2 2.1 Tinjauan Pustaka Teknik Voltametri Teknik voltametri adalah salah satu teknik analisis yang sering digunakan di bidang kimia analitik. Pada teknik ini, arus dari elektroda kerja diukur sebagai fungsi dari potensial. Hasil dari pengukuran tersebut divisualisasikan dalam bentuk voltamogram. Teknik ini ditemukan oleh seorang ilmuwan kimia Ceko yang bernama Jaroslav Heyrovsky pada tahun 1922. Kemudian dia meraih nobel di bidang kimia pada tahun 1959. Keuntungan teknik ini adalah sensitivitasnya yang tinggi untuk rentang konsentrasi yang besar, baik untuk analisis spesi organik maupun anorganik (10-12 M – 10-1 M).[Wang, 2000] Teknik voltametri sering digunakan dalam analisis kuantitatif, studi reaksi oksidasi dan reduksi pada berbagai media, studi mekanisme reaksi, studi kinetika transfer elektron, dan studi termodinamika spesi terlarut. Sel voltametri terdiri dari tiga elektroda, yaitu elektroda kerja, elektroda pembanding, dan elektroda pembantu. Ketiga elektroda tersebut mempunyai fungsi masing-masing. Elektroda kerja merupakan tempat terjadinya reaksi oksidasi dan reduksi analit. Reaksi oksidasi atau reduksi yang terjadi pada elektroda kerja bergantung pada potensial yang diberikan. Elektroda pembanding adalah elektroda yang potensialnya diketahui dan stabil terhadap waktu. Selain itu, setengah reaksi reversibel terjadi juga pada elektroda pembanding. Elektroda pembanding yang sering digunakan adalah elektroda kalomel jenuh dan elektroda Ag/AgCl. Potensial elektroda kalomel jenuh ditentukan dari reaksi Hg2Cl2(s) + 2e¯ ' 2Hg(l) + 2Cl¯. Sedangkan untuk elektroda Ag/AgCl potensialnya ditentukan dari reaksi AgCl(s) + e¯' Ag(s) + Cl¯. Elektroda pembantu berfungsi untuk mengalirkan arus. Dikarenakan arus yang mengalir pada elektroda pembanding praktis nol karena hambatan yang sangat besar. Elektroda pembantu sekaligus sebagai pelengkap sirkuit dan penutup rangkaian pada sistem tiga elektroda. Elektroda pembantu yang paling banyak digunakan adalah elektroda platina karena sifatnya yang inert. Terkadang elektroda Au dan elektroda grafit digunakan juga sebagai elektroda pembantu. [Kounaves, 1997] Ketiga elektroda tersebut dicelupkan dalam larutan yang mengandung analit maupun pelarut elektrolit non reaktif yang disebut sebagai elektrolit pendukung. Elektrolit pendukung yang digunakan pada penelitian ini berupa buffer. Dalam penelitian lainnya garam anorganik dan asam mineral juga bisa digunakan sebagai elektrolit pendukung.[Harvey, 2000] Sistem sel voltametri dapat dilihat pada Gambar 2.1 Gambar 2.1 Diagram Sel Voltametri Proses voltametri melibatkan tiga proses transport massa yaitu difusi, konveksi, dan migrasi. Arus difusi terjadi secara spontan karena adanya gradien konsentrasi, dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang rendah. Arus konveksi terjadi karena adanya gerakan fisik seperti aliran fluida yang dikarenakan pengadukan atau vibrasi dari elektroda maupun perbedaan gradien kerapatan. Sedangkan arus migrasi terjadi karena adanya pergerakan partikel bermuatan di medan elektrik (adanya daya tarik elektrostatik antara muatan elektroda dengan muatan ion-ion analit). Diusahakan arus yang terukur hanyalah arus difusi. Karena itu arus konveksi diminimalisasi dengan tidak melakukan pengadukan pada saat pengukuran berlangsung. Arus migrasi diminimalisasi dengan menambahkan elektrolit pendukung yang tidak reaktif.[Wang. 2000] Larutan elektrolit yang ditambahkan harus memiliki konsentrasi yang lebih besar daripada konsentrasi analit sehingga ion elektrolit akan melindungi ion analit yang pada akhirnya interaksi elektrostatik akan menurun. Ketiga macam arus ini diilustrasikan pada Gambar 2.2 4 Gambar 2.2 Tiga proses transpor massa 2.1.1 Voltametri Siklik Voltametri siklik adalah salah satu teknik yang paling banyak digunakan untuk analisis kualitatif, memahami intermediat reaksi, dan studi reaksi redoks. Voltametri siklik sering digunakan pada awal penelitian. Teknik ini berdasarkan pada variasi nilai potensial yang diberikan pada elektroda. Biasanya digunakan dua nilai potensial yang berbeda. Pada metode ini, potensial yang diberikan pada elektroda meningkat hingga nilai maksimum sesuai dengan nilai yang ditetapkan, kemudian turun secara linear dengan laju selusur potensial yang sama hingga kembali ke potensial awal.[Wang, 2000] Gambar 2.3 menunjukkan pemberian potensial sebagai fungsi waktu. Arus yang didapat selama pengukuran, dialurkan sebagai fungsi potensial. Bentuk voltamogram yang dihasilkan dari reaksi reversibel dapat dilihat pada Gambar 2.4 Potensial 1 siklus Eakhir Eawal Waktu Gambar 2.3 Sinyal eksitasi pada voltametri siklik 5 Gambar 2.4 Voltamogram siklik untuk reaksi reversibel Proses pada Gambar 2.4 menunjukkan pembacaan dari V1 ke V2 telah terjadi reaksi reduksi senyawa awal pada permukaan elektroda. Untuk pembacaan pada arah sebaliknya, senyawa hasil reduksi dioksidasi kembali menjadi senyawa awal. Proses ini dapat dilakukan berulangulang. Arus puncak yang dihasilkan untuk reaksi reversibel memenuhi persamaan RandlesSevcik yaitu: ip = (2.69x105) n3/2 A C D1/2 v1/2 (1) Dimana n adalah jumlah elektron yang terlibat pada reaksi, A adalah luas permukaan elektroda, C adalah konsentrasi analit, D adalah koefisien difusi, dan v adalah laju selusur. Untuk reaksi reversibel, secara teori perbedaan potensial antara puncak oksidasi dan reduksi berkisar antara 59mV untuk reaksi yang melibatkan satu elektron. Dalam praktiknya, perbedaan potensial biasanya antara 70-100mV, dikarenakan hambatan dari selnya. Arus puncak yang dihasilkan pada reaksi irreversibel memenuhi persamaan sebagai berikut: ip = (2.69x105) n3/2 (αna)1/2 A C D1/2 v1/2 (2) Dimana α adalah koefisien transfer dan na adalah jumlah elektron yang terlibat pada tahapan transfer muatan. Dalam praktiknya, perbedaan potensial antara puncak oksidasi dan reduksi untuk reaksi irreversibel lebih besar dari 100 mV. Reaksi irreversibel juga dapat diamati dari puncak yang asimetrik antara reaksi oksidasi dan reduksi. [Bard dan Faulkner, 2001] 6 2.1.2 Voltametri Pulsa Diferensial Voltametri pulsa diferensial (VPD) merupakan salah satu teknik voltametri yang sangat baik digunakan untuk menganalisis spesi organik maupun anorganik. Pada teknik ini, arus diukur tepat sebelum pulsa diberikan dan tepat pada akhir pulsa. Profil pemberian pulsa dapat dilihat pada Gambar 2.5 Gambar 2.5 Profil pemberian pulsa pada metode VPD Arus pertama pengukuran secara otomatis dikurangkan terhadap arus kedua. Selisih dari kedua arus dialurkan terhadap potensial yang diberikan. Pemilihan amplitudo pulsa dan kecepatan laju selusur potensial dapat membantu meningkatkan kepekaan, resolusi, dan kecepatan pengukuran. 2.1.3 Kronoamperometri Teknik kronoamperometri adalah salah satu teknik elektrokimia yang mempunyai tahapan potensial pada saat pengukuran. Teknik ini mengukur arus sebagai fungsi waktu, sesuai dengan persamaan Cottrell. i = nFACD½p-½t -½. (3) Dimana n adalah jumlah transfer elektron, F adalah konstanta Faraday, A adalah luas permukaan elektroda, D adalah koefisien difusi, dan C adalah konsentrasi. Persamaan diatas, menunjukkan adanya hubungan linear antara arus dan waktu. Plot antara arus dan t -½ dinamakan plot Cottrell. [Bagotsky, 2006] Pada teknik ini, potensial dapat diubah pada waktu tertentu.Gambar 2.6 menunjukkan cara kerja teknik ini. 7 Gambar 2.6 Ilustrasi kerja dari metode kronoamperometri Seperti terlihat pada Gambar 2.6, potensial diubah dengan segera dari potensial mula-mula menjadi potensial tahap pertama. Potensial tahap pertama ini berlangsung hingga waktu yang telah ditentukan. Proses ini disebut tahap potensial tunggal. Untuk tahap potensial ganda, potensial tahap pertama diubah menjadi potensial tahap kedua pada waktu tertentu dan berlangsung selama waktu yang telah ditentukan.[Brett, 1994] Potensial yang diberikan pada elektroda diatur agar hanya reaksi oksidasi atau reaksi reduksi yang berlangsung. Kurva arus sebagai fungsi waktu pada proses tahap potensial ganda dapat dilihat pada Gambar 2.7. Gambar 2.7 Voltamogram dari metode kronoamperometri Berdasarkan persamaan (3), arus berbanding lurus dengan konsentrasi. Jika konsentrasi semakin besar maka arus yang terukur semakin besar. Untuk pembuatan kurva kalibrasi, dialurkan antara arus yang terukur pada waktu tertentu dengan konsentrasi larutan parasetamol. 8 2.2 Biosensor Biosensor adalah suatu alat yang mengandung elemen biologis dan terintegrasi dengan transducer untuk mendeteksi analit tertentu. Elemen biologis bisa berupa jaringan, mikroorganisme, organel, asam nukleat, enzim, dan antibodi Transducer sendiri adalah komponen untuk merubah sinyal yang didapat dari proses kimia pada analit menjadi sinyal yang dapat dilihat dan dibaca. Jenis sensor yang sering digunakan adalah sensor elektrokimia, yang menggabungkan keuntungan teknik elektrokimia dengan kespesifikan proses biologis.[Rodriguez dan Rivas, 2002] Biosensor elektrokimia berdasarkan pada reaksi katalisis enzim yang menghasilkan ion. Analit yang diukur bereaksi di permukaan elektroda dan ion yang terbentuk akan menghasilkan potensial tertentu yang pada akhirnya akan menghasilkan sinyal. Ilustrasi sederhana dari proses ini dapat dilihat pada gambar 2.8. Gambar 2.8 Ilustrasi untuk proses yang terjadi pada biosensor Keuntungan dari biosensor bila dibandingkan dengan elektroda lain adalah dapat menganalisis banyak zat kimia, mempunyai selektivitas dan sensitivitas yang tinggi karena adanya reaksi enzimatis, mudah diproduksi secara massal, mudah pengoperasiannya, dan bersifat ramah lingkungan. Hanya saja biosensor ini memiliki beberapa kelemahan, yaitu waktu hidup yang relatif singkat dan memerlukan biaya yang besar untuk pemurnian dan pengisolasian enzim. Enzim adalah protein yang berperan sebagai katalis dalam reaksi kimia. Secara umum kerja dari elektroda enzim dapat digambarkan sebagai berikut: S + C → P + C’ (4) Dimana S dan C adalah substrat dan kofaktor, sedangkan P dan C’ adalah produk yang dihasilkan.[Wendra, 2004] 9 2.3 Elektroda Kerja Pemilihan elektroda kerja sangat menentukan hasil pengukuran. Elektroda kerja yang paling umum dan banyak digunakan adalah raksa, karbon, dan logam mulia seperti platina dan emas. Pemilihan elektroda kerja didasarkan pada dua faktor yaitu reaksi redoks dari analit yang digunakan dan arus latar belakang. Faktor lainnya yang perlu diperhatikan adalah konduktivitas listrik, luas permukaan, biaya pembuatan, dan sifat toksiknya. 2.3.1 Elektroda Pasta Karbon Elektroda pasta karbon digunakan karena mempunyai beberapa keuntungan yaitu arus latar belakang yang kecil, material yang tersedia murah, waktu respon yang cepat, dan mudah untuk dimodifikasi. Elektroda ini terbuat dari grafit dan parafin yang dicampurkan sehingga membentuk pasta. Komposisi pasta sangat mempengaruhi kereaktifan elektroda. Dengan meningkatnya persentase parafin sebagai material pengikat, laju transfer elektron akan menurun dan mempengaruhi arus latar belakang. Apabila tidak menggunakan material pengikat, elektroda yang terdiri dari grafit akan memiliki laju transfer elektron yang tinggi.[Gelling, 1997] Akan tetapi ketiadaan material pengikat akan menyebabkan permukaan elektroda yang dihasilkan mudah rusak. Karena itu perlu dicari komposisi optimum dari elektroda pasta karbon. Gambar 2.9 menunjukkan bentuk struktur kimia dari grafit dan parafin . Gambar 2.9 Struktur grafit dan parafin 10 2.3.2 Elektroda Pasta Karbon yang Termodifikasi Enzim Elektroda termodifikasi adalah salah satu pendekatan modern pada bidang elektrokimia. Pemilihan material zat pemodifikasi sangat menentukan keberhasilan dari proses pengukuran suatu analit. Elektroda pasta karbon, sebagai elektroda yang umum untuk digunakan, mudah ditambahkan zat pemodifikasi. Ini merupakan salah satu keuntungan yang krusial dari elektroda ini. Modifikasi elektroda pasta karbon mempunyai tujuan untuk meningkatkan sensitifitas dan selektifitas analisis, tanpa mengurangi kestabilan yang dimiliki oleh elektroda pasta karbon itu sendiri. Dalam Penelitian ini, zat pemodifikasi dicampur bersama dengan material pengikat berupa parafin dan serbuk grafit. Daging buah pisang dan alpukat, sebagai sumber dari enzim polifenol oksidase, adalah zat pemodifikasi tersebut. Ilustrasi dari elektroda kerja ini dapat dilihat pada Gambar 2.10. Gambar 2.10 Ilustrasi model elektroda kerja 2.4 Polifenol Oksidase Polifenol oksidase (PPO) adalah salah satu enzim yang banyak tersedia di alam, khususnya pada berbagai jenis buah dan sayuran. Enzim ini dilepaskan oleh sel yang rusak Jika jaringan buah dan sayuran yang mengandung PPO dilukai, maka pada daerah yang dilukai akan timbul warna coklat. Enzim PPO mengubah katekol menjadi benzoquinon yang berfungsi sebagai zat anti jamur, kemudian secara lambat berubah menjadi senyawa kompleks melanin yang berwarna coklat. Reaksi yang terjadi adalah salah satu mekanisme perlindungan 11 terhadap jaringan tanaman yang terluka. PPO sendiri adalah enzim yang mentransfer oksigen. Oksigen digunakan untuk mengkatalisis reaksi dehidrogenasi dari senyawa katekol menjadi ortokuinon.[www.worthington-biochem.com] Reaksi dapat dilihat pada Gambar 2.11 Gambar 2.11 Reaksi dehidrogenasi senyawa katekol PPO adalah senyawa dwifungsi, mempunyai aktifitas katekolase dan kresolase. PPO mempunyai bentuk tetramer dan mengandung empat atom tembaga pada tiap molekulnya. Selain itu, PPO mempunyai dua sisi pengikat untuk senyawa-senyawa aromatik termasuk substrat fenolik. PPO mempunyai pH kerja optimal antara 6-7 dan berat molekul sebesar 128.000. [www.worthington-biochem.com] 2.5 Parasetamol Parasetamol atau asetaminofen adalah senyawa amida aromatik yang terasilasi. Diperkenalkan oleh Von Mering pada tahun 1893 sebagai obat-obatan. Parasetamol mempunyai berat molekul 151,20. Rumus kimianya adalah C8H9NO2. Warna padatannya adalah putih, tidak berbau dan berbentuk serbuk.[www.pharmweb.net] Struktur dari parasetamol dapat dilihat pada Gambar 2.13 Gambar 2.12 Struktur parasetamol 12