pola interaksi guru dengan murid dalam al-qur`an

advertisement
POLA INTERAKSI GURU DENGAN MURID
DALAM AL-QUR'AN SURAT LUQMAN
AYAT 12-19 DAN SURAT ‘ABASA AYAT 1-10
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Oleh:
Ahmad Irwan Irfany
NIM 108011000025
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013 M / 1434 H
POLA INTERAKSI GURU DENGAN MURID
DALAM AL-QUR'AN SURAT LUQMAN
AYAT 12-19 DAN SURAT ‘ABASA AYAT 1-10
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Oleh:
Ahmad Irwan Irfany
NIM 108011000025
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013 M / 1434 H
Lembar PengesahanPembimbing Skripsi
POLA INTERAKSI GURU DENGAN MURID
DALAM AL-QUR'AN SURAT LUQMAN
AYAT I2.I9 DAN SURAT 'ABASA AYAT 1-10
Skripsi
Diajukan KepadaFakultasIlmu Tarbiyah dan Keguruan
Untuk MemenuhiPersyaratanMemperolehGelar
'
SarjanaPendidikanIslam (S.Pd.I)
Disusunoleh:
Ahmid Irwan Irfanv
NrM. 108011000025
Di bawahbimbingan:
L95807071987t31 005
JTJRUSANPENDIDIKAN AGAMA ISLAM
F'AKTJLTASILMU TARBIYAII DAN KEGTJRUAN
UIN SYARIF HIDAYATT]LLAH
JAKARTA
20t3Ml 1434H
i
i
J
I
.i
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi berjudul: "Pola Interaksi Guru dengan Murid dalam Al-Qur'an
Surat Luqman Ayat 12-19 dan Surat 'Abasa Ayat 1-10' disusun oleh
AHMAD IRWAN IRFANY Nomor Induk Mahasiswa 108011000025,diajukan
kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta,dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqosah
pada tanggal 24 Mei 2013 dihadapandewan penguji. Karena itu, penulis berhak
memperolehgelar sarjanaSl (S. Pd.I) dalambidang PendidikanAgama Islam.
Jakarta,24 Mei 2013
Panitia Ujian Munaqosah
Tanggal
Ketua Panitia (Ketua Jurusan/Prodi)
Bahrissalim. M. Ae
NrP. 19680307199803I 002
Sekretaris (Sekretaris Jurusan)
Drs. Sapiudin Shidiq. M. Ae
NrF. 19670328200003 I 001
) "
Ul"Lr'
""?"""""""""'
Penguji I
Prof. Dr. Salman Harun
NrP. 194506121965101 001
Penguji II
Dr. Yavah Nurmaliah. MA
NrP. 19520520
1981031 001
Tanda Tansan
SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH
Yang bertandatangandi bawahini:
Nama
Ahmad Irwan hfany
NIM
10801
1000025
Fakultas
Ilmu TarbiyahdanKeguruan
Jurusan
PendidikanAgamalslam
Alamat
Rt. 01/Rw.05, Kel. Abung Surakarta,
Kec. Tatakarya,Kota BandarLampung,
Prov.Lampung
MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA
Bahwa skripsi yang berjudul "Pola Interaksi Guru dengan Murid dalam
Al-Qur'an Surat Luqman Ayat 12-19dan Surat 'Abasa Ayat 1=10" adalah
benarhasilkarya sendiridi bawahbimbinsandosen:
NamaPembimbing : Dr. Abdul Majid Khon,M.Ag
NIP
:195807071987031 005
Demikian suratpernyataanini sayabuat dengansesungguhnyadan saya siap
menerima dengan segalakonsekuensiapabila terbukti bahwa skripsi ini bukan
hasil karya sendiri.
Jakarta,0lMei 2013
Yang Menyatakan
Ahmad Irwan Irfanv
NIM: 108011000025
ABSTRAK
Ahmad Irwan Irfany, NIM: 108011000025, Pola Interaksi Guru dengan
Murid dalam Al-Qur'an Surat Luqman Ayat 12-19 dan Surat ‘Abasa Ayat 110
Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh seorang pendidik dalam
proses pembelajaran dalam rangka untuk membina dan mengararahkan peserta
didik guna menjadikan peserta didik menjadi manusia yang berilmu pengetahuan
tinggi, berkarakter, bertanggungjawab, bijak, dan berakhlak mulia serta
keterampilan yang diperlukan dirinya dan orang lain untuk mencapai suatu tujuan
pendidikan.
Perubahan peserta didik yang tidak didasari oleh bimbingan, maka perubahan
tersebut tidak akan terarah dalam perkembangannya. Oleh karena itu, setiap
pelajar membutuhkan bimbingan dalam mengembangkan setiap potensi yang
dimilikinya. Di sinilah guru dibutuhkan untuk memberikan bekal hidup yang
berguna. Sehingga guru harus mampu dan menciptakan situasi yang kondusif dan
interaksi yang baik antara guru dengan murid dalam proses pembalajaran.
Hubungan guru dengan murid di dalam proses belajar mengajar merupakan
faktor yang sangat menentukan. Bagaimanapun baiknya bahan pelajaran yang
diberikan dan sempurnanya metode yang digunakan, namun jika interaksi guru
dengan murid tidak harmonis, maka dapat menciptakan suatu hasil yang tidak
diinginkan.
Penulisan skripsi ini, penulis menggunakan penelitian kualitatif dengan
metode penelitian kepustakaan (library research). Penelitian kepustakaan ini yaitu
dengan cara membaca, menelaah, mendeskripsikan, dan menganalisa literatur dari
berbagai sumber kitab tafsir serta buku-buku pendidikan yang sesuai.
Fokus dalam penulisan skripsi ini adalah kajian tafsir surat Luqman ayat 1219 dan surat ‘Abasa ayat 1-10. Jadi, pendekatan yang dipergunakan dalam kajian
ini adalah pendekatan tafsir. Metode penafsiran yang penulis gunakan adalah
metode maudhui (tematik) dan metode tahlili (telaah). Adapun teknik analisa dari
penulisan ini adalah content analysisi (analisis isi) yakni teknik apa saja yang
digunakan untuk menarik kesimpulan melalui usaha menemukan karakteristik
pesan dan dilakukan secara objektif serta sistematis.
Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan tentang pola interaksi guru
dengan murid dalam al-Qur’an surat Luqman ayat 12-19 dan surat ‘Abasa ayat 110, bahwasanya seorang pendidik seharusnya memiliki kompetensi-kompetensi
(sifat dasar pendidik), antara lain meliputi bijaksana, penuh kasih sayang,
demokratis, mengenal murid dan memahami kejiwaaannya, berpengetahuan luas,
memahami materi, sabar dan ikhlas. Sedangkang sikap peserta didik yang harus
dimiliki antara lain: Patuh, tabah, sabar, punya kemauan atau cita-cita yang kuat
serta tidak putus asa dan bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu, sopan santun,
rendah diri dan hormat pada guru, dan tugas utama seorang anak didik adalah
belajar.
i
KATA PENGANTAR
‫بسم اهلل الرحمن الرحيم‬
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan banyak nikmat kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan
skripsi ini. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi akhir
zaman yaitu Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, dan seluruh
pengikutnya sampai akhir zaman.
Selama menyusun skripsi ini, banyak tantangan dan hambatan yang penulis
hadapi. Namun berkat kesungguhan hati, kerja keras, dan motivasi serta bantuan
dari berbagai pihak, segala kesulitan dan hambatan tersebut dapat diatasi. Untuk
itu, pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada orang tua penulis, Ayahanda tercinta M. Khudlori, S.Pd.I dan
Ibunda tercinta Siti Amanati yang dengan susah payah mengasuh dan mendidik
penulis dengan penuh kasih sayang dan kesabaran sehingga dapat menyelesaikan
pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Begitu juga dengan adikku
tercinta (Erwin, Arif, Khafidin, dan Evika) yang telah membantu, memotivasi, dan
mengisi hari-hari penulis dengan kegembiraan dan kebahagiaan.
Tak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:
1.
Bapak Prof. Dr. H. Rif’at Syauqi Nawawi, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta beserta seluruh stafnya.
2.
Bapak Bahrissalim, MA dan Bapak Drs. Sapiudin Shidiq, M. Ag, selaku
Ketua Jurusan dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam.
3.
Bapak Dr. Abdul Majid Khon, M.Ag, sebagai pembimbing skripsi yang telah
bersedia memberikan dan meluangkan segenap waktu, tenaga, pikiran, dan
kesabaran dalam memberikan bimbingan, arahan serta motivasinya kepada
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4.
Bapak H. Abdul Ghofur, MA, selaku dosen Penasihat Akademik yang telah
melayani konsultasi dan memberikan arahan perkuliahan kepada penulis.
ii
5.
Dosen dan staf karyawan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan bekal ilmu
dan pengetahuannya selama penulis menjalankan perkuliahan.
6.
Seluruh staf perpustakaan UIN dan perpustakaan FITK yang telah
menyediakan bermacam-macam buku ilmiah sehingga mempermudah
penulis dalam mencari sumber referensi.
7.
Kepada saudara-saudara; Keluarga Ir. Nur Efendy, Maz Bagus, Lukman,
Faiz, dan Rizka Novaliana yang sudah memberikan nasehat-nasehatnya,
bimbingan, dan bantuan baik berupa ilmu, motivasi dan pengalamanpengalaman yang berharga kepada penulis.
8.
Kepada segenap kepengurusan dan anggota HIKMAT yang tidak bisa penulis
sebutkan satu persatu, yang telah membimbing penulis dalam setiap
melaksanakan kegiatan.
9.
Kepada teman-teman Mahasiswa PAI angkatan 2008, khususnya kelas A,
sebagai tempat sharing yang tetap solid dan kompak saat kuliah, kelompok
PPKT SMPN 6 Jombang Kota Tangerang Selatan, yang sudah bekerja sama
dengan baik dalam setiap menjalankan tugas.
10. Kepada teman-teman kosan H. Hanif, yang selama ini selalu bersama-sama
dalam berbagai kondisi, dan saling sharing dalam ilmu pengetahuan; Aang,
Afdhil, Ari Agus, Ari Sudiar, Budi, Cahyo, Deny, Keluarga Cak Joko, Lubay,
Munif, Mustamil, Nophyanto, Sirozul Qori, Sugiarto, Syafiq, Yasir, dll.
Akhirnya, kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian
skripsi ini, penulis menghaturkan terima kasih dan semoga Allah SWT membalas
semua kebaikan yang telah kalian berikan. Amin.
Jakarta, 01 Mei 2013
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Abstrak ..............................................................................................................
i
Kata Pengantar ................................................................................................
ii
Daftar Isi ........................................................................................................... iv
Pedoman Transliterasi ..................................................................................... vi
Daftar Gambar ................................................................................................. viii
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...........................................................
1
B. Identifikasi Masalah .................................................................
7
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah .......................................
7
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................
7
KAJIAN TEORI
A. Pengertian Pola dan Interaksi ……….. .....................................
9
B. Faktor-faktor Interaksi Guru dengan Murid ............................. 11
C. Ciri-ciri Interaksi Guru dengan Murid ..................................... 13
D. Macam-macam Pola Interaksi Guru dengan Murid .................. 15
E. Sikap Guru terhadap Murid ...................................................... 20
F. Sikap Murid terhadap Guru ...................................................... 26
G. Tinjauan Pustaka yang Relevan ............................................... 28
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Objek dan Waktu Penelitian ..................................................... 30
B. Jenis Penelitian ......................................................................... 30
C. Fokus Penelitian ....................................................................... 31
D. Sumber Data ............................................................................. 32
iv
E. Pengolahan Data ....................................................................... 33
F. Analisis Data ............................................................................ 34
G. Teknik Penulisan ...................................................................... 34
BAB IV
TAFSIR DAN ANALISIS SURAT TENTANG POLA
INTERAKSI GURU DENGAN MURID DALAM AL-QUR'AN
A. Tafsir Surat Luqman Ayat 12-19 dan Surat ‘Abasa Ayat 1-10
1. Teks Ayat dan Terjemah .................................................... 35
2. Latar Belakang Turunnya Surat ......................................... 37
3. Tafsir Ayat ......................................................................... 41
B. Analisis Surat tentang Pola Interaksi Guru dengan Murid
dalam Al-Qur’an
1. Surat Luqman Ayat 12-19 .................................................. 60
2. Surat ‘Abasa Ayat 1-10 ...................................................... 63
C. Pola Interaksi Guru dengan Murid yang Terkandung dalam
Al-Qur’an
1. Surat Luqman Ayat 12-19 .................................................. 66
2. Surat ‘Abasa Ayat 1-10 ...................................................... 67
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................. 68
B. Saran ......................................................................................... 69
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 70
LAMPIRAN
v
PEDOMAN TRANSLITERASI
A. Konsonan
Huruf Arab
Huruf Latin
Huruf Arab
Huruf Latin
‫ا‬
-
‫ط‬
th
‫ب‬
b
‫ظ‬
zh
‫ت‬
t
‫ع‬
‘a
‫ث‬
ts
‫غ‬
gh
‫ج‬
‫ح‬
j
f
h
‫ف‬
‫ق‬
q
‫خ‬
kh
‫ك‬
k
‫د‬
d
‫ل‬
l
‫ذ‬
dz
‫م‬
m
‫ر‬
r
‫ن‬
n
‫ز‬
z
‫و‬
w
‫س‬
s
‫ه‬
h
‫ش‬
‫ص‬
sy
‘
sh
‫ء‬
‫ي‬
‫ض‬
dh
vi
y
B. Vokal
1. Vokal Tunggal
2. Vokal Rangkap
Tanda Baca
Huruf Latin
Tanda & Huruf
Huruf Latin
‫ــَـــ‬
‫ــِـــ‬
a
‫ــ َ ْي‬
‫ــ‬
‫ـ َ ْي‬
ai
‫ــُــــ‬
u
i
au
Contoh:
- َ ََ
- َ‫ُ ِ ف‬
: Kataba
-
: ‘Urifa
-
َ ‫َ ْي‬
‫َ ْيـ َل‬
: Kaifa
: Haula
C. Madd (Panjang)
Harakat dan Huruf
Huruf dan Tanda
‫ـَـ ـﺎ‬
â
‫ـِـ ْي‬
‫ــ‬
‫ـ ُ ْي‬
Î
Contoh:
- َ‫َ ﺎ ن‬
-
‫َد َﺎ‬
Û
: Kâna
-
: Da’ â
-
vii
َ ‫ِ ْي‬
‫َ ُ ْيـ ُل‬
: Qîla
: Yaqûlu
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1.1 Pola Komunikasi Satu Arah ..................................................................... 15
2.1 Pola Komunikasi Dua Arah ..................................................................... 16
3.1 Pola Komunikasi Tiga Arah ..................................................................... 17
4.1 Pola Komunikasi Multi Arah ................................................................... 18
5.1 Pola Komunikasi Melingkar (Segala Arah) ............................................. 19
viii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Agama Islam merupakan jalan hidup yang menjamin kebahagiaan hidup
pemeluknya di dunia dan di akhirat kelak. Agama Islam mempunyai satu
pedoman utama yaitu al-Qur’an yang berfungsi memberi petunjuk ke jalan yang
sebaik-baiknya. Di samping itu juga al-Qur’an tidak hanya diturunkan untuk suatu
umat ataupun suatu abad tertentu saja tetapi juga untuk seluruh umat manusia dan
untuk sepanjang masa.
Al-Qur’an adalah kitab suci yang sempurna dan bersifat universal, sehingga
sebagian besar penjelasan al-Qur’an lebih bersifat global dan terbuka bagi
siapapun untuk memahaminya.
Al-Qur’an merupakan nikmat besar yang Allah turunkan kepada seluruh
manusia untuk menyucikan hati, kebersihan jiwa, menjelaskan aqidah-aqidah,
menunjukkan ke jalan kebenaran dan keadilan, mengajarkan akhlak yang luhur
dan sifat-sifat terpuji, memperingatkan mereka agar tidak berbuat kemungkaran
dan amal-amal buruk lainnya.
Al-Qur’an tidak hanya menyebutkan dasar-dasar dan ketentuan-ketentuan
kehidup manusia, akan tetapi lebih jauh lagi tentang hal-hal yang berhubungan
dengan pendidikan. Oleh karena itu, sebagai upaya untuk memahami berbagai
1
2
petunjuk dalam al-Qur’an digunakanlah penafsiran. Termasuk dalam hal ini
adalah penafsiran terhadap ayat-ayat yang berkaitan dengan pendidikan.
Pendidikan adalah
sarana untuk
membentuk, dan mengembangkan
karakteristik manusia yang tangguh dan unggul dalam ilmu pengetahuan
(intelektualitas), amal, ibadah, harta kekayaan, sikap dan terlebih prilaku sopan
santun kepada diri, keluarga dan lingkungan masyarakat sekitar. Tanpa
pendidikan yang memadai, manusia akan jatuh harkat dan martabatnya dihadapan
manusia lain, karena pendidikan adalah upaya untuk mewujudkan eksistensi diri
dan menumbuh-kembangkan kedewasaan melalui penanaman pengetahuan, nilainilai kebudayaan dan keagamaan serta sebagai bekal untuk hidup di masa yang
akan datang dibawah bimbingan seorang pendidik.
Pengertian pendidikan adalah usaha sadar maupun tidak sadar yang dilakukan
oleh seorang pendidik dalam rangka untuk membina dan mengararahkan peserta
didik guna menjadikan peserta didik menjadi manusia yang berilmu pengetahuan
tinggi, berkarakter, bertanggungjawab, bijak, dan berakhlak mulia serta
keterampilan yang diperlukan dirinya dan orang lain.
Pengertian pendidikan jika disempitkan dalam pengertian pengajaran, adalah
suatu usaha yang bersifat sadar tujuan dengan sistematis terarah pada perubahan
tingkah laku. Dengan adanya tujuan perubahan tersebut menunjukkan pada suatu
proses yang harus dilalui. Tanpa adanya suatu proses, maka perubahan tidak akan
terjadi dan tujuanpun tidak akan tercapai. Dan proses yang dimaksud di sini
adalah proses pendidikan.
Proses pendidikan berlangsung tidak tanpa alasan dan tujuan. Pengajaran
merupakan
proses
yang
bertujuan
untuk
membimbing
pelajar
dalam
mengembangkan potensi yang dimiliki oleh setiap pelajar. Tugas perkembangan
tersebut mencakup kebutuhan hidup baik sebagai individu maupun sebagai
masyarakat.
Dapat disadari bahwa perubahan yang tidak didasari oleh bimbingan, maka
perubahan tersebut tidak akan terarah dalam perkembangannya. Oleh karena itu,
setiap pelajar membutuhkan bimbingan dalam mengembangkan setiap potensi
yang dimilikinya. Di sinilah guru dibutuhkan untuk memberikan bekal hidup yang
3
berguna. Sehingga guru harus mampu dan menciptakan situasi yang kondusif dan
interaksi yang baik antara guru dengan murid dalam proses pembalajaran.1
Akhlak sangat penting dalam kehidupan manusia. Berakhlak mulia
merupakan salah satu tujuan pendidikan juga sebagai
refleksi kehidupan
bermasyarakat yang berperadaban. Maka sandaran umat Islam dalam mengambil
contoh figur yang terbaik dalam akhlak adalah Rasulullah saw. Beliau adalah
sebaik-baiknya manusia yang pernah hidup di dunia karena akhlaknya beliau
adalah akhlak al-Qur'an dan langsung dididik oleh Sang Maha Pendidik.
Sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an surat al-Qalam ayat 4:
   
“Sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang
agung.” (Q.S. Al-Qalam: 4).
Dan penjelasan tentang akhlak Nabi juga banyak diterangkan oleh hadits
beliau, diantaranya yang paling populer adalah :
.)‫إنما بعثت أل تمم مكارم األخالق (رواه مالك‬
“Sesungguhnya Aku tidak lain adalah untuk menyempurnakan akhlak yang
mulia.” (H.R Malik).
Akhlak sebagaimana menurut Imam Al-Ghazali merupakan perbuatan yang
lahir secara reflek dan tiba-tiba dari seseorang tanpa pertimbangan dan pemikiran
terlebih dahulu,2 mempunyai peran yang sangat signifikan dalam mencapai
keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT, dan menggapai kebahagiaan baik
sebagai individu maupun masyarakat.
Sejalan dengan pernyataan di atas, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan kepada pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan
1
Winarno Surachmad, Metodologi Pengajaran Nasional, (Bandung: Jemmars, 1986), h. 13-
2
Ahmad Musthafa, Akhlaq Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), Cet. V, h. 11-12.
14.
4
kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang.3
Pendidikan pada dasarnya merupakan interaksi antara pendidik atau yang
biasa disebut dengan guru dan peserta didik atau murid dalam mencapai tujuan
pendidikan yang berlangsung dalam lingkungan tertentu. Interaksi ini disebut
interaksi pendidikan, yaitu saling pengaruh antara pendidik dengan anak didik.
Dalam saling mempengaruhi ini peranan pendidik lebih besar, karena
kedudukannya sebagai orang yang lebih dewasa, lebih berpengalaman, lebih
banyak menguasai nilai-nilai, pengetahuan dan keterampilan.
Hidup bersama antara manusia yang satu dengan yang lain berlangsung di
dalam berbagai bentuk hubungan dan di dalam berbagai jenis situasi. Sehingga
tanpa adanya sebuah interaksi dalam hidup, tidak mungkin manusia dapat hidup
bersama. Pada kenyataanya bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki sifat
sosial yang besar. Sehingga setiap manusia sangat membutuhkan interaksi antara
individu yang satu dengan yang lain. Setiap proses interaksi terjadi dalam suatu
situasi, bukan dalam situasi yang hampa. Salah satunya interaksi terjadi dalam
situasi pendidikan, yang bisa di sebut dengan interaksi pendidikan4
Proses pendidikan berlangsung tidak tanpa alasan atau tujuan. Pengajaran
merupakan proses yang berfungsi membimbing peserta didik di dalam kehidupan,
yakni membimbing perkembangan diri sesuai dengan tugas-tugas perkembangan
yang harus dijalankan oleh peserta didik. Tugas perkembangan tersebut mencakup
kebutuhan hidup baik sebagai individu maupun sebagai masyarakat. Di sinilah
guru dibutuhkan. Ia dibutuhkan untuk memberi bekal hidup yang berguna dan
harus menciptakan situasi dan interaksi edukatif.
Guru adalah seorang yang memegang peranan utama dalam proses belajar
mengajar. Inti dari pendidikan adalah proses belajar mengajar. Segala sesuatu
yang telah diprogramkan akan dilaksanakan dalam kegiatan tersebut. Maka
berhasil tidaknya atau efektif dan efisiennya suatu proses belajar mengajar salah
3
Departemen Agama RI, Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang
Pendidikan, (Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Islam Departemen Agama RI, 2006), h. 3-4.
4
Surachmad, op. cit., h. 7.
5
satuya bergantung pada keprofesionalan seorang guru dalam menjalankan
tugasnya.
Al-Qur’an menyebutkan bahwa Allah akan meninggikan derajat dan
memuliakan pendidik daripada orang Islam lainnya yang tidak berilmu
pengetahuan dan bukan pendidik. Firman Allah SWT dalam surat al-Mujadilah
ayat 11:
           
             
     
“Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapanglapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi
kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka
berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.
dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. al-Mujadilah:
11).
Hasil belajar yang optimal dipengaruhi oleh komponen-komponen belajarmengajar, sebagai contoh bagaimana cara mengorganisasikan materi, metode
yang diterapkan, media yang digunakan, dan lain-lain. Tetapi di samping
komponen-komponen tersebut, ada faktor lain yang
ikut mempengaruhi
keberhasilan belajar siswa, yaitu soal hubungan antara guru dengan murid.
Hubungan guru dengan murid di dalam proses belajar mengajar merupakan
faktor yang sangat menentukan. Bagaimanapun baiknya bahan pelajaran yang
diberikan dan sempurnanya metode yang digunakan, namun jika interaksi guru
dengan murid tidak harmonis, maka dapat menciptakan suatu hasil yang tidak
diinginkan.5 Untuk menjalin hubungan tersebut, seorang guru harus memahami
bahwa dalam suatu kelas ada yang tidak dapat dielakkan yaitu adanya perbedaan
individu, baik dari aspek biologis, intelektual, maupun psikologis. Interaksi yang
akan terjadi juga dipengaruhi oleh cara guru dengan murid ketika pelajaran
5
Armai Arief, Reformulasi Pendidikan Islam, (Jakarta: CRSD Press, 2005), Cet. I, h. 95.
6
berlangsung. Di sini tentu saja aktivitas optimal belajar murid sangat menentukan
kualitas interaksi yang terjadi di dalam kelas.
Salah satu komponen yang menentukan keberhasilan pelaksanaan pendidikan
sebagaimana dikatakan di atas adalah keprofesionalan guru. Guru dituntut untuk
berkompeten karena guru merupakan orang pertama yang berhadapan langsung
dengan anak didik. Mereka dituntut untuk membawa anak didiknya dalam rangka
mencapai tujuan pendidikan melalui interaksi belajar mengajar. Oleh sebab itu,
para guru dituntut untuk dapat menjalankan interaksi belajar-mengajar yang
dikelola dengan sebaik-baiknya sehingga terjadi hubungan timbal balik yang
harmonis. Dalam hal ini menyangkut pola interaksi guru dengan murid yang
sesuai dengan ajaran al-Qur’an, yaitu perilaku atau moral yang berdasarkan alQur’an.
Persoalan yang paling mendasar yang terjadi di sekolah terkadang masih ada
beberapa guru yang memperlakukan muridnya secara diskriminatif. Ia
memperlakukan muridnya dengan pilih kasih dan membeda-bedakan anak yang
cerdas, cantik, berpangkat, anak kesayangan, dan lain sebagainya. Padahal mereka
seharusnya merasakan bahwa sekolah bagi mereka merupakan tempat belajar
yang menyenangkan. Di sekolah, ia harus dihargai, dipahami, dan tidak dibodohbodohkan maupun diejek, khususnya anak dari masyarakat miskin. Biasanya
mereka sering dibodoh-bodohi, diejek, atau dibiarkan semaunya. Begitu pula
dengan sikap murid yang kurang baik dalam berinteraksi dengan guru, seperti
halnya dengan menjaga sopan santun baik tutur kata maupun tingkah laku murid
terhadap guru.
Bertitik tolak dari kondisi tersebut maka penulis mengadakan penelitian
skripsi “POLA INTERAKSI GURU DENGAN MURID DALAM ALQUR'AN SURAT LUQMAN AYAT 12-19 DAN SURAT „ABASA AYAT 110”
7
B. Identifikasi Masalah
1.
Bagaimana sikap guru dengan murid dalam berinteraksi agar tidak terjadi
diskriminatif dalam proses pembelajaran?
2.
Bagaimana sikap murid dengan guru dalam berinteraksi pada situasi
pembelajaran?
3.
Bagaimana pola interaksi guru dengan murid agar tujuan pendidikan dalam
proses pembelajaran tercapai?
4.
Bagaimanakah tipe pola interaksi guru dengan murid dalam pandangan alQur’an?
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.
Pembatasan Masalah
Dalam penulisan skripsi ini penulis akan membahas tentang pola interaksi
antara guru dengan murid dalam pandangan al-Qur’an. Agar permasalahan tidak
meluas, maka penulis membatasi pada pola interaksi guru dengan murid yang
terkandung dalam surat Luqman ayat 12-19 dan surat ‘Abasa ayat 1-10.
2.
Perumusan Masalah
a.
Nilai-nilai pendidikan apa saja yang terkandung dalam surat Luqman
ayat 12-19 dan surat ‘Abasa ayat 1-10?
b.
Bagaimanakan pola interaksi guru dengan murid dalam al-Qur'an surat
Luqman ayat 12-19 dan surat ‘Abasa ayat 1-10?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.
Tujuan Penelitian
a.
Untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan apa saja yang terkandung dalam
surat Luqman ayat 12-19 dan surat ‘Abasa ayat 1-10.
b.
Untuk mengetahui pola interaksi guru dengan murid dalam al-Qur'an
surat Luqman ayat 12-19 dan surat ‘Abasa ayat 1-10.
8
2.
Manfaat Penelitian
a.
Sebagai bahan untuk mengembangkan teori pola interaksi guru dengan
murid dalam proses pembelajaran.
b.
Secara umum, diharapkan dapat memperkaya khazanah ilmiah di bidang
ilmu tafsir.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pengertian Pola dan Interaksi
Pola adalah gambar yang dibuat contoh atau model. Sedangkan dalam Kamus
Induk Istilah Ilmiah, M. Dahlan menyatakan bahwa “interaksi adalah aksi yang
saling memberikan timbal balik”.1 Jadi pola interaksi adalah bentuk hubungan
timbal balik antara orang satu dengan orang lainnya. Sebagai makluk sosial,
kecenderungan manusia untuk berhubungan dengan yang lain melahirkan
komunikasi dua arah, baik melalui bahasa maupun perbuatan. Karena adanya aksi
maka reaksipun terjadi, inilah unsur yang membentuk terjadinya interaksi.2
Manusia adalah mahluk individu dan mahluk sosial. Sehingga dalam
hubungannya setiap manusia bagaimanupun juga tidak dapat terlepas dari individu
yang lain. Dengan demikian kegiatan manusia akan selalu dibarengi dengan
proses interaksi, baik interaksi dengan alam lingkungan, interaksi dengan sesama,
maupun dengan Tuhannya, baik disengaja maupun tidak disengaja.
Menurut H. Bonner sebagaimana yang dikutip Abu Ahmadi, berpendapat
bahwa yang dimaksud dengan interaksi ialah suatu hubungan antara dua individu
1
M. Dahlan Y. Al-Barry dan L. Lya Sofyan Yacub, Kamus Induk Istilah Ilmiah, (Surabaya:
Target Press, 2003), h. 323.
2
Miftahul Huda, Interaksi Pendidikan 10 Cara Qur’an Mendidik Anak, (Malang: UINMalang Press, 2008), Cet. I, h. 38.
9
10
atau lebih di mana tingkah laku individu yang satu mempengaruhi, mengubah, dan
memperbaiki individu yang lain. Begitu juga sebaliknya.3
Manusia sebagai makhluk sosial, di dalam kehidupannya membutuhkan
hubungan dengan manusia lainnya. Hubungan itu terjadi karena setiap manusia
memiliki kebutuhan yang berbeda-beda dan karena saling membutuhkan,
membuat manusia cenderung untuk berhubungan melahirkan komunikasi dua arah
melalui bahasa yang mengandung tindakan dan perbuatan. Karena ada aksi dan
reaksi, maka interaksipun terjadi. Oleh sebab itu, interaksi akan berlangsung bila
ada hubungan timbal balik antara dua orang atau lebih.4
Interaksi yang bernilai pendidikan dalam dunia pendidikan ataupun yang
disebut dengan interaksi edukatif. Dalam pola interaksi antara guru dengan murid
adalah dalam proses pembelajaran seorang guru menghadapi murid-muridnya
yang merupakan suatu kelompok manusia di dalam kelas. Di dalam interaksi
tersebut tampak bahwa guru mencoba untuk menguasai kelasnya supaya proses
interaksi berlangsung dengan seimbang, di mana terjadi saling mempengaruhi
antara kedua belah pihak, baik guru maupun murid. Sebagai contoh, seorang guru
mengadakan diskusi diantara anak didiknya untuk memecahkan sebuah persoalan,
di sinilah proses interaksi itu akan terjadi, adanya saling memberikan pendapat
yang berbeda satu sama lain. Dengan adanya interaksi pola pikir, pola sikap dan
pola tingkah laku, maka sikap yang maunya benar dan menang sendiri tidak akan
muncul dan berkembang. Sebaliknya akan tumbuh sikap yang toleran dan saling
menghargai antara yang satu dengan yang lainya.
Menurut Djamarah, sebagaimana yang di kutip oleh Miftahul Huda. bahwa
interaksi yang bernilai pendidikan, yaitu interaksi yang dengan sadar meletakkan
tujuan untuk mengubah tingkah laku dan perbuatan seseorang. Dengan konsep di
atas, maka muncullah istilah guru di satu pihak dan murid di pihak lain. Keduanya
berada dalam interaksi yang bernilai pendidikan dengan posisi, tugas, dan
tanggung jawab yang berbeda, namun tetap bersama-sama dalam mencapai tujuan
3
4
Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan, (Surabaya: Bina Ilmu, 1982), Cet. IV, h. 42.
Huda, op. cit., h. 32-33.
11
pendidikan.5 Sehingga dalam hal ini guru bertanggung jawab untuk mengantarkan
anak didik ke arah kedewasaan dengan memberikan sejumlah ilmu pengetahuan
dan membimbingnya. Sedangkan anak didik berusaha untuk mencapai tujuan
pendidikan dengan bantuan dan pembinaan dari guru.
B. Faktor-faktor Interaksi Guru dengan Murid
Proses belajar mengajar sebagai suatu sistem interaksi, maka kita akan
dihadapkan pada sejumlah faktor-faktor. Tanpa adanya faktor-faktor tersebut
sebenarnya tidak akan terjadi proses interaksi antara guru dengan murid dalam
proses belajar mengajar.
Faktor-faktor yang dimaksud adalah:
1.
Tujuan, merupakan hal yang pertama kali yang harus dirumuskan dalam
kegiatan interaksi guru dengan murid dalam proses belajar mengajar. Karena
tujuan dapat memberikan arah yang jelas dan pasti kemana kegiatan
pembelajaran dibawa oleh guru. Dengan berpedoman pada tujuan, guru akan
dapat menyeleksi tindakan mana yang harus dilakukan dan tindakan mana
yang harus ditinggalkan.
2.
Bahan Pelajaran, adalah unsur inti dalam kegiatan interaksi guru dengan
murid dalam proses pembelajaran tidak akan berjalan. Dalam pemilihan
pelajaran harus disesuaikan dengan kondisi kemampuan murid dalam
menerima pelajaran. Selain itu bahan pelajaran mutlak harus dikuasai oleh
guru dengan baik.
3.
Metode, adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Metode diperlukan guna menunjang terciptanya tujuan
pembelajaran.
4.
Alat, adalah segala sesuatu yang dapat digunakan dalam rangka mencapai
tujuan pembelajaran. Dalam interaksi antara guru dengan murid dalam proses
pembelajaran biasanya dipergunakan alat non material dan alat material. Alat
material biasanya berupa suruhan, perintah, larangan, nasihat, dan
5
Ibid., h. 38-39.
12
sebagainya. Sedangkan alat bantu material misalnya: globe, papan tulis, batu,
gambar, dan sebagainya.
5.
Sarana, merupakan komponen yang sangat
penting dalam rangka
menciptakan interaksi antara guru dengan murid dalam proses belajar
mengajar, sebab interaksi hanya mungkin terjadi bila ada sarana, waktu,
tempat, dan sarana-sarana lainnya.6
Menurut Winarno Surachmad, bahwa faktor-faktor yang sangat diperlukan
dalam setiap proses interaksi antara guru dengan murid adalah:
1.
Ada tujuan yang jelas akan dicapai;
2.
Ada bahan yang menjadi isi proses pembelajaran;
3.
Ada pelajar yang aktif mengalami proses pembelajaran;
4.
Ada guru yang melaksanakan proses pembelajaran;
5.
Ada metode tertentu untuk mencapai tujuan; dan
6.
Ada situasi yang kondusif dalam proses pembelajaran.7
Penjelasan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa dalam proses interaksi
antara guru dengan murid tidak dapat dilakukan dalam ruangan yang hampa,
tanpa adanya tujuan, dan tanpa adanya pelajar.
Pendidikan merupakan kegiatan yang dilakukan secara sengaja, seksama,
terencana, dan memiliki tujuan pendidikan. Pendidikan ini dilaksanakan oleh guru
yang memiliki bekal ilmu pengetahuan yang cukup dan memiliki keterampilan
dalam menyampaikan ilmu pengetahuan yang dimilikinya kepada peserta didik
secara bertahap agar peserta didik dapat mengembangkan potensi yang
dimilikinya Dalam perkembangan selanjutnya, pendidikan memiliki aspek-aspek
yang saling berkaitan, diantaranya yaitu: aspek tujuan, kurikulum, metode, guru,
lingkungan, dan sarana.8
6
B. Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), h.
157-158.
7
Winarno Surachmad, Metodologi Pengajaran Nasional, (Bandung: Jemmars, 1986), h. 14.
8
Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), Cet. I, h. 10.
13
C. Ciri-ciri Interaksi Guru dengan Murid
Interaksi guru dengan murid terkandung dua unsur pokok, yaitu: kegiatan
guru dan kegiatan murid. Sehingga apa yang dilakukan oleh guru mendapat
respon dari murid, dan demikian pula sebaliknya apa yang dilakukan murid akan
mendapat sambutan dari guru. Semua kegiatan tersebut dapat diikhtisarkan
dengan beberapa ciri interaksi edukatif yang sering juga disebut dengan interaksi
belajar mengajar.
Proses belajar mengajar akan senantiasa merupakan proses kegiatan interaksi
antara dua unsur manusiawi, yakni murid sebagai pihak yang belajar dan guru
sebagai pihak yang mengajar. Interaksi yang merupakan proses atau interaksi
belajar mengajar tersebut memiliki ciri-ciri khusus yang membedakan dengan
interaksi yang lain.
Djamarah dan Zain menjelaskan ciri-ciri interaksi guru dengan murid
diantaranya:
1.
Belajar mengajar memiliki tujuan, yakni untuk membentuk anak dalam suatu
perkembangan tertentu. Dengan menempatkan anak didik sebagai pusat
perhatian, sedangkan unsur lainnya sebagai pengantar dan pendukung.
2.
Ada suatu prosedur (jalannya interaksi) yang direncanakan, untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Agar dapat mencapai tujuan optimal, maka
dalam melakukan interaksi antara guru dengan murid perlu ada prosedur atau
langkah-langkah yang terencana. Untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran
yang satu dengan yang lain, mungkin akan membutuhkan prosedur dan
desain yang berbeda pula.
3.
Ditandai dengan penggarapan materi khusus, yaitu materi harus didesain
sedemikian rupa, sehingga cocok untuk mencapai tujuan dan perlu
memperhatikan komponen-komponen pengajaran yang lain. Meteri harus
sudah didesain dan disiapkan sebelum berlangsungnya interaksi antara guru
dengan murid dalam kegiatan belajar mengajar.
4.
Ditandai dengan aktivitas anak didik, sebagai konsekuensi, bahwa anak didik
merupakan syarat mutlak bagi berlangsungnya interaksi belajar mengajar
14
antara guru dengan murid. Jadi tidak ada gunanya melakukan kegiatan belajar
mengajar, kalau anak didik hanya pasif.
5.
Guru berperan sebagai pembimbing, dalam peranannya sebagai pembimbing,
guru harus berusaha menghidupkan dan memberi motivasi agar terjadi proses
interaksi yang kondusif. Guru harus siap sebagai mediator dalam segala
situasi, sehingga guru merupakan tokoh yang akan dilihat dan ditiru tingkah
lakunya oleh anak didik. Guru (akan lebih baik bersama anak didik) sebagai
pemimpin terjadinya interaksi.
6.
Membutuhkan disiplin, disiplin dalam kegiatan belajar mengajar diartikan
sebagai suatu pola tingkah laku yang diatur menurut ketentuan yang sudah
ditaati dengan sadar oleh pihak guru maupun pihak anak didik. Jadi langkahlangkah yang dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang sedah digariskan.
Penyimpangan dari prosedur berarti suatu indikator pelanggaran disiplin.
7.
Ada batas waktu, untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu dalam sistem
berkelas, batas waktu menjadi salah satu ciri yang tidak bisa ditinggalkan.
Setiap tujuan akan diberi waktu tertentu dan kapan tujuan harus sudah
tercapai.
8.
Evaluasi, dari seluruh kegiatan tersebut, masalah evaluasi merupakan bagian
penting yang tidak bisa diabaikan. Evaluasi harus guru lakukan untuk
mengetahui tercapai atau tidak tujuan pembelajaran yang telah ditentukan.9
Pendapat ini serupa dengan pendapat Miftahul Huda yang menjelaskan
bahwa ciri-ciri interaksi antara guru dengan murid dalam proses belajar mengajar,
yaitu: “interaksi yang memiliki tujuan, mempunyai prosedur yang direncanakan
untuk mencapai tujuan, interaksi yang ditandai dengan materi khusus, ditandai
dengan aktivitas anak didik, pendidik atau guru yang berperan sebagai
pembimbing, interaksi pendidikan membutuhkan kedisiplinan, adanya batasan
waktu, dan diakhiri dengan adanya evaluasi”.10
9
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2002), Cet. II, h. 46-48.
10
Huda, op. cit., h. 41.
15
D. Macam-macam Pola Interaksi Guru dengan Murid
Interaksi antara guru dan murid, unsur guru dan murid harus aktif, tidak
mungkin terjadi proses interaksi dalam proses pembelajaran bila hanya satu unsur
yang aktif. Baik aktif dalam sikap, mental, dan perbuatan.
Kegiatan interaksi belajar mengajar sangat beraneka ragam coraknya, mulai
dari kegiatan yang didominasi oleh guru sampai kegiatan mandiri yang dilakukan
oleh murid. Hal ini tentu saja bergantung pada keterampilan guru dalam
mengelola kegiatan interaksi belajar mengajar. Penggunaan variasi pola interaksi
mutlak dilakukan oleh guru. Hal ini dimaksudkan agar tidak menimbulkan
kebosanan, kejenuhan,
serta untuk
menghidupkan suasana kelas
demi
keberhasilan guru dan anak dalam mencapai tujuan pendidikan.
Ada beberapa pola interaksi antara guru dengan murid dalam proses
pembelajaran yang dilakukan antara guru dengan murid, diantaranya yaitu:
1.
Pola pendidik (guru) – anak didik (murid), merupakan komunikasi sebagai
aksi (komunikasi satu arah).
Gambar 1.1
Pola Komunikasi Satu Arah
Komunikasi satu arah ini biasanya dilakukan oleh seorang guru dalam
pembelajaran dengan metode ceramah. Dalam pola interaksi antara guru
dengan murid yang seperti ini dapat diumpamakan seorang guru yang
mengajar muridnya hanya dengan menyuapi makanan kepada muridnya.
16
Sehingga murid selalu menerima suapan itu tanpa komentar dan tanpa aktif
berfikir.
Pelaksanaan bentuk interaksi seperti ini gurulah yang berperan penting,
gurulah yang aktif, murid pasif, dan semua kegiatan berpusat pada guru.
Guru sebagai sumber segala pengetahuan, sumber segala kebenaran, dan
sumber segala yang diperlukan siswa di sekolah. Semua yang dikatakan oleh
guru dipegang oleh murid sebagai suatu kebenaran yang mutlak.11
Semua orang mempercayai bahwa guru memiliki andil yang sangat besar
terhadap keberhasilan pembelajaran di sekolah dan membantu perkembangan
peserta didik dalam mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki peserta
didik secara optimal sesuai dengan tujuan hidup peserta didik tersebut.12
2.
Pola pendidik (guru) – anak didik (murid) – pendidik (guru), ada feedback
bagi guru, tetapi tidak ada interaksi antara anak didik (komunikasi dua arah).
Gambar 2.1
Pola Komunikasi Dua Arah
Pola komunikasi ini biasanya dalam proses pembelajaran menggunakan
metode tanya jawab. Setelah guru menjelaskan tentang suatu materi, maka
guru akan memberi kesempatan kepada murid untuk bertanya, yang
kemudian pertanyan tersebut akan dijawab oleh guru.
11
Ibid.
Enco Mulyasa, Menjadi Guru Profesiona: Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan
Menyenangkan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), Cet. IV, h. 35.
12
17
Pola interaksi guru dengan murid dalam bentuk ini, guru merupakan
salah satu sumber belajar, bukan sekedar menyuapi materi kepada murid.
Jadi, guru sebagai salah satu sumber pengetahuan tetapi hal itu tidak mutlak.
Guru melontarkan masalah-masalah kepada murid, agar murid mampu dan
timbul inisiatif untuk memecahkan masalah tersebut. Guru memberikan aksiaksi yang merangsang murid untuk mengadakan reaksi. Dengan demikian,
terjadilah interaksi antara guru dengan murid. Ada hubungan timbal balik
antara guru dengan murid.
3.
Pola pendidik (guru) – anak didik (murid) – anak didik (murid), ada feedback
bagi guru, dan anak didik saling belajar satu sama lain (komunikasi tiga
arah).
Gambar 3.1
Pola Komunikasi Tiga Arah
Komunikasi atau interaksi antara guru dengan murid dalam proses
pembelajaran seperti ini biasanya terjadi dengan metode diskusi, yang
dimana guru menugaskan anak didik untuk berdiskusi dengan temannya
tentang suatu masalah atau materi yang sedang dipelajari.
Sebenarnya interaksi seperti ini bukan sekedar adanya aksi dan reaksi,
melainkan juga adanya hubungan interaktif antara setiap individu. Setiap
individu ikut aktif, dan tiap individu mempunyai peran. Dalam hal ini guru
hanya menciptakan situasi dan kondisi, agar tiap individu murid dapat aktif
18
belajar. Yang dimana suasana atau proses belajar mengajar yang aktif.
Masing-masing siswa sibuk belajar, dan melaksanakan tugas yang diberikan
oleh guru.
Setiap murid memegang peranan di dalam proses belajar mengajar
seperti ini. Guru akan mengawasi dan mengarahkan serta membimbing murid
dalam proses pembelajaran. Dengan demikian, interaksi belajar mengajar
berlangsung timbal balik. Murid dapat menerima pelajaran dari guru dan
mendapat pengalaman dari siswa lain. Kegiatan seperti ini menimbulkan
adanya interaktif antara guru dan murid, serta antara murid dengan murid.13
4.
Pola pendidik (guru) – anak didik (murid) – anak didik (murid) – pendidik
(guru), interaksi yang optimal yang memungkinkan adanya kesempatan yang
sama bagi setiap anak didik dan guru untuk saling berdiskusi (komunikasi
multi arah).
Guru
Murid
Murid
Murid
Murid
Gambar 4.1
Pola Komunikasi Multi Arah
13
Roestiyah N.K, Masalah Pengajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), h. 44.
19
Interaksi ini murid dihadapkan pada suatu masalah, dan murid sendiri
lah yang memecahkan masalah tersebut, kemudian hasil diskusi murid-murid
tersebut dikonsultasikan kepada guru. Sehingga diri interaksi seperti ini,
murid memperoleh pengalaman dari teman-temannya sendiri.
Pola interaksi seperti ini, guru harus memberi motivasi agar murid-murid
mampu memahami masalah dan dapat memecahkan masalah tersebut.
Dengan kondisi belajar yang seperti ini, maka setiap siswa ketika
menghadapi suatu masalah akan aktif mencari jawaban atas segala
inisiatifnya
sendiri.
Guru
hanya
membimbing,
mengarahkan,
dan
menunjukkan sumber belajar.14
5.
Pola melingkar, interaksi seperti ini disebut dengan komunikasi segala arah.
Guru
Murid
Murid
Murid
Murid
Murid
Gambar 5.1
Pola Komunikasi Melingkar (Segala Arah)
14
Ibid., h. 41-45.
20
Pola komunikasi melingkar ini, setiap anak didik mendapat giliran untuk
mengemukakan pendapat atau jawaban dari pertanyaan, dan tidak
diperbolehkan berpendapat atau menjawab sampai dua kali sebelum semua
anak didik mendapat giliran. 15
E. Sikap Guru terhadap Murid
Imam Muhyiddin Yahya bin Syarf al-Nawawi (w.676 H) menyatakan bahwa
seorang guru ketika mengajar hendaknya berniat untuk memperoleh ridha dari
Allah SWT bukan untuk mendapatkan kekayaan dunia, melainkan untuk
beribadah kepada Allah SWT. Untuk itu maka diperlukan niat yang baik,
walaupun masalah ini tergolong cukup berat, terutama bagi orang yang pertama
kali mengajar. Dari sikap tersebut perlu dibarengi dengan senantiasa menunjukkan
kebaikan kepada murid-murid dengan bersikap lembut, sungguh-sungguh, dan
sabar dalam menghadapi cobaan dan perlakuan yang kurang menyenangkan dari
murid-muridnya.16
Hal berikutnya yang perlu dilakukan guru adalah dengan menanyakan murid
yang tidak hadir, memperluas pemahaman murid sesuai tingkat kecerdasannya,
tidak memberikan beban yang tidak sangup dipikul murid, tidak juga memberikan
tugas yang terlalu ringan kepada murid, dan memberikan penjelasan melalui
perumpamaan bagi murid-murid yang belum paham.17
Nasution di dalam bukunya menyebutkan ciri-ciri guru yang baik,
diantaranya yaitu: Mampu memahami dan menghormati murid; mampu
menghormati
bahan
pelajaran
yang
diberikan
kepada
murid;
mampu
menyesuaikan metode mengajar dengan bahan pelajaran; mampu menyesuaikan
bahan pelajaran dengan kesanggupan individu murid; mampu mengaktifkan
kegiatan murid dalam hal belajar; mampu memberikan pengertian dan bukan
hanya kata-kata; mampu menghubungkan pelajaran dengan kebutuhan murid;
mempunyai tujuan tertentu dengan tiap pelajaran yang diberikan; tidak terikat
15
Ibid., h. 41-42.
Abuddin Nata, Perspektif Islam Tentang Pola Hubungan Guru-Murid: Studi Pemikiran
Tasawuf Al-Ghazali, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2001), Cet. I, h.93-94.
17
Ibid., h. 94
16
21
oleh satu buku pelajaran (teksbook); dan tidak hanya mengajar dalam arti
menyampaikan
pengetahuan
saja
kepada
murid,
melaikan
senantiasa
mengembangkan pribadi anak.18
Mengajar adalah suatu pekerjaan yang tidak mudah. Walaupun demikian
setiap guru dan calon guru harus mampu menanamkan pada dirinya syarat-syarat
yang harus dimiliki oleh guru yang baik, supaya jelas kearah mana seorang guru
harus membentuk kepribadian dalam mengajar murid-muridnya.
Ibn Khaldun berpendapat, sebegaimana yang dikutip Abuddin Nata
menyatakan bahwa:
Seorang guru harus mengajar secara bertahap, mengulang-ngulang sesuai
dengan pokok bahasan, dan kesanggupan murid, tidak memaksakan atau
membunuh daya nalar siswa, tidak berpindah dari satu topic ke topic lain,
sebelum topik pertama dikuasai, tidak memandang kelupaan sebagai suatu aib,
tetapi agar mengatasinya dengan jalan mengulang, jangan bersikap keras
terhadap murid. seorang guru juga harus membiasakan diskusi dan tukar
pikiran dengan murid, memilih bidang kajian yang disukai murid, mendekatkan
murid pada pencapaian tujuan, memperhatikan tingkat kesanggupan murid dan
menolongnya agar murid tersebut mampu memahami pelajaran.19
Menurut al-Ghazali, sebagaimana dikutip Abuddin Nata memandang bahwa:
“Pekerjaan mengajar dinilai lebih mulia dibandingkan dengan memanfaatkan
harta. Hal itu didasarkan pada alasan bahwa orang yang meminta ilmu itu
berlapis-lapis, yaitu ada yang kaya, miskin, raja, rakyat, dan sebagainya.
Sedangkan orang yang meminta harta hanya orang yang miskin atau yang
membutuhkan saja.”20 Oleh sebab itu, al-Ghazali berpendapat bahwa seorang guru
harus memiliki etika yang wajib dilakukan oleh seorang guru, diantaranya:
1.
Bersikap lembut dan kasih sayang pada para pelajar. Dalam hal ini al-Ghazali
menilai bahwa seorang guru menjadi penyebab bagi keberadaan kehidupan
yang kekal di akhirat, sedangkan orang tua berperan sebagai penyebab
adanya anak di dunia yang sementara ini. Oleh sebab itu, seorang guru
dianggap lebih tinggi posisinya dibandingkan orang tua murid. Sehingga
seorang guru wajib memperlakukan murid-muridnya dengan rasa kasih
18
S. Nasution, Didaktik Asas-asas Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), Cet. I, h. 8-13.
Nata, op. cit., h.96.
20
Ibid., h.98.
19
22
sayang, dan mendorong murid-muridnya mempersiapkan diri untuk
mendapatkan kehidupan di akhirat yang kekal dan bahagia.
2.
Seorang guru tidak meminta imbalan atas tugas mengajar murid-muridnya.
Seperti halnya yang dilakukan Rasulullah SAW yang mengajar manusia
tanpa imbalan dan tanpa meminta ucapan terima kasih, namun semata-mata
karena karunia Allah SWT.
3.
Tidak menyembunyikan sedikitpun ilmu yang dimiliki seorang guru. Seorang
guru harus sungguh-sungguh tampil sebagai penasehat dan pembimbing
ketika murid membutuhkan ataupun tidak membutuhkan.
4.
Menjauhi akhlak yang buruk dengan cara menghindarinya sedapat mungkin.
Dalam hal ini al-Ghazali menyerukan agar seorang guru mengajar dengan
cara yang benar, seperti mengulang bukan menjelaskan dan kasih sayang
bukan merendahkan. Karena dengan hanya menjelaskan akan menyebabkan
timbulnya rasa bosan dan cepat hilang hafalan murid-muridnya. Menurut alGhazali hal yang seperti ini termasuk pekerjaan mengajar yang mendalam.21
Berdasarkan uraian tersebut, bahwa sosok guru yang ideal adalah guru yang
memiliki motivasi mengajar yang tulus, ikhlas dalam mengamalkan ilmunya,
bertindak sebagai orang tua yang penuh kasih sayang terhadap anaknya, dapat
mempertimbngkan kemampuan intelektual anaknya, mampu menggali potensi
yang dimiliki murid, bersikap terbuka dan demokratis untuk menerima dan
menghargai pendapat murid, dapat berkerjasama dengan murid dalam
memecahkan masalah, dan pada akhirnya murid dibimbing menuju ke jalan Allah
melalui berbagai upaya seorang guru terhadap muridnya dalam mengajar.22
Prof. Dr. H. Mahmud Yunus menjelaskan bahwa guru harus berusaha
mempunyai sifat-sifat sebagai berikut, yaitu: Guru harus mengasihi muridmuridnya seperti mengasihi anak-anaknya sendiri; hubungan antara guru dan
murid-murid haruslah baik dan erat; guru haruslah memperhatikan keadaan anakanak dan mempelajari jiwa kanak-kanak; guru haruslah sadar akan kewajibannya
terhadap masyarakat; guru haruslah menjadi contoh bagi keadilan, kesucian, dan
21
22
Ibid., h. 98-99.
Ibid., h. 101.
23
kesempurnaan; guru haruslah berlakau jujur dan ikhlas; guru haruslah
berhubungan dengan kehidupan masyarakat; guru haruslah cakap mengajar, baik
pimpinannya dan bijaksana dalam perbuatannya; guru harus mempunyai cita-cita
yang tetap; guru haruslah berbadan sehat; guru haruslah membiasakan muridmurid supaya mereka percaya kepada diri sendiri; guru haruslah mementingkan
intisari pelajaran, bukan bentuknya yang lahir saja; guru haruslah berbicara
dengan murid-muridnya dalam bahasa yang dipahaminya; guru haruslah
memikirkan pendidikan akhlak; dan guru haruslah mempunyai kepribadian yang
kuat.23
Proses interaksi belajar mengajar, guru adalah orang yang memberikan
pelajaran dan siswa adalah orang yang menerima pelajaran. Dalam mentransfer
pengetahuan kepada siswa diperlukan pengetahuan, kecakapan, atau keterampilan
sebagai guru. Tanpa ini semua tidak mungkin proses interaksi belajar mengajar
dapat berjalan secara kondusif. Disinilah kompetensi dalam arti kemampuan
mutlak diperlukan guru dalam melaksanakannya sebagai pendidik dapat
terlaksana dengan baik. Beranjak dari pengertian inilah kompetensi merupakan
suatu hal yang tidak bisa dipisahkan dari kegiatan pendidikan dan pengajaran.
Konsep interaksi antara guru dengan murid bahwa pendidik (guru)
mempunyai peranan yang penting. Oleh karena itu, seorang pendidik harus
mempunyai kompetensi-kompetensi (sifat dasar pendidik), antara lain meliputi
bijaksana, penuh kasih sayang, demokratis, mengenal murid dan memahami
kejiwaaannya, berpengetahuan luas, memahami materi, sabar dan ikhlas.
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor
16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru,
adapun macam-macam kompetensi yang harus dimiliki oleh tenaga guru antara
lain: kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional dan sosial yang diperoleh
melalui pendidikan profesi. Keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam
kinerja guru.
23
Mahmud Yunus, Pokok-pokok Pendidikan dan Pengajaran, (Jakarta: PT. Hidakarya
Agung, 1990), Cet. III, h. 61-72.
24
1)
Kompetensi Pedagogik
Kompetensi pedagogik meliputi pemahaman guru terhadap peserta didik,
perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan
pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang
dimilikinya. Secara rinci setiap subkompetensi dijabarkan menjadi indikator
esensial sebagai berikut;

Memahami peserta didik secara mendalam memiliki indikator esensial:
memahami
peserta
didik
dengan
memanfaatkan
prinsip-prinsip
perkembangan kognitif; memahami peserta didik dengan memanfaatkan
prinsip-prinsip kepribadian; dan mengidentifikasi bekal ajar awal peserta
didik.

Merancang pembelajaran, termasuk memahami landasan pendidikan untuk
kepentingan pembelajaran memiliki indikator esensial: memahami landasan
kependidikan; menerapkan teori belajar dan pembelajaran; menentukan
strategi pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi
yang ingin dicapai, dan materi ajar; serta menyusun rancangan pembelajaran
berdasarkan strategi yang dipilih.

Melaksanakan pembelajaran memiliki indikator esensial: menata latar
(setting) pembelajaran; dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif.

Merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran memiliki indikator
esensial: merancang dan melaksanakan evaluasi (assessment) proses dan
hasil belajar secara berkesinambungan dengan berbagai metode; menganalisis
hasil evaluasi proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan
belajar (mastery learning); dan memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran
untuk perbaikan kualitas program pembelajaran secara umum.

Mengembangkan
peserta
didik
untuk
mengaktualisasikan
berbagai
potensinya, memiliki indikator esensial: memfasilitasi peserta didik untuk
pengembangan berbagai potensi akademik; dan memfasilitasi peserta didik
untuk mengembangkan berbagai potensi nonakademik.
25
2)
Kompetensi Kepribadian
Kompetensi
kepribadian
merupakan
kemampuan
personal
yang
mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa,
menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Secara rinci
subkompetensi tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:

Kepribadian yang mantap dan stabil memiliki indikator esensial: bertindak
sesuai dengan norma hukum; bertindak sesuai dengan norma sosial; bangga
sebagai guru; dan memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai dengan
norma.

Kepribadian yang dewasa memiliki indikator esensial: menampilkan
kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja
sebagai guru.

Kepribadian yang arif memiliki indikator esensial: menampilkan tindakan
yang didasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan masyarakat
serta menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak.

Kepribadian yang berwibawa memiliki indikator esensial: memiliki perilaku
yang berpengaruh positif terhadap peserta didik dan memiliki perilaku yang
disegani.

Akhlak mulia dan dapat menjadi teladan memiliki indikator esensial:
bertindak sesuai dengan norma religius (iman dan taqwa, jujur, ikhlas, suka
menolong), dan memiliki perilaku yang diteladani peserta didik.
3)
Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru untuk berkomunikasi dan
bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga
kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Kompetensi
ini memiliki subkompetensi dengan indikator esensial sebagai berikut:

Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik
memiliki indikator esensial: berkomunikasi secara efektif dengan peserta
didik.
26

Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesama pendidik
dan tenaga kependidikan.

Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orang tua/wali
peserta didik dan masyarakat sekitar.
4)
Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional merupakan penguasaan materi pembelajaran secara
luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran
di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan
terhadap stuktur dan metodologi keilmuannya. Setiap subkompetensi tersebut
memiliki indikator esensial sebagai berikut:

Menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi memiliki
indikator esensial: memahami materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah;
memahami struktur, konsep dan metode keilmuan yang menaungi atau
koheren dengan materi ajar; memahami hubungan konsep antar mata
pelajaran terkait; dan menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan
sehari-hari.

Menguasai struktur dan metode keilmuan memiliki indikator esensial
menguasai langkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk memperdalam
pengetahuan/materi bidang studi.24
F. Sikap Murid terhadap Guru
Kitab al-Ilm wa Adab al-Alim wa al-Muta’alim sebagaimana dikutip Abuddin
Nata dikatakan bahwa: “Sikap murid sama dengan sikap guru yaitu sikap murid
sebagai pribadi dan sikap murid sebagai penuntut ilmu. Sebagai pribadi seorang
murid harus bersih hatinya dari kotoran dan dosa agar dapat dengan mudah dan
benar dalam menangkap pelajaran.”25
Murid harus berupaya agar lebih dekat dengan gurunya agar mendapatkan
pemahaman yang sempurna dan tidak sulit untuk memehami penjelasan dari guru.
24
http://ibnufajar75.wordpress.com/2012/12/27/empat-kompetensi-yang-harus-dimilikiseorang-guru-profesional/
25
Nata, op. cit., h. 102 .
27
Dengan syarat tempat duduk murid tidak lebih tinggi daripada tempat duduk guru,
bersikap sopan santun ketika berada di dalam kelas, karena hal seperti itu berarti
menghormati guru dan memuliakan proses belajar mengajar. Duduklah seperti
duduknya seorang murid, jangan bersuara keras jika tidak ada kebutuhan terhadar
guru, jangan tertawa, jangan banyak bicara, jangan mengangkat tangan dan
menengok jika tidak ada keperluan, melainkan harus menghadap guru, jangan
mengajukan pertanyaan atau permasalahan kecuali setelah mendapatkan izin dari
guru.26
Seorang murid juga harus menunjukkan kesungguhannya dalam belajar,
tekun belajar setiap waktu, dan tidak berpergian yang sekiranya tidak ada
hubungannya dengan menuntut ilmu kecuali untuk memenuhi kebutuhan pokok
untuk keperluan sehari-hari. Selain itu murid juga harus bersikap sabar, dan
menjauhkan diri dari pelakuan yang kurang baik kepada gurunya, jangan menutup
diri, dan terus berupaya bersikap husnudzhan terhadap guru. Dengan demikian
bahwa seorang murid harus bersih hatinya agar mendapatkan pancaran ilmu
dengan mudah. Seorang murid juga harus menunjukkan sikap akhlak yang tinggi
terutama terhadap gurunya, pandai dalam membagi waktu, memahami tatakrama
dalam proses pembelajaran, berupaya menyenangkan hati sang guru, tidak
menenjukkan sikap yang memancing kemarahan guru, giat belajar dan sabar
dalam menuntut ilmu.27
Pendapat al-Ghazali sebagaimana yang dikutip Abuddin Nata mengenai etika
sikap murid terhadap guru, diantaranya: Seorang murid harus membersihkan
jiwanya terlebih dahulu dari akhlak yang buruk dan sifat-sifat tercela; tidak
banyak melibatkan diri dalam urusan duniawi; jangan menyombongkan diri
dengan ilmu yang dimilikinya dan jangan pula banyak memerintah guru;
janganlah melibatkan diri dalam perbedaan pendapat para guru bagi pelajar
pemula; jangan berpindah dari suatu ilmu yang terpuji kepada cabang-cabangnya
kecuali setelah ia memahami pelajaran sebelumnya; jangan menenggelamkan diri
26
27
Ibid., h.103.
Ibid., h. 104.
28
pada satu bidang ilmu saja; dan jangan melibatkan diri terhadap pokok bahasan
tertentu, sebelum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang ilmu tersebut.28
Murid adalah salah satu komponen dalam pengajaran, disamping faktor guru,
tujuan dan metode pembelajaran. Sebagai salah satu komponen maka dapat
dikatakan bahwa murid adalah komponen yang terpenting diantara komponen
lainnya. Tanpa adanya murid, sesungguhnya tidak akan terjadi proses pengajaran.
Guru hanya berusaha memenuhi kebutuhan yang ada pada murid. Dapat dikatakan
bahwa etika peserta didik yang harus dimiliki antara lain: Patuh, tabah, sabar,
punya kemauan atau cita-cita yang kuat serta tidak putus asa dan bersungguhsungguh dalam mencari ilmu, sopan santun, rendah diri dan hormat pada guru,
dan tugas utama seorang anak didik adalah belajar.
G. Tinjauan Pustaka yang Relevan
Penelitian yang dilakukan oleh Ferdiyanti Anik dengan judul “Pola Interaksi
Antara Guru Dan Murid Sebagai Proses Peningkatan Kedisiplinan Siswa SMA
WIDYA DHARMA TUREN”, membahas permasalahan tentang bagaimana pola
interaksi guru dengan murid dalam mengembangkan kedisiplinan siswa di SMA
WIDYA DHARMA TUREN.
Untuk mendapatkan dan mengumpulkan data, peneliti menggunakan metode
observasi, wawancara, angket dan dokumentasi.
Penelitian yang dilakukan oleh Ferdiyanti Anik sama halnya dengan
penelitian yang dilakukan penulis, yaitu membahas tentang pola interaksi antara
guru dengan murid. Namun, objek pembahasanya berbeda, jika penelitian yang
dilakukan oleh Ferdiyanti Anik meneliti tentang pola interaksi antara guru dengan
murid pada perkembangan kedisiplinan sisiwa. Sedangkan penelitian yang penulis
lakukan yaitu pola interaksi antara guru dengan murid yang terkandung dalam alQur‟an surat Luqman ayat 12-19 dan surat „Abasa ayat 1-10.
Buku yang ditulis Dr. H. Abuddin Nata, M.A yang berjudul “Perspektif Islam
tentang Pola Hubungan Guru-Murid: Studi Pemikiran Tasawuf Al-Ghazali”,
membahas permasalahan tentang bagaimana pola komunikasi guru dengan murid
28
Ibid., h. 106-107.
29
dalam suatu pola hubungan yang harmonis. Dan fokus dalam pembahasan buku
ini adalah pola komunikasi antara guru dengan murid menurut pemikiran tasawuf
Al-Ghazali.
Buku yang ditulis Dr. H. Abuddin Nata, M.A sama halnya dengan penelitian
yang dilakukan penulis, yaitu membahas tentang pola interaksi antara guru dengan
murid. Namun, objek pembahasanya berbeda, jika penelitian yang dilakukan oleh
Dr. H. Abuddin Nata, M.A meneliti tentang pola interaksi antara guru dengan
murid menurut pemikiran tasawuf Al-Ghazali. Sedangkan penelitian yang penulis
lakukan yaitu pola interaksi antara guru dengan murid yang terkandung dalam alQur‟an surat Luqman ayat 12-19 dan surat „Abasa ayat 1-10.
Objek penelitian yang dilakukan oleh Dr. H. Abuddin Nata, M.A yaitu pada
pemikiran tasawuf Al-Ghazali tentang pola komunikasi antara guru dengan murid,
sedangkan objek penelitian yang dilakukan penulis yaitu pada pola interaksi
antara guru dengan murid dalam al-Qur‟an surat Lukman ayat 12-19 dan surat
„Abasa ayat 1-10.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Objek dan Waktu Penelitian
Objek dalam pembahasan skripsi ini yaitu pola interaksi guru dengan murid
dalam al-Qur‟an surat Luqman ayat 12-19 dan surat „Abasa ayat 1-10. Penelitian
ini dilaksanakan mulai bulan Desember 2012 sampai bulan Mei 2013 digunakan
untuk pengumpulan data mengenai sumber-sumber tertulis yang diperoleh dari
berbagai sumber buku dan kitab tafsir yang ada di perpustakaan, artikel, jurnal,
serta website yang berhubungan dengan judul skripsi “Pola Interaksi Guru dengan
Murid dalam Al-Qur'an Surat Luqman Ayat 12-19 dan Surat „Abasa Ayat 1-10”.
B. Jenis Penelitian
Penulisan skripsi ini, penulis menggunakan penelitian kualitatif dengan
metode penelitian kepustakaan (library research). Penelitian kepustakaan ini yaitu
dengan cara membaca, menelaah, mendeskripsikan, dan menganalisa literatur dari
berbagai sumber kitab tafsir serta buku-buku pendidikan yang sesuai.
Menurut DR. Hamka Hasan, penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang
dilakukan secara alamiah, apa adanya, dalam situasi normal yang tidak
30
31
dimanipulasi keadaan dan kondisinya, dan pengambilan datanya dilakukan secara
alami atau natural.1
Hampir semua jenis penelitian memerlukan studi pustaka. Meskipun banyak
orang yang membedakan antara penelitian kepustakaan (library research) dengan
penelitian lapangan (fieldresearch), tetapi keduanya tetap memerlukan penelitian
pustaka untuk memperoleh data dalam melakukan penyusunan skripsi. Dalam
penelitian kepustakaan (library research) membatasi kegiatannya hanya pada
pengumpulan bahan-bahan sumber referensi perpustakaan saja tanpa memerlukan
riset lapangan.2 Dengan demikian, maka metode yang digunakan adalah library
research yaitu suatu metode yang menggunakan cara penelitian dengan membaca
literatur dan tulisan-tulisan yang ada kaitannya dengan masalah yang sedang
diteliti.
C. Fokus Penelitian
Fokus dalam penulisan skripsi ini adalah kajian tafsir surat Luqman ayat 1219 dan surat „Abasa ayat 1-10. Jadi, pendekatan yang dipergunakan dalam kajian
ini adalah pendekatan tafsir. Melalui pendekatan ini diupayakan untuk memahami
maksud yang terkandung dalam al-Qur‟an dalam batas kemampuan manusia dan
dalam penafsiran yang dijelaskan oleh para mufasir.
Metode penafsiran yang penulis gunakan adalah metode maudhui (tematik)
dan metode tahlili (telaah).
Pertama, metode maudhui: “salah satu pesan Ali bin Abi Thalib adalah: “Ajaklah
alquran berbicara atau biarkan ia menguraikan maksudnya”. Pesan ini
mengharuskan penafsir merujuk pada alquran dalam rangka memahami
kandungannya. Dari sini lahir metode maudlu’i”.3 Metode maudhui yaitu metode
menafsirkan al-Qur‟an dengan cara menghimpun ayat-ayat al-Qur‟an dari
1
Hamka Hasan, Metodologi Penelitian Tafsir Hadis, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah,
2008), h. 42.
2
Mustika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008),
Cet. II, h. 1-2.
3
Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Raja Garafindo Persada, 2006), Cet. X, h.
222.
32
berbagai surat yang berkaitan dengan topik yang sudah di tentukan sebelumnya,
dan kemudian menganalisis kandungan dari setiap ayat tersebut.4
Ke dua, metode tahlili yaitu: metode yang “dipergunakan dalam menafsirkan alQur‟an ayat demi ayat, kemudian peneliti berusaha menjelaskan kandungan ayat
al-Qur‟an secara berurutan ditinjau dari berbagai seginya dengan menjelaskan
makna surat, jumlah ayat, surah makkiyah atau madaniyah, asbab nuzul, dan lainlain yang berkaitan dengan kandungan ayat.”5
Dalam penulisan skripsi ini juga menggunakan pendekatan deskriptif analisis.
Menurut Whitney, sebagaimana yang dikutip oleh Nazir di dalam bukunya, yaitu:
Yang dimaksud dengan metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan
interprestasi yang tepat. Penelitian deskriptif mempelajari masala-masalah
dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasisituasi tertentu, termasuk tentang hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap,
pandangan-pandangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dan
pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena.6
D. Sumber Data
Memperoleh data dan informasi yang berhubungan dengan tujuan penelitian,
maka sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Sumber
data primer penelitian ini adalah buku-buku khusus yang berkaitan dengan pola
interaksi guru dengan murid dalam al-Qur'an surat Luqman ayat 12-19 dan surat
„Abasa ayat 1-10. Adapun untuk sumber data sekunder penelitian ini meliputi data
tidak langsung yaitu berupa catatan-catatan atau dokumen, jurnal, internet,
majalah, dan bahan-bahan yang dapat diambil sesuai dengan pokok bahasan.
Sumber primer dalam menyusun skripsi ini menggunakan kitab tafsir alMishbah dan tafsir al-Qurthubi, serta sumber sekunder adalah buku-buku
pendidikan yang berkaitan dan sesuai dengan pokok bahasan skripsi ini.
Penulisan skripsi ini menggunakan berbagai sumber kitab tafsir agar dalam
pengambilan kesimpulan penafsirannya lebih kuat kebenarannya. Jika dari
beberapa kitab tafsir berbeda-beda dalam penafsiranya, maka penulis akan
4
Didin Saefuddin Buchori, Metodologi Studi Islam, (Bogor: Granada Sarana Pustaka, 2005),
Cet. I, h. 20.
5
Hasan, op. cit., h. 130.
6
Mohammad Nazir, Metode Penelitian, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), Cet. VI, h. 54-55.
33
mengambil yang paling kuat dan yang paling cocok untuk digunakan pada zaman
sekarang ini. Dan jika dari berbagai sumber kitab tafsir sama dalam
penafsirannya, maka semakin bagus dan semakin kuat kebenarannya.
E. Pengolahan Data
Pada umumnya data yang diperoleh dari hasil penelitian adalah data yang
masih mentah, sehingga akan memperoleh kesulitan dalam menarik suatu
gambaran yang berarti dari hasil penelitian tersebut. Agar sedikit banyak
memudahkan dalam penelitian, dalam pengolahan data yang pertama kali harus
dilakukan adalah editing. Ini berarti bahwa semua angket harus diteliti satu
persatu tentang kelengkapan dan kebenaran pengisian angket sehingga terhindar
dari kekeliruan dan kesalahan.
Proses pengumpulan data, penulis menggunakan teknik metode dokumentasi.
Pemeriksaan dokumentasi atau studi dokumentasi, dilakukan dengan meneliti
bahan dokumentasi yang ada dan mempunyai relevansi dengan tujuan penelitian.
Metode dokumentasi merupakan metode yang mempunyai peran sangat
penting dalam pengumpulan data jenis penelitian kualitatif atau jenis penelitian
studi kasus. Karena dalam metode dokumentasi ini memerlukan penelusuran yang
sistematis terhadap dokumen yang relevan.7 Dengan menggunakan studi
dokumentasi, penelitian dapat mengumpulkan data tertulis mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan masalah yang berupa buku yang ada di perpustakaan maupun
catatan-catatan tertulis di lokasi penelitian, baik itu berupa makalah, artikel,
jurnal, koran, internet, dan literature ilmiah lainya dari karya para pakar tafsir,
intelektual,
praktisi,
maupun
para
pengambil
kebijikan
yang tentunya
berkompeten di bidang pendidikan, yang mana karya-karya tersebut mempunyai
keterkaitan dengan objek kajian yang dibahas.
Menggunakan metode dokumentasi, penulis berusaha mempelajari secara
cermat dan mendalam segala dokumen yang tertulis. Metode dokumentasi
merupakan metode yang digunakan untuk mengumpulkan data sebagai laporan
7
105.
Robert, Studi Kasus Desain dan Metode, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), Cet. 5, h.
34
tertulis dari suatu peristiwa yang isinya terdiri dari penjelasan dan pemikiran
terhadap suatu peristiwa.8
F. Analisis Data
Penelitian kualitatif, analisis data dilakukan sejak awal penelitian dan selama
proses penelitian dilaksanakan. Data diperoleh, kemudian dikumpulkan untuk
diolah secara sistematis. Maka teknik analisis data yang digunakan adalah content
analysis atau analisis isi, yang lebih mengarah pada kajian pustaka dan tafsir.
G. Teknik Penulisan
Adapun teknik penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada buku
“Pedoman Penulisan Skripsi yang disusun oleh tim penyusun revisi pedoman
penulisan skripsi fakultas ilmu tarbiyah dan keguruan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta tahun 2011.”
8
Departemen Agama RI, Rokonstruksi Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta:
Direktorat Jendral Pendidikan Islam Departemen Agama RI, 2005), h. 5.
BAB IV
TAFSIR DAN ANALISIS SURAT TENTANG
POLA INTERAKSI GURU DENGAN MURID
DALAM AL-QUR'AN
A. Tafsir Surat Luqman Ayat 12-19 dan Surat ‘Abasa Ayat 1-10
1.
Teks Ayat dan Terjemah
a.
Surat Luqman Ayat 12-19
             
             
            
            
              
             
            
35
36
                
          

             
              
         
“Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu:
"Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada
Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan
barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya
lagi Maha Terpuji". Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada
anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku,
janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan
(Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". Dan Kami
perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu
bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang
bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah
kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah
kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan
dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka
janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia
dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian
hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang
telah kamu kerjakan. (Luqman berkata): "Hai anakku, sesungguhnya jika
ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di
langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya
(membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.
Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang
baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan
bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang
demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). Dan
janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong)
dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi
membanggakan diri. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan
lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara
keledai.” (Q.S. Luqman: 12-19).
37
b. Surat ‘Abasa Ayat 1-10
             
            
              
“Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang
seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin
membersihkan dirinya (dari dosa). Atau dia (ingin) mendapatkan
pengajaran, lalu pengajaran itu member manfaat kepadanya? Adapun
orang yang merasa dirinya serba cukup, maka kamu melayaninya.
Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalu dia tidak membersihkan diri
(beriman). Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera
(untuk mendapatkan pengajaran), sedang ia takut kepada (Allah), maka
kamu mengabaikannya.” (Q.S. „Abasa: 1-10).
2.
Latar Belakang Turunnya Surat
a.
Surat Luqman
Surat Luqman merupakan surat yang turun sebelum Nabi Muhammad
hijrah ke Madinah. Mayoritas ulama berpendapat bahwa semua ayat-ayatnya
Makkiyah.
Seorang pakar tafsir yang bernama Abu Hayyan sebagaimana yang
dikutip dalam Tafsir Al-Mishbah, mengemukakan pendapat bahwa ayat-ayat
surat Luqman ini turun menyangkut pertanyaan-pertanyaan kaum musyrikin
Makkah tentang tokoh yang bernama Luqman, yang memang pada waktu itu
Luqman sangat popular dikalangan masyarakat Jahiliyah.
Sangat wajar surat ini di beri nama surat Luqman, karena nasehat
Luqman yang sangat menyentuh hati di uraikan pada surat ini, dan nasehat
Luqman tersebut hanya disebutkan dalam surat ini.1
Al-Bukhari berkata: Qutaibah menceritakan kepada kami, Jarir
menceritakan kepada kami dari Al A‟masy dari Ibrahim, dari Alqamah
dari Abdullah, ia berkata, “Ketika turun ayat: “Orang-orang yang beriman
1
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an, (Jakarta:
Lentera Hati, 2002), Vol. 11, h. 107-108.
38
dan tidak mencampur adukkan iman mereka dengan kelaliman.” (Qs. Al
An‟aam [6]: 82), para sahabat Rasulullah SAW merasa susah hati
karenanya dan mereka berkata, “Lalu siapakah diantara kami yang
keimanannya tidak tercampur dengan kezaliman?” Maka Rasulullah SAW
bersabda, “Bukan itu maksudnya, tidaklah kalian mendengar ucapan
Lukman kepada anaknya: “Hai anakku, janganlah kamu
mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah
benar-benar kezaliman yang besar.” (QS. Lukman [31]: 13).
Status Hadist:
Shahih: Al Bukhari (31) dan Muslim (124)2
Surat ini terdiri dari 34 ayat, dan surat ini dinamakan surat Luqman yaitu
di ambil dari ayat 12, yang pada ayat tersebut disebutkan bahwa Luqman
telah diberi nikmat berupa hikmah dan ilmu pengetahuan, oleh karena itulah
Luqman bersyukur kepada Allah atas nikmat yang telah diberikan kepada
Luqman. Sehingga pada ayat 13-19 terdapat nasihat-nasihat Luqman terhadap
anaknya.
Ayat ini juga menjadi isyarat dari Allah SWT supaya setiap orang tua
melakukan pula terhadap anaknya, baik itu anak kandung sendiri ataupun
anak didik seperti halnya yang dilakukan Luqman.3
b. Biografi Luqman Al-Hakim
Luqman adalah nama seseorang yang selalu mendekatkan diri kepada
Allah SWT dan merenungkan alam yang ada disekelilingnya, sehingga ia
mendapat kesan yang mendalam. Demikian juga dengan renungan Luqman
terhadap kehidupan ini, sehingga terbukalah baginya rahasia hidup ini dengan
memperoleh hikmah dari Allah SWT.
Hikmah adalah kesan yang mendalam dalam jiwa manusia dalam melihat
pergantian antara suka dan dukanya kehidupan, melihat kebahagiaan yang
dicapai setelah mentaati segala perintah Allah, dan melihat celaka yang
dihadapi orang-orang yang melanggar segala perintah Allah. Orang yang ahli
2
Muhammad Nashiruddin Al Albani, Derajat Hadis-Hadis Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta:
Pustaka Azzam, 2008), Cet. I, Jil. 2, h. 765.
3
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya, (Yogjakarta: Universitas Islam Indonesia,
1995), Jil. VII, h. 618.
39
hikmah disebut “al-hakim”. Oleh karena itulah Luqman dikenal dengan
sebutan “Luqman al-Hakim”.4
Banyak perbedaan pendapat tentang asal usul Luqman. Ada yang
mengatakan bahwa Luqman berasal dari bangsa negro Sudan, Mesir Hulu,
hidup selama beribu tahun dan berjumpa dengan Nabi Dawud sehingga Nabi
Dawud banyak menimba ilmu dari Luqman. Ada yang berpendapat bahwa
Luqman adalah seorang Nabi, namun ada juga yang membantah dengan
mengatakan bahwa Luqman hanyalah seorang ahli hikmah.
Perihal pekerjaan Luqman pun diperselisihkan, ada yang mengatakan
sebagai qadhi kaum bani Israil, sebagai tukang jahit, sebagai pengembala
kambing, dan sebagai tukang kayu. Namun bisa saja kesemua pekerjaan itu
pernah dilakukan oleh Luqman, karena usia Luqman mencapai 1000 tahun.
Luqman juga mempunyai seorang anak yang juga diperselisihkan oleh
para ulama. Ada yang mengatakan anak Luqman bernama Tsaran, Masykam,
An‟am, Asykam, dan Matan. Anak dan istri Luqman pada mulanya kafir.
Tetapi Luqman selalu memberi pendidikan dan pengajaran kepada anak dan
istrinya sampai keduanya beriman dan menerima ajaran tauhid yang diajarkan
Luqman.5
c.
Surat ‘Abasa
Ditinjau degi perurutan turunnya merupakan surat yang ke-24 yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Surat ini turun sesudah surat anNajm dan sebelum surat al-Qadr. Dan jumlah ayatnya dalam surat ini ada 42
ayat.
Surat ini disepakati sebagai surat Makkiyyah. Namanya yang paling
populer adalah surat „Abasa (cemberut). Tema yang dibahas dalam surat ini
menurut Ibn „Asyur sebagaimana yang dikutip dalam Tafsir
al-Misbah
adalah pengajaran kepada Nabi Muhammad SAW untuk membandingkan
peringkat-peringkat kepentingan agar tidak mendahulukan sesuatu yang pada
4
5
183.
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984), h. 114.
Armai Arief, Reformulasi Pendidikan Islam, (Jakarta: CRSD Press, 2005), Cet. I, h. 182-
40
mulanya lebih penting daripada yang lainnya atau sama pentingnya dengan
yang lainnya. Surat ini juga mengisyaratkan perbedaan keadaan kaum
musyrikin yang berpaling dari petunjuk agama Islam dengan kaum muslimin
yang memberi perhatian besar terhadap ajaran agama Islam.
Al-Aufi meriwayatkan, dari Ibnu Abbas sebagaimana yang dikutip dalam
Tafsir Al-Misbah, “Ia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, ketika
seorang buta mendatanginya.” Ketika Rasulullah SAW menyambut
kedatangan para pembesar Quraisy yang bernama Atabah bin Rabi‟ah, Abu
Jahal bin Hisyam, dan Al Abbas bin Abdul Muthalib. Rasulullah SAW sangat
berharap agar mereka mau masuk ke dalam agama Islam. Lalu pada saat
Rasulullah SAW sedang berbicara dengan para pembesar Quraisy, datang
kepada Nabi Muhammad SAW seseorang yang buta bernama Abdullah bin
Ummi Maktum.6 Kemudian Ummi Maktum berkata, “Wahai Rasulullah,
ajarkanlah kepadaku apa yang diajarkan Allah SWT kepadamu.” Kemudian
Ummi Maktum menyeru Rasulullah, namun ia tidak tahu bahwa Rasulullah
sedang
sibuk
dengan
para
pembesar
Quraisy,
sehingga
tampak
ketidaksenangan di wajah Rasulullah SAW karena pembicaraannya jadi
terganggu. Oleh karena itu Rasulullah SAW bermuka masam dan berpaling
dari Ibnu Ummi Maktum.7
Setelah Rasulullah SAW selesai berbicara dengan para pembesar
Quraisy.
Beliau kembali ke keluarganya. Allah SWT lalu memegang sebagian
pandangannya dan memukul pelan kepalanya, kemudian turun ayat, “Dia
(Muhammad) bermuka masam dan berpaling. Karena telah datang
seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin
membersihkan dirinya (dari dosa). Atau dia (ingin) mendapatkan
pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya?” (QS.
„Abasa [80]: 1-4). Ketika ayat tersebut telah turun, Rasulullah SAW
memuliakannya dan bertanya, “Apa yang Engkau inginkan? Apa ada yang
Engkau inginkan?” Lalu turun ayat, “Adapun orang yang merasa dirinya
serba cukup. Maka kamu melayaninya. Padahal tidak ada (celaan) atasmu
kalau dia tidak membersihkan diri (beriman).” (QS. „Abasa [80]: 5-7).
6
Muhammad Nashiruddin Al Albani, Derajat Hadis-Hadis Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta:
Pustaka Azzam, 2008), Cet. I, Jil. 3, h. 650.
7
Al Qurthubi, Tafsir Al Qurthubi, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), Jil. 20, Cet. I, h. 87.
41
Status Hadits:
Al-Aufi yaitu Athiyah, orang yang statusnya dha‟if.8
3.
Tafsir Ayat
a.
Surat Luqman Ayat 12-19
1) Ayat 12 (Penjelasan hikmah, yaitu bersyukur kepada Allah SWT)
             
      
“Dan sesungguhnya Kami telah menganugrahkan hikmat kepada Luqman,
yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah dan barang siapa yang bersyukur,
maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barang siapa
yang kufur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji".
Ayat ini menguraikan tentang salah seorang yang bernama Luqman yang
telah dianugrahi Allah SWT suatu hikmah, sambil menjelaskan beberapa
butir hikmah yang pernah beliau sampaikan kepada anaknya. Dan
sesungguhnya
Kami
Yang
Maha
Perkasa
dan
Bijaksana
telah
menganugrahkan dan mengajarkan serta mengilhami hikmah kepada
Luqman, yaitu: “Bersyukurlah kepada Allah, dan barang siapa yang
bersyukur
kepada
Allah,
maka
sesungguhnya
ia
bersyukur
untuk
kemaslahatan dirinya sendiri; dan barang siapa yang kufur yakni yang tidak
bersyukur kepada Allah, maka yang merugi adalah dirinya sendiri. Dan
sedikitpun Allah tidak merugi, sebagaimana yang bersyukur juga tidak
menguntungkan Allah, karena sesungguhnya Allah Maha Kaya yang tidak
butuh terhadap apapun, lagi Maha Terpuji oleh makhluk yang di langit dan di
bumi”.9
Kata ( ِ‫زلِل‬
ِ ‫“ ) أ ُِ آش ُن‬Bersyukurlah kepada Allah”. Maksud dari firman
tersebut yaitu sesungguhnya Kami telah memberikan hikmah kepada Luqman
agar dia memuji Allah atas karunia yang telah diberikan Allah kepada
8
Muhammad Nashiruddin Al Albani, Derajat Hadis-Hadis Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta:
Pustaka Azzam, 2008), Cet. I, Jil. 3, h. 650-651.
9
Shihab, op. cit., Vol. 11, h. 120.
42
Luqman. Lafadz (
)
ِ‫زلِل‬
ِ ‫ ) أ ُِ آش ُن‬dijadikan penjelasan terhadap ( َ‫اىحن ََت‬
ِ
“Hikmah” karena bersyukur kepada Allah atas apa yang telah Allah berikan
kepada Luqman termasuk bagian dari hikmah yang dikaruniakan Allah
kepada Luqman.
Kata ( ِ ‫ف‬
ِ َِْ‫“ ) َ ٍَِ َ ُنز َ ّّ ََ َ ُن ُز ى‬Barangsiapa yang bersyukur (kepada
Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri”. Maksudnya
adalah, barangsiapa yang bersyukur kepada Allah atas karunia yang telah
Allah berikan kepadanya, maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya
sendiri. Karena Allah akan membalas rasa syukur tersebut dengan balasan
yang lebih banyak dan menyelamatkannya dari kebinasaan.
Kata ( ‫“ ) َ ٍَِ َم َ َز ََُّن آلِلَ َ ِْ ٌّى َ َِ ٌدي‬Dan barangsiapa yang tidak bersyukur,
maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”. Maksudnya,
barangsiapa yang kufur kepada Allah atas nikmat yang telah diberikan, maka
sesungguhnya ia telah berbuat jelek untuk dirinya sendiri. Karena Allah akan
menghukum atas kekufuran tersebut. Sesungguhnya Allah itu Maha Kaya,
maka sesungguhnya Allah tidak butuh rasa syukur seseorang terhadap-Nya,
karena kesyukuran itu tidak akan menambah kekuasan-Nya, dan kekufuran
seseorang tidak akan mengurangi kekuasaan-Nya.10
Kata syukur terambil dari kata syakara yang bermakna pujian atas
kebaikan yang diterimanya. Syukur manusia kepada Allah dimulai dengan
menyadari dari lubuk hati yang paling dalam bahwa betapa besar nikmat dan
anugrah dari Allah SWT, disertai dengan ketundukan dan kekaguman yang
sehingga melahirkan rasa cinta kepada Allah SWT, dan dorongan untuk
memuji Allah dengan ucapan sambil melaksanakan apa yang dikehendaki
Allah dari penganugrahaan-Nya tersebut, yaitu dengan menggunakan nikmat
sebagaimana yang dikehendaki oleh penganugrahnya, sehingga pengunaanya
mengarah kepada penganugrahnya.11
Jika dilihat dari uraiaan di atas, maka hikmah adalah syukur. Karena
dengan mengenal Allah dan mengenal anugrah dari Allah, maka seseorang
10
Abu Ja‟far Muhammad, Tafsir Ath-Thabari , (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), Jil. 20, Cet.
I, h. 750-751.
11
Shihab, op. cit., Vol. 11, h. 122.
43
akan kagum dan patuh kepada Allah SWT, dan dengan mengenal dan
mengetahui fungsi dari anugrah yang telah Allah berikan, maka seseorang
akan mengetahui pengetahuan yang benar, lalu atas dorongan rasa syukurnya
tersebut maka seseorang akan melakukan amal yang sesuai dengan
pengetahuannya tersebut. Dan amal yang lahir dari rasa syukur itu adalah
amal yang benar.
Ayat di atas menggunakan bentuk mudhari‟/kata kerja masa kini dan
masa yang akan datang untuk menunjukkan kesyukuran ( ‫ ) َ ُنز‬yaskur,
sedangkan ketika membahas tentang kekufuran, digunakan bentuk kata kerja
masa lampau ( ‫) َم َ َز‬. Menurut Al-Biqa‟I sebagaimana yang dikutip dalam
tafsir al-Misbah, bahwa penggunaan bentuk mudhari‟ itu menunjukkan
bahwa siapa yang datang kepada Allah pada masa apapun, Allah akan
menyambutnya dan anugrah Allah akan senantiasa tercurah sepanjang amal
yang dilakukannya. Sedangkan penggunaan bentuk kata kerja masa lampau
pada kekufuran, mengisyaratkan bahwa jika itu terjadi walupun hanya sekali
saja, maka Allah akan berpaling dan tidak menghiraukannya.12
Kata (
‫“ ) َ َُّن آلِلَ َ ِْ ٌّىي‬Maka sesungguhnya Allah Maha Kaya” yang
mempunyai makna bahwa Allah Maha Kaya dari penyembahan makhlukNya.
Kata ) ‫َ َِ ي‬
) Hamid, yang maknanya adalah Maha Terpuji. Kata
hamid/pujian memiliki makna bahwa Allah Maha Terpuji di sisi makhlukNya.13
2) Ayat 13 (Syirik merupakan kezhaliman yang amat besar)
             
 
12
13
Ibid., h. 123.
Al Qurthubi, Tafsir Al Qurthubi, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), Jil. 14, Cet. I, h. 149.
44
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, dalam keadaan
dia menasihatinya: "Wahai anakku, janganlah engkau mempersekutukan
Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah kezaliman yang
besar".
Ayat di atas melukiskan suatu pengalaman hikmah oleh Luqman dan
mencerminkan kesyukuran atas anugrah dari Allah, serta pengajaran kepada
anaknya. Diperintahkan kepada Nabi Muhammad SAW atau siapa saja untuk
merenungkan anugrah Allah kepada Luqman agar mengingat dan
mengingatkan orang lain. Ayat di atas berbunyi: Dan ingatlah ketika Luqman
bekata kepada anaknya dalam keadaan dia dari saat ke saat menasihatinya
bahawa wahai anakku sayang! Janganlah engkau mempersekutukan Allah
dengan sesuatu apapun, dan jangan juga mempersekutukan Allah sedikitpun,
baik lahir maupun batin. Persekutuan yang jelas maupun yang tersembunyi.
Sesungguhnya syirik adalah mempersekutukan Allah merupakan kezaliman
yang besar. Perbuatan seperti itu adalah menempatkan Allah yang sangat
agung pada tempat yang sangat buruk.14
Kata ( ُ ‫ض‬
ُ ‫ ) َ ِع‬ya‟izhuhu terambil dari kata ( َ‫ ) َ عظ‬wa‟zh yaitu nasihat
menyangkut berbagai kebajikan dengan cara yang menyentuh hati. Ada juga
yang mengartikannya ucapan yang mengandung peringatan dan ancaman.
Penyebutan kata ( ُ ُ‫ ) َ ِعظ‬ya‟izhuhu sesudah kata dia berkata yaitu untuk
memberi suatu gambaran tentang bagaimana perkataan itu Luqman
sampaikan kepada anaknnya, yakni tidak membentak, tetapi dengan punuh
kasih sayang. Kata ini juga menggunakan bentuk kata kerja masa kini dan
masa akan datang, sehingga kata ( ُ ُ‫ ) َ ِعظ‬ya‟izhuhu mengisyaratkan bahwa
nasihat itu dilakukannya dari saat ke saat.
Kata ( ‫ ) بَُْ َّني‬bunayya adalah kalimata yang menggambarkan kemungilan
seorang anak. Asal katanya adalah ( ‫ ) بِْي‬ibny, dari kata ( ِ‫ ) ب‬ibn yang
berarti anak laki-laki. Pemungilan kata tersebut menggambarkan kasih sayang
seorang bapak kepada anaknya. Dari sini dapat diambil hikmahnya bahwa
14
Shihab, op. cit., Vol. 11, h. 125.
45
ayat di atas memberi isyarat bahwa mendidik hendaknya didasari oleh rasa
kasih sayang terhadap peserta didik.15
3) Ayat 14 (Wajib berbakti dan taat kepada kedua orang tua)
           
     
“Dan Kami wasiatkan manusia menyangkut kedua orang ibu-bapaknya;
ibunya telah mengandungnya dalam keadaan kelemahan di atas
kelemahan dan penyapiannya di dalam dua tahun: Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah
kembalimu”.
Ayat di atas menunjukkan betapa hormat dan baktinya kepada kedua
orang tua yang menempati tempat kedua setelah pengagungan terhadap Allah
SWT.
Ayat di atas menjelaskan: Dan Kami wasiatkan yakni berpesan dengan
amat tegas terhadap semua manusia menyangkut kedua orang ibu-bapaknya;
dengan alasan ibunya telah mengandungnya dalam keadaan kelemahan di
atas kelemahan, yakni kelemahan yang selalu bertambah. Lalu ibunya
melahirkannya dengan susah payah, lalu memelihara dan menyusuinya setiap
saat, bahkan di tengah malam ketika orang lain sedang tertidup lelap.
Demikian hingga tiba masa menyapikannya dan penyapiannya di dalam dua
tahun mulai terhitung sejak kelahirannya. Ini jika orang tuanya ingin
menyempurnakan penyusuan. Wasiat kami adalah: Bersyukurlah kepada-Ku!
Karena Aku yang menciptakan kamu dan yang menyediakan semua sarana
kebahagiaan kamu, dan bersyukur pulalah kepada dua orang ibu bapak kamu
karena merekalah yang Aku jadikan perantara kehadiran kamu di bumi ini.
kesyukuran ini mutlak kamu lakukan karena hanya kepada-Kulah dan tidak
kepada
selain
Aku
kembali
kamu
pertanggungjawabkan kesyukuran itu.
15
Ibid., h. 126-127.
semua
manusia,
untuk
kamu
46
Ayat di atas tidak menyebut jasa bapak, tetapi menekankan pada jasa ibu.
Ini disebabkan karena ibu berpotensi untuk tidak dihiraukan oleh anak karena
kelemahan ibu, berbeda dengan bapak. Peranan bapak dalam konteks
kelahiran anak memang lebih ringan jika dibandingkan dengan peranan ibu.
Namun, dalam proses kelahiran anak jasa seorang bapak tidak dapat
diabaikan. Oleh karena itulah seorang anak berkewajiban berdoa juga untuk
bapaknya sebagaimana doa untuk ibunya.16
Firman Allah SWT, (
ِ ‫“ ) َ َ َّن َْ ااّفََِ بِ َ ىِ َي‬Dan Kami perintahkan
kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya”. Kata
tersebut merupakan wasiat yang Allah beritakan
kepada Lukman dan
disampaikan oleh Lukman kepada anaknya. Maksudnya adalah “Janganlah
kamu menyekutukan Allah dan janganlah kamu taat kepada orang tuamu
dalam hal perbuatan syirik. Karena Allah telah mewasiatkan taat kepada
kedua orang tua selama hal-hal tersebut tidak ada kaitannya dengan
kesyirikan dan kemaksiatan kepada Allah SWT”.17
َ‫“ ) َ هَْ َعي‬Dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah”.
Kata ( ِِ ‫َ ه‬
Maksudnya, seorang ibu mengandung anaknya di dalam perutnya, sedangkan
dia sendiri hari demi hari bertambah lemah dalam kondisi fisiknya. Kondisi
fisik seorang perempuan itu lemah, kemudian ditambah lemah lagi oleh
kehamilannya.18
Kata (
ِ ٍَ ‫ص ىُ ُ ِي َع‬
َ ِ َ ) wa fishaluhu fi amain yang berarti dan
penyapiannya di dalam dua tahun, mengisyaratkan bahwa penyusuan anak
sangatlah
penting
dilakukan
oleh
ibu
kandung
untuk
memelihara
kelangsungan hidup anak dan untuk menumbuhkembangkan anak dalam
kondisi fisik dan psikis yang prima.19
16
Ibid., h. 129.
Al-Qurthubi, op, cit., Jil. 14, h. 153
18
Ibid., Jil. 14, h. 154
19
Shihab, op. cit., Vol. 11, h. 130.
17
47
4) Ayat 15 (Wajib berbakti dan taat kepada orang tua selama perintahnya
tidak menyalahi syariat Islam)
             
             
    
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan
sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah
engkau mematuhi keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan
baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya
kepada-Kulah kembali kamu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah
kamu kerjakan”.
Ayat di atas menguraikan kasus yang merupakan pengecualian menaati
perintah kedua orang tua, sekaligus menegaskan tentang keharusan
meninggalkan kemusyrikan dalam bentuk serta kapan dan dimanapun. Ayat
di atas menyatakan: Dan jika keduanya apalagi kalau salah satunya, lebihlebih
kalau
orang
lain
bersungguh-sungguh
memaksamu
untuk
mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu
tentang itu, apalagi setelah Aku dan rasul-rasul menjelaskan kebatilan dalam
mempersekutukan Allah, dan setelah engkau mengetahuinya apabila
menggunakan nalarmu, maka janganlah engkau mematuhi keduanya. Namun,
janganlah engkau memutuskan hubungan dan tidak menghormati keduanya.
Tetaplah berbakti kepada keduanya selama tidak bertentangan dengan ajaran
agamamu, dan pergaulilah keduanya di dunia selama keduanya masih hidup
dan dalam urusan keduniaan bukan urusan akidah dengan cara pergaulan
yang baik, jangan sampai hal ini mengorbankan prinsipmu dalam beragama,
oleh karena itulah perhatikanlah tuntunan agama dan ikutilah jalan orang
yang selalu kembali kepada-Ku dalam segala urusanmu, karena semua urusan
di dunia kembali kepada-Ku, kemudiaan hanya kepada-Kulah juga di akhirat
nanti, bukan kepada siapapun selain Aku kembali kamu semua, maka Ku-
48
beritakan kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan dari kebaikan dan
keburukan yang telah kamu perbuat selama di dunia, lalu masing-masing Aku
beri balasan dan ganjaran.
Kata ( ‫ ) َج َهيَا َك‬jahadaka terambil dari kata ( ‫ ) ُجهي‬juhd yang berarti
kemampuan. Pilihan kata yang digunakan ayat ini menggambarkan adanya
upaya
dengan sunguh-sungguh.
Apabila upaya
sungguh-sungguhpun
dilarang, maka dalam hal ini bisa berarti dalam bentuk ancaman. Sehingga
terlebih lagi apabila sekedar himbauan atau peringatan.
Kata ( ٌ‫س ىَلَ بِ ِ ِعي ٌد‬
َ َ‫ ) ًَ ا ى‬ma laisa laka bihi „ilm yang berarti yang tidak
ada pengetahuanmu tentang itu. Ini berarti tidak adanya pengetahuan tentang
kemungkinan terjadinya wujud sesuatu yang dapat dipersekutukan dengan
Allah SWT. Jika sesuatu yang tidak diketahui duduk persoalannya boleh atau
tidaknya saja sudah dilarang, maka tentunya lebih terlarang lagi apabila telah
terbukti adanya larangan atasnya. Bukti tentang keesaan Allah dan tidak ada
sekutu bagi Allah sudak terlalu banyak, sehingga penggalan ayat ini
merupakan penegasan tentang larangan mengikuti siapapun waluapun kedua
orang tuanya dan walaupun dengan memaksa anaknya mempersekutukan
Allah SWT.
Kata ( ً ‫ ) ٍَع ُز‬ma‟rufan yang berarti mencakup segala hal yang dinilai
baik oleh masyarakat dan selama tidak bertentangan dengan ajaran agama
Islam. Rasulullah juga memerintahkan agar tetap menjalin hubungan baik,
menerima, dan memberi hadiah serta mengunjungi dan menyambut
kunjungannya dengan baik.20
Kata (
َ ‫“ ) َ آحَّنبِع‬Dan ikutlah jalan orang-orang yang
‫سبِ َو ٍَِ أَّ َب ىَ َّن‬
bertaubat kepada-Ku”. Maksudnya adalah berupa wasiat kepada seluruh
alam. Namun seakan-akan yang diperintahkan adalah manusia. Kata ( ‫) أّ ب‬
berarti condong dan kembali kepada sesuatu. Inilah jalan para nabi dan orangorang shahih.21
20
21
Ibid., h. 131-132.
Al Qurthubi, op, cit., Jil. 14, h. 157.
49
5) Ayat 16 (Kekuasaan Allah yang mutlak dan adanya hari pembalasan)
               
         
"Wahai anakku, sesungguhnya jika ada seberat biji sawi, dan berada
dalam batu karang atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan
mendatangkannya. Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha
Mengetahui”.
Ayat di atas melanjutkan nasihat Luqman kepada anaknya. Pada ayat ini
yang diuraikan adalah kedalaman ilmu Allah SWT. Luqman berkata: “Wahai
anakku, sesungguhnya jika ada sesuatu perbuatan baik atau buruk walau
seberat biji sawi, dan berada di tempat yang paling tersemunyi, misalnya
dalam batu karang sekecil, sesempit, dan sekokoh apapun batu itu, atau di
langit yang luas dan tinggi, atau di dalam perut bumi yang sedemikian
dalamnya
sehingga
dimanapun keberadaannya,
niscaya Allah
akan
mendatangkannya lalu member perhitungan dan memberinya balasan.
Sesungguhnya Allah Maha Halus yang dapat menjangkau segala sesuatu lagi
Maha Mengetahui segala sesuatu, sehingga tidak ada satupun yang dapat
luput dari Allah SWT.
Kata ( ‫ ) َخزدَه‬khardal sebagaimana yang dikutip dalam tafsir al-Mishbah
bahwa dalam QS. al-Anbiya ayat 47, Tafsir Muntakhab melukiskan biji
tersebut. Dalam kitab tafsir tersebut dinyatakan bahwa 1 kilogram biji
khardal terdapat 913.000 butir. Sehingga berat satu butir biji khardal hanya
seberat satu per seribu gram, atau kurang lebih seberat 1 miligram, dan
merupakan satu-satunya biji-bijian teringan yang diketahui umat manusia
sampai sekarang. Oleh karena itu, biji ini sering digunakan dalam al-Qur‟an
untuk menunjuk sesuatu yang sangat kecil dan halus.
50
Kata ( ‫ ) ىَ ِط ف‬lathif terambil dari kata ( َ‫ ) ىَطَف‬lathafa yang mengandung
makna lambut, halus, atau kecil. Dari makna ini kemudian lahir makna
ketersembunyian dan ketelitian.22
Dalam penjelasan tentang dzat dan sifat-sifat Allah SWT. Allah
berfirman:
          
“Dia tidak dijangkau oleh pandangan mata, dan Dia menjangkau segala
penglihatan (karena) Dia Lathif lagi Khabir” (QS. al-An‟am [6]: 103).
Firman di atas, dijelaskan bahwa Allah tidak dapat dilihat, paling tidak
dalam kehidupan di dunia. Nabi Musa as. pernah memohon untuk melihat
Allah, namun begitu Allah menampakkan kebesaran dan kekuasaan-Nya atau
pancaran cahaya-Nya ke sebuah gunung, gunung tersebut hancur berantakan.
Allah juga Latif yang berarti tidak dapat diketahui hakikat dzat dan sifatsifat-Nya.
Kata ( ‫ ) َخبِ ز‬Khabir yang maknanya berkisar pada dua hal, yaitu
pengetahuan dan kelemahlembutan. Khabir jika dilihat dari segi bahasa
berarti yang mengetahui dan tumbuhan yang lunak. Sementara para mufasirin
berpendapat bahwa kata ini terambil dari kata ( ‫األرض‬
ُ‫ ) َخبَزث‬khabartu alَ
ardha dalam arti membelah bumi. Dari sinilah lahir pengertian “mengetahui”,
sampai-sampai yang bersangkutan dalam membahas segala sesuatu sampai
dia membelah bumi untuk menemukannya.
Sebagaimana yang dijelaskan dalam tafsir al-Misbah bahwasannya alGhazali berpendapat, bahwa Allah adalah al-Khabir, karena tidak ada yang
dapat bersembunyi dari Allah baik hal-hal yang sangat dalam maupun yang
disembunyikan dan tidak ada yang tidak diketahui-Nya baik yang di bumi
maupun yang di alam raya.23
22
23
Shihab, op. cit., Vol. 11, h. 133-134.
Ibid., h. 135-136
51
6) Ayat 17 (Perintah melaksanakan shalat, amar ma'ruf nahi munkar dan
bersabar terhadap musibah)
             
    
“Wahai anakku, laksanakanlah shalat dan perintahkanlah mengerjakan
yang ma‟ruf dan cegahlah dari kemungkaran dan bersabarlah terhadap
apa yang menimpamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal
diutamakan.”
Ayat di atas Luqman melanjutkan nasihatnya kepada anaknya. Wahai
anakku sayang, laksanakanlah shalat dengan sempurna baik syarat-syaratnya,
rukun-rukunnya, maupun sunah-sunahnya. Dan selain engkau memperhatikan
dirimu dan membentengi diri dari kekejian dan kemungkaran, anjurkan juga
orang lain untuk melakukan hal yang sama apa yang engkau lakukan. Oleh
karena itu, perintahkanlah secara baik-baik siapapun yang mampu engkau
ajak untuk mengerjakan yang ma‟ruf
dan cegahlah mereka dari
kemungkaran. Dalam hal ini engkau akan mengalami banyak tantangan dan
rintangan dalam melaksanakan perintah Allah, oleh karena itu tabahlah dan
bersabarlah terhadap apa yang menimpamu dalam melaksanakan segala
tugasmu. Sesungguhnya yang demikian itu sangatlah tinggi kedudukannya
dan jauh tingkattannya dalam kebaikan yakni shalat, amr ma‟ruf, dan nahi
munkar. Dan sesungguhnya kesabaran termasuk hal-hal yang diperintahkan
Allah agar diutamakan, sehingga tidak ada alasan untuk mengabaikannya.
Luqman menasihati anaknya dengan menyuruh untuk mengerjakan yang
ma‟ruf, ini mengandung pesan untuk mengerjakannya, karena tidak wajar jika
seseorang
menyuruh
orang
lain
sedangkan
dirinya
sendiri
belum
mengerjakannya. Demikian juga dengan melarang kemungkaran, menuntut
agar seseorang yang akan melarang terlebih dahulu mencegah dirinya. Itulah
alasan mengapa Luqman tidak memerintahkan anaknya melaksanakan yang
52
ma‟ruf dan menjauhi yang mungkar, tetapi Luqman memerintahkan anaknya
untuk menyuruh orang lain agar melaksanakan yang ma‟ruf dan mencegah
orang lain untuk melakukan yang mungkar.24
Kata ( ‫صيَ ة‬
‫“ ) َبَُْ َّن أقِ ٌِ آى َّن‬Hai anakku, dirikanlah shalat”. Dalam ayat ini
Luqman berwasiat kepada anaknya tentang ketaatan yang paling besar, yaitu
shalat, menyuruh yang makruf, dan menjauhi yang mungkar setelah dia
sendiri melaksanakan yang makruf dan menjauhi yang mungkar. Karena
ketaatan dan keutamaan inilah yang paling utama.
Kata (
‫“ ) َ آ بِز عَي ٍَآ أ َ بَل‬Dan bersabarlah terhadap apa yang
menimpa kamu”. Ayat ini mengandung anjuran untuk mencegah orang lain
melakukan kemungkaran sekalipun akan mendapatkan kemudharatan
baginya. Karena orang yang mencegah kemungkaran terkadang akan
disakiti.25
7) Ayat 18-19 (Mengajarkan agar tidak sombong, angkuh, tidak
membanggakan diri, dan tidak meninggikan suara)
              
        
  
   
“Dan janganlah engkau memalingkan pipimu dari manusia dan janganlah
kamu berjalan di bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan
sederhanalah dalam berjalanmu dan lunakkanlah suaramu, sesungguhnya
seburuk-buruk suara ialah suara keledai.”
Ayat di atas nasihat Luqman terhadap anaknya berpesan tentang akhlak
dan sopan santun dalam berinteraksi antar sesama manusia. Luqman
24
25
Ibid., h. 136-137.
Al Qurthubi, op, cit., Jil. 14, h. 163.
53
menasihati anaknya dengan berkata: Dan wahai anakku, di samping nasihatnasihat yang lalu,
janganlah juga engkau berkeras memalingkan pipimu
yakni wajahmu dari manusia siapapun dia yang didorong oleh penghinaan
dan kesombongan. Tetapi tampillah dengan wajah yang rendah hati. Dan bila
engkau melangkah, janganlah berjalan di muka bumi dengan angkuh, tetapi
berjalanlah dengan lemah lembut dan penuh dengan wibawa. Sesungguhnya
Allah
tidak
menyukai
kepada
orang-orang
yang
sombong
lagi
membanggakan diri. Dan bersikap sederhanalah dalam berjalanmu, yakni
jangan membusungkan dada dan merunduk bagaikan orang sakit dalam
berjalan. Jangan berlari tergesa-gesa dan jangan juga sangat perlahan
menghabiskan waktu. Dan lunakkanlah suaramu sehingga tidak terdengar
kasar bagaikan teriakan keledai. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah
suara keledai.26
Kata ( ‫ص ِعز‬
‫ ) حُ َّن‬tusha‟ir diambil dari kata ( ‫ص َعز‬
‫ ) اَى َّن‬ash-sha‟ar yaitu
penyakit yang menimpa leher unta sehingga kepalanya borok dan tegang.
Oleh karena itu, hal yang demikian diserupakan dengan orang sombong yang
memalingkan wajahnya dari khalayak orang banyak. Ketika dia berkata
dengan orang lain, dia memandang orang tersebut hina dan bersikap
sombong. Sesungguhnya Allah melarang berbuat hal yang demikian.27
Kata ( ‫ ) ِ األرض‬fi al-ardh yang berarti di bumi untuk mengisyaratkan
bahwa asal kejadian manusia dari tanah, sehingga seseorang hendaknya
jangan menyombongkan diri dan melangkah angkuh di atas bumi.
Kata ( ً‫ ) ٍُ خَ ا‬mukhtalan diambil dari kata ( ‫ ) َخ َ ه‬khayal yang berarti
khayal. Oleh karena itu, kata ini pada mulanya berarti orang yang tingkah
lakunya diarahkan oleh khayalannya, bukan diarahkan oleh kenyataan yang
ada pada dirinya. Biasanya orang yang seperti ini berjalan dengan angkuh dan
merasa dirinya memiliki kelebihan dibandingkan orang lain. Dengan
demikian, keangkuhannya tampak nyata dalam kesehariannya. Dan inilah
yang ditunjuk oleh kata ( ‫ ) َ ُ ًرا‬fakhuran, yakni seringkali membanggakan
26
Shihab, op. cit., Vol. 11, h. 138-139.
Muhammad Nasib Ar-Rifa‟I, Kemudahan dari Allah: Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir,
(Jakarta: Gema Insani, 2000), Cet. I, h. 792.
27
54
diri. Memang kedua kata ini yaitu mukhtal dan fakhur mengandung makna
kesombongan. Kata yang pertama bermakna kesombongan yang terlihat
dalam tingkah laku, sedangkan kata yang kedua bermakna kesombongan
yang keluar dari ucapan-ucapan. Di sisi lain, penggabungan dua kata tersebut
bukan berarti bahwa ketidaksenangan Allah baru lahir jika keduanya
tergabung bersama-sama dalam diri seseorang. Jika salah satu dari kedua hal
tersebut di sandang manusia maka hal itu telah mengundang murka Allah
SWT. Penggabungan dua ayat ini bermaksud menggambarkan bahwa salah
satu dari keduanya seringkali berbarengan disandang oleh manusia.28
Ketika Luqman melarang anaknya dari perilaku buruk, Luqman pun
menjelaskan perilaku baik yang harus diterapkan anaknya. Luqman berkata
kepada anaknya ( ‫صي ِ ٍَ ِ َل‬
ِ ‫“ ) َ آق‬Dan sederhanalah kamu dalam berjalan”,
maksudnya adalah berjalanlah dengan biasa-biasa saja. Dari kata ( ‫) اىقصي‬
yang berarti berjalan antara cepat dan lambat.
Kata (
‫ضط ٍِِ َ حِ َل‬
ُ ‫“ ) َ آ‬Dan lunakkanlah suaramu”, maksudnya
rendahkanlah suaramu. Yang artinya jangan berlebihhan dalam meninggikan
suara dan bersuaralah sesuai kebutuhan. Sebab suara yang nyaring dan keras
yang dikeluarkan melebihi dari yang dibutuhkan dapat mengganggu orang
lain.29
Kata ( ‫ضط‬
ّ َ ) ghadhdh dalam arti
ُ ُ‫ ) ا‬ughdhudh diambil dari kata ( ‫ط‬
penggunaan sesuatu tidak dalam potensinya yang sempurna. Dengan perintah
di atas, Allah memerintahkan agar dalam menggunakan potensi suara dengan
tidak berteriak sekuat kemampuannya, tetapi dengan suara perlahan namun
juga tidak harus bersisik.30
Firman Allah “Dan sederhanalah kamu dalam berjalan”, yang berarti
tidak lambat tidak juga cepat, namun pertengahan di antara keduanya. Dan
firman Allah “Dan lunakkanlah suaramu”, yang berarti janganlah kamu
meninggikan suara tanpa guna. Oleh karena itu, Allah berfirman
“Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai”, yakni tidak ada
28
Shihab, op. cit., Vol. 11, h. 139-140.
Al Qurthubi, op, cit., Jil. 14, h. 169.
30
Shihab, op. cit., Vol. 11, h. 140.
29
55
suara yang lebih buruk daripada suara keledai dalam hal suara yang
melengking dan kerasnya suaranya. Selain hal tersebut dinilai buruk, hal itu
juga dimurkai di sisi Allah SWT. Penyerupaan suara keras dengan suara
keledai mununjukkan dan menetapkan bahwa hal tersebut haram dan sangat
tercela.31
b. Surat ‘Abasa Ayat 1-10
1) Ayat 1-2 (Mengajarkan bahwasannya tidak boleh membeda-bedakan
antara yang satu dengan yang lain)
      
“Dia bermuka masam dan berpaling, karena telah datang kepadanya
seseorang tunanetra.”
Ayat di atas menyatakan bahwa Dia yakni Nabi Muhammad SAW
berubah
wajahnya
yang nampak
bermuka
masam
dan
Rasulullah
memaksakan dirinya untuk berpaling yang didorong oleh keinginannya
menjelaskan risalahnya kepada kepada tokoh-tokoh kaum musyrikin. Dan
Rasulullah SAW berpaling karena telah datang kepadanya seorang tunanetra
yang memutus pembicaraan Rasulullah SAW dengan tokoh-tokoh pembesar
kaum musyrikin itu.
Ayat di atas sampai ayat sepuluh, menurut banyak ulama bahwa ayat
tersebut turun menyangkut sikap Nabi Muhammad SAW terhadap sahabat
beliau yang bernama Abdullah Ibn Ummi Maktum, ketika Nabi Muhammad
sedang sibuk menjelaskan tentang agama Islam kepada tokoh-tokoh kaum
musyirikin Mekah. Nabi Muhammad berharap bahwa ajakannya dapat
menyentuh hati dan pikiran mereka sehingga mereka bersedia memeluk
agama Islam. Jika para pembesar Quraisy masuk agama Islam, maka akan
membawa dampak positif bagi perkembangan dakwah agama Islam. Namun
saat itulah Abdullah Ibn Ummi Maktum datang dan tidak mengetahui
kesibukan Nabi, lalu Abdullah Ibn Ummi Maktum menyela pembicaran Nabi
31
Ar-Rifa‟I, op. cit., h. 793.
56
memohon agar diajarkan kepadanya tentang apa yang telah diajarkan Allah
kepada Nabi Muhammad SAW. Menurut riwayat, perkataan Abdullah
tersebut diucapkan berkali-kali dan sikap Abdullah tersebut tidak berkenan di
hati Nabi, namun Nabi Muhammad SAW tidak menegur apalagi menghardik
(memarahi) Abdullah Ibn Ummi Maktum, hanya saja nampak pada raut
wajah Nabi rasa tidak senang, maka turunlah ayat di atas menegur Nabi
Muhammad atas sikapnya terhadap Abdullah Ibn Ummi Maktum.32
Menurut para ulama, apa yang dilakukan oleh Ummi Maktum termasuk
perbuatan tidak sopan apabila seannainya Ummi Maktum mengetahui bahwa
Nabi Muhammad SAW sedang sibuk dengan orang lain dan beliau
mengharapkan keislamannya. Akan tetapi Allah SWT tetap menegur
Rasulullah atas perbuatannya yang telah berpaling dari Ummi Maktum yang
sehingga umat kaum muslimin yang tidak mampu, tidak merasa kecewa
terhadap sikap yang telah dilakukan Nabi terhadap Ummi Maktum.
Teguran Allah terhadap sikap Nabi Muhammad SAW agar semua orang
tahu bahwa mukmin yang fakir lebih baik daripada orang kafir yang kaya,
dan memperlihatkan bahwa orang yang beriman itu lebih utama dan lebih
baik, sekalipun ia seorang fakir, daripada memperhatikan orang-orang yang
kaya karena menginginkan keimanan mereka, sekalipun perbutan tersebut
termasuk salah satu kemaslahatan.33
Penyebutan kata ) ‫س‬
َ َ‫„ ( َعب‬abasa dalam bentuk persona ketiga, maka tidak
secara
langsung
menunjuk
Nabi
Muhammad
SAW
yang
ditegur,
mengisyaratkan betapa halusnya teguran tersebut dan betapa Allah pun dalam
mendidik Nabi Muhammad SAW tidak menuding beliau atau secara tegas
mempersalahkannya.34
32
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an, (Jakarta:
Lentera Hati, 2002), Vol. 15, h. 59-60.
33
Al Qurthubi, op, cit., Jil. 20, h. 88.
34
Shihab, op. cit., Vol. 15, h. 60.
57
2) Ayat 3-4 (Mengajarkan agar tidak berfikir negatif terhadap orang lain)
         
“Apakah yang menjadikanmu mengetahui – boleh jadi ia ingin
membersihkan diri atau mendapatkan pengajaran, sehingga bermanfaat
baginya pengajaran itu?”
Ayat di atas menjelaskan bahwa Apakah yang menjadikanmu
mengetahui yakni bahwa engkau tidak akan mengetahui walaupun berupaya
keras menyangkut isi hati seseorang boleh jadi ia sahabat yang tunanetra
tersebut ingin membersihkan diri
yakni beramal saleh dan mempertebal
imannya dengan mendengarkan ajaran agama walupun dengan tingkat
kebersihan yang tidak terlalu mantap atau ia ingin mendapatkan pengajaran,
sehingga bermanfaat baginya pengajaran itu walaupun pengajaran yang
diterimanya tidak terlalu banyak.
Kata ) ‫ ( َ َّنش َّنم‬yazzakka asalnya adalah ( ‫ ) َخَ َش َّنم‬yatazakka tetapi huruf ( ‫) ح‬
ta tidak disebut, ia diganti dengan huruf ( ‫ ) س‬zai dan di-idgham-kan, demikian
juga dengan kata ( ‫ ) َ َذ َّنمز‬yadzdzakkar asalnya ( ‫ ) َخَ َذ َّنمز‬yatadzakkar. Menurut
al-Biqa‟I sebagai mana yang dikutip dalam tafsir al-Misbah “untuk
mengisyaratkan bahwa hal tersebut diharapkan oleh yang bersangkutan dapat
wujud walau tidak terlalu mantap”.35
Kata ( ‫“ ) أ َ َذ َّنمز‬Atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran ”, mengambil
nasehat dari apa yang telah kamu katakan. ( ‫“ ) َخََْ َ َع ُ آىذم َزى‬Lalu pengajaran
itu memberi manfaat kepadanya”, maksudnya yaitu nasehat itu sendiri
memberikan manfaat pada dirinya.36
35
36
Ibid., h. 61.
Al Qurthubi, op, cit., Jil. 20, h. 90.
58
3) Ayat 5-10 (Mengajarkan untuk bersikap cermat dan berhati-hati dalam
mengambil suatu tindakan)
              
         
“Adapun orang yang merasa tidak butuh, maka engkau terhadapnya
melayani padahal tiada (celaan) atasmu kalau ia tidak membersihkan diri.
Dan adapun siapa yang datang kepadamu dengan bersegera sedang ia
takut, maka engkau terhadapnya mengabaikan.”
Ayat di atas menjelaskan sikap Nabi Muhammad SAW terhadap tokoh
kaum musyrikin yang sangat diharapkan keislamannya. Adapun orang yang
merasa tidak butuh kepada Nabi Muhammad karena mereka memiliki harta,
anak, kedudukan sosial, serta pengetahuan, maka walaupun tokoh kaum
musyrikin tersebut tidak memiliki motivasi untuk takut terhadap Allah SWT
engkau terhadapnya saja melayani, bukan kepada sang tunanetra melayaninya dengan menjelaskan secara sungguh-sungguh ajaran agama Islam.
Sebenarnya sikap Rasulullah terhadap tokoh-tokoh kaum musyrikin
tersebut terdorong oleh rasa takut beliau bila sampai Nabi Muhammad dinilai
belum menjalankan tugasnya dengan baik. Sehingga teguran ini dilanjutkan
dengan menyatakan: Engkau wahai Nabi agung melakukan hal itu, padahal
tiada celaan atasmu kalau ia yakni para pembesar kaum musyrikin tidak
membersihkan diri yakni tidak beriman walau dalam tingkat sekecil apapun.
Dan adapun siapa yang datang kepadamu dengan bersegera yakni penuh
perhatian untuk mendapatkan perhatian sedang ia takut kepada Allah, maka
sebaliknya, engkau terhadapnya dengan sikap mengabaikan.
Kata ( َْ‫ ) اِسخَغ‬istaghna diambil dari kata ( ‫ ) َ ِْ َي‬ghaniya yakni tidak
butuh. Huruf ( ‫ ) ف‬sin pada kata tersebut berarti merasa/menduga. Sehingga
dapat diartikan ia tidak butuh terhadap Allah serta petunjuk dari Nabi
59
Muhammad SAW karena sudah memiliki kekayaan, pengetahuan, dan
kedudukan sosial.37
Kata ( َْ‫“ ) أ َّنٍ ٍَ ِِ آسخَغ‬Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup”,
maksudnya orang yang memiliki harta dan kekayaan. Kata ( ‫صيَّنى‬
َ َ‫ ح‬,ُ َ‫) َؤّجَ ى‬
“Maka kamu melayaninya”, maksudnya menghadapkan wajahnya kepada
para pembesar Quraisy dan mendengarkan perkataanya.38
Kata ( ‫َصيَّنى‬
َ ‫ ) ح‬tashadda terambil dari kata ( ‫َ يَى‬
) shada yaitu gema
(suara yang memantul). Seseorang yang menghadapi orang lain dan
melayaninya diibaratkan sebagai memantulkan suaranya, sehingga suara
tersebut tidak akan berhenti terdengar sampai orang tersebut berhenti
berbicara dan pantulannya akan terus terdengar sampai terhenti suara itu.
Siapa yang melakukan hal tersebut dinamai tashadda.
Kata ( ‫ ) حَيَ َّنى‬talahha terambil dari kata ( ‫ ) ىَ َه – َي َه‬laha – yalha yang
berarti menyibukkan diri dengan sesuatu, sampai-sampai mengabaikan yang
lainnya. Dalam Hasyiyat al-Jamal sebagaimana yang dikutip dalam kitab
tafsir al-Mishbah bahwa, “digarisbawahi bahwa kata ini bukan terambil dari
kata ( ‫ ) اىّيه‬al-lahw. Kata kedua ini bermakna lengah dan lupa. Kata yang
digunakan ayat ini tidak selalu berarti meninggalkan yang penting dengan
mengerjakan yang tidak penting, tetapi bisa juga meninggalkan yang lebih
penting karena mengerjakan yang penting.39
Nabi Muhammad SAW adalah makhluk yang paling didekatkan Allah di
sisi-Nya, karena itulah Nabi Muhammad ditegur. Apa yang dilakukan Nabi
Muhammad dapat menimbulkan kesan bahwa Nabi Muhammad lebih
mementingkan orang kaya daripada orang miskin, orang yang terpandang
dalam masyarakat dibandingkan dengan orang yang tidak terpandang.
Sehingga Allah SWT berniat untuk menghapus kesan semacam itu dengan
diturunkannya ayat-ayat ini. Karena itulah, teguran ayat-ayat di atas justru
menunjukkan keagungan Nabi Muhammad SAW, dan bahwa Nabi
37
Shihab, op. cit., Vol. 15, h. 61-62.
Al Qurthubi, op, cit., Jil. 20, h. 91.
39
Shihab, op. cit., Vol. 15, h. 62.
38
60
Muhammad juga manusia, akan tetapi bukan seperti manusia biasa.
NabiMuhammad SAW adalah semulia-mulianya makhluk Allah SWT.40
B. Analisis Surat tentang Pola Interaksi Guru dengan Murid
dalam Al-Qur’an
1.
Surat Luqman Ayat 12-19
Materi pendidikan yang diterapkan oleh Luqman hakim pada anaknya
meliputi tiga hal, antara lain:
a.
Pendidikan keimanan (aqidah).
Pendidikan inilah yang pertama kali dilakukan oleh Luqman kepada
anaknya untuk menanamkan keyakinan bahwa Allah sebagai Dzat Yang
Maha Esa yang harus disembah dan melarang perbuatan syirik.
Pada ayat 13 Luqman mengajarkan kepada anaknya tentang larangan
untuk berbuat syirik atau mempersekutukan Allah SWT. Karena syirik
merupakan kezhaliman yang amat besar. Pelajaran Luqman terhadap anaknya
tersebut bisa dilihat pada kata:
             

“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, dalam keadaan
dia menasehatinya: Wahai anakku, janganlah engkau mempersekutukan
Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah kezaliman yang
besar”.
Ayat 16 Luqman mengajarkan pada anaknya bahwa sesungguhnya Allah
Maha Halus lagi Maha Mengetahui.
               
. . .     
40
Ibid., h. 64.
61
"Wahai anakku, sesungguhnya jika ada seberat biji sawi, dan berada
dalam batu karang atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan
mendatangkannya . . .”
Kata tersebut menjadi penjelasan tentang kekuasaan Allah yang mutlak
dan adanya hari pembalasan. Bahwa setiap dosa yang dilakukan hamba-Nya
sekecil apapun dan tersembunyi dimanapun, Allah pasti mengetahuinya dan
mendatangkan azab atas dosa yang telah diperbuat.
b.
Pendidikan syari‟ah (ibadah).
Ruang lingkup Syari‟ah meliputi interaksi antara seorang hamba dengan
Allah yang direalisasikan melalui ibadah, Luqman mengajarkan shalat kepada
anaknya, dan interaksi yang dilakukan dengan sesama manusia (muamalah),
lalu memerintahkan kepada anaknya untuk membiasakan bersikap baik
terhadap keluarga terdekat.
Interaksi seorang hamba kepada Allah SWT digambarkan pada ayat 12:
.
             
..
“Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu:
Bersyukurlah kepada Allah, dan barang siapa yang bersyukur kepada
Allah, maka sesungguhnya bersyukur untuk dirinya sendiri . . .”
Kalimat tersebut menggambarkan suatu bentuk interaksi dari seorang
hamba yang bersukur kepada Allah atas karunia yang telah diberikan Allah
kepada hamba-Nya. Dan syukur tersebut menjadi bentuk ibadah.
Ayat 17 Luqman mengajarkan kepada anaknya tentang pendidikan
syariah yang meliputi interaksi antara seorang hamba dengan Allah agar
mengerjakan ibadah. Luqman juga mengajarkan pendidikan syariah tentang
interaksi yang dilakukan dengan sesama manusia (muamalah) dengan
megerjakan yang ma‟ruf dan meninggalkan yang munkar. Dan kemudian
Luqman juga mengajarkan kepada anaknya agar bersikap sabar terhadap
semua cobaan yang dihadapi.
62
. .             
.
“Wahai anakku, laksanakanlah shalat dan perintahkanlah mengerjakan
yang ma‟ruf dan cegahlah dari kemunkaran dan bersabarlah terhadap
apa yang menimpamu . . .”
c.
Pendidikan akhlak
Pendidikan yang mula-mula dilakukan Luqman kepada anaknya adalah
dengan memperkenalkan etika baik terhadap kedua orang tua. Kemudian
berikutnya diajarkan padanya akhlak dalam konteks kemasyarakatan (sosial)
diantaranya adalah etika pergaulan, berbicara, dan berjalan.
Ayat 14 dan 15 Luqman mengajarkan pada anaknya wajib berbakti dan
taat kepada orang tua selama perintahnya tidak menyalahi syariat ajaran
agama Islam. Ajaran Lukman terhadap anaknya tersebut berbunyi:
   
       . . .
.              
..
“. . .bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya
kepada-Kulah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk
mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu
tentang itu, maka janganlah kamu mematuhi keduanya, dan pergaulilah
keduanya di dunia dengan baik . . .”
Pelajaran akhlak juga diajarkan Luqman pada anaknya pada ayat 18
tentang etika agar tidak sombong, tidak angkuh, dan tidak membanggakan
diri. Ayat tersebut berbunyi:
              
 
“Dan janganlah engkau memalingkan pipimu dari manusia (karena
sombong) dan janganlah kamu berjalan di bumi dengan angkuh.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi
membanggakan diri”.
63
Pelajaran akhlak tentang berjalan dan bersuara (berbicara) juga diajarkan
oleh Luqman kepada anaknya sebagaimana yang dijelaskan pada ayat 19
yang berbunyi:
           
“Dan sederhanalah dalam berjalanmu dan lunakkanlah suaramu,
sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai”.
Ayat tersebut jelas Allah juga tidak menyukai akhlak seperti itu, oleh
karena itu Luqman mengajarkan kepada anaknya bahwa tidak boleh bersuara
keras apabila itu dianggap tidak perlu.
Kisah ini dijelaskan bahwa kompetensi yang dimiliki oleh Luqman
sebagai seorang pendidik, adalah bijaksana dan penuh kasih sayang.
Kebijaksanaan Luqman ini disimpulkan dari cara pengajaran yang
menekankan unsur kebijakan, karena ia telah diberi hikmah oleh Allah.
Dalam mendidik hendaknya menggunakan pendekatan yang bersifat penuh
kasih sayang, hal ini dapat kita cermati dari seruan Luqman kepada anakanaknya, yaitu ( ‫ ) َ بَُْ َّني‬yang berarti Wahai anak-anakku, seruan tersebut
menyiratkan sebuah ungkapan yang penuh muatan kasih sayang, sentuhan
kelembutan dalam mendidik anak-anaknya.
2.
Surat ‘Abasa Ayat 1-10
Hadist yang berbicara tentang surat „Abasa
berasal dari Al Aufi yaitu
Athiyah, orang yang statusnya dha‟if.
Dari jalur periwayatan Al-Aufi, dari Ibnu Abbas, tentang firman Allah SWT,
“Ia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, ketika seorang buta
mendatanginya.” Ketika Rasulullah SAW menyambut kedatangan Atabah bin
Rabi‟ah, Abu Jahal bin Hisyam, dan Al Abbas bin Abdul Muththalib.
Rasulullah SAW sangat berharap mereka mau beriman. Lalu datang kepadanya
seorang yang buta bernama Abdullah bin Ummi Maktum, ia berjalan, saat itu
Rasulullah SAW sedang berbicara dengan mereka (para pembesar Quraisy).
Abdullah meminta agar Rasulullah SAW sudi membacakan satu ayat dari AlQur‟an kepadanya, “Wahai Rasulullah, ajaklah kepadaku apa yang diajarkan
Allah SWT kepadamu.” Rasulullah SAW lalu menolak dan bermasam muka
64
serta berpaling. Rasulullah justru menghadap kepada para pembesar Quraisy
itu.
Ketika Rasulullah SAW selesai berbicara dengan mereka, beliau kembali
kekeluarganya. Allah SWT lalu memegang sebagian pandangannya dan
memukul pelan kepalanya, kemudian turun ayat, “Dia (Muhammad) bermuka
masam dan berpaling. Karena telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah
kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa). Atau dia (ingin)
mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya?”
(QS. „Abasa [80]: 1-4). Ketika ayat tersebut telah turun, Rasulullah SAW
memuliakannya dan bertanya, “Apa yang Engkau inginkan? Apa ada yang
Engkau inginkan?” Lalu turun ayat, “Adapun orang yang merasa dirinya serba
cukup. Maka kamu melayaninya. Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia
tidak membersihkan diri (beriman).” (QS. „Abasa [80]: 5-7).41
Kisah yang terdapat dalam surat „Abasa ayat 1 dan 2:
      
“Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang
seorang buta kepadanya”.
Sifat Rasulullah yang tertera dalam ayat tersebut, maka Allah SWT
mengingatkan Rasulullah SAW dalam bentuk teguran, bahwa kemiskinan dan
kelemahan Ibn Ummi Maktum yang buta sama sekali tidak boleh membuat
Rasaulullah berpaling dan tidak menyukai kehadiran Ibn Ummi Maktum ketika
Rasulullah sedang berdakwah atau berbincang dengan para pembesar Quraisy.
Karena para pembesar Quraisy tersebut meskipun memiliki kedudukan yang
tinggi dan kekayaan, namun mereka adalah orang-orang yang ingkar, sehingga
tidak sepatutnya Nabi Muhammad SAW melayani mereka dengan serius,
walaupun Nabi mengharapkan masuknya para pembesar Quraisy tersebut akan
membawa banyak pengikutnya masuk Islam juga.
Firman Allah tersebut menjelaskan bahwa manusia tidak boleh membedabedakan perlakuan terhadap sesamanya, terlebih lagi apabila perlakuan tersebut
dapat menyinggung serta menyakiti hati dan perasaan orang lain. Dan perintah
untuk tidak membeda-bedakan tersebut berlaku terhadap siapapun tanpa kecuali.
41
Al Albani, op. cit., Cet. I, Jil. 3, h. 650.
65
Ayat selanjutnya Allah juga menegur Rasulullah tentang pelajaran
bahwasannya sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang bersedia tunduk
kepada kebenaran apabila kebenaran itu sudah tampak nyata, dan patuh kepada
dalil apabila dalil tersebut sudah tidak diragukan lagi. Sedangkan harta, keturunan,
jabatan tinggi, dan lain sebagainya tak lebih dari sekedar pinjaman yang bersifat
sementara dan pada saatnya nanti akan pergi atau ditinggalkan. Seperti halnya
yang terdapat dalam ayat 3 dan 4:
         
“Apa yang menjadikanmu mengetahui – boleh jadi ia ingin membersihkan diri
atau mendapatkan pengajaran, sehingga bermanfaat baginya”.
Ayat tersebut menjelaskan tentang pendidikan syari‟ah (ibadah) yang
dilakukan dengan sesama manusia (muamalah), yaitu dengan tidak berfikir yang
negatif terhadap orang lain sebelum kamu benar-benar mengetahui apa maksud
dan tujuan orang yang datang kepadamu.
Selanjutnya dijelaskan oleh Allah juga pada ayat 5-10 tentang pendidikan
syari‟ah mu‟amalah yang dilakukan terhadap sesama manusia, dengan
mengajarkan untuk bersikap cermat dan berhati-hati dalam mengambil suatu
tindakan.
              
         
“Adapun orang yang merasa tidak butuh, maka engkau terhadapnya melayani
padahal tiada (celaan) atasmu kalau ia tidak membersihkan diri. Dan adapun
siapa yang datang kepadamu dengan bersegera sedang ia takut, maka engkau
terhadapnya mengabaikan.”
66
C. Pola Interaksi Guru dengan Murid yang Terkandung dalam
Al-Qur’an
1.
Surat Luqman Ayat 12-19
Pola interaksi yang digunakan Luqman kepada anaknya menggunakan pola
interaksi tiga arah. Sebenarnya interaksi seperti ini bukan sekedar adanya aksi dan
reaksi, melainkan juga adanya hubungan interaktif antara setiap individu. Setiap
individu ikut aktif, dan tiap individu mempunyai peran.
Surat Lukman ayat 12-19 ini dapat di ilustrasikan bahwasannya Allah SWT
sebagai guru dan Lukman sebagai muridnya. Dan kemudian Lukman mengajarkan
ilmu yang telah didapatkannya kepada anaknya, sehingga anaknya Lukman juga
dapat diilustrasikan sebagai murid. Dalam pola interaksi tiga arah antara guru
dengan murid banyak diterapkan dengan metode diskusi.
Mendidik
hendaknya
seorang
guru
bersifat
penuh
kasih
sayang.
Sepertihalnya yang dilakukan Luqman dalam mendidik anaknya, yaitu ( ‫) َ بُْ َّني‬
yang berarti wahai anakku, seruan tersebut berkesan sebuah ungkapan yang penuh
dengan kasih sayang, kelembutan, indah, dan menyejukkan dalam mendidik
anaknya. Dan dalam kata tersebut mengandung rasa manja, kelembutan, dan
kemesraan, akan tetapi tetap dalam koridor ketegasan dan kedisiplinan serta bukan
berarti mendidik dengan keras.
Mendidik anak dengan keras hanya akan menyisakan dan membentuk anak
didik berjiwa keras dan kasar. Kepribadian anak didik menjadi kental dengan
kekerasan, hati, fikiran, gerak, dan perkataanya jauh dari kebenaran dan
kesejukan. Kelembutan dan kemesraan dalam mendidik anak merupakan konsep
al-Qur‟an, dan jenis pendidikan apapun hendaknya diberikan kepada anak didik
dengan kelembutan dan kasih sayang.
Sikap yang ditunjukkan dalam kisah Luqman dan anaknya, menunjukkan
bahwa anaknya merupakan murid yang mempunyai sikap baik. Hal ini terbukti
dari sikap patuh anaknya terhadap Luqman, selama pembelajaran anaknya sangat
patuh menuruti apa yang dikatakan oleh ayahnya tanpa adanya protes dan
bantahan dari anaknya. Itu semua karena anaknya menghormati Luqman sebagai
orang tua sekaligus guru dan Luqman juga menyayangi anaknya.
67
2.
Surat ‘Abasa Ayat 1-10
Pola interaksi antara guru dengan murid dalam surat „Abasa ayat 1-10
menggunakan tipe pola interaksi tiga arah yaitu komunikasi timbal balik antara
guru dengan murid. Guru sebagai pemberi dan penerima aksi, begitu juga dengan
murid sebagai pemberi dan penerima aksi untuk mencapai suatu tuajuan
pendidikan. Sehingga yang memperoleh pendidikan dalam proses belajar
mengajar bukan hanya murid yang memperoleh pelajaran dari seorang guru,
namun guru juga dapat memperoleh pelajaran dari murid.
Surat ini dikatakan pola interaksi tiga arah karena adanya aksi dari murid
kepada guru, sehingga seorang guru memperoleh feedback dari murid, dan antara
murid dengan murid saling belajar antara murid yang satu dengan murid yang
lain.
Surat „Abasa dapat diilustrasikan bahwa Allah SWT sebagai guru yang
mengajarkan kepada Nabi Muhammad yang dapat diilustrasikan sebagai murid,
begitu juga dengan Ibn Ummy Maktum dapat diilustrasikan sebagai murid. Yang
sehingga dalam surat „Abasa ayat 1-10 menjelaskan tentang Nabi Muhammad
yang saling belajar dengan Ibn Ummy Maktum yang dapat diilustrasikan sebagai
sesama murid.
Pola interaksi jenis ini setiap murid memegang peranan di dalam proses
belajar mengajar seperti ini. Guru akan mengawasi dan mengarahkan serta
membimbing murid dalam proses pembelajaran. Dengan demikian, interaksi
belajar mengajar berlangsung timbal balik. Murid dapat menerima pelajaran dari
guru dan mendapat pengalaman dari siswa lain. Kegiatan seperti ini menimbulkan
adanya interaktif antara guru dan murid, serta antara murid dengan murid.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah mempelajari dan menganalisa pola interaksi guru dengan anak murid
dalam tafsir surat Luqman ayat 12-19 dan surat ‘Abasa ayat 1-10, maka penulis
dapat mengambil suatu kesimpulan tentang pola interaksi antara guru dengan
murid yang terdapat dalam surat Luqman ayat 12-19 dan surat ‘Abasa ayat 1-10,
yaitu:
1.
Pola interaksi antara guru dengan murid dalam surat Luqman ayat 12-19
menggunakan tipe pola interaksi tiga arah yang menempatkan murid sebagai
orang yang menerima aksi dan guru sebagai orang yang memberi aksi, murid
juga memberi aksi kepada guru, dan sesama murid ada interaksi untuk saling
belajar antara murid yang satu dengtan murid yang lainnya untuk mencapai
suatu tujuan pendidikan. Allah SWT dapat diilustrasikan berperan sebagai
guru. Sedangkan Lukman dan anaknya berperan sebagai murid.
2.
Pola interaksi antara guru dengan murid dalam surat ‘Abasa ayat 1-10
menggunakan tipe pola interaksi tiga arah yaitu komunikasi timbal balik
antara guru dengan murid. Guru sebagai pemberi dan penerima aksi, begitu
juga dengan murid sebagai pemberi dan penerima aksi untuk mencapai suatu
68
69
tujuan pendidikan. Allah SWT berperan sebagai guru yang memberi dan
menerima aksi terhadap Nabi Muhammad dan Ibn Ummi Maktum yang
berperan sebagai murid.
B. Saran-Saran
Pembahasan yang telah dikaji, maka penulis dapat memberikan saran-saran
kepada para pembaca baik sebagai pemimpin atau praktisi pendidikan. Adapun
saran-saran tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Al-Qur’an merupakan sumber utama dan sudah pasti kebenaranya bagi umat
Islam, sehingga al-Qur’an sudah seharusnya menjadi suatu rujukan dan
pegangan utama dalam menyelesaikan berbagai problem yang ada dan
dihadapi oleh semua manusia.
2.
Guru merupakan seorang pendidik yang berperan penting bagi perkembangan
anak dan demi tercapainya suatu tujuan pendidikan dalam proses pendidikan.
Oleh sebab itu, pendidik sebaiknya dapat terus mengkaji tentang kitab suci alQur’an, terutama dalam bidang pendidikan yang terkandung dalam al-Qur’an.
3.
Guru harus menyadari atas tanggungjawabnya yang besar sebagai seorang
pendidik. Karena seorang guru akan menjadi panutan oleh murid-muridnya
dalam berbagai situasi. Oleh karena itu, seorang guru haruslah memiliki
sikap, perilaku, dan ucapan yang baik sebagai contoh bagi murid-muridnya.
Sebenarnya Al-Qur’an banyak surat yang membahas tentang pola interaksi
antara guru dengan murid. Namun dalam pembahasan skripsi ini terbatas hanya
membahas tentang pola interaksi antara guru dengan murid yang terkandung
dalam surat Lukman ayat 12-19 dan surat ‘Abasa ayat 1-10, yang sehingga dalam
penulisan skripsi ini masih memerlukan kajian lanjutan tentang pola interaksi guru
dengan murid yang terkandung dalam surat-surat lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu, Sosiologi Pendidikan, (Surabaya: Bina Ilmu, 1982), Cet. IV..
Al Albani, Muhammad Nashiruddin, Derajat Hadis-Hadis Tafsir Ibnu Katsir,
(Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), Cet. I, Jil. 2.
-------, Derajat Hadis-Hadis Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008),
Cet. I, Jil. 3.
Al Qurthubi, Tafsir Al Qurthubi, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), Jil. 20, Cet. I.
-------, Tafsir Al Qurthubi, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), Jil. 14, Cet. I.
Al-Barry, M. Dahlan Y., dan L. Lya Sofyan Yacub, Kamus Induk Istilah Ilmiah,
(Surabaya: Target Press, 2003).
Arief, Armai, Reformulasi Pendidikan Islam, (Jakarta: CRSD Press, 2005), Cet. I.
Ar-Rifa’i, Muhammad Nasib, Kemudahan dari Allah: Ringkasan Tafsir Ibnu
Katsir, (Jakarta: Gema Insani, 2000), Cet. I.
Buchori, Didin Saefuddin, Metodologi Studi Islam, (Bogor: Granada Sarana
Pustaka, 2005), Cet. I.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Yogjakarta: Universitas Islam
Indonesia, 1995), Jil. VII.
-------, Rokonstruksi Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Direktorat
Jendral Pendidikan Islam Departemen Agama RI,, 2005).
-------, Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan,
(Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Islam Departemen Agama RI,
2006).
Djamarah, Syaiful Bahri, dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2002), Cet. II.
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984).
Hasan, Hamka, Metodologi Penelitian Tafsir Hadis, (Jakarta: UIN Syarif
Hidayatullah, 2008).
70
http://ibnufajar75.wordpress.com/2012/12/27/empat-kompetensi-yang-harus-dimilikiseorang-guru-profesional/
Huda, Miftahul, Interaksi Pendidikan 10 Cara Qur’an Mendidik Anak, (Malang:
UIN-Malang Press, 2008), Cet. I.
Muhammad, Abu Ja’far, Tafsir Ath-Thabari , (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), Jil.
20, Cet. I.
Mulyasa, Enco, Menjadi Guru Profesiona: Menciptakan Pembelajaran Kreatif
dan Menyenangkan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), Cet. IV.
Musthafa, Ahmad, Akhlaq Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), Cet. V.
Nasution, S., Didaktik Asas-asas Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), Cet. I.
Nata, Abuddin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997),
Cet. I.
-------, Perspektif Islam Tentang Pola Hubungan Guru-Murid: Studi Pemikiran
Tasawuf Al-Ghazali, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2001), Cet. I.
-------, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Raja Garafindo Persada, 2006), Cet. X.
Nazir, Mohammad, Metode Penelitian, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), Cet. VI.
Robert, Studi Kasus Desain dan Metode, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004),
Cet. V.
Roestiyah N.K, Masalah Pengajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994).
Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an,
(Jakarta: Lentera Hati, 2002), Vol. 11.
-------, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta:
Lentera Hati, 2002), Vol. 15.
Surachmad, Winarno, Metodologi Pengajaran Nasional, (Bandung: Jemmars,
1986).
Suryosubroto, B., Proses Belajar Mengajar di Sekolah, (Jakarta: Rineka Cipta,
1997).
Yunus, Mahmud, Pokok-pokok Pendidikan dan Pengajaran, (Jakarta: PT.
Hidakarya Agung, 1990), Cet. III.
Zed, Mustika, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2008), Cet. II.
71
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
Slaipsiberjudul"Pola Interaksi Guru denganMurid dalam Al-Qur'an
Surat Luqman Ayat 12-19 dan Surat 'Abasa Ayat l-10" disusun oleh
AHMAD IRWAN IRFANry Nomor Induk Mahasiswa108011000025,diajukan
kepadaFakultasIhnu Tarbiyah dan KeguruanUniversitasIslam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.Telah melalui bimbingan dan dinyatakansah sebagaikarya
ihniah yang berhak untuk diujikan pada sidangmunaqasahsesuaiketentuanyang
ditetapkanoleh fakultas.
Jakafia,01
Mei2013
Yang mengesahkan,
Pembimbing
€:
t
I
UJI REFERENSI
1':i
Seluruh referensi yang digunakan dalam penulisan skripsi yang berjudul
"Pola Interaksi Guru dengan Murid dalam Al-Qurfan Surat Luqman Ayat
12-19 dan Surat 'Abasa Ayat 1-10" yang disusun oleh Ahmad Inaan Irfany
Nomor Induk Mahasiswa108011000025
ProgramStudi PendidikanAgamaIslam
Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyail dan Keguruan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta,telah diuji kebenarannyaoleh pembimbing skripsi
padatanggal.8.l..
Mei 2013.
Jakarta.0lMei 2013
DosqnPembimbingSkripsi
. 195807071987031 005
LEMBAR UJI REFERENSI
Nama
Ahmad Irwan Irfany
NIM
108011000025
Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Jurusan
Pendidikan Agama Islam
Judul Skripsi
Pola Interaksi Guru dengan Murid dalam Al-Qur'an
'Abasa Ayat 1-10
Surat Luqman Ayat 12-19 dan Si:rat
Paraf
Judul dan halaman buku/referensi
No.
Pembimbing
Winarno Surachmad, Metodologi Pengajaran Nasional, (Bandung:
I
Jemmars,1986),h. 13-14.
2.
Ahmad Musthafa, Akhlaq Tasarntf, (Bandung: Pustaka Setia, 2008),
Departemen
J.
-lr-.-"
Cet.V. h.lI-12.
Agama
RI,
Undang-Undang
dan'
Perahtran
Pemerintah RI tentang Pendidikan. (Jakarta: Direktorat Jendral
PendidikanIslam Departemen Agama RI, 2006), h.3-4.
4.
Armai Arief, ReformulasiPendidiknnIslam, (Jakarta:CRSD Press,
2005),Cet.I,h. 95.
M. Dahlan Y. Al-Bany dan L. Lya Sofyan Yacub, Kamus Induk
5.
6.
7.
8.
9.
Istilah llmiah, (Surabaya:Target Press, 2003),h. 323.
v-
Miftahul Huda, Interaksi Pendidiknn I0 Cara Qur'an Mendidik
Anak, (Malang: UIN-Malang Press,2008), Cet. I, h. 38.
Abu Ahmadi, SosiologiPendidikan,(Surabaya:Bina Ilmu, 1982),
Cet.IY,h.42.
B. Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, (Jakarta:
Rineka Cipta, 1997),h. 157-158.
Winarno Suracbmad, Metodologi Pengaiaran Nasional, (Bandung:
Jemmars,1986),h. 14.
1 0 . Abudin'Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana
J-
Ilmu, 1997),Cet.I, h. 10.
1l
Bahri
Syaiful
Djamarah dan Aswan
Zain,
Strategi , Belajar
Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta,2002), Cet. II, h. 46-48.
Enco
Mulyasa,
Menjadi
Gunt
Profesiona:
12 . Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan,
(
Menciptakan
(Bandung: Remaja
Rosdakarya,2006), Cet. IV, h. 35.
13.
Roestiyah NKn Masalah Pengajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994),
h.44.
Abuddin Nata, Perspektif Islam TentangPola Hubungan Gunt1 4 . Murid: StudiPemikiran TasarwfAl-Ghazali, (Jakarta:Rajagrafindo
Cet.I, h.93-94.
Persada,2001),
15.
16.
t7.
18.
t9.
20.
21.
22.
S. Nasution, Didaktik Asas-asas Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara,
1995),Cet.I, h. 8-13.
Mahmud
Yunus,
Pokok-pokok Pendidikan
dan
Pengajaran,
(Jakarta:PT. Hidakarya Agung, 1990), Cet. III, h.6l-72.
Hamka Hasan, Metodologi Penelitian Tafsir Hadis, (Jakarta: UIN
Syarif Hidayatullah, 2008), h. 42.
Mustika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia,2008), Cet. II, IL l-2.
Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Raja Garafindo
2006),Cet.)L h.222.
Persada,
Didin Saefuddin Buchor\ Metodologi Studi Islam, (Bogor: Granada
SaranaPustaka,2005),Cet. I, h. 20.
Mohammad Nazir, Metode Penelitian, (Bogor: Ghalia Indonesia,
2005), Cet. VI, h. 54-55.
Robert, Studi Kasus Desain dan Metode, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada,2004), Cet. 5, h. 105.
DepartemenAgama RI, RokonstruksiSejarah Pendidikan Islam di
2 3 . Indonesia, (Jakarta: Direktorat
DepartemenAgamaRI, 2005), h. 5.
Jendral Pendidikan
Islam
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah:
Pesan, Kesan dan
I
24. KeserasianAl-Qur'an, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), Vot,11,
h.
(
107-108.
25 .
26 .
Muhammad Nashiruddin Al Albani, Derajat Hadis-Hadis
Tafsir
Ibnu Katsir, (Jakarta:Pustaka Azzam,2008), Cet. I, Jil.2,h.765.
DepartemenAgama RI, AI-Qur'dn dan Tafsirnya, (Yogiakarta:
UniversitasIslamlndonesia,1995),Jil. VII, h. 618.
27. Hamka,TafsirAl-Azhar, (Jakarta:PustakaPanjimas,1984),h. 114.
28.
29.
30 .
3r.
32.
33 .
Armai Ariet ReformulasiPendidikanIslam, (Jakarta:CRSD Press,
2005),Cet.I, h. 182-183.
Muhammad Nashiruddin Al Albani, Derajat Hadis-Hadis
Tafsir
Ibnu Katsir, (Jakarta:PustakaAzzam,2008), Cet.I, h. 650.
Al Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi, (Jakarta:PustakaAzzan" 2009),
JiL.20,Cet.I, h. 87.
Abu Ja'far Muhammad, Tafsir Ath-Thabari , (Jakarta: Pustaka
Azzarc,20A9),Ir1.20, Cet.I, h. 7 50-751.
Al Qurthubi, Tafsir al-Qurthtbi, (Jakarta: Pustaka Azzan" 20Ag),
Jil.14,Cet.I, h.149.
Muhammad Nasib Ar-Rifa'I,
Kemudahan dari Allah: Ringkasan
Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta: Gema Insaru, 2000), Cet. I, h.792.
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan
34. KeserasianAI-Qur'an, (Jakarta:LenteraHati,2002), Vol. 15,h" 5960.
9580707198703I 005
LEMBAR PERI\-YATAAN
Sayayang bertanda tangandi bawah ini:
Nama
Ahmad kwan Irfany
Tempat/Tanggal
Lahir
Kotabumi,09 Januari1990
NIM
10801
1000025
Fakultas
Ilmu TarbiyahdanKeguruan
Jurusan
PendidikanAgamaIslam
Judul Skripsi
Pola Interaksi Guru dengan Murid dalam AlQur'an Surat Luqman Ayat 12-19 dan Surat
'AbasaAyat 1-10
DosenPembimbing
Dr. Abdul Majid Khon, M.Ag
Dengan ini sayamenyatakanbahwa:
l.
Skripsi ini merupakan hasil karyu asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana Pendidikan Islam di1UtrN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semuasumber yang saya gunakandalam pe,lrulisanini, telah saya canfumkan
''sesuai
denganketentuanyangberlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli atau
merupakan jiplakan dari karya oraflg lain, maka saya bersedia rnenerirna
sanksi yangberlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakafia,0lMei 2013
Yang Menyatakan
l-
Ahmad Irwan lrfany
NIM: 108011000025
I
Download