POLA INTERAKSI GURU DENGAN MURID DALAM AL-QUR'AN SURAT LUQMAN AYAT 12-19 DAN SURAT ‘ABASA AYAT 1-10 Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) Oleh: Ahmad Irwan Irfany NIM 108011000025 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2013 M / 1434 H POLA INTERAKSI GURU DENGAN MURID DALAM AL-QUR'AN SURAT LUQMAN AYAT 12-19 DAN SURAT ‘ABASA AYAT 1-10 Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) Oleh: Ahmad Irwan Irfany NIM 108011000025 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2013 M / 1434 H Lembar PengesahanPembimbing Skripsi POLA INTERAKSI GURU DENGAN MURID DALAM AL-QUR'AN SURAT LUQMAN AYAT I2.I9 DAN SURAT 'ABASA AYAT 1-10 Skripsi Diajukan KepadaFakultasIlmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk MemenuhiPersyaratanMemperolehGelar ' SarjanaPendidikanIslam (S.Pd.I) Disusunoleh: Ahmid Irwan Irfanv NrM. 108011000025 Di bawahbimbingan: L95807071987t31 005 JTJRUSANPENDIDIKAN AGAMA ISLAM F'AKTJLTASILMU TARBIYAII DAN KEGTJRUAN UIN SYARIF HIDAYATT]LLAH JAKARTA 20t3Ml 1434H i i J I .i LEMBAR PENGESAHAN Skripsi berjudul: "Pola Interaksi Guru dengan Murid dalam Al-Qur'an Surat Luqman Ayat 12-19 dan Surat 'Abasa Ayat 1-10' disusun oleh AHMAD IRWAN IRFANY Nomor Induk Mahasiswa 108011000025,diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqosah pada tanggal 24 Mei 2013 dihadapandewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperolehgelar sarjanaSl (S. Pd.I) dalambidang PendidikanAgama Islam. Jakarta,24 Mei 2013 Panitia Ujian Munaqosah Tanggal Ketua Panitia (Ketua Jurusan/Prodi) Bahrissalim. M. Ae NrP. 19680307199803I 002 Sekretaris (Sekretaris Jurusan) Drs. Sapiudin Shidiq. M. Ae NrF. 19670328200003 I 001 ) " Ul"Lr' ""?"""""""""' Penguji I Prof. Dr. Salman Harun NrP. 194506121965101 001 Penguji II Dr. Yavah Nurmaliah. MA NrP. 19520520 1981031 001 Tanda Tansan SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH Yang bertandatangandi bawahini: Nama Ahmad Irwan hfany NIM 10801 1000025 Fakultas Ilmu TarbiyahdanKeguruan Jurusan PendidikanAgamalslam Alamat Rt. 01/Rw.05, Kel. Abung Surakarta, Kec. Tatakarya,Kota BandarLampung, Prov.Lampung MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA Bahwa skripsi yang berjudul "Pola Interaksi Guru dengan Murid dalam Al-Qur'an Surat Luqman Ayat 12-19dan Surat 'Abasa Ayat 1=10" adalah benarhasilkarya sendiridi bawahbimbinsandosen: NamaPembimbing : Dr. Abdul Majid Khon,M.Ag NIP :195807071987031 005 Demikian suratpernyataanini sayabuat dengansesungguhnyadan saya siap menerima dengan segalakonsekuensiapabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya sendiri. Jakarta,0lMei 2013 Yang Menyatakan Ahmad Irwan Irfanv NIM: 108011000025 ABSTRAK Ahmad Irwan Irfany, NIM: 108011000025, Pola Interaksi Guru dengan Murid dalam Al-Qur'an Surat Luqman Ayat 12-19 dan Surat ‘Abasa Ayat 110 Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh seorang pendidik dalam proses pembelajaran dalam rangka untuk membina dan mengararahkan peserta didik guna menjadikan peserta didik menjadi manusia yang berilmu pengetahuan tinggi, berkarakter, bertanggungjawab, bijak, dan berakhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan orang lain untuk mencapai suatu tujuan pendidikan. Perubahan peserta didik yang tidak didasari oleh bimbingan, maka perubahan tersebut tidak akan terarah dalam perkembangannya. Oleh karena itu, setiap pelajar membutuhkan bimbingan dalam mengembangkan setiap potensi yang dimilikinya. Di sinilah guru dibutuhkan untuk memberikan bekal hidup yang berguna. Sehingga guru harus mampu dan menciptakan situasi yang kondusif dan interaksi yang baik antara guru dengan murid dalam proses pembalajaran. Hubungan guru dengan murid di dalam proses belajar mengajar merupakan faktor yang sangat menentukan. Bagaimanapun baiknya bahan pelajaran yang diberikan dan sempurnanya metode yang digunakan, namun jika interaksi guru dengan murid tidak harmonis, maka dapat menciptakan suatu hasil yang tidak diinginkan. Penulisan skripsi ini, penulis menggunakan penelitian kualitatif dengan metode penelitian kepustakaan (library research). Penelitian kepustakaan ini yaitu dengan cara membaca, menelaah, mendeskripsikan, dan menganalisa literatur dari berbagai sumber kitab tafsir serta buku-buku pendidikan yang sesuai. Fokus dalam penulisan skripsi ini adalah kajian tafsir surat Luqman ayat 1219 dan surat ‘Abasa ayat 1-10. Jadi, pendekatan yang dipergunakan dalam kajian ini adalah pendekatan tafsir. Metode penafsiran yang penulis gunakan adalah metode maudhui (tematik) dan metode tahlili (telaah). Adapun teknik analisa dari penulisan ini adalah content analysisi (analisis isi) yakni teknik apa saja yang digunakan untuk menarik kesimpulan melalui usaha menemukan karakteristik pesan dan dilakukan secara objektif serta sistematis. Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan tentang pola interaksi guru dengan murid dalam al-Qur’an surat Luqman ayat 12-19 dan surat ‘Abasa ayat 110, bahwasanya seorang pendidik seharusnya memiliki kompetensi-kompetensi (sifat dasar pendidik), antara lain meliputi bijaksana, penuh kasih sayang, demokratis, mengenal murid dan memahami kejiwaaannya, berpengetahuan luas, memahami materi, sabar dan ikhlas. Sedangkang sikap peserta didik yang harus dimiliki antara lain: Patuh, tabah, sabar, punya kemauan atau cita-cita yang kuat serta tidak putus asa dan bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu, sopan santun, rendah diri dan hormat pada guru, dan tugas utama seorang anak didik adalah belajar. i KATA PENGANTAR بسم اهلل الرحمن الرحيم Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan banyak nikmat kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi akhir zaman yaitu Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, dan seluruh pengikutnya sampai akhir zaman. Selama menyusun skripsi ini, banyak tantangan dan hambatan yang penulis hadapi. Namun berkat kesungguhan hati, kerja keras, dan motivasi serta bantuan dari berbagai pihak, segala kesulitan dan hambatan tersebut dapat diatasi. Untuk itu, pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada orang tua penulis, Ayahanda tercinta M. Khudlori, S.Pd.I dan Ibunda tercinta Siti Amanati yang dengan susah payah mengasuh dan mendidik penulis dengan penuh kasih sayang dan kesabaran sehingga dapat menyelesaikan pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Begitu juga dengan adikku tercinta (Erwin, Arif, Khafidin, dan Evika) yang telah membantu, memotivasi, dan mengisi hari-hari penulis dengan kegembiraan dan kebahagiaan. Tak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada: 1. Bapak Prof. Dr. H. Rif’at Syauqi Nawawi, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta beserta seluruh stafnya. 2. Bapak Bahrissalim, MA dan Bapak Drs. Sapiudin Shidiq, M. Ag, selaku Ketua Jurusan dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam. 3. Bapak Dr. Abdul Majid Khon, M.Ag, sebagai pembimbing skripsi yang telah bersedia memberikan dan meluangkan segenap waktu, tenaga, pikiran, dan kesabaran dalam memberikan bimbingan, arahan serta motivasinya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 4. Bapak H. Abdul Ghofur, MA, selaku dosen Penasihat Akademik yang telah melayani konsultasi dan memberikan arahan perkuliahan kepada penulis. ii 5. Dosen dan staf karyawan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan bekal ilmu dan pengetahuannya selama penulis menjalankan perkuliahan. 6. Seluruh staf perpustakaan UIN dan perpustakaan FITK yang telah menyediakan bermacam-macam buku ilmiah sehingga mempermudah penulis dalam mencari sumber referensi. 7. Kepada saudara-saudara; Keluarga Ir. Nur Efendy, Maz Bagus, Lukman, Faiz, dan Rizka Novaliana yang sudah memberikan nasehat-nasehatnya, bimbingan, dan bantuan baik berupa ilmu, motivasi dan pengalamanpengalaman yang berharga kepada penulis. 8. Kepada segenap kepengurusan dan anggota HIKMAT yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, yang telah membimbing penulis dalam setiap melaksanakan kegiatan. 9. Kepada teman-teman Mahasiswa PAI angkatan 2008, khususnya kelas A, sebagai tempat sharing yang tetap solid dan kompak saat kuliah, kelompok PPKT SMPN 6 Jombang Kota Tangerang Selatan, yang sudah bekerja sama dengan baik dalam setiap menjalankan tugas. 10. Kepada teman-teman kosan H. Hanif, yang selama ini selalu bersama-sama dalam berbagai kondisi, dan saling sharing dalam ilmu pengetahuan; Aang, Afdhil, Ari Agus, Ari Sudiar, Budi, Cahyo, Deny, Keluarga Cak Joko, Lubay, Munif, Mustamil, Nophyanto, Sirozul Qori, Sugiarto, Syafiq, Yasir, dll. Akhirnya, kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, penulis menghaturkan terima kasih dan semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah kalian berikan. Amin. Jakarta, 01 Mei 2013 Penulis iii DAFTAR ISI Abstrak .............................................................................................................. i Kata Pengantar ................................................................................................ ii Daftar Isi ........................................................................................................... iv Pedoman Transliterasi ..................................................................................... vi Daftar Gambar ................................................................................................. viii BAB I BAB II PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1 B. Identifikasi Masalah ................................................................. 7 C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ....................................... 7 D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................ 7 KAJIAN TEORI A. Pengertian Pola dan Interaksi ……….. ..................................... 9 B. Faktor-faktor Interaksi Guru dengan Murid ............................. 11 C. Ciri-ciri Interaksi Guru dengan Murid ..................................... 13 D. Macam-macam Pola Interaksi Guru dengan Murid .................. 15 E. Sikap Guru terhadap Murid ...................................................... 20 F. Sikap Murid terhadap Guru ...................................................... 26 G. Tinjauan Pustaka yang Relevan ............................................... 28 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Objek dan Waktu Penelitian ..................................................... 30 B. Jenis Penelitian ......................................................................... 30 C. Fokus Penelitian ....................................................................... 31 D. Sumber Data ............................................................................. 32 iv E. Pengolahan Data ....................................................................... 33 F. Analisis Data ............................................................................ 34 G. Teknik Penulisan ...................................................................... 34 BAB IV TAFSIR DAN ANALISIS SURAT TENTANG POLA INTERAKSI GURU DENGAN MURID DALAM AL-QUR'AN A. Tafsir Surat Luqman Ayat 12-19 dan Surat ‘Abasa Ayat 1-10 1. Teks Ayat dan Terjemah .................................................... 35 2. Latar Belakang Turunnya Surat ......................................... 37 3. Tafsir Ayat ......................................................................... 41 B. Analisis Surat tentang Pola Interaksi Guru dengan Murid dalam Al-Qur’an 1. Surat Luqman Ayat 12-19 .................................................. 60 2. Surat ‘Abasa Ayat 1-10 ...................................................... 63 C. Pola Interaksi Guru dengan Murid yang Terkandung dalam Al-Qur’an 1. Surat Luqman Ayat 12-19 .................................................. 66 2. Surat ‘Abasa Ayat 1-10 ...................................................... 67 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan .............................................................................. 68 B. Saran ......................................................................................... 69 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 70 LAMPIRAN v PEDOMAN TRANSLITERASI A. Konsonan Huruf Arab Huruf Latin Huruf Arab Huruf Latin ا - ط th ب b ظ zh ت t ع ‘a ث ts غ gh ج ح j f h ف ق q خ kh ك k د d ل l ذ dz م m ر r ن n ز z و w س s ه h ش ص sy ‘ sh ء ي ض dh vi y B. Vokal 1. Vokal Tunggal 2. Vokal Rangkap Tanda Baca Huruf Latin Tanda & Huruf Huruf Latin ــَـــ ــِـــ a ــ َ ْي ــ ـ َ ْي ai ــُــــ u i au Contoh: - َ ََ - َُ ِ ف : Kataba - : ‘Urifa - َ َ ْي َ ْيـ َل : Kaifa : Haula C. Madd (Panjang) Harakat dan Huruf Huruf dan Tanda ـَـ ـﺎ â ـِـ ْي ــ ـ ُ ْي Î Contoh: - ََ ﺎ ن - َد َﺎ Û : Kâna - : Da’ â - vii َ ِ ْي َ ُ ْيـ ُل : Qîla : Yaqûlu DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 1.1 Pola Komunikasi Satu Arah ..................................................................... 15 2.1 Pola Komunikasi Dua Arah ..................................................................... 16 3.1 Pola Komunikasi Tiga Arah ..................................................................... 17 4.1 Pola Komunikasi Multi Arah ................................................................... 18 5.1 Pola Komunikasi Melingkar (Segala Arah) ............................................. 19 viii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agama Islam merupakan jalan hidup yang menjamin kebahagiaan hidup pemeluknya di dunia dan di akhirat kelak. Agama Islam mempunyai satu pedoman utama yaitu al-Qur’an yang berfungsi memberi petunjuk ke jalan yang sebaik-baiknya. Di samping itu juga al-Qur’an tidak hanya diturunkan untuk suatu umat ataupun suatu abad tertentu saja tetapi juga untuk seluruh umat manusia dan untuk sepanjang masa. Al-Qur’an adalah kitab suci yang sempurna dan bersifat universal, sehingga sebagian besar penjelasan al-Qur’an lebih bersifat global dan terbuka bagi siapapun untuk memahaminya. Al-Qur’an merupakan nikmat besar yang Allah turunkan kepada seluruh manusia untuk menyucikan hati, kebersihan jiwa, menjelaskan aqidah-aqidah, menunjukkan ke jalan kebenaran dan keadilan, mengajarkan akhlak yang luhur dan sifat-sifat terpuji, memperingatkan mereka agar tidak berbuat kemungkaran dan amal-amal buruk lainnya. Al-Qur’an tidak hanya menyebutkan dasar-dasar dan ketentuan-ketentuan kehidup manusia, akan tetapi lebih jauh lagi tentang hal-hal yang berhubungan dengan pendidikan. Oleh karena itu, sebagai upaya untuk memahami berbagai 1 2 petunjuk dalam al-Qur’an digunakanlah penafsiran. Termasuk dalam hal ini adalah penafsiran terhadap ayat-ayat yang berkaitan dengan pendidikan. Pendidikan adalah sarana untuk membentuk, dan mengembangkan karakteristik manusia yang tangguh dan unggul dalam ilmu pengetahuan (intelektualitas), amal, ibadah, harta kekayaan, sikap dan terlebih prilaku sopan santun kepada diri, keluarga dan lingkungan masyarakat sekitar. Tanpa pendidikan yang memadai, manusia akan jatuh harkat dan martabatnya dihadapan manusia lain, karena pendidikan adalah upaya untuk mewujudkan eksistensi diri dan menumbuh-kembangkan kedewasaan melalui penanaman pengetahuan, nilainilai kebudayaan dan keagamaan serta sebagai bekal untuk hidup di masa yang akan datang dibawah bimbingan seorang pendidik. Pengertian pendidikan adalah usaha sadar maupun tidak sadar yang dilakukan oleh seorang pendidik dalam rangka untuk membina dan mengararahkan peserta didik guna menjadikan peserta didik menjadi manusia yang berilmu pengetahuan tinggi, berkarakter, bertanggungjawab, bijak, dan berakhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan orang lain. Pengertian pendidikan jika disempitkan dalam pengertian pengajaran, adalah suatu usaha yang bersifat sadar tujuan dengan sistematis terarah pada perubahan tingkah laku. Dengan adanya tujuan perubahan tersebut menunjukkan pada suatu proses yang harus dilalui. Tanpa adanya suatu proses, maka perubahan tidak akan terjadi dan tujuanpun tidak akan tercapai. Dan proses yang dimaksud di sini adalah proses pendidikan. Proses pendidikan berlangsung tidak tanpa alasan dan tujuan. Pengajaran merupakan proses yang bertujuan untuk membimbing pelajar dalam mengembangkan potensi yang dimiliki oleh setiap pelajar. Tugas perkembangan tersebut mencakup kebutuhan hidup baik sebagai individu maupun sebagai masyarakat. Dapat disadari bahwa perubahan yang tidak didasari oleh bimbingan, maka perubahan tersebut tidak akan terarah dalam perkembangannya. Oleh karena itu, setiap pelajar membutuhkan bimbingan dalam mengembangkan setiap potensi yang dimilikinya. Di sinilah guru dibutuhkan untuk memberikan bekal hidup yang 3 berguna. Sehingga guru harus mampu dan menciptakan situasi yang kondusif dan interaksi yang baik antara guru dengan murid dalam proses pembalajaran.1 Akhlak sangat penting dalam kehidupan manusia. Berakhlak mulia merupakan salah satu tujuan pendidikan juga sebagai refleksi kehidupan bermasyarakat yang berperadaban. Maka sandaran umat Islam dalam mengambil contoh figur yang terbaik dalam akhlak adalah Rasulullah saw. Beliau adalah sebaik-baiknya manusia yang pernah hidup di dunia karena akhlaknya beliau adalah akhlak al-Qur'an dan langsung dididik oleh Sang Maha Pendidik. Sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an surat al-Qalam ayat 4: “Sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (Q.S. Al-Qalam: 4). Dan penjelasan tentang akhlak Nabi juga banyak diterangkan oleh hadits beliau, diantaranya yang paling populer adalah : .)إنما بعثت أل تمم مكارم األخالق (رواه مالك “Sesungguhnya Aku tidak lain adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (H.R Malik). Akhlak sebagaimana menurut Imam Al-Ghazali merupakan perbuatan yang lahir secara reflek dan tiba-tiba dari seseorang tanpa pertimbangan dan pemikiran terlebih dahulu,2 mempunyai peran yang sangat signifikan dalam mencapai keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT, dan menggapai kebahagiaan baik sebagai individu maupun masyarakat. Sejalan dengan pernyataan di atas, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan kepada pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan 1 Winarno Surachmad, Metodologi Pengajaran Nasional, (Bandung: Jemmars, 1986), h. 13- 2 Ahmad Musthafa, Akhlaq Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), Cet. V, h. 11-12. 14. 4 kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang.3 Pendidikan pada dasarnya merupakan interaksi antara pendidik atau yang biasa disebut dengan guru dan peserta didik atau murid dalam mencapai tujuan pendidikan yang berlangsung dalam lingkungan tertentu. Interaksi ini disebut interaksi pendidikan, yaitu saling pengaruh antara pendidik dengan anak didik. Dalam saling mempengaruhi ini peranan pendidik lebih besar, karena kedudukannya sebagai orang yang lebih dewasa, lebih berpengalaman, lebih banyak menguasai nilai-nilai, pengetahuan dan keterampilan. Hidup bersama antara manusia yang satu dengan yang lain berlangsung di dalam berbagai bentuk hubungan dan di dalam berbagai jenis situasi. Sehingga tanpa adanya sebuah interaksi dalam hidup, tidak mungkin manusia dapat hidup bersama. Pada kenyataanya bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki sifat sosial yang besar. Sehingga setiap manusia sangat membutuhkan interaksi antara individu yang satu dengan yang lain. Setiap proses interaksi terjadi dalam suatu situasi, bukan dalam situasi yang hampa. Salah satunya interaksi terjadi dalam situasi pendidikan, yang bisa di sebut dengan interaksi pendidikan4 Proses pendidikan berlangsung tidak tanpa alasan atau tujuan. Pengajaran merupakan proses yang berfungsi membimbing peserta didik di dalam kehidupan, yakni membimbing perkembangan diri sesuai dengan tugas-tugas perkembangan yang harus dijalankan oleh peserta didik. Tugas perkembangan tersebut mencakup kebutuhan hidup baik sebagai individu maupun sebagai masyarakat. Di sinilah guru dibutuhkan. Ia dibutuhkan untuk memberi bekal hidup yang berguna dan harus menciptakan situasi dan interaksi edukatif. Guru adalah seorang yang memegang peranan utama dalam proses belajar mengajar. Inti dari pendidikan adalah proses belajar mengajar. Segala sesuatu yang telah diprogramkan akan dilaksanakan dalam kegiatan tersebut. Maka berhasil tidaknya atau efektif dan efisiennya suatu proses belajar mengajar salah 3 Departemen Agama RI, Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan, (Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Islam Departemen Agama RI, 2006), h. 3-4. 4 Surachmad, op. cit., h. 7. 5 satuya bergantung pada keprofesionalan seorang guru dalam menjalankan tugasnya. Al-Qur’an menyebutkan bahwa Allah akan meninggikan derajat dan memuliakan pendidik daripada orang Islam lainnya yang tidak berilmu pengetahuan dan bukan pendidik. Firman Allah SWT dalam surat al-Mujadilah ayat 11: “Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapanglapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. al-Mujadilah: 11). Hasil belajar yang optimal dipengaruhi oleh komponen-komponen belajarmengajar, sebagai contoh bagaimana cara mengorganisasikan materi, metode yang diterapkan, media yang digunakan, dan lain-lain. Tetapi di samping komponen-komponen tersebut, ada faktor lain yang ikut mempengaruhi keberhasilan belajar siswa, yaitu soal hubungan antara guru dengan murid. Hubungan guru dengan murid di dalam proses belajar mengajar merupakan faktor yang sangat menentukan. Bagaimanapun baiknya bahan pelajaran yang diberikan dan sempurnanya metode yang digunakan, namun jika interaksi guru dengan murid tidak harmonis, maka dapat menciptakan suatu hasil yang tidak diinginkan.5 Untuk menjalin hubungan tersebut, seorang guru harus memahami bahwa dalam suatu kelas ada yang tidak dapat dielakkan yaitu adanya perbedaan individu, baik dari aspek biologis, intelektual, maupun psikologis. Interaksi yang akan terjadi juga dipengaruhi oleh cara guru dengan murid ketika pelajaran 5 Armai Arief, Reformulasi Pendidikan Islam, (Jakarta: CRSD Press, 2005), Cet. I, h. 95. 6 berlangsung. Di sini tentu saja aktivitas optimal belajar murid sangat menentukan kualitas interaksi yang terjadi di dalam kelas. Salah satu komponen yang menentukan keberhasilan pelaksanaan pendidikan sebagaimana dikatakan di atas adalah keprofesionalan guru. Guru dituntut untuk berkompeten karena guru merupakan orang pertama yang berhadapan langsung dengan anak didik. Mereka dituntut untuk membawa anak didiknya dalam rangka mencapai tujuan pendidikan melalui interaksi belajar mengajar. Oleh sebab itu, para guru dituntut untuk dapat menjalankan interaksi belajar-mengajar yang dikelola dengan sebaik-baiknya sehingga terjadi hubungan timbal balik yang harmonis. Dalam hal ini menyangkut pola interaksi guru dengan murid yang sesuai dengan ajaran al-Qur’an, yaitu perilaku atau moral yang berdasarkan alQur’an. Persoalan yang paling mendasar yang terjadi di sekolah terkadang masih ada beberapa guru yang memperlakukan muridnya secara diskriminatif. Ia memperlakukan muridnya dengan pilih kasih dan membeda-bedakan anak yang cerdas, cantik, berpangkat, anak kesayangan, dan lain sebagainya. Padahal mereka seharusnya merasakan bahwa sekolah bagi mereka merupakan tempat belajar yang menyenangkan. Di sekolah, ia harus dihargai, dipahami, dan tidak dibodohbodohkan maupun diejek, khususnya anak dari masyarakat miskin. Biasanya mereka sering dibodoh-bodohi, diejek, atau dibiarkan semaunya. Begitu pula dengan sikap murid yang kurang baik dalam berinteraksi dengan guru, seperti halnya dengan menjaga sopan santun baik tutur kata maupun tingkah laku murid terhadap guru. Bertitik tolak dari kondisi tersebut maka penulis mengadakan penelitian skripsi “POLA INTERAKSI GURU DENGAN MURID DALAM ALQUR'AN SURAT LUQMAN AYAT 12-19 DAN SURAT „ABASA AYAT 110” 7 B. Identifikasi Masalah 1. Bagaimana sikap guru dengan murid dalam berinteraksi agar tidak terjadi diskriminatif dalam proses pembelajaran? 2. Bagaimana sikap murid dengan guru dalam berinteraksi pada situasi pembelajaran? 3. Bagaimana pola interaksi guru dengan murid agar tujuan pendidikan dalam proses pembelajaran tercapai? 4. Bagaimanakah tipe pola interaksi guru dengan murid dalam pandangan alQur’an? C. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Dalam penulisan skripsi ini penulis akan membahas tentang pola interaksi antara guru dengan murid dalam pandangan al-Qur’an. Agar permasalahan tidak meluas, maka penulis membatasi pada pola interaksi guru dengan murid yang terkandung dalam surat Luqman ayat 12-19 dan surat ‘Abasa ayat 1-10. 2. Perumusan Masalah a. Nilai-nilai pendidikan apa saja yang terkandung dalam surat Luqman ayat 12-19 dan surat ‘Abasa ayat 1-10? b. Bagaimanakan pola interaksi guru dengan murid dalam al-Qur'an surat Luqman ayat 12-19 dan surat ‘Abasa ayat 1-10? D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan apa saja yang terkandung dalam surat Luqman ayat 12-19 dan surat ‘Abasa ayat 1-10. b. Untuk mengetahui pola interaksi guru dengan murid dalam al-Qur'an surat Luqman ayat 12-19 dan surat ‘Abasa ayat 1-10. 8 2. Manfaat Penelitian a. Sebagai bahan untuk mengembangkan teori pola interaksi guru dengan murid dalam proses pembelajaran. b. Secara umum, diharapkan dapat memperkaya khazanah ilmiah di bidang ilmu tafsir. BAB II KAJIAN TEORI A. Pengertian Pola dan Interaksi Pola adalah gambar yang dibuat contoh atau model. Sedangkan dalam Kamus Induk Istilah Ilmiah, M. Dahlan menyatakan bahwa “interaksi adalah aksi yang saling memberikan timbal balik”.1 Jadi pola interaksi adalah bentuk hubungan timbal balik antara orang satu dengan orang lainnya. Sebagai makluk sosial, kecenderungan manusia untuk berhubungan dengan yang lain melahirkan komunikasi dua arah, baik melalui bahasa maupun perbuatan. Karena adanya aksi maka reaksipun terjadi, inilah unsur yang membentuk terjadinya interaksi.2 Manusia adalah mahluk individu dan mahluk sosial. Sehingga dalam hubungannya setiap manusia bagaimanupun juga tidak dapat terlepas dari individu yang lain. Dengan demikian kegiatan manusia akan selalu dibarengi dengan proses interaksi, baik interaksi dengan alam lingkungan, interaksi dengan sesama, maupun dengan Tuhannya, baik disengaja maupun tidak disengaja. Menurut H. Bonner sebagaimana yang dikutip Abu Ahmadi, berpendapat bahwa yang dimaksud dengan interaksi ialah suatu hubungan antara dua individu 1 M. Dahlan Y. Al-Barry dan L. Lya Sofyan Yacub, Kamus Induk Istilah Ilmiah, (Surabaya: Target Press, 2003), h. 323. 2 Miftahul Huda, Interaksi Pendidikan 10 Cara Qur’an Mendidik Anak, (Malang: UINMalang Press, 2008), Cet. I, h. 38. 9 10 atau lebih di mana tingkah laku individu yang satu mempengaruhi, mengubah, dan memperbaiki individu yang lain. Begitu juga sebaliknya.3 Manusia sebagai makhluk sosial, di dalam kehidupannya membutuhkan hubungan dengan manusia lainnya. Hubungan itu terjadi karena setiap manusia memiliki kebutuhan yang berbeda-beda dan karena saling membutuhkan, membuat manusia cenderung untuk berhubungan melahirkan komunikasi dua arah melalui bahasa yang mengandung tindakan dan perbuatan. Karena ada aksi dan reaksi, maka interaksipun terjadi. Oleh sebab itu, interaksi akan berlangsung bila ada hubungan timbal balik antara dua orang atau lebih.4 Interaksi yang bernilai pendidikan dalam dunia pendidikan ataupun yang disebut dengan interaksi edukatif. Dalam pola interaksi antara guru dengan murid adalah dalam proses pembelajaran seorang guru menghadapi murid-muridnya yang merupakan suatu kelompok manusia di dalam kelas. Di dalam interaksi tersebut tampak bahwa guru mencoba untuk menguasai kelasnya supaya proses interaksi berlangsung dengan seimbang, di mana terjadi saling mempengaruhi antara kedua belah pihak, baik guru maupun murid. Sebagai contoh, seorang guru mengadakan diskusi diantara anak didiknya untuk memecahkan sebuah persoalan, di sinilah proses interaksi itu akan terjadi, adanya saling memberikan pendapat yang berbeda satu sama lain. Dengan adanya interaksi pola pikir, pola sikap dan pola tingkah laku, maka sikap yang maunya benar dan menang sendiri tidak akan muncul dan berkembang. Sebaliknya akan tumbuh sikap yang toleran dan saling menghargai antara yang satu dengan yang lainya. Menurut Djamarah, sebagaimana yang di kutip oleh Miftahul Huda. bahwa interaksi yang bernilai pendidikan, yaitu interaksi yang dengan sadar meletakkan tujuan untuk mengubah tingkah laku dan perbuatan seseorang. Dengan konsep di atas, maka muncullah istilah guru di satu pihak dan murid di pihak lain. Keduanya berada dalam interaksi yang bernilai pendidikan dengan posisi, tugas, dan tanggung jawab yang berbeda, namun tetap bersama-sama dalam mencapai tujuan 3 4 Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan, (Surabaya: Bina Ilmu, 1982), Cet. IV, h. 42. Huda, op. cit., h. 32-33. 11 pendidikan.5 Sehingga dalam hal ini guru bertanggung jawab untuk mengantarkan anak didik ke arah kedewasaan dengan memberikan sejumlah ilmu pengetahuan dan membimbingnya. Sedangkan anak didik berusaha untuk mencapai tujuan pendidikan dengan bantuan dan pembinaan dari guru. B. Faktor-faktor Interaksi Guru dengan Murid Proses belajar mengajar sebagai suatu sistem interaksi, maka kita akan dihadapkan pada sejumlah faktor-faktor. Tanpa adanya faktor-faktor tersebut sebenarnya tidak akan terjadi proses interaksi antara guru dengan murid dalam proses belajar mengajar. Faktor-faktor yang dimaksud adalah: 1. Tujuan, merupakan hal yang pertama kali yang harus dirumuskan dalam kegiatan interaksi guru dengan murid dalam proses belajar mengajar. Karena tujuan dapat memberikan arah yang jelas dan pasti kemana kegiatan pembelajaran dibawa oleh guru. Dengan berpedoman pada tujuan, guru akan dapat menyeleksi tindakan mana yang harus dilakukan dan tindakan mana yang harus ditinggalkan. 2. Bahan Pelajaran, adalah unsur inti dalam kegiatan interaksi guru dengan murid dalam proses pembelajaran tidak akan berjalan. Dalam pemilihan pelajaran harus disesuaikan dengan kondisi kemampuan murid dalam menerima pelajaran. Selain itu bahan pelajaran mutlak harus dikuasai oleh guru dengan baik. 3. Metode, adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Metode diperlukan guna menunjang terciptanya tujuan pembelajaran. 4. Alat, adalah segala sesuatu yang dapat digunakan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Dalam interaksi antara guru dengan murid dalam proses pembelajaran biasanya dipergunakan alat non material dan alat material. Alat material biasanya berupa suruhan, perintah, larangan, nasihat, dan 5 Ibid., h. 38-39. 12 sebagainya. Sedangkan alat bantu material misalnya: globe, papan tulis, batu, gambar, dan sebagainya. 5. Sarana, merupakan komponen yang sangat penting dalam rangka menciptakan interaksi antara guru dengan murid dalam proses belajar mengajar, sebab interaksi hanya mungkin terjadi bila ada sarana, waktu, tempat, dan sarana-sarana lainnya.6 Menurut Winarno Surachmad, bahwa faktor-faktor yang sangat diperlukan dalam setiap proses interaksi antara guru dengan murid adalah: 1. Ada tujuan yang jelas akan dicapai; 2. Ada bahan yang menjadi isi proses pembelajaran; 3. Ada pelajar yang aktif mengalami proses pembelajaran; 4. Ada guru yang melaksanakan proses pembelajaran; 5. Ada metode tertentu untuk mencapai tujuan; dan 6. Ada situasi yang kondusif dalam proses pembelajaran.7 Penjelasan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa dalam proses interaksi antara guru dengan murid tidak dapat dilakukan dalam ruangan yang hampa, tanpa adanya tujuan, dan tanpa adanya pelajar. Pendidikan merupakan kegiatan yang dilakukan secara sengaja, seksama, terencana, dan memiliki tujuan pendidikan. Pendidikan ini dilaksanakan oleh guru yang memiliki bekal ilmu pengetahuan yang cukup dan memiliki keterampilan dalam menyampaikan ilmu pengetahuan yang dimilikinya kepada peserta didik secara bertahap agar peserta didik dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya Dalam perkembangan selanjutnya, pendidikan memiliki aspek-aspek yang saling berkaitan, diantaranya yaitu: aspek tujuan, kurikulum, metode, guru, lingkungan, dan sarana.8 6 B. Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), h. 157-158. 7 Winarno Surachmad, Metodologi Pengajaran Nasional, (Bandung: Jemmars, 1986), h. 14. 8 Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), Cet. I, h. 10. 13 C. Ciri-ciri Interaksi Guru dengan Murid Interaksi guru dengan murid terkandung dua unsur pokok, yaitu: kegiatan guru dan kegiatan murid. Sehingga apa yang dilakukan oleh guru mendapat respon dari murid, dan demikian pula sebaliknya apa yang dilakukan murid akan mendapat sambutan dari guru. Semua kegiatan tersebut dapat diikhtisarkan dengan beberapa ciri interaksi edukatif yang sering juga disebut dengan interaksi belajar mengajar. Proses belajar mengajar akan senantiasa merupakan proses kegiatan interaksi antara dua unsur manusiawi, yakni murid sebagai pihak yang belajar dan guru sebagai pihak yang mengajar. Interaksi yang merupakan proses atau interaksi belajar mengajar tersebut memiliki ciri-ciri khusus yang membedakan dengan interaksi yang lain. Djamarah dan Zain menjelaskan ciri-ciri interaksi guru dengan murid diantaranya: 1. Belajar mengajar memiliki tujuan, yakni untuk membentuk anak dalam suatu perkembangan tertentu. Dengan menempatkan anak didik sebagai pusat perhatian, sedangkan unsur lainnya sebagai pengantar dan pendukung. 2. Ada suatu prosedur (jalannya interaksi) yang direncanakan, untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Agar dapat mencapai tujuan optimal, maka dalam melakukan interaksi antara guru dengan murid perlu ada prosedur atau langkah-langkah yang terencana. Untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran yang satu dengan yang lain, mungkin akan membutuhkan prosedur dan desain yang berbeda pula. 3. Ditandai dengan penggarapan materi khusus, yaitu materi harus didesain sedemikian rupa, sehingga cocok untuk mencapai tujuan dan perlu memperhatikan komponen-komponen pengajaran yang lain. Meteri harus sudah didesain dan disiapkan sebelum berlangsungnya interaksi antara guru dengan murid dalam kegiatan belajar mengajar. 4. Ditandai dengan aktivitas anak didik, sebagai konsekuensi, bahwa anak didik merupakan syarat mutlak bagi berlangsungnya interaksi belajar mengajar 14 antara guru dengan murid. Jadi tidak ada gunanya melakukan kegiatan belajar mengajar, kalau anak didik hanya pasif. 5. Guru berperan sebagai pembimbing, dalam peranannya sebagai pembimbing, guru harus berusaha menghidupkan dan memberi motivasi agar terjadi proses interaksi yang kondusif. Guru harus siap sebagai mediator dalam segala situasi, sehingga guru merupakan tokoh yang akan dilihat dan ditiru tingkah lakunya oleh anak didik. Guru (akan lebih baik bersama anak didik) sebagai pemimpin terjadinya interaksi. 6. Membutuhkan disiplin, disiplin dalam kegiatan belajar mengajar diartikan sebagai suatu pola tingkah laku yang diatur menurut ketentuan yang sudah ditaati dengan sadar oleh pihak guru maupun pihak anak didik. Jadi langkahlangkah yang dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang sedah digariskan. Penyimpangan dari prosedur berarti suatu indikator pelanggaran disiplin. 7. Ada batas waktu, untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu dalam sistem berkelas, batas waktu menjadi salah satu ciri yang tidak bisa ditinggalkan. Setiap tujuan akan diberi waktu tertentu dan kapan tujuan harus sudah tercapai. 8. Evaluasi, dari seluruh kegiatan tersebut, masalah evaluasi merupakan bagian penting yang tidak bisa diabaikan. Evaluasi harus guru lakukan untuk mengetahui tercapai atau tidak tujuan pembelajaran yang telah ditentukan.9 Pendapat ini serupa dengan pendapat Miftahul Huda yang menjelaskan bahwa ciri-ciri interaksi antara guru dengan murid dalam proses belajar mengajar, yaitu: “interaksi yang memiliki tujuan, mempunyai prosedur yang direncanakan untuk mencapai tujuan, interaksi yang ditandai dengan materi khusus, ditandai dengan aktivitas anak didik, pendidik atau guru yang berperan sebagai pembimbing, interaksi pendidikan membutuhkan kedisiplinan, adanya batasan waktu, dan diakhiri dengan adanya evaluasi”.10 9 Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), Cet. II, h. 46-48. 10 Huda, op. cit., h. 41. 15 D. Macam-macam Pola Interaksi Guru dengan Murid Interaksi antara guru dan murid, unsur guru dan murid harus aktif, tidak mungkin terjadi proses interaksi dalam proses pembelajaran bila hanya satu unsur yang aktif. Baik aktif dalam sikap, mental, dan perbuatan. Kegiatan interaksi belajar mengajar sangat beraneka ragam coraknya, mulai dari kegiatan yang didominasi oleh guru sampai kegiatan mandiri yang dilakukan oleh murid. Hal ini tentu saja bergantung pada keterampilan guru dalam mengelola kegiatan interaksi belajar mengajar. Penggunaan variasi pola interaksi mutlak dilakukan oleh guru. Hal ini dimaksudkan agar tidak menimbulkan kebosanan, kejenuhan, serta untuk menghidupkan suasana kelas demi keberhasilan guru dan anak dalam mencapai tujuan pendidikan. Ada beberapa pola interaksi antara guru dengan murid dalam proses pembelajaran yang dilakukan antara guru dengan murid, diantaranya yaitu: 1. Pola pendidik (guru) – anak didik (murid), merupakan komunikasi sebagai aksi (komunikasi satu arah). Gambar 1.1 Pola Komunikasi Satu Arah Komunikasi satu arah ini biasanya dilakukan oleh seorang guru dalam pembelajaran dengan metode ceramah. Dalam pola interaksi antara guru dengan murid yang seperti ini dapat diumpamakan seorang guru yang mengajar muridnya hanya dengan menyuapi makanan kepada muridnya. 16 Sehingga murid selalu menerima suapan itu tanpa komentar dan tanpa aktif berfikir. Pelaksanaan bentuk interaksi seperti ini gurulah yang berperan penting, gurulah yang aktif, murid pasif, dan semua kegiatan berpusat pada guru. Guru sebagai sumber segala pengetahuan, sumber segala kebenaran, dan sumber segala yang diperlukan siswa di sekolah. Semua yang dikatakan oleh guru dipegang oleh murid sebagai suatu kebenaran yang mutlak.11 Semua orang mempercayai bahwa guru memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pembelajaran di sekolah dan membantu perkembangan peserta didik dalam mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki peserta didik secara optimal sesuai dengan tujuan hidup peserta didik tersebut.12 2. Pola pendidik (guru) – anak didik (murid) – pendidik (guru), ada feedback bagi guru, tetapi tidak ada interaksi antara anak didik (komunikasi dua arah). Gambar 2.1 Pola Komunikasi Dua Arah Pola komunikasi ini biasanya dalam proses pembelajaran menggunakan metode tanya jawab. Setelah guru menjelaskan tentang suatu materi, maka guru akan memberi kesempatan kepada murid untuk bertanya, yang kemudian pertanyan tersebut akan dijawab oleh guru. 11 Ibid. Enco Mulyasa, Menjadi Guru Profesiona: Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), Cet. IV, h. 35. 12 17 Pola interaksi guru dengan murid dalam bentuk ini, guru merupakan salah satu sumber belajar, bukan sekedar menyuapi materi kepada murid. Jadi, guru sebagai salah satu sumber pengetahuan tetapi hal itu tidak mutlak. Guru melontarkan masalah-masalah kepada murid, agar murid mampu dan timbul inisiatif untuk memecahkan masalah tersebut. Guru memberikan aksiaksi yang merangsang murid untuk mengadakan reaksi. Dengan demikian, terjadilah interaksi antara guru dengan murid. Ada hubungan timbal balik antara guru dengan murid. 3. Pola pendidik (guru) – anak didik (murid) – anak didik (murid), ada feedback bagi guru, dan anak didik saling belajar satu sama lain (komunikasi tiga arah). Gambar 3.1 Pola Komunikasi Tiga Arah Komunikasi atau interaksi antara guru dengan murid dalam proses pembelajaran seperti ini biasanya terjadi dengan metode diskusi, yang dimana guru menugaskan anak didik untuk berdiskusi dengan temannya tentang suatu masalah atau materi yang sedang dipelajari. Sebenarnya interaksi seperti ini bukan sekedar adanya aksi dan reaksi, melainkan juga adanya hubungan interaktif antara setiap individu. Setiap individu ikut aktif, dan tiap individu mempunyai peran. Dalam hal ini guru hanya menciptakan situasi dan kondisi, agar tiap individu murid dapat aktif 18 belajar. Yang dimana suasana atau proses belajar mengajar yang aktif. Masing-masing siswa sibuk belajar, dan melaksanakan tugas yang diberikan oleh guru. Setiap murid memegang peranan di dalam proses belajar mengajar seperti ini. Guru akan mengawasi dan mengarahkan serta membimbing murid dalam proses pembelajaran. Dengan demikian, interaksi belajar mengajar berlangsung timbal balik. Murid dapat menerima pelajaran dari guru dan mendapat pengalaman dari siswa lain. Kegiatan seperti ini menimbulkan adanya interaktif antara guru dan murid, serta antara murid dengan murid.13 4. Pola pendidik (guru) – anak didik (murid) – anak didik (murid) – pendidik (guru), interaksi yang optimal yang memungkinkan adanya kesempatan yang sama bagi setiap anak didik dan guru untuk saling berdiskusi (komunikasi multi arah). Guru Murid Murid Murid Murid Gambar 4.1 Pola Komunikasi Multi Arah 13 Roestiyah N.K, Masalah Pengajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), h. 44. 19 Interaksi ini murid dihadapkan pada suatu masalah, dan murid sendiri lah yang memecahkan masalah tersebut, kemudian hasil diskusi murid-murid tersebut dikonsultasikan kepada guru. Sehingga diri interaksi seperti ini, murid memperoleh pengalaman dari teman-temannya sendiri. Pola interaksi seperti ini, guru harus memberi motivasi agar murid-murid mampu memahami masalah dan dapat memecahkan masalah tersebut. Dengan kondisi belajar yang seperti ini, maka setiap siswa ketika menghadapi suatu masalah akan aktif mencari jawaban atas segala inisiatifnya sendiri. Guru hanya membimbing, mengarahkan, dan menunjukkan sumber belajar.14 5. Pola melingkar, interaksi seperti ini disebut dengan komunikasi segala arah. Guru Murid Murid Murid Murid Murid Gambar 5.1 Pola Komunikasi Melingkar (Segala Arah) 14 Ibid., h. 41-45. 20 Pola komunikasi melingkar ini, setiap anak didik mendapat giliran untuk mengemukakan pendapat atau jawaban dari pertanyaan, dan tidak diperbolehkan berpendapat atau menjawab sampai dua kali sebelum semua anak didik mendapat giliran. 15 E. Sikap Guru terhadap Murid Imam Muhyiddin Yahya bin Syarf al-Nawawi (w.676 H) menyatakan bahwa seorang guru ketika mengajar hendaknya berniat untuk memperoleh ridha dari Allah SWT bukan untuk mendapatkan kekayaan dunia, melainkan untuk beribadah kepada Allah SWT. Untuk itu maka diperlukan niat yang baik, walaupun masalah ini tergolong cukup berat, terutama bagi orang yang pertama kali mengajar. Dari sikap tersebut perlu dibarengi dengan senantiasa menunjukkan kebaikan kepada murid-murid dengan bersikap lembut, sungguh-sungguh, dan sabar dalam menghadapi cobaan dan perlakuan yang kurang menyenangkan dari murid-muridnya.16 Hal berikutnya yang perlu dilakukan guru adalah dengan menanyakan murid yang tidak hadir, memperluas pemahaman murid sesuai tingkat kecerdasannya, tidak memberikan beban yang tidak sangup dipikul murid, tidak juga memberikan tugas yang terlalu ringan kepada murid, dan memberikan penjelasan melalui perumpamaan bagi murid-murid yang belum paham.17 Nasution di dalam bukunya menyebutkan ciri-ciri guru yang baik, diantaranya yaitu: Mampu memahami dan menghormati murid; mampu menghormati bahan pelajaran yang diberikan kepada murid; mampu menyesuaikan metode mengajar dengan bahan pelajaran; mampu menyesuaikan bahan pelajaran dengan kesanggupan individu murid; mampu mengaktifkan kegiatan murid dalam hal belajar; mampu memberikan pengertian dan bukan hanya kata-kata; mampu menghubungkan pelajaran dengan kebutuhan murid; mempunyai tujuan tertentu dengan tiap pelajaran yang diberikan; tidak terikat 15 Ibid., h. 41-42. Abuddin Nata, Perspektif Islam Tentang Pola Hubungan Guru-Murid: Studi Pemikiran Tasawuf Al-Ghazali, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2001), Cet. I, h.93-94. 17 Ibid., h. 94 16 21 oleh satu buku pelajaran (teksbook); dan tidak hanya mengajar dalam arti menyampaikan pengetahuan saja kepada murid, melaikan senantiasa mengembangkan pribadi anak.18 Mengajar adalah suatu pekerjaan yang tidak mudah. Walaupun demikian setiap guru dan calon guru harus mampu menanamkan pada dirinya syarat-syarat yang harus dimiliki oleh guru yang baik, supaya jelas kearah mana seorang guru harus membentuk kepribadian dalam mengajar murid-muridnya. Ibn Khaldun berpendapat, sebegaimana yang dikutip Abuddin Nata menyatakan bahwa: Seorang guru harus mengajar secara bertahap, mengulang-ngulang sesuai dengan pokok bahasan, dan kesanggupan murid, tidak memaksakan atau membunuh daya nalar siswa, tidak berpindah dari satu topic ke topic lain, sebelum topik pertama dikuasai, tidak memandang kelupaan sebagai suatu aib, tetapi agar mengatasinya dengan jalan mengulang, jangan bersikap keras terhadap murid. seorang guru juga harus membiasakan diskusi dan tukar pikiran dengan murid, memilih bidang kajian yang disukai murid, mendekatkan murid pada pencapaian tujuan, memperhatikan tingkat kesanggupan murid dan menolongnya agar murid tersebut mampu memahami pelajaran.19 Menurut al-Ghazali, sebagaimana dikutip Abuddin Nata memandang bahwa: “Pekerjaan mengajar dinilai lebih mulia dibandingkan dengan memanfaatkan harta. Hal itu didasarkan pada alasan bahwa orang yang meminta ilmu itu berlapis-lapis, yaitu ada yang kaya, miskin, raja, rakyat, dan sebagainya. Sedangkan orang yang meminta harta hanya orang yang miskin atau yang membutuhkan saja.”20 Oleh sebab itu, al-Ghazali berpendapat bahwa seorang guru harus memiliki etika yang wajib dilakukan oleh seorang guru, diantaranya: 1. Bersikap lembut dan kasih sayang pada para pelajar. Dalam hal ini al-Ghazali menilai bahwa seorang guru menjadi penyebab bagi keberadaan kehidupan yang kekal di akhirat, sedangkan orang tua berperan sebagai penyebab adanya anak di dunia yang sementara ini. Oleh sebab itu, seorang guru dianggap lebih tinggi posisinya dibandingkan orang tua murid. Sehingga seorang guru wajib memperlakukan murid-muridnya dengan rasa kasih 18 S. Nasution, Didaktik Asas-asas Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), Cet. I, h. 8-13. Nata, op. cit., h.96. 20 Ibid., h.98. 19 22 sayang, dan mendorong murid-muridnya mempersiapkan diri untuk mendapatkan kehidupan di akhirat yang kekal dan bahagia. 2. Seorang guru tidak meminta imbalan atas tugas mengajar murid-muridnya. Seperti halnya yang dilakukan Rasulullah SAW yang mengajar manusia tanpa imbalan dan tanpa meminta ucapan terima kasih, namun semata-mata karena karunia Allah SWT. 3. Tidak menyembunyikan sedikitpun ilmu yang dimiliki seorang guru. Seorang guru harus sungguh-sungguh tampil sebagai penasehat dan pembimbing ketika murid membutuhkan ataupun tidak membutuhkan. 4. Menjauhi akhlak yang buruk dengan cara menghindarinya sedapat mungkin. Dalam hal ini al-Ghazali menyerukan agar seorang guru mengajar dengan cara yang benar, seperti mengulang bukan menjelaskan dan kasih sayang bukan merendahkan. Karena dengan hanya menjelaskan akan menyebabkan timbulnya rasa bosan dan cepat hilang hafalan murid-muridnya. Menurut alGhazali hal yang seperti ini termasuk pekerjaan mengajar yang mendalam.21 Berdasarkan uraian tersebut, bahwa sosok guru yang ideal adalah guru yang memiliki motivasi mengajar yang tulus, ikhlas dalam mengamalkan ilmunya, bertindak sebagai orang tua yang penuh kasih sayang terhadap anaknya, dapat mempertimbngkan kemampuan intelektual anaknya, mampu menggali potensi yang dimiliki murid, bersikap terbuka dan demokratis untuk menerima dan menghargai pendapat murid, dapat berkerjasama dengan murid dalam memecahkan masalah, dan pada akhirnya murid dibimbing menuju ke jalan Allah melalui berbagai upaya seorang guru terhadap muridnya dalam mengajar.22 Prof. Dr. H. Mahmud Yunus menjelaskan bahwa guru harus berusaha mempunyai sifat-sifat sebagai berikut, yaitu: Guru harus mengasihi muridmuridnya seperti mengasihi anak-anaknya sendiri; hubungan antara guru dan murid-murid haruslah baik dan erat; guru haruslah memperhatikan keadaan anakanak dan mempelajari jiwa kanak-kanak; guru haruslah sadar akan kewajibannya terhadap masyarakat; guru haruslah menjadi contoh bagi keadilan, kesucian, dan 21 22 Ibid., h. 98-99. Ibid., h. 101. 23 kesempurnaan; guru haruslah berlakau jujur dan ikhlas; guru haruslah berhubungan dengan kehidupan masyarakat; guru haruslah cakap mengajar, baik pimpinannya dan bijaksana dalam perbuatannya; guru harus mempunyai cita-cita yang tetap; guru haruslah berbadan sehat; guru haruslah membiasakan muridmurid supaya mereka percaya kepada diri sendiri; guru haruslah mementingkan intisari pelajaran, bukan bentuknya yang lahir saja; guru haruslah berbicara dengan murid-muridnya dalam bahasa yang dipahaminya; guru haruslah memikirkan pendidikan akhlak; dan guru haruslah mempunyai kepribadian yang kuat.23 Proses interaksi belajar mengajar, guru adalah orang yang memberikan pelajaran dan siswa adalah orang yang menerima pelajaran. Dalam mentransfer pengetahuan kepada siswa diperlukan pengetahuan, kecakapan, atau keterampilan sebagai guru. Tanpa ini semua tidak mungkin proses interaksi belajar mengajar dapat berjalan secara kondusif. Disinilah kompetensi dalam arti kemampuan mutlak diperlukan guru dalam melaksanakannya sebagai pendidik dapat terlaksana dengan baik. Beranjak dari pengertian inilah kompetensi merupakan suatu hal yang tidak bisa dipisahkan dari kegiatan pendidikan dan pengajaran. Konsep interaksi antara guru dengan murid bahwa pendidik (guru) mempunyai peranan yang penting. Oleh karena itu, seorang pendidik harus mempunyai kompetensi-kompetensi (sifat dasar pendidik), antara lain meliputi bijaksana, penuh kasih sayang, demokratis, mengenal murid dan memahami kejiwaaannya, berpengetahuan luas, memahami materi, sabar dan ikhlas. Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, adapun macam-macam kompetensi yang harus dimiliki oleh tenaga guru antara lain: kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional dan sosial yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja guru. 23 Mahmud Yunus, Pokok-pokok Pendidikan dan Pengajaran, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1990), Cet. III, h. 61-72. 24 1) Kompetensi Pedagogik Kompetensi pedagogik meliputi pemahaman guru terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Secara rinci setiap subkompetensi dijabarkan menjadi indikator esensial sebagai berikut; Memahami peserta didik secara mendalam memiliki indikator esensial: memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip perkembangan kognitif; memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip kepribadian; dan mengidentifikasi bekal ajar awal peserta didik. Merancang pembelajaran, termasuk memahami landasan pendidikan untuk kepentingan pembelajaran memiliki indikator esensial: memahami landasan kependidikan; menerapkan teori belajar dan pembelajaran; menentukan strategi pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin dicapai, dan materi ajar; serta menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih. Melaksanakan pembelajaran memiliki indikator esensial: menata latar (setting) pembelajaran; dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif. Merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran memiliki indikator esensial: merancang dan melaksanakan evaluasi (assessment) proses dan hasil belajar secara berkesinambungan dengan berbagai metode; menganalisis hasil evaluasi proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan belajar (mastery learning); dan memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan kualitas program pembelajaran secara umum. Mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensinya, memiliki indikator esensial: memfasilitasi peserta didik untuk pengembangan berbagai potensi akademik; dan memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan berbagai potensi nonakademik. 25 2) Kompetensi Kepribadian Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Secara rinci subkompetensi tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut: Kepribadian yang mantap dan stabil memiliki indikator esensial: bertindak sesuai dengan norma hukum; bertindak sesuai dengan norma sosial; bangga sebagai guru; dan memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai dengan norma. Kepribadian yang dewasa memiliki indikator esensial: menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja sebagai guru. Kepribadian yang arif memiliki indikator esensial: menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan masyarakat serta menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak. Kepribadian yang berwibawa memiliki indikator esensial: memiliki perilaku yang berpengaruh positif terhadap peserta didik dan memiliki perilaku yang disegani. Akhlak mulia dan dapat menjadi teladan memiliki indikator esensial: bertindak sesuai dengan norma religius (iman dan taqwa, jujur, ikhlas, suka menolong), dan memiliki perilaku yang diteladani peserta didik. 3) Kompetensi Sosial Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Kompetensi ini memiliki subkompetensi dengan indikator esensial sebagai berikut: Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik memiliki indikator esensial: berkomunikasi secara efektif dengan peserta didik. 26 Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesama pendidik dan tenaga kependidikan. Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar. 4) Kompetensi Profesional Kompetensi profesional merupakan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap stuktur dan metodologi keilmuannya. Setiap subkompetensi tersebut memiliki indikator esensial sebagai berikut: Menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi memiliki indikator esensial: memahami materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah; memahami struktur, konsep dan metode keilmuan yang menaungi atau koheren dengan materi ajar; memahami hubungan konsep antar mata pelajaran terkait; dan menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari. Menguasai struktur dan metode keilmuan memiliki indikator esensial menguasai langkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk memperdalam pengetahuan/materi bidang studi.24 F. Sikap Murid terhadap Guru Kitab al-Ilm wa Adab al-Alim wa al-Muta’alim sebagaimana dikutip Abuddin Nata dikatakan bahwa: “Sikap murid sama dengan sikap guru yaitu sikap murid sebagai pribadi dan sikap murid sebagai penuntut ilmu. Sebagai pribadi seorang murid harus bersih hatinya dari kotoran dan dosa agar dapat dengan mudah dan benar dalam menangkap pelajaran.”25 Murid harus berupaya agar lebih dekat dengan gurunya agar mendapatkan pemahaman yang sempurna dan tidak sulit untuk memehami penjelasan dari guru. 24 http://ibnufajar75.wordpress.com/2012/12/27/empat-kompetensi-yang-harus-dimilikiseorang-guru-profesional/ 25 Nata, op. cit., h. 102 . 27 Dengan syarat tempat duduk murid tidak lebih tinggi daripada tempat duduk guru, bersikap sopan santun ketika berada di dalam kelas, karena hal seperti itu berarti menghormati guru dan memuliakan proses belajar mengajar. Duduklah seperti duduknya seorang murid, jangan bersuara keras jika tidak ada kebutuhan terhadar guru, jangan tertawa, jangan banyak bicara, jangan mengangkat tangan dan menengok jika tidak ada keperluan, melainkan harus menghadap guru, jangan mengajukan pertanyaan atau permasalahan kecuali setelah mendapatkan izin dari guru.26 Seorang murid juga harus menunjukkan kesungguhannya dalam belajar, tekun belajar setiap waktu, dan tidak berpergian yang sekiranya tidak ada hubungannya dengan menuntut ilmu kecuali untuk memenuhi kebutuhan pokok untuk keperluan sehari-hari. Selain itu murid juga harus bersikap sabar, dan menjauhkan diri dari pelakuan yang kurang baik kepada gurunya, jangan menutup diri, dan terus berupaya bersikap husnudzhan terhadap guru. Dengan demikian bahwa seorang murid harus bersih hatinya agar mendapatkan pancaran ilmu dengan mudah. Seorang murid juga harus menunjukkan sikap akhlak yang tinggi terutama terhadap gurunya, pandai dalam membagi waktu, memahami tatakrama dalam proses pembelajaran, berupaya menyenangkan hati sang guru, tidak menenjukkan sikap yang memancing kemarahan guru, giat belajar dan sabar dalam menuntut ilmu.27 Pendapat al-Ghazali sebagaimana yang dikutip Abuddin Nata mengenai etika sikap murid terhadap guru, diantaranya: Seorang murid harus membersihkan jiwanya terlebih dahulu dari akhlak yang buruk dan sifat-sifat tercela; tidak banyak melibatkan diri dalam urusan duniawi; jangan menyombongkan diri dengan ilmu yang dimilikinya dan jangan pula banyak memerintah guru; janganlah melibatkan diri dalam perbedaan pendapat para guru bagi pelajar pemula; jangan berpindah dari suatu ilmu yang terpuji kepada cabang-cabangnya kecuali setelah ia memahami pelajaran sebelumnya; jangan menenggelamkan diri 26 27 Ibid., h.103. Ibid., h. 104. 28 pada satu bidang ilmu saja; dan jangan melibatkan diri terhadap pokok bahasan tertentu, sebelum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang ilmu tersebut.28 Murid adalah salah satu komponen dalam pengajaran, disamping faktor guru, tujuan dan metode pembelajaran. Sebagai salah satu komponen maka dapat dikatakan bahwa murid adalah komponen yang terpenting diantara komponen lainnya. Tanpa adanya murid, sesungguhnya tidak akan terjadi proses pengajaran. Guru hanya berusaha memenuhi kebutuhan yang ada pada murid. Dapat dikatakan bahwa etika peserta didik yang harus dimiliki antara lain: Patuh, tabah, sabar, punya kemauan atau cita-cita yang kuat serta tidak putus asa dan bersungguhsungguh dalam mencari ilmu, sopan santun, rendah diri dan hormat pada guru, dan tugas utama seorang anak didik adalah belajar. G. Tinjauan Pustaka yang Relevan Penelitian yang dilakukan oleh Ferdiyanti Anik dengan judul “Pola Interaksi Antara Guru Dan Murid Sebagai Proses Peningkatan Kedisiplinan Siswa SMA WIDYA DHARMA TUREN”, membahas permasalahan tentang bagaimana pola interaksi guru dengan murid dalam mengembangkan kedisiplinan siswa di SMA WIDYA DHARMA TUREN. Untuk mendapatkan dan mengumpulkan data, peneliti menggunakan metode observasi, wawancara, angket dan dokumentasi. Penelitian yang dilakukan oleh Ferdiyanti Anik sama halnya dengan penelitian yang dilakukan penulis, yaitu membahas tentang pola interaksi antara guru dengan murid. Namun, objek pembahasanya berbeda, jika penelitian yang dilakukan oleh Ferdiyanti Anik meneliti tentang pola interaksi antara guru dengan murid pada perkembangan kedisiplinan sisiwa. Sedangkan penelitian yang penulis lakukan yaitu pola interaksi antara guru dengan murid yang terkandung dalam alQur‟an surat Luqman ayat 12-19 dan surat „Abasa ayat 1-10. Buku yang ditulis Dr. H. Abuddin Nata, M.A yang berjudul “Perspektif Islam tentang Pola Hubungan Guru-Murid: Studi Pemikiran Tasawuf Al-Ghazali”, membahas permasalahan tentang bagaimana pola komunikasi guru dengan murid 28 Ibid., h. 106-107. 29 dalam suatu pola hubungan yang harmonis. Dan fokus dalam pembahasan buku ini adalah pola komunikasi antara guru dengan murid menurut pemikiran tasawuf Al-Ghazali. Buku yang ditulis Dr. H. Abuddin Nata, M.A sama halnya dengan penelitian yang dilakukan penulis, yaitu membahas tentang pola interaksi antara guru dengan murid. Namun, objek pembahasanya berbeda, jika penelitian yang dilakukan oleh Dr. H. Abuddin Nata, M.A meneliti tentang pola interaksi antara guru dengan murid menurut pemikiran tasawuf Al-Ghazali. Sedangkan penelitian yang penulis lakukan yaitu pola interaksi antara guru dengan murid yang terkandung dalam alQur‟an surat Luqman ayat 12-19 dan surat „Abasa ayat 1-10. Objek penelitian yang dilakukan oleh Dr. H. Abuddin Nata, M.A yaitu pada pemikiran tasawuf Al-Ghazali tentang pola komunikasi antara guru dengan murid, sedangkan objek penelitian yang dilakukan penulis yaitu pada pola interaksi antara guru dengan murid dalam al-Qur‟an surat Lukman ayat 12-19 dan surat „Abasa ayat 1-10. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Objek dan Waktu Penelitian Objek dalam pembahasan skripsi ini yaitu pola interaksi guru dengan murid dalam al-Qur‟an surat Luqman ayat 12-19 dan surat „Abasa ayat 1-10. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Desember 2012 sampai bulan Mei 2013 digunakan untuk pengumpulan data mengenai sumber-sumber tertulis yang diperoleh dari berbagai sumber buku dan kitab tafsir yang ada di perpustakaan, artikel, jurnal, serta website yang berhubungan dengan judul skripsi “Pola Interaksi Guru dengan Murid dalam Al-Qur'an Surat Luqman Ayat 12-19 dan Surat „Abasa Ayat 1-10”. B. Jenis Penelitian Penulisan skripsi ini, penulis menggunakan penelitian kualitatif dengan metode penelitian kepustakaan (library research). Penelitian kepustakaan ini yaitu dengan cara membaca, menelaah, mendeskripsikan, dan menganalisa literatur dari berbagai sumber kitab tafsir serta buku-buku pendidikan yang sesuai. Menurut DR. Hamka Hasan, penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang dilakukan secara alamiah, apa adanya, dalam situasi normal yang tidak 30 31 dimanipulasi keadaan dan kondisinya, dan pengambilan datanya dilakukan secara alami atau natural.1 Hampir semua jenis penelitian memerlukan studi pustaka. Meskipun banyak orang yang membedakan antara penelitian kepustakaan (library research) dengan penelitian lapangan (fieldresearch), tetapi keduanya tetap memerlukan penelitian pustaka untuk memperoleh data dalam melakukan penyusunan skripsi. Dalam penelitian kepustakaan (library research) membatasi kegiatannya hanya pada pengumpulan bahan-bahan sumber referensi perpustakaan saja tanpa memerlukan riset lapangan.2 Dengan demikian, maka metode yang digunakan adalah library research yaitu suatu metode yang menggunakan cara penelitian dengan membaca literatur dan tulisan-tulisan yang ada kaitannya dengan masalah yang sedang diteliti. C. Fokus Penelitian Fokus dalam penulisan skripsi ini adalah kajian tafsir surat Luqman ayat 1219 dan surat „Abasa ayat 1-10. Jadi, pendekatan yang dipergunakan dalam kajian ini adalah pendekatan tafsir. Melalui pendekatan ini diupayakan untuk memahami maksud yang terkandung dalam al-Qur‟an dalam batas kemampuan manusia dan dalam penafsiran yang dijelaskan oleh para mufasir. Metode penafsiran yang penulis gunakan adalah metode maudhui (tematik) dan metode tahlili (telaah). Pertama, metode maudhui: “salah satu pesan Ali bin Abi Thalib adalah: “Ajaklah alquran berbicara atau biarkan ia menguraikan maksudnya”. Pesan ini mengharuskan penafsir merujuk pada alquran dalam rangka memahami kandungannya. Dari sini lahir metode maudlu’i”.3 Metode maudhui yaitu metode menafsirkan al-Qur‟an dengan cara menghimpun ayat-ayat al-Qur‟an dari 1 Hamka Hasan, Metodologi Penelitian Tafsir Hadis, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2008), h. 42. 2 Mustika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008), Cet. II, h. 1-2. 3 Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Raja Garafindo Persada, 2006), Cet. X, h. 222. 32 berbagai surat yang berkaitan dengan topik yang sudah di tentukan sebelumnya, dan kemudian menganalisis kandungan dari setiap ayat tersebut.4 Ke dua, metode tahlili yaitu: metode yang “dipergunakan dalam menafsirkan alQur‟an ayat demi ayat, kemudian peneliti berusaha menjelaskan kandungan ayat al-Qur‟an secara berurutan ditinjau dari berbagai seginya dengan menjelaskan makna surat, jumlah ayat, surah makkiyah atau madaniyah, asbab nuzul, dan lainlain yang berkaitan dengan kandungan ayat.”5 Dalam penulisan skripsi ini juga menggunakan pendekatan deskriptif analisis. Menurut Whitney, sebagaimana yang dikutip oleh Nazir di dalam bukunya, yaitu: Yang dimaksud dengan metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interprestasi yang tepat. Penelitian deskriptif mempelajari masala-masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasisituasi tertentu, termasuk tentang hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena.6 D. Sumber Data Memperoleh data dan informasi yang berhubungan dengan tujuan penelitian, maka sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Sumber data primer penelitian ini adalah buku-buku khusus yang berkaitan dengan pola interaksi guru dengan murid dalam al-Qur'an surat Luqman ayat 12-19 dan surat „Abasa ayat 1-10. Adapun untuk sumber data sekunder penelitian ini meliputi data tidak langsung yaitu berupa catatan-catatan atau dokumen, jurnal, internet, majalah, dan bahan-bahan yang dapat diambil sesuai dengan pokok bahasan. Sumber primer dalam menyusun skripsi ini menggunakan kitab tafsir alMishbah dan tafsir al-Qurthubi, serta sumber sekunder adalah buku-buku pendidikan yang berkaitan dan sesuai dengan pokok bahasan skripsi ini. Penulisan skripsi ini menggunakan berbagai sumber kitab tafsir agar dalam pengambilan kesimpulan penafsirannya lebih kuat kebenarannya. Jika dari beberapa kitab tafsir berbeda-beda dalam penafsiranya, maka penulis akan 4 Didin Saefuddin Buchori, Metodologi Studi Islam, (Bogor: Granada Sarana Pustaka, 2005), Cet. I, h. 20. 5 Hasan, op. cit., h. 130. 6 Mohammad Nazir, Metode Penelitian, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), Cet. VI, h. 54-55. 33 mengambil yang paling kuat dan yang paling cocok untuk digunakan pada zaman sekarang ini. Dan jika dari berbagai sumber kitab tafsir sama dalam penafsirannya, maka semakin bagus dan semakin kuat kebenarannya. E. Pengolahan Data Pada umumnya data yang diperoleh dari hasil penelitian adalah data yang masih mentah, sehingga akan memperoleh kesulitan dalam menarik suatu gambaran yang berarti dari hasil penelitian tersebut. Agar sedikit banyak memudahkan dalam penelitian, dalam pengolahan data yang pertama kali harus dilakukan adalah editing. Ini berarti bahwa semua angket harus diteliti satu persatu tentang kelengkapan dan kebenaran pengisian angket sehingga terhindar dari kekeliruan dan kesalahan. Proses pengumpulan data, penulis menggunakan teknik metode dokumentasi. Pemeriksaan dokumentasi atau studi dokumentasi, dilakukan dengan meneliti bahan dokumentasi yang ada dan mempunyai relevansi dengan tujuan penelitian. Metode dokumentasi merupakan metode yang mempunyai peran sangat penting dalam pengumpulan data jenis penelitian kualitatif atau jenis penelitian studi kasus. Karena dalam metode dokumentasi ini memerlukan penelusuran yang sistematis terhadap dokumen yang relevan.7 Dengan menggunakan studi dokumentasi, penelitian dapat mengumpulkan data tertulis mengenai hal-hal yang berkaitan dengan masalah yang berupa buku yang ada di perpustakaan maupun catatan-catatan tertulis di lokasi penelitian, baik itu berupa makalah, artikel, jurnal, koran, internet, dan literature ilmiah lainya dari karya para pakar tafsir, intelektual, praktisi, maupun para pengambil kebijikan yang tentunya berkompeten di bidang pendidikan, yang mana karya-karya tersebut mempunyai keterkaitan dengan objek kajian yang dibahas. Menggunakan metode dokumentasi, penulis berusaha mempelajari secara cermat dan mendalam segala dokumen yang tertulis. Metode dokumentasi merupakan metode yang digunakan untuk mengumpulkan data sebagai laporan 7 105. Robert, Studi Kasus Desain dan Metode, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), Cet. 5, h. 34 tertulis dari suatu peristiwa yang isinya terdiri dari penjelasan dan pemikiran terhadap suatu peristiwa.8 F. Analisis Data Penelitian kualitatif, analisis data dilakukan sejak awal penelitian dan selama proses penelitian dilaksanakan. Data diperoleh, kemudian dikumpulkan untuk diolah secara sistematis. Maka teknik analisis data yang digunakan adalah content analysis atau analisis isi, yang lebih mengarah pada kajian pustaka dan tafsir. G. Teknik Penulisan Adapun teknik penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi yang disusun oleh tim penyusun revisi pedoman penulisan skripsi fakultas ilmu tarbiyah dan keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2011.” 8 Departemen Agama RI, Rokonstruksi Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Islam Departemen Agama RI, 2005), h. 5. BAB IV TAFSIR DAN ANALISIS SURAT TENTANG POLA INTERAKSI GURU DENGAN MURID DALAM AL-QUR'AN A. Tafsir Surat Luqman Ayat 12-19 dan Surat ‘Abasa Ayat 1-10 1. Teks Ayat dan Terjemah a. Surat Luqman Ayat 12-19 35 36 “Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji". Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (Luqman berkata): "Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui. Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” (Q.S. Luqman: 12-19). 37 b. Surat ‘Abasa Ayat 1-10 “Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa). Atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu member manfaat kepadanya? Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup, maka kamu melayaninya. Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalu dia tidak membersihkan diri (beriman). Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran), sedang ia takut kepada (Allah), maka kamu mengabaikannya.” (Q.S. „Abasa: 1-10). 2. Latar Belakang Turunnya Surat a. Surat Luqman Surat Luqman merupakan surat yang turun sebelum Nabi Muhammad hijrah ke Madinah. Mayoritas ulama berpendapat bahwa semua ayat-ayatnya Makkiyah. Seorang pakar tafsir yang bernama Abu Hayyan sebagaimana yang dikutip dalam Tafsir Al-Mishbah, mengemukakan pendapat bahwa ayat-ayat surat Luqman ini turun menyangkut pertanyaan-pertanyaan kaum musyrikin Makkah tentang tokoh yang bernama Luqman, yang memang pada waktu itu Luqman sangat popular dikalangan masyarakat Jahiliyah. Sangat wajar surat ini di beri nama surat Luqman, karena nasehat Luqman yang sangat menyentuh hati di uraikan pada surat ini, dan nasehat Luqman tersebut hanya disebutkan dalam surat ini.1 Al-Bukhari berkata: Qutaibah menceritakan kepada kami, Jarir menceritakan kepada kami dari Al A‟masy dari Ibrahim, dari Alqamah dari Abdullah, ia berkata, “Ketika turun ayat: “Orang-orang yang beriman 1 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), Vol. 11, h. 107-108. 38 dan tidak mencampur adukkan iman mereka dengan kelaliman.” (Qs. Al An‟aam [6]: 82), para sahabat Rasulullah SAW merasa susah hati karenanya dan mereka berkata, “Lalu siapakah diantara kami yang keimanannya tidak tercampur dengan kezaliman?” Maka Rasulullah SAW bersabda, “Bukan itu maksudnya, tidaklah kalian mendengar ucapan Lukman kepada anaknya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (QS. Lukman [31]: 13). Status Hadist: Shahih: Al Bukhari (31) dan Muslim (124)2 Surat ini terdiri dari 34 ayat, dan surat ini dinamakan surat Luqman yaitu di ambil dari ayat 12, yang pada ayat tersebut disebutkan bahwa Luqman telah diberi nikmat berupa hikmah dan ilmu pengetahuan, oleh karena itulah Luqman bersyukur kepada Allah atas nikmat yang telah diberikan kepada Luqman. Sehingga pada ayat 13-19 terdapat nasihat-nasihat Luqman terhadap anaknya. Ayat ini juga menjadi isyarat dari Allah SWT supaya setiap orang tua melakukan pula terhadap anaknya, baik itu anak kandung sendiri ataupun anak didik seperti halnya yang dilakukan Luqman.3 b. Biografi Luqman Al-Hakim Luqman adalah nama seseorang yang selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT dan merenungkan alam yang ada disekelilingnya, sehingga ia mendapat kesan yang mendalam. Demikian juga dengan renungan Luqman terhadap kehidupan ini, sehingga terbukalah baginya rahasia hidup ini dengan memperoleh hikmah dari Allah SWT. Hikmah adalah kesan yang mendalam dalam jiwa manusia dalam melihat pergantian antara suka dan dukanya kehidupan, melihat kebahagiaan yang dicapai setelah mentaati segala perintah Allah, dan melihat celaka yang dihadapi orang-orang yang melanggar segala perintah Allah. Orang yang ahli 2 Muhammad Nashiruddin Al Albani, Derajat Hadis-Hadis Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), Cet. I, Jil. 2, h. 765. 3 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya, (Yogjakarta: Universitas Islam Indonesia, 1995), Jil. VII, h. 618. 39 hikmah disebut “al-hakim”. Oleh karena itulah Luqman dikenal dengan sebutan “Luqman al-Hakim”.4 Banyak perbedaan pendapat tentang asal usul Luqman. Ada yang mengatakan bahwa Luqman berasal dari bangsa negro Sudan, Mesir Hulu, hidup selama beribu tahun dan berjumpa dengan Nabi Dawud sehingga Nabi Dawud banyak menimba ilmu dari Luqman. Ada yang berpendapat bahwa Luqman adalah seorang Nabi, namun ada juga yang membantah dengan mengatakan bahwa Luqman hanyalah seorang ahli hikmah. Perihal pekerjaan Luqman pun diperselisihkan, ada yang mengatakan sebagai qadhi kaum bani Israil, sebagai tukang jahit, sebagai pengembala kambing, dan sebagai tukang kayu. Namun bisa saja kesemua pekerjaan itu pernah dilakukan oleh Luqman, karena usia Luqman mencapai 1000 tahun. Luqman juga mempunyai seorang anak yang juga diperselisihkan oleh para ulama. Ada yang mengatakan anak Luqman bernama Tsaran, Masykam, An‟am, Asykam, dan Matan. Anak dan istri Luqman pada mulanya kafir. Tetapi Luqman selalu memberi pendidikan dan pengajaran kepada anak dan istrinya sampai keduanya beriman dan menerima ajaran tauhid yang diajarkan Luqman.5 c. Surat ‘Abasa Ditinjau degi perurutan turunnya merupakan surat yang ke-24 yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Surat ini turun sesudah surat anNajm dan sebelum surat al-Qadr. Dan jumlah ayatnya dalam surat ini ada 42 ayat. Surat ini disepakati sebagai surat Makkiyyah. Namanya yang paling populer adalah surat „Abasa (cemberut). Tema yang dibahas dalam surat ini menurut Ibn „Asyur sebagaimana yang dikutip dalam Tafsir al-Misbah adalah pengajaran kepada Nabi Muhammad SAW untuk membandingkan peringkat-peringkat kepentingan agar tidak mendahulukan sesuatu yang pada 4 5 183. Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984), h. 114. Armai Arief, Reformulasi Pendidikan Islam, (Jakarta: CRSD Press, 2005), Cet. I, h. 182- 40 mulanya lebih penting daripada yang lainnya atau sama pentingnya dengan yang lainnya. Surat ini juga mengisyaratkan perbedaan keadaan kaum musyrikin yang berpaling dari petunjuk agama Islam dengan kaum muslimin yang memberi perhatian besar terhadap ajaran agama Islam. Al-Aufi meriwayatkan, dari Ibnu Abbas sebagaimana yang dikutip dalam Tafsir Al-Misbah, “Ia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, ketika seorang buta mendatanginya.” Ketika Rasulullah SAW menyambut kedatangan para pembesar Quraisy yang bernama Atabah bin Rabi‟ah, Abu Jahal bin Hisyam, dan Al Abbas bin Abdul Muthalib. Rasulullah SAW sangat berharap agar mereka mau masuk ke dalam agama Islam. Lalu pada saat Rasulullah SAW sedang berbicara dengan para pembesar Quraisy, datang kepada Nabi Muhammad SAW seseorang yang buta bernama Abdullah bin Ummi Maktum.6 Kemudian Ummi Maktum berkata, “Wahai Rasulullah, ajarkanlah kepadaku apa yang diajarkan Allah SWT kepadamu.” Kemudian Ummi Maktum menyeru Rasulullah, namun ia tidak tahu bahwa Rasulullah sedang sibuk dengan para pembesar Quraisy, sehingga tampak ketidaksenangan di wajah Rasulullah SAW karena pembicaraannya jadi terganggu. Oleh karena itu Rasulullah SAW bermuka masam dan berpaling dari Ibnu Ummi Maktum.7 Setelah Rasulullah SAW selesai berbicara dengan para pembesar Quraisy. Beliau kembali ke keluarganya. Allah SWT lalu memegang sebagian pandangannya dan memukul pelan kepalanya, kemudian turun ayat, “Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling. Karena telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa). Atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya?” (QS. „Abasa [80]: 1-4). Ketika ayat tersebut telah turun, Rasulullah SAW memuliakannya dan bertanya, “Apa yang Engkau inginkan? Apa ada yang Engkau inginkan?” Lalu turun ayat, “Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup. Maka kamu melayaninya. Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman).” (QS. „Abasa [80]: 5-7). 6 Muhammad Nashiruddin Al Albani, Derajat Hadis-Hadis Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), Cet. I, Jil. 3, h. 650. 7 Al Qurthubi, Tafsir Al Qurthubi, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), Jil. 20, Cet. I, h. 87. 41 Status Hadits: Al-Aufi yaitu Athiyah, orang yang statusnya dha‟if.8 3. Tafsir Ayat a. Surat Luqman Ayat 12-19 1) Ayat 12 (Penjelasan hikmah, yaitu bersyukur kepada Allah SWT) “Dan sesungguhnya Kami telah menganugrahkan hikmat kepada Luqman, yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah dan barang siapa yang bersyukur, maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barang siapa yang kufur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji". Ayat ini menguraikan tentang salah seorang yang bernama Luqman yang telah dianugrahi Allah SWT suatu hikmah, sambil menjelaskan beberapa butir hikmah yang pernah beliau sampaikan kepada anaknya. Dan sesungguhnya Kami Yang Maha Perkasa dan Bijaksana telah menganugrahkan dan mengajarkan serta mengilhami hikmah kepada Luqman, yaitu: “Bersyukurlah kepada Allah, dan barang siapa yang bersyukur kepada Allah, maka sesungguhnya ia bersyukur untuk kemaslahatan dirinya sendiri; dan barang siapa yang kufur yakni yang tidak bersyukur kepada Allah, maka yang merugi adalah dirinya sendiri. Dan sedikitpun Allah tidak merugi, sebagaimana yang bersyukur juga tidak menguntungkan Allah, karena sesungguhnya Allah Maha Kaya yang tidak butuh terhadap apapun, lagi Maha Terpuji oleh makhluk yang di langit dan di bumi”.9 Kata ( ِزلِل ِ “ ) أ ُِ آش ُنBersyukurlah kepada Allah”. Maksud dari firman tersebut yaitu sesungguhnya Kami telah memberikan hikmah kepada Luqman agar dia memuji Allah atas karunia yang telah diberikan Allah kepada 8 Muhammad Nashiruddin Al Albani, Derajat Hadis-Hadis Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), Cet. I, Jil. 3, h. 650-651. 9 Shihab, op. cit., Vol. 11, h. 120. 42 Luqman. Lafadz ( ) ِزلِل ِ ) أ ُِ آش ُنdijadikan penjelasan terhadap ( َاىحن ََت ِ “Hikmah” karena bersyukur kepada Allah atas apa yang telah Allah berikan kepada Luqman termasuk bagian dari hikmah yang dikaruniakan Allah kepada Luqman. Kata ( ِ ف ِ َِْ“ ) َ ٍَِ َ ُنز َ ّّ ََ َ ُن ُز ىBarangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri”. Maksudnya adalah, barangsiapa yang bersyukur kepada Allah atas karunia yang telah Allah berikan kepadanya, maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri. Karena Allah akan membalas rasa syukur tersebut dengan balasan yang lebih banyak dan menyelamatkannya dari kebinasaan. Kata ( “ ) َ ٍَِ َم َ َز ََُّن آلِلَ َ ِْ ٌّى َ َِ ٌديDan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”. Maksudnya, barangsiapa yang kufur kepada Allah atas nikmat yang telah diberikan, maka sesungguhnya ia telah berbuat jelek untuk dirinya sendiri. Karena Allah akan menghukum atas kekufuran tersebut. Sesungguhnya Allah itu Maha Kaya, maka sesungguhnya Allah tidak butuh rasa syukur seseorang terhadap-Nya, karena kesyukuran itu tidak akan menambah kekuasan-Nya, dan kekufuran seseorang tidak akan mengurangi kekuasaan-Nya.10 Kata syukur terambil dari kata syakara yang bermakna pujian atas kebaikan yang diterimanya. Syukur manusia kepada Allah dimulai dengan menyadari dari lubuk hati yang paling dalam bahwa betapa besar nikmat dan anugrah dari Allah SWT, disertai dengan ketundukan dan kekaguman yang sehingga melahirkan rasa cinta kepada Allah SWT, dan dorongan untuk memuji Allah dengan ucapan sambil melaksanakan apa yang dikehendaki Allah dari penganugrahaan-Nya tersebut, yaitu dengan menggunakan nikmat sebagaimana yang dikehendaki oleh penganugrahnya, sehingga pengunaanya mengarah kepada penganugrahnya.11 Jika dilihat dari uraiaan di atas, maka hikmah adalah syukur. Karena dengan mengenal Allah dan mengenal anugrah dari Allah, maka seseorang 10 Abu Ja‟far Muhammad, Tafsir Ath-Thabari , (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), Jil. 20, Cet. I, h. 750-751. 11 Shihab, op. cit., Vol. 11, h. 122. 43 akan kagum dan patuh kepada Allah SWT, dan dengan mengenal dan mengetahui fungsi dari anugrah yang telah Allah berikan, maka seseorang akan mengetahui pengetahuan yang benar, lalu atas dorongan rasa syukurnya tersebut maka seseorang akan melakukan amal yang sesuai dengan pengetahuannya tersebut. Dan amal yang lahir dari rasa syukur itu adalah amal yang benar. Ayat di atas menggunakan bentuk mudhari‟/kata kerja masa kini dan masa yang akan datang untuk menunjukkan kesyukuran ( ) َ ُنزyaskur, sedangkan ketika membahas tentang kekufuran, digunakan bentuk kata kerja masa lampau ( ) َم َ َز. Menurut Al-Biqa‟I sebagaimana yang dikutip dalam tafsir al-Misbah, bahwa penggunaan bentuk mudhari‟ itu menunjukkan bahwa siapa yang datang kepada Allah pada masa apapun, Allah akan menyambutnya dan anugrah Allah akan senantiasa tercurah sepanjang amal yang dilakukannya. Sedangkan penggunaan bentuk kata kerja masa lampau pada kekufuran, mengisyaratkan bahwa jika itu terjadi walupun hanya sekali saja, maka Allah akan berpaling dan tidak menghiraukannya.12 Kata ( “ ) َ َُّن آلِلَ َ ِْ ٌّىيMaka sesungguhnya Allah Maha Kaya” yang mempunyai makna bahwa Allah Maha Kaya dari penyembahan makhlukNya. Kata ) َ َِ ي ) Hamid, yang maknanya adalah Maha Terpuji. Kata hamid/pujian memiliki makna bahwa Allah Maha Terpuji di sisi makhlukNya.13 2) Ayat 13 (Syirik merupakan kezhaliman yang amat besar) 12 13 Ibid., h. 123. Al Qurthubi, Tafsir Al Qurthubi, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), Jil. 14, Cet. I, h. 149. 44 “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, dalam keadaan dia menasihatinya: "Wahai anakku, janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah kezaliman yang besar". Ayat di atas melukiskan suatu pengalaman hikmah oleh Luqman dan mencerminkan kesyukuran atas anugrah dari Allah, serta pengajaran kepada anaknya. Diperintahkan kepada Nabi Muhammad SAW atau siapa saja untuk merenungkan anugrah Allah kepada Luqman agar mengingat dan mengingatkan orang lain. Ayat di atas berbunyi: Dan ingatlah ketika Luqman bekata kepada anaknya dalam keadaan dia dari saat ke saat menasihatinya bahawa wahai anakku sayang! Janganlah engkau mempersekutukan Allah dengan sesuatu apapun, dan jangan juga mempersekutukan Allah sedikitpun, baik lahir maupun batin. Persekutuan yang jelas maupun yang tersembunyi. Sesungguhnya syirik adalah mempersekutukan Allah merupakan kezaliman yang besar. Perbuatan seperti itu adalah menempatkan Allah yang sangat agung pada tempat yang sangat buruk.14 Kata ( ُ ض ُ ) َ ِعya‟izhuhu terambil dari kata ( َ ) َ عظwa‟zh yaitu nasihat menyangkut berbagai kebajikan dengan cara yang menyentuh hati. Ada juga yang mengartikannya ucapan yang mengandung peringatan dan ancaman. Penyebutan kata ( ُ ُ ) َ ِعظya‟izhuhu sesudah kata dia berkata yaitu untuk memberi suatu gambaran tentang bagaimana perkataan itu Luqman sampaikan kepada anaknnya, yakni tidak membentak, tetapi dengan punuh kasih sayang. Kata ini juga menggunakan bentuk kata kerja masa kini dan masa akan datang, sehingga kata ( ُ ُ ) َ ِعظya‟izhuhu mengisyaratkan bahwa nasihat itu dilakukannya dari saat ke saat. Kata ( ) بَُْ َّنيbunayya adalah kalimata yang menggambarkan kemungilan seorang anak. Asal katanya adalah ( ) بِْيibny, dari kata ( ِ ) بibn yang berarti anak laki-laki. Pemungilan kata tersebut menggambarkan kasih sayang seorang bapak kepada anaknya. Dari sini dapat diambil hikmahnya bahwa 14 Shihab, op. cit., Vol. 11, h. 125. 45 ayat di atas memberi isyarat bahwa mendidik hendaknya didasari oleh rasa kasih sayang terhadap peserta didik.15 3) Ayat 14 (Wajib berbakti dan taat kepada kedua orang tua) “Dan Kami wasiatkan manusia menyangkut kedua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan kelemahan di atas kelemahan dan penyapiannya di dalam dua tahun: Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu”. Ayat di atas menunjukkan betapa hormat dan baktinya kepada kedua orang tua yang menempati tempat kedua setelah pengagungan terhadap Allah SWT. Ayat di atas menjelaskan: Dan Kami wasiatkan yakni berpesan dengan amat tegas terhadap semua manusia menyangkut kedua orang ibu-bapaknya; dengan alasan ibunya telah mengandungnya dalam keadaan kelemahan di atas kelemahan, yakni kelemahan yang selalu bertambah. Lalu ibunya melahirkannya dengan susah payah, lalu memelihara dan menyusuinya setiap saat, bahkan di tengah malam ketika orang lain sedang tertidup lelap. Demikian hingga tiba masa menyapikannya dan penyapiannya di dalam dua tahun mulai terhitung sejak kelahirannya. Ini jika orang tuanya ingin menyempurnakan penyusuan. Wasiat kami adalah: Bersyukurlah kepada-Ku! Karena Aku yang menciptakan kamu dan yang menyediakan semua sarana kebahagiaan kamu, dan bersyukur pulalah kepada dua orang ibu bapak kamu karena merekalah yang Aku jadikan perantara kehadiran kamu di bumi ini. kesyukuran ini mutlak kamu lakukan karena hanya kepada-Kulah dan tidak kepada selain Aku kembali kamu pertanggungjawabkan kesyukuran itu. 15 Ibid., h. 126-127. semua manusia, untuk kamu 46 Ayat di atas tidak menyebut jasa bapak, tetapi menekankan pada jasa ibu. Ini disebabkan karena ibu berpotensi untuk tidak dihiraukan oleh anak karena kelemahan ibu, berbeda dengan bapak. Peranan bapak dalam konteks kelahiran anak memang lebih ringan jika dibandingkan dengan peranan ibu. Namun, dalam proses kelahiran anak jasa seorang bapak tidak dapat diabaikan. Oleh karena itulah seorang anak berkewajiban berdoa juga untuk bapaknya sebagaimana doa untuk ibunya.16 Firman Allah SWT, ( ِ “ ) َ َ َّن َْ ااّفََِ بِ َ ىِ َيDan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya”. Kata tersebut merupakan wasiat yang Allah beritakan kepada Lukman dan disampaikan oleh Lukman kepada anaknya. Maksudnya adalah “Janganlah kamu menyekutukan Allah dan janganlah kamu taat kepada orang tuamu dalam hal perbuatan syirik. Karena Allah telah mewasiatkan taat kepada kedua orang tua selama hal-hal tersebut tidak ada kaitannya dengan kesyirikan dan kemaksiatan kepada Allah SWT”.17 َ“ ) َ هَْ َعيDalam keadaan lemah yang bertambah-tambah”. Kata ( ِِ َ ه Maksudnya, seorang ibu mengandung anaknya di dalam perutnya, sedangkan dia sendiri hari demi hari bertambah lemah dalam kondisi fisiknya. Kondisi fisik seorang perempuan itu lemah, kemudian ditambah lemah lagi oleh kehamilannya.18 Kata ( ِ ٍَ ص ىُ ُ ِي َع َ ِ َ ) wa fishaluhu fi amain yang berarti dan penyapiannya di dalam dua tahun, mengisyaratkan bahwa penyusuan anak sangatlah penting dilakukan oleh ibu kandung untuk memelihara kelangsungan hidup anak dan untuk menumbuhkembangkan anak dalam kondisi fisik dan psikis yang prima.19 16 Ibid., h. 129. Al-Qurthubi, op, cit., Jil. 14, h. 153 18 Ibid., Jil. 14, h. 154 19 Shihab, op. cit., Vol. 11, h. 130. 17 47 4) Ayat 15 (Wajib berbakti dan taat kepada orang tua selama perintahnya tidak menyalahi syariat Islam) “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah engkau mematuhi keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembali kamu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”. Ayat di atas menguraikan kasus yang merupakan pengecualian menaati perintah kedua orang tua, sekaligus menegaskan tentang keharusan meninggalkan kemusyrikan dalam bentuk serta kapan dan dimanapun. Ayat di atas menyatakan: Dan jika keduanya apalagi kalau salah satunya, lebihlebih kalau orang lain bersungguh-sungguh memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, apalagi setelah Aku dan rasul-rasul menjelaskan kebatilan dalam mempersekutukan Allah, dan setelah engkau mengetahuinya apabila menggunakan nalarmu, maka janganlah engkau mematuhi keduanya. Namun, janganlah engkau memutuskan hubungan dan tidak menghormati keduanya. Tetaplah berbakti kepada keduanya selama tidak bertentangan dengan ajaran agamamu, dan pergaulilah keduanya di dunia selama keduanya masih hidup dan dalam urusan keduniaan bukan urusan akidah dengan cara pergaulan yang baik, jangan sampai hal ini mengorbankan prinsipmu dalam beragama, oleh karena itulah perhatikanlah tuntunan agama dan ikutilah jalan orang yang selalu kembali kepada-Ku dalam segala urusanmu, karena semua urusan di dunia kembali kepada-Ku, kemudiaan hanya kepada-Kulah juga di akhirat nanti, bukan kepada siapapun selain Aku kembali kamu semua, maka Ku- 48 beritakan kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan dari kebaikan dan keburukan yang telah kamu perbuat selama di dunia, lalu masing-masing Aku beri balasan dan ganjaran. Kata ( ) َج َهيَا َكjahadaka terambil dari kata ( ) ُجهيjuhd yang berarti kemampuan. Pilihan kata yang digunakan ayat ini menggambarkan adanya upaya dengan sunguh-sungguh. Apabila upaya sungguh-sungguhpun dilarang, maka dalam hal ini bisa berarti dalam bentuk ancaman. Sehingga terlebih lagi apabila sekedar himbauan atau peringatan. Kata ( ٌس ىَلَ بِ ِ ِعي ٌد َ َ ) ًَ ا ىma laisa laka bihi „ilm yang berarti yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu. Ini berarti tidak adanya pengetahuan tentang kemungkinan terjadinya wujud sesuatu yang dapat dipersekutukan dengan Allah SWT. Jika sesuatu yang tidak diketahui duduk persoalannya boleh atau tidaknya saja sudah dilarang, maka tentunya lebih terlarang lagi apabila telah terbukti adanya larangan atasnya. Bukti tentang keesaan Allah dan tidak ada sekutu bagi Allah sudak terlalu banyak, sehingga penggalan ayat ini merupakan penegasan tentang larangan mengikuti siapapun waluapun kedua orang tuanya dan walaupun dengan memaksa anaknya mempersekutukan Allah SWT. Kata ( ً ) ٍَع ُزma‟rufan yang berarti mencakup segala hal yang dinilai baik oleh masyarakat dan selama tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam. Rasulullah juga memerintahkan agar tetap menjalin hubungan baik, menerima, dan memberi hadiah serta mengunjungi dan menyambut kunjungannya dengan baik.20 Kata ( َ “ ) َ آحَّنبِعDan ikutlah jalan orang-orang yang سبِ َو ٍَِ أَّ َب ىَ َّن bertaubat kepada-Ku”. Maksudnya adalah berupa wasiat kepada seluruh alam. Namun seakan-akan yang diperintahkan adalah manusia. Kata ( ) أّ ب berarti condong dan kembali kepada sesuatu. Inilah jalan para nabi dan orangorang shahih.21 20 21 Ibid., h. 131-132. Al Qurthubi, op, cit., Jil. 14, h. 157. 49 5) Ayat 16 (Kekuasaan Allah yang mutlak dan adanya hari pembalasan) "Wahai anakku, sesungguhnya jika ada seberat biji sawi, dan berada dalam batu karang atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya. Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui”. Ayat di atas melanjutkan nasihat Luqman kepada anaknya. Pada ayat ini yang diuraikan adalah kedalaman ilmu Allah SWT. Luqman berkata: “Wahai anakku, sesungguhnya jika ada sesuatu perbuatan baik atau buruk walau seberat biji sawi, dan berada di tempat yang paling tersemunyi, misalnya dalam batu karang sekecil, sesempit, dan sekokoh apapun batu itu, atau di langit yang luas dan tinggi, atau di dalam perut bumi yang sedemikian dalamnya sehingga dimanapun keberadaannya, niscaya Allah akan mendatangkannya lalu member perhitungan dan memberinya balasan. Sesungguhnya Allah Maha Halus yang dapat menjangkau segala sesuatu lagi Maha Mengetahui segala sesuatu, sehingga tidak ada satupun yang dapat luput dari Allah SWT. Kata ( ) َخزدَهkhardal sebagaimana yang dikutip dalam tafsir al-Mishbah bahwa dalam QS. al-Anbiya ayat 47, Tafsir Muntakhab melukiskan biji tersebut. Dalam kitab tafsir tersebut dinyatakan bahwa 1 kilogram biji khardal terdapat 913.000 butir. Sehingga berat satu butir biji khardal hanya seberat satu per seribu gram, atau kurang lebih seberat 1 miligram, dan merupakan satu-satunya biji-bijian teringan yang diketahui umat manusia sampai sekarang. Oleh karena itu, biji ini sering digunakan dalam al-Qur‟an untuk menunjuk sesuatu yang sangat kecil dan halus. 50 Kata ( ) ىَ ِط فlathif terambil dari kata ( َ ) ىَطَفlathafa yang mengandung makna lambut, halus, atau kecil. Dari makna ini kemudian lahir makna ketersembunyian dan ketelitian.22 Dalam penjelasan tentang dzat dan sifat-sifat Allah SWT. Allah berfirman: “Dia tidak dijangkau oleh pandangan mata, dan Dia menjangkau segala penglihatan (karena) Dia Lathif lagi Khabir” (QS. al-An‟am [6]: 103). Firman di atas, dijelaskan bahwa Allah tidak dapat dilihat, paling tidak dalam kehidupan di dunia. Nabi Musa as. pernah memohon untuk melihat Allah, namun begitu Allah menampakkan kebesaran dan kekuasaan-Nya atau pancaran cahaya-Nya ke sebuah gunung, gunung tersebut hancur berantakan. Allah juga Latif yang berarti tidak dapat diketahui hakikat dzat dan sifatsifat-Nya. Kata ( ) َخبِ زKhabir yang maknanya berkisar pada dua hal, yaitu pengetahuan dan kelemahlembutan. Khabir jika dilihat dari segi bahasa berarti yang mengetahui dan tumbuhan yang lunak. Sementara para mufasirin berpendapat bahwa kata ini terambil dari kata ( األرض ُ ) َخبَزثkhabartu alَ ardha dalam arti membelah bumi. Dari sinilah lahir pengertian “mengetahui”, sampai-sampai yang bersangkutan dalam membahas segala sesuatu sampai dia membelah bumi untuk menemukannya. Sebagaimana yang dijelaskan dalam tafsir al-Misbah bahwasannya alGhazali berpendapat, bahwa Allah adalah al-Khabir, karena tidak ada yang dapat bersembunyi dari Allah baik hal-hal yang sangat dalam maupun yang disembunyikan dan tidak ada yang tidak diketahui-Nya baik yang di bumi maupun yang di alam raya.23 22 23 Shihab, op. cit., Vol. 11, h. 133-134. Ibid., h. 135-136 51 6) Ayat 17 (Perintah melaksanakan shalat, amar ma'ruf nahi munkar dan bersabar terhadap musibah) “Wahai anakku, laksanakanlah shalat dan perintahkanlah mengerjakan yang ma‟ruf dan cegahlah dari kemungkaran dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal diutamakan.” Ayat di atas Luqman melanjutkan nasihatnya kepada anaknya. Wahai anakku sayang, laksanakanlah shalat dengan sempurna baik syarat-syaratnya, rukun-rukunnya, maupun sunah-sunahnya. Dan selain engkau memperhatikan dirimu dan membentengi diri dari kekejian dan kemungkaran, anjurkan juga orang lain untuk melakukan hal yang sama apa yang engkau lakukan. Oleh karena itu, perintahkanlah secara baik-baik siapapun yang mampu engkau ajak untuk mengerjakan yang ma‟ruf dan cegahlah mereka dari kemungkaran. Dalam hal ini engkau akan mengalami banyak tantangan dan rintangan dalam melaksanakan perintah Allah, oleh karena itu tabahlah dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu dalam melaksanakan segala tugasmu. Sesungguhnya yang demikian itu sangatlah tinggi kedudukannya dan jauh tingkattannya dalam kebaikan yakni shalat, amr ma‟ruf, dan nahi munkar. Dan sesungguhnya kesabaran termasuk hal-hal yang diperintahkan Allah agar diutamakan, sehingga tidak ada alasan untuk mengabaikannya. Luqman menasihati anaknya dengan menyuruh untuk mengerjakan yang ma‟ruf, ini mengandung pesan untuk mengerjakannya, karena tidak wajar jika seseorang menyuruh orang lain sedangkan dirinya sendiri belum mengerjakannya. Demikian juga dengan melarang kemungkaran, menuntut agar seseorang yang akan melarang terlebih dahulu mencegah dirinya. Itulah alasan mengapa Luqman tidak memerintahkan anaknya melaksanakan yang 52 ma‟ruf dan menjauhi yang mungkar, tetapi Luqman memerintahkan anaknya untuk menyuruh orang lain agar melaksanakan yang ma‟ruf dan mencegah orang lain untuk melakukan yang mungkar.24 Kata ( صيَ ة “ ) َبَُْ َّن أقِ ٌِ آى َّنHai anakku, dirikanlah shalat”. Dalam ayat ini Luqman berwasiat kepada anaknya tentang ketaatan yang paling besar, yaitu shalat, menyuruh yang makruf, dan menjauhi yang mungkar setelah dia sendiri melaksanakan yang makruf dan menjauhi yang mungkar. Karena ketaatan dan keutamaan inilah yang paling utama. Kata ( “ ) َ آ بِز عَي ٍَآ أ َ بَلDan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu”. Ayat ini mengandung anjuran untuk mencegah orang lain melakukan kemungkaran sekalipun akan mendapatkan kemudharatan baginya. Karena orang yang mencegah kemungkaran terkadang akan disakiti.25 7) Ayat 18-19 (Mengajarkan agar tidak sombong, angkuh, tidak membanggakan diri, dan tidak meninggikan suara) “Dan janganlah engkau memalingkan pipimu dari manusia dan janganlah kamu berjalan di bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanalah dalam berjalanmu dan lunakkanlah suaramu, sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” Ayat di atas nasihat Luqman terhadap anaknya berpesan tentang akhlak dan sopan santun dalam berinteraksi antar sesama manusia. Luqman 24 25 Ibid., h. 136-137. Al Qurthubi, op, cit., Jil. 14, h. 163. 53 menasihati anaknya dengan berkata: Dan wahai anakku, di samping nasihatnasihat yang lalu, janganlah juga engkau berkeras memalingkan pipimu yakni wajahmu dari manusia siapapun dia yang didorong oleh penghinaan dan kesombongan. Tetapi tampillah dengan wajah yang rendah hati. Dan bila engkau melangkah, janganlah berjalan di muka bumi dengan angkuh, tetapi berjalanlah dengan lemah lembut dan penuh dengan wibawa. Sesungguhnya Allah tidak menyukai kepada orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan bersikap sederhanalah dalam berjalanmu, yakni jangan membusungkan dada dan merunduk bagaikan orang sakit dalam berjalan. Jangan berlari tergesa-gesa dan jangan juga sangat perlahan menghabiskan waktu. Dan lunakkanlah suaramu sehingga tidak terdengar kasar bagaikan teriakan keledai. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.26 Kata ( ص ِعز ) حُ َّنtusha‟ir diambil dari kata ( ص َعز ) اَى َّنash-sha‟ar yaitu penyakit yang menimpa leher unta sehingga kepalanya borok dan tegang. Oleh karena itu, hal yang demikian diserupakan dengan orang sombong yang memalingkan wajahnya dari khalayak orang banyak. Ketika dia berkata dengan orang lain, dia memandang orang tersebut hina dan bersikap sombong. Sesungguhnya Allah melarang berbuat hal yang demikian.27 Kata ( ) ِ األرضfi al-ardh yang berarti di bumi untuk mengisyaratkan bahwa asal kejadian manusia dari tanah, sehingga seseorang hendaknya jangan menyombongkan diri dan melangkah angkuh di atas bumi. Kata ( ً ) ٍُ خَ اmukhtalan diambil dari kata ( ) َخ َ هkhayal yang berarti khayal. Oleh karena itu, kata ini pada mulanya berarti orang yang tingkah lakunya diarahkan oleh khayalannya, bukan diarahkan oleh kenyataan yang ada pada dirinya. Biasanya orang yang seperti ini berjalan dengan angkuh dan merasa dirinya memiliki kelebihan dibandingkan orang lain. Dengan demikian, keangkuhannya tampak nyata dalam kesehariannya. Dan inilah yang ditunjuk oleh kata ( ) َ ُ ًراfakhuran, yakni seringkali membanggakan 26 Shihab, op. cit., Vol. 11, h. 138-139. Muhammad Nasib Ar-Rifa‟I, Kemudahan dari Allah: Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta: Gema Insani, 2000), Cet. I, h. 792. 27 54 diri. Memang kedua kata ini yaitu mukhtal dan fakhur mengandung makna kesombongan. Kata yang pertama bermakna kesombongan yang terlihat dalam tingkah laku, sedangkan kata yang kedua bermakna kesombongan yang keluar dari ucapan-ucapan. Di sisi lain, penggabungan dua kata tersebut bukan berarti bahwa ketidaksenangan Allah baru lahir jika keduanya tergabung bersama-sama dalam diri seseorang. Jika salah satu dari kedua hal tersebut di sandang manusia maka hal itu telah mengundang murka Allah SWT. Penggabungan dua ayat ini bermaksud menggambarkan bahwa salah satu dari keduanya seringkali berbarengan disandang oleh manusia.28 Ketika Luqman melarang anaknya dari perilaku buruk, Luqman pun menjelaskan perilaku baik yang harus diterapkan anaknya. Luqman berkata kepada anaknya ( صي ِ ٍَ ِ َل ِ “ ) َ آقDan sederhanalah kamu dalam berjalan”, maksudnya adalah berjalanlah dengan biasa-biasa saja. Dari kata ( ) اىقصي yang berarti berjalan antara cepat dan lambat. Kata ( ضط ٍِِ َ حِ َل ُ “ ) َ آDan lunakkanlah suaramu”, maksudnya rendahkanlah suaramu. Yang artinya jangan berlebihhan dalam meninggikan suara dan bersuaralah sesuai kebutuhan. Sebab suara yang nyaring dan keras yang dikeluarkan melebihi dari yang dibutuhkan dapat mengganggu orang lain.29 Kata ( ضط ّ َ ) ghadhdh dalam arti ُ ُ ) اughdhudh diambil dari kata ( ط penggunaan sesuatu tidak dalam potensinya yang sempurna. Dengan perintah di atas, Allah memerintahkan agar dalam menggunakan potensi suara dengan tidak berteriak sekuat kemampuannya, tetapi dengan suara perlahan namun juga tidak harus bersisik.30 Firman Allah “Dan sederhanalah kamu dalam berjalan”, yang berarti tidak lambat tidak juga cepat, namun pertengahan di antara keduanya. Dan firman Allah “Dan lunakkanlah suaramu”, yang berarti janganlah kamu meninggikan suara tanpa guna. Oleh karena itu, Allah berfirman “Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai”, yakni tidak ada 28 Shihab, op. cit., Vol. 11, h. 139-140. Al Qurthubi, op, cit., Jil. 14, h. 169. 30 Shihab, op. cit., Vol. 11, h. 140. 29 55 suara yang lebih buruk daripada suara keledai dalam hal suara yang melengking dan kerasnya suaranya. Selain hal tersebut dinilai buruk, hal itu juga dimurkai di sisi Allah SWT. Penyerupaan suara keras dengan suara keledai mununjukkan dan menetapkan bahwa hal tersebut haram dan sangat tercela.31 b. Surat ‘Abasa Ayat 1-10 1) Ayat 1-2 (Mengajarkan bahwasannya tidak boleh membeda-bedakan antara yang satu dengan yang lain) “Dia bermuka masam dan berpaling, karena telah datang kepadanya seseorang tunanetra.” Ayat di atas menyatakan bahwa Dia yakni Nabi Muhammad SAW berubah wajahnya yang nampak bermuka masam dan Rasulullah memaksakan dirinya untuk berpaling yang didorong oleh keinginannya menjelaskan risalahnya kepada kepada tokoh-tokoh kaum musyrikin. Dan Rasulullah SAW berpaling karena telah datang kepadanya seorang tunanetra yang memutus pembicaraan Rasulullah SAW dengan tokoh-tokoh pembesar kaum musyrikin itu. Ayat di atas sampai ayat sepuluh, menurut banyak ulama bahwa ayat tersebut turun menyangkut sikap Nabi Muhammad SAW terhadap sahabat beliau yang bernama Abdullah Ibn Ummi Maktum, ketika Nabi Muhammad sedang sibuk menjelaskan tentang agama Islam kepada tokoh-tokoh kaum musyirikin Mekah. Nabi Muhammad berharap bahwa ajakannya dapat menyentuh hati dan pikiran mereka sehingga mereka bersedia memeluk agama Islam. Jika para pembesar Quraisy masuk agama Islam, maka akan membawa dampak positif bagi perkembangan dakwah agama Islam. Namun saat itulah Abdullah Ibn Ummi Maktum datang dan tidak mengetahui kesibukan Nabi, lalu Abdullah Ibn Ummi Maktum menyela pembicaran Nabi 31 Ar-Rifa‟I, op. cit., h. 793. 56 memohon agar diajarkan kepadanya tentang apa yang telah diajarkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW. Menurut riwayat, perkataan Abdullah tersebut diucapkan berkali-kali dan sikap Abdullah tersebut tidak berkenan di hati Nabi, namun Nabi Muhammad SAW tidak menegur apalagi menghardik (memarahi) Abdullah Ibn Ummi Maktum, hanya saja nampak pada raut wajah Nabi rasa tidak senang, maka turunlah ayat di atas menegur Nabi Muhammad atas sikapnya terhadap Abdullah Ibn Ummi Maktum.32 Menurut para ulama, apa yang dilakukan oleh Ummi Maktum termasuk perbuatan tidak sopan apabila seannainya Ummi Maktum mengetahui bahwa Nabi Muhammad SAW sedang sibuk dengan orang lain dan beliau mengharapkan keislamannya. Akan tetapi Allah SWT tetap menegur Rasulullah atas perbuatannya yang telah berpaling dari Ummi Maktum yang sehingga umat kaum muslimin yang tidak mampu, tidak merasa kecewa terhadap sikap yang telah dilakukan Nabi terhadap Ummi Maktum. Teguran Allah terhadap sikap Nabi Muhammad SAW agar semua orang tahu bahwa mukmin yang fakir lebih baik daripada orang kafir yang kaya, dan memperlihatkan bahwa orang yang beriman itu lebih utama dan lebih baik, sekalipun ia seorang fakir, daripada memperhatikan orang-orang yang kaya karena menginginkan keimanan mereka, sekalipun perbutan tersebut termasuk salah satu kemaslahatan.33 Penyebutan kata ) س َ َ„ ( َعبabasa dalam bentuk persona ketiga, maka tidak secara langsung menunjuk Nabi Muhammad SAW yang ditegur, mengisyaratkan betapa halusnya teguran tersebut dan betapa Allah pun dalam mendidik Nabi Muhammad SAW tidak menuding beliau atau secara tegas mempersalahkannya.34 32 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), Vol. 15, h. 59-60. 33 Al Qurthubi, op, cit., Jil. 20, h. 88. 34 Shihab, op. cit., Vol. 15, h. 60. 57 2) Ayat 3-4 (Mengajarkan agar tidak berfikir negatif terhadap orang lain) “Apakah yang menjadikanmu mengetahui – boleh jadi ia ingin membersihkan diri atau mendapatkan pengajaran, sehingga bermanfaat baginya pengajaran itu?” Ayat di atas menjelaskan bahwa Apakah yang menjadikanmu mengetahui yakni bahwa engkau tidak akan mengetahui walaupun berupaya keras menyangkut isi hati seseorang boleh jadi ia sahabat yang tunanetra tersebut ingin membersihkan diri yakni beramal saleh dan mempertebal imannya dengan mendengarkan ajaran agama walupun dengan tingkat kebersihan yang tidak terlalu mantap atau ia ingin mendapatkan pengajaran, sehingga bermanfaat baginya pengajaran itu walaupun pengajaran yang diterimanya tidak terlalu banyak. Kata ) ( َ َّنش َّنمyazzakka asalnya adalah ( ) َخَ َش َّنمyatazakka tetapi huruf ( ) ح ta tidak disebut, ia diganti dengan huruf ( ) سzai dan di-idgham-kan, demikian juga dengan kata ( ) َ َذ َّنمزyadzdzakkar asalnya ( ) َخَ َذ َّنمزyatadzakkar. Menurut al-Biqa‟I sebagai mana yang dikutip dalam tafsir al-Misbah “untuk mengisyaratkan bahwa hal tersebut diharapkan oleh yang bersangkutan dapat wujud walau tidak terlalu mantap”.35 Kata ( “ ) أ َ َذ َّنمزAtau dia (ingin) mendapatkan pengajaran ”, mengambil nasehat dari apa yang telah kamu katakan. ( “ ) َخََْ َ َع ُ آىذم َزىLalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya”, maksudnya yaitu nasehat itu sendiri memberikan manfaat pada dirinya.36 35 36 Ibid., h. 61. Al Qurthubi, op, cit., Jil. 20, h. 90. 58 3) Ayat 5-10 (Mengajarkan untuk bersikap cermat dan berhati-hati dalam mengambil suatu tindakan) “Adapun orang yang merasa tidak butuh, maka engkau terhadapnya melayani padahal tiada (celaan) atasmu kalau ia tidak membersihkan diri. Dan adapun siapa yang datang kepadamu dengan bersegera sedang ia takut, maka engkau terhadapnya mengabaikan.” Ayat di atas menjelaskan sikap Nabi Muhammad SAW terhadap tokoh kaum musyrikin yang sangat diharapkan keislamannya. Adapun orang yang merasa tidak butuh kepada Nabi Muhammad karena mereka memiliki harta, anak, kedudukan sosial, serta pengetahuan, maka walaupun tokoh kaum musyrikin tersebut tidak memiliki motivasi untuk takut terhadap Allah SWT engkau terhadapnya saja melayani, bukan kepada sang tunanetra melayaninya dengan menjelaskan secara sungguh-sungguh ajaran agama Islam. Sebenarnya sikap Rasulullah terhadap tokoh-tokoh kaum musyrikin tersebut terdorong oleh rasa takut beliau bila sampai Nabi Muhammad dinilai belum menjalankan tugasnya dengan baik. Sehingga teguran ini dilanjutkan dengan menyatakan: Engkau wahai Nabi agung melakukan hal itu, padahal tiada celaan atasmu kalau ia yakni para pembesar kaum musyrikin tidak membersihkan diri yakni tidak beriman walau dalam tingkat sekecil apapun. Dan adapun siapa yang datang kepadamu dengan bersegera yakni penuh perhatian untuk mendapatkan perhatian sedang ia takut kepada Allah, maka sebaliknya, engkau terhadapnya dengan sikap mengabaikan. Kata ( َْ ) اِسخَغistaghna diambil dari kata ( ) َ ِْ َيghaniya yakni tidak butuh. Huruf ( ) فsin pada kata tersebut berarti merasa/menduga. Sehingga dapat diartikan ia tidak butuh terhadap Allah serta petunjuk dari Nabi 59 Muhammad SAW karena sudah memiliki kekayaan, pengetahuan, dan kedudukan sosial.37 Kata ( َْ“ ) أ َّنٍ ٍَ ِِ آسخَغAdapun orang yang merasa dirinya serba cukup”, maksudnya orang yang memiliki harta dan kekayaan. Kata ( صيَّنى َ َ ح,ُ َ) َؤّجَ ى “Maka kamu melayaninya”, maksudnya menghadapkan wajahnya kepada para pembesar Quraisy dan mendengarkan perkataanya.38 Kata ( َصيَّنى َ ) حtashadda terambil dari kata ( َ يَى ) shada yaitu gema (suara yang memantul). Seseorang yang menghadapi orang lain dan melayaninya diibaratkan sebagai memantulkan suaranya, sehingga suara tersebut tidak akan berhenti terdengar sampai orang tersebut berhenti berbicara dan pantulannya akan terus terdengar sampai terhenti suara itu. Siapa yang melakukan hal tersebut dinamai tashadda. Kata ( ) حَيَ َّنىtalahha terambil dari kata ( ) ىَ َه – َي َهlaha – yalha yang berarti menyibukkan diri dengan sesuatu, sampai-sampai mengabaikan yang lainnya. Dalam Hasyiyat al-Jamal sebagaimana yang dikutip dalam kitab tafsir al-Mishbah bahwa, “digarisbawahi bahwa kata ini bukan terambil dari kata ( ) اىّيهal-lahw. Kata kedua ini bermakna lengah dan lupa. Kata yang digunakan ayat ini tidak selalu berarti meninggalkan yang penting dengan mengerjakan yang tidak penting, tetapi bisa juga meninggalkan yang lebih penting karena mengerjakan yang penting.39 Nabi Muhammad SAW adalah makhluk yang paling didekatkan Allah di sisi-Nya, karena itulah Nabi Muhammad ditegur. Apa yang dilakukan Nabi Muhammad dapat menimbulkan kesan bahwa Nabi Muhammad lebih mementingkan orang kaya daripada orang miskin, orang yang terpandang dalam masyarakat dibandingkan dengan orang yang tidak terpandang. Sehingga Allah SWT berniat untuk menghapus kesan semacam itu dengan diturunkannya ayat-ayat ini. Karena itulah, teguran ayat-ayat di atas justru menunjukkan keagungan Nabi Muhammad SAW, dan bahwa Nabi 37 Shihab, op. cit., Vol. 15, h. 61-62. Al Qurthubi, op, cit., Jil. 20, h. 91. 39 Shihab, op. cit., Vol. 15, h. 62. 38 60 Muhammad juga manusia, akan tetapi bukan seperti manusia biasa. NabiMuhammad SAW adalah semulia-mulianya makhluk Allah SWT.40 B. Analisis Surat tentang Pola Interaksi Guru dengan Murid dalam Al-Qur’an 1. Surat Luqman Ayat 12-19 Materi pendidikan yang diterapkan oleh Luqman hakim pada anaknya meliputi tiga hal, antara lain: a. Pendidikan keimanan (aqidah). Pendidikan inilah yang pertama kali dilakukan oleh Luqman kepada anaknya untuk menanamkan keyakinan bahwa Allah sebagai Dzat Yang Maha Esa yang harus disembah dan melarang perbuatan syirik. Pada ayat 13 Luqman mengajarkan kepada anaknya tentang larangan untuk berbuat syirik atau mempersekutukan Allah SWT. Karena syirik merupakan kezhaliman yang amat besar. Pelajaran Luqman terhadap anaknya tersebut bisa dilihat pada kata: “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, dalam keadaan dia menasehatinya: Wahai anakku, janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah kezaliman yang besar”. Ayat 16 Luqman mengajarkan pada anaknya bahwa sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui. . . . 40 Ibid., h. 64. 61 "Wahai anakku, sesungguhnya jika ada seberat biji sawi, dan berada dalam batu karang atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya . . .” Kata tersebut menjadi penjelasan tentang kekuasaan Allah yang mutlak dan adanya hari pembalasan. Bahwa setiap dosa yang dilakukan hamba-Nya sekecil apapun dan tersembunyi dimanapun, Allah pasti mengetahuinya dan mendatangkan azab atas dosa yang telah diperbuat. b. Pendidikan syari‟ah (ibadah). Ruang lingkup Syari‟ah meliputi interaksi antara seorang hamba dengan Allah yang direalisasikan melalui ibadah, Luqman mengajarkan shalat kepada anaknya, dan interaksi yang dilakukan dengan sesama manusia (muamalah), lalu memerintahkan kepada anaknya untuk membiasakan bersikap baik terhadap keluarga terdekat. Interaksi seorang hamba kepada Allah SWT digambarkan pada ayat 12: . .. “Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: Bersyukurlah kepada Allah, dan barang siapa yang bersyukur kepada Allah, maka sesungguhnya bersyukur untuk dirinya sendiri . . .” Kalimat tersebut menggambarkan suatu bentuk interaksi dari seorang hamba yang bersukur kepada Allah atas karunia yang telah diberikan Allah kepada hamba-Nya. Dan syukur tersebut menjadi bentuk ibadah. Ayat 17 Luqman mengajarkan kepada anaknya tentang pendidikan syariah yang meliputi interaksi antara seorang hamba dengan Allah agar mengerjakan ibadah. Luqman juga mengajarkan pendidikan syariah tentang interaksi yang dilakukan dengan sesama manusia (muamalah) dengan megerjakan yang ma‟ruf dan meninggalkan yang munkar. Dan kemudian Luqman juga mengajarkan kepada anaknya agar bersikap sabar terhadap semua cobaan yang dihadapi. 62 . . . “Wahai anakku, laksanakanlah shalat dan perintahkanlah mengerjakan yang ma‟ruf dan cegahlah dari kemunkaran dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu . . .” c. Pendidikan akhlak Pendidikan yang mula-mula dilakukan Luqman kepada anaknya adalah dengan memperkenalkan etika baik terhadap kedua orang tua. Kemudian berikutnya diajarkan padanya akhlak dalam konteks kemasyarakatan (sosial) diantaranya adalah etika pergaulan, berbicara, dan berjalan. Ayat 14 dan 15 Luqman mengajarkan pada anaknya wajib berbakti dan taat kepada orang tua selama perintahnya tidak menyalahi syariat ajaran agama Islam. Ajaran Lukman terhadap anaknya tersebut berbunyi: . . . . .. “. . .bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mematuhi keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik . . .” Pelajaran akhlak juga diajarkan Luqman pada anaknya pada ayat 18 tentang etika agar tidak sombong, tidak angkuh, dan tidak membanggakan diri. Ayat tersebut berbunyi: “Dan janganlah engkau memalingkan pipimu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri”. 63 Pelajaran akhlak tentang berjalan dan bersuara (berbicara) juga diajarkan oleh Luqman kepada anaknya sebagaimana yang dijelaskan pada ayat 19 yang berbunyi: “Dan sederhanalah dalam berjalanmu dan lunakkanlah suaramu, sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai”. Ayat tersebut jelas Allah juga tidak menyukai akhlak seperti itu, oleh karena itu Luqman mengajarkan kepada anaknya bahwa tidak boleh bersuara keras apabila itu dianggap tidak perlu. Kisah ini dijelaskan bahwa kompetensi yang dimiliki oleh Luqman sebagai seorang pendidik, adalah bijaksana dan penuh kasih sayang. Kebijaksanaan Luqman ini disimpulkan dari cara pengajaran yang menekankan unsur kebijakan, karena ia telah diberi hikmah oleh Allah. Dalam mendidik hendaknya menggunakan pendekatan yang bersifat penuh kasih sayang, hal ini dapat kita cermati dari seruan Luqman kepada anakanaknya, yaitu ( ) َ بَُْ َّنيyang berarti Wahai anak-anakku, seruan tersebut menyiratkan sebuah ungkapan yang penuh muatan kasih sayang, sentuhan kelembutan dalam mendidik anak-anaknya. 2. Surat ‘Abasa Ayat 1-10 Hadist yang berbicara tentang surat „Abasa berasal dari Al Aufi yaitu Athiyah, orang yang statusnya dha‟if. Dari jalur periwayatan Al-Aufi, dari Ibnu Abbas, tentang firman Allah SWT, “Ia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, ketika seorang buta mendatanginya.” Ketika Rasulullah SAW menyambut kedatangan Atabah bin Rabi‟ah, Abu Jahal bin Hisyam, dan Al Abbas bin Abdul Muththalib. Rasulullah SAW sangat berharap mereka mau beriman. Lalu datang kepadanya seorang yang buta bernama Abdullah bin Ummi Maktum, ia berjalan, saat itu Rasulullah SAW sedang berbicara dengan mereka (para pembesar Quraisy). Abdullah meminta agar Rasulullah SAW sudi membacakan satu ayat dari AlQur‟an kepadanya, “Wahai Rasulullah, ajaklah kepadaku apa yang diajarkan Allah SWT kepadamu.” Rasulullah SAW lalu menolak dan bermasam muka 64 serta berpaling. Rasulullah justru menghadap kepada para pembesar Quraisy itu. Ketika Rasulullah SAW selesai berbicara dengan mereka, beliau kembali kekeluarganya. Allah SWT lalu memegang sebagian pandangannya dan memukul pelan kepalanya, kemudian turun ayat, “Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling. Karena telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa). Atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya?” (QS. „Abasa [80]: 1-4). Ketika ayat tersebut telah turun, Rasulullah SAW memuliakannya dan bertanya, “Apa yang Engkau inginkan? Apa ada yang Engkau inginkan?” Lalu turun ayat, “Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup. Maka kamu melayaninya. Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman).” (QS. „Abasa [80]: 5-7).41 Kisah yang terdapat dalam surat „Abasa ayat 1 dan 2: “Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya”. Sifat Rasulullah yang tertera dalam ayat tersebut, maka Allah SWT mengingatkan Rasulullah SAW dalam bentuk teguran, bahwa kemiskinan dan kelemahan Ibn Ummi Maktum yang buta sama sekali tidak boleh membuat Rasaulullah berpaling dan tidak menyukai kehadiran Ibn Ummi Maktum ketika Rasulullah sedang berdakwah atau berbincang dengan para pembesar Quraisy. Karena para pembesar Quraisy tersebut meskipun memiliki kedudukan yang tinggi dan kekayaan, namun mereka adalah orang-orang yang ingkar, sehingga tidak sepatutnya Nabi Muhammad SAW melayani mereka dengan serius, walaupun Nabi mengharapkan masuknya para pembesar Quraisy tersebut akan membawa banyak pengikutnya masuk Islam juga. Firman Allah tersebut menjelaskan bahwa manusia tidak boleh membedabedakan perlakuan terhadap sesamanya, terlebih lagi apabila perlakuan tersebut dapat menyinggung serta menyakiti hati dan perasaan orang lain. Dan perintah untuk tidak membeda-bedakan tersebut berlaku terhadap siapapun tanpa kecuali. 41 Al Albani, op. cit., Cet. I, Jil. 3, h. 650. 65 Ayat selanjutnya Allah juga menegur Rasulullah tentang pelajaran bahwasannya sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang bersedia tunduk kepada kebenaran apabila kebenaran itu sudah tampak nyata, dan patuh kepada dalil apabila dalil tersebut sudah tidak diragukan lagi. Sedangkan harta, keturunan, jabatan tinggi, dan lain sebagainya tak lebih dari sekedar pinjaman yang bersifat sementara dan pada saatnya nanti akan pergi atau ditinggalkan. Seperti halnya yang terdapat dalam ayat 3 dan 4: “Apa yang menjadikanmu mengetahui – boleh jadi ia ingin membersihkan diri atau mendapatkan pengajaran, sehingga bermanfaat baginya”. Ayat tersebut menjelaskan tentang pendidikan syari‟ah (ibadah) yang dilakukan dengan sesama manusia (muamalah), yaitu dengan tidak berfikir yang negatif terhadap orang lain sebelum kamu benar-benar mengetahui apa maksud dan tujuan orang yang datang kepadamu. Selanjutnya dijelaskan oleh Allah juga pada ayat 5-10 tentang pendidikan syari‟ah mu‟amalah yang dilakukan terhadap sesama manusia, dengan mengajarkan untuk bersikap cermat dan berhati-hati dalam mengambil suatu tindakan. “Adapun orang yang merasa tidak butuh, maka engkau terhadapnya melayani padahal tiada (celaan) atasmu kalau ia tidak membersihkan diri. Dan adapun siapa yang datang kepadamu dengan bersegera sedang ia takut, maka engkau terhadapnya mengabaikan.” 66 C. Pola Interaksi Guru dengan Murid yang Terkandung dalam Al-Qur’an 1. Surat Luqman Ayat 12-19 Pola interaksi yang digunakan Luqman kepada anaknya menggunakan pola interaksi tiga arah. Sebenarnya interaksi seperti ini bukan sekedar adanya aksi dan reaksi, melainkan juga adanya hubungan interaktif antara setiap individu. Setiap individu ikut aktif, dan tiap individu mempunyai peran. Surat Lukman ayat 12-19 ini dapat di ilustrasikan bahwasannya Allah SWT sebagai guru dan Lukman sebagai muridnya. Dan kemudian Lukman mengajarkan ilmu yang telah didapatkannya kepada anaknya, sehingga anaknya Lukman juga dapat diilustrasikan sebagai murid. Dalam pola interaksi tiga arah antara guru dengan murid banyak diterapkan dengan metode diskusi. Mendidik hendaknya seorang guru bersifat penuh kasih sayang. Sepertihalnya yang dilakukan Luqman dalam mendidik anaknya, yaitu ( ) َ بُْ َّني yang berarti wahai anakku, seruan tersebut berkesan sebuah ungkapan yang penuh dengan kasih sayang, kelembutan, indah, dan menyejukkan dalam mendidik anaknya. Dan dalam kata tersebut mengandung rasa manja, kelembutan, dan kemesraan, akan tetapi tetap dalam koridor ketegasan dan kedisiplinan serta bukan berarti mendidik dengan keras. Mendidik anak dengan keras hanya akan menyisakan dan membentuk anak didik berjiwa keras dan kasar. Kepribadian anak didik menjadi kental dengan kekerasan, hati, fikiran, gerak, dan perkataanya jauh dari kebenaran dan kesejukan. Kelembutan dan kemesraan dalam mendidik anak merupakan konsep al-Qur‟an, dan jenis pendidikan apapun hendaknya diberikan kepada anak didik dengan kelembutan dan kasih sayang. Sikap yang ditunjukkan dalam kisah Luqman dan anaknya, menunjukkan bahwa anaknya merupakan murid yang mempunyai sikap baik. Hal ini terbukti dari sikap patuh anaknya terhadap Luqman, selama pembelajaran anaknya sangat patuh menuruti apa yang dikatakan oleh ayahnya tanpa adanya protes dan bantahan dari anaknya. Itu semua karena anaknya menghormati Luqman sebagai orang tua sekaligus guru dan Luqman juga menyayangi anaknya. 67 2. Surat ‘Abasa Ayat 1-10 Pola interaksi antara guru dengan murid dalam surat „Abasa ayat 1-10 menggunakan tipe pola interaksi tiga arah yaitu komunikasi timbal balik antara guru dengan murid. Guru sebagai pemberi dan penerima aksi, begitu juga dengan murid sebagai pemberi dan penerima aksi untuk mencapai suatu tuajuan pendidikan. Sehingga yang memperoleh pendidikan dalam proses belajar mengajar bukan hanya murid yang memperoleh pelajaran dari seorang guru, namun guru juga dapat memperoleh pelajaran dari murid. Surat ini dikatakan pola interaksi tiga arah karena adanya aksi dari murid kepada guru, sehingga seorang guru memperoleh feedback dari murid, dan antara murid dengan murid saling belajar antara murid yang satu dengan murid yang lain. Surat „Abasa dapat diilustrasikan bahwa Allah SWT sebagai guru yang mengajarkan kepada Nabi Muhammad yang dapat diilustrasikan sebagai murid, begitu juga dengan Ibn Ummy Maktum dapat diilustrasikan sebagai murid. Yang sehingga dalam surat „Abasa ayat 1-10 menjelaskan tentang Nabi Muhammad yang saling belajar dengan Ibn Ummy Maktum yang dapat diilustrasikan sebagai sesama murid. Pola interaksi jenis ini setiap murid memegang peranan di dalam proses belajar mengajar seperti ini. Guru akan mengawasi dan mengarahkan serta membimbing murid dalam proses pembelajaran. Dengan demikian, interaksi belajar mengajar berlangsung timbal balik. Murid dapat menerima pelajaran dari guru dan mendapat pengalaman dari siswa lain. Kegiatan seperti ini menimbulkan adanya interaktif antara guru dan murid, serta antara murid dengan murid. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah mempelajari dan menganalisa pola interaksi guru dengan anak murid dalam tafsir surat Luqman ayat 12-19 dan surat ‘Abasa ayat 1-10, maka penulis dapat mengambil suatu kesimpulan tentang pola interaksi antara guru dengan murid yang terdapat dalam surat Luqman ayat 12-19 dan surat ‘Abasa ayat 1-10, yaitu: 1. Pola interaksi antara guru dengan murid dalam surat Luqman ayat 12-19 menggunakan tipe pola interaksi tiga arah yang menempatkan murid sebagai orang yang menerima aksi dan guru sebagai orang yang memberi aksi, murid juga memberi aksi kepada guru, dan sesama murid ada interaksi untuk saling belajar antara murid yang satu dengtan murid yang lainnya untuk mencapai suatu tujuan pendidikan. Allah SWT dapat diilustrasikan berperan sebagai guru. Sedangkan Lukman dan anaknya berperan sebagai murid. 2. Pola interaksi antara guru dengan murid dalam surat ‘Abasa ayat 1-10 menggunakan tipe pola interaksi tiga arah yaitu komunikasi timbal balik antara guru dengan murid. Guru sebagai pemberi dan penerima aksi, begitu juga dengan murid sebagai pemberi dan penerima aksi untuk mencapai suatu 68 69 tujuan pendidikan. Allah SWT berperan sebagai guru yang memberi dan menerima aksi terhadap Nabi Muhammad dan Ibn Ummi Maktum yang berperan sebagai murid. B. Saran-Saran Pembahasan yang telah dikaji, maka penulis dapat memberikan saran-saran kepada para pembaca baik sebagai pemimpin atau praktisi pendidikan. Adapun saran-saran tersebut adalah sebagai berikut: 1. Al-Qur’an merupakan sumber utama dan sudah pasti kebenaranya bagi umat Islam, sehingga al-Qur’an sudah seharusnya menjadi suatu rujukan dan pegangan utama dalam menyelesaikan berbagai problem yang ada dan dihadapi oleh semua manusia. 2. Guru merupakan seorang pendidik yang berperan penting bagi perkembangan anak dan demi tercapainya suatu tujuan pendidikan dalam proses pendidikan. Oleh sebab itu, pendidik sebaiknya dapat terus mengkaji tentang kitab suci alQur’an, terutama dalam bidang pendidikan yang terkandung dalam al-Qur’an. 3. Guru harus menyadari atas tanggungjawabnya yang besar sebagai seorang pendidik. Karena seorang guru akan menjadi panutan oleh murid-muridnya dalam berbagai situasi. Oleh karena itu, seorang guru haruslah memiliki sikap, perilaku, dan ucapan yang baik sebagai contoh bagi murid-muridnya. Sebenarnya Al-Qur’an banyak surat yang membahas tentang pola interaksi antara guru dengan murid. Namun dalam pembahasan skripsi ini terbatas hanya membahas tentang pola interaksi antara guru dengan murid yang terkandung dalam surat Lukman ayat 12-19 dan surat ‘Abasa ayat 1-10, yang sehingga dalam penulisan skripsi ini masih memerlukan kajian lanjutan tentang pola interaksi guru dengan murid yang terkandung dalam surat-surat lainnya. DAFTAR PUSTAKA Ahmadi, Abu, Sosiologi Pendidikan, (Surabaya: Bina Ilmu, 1982), Cet. IV.. Al Albani, Muhammad Nashiruddin, Derajat Hadis-Hadis Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), Cet. I, Jil. 2. -------, Derajat Hadis-Hadis Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), Cet. I, Jil. 3. Al Qurthubi, Tafsir Al Qurthubi, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), Jil. 20, Cet. I. -------, Tafsir Al Qurthubi, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), Jil. 14, Cet. I. Al-Barry, M. Dahlan Y., dan L. Lya Sofyan Yacub, Kamus Induk Istilah Ilmiah, (Surabaya: Target Press, 2003). Arief, Armai, Reformulasi Pendidikan Islam, (Jakarta: CRSD Press, 2005), Cet. I. Ar-Rifa’i, Muhammad Nasib, Kemudahan dari Allah: Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta: Gema Insani, 2000), Cet. I. Buchori, Didin Saefuddin, Metodologi Studi Islam, (Bogor: Granada Sarana Pustaka, 2005), Cet. I. Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Yogjakarta: Universitas Islam Indonesia, 1995), Jil. VII. -------, Rokonstruksi Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Islam Departemen Agama RI,, 2005). -------, Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan, (Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Islam Departemen Agama RI, 2006). Djamarah, Syaiful Bahri, dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), Cet. II. Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984). Hasan, Hamka, Metodologi Penelitian Tafsir Hadis, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2008). 70 http://ibnufajar75.wordpress.com/2012/12/27/empat-kompetensi-yang-harus-dimilikiseorang-guru-profesional/ Huda, Miftahul, Interaksi Pendidikan 10 Cara Qur’an Mendidik Anak, (Malang: UIN-Malang Press, 2008), Cet. I. Muhammad, Abu Ja’far, Tafsir Ath-Thabari , (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), Jil. 20, Cet. I. Mulyasa, Enco, Menjadi Guru Profesiona: Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), Cet. IV. Musthafa, Ahmad, Akhlaq Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), Cet. V. Nasution, S., Didaktik Asas-asas Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), Cet. I. Nata, Abuddin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), Cet. I. -------, Perspektif Islam Tentang Pola Hubungan Guru-Murid: Studi Pemikiran Tasawuf Al-Ghazali, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2001), Cet. I. -------, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Raja Garafindo Persada, 2006), Cet. X. Nazir, Mohammad, Metode Penelitian, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), Cet. VI. Robert, Studi Kasus Desain dan Metode, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), Cet. V. Roestiyah N.K, Masalah Pengajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994). Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), Vol. 11. -------, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), Vol. 15. Surachmad, Winarno, Metodologi Pengajaran Nasional, (Bandung: Jemmars, 1986). Suryosubroto, B., Proses Belajar Mengajar di Sekolah, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997). Yunus, Mahmud, Pokok-pokok Pendidikan dan Pengajaran, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1990), Cet. III. Zed, Mustika, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008), Cet. II. 71 LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI Slaipsiberjudul"Pola Interaksi Guru denganMurid dalam Al-Qur'an Surat Luqman Ayat 12-19 dan Surat 'Abasa Ayat l-10" disusun oleh AHMAD IRWAN IRFANry Nomor Induk Mahasiswa108011000025,diajukan kepadaFakultasIhnu Tarbiyah dan KeguruanUniversitasIslam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.Telah melalui bimbingan dan dinyatakansah sebagaikarya ihniah yang berhak untuk diujikan pada sidangmunaqasahsesuaiketentuanyang ditetapkanoleh fakultas. Jakafia,01 Mei2013 Yang mengesahkan, Pembimbing €: t I UJI REFERENSI 1':i Seluruh referensi yang digunakan dalam penulisan skripsi yang berjudul "Pola Interaksi Guru dengan Murid dalam Al-Qurfan Surat Luqman Ayat 12-19 dan Surat 'Abasa Ayat 1-10" yang disusun oleh Ahmad Inaan Irfany Nomor Induk Mahasiswa108011000025 ProgramStudi PendidikanAgamaIslam Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyail dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,telah diuji kebenarannyaoleh pembimbing skripsi padatanggal.8.l.. Mei 2013. Jakarta.0lMei 2013 DosqnPembimbingSkripsi . 195807071987031 005 LEMBAR UJI REFERENSI Nama Ahmad Irwan Irfany NIM 108011000025 Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Jurusan Pendidikan Agama Islam Judul Skripsi Pola Interaksi Guru dengan Murid dalam Al-Qur'an 'Abasa Ayat 1-10 Surat Luqman Ayat 12-19 dan Si:rat Paraf Judul dan halaman buku/referensi No. Pembimbing Winarno Surachmad, Metodologi Pengajaran Nasional, (Bandung: I Jemmars,1986),h. 13-14. 2. Ahmad Musthafa, Akhlaq Tasarntf, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), Departemen J. -lr-.-" Cet.V. h.lI-12. Agama RI, Undang-Undang dan' Perahtran Pemerintah RI tentang Pendidikan. (Jakarta: Direktorat Jendral PendidikanIslam Departemen Agama RI, 2006), h.3-4. 4. Armai Arief, ReformulasiPendidiknnIslam, (Jakarta:CRSD Press, 2005),Cet.I,h. 95. M. Dahlan Y. Al-Bany dan L. Lya Sofyan Yacub, Kamus Induk 5. 6. 7. 8. 9. Istilah llmiah, (Surabaya:Target Press, 2003),h. 323. v- Miftahul Huda, Interaksi Pendidiknn I0 Cara Qur'an Mendidik Anak, (Malang: UIN-Malang Press,2008), Cet. I, h. 38. Abu Ahmadi, SosiologiPendidikan,(Surabaya:Bina Ilmu, 1982), Cet.IY,h.42. B. Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997),h. 157-158. Winarno Suracbmad, Metodologi Pengaiaran Nasional, (Bandung: Jemmars,1986),h. 14. 1 0 . Abudin'Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana J- Ilmu, 1997),Cet.I, h. 10. 1l Bahri Syaiful Djamarah dan Aswan Zain, Strategi , Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta,2002), Cet. II, h. 46-48. Enco Mulyasa, Menjadi Gunt Profesiona: 12 . Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, ( Menciptakan (Bandung: Remaja Rosdakarya,2006), Cet. IV, h. 35. 13. Roestiyah NKn Masalah Pengajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), h.44. Abuddin Nata, Perspektif Islam TentangPola Hubungan Gunt1 4 . Murid: StudiPemikiran TasarwfAl-Ghazali, (Jakarta:Rajagrafindo Cet.I, h.93-94. Persada,2001), 15. 16. t7. 18. t9. 20. 21. 22. S. Nasution, Didaktik Asas-asas Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995),Cet.I, h. 8-13. Mahmud Yunus, Pokok-pokok Pendidikan dan Pengajaran, (Jakarta:PT. Hidakarya Agung, 1990), Cet. III, h.6l-72. Hamka Hasan, Metodologi Penelitian Tafsir Hadis, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2008), h. 42. Mustika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,2008), Cet. II, IL l-2. Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Raja Garafindo 2006),Cet.)L h.222. Persada, Didin Saefuddin Buchor\ Metodologi Studi Islam, (Bogor: Granada SaranaPustaka,2005),Cet. I, h. 20. Mohammad Nazir, Metode Penelitian, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), Cet. VI, h. 54-55. Robert, Studi Kasus Desain dan Metode, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,2004), Cet. 5, h. 105. DepartemenAgama RI, RokonstruksiSejarah Pendidikan Islam di 2 3 . Indonesia, (Jakarta: Direktorat DepartemenAgamaRI, 2005), h. 5. Jendral Pendidikan Islam M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan I 24. KeserasianAl-Qur'an, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), Vot,11, h. ( 107-108. 25 . 26 . Muhammad Nashiruddin Al Albani, Derajat Hadis-Hadis Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta:Pustaka Azzam,2008), Cet. I, Jil.2,h.765. DepartemenAgama RI, AI-Qur'dn dan Tafsirnya, (Yogiakarta: UniversitasIslamlndonesia,1995),Jil. VII, h. 618. 27. Hamka,TafsirAl-Azhar, (Jakarta:PustakaPanjimas,1984),h. 114. 28. 29. 30 . 3r. 32. 33 . Armai Ariet ReformulasiPendidikanIslam, (Jakarta:CRSD Press, 2005),Cet.I, h. 182-183. Muhammad Nashiruddin Al Albani, Derajat Hadis-Hadis Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta:PustakaAzzam,2008), Cet.I, h. 650. Al Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi, (Jakarta:PustakaAzzan" 2009), JiL.20,Cet.I, h. 87. Abu Ja'far Muhammad, Tafsir Ath-Thabari , (Jakarta: Pustaka Azzarc,20A9),Ir1.20, Cet.I, h. 7 50-751. Al Qurthubi, Tafsir al-Qurthtbi, (Jakarta: Pustaka Azzan" 20Ag), Jil.14,Cet.I, h.149. Muhammad Nasib Ar-Rifa'I, Kemudahan dari Allah: Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta: Gema Insaru, 2000), Cet. I, h.792. M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan 34. KeserasianAI-Qur'an, (Jakarta:LenteraHati,2002), Vol. 15,h" 5960. 9580707198703I 005 LEMBAR PERI\-YATAAN Sayayang bertanda tangandi bawah ini: Nama Ahmad kwan Irfany Tempat/Tanggal Lahir Kotabumi,09 Januari1990 NIM 10801 1000025 Fakultas Ilmu TarbiyahdanKeguruan Jurusan PendidikanAgamaIslam Judul Skripsi Pola Interaksi Guru dengan Murid dalam AlQur'an Surat Luqman Ayat 12-19 dan Surat 'AbasaAyat 1-10 DosenPembimbing Dr. Abdul Majid Khon, M.Ag Dengan ini sayamenyatakanbahwa: l. Skripsi ini merupakan hasil karyu asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana Pendidikan Islam di1UtrN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semuasumber yang saya gunakandalam pe,lrulisanini, telah saya canfumkan ''sesuai denganketentuanyangberlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli atau merupakan jiplakan dari karya oraflg lain, maka saya bersedia rnenerirna sanksi yangberlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakafia,0lMei 2013 Yang Menyatakan l- Ahmad Irwan lrfany NIM: 108011000025 I