
Penyunting
Alih bahasa
Isi
Penerbit
B
uku mungil ini ditulis oleh Hwa Yung,
seorang pendeta yang melayani di
sebuah gereja di Malaysia, pengajar
di Seminari Teologi Malaysia, serta pendiri
sekaligus direktur dari Trinity Theological
College, Singapore.
Sebagai pendeta yang banyak melayani
di Asia, Hwa Yung menyadari bahwa banyak
n e ga ra d i A s i a s e d a n g m e n ga l a m i
perkembangan dan pertumbuhan pesat di
bidang sosial-ekonomi. Banyak orang Kristen
juga mengalami kemajuan dalam bisnis,
usaha, maupun dipercayai untuk memiliki
pengaruh yang potensial di tempatnya
bekerja. Sepintas semua perkembangan ini
terlihat sangat baik; namun jika kita
renungkan sejenak, segala kemajuan
tersebut sebenarnya juga diiringi dengan ber-
2
SAMARITAN
: Hwa Yung
: Soo-Inn Tan
: Yulius Tandyanto
: 90 Halaman 11,5 x 20.5cm
: Literatur Perkantas
tambahnya “tekanan” terhadap orang-orang
Kristen, atau lebih jelasnya terhadap
“integritas iman” dari orang-orang percaya
ini.
Kadang disadari, dan kadang tidak.
Demikian sebagian orang Kristen melihat
“tekanan” tersebut.Tekanan yang kadang
muncul dalam wujud uang, nafsu, dan
kekuasaan, membuat orang Kristen kadang
tidak sadar untuk melihat, dan kurang
menanggapi tekanan tersebut secara
bersungguh-sungguh. Buku ini ingin
memberikan wawasan dan mengingatkan
mengenai hal-hal yang dapat dihadapi oleh
orang-orang Kristen yang berada dalam
perkembangan marketplace (pasarloka) saat
ini. Betapa kuat dan nyata-nya tekanan
budaya bribery (suap) and corruption, dan
oleh karena itu betapa pentingnya untuk
memupuk kekuatan spiritual serta dukungan
rohani gereja di tengah menghadapi kuasa
dosa dalam dunia nyata.
Buku kecil ini memberikan juga contohcontoh cara pandang yang kerap diambil oleh
orang-orang Kristen saat menghadapi
keadaan sehari-hari tersebut. Ada yang
memandang bahwa segala tekanan dapat
diatasi dengan menghindar sejauh mungkin
dari pekerjaan yang “punya potensi” untuk
memunculkan tekanan; tetapi hal ini juga
sama saja dengan menjadi terang yang
diletakkan di bawah gantang; tidak dapat
menyinari sekelilingnya. Ada juga yang memi-
Edisi 3 Tahun 2013
liki cara pandang dualistis; berpikir bahwa kehidupan religius-nya adalah dimensi yang
berbeda dengan kehidupan duniawi-nya. Dan beberapa cara pandang lain yang kadang kita
peru disadarkan betapa salahnya cara pandang itu. Buku ini menanggapi berbagai paradigma
tersebut, mengkritisi apa yang salah, mengkoreksi bagaimana memperbaikinya, dan
membimbing kita menerapkan prinsip-prinsip yang Alkitabiah dalam pekerjaan kita.
Bab dalam buku ini juga menceritakan kutipan dalam Perjanjian Lama sampai Perjanjian
Baru; tentang tekanan yang hampir sama yang sebenarnya juga telah dihadapi oleh orang
percaya pada abad-abad tersebut, serta bagaimana mereka bersikap.
Tiga bab terakhir buku ini juga berisikan studi kasus, dua bab kesaksian dari seorang manager
dan seorang pebisnis, dan satu lagi dari seorang dokter yang bekerja di sebuah perusahaan.
Buku ini cukup kaya dari sisi sudut pandang; di bagian tengahnya, Hwa Yung meminta
beberapa tokoh teologi lain untuk turut menulis dan memberikan komentar atas uraian pada
bab sebelumnya. Sekalipun berukuran kecil, buku ini melakukan pengajarannya secara
spesifik, sekaligus kaya dalam isi dari topik yang dibahas. Buku ini baik untuk memperlengkapi
baik pebisnis, profesional medis, dan juga para pengatur kebijakan di rumah sakit atau
struktural.
Oleh dr. Elia A.B. Kuncoro
Department of Radiation Oncology
Cipto Mangunkusumo Hospital
Jakarta Indonesia
SAMARITAN
Edisi 3 Tahun 2013
3
RESENSI
Samaritan diterbitkan sebagai sarana
informasi dan pembinaan bagi
mahasiswa dan tenaga medis Kristen
Penerbit:
Pelayanan Medis Nasional (PMdN)
Perkantas
Edisi 3 Tahun 2013
Pemimpin Umum:
dr. Lineus Hewis, Sp.A
Redaksi:
dr. Grace Rumempouw, Sp.Pros
DR. dr. Lydia Pratanu Gunadi, MS
dr. Maria Irawati Simanjuntak, Sp.PD-KIC
dr. Eka Yudha Lantang, Sp.AN
Ir. Indrawaty Sitepu, MA
dr. Elia A.B. Kuncoro
DAFTAR ISI
5 ATRIUM: KITA SUDAH SIAP?
10 FAKTUAL: ASURANSI KESEHATAN NASIONAL BPJSSJSN DI MATA PELAYAN MEDIK
13 FAKTUAL: KITA BUTUH ANUGERAH
16 FAKTUAL: DOKTER KELUARGA KIAN PENTING
21 FAKTUAL: DIJERAT PIDANA DEMI KESELAMATAN
PASIEN, MAU?
24 FAKTUAL: PELUANG DAN TANTANGAN SISTEM BPJS
26 FAKTUAL: PESERTA BPJS WAJIB PATUHI SISTEM
RUJUKAN
29 FAKTUAL: DOKTER DALAM JAMINAN KESEHATAN
NASIONAL: KESIAPAN DAN HARAPAN?
33 FAKTUAL: KITA BUTUH PERSEKUTUAN
35 UNTAIAN FIRMAN: “DIALAH YANG MEMBUAT
KAMI BERHASIL!”
38 DARI SUKU KE SUKU: SUKU ASILULU: MEMANCING
SENDIRI
40 HUMORIA
41 INFO: KAMP MEDIS NASIONAL MAHASISWA XIX
42 ANEKA: MERAYAKAN NATAL
44 ANTAR KITA: “JANGAN TAKUT, SEBAB AKU
BESERTAMU”
45 KESAKSIAN: KEPUTUSAN TUHANLAH YANG
TERLAKSANA
47 INFO: MISSION HOSPITAL INTEREST GROUP
(MHIG)
50 LAPORAN: SEMAKIN HARI SEMAKIN TERASA
*Foto dan gambar dari berbagai sumber
4
4
SAMARITAN
Edisi 3 Tahun 2013
Redaksi Pelaksana:
Thomas Nelson Pattiradjawane
Sekretaris Redaksi:
Dra. Jacqueline Fidelia Rorimpandey
Alamat Redaksi:
Jl. Pintu Air Raya No. 7 Blok C-5
Jakarta 10710
Tel: 021-345 2923, Fax: 021-352 2170
email: [email protected]
FB: Medis Nasional Perkantas
Twitter: @MedisPerkantas
Cover & Layout:
Hendri Wijayanto & Danny Apriyanto
Percetakan:
PT. Digigrafx
Isi diluar tanggung jawab percetakan
Bagi sahabat PMdN
yang rindu mendukung PMdN melalui
majalah SAMARITAN,
dapan mentransfer ke
BCA, KCU. Matraman Jakarta
Rek. 342 256 6799
a.n. Eveline Marceliana
Bukti transfer mohon dikirim melalui
fax atau email dengan nama dan alamat pengirim
yang lengkap
Dari Redaksi
W
aktu merambat sedemikian cepat. Tahun 2013 segera kita lalui. Dan,
Natal Yesus Kristus kembali kita rayakan. Ingat Natal, ingat bayangan
di benak kita. Ada pohon natal raksasa, ada diskon fashion besarbesaran, ada Panitia yang sibuk, sampai ada pengemis dan anak jalanan yang
“nguping” kotbah Kabar Kesukaan di gereja-gereja.
Pertanyaan yang muncul adalah: apakah akan ada perbedaan fundamental
antara perayaan Natal kali ini dengan Natal sebelumnya? Akankah terulang halhal yang terjadi di tahun-tahun sebelumnya? Adakah perubahan hidup ke arah
yang lebih baik?
Pelbagai peristiwa yang terjadi sepanjang tahun 2013, baik di tingkat
internasional maupun di negeri sendiri, membuktikan tidak ada yang dapat
memastikan ke mana perubahan-perubahan itu pada akhirnya akan membawa
kita. Satu hal, bahwa masa depan kita akan penuh dengan pelbagai tantangan.
Mulai 1 Januari 2014, BPJS Kesehatan yang akan beroperasi. Lalu, 9 April
2014 ada Pemilihan Umum. Mencermati hal itu, Natal mengundang kita untuk
jeda sejenak. Merenung, membuka lebar-lebar ruang batin, bahwa: bahasa Allah
yang menyapa manusia untuk menghalau jauh-jauh ketakutan dan menepis
kecemasan dalam kehidupan. “Jangan takut, sebab sesungguhnya aku
memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa”.
Sambil melihat kembali, keberpihakan Allah di hari-hari yang silam, mari kita
terus berdoa, dan berharap. Selamat Hari Natal 2013 dan selamat menjalani
Tahun 2014. Imanuel!
SAMARITAN
Edisi 3 Tahun 2013
5
ATRIUM
M
Kita Sudah Siap?
enurut peta jalan (road map)
Kementrian Kesehatan maka
pada tahun 2014 seluruh
rakyat Indonesia akan terlindungi oleh
asuransi kesehatan. Artinya siapapun kita,
kalau kita sakit, apapun penyakitnya, berat
atau ringan, semua biaya perawatan dan
pengobatan akan ditanggung oleh asuransi
kesehatan.
Pada tanggal 31 Desember 2013
rencananya PT Askes, PT Jamsostek, PT
Asabri akan dibubarkan dan melebur
menjadi BPJS yang antara lain mengurus
asuransi kesehatan semesta (Universal
Coverage).
Sistem pelayanan kesehatan di Indonesia
menjadi seperti di negara-negara maju.
Negara jiran kita, Malaysia, sudah lebih dulu
menerapkan sistem asuransi kesehatan
untuk seluruh penduduknya. Kenapa
Indonesia tidak bisa ? Kita semua tentu akan
menyambut baik berita gembira ini.
Sebenarnya ini adalah suatu reformasi
kebijakan kesehatan yang merupakan
terobosan yang luar biasa. Dapat dikatakan
suatu “Maha-Karya”. Tetapi apakah kita
semua siap menghadapi perubahan ini ?
Nyatanya banyak dari kita yang belum
mengetahui makna dari reformasi kebijakan
kesehatan ini.
Sistem asuransi kesehatan Kepesertaan
Semesta nantinya yang akan menanggung
semua biaya kesehatan anggota keluarga.
Penyakit ringan maupun yang terberat
sekalipun. Baik rawat jalan maupun rawat
inap.
Sistem asuransi Kepesertaan Semesta
akan merubah sistem Pembiayaan Kesehatan
Negara kita. Saat ini sumber pembiayaan
6
SAMARITAN
kesehatan berasal dari APBN atau APBD
untuk sistem Jamkesmas, jamkesda atau
SKTM. Dan dari kantung masyarakat sendiri
(out of pocket) untuk pelayanan kesehatan
swasta. Sistem Pembiayaan Kesehatan
adalah tatanan yang menghimpun berbagai
upaya penggalian, pengalokasian dana,
pembelanjaan sumber daya keuangan secara
terpadu dan saling mendukung dan
menjamin tercapainya derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi -tingginya.
Pembiayaan kesehatan yang kuat, stabil
dan berkesinambungan memegang peranan
yang amat vital untuk penyelenggaraan
pelayanan kesehatan dalam rangka
mencapai berbagai tujuan penting dari
pembangunan kesehatan di suatu negara.
Diantaranya adalah pemerataan akses ke
pelayanan kesehatan (equitable access to
health care) dan pelayanan yang berkualitas
(assured quality) . Oleh karena itu reformasi
kebijakan kesehatan di negara kita
seyogyanya memberikan fokus penting
kepada kebijakan pembiayaan kesehatan
u n t u k m e n j a m i n t e rs e l e n g ga ra nya
kecukupan (adequacy), pemerataan (equity),
efisiensi (efficiency) dan efektifitas
(effectiveness) dari suatu sistem pelayanan
kesehatan.
Kemauan masyarakat untuk membayar
premi asuransi secara berkesinambungan
adalah sangat penting untuk dapat
meningkatkan pelayanan kesehatan di
negara kita.
Persyaratan penting lainnya adalah,
masyarakat harus mengikuti persyaratan
sistem pelayanan kesehatan sosial. Yaitu
rujukan berjenjang. Artinya, seorang pasien
tidak bisa berobat ke dokter sesuai seleranya.
Edisi 3 Tahun 2013
Mereka akan ditunjuk seorang dokter
keluarga atau dokter Puskesmas yang secara
rutin bertugas menjaga kesehatannya. Pasien
tidak bisa berpindah ke lain dokter atau
Puskesmas lain. Tidak bisa berobat langsung
ke dokter spesialis langganan tetapi harus
dirujuk oleh dokter keluarganya.
Demikian juga kalau dirawat. Kita tidak
diperkenankan memilih rumah sakit favorit.
Harus dirawat di rumah sakit regional sesuai
dengan tempat tinggal. Bila diperlukan baru
dirujuk ke rumah sakit rujukan. Bagaimana
kalau melanggar aturan ini? Bisa-bisa saja.
Hanya biasanya tunjangan asuransi tidak
berlaku. Kita harus membayar sendiri semua
biaya pengobatan dari kantung sendiri (out
of pocket).
Saat ini sistem pelayanan kesehatan
samasekali tidak ter-struktur. Pasien bebas
menentukan kemana dia akan berobat. Ke
dokter umum, spesialis atau konsultan. Ke
puskesmas, rumah sakit atau rumah sakit
rujukan. Hal ini akibat kebanyakan pasien
bebas memilih dokter atau rumah sakit
karena membayar biaya pengobatannya dari
kantungnya sendiri (out of pocket money).
Penyakit yang sebenarnya bisa diobati di
tingkat dokter umum berobat ke spesialis.
Tentu biayanya menjadi lebih tinggi. Setiap
sarana kesehatan seolah berlomba
menyediakan pemeriksaan canggih, dengan
akibat utilisasi rate-nya rendah, sehingga
akan terjadi kenaikan unit-cost akibat
penerapan teknologi canggih yang tidak
terkendali “supply induced demand”.
Lemahnya kemampuan dalam
penatalaksanaan sumber-sumber dan
pelayanan itu sendiri (poor management of
resources and services) mengakibatkan
sistem rujukan tidak berjalan dan tidak terstruktur. Penyakit yang sebenarnya dapat
ditangani di puskesmas (dengan biaya
rendah) ditangani di rumah sakit (dengan
biaya tinggi) dan rumah sakit (rujukan)
menjadi puskesmas raksasa. Kenyataannya
memang pengelolaan sarana kesehatan
(Rumah Sakit) lebih cenderung menganut
mekanisme pasar. Buktinya jumlah rumah
sakit di kota-kota besar yang notabene
penghasilan penduduknya tinggi lebih
banyak dibanding daerah-daerah yang
penduduknya berpenghasilan rendah.
Demikian juga dengan dokter dan dokter
spesialis. Mereka lebih senang berkumpul di
kota-kota besar. Karena uang memang
beredar di kota-kota besar. Pasien yang
potensial membayar berada disitu. Akibatnya
didaerah kekurangan dokter. Puskesmas
kekurangan dokter umum. Biasanya hanya
satu, padahal lebih sering ikut rapat dengan
pak Camat. Akibatnya pelayanan kesehatan
di Puskesmas tidak bermutu. Pasien lebih
sering dirujuk ke rumah sakit padahal tidak
perlu. Rumah sakit rujukan tidak dapat
meningkatkan pelayanan karena pasiennya
terlalu banyak. Tatanan semacam ini
menjadikan biaya pelayanan kesehatan
menjadi sangat tinggi, tidak merata, tidak
efektif dan tidak efisien.
Pada saat Kepesertaan Semesta sudah
berjalan dengan baik, tatanan semacam ini
akan berubah, atau HARUS berubah.. Para
dokter dan dokter spesialis dapat tetap
tinggal didaerah. Malahan jumlahnya harus
ditambah. Karena akan terjadi pemerataan
pelayanan kesehatan. Semua penduduk baik
di kota besar, kota kecil maupun pedesaan,
baik yang tidak mampu maupunmampu
semuanya akan mempunyai akses ke sarana
kesehatan. Mereka semua akan dibayar oleh
sistem asuransi kesehatan. Dokter di daerah
tidak akan kekurangan pasien. Tetapi agar
sistem pelayanan kesehatan berjalan
seimbang maka sistem rujukan secara
berjenjang harus diterapkan dengan ketat.
Seseorang yang cukup berobat di Puskesmas
SAMARITAN
Edisi 3 Tahun 2013
7
atau dokter keluarga tidak boleh berobat ke
dokter spesialis, kecuali bila dirujuk oleh
dokternya.
Tetapi tentu masyarakat mempunyai hak,
yaitu mendapat dokter keluarga atau
Puskesmas yang bermutu dan berkualitas
(assured quality). Ini adalah kewajiban
pemerintah untuk menyediakannya.
Pemerintah harus cukup menyediakan
sarana fisik Puskesmas yang baik. Harus
dapat dilengkapi dengan cukup dokter atau
perawat yang kompeten. Ini tentu bukan
pekerjaan mudah atau murah. Puskesmas
harus distandarisasi dan kualitasnya
ditingkatkan. Yang sudah ada harus
diperbaiki baik fasilitas fisik, peralatan medis
maupun tenaga dokter. Harus dibangun
banyak sekali Puskesmas dengan standar
yang sudah ditetapkan. Harus dilibatkan Balai
Pengobatan swasta dan dokter keluarga. Tapi
mereka juga harus distandarisasi sesuai
dengan kompetensinya. Harus dibangun
lebih banyak rumah sakit. Sedang yang sudah
ada diperbaiki dan ditingkatkan kualitasnya.
Semua rumah sakit, baik milik pemerintah
maupun swasta harus dilibatkan dan siap
untuk melayani sesuai dengan
kompetensinya. Tidak ada lagi persaingan
secara terselubung antar rumah sakit, karena
semua akan mendapat pasien sesuai
kapasitasnya. Utilisasi alat canggih akan
meningkat sehingga biaya pengobatan dapat
menurun. Mengingat begitu besarnya modal
yang telah diinvestasikan untuk membangun
rumah sakit pemerintah maupun swasta,
tentu hal ini tidak akan semudah membalikan
telapak tangan. Pemerintah c.q. Kementrian
Kesehatan harus menjadi regulator yang
ketat tapi adil.
Bila reformasi pembiayaan kesehatan dan
reformasi pelayanan kesehatan berjalan
dengan baik maka akan sangat banyak dokter
umum,
dokter gigi, dokter spesialis
4
8
SAMARITAN
dibutuhkan untuk mengisi puskesmas, Balai
Pengobatan dan Rumah Sakit yang didirikan.
Institusi pendidikan SDM bidang kesehatan
(dokter, dokter gigi, bidan, perawat) harus
menjadi bagian dari reformasi sektor
kesehatan. Dalam peningkatan kebutuhan
SDM kesehatan, maka Fakultas kedokteran
harus mempercepat dan memperbanyak
produksi dokter umum, dokter gigi, dokter
spesialis maupun konsultan. Namun kualitas
harus tetap terjaga, sesuai dengan
kompetensinya. Peran dokter secara
individual, adalah meningkatkan
kompetensinya sesuai kebutuhan stake
holder (sistem pelayanan kesehatan). Untuk
dokter umum dan dokter gigi dapat melayani
UKM dan UKP dengan paradigma sehat
dengan sistem kapitasi (dokter keluarga).
Sedang dokter spesialis harus dapat
bekerja dengan sistem rujukan berjenjang.
Dokter konsultan harus juga berkompetensi
sebagai dokter pendidik klinik. Semua dokter
,baik umum atau spesialis, tidak usah takut
kekurangan pasien atau kekurangan
pendapatan, karena akses penduduk ke
sarana kesehatan dijamin oleh sistem
asuransi (pemerataan akses ke pelayanan
kesehatan). Dokter spesialis konsultan akan
berkurang pasiennya, tetapi itu memberikan
kesempatan agar dia mempunyai lebih
banyak waktu dengan pasiennya dan
bertugas sebagai pendidik. Dengan cara ini
mungkin para pasien mampu menjadi cukup
puas dan tidak usah berobat keluar negeri.
Tatanan sistem honor dari jenjang dokter
umum-dokter spesialis-dokter spesialis
konsultan harus ditata ulang oleh badan
pengelola (BPJS), agar mereka mendapat
p e n g h a s i l a n ya n g m e m a d a i s e s u a i
kompetensinya. BPJS sendiri mempunyai
tugas yang berat tetapi mulia, karena
menyangkut kemaslahatan masyarakat
banyak. Mereka harus benar-benar dipilih
Edisi 3 Tahun 2013
orang yang jujur dan berdedikasi serta diberi vaksin kebal korupsi. Karena kalau mereka
berhasil maka pujiannya akan menjadi dunia dan akhirat.
Kepesertaan semesta adalah terobosan kebijakan kesehatan yang luar biasa. Bayangkan
memasukan sekitar 240 juta penduduk Indonesia kedalam sistem asuransi sosial. Ini hampir
menyamai negara Amerika Serikat atau seluruh Eropa Barat dijadikan satu .Tapi belum banyak
masyarakat yang menyadari masalah ini. Pemerintah juga nampaknya belum
mensosialisasikan hal ini secara gencar. Padahal menurut peta jalan (road-map)nya akan
dimulai tahun 2014. Tetapi untuk mensukseskan program ini harus ada kerjasama yang erat
dari semua pihak. Baik masyarakat, termasuk LSM. Penyelenggara pelayanan kesehatan
maupun pemerintah, Semua pihak harus mengerti hak dan kewajibannya. Apakah nanti
masyarakat karena kurang mengerti akan protes? Apakah kemudian LSM akan demo.
Mungkin karena berita yang kurang berimbang dimedia massa. Apakah para dokter dan
dokter spesialis akan mogok? Rumah sakit swasta tidak mau bergabung ? Padahal kita tahu
manfaatnya jenis asuransi sosial semacam ini. Semua pihak akan diuntungkan Tetapi untuk
mencapai kesempurnaan tentu memerlukan waktu. Mungkin pada awalnya akan berjalan
lambat dan tidak mulus.
Menyongsong jaminan semesta pada tahun 2014. Marilah kita semua bertekad dan
berkomitmen untuk tidak saling menyalahkan tetapi saling mengingatkan. Marilah kita saling
bergandeng tangan, bahu membahu dan saling membantu agar kebijakan kesehatan ini mulai
dengan tepat waktu dan berjalan pada jalur yang benar. Semoga!
*/tnp, dari berbagai sumber
SAMARITAN
Edisi 3 Tahun 2013
9
FAKTUAL
Asuransi Kesehatan Nasional
BPJS-SJSN
Di Mata Pelayan Medik
Oleh dr. Handrawan Nadesul
Sebagaimana kita maklumi, bahwa sistem asuransi nasional yang sudah sejak lebih sepuluh
tahun lalu digulirkan, baru disahkan bakal berlaku awal tahun 2014. Lebih dari sekadar
mimpi bagi masyarakat kita, oleh karena inilah cara terbaik, dan pilihan yang benar untuk
secara utuh bisa menyehatkan segenap rakyat kita.
ermasalahan
kesehatan
kita yang
masih abadi
setelah sekian lama
merdeka, ialah belum
setiap kali semua
rakyat yang jatuh sakit
punya kemampuan
untuk memperoleh
pengobatan. Hal itu terjadi oleh karena
sistem layanan kesehatan dan medik kita
masih memilih harus membayar sebelum
dilayani (paid for services).
Kondisi layanan medik seperti itu acap
memunculkan kecemburuan sosial oleh
karena orang mampu selalu bisa
mendapatkan layanan medik bahkan
melebihi yang diperlukannya. Sementara
rakyat papa yang pada kenyataannya lebih
sering sakit, dan lebih banyak yang baru
berobat kalau sudah gawat, sebetulnya lebih
mendesak kebutuhan untuk ditolong, dan
dibela. Solusi menunggu perbaikan kondisi
ekonomi masyarakat tidak mungkin bisa
lebih cepat dari laju serbuan ancaman
penyakit. Maka tepat kalau asuransi nasional
yang kini diputuskan untuk menjadi solusi
pilihannya.
P
Bisa Berobat Saban Kali Sakit
Hambatan masyarakat kita tidak selalu
bisa berobat setiap kali sakit, akan
terjembatani oleh kehadiran asuransi
kesehatan nasional. Satu yang segera akan
10
SAMARITAN
dihadapi oleh pelayan medik (provider
kesehatan) ialah bakal membeludaknya
kunjungan berobat ke semua layanan medik
dan kesehatan, jika tidak ditata. Solusinya
sistem rujukan harus diberlakukan.
RSCM, seperti halnya kebanyakan RS
provinsi sebagai RS rujukan puncak (top
referral) masih akan menjadi seperti pasar
malam kalau semua pasien tumpah ke sana,
tanpa seleksi. Aturannya RS hanya menerima
rujukan dari RS di tingkat yang lebih bawah
saja. Selama masih bisa ditangani di
Puskesmas, pasien tak perlu berbondongbondong ke rumah sakit. Dengan hadirnya
asuransi kesehatan nasional, sekaligus
menata ulang sistem rujukan yang selama ini
belum sepenuhnya berjalan.
Buat pelayan medik, membeludaknya
pasien melebihi angka biasanya, bisa
diterima akal mengingat setiap pasien sudah
m e m u n g k i n ka n m e m a n fa at ka n h a k
berobatnya setiap kali sakit. Namun supaya
bobot kerja dokter, perawat, dan RS tidak
melebihi yang seharusnya dipikul, sehingga
layanan medik tetap profesional, sistem
rujukan harus berjalan.
Kita memahami, bobot kerja pelayan
medik yang melebihi kapasitas, karena
dokter juga manusia, bisa menurunkan
kualitas layanan kalau bukan malah berisiko
kealpaan medik juga. Malapraktik medis bisa
munculsebagai akibat bobot kerja layanan
medik yang melampaui profesionalitas
seorang dokter. Memeriksa pasien ratusan
dalam sehari, jelas menjadikan kerja dokter
Edisi 3 Tahun 2013
tidak lagi bisa konsisten profesional.
Isu layanan medik kita yang bikin kapok
pasien mampu sehingga muncul kenyataan
pasien kita cenderung berobat ke luar negeri,
bukan mustahil lebih karena kualitas
layananmedik kita krisis profesionalisme.
Makin berjubel pasien yang harus dilayani,
makin kurang profesional rata-rata kinerja
profesi dokter.
Akibat bobot kerja dokter berlebih,
dokter tak cukup waktu untuk menjawab
yang pasien tanyakan, menjadi judes
melayani (misconduct) karena badan sudah
lelah, melayani sembrono karena masih
banyak pasien menunggu, dan banyak lagi
fakta buruk yang pada ujungnya merugikan
pihak pasien.
Kasus seorang profesor yang bobot kerja
hariannya membaca ratusan hasil rontgen di
sebuah RS besar, harus dimaklumi kalau
pernah alpa membaca hasil rontgen, saking
sudah lelah dan tidak bisa berkonsentrasi
lagi. Kealpaan begini bukan sebab alasan isi
kepala. Begitu juga kasus dokter bedah
pasien yang baru dibedahnya mengalami
perdarahan hanya lantaran dokter harus
segera meninggalkan RS melayani pasien di
RS lain demi kejar setoran. Kinerja dokter
praktik kutu loncat cenderung kurang
profesional berisiko merugikan pasien.
Layanan Medik Lebih Tertata
Selain sistem rujukan menjadikan pasien
lebih tertib dalam berobat, standardisasi
obat dan perawatan RS sebagaiman lazim
dibangun dalam sistem asuransi kesehatan
nasional, ikut menambah kepastian pasien
dalam berobat. Pasien berasuransi tak
mungkin kebanjiran obat dalam resep dari
dokter nakal (polypharmacy), karena obat
sudah terstandardisasi minimal, dengan efek
samping terendah, serta memberikan efek
obat optimal. Demikian pula ihwal perawatan
rawat inap, RS tak punya peluang untuk nakal
menahan pasien lebih lama dari standard
perawatan yang sudah dibuat baku. Tuntutan
lebih pasien pun tidak perlu ada, dan
kecemburuan sosial pasien tak harus pasien
rasakan.
Dalam sistem asuransi sudah tertata sikap
layanan yang profesional, bersesuaian
dengan kaidah medik, karena dokter tidak
menyimpan kepentingan untuk mencari laba
dari pasien di RS, atau di praktik pribadi.
Resep bisa diaudit oleh pihak apotek. Selain
itu dalam berpraktik dokter di RS akan
terbangun kerja tilik sejawat (peer-review),
s e h i n g ga ke h e n d a k p ro fe s i d o k te r
memanfaatkan ketidaktahuan pasien untuk
mendapat laba, menjadi tidak lagi
berpeluang.
Satu hal yang masih kita lupakan, yakni
aspek pencegahan primer. Kelemahan
pembangunan kesehatan kita karena
mengabaikan pembangunan di hulu untuk
membuat masyarakat lebih cerdas hidup
sehat lewat penyuluhan (komunikasiinformasi-edukasi). Selama ini kita masih
lebih terfokus pada pembangunan kesehatan
di hilir setelah masyarakat jatuh sakit.
Padahal membangun kesehatan lebih berat
di hilir, menunggu masyarakat jatuh sakit,
dengan memberi obat murah dan rumah
sakit gratis, ongkosnya lebih membengkak
ketimbang dengan menyuluh masyarakat di
hulu sebelum mereka telanjur sakit.
Kalkulasi perhitungan ekonomi kesehatan
oleh asuransi kesehatan nasional pun akan
menjadi lebih langsing bila angka kesakitan
bisa ditekan sekiranya kegiatan pencegahan
dilaksanakan. Upaya preventif primer
hendaknya sekaligus dilakukan oleh pelayan
medik, baik dokter, perawat, maupun bidan
berbarengan pada saat memberikan layanan
pengobatan. Bukan semata puskesmas,
rumah sakit pun sama berkewajiban
SAMARITAN
Edisi 3 Tahun 2013
11
memberikan layanan preventif bagi semua
pasien supaya sekurang-kurangnya pasien
tak sampai terulang jatuh sakit yang sama,
yang akan menambah pengeluaran pihak
asuransi nantinya.
Bila pembangunan kesehatan
mendahulukan pembangunan kesehatan di
hulu, masyarakat bertemu dengan dokter
bukan hanya kalau sedang sakit saja, terlebih
merasa wajib bertemu dokter juga pada
waktu sedang sehat. Masyarakat yang lebih
sering bertemu dokter saat tidak sakit, makin
meningkat derajat kesehatannya. Namun
yangmenjadi persoalan bersama, apakah
mau semua pelayan medik bersusah-susah
memberikan tambahan layanan pencegahan
ketika sedang memberikan pengobatan?
practitioner) dulu IDI punya patokan sekali
periksa berapa (lima) kilogram beras terbaik.
Tidak patut menghargai profesi dokter di
bawah kepantasan, namun kemungkinan itu
yang mungkin nanti bakal menjadi
dilemanya.
Pekerjaan profesi dokter itu bersifat
moral yang tidak diperkenan melaba. Namun
bila penghargaan yang dokter terima
mengganggu citra profesi sehingga seorang
dokter tidak tampil selayaknya seorang
profesional dokter, dampaknya luas terhadap
kualitas maupun apakah masyarakat tidak
kehilangan trust terhadap dokter kalau
dokternya masih naik ojek, dan rumahnya
masih kontrakan.
Kecemburuan Profesi
Satu hal yang dikeluhkan praktisi medik di
Indonesia selama ini, bahwa penghargaan
pemerintah terhadap semua pelayan medik
dirasakan tidak realistis. Tak cukup hanya
dengan dalih pengabdian, kalau profesi
dokter menuntut lebih dalam hal imbalan
jasa.
Membiarkan kondisi dokter kita tak hidup
layak dari hanya gaji, memunculkan rasa
kecemburuan profesi melihat sejawatnya di
negara maju mendapat penghasilan
kecukupan. Sekolahnya sama susahnya,
penghargaan yang diterima tidak sama.
Kasus brain-drain dokter negara sedang
berkembang mencari nafkah di negara maju,
juga punya alasan kecemburuan profesi
semacam ini.
Isu bahwa penghargaan atas jasa profesi
asuransi nasional ini yang di bawah
kepantasan, tidak semua dokter paling
idealistis pun ikhlas menerimanya. Imbal jasa
dokter itu bukanlah upah melainkan
honorarium, bentuk penghargaan atas jasa.
Untuk honorarium dokter umum (general
12
SAMARITAN
Edisi 3 Tahun 2013
Dr. Handrawan Nadesul
Bekerja Pennsylvania Psychiatir Institute
CNI & Penulis
FAKTUAL
KITA BUTUH
ANUGERAH
dr. B. Christina
aya, pertama kali berkenalan dengan Kelompok Kecil, sewaktu
di SMA. Walaupun hanya satu tahun. Namun perjumpaan saya
yang sesungguhnya dgn kelompok tumbuh bersama (KTB)
terjadi di masa mahasiswa. Saat itu KTB dari PMK FK kami sedang
direstrukturisasi, sehingga saya memutuskan untuk bergabung
dengan KTB dari Perkantas. Atas anugerah Allah, saya diberikan
kesempatan untuk bergabung dalam 1 kelompok yang terdiri dari 3
org mahasiswa FK lainnya dan dipimpin oleh senior yang juga
mahasiswa FK. KTB kami (yang tak pernah diberi nama resmi)
berjalan selama 3 tahun, dimana 1 tahun terakhir kami jalani secara mandiri karena senior
pembimbingnya sudah koass.
Tentu kita sudah sangat familiar dengan kisah-kisah keberhasilan KTB selama masa
mahasiswa, bagaimana KTB tersebut menjadi lahan pertumbuhan pribadi maupun kelompok
yang sangat baik. Syukurnya hal itupun bisa kami alami selama masa kuliah. KTB menjadi masa
“spiritual growth” di dalam kehidupan saya saat itu. Bahkan bisa berlanjut hingga dunia ko-ass.
Di masa ko-ass, Allah mempertemukan kami dengan pembimbing KTB yang baru, seorang
dokter senior (sangat senior sampai-sampai kami tak bisa memanggil dia kakak karena
perbedaan usia yang jauh, atau tante karena kesannya tidak sopan, dan tetap memanggil
“Dok” saja). Dan seperti koass pada umumnya, kami merasa kesulitan untuk mengatur
pertemuan KTB dibanding zaman kuliah dulu. Ada waktu dimana kami menghilang (saat
semuanya sedang di bagian-bagian mayor), tapi berkat kegigihan PKTB kami dan atas
anugerah Allah tentunya, kami bisa muncul lagi di bulan-bulan rotasi bagian-bagian minor dan
berkumpul untuk belajar FT dan sharing dlm pertemuan KTB. Terus demikian hingga kami lulus
menjadi dokter.
Apa yang begitu menarik dari KTB sehingga saya terus mengambil bagian di dalamnya? Ini
pertanyaan yang saya tanyakan kepada diri sendiri. Tapi sebelum tiba pada hal itu, ada baiknya
kita menyamakan persepsi mengenai KTB. Kelompok Tumbuh Bersama (KTB) adalah
kumpulan orang-orang yang dengan menyadari akan kasih karunia Allah yang berlaku di dalam
kehidupan mereka, bertemu untuk mendalami firman Tuhan, berbagi pengalaman, serta
saling mendukung dan mendoakan antara seorang dengan yang lain dalam proses pemulihan
karakter dan pertumbuhan menjadi seperti Kristus
Dengan kata lain, KTB adalah suatu komunitas pemuridan. Di dalam KTB baik pemimpin
maupun anggotanya berkomitmen untuk bertumbuh bersama dalam persekutuan dan
pemahaman akan firman Tuhan (FT). Tapi tidak cukup sampai disitu. Baik pemimpin maupun
anggotanya harus terus mempraktekkan pemahaman akan FT tersebut dalam kehidupan
sehari-hari. Tujuan akhirnya supaya semakin serupa dengan Kristus. Dalam kaitan dengan
panggilan kita sebagai org Kristen yang diberikan “priviledge” untuk menjadi dokter, maka KTB
medis bertujuan untuk menjadikan kita semakin serupa dengan Sang Tabib Agung, dr.Yesus
Kristus.
S
SAMARITAN
Edisi 3 Tahun 2013
13
Hal-hal ini yang membuat KTB menarik bagi saya. Setelah belajar FT dari khotbah Minggu
dan Saat Teduh setiap hari/PA pribadi, KTB adalah tempat yang tepat untuk mendiskusikan
pemahaman tentang kebenaran FT dan bagaimana mengaplikasikannya dalam kehidupan
sehari-hari. Yang menguatkan adalah kesadaran bahwa kita tidak berjuang sendirian. Ada
saudara-saudara seiman yang juga bergumul dalam aplikasi kebenaran tersebut dan
bersama2 saling mendoakan, menguatkan, mengingatkan, dan menegur jika perlu supaya
tetap di jalan yang lurus.
Setelah menjadi dokter, saya mengambil PTT cara lain di sebuah RS misi di pedalaman.
Pemahaman saya tentang Kristus sebagai Tabib Agung diperjelas disana. Atas anugerah Allah,
saya dipertemukan dengan para dokter2 senior yang mengasihi Allah secara nyata. Mereka
menjadi mentor-mentor saya yang menunjukkan kesatuan antara panggilan menjadi dokter
dan panggilan sebagai orang Kristen. Mereka mempraktekkan kasih Kristus dalam melayani
setiap pasien yang datang, terutama mereka yg tidak mampu secara finansial. Mereka
mempraktekkan iman kepada kuasa Kristus saat melakukan perawatan medis maupun
tindakan operatif dalam kasus-kasus yang begitu sulit untuk ukuran manusia. Di tengah segala
keterbatasan, mereka berusaha untuk memahami pasien secara komprehensif, bukan hanya
kondisi fisiknya, namun juga kondisi spiritual, mental, dan sosio-ekonominya.
Pengalaman ini yang membuat saya cukup gegar budaya saat kembali ke kota dan bekerja
di RS swasta. Kenyataan di lapangan sangat berbeda dengan apa yang saya pegang, alami, dan
hidupi selama di pedalaman dan membuat saya bergumul. Selain itu jadwal kerja saya yang
“shift-based” membuat saya kesulitan untuk berkomitmen thd sesuatu yg terjadwal rutin. “I
feel like losing myself” adalah frase yg menggambarkan kondisi saya pasca pedalaman.
Kemudian saya teringat kembali kepada KTB. PMdK memberi saya kepercayaan untuk
memegang KTB koass. Tetapi saya juga membutuhkan komunitas yang setara. Atas
pengaturan Tuhan, ada 3 alumni tempat saya PTT dulu yang akhirnya mengambil spesialisasi di
kota yang sama dengan saya, plus 1 alumni yang bisa bolak-balik jika akan KTB. Akhirnya kami
berlima memutuskan untuk bersama-sama belajar FT dlm KTB. Bahan yang kami pakai adalah
PA Medis “Dokter yang Memperkenankan Hati Tuhan”. Dulu saya pikir itu hanya untuk koass.
Tetapi setelah dipelajari, ternyata isinya relevan dengan kehidupan alumni. Topik-topik yang
dibahas adalah hal-hal yang kami alami setiap hari saat menjalankan panggilan sebagai dokter.
Tantangan bagi seorang dokter Kristen adalah mempertahankan fokus kepada Pribadi yg
benar dan fokus pada hal-hal yang benar dan bernilai kekal dalam menjalankan panggilan
sehari-hari. Jika ia berada di suatu lingkungan yang memberi pengaruh buruk, mendapat
masukan yang tidak sehat, melihat contoh-contoh yang tidak baik, maka pelan-pelan, lama
kelamaan, baik disadari/tidak ia akan ikut tererosi. Apalagi kalau ia seorang “single fighter”.
Dokter juga butuh pertolongan, tidak hanya melulu menolong orang lain. Jika dokter
kehilangan fokus, maka akan berpengaruh pada pelayanan pasien. Pasien yang seharusnya
menjadi subyek kasih karunia justru menjadi obyek eksploitasi.
Disinilah peran penting KTB. Dari sekian banyak peran pentingnya, suatu KTB yang sehat
minimal dapat menjadi 2 hal bagi para alumni, yaitu “constant reminder”&“support group” :
1) KTB sebagai “constant reminder”
Kunci untuk memiliki hidup yang tetap terfokus adalah dengan mengisi hati & pikiran kita
dengan kebenaran FT. KTB membahas Firman Tuhan karena hanya FT yang dapat
14
SAMARITAN
Edisi 3 Tahun 2013
menjadi pegangan dan kompas penunjuk arah. Di tengah dunia yang serba relatif dan
mengesampingkan kebenaran, Firman Tuhan dalam Alkitab adalah kebenaran absolut, kekal,
dan sejati yang harus dipegang.
- Dalam KTB medis, ada nilai lebih yang dimiliki, yaitu kita dapat bersama-sama menggumulkan
aplikasi FT yg dipelajari secara nyata dalam setting hubungan dokter–pasien sebagaimana
yang kita hadapi hari demi hari. Bukan hanya membahas teori saja, tetapi bagaimana aplikasi
praktisnya. Maka FT yang dipelajari dapat menjadi “constant living reminder”.
2) KTB sebagai “support group”
Seorang dokter bukanlah manusia super yang harus serba tahu, serba bisa, selalu kuat dan
gembira. Dokter pun butuh ditolong. Disinilah peran KTB yang berikutnya yaitu sebagai
support group untuk pertumbuhan rohani (bukan semata-mata tempat curhat). Sesama
dokter tentu akan lebih bisa saling memahami. KTB yang sehat mendorong keterbukaan dan
menjaga kerahasiaan sehingga setiap orang didalamnya merasa “secure” untuk jujur
mengakui kelemahan dan kejatuhannya, sebagai langkah awal menuju pemulihan.
Selain mengingatkan tentang kebenaran FT. KTB berperan sebagai tenaga pendorong dan
pendukung, Didalamnya kita berdoa dan bergumul bersama sehingga kita tahu kita tidak
berjuang sendirian. Masih ada orang-orang yang juga memiliki panggilan dan kerinduan yang
sama dengan kita. Masih ada orang-orang yang juga sedang berjuang dalam pertumbuhan
rohani mereka. Maka ini akan menolong untuk tetap fokus & dapat melayani pasien sebagai
subyek kasih karunia. Kita bisa mengabarkan kasih Kristus kepada pasien melalui pelayanan
medis yang kita berikan pada mereka.
Mungkin sekarang ada yang bertanya, bagaimana caranya supaya KTB medis ini berjalan.
Sampai detik saya menulis inipun, kami baru saja mengganti jadwal pertemuan KTB untuk bulan
ini. KTB bersama 1 dokter yang tinggal diluar kota dan 3 residen (2 diantaranya bagian mayor)
benar-benar sangat menantang - menantang masalah jadwalnya. Memang tidak mudah. Ada
beberapa hal yang dapat membantu kelancaran suatu KTB, antara lain : harus ada komitmen dari
awal untuk memberi prioritas pada KTB; cukup kelompok kecil saja (3-5 orang) – lebih mudah
mengatur jadwal, lebih terperhatikan, waktu pertemuan dan sharing tidak terlalu lama; pilih bahan
yang relevan dengan kebutuhan masing-masing anggota – preferable bahan PA medis; komitmen
waktu – mulai tepat waktu dan ada batas alokasi waktu per pertemuan; komitmen untuk saling
terbuka dan saling menjaga (menjaga kerahasiaan dan menjaga supaya tetap di jalur yang benar).
Saya akui tidak akan lebih mudah dari waktu mengikuti KTB masa kuliah dulu. Tapi saya pikir ini
sangat berharga untuk diperjuangkan. “We will make time for something we consider priceless,
valuable, & important for us”. Kita butuh anugerah dan pertolongan Allah untuk tetap teguh. Tapi
itu tidak menghilangkan tanggung jawab pribadi kita. Kalau mau tetap fokus dan tidak terseret arus
dunia, kita bertanggung jawab untuk memberi makan hati/pikiran kita dengan asupan yang
bermutu tinggi. Kita bertanggung jawab untuk melingkupi sekitar kita dengan orang-orang yang
dapat dipercaya, yang dapat memberikan masukan yang benar dan teguran yang membangun,
yang berjuang dan bergumul bersama kita. Hingga akhirnya kita, bersama-sama dengan saudara
seiman lain, dapat berdiri teguh untuk menjalankan panggilan Allah sebagai dokter Kristen di
tengah dunia yang sakit jasmani dan rohaninya.
dr. B. Christina
Alumni MMc IV - Dokter umum
Alumni Universitas Padjadjaran 2007,
Perkantas Jatinangor, dan PMdK Bandung
SAMARITAN
Edisi 3 Tahun 2013
15
FAKTUAL
P
DOKTER KELUARGA
KIAN PENTING
emerintah memastikan sekitar 62
persen atau 150 juta rakyat
Indonesia mendapatkan pelayanan
kesehatan gratis saat Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mulai
beroperasi 1 Januari 2014. Besarnya jumlah
penduduk Indonesia dan munculnya
berbagai jenis penyakit, meningkatkan
kebutuhan akan dokter spesialis. Sementara
ini dokter spesialis menumpuk di perkotaan
atau ibu kota provinsi. Kekuranga dokter
spesialis dapat disiasati dengan pembenahan
sistem rujukan dan peran dokter keluarga.
Barangkali banyak di antara kita yang
masih bingung dengan pengertian dokter
keluarga. Nyatanya, sampai sekarang layanan
dokter keluarga ini belum memasyarakat,
bahkan di kalangan para dokter istilah ini pun
masih rancu. Sebagian menafsirkan bahwa
dokter keluarga itulah yang menangani
keluarga-keluarga atau pelanggannya adalah
keluarga. Sementara sebagian lagi justru
menganggapnya sebagai bentuk kelas baru di
antara yang sudah dikenal sebelumnya,
seperti dokter umum dan dokter spesialis.
Lantas, siapa sebenarnya yang disebut dokter
keluarga? Mereka adalah dokter yang
bertanggungjawab melaksanakan pelayanan
kesehatan personal, terpadu,
berkesinambungan, dan proaktif yang
dibutuhkan oleh pasiennya dalam kaitan
sebagai anggota dari satu unit keluarga, serta
komunitas tempat pasien itu berada. Sifat
pelayanannya meliputi peningkatan derajat
ke s e h ata n ( p ro m o t i f ) , p e n c e ga h a n
(preventif), kuratif, dan rehabilitatif.
Bila berhadapan dengan suatu masalah
khusus yang tak mampu ditanggulangi,
dokter keluarga bertindak sebagai
16
SAMARITAN
koordinator dalam merencanakan konsultasi
atau rujukan yang diperlukan kepada dokter
spesialis yang lebih sesuai. Dari pengertian ini
terlihat jelas bahwa sifat dan layanan
kesehatan dokter keluarga amat berbeda
dengan dokter lain.
Definisi yang ditetapkan oleh Ikatan
Dokter Indonesia (IDI) tahun 1982 di atas
sesuai dengan pengertian dokter keluarga
yang disepakati oleh The American Academic
of General Practice, dan Singapore College of
General Practice.
Berhati Besar, Tasnya Kecil
Dari prinsip pokok yang dimiliki,
pelayanan dokter keluarga di Indonesia
sebenarnya bukan hal baru. Pada zaman
penjajahan dulu sempat populer dengan
sebutan huisarts. Konsep kerja sang dokter
lebih mengutamakan pelayanan proaktif
yang tidak sekadar menunggu pasien di
kamar praktik, tapi juga mendatangi pasien di
rumah.
Dalam film serial televisi (TVRI) yang
pernah diputar di sini, Little House on the
P r a i r i e , d i ga m b a r ka n d e n ga n j e l a s
bagaimana dr. Baker rajin mengunjungi
keluarga-keluarga yang menjadi pasiennya.
Dia kenal secara dekat orang-orang di
kawasan pelayanannya. Setiap pasien
diperlakukan sebagai manusia, bukan sebuah
kasus penyakit. Itulah sebabnya, hubungan
dokter dengan pasien amat manusiawi.
Secara jenaka M.H. Somers dan R.A.
Sommers dalam bukunya Doctors, Patient
and Health Insurance (The Brooking Inst,
Washington DC, 1970) menggambarkan
simbol pelayanan kesehatan tempo doeloe
sebagai the kindly old family doctor with big
Edisi 3 Tahun 2013
heart and little bag, part healer, part priest,
and part family conselor.
Sayangnya, pelayanan kedokteran yang
lebih personal, lebih efektif, dan efisien ini
lambat laun menghilang dari khazanah
pelayanan kesehatan di tanah air. Bahkan
sejak sekitar tahun 1960-an mulai
ditinggalkan. Mungkin, tinggal para kakek
dan nenek kita saja yang sekarang masih
ingat.
Perkembangan dunia kedokteran yang
antara lain ditandai munculnya banyak
spesialisasi dan sub-spesialisi, serta
meningkatnya penggunaan berbagai
peralatan kedokteran canggih yang tidak
diikuti oleh penataan sub-sistem pelayanan
kesehatan serta sub-sistem pembiayaan
kesehatan agaknya menjadi penyebab
terjadinya pergeseran itu. Belum lagi
munculnya dampak negatif lain sebagai
konsekuensi logis kemajuan ilmu kedokteran.
Ribuan jenis obat paten berbagai merek
bermunculan di pasar dengan harga yang
tinggi. Dokter spesialis membuka praktik di
rumah-rumah dengan tarif yang lumayan
mahal.
Namun, menumpahkan kesalahan pada
kedua faktor tadi juga tidak beralasan,
mengingat keduanya merupakan simbol
kemajuan dunia kedokteran di tanah air.
Kalau mengacu pada gambaran Somers
tadi, yang kita lihat sekarang ini ibaratnya
bukan lagi seorang dokter berhati besar
dengan tas kecil (a doctor with big heart and
little bag). Melainkan justru sebaliknya,
seorang dokter dengan hati kecil tapi tasnya
besar.
Hilangnya sentuhan pelayanan dokter
keluarga agaknya berhubungan erat dengan
menurunnya kualitas pelayanan dokter
umum. Sementara kemampuan dan
keterampilan diagnosis maupun terapi yang
dimiliki para dokter spesialis dan sub-
spesialis meningkat dengan amat cepat,
pengetahuan dan keterampilan diagnosis
dan terapi yang dimiliki dokter umum malah
menurun. Begitu pula keterampilan tindakan
m e d i s s e o ra n g d o kte r u m u m j a u h
ketinggalan jika dibandingkan dengan apa
yang dilakukan para koleganya yang spesialis
atau sub-spesialis.
Dalam kondisi seperti ini, tidak
mengherankan jika masyarakat kurang
menghargai pelayanan dokter umum. Banyak
anggota masyarakat, meski hanya menderita
penyakit sederhana dan bersifat ringan
langsung datang ke dokter spesialis. Baru
mengidap congek saja sudah lari ke spesialis
THT. Sementara yang merasa kulitnya gatalgatal, buru-buru ke dokter spesialis kulit.
Fenomena yang lebih memprihatinkan
banyak terjadi di kota-kota besar. Pasien
datang dan pergi serta berpindah-pindah dari
satu tangan dokter spesialis ke dokter
spesialis lainnya. Kalau sudah demikian
pelayanan kedokteran akhirnya menjadi
t i d a k u t u h , t e r ko t a k - ko t a k , t i d a k
berkesinambungan, tidak efisien, serta amat
mahal.
Akibat dari semua itu posisi dokter umum
terjepit. Pelayanan dokter umum yang
mestinya berperan penting dalam menjamin
terselenggaranya pelayanan kesehatan yang
lebih terpadu, berkesinambungan, dan
personal terkadang tidak diperhitungkan
lagi. Yang lebih parah, dokter umum dianggap
dokter kelas dua.
Kembalikan Konsep Dokter Keluarga
Belakangan ini pemerintah berusaha
mengembangkan kembali konsep pelayanan
dokter keluarga. Caranya? Tentu saja bukan
dengan melahirkan pelayanan kedokteran
keluarga yang bersifat spesialistis, atau
mewajibkan dokter spesialis menerapkan
prinsip-prinsip kedokteran keluarga. Satu-
SAMARITAN
Edisi 3 Tahun 2013
17
s a t u nya p i l i h a n ya n g te p a t u n t u k
mengembangkan pelayanan kedokteran
keluarga di Indonesia adalah dengan lebih
memantapkan dan menyempurnakan
pelayanan kedokteran umum.
Kualifikasi dokter keluarga adalah dokter
umum plus. Ini terlihat dari konsekuensi
pelayanannya, yakni sebagai manager health
care bagi pasiennya. Sebagai contoh, rekam
medis yang dibuatnya berbeda dengan yang
dilakukan dokter umum. Rekam medisnya
ditujukan untuk perawatan yang
berkesinambungan. Jadi rekam medis tidak
hanya terjadi kala sakit, tetapi juga di saat
sehat.
Nilai plus seorang dokter keluarga juga
ditandai oleh pendidikan lanjutan yang
diperolehnya setelah menyandang gelar
dokter umum. Terutama yang mencakup
pelbagai cabang ilmu kedokteran yang
bersifat spesialistis, meski sama sekali tidak
diarahkan pada konsep multispesialis.
Kehendak untuk mengembalikan
pelayanan dokter keluarga di Inggris telah
dimulai sejak 1844, tetapi saat itu banyak
mendapat tantangan. Baru kemudian pada
1952 praktik dokter keluarga ini mendapat
pengakuan. Sementara pemerintah Australia
secara resmi mengakui program ini pada
1973, yakni dengan mulai
diselenggarakannya family medicine
program.
Uniknya, negara tetangga dekat justru
selangkah lebih dulu dalam
menyelenggarakan pelayanan dokter
keluarga. Filipina memulai sejak 1960 namun
secara lembaga baru dikenal pada 1972
seiring dengan berdirinya The Philipine
Academy of Family Physicians. Sedangkan
Singapura melaksanakannya sejak 1971.
Belum populernya pelayanan dokter
keluarga di mata masyarakat antara lain juga
karena tingkat pemahaman masyarakat
18
SAMARITAN
tentang paradigma sehat yang dicanangkan
pemerintah masih berbeda-beda. Padahal
pengertian pemeliharaan kesehatan bukan
pada waktu sakit saja. Melainkan justru pada
upaya untuk mempertahankan kesehatan
pada saat tidak sakit.
Memang pandangan ini masih banyak
menimbulkan suara pro-kontra. Dari ilmu
ekonomi, melakukan investasi bahkan
intervensi pada orang sehat atau mereka
yang tidak sakit dirasakan akan lebih costeffective daripada intervensi terhadap orang
yang jelas sudah sakit. Tapi pendapat ini tidak
terlalu beralasan mengingat biaya menjadi
peserta program dokter keluarga tidak terlalu
besar.
Program Menuju Sehat
Lantas bagaimana bentuk layanan dokter
keluarga? Bagaimana caranya kalau kita mau
ikut sebagai peserta? Salah satu contohnya,
adalah program layanan dokter keluarga
dengan tema Program Kemitraan Menuju
Sehat (PROMIS) yang dilakukan oleh sebuah
klinik layanan kesehatan di Jakarta. Klinik ini
memiliki beberapa dokter keluarga dengan
daerah layanannya di Jakarta Selatan dan
sekitarnya.
Dalam program layanannya, setiap
peserta akan dibuatkan semacam rapor
kesehatan, berupa rekam medis yang
dirancang untuk menjamin pelayanan
kesehatan berkesinambungan. Rapor
kesehatan ini terdiri atas data kesehatan
(health profile) dan data kesakitan (illness
profile) peserta, termasuk riwayat kesehatan
anggota keluarganya. Kedua data ini berguna
untuk menilai, memantau, dan memberikan
pelayanan kesehatan mulai dari bayi sampai
manula.
Untuk menggali informasi ini, peserta
diminta mengisi silsilah kesehatan keluarga.
Mulai dari data kakek-nenek sampai saudara
Edisi 3 Tahun 2013
yang tinggal serumah. Ayahnya mengidap
penyakit apa, atau memiliki alergi apa.
Kalaupun mereka sudah meninggal, kasus
meninggalnya disebabkan karena apa. Ini
antara lain dimaksudkan untuk mengetahui
adanya faktor resiko penyakit keturunan yang
barangkali dimiliki si peserta. Kalau misalnya
ayah dan kakak Anda ternyata meninggal
karena penyakit jantung, upaya preventif
yang akan ditempuh difokuskan pada
pencegahan munculnya penyakit yang sama.
Sementara informasi tentang penyakit dan
riwayat kesehatan calon peserta, bisa
didapatkan melalui wawancara langsung
dengan yang bersangkutan.
Setelah profil kesehatan keluarga dan peserta
diidentifikasi, langkah berikutnya adalah
menjalani intial health assessment (IHA),
yaitu pengujian kesehatan awal yang lengkap
dan sistematis, sesuai umur dan faktor risiko
yang ada pada diri calon peserta. Profil awal
ini berguna untuk merancang upaya
penanganan kesehatan yang spesifik dengan
kondisi peserta.
Dengan rekam medis seperti ini, penanganan
masalah kesehatan seseorang tidak akan
tumpang tindih dan segala peristiwa yang
terkait dengan kesehatan akan
terdokumentasikan dengan baik.
Menurut pakar kesehatan, idealnya seorang
dokter keluarga mampu melayani sekitar 500
keluarga. Kalau diasumsikan satu keluarga
terdiri dari empat jiwa, rasionya seorang
dokter bisa melayani 2.000 jiwa. Dengan
catatan sang dokter bekerja full-time, hanya
memusatkan perhatiannya pada pasien yang
menjadi mitra pantauannya. Perbandingan
ini berdasarkan asumsi bahwa baik
kunjungan maupun komunikasi antar dokter
dan pasien dilakukan bila dirasa perlu dan
tidak saban hari. Meskipun tidak tertutup
kemungkinan pasien bisa menghubungi
dokter kapan saja jika ada masalah.
Nggak apa-apa kok ditelepon
Dari pengalaman selama ini, secara psikologis
masih ada sebagian masyarakat yang belum
begitu siap dengan pendekatan proaktif
dokter keluarganya. “Ada kalanya ketika saya
menelepon ke rumah seorang pasien, dia
malah kaget dan terkesan kurang siap.
Mungkin saja dalam hatinya timbul
pertanyaan, ‘Nggak ada apa-apa kok
d i t e l e p o n ‘. P a d a h a l s a y a s e k a d a r
menanyakan perkembangan kesehatannya
sebagai upaya pemantauan rutin paling tidak
per 2 – 3 bulan jika pasien tak punya
masalah,” demikian pengakuan seorang
dokter yang merintis layanan dokter
keluarga di kompleks BDN, Sawangan, Bogor.
Di lain pihak pada kondisi tertentu,
pendekatan ini sering justru secara psikologis
berdampak besar. Ada pasien yang baru
mendengar atau dikunjungi dokternya saja
sudah merasa separuh sembuh.
Sebaliknya, untuk dokternya sendiri, baru
dua menit pasien masuk ruang praktiknya, ia
sudah dapat “membaca” kondisi pasien
pegangannya. Sehingga, tanpa banyak
menyita waktu, pengobatan dapat segera
dilakukan. Tapi jika pasien ingin bertanya
lebih banyak, tanpa sungkan-sungkan pasien
dapat bertanya. Dokter keluarga selalu stand
by selama 24 jam. Ia bisa dihubungi, kapan
saja pasiennya membutuhkan.
Tetapi hal itu tidak membuat dokter terpaku
di tempat praktik dan tidak bisa ke manamana untuk memperluas wawasan. Ia bisa
i k u t s e m i n a r u n t u k m e n i n g ka t ka n
pengetahuan dan mengembangkan diri,
sementara seorang rekan sejawatnya
bertindak sebagai penggantinya.
Begitu pula pasien yang menjadi mitra dokter
keluarga, tak perlu harus seratus persen
bergantung padanya. Sang dokter dapat
membimbing pasien untuk melakukan
pengobatan mandiri. Pasien cukup menele-
SAMARITAN
Edisi 3 Tahun 2013
19
pon dokternya dan mengkonsultasikan obat yang diminumnya. Karena dua pertiga kasus dari
pasien yang datang ke dokter sebenarnya bisa ditangani sendiri. Pasien harus tahu kesehatan
dirinya sendiri karena itu adalah tanggung jawabnya, bukan tanggung jawab dokter saja.
Bermitra dengan dokter keluarga memang masih belum dikenal luas di tanah air. Tapi banyak
manfaat yang didapat seandainya Anda menjadi peserta program kemitraan dengan dokter
keluarga. Adagium yang mengatakan health is not valued till sickness comes amat tepat untuk
melukiskan betapa pentingnya peranan kemitraan Anda dengan dokter keluarga dalam
memelihara kesehatan keluarga.
(Dari pelbagai sumber/TNP).
20
SAMARITAN
Edisi 3 Tahun 2013
FAKTUAL
Dijerat Pidana
Demi Keselamatan Pasien,
Mau?
dr. Fushen, M.H., M.M.
D
alam beberapa bulan terakhir kasus
dr.Ayu dkk. mendapatkan sorotan
yang begitu besar dari berbagai
kalangan, khususnya dokter. Kasus ini akan
selalu diingat sebagai salah satu peristiwa
besar dalam bidang hukum kesehatan.
Bermula dari keinginan menyelamatkan
pasien dalam pekerjaannya di bagian Obsgin,
dr.Ayu dkk. melakukan SC Cito yang berakhir
dengan kematian pasien meskipun anak
pasien dapat diselamatkan. Keluarga pasien
merasa tidak puas dan menempuh jalur
hukum untuk mendapatkan keadilan. Pada
tingkat Pengadilan Negeri dan Pengadilan
Tinggi dr.Ayu dkk. divonis bebas, tetapi
keluarga pasien mengajukan kasasi dan oleh
Mahkamah Agung dr.Ayu dkk. divonis 10
bulan penjara.
Kasus tersebut mengundang reaksi dari
berbagai pihak, termasuk adanya aksi
solidaritas dokter di seluruh Indonesia yang
berhenti sejenak dalam memberikan
pelayanan umum, tetapi tetap memberikan
pelayanan kegawatdaruratan. Selain itu,
banyak dokter yang menjadi takut dengan
ancaman pidana karena merasa penegakan
hukum yang tidak tepat pada kasus dr.Ayu
dkk. Dokter-dokter tersebut cenderung
memilih "kebijakan" defensive medicine,
yaitu melakukan pemeriksaan penunjang
selengkapnya bahkan cenderung berlebihan
untuk mendapatkan diagnosis seakurat
mungkin dan menghindari tuntutan
hukum.Terlepas dari proses pelayanan
kesehatan dan proses peradilan yang terjadi,
pada tulisan ini saya akan menguraikan
bagaimana dokter kristen seharusnya
bersikap dalam sebuah sistem hukum yang
ada.
Setiap orang, termasuk dokter, yang
berada di Indonesia harus patuh terhadap
ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia.
Ketentuan hukum tersebut di antaranya
Pancasila dan UUD 45, undang-undang,
peraturan pemerintah, dan kebijakankebijakan yang ada. Belajar dari Roma 13:1-7,
kita diharuskan untuk taat pada pemerintah
sebagai wakil Allah di dunia ini. Dan, Tuhan
Yesus memberi teladan, saat Ia dicobai.
Dalam Markus 12:13-17, Ia memberikan
jawaban,"Berikanlah kepada Kaisar apa yang
wajib kamu berikan kepada Kaisar dan
kepada Allah apa yang wajib kamu berikan
kepada Allah!"
Pertanyaan yang menarik adalah
bagaimana bila penegakan hukum tidak
dijalankan dengan baik? Bagaimana bila kita
menghadapi situasi yang menurut kita tidak
adil? Bagaimana bila hukum menjerat dokter
meskipun telah melakukan tindakan untuk
menyelamatkan pasien?
Pada dasarnya profesi dokter sebagai
pengabdian diwujudkan dalam bentuk
hubungan dokter-pasien yang berlandaskan
tolong-menolong. Pasien menjumpai dokter
untuk meminta pertolongan dan dokter
SAMARITAN
Edisi 3 Tahun 2013
21
memberikan pelayanan kesehatan sebagai
upaya memberikan pertolongan pada pasien
yang membutuhkan. Dalam ilmu hukum,
prinsip tersebut dikenal dengan nama
Zaakwarneming. Berdasarkan hal tersebut,
maka hubungan dokter-pasien dalam
pelaksanaan layanan kesehatan lebih
ditekankan pada proses yang terjadi dengan
usaha yang sungguh-sungguh (inspanning
verbintenis) dan bukan semata-mata dinilai
dari hasil atau kesembuhan pasien (resultaat
verbintenis). Untuk mencapai hasil yang
optimal dibutuhkan kerjasama antara dokter
dan pasien. Kerjasama yang baik dapat
dicapai dengan komunikasi yang baik antara
dokter sebagai ahli medis dan pasien sebagai
penderita yang menginginkan kesembuhan.
Hukum dalam bidang kesehatan muncul
dengan tujuan untuk mengatur pelayanan
kesehatan yang ada serta memberikan
perlindungan bagi dokter dan pasien.
Sayangnya profesi medis tidak memiliki
pengetahuan yang mendalam di bidang
hukum, sebaliknya profesi hukum tidak
memiliki pengetahuan yang mendalam di
bidang medis. Kedua bidang ilmu tersebut
memiliki cakupan yang sangat luas sehingga
memerlukan penghubung untuk dapat
menerapkan hukum pada profesi kesehatan
dengan tepat. Hukum kesehatan merupakan
bidang ilmu yang menjembatani antara
profesi medis dengan profesi hukum.
Untuk merespon suatu fenomena dengan
tepat tentunya diperlukan pengetahuan yang
cukup terkait fenomena tersebut. Dokter
dituntut untuk memiliki pengetahuan di
bidang hukum kesehatan karena terkait
dengan profesi yang diemban. Hal serupa
juga berlaku untuk ahli hukum yang
berhadapan dengan kasus hukum kesehatan.
Untuk memahami hukum kesehatan
seorang dokter tidak harus kuliah magister
hukum kesehatan, bahkan selama masa
22
SAMARITAN
pendidikan kedokteran seharusnya setiap
mahasiswa kedokteran telah mendapatkan
sedikit pengetahuan mengenai hukum
kesehatan. Pengetahuan minimal yang saya
yakin ada dalam setiap proses pendidikan
kedokteran adalah etika. Bagi sebagian
orang, etika dianggap sangat berbeda
dengan hukum, tetapi sebenarnya etika
merupakan cikal bakal munculnya hukum
tertulis. Oleh karena itu, bila mengamalkan
nilai etika dengan baik seharusnya kecil
peluang dokter untuk bermasalah dengan
hukum. Untuk mengenal dan menambah
pengetahuan di bidang hukum kesehatan
beberapa cara dapat dilakukan seperti
m e m b a c a b u ku h u ku m ke s e h a ta n ,
berdiskusi, atau mengikuti seminar hukum
kesehatan.
Kembali ke pertanyaan yang belum
terjawab, bagaimana bila penegakan hukum
tidak dijalankan dengan baik? Bagaimana bila
kita menghadapi situasi yang menurut kita
tidak adil? Bagaimana bila hukum menjerat
dokter meskipun telah melakukan tindakan
untuk menyelamatkan pasien?
Sebagai warga negara yang baik dan
memiliki hak terhadap kepastian hukum,
tentu berbagai upaya perlu ditempuh untuk
menegakkan keadilan. Upaya melalui jalur
hukum tentu menjadi hal yang wajar
dilakukan. Selain itu, penghimpunan
dukungan masyarakat juga diperlukan karena
yang diperjuangkan adalah kepentingan
masyarakat, bukan semata-mata
k e p e n t i n g a n
p r o f e s i .
Bagi sebagian orang, etika dianggap
sangat berbeda dengan hukum, tetapi
sebenarnya etika merupakan cikal bakal
munculnya hukum tertulis. Oleh karena itu,
bila mengamalkan nilai etika dengan baik
seharusnya kecil peluang dokter untuk
bermasalah dengan hukum.
Untuk
mengenal dan menambah pengetahuan di
Edisi 3 Tahun 2013
bidang hukum kesehatan beberapa cara
dapat dilakukan seperti membaca buku
hukum kesehatan, berdiskusi, atau mengikuti
seminar hukum kesehatan.
Kembali ke pertanyaan yang belum
terjawab, bagaimana bila penegakan hukum
tidak dijalankan dengan baik? Bagaimana bila
kita menghadapi situasi yang menurut kita
tidak adil? Bagaimana bila hukum menjerat
dokter meskipun telah melakukan tindakan
untuk menyelamatkan pasien?
Sebagai warga negara yang baik dan
memiliki hak terhadap kepastian hukum,
tentu berbagai upaya perlu ditempuh untuk
menegakkan keadilan. Upaya melalui jalur
hukum tentu menjadi hal yang wajar
dilakukan. Selain itu, penghimpunan
dukungan masyarakat juga diperlukan karena
yang diperjuangkan adalah kepentingan
masyarakat, bukan semata-mata
kepentingan profesi.
Dalam menjalankan profesi di bawah
ancaman pidana atau tekanan jerat hukum,
mari kita belajar dari perjalanan hidup Tuhan
Yesus. Dalam perjalanan hidup Tuhan Yesus
kita tahu bahwa Ia melayani banyak orang
tanpa diskriminasi, tetapi banyak orang yang
menghujat dan berusaha mencelakakan.
Puncaknya pada Matius 27:15-26 dan Lukas
23:13-25 ketika Tuhan Yesus dihadapkan
pada Pilatus. Saat itu Yesus Kristus
dibandingkan dengan Yesus Barabas yang
adalah seorang penjahat. Namun, pada
akhirnya yang dibebaskan adalah Yesus
Barabas, sedangkan Yesus Kristus harus
disalibkan dan mati. Menurut saya
pengadilan yang dilakukan oleh Pilatus
sangatlah ekstrim karena ia sendiri tahu
dengan jelas bahwa Yesus Kristus tidak
b e rs a l a h , te ta p i p a d a a k h i r nya i a
memutuskan untuk menghukum orang yang
tidak bersalah tersebut. Uniknya akibat dari
hukuman tersebut, Yesus Kristus mati di salib
dan dosa manusia ditebus!
Apa yang dilakukan Tuhan Yesus dapat
kita jumpai dalam profesi medis yang kita
jalani. Melayani orang tanpa diskriminasi,
menerima hujatan, seringkali ada orang yang
mencelakai kita karena profesi ini, bahkan
mungkin ada teman sejawat yang harus
kehilangan nyawa karena pengabdiannya.
Maukah kita menjalani profesi kita dengan
mengikuti teladan Tuhan Yesus?
SAMARITAN
Oleh: dr. Fushen, M.H., M.M.
Edisi 3 Tahun 2013
23
FAKTUAL
PELUANG DAN TANTANGAN
SISTEM BPJS
dr. Paran Bagionoto, SpB, FInaCS, FICS
S
eperti kita ketahui
bersama mulai tanggal
01 Januari 2014 SJSN
bidang kesehatan akan
dilaksanakan oleh BPJS
kesehatan. Siap atau tidak
siap, Dokter atau Rumah
Sakit yang menjadi Mitra
BPJS/Provider BPJS untuk melayani
masyarakat, harus melaksanakan pelayanan
ini dengan sebaik-baiknya.
Pelaksanaan SJSN akan menimbulkan sikap
optimis ataupun pesimis dari Provider BPJS,
oleh sebab itu perlu kita mengetahui hal –hal
apa yang akan terjadi melalui SJSN ini yaitu :
1. SJSN kesehatan memberikan manfaat
jaminan kesehatan kepada perseorangan
baik promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif termasuk obat dan bahan
medis habis pakai yang diperlukan .
2. SJSN Kesehatan dilaksanakan dengan
terstruktur melalui sistem Rujukan, mulai
dari pelayanan Primer, Sekunder/Tertier
(Dokter,Klinik, Puskesmas, RumahSakit
Tipe D,C, B, A)
3. Provider BPJS melayani hampir semua
jenis penyakit
4. Iuran biaya untuk pelaksanaan medis
dasar tidak diperbolehkan
5. Provider BPJS akan direkredensialing
setelah 2 tahun melayani sebagai
provider BPJS dengan syarat antara lain;
ijin operasional, penetapan kelas Rumah
Sakit dan Akredetasi Rumah Sakit (Semua
Rumah Sakit yang selama ini sudah
melayani Jamkesmas, ASKES Sosial
ataupun Jamsostek akan menjadi mitra
BPJS)
6. BPJS sebagai pembeli pelayanan
24
SAMARITAN
kesehatan terbesar (Single Mayor Payor)
berhak memutuskan :
a. Siapa menjadi mitra/provider BPJS
b. Premi yang diberlakukan (Premi relatif
rendah dibandingkan asuransi kesehatan
swasta)
• Pola pembayaran yang prospektif
?
Kapitasi
?
Paket INACBG
?
Rawat Jalan
?
Rawat Inap
?
Diagnosis
?
Morbiditas dan Komorbiditas
?
Tingkat Keparahan
?
Kelas Rumah Sakit
?
Kelas Perawatan
( Bukan dengan sistem pembayaran “Fee
For Service”)
7. Lonjakan jumlah pasien pada awal
pelaksanaan SJSN dan termasuk pasienpasien dengan kasus berbiaya besar dan
pasien katastrofik.
Melihat fakta – fakta ini maka provider BPJS,
Dokter,dan fasilitas kesehatan, akan
menyikapinya dengan optimistik ataupun
pesimistik,mengapa, sebab pelaksanaan
SJSN akan merubah sistem pelayanan
dansistem bisnis yang selama ini dilakukan,
dengan fakta – fakta di atas maka mau atau
tidak mau provider BPJS dalam pelayanannya
harus mengendalikan biaya sekaligus mutu
pelayanannya.
Kegagalan merubah sistem pelayanan
dan bisnis untuk mengakomodasikan faktafakta di atas akan menyebabkan :
?
Cash flow Rumah sakit terganggu
sehubungan dengan tarif dan proses
verifikasi dan pembayaran Klaim yang
memerlukan waktu, juga karena lonjakan
Edisi 3 Tahun 2013
pasien maka Rumah Sakit perlu
menambah persediaan obat dan barang
medis habis pakai maupun barang
logistik umum
?
Hilangnya motivasi dokter dan tenaga
kesehatan lain oleh karena “ Dibayar
Murah “ Mutu pelayanan Rumah Sakit
yang menurun sehubungan cash flow RS
yang terganggu,yang mengakibatkan
kepuasan pasien terhadap pelayanan RS
menurun.
?
Timbul banyak kecurangan di dalam
Rumah Sakit sehubungan dengan
pelayanan dan nilai klaim yang diajukan
kepada BPJS
?
Bahkan tidak menutup kemungkinan
banyak RumahSakit keluar dari SJKN dan
bangrut.
Oleh sebab itu kunci semua itu , secara
optimistik provider
B PJ S h a r u s
mengendalikan mutu dan melakukan
efisiensi.
Berdasarkan pengalaman RS.Mardi
Waluyo Metro, Lampung selama 5 tahun
melayani Jamkesmas ternyata tidak saja
RS.Mardi Waluyo Metro Lampung Survive
tetapi juga Growth (Bertumbuh), kuncinya
adalah jiwa melayani dan bekerja dengan
sekuat tenaga untuk melayani orang –orang
yang Tuhan kirimkan untuk dilayani,
konsekwensinya adalah :
?
Dokter mau dibayar murah
?
Managemen RS lebih memikirkan
kesejahteraan dokter dan karyawan
?
Managemen RS berupaya sungguhsungguh untuk mencari cara untuk
meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat dengan pembiayaan yang
sangat efisien.
Tahun 2014 bagi RS. Mardi Waluyo
merupakan tahun yang mensukacitakan,
karena bila 5 tahun ini bisa survive dan
G r o w t h m a k a t a h u n 2 0 1 4 Tu h a n
memberikan kepada RS.MardiWaluyo Metro
Lampung “ FISHING GROUND” Yang sangat
besar untuk menjala “IKAN” .Oleh sebab itu
RS.Mardi Waluyo tahn 2014 membuat Tema
“ Tebarkanlah Jalamu” untuk menjala “IKAN”
dengan menjalin kerja sama dengan gereja
beserta masyarakat meluncurkan program “
MOBILE CLINIC” Harapan kami tahun 2014
ada 10 mobil yang diserahkan kepada gereja
dan masyarakat untuk menjadi sarana
Transportasi untuk pasien – pasien yang
miskin di seluruh wilayah Lampung untuk
dilayani.
Sungguh SJSN 2014 bagi kami berkat dan
p e l u a n g ya n g s a n gat b e s a r u nt u k
pengembangan pelayanan “ MENJALA IKAN”
Oleh karena Tuhan memberikan “FISHING
GROUND” yang bertambah besar.
Dr. Paran Bagionoto, SpB, FInaCS, FICS saat
ini menjabat sebagai direktur RS Mardi
Waluyo, Metro, Lampung. Beliau
menjalani pendidikan dokter umum di FK
UGM, dan menjalani pendidikan ahli bedah
umum di FK UNAIR. Sebelum- nya ia telah
bekerja di beberapa rumah sakit misi
antara lain RS Bethesda Serukam, RS Baptis
Kediri, dan RS Imanuel Lampung.
SAMARITAN
Edisi 3 Tahun 2013
25
FAKTUAL
S
Peserta BPJS Wajib Patuhi
Sistem Rujukan
istem rujukan dimulai dari primary
care (pelayanan dasar), yakni
puskesmas, dokter keluarga, atau
klinik. Dari sinilah yang mengetahui persis
riwayat kesehatan pasien untuk menentukan
perawatan berkelanjutan dan perawatan
pribadi, baru kemudian dirujukan ke rumah
sakit ataupun spesialis.
Jika peserta mau langsung ke rumah
sakit atau spesialis, tidak akan ditanggung
BPJS, atau bayar sendiri. Dengan sistem
rujukan, maka pelayanan kesehatan akan
jauh lebih efektif dan efisien. Pasien yang
tidak seharusnya dibawa ke rumah sakit bisa
dicegah, sehingga mengurangi pasien tunggu
maupun penolakan pasien oleh rumah sakit
karena alasan tempat tidur penuh.
Adapun paket manfaat yang diperoleh
peserta, mulai dari puskesmas hingga ke
spesialis, sesuai kebutuhan medis. Artinya,
perawatan yang bisa mengembalikan fungsi
organ tubuh dan kemampuan berproduktif.
“Paket manfaatnya tidak boleh kurang dari
paket jaminan sekarang, yakni Jamkesmas,
Askes, ataupun Jamsostek. Obat-obatnya
pun yang cost-effective, artinya biar generik
tetpai ampuh. Kalau mahal tetapi tidak
ampuh percuma saja,” ujar Ali Ghufron
Mukti, Wakil Menteri Kesehatan. (SP 16
Februari 2012).
Di negara Indonesia, sistem rujukan
kesehatan telah dirumuskan dalam
Permenkes No. 01 tahun 2012. Sistem
rujukan pelayanan kesehatan merupakan
penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang
mengatur pelimpahan tugas dan tanggung
jawab timbal balik pelayanan kesehatan
secara timbal balik baik vertikal maupun
horiontal. Sederhananya, sistem rujukan
26
SAMARITAN
mengatur darimana dan harus kemana
seseorang dengan gangguan kesehatan
tertentu memeriksakan keadaan sakitnya.
Pelaksanaan sistem rujukan di Indonesia
telah diatur dengan bentuk bertingkat atau
berjenjang, yaitu pelayanan kesehatan
tingkat pertama, kedua dan ketiga, dimana
dalam pelaksanaannya tidak berdiri sendirisendiri namun berada di suatu sistem dan
saling berhubungan. Apabila pelayanan
kesehatan primer tidak dapat melakukan
tindakan medis tingkat primer maka ia
menyerahkan tanggung jawab tersebut ke
tingkat pelayanan di atasnya, demikian
seterusnya. Apabila seluruh faktor
pendukung (pemerintah, teknologi,
transportasi) terpenuhi maka proses ini akan
berjalan dengan baik dan masyarakat awam
akan segera tertangani dengan tepat.
Rujukan dibagi dalam rujukan
medik/perorangan yang berkaitan dengan
pengobatan dan pemulihan berupa
pengiriman pasien (kasus), spesimen, dan
pengetahuan tentang penyakit; serta rujukan
kesehatan dikaitkan dengan upaya
pencegahan dan peningkatan kesehatan
berupa sarana, teknologi, dan operasional.
Rujukan vertikal merupakan rujukan antar
pelayanan kesehatan yang berbeda
tingkatan.
Rujukan vertikal dari tingkatan
pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan
yang lebih tinggi dilakukan apabila:
• Pa s i e n m e m b u t u h ka n p e l aya n a n
kesehatan spesialistik atau subspesialistik;
• Perujuk tidak dapat memberikan
pelayanan kesehatan sesui dengan
kebutuhan pasien karena keterbatasan
Edisi 3 Tahun 2013
fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan.
Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan
yang lebih tinggi ke tingkatan yang lebih
rendah dilakukan apabila:
• Permasalahan pasien dapat ditangani oleh
tingkatan pelayanan yang lebih rendah
s e s u a i d e n g a n ko m p e t e n s i d a n
kewenangannya;
• Kompetensi dan kewenangan pelayanan
tingkat pertama atau kedua lebih baik
dalam menangani pasien tersebut;
• Pasien memerlukan pelayanan lanjutan
yang dapat ditangani oleh tingkatan
pelayanan yang lebih rendah dan untuk
alasan kemudahan, efisiensi dan
pelayanan jangka panjang; dan/atau
• Perujuk tidak dapat memberikan
pelayanan kesehatan sesuai dengan
kebutuhan pasien karena keterbatasan
sarana, prasarana, peralatan dan/atau
ketenagaan.
Rujukan horizontal merupakan rujukan
antar pelayanan kesehatan dalam satu
tingkatan.
Rujukan horizontal dilakukan apabila
perujuk tidak dapat memberikan pelayanan
kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien
karena keterbatasan fasilitas, peralatan
dan/atau ketenagaan yang sifatnya
sementara atau menetap.
Ketimpangan yang sering terjadi di
masyarakat awam adalah pemahaman
masyarakat tentang alur ini sangat rendah
sehingga sebagian mereka tidak
mendapatkan pelayanan yang sebagaimana
m e s t i ny a . M a sy a ra ka t ke b a ny a ka n
cenderung mengakses pelayanan kesehatan
terdekat atau mungkin paling murah tanpa
memperdulikan kompetensi institusi
ataupun operator yang memberikan
pelayanan.
Manfaat sistem rujukan
• Dari sudut pemerintah sebagai penentu
kebijakan (policy maker), manfaat sistem
rujukan adalah membantu penghematan
dana, karena tidak perlu menyediakan
berbagai macam peralatan kedokteran
p a d a s e t i a p s a ra n a ke s e h a t a n ;
memperjelas sistem pelayanan
kesehatan, karena terdapat hubungan
kerja antara berbagai sarana kesehatan
yang tersedia; memudahkan pekerjaan
administrasi, terutama pada aspek
perencanaan.
• Dari sudut masyarakat sebagai pengguna
jasa pelayanan (health consumer),
m a n fa a t s i st e m r u j u ka n a d a l a h
meringankan biaya pengobatan, karena
dapat dihindari pemeriksaan yang sama
secara berulang-ulang; mempermudah
m a sya ra kat d a la m m en d a p at ka n
pelayanan, karena telah diketahui dengan
jelas fungsi dan wewenang setiap sarana
pelayanan kesehatan.
• Dari sudut kalangan kesehatan sebagai
penyelenggara pelayanan keseahatan
(health provider), manfaat sistem rujukan
adalah memperjelas jenjang karier
tenaga kesehatan dengan berbagai akibat
positif lainnya seperti semangat kerja,
ketekunan, dan dedikasi; membantu
peningkatan pengetahuan dan
ketrampilan, yaitu: kerja sama yang
terjalin; memudahkan atau meringankan
beban tugas, karena setiap sarana
kesehatan mempunyai tugas dan
kewajiban tertentu.
Dalam membina sistem rujukan ini perlu
ditentukan beberapa hal:
1. Regionalisasi
Regionalisasi adalah pembagian wilayah
pelaksanaan sistem rujukan. Pembagian
wilayah ini didasarkan atas pembagian
wilayah secara administratif, tetapi dimana
SAMARITAN
Edisi 3 Tahun 2013
27
perlu didasarkan atas lokasi atau mudahnya system rujukan itu dicapai. Hal ini untuk menjaga
agar pusat sistem rujukan mendapat arus penderita secara merata. Tiap tingkat unit
kesehatan diharapkan melakukan penyaringan terhadap penderita yang akan disalurkan
dalam sistem rujukan. Penderita yang dapat melayani oleh unit kesehatan tersebut, tidak
perlu dikirim ke unit lain yang lebih mampu.
2. Penyaringan (screening)
• Oleh tiap tingkat unit kesehatan. Tiap unit kesehatan diharapkan melakukan penyaringan
terhadap penderita yang akan disalurkan dalam sistem rujukan. Penderita yang dapat
melayani oleh unit kesehatan tersebut, tidak perlu dikirim ke unit lain yang lebih mampu.
3. Kemampuan unit kesehatan dan petugas.
• Kemampuan unit kesehatan tergantung pada macam petugas dan peralatannya.
Walaupun demikian diharapkan mereka dapat melakukan keterampilan tertentu.
Khususnya dalam perawatan ibu dijabarkan keterampilan yang masing-masing
diharapkan dari unit kesehatan, beserta petugasnya.
(Dari pelbagai sumber/TNP)
28
SAMARITAN
Edisi 3 Tahun 2013
FAKTUAL
DOKTER DALAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL:
KESIAPAN DAN HARAPAN?
dr. Benyamin Sihombing ,MPH
aat mengikuti
d e m o
keprihatinan
t erhadap dr. Ayu
b e b e ra p a wa kt u
lalu, saya agak
tersentak ketika
salah satu yel-yel
yang diteriakkan
orator dan diamini
peserta demo adalah “...tolak BPJS...”. Ini
sepertinya tidak pernah dibicarakan pada
persiapan unjuk rasa yang intinya adalah
ketidak adilan terhadap dr. Ayu yang
dirasakan korps dokter. Mungkin hal itu
muncul spontan karena adanya isu yang
belum tuntas dalam program Jaminan
Kesehatan Nasional. Namun menolak ide
BPJS, yang berarti menolak universal health
coverage menurut saya merupakan langkah
mundur karena menunda perbaikan dari
masalah-masalah kronis yang kita hadapi
selama ini. Direktur Jenderal WHO, Dr
Margareth Chan tegas mengatakan bahwa
health for all hanya dapat dicapai dengan
universal health coverage. Saya hanya
menduga-duga bahwa mungkin teriakan
diatas hanya ekspresi emosional spontan
saja atau ketidak mengertian tentang
maksud dan isi UU SJSN.
S
SJSN, BPJS, JKN apaan tuh?
UU No 24 tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) lahir
dari perintah langsung dari UU No 40 tahun
2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
(SJSN). SJSN adalah sistem bentuk
perlindungan sosial untuk menjamin seluruh
rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan
dasar hidup yang layak dengan berpegang
kepada prinsip: kegotong-royongan, nirlaba,
keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas,
portabilitas, kepesertaan yang wajib, dan
amanat.
Sedangkan BPJS adalah badan hukum
yang dibentuk untuk menyelenggarakan
program jaminan sosial yang meliputi:
program jaminan kesehatan, program
jaminan hari tua, program jaminan
kecelakaan, dan program jaminan kematian.
Penyelenggara program jaminan kesehatan
disebut BPJS kesehatan.
U n t u k m e n j a l a n ka n ke t e n t u a n ketentuan dalam 2 undang-undang di atas,
maka pemerintah menetapkan Peraturan
Presiden No 12 tahun 2013 tentang Jaminan
Kesehatan Nasional, yang berisikan aturan
dan petunjuk yang lebih teknis. Ini
merupakan program bersama Pemerintah
dan masyarakat dengan tujuan memberikan
kepastian jaminan kesehatan yang
menyeluruh bagi setiap rakyat Indonesia
agar penduduk Indonesia dapat hidup sehat,
produktif, dan sejahtera. Prinsipnya yang
sehat membantu yang sakit, dan yang tidak
mampu dibantu oleh yang mampu.
Masyarakat diwajibkan membayar iuaran
dimana sistem pembayarannya: pegawai
negeri sipil (PNS) dan pegawai formal
dipotong dari gaji berdasarkan prosentase;
sedangkan untuk pekerja nonformal, mereka
diwajibkan membayar premi; sedangkan
untuk rakyat miskin akan disubsidi oleh
pemerintah dengan istilah PBI (penerima
bantuan iuran).
Dengan diterapkannya program JKN ini
per 1 Januari 2014, diharapkan tak ada lagi
masyarakat yang terpaksa mengeluarkan
SAMARITAN
Edisi 3 Tahun 2013
29
uang dari dompetnya sendiri ketika ia
membutuhkan pelayanan kesehatan dasar,
baik di puskesmas, klinik danrumah sakit.
Tidak ada lagi rakyat yang “Sadikin”, yakni
sakit sedikit langsung miskin, dimana uang
yang dikumpulkan dari hasil bekerja dan
menabung puluhan tahun, bisa habis dalam
sekejap saat kita sakit.
Siapkah Dokter?
Saat bertemu dengan teman-teman
sejawat yang berasal dari beberapa daerah,
saya menanyakan tentang persiapan dan
kesiapan institusi tempat mereka bekerja.
Menarik mendengar tanggapan mereka.
Sebagian mereka beranggapan bahwa
fasilitas kesehatan belum siap untuk
melaksanakan program JKN ini. Sebagian
merasa bahwa alih alih memperbaiki carutmarut pelayanan kesehatan saat ini,
program ini dianggap akan menimbulkan
masalah baru. Yang patut di sayangkan,
sebagian sejawat malah tidak tahu program
ini dan tidak mengerti apa hubungannya itu
dengan praktek pelayanan medis yang
dilakukannya. Yang terakhir ini memang
tidak terlepas dari lambatnya sosialisasi
tentang JKN ini ke seluruh lapisan
masyarakat, namun sebagian juga karena
kurangnya kesadaran profesi medis untuk
mau tahu informasi “diluar” lingkup
bidangnya.
BPJS merupakan representasi dari
masyarakat/pasien. Bersatunya masyarakat
dalam BPJS adalah bentuk kekuatan baru
dalam menghadapi kekuatan pemilik
fasilitas layanan kesehatan, baik yang
dikelola pemerintah maupun oleh swasta.
Melihat dua kekuatan besar di atas,
sepertinya dokter dan profesional
kesehatan berada pada posisi yang lebih
lemah. Mereka yang selama ini relatif kuat
karena menentukan berbagai hal dalam
30
SAMARITAN
pemberian pelayanan kesehatan, dalam
program JKN menjadi berubah skenarionya.
Ini sebagian terlihat saat penentuan
besaran iuran premi jaminan kesehatan
nasional bagi warga miskin yang besarnya Rp
19.225 perjiwa perbulan, yang tidak
memenuhi harapan para dokter dan dirasa
kurang menghargai profesi dokter. Yang mana
dalam hitungan per kapitasi, dokter nantinya
diperkirakan akan mendapat pendapatan
kurang layak. Padahal saat ini menurut Ketua
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI),
dari 110 ribu anggota IDI, sekitar 70 persen
hidup dalam level tidak sejahtera, yakni hidup
pas-pasan dengan gaji sekitar Rp 1,8 juta
sampai Rp 5 juta per bulan.
Pada saat pasien membayar out of pocket
(membayar sendiri dan langsung) mungkin
membayar jasa dokter dengan murah relatif
masih diterima. Namun saat sistem JKN
sudah diterapkan, persepsi itu semestinya
berubah, dimana urusan bayar membayar
bukan lagi antara dokter dengan pasiennya
tetapi bergeser antara dokter dengan badan
penyelenggara yang dalam hal ini adalah
BPJS. Dalam sistem ini kemampuan
membayar pasien menjadi lebih baik dari
sebelumnya karena BPJS ini adalah menjadi
penanggung risiko untuk biaya kesehatan
seluruh rakyat. Maka mungkin inilah saat
yang tepat dimana diharapkan dokter
khususnya dokter umum mendapatkan jasa
yang layak. Namun melihat kenyataan sampai
saat ini, wacana itu harus terus
diperjuangkan.
Terjadinya peralihan dari sistem fee for
service (dibayar per pelayanan yang diberikan
ke pasien)menjadi kapitasi (membayar
sejumlah tetap per kapita per bulan) untuk
jenjang pelayanan primer dan paket
Indonesian Case Based Groups (INA CBGs)
untuk jenjang pelayanan sekunder dan
tersier, merupakan tantangan baru bagi
Edisi 3 Tahun 2013
provider kesehatan. Provider kesehatan atau
Penyelenggara Pelayanan Kesehatan (PPK)
pun tidak bisa sembarangan lagi, sebab ia
harus bekerja sama dengan BPJS melalui
kontrak disertai dengan persyaratan tertentu
yang harus dipenuhi. Menurut Perpres No 12
tahun 2013, fasilitas kesehatan milik
Pemerintah dan pemerintah daerah yang
memenuhi persyaratan wajib bekerjasama
dengan BPJS Kesehatan; sedangkan fasilitas
kesehatan milik swasta yang memenuhi
persyaratan dapat (tidak wajib) menjalin
kerjasama dengan BPJS Kesehatan. Semua
yang menjadi mitra BPJS harus berstandar
klinik; artinya klinik itu memiliki minimal ada
tiga dokter yang berpraktik selama 24 jam,
juga laboratorium, ada apotek, dimana
semuanya terintegrasi di satu tempat.Ini
dimaksudkan agar pasien mendapatkan
layanan yang komprehensif dan tak perlu
kesana kemari. Syarat kerjasamanya salah
satunya adalah bahwa RS atau klinik tersebut
sudah terakreditasi pelayanannya. PPK akan
ada tiga strata,yakni: PPK I (primer), PPK II
(sekunder) dan PPK III (tersier).
Untuk mendirikan institusi pelayanan
kesehatan setingkat klinik, saat ini sepertinya
tidak sulit perizinannya. Namun yang jadi
masalah adalah investasi di layanan apotik
dan laboratorium yang mungkin nilainya
diatas kemampuan dokter rata-rata. Tidak
semua dokter memiliki modal untuk
membangun klinik sendiri seperti yang
dipersyaratkan pemerintah. Sebagian teman
sejawat berpendapat, walaupun ada SJSN
kesehatan maka dokter akan tetap menjadi
buruh yang sulit sejahtera, entah menjadi
buruh dari dokter lainnya yang punya modal
atau baruh dari pemilik modal non dokter.
Sehubungan dengan mitra BPJS harus
berstandar klinik, kita perlu juga mencermati
Penjelasan pasal 23 dalam UU SJSN, dimana
dinyatakan bahwa yang termasuk fasilitas
kesehatan primer adalah termasuk praktik
dokter, bukan hanya klinik. Sehingga aturan
yang menyatakan bahwa mitra BPJS dalam
layanan primer harus berstandar klinik, bisa
menjadi kritik yang berbuah tuntutan hukum
untuk Pemerintah dan BPJS kesehatan.
Akankah memenuhi harapan?
Dari sisi masyarakat, pertanyaan kritis
yang muncul adalah: “...gratis sih gratis, tapi
apakah layanannya tersedia dan dapat
diakses oleh masyarakat?” Ini terutama
untuk masyarakat yang berada di daerah
terpencil dan geografis sulit. Merujuk
standard WHO, untuk memenuhi pelayanan
yang optimal maka harus tersedia 1 tempat
tidur untuk 1000 penduduk. Jumlah fasilitas
kesehatan primer yang didaftarkan untuk
pelaksanaan program JKN baru sebanyak
15.790 fasilitas kesehatan termasuk 9.412
puskesmas, dimana 3.697 diantaranya rusak.
Sedangkan dari 9.510 puskesmas yang ada,
14,7 persen di antaranya tidak memiliki
dokter dan 16,7 persen tidak memiliki tenaga
kesehatan seperti bidan atau perawat.
Perpres No 12 mewajibkan Pemerintah
dan pemerintah daerah bertanggung jawab
atas ketersediaan fasilitas kesehatan dan
penyelenggaraan pelayanan kesehatan
untuk pelaksanaan program jaminan
kesehatan. Dan saat ini pembangunan
fasilitas pelayanan kesehatan terus dikejar
dan diprioritaskan di daerah-daerah
terpencil untuk, sehingga masyarakat
dijamin mendapat layanan yang
komprehensif. Namun komprehensif yang
dimaksud juga bukan berarti tidak terbatas.
Karena tetap ada batasan, seperti contohnya
kaca mata, alat bantu dengar (hearing aid),
alat bantu gerak (tongkat penyangga, kursi
roda dan korset). Sedangkan layanan yang
tidak dijamin meliputi seperti pelayanan
yang bertujuan kosmetik, general check up,
SAMARITAN
Edisi 3 Tahun 2013
31
pengobatan alternatif, pengobatan untuk
mendapatkan keturunan dan lain-lain.
Masyarakat perlu memahami tentang
batasan layanan-layanan dalam program JKN
agar tidak terjadi kesalah pahaman ketika
menggunakannya kelak.
Sementara untuk memenuhi tenaga
kesehatan yang melayani, Menteri
Kesehatan akan mengisi fasilitas kesehatan
tersebut dengan 3.000 calon PNS dokter
sampai akhir tahun ini. . Ini untuk memenuhi
tenaga kesehatan yang distribusinya tidak
merata. Setidaknya dibutuhkan 40 dokter, 11
dokter gigi, dan 9 dokter spesialis per
100.000 penduduk. Sedangkan untuk
paramedis, 117 perawat dan 75 bidan per
100.000 penduduk.
Diperkirakan pada tahun-tahun pertama
terjadi euforia penduduk ingin merasakan
pelayanan kesehatan baru, dengan
melonjaknya kunjungan ke fasilitas
kesehatan, seperti yang terjadi saat DKI
Jakarta menerapkan Kartu Jakarta Sehat
(KJS). Dan setelah sistem ini berjalan dalam
waktu tertentu, kemungkinan besar akan
banyak penduduk yang tidak menggunakan
jaminan kesehatannya untuk berobat karena
ia berhasil menjaga kesehatan sehingga.
Makin sedikit yang sakit dan makin banyak
dana yang tidak terpakai untuk pelayanan
kuratif yang berimplikasi positif pada
semakin besar potensi dana JKN yang bisa
digunakan kembali untuk mempertinggi
derajat kesehatan masyarakat. Dan sangat
logis bila ini termasuk memberikan insentif
bagi dokter dan tenaga kesehatan di
pelayanan primer yang telah berhasil
menyehatkan penduduk melalui program
promotif dan preventifnya.
Melihat situasi yang ada dan terus
berkembang, saya tidak terlalu muluk
berharap bahwa program JKN akan berjalan
mulus Januari tahun 2014. Akan terjadi
32
SAMARITAN
“tsunami kecil” dalam sistem pelayanan
kesehatan baru ini pada level masyarakat,
penyelenggara Pelayanan kesehatan (PPK)
seprti yang sudah di prediksi oleh berbagai
pihak. Perbaikan-perbaikan dan koreksi
masih terus diperlukan searah perjalanan
waktu agar program ini semakin sempurna
termasuk didalamnya peran penting,
perlindungan hukum dan kesejahteraan
dokter dan tenaga kesehatan lainnya. Untuk
itu dokter harus siap terlibat aktif sebagai
subjek. Karena kesiapan dokter dalam
program JKN kedepan merupakan salah satu
kunci keberhasilan penerapan layanan
kesehatan masyarakat yang komprehensif
untuk mencapai universal health coverage
yang ditargetkan tahun 2019.
dr. Benyamin Sihombing ,MPH
Master of Public Health course , National
University of Singapore ( 2008 -2009)
Saat ini Bekerja di Ditjen Pengendalian
Penyakit Menular & Penyehatan
Lingkungan.
Kemenkes RI & Neglected Propical Diseases
( NTD) Programme, WHO Indonesia
Edisi 3 Tahun 2013
FAKTUAL
K
Kita Butuh Persekutuan
Ns. Karina Juliasna Sinulingga, S.Kep
etika orang lain masih bermalasmalasan di tempat tidur atau
bercengkrama dengan keluarganya di
hari libur yang menyenangkan di rumah, tidak
demikian dengan petugas kesehatan yang
harus stand by di
rumah sakit untuk
pasien-pasien yang
belum dimandikan,
belum diberikan
obat pagi, belum
dipersiapkan untuk
tindakan-tindakan
operasi atau
emergensi, belum
bed making
(perbeden), belum
visite, belum mencatat semua tindakan yang
harus didokumentasikan, dan masih banyak
lagi rentetan tugas yang harus dikerjakan.
Rasanya tidak cukup waktu bersama pasien
seharian di bangsal, belum mendengarkan
keluhan pasien yang satu, pasien yang lain
sudah memanggil untuk membantunya
melakukan sesuatu yang mungkin sangat
remeh tapi tidak sangup untuk dilakukan oleh
mereka. Sehingga sering tidak keluar kata
penolakan dari mulut kita, namun juga tidak
ada senyum yang ikhlas dan bahasa tubuh
yang menunjukkan kita bahagia melakukan
semua tugas itu.
Masih ingatkah kita visi dan motivasi kita
dalam melayani pasien-pasien kita, masih
ingat contoh pelayan yang terbaik yang Tuhan
Yesus berikan. Berbicara mengenai pelayanan
saya tidak pernah lupa mengenai kisah orang
Samaria yang baik hati, saya yakin semua kita
hafal dengan kisah ini. Yang menarik dikisah
itu adalah orang samaria ini tidak mengenal
orang yang ditolongnya itu, namun dia
memberikan pelayanan yang terbaik. Di akhir
cerita apa yang dia dapat, tidak ada selain
uang dan tenaganya yang terkuras.
Akankah kita sama atau lebih dari orang
Samaria itu, ketika melayani pasien-pasien
kita?. Orang Samaria itu sepertinya tidak
sengaja bertemu di jalan dengan orang yang
dirampok itu. Kita setiap hari bertemu
dengan orang yang memang bukan kebetulan
kita bertemu dengan mereka. Mereka datang
karena membutuhkan keahlian kita untuk
kesembuhan mereka, betapa kita punya
peluang yang besar membagikan kasih
Kristus. Namun itu tidak akan terjadi temanteman, bila kita tidak punya hubungan yang
baik dengan Sang Penyembuh Yang Agung.
Ayo cek hidup kita masing-masing. Kita juga
membutuhkan teman-teman yang
menguatkan kita, yang membantu kita untuk
terus bertumbuh dan berbuah banyak. Kita
butuh persekutuan KTB atau PA dengan
teman-teman sekerja lainnya.
Persekutuan Perawat yang ada di Jakarta saat
ini, sudah setahun lebih melakukan KTB
bersama di beberapa RS di Jakarta dan juga
ibadah atau PA bersama sebulan sekali.
Sebagian besar adalah alumni keperawatan
yang sudah dibina di kampus masing-masing
sebelumnya. KTB, PA dan Ibadah ini sangat
bermanfaat untuk mengingatkan kembali visi
dan misi perawat yang Tuhan tempatkan
dengan spesial pada tempat kerja masingmasing. Kami bertumbuh bersama, berbagi
hidup bersama, bukan hanya menambah
pengetahuan tentang bidang keperawatan
dan kerohanian. Tapi lebih lagi memberikan
yang terbaik dalam pelayanan pada pasienpasien.
SAMARITAN
Edisi 3 Tahun 2013
33
Benar, pasien membutuhkan tenaga kesehatan yang kompeten, namun mereka akan lebih
bahagia dan cepat sembuh ketika melihat perawat yang ramah, mudah tersenyum dan
membantu tanpa pamrih bahkan mau berkorban seperti orang Samaria itu. Saya selalu
mengatakan kepada diri saya sendiri: being a servant is a privilege. Tak ada yang lebih berharga
ketika membasuh kaki orang yang tidak dikenal, dan sebagai perawat, kita bahkan
memandikannya. Jangan pernah tukar kebahagian ini dengan mata uang apapun, ini tidak bisa
dibayar dengan upah apapun di dunia ini. Tuhan Yesus bilang “upahmu besar di sorga”. Nah
untuk teman-teman semua, ayo! aktifkan KTB-mu lagi, bertumbuh lagi dan berbuah lebih
banyak lagi untuk kemuliaan-Nya.
Oleh: Ns. Karina Juliasna Sinulingga, S.Kep
Bekerja di International SOS
34
SAMARITAN
Edisi 3 Tahun 2013
Ir. Indrawaty Sitepu, MA
“Dialah yang Membuat
Kami Berhasil!”
Nehemia 2-6
Strategi Menghadapi Tantangan
Dalam Membangun Bangsa
D
ari Nehemia
pasal 2, 4 dan 6
paling tidak ada
tiga tahap yang dapat kita
cermati dan pelajari
bagaimana strategi
Nehemia menghadapi
tantangan
dalam
membangun kembali
tembok Yerusalem. Yakni:
Pertama, tantangan dan strategi sebelum
pembangunan di mulai (tahap persiapan).
Tantangan datang dari kepala daerah
setempat (pasal 2). Kelihatannya Nehemia
sudah mengantisipasinya. Nehemia telah
meminta surat-surat pengantar dari Raja.
Seandainya ia tidak mengantisipasinya, besar
kemungkinan dia tidak akan pernah sampai
ke Yerusalem. Karena surat-suratnya lengkap
dan pasukan berkuda serta bersenjata juga
mengawal dia (2.9), maka para kepala daerah
(Bupati) tidak bisa berbuat apa-apa selain
membiarkan dia lewat. Beberapa kepala
daerah sangat kelihatan tidak menyukainya.
Salah seorang diantaranya ialah Sanbalat,
kepala daerah Samaria. Ketika Sanbalat,
orang Horon dan Tobia, orang Amon pelayan
itu, mendengar hal itu, mereka sangat kesal
karena ada orang yang datang
mengusahakan kesejahteraan orang Israel
(2.9-10). Ketika Sanbalat, orang Horon dan
Tobia orang Amon, pelayan itu dan Gesyem,
orang Arab mendengar itu, mereka
mengolok-olokkan dan menghina. Kata
UNTAIAN
FIRMAN
mereka,”Apa yang kamu lakukan itu, apa
kamu mau berontak terhadap Raja” (2.19).
Sanbalat dan komplotannya sengaja
menyudutkan Nehemia dengan tuduhan
memberontak terhadap Raja. Tapi Nehemia
dengan bijak menjawab, “ Allah semesta
langit, Dialah yang membuat kami berhasil!
Kami hamba-hambaNya, telah siap untuk
membangun.Tetapi kamu tak punya bagian
atau hak dan tidak akan diingat di
Yerusalem!” (2.20). Dalam tahap persiapan
ini, Nehemia mempersiapkan berkas-berkas
keperluan administrasi dengan lengkap juga
diberi bonus ‘pengawal’ oleh Raja serta
jawaban yang tangkas dan cerdas yang keluar
dari pengenalan yang dalam akan Tuhan yang
mengamanatkan tugas pembangunan
tersebut kepadanya.
Kedua , tantangan dan strategi pada masa
berlangsungnya pembangunan (tahap
pembangunan).
Dapat dikata, sejak tahap persiapan,
tantangan terus berlangsung bahkan bertubitubi. Ketika Sanbalat mendengar, bahwa kami
sedang membangun kembali
tembok,angkitlah amarahnya dan ia sangat
sakit hati. Ia mengolok-olok orang Yahudi dan
berkata dihadapan saudara-saudatanya dan
tentara Samaria:” Apa gerangan yang
dilakukan orang-orang Yahudi yang lemah ini,
apakah mereka memperkokoh sesuatu,
a p a ka h m e r e ka h e n d a k m e m b a w a
persembahan, apakah mereka akan selesai
dalam sehari, apakah mereka akan
menghidupkan kembali batu-batu dan
timbunan puing yang sudah terbakar habis
seperti ini ” Juga berkatalah Tobia, orang
SAMARITAN
Edisi 3 Tahun 2013
35
Amon itu, yang ada di dekatnya:” Sekalipun
mereka membangun kembali, kalau seekor
anjing hutan meloncat dan menyentuhnya,
robohlah tembok batu mereka.” (4.1-3),...
ketika Sanbalat dan Tobia serta orang Arab
dan orang Amon dan orang Asdod
mendengar, bahwa pekerjaan perbaikan
tembok Yerusalem maju dan bahwa lobanglobang tembok mulai tertutup, maka sangat
marahlah mereka. Mereka semua
mengadakan persepakatan bersama untuk
memerangi Yerusalem dan mengadakan
kekacauan di sana. (4.7-8). Pada tahap ini
strategi Nehemia dan tim nya; Tetapi kami
berdoa kepada Allah kami dan mengadakan
penjagaan terhadap mereka siang dan malam
(4.9), menempatkan rakyat menurut kaum
keluarganya dengan perlengkapan yang
dibutuhkan yaitu pedang, tombak dan panah
dibagian-bagian yang paling rendah dari
tempat itu, dibelakang tembok, ditempattempat yang terbuka (4.13). Lalu Nehemia
bangun, berdiri dan berkata kepada para
pemuka dan para penguasa dan kepada
orang-orang yang lain: “ Jangan kamu takut
terhadap mereka! Ingatlah kepada Tuhan
ya n g m a h a b e s a r d a n d a syat d a n
berperanglah untuk saudara-saudaramu,
untuk anak-anak lelaki dan anak-anak
perempuanmu, untuk istrimu dan
rumahmu.”(4.15). Juga dilakukan pembagian
tugas dan semua siaga, sebagian melakukan
pekerjaan dan sebagian yang lain memegang
tombak, perisai dan panah dan mengenakan
baju zirah, sedang para pemimpin berdiri
dibelakang segenap kaum Yehuda yang
membangun di tembok. Orang-orang yang
memikul dan mengangkut melakukan
pekerjaannya dengan satu tangan dan
dengan tangan yang lain mereka memegang
senjata. Setiap orang yang membangun
bekerja dengan berikatkan pedang pada
pinggangnya (4.16-18). Ada sangkakala yang
36
SAMARITAN
siap dibunyikan untuk berkumpul sebagai
tanda komando dari Nehemia dan meyakini
bahwa Allah yang berperang bagi umatNya
(4.20). Tetapi itu tidak berarti Nehemia dan
tim berpangku tangan. Nehemia dan tim
bekerja keras melakukan tanggungjawab dan
bagiannya masing-masing,...kami semua
tidak sempat menanggalkan pakainan kami.
Setiap orang memegang senjata dengan
tangan kanan (4.23)
Ketiga, tantangan dan strategi setelah
pembangunan selesai (tahap selesai).
Ketika Sanbalat dan Tobia dan Gesyem,
orang Arab itu dan musuh-musuh kami yang
lain mendengar bahwa aku telah selesai
membangun kembali tembok, sehingga tidak
ada lagi lobang, walaupun sampai waktu itu
di pintu-pintu gerbang belum kupasang
pintunya, maka Sanbalat dan Gesyem
mengutus orang beberapa kali kepadaku
dengan pesan untuk mengadakan pertemuan
b e r s a m a . Te t a p i m e r e k a b e r n i a t
mencelakakan aku (6.1-2). Ada lagi surat
terbuka dengan tuduhan-tuduhan yang
berupa fitnah terhadapku (6.5-6). Juga
berupa ancaman-ancaman untuk
mengintimidasi serta membusukkan namaku
di depan umum (6.10-13). Strategi Nehemia
dalam tahap ini, tidak memenuhi undangan
licik Sanbalat dan Gesyem, tidak memberi
ruang untuk mundur dan takut melainkan
tetap fokus dan berusaha sekuat tenaga pada
penyempurnaan penyelesaian
pembangunan (6.9) dan menyerahkan Tobia
dan Sanbalat serta nabiah Noaja dan nabinabi lain yang menakut-nakuti Nehemia
kepada Allah.
Maka selesailah tembok itu pada tanggal
dua puluh lima bulan Elul dalam waktu lima
puluh dua hari. Ketika semua musuh kami
mendengar hal itu, takutlah semua bangsa
sekeliling kami. Mereka sangat
Edisi 3 Tahun 2013
kehilangan muka dan menjadi sadar, bahwa pekerjaan itu dilaksanakan dengan bantuan Allah
kami.
Dalam setiap tahap pembangunan, ada tantangan tersendiri, dan ada strategi yang harus
dilakukan Nehemia. Mulai dari tahap persiapan, pelaksanaan dan penyelesaian pembanguan
tersebut yaitu berdoa, menyerahkannya kepada Tuhan. Demikian juga kiranya kita. Dalam
setiap tahap perjuangan kita dalam rangka ikut ambil bagian dalam membangun bangsa ini.
Pasti ada berbagai strategi yang perlu kita lakukan. Tetapi di dalam semua itu ada hal yang
akan selalu sama dan selalu ada yaitu mendoakannya, menyerahkannya kepada Tuhan
sehingga berhasil dan orang-orang akan melihat bahwa pekerjaan yang kita lakukan tersebut
dilaksanakan dengan bantuan Allah kita. Terpujilah Tuhan.
Ir. Indrawaty Sitepu, MA
Pengurus Harian Nasional Perkantas dan
Koordinator Divisi Medis & Alumni.
SAMARITAN
Edisi 3 Tahun 2013
37
DARI SUKU
KE SUKU
Suku Asilulu
Memancing Sendiri
O
rang-orang Asilulu tinggal di pulau
Ambon, tepatnya di pedesaan
Asilulu dan Ureng, di wilayah Leihitu,
kabupaten Maluku Tengah, provinsi
Maluku. Pada tahun 1999, sebagian wilayah
Provinsi Maluku dimekarkan menjadi
Provinsi Maluku Utara. Daerah Asilulu dapat
dijangkau baik dengan transportasi darat
maupun laut. Transportasi umum ke kota
Ambon tersedia beberapa kali sehari.
Pulau Maluku, yang menurut sejarah
disebut "Kepulauan Rempah-Rempah",
merupakan rangkaian dari lebih dari seribu
pulau yang tersebar di bagian timur
Indonesia. Kepulauan ini meliputi sebagian
besar pulau antara Sulawesi dan Papua
Nugini serta antara Timor dan Filipina.
Bahasa Asilulu merupakan salah satu
bahasa asli kepulauan Ambon. Bahasa ini
dipakai oleh orang-orang yang tinggal di
pesisir barat. Orang-orang di pedesaan Negri
Lima berbicara dengan bahasa yang mirip,
namun bahasa mereka berbeda dan
terkadang dikenal dengan istilah Henalima.
Menurut sejarah, Bahasa Asilulu
merupakan bahasa perdagangan untuk
wilayah ini. Bahkan saat ini, tidak
mengherankan jika bertemu orang yang
berasal dari pulau di sekitar daerah itu,
seperti Seram, yang dapat berbicara dalam
bahasa Asilulu.
Berdoa kepada Tuhan
Menangkap ikan merupakan mata
pencaharian utama bagi orang-orang Asilulu.
Karena padi jarang tumbuh di daerah
tersebut, hasil pertanian mereka biasanya
berupa cengkeh dan pala. Para nelayan tidak
mengetahui ritual-ritual tradisional khusus,
38
SAMARITAN
walaupun komunitas mereka biasanya
mendasari semua aktivitas dan pekerjaan
dalam doa menurut pengakuan atau
kepercayaan setiap individu.
Sebelum pergi melaut, para nelayan
berdoa kepada Tuhan untuk meminta berkat
dan perlindungan. Ikan hasil tangkapan
dipakai untuk memenuhi kebutuhan mereka
sehari-hari dan selebihnya dijual. Beberapa
jenis ikan yang biasa ditangkap seperti
cakalang, tenggiri, momar, silapa, lalosi, dan
kawalinya.
Dari desa Luhu, Iha-Kulur, dan Asilulu,
kebanyakan ikan hasil tangkapan mereka
dijual ke Hitu dan Ambon. Para nelayan
menggunakan berbagai macam metode
untuk menangkap ikan, seperti jaring
(rorahi), menebarkan jala, dan perangkap
ikan dari rotan. Ketika mereka melaut
menggunakan jala atau jaring (pukat, mereka
dapat melakukannya dengan berkelompok.
Pemimpin kelompok itu disebut "tanase",
sementara pengikut-pengikutnya disebut
Edisi 3 Tahun 2013
“masnait". Mereka dapat menangkap momar, kawalinya, make, julung-julung dan tuing-tuing
(ikan terbang) dengan jala atau perangkap ikan. Orang Asilulu memancing sendiri jika
menggunakan perangap ikan dari rotan. Ikan batu-batu biasanya ditangkap dengan teknik
memancing yang satu ini.
Melebur
Sebagai orang Muslim, mereka percaya bahwa mereka akan dihakimi berdasarkan
pengetahuan mereka tentang Al-quran serta apa yang mereka perbuat dalam kehidupan
mereka. Orang-orang Asilulu telah melebur agama Islam ke dalam praktik kepercayaan
tradisional setempat. Mereka mencampuradukkan praktik-praktik kebudayaan tradisional
dengan pengajaran-pengajaran Islam ke dalam berbagai acara mereka, seperti pernikahan,
sunatan, upacara kerajaan, dan pembangunan masjid.
Transportasi
Untuk memasarkan hasil produksi mereka ke perkotaan Ambon dan Hitu, orang-orang
Asilulu memerlukan transportasi yang nyaman. Transportasi yang memuaskan ini akan
menjaga ikan tetap segar ketika sampai ke kota. Saat ini, infrastruktur transportasi sangatlah
terbatas.
Sampai saat ini, para pengadu domba dari luar seringkali memicu lingkaran kekerasan yang
berbahaya dan pembalasan dendam di antara kelompok Ambon. Pulau yang terpisah-pisah ini
membutuhkan kedamaian, peraturan, dan pemulihan.
Sumber: Profil Suku-Suku yang Terabaikan-PJRN/*tnp.
SAMARITAN
Edisi 3 Tahun 2013
39
as
Menjadi Sinterkl
ko
Risime
di mal. Tapi
nikmati menjadi Sinterklas kesulitan
Aku
mengalami gkuanku.
tua seringdud
para orang
uk di pan rang
k-anaknyaaku
meminta ana
uk, seo
kali-kali mau buj
Setelah ber
aku pangku.
gadis kecil akhirnya
inkan di Hari Natal
“Apa yang paling kamu ing
ini?” tanyaku.
Dia berteriak, “Turun!”
HUMORIA
Seorang wanita harus
an
saat sedang berada di melahirk
dalam lift
rumah sakit tempatku bekerja
.
”Tenang saja, Ibu”, Hibur rekanku
sesama perawat kepada calon ibu
yang kesakitan. “
Tahun lalu, kudengar ada
wanita yang
harus melahirkan di halaman
depan
rumah sakit kami.”
Pasien itu tambah keras berteriak,
“Itu juga aku!””
Melahirkan Dadakan
Salah Pemahaman
Seorang prajurit muda masuk rumah sakit
militer tempat aku bekerja. Perawat yang
memeriksanya memberi tahu, Jangan
khawatir. Kamu akan segera sembuh. Kami
akan memberikan plasma kepada kamu.”
“ ”Bagus”, jawabnya. “Saya tidak suka
melihat TV model lama itu.””
Sumber: www.readersdigest.co.id/*tnp
40
SAMARITAN
Edisi 3 Tahun 2013
INFO
Kamp Medis Nasional
Mahasiswa XIX
Tema
: “Jadilah Otentik, Tangguh, &
Misioner bagi bangsamu”
Tanggal
: 12-17 Agustus 2014
Lokasi
: Bitdec, Tanah Lot, Bali
Uraian Tema :
T
ema ini disarikan dari Kitab II Timotius,
dimana dalam pesan Rasul Paulus kepada
Timotius, diingatkan untuk memiliki iman
yang tulus ikhlas seperti yang dimiliki oleh neneknya,
Lois, dan ibunya, Eunike (II Tim. 1:5). Pada bagian
berikut, Rasul Paulus mendorong Timotius untuk kuat
dalam kasih karunia (II Tim. 2:1), dalam menghadapi
berbagai penderitaan, ajaran sesat, dan tantangan
jaman. Di akhir dari suratnya (II Tim. 4), Rasul Paulus
meneguhkan Timotius untuk memenuhi panggilan
pelayanannya.
Tema ini sangat relevan dengan kondisi yang kita
hadapi saat ini dimana tidak sedikit mahasiswa
Kristen yang terlibat dalam program pembinaan di persekutuan hanya memandangnya
sebatas aktivitas belaka, tanpa sungguh-sungguh berjuang untuk menghidupinya,
sehingga mereka tidak bertumbuh dalam pengenalan yang semakin dalam akan Tuhan.
Tidaklah mengherankan jika banyak yang akhirnya undur saat menghadapi banyak
tantangan dan kesulitan hidup, dan bahkan ada yang berpaling dari iman kepada
Kristus. Hal ini sangatlah ironis ketika menyadari bahwa saat ini rakyat Indonesia
justru sangat membutuhkan sosok pemimpinyang berintegritas dan memiliki
semangat juang tinggi, serta berani menegakkan kebenaran di tengah hiruk pikuk
korupsi dan penyimpangan yang semakin marak terjadi.
Kiranya melalui Kamp Medis Nasional XIX, para mahasiswa medis Kristen
Indonesia diingatkan, diperlengkapi, dan diteguhkan untuk terus bertumbuh menjadi
teladan hidup yang otentik, tangguh dalam segala keadaan, dan senantiasa berjiwa
missioner bagi bangsa.
Dr. Lineus Hewis , Sp.A
(Panitia Pengarah KMdN XIX)
SAMARITAN
Edisi 3 Tahun 2013
41
ANEKA
Merayakan Natal
"Semoga, Natal tahun ini nggak ada bom,"
begitu teman saya menulis "statusnya" di
fesbuk.
aya jadi kepikiran. Ada atau tidak ada
bom, Natal di Indonesia dalam
beberapa tahun belakangan tidak
mungkin berjalan wajar. Apalagi di daerahdaerah dilanda konflik. Bagaimana mungkin
bila tempat-tempat ibadah dijaga lebih ketat
oleh puluhan polisi?
Bandingkan semua itu dengan suasana
Natal di Amerika Serikat atau Australia. Kata
teman saya, di sana kesunyian dan
keheningan Natal mencapai puncaknya di
pusat kota dan ruang publik. Kebanyakan
toko dan kantor tutup berhari-hari. Jalanjalan lengang. Penduduk setempat
berhimpun bersama keluarga, berbagi
hadiah dalam tawa, di sekitar jamuan makan
dan minum lebih istimewa dari sehari-hari.
Semua ini tidak selalu disertai penghayatan
keagamaan.
Natal yang dijaga pasukan keamanan di
I n d o n e s i a d a l a m b e b e ra p a t a h u n
belakangan juga bisa dibandingkan dengan
Natal yang diperdagangkan secara meriah di
pusat kota Singapura. Konon, di negeri yang
mayoritasnya bukan Nasrani itulah Natal
dirayakan dalam masa terpanjang di dunia.
Tapi ini bukan perayaan keagamaan. Di sana
Natal menjadi sebuah alasan untuk jalanjalan di pusat pertokoan, industri wisata,
atau mengobral nafsu belanja habis-habisan.
Ses u n g g u h nya ka u m Na s ra n i d i
Indonesia tidak perlu terlalu berkecil hati
dengan semua itu. Ancaman rasa aman
justru merupakan suasana yang paling pas
dan cocok untuk Natal. Bukankah bayi Yesus
dilahirkan dalam suasana penuh tekanan
S
42
SAMARITAN
dan ancaman demikian? Jauh dari gemerlap
suasana pesta kekeluargaan seperti di negeri
Barat atau pesta belanja seperti di
Singapura.
Kisah kelahiran Yesus merupakan kisah
pembuangan, pelarian dan pengungsian
yang dialami Maria, serta penolakan
terhadap kelahiran itu di mana-mana. Kisah
Natal adalah kisah kelahiran seorang bayi
kudus di sebuah kandang binatang yang
kotor dan bau.
Perayaan Natal di bulan Desember
bersalju merupakan cara orang di Eropa
B a rat m e raya ka n ke l a h i ra n Ye s u s .
Penggunaan pohon Natal konon dimulai di
Jerman abad ke-18, kemudian disebarkan
kaum perantau Jerman di Inggris dan
Amerika. Tradisi merayakan Natal di bulan
Desember baru dimulai sekitar tahun 220.
Sebelumnya lebih banyak orang di Timur
Tengah yang percaya Yesus dilahirkan dan
kemudian wafat pada tanggal yang sama: 25
Maret. Orang-orang Eropa itu tentunya tidak
membayangkan tradisi mereka akan diikuti
secara mendunia pada hari-hari ini.
Tidak ada keharusan merayakan Natal di
negeri tropis Asia dengan pohon Natal atau
pohon apa pun. Apalagi pakai kapas sebagai
salju-saljuan. Bahkan tidak ada keharusan
merayakannya pada tanggal 25 Desember.
Apalagi dengan pesta foya belanja ala Natal
di Singapura. Tidak juga harus menggantikan
semua itu dengan kerudung Timur Tengah
ala Maria, ibunda Yesus, atau jenggot Timur
Te n ga h a l a Yu s u f, ata u S i nte r k l a s
bertampang indo.
Sesungguhnya yang lebih mirip dengan
suasana asli kelahiran Yesus justru acara
Natal di daerah-daerah di tanah air yang di-
Edisi 3 Tahun 2013
ANEKA
landa konflik, penindasan, dan penderitaan. Mirip dengan aslinya karena suasana penuh
ancaman bahaya itu menjadi latar belakang yang hadir apa adanya. Bukan barang dekorasi
yang dibeli di toko dan dipasang seperti halnya hiasan di sekitar pohon Natal.
Barangkali makna Natal beberapa tahun belakangan ini lebih mudah dihayati oleh mereka
yang jauh dari pohon Natal, hadiah terbungkus kertas berwarna-warni Natal, dan pesta.
Mereka yang habis-habisan dilecehkan, dizalimi, dihina. Mereka yang terpaksa mengungsi ke
kandang binatang, karena tidak pernah punya rumah, karena perang saudara, atau
kampungnya terbenam lumpur.
Kaum Nasrani yang nasibnya lebih mujur masih punya pilihan merayakan Natal tanpa
harus ikutan-ikutan menderita dan terjun bebas masuk daerah perang atau danau lumpur.
Mereka bisa meniru kecerdasan orang-orang Barat di Eropa tanpa pohon Natal, tetapi dengan
mempribumikan Natal seperti yang dilakukan orang-orang Eropa ratusan tahun lalu.
Kalaupun kehadiran sebatang pohon dianggap perlu dalam perayaan Natal, kita bisa
mencari pohon yang lebih akrab. Jelas bukan beringin yang sudah telanjur dijadikan lambang
kekuasaan banyak negara dan kerajaan. Mungkin pohon pisang lebih pas untuk Natal karena
sangat merakyat di seluruh Nusantara bahkan Asia.
Pohon pisang itu tidak perlu dihiasi dengan bola keemasan dan gemerlap lampu, tetapi
dengan rekam medis pasien, resep obat pasien yang perlu kita bayar, atau brosur tawaran
wisata. :) Selamat merayakan Natal.
*/tnp
SAMARITAN
Edisi 3 Tahun 2013
43
ANTAR KITA
“Jangan Takut, Sebab AKU Besertamu”
dr. Lusiana Batubara
S
etelah melewati hari yang begitu melelahkan, dikelilingi dengan banyak orang yang tidak
berhenti meminta pertolongan, Yesus naik ke dalam perahu dan mengajak murid-muridnya
bertolak ke seberang. Danau Galilea, tempat dimana perahu mereka berlayar, adalah
danau yang seringkali sulit ditebak. Danau ini terlihat sangat teduh, namun bila udara dingin
berhembus diantara pegunungan yang mengelilingi danau ini bertemu dengan udara panas diatas
permukaan air, maka badai besarpun dapat terjadi tanpa diduga-duga. Dan diantara banyak waktu
yang lainnya, dari ketujuh hari dalam satu minggu dan duapuluh empat jam dalam satu hari, badai
itu datang disore itu, diwaktu itu, pada detik itu, pada saat mereka tengah mencoba untuk
membaringkan diri dan beristirahat. Angin bertiup dengan sangat dahsyat, menciptakan ombak
yang mengombang-ambingkan perahu kecil mereka dan membawa air masuk ke dalam perahu
itu. Badai yang datang sore itu tampaknya sangat besar, sehingga murid-murid yang sudah sering
berlayar diatas danau itu sebagai seorang nelayan tampak begitu panik, mereka sangat ketakutan
dan membangunkan guru mereka yang pada saat badai itu terjadi sedang tertidur di buritan kapal.
Didalam ketakutan mereka, murid-murid membangunkan Yesus dan mempertanyakan
kepedulianNya terhadap keselamatan mereka. Seolah hendak meminta pertanggung jawaban
kepada Dia yang telah membawa mereka berlayar diatas danau itu.
Dalam perjalanan kita mengikut Yesus, ada kalanya Ia membawa kita ke suatu tempat yang
tidak terduga. Diantara jutaan manusia yang hidup di bumi ini, pada waktu ini, mungkin kitalah
yang dipilih untuk berada di atas danau itu dan merasakan terjangan ombak yang
menghempaskan perahu tempat satu-satunya kita dapat merasa aman. Badai itu datang tiba-tiba,
kita mungkin tidak akan mengira bahwa ia akan datang menghampiri kita dalam sebuah
perjalanan yang tampaknya baik-baik saja. Dari bagian firman ini kita belajar, bahwa Yesus
mungkin akan membawa kita ke tempat-tempat yang menakutkan, ke tempat yang akan
membuat kita gentar dan ketakutan. Tapi, ingatlah selalu bahwa kita sedang ada dalam satu
perahu bersama-Nya, kita tidak sedang berlayar seorang diri, Ia ada dan senantiasa menyertai
kita. Didalam badai itulah kita bisa memahami seberapa besar iman yang kita miliki kepada-Nya,
seberapa besarkah kita mempercayakan hidup kita kepada-Nya, dan seberapa besarkah
penyerahan kita kepada-Nya. Ia tahu, Ia mengerti, dan Ia berkuasa meredakan badai itu untuk kita
dan kita akan melihat, kuasa-Nya, kasih-Nya, dinyatakan bagi kita. Badai itu datang bukan untuk
mencelakai kita, tetapi untuk menolong kita belajar percaya dan bergantung penuh kepada-Nya.
Do not fear, for I have redeemed you;
I have summoned you by name; you are mine.
When you pass through the waters,
I will be with you;
and when you pass through the rivers,
they will not sweep over you.
When you walk through the fire,
you will not be burned;
the flames will not set you ablaze.
Isaiah 43: 2
44
SAMARITAN
Edisi 3 Tahun 2013
ANTAR KITA
KESAKSIAN
Keputusan TUHANlah
Yang Terlaksana
dr. Verury Verona Handayani
I want to serve the purpose of God
in my generation
I want to serve the purpose of God
while I’m alive
I want to give my life
for something that will last forever
Oh, I delight, I delight to do Your will
What is on Your heart, show me what to
do
Let me know Your will and I will follow You
What is on Your heart, show me what to
do
Let me know Your will and I will follow You
L
agu di atas terdengar familiar di
telinga kita saat mengikuti Kamp
Medis. Tumbuh di persekutuan
mahasiswa dan mengikuti berbagai kamp
medis mahasiswa dan alumni dari tahun ke
tahun tidak lantas membuat saya mudah
mengetahui dan menjalani panggilan Tuhan
dalam hidup saya. Seperti juga banyak alumni
lain ketika lulus, saat itu saya juga bingung
menentukan pilihan. Semakin banyak pilihan,
maka semakin banyak pertimbangan yang
harus dipikirkan. Tetapi nilai-nilai yang saya
dapatkan dari persekutuan mahasiswa dan
dari kamp medis yang saya ikuti menolong
saya dalam menentukan pilihan untuk
menjalani panggilan.
Mengikuti Kamp Medis Nasional Alumni
pada Juli 2012, Tuhan menaruhkan beban di
hati saya untuk pergi ke RS misi. Tetapi, RS misi
yang mana? Syukur kepada Tuhan bahwa Dia
m e nye d i a ka n b e b e ra p a o ra n g ya n g
menginspirasi saya. Mereka sudah terlebih
dahulu pergi, melayani, dan menggarami
sebuah RS misi di Sumatera Utara, di RS HKBP
Balige. Mereka
membagikan pengalaman
mereka di sana dalam
mengerjakan pelayannya
serta kondisi RS misi yang
memang membutuhkan
tenaga dokter. Pulang dari
kamp, beban di hati saya
besar untuk juga ikut
melayani di sana.
Lulus dokter pada
Oktober 2012 dari
Universitas Diponegoro
Semarang, saya kembali ke rumah saya di
Jakarta dan kembali berkumpul dengan
keluarga. Saat itu, begitu banyak pilihan di
depan mata. Sambil menunggu keluarnya STR
untuk boleh berpraktik, saya menggumulkan
rencana saya saat itu. Saya mengutarakan
keinginan saya untuk melayani di RS HKBP
Balige kepada kedua orang tua, namun orang
tua tidak terlalu mendukung keinginan saya
saat itu. Satu yang pasti di hati saya, saya ingin
bekerja di rumah sakit. Panggilan itu begitu
kuat, tetapi karena orang tua keberatan saya
melayani di RS misi tersebut, maka saya pun
mencari pekerjaan di beberapa RS swasta di
Jakarta. Saya menghormati keinginan orang
tua saya sambil mengimani, mungkin
memang belum saatnya saya pergi ke RS misi,
pasti ada saatnya nanti.
Bekerja di sebuah RS swasta di Jakarta,
saya banyak dibukakan mengenai berbagai
hal. RS swasta pada umumnya berorientasi
pada keuntungan. Hal ini harus dilakukan oleh
RS swasta demi menjaga kelangsungan
hidupnya. Mereka harus membiayai
pegawainya, mulai dari cleaning service sampai
direktur, walaupun terkadang saya melihat
SAMARITAN
Edisi 3 Tahun 2013
45
beberapa hal yang bertentangan dengan hati
nurani saya. Hal ini terjadi karena memang
sistem kesehatan di Indonesia belum ideal bagi
semua pihak. Saya belajar bagaimana
menghadapi pasien dengan kesabaran yang
tinggi, bekerja sama dengan perawat dan
teman sejawat dokter umum maupun
spesialis. Selama bekerja di RS swasta tersebut,
kesejahteraan saya secara finansial sangat
terpenuhi, dekat dengan keluarga, di kota
besar Jakarta dengan fasilitas pengembangan
ilmu pengetahuan yang begitu cepat. Boleh
dikata, saat itu saya berada di zona nyaman
saya. Tetapi, betulkah saya merasa bersukacita
menjalani semua itu? Ternyata tidak, ada
sebuah kekosongan dalam hati saya. Saya
menjalani rutinitas, tetapi hati saya merasa
tempat saya bukan disini, dan memang hati
tidak dapat diingkari.
“All other standards of success – wealth,
power, position, knowledge, friendships –
grow tiny and hollow if we don’t satisfy with
this deeper longing (calling).” – Os Guinnes,
“Rising to the Call”
Sebagai orang percaya, saya yakin dalam hati
kita Tuhan telah memberikan Roh-Nya, dan
Roh itu yang terus-menerus mengajari kita,
juga dalam menemukan panggilan dan
menjalaninya. Saya pikir saat itu, saya sudah
menetapkan pilihan saya. Saya akan berkarir di
RS tersebut, zona yang sangat nyaman,
beberapa tahun setelah itu saya akan
melanjutkan ke PPDS, dan seterusnya dan
seterusnya. Kitab Amsal berkata, “Hati
manusia memikir-mikirkan jalannya, tetapi
Tuhanlah yang menentukan arah langkahnya.”
(Amsal 16:9) “Banyaklah rancangan di hati
manusia, tetapi keputusan Tuhanlah yang
terlaksana.” (Amsal 19:21). Beban di hati saya
untuk pergi ke RS misi tidak pernah
dihilangkan-Nya, bahkan saat saya sudah
berada di zona nyaman saya, hati saya Dia buat
tidak nyaman. Saya kembali menggumulkan
beban saya ke RS misi dan Puji Tuhan, kali ini
orang tua saya melunak. Bahkan ibu saya kali
ini mendukung rencana saya.
46
SAMARITAN
Keluar dari RS swasta tempat saya bekerja,
bukanlah hal yang mudah. Menghadapi
tantangan dari manajemen RS, Tuhan betulbetul mengajari saya untuk tidak
mengandalkan pikiran saya sendiri. Banyak
orang bertanya-tanya tentang keputusan saya,
apakah yang saya cari di RS misi? Beberapa
orang terdekat saya kaget dengan keputusan
saya tersebut. Apa yang saya cari? Secara
finansial pasti berbeda dari RS saya
sebelumnya, saya akan kembali jauh dari
keluarga, dan fasilitas pengembangan ilmu
pengetahuan pasti tidak secepat di kota besar.
Tetapi anehnya, hati saya merasa nyaman.
Kontras dengan keputusan untuk keluar dari
zona nyaman, hati saya merasa nyaman.
Walupun saya tahu akan banyak tantangan di
RS misi yang akan saya datangi, saya tahu
Tu h a n a k a n m e n g u a t k a n s ay a . D i a
menunjukkan beberapa konfirmasi-Nya yang
membuat saya semakin yakin bahwa saya telah
memutuskan hal yang tepat.
Januari 2014, saya akan memulai lembaran
baru di tahun yang baru. Saya yakin Tuhan
tidak pernah salah, dan jalan hidup saya sudah
diatur oleh-Nya. Tidak kebetulan saya harus
melalui ini semua, butuh waktu satu tahun bagi
saya dari sejak lulus sampai akhirnya
memutuskan untuk berangkat ke RS misi.
Mungkin memang saya harus melalui ini
semua dulu, setelah itu barulah Dia mengutus
saya ke RS misi. Tidak ada yang Dia sia-siakan,
suatu saat saya akan mengetahui bahwa apa
yang telah saya lalui dulu akan berguna bagi
pelayanan saya selanjutnya. Dia yang telah
memperlengkapi saya, akan terus menolong
s aya m e l a ku ka n p a n g g i l a n - N ya d a n
menggenapi rencana-Nya dalam hidup saya.
Selamat mengikuti Kamp Medis Nasional
Alumni X di Tahun 2014 dan mendapatkan
berkat khusus dari Tuhan bagi setiap pribadi.
Tuhan memberkati.
Edisi 3 Tahun 2013
dr. Verury Verona Handayani
RS HKBP Balige, Sumatera Utara
Mission Hospital Interest Group
(MHIG)
P
ada 7 Juli 2012 di Kamp Medis
Nasional Alumni Perkantas
berkumpul sekitar 30 orang yang
memiliki minat terhadap pelayanan RS Misi.
Kami berasal dari latar belakang yang
berbeda, ada yang bekerja di kota, desa,
maupun pedalaman, ada yang bekerja
sebagai dokter umum, dokter gigi, maupun
dokter spesialis. Namun, saat itu kami
dipersatukan oleh minat yang sama terhadap
pelayanan RS Misi sehingga dibentuklah
sebuah wadah yang disebut sebagai Mission
Hospital Interest Group (MHIG).
MHIG Merupakan Interest Group nonprofit yang independen dan interdenominasi.
Interest group atau grup minat ini membahas
secara khusus berbagai hal yang terkait
dengan rumah sakit misi, seperti kondisi
terkini RS Misi di berbagai daerah, pokokpokok doa mingguan, berbagi pengalaman
pelayanan dari rekan-rekan yang bekerja di
berbagai RS Misi di Indonesia.
Bentuk komunikasi yang paling aktif
dilakukan dalam MHIG adalah melalui mailing
list. Pada awalnya MHIG tidak memiliki
bentuk pelayanan yang tetap karena anggota
mailing list MHIG tersebar di berbagai
penjuru Indonesia. Namun, seiring dengan
perjalanannya saat ini MHIG memiliki
beberapa kegiatan yang terpola di antaranya
pokok doa mingguan, presentasi pelayanan
ke kampus atau gereja, dan pertemuan
bulanan. Selain itu, MHIG juga kerap
membagikan informasi dari RS yang sedang
menghadapi masalah atau adanya kebutuhan
tertentu.
Latar belakang MHIG dimulai dari fakta
saat ini terdapat 56 Balai Pengobatan dan 70
RS Kristen yang tercatat di Pelkesi
INFO
(www.pelkesi.or.id), tetapi tidak semua RS
tersebut bermisi, tidak semua menjalankan
perannya sebagai rumah sakit kristen yang
mencerminkan Kristus pada setiap orang
yang hadir di rumah sakit tersebut. Sebuah
hal yang menarik bahwa sebenarnya banyak
Individu/Organisasi yang memiliki kerinduan
untuk bermisi melalui diri/dana bahkan ingin
mendirikan RS, sementara di pihak lain RS
Misi yang tersisa di Indonesia berada dalam
keadaan krisis dan tidak dikenal oleh orang
banyak. Kondisi tersebut menunjukkan
bahwa banyak individu/organisasi yang
seharusnya bisa melayani jiwa-jiwa lewat RS
Misi yang membutuhkan. MHIG lahir dari
kerinduan adanya jejaring yang
menghubungkan RS Misi dengan Pusat
Sumber Daya
Beberapa masalah yang umumnya
dialami oleh RS Misi adalah lokasi yang
terisolir secara geografis dan komunikasi,
kurangnya sumber daya manusia (medis, dan
non-medis), dan kurangnya sumber daya
penunjang (infrastruktur, perawatan alatalat, pengembangan). Permasalahan
tersebut umumnya muncul karena kondisi RS
yang umumnya berada di daerah dengan
akses yang sulit, kurangnya tunjangan
kesejahteraan bagi karyawan, sistem
manajemen yang kurang baik, dan banyaknya
tantangan yang dihadapi oleh RS Misi.
Dengan adanya berbagai permasalahan
tersebut, maka jenis bantuan yang dapat
diberikan untuk RS Misi di antaranya adalah
doa, bantuan sumber daya manusia, dan
bantuan sumber daya penunjang. Doa
merupakan hal penting yang dapat dilakukan
oleh siapapun, kapanpun, dan di manapun.
Pokok doa secara rutin dibagikan setiap
SAMARITAN
Edisi 3 Tahun 2013
47
minggunya dalam mailing list MHIG.
Kebutuhan sumber daya manusia di RS Misi
dapat terbantu dengan adanya jejaring
dengan pusat sumber daya manusia seperti
persekutuan mahasiswa, sedangkan sumber
daya penunjang dapat terbuka kesempatan
kerjasama bila ada jejaring dengan donatur
baik dari individu, gereja, maupun lembaga
pelayanan lainnya.
MHIG memiliki visi untuk menjadi pusat
pembentukan jejaring RS Misi di Indonesia.
Untuk mencapai hal tersebut, MHIG
berusaha untuk membangun jejaring antar RS
Misi, Persekutuan Mahasiswa, Gereja,
Lembaga Misi, dan Instansi maupun Individu
yang memiliki kesamaan visi.
Dalam pelaksanaannya MHIG berusaha
untuk menghimpun dan membagikan
informasi mengenai pelayanan RS Misi,
khususnya yang teratur dilakukan melalui
pokok doa mingguan. Rencana MHIG
selanjutnya yang saat ini sedang didoakan
adalah melakukan kunjungan dan
pengumpulan informasi dari beberapa RS
Misi yang ada.
Pertemuan bulanan MHIG saat ini rutin
diadakan di berbagai tempat di Jakarta karena
sebagian besar anggota yang aktif melayani di
MHIG berdomisili di Jakarta. Pertemuan
bulanan ini selain bertujuan untuk saling
mengenal dan berdiskusi mengenai MHIG,
juga bertujuan untuk berbagi ke temanteman yang baru mendengar mengenai
MHIG. Pertemuan bulanan umumnya
diadakan di dekat kampus yang memiliki
Persekutuan Mahasiswa.
MHIG juga terlibat dalam berbagai acara
yang memberikan kesempatan untuk berbagi
mengenai pelayanan RS Misi seperti pada
acara kamp, persekutuan mahasiswa,
undangan dari gereja, dan berbagai bentuk
acara lainnya. Hal ini juga dipandang sebagai
momentum yang baik untuk membagikan
48
SAMARITAN
pelayanan RS Misi kepada lebih banyak orang,
tidak terbatas pada dokter dan tenaga medis,
tetapi juga pada profesi lain karena pelayanan
RS Misi melibatkan berbagai profesi selain
medis.
Beberapa RS Misi yang aktif
berkomunikasi dengan MHIG hingga saat ini
di antaranya adalah RSU Bethesda Serukam,
RS HKBP Balige, RSK Tayu, RS Immanuel Mulia,
Klinik Hohidiai, RSK Lindi Mara. Selain itu, ada
beberapa RS Misi yang terdata dalam MHIG,
tetapi belum terhubung dengan baik
sehingga MHIG berencana untuk melakukan
kunjungan dan menjalin komunikasi dengan
RS-RS tersebut.
Saat ini jumlah anggota mailing list MHIG
telah mencapai 70 orang. Bagi rekan-rekan
yang ingin bergabung dapat mengirimkan
email berisi identitas dan perkenalan ke
[email protected]. Atau
m e n d a f t a r m e l a l u i w e b
groups.yahoo.com/group/mhig/join
Selain mailing list MHIG saat ini juga
sedang mengembangkan penyebaran
informasi melalui media sosial lain seperti
Twitter @RSMisi dan Facebook Fan Page
www.facebook.com/mhigindonesia.
Edisi 3 Tahun 2013
Fushen, Koordinator MHIG 2012-2013
Jelang JKN, Dokter Diminta
Tak Cemaskan Besaran Gaji
P
ara petugas kesehatan seperti dokter
dan perawat diharapkan tidak perlu
mengkhawatirkan masalah gaji dan
intensif pada pelaksanaan Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) pada Januari 2014
mendatang.
"Dokter tidak perlu khawatir. Gaji dan
intensif akan dibayar sesuai porsinya, baik
yang di rumah sakit maupun puskesmas,"
kata Kepala Pusat Pembiayaan Jaminan
Kesehatan, Usman Sumantri dalam suatu
kesempatan di Jakarta.
Untuk rumah sakit, biaya dokter masuk
dalam paket pengobatan INA-CBG's. Biaya
yang dibayarkan juga sudah termasuk biaya
obat dan pemeriksaan. Sementara untuk
puskesmas, dokter akan dibayar
menggunakan sistem kapitasi. Dalam sistem
ini pemberi pelayanan kesehatan menerima
sejumlah penghasilan yang dihitung per
peserta pada periode waktu.
Biaya kapitasi diperkirakan sebesar
Rp.6000 sampai Rp.7000. Hal ini bergantung
pada umur peserta, tingkat biaya hidup, dan
jam kerja dokter. "Nantinya biaya kapitasi
memang tidak sama. Puskesmas yang kerja
dokternya 24 jam dan 12 jam tentu berbeda,"
kata Usman.
Daerah dengan mayoritas penduduk
lansia, kemungkinan berbiaya kapitasi tinggi.
Hal ini dikarenakan, lansia lebih sering
berobat dibanding usia muda. Sama halnya
pada daerah dengan biaya hidup yang tinggi.
Satu dokter akan menangani 2.500
sampai 3.000 orang. Bila ada yang sakit
sebanyak 50 orang, dengan biaya per kasus
Rp. 100 ribu maka total biaya yang
dikeluarkan adalah Rp. 5.000.000. Padahal
biaya kapitasi yang diperoleh adalah Rp 21
INFO
juta, dari 3.000 pasien dengan biaya per
kepala Rp. 7 ribu.
"Selisih antara biaya pengobatan dan
kapitasi itulah yang menjadi hak dokter.
Angka ini bisa berubah bila masyarakat yang
sehat semakin banyak," kata Usman.
Perolehan juga menyesuaikan dengan
jumlah dokter yang praktik di puskesmas
tersebut. Sistem ini juga membuka peluang
persaingan antar puskesmas. Puskesmas
dengan pelayanan berkualitas, tentu akan
memperoleh pasien lebih banyak.
"Untuk dokter yang berpraktik di
pedalaman tentu akan kita beri tambahan
insentif khusus. Bentuknya masih dalam
pembahasan, bisa berupa insentif uang,
kemungkinan diangkat menjadi PNS, atau
kesempatan menempuh pendidikan
spesialis, " kata Sekertaris Jenderal
Kementrian Kesehatan RI, Supriyantoro.
“Memang masih ada banyak
kekhawatiran, apalagi kita belum pernah
melakukan hal serupa. Namun hal ini harus
dilaksanakan demi kesehatan yang lebih baik.
Penundaan juga tidak berdampak lebih baik
pada persiapan yang dilakukan,” kata Guru
Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat UI
(FKM UI), Hasbullah Thabrany, pada seminar
Tinjauan dan Kaleidoskop Kesehatan 2013
yang diselenggarakan Pusat Kajian Ekonomi
dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia (PKEKK
FKM UI) di Jakarta Desember lalu.
SAMARITAN
Sumber: www.kompas.com
Edisi 3 Tahun 2013
49
Perlu Dibentuk Tim Pengawas
Program JKN 2014
P
elaksanaan program Jaminan
Kesehatan Nasional 2014 perlu
diawasi. Apalagi, pada tahun pertama
pelaksaanaannya rawan masalah, terutama
pada pembiayaan dan pelayanan kesehatan.
Pengawasan dilakukan supaya kualitas
pelayanan yang diberikan JKN 2014 tetap
terjaga.
“Untuk tahun awal pelaksanaan JKN 2014,
peninjauan pengawasan harus dilakukan satu
bulan sekali. Pengawasan ini nantinya akan
dilakukan tim eksternal yang independen,
sehingga kualitas pengawasannya bisa
dipertanggungjawabkan,” kata pengamat
kebijakan kesehatan Hasbullah Thabrany,
pada seminar Tinjauan dan Kaleidoskop
Kesehatan 2013 yang diselenggarakan Pusat
Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia (PKEKK FKM UI) di Jakarta pada
Rabu (18/12/2013).
Hasbullah mengatakan, dirinya
merencanakan sebuah tim pengawasan
beranggotakan tiga elemen yakni perguruan
tinggi, lembaga swadaya masyarakat, dan
organisasi profesi. Ketiga profesi tersebut
akan menganalisa apa saja persoalan dalam
pelaksanaan JKN 2014 dan mencari
penyelesaian. Saran ini kemudian akan
50
SAMARITAN
INFO
direkomendasikan kepada Kementerian
Kesehatan RI.
Director Government Affairs-ASEAN
Johnson and Johnson Medical, Shanti
Shamdasani menambahkan, pengawasan
merupakan bagian dari kontrol sistem
pelaksanaan asuransi kesehatan nasional.
"Kita dapat mencontoh Thailand yang lebih
dulu melaksanakan jaminan kesehatan. Di
negara tersebut pengawas inti terdiri atas
badan atau orang yang mengerti regulasi dan
organisasi profesi,”ujarnya.
Shanti menambahkan,badan tersebut
akan menilai kemajuan maupun hambatan
yang terjadi di lapangan. Pengawasan ini, kata
Shanti, akan mengoptimalkan pelaksanaan
asuransi mulai tahun pertama. Hal ini
dikarenakan persoalan yang ada bisa segera
diatasi.
“Tentunya jalan keluar yang dihasilkan
tidak dibiarkan begitu saja. Kita memberikan
rekomendasi tersebut pada pemerintah.
Rekomendasi tersebut harus disikapi selama
2-3 minggu berikutnya, meski persoalan yang
ada belum tentu bisa diselesaikan,” kata dia.
Pengawasan tersebut, kata Shanti, juga
melibatkan media. Hanya saja media tidak
lantas memberitakan segala persoalan yang
ada. Media hanya memberitakan penyikapan
pemerintah pada rekomendasi, untuk
menyelesaikan persoalan yang ada.
Edisi 3 Tahun 2013
Sumber: www.kompas.com
ANTAR KITA
Segenap Redaksi Majalah Samaritan, Pengurus dan Staf
Pelayanan Medis Nasional (PMdN) Perkantas
Mengucapkan:
Selamat Ulang Tahun
1
dr. Magdalena Tobing
01 Nov 2013
31
dr. Lucy Nofrida Siburian
29 Nov 2013
2
dr. Ida Bernida Sp. P
02 Nov 2013
32
dr. Lucy Nofrida Siburian
29 Nov 2013
3
dr. Imelda Sastradibrata
03 Nov 2013
33
drg. Lince Devitrianto
01 Des 2013
4
dr. Jefferson Nelson Munthe, SpOG
05 Nov 2013
34
drg. Destrin
01 Des 2013
5
dr. Mercy Monica Pasaribu
06 Nov 2013
35
dr. Alexander M.J. Saudale,SpPD
02 Des 2013
6
dr. Andreas Infianto, MM
07 Nov 2013
36
dr. Sugianto
02 Des 2013
7
dr. Partogi Tua S
07 Nov 2013
37
dr. Naomi Felisia Tika
02 Des 2013
8
dr. Rita Astriani Noviati
08 Nov 2013
38
dr. Yonathan Kristiono Gunadi
05 Des 2013
9
dr. Handy Intan, SpOG
08 Nov 2013
39
dr. Sinthania karunia M T
07 Des 2013
10
dr. Delia Marpaung
08 Nov 2013
40
dr. Desta Ardini
08 Des 2013
11
dr. Novika Pristiwati
09 Nov 2013
41
dr. Arida S.D. Sumbayak
09 Des 2013
12
dr. Ruth Minar N.Sitorus
10 Nov 2013
42
dr. Dodi Hendradi, SpOG
09 Des 2013
13
dr. Cahyo Novianto,MSiMed, SpB
10 Nov 2013
43
dr. Ronald Efraim Pakasi
11 Des 2013
14
drg. Hilda Suherman
11 Nov 2013
44
dr. Daniel Budiutomo
12 Des 2013
15
drg. Alfrida Marsinta P
14 Nov 2013
45
dr. Sisca N. Siagian
15 Des 2013
16
drg. Hanny Christina W.
15 Nov 2013
46
dr. Timotius Dian P,Sp.A, Sp.KJ, MHA
15 Des 2013
17
dr. Renata Marpaung
15 Nov 2013
47
dr. Anne Maria Sihotang
16 Des 2013
18
dr. Shinta B.
15 Nov 2013
48
drg. Marice Herlina
17 Des 2013
19
dr. Herlina Eka Shinta
15 Nov 2013
49
drg. Eveline M.Liman, SpKG
17 Des 2013
20
dr. Susi Hartati Novintry Sitorus
15 Nov 2013
50
dr. Lukas Daniel Leatemia
17 Des 2013
21
dr. Erlyn Limoa ,SpKJ
17 Nov 2013
51
drg. Setiawan Kusuma
19 Des 2013
22
dr. Karlince Sitanggang
18 Nov 2013
52
dr. Purnama Nugraha
20 Des 2013
23
dr. Edi Kristanto
18 Nov 2013
53
dr. Dessy Setiawati
20 Des 2013
24
dr. Yusak Siahaan
20 Nov 2013
54
dr. Purnama Nugraha
20 Des 2013
25
dr. Zwingly Porajow
20 Nov 2013
55
dr. Budiani Christina N.M
22 Des 2013
26
dr. Nova Juliana Sagala
21 Nov 2013
56
dr. Hannah Kiati Damar,SpKK
22 Des 2013
27
dr. Levina S. Pakasi
21 Nov 2013
57
dr. Merry Anne Natalina S
23 Des 2013
28
drg. Daisy Novira, MARS
22 Nov 2013
58
dr. Natalina Soesilawati, SpA
24 Des 2013
29
dr. Benny T.M. Togatorop
24 Nov 2013
59
dr. Indah Puspajaya
26 Des 2013
30
dr. Donna Pandiangan
25 Nov 2013
60
dr. Herfina Yohanna Nababan
27 Des 2013
SAMARITAN
Edisi 3 Tahun 2013
51
LAPORAN
Semakin Hari
Semakin Terasa...
ICMDA Regional Secretaries Meeting dan
Pertemuan dengan CMF Korea dan EMFI India.
aya bersyukur diberikan kesempatan oleh ICMDA (International Christian Medical
Dental Association) untuk mewakili wilayah Asia Tenggara dalam pertemuan tahunan
para pimpinan regional ICMDA di Bristol, Tennessee, 17-21 Oktober 2013.
Sesungguhnya ada banyak pergumulan saat mendapatkan penunjukkan ini mengingat selama
ini keterlibatan saya hanya terbatas untuk Indonesia, bukan regional. Namun berkat dorongan
berulang-ulang dari CEO ICMDA, dr. Vinod Shah,dan South East Asia Regional Secretary, dr.
Goh Wei Leong, saya akhirnya memutuskan untuk berangkat. Menarik bahwa ketika PMdN
selama ini merasa sangat terbatas dalam memelihara dan mengembangkan pelayanan medis
di tanah air, ada banyak pihak yang mulai mengapresiasi pelayanan kita dan sangat
mengharapkan peran PMdN dalam mengemban kepemimpinan dan pengembangan
pelayanan ICMDA di regional Asia Tenggara. Melalui pertemuan ini, saya diharapkan memiliki
wawasan yang lebih luas dan beban yang lebih global dalam pelayanan medis Kristen dunia.
Pertemuan ini jauh dari formalitas seperti yang saya
bayangkan sebelumnya, walau sangat serius dan disiplin
dalam waktu ,mulai tepat jam 8 pagi selesai jam 5 sore.
Secara umum pertemuan terbagi menjadi 2 bagian utama,
pertama-tama adalah pemaparan tentang aktivitas dan
rencana ke depan dari semua regional, yang terdiri dari
Amerika Utara, Amerika Tengah, Amerika Selatan, Afrika
Barat, AfrikaTimur, Afrika Selatan, Metna (Timur Tengah,
Turki, & Afrika Utara), Eurasia, Asia Timur, Asia Tenggara,
Pertemuan dengan Ketua & Pengurus
Asia
Selatan, dan Australia & Oceania.
Persekutuan Medis Korea di Seoul
Bagian kedua dari pertemuan ini adalah merumuskan
konsep tentang program mentoring ICMDA untuk
diterapkan oleh persekutuan-persekutuan medis di dunia.
Dari presentasi per regional yang disampaikan tampak bahwa region Asia Tenggara adalah
salah satu yang belum berkembang, mengingat dari 11 negara yang tercakup dalam regional
ini, hanya Indonesia dan Singapore yang memiliki pelayanan medis yang berjalan secara
berkesinambungan dan memiliki kontak dengan ICMDA. Regional Asia Timur yang
dimotorioleh Taiwan, Jepang dan Korea Selatan, berkembang sangat baik dan mulai
menjangkau negara-negara sekitarnya seperti Cina dan Mongolia. India sebagai motor
penggerak di Asia Selatan, walaupun mengalami banyak kesulitan dalam menjangkau
beberapa negara disekitarnya seperti Pakistan dan Bangladesh, telah membangun kemitraan
yang luas dengan negara-negara di Afrika dan menjadi berkat lewat program-program
pendidikan yang dilaksanakan di sana dengan bekerja sama dengan pengajar-pengajar
dokter-dokter dari India dan Eropa. Kawasan Afrika dan Amerika Tengah dan Selatan sangat
S
52
SAMARITAN
Edisi 3 Tahun 2013
menjanjikan, bahkan ditengah konflik yang tengah berkecamuk di beberapa negara,
pelayanan mahasiswa berjalan dengan didukung oleh para alumninya. Pelayanan di kampus
banyak didukung oleh IFES atau kita kenal dengan Perkantas di Indonesia, dan materi-materi
yang berhubungan dengan medis diberikan oleh para alumni persekutuan medis di
wilayahnya. Oceania, yang terdiri dari Australia, Selandia Baru dan beberapa negara kecil di
gugus kepulauan masih sangat berpusat pada Australia yang sudah mapan dan mengalami
kendala dalam menjangkau dan menghidupkan pelayanan di negara-negara tetangganya.
Amerika Utara yang terdiri dari Amerika Serikat dan Kanada, dan Eurasia, yang terdiri dari
Eropa dan negara-negara pecahan Uni Soviet,sudah jauh lebih mapan dibandingkan dengan
kawasan lainnya.
Ditunjuk menjadi pembuat notulen dan pengumpul
materi presentasi selama 4 hari berturut-turut benar-benar
membuat saya kewalahan, namun menjadi berkat karena
saya menjadi peserta yang paling rajin mendengar dan
melakukan verifikasi pertanyaan dan jawaban sebelum
diserahkan ke pimpinan rapat. Di waktu luang saya juga
tidak mau melewatkan kesempatan untuk belajar
sebanyak-banyaknya dari para senior dalam pelayanan
medis
diantaranya penulis buku yang kita kenal seperti dr.
Pertemuan dengan Ketua & Pengurus
Persekutuan Medis India di Chennai
David Steven dan dr. Gene Rudd dari CMDA Amerika, serta
dr. Kevin Vaughan dari CMF Inggris.
Dalam perjalanan pulang saya mampir di Seoul, Korea Selatan dan sungguh bersyukur
diberikan kesempatan bertemu dengan ketua persekutuan medis Korea (CMF Korea), Prof.
Kim Minchul, DR. Kim Chang Hwan dan Pastor Cho K-Young dalam sebuah jamuan makan
malam. Sungguh menakjubkan pekerjaan Tuhan di sana, dalam usianya yang ke 33 tahun CMF
Korea telah menjadi berkat bagi banyak bangsa dengan mengutus 4-5 dokter misi setiap
tahunnya ke negara-negara tetangganya dan saat ini ada lebih dari 50 dokter misi yang sedang
berada di ladang misi.
Mereka membagikan bahwa saat ini CMF Korea memiliki 20 tenaga purna waktu, terdiri
dari 15 pendeta dan 5 dokter, untuk mengelola sekitar 40 persekutuan medis di kampuskampus dengan didukung oleh alumni-alumni dari CMF Korea. CMF Korea mengadakan
mission trip 2 kali dalam setahun, musim panas mereka akan ke negara di sebelah utara
mereka dan pada musim dingin ke selatan, dengan melibatkan para mahasiswa dan
alumninya. Melalui pertemuan ini juga mereka menginformasikan bahwa pada awal tahun
2014, tepatnya 25 Januari sd 1 Februari, mereka akan mengadakan mission trip ke Pulau
Sumba dan mereka sangat mengharapkan keikutsertaan para mahasiswa dan dokter dari
PMdN. Rupanya mereka sudah sering mission trip ke Indonesia dengan difasilitasi para
misionaris Korea di Indonesia.
Beberapa minggu kemudian saya kembali diberi kesempatan mengunjungi pengurus
Persekutuan Medis India (EMFI: Emmanuel Medical Fellowship of India) di kota Chennai,
bagian selatan India. Saya diterima oleh ketua EMFI dr. Manoj Jacob dan coordinator divisi
misinya dr. Mathew George. India dikenal sebagai negara dengan populasi terbesar kedua di
dunia setelah Cina dengan lebih dari 1,2 milyar penduduk yang mayoritas beragama Hindu.
SAMARITAN
Edisi 3 Tahun 2013
53
Persekutuan medis di India adalah salah satu yang sudah berkembang dengan baik di kawasan Asia,
dan sangat berhasil dalam memotivasi para alumninya dalam bermisi ke daerah-daerah terpencil di
negeri India dan negara tetangga mereka seperti Bhutan dan Nepal. Para alumni EMFI juga yang
membangun jaringan rumah sakit misi yang sangat terkenal di India yaitu Emmanuel Hospital
Association dimana mereka mengelola lebih dari 20 RS misi dibawah satu management sehingga
dapat mengefisienkan SDM dan dana.
EMFI saat ini memiliki 15 tenaga purna waktu, 1 diantaranya dokter yaitu ketuanya, untuk
mengelola persekutuan medis di kampus-kampus di seluruh India. Para staff purna waktu tersebut
dilatih di IFES (Perkantas di Indonesia) sebelum terjun melayani di lapangan. Para staff ini nantinya
melayani mahasiswa medis dan dokter/dokter gigi dengan didukung oleh para alumni dari EMFI.
Mereka membagikan bahwa dalam kondisi finansial yang terbatas mereka membutuhkan dana
sekitar 60 juta rupiah per bulan untuk gaji dan biaya operasional lainnya dan Tuhan selalu
mencukupkannya tepat pada waktunya melalui para alumninya. Salah satu program yang dibuat
EMFI untuk menjembatani antara pelayanan mahasiswa dan alumni adalah dengan mengadakan
program pendampingan bagi alumni yang baru lulus, baru mulai bekerja, baru membina kehidupan
berkeluarga di kota-kota dimana mereka ditempatkan. Dengan program ini para alumni dari EMFI
yang lebih senior berhasil menolong para alumni muda dalam memulai karirnya dan
mempertahankan kontak dengan mereka.
Di akhir dari perjalanan ini saya mencoba menyimpulkan apa yang telah saya amati dan
pelajari:
1. Semua negara dengan persekutuan medis yang maju memiliki pelayanan mahasiswa
medis yang kuat, yang dikebanyakan negara di tangani secara bersama oleh IFES
(Perkantas) dan CMF (Persekutuan medis).
2. Diperlukan tenaga purna waktu yang memadai, baik medis maupun non-medis, untuk
mengelola pelayanan medis yang tersebar di kampus-kampus dan kota-kota yang
berbeda.
3. Persekutuan medis yang berkembang selalu memiliki alumni-alumni medis yang
berkomitmen kuat dalam memberi waktu, tenaga dan dana untuk melayani para
mahasiswa dan alumni muda.
4. Persekutuan medis yang maju dan berkembang selalu mengemban misi yang kuat, baik
dalam menjangkau masyarakat yang terabaikan maupun berkontribusi dalam penentuan
kebijakan kesehatan di negaranya.
Di penghujung tulisan ini saya mengajak kita semua untuk berkontribusi secara nyata sesuai
dengan kemampuan yang Tuhan telah karuniakan kepada kita dalam mengembangkan pelayanan
medis nasional, sehingga semakin hari semakin terasa dampak dari kehadiran para tenaga medis
Kristen di negeri tercinta ini.
Dr. Lineus Hewis , Sp.A
Alumni FK UGM
Residensi Pesiatri di Zamboanga City Medical Center Philipine ( 1998 -2002 )
FK UI RSCM ( 2002 – 2004 )
Dokter Specialis Anak di The Jakarta Wowen & Children Clinic dan
RS Medistra
RS.Graha Kedoya 9 2004 – sekarang )
Ketua Pelayanan Medis Nasional ( PMdN) Perkantas /CMDFI
( 2004 – sekarang )
ICMDA Regional Secretaries Meeting di Bristol, Tennessee
54
SAMARITAN
Edisi 3 Tahun 2013
Imanuel
Sahabat-sahabat PMdN yang terkasih,
Sepanjang tahun ini saya diberikan kesempatan untuk beberapa kali mengunjungi sebuah negara di selatan Asia
dalam rangka menjalani pendidikan lanjutan di bidang alergi. Selama kunjungan tersebut saya berkesempatan
mengamati dari dekat ibadah dari beberapa rekan dokter yang mengajak saya mengunjungi kuil-kuil di sana. Saya
melihat bagaimana patung-patung dalam citra hewan-hewan tertentu dimandikan dan didandani serta diperlakukan
secara sangat sakral. Saya menyaksikan sendiri bagaimana rekan saya tersungkur dalam menghayati pertemuannya
dengan sang ilahi. Salah satu rekan saya yang paling akrab ini berujar bahwa bagi bangsanya ada ratusan bahkan
ribuan Tuhan yang disembah dan ketika Tuhan yang disembah itu terasa jauh di alam sana, ia sangat membutuhkan
seorang guru dalam kehidupan sehari-hari untuk mengajarinya bagaimana hidup yang berkenan di hadapan para
Tuhan yang disembahnya.
Pada kesempatan lain seorang kakek dari negeri tetangga yang sedang menjalani program pengobatan di rumah
sakit misi Kristen tempat saya belajar, menyatakan bahwa dia tidak memiliki agama walau dia meyakini Allah ada di
setiap tempat yang dia kunjunginya, namun baginya Allah terlalu abstrak untuk dideskripsikan dan merasa aneh kalau
ada agama yang mampu membuat Allah begitu personal dalam kehidupan umatnya. “Itu bukan Allah yang
sesungguhnya”, tambahnya. Beliau tidak tersinggung ketika saya justru mengkonfrontir ucapannya dengan
mengajaknya berfikir bahwa Allah bukanlah Allah, jika Dia tidak mampu memperkenalkan diri-Nya kepada manusia
ciptaan-Nya sendiri, lalu pembicaraan berlanjut tentang Allah yang hadir dalam wujud manusia untuk menolong
manusia yang tidak berdaya dalam sebuah karya keselamatan yang hanya mungkin bila Allah yang memprakarsainya.
Diakhir diskusi kami, saya hanya ucapkan bahwa Yesus mengasihinya, dan akan menolongnya memahami dan
mengimaninya, dan dia menjabat saya dengan hangat.
“Imanuel, Allah beserta kita”, serentak muncul di benak saya dan seakan mendapatkan makna baru dalam
perbendaharaan kata saya. Kata yang selalu saya dengar dalam lagu-lagu natal dan kotbah-kotbah natal selama
bertahun-tahun seakan bergema jauh lebih kuat ketika saya dikelilingi oleh orang-orang yang melihat Allah sebagai
sosok yang hanya mengamati jauh dari ketinggian dan tidak sungguh-sungguh hadir dalam kehidupan umatnya. Saya
bersyukur Allah tidak lalai menepati janjinya yang diucapkan melalui Nabi Yesaya (Yes. 7:14) lebih dari 700 tahun
sebelum kelahiran Kristus. Imanuel juga mengingatkan saya betapa berharganya manusia di hadapan Allah karena hal
ini berarti juga Anak Allah sendiri harus rela meninggalkan surga mulia untuk turun ke dunia, hidup di tengah-tengah
manusia, mengambil rupa seorang hamba dan mati secara hina untuk membawa manusia kembali ke dalam
persekutuan dengan Allah dan menjadi tidak binasa (Yoh. 3:16, Fil.2:5-8).
Sahabat PMdN, dalam suasana Natal ini kita kembali diingatkan betapa seharusnya kita bersyukur dan menikmati
kehadiran Allah dalam kehidupan kita sehari-hari. Yesus bukan hanya sebagai Guru, Dia juga Gembala yang agung bagi
kita domba-domba-Nya (Yoh. 10), sekaligus Sahabat yang sejati (Yoh. 15:9-17), yang rela menyerahkan nyawa-Nya
demi menebus kita, bahkan ketika kita masih dalam dosa (Roma 5:8). Dia bukanlah Allah yang tinggal nun jauh di
sana, Dia hadir dalam kehidupan kita sehari-hari, seperti lirik dari lagu: “He lives, He lives, Christ Jesus lives today, He
walks with me, and talks with me, along life’s narrow way….”.
Akhirnya, saya mewakili seluruh pengurus PMdN, mengucapkan Selamat Hari Natal dan Tahun Baru kepada
seluruh sahabat PMdN yang selama ini telah bersama-sama mendoakan dan mendukung pelayanan PMdN. Kiranya
kehadiran Kristus dalam hidup kita membawa berkat dan suka cita bagi orang-orang di sekitar kita. Tuhan Yesus
memberkati.
“Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan mereka akan
menamakan Dia, Imanuel” – yang berarti Allah menyertai kita. (Mat. 1:23)
Dr. Lineus Hewis , Sp.A
Alumni FK UGM
Residensi Pesiatri di Zamboanga City Medical Center Philipine ( 1998 -2002 )
FK UI RSCM ( 2002 – 2004 )
Dokter Specialis Anak di The Jakarta Wowen and Children Clinic & RS Medistra
RS.Graha Kedoya 9 2004 – sekarang )
Ketua Pelayanan Medis Nasional ( PMdN) Perkantas /CMDFI ( 2004 – sekarang )
SAMARITAN
Edisi 3 Tahun 2013
55
Download