BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Patient Safety 1. Defenisi Patient Safety Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Sistem tersebut meliputi pengenalan resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi untuk meminimalkan resiko (Depkes RI, 2008). Menurut Nursalam (2011), pasien safety adalah penghindaran, pencegahan dan perbaikan dari kejadian yang tidak diharapkan atau mengatasi cedera-cedera dari proses pelayanan kesehatan. Program keselamatan pasien adalah suatu usaha untuk menurunkan angka Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang sering terjadi pada pasien selama dirawat di rumah sakit sehingga sangat merugikan baik pasien itu sendiri maupun pihak rumah sakit (Cecep, 2013). Menurut IOM, Keselamatan Pasien (patient safety) didefinisikan sebagai freedom from accidental injury. Accidental injury disebabkan karena error yang meliputi kegagalan suatu perencanaan atau memakai rencana yang salah dalam mencapai tujuan. Cooper et al (2000) telah mendefenisikan bahwa “patient safety as the avoidance, prevention, and amelioration of adverse outcomes or injuries stemming from the processes of healthcare.” Pengertian ini maksudnya bahwa patient safety merupakan penghindaran, pencegahan, dan perbaikan dari kejadian yang tidak diharapkan atau mengatasi cedera-cedera dari proses pelayanan kesehatan (Depkes RI, 2008). 8 9 2. Tujuan Patient Safety Tujuan patient safety rumah sakit adalah : 1) Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit 2) Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat 3) Menurunnya angka Kejadian Tidak Diharapkan di rumah sakit 4) Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi penanggulangan Kejadian Tidak Diharapkan (Depkes RI, 2006). Sedangkan tujuan keselamatan pasien secara internasional adalah: 1) Identify patients correctly (mengidentifikasi pasien secara benar) 2) Improve effective communication (meningkatkan komunikasi yang efektif) 3) Improve the safety of high-alert medications (meningkatkan keamanan dari pengobatan resiko tinggi) 4) Eliminate wrong-site, wrong-patient, wrong procedure surgery (mengeliminasi kesalahan penempatan, kesalahan pengenalan pasien, kesalahan prosedur operasi) 5) Reduce the risk of health care-associated infections (mengurangi risiko infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan) 6) Reduce the risk of patient harm from falls (mengurangi risiko pasien terluka karena jatuh) (Cecep, 2013). 3. Standar Patient Safety 1) Hak pasien Standarnya adalah pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan. Kriterianya adalah sebagai berikut: a. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan. b. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan 10 c. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan yang jelas dan benar kepada pasien dan keluarga tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan. 2) Mendidik Pasien Dan Keluarga Standarnya adalah rumah sakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Kriterianya adalah keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan keterlibatan pasien adalah partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di Rumah sakit harus ada sistim dan mekanisme mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien dan keluarga dapat: a. Memberikan info yang benar, jelas, lengkap dan jujur b. Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab c. Mengajukan pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti d. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan e. Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan rumah sakit f. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa g. Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati 3) Keselamatan Pasien Dan Kesinambungan Pelayanan Standarnya adalah rumah sakit menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan dengan kriteri sebagai berikut: a. Koordinasi pelayanan secara menyeluruh b. Koordinasi pelayanan disesuaikan kebutuhan pasien dan kelayakan sumber daya c. Koordinasi pelayanan mencakup peningkatan komunikasi d. Komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan 11 e. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukanevaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien Standarnya adalah rumah sakit harus mendisain proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif Kejadian Tidak Diharapkan dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien dengan kriteria sebagai berikut: a. Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design) yang baik, sesuai dengan”Sembilan Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”. b. Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja c. Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif d. Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis 4) Peran Kepemimpinan Dalam Meningkatkan Keselamatan Pasien Standarnya adalah: a. Pimpinan dorong dan jamin implementasi program keselamatan pasien melalui penerapan “9 Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”. b. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif identifikasi risiko keselamatan pasien dan program mengurangi Kejadian Tidak Diharapkan. c. Pimpinan dorong dan tumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar unit dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang keselamatan pasien d. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur, mengkaji dan meningkatkan kinerja rumah sakit serta tingkatkan keselamatan pasien. 12 e. Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam meningkatkan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien dengan kriteria sebagai berikut: (1) Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien. (2) Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program meminimalkan insiden, (3) Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi (4) Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisis. (5) Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan insiden, (6) Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden (7) Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan antar pengelola pelayanan (8) Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan (9) Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien 5) Mendidik Staf Tentang Keselamatan Pasien Standarnya adalah: a) Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien secara jelas. b) Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf 13 serta mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien, dengan kriteria sebagai berikut: (1) Memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik keselamatan pasien (2) Mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan inservice training dan memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan insiden. (3) Menyelenggarakan (teamwork) pelatihan tentang kerjasama guna mendukung pendekatan kelompok interdisiplin dan kolaboratif dalam rangka melayani pasien. 6) Komunikasi Merupakan Kunci Bagi Staf Untuk Mencapai Keselamatan Pasien Standarnya adalah: a) Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan eksternal. b) Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat dengan kriteria sebagai berikut: (1) Disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait dengan keselamatan pasien. (2) Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi manajemen informasi yang ada (Depkes RI, 2006). 4. Pelaksanaan Patient Safety WHO Collaborating Centre for Patient Safety pada tanggal 2 Mei 2007 resmi menerbitkan “Nine Life Saving Patient Safety Solutions” (“Sembilan Solusi LifeSaving Keselamatan Pasien Rumah Sakit”). Panduan ini mulai disusun sejak tahun 2005 oleh pakar keselamatan pasien dan lebih 100 negara, dengan mengidentifikasi dan mempelajari berbagai masalah keselamatan pasien. 14 Sebenarnya petugas kesehatan tidak bermaksud menyebabkan cedera pasien, tetapi fakta tampak bahwa di bumi ini setiap hari ada pasien yang mengalami Kejadian Tidak Diharapkan, baik yang tidak dapat dicegah (non error) mau pun yang dapat dicegah (error), berasal dari berbagai proses asuhan pasien. Solusi keselamatan pasien adalah sistem atau intervensi yang dibuat mampu mencegah atau mengurangi cedera pasien yang berasal dari proses pelayanan kesehatan. Sembilan Solusi ini merupakan panduan yang sangat bermanfaat membantu Rumah sakit, memperbaiki proses asuhan pasien, guna menghindari cedera maupun kematian yang dapat dicegah (Depkes RI, 2007). Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) mendorong Rumah sakit di Indonesia untuk menerapkan Sembilan Solusi Life-Saving. Keselamatan Pasien Rumah Sakit atau 9 Solusi, langsung atau bertahap, sesuai dengan kemampuan dan kondisi Rumah sakit masing-masing. 1. Perhatikan Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip (Look-Alike, Sound-Alike Medication Names) Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip (NORUM), yang membingungkan staf pelaksana adalah salah satu penyebab yang paling sering dalam kesalahan obat (medication error) dan ini merupakan suatu keprihatinan di seluruh dunia. Dengan puluhan ribu obat yang ada saat ini di pasar, maka sangat signifikan potensi terjadinya kesalahan akibat bingung terhadap nama merek atau generik serta kemasan. Solusi NORUM ditekankan pada penggunaan protokol untuk pengurangan risiko dan memastikan terbacanya resep, lebel, atau penggunaan perintah yang dicetak lebih dulu, maupun pembuatan resep secara elektrolit. 2. Pastikan Identifikasi Pasien Kegagalan yang meluas dan terus menerus untuk mengidentifikasi pasien secara benar sering mengarah kepada kesalahan pengobatan, tranfusi maupun pemeriksaan, pelaksanaan prosedur yang keliru orang, penyerahan 15 bayi kepada yang bukan keluarganya, dsb. Rekomendasi ditekankan pada metode untuk verifikasi terhadap identitas pasien, termasuk keterlibatan pasien dalam proses ini, standarisasi dalam metode identifikasi di semua rumah sakit dalam suatu sistem layanan kesehatan dan partisipasi pasien dalam konfirmasi ini serta penggunaan protokol untuk membedakan identifikasi pasien dengan nama yang sama. 3. Komunikasi Secara Benar Saat Serah Terima/Pengoperan Pasien Kesenjangan dalam komunikasi saat serah terima/pengoperan pasien antara unit-unit pelayanan dan didalam serta antar tim pelayanan, bisa mengakibatkan terputusnya kesinambungan layanan, pengobatan yang tidak tepat, dan potensial dapat mengakibatkan cedera terhadap pasien rekomendasi ditujukan untuk memperbaiki pola serah terima pasien termasuk penggunaan protokol untuk mengkomunikasikan informasi yang bersifat kritis memberikan kesempatan bagi para praktisi untuk bertanya dan menyampaikan pertanyaan-pertanyaan pada saat serah terima. 4. Pastikan Tindakan Yang Benar Pada Sisi Tubuh Yang Benar Penyimpangan pada hal ini seharusnya sepenuhnya dapat dicegah. Kasuskasus dengan pelaksanaan prosedur yang keliru atau pembedahan sisi tubuh yang salah sebagian besar adalah akibat komunikasi dan tidak adanya informasi atau informasinya tidak benar. Faktor yang paling banyak kontribusinya terhadap kesalahan-kesalahan macam ini adalah tidak ada atau kurangnya proses pra-bedah yang distandardisasi. Rekomendasinya adalah untuk mencegah jenis-jenis kekeliruan yang tergantung pada pelaksanaan proses verifikasi pra-pembedahan, pemberian tanda pada sisi yang akan dibedah oleh petugas yang akan melaksanakan prosedur dan adanya tim yang terlibat dalam prosedur, sesaat sebelum memulai prosedur untuk mengkonfirmasikan identitas pasien, prosedur dan sisi yang akan dibedah. 16 5. Kendalikan Cairan Elektrolit Pekat (Concentrated) Sementara semua obat-obatan, biologis, vaksin dan media kontras memiliki profil risiko, cairan elektrolit pekat yang digunakan untuk injeksi khususnya adalah berbahaya.Rekomendasinya adalah membuat standardissasi dari dosis, unit ukuran dan istilah dan pencegahan atas campur aduk/bingung tentang cairan elektrolit pekat yang spesifik. 6. Pastikan Akurasi Pemberian Obat Pada Pengalihan Pelayanan Kesalahan medikasi terjadi paling sering pada saat transisi/pengalihan. Rekonsiliasi (penuntasan perbedaan) medikasi adalah suatu proses yang didesain untuk mencegah salah obat (medications error) pada titik-titik transisi pasien. Rekomendasinya adalah menciptakan suatu daftar yang paling lengkap dan akurat dan seluruh medikasi yang sedang diterima pasien juga disebut sebagai “home medication list”, sebagai perbandingan dengan daftar saat administrasi, penyerahan atau perintah pemulangan bilamana menuliskan perintah medikasi dan komunikasikan daftar tersebut kepada petugas layanan yang berikut dimana pasien akan ditransfer atau dilepaskan. 7. Hindari Salah Kateter Dan Salah Sambung Selang (Tube) Slang, kateter dan spuit (syringe) yang digunakan harus didesain sedemikian rupa agar mencegah kemungkinan terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan yang bisa menyebabkan cedera atas pasien melalui penyambungan slang dan spuit yang salah, serta memberikan medikasi atau cairan melalui jalur yang keliru. Rekomendasinya adalah menganjurkan perlunya perhatian atas medikasi secara detail/rinci bila sedang mengerjakan pemberian medikasi serta pemberian makan (misalnya slang yang benar dan bilamana menyambung alat-alat kepada pasien, misalnya menggunakan sambungan dan slang yang benar). 17 8. Gunakan Alat Injeksi Sekali Pakai Salah satu keprihatinan global terbesar adalah penyebaran HIV, HBV, dan HCV yang diakibatkan oleh pakai ulang (reuce) dari jarum suntik. Rekomendasinya adalah perlunya melarang pakai ulang jarum difasilitas layanan kesehatan, pelatihan periodik para petugas di lembaga-lembaga layanan kesehatan khususnya tentang prinsip-prinsip pengendalian infeksi, edukasi terhadap pasien dan keluarga mereka mengenai penularan infeksi melalui darah dan praktek jarum suntik sekali pakai yang aman. 9. Tingkatkan Kebersihan Tangan (Hand Hygiene) Untuk Pencegahan Infeksi Nosokomial Diperkirakan bahwa pada setiap saat lebih dari 1,4 juta orang di seluruh dunia menderita infeksi yang diperoleh di rumah-rumah sakit. Kebersihan tangan yang efektif adalah ukuran preventif yang primer untuk menghindarkan masalah ini. Rekomendasinya adalah mendorong implementasi penggunaan cairan, seperti alkohol, hand-rubs, dsb. Yang disediakan pada titik-titik pelayanan tersedianya sumber air pada semua kran, pendidikan staf mengenai teknik kebersihan tangan yang benar mengingatkan penggunaan tangan bersih ditempat kerja dan pengukuran kepatuhan penerapan kebersihan tangan melalui pemantauan atau observasi dan tehnik yang lain (Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit, 2007). B. Pengorganisasian 1. Definisi Pengorganisasian Pengorganisasian merupakan pengelompokan yang terdiri dari beberapa aktifitas dengan sasaran untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan masingmasing kelompoknya untuk melakukan koordinasi yang tepat dengan unit lain secara horizontal dan vertikal untuk mencapai tujuan organisasi sebagai organisasi yang komplek, maka pelayanan keperawatan harus mengorganisasikan aktivitasnya melalui kelompok-kelompok sehingga tujuan pelayanan keperawatan akan tercapai (Rika, 2009). 18 Pengorganisasian adalah proses pengelompokan kegiatan terhadap tugas, wewenang, tanggung jawab dan koordinasi kegiatan, baik vertikel maupun horizontal yang dilakukan oleh tenaga keperawatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pengorganisasian meliputi proses memutuskan tingkat organisasi yang diperlukan untuk obyektif divisi keperawatan, departemen, pelayanan atau unit. Setiap unit harus melalui tipe pekerjaan, yang langsung dilakukan terhadap klien, macam perawat sesuai dengan pekerjaan, serta jumlah pengelola atau supervisi yang diperlukan (Asmuji, 2012). Proses pengorganisasian dapat dirinci sebagai berikut : 1. Memahami tujuan 2. Menetapkan tugas pokok dan merinci kegiatan 3. Mengelompokkan tugas / jabatan 4. Menyusun struktur organisasi dan departementasi 5. Menyusun otoritas organisasi 6. Mengisi jabatan / staffing 7. Fasilitating (Asmuji, 2012). 2. Fungsi pengorganisasian Fungsi pengorganisasian merupakan proses mencapai tujuan dengan koordinasi kegiatan dan usaha, melalui penataan pola struktur, tugas otoritas, tenaga kerja dan komunikasi. Pengorganisasian adalah langkah untuk menetapkan, menggolongkan dan mengatur berbagai kegiatan menetapkan tugas-tugas pokok dan wewenang, dan pendelegasian wewenang oleh pimpinan kepada staf dalam rangka mencapai tujuan organisasi (Rika, 2009). Fungsi pengorganisasian merupakan alat untuk memandukan dan mengatur semua kegiatan yang ada kaitannya dengan personel, financial, material dan tata cara untuk mencapai tujuan organisasi yang telah disepakati bersama. Berdasarkan penjelasan tersebut, organisasi juga dapat dipandang sebagai wadah kerja sama sekelompok orang yang bersifat statis (Roymond, 2013). 19 Dengan mengembangkan fungsi pengorganisasian, manajer keperawatan dapat mengetahui : 1. Pembagian tugas untuk perorangan dan kelompok. Tugas pokok staf dan prosedur kerja merupakan dokumen dari fungsi pengorganisasian, digunakan sebagai panduan kinerja staf keperawatan. 2. Hubungan organisator antarmanusia yang menjadi anggota atau staf organisasi. Hubungan ini akan terlihat pada struktur organisasi. 3. Pendelegasian wewenang. Manajer atau pimpinan organisasi dapat melimpahkan wewenang kepada staf sesuai dengan tugas- tugas pokok yang diberikan kepada mereka. 4. Pemanfaatan staf dan fasilitas fisik yang dimiliki organisasi. Tugas staf dan pemanfaatan fasilitas fisik harus diatur dan diarahkan semaksimal mungkin untuk membantu staf, baik secara individu maupun kelompok, mencapai tujuan organisasi (Triwibowo, 2009). Dalam pembagian tugas, harus diperhatikan adanya keseimbangan antara wewenang dan tanggung jawab staf. Wewenang yang terlalu besar dapat mendorong terjadinya korupsi jika pengawasannya lemah. Sebaliknya, tanggung jawab yang terlalu besar dapat mengakibatkan staf sangat berhatihati dan sering ragu- ragu dalam melaksanakan tugasnya sehingga menghambat produktivitas mereka. Dengan pembagian tugas dan pendelegasian wewenang, dapat diketahui hubungan organisator antara satu staf dan staf lainnya dalam suatu organisasi (Suyanto, 2009). 3. Fungsi Pengorganisasian Kepala Ruangan Pengorganisasian adalah pengelompokan aktivitas-aktivitas untuk tujuan mencapai objektif, penugasan suatu kelompok manajer dengan autoritas pengawasan setiap kelompok dan menentukan cara dari pengorganisasian aktivitas yang tepat dengan unit lain, baik secara vertikal maupun horizontal, yang bertanggung jawab untuk mencapai tujuan objektif organisasi. Pada tahap pengorganisasian ini hubungan ditetapkan, prosedur diuraikan, perlengkapan 20 disiapkan dan tugas diberikan. Fungsi organisasi harus terlihat pembagian tugas dan tanggung jawab staf yang akan melakukan kegiatan masing-masing. Fungsi pengorganisasian yang dijalankan oleh kepala ruang berkaitan dengan keselamatan, antara lain menentukan staf yang terlibat dalam kegiatan keselamatan pasien, menentukan tugas dan tanggung jawab yang jelas kepada staf dalam kegiatan tersebut (Dewi, 2011). a. Pendelegasian Tugas Pendelegasian adalah pelimpahan wewenang dan tanggung jawab kepada staf untuk bertindak dalam batas-batas tertentu. Dengan pendelegasian, seorang pemimpin dapat mencapai tujuan dan sasaran kelompok melalui usaha orang lain, yang merupakan inti manajemen. Selain itu, dengan pendelegasian seorang pemimpin mempunyai waktu lebih banyak untuk melakukan hal lain yang lebih penting seperti perencanaan dan evaluasi. Pendelegasian juga merupakan alat pengembangan dan latihan manajemen yang bermanfaat.Staf yang memiliki minat terhadap tantangan yang lebih besar dapat menjadi lebih komit dan puas bila diberi kesempatan untuk memegang tugas atau tantangan yang penting. Sebaliknya, kurangnya pendelegasian dapat menghambat insiatif staf (Roymond, 2013). Keuntungan bagi staf dengan melakukan pendelegasian adalah mengembangkan rasa tanggung jawab, meningkatkan pengetahuan dan rasa percaya diri, berkualitas, lebih komit dan puas pada pekerjaan. Selain itu, manfaat pendelegasian untuk kepala bidang keperawatan sendiri adalah mempunyai waktu lebih banyak untuk melakukan hal- hal lain seperti perencanaan dan evaluasi, meningkatkan kedewasaan dan rasa percaya diri, memberi pengaruh dan “power” baik internal maupun eksternal, dapat mencapai pelayanan dan sasaran keperawatan melalui usaha orang lain (Rika, 2009). 21 Walaupun pendelegasian merupakan alat manajemen yang efektif, banyak pimpinan yang gagal mengerjakan pendelegasian ini. Beberapa alasan yang menghambat pelaksanaan pendelegasian diantaranya adalah menyakini pendapat yang salah seperti, “ Jika kamu ingin hal itu dilaksanakan dengan tepat, kerjakanlah sendiri”, kurang percaya diri, takut dianggap malas, takut terhadap persaingan, takut kehilangan kendali, merasa tidak pasti tentang apa dan kapan melakukan pendelegasian, mempunyai defenisi kerja yang tidak jelas, takut tidak disukai oleh staf dianggap melemparkan tugas, menolak untuk mengambil resiko tergantung pada orang lain, kurang kontrol yang memberikan peringatan dini adanya masalah, sehubungan dengan tugas yang didelegasikan, kurang contoh dari pimpinan lain dalam hal mendelegasikan, kurang keyakinan dan kepercayaan terhadap staf merasa staf kurang memiliki keterampilan atau pengetahuan untuk melakukan tugas tersebut (Rika, 2009). Dalam pendelegasian wewenang, masalah terpenting adalah apa tugas dan seberapa besar wewenang yang harus dan dapat dilimpahkan kepada staf. Hal ini bergantung pada : 1. Sifat kegiatan : Untuk kegiatan rutin, delegasi wewenang dapat diberikan lebih besar kepada staf. 2. Kemampuan staf : Tugas yang didelegasikan jangan terlalu ringan atau terlalu berat. 3. Hasil yang diharapkan : Appalebaum dan Rohrs (2002) menyarankan kepada pimpinan untuk tidak mendelegasikan tanggung jawab perencanaan strategi atau mengevaluasi dan mendisiplinkan bawahan baru. Keduanya juga menyarankan pimpinan untuk mendelegasikan tugas yang utuh, bukan mendelegasikan sebagian aspek dari suatu kegiatan (Roymond, 2013). 22 Langkah yang harus ditempuh untuk dapat melakukan pendelegasian yang efektif antara lain : 1. Tetapkan tugas yang akan didelegasikan. 2. Pilihlah orang yang akan diberi delegasi. 3. Berikan uraian tugas yang akan didelegasikan dengan jelas. 4. Uraikan hasil spesifik yang anda harapkan dan kapan anda harapkan hasil tersebut. 5. Jelaskan batas wewenang dan tanggung jawab yang dimiliki staf tersebut. 6. Minta staf tersebut menyimpulkan pokok tugasnya dan cek penerimaan staf tersebut atas tugas yang didelegasikan. b. 7. Tetapkan waktu untuk mengontrol perkembangan. 8. Berikan dukungan 9. Evaluasi hasilnya (Rika, 2009). Koordinasi Kegiatan Koordinasi adalah kelarasan tindakan, usaha, sikap dan penyesuaian antartenaga yang ada di bangsal. Keselarasan ini dapat terjalin antarperawat dengan anggota tim kesehatan lain maupun dengan tenaga dari bagian lain. Koordinasi memiliki manfaat sebagai berikut : 1. Menghindari perasaan lepas antartugas yang ada di bangsal atau bagian dan perasaan lebih penting dari yang lain. 2. Menumbuhkan rasa saling membantu 3. Menimbulkan kesatuan tindakan dan sikap antarstaf. Kepala ruangan sebagai koordinator kegiatan perlu menciptakan kerjasama yang selaras satu sama lain dan saling menunjang, untuk itu harus memperlihatkan prinsip-prinsip organisasi yang telah dijelaskan diatas misalnya kesatuan komando, setiap staf memiliki satu alasan langsung. Rentang kendali tiga sampai tujuh staf untuk satu atasan. Pada metode 23 penugasan tim dalam satu ruangan tidak lebh dari tiga sampai tujuh staf dalam satu tim. Selain itu kepala ruangan perlu mendelegasikan kegiatan dalam pelaksanaan keselamatan pasien kepada ketua tim, kecuali tugas pokok, harus dilakukan kepala ruang. Selain itu, kepala ruangan harus mendelegasikan kepada orang yang tepat, mendengarkan saran orang yang didelegasikan dan penerima delegasi harus bertanggung gugat (Parmin, 2010). Kepala ruangan membagi kegiatan untuk menciptakan suasana kerja yang baik. Dalam melaksanakan tugas, kepala ruangan harus memilih orang tepat dan bertanggung jawab dengan cara komunikasi terbuka, dialog, pertemuan atau rapat, pencatatan dan pelaporan, pembakuan formulir yang berlaku (Roymond, 2013). c. Manajemen Waktu Musuh terbesar dalam karier seorang manusia adalah waktu. Waktu yang telah terlewat dengan sia- sia atau percuma, tidak dapat kembali begitu saja dan tidak dapat dibeli dengan uang. Oleh karena itu, manfaatkan waktu sebaik- baiknya dalam bekerja dan berkarya. Ingatlah pepatah lama, “Times is money” sehingga dalam berkarier diperlukan manajemen waktu yang baik dengan tolak ukur produktivits, efektivitas dan efesiensi (Rika, 2009). Terdapat tujuh prinsip manajemen waktu yang kreaktif yakni selalu aktif (bukan reaktif), tentukan sasaran, tentukan prioritas dalam bertindak, pertahankan focus, ciptakan tenggat waktu yang realitis, dan lakukan sekarang juga (Do it now), D: Devide (bagi- bagilah tugas), O: Organize (atur bagaimana melaksanakannya), I: Ignore (abaikan gangguan), T: Take (ambil kesempatan), N: Now (sekarang harus dijalankan), O : Opportunity (ambil kesempatan), W: Watch out (waspada dengan waktu). Waktu 24 adalah sesuatu paling bernilai yang dapat dihabiskan manusia (Roymond, 2013). Manajemen waktu yang dapat dilakukan perawat adalah : 1. Mengatur jadwal kerja (perawat yang bekerja secara freelance harus lebih kuat usahanya) 2. Disiplin dengan jadwal kerja tersebut. 3. Memompa, memotivasi perawat, selalu bersemangat dalam menjalankan segala sesuatu. 4. Walaupun dikejar deadline, namun “isi otak” harus tetap relaks. 5. Jangan panik, harus tetap tenang dan fokus untuk dapat selalu terarah apa target yang akan dicapai. 6. Berusahalah sebaik mungkin, jangan menyerah samapi dengan saatsaat akhir. Pepatah mengatakan “Do the best but not prepare for the worst”. Hal ini berarti perawat harus siap dengan segala kemungkinan, namun keberhasilan akan lebih mudah diterima dibanding kegagalan. Bersikap optimis, setelah berusaha sekuat tenaga perawat, serahlah atas apa pun hasil yang terjadi (Roymond, 2013). C. Kerangka Konsep Berdasarkan tujuan penelitian, maka dapat digambarkan kerangka konsep sebagai berikut : Skema 2.1 Kerangka Konsep Variabel Dependen Fungsi Pengorganisasian Kepala Ruangan Variabel Independen Pelaksanaan Patient Safety 25 D. Hipotesa Penelitian Ada Pengaruh Fungsi Pengorganisasian Kepala Ruangan Terhadap Pelaksanaan Patient Safety Diruang Instalasi Rindu A RSUP. H. Adam Malik Medan Tahun 2014