BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skizofrenia adalah gangguan jiwa yang sering dijumpai dan termasuk gangguan jiwa yang paling menimbulkan kerusakan dalam psikiatri. Skizofrenia juga merupakan salah satu dari 10 penyebab disabilitas pada populasi berusia antara 15-44 tahun (WHO, 2001). Pada pasien dengan skizofrenia, merokok merupakan masalah yang sulit diatasi. Merokok juga merupakan masalah kesehatan yang telah dilaporkan dalam berbagai penelitian sebagai faktor resiko bagi timbulnya berbagai gangguan medis lainnya, seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker paru-paru, kanker rongga mulut, kanker laring, kanker esophagus, bronchitis, hipertensi, impotensi, impotensi, serta gangguan kehamilan dan janin. Indonesia masuk dalam 10 negara dengan jumlah perokok terbesar di dunia dan menempati peringkat ketiga dengan jumlah perokok 65 juta orang (Saragih, 2011; WHO, 2008). Kebiasaan merokok pada pasien skizofrenia menjadikan tingginya angka komorbiditas pada golongan pasien ini. Merokok berhubungan erat dengan disabilitas dan penurunan kualitas hidup. Merokok juga mempunyai hubungan timbal balik yang unik dengan gangguan mental. Merokok dapat menenangkan pasien-pasien dengan gangguan jiwa, namun sebaliknya merokok juga bisa menginduksi timbulnya gangguan jiwa. Schmitz et. al. (2003) dalam penelitiannya yang melibatkan 4.181 responden menyimpulkan bahwa responden yang mengalami ketergantungan nikotin memiliki kualitas hidup yang lebih buruk dan hampir separuh dari para responden yang merokok memiliki setidaknya satu gangguan jiwa. Compton et. al. (2009) juga menyatakan adanya hubungan penggunaan ganja dan tembakau dengan peningkatan resiko timbulnya gejala psikotik. Pasien gangguan jiwa mempunyai kecenderungan merokok, terutama pada pasien dengan skizofrenia (Denny, 2011; De Leon et. al., 1995; Stahl, 2008). Hal sama juga dilaporkan oleh Taminga (2006) dimana tingkat merokok di populasi umum menurun, namun prevalensinya pada penderita gangguan mental tetap tinggi, terutama pada pasien dengan skizofrenia. Hiperlipidemia merupakan masalah metabolik yang sering dijumpai pada pasien skizofrenia dan angka kematian akibat penyakit kardiovaskular pada pasien skizofrenia hampir dua kali populasi normal. Terapi dengan antipsikotik, baik antipsikotik tipikal maupun atipikal, meningkatkan resiko terjadinya hiperlipidemia pada pasien skizofrenia (Lindenmayer et. al., 2003; Casey, 2005; Olfson et. al., 2006). Mekanisme timbulnya gangguan metabolik diperkirakan merupakan akibat sedasi dan penurunan aktivitas, terutama akibat blokade reseptor histamin H1 dan serotonin 5-HT2C pada sistem saraf pusat, namun mekanisme pastinya masih belum bisa dijelaskan. Namun beberapa antipsikotik (clozapine, olanzapine, quetiapine, dan phenotiazine) juga bisa menyebabkan hiperlipidemia secara langsung, muncul dengan cepat, dan menghilang dengan cepat setelah obat dihentikan (Casey., 2005; Gardner et. al., 2005). Namun 2 gangguan metabolik dilaporkan juga sering ditemukan pasien yang tidak atau belum mendapatkan terapi antipsikotik atau pada pasien psikotik episode pertama (Casey, 2005; Ruzanna et. al., 2012) dan terapi dengan antipsikotik bisa meningkatkan resiko ini. Merokok bisa menimbulkan perubahan profil lipid (Jeeyar et. al., 2011) sehingga perokok dilaporkan mengalami peningkatan kadar kolesterol total, trigliserida, dan LDL (Bruckert et. al., 1992; Yan Ling et. al, 2012). Devi dan Murugam (2009) dalam penelitiannya menemukan bahwa penderita skizofrenia mempunyai kadar kolesterol total dan trigliserida yang lebih tinggi dari kontrol. Akumulasi lemak pada penderita skizofrenia, terutama akibat penggunaan antipsikotik, berakibat pada peningkatan pelepasan asam lemak bebas di hepar. Meningkatnya asam lemak bebas ini akan mengakselerasi sintesis trigliserida di hepar dan meningkatkan kadar trigliserida dalam darah. Merokok juga bisa menginduksi aktivitas enzim CYP450 yang selanjutnya akan meningkatkan laju metabolisme obat-obat seperti olanzapine, clozapine, dan zotepine sehingga dosisnya perlu ditingkatkan (Stahl, 2008) yang pada akhirnya memperburuk hiperlipidemia akibat penggunaan antipsikotik ini. Peningkatan dosis antipsikotik akan meningkatkan resiko akumulasi lemak, yang pada akhirnya meningkat resiko peningkatan kadar trigliserida dalam darah (Devi dan Muragam, 2009). 3 B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, merokok merupakan faktor resiko yang bisa menimbulkan dislipidemia atau memperberat kejadian dislipidemia akibat pengobatan antipsikotik pada pasien dengan skizofrenia. Permasalahan dalam penelitian ini adalah berapa besar bobot pengaruh merokok terhadap kadar trigliserida pada pasien skizofrenia. C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah mengetahui bobot pengaruh merokok terhadap kadar trigliserida pada pasien skizofrenia. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat para profesional kesehatan khususnya Ilmu Kesehatan Jiwa mengenai bobot pengaruh merokok terhadap gangguan profil lipid pada pasien skizofrenia. 2. Manfaat praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada penderita skizofrenia, orang tua dan keluarga sehingga dapat mengoptimalkan penatalaksanaan secara komprehensif 4 E. Keaslian Penelitian 1. Penelitian oleh McCreadie (2003), dengan judul Diet, smoking and cardiovascular risk in people with schizophrenia, a descriptive study. Dia meneliti tentang pola gaya hidup pasien dengan skizofrenia dalam hal pola makan, kebiasaan merokok, berat badan dan olah raga terhadap resiko penyakit jantung koroner. Persamaan dengan penelitian kami adalah peneliti memasukkan parameter kebiasaan merokok. Perbedaan dengan penelitian ini adalah bahwa dalam penelitian kami yang diperiksa adalah kadar lipid dalam serum dan kami tidak meneliti mengenai resiko terjadinya penyakit jantung koroner. 2. Penelitian oleh Gurpegui et. al. (2005), dengan judul Smoking initiation and schizophrenia: a replication study in a Spanish sample. Mereka meneliti tentang inisiasi merokok pada pasien skizofrenia. Persamaan penelitian dengan penelitian kami adalah populasi penelitiannya adalah pasien skizofrenia yang merokok. Perbedaannya adalah bahwa dalam penelitian mereka, hanya diperiksa mengenai inisiasi kebiasaan merokok dan dihubungkan dengan insidensi skizofrenia, sementara dalam penelitian kami kebiasaan merokok dihubungkan dengan gangguan profil lipid. 3. Penelitian oleh Yan Ling et.al. (2012), dengan judul Cigarrette smoking and its association with serum lipid/lipoprotein among Chinese nonagenarians/ centenarians. Mereka meneliti hubungan antara kebiasaan merokok dan kadar lipid dalam serum. Persamaan penelitian ini dengan penelitian kami adalah tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui 5 hubungan merokok dengan kadar lipid. Perbedaannya adalah populasi penelitian yang mereka gunakan adalah populasi normal yang merokok, sementara dalam penelitian kami populasinya adalah penderita skizofrenia. 4. Penelitian oleh Devi dan Murugam (2009) dengan judul Metabolic disturbances in schizophrenia patients with positive, negative, and cognitive symptoms. Mereka melakukan penelitian untuk memeriksa status kolesterol, trigliserida, dan glukosa darah pasien skizofrenia dengan gejala positif, gejala negatif, dan gejala kognitif. Persamaan penelitian ini dengan penelitian kami adalah tujuan penelitian yang berusaha memeriksa status sindrom metabolik pada pasien skizofrenia. Perbedaannya adalah mereka tidak secara spesifik meneliti pengaruh merokok, sementara dalam penelitian kami, merokok merupakan salah satu variabel yang diukur. 6