BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Tinjauan Hasil

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Kajian Teoritis
2.1.1 Tinjauan Hasil Belajar
Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai pengertian-pengertian, sikapsikap, aperesiasi dan keterampilan. Merujuk pemikiran Gagne, hasil belajar berupa:
1. Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa,
baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespons secara spesifik terhadap
rangsanagn spesifik. Kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi simbol,
pemecahan masalah maupun penerapan aturan.
2. Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang.
Keterampilan intelektual terdiri dari kemampuan mengkategorisasi, kemampuan
analitis-sitesis
fakta-konsep
dan
mengembangkan
prinsip-prinsip
keilmuan.
Keterampilan intelektual merupakan kemampuan melakukan aktifitas kognitif bersifat
khas.
3. Strategi kognitif
yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktifitas
kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam
memecahkan masalah.
4. Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam
urusan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.
5. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian
terhadap objek tersebut. Sikap berupa menginternalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai.
Sikap merupakan menjadikan nilai-nilai sebagai standar perilaku.
Menurut Bloom, hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Domain kognitif adalah knowledge (pengetahuan atau ingatan), comprehension
(pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh), application (menerapkan), analysis
(mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru), dan evaluation (menilai).
Domain efektif adalah receiving (sikap menerima), responding (memberikan respons),
valuing
(nilai),
organization
(organisasi),
characterization
(karakterisasi).
Domain
psikomotor meliputi initiatory, pre-routine, dan rountinized. Psikomotor juga mencakup
keterampilan produktif teknik fisik, sosial, manajerial, dan intelektual. Sementara, menurut
Lindgren hasil pembelajaran meliputi kecakapan, informasi, pengertian dan sikap (Suprijono,
2009: 5).
Dengan demikian hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan
hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja. Artinya, hasil pembelajaran yang
dikategorisai oleh para pakar pendidikan sebagaimana tersebut di atas tidak dilihat secara
fragmentaris atau terpisah, melainkan komprehensif.
2.1.2 Pengertian Metode Eksperimen
Dalam proses belajar mengajar di sekolah khususnya dan lembaga-lembaga pendidikan
umumnya terdapat banyak sekali metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran baik
pelajaran fisika maupun pelajaran lainnya, sehingga tujuan pembelajaran yang ditetapkan
dapat tercapai.
Menurut Joseph (2001:58) metode eksperimen adalah cara penyajian bahan pelajaran
dimana siswa melakukan eksperimen (percobaan) dengan mengalami dan membuktikan
sendiri sesuatu yang dipelajari. Dalam proses belajar mengajar dengan metode eksperimen,
siswa diberi pengalaman untuk mengalami sendiri tentang suatu objek, menganalisis,
membuktikan, dan menarik kesimpulan tentang suatu objek keadaan. Dengan demikian siswa
dituntut untuk mengalami sendiri, mencari suatu kebenaran, mencari suatu data baru yang
diperlukannya, mengolah sendiri, membuktikan suatu definisi atau hukum dan menarik
kesimpulan atas proses yang dialaminya itu.
Menurut Palendeng (2003:81) metode eksperimen adalah metode yang sesuai
untuk pembelajaran sains, karena metode eksprimen mampu memberikan kondisi belajar
yang dapat mengembangkan kemampuan berfikir dan kreativitas secara optimal. Siswa diberi
kesempatan untuk menyusun sendiri konsep-konsep dalam struktur kognitifnya, selanjutnya
dapat diaplikasikan dalam kehidupannya. Pendapat lain dikemukakan oleh Ambarjaya (2012:
106) metode eksperimen (percobaan) adalah cara penyajian pelajaran yang menitikberatkan
siswa untuk melakukan percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu yang
dipelajari . dalam kegiatan pembelajaran yang menggunakan metode eksperimen, siswa
diberikan kesempatan untuk mengalami sendiri atau melakukan sendiri, mengikuti proses,
mengamati objek, menganalisis, membuktikan, dan menarik kesimpulan tentang suatu
masalah terkait materi yang diberikan. Dalam metode ini peran guru sangat penting,
khususnya dalam ketelitian dan kecermatan sehingga tidak terjadi kekeliruan dan kesalahan
memaknai kegiatan eksperimen dalam kegiatan pembelajaran.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa metode eksperimen (percobaan) adalah
cara penyajian pelajaran dimana siswa melakukan percobaan dengan mengalami dan
membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari dan metode eksperimen tidak hanya bisa
dilakukan di dalam laboratorium tetapi juga bisa dilakukan di lingkumgan sekitarnya.
Agar penggunaan teknik eksperimen ini efisien dan efektif, perlu pelaksana
memperhatikan hal-hal berikut ini:
a. Dalam eksperimen setiap siswa harus mengadakan percobaan maka jumlah alat
dan bahan atau materi percobaan harus cukup bagi siswa.
b. Agar eksperimen itu tidak gagal dan siswa menemukan bukti yang meyakinkan,
atau munkin hasilnya tidak membahayakan, maka kondisi alat dan bahan
percobaan yang digunakan harus baik dan bersih.
c. Kemudian dalam eksperimen siswa perlu teliti dan konsentrasi dalam mengamati
proses percobaan, maka perlu adanya waktu yang cukup lama, sehingga mereka
menemukan pembuktian kebenaran dari teori yang dipelajari itu.
d. Siswa dalam eksperimen sedang belajar dan berlatih, maka perlu diberi petunjuk
yang jelas sebab mereka disamping memperoleh pengetahuan, pengalaman serta
keterampilan, juga kematangan jiwa dan sikap perlu diperhitungkan oleh guru
dalam memilih objek eksperimen itu.
e. Perlu dimengerti juga bahwa tidak semua masalah bisa dieksperimenkan, seperti
masalah mengenai kejiwaan, beberapa segi kehidupan social dan keyakinan
manusia. Kemunkinan lain karena terbatasnya suatu alat, sehingga masalah itu
tidak bisa diadakan percobaan karena alatnya belum ada.
Bila siswa mengadakan eksperimen perlu memperhatikan prosedur berikut:
a. Perlu dijelaskan kepada siswa tentang tujuan eksperimen, mereka harus memahami
masalah yang akan dibuktikan melalui eksperimen.
b. Kepada siswa perlu diterangkan pula tentang:
-
Alat-alat serta bahan-bahan yang akan digunakan dalam percobaan.
-
Agar tidak mengalami kegagalan siswa perlu mengetahui variable-variabel yang
harus dikontrol dengan ketat.
-
Urutan yang akn ditempuh sewaktu eksperimen berlangsung.
-
Seluruh proses atau hal-hal penting saja yang akan dicatat.
-
Perlu menetapkan bentuk catatan atau laporan berupa uraian, perhitungan, grafik,
dan sebagainya.
c. Selama eksperimen berlangsung, guru harus harus mengawasi pekerjaan siswa. Bila
perlu memberi saran atau pertanyaan yang menunjang kesempurnaan jalannya
eksperimen.
d. Setelah eksperimen selesai guru harus mengumpulkan hasil penelitian, siswa
mendiskusikannya dan mengevaluasi dengan tes atau sekedar tanya jawab (Roestiyah,
2012: 81).
2.1.3 Keunggulan dan Kekurangan dari Metode Eksperimen
Setiap metode yang digunakan dalam pembelajaran memiliki kelebihan dan
kekurangan demikian pula halnya dengan metode eksperimen. Menurut Ambarjaya
(2012:106) menyebutkan beberapa kelebihan dari metode eksperimen, yaitu:
a. Metode ini dapat membuat siswa lebih percaya atas kebenaran dan kesimpulan
berdasarkan percobaannya sendiri daripada hanya menerima perkataan guru atau buku
saja.
b. Dapat mengembangkan sikap untuk studi ekploratis tentang sains dan teknologi, suatu
sikap dari seorang ilmuwan.
c. Metode ini didukung atas asas-asas ditaktik modern.
Menurut Djamarah (2002:95) kelebihan metode eksperimen terdiri dari:
1. Membuat siswa lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan
percobaannya.
2. Dalam membina siswa untuk membuat terobosan-terobosan baru dengan penemuan
dari hasil percobaannya dan bermanfaat bagi kehidupan manusia.
3. Hasil-hasil percobaan yang berharga dapat dimanfaatkan untuk kemakmuran umat
manusia.
Pendapat lain dikemukakan oleh Roestiyah (2012:82) yaitu:
a. Dengan eksperimen siswa terlatih mengadakan metode ilmiah dalam mengahadapi
segala masalah, sehingga tidak mudah percaya pada sesuatu yang belum pasti
kebenarannya, dan tidak mudah pula percaya kata orang sebelum ia membuktikan
kebenarannya.
b. Mereka lebih aktif dan berbuat sesuai dengan proses pembelajaran modern yang lebih
aktif namun sesuai dengan bimbingan guru.
c. Siswa dalam melaksanakan proses eksperimen di samping memperoleh ilmu
pengetahuan juga menemukan pengalaman praktis serta keterampilan dalam
menggunakan alat-alat percobaan.
d. Dengan eksperiemen siswa membuktikan sendiri kebenaran suatu teori sehingga akan
mengubah sikap mereka tang takhayul terhadap peristiwa-peristiwa yang tidak sesuai
dengan logika.
Berdasarkan pendapat di atas mengenai kelebihan metode eksperimen dapat
disimpulkan bahwa siswa juga terlatih dalam cara berfikir yang ilmiah. Dengan metode
eksperimen siswa menemukan bukti kebenaran dari teori sesuatu yang sedang dipelajarinya.
Sementara itu metode eksperimen juga memiliki kekurangan seperti yang
dikemukakan Ambarjaya (2012: 107), yaitu:
a. Metode ini lebih sesuai dengan bidang sains dan teknologi.
b. Metode ini memerlukan berbagai bidang fasilitas peralatan dan bahan yang tidak
selalu mudah diperoleh dan mahal.
c. Metode ini menuntut ketelitian, keuletan, dan ketabahan.
d. Setiap percobaan tidak selalu memberikan hasil yang diharapkan karena mungkin ada
faktor-faktor tertentu yang berada diluar jangkauan kemampuan dan pengendailan.
Roestiyah (2001:81) mengemukakan kekurangan metode eksperimen adalah:
1. Tidak cukupnya alat-alat mengakibatkan tidak setiap anak didik berkesempatan
mengadakan ekperimen.
2. Jika eksperimen memerlukan jangka waktu yang lama, anak didik harus menanti
untuk melanjutkan pelajaran.
3. Metode ini lebih sesuai untuk menyajikan bidang-bidang ilmu dan teknologi.
Pendapat lain dikemukakan oleh Djamarah (2002:95) yaitu:
1. Metode ini lebih sesuai dengan bidang-bidang sains dan teknologi
2. Metode ini memerlukan berbagai fasilitas peralatan dan bahan yang tidak selalu
mudah diperoleh dan mahal.
3. Metode ini menuntut ketelitian, keuletan dan ketabahan.
4. Setiap percobaan tidak selalu memberikan hasil yang diharapkan karena mungkin ada
faktor-faktor tertentu yang berada di luar jangkauan kemampuan atau pengendalian.
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa sebaiknya metode eksperimen
ini diterapkan pada pelajaran atau materi-materi yang belum diterangkan oleh metode lain,
sehingga metode eksperimen ini terasa benar fungsinya bagi siswa
Ada beberapa cara untuk mengatasi kelemahan-kelemahan dari metode eksperimen:
1. Hendaknya guru menerangkan sejelas-jelasnya tentang hasil yang ingin dicapai
sehingga ia mengetahui pertanyaan-pertanyaan yang perlu dijawab dengan
eksperimen.
2. Hendaknya guru membicarakan bersama-sama dengan siswa tentang langkah yang
dianggap baik untuk memecahkan masalah dalam eksperimen, serta bahan-bahan
yang diperlukan, variabel yang perlu dikontrol dan hal-hal yang perlu dicatat.
3. Bila perlu, guru menolong siswa untuk memperoleh bahan-bahan yang diperlukan.
4. Guru perlu merangsang agar setelah eksperimen berakhir, ia membanding-bandingkan
hasilnya dengan eksperimen orang lain dan mendiskusikannya bila ada perbedaanperbedaan atau kekeliruan (Sagala, 2005:221).
2.2 Tinjauan Materi Suhu dan Kalor
A. Suhu (Termometer)
Dalam kehidupan sehari-hari, suhu merupakan ukuran mengenai panas atau dinginnya
suatu zat atau benda. Oven yang panas dikatakan bersuhu tinggi, sedangkan es yang
membeku dikatakan memiliki suhu rendah. Suhu dapat mengubah sifat zat, contohnya
sebagian besar zat akan memuai ketika dipanaskan. Sebatang besi lebih panjang ketika
dipanaskan daripada dalam keadaan dingin. Jalan dan trotoar beton memuai dan menyusut
terhadap perubahan suhu. Hambatan listrik dan materi zat juga berubah terhadap suhu.
Demikian juga warna yang dipancarkan benda, paling tidak pada suhu tinggi.
Alat yang dirancang untuk mengukur suhu suatu zat disebut termometer.
Ada
beberapa jenis termometer, yang prinsip kerjanya bergantung pada beberapa sifat materi yang
berubah terhadap suhu. Sebagian besar termometer umumnya bergantung pada pemuaian
materi terhadap naiknya suhu. Ide pertama penggunaan termometer adalah oleh Galileo, yang
menggunakan pemuaian gas. Untuk mengukur suhu secara kuantitatif, perlu didefinisikan
semacam skala numerik. Skala yang paling banyak dipakai sekarang adalah skala Celsius,
kadang disebut skala Centigrade. Di Amerika Serikat, skala Fahrenheit juga umum
digunakan. Skala yang paling penting dalam sains adalah skala absolut atau Kelvin. Satu cara
untuk mendefinisikan skala suhu adalah dengan memberikan nilai sembarang untuk dua suhu
yang bisa langsung dihasilkan. Untuk skala Celsius dan Fahrenheit, kedua titik tetap ini
dipilih sebagai titik beku dan titik didih dari air, keduanya diambil pada tekanan atmosfer.
Titik beku zat didefinisikan sebagai suhu di mana fase padat dan cair ada bersama dalam
kesetimbangan, yaitu tanpa adanya zat cair total yang berubah menjadi padat atau sebaliknya.
Secara eksperimen, hal ini hanya terjadi padan suhu tertentu, untuk tekanan tertentu. Dengan
cara yang sama, titik didih didefinisikan sebagai suhu di mana zat cair dan gas ada bersama
dalam kesetimbangan. Karena titik-titik ini berubah terhadap tekanan, tekanan harus
ditentukan (biasanya sebesar 1 atm).
Perbandingan beberapa skala termometer adalah sebagai berikut:
TC: (TF – 32): TR = 5 : 9 : 4
Konversi antara skala Celsius dan skala Fahrenheit dapat dituliskan:
TC =
(TF – 32) atau TF =
TC + 32
Konversi antara skala Celsius dan skala Reamur dapat dituliskan:
TC =
TR atau TR =
TC
Konversi antara skala Fahrenheit dan skala Reamur dapat dituliskan:
TR =
(TF – 32) atau TF =
TR + 32
B. Pemuaian
Pemuaian adalah bertambah besarnya ukuran suatu benda karena kenaikan suhu yang
terjadi pada benda tersebut. Kenaikan suhu yang terjadi menyebabkan benda itu mendapat
tambahan energi berupa kalor yang menyebabkan molekul-molekul pada benda tersebut
bergerak lebih cepat. Setiap zat mempunyai kemampuan memuai yang berbeda-beda.
1. Pemuaian zat panjang
a. Muai panjang
Panjang benda ketika dipanaskan dapat dituliskan
sebagai berikut:
L = L0 (1+α.T)
Dengan:
L = panjang benda saat dipanaskan (m)
L0 = panjang benda mula-mula (m)
α = koefisien muai linier/panjang (/oC)
ΔT = perubahan suhu (oC)
Jika perubahan suhu ΔT = T – T0 bernilai negatif, maka ΔL = L – L0 juga negatif,
berarti panjang benda memendek (menyusut).
b. Muai luas
Pada saat dipanaskan, setiap sisi benda memuai sebesar ΔL. Hal ini berarti akan
membentuk bujur sangkar baru dengan sisi (L0 + ΔL). Dengan demikian, luas benda saat
dipanaskan adalah:
A = (L0 + ΔL) 2 = L02 + 2L0 ΔL + (ΔL) 2
Karena ΔL cukup kecil, maka nilai (ΔL) 2 mendekati nol sehingga dapat diabaikan.
Dengan anggapan ini diperoleh luas benda saat dipanaskan seperti berikut ini.
A = L02 + 2L0. ΔL
A = A02 + 2L0. α. L0. ΔT
A = A0 + 2 α. A0. ΔT
A = A0 +  .A0. ΔT
A = A0 (1 +  . ΔT)
Dengan:
A = luas benda saat dipanaskan (m2)
A0 = luas benda mula-mula (m2)
 = 2 α = koefisien muai luas (/oC)
Dari persamaan diatas didapatkan perubahan luas akibat pemuaian, yaitu:
ΔA =  .A0. ΔT
Jika perubahan suhu ΔT = T – T0 bernilai negatif, maka ΔA = A – A0 juga negatif,
berarti luas benda menyusut.
c. Muai Volume
Apabila suatu benda berbentuk volume atau padatan, misalnya kubus dengan sisi L0
dipanaskan hingga suhunya naik sebesar ΔT , maka kubus tersebut akan memuai pada setiap
sisinya. Volume benda mula-mula adalah: V0 = V0 3... Pada saat dipanaskan, setiap sisi benda
(kubus) memuai sebesar ΔL . Hal ini berarti akan membentuk kubus baru dengan sisi (L0+
ΔL). Dengan demikian volume benda saat dipanaskan adalah:
A = (L0 + ΔL) 3 = L03 + 3L0.2 ΔL + 3L0 (ΔL) 2 + (ΔL) 3
Karena ΔL cukup kecil, maka nilai (ΔL) 2 dan (ΔL) 3 mendekati nol sehingga dapat
diabaikan. Dengan anggapan ini diperoleh volume benda saat dipanaskan sebagai berikut:
V = L03 + 3L02. ΔL
V = V0 + 3L0 2. α .L0. ΔT
V = V0 + 3 α .V0. ΔT
V = V0 + γ .V0. ΔT
V = V0 (1 + γ. ΔT)
Dengan:
V = volume benda saat dipanaskan (m3)
V0 = volume benda mula-mula (m3)
γ = 3 α = koefisien muai volume (/oC)
ΔT = perubahan suhu (oC)
Dari persamaan di atas didapatkan perubahan volume akibat pemuaian, yaitu:
ΔV = γ .V0.ΔT
Jika perubahan suhu ΔT = T – T0 bernilai negatif, maka ΔV = V – V0 juga negatif,
berarti volume benda menyusut.
2. Pemuaian Zat Cair
Seperti halnya zat padat, zat cair akan memuai volumenya jika dipanaskan. Sebagai
contoh, ketika kita memanaskan panci yang berisi penuh dengan air, apa yang akan terjadi
pada air di dalam panci tersebut? Pada suhu yang sangat tinggi, sebagian dari air tersebut
akan tumpah. Hal ini berarti volume air di dalam panci tersebut memuai atau volumenya
bertambah. Sifat pemuaian air yang tidak teratur ini disebut anomali air. Perilaku yang tidak
biasa dari air di bawah 4 oC, menyebabkan jarang terjadi sebuah benda yang besar membeku
seluruhnya, dan hal ini dibantu oleh lapisan es di permukaan, yang berfungsi sebagai isolator
untuk memperkecil aliran panas ke luar dari air ke udara dingin di atasnya. Tanpa adanya
sifat yang aneh tapi istimewa dari air ini, kehidupan di planet kita mungkin tidak bisa
berlangsung.
Air tidak hanya memuai pada waktu mendingin dari 4 oC sampai 0 oC, air juga
memuai lebih banyak lagi saat membeku menjadi es. Hal inilah yang menyebabkan es batu
terapung di air dan pipa pecah ketika air di dalamnya membeku
3. Pemuaian Gas
Hukum-hukum gas dari Boyle, Charles, dan Gay Lussac didapatkan dengan bantuan
teknik yang sangat berguna di dalam sains, yaitu menjaga satu atau lebih variabel tetap
konstan untuk melihat akibat dari perubahan satu variabel saja. Hukum-hukum ini dapat
digabungkan menjadi satu hubungan yang lebih umum antara tekanan, volume, dan suhu dari
gas dengan jumlah tertentu:
Persamaan Gas Ideal (Hukum Boyle-Gas Lussac)
PV
Hubungan ini menunjukkan bahwa besaran P, V, atau T akan berubah ketika yang
lainnya diubah. Percobaan yang teliti menunjukkan bahwa pada suhu dan tekanan konstan,
volume V dari sejumlah gas di tempat tertutup berbanding lurus dengan massa m dari gas
tersebut, yang dapat dituliskan:
PV
Perbandingan ini dapat dibuat menjadi persamaan dengan memasukkan konstanta
perbandingan. Penelitian menunjukkan bahwa konstanta ini memiliki nilai yang berbeda
untuk gas yang berbeda. Konstanta pembanding tersebut ternyata sama untuk semua gas, jika
kita menggunakan angka mol. Pada umumnya, jumlah mol, n, pada suatu sampel zat murni
tertentu sama dengan massanya dalam gram dibagi dengan massa molekul yang dinyatakan
sebagai gram per mol.
n (mol =
Perbandingan tersebut dapat dituliskan sebagai suatu persamaan sebagai berikut:
PV = n.R.T
Dengan, n menyatakan jumlah mol dan R adalah konstanta pembanding. R disebut
konstanta gas umum (universal) karena nilainya secara eksperimen ternyata sama untuk
semua gas. Nilai R, pada beberapa satuan adalah sebagai berikut:
R = 8,315 J/ (mol.K), ini merupakan satuan dalam SI
= 0, 0821 (L.atm)/ (mol.K)
= 1, 99 kalori/ (mol.K)
C. Pengaruh Kalor Terhadap Suatu Zat
1. Kalor Dapat Merubah Suhu Benda
Kalor merupakan salah satu bentuk energi, sehingga dapat berpindah dari satu sistem
ke sistem yang lain karena adanya perbedaan suhu. Sebaliknya, setiap ada perbedaan suhu
antara dua sistem maka akan terjadi perpindahan kalor. Sebagai contoh, es yang dimasukkan
ke dalam gelas berisi air panas, maka es akan mencair dan air menjadi dingin. Karena ada
perbedaan suhu antara es dan air maka air panas melepaskan sebagian kalornya sehingga
suhunya turun dan es menerima kalor sehingga suhunya naik (mencair).
2. Kalor Dapat Merubah Wujud Zat
Perubahan wujud zat dapat berubah dari wujud yang satu ke wujud yang lain. Berikut
perubahan wujud yang terjadi pada zat, yaitu:
a. Mencair. Perubahan wujud zat padat menjadi cair disebut mencair. Saat zat mencair
memerlukan energi kalor. Contoh peristiwa mencair, antara lain: es dipanaskan, lilin
dipanaskan dll.
b. Membeku. Perubahan wujud zat cair menjadi padat disebut membeku. Pada saat zat
membeku melepaskan energi kalor. Contoh peristiwa membeku, antara lain: air
didinginkan di bawah 00C, lilin cair didinginkan, dll.
c. Menguap. Perubahan wujud zat cair menjadi gas disebut menguap. Pada saat tersebut
zat memerlukan energi kalor. Contoh, antara lain: minyak wangi, air dipanaskan
sampai mendidih, dll.
d. Mengembun. Perubahan wujud zat gas menjadi cair disebut mengembun. Saat terjadi
pengembunan zat melepaskan energi kalor. Contoh, antara lain: gelas berisi es bagian
luarnya basah, titik air di pagi hari pada tumbuhan, dll.
e. Menyublim. Perubahan wujud zat padat menjadi gas disebut menyublim. Saat
penyubliman zat memerlukan energi kalor. Contoh, antara lain: kapur barus (kamper),
obat hisap, dll.
f. Mengkristal atau menghablur. Perubahan wujud zat gas menjadi padat. Pada saat
pengkristalan zat melepaskan energi kalor. Contoh peristiwa pengkristalan, antara
lain: salju, gas yang didinginkan, dll.
D. Kalor Sebagai Transfer Energi
Kalor mengalir dengan sendirinya dari suatu benda yang suhunya lebih tinggi ke
benda lain dengan suhu yang lebih rendah. Pada abad ke-18 diilustrasikan aliran kalor
sebagai gerakan zat fluida yang disebut kalori. Kalor mempunyai satuan Joule (SI) atau
kalori. Terdapat satuan kalor yang biasa dipakai dalam kehidupan sehari-hari, antara lain
kilokalori, kalori. Satu kalori dapat didefinisikan banyaknya kalor yang diperlukan tiap 1
gram air, sehingga suhunya naik 10C. Sedangkan satu kilokalori didefiniskan banyaknya
kalor yang diperlukan untuk menaikkan 1 kg air, sehingga suhunya naik 10C. Terdapat
kesetaraan antara satuan joule dangan satuan kalori yang biasa dikenal dengan sebutan tara
kalor mekanik.
1 kalori = 4, 2 joule
1 kilokalori = 4.200 joule
1 joule = 0, 24 kalori
1. Kalor Jenis (c) dan Kapasitas Kalor (C)
Pada abad ke-18, sejumlah ilmuwan melakukan percobaan dan menemukan bahwa
besar kalor Q yang diperlukan untuk mengubah suhu suatu zat yang besarnya ΔT sebanding
dengan massa m zat tersebut. Pernyataan tersebut dapat dinyatakan dalam persamaan:
Q = m.c. ΔT
Dengan:
Q = banyaknya kalor yang diperlukan ( J)
m = massa suatu zat yang diberi kalor (kg)
c = kalor jenis zat (J/kgoC)
ΔT = kenaikan/perubahan suhu zat (oC)
Dari persamaan di atas tersebut, c adalah besaran karakteristik dari zat yang disebut
kalor jenis zat. Kalor jenis suatu zat dinyatakan dalam satuan J/kgoC (satuan SI yang sesuai)
atau kkal/kgoC. Untuk air pada suhu 15oC dan tekanan tetap 1 atm cair = 1 kkal/kgoC = 4, 19 ×
103 J/kgoC.
Kapasitas kalor (C) dapat dirumuskan:
C = m.c atau C =
Dari persamaan di atas besarnya kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu suatu
zat adalah:
Q = m.c. ΔT = C. ΔT
Dengan:
Q = banyaknya kalor yang diperlukan (J)
m = massa suatu zat yang diberi kalor (kg)
c = kalor jenis zat (J/kgoC)
ΔT = kenaikan/perubahan suhu zat (oC)
C = kapasitas kalor suatu zat (J/oC)
2. Hukum Kekekalan Energi (Azas Black)
Apabila dua zat atau lebih mempunyai suhu yang berbeda dan terisolasi dalam suatu
sistem, maka kalor akan mengalir dari zat yang suhunya lebih tinggi ke zat yang suhunya
lebih rendah. Dalam hal ini, kekekalan energy memainkan peranan penting. Sejumlah kalor
yang hilang dari zat yang bersuhu tinggi sama dengan kalor yang didapat oleh zat yang
suhunya lebih rendah. Hal tersebut dapat dinyatakan sebagai hukum kekekalan energi kalor,
yang berbunyi:
Kalor yang dilepas = kalor yang diserap
QL
=
QS
Persamaan tersebut berlaku pada pertukaran kalor, yang selanjutnya disebut Asas
Black. Joseph Black mengira bahwa kapasitas panas merupakan jumlah panas yang dapat
ditampung oleh suatu benda. Hal ini merupakan ukuran tentang jumlah tenaga yang
diperlukan untuk menaikkan suhu benda dalam jumlah tertentu.
3. Kalor laten dan perubahan wujud zat
Ketika suatu zat berubah wujud dari padat ke cair, atau dari cair ke gas, sejumlah
energi terlibat pada perubahan wujud zat tersebut. Sebagai contoh, pada tekanan tetap 1 atm
sebuah balok es (massa 5 kg) pada suhu -40 oC diberi kalor dengan kecepatan tetap sampai
semua es berubah menjadi air, kemudian air (wujud cair) dipanaskan sampai suhu 100 oC dan
diubah menjadi uap di atas suhu 100 oC.
Kalor yang diperlukan untuk mengubah 1 kg zat dari padat menjadi cair disebut kalor
lebur, LB. Kalor lebur air dalam SI adalah sebesar 333 kJ/kg (3,33 × 105 J/kg), nilai ini setara
dengan 79,7 kkal/kg. Sementara itu, kalor yang dibutuhkan untuk mengubah suatu zat dari
wujud cair menjadi uap disebut kalor penguapan, dengan simbol LU. Kalor penguapan air
dalam satuan SI adalah 2.260 kJ/kg (2,26 × 106 J/kg), nilai ini sama dengan 539 kkal/kg.
Kalor yang diberikan ke suatu zat untuk peleburan atau penguapan disebut kalor laten. Kalor
lebur dan kalor penguapan suatu zat juga mengacu pada jumlah kalor yang dilepaskan oleh
zat tersebut ketika berubah dari cair ke padat, atau dari gas ke uap air. Dengan demikian, air
mengeluarkan 333 kJ/kg ketika menjadi es, dan mengeluarkan 2.260 kJ/kg ketika berubah
menjadi air. Tentu saja, kalor yang terlibat dalam perubahan wujud tidak hanya bergantung
pada kalor laten, tetapi juga pada massa total zat tersebut, dirumuskan:
Q=m.L
Dengan:
Q = kalor yang diperlukan atau dilepaskan selama perubahan wujud (J)
m = Massa zat (kg)
L = kalor laten (J/kg)
E. Perpindahan Kalor
1. Konduksi (Hantaran)
Konduksi adalah perpindahan kalor melalui suatu zat tanpa disertai perpindahan
partikel-partikel zat tersebut. Bila sebatang logam dipanaskan dengan api di salah satu
ujungnya, panas akan menjalar ke seluruh bagian logam itu Perpindahan energi ini
disebabkan oleh meningkatnya aktivitas atom dalam benda tersebut. Kecepatan hantaran
kalor juga bergantung pada ukuran dan bentuk benda.
=k. A
atau
Suatu zat yang memiliki konduktivitas termal (k) besar, menghantarkan kalor dengan
cepat dan dinamakan konduktor yang baik. Suatu zat yang memiliki konduktivitas termal (k)
kecil, seperti fiberglass, polyurethane, dan bulu merupakan panghantar kalor yang buruk
yang disebut isolator.
2. Konveksi (Aliran)
Konveksi adalah perpindahan kalor pada suatu zat yang disertai perpindahan partikelpartikel zat tersebut.Ketika api mulai membesar, udara di sekitarnya menjadi panas karena
konduksi. Konveksi terjadi karena perbedaan massa jenis zat. Kamu dapat memahami
peristiwa konveksi, antara lain:
1. Pada zat cair karena perbedaan massa jenis zat, misal sistem pemanasan air, sistem
aliran air panas.
2. Pada zat gas karena perbedaan tekanan udara, misal terjadinya angin darat dan angin
laut, sistem ventilasi udara, untuk mendapatkan udara yang lebih dingin dalam
ruangan dipasang AC atau kipas angin, dan cerobong asap pabrik.
3. Radiasi (Pancaran)
Konsep radiasi adalah perpindahan kalor tanpa melalui zat perantara. Kecepatan atau
laju radiasi kalor dari sebuah benda sebanding dengan pangkat empat suhu mutlak (μ
T4) benda tersebut. Sebagai contoh, sebuah benda pada suhu 2.000 K, jika dibandingkan
dengan benda lain pada suhu 1.000 K, akan meradiasikan kalor dengan kecepatan 16 (24)
kali lipat lebih besar. Kecepatan radiasi juga sebanding dengan luas A dari benda yang
memancarkan kalor. Dengan demikian, kecepatan radiasi kalor meninggalkan sumber tiap
selang waktu tertentu
dirumuskan:
Persamaan di atas disebut persamaan Stefan-Boltzmann, dan σ adalah konstanta
universal yang disebut konstanta Stefan-Boltzmann ( σ = 5,67 × 10 -8 W/m2 K4). Faktor e
disebut emisivitas bahan, merupakan bilangan antara 0 sampai 1 yang bergantung pada
karakteristik materi. Permukaan yang sangat hitam, seperti arang mempunyai emisivitas
yang mendekati 1, sedangkan bahan yang permukaannya mengkilat mempunyai e yang
mendekati nol sehingga memancarkan radiasi yang lebih kecil.
Kecepatan total pancaran kalor dari benda ke lingkungan tersebut dirumuskan:
e σ A (T14- T24)
Dengan:
Q = kalor yang dipancarkan benda ( J)
e = emisivitas bahan/benda
σ = konstanta Stefan-Boltzmann (5, 67 10-8 W/m2 K4)
A = luas penampang benda (m2)
T1 = suhu mutlak benda (K)
T2 = suhu mutlak lingkungan (K)
Δt = selang waktu yang diperlukan (s)
2.3 Hipotesis Tindakan
Untuk menjawab permasalahan di atas, perlu diajukan jawaban sementara melalui
hipotesis yaitu “jika pembelajaran fisika diterapkan melalui metode ekperimen maka dapat
meningkatkan hasil belajar siswa khususnya pada unit suhu dan kalor”.
2.4 Indikator Kinerja
Sebagai tolak ukur (kriteria) keberhasilan pencapaian tindakan kelas ini berhasil jika:
1. Pengelolaan pembelajaran yang dinilai melalui lembar pengamatan atau cek list
minimal skor 75% mencapai kategori baik.
2. Penggunaan keterampilan siswa pada metode eksperimen dengan menggunakan alat
peraga minimal 75% mencapai kategori baik.
3. Hasil belajar dikatakan meningkat apabila siswa secara perorangan mendapat skor
minimal 75% mencapai kategori baik, dan ketuntasan belajar siswa secara klasikal
minimal mencapai 80% dengan kategori baik.
Download