Eksplorasi Energi Panas Bumi Dengan Menggunakan Metode Geofisika di Lapangan Panas Bumi Tambu, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah BAB II 2.1. METODE PENELITIAN Metode Geologi Metode geologi yang dipergunakan adalah analisa peta geologi regional dan lokal. Peta geologi regional menunjukkan tatanan geologi regional daerah tersebut. Sedangkan peta geologi lokal memberikan informasi mengenai tatanan struktur dan stratigrafi daerah penelitian sebagai petunjuk untuk mengestimasi keberadaan sistem panas bumi di daerah ini. Sistem panas bumi tersusun oleh beberapa parameter, yaitu: sumber panas (heat source), reservoir, batuan penutup (cap/seal rock), sumber fluida, dan siklus hidrologi. Sistem ini erat dengan mekanisme pembentukan magma dan kegiatan vulkanisme. Oleh karena itu, keberadaan sistem ini tertentu posisinya, seperti di sepanjang zona vulkanik punggungan pemekaran benua, di atas zona subduksi, dan anomali pelelehan dalam lempeng. Panas dari sistem ini ditransfer ke permukaan melalui 3 cara: konduksi, konveksi, dan radiasi. Transfer panas melalui bahan akibat adanya interaksi partikel penyusun batuan tersebut tanpa ada perpindahan massa partikel batuan disebut transfer panas konduksi. Transfer panas yang diikuti dengan perpindahan massa partikel batuan disebut transfer panas konveksi. Sedangkan panas yang dihasilkan oleh peluruhan alami unsur radioaktif dalam mantel adalah transfer panas radiasi. Litologi dari sumber panas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi besar panas yang dihasilkan dalam suatu sistem panas bumi. Pada umumnya, sumber panas bumi di Indonesia adalah batuan beku dengan derajat pembentukan batuan beku yang berbeda-beda. Sesuai dengan deret 5 Eksplorasi Energi Panas Bumi Dengan Menggunakan Metode Geofisika di Lapangan Panas Bumi Tambu, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah Bowen, sumber panas basaltik akan menghasilkan panas yang lebih besar daripada sumber panas riolitik. Reservoir panas bumi umumnya berupa lapisan batuan hasil interaksi kompleks dari proses tektonik aktif. Reservoir panas bumi yang produktif memiliki permeabilitas tinggi, geometri reservoir yang besar, dan kandungan fluida air yang tinggi. Intensitas proses tektonik aktif yang tinggi menyebabkan permeabilitas pada reservoir panas bumi berupa rekahan (fracture) yang saling berhubungan. Dengan demikian, litologi reservoir panas bumi dapat berupa apapun, dengan syarat memiliki permebilitas yang baik. Batuan penutup suatu sistem panas bumi yang baik memiliki permeabilitas rendah, sehingga dapat menahan panas atau fluida yang terdapat di reservoir. Pada umumnya litologi batuan penutup dapat berupa aliran batuan vulkanik, batuan sedimen berbutir halus, ataupun batuan yang permeabilitasnya berkurang akibat pengendapan mineral dari fluida panas. Keberadaan suatu sistem panas bumi di permukaan dapat diidentifikasi dengan adanya manifestasi permukaan yang dapat berupa mata air panas, solfatara, fumarola, dan batuan ubahan hasil interaksi fluida panas dengan batuan sekitarnya. Menurut Hochstein dan Browne (2000), sistem panas bumi merupakan perpindahan panas alami dalam volume tertentu dari kerak bumi yang membawa panas dari sumber panas ke tempat pelepasan panas, yang umumnya adalah permukaan tanah. Sistem panas bumi ini dikategorikan menjadi tiga jenis sistem (Hochstein dan Browne, 2000), yaitu: 1. Sistem Hidrotermal, merupakan proses transfer panas dari sumber panas ke permukaan secara konveksi, yang melibatkan fluida meteorik dengan atau tanpa jejak dari fluida magmatik. Daerah rembesan berfasa cair dilengkapi air meteorik yang berasal dari daerah resapan. 6 Eksplorasi Energi Panas Bumi Dengan Menggunakan Metode Geofisika di Lapangan Panas Bumi Tambu, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah Sistem ini terdiri atas: sumber panas, reservoir dengan fluida panas, daerah resapan, dan daerah rembesan panas berupa manifestasi. 2. Sistem Vulkanik, merupakan proses transfer panas dari dapur magma ke permukaan melibatkan konveksi fluida magma. Pada sistem ini jarang ditemukan adanya fluida meteorik. 3. Sistem Vulkanik-Hidrotermal, merupakan kombinasi dua sistem di atas, yang diawali dengan air magmatik yang naik kemudian bercampur dengan air meteorik. Temperatur suatu sistem panas bumi diklasifikasikan menjadi tiga berdasarkan temperatur reservoir (Hochstein dan Browne, 2000): 1. Tinggi (temperatur reservoir lebih besar dari 225°C) 2. Sedang/intermedier (temperatur reservoir 125°C hingga 225°C) 3. Rendah (temperatur reservoir lebih kecil dari 125°C) 2.2. Metode Geofisika Metode geofisika merupakan metode pendukung dalam melakukan analisa geologi bawah permukaan daerah penelitian. Metode geofisika dapat mengestimasi sifat-sifat fisik batuan yang ada di bawah permukaan. Adanya anomali ataupun penyebaran dari sifat fisik batuan dapat kita gunakan untuk memperkirakan keberadaan sistem panas bumi dibawah permukaan. Metode geofisika yang dipergunakan terdiri dari dua metode, yaitu metode gravitasi dan metode resistivitas. Metode gravitasi Metode gravitasi merupakan usaha dalam menggambarkan bentuk struktur geologi bawah permukaan berdasarkan variasi medan gravitasi yang ditampilkan oleh perbedaan densitas antar batuan. Variasi densitas 7 Eksplorasi Energi Panas Bumi Dengan Menggunakan Metode Geofisika di Lapangan Panas Bumi Tambu, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah ini digunakan untuk menginterpretasi posisi lateral dari batuan yang berpotensi sebagai sumber panas. Namun, metode ini tidak dapat menentukan litologi dari sumber panas tersebut. Metode ini mengukur besar dari gaya gravitasi di permukaan bumi, yang secara praktis dapat dirumuskan sebagai berikut: g = G× M R2 g = gaya gravitasi di permukaan bumi ( 1 m/detik2 = 100 cm/detik2 =105 mGal) M = massa bumi (kg) R = radius bumi (m) G = konstanta (6.67 x 10-11 N.m2.kg-2) (Wolfgang, 1989) Berdasarkan persamaan di atas dapat disimpulkan bahwa besar gaya gravitasi di permukaan bumi tergantung dari posisi pengukuran terhadap pusat bumi (lintang, bujur, dan ketinggian) karena morfologi permukaan bumi yang bervariasi akan memberikan jarak yang berbeda terhadap pusat bumi. Namun, pada prakteknya besar gaya gravitasi hasil pengukuran dapat berbeda jauh dari hasil perhitungan. Hal ini dapat disebabkan oleh suatu zona massa bawah permukaan yang memberikan gangguan medan gravitasi, yang disebut juga dengan anomali gravitasi. Sebagai contoh: batuan dengan densitas yang jauh lebih rendah dari batuan sekitarnya akan menyebabkan anomali gaya gravitasi di daerah tersebut. Anomali gravitasi ini dapat digunakan untuk mengestimasi kondisi batuan dan 8 Eksplorasi Energi Panas Bumi Dengan Menggunakan Metode Geofisika di Lapangan Panas Bumi Tambu, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah struktur bawah permukaan sehingga membantu untuk memperkirakan keberadaan sistem panas bumi di daerah tersebut. Dalam prakteknya, nilai gravitasi hasil pengukuran di lapangan harus diolah terlebih dahulu dengan beberapa koreksi sampai dapat diinterpretasi. Secara umum terdapat dua jenis koreksi, yaitu koreksi internal dan koreksi eksternal. Koreksi internal terdiri dari kalibrasi gravimeter, koreksi pegas, dan koreksi pasang-surut, sedangkan koreksi eksternal terdiri dari koreksi lintang/elipsoid, koreksi udara bebas (free air), koreksi Bouguer, dan koreksi topografi (terrain) (Wolfgang, 1989). 1. Kalibrasi gravimeter Kalibrasi dilakukan untuk mencegah kesalahan pembacaan, dilakukan dengan cara mengikat satu titik di lapangan penelitian dengan titik referensi. Cara mengikat titik ini adalah dengan mengukur gravitasi di titik lapangan, kemudian mengukur di titik referensi dengan gravimeter yang sama. Hal ini dilakukan berulang kali dalam 1 hari, kemudian membandingkan nilai bacaan yang diperoleh di kedua titik sehingga nilai bacaan yang benar di titik lapangan dapat ditentukan (Wolfgang, 1989). Di daerah Bandung terdapat 5 titik referensi, yaitu: Museum Geologi, LIPI Bandung, UPI Bandung, Observatorial Volkanologi Tangkuban Perahu, dan puncak Gunung Tangkuban Perahu. 2. Koreksi pasang surut (tidal correction) Efek pasang surut yang seiring dengan perubahan posisi relatif benda-benda langit seperti bumi, bulan, dan matahari akan mempengaruhi pembacaan nilai gravitasi pada titik pengukuran. Untuk koreksi ini digunakan software berbasis bahasa FORTRAN dengan menggunakan formula Longman (Wolfgang, 1989). 9 Eksplorasi Energi Panas Bumi Dengan Menggunakan Metode Geofisika di Lapangan Panas Bumi Tambu, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah 3. Koreksi pegas (drift correction) Koreksi ini digunakan untuk mengkoreksi hasil bacaan pegas akibat adanya kelelahan pegas (fatigue). Secara umum sejalan dengan berjalannya waktu maka mesin akan semakin panas mengakibatkan pegas akan makin lelah dan merenggang, hal ini akan menghasilkan data pengukuran yang tidak akurat. Untuk itu pada akhir pengukuran dilakukan pengukuran kembali pada titik awal, dari hasil pengukuran tersebut dapat dibuat grafik dari perubahan nilai gravitasi akibat perenggangan pegas terhadap waktu (gambar 2.1). Umumnya nilai pembacaan gravitasi adalah linear terhadap nilai waktu (Wolfgang, 1989). 5/6 y = 0.0693x + 3074.8 3074.87 3074.86 3074.85 3074.84 3074.83 0:00 4:48 9:36 14:24 19:12 Gambar 2.1. Contoh grafik perubahan bacaan gravitasi terhadap waktu (Wolfgang, 1989). 4. Koreksi lintang/elipsoid (latitude correction) Bumi tidak sepenuhnya bulat, sehingga diperlukan koreksi lintang/elipsoid. Koreksi ini merupakan nilai gravitasi elipsoid bumi berdasarkan kedudukan titik pengamatan pada elipsoid bumi. Koreksi ini juga untuk mengurangi efek rotasi bumi. Perumusannya adalah sebagai berikut: gØ = 978.03185 ( 1 + 0.005278895 * sin2 θ + 0.000023462 * sin4 θ ) dimana, 10 gØ = nilai gravitasi lintang/elipsoid bumi (miliGal) Eksplorasi Energi Panas Bumi Dengan Menggunakan Metode Geofisika di Lapangan Panas Bumi Tambu, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah θ = kedudukan lintang titik observasi (Wolfgang, 1989) 5. Koreksi udara bebas (free air correction) Koreksi ini merupakan perbaikan perubahan nilai elevasi antar stasiun pengukuran gravitasi, atau koreksi nilai gravitasi akibat adanya jarak vertikal dari titik pengukuran terhadap muka laut ratarata. Koreksi ini tidak memperhitungkan material yang terdapat antara stasiun pengukuran dan bidang datum, yaitu muka laut ratarata. Koreksi udara bebas (FAC) dirumuskan sebagai berikut, FAC = - 0.3086 * h, mGal h = elevasi titik observasi (m) (Wolfgang, 1989) 6. Koreksi Bouguer Koreksi Bouguer adalah seluruh efek gravitasi disebabkan sejumlah massa di atas muka laut rata-rata dan di bawah stasiun pengukuran, yang tidak diperhitungkan oleh koreksi udara bebas. Koreksi Bouguer (BC) dapat diperoleh dari pesamaan berikut: BC = 2h ρ Gh = 0.04187 * ρ * h, mGal Dimana, G = 6.67 x 10-9 (satuan Cgs) ρ = perkiraan densitas batuan (g/cm3) h = elevasi titik observasi (m) (Wolfgang, 1989) 11 Eksplorasi Energi Panas Bumi Dengan Menggunakan Metode Geofisika di Lapangan Panas Bumi Tambu, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah Perkiraan densitas batuan diperoleh dari berbagai cara, seperti: analisa laboratorium untuk densitas tiap sampel batuan, atau dengan metode Parasnis. 7. Koreksi topografi (terrain correction) Pada kenyataannya di lapangan, observasi gravitasi pada suatu stasiun pengukuran terletak di atas permukaan yang tidak rata. Oleh karena itu, diperlukan koreksi perubahan nilai gravitasi akibat kondisi dataran sekitar titik pengukuran, misalnya kontur yang sangat kasar. Nilai koreksi topografi ini (TC) dapat diperoleh dari tabel Hammer (Wolfgang, 1989). 8. Koreksi-koreksi di atas diolah lagi untuk mendapatkan nilai-nilai seperti: • Anomali Udara Bebas (Free Air Anomaly/FAA) FAA = gObs – gØ + FAC, miliGal • Anomali Bouguer Sederhana (Simple Bouguer Anomaly/SBA) SBA = gObs – gØ + FAC + TC, miliGal atau, SBA = FAA + TC, miliGal • Anomali Bouguer Lengkap (Complete Bouguer Anomaly/CBA) CBA = gObs – gØ + FAC + TC ± BC, miliGal atau, CBA = SBA ± BC, miliGal Pengolahan data gravitasi akan diperoleh hasil akhir berupa anomali Bouguer lengkap (CBA). Data CBA ini diolah dengan 12 Eksplorasi Energi Panas Bumi Dengan Menggunakan Metode Geofisika di Lapangan Panas Bumi Tambu, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah menggunakan program Surfer 8, sehingga diperoleh peta penyebaran anomali Bouguer lengkap. Data anomali Bouguer ini kemudian diolah dengan metode polinomial orde 2 untuk mencari nilai anomali regional pada daerah tersebut. anomali regional mencerminkan penyebaran umum dari nilai gravitasi di daerah tersebut. Kemudian nilai anomali Bougeur kita kurangi dengan nilai anomali regional untuk mendapatkan anomali residual. Anomali residual ini mencerminkan distribusi gravitasi secara lokal di daerah tersebut. Hasil perhitungan nilai anomali residual ini dapat digunakan untuk interpretasi kondisi geologi dibawah permukaan, seperti adanya sesar serta keberadaan sumber panas dari suatu sistem panas bumi. Pada interpretasi data geofisika kita akan berhadapan dengan masalah ambiguitas, yaitu adanya beberapa fenomena geologi yang berbeda namun menghasilkan data geofisika yang serupa. Gambar 2.2 menunjukkan terjadinya ambiguitas pada metode gravitasi, tubuh batuan berdensitas kecil namun dekat dengan permukaan akan memberikan respons yang sama dengan tubuh berdensitas lebih besar namun berada jauh dari permukaan. Gambar 2.2 Ambiguitas Adanya ambiguitas pada metode geofisika menyebabkan satu metode geofisika tidak dapat dipakai untuk melakukan interpretasi 13 Eksplorasi Energi Panas Bumi Dengan Menggunakan Metode Geofisika di Lapangan Panas Bumi Tambu, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah keadaan geologi bawah permukaan tanpa bantuan metode lainnya. Untuk itu digunakan data gravitasi, resistivitas batuan, geokimia manifestasi permukaan, dan peta geologi untuk menginterpretasi keadaan geologi daerah penelitian. Metode Resistivitas Metode resistivitas atau disebut juga metode geolistrik, merupakan metode yang menggunakan aliran listrik berupa kuat arus, yang kemudian ditangkap oleh elektroda untuk dihitung beda potensialnya. Kemudian diperoleh resistivitas semu yang mewakili nilai resistivitas sebenarnya. Secara teoritis, metode resistivitas mengukur besar tahanan jenis batuan, yang didapat dari persamaan : R=ρ L A Dimana, R = tahanan jenis (ohm) L = panjang (m) A = luas (m2) ρ = konstanta (Ohm meter) (Telford, 1978) Resistivitas batuan dapat kita pergunakan untuk memperkirakan lebih lanjut sifat-sifat dari batuan tersebut. Contohnya batuan dengan resistivitas rendah dapat di interpretasikan bahwa batuan tersebut mengandung material konduktif, contohnya mineral logam, atau dapat juga mengandung fluida, yang dapat diartikan sebagai adanya porositas, yang sangat berpengaruh dalam identifikasi reservoir sistem panas bumi. Pada studi ini diperoleh data resistivitas yang diukur dengan menggunakan metode Schlumberger (gambar 2.3). Pada studi ini data resistivitas batuan akan diolah menjadi dua bagian penting, yaitu 14 Eksplorasi Energi Panas Bumi Dengan Menggunakan Metode Geofisika di Lapangan Panas Bumi Tambu, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah pemetaan (mapping) dan penampang (sounding) resistivitas. Data mapping dipakai untuk membuat peta penyebaran resistivitas batuan secara lateral pada beberapa kedalaman tertentu. Sedangkan data sounding dipakai untuk mengetahui penyebaran resistivitas batuan secara vertikal pada beberapa tempat. Gambar 2.3. Konfigurasi elektrode metode Schlumberger Pada elektroda A dan B dialirkan Arus I, sedangkan nilai beda potensial ΔV diukur dari elektroda M dan N. Besar resistivitas dapat dihitung dari persamaan : ρ = k * ΔV/I dimana, ρ = resistivitas semu (Ohm meter) k = faktor geometri ΔV = beda potensial I = arus listrik yang dipakai (A) (Telford, 1978) Besar jarak antara A ke B menentukan kedalaman observasi, sebagai contoh untuk jarak AB 1000 meter maka kedalaman maksimal yang dapat dihitung adalah 500 meter. Untuk pemetaan (mapping), 15 Eksplorasi Energi Panas Bumi Dengan Menggunakan Metode Geofisika di Lapangan Panas Bumi Tambu, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah umumnya dipakai kedalaman observasi AB/2 250 m, 500 m, 800 m, dan 1000 m. Sedangkan untuk penampang (sounding), pada studi ini dipakai kedalaman observasi dengan menaikkan jarak AB/2 secara logaritmik. Semakin besar AB/2, semakin dalam jangkauan arus, sehingga informasi yang diperoleh semakin dalam, tapi arus yang diperlukan juga semakin besar. 2.3. Metode Geokimia Metode geokimia sangat diperlukan dalam mendukung data geologi untuk menentukan jenis sistem panas bumi. Metode ini bertujuan untuk mengkaji kemungkinan pengembangan sumber daya panas bumi. Data-data yang digunakan berupa data kandungan kimia dari manifestasi mata air panas. Data-data yang didapat di lapangan akan diolah di laboratorium kemudian diplot pada diagram terner Cl-HCO 3 -SO 4 (gambar 2.4) untuk diketahui tipe air panasnya dan juga diplot pada diagram geotermometer (gambar 2.5) untuk mengetahui suhu reservoir. Hasil yang diharapkan adalah dapat mengetahui jenis fluida panas bumi, selain itu juga dapat diketahui suhu perkiraan dari reservoir dengan metode geotermometer. Fluida panas bumi dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu air klorida, air bikarbonat, dan air sulfat. Tipe air klorida adalah tipe fluida yang berasosiasi dengan reservoir panas bumi. Jadi, tipe air klorida adalah tipe air panas yang cocok untuk perhitungan suhu reservoir dengan metode geotermometer. Solute geotermometer meliputi penentuan temperatur reservoir dengan kelarutan mineral, silika dan pertukaran ion-ion alkali tanah. Dalam solute geotermometer dikenal beberapa metode penentuan suhu reservoir seperti Na/K, Na-K-Ca, Na/Li, K/Mg, Li/Mg, Na-K-Mg. Aplikasi metode–metode diatas ditentukan oleh kondisi-kondisi tertentu. 16 Eksplorasi Energi Panas Bumi Dengan Menggunakan Metode Geofisika di Lapangan Panas Bumi Tambu, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah Gambar 2.4. Diagram terner Cl-SO 4 -HCO 3 (Giggenbach, 1988 op.cit. Nicholson, 1993) Gambar 2.5. Diagram geotermometer Na-K-Mg (Giggenbach, 1988 op.cit. Nicholson, 1993) 17