INTERPRETASI TERPADU DATA GAYABERAT DAN MAGNETOTELLURIK (MT) UNTUK MENENTUKAN ZONA RESERVOIR PANASBUMI GUNUNG TALANG (SKRIPSI) Oleh: Medi Kurnia Putri KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI JURUSAN TEKNIK GEOFISIKA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG 2016 ABSTRAK INTERPRETASI TERPADU DATA GAYABERAT DAN MAGNETOTELLURIK (MT) UNTUK MENENTUKAN ZONA RESERVOIR PANASBUMI GUNUNG TALANG Oleh MEDI KURNIA PUTRI Telah dilakukan penelitian pada daerah panasbumi Gunung Talang, Sumatera Barat dengan data Gayaberat dan Magnetotellurik (MT). Data Gayaberat digunakan untuk mengidentifikasikan struktur bawah permukaan dan data Magnetotellurik berperan dalam penentuan keberadaan cap rock. Berdasarkan korelasi kedua data tersebut dapat menentukan keberadaan reservoir, cap rock, dan heat source. Hasil anomaly Bouguer dan analisis SVD menunjukkan struktur patahan dominan pada arah NW-SE dengan kedalaman regional mencapai 2,5 km. Model 2D Gayaberat dibuat dengan panduan data geologi dan MT menunjukkan keberadaan struktur kaldera di daerah Bukit Kili dan G. Talang. Dari hasil visualisasi model 3D distribusi resistivitas inversi data Magnetotellurik memperlihatkan terdapat zona tahanan jenis rendah (≤20 ohmmeter) yang mengindikasikan keberadaan cap rock dari sistem panasbumi keberadaan tersebar dari Utara-Selatan mulai kedalaman 500 m hingga 1500 m dari permukaan tanah dan batas atas reservoir diidentifikasikan ada pada kedalaman 1500 hingga 2500 m dari permukaan tanah. Model sistem panasbumi berupa topografi tinggi dengan suhu reservoir mencapai 280 oC. Kata kunci: Gayaberat, Gunung Talang, Magnetotellurik, Panasbumi i ABSTRACT INTEGRATED INTERPRETATION THE GRAVITY AND MT DATA FOR DETERMINING RESERVOIR ZONE OF GUNUNG TALANG GEOTHERMAL FIELD By MEDI KURNIA PUTRI Has conducted research on the geothermal area of Mount Talang, West Sumatra with the gravity data and magnetotelluric (MT). Gravity data is used to identify subsurface structures and data magnetotelluric role in determining the presence of cap rock. Based on the correlation of these data we can determine the presence of reservoir, cap rock, and a heat source. Results of Bouguer anomaly and SVD analysis showed the dominant fault structure in the direction of NW-SE with regional depth of 2.5 km. Models created by manual 2D gravity and MT geological data indicate the presence of a caldera in the Hill Kili and Mount Talang. From the results of the 3D model visualization distribution magnetotelluric resistivity inversion of the data shows there is a zone of low resistivity (≤20 ohmmeter) indicating the presence of cap rock of the geothermal system where scattered from the North-South began to depths of 500 m to 1500 m from the ground and the upper limit of the reservoir identified there are at depths of 1500 to 2500 m above the ground. Geothermal system model in the form of high topographic with a reservoir temperature reaches 280°C. Key words: Geothermal, Gravity, Magnetotelluric, Mount Talang ii INTERPRETASI TERPADU DATA GAYABERAT DAN MAGNETOTELLURIK (MT) UNTUK MENENTUKAN ZONA RESERVOIR PANASBUMI GUNUNG TALANG Oleh: Medi Kurnia Putri Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNIK Pada Jurusan Teknik Geofisika Fakultas Teknik Universitas Lampung KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI JURUSAN TEKNIK GEOFISIKA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG 2016 i RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 6 September 1994, merupakan anak kedua dari pasangan Bapak Suharno dan Ibu Endarwati. Pada tahun 1999, Penulis mengawali pendidikan formal di TK Darmawanita Unila Bandar Lampung, kemudian tahun 2000-2006 di Sekolah Dasar I Rajabasa Raya Bandar Lampung dan 2006-2009 melanjutkan pendidikannya di SMP Trisukses Lampung Selatan juga SMA Trisukses pada tahun 2009-2012. Tahun 2012 penulis melanjutkan studinya di Fakultas Teknik Jurusan Teknik Geofika. Sejak di Sekolah Dasar penulis sudah aktif terlibat pada berbagai organisasi sekolah maupun organisasi masyarakat, seperti Pramuka, KIR, OSIS, DPS dll. Selama menjadi mahasiswa penulis juga aktif dalam berbagai organisasi kampus. Selama menjadi mahasiwa Penulis aktif dalam orgnisasi internal maupun eksternal. Sebagai exco field trip AAPG SC Unila (2014-2015), anggota HMGI (2012-2016), anggota SIG SC Unila (2012-2013), dan di Jurusan Teknik Geosika Penulis aktif sebagai anggota bidang saintek sejak tahun 2012-2014. vi Penulis juga pernah meraih beberapa prestasi dalam bidang akademik. Selama SMA pernah mendapatkan juara 2 Olimpiade Sain Nasional bidang kebumian tinggat kabupaten dan finalis tinggat provinsi. Juara 2 perakitan dan peluncuran roket hidrolik se-provinsi, sebagai author dalam IIGCE pada tahun 2014 dan juga telah melaksanakan kerja praktek di Pertamina UTC Jakarta. Selama menjadi mahasiswa Penulis mengisi sebagai asisten mata kuliah geologi dasar, geologi struktur dan geothermal. vii PERSEMBAHAN Aku persembahkan karyaku ini untuk ALLAH SWT Ibu Bapak serta keluarga besarku Teknik Geofisika Unila 2012 Keluarga Besar Teknik Geofisika Unila Almamater Tercinta Universitas Lampung Nusa dan Bangsa viii MOTTO Belajar, berbuat baik, berjuang, berkomunikasi, patuh, lima panduan hidup. Bersyukur, bersabar, istirja’, intropeksi, empat terapan hidup~ Medi Kurnia Putri ix KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulilah saya ucapkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan nikmatnya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tak lupa shalawat serta salam saya ucapkan kepada Nabi Muhammad SAW, semoga senantiasa berada pada dalam pedomannya. Skripsi ini bejudul “Interpretasi Terpadu Data Gayaberat dan Magnetotellurik Untuk Menentukan Zona Reservoir Panasbumi Gunung Talang”. Skripsi ini merupakan hasil dari Tugas Akhir yang penulis laksanakan di Laboratorium Teknik Geofisika. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan bermanfaat guna pembaruan ilmu dimasa yang akan datang. Penulis sadar pada skripsi ini masih banyak kesalahan dan jauh dari kata sempurna. Untuk itu jika ditemukan kesalahan pada penulisan skripsi ini, kiranya dapat memberikan saran maupun kritik pada penulis. Demikianlah kata pengantar yang dapat penulis sampaikan. Apanbila ada salah kata saya mohon maaf pada Allah SWT saya mohon ampun. Penulis Medi Kurnia Putri x SANWACANA Alhamdulillah, Puji Syukur Kehadirat Allah SWT, berkat Rahmat dan hidayahNya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul ”Interpretasi Terpadu Data Gayaberat dan Magnetotellurik Untuk Menentukan Zona Reservoir Panasbumi Gunung Talang”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik di Jurusan Teknik Geofisika Fakultas Teknik Universitas Lampung. Penulis menyadari bahwa selesainya laporan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, maka perkenankanlah penulis menyampaikan rasa terima kasih yangsebesarbesarnya kepada: 1. Bapak Dr. Muh. Sarkowi, S.Si., M.Si, selaku Dosen Pembimbing utama yang telah banyak membantu, memberikan saran dan bimbingan selama penelitian hingga penulisan skripsi. 2. Bapak Ahmad Zaenudin, S.Si., M.T., selaku Dosen Pembimbing kedua dan yang telah memberi arahan dan bimbingan penulisan skripsi. xi 3. Bapak Prof. Suharno, Ph.D., selaku Dosen Penguji dan Dekan Fakultas Teknik Universitas Lampung yang telah memberi kritik, saran dan bimbingan dalam perbaikan dan penyempurnaan skripsi. 4. Bapak Ahmad Zaenudin, S.Si., M.T., selaku Pembimbing Akademik dan Ketua Jurusan Teknik Geofisika Universitas Lampung yang telah membantu dan mendukung terselesaikan skripsi ini. 5. Kak Doni Zulfafa yang telah menuntun segala bentuk processing, sebagai ”the great coach” selama pengolahan data MT maupun Gravity, tutorial yang luar biasa serta menjawab semua pertanyaan dalam keadaan apapun. 6. Dimas Putra Suendra yang bersedia membantu dalam pengolahan dengan software gambar dan pemodelan 7. Bagas Setyadi yang telah membimbing dalam pengolahan map software, terima kasih untuk data geologi dan simulasi geothermalnya 8. Bang Ali Mustofa yang telah memberi arahan pada setiap step penyusunan skripsi ini 9. Seluruh teman diskusi secara langsung, telpon maupun chat, geothermal team dan gravity team 10. Seluruh Dosen Jurusan Teknik Geofisika Unila, Bapak Prof. Drs. Suharno, M.Sc., Ph.D., Bapak Bagus Sapto Mulyatno, S.Si., M.T., Bapak Dr. Muh. Sarkowi, S.Si., M.Si., Bapak Dr. Ahmad Zainudin, S.Si., M.T., Bapak Syamsurijal Rasimeng, S.Si., M.Si., Bapak Alimuddin Muchtar, M.Si., Bapak Rustadi, M.T., Bapak Dr. Ordas Dewanto, M.Si., Bapak Karyanto, M.T., Bapak Bapak Nandi H, M.Si., atas ilmu yang telah diberikan selama penulis menjadi mahasiswa. xii 11. Bapak dan Ibu, kakak dan adik-adikku Akroma Hidayatika, Roronimas Anisa Soliha, Danag Samudro Wicaksono, Roro Ayu Martines, Salsabila Tamara Ajwa, Roro Putri Aziza juga keluarga besar, atas dukungan, semangat dan do’a yang tidak pernah putus untuk penulis. Semoga penulis dapat menjadi yang diharapkan dan memberikan hasil terbaik untuk kalian. 12. Teman-teman Teknik Geofisika angkatan 2012 (TG12), Dedi (koko), Carta, Rival, Dimas (gendut), Bari, Anta, Mas Ded, Ferry, Jordi, Hilman, Zai, Abang Kevin, Abang Aziz, Andin, Niar, Gita (mus), Elen, Dimastya (pet), Irwansyah (bleh), Nana, Beta, Irfan, Kukuh, Zulhijri, Bagas (gondel), Virgian, Dimas (onoy), Sigit, Agus, Made, Soulthan, Echiw, Dila Bella, Lita, Ve, Vivi, Edo, Aldo, Ari, yang telah banyak memberi semangat dan dukungan moral dikala Penulis mulai jenuh 13. Keluarga besar Teknik Geofisika, kakak tingkat dan adik tingkat. 14. Seluruh penulis yang telah memberikan referensi membuka wawasan Penulis juga creator yang telah mempublikasikan video tutorial software sehingga sangat membantu penulis 15. Seluruh staf Tata Usaha Jurusan Teknik Geofisika Unila, yang telah member banyak bantuan dalam proses administrasi. 16. Seluruh pihak yang telah memberi bantuan dalam penyusunan skripsi yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Semoga segala kebaikan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis dibalas oleh Allah SWT dan bermanfaat bagi kita semua. Aamiin. Bandarlampung, 21 Oktober 2016 Penulis, Medi Kurnia Putri xiii DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK .............................................................................................................. i ABSTRACT ............................................................................................................ ii HALAMAN JUDUL .............................................................................................. iii LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................................. iv LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... v HALAMAN PERNYATAAN ................................................................................ vi RIWAYAT HIDUP ................................................................................................ vii HALAMAN MOTTO ............................................................................................ x HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................ xi SANWACANA ....................................................................................................... xii DAFTAR ISI ........................................................................................................... xv DAFTAR GAMBAR .............................................................................................xviii DAFTAR TABEL .................................................................................................. xx BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang.......................................................................................... 1 B. Tujuan Penelitian...................................................................................... 4 C. Batasan Masalah ....................................................................................... 4 xiv BAB II. KAJIAN PUSTAKA A. Daerah Penelitian...................................................................................... 5 B. Geologi ..................................................................................................... 6 C. Geomorfologi............................................................................................ 8 D. Stratigrafi .................................................................................................. 10 E. Struktur dan Tektonika ............................................................................ 12 F. Manifestasi Panasbumi ............................................................................. 13 BAB III. TEORI DASAR A. Metode Magnetotellurik ........................................................................... 15 B. Sumber Sinyal MT.................................................................................... 16 C. Hokum Maxwell ....................................................................................... 18 D. Apparent Resistivity ................................................................................. 22 E. Pemodelan MT ......................................................................................... 22 F. Metode gayaberat .................................................................................... 25 G. Potensi gayaberat ...................................................................................... 26 H. Koreksi dalam Metode Gayaberat ............................................................ 27 I. Anomali Bouguer ..................................................................................... 34 J. Estimasi Densitas Rata-rata ...................................................................... 34 K. Pemisahan Anomali Rgional-Residual..................................................... 36 L. Second Vertical Derivative....................................................................... 40 M. Gradien Horizontal................................................................................. 43 N. Sistem Panasbumi .................................................................................. 44 BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat ................................................................................. 46 B. Alat dan Bahan ........................................................................................ 46 C. Diagram Alir ........................................................................................... 47 D. Pengolahan Data ..................................................................................... 48 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN xv A. Metode Gayaberat .................................................................................. 50 B. Analisis Spektrum ................................................................................... 53 C. Anomali Regional ................................................................................... 60 D. Anomali Residual ................................................................................... 61 E. Analisis SVD (Second Vertical Derivative) ........................................... 62 F. Pemodelan 2D ........................................................................................ 68 G. Interpretasi Data Gayaberat .................................................................... 76 H. Metode Magnetotellurik .......................................................................... 78 I. Analisis dan Pembahasan ....................................................................... 83 J. Korelasi Data MT dan Gayaberat............................................................ 90 K. Model Tentatif Panasbumi ...................................................................... 94 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kesimpulan ............................................................................................. 98 B. Saran........................................................................................................ 99 DAFRTAR PUSTAKA LAMPIRAN xvi DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 1. Daerah penelitian daerah panasbumi Gunung Talang ........................................ 5 2. Peta geologi daerah penelitian ............................................................................ 7 3. Kolom stratigrafi daerah penelitian..................................................................... 12 4. Interaksi gelombang EM dengan medium bawah permukaan bumi ................... 16 5. Ilustrasi sumber gelombang electromagnet......................................................... 18 6. Gaya tarik menarik antara dua benda m1 dan m2 ................................................ 25 7. Potensial massa tiga dimensi............................................................................... 27 8. Perbendaan nilai gayaberat di kutub dan katulistiwa .......................................... 30 9. Koreksi udara bebas terhadap data gayaberat ..................................................... 30 10. Stasiun yang berada dekat dengan gunung ......................................................... 32 11. Stasiun yang berada dekat dengan lembah.......................................................... 32 12. Hammer Chart .................................................................................................... 33 13. Estimasi rapat masaa dengan metode Nettleton.................................................. 36 14. Kurva Ln A dengan K ......................................................................................... 38 15. Anomali gayaberat dan gradien horisontal pada model tabular.......................... 44 16. Diagram Alir Penelitian ..................................................................................... 47 17. Peta topografi daerah penelitian ......................................................................... 50 18. Peta Anomali Bouguer ....................................................................................... 51 19. Grafik Spektrum line 1 ....................................................................................... 54 20. Grafik Spektrum line 2........................................................................................ 55 21. Grafik Spektrum line 3........................................................................................ 56 xvii 22. Grafik Spektrum line 4........................................................................................ 57 23. Grafik Spektrum line 5........................................................................................ 59 24. Peta anomali regional.......................................................................................... 60 25. Peta anomali residual .......................................................................................... 61 26. Peta SVD anomali Bouguer overlay peta geologi local...................................... 63 27. Peta SVD anomali regional overlay peta geologi local ..................................... 64 28. Peta SVD anomali residual overlay peta geologi local....................................... 65 29. Penanmpang peta SVD regional dan grafik hasil slice patahannya .................... 66 30. Model 2D Line MD-1 ......................................................................................... 70 31. Model 2D Line MD-2 ......................................................................................... 71 32. Model 2D Line MD-3 ......................................................................................... 72 33. Penentuna patahan pada Line MD-1 ................................................................... 73 34. Penentuna patahan pada Line MD-2 ................................................................... 74 35. Penentuna patahan pada Line MD-3 ................................................................... 75 36. Peta daerah pengukuran MT ............................................................................... 78 37. Visualisasin model 3D MT ................................................................................. 79 38. Persebaran resistivitas <10 Ωm........................................................................... 80 39. Persebaran resistivitas 10-60 Ωm ........................................................................ 81 40. Slice vertikal model 3D MT................................................................................ 82 41. Slice horizontal model 3D MT............................................................................ 83 42. Penampang geologi Barat-Timur ........................................................................ 84 43. Penampang geologi Utara-Selatan ...................................................................... 85 44. Plotting diagram segitiga Cl – HCO3 – SO4 ...................................................... 87 45. Visualisasi 3D MT bagian Utara......................................................................... 89 46. Visualisasi 3D MT bagian Selatan...................................................................... 89 47. Korelasi data MT dan gayaberat pada Line MD-1.............................................. 91 48. Korelasi data MT dan gayaberat pada Line MD-2.............................................. 92 49. Korelasi data MT dan gayaberat pada Line MD-3.............................................. 93 50. Model tentatif sistem panasbumi G. Talang ...................................................... 97 xviii DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1. Lebar jendela moving average ........................................................................... 59 2. Geotermometer mineral batuan ubahan ............................................................. 88 xix BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Energi panas bumi telah dimanfaatkan untuk pembangkit listrik di Italia sejak tahun 1913 dan di New Zealand sejak tahun 1958 sedangkan di Indonesia eksplorasi panasbumi secara luas baru dilakukan pada tahun 1970 (Torkis, 2012). Ditinjau dari munculnya panas bumi di permukaan per satuan luas, Indonesia menempati urutan keempat dunia, bahkan dari segi temperatur yang tinggi, merupakan kedua terbesar. Hal tersebut menunjukkan potensi panasbumi yang dimiliki Indonesia tidak sesuai dengan kegiatan pengembangannya. Wahyuningsih (2005) menyatakan bahwa sistem hidrotermal erat kaitannya dengan sistem vulkanisme dan pembentukan gunung api pada zona batas lempeng yang aktif di mana terdapat aliran panas (heat flow) yang tinggi. Indonesia terletak di pertemuan tiga lempeng aktif yang memungkinkan panas bumi dari kedalaman ditransfer ke permukaan melalui sistem rekahan. Pergerakan Lempeng India dan Australia yang mengakibatkan kedua lempeng tersebut menunjam menghasilkan rangkaian pegunungan Bukit Barisan dengan jalur vulkanik di tengahnya, serta sesar aktif yang membelah Pulau Sumatera mulai dari Teluk Semangko hingga Banda Aceh. 2 Berdasarnya Munandar dkk. (2003) daerah Gunung Talang yang berada di jalur tersebut memiliki potensi panas bumi didukung dengan adanya pemunculan mata air panas, steaming ground, hidrothermal eruption, dan batuan alterasi, serta hasil dari penyelidikan terdahulu yang menunjukkan keberadaan sistem panas bumi di daerah tersebut. Kholid (2011) menyatakan bahwa luas prospek sistem G. Talang dibagian selatan dan tengah diperkirakan dari luas tahanan jenis rendah, terduga 30 km2 dan prosek hipotetis 17,5 km2. Selain daerah panasbumi Gunung Talang yang termasuk pada tatanan tektonik dalam busur magmatik Sumatera terdapat pula potensi panasbumi lainnya di Pulau Sumatera, seperti daerah panasbumi Gunung Sibayak, Sumani, Kepahiang, dan Wai Selabung. Deretan sistem panasbumi ini merupakan panasbumi vulkanik karena sumber panasnya berasosiasi kegunungapian sehingga memiliki topografi tinggi atau high dengan terrain dan mempunyai suhu tinggi (>225oC) (Haerudin, 2016). Dengan tatanan geologi yang umumnya tersusun dari batuan andesit dan pensesaran, air reservoir berasal dari sistem cyclic hydrothermal. Berdasarkan Daud (1995) yang telah melakukan penelitian di daerah panasbumi Ulubelu dengan metode gayaberat menginterpretasikan anomali tinggi berasosiasi dengan hot rock berupa batuan beku intrusi yang mempunyai densitas lebih besar dari batuan yang diterobos. Cap rock yang mengalami proses penutupan media oleh permeabilitas rendah akibat deposisi mineral pun termasuk dalam klasifikasi anomali tinggi. Sedangkan anomali rendah berasosiasi dengan reservoir berupa batuan yang terfrakturkan oleh 3 fluida panasbumi. Daerah rekahan utama, zona sesar, dan anomali rendah ini sangat bisa diandalkan dalam menentukan struktur graben atau kaldera. Dalam sistem panas bumi, fluida panas dan mineral lempung hasil alterasi merupakan elektrolit cair dan padat yang berfungsi sebagai konduktor. Kemampuan yang paling menonjol pada metode MT dibandingkan metode geofisika lainnya adalah mampu memetakan konduktansi zona cap rock lempung smektit (< 180oC) yang memiliki tahanan jenis lebih rendah dibandingkan reservoir, ditunjukkan bahwa tahanan jenis cap rock bernilai kurang dari 10 Ωm, sedangkan reservoir mempunyai tahanan jenis 10-60 Ωm (Hochstein dan Soengkono, 1994). Namun di setiap daerah memiliki kriteria khusus dalam mengidentifikasi cap rock dan reservoir bergantung terhadap beberapa faktor, seperti struktur geologi dan batuan penyusunnya. Hal ini lah yang menjadi tantangan dalam interpretasi, sehingga pada penelitian ini digunakan data pengikat dan data pendukung. Survei gayaberat dan magnetotelurik (MT) telah dilakukan dalam upaya menentukan sumber panas, mengkarakterisasi reservoir panas bumi, dan mengevaluasi potensi sumber daya panas bumi di cekungan/basin di danau Bongoria Kenya (Mulwa, dkk., 2010). Kombinasi dua metode dari beberapa metode yang digunakan mampu memberikan hasil yang meyakinkan. Dengan hasil data MT yang akan mengikat data gayaberat dalam penelitian ini hasilnya diharapkan dapat memberikan informasi dan gambaran lebih baik tentang kondisi daerah prospek panasbumi Gunung Talang. 4 B. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui struktur bawah permukaan berdasarkan anomali Bouguer. 2. Menganalisis hasil pemodelan 3D dari motode MT untuk menduga lapisan penudung. 3. Menginterpretasi zona reservoir dari 3D MT dan pemodelan 2D gayaberat. 4. Membuat model tentatif sistem panasbumi Gunung Talang. C. Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada wilayah Kabupaten Solok, Sumatera Barat dengan koordinat 100○35’30”-100○44’30” Bujur Timur dan 0○52’00” - 0○59’05” Lintang Selatan serta data MT berada pada koordinat 100,63○-100,78○ BT dan 0,78○-0,95○ LS. Melakukan reprocessing hasil inversi 3D MT untuk mengevaluasi sistem panasbumi. Data gayaberat digunakan untuk interpretasi struktur bawah permukaan daerah panasbumi Gunung Talang dengan membuat model forward disertai data pengikat dari hasil inversi 3D magnetotellurik (MT), dan analisis SVD. BAB II. KAJIAN PUSTAKA A. Daerah Penelitian Gambar 1. Daerah penelitian daerah panasbumi Gunung Talang Daerah Panasbumi Gunung Talang berlokasi sekitar 9 km dari Kota Arosuka ibukota Kabupaten Solok, dan sekitar 40 km sebelah Timur Kota Padang (Gambar 1). Gunung ini bertipe stratovolcano dengan ketinggian 2.597 m, merupakan salah satu dari gunung api aktif di Sumatera Barat dan secara 6 geografis terletak antara 100○35’30”-100○44’30” Bujur Timur dan 0○52’00” 0○59’05” Lintang Selatan. B. Geologi Pada peta geologi daerah penelitian (Gambar 2) batuan didominasi oleh batuan produk vulkanik yang terdiri dari lava dan piroklastik dan sebagian batuan metamorf yang tersingkap di bagian Timutlaut daerah penelitian yang diduga sebagai batuan dasar di daerah penelitian. Secara garis besar pembagian satuan batuan tersebut dari tua kemuda adalah sebagai berikut: batuan metamorf sebagai batuan dasar (Basement rock) batuan vulkanik tua, batuan vulkanik produk Bukit Bakar, batuan vulkanik produk Talang Purba (Danau Talang), batuan vulkanik produk Batino dan batuan produk Gunung Jantan serta endapan permukaan. Permunculan bekas pusat-pusat erupsi diduga terdapat di Bukit Bakar terletak di bagian Timur berupa sisa kawah yang sekarang tidak lagi menunjukkan aktivitas vulkaniknya. Danau Talang sebagai danau kawah terdapat di bagian Selatan dan merupakan titik erupsi masa lampau. Sisa lubang letusan selanjutnya berada di bagian tengah daerah penelitian diwakili oleh sisa letusan Gunung Batino yang diperkirakan telah terjadi letusan cukup hebat dan menghasilkan diameter kawah cukup besar lebih dari 1 km di dalam kawah muncul kerucut termuda yaitu Gunung Jantan yang mempunyai ketinggian sekitar 2.600 m di bawah permukaan laut. Pada lereng atas kerucut Jantan (± 1.800 m di bawah permukaan laut) terdapat aktivitas berupa hembusan fumarola yang mengakibatkan alterasi cukup kuat pada batuan sekitarnya. 7 Gambar 2. Peta geologi daerah penelitian (Kholid, M dan Marpaung, H., 2011) 8 C. Geomorfologi Pembagian geomorfologi di daerah penelitian berdasarkan bentang alamnya, yang meliputi sudut kemiringan lereng (slope), ketinggian, pola aliran sungai, tingkat erosi dan kelompok batuan yang dibagi menjadi lima satuan morfologi, yaitu: 1. Satuan morfologi perbukitan vulkanik tua Satuan ini menempati sekitar 50% luas daerah penelitian. Satuan ini tersebar di bagian Barat dan Timur daerah penelitian dan umunya berupa perbukitan memiliki relif kasar dan terjal, dengan sungai yang memiliki pola aliran sejajar dengan tingkat erosi lanjut yang dicirikan dengan sayatan cukup dalam dan lebar. Batuan penyusun satuan ini didominasi oleh batuan produk vulkanik tua dan sebagian berupa batuan metamorf. Adanya pengaruh struktur sesar yang berarah Baratlaut sampai Tenggara dan Utara sampai Selatan telah turut mengontrol keterjalan kesatuan morfologi. 2. Satuan morfologi tubuh Gunung Talang Satuan ini menempati bagian Selatan daerah penelitian, terdiri dari kerucut vulkanik Batino dan vulkanik Jantan dengan ketinggian 2.575 m di bawah permukaan laut dan 2.575 m di bawah permukaan laut. Morfologi ini tersusun dari batuan vulkanik berupa lava dan aliran piroklastika yang membentuk tubuh kedua gunungapi strato yang mempunyai kemiringan lereng terjal hingga sangat terjal. Pola aliran sungai mempunyai bentuk radier yang tersebar merata di sekitar bagian atas dan berhulu di gunung tersebut. 9 3. Satuan morfologi punggungan vulkanik memanjang Satuan ini terletak di bagian tengah daerah penelitian. Morfologi ini dicirikan dengan punggungan memanjang berarah Baratlaut sampai Tenggara dengan kemiringan lereng sedang. Satuan morfologi tersusun oleh satuan vulkanik yang didominasi aliran piroklastika dan lava. Sungai umumnya berpola relatif sejajar dengan lembah agak lebar yang mencirikan tahapan erosi sedang. Hadirnya kelompok struktur sesar yang berarah Baratlaut sampai Tenggara telah turut berperan dalam satuan morfologi ini, yang salah satu dari struktur sesar tersebut sebagai media pemunculan mata air panas di daerah penyelidikan. 4. Satuan morfologi perbukitan vulkanik terisolir Satuan ini dicirikan oleh keberadaan Bukit Kili Gadang (560 m di bawah permukaan laut) dan Kili Kecil (500 m di bawah permukaan laut) yang letaknya terisolir perbukitan sekitarnya dan tersusun atas batuan vulkanik. Satuan morfologi bukit ini berlereng cukup terjal hingga terjal dan tidak terlihat adanya aliran sungai yang berhulu dari kedua bukit tersebut. Terdapat dua mata air panas di bagian bawah/kaki bukit ini yang pemunculannya dikontrol oleh sesar Batu Barjanjang yang berarah Baratlaut sampai tenggara. 5. Satuan morfologi pedataran Satuan ini menempati bagian Utara daerah penelitian. Satuan ini dicirikan oleh bentuk topografi datar dan berelief halus yang dibentuk oleh batuanbatuan hasil rombakan atau longsoran dari satuan batuan vulkanin tua dari Gunung Talang. Lembah-lembah sungai mempunyai bentuk agak lebar 10 dan berbelok-belok (meander) yang mencirikan erosi stadium lanjut. Umumnya satuan morfologi dataran ini merupakan daerah persawahan yang subur. D. Stratigrafi Stratigrafi daerah penelitian dibagi menjadi delapan kelompok satuan batuan dari umur batuan tua ke muda tersusun sebagai berikut: batuan metamorf, batuan vulkanik tua Danau Talang, batuan intrusi Bukit Kili, batuan produk vulkanik Bukit Bakar, batuan produk vulkanik Danau Talang, batuan produk vulkanik Batino, batuan produk vulkanik Jantan dan endapan permukaan (Aluvium). 1. Formasi tuhur (TS) Satuan ini tersingkap di daerah Bukin Muncung sebelah Timurlaut daerah penelitian yang tersusun atas batuan metamorf derajat rendah berjenis filit berwarna abu-abu gelap hitam dan sebagian lapuk berwarna coklat kemerahan dan berukuran butir lempung lanau. Batuan metamorf ini ditafsirkan sebagai batuan dasar di daerah penelitian yang secara regional oleh peneliti terdahulu dikelompokkan ke dalam formasi tuhur yang berumur Pra tersier. 2. Satuan vulkanik tua (TTl) Satuan batuan ini tersebar di arah Barat, Timur dan Selatan daerah penelitian. Satuan batuan ini merupakan batuan vulkanik tak terpisahkan yang tersusun atas lava dan piroklastika. Batuan lava penyusun satuan ini berjenis andesit berwarna sedang gelap. Berdasarkan penelitian terdahulu 11 satuan vulkanik tua ini berumur Quarter bawah sampai Tersier atas (Plistosen sampai Pliosen). 3. Produk vulkanik Danau Talang (Qad) Di sekitar Danau ditemukan adanya batuan-batuan vulkanik yang mendukung bahwa Danau Talang tersebut sebagai pusat erupsi. Pemunculan usat erupsi ini ditafsirkan dipicu oleh struktur sesar normal Danau Talang yang berarah Baratlaut sampai Tenggara. Satuan batuan produk vulkanik Danau Talang ini terdiri dari dua satuan lava dan satu satuan piroklastika. 4. Produk vulkanik Batino (QTlh) Gunung Batino ditafsirkan sebagian dari Gunung Talang tua dengan titik tertinggi 2.450 m di bawah permukaan laut. Gunung ini merupakan gunung api bertipe strato dengan produk batuannya merupakan perselingan piroklatika dan lava yang dipisahkan menjadi dua satuan lava dan satua aliran pirklastika. 5. Endapan permukaan (Qal) Satuan endapan ini menempati bagian Utara daerah penelitian yang umumnya berlereng relatif landai dan sebagian di kaki Baratlaut Gunung Batino. Penyusun batuan ini terdiri dari material-material vulkanik yang terombakkan dan bersifat laharik. Endapan lahar ini berwarna abu-abu kecoklatan yang komponennya terdiri dari batuan beku/lava andesit. 12 Gambar 3. Kolom stratigrafi daerah penelitian (Kholid, M dan Marpaung, H., 2011) E. Struktur dan Tektonika Gejala-gejala tektonik berupa busur magma dan sistem sesar Sumatera, keduanya merupakan gejala tektonik utama yang bersifat regional yang dikontrol oleh sesar Semangko yang masih aktif. Struktur yang berkembang di daerah penelitian terdiri dari struktur sesar normal yaitu sesar Danau Kembar, Bukit Putus, Danau Talang, Batu Berjanjang, Bukit Sikai, Sirukam Kumayan dan Sigurai yang umumnya berarah Baratlaut sampai Tenggara dan sebagian ke arah Utara sampai Selatan dan Baratdaya sampai Timurlaut san struktur vulkanik berupa kawah bekas letusan Gunungapi yang dapat dijumpai dibeberapa lokasi yang dianggap sebagai pusat erupi, yaitu Talang Purba (Danau Talang), Bukit Bakar dan Gunung Talang yang semuanya tidak lagi menunjukkan aktivitas vulkanik. 13 F. Manifestasi Panasbumi Manifestasi panasbumi di daerah penyelidikan didominasi oleh pemunculan mata air panas, beberapa fumarola/solfatara dan efek alterasi. Berdasarkan Munandar dkk (2003) keberadaan manifestasi tersebut sebagai berikut: 1. Mata Air Panas Mata air panas ini muncul di Batu Barjanjang, Bk. Gadang, Padang Damar, Garara, Sonsang, Buah Batuang serta di Bk. Kili Gadang dan Kili Kecil. Umumnya ber-pH netral, T = 40 - 53°C, kecuali di Gabuo Atas T = 94°C dan pH = 2, dengan debit antara 1 sampai 70 l/m. 2. Lapangan Fumarola/Solfatara Manifestasi ini berada di Gabuo Bawah, Gabuo Ilalang, dan Gabuo Atas, dengan ketinggian antara 1200 sampai 1900 m dpl., T = 80 hingga 96°C, hembusan lemah-cukupkuat, dengan kadar uap air cukup tinggi, tercium bau gas belerang. Di sekitarnya terdapat batuan ubahan hasil proses hidrotermal tersebut. 3. Letusan Freatik Letusan freatik ini terjadi pada 25 September 2001 di bagian atas tubuh Gunung Jantan (Gabuo Atas, 1840 m dpl.). Menyisakan lubang/kawah berukuran 1.5 x 1 m dengan kedalaman 0.5 m dan terdapat bualan air panas dengan T = 94°C, dan pH = 2. 4. Batuan Ubahan Hidrotermal Batuan ubahan tersebar di daerah Gabuao Atas, Gabuo Ilalang dan Gabuo Bawah, dengan luas penyebaran sekitar 200 x 800 m dan di sekitar mata air panas Padang Damar. Berdasarkan kondisi temperatur sekarang di 14 daerah Gabuo Atas, yaitu: 96°C maka kehadiran mineral illite diperkirakan merupakan sisa atau fosil yang terbentuk pada masa lampau (T=220 300°C). Mineral-mineral ubahan yang terdapat di Padang Damar terdiri atas monmorillonite, kaolinite dan gypsum. Adanya mineral dari kelompok sulfate yaitu gypsum (CaSO4.2HO), dan juga hadirnya mineral kaolinite yang pembentukannya berasal dari fluida hidrotermal yang berkomposisi asam (pH=3-4) maka diperkirakan bahwa di lokasi tersebut pada masa lampau pernah terjadi aktivitas hembusan steam/fumarola yang menghasilkan batuan alterasi tersebut. Tipe ubahan di daerah penyelidikan adalah “argilic” sampai “advance argilic”. 5. Sinter Karbonat Sinter karbonat dijumpai hampir di semua lokasi mata air panas, kecuali mata air panas Bukit Kili Gadang, Kili Kecil dan Gabuo Atas dengan ketebalan bervariasi dari beberapa mm sampai 2 meteran. BAB III. TEORI DASAR A. Metode Magnetotellurik (MT) Metode magnetotellurik (MT) merupakan salah satu metode geofisika yang menggunakan sumber sinyal dari gelombang elektromagnetik (EM). Oleh sebab prinsip kerjanya berdasarkan sumber alami sehingga metode ini tergolong metode eksplorasi pasif, gelombang elektromagnetik alami yang ada di ionosfer yang kemudian akan berinteraksi dengan medium konduktor (bumi) yang mempunyai respon nilai resistivitas yang bervariasi (Virgantoro, 2011). Dalam pengukurannya metode ini melibatkan fluktuatif medan listrik dan medan magnet alami yang saling tegak lurus di permukaan bumi dari kedalaman beberapa meter hingga kilometer (Simpson, 2005). Sumber sinyal untuk metode magnetotellurik adalah medan magnetik yang berasal dari dalam dan luar bumi serta memiliki rentang frekuensi yang bervariasi. Medan magnet yang berasal dari dalam dikarenakan pergerakan antara mantel bumi terhadap inti bumi. Medan magnet yang berasal dari luar bumi adalah medan magnet yang dihasilkan di atmosfer dan magnetosfer (Agung, 2009; Kadir, 2011). Semua sumber medan magnetik tersebut memiliki nilai yang bervariasi terhadap waktu, tetapi yang dimanfaatkan pada Metode Magnetotellurik hanya medan magnetik yang berasal dari luar bumi yang 16 memiliki rentang frekuensi lebih besar. Perbedaan pada sinyal tercatat digunakan untuk memperkirakan distribusi resistivitas listrik bawah permukaan. Teknik prospeksi tahanan listrik untuk menentukan kedalaman formasi batuan sedimen yang berada jauh di dalam bumi dengan cara mengukur tahanan jenis formasi batuan tersebut berdasarkan pengukuran serempak medan listrik dan medan magnet yang berosilasi pada lokasi yang sama, yaitu dengan mencatat rentang frekuensi yang tergantung dari kedalaman sasaran (Nidya, 2011). Gambar 4. Interaksi gelombang EM dengan medium bawah permukaan bumi (Unsworth, 2008 dalam Aulia, 2014) B. Sumber Sinyal MT Variansi frekuensi yang menjadi sinyal pada metode magnetotellurik yang terukur di permukaan bumi berasal dari dalam maupun luar bumi. Untuk komonen medan magnetik yang berasal dari dalam bumi disebabkan oleh mantel bumi terhadap inti bumi yang disebabkan oleh arus konveksi serta medan-medan magnet yang berada di kerak bumi, sedangkan untuk komponen 17 sumber medan magnet yang berasal dari luar bumi berasal dari medan magnet yang dihasilkan di atmosfer dan magnetosfer (Unsworth, 2008). Medan elektromagnetik yang dimanfaatkan memiliki fluktuasi geomagnetik dengan rentang 10-3 s.d 105 s atau rentang frekuensi 10-5 s.d 103 Hz. Variasi yang dihasilkan dari dalam bumi sangatlah kecil dan dalam frekuensi yang sangat rendah sehingga sumber sinyal yang digunakan hanyalah sumber sinyal yang berasal dari komponen luar bumi karena mempunyai rentang frekuensi di atas dan di bawah 1 Hz (Unsworth, 2008). Untuk frekuensi di atas 1 Hz, sebagian besar sumber sinyal MT berasal dari lightning activiy yang terjadi di ionosfer pada seluruh bagian bumi yang kemudian akan menjalar hingga permukaan bumi. Pada saat lightning ini mencapai permukaan bumi, dengan seketika itu pula medan magnetik bumi mengalami perubahan. Apabila lightning ini mencapai permukaan bumi berulang kali maka medan magnet bumi akan terus-menerus mengalami perubahan. Sehingga akan menghasilkan fluks magnet yang selanjutnya fluks magnet ini akan menginduksi arus listrik di bawah permukaan bumi serta menghasilkan medan magnet sekunder yang kemudian terekam pada alat MT. Untuk frekuensi yang lebih tinggi hingga mencapai 2 KHz sinyal tidak dapat merambat dengan baik karena amplitude yang dihasilkan sinyal tersebut sangatlah kecil, tetapi untuk frekuensi yang lebih besar lagi, yaitu di atas 5 KHz sinyal EM akan dapat menjalar dengan baik kembali (Unsworth, 2008 dalam Virgantoro, 2011). 18 Sinyal MT yang dihasilkan di bagian megnetosfer melalui fenomena alam berupa solar wind memiliki rentang frekuensi < 1 Hz. Solar wind merupakan suatu fenomena pergerakan ion H dan He yang kemudian berinteraksi dengan medan magnet bumi. Interaksi dengan medan magnet bumi menyebabkan solar wind ini terdefleksi sehingga terbentuklah magnetosfer (Unsworth, 2008 dalam Virgantoro, 2011). Perubahan arus yang terjadi di ionosfer oleh aktivitas di magnetosfer akan menyebabkan perubahan medan magnet begitu juga sebaliknya, perubahan medan magnet menyebabkan terjadinya proses induksi arus listrik yang cukup besar di bagian ionosfer. Hal tersebut didukung pula dengan adanya kenyataan bahwa lapisan ionosfer yang berada 50-1500 km di atas permukaan bumi berupa plasma tempat dimana nilai konduktivitas yang sangat besar (Virgantoro, 2011). Gambar 5. Ilustrasi sumber gelombang elektromagnet (Nidya, 2011) C. Hukum Maxwell Aktivitas gelombang elektromagnet dijabarkan dalam Hukum Maxwell yang merupakan gabungan dari sintesa hasil-hasil eksperimen (empiris) mengenai 19 fenomena listrik - magnet yang didapatkan oleh Faraday, Ampere, Gauss, Coulomb disamping yang dilakukan oleh Maxwell sendiri. Dalam Keller & Frischknecht (1966) persamaan Maxwell dalam domain frekuensi dituliskan secara diferensial sebagai berikut: ∇ ⃗= - ⃗ ∇X ⃗=j+ (1) ⃗ (2) ∇. ⃗ = q (3) ∇. ⃗ = 0 (4) Dengan H adalah medan magnetik (Ampere/ meter), E adalah medan listrik (volt/ meter), B adalah induksi magnetik (Weber / meter2), D adalah displacement current (Ampere/meter2), j adalah rapat arus listrik (Ampere/meter2) dan adalah densitas muatan listrik (Coulomb/meter3). Persamaan (1) diturunkan dari hukum Faraday yang menyatakan bahwa perubahan fluks manetik menyebabkan medan listrik dengan gaya gerak listrik berlawanan dengan variasi fluks magnetik yang menyebabkannya. Persamaan (2) merupakan generalisasi teorema Ampere dengan memperhitungkan Hukum Kekekalan Muatan. Persamaan tersebut menyatakan bahwa medan magnet timbul akibat fluks total arus listrik yang disebabkan oleh arus konduksi dan arus perpindahan. 20 Persamaan (3) menyatakan Hukum Gauss yaitu fluks elektrik pada suatu ruang sebanding dengan muatan total yang ada dalam ruang tersebut. Sedangkan persamaan (4) yang identik dengan persamaan (3) berlaku untuk medan magnet, namun dalam hal ini tidak ada monopol magnetik. Deskripsi hubungan medan magnetik dan listrik terhadap medium adalah: ⃗=ε⃗ ⃗= ⃗J = σ ⃗ (5) ⃗ (6) (7) Dimana ε adalah permitivitas material (farad/meter) ; ε = ε ○ εr , ε○ adalah permitivitas ruang vakum (8,85 x 10-11) farad/meter, εr adalah permitivitas relatif medium, adalah permebilitas magnetik material (henry/meter), adalah permebilitas magnetik ruang vakum (4π x 10-7) (henry/meter), r ○ adalah permeabilitas manetik relatif medium dan σ konduktivitas material (siemen/meter). Untuk menyederhanakan masalah, sifat fisik medium diasumsikan tidak bervariasi terhadap waktu dan posisi (homogen isotropik). Dengan demikian akumulasi muatan seperti dinyatakan pada persamaan (3) tidak terjadi dan Persamaan Maxwell ∇X ⃗ = − ∇X ⃗ = ∇. ⃗ =0 ∇. ⃗ =0 ⃗ + (8) ⃗ (9) (10) (11) 21 Tampak bahwa dalam persamaan (8) s/d (11) terhadap dua variabel yaitu medan listrik E dan medan magnet H dengan operasi curl terhadap persamaan (8) dan (9) sehingga: ⃗ ∇ ⃗= ⃗ ∇ ⃗= + + ⃗ ⃗ (14) (15) Persamaan difusi atau Persamaan telegrapher yang menunjukkan sifat dari gelombang dari medan elektromagnet yaitu sifat difusi dan sifat gelombang yang pada penjalarannya berganti pada frekuensi yang digunakan. Dari solusi medan magnet dan medan listrik untuk medium homogen amplitudo gelombang elektromagnet mengalami atenuasi secara eksponensial terhadap kedalaman. Skin depth didefiniskan sebagai kedalaman suatu medium homogen dimana amplitudo gelombang elektromagnet telah tereduksi 1/e dari permukaan bumi yang dideskripsikan oleh persamaan: = = Dengan μ = μ0 = 4π x 103 H/m, Dimana | | =( ) (16) (17) = 2πf = 2π/T, sehingga skin depth: ≈ 500 (18) sebagai resistivitas bumi dan f sebagai frekuensi gelombang yang digunakan. Persamaan di atas menyatakan bahwa penetrasi kedalaman atau skin depth bergantung pada nilai resistivitas batuan bawah permukaan dan frekuensi yang digunakan (Aulia, 2014). 22 D. Apparent resistivity Karena kerambatan medan magnetotellurik di bawah permukaan bumi pada dasarnya merambat dengan frekuensi rendah. Parameter fisika yang digunakan adalah permeabilitas magnetik µ, konduktivitas , dan . Berdasarkan teori dari Cagniard (1953), untuk gelombang yang terpolarisasi dalam bidang horizontal dan merambat ke bawah permukaan, besarnya apparent resistivity sebanding dengan nilai kuadrat dari impedansi magnetotellurik Z( ). = |Z( )| (19) dengan Z( ) sama dengan Ex/Hy atau Ey/Hx, yang merupakan perbandingan komponen orthogonal dari medan listrik dan medan magnetik. Dari teori tersebut maka diperoleh hubungan suatu rumusan tahanan jenis suatu lapisan dengan asumsi bahwa bumi bersifat isotropi dan homogen (dikenal sebagai apparent resistivity). dengan = 0,2 atau = 0,2 | | (20) merupakan tahanan jenis semu (Ωm), T adalah periode (s), E adalah medan listrik (mV/km), dan H adalah medan magnetik (nT) (Oktobiayanti, 2009). E. Pemodelan MT Penafsiran keadaan bawah permukaan berdasarkan data yang telah diperoleh dapat diekstrasikan dengan melakukan pemodelan sehingga informasi dari distribusi tahanan jenis akan lebih berarti. Menurut Baranwal, (2010) Inversi adalah pendekatan matematis untuk memfitkan respon fisika dari model yang ada terhadap data observasi/lapangan. 23 Model yang paling sederhana adalah model 1-D dimana tahanan-jenis bervariasi hanya terhadap kedalaman ρ(z). Model 1-D biasanya direpresentasikan oleh model berlapis horisontal, yaitu model yang terdiri dari beberapa lapisan dimana tahanan-jenis tiap lapisan homogen. Dalam hal ini parameter model adalah tahanan-jenis dan ketebalan tiap lapisan. Pemodelan menggunakan model 1-D hanya dapat diterapkan pada data yang memenuhi kriteria data 1-D. Namun demikian, dengan asumsi tertentu pemodelan 1-D dapat pula diterapkan pada data yang dianggap mewakili kecenderungan lokal atau struktur secara garis besar, misalnya impedansi invarian dan impedansi dari TE-mode. Pemodelan 1-D menggunakan kurva sounding TE-mode didasarkan atas anggapan bahwa pengukuran medan listrik searah jurus tidak terlalu dipengaruhi oleh diskontinuitas lateral tegak lurus jurus. Dalam perkembangannya model 1D terlalu sederhana sehingga sulit untuk menggambarkan kondisi bawah permukaan bumi yang kompleks. Terkadang untuk kasus tertentu, ketika asumsi struktur 2D bawah permukaan bersifat valid, pendekatan 2D dapat dijadikan alternatif untuk mendapatkan model yang sesuai (Baranwal, 2010). Setidaknya untuk medium 2D lebih baik karena sistem dibuat dalam koordinat Cartesian dengan sumbu x dan y, terdapat 2 impedansi yang dianalisa. Dalam medium 2D, berlaku Zxx = Zyy = 0 dan Zxy -Zyx . Z xy dinamakan mode TE dan Zyx dinamakan mode TM. Data TE merupakan data yang terekam dimana komponen medan listrik sejajar dengan strike sedangkan data TM merupakan 24 data yang terekam dimana komponen medan magnet sejajar dengan strike. Dalam kasus 2D, kepastian arah strike sangat diperlukan. Ketika arah strike diketahui, maka data MT selanjutnya dapat dirotasikan terhadap arah strike tersebut (Amriyah, 2012). Untuk medium 3D, tensor impedansi berlaku Zxx Zyy dan Zxy Zyx. Dengan demikian, persamaan matriks tensor impedansi 3D dapat ditulis sebagai berikut: = Ex = ZxxHx + ZxyHy Ey = ZyxHx + ZyyHy (21) Karena bumi adalah dalam 3 dimensi, maka model 2D terkadang tidak bisa digunakan untuk menjelaskan kondisi bumi yang kompleks secara 3 dimensi. Seluruh penelitian mengindikasikan bahwa jika data yang dimiliki mengandung struktur 3D maka inversi 2D berkemungkinan besar dapat menghasilkan interpretasi yang salah. Kenyataannya, memang masih memungkinkan jika interpretasi dilakukan berdasarkan hasil inversi 2D. Hal ini dikarenakan di dalam inversi 2D terdapat 2 mode (TE dan TM) yang saling melengkapi. Ini semua secara signifikan bergantung pada posisi struktur 3D teradap arah strike 2D. Akan tetapi dalam praktiknya meskipunn terdapat dua mode di dalam inversi 2D tetap saja inversi ini hanya mampu mengetahui sedikit struktur 3D yang sebenarnya. Dalam inversi 3D tidak memerlukan kejelasan arah strike, dapat menginversi kesemua arah. Hal ini dikarenakan 25 derajat kebebasan 3D tinggi. Berbeda dengan 2D yang memiliki derajat kebebasan yang kecil, semua untuk mengakomodasi efek 3D yang dibutuhkan di dalam data (Amriyah, 2012). F. Metode Gayaberat Metode gayaberat diaplikasikan berdasarkan hukum Newton yang menyatakan bahwa besar gaya tarik menarik antara dua buah partikel yang mempunyai massa m1 dan m2 dengan jarak antara kedua titik pusat partikel tersebut r. Berdasarkan prinsip tersebut dalam geofisika metode gayaberat dapat digunakan untuk mengidentifikasi struktur bawah permukaan bumi yang diperoleh dari variasi distribusi nilai rapat massa (densitas) dari meterial bawah permukaan. Hukum Newton dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut: mm F (r ) G 1 2 2 rˆ r (22) dimana F (r ) adalah gaya tarik-menarik kedua benda tersebut dan G merupakan konstanta gayaberat universal yaitu 6.672 x 10-11 m3kg-1 det-2 (Blakely,1995). m1 F12 F21 m2 r Gambar 6. Gaya tarik menarik antara dua benda m1 dan m2 26 G. Potensi Gayaberat Potensi gravitasi pada titik tertentu pada suatu medan gravitasi didefinisikan sebagai usaha yang digunakan untuk memindahkan massa dari suatu titik sembarang (titik awal) ke titik lainnya. Medan gravitasi tersebut bersifat konservatif artinya usah yang dilakukan pada suatu titik ke titik lainnya pada medan gravitasi tidak bergantung pada lintasan yang dilaluinya. Gambar 7. Potensial massa tiga dimensi (Telford, dkk., 1990). Persamaan anomali gayaberat didapat dengan menganggap bumi sebagai suatu massa 3 dimensi yang berbentuk sembarang dan terdistribusi secara kontinyu ( , , )= Dimana gayaberat. ∫ ∫ ∫ [( ) ( ( , , ) ) ( ) ] (23) ( , , ) adalah rapat massa, dan x,y,z adalah koordinat potensial 27 Medan gayaberat akibat distribusi rapat massa diperoleh dengan mendeferensialkan persamaan (23) terhadap x, y, dan z sehingga didapatkan persamaan anomali gayaberat (23) ( , , )= ∫ ∫ ∫ [( ) ( , , )( ( ) ( ) ) ] (24) Dimana g adalah anomali gayaberat yang diamati, ρ adalah densitas, G adalah konstanta gayaberat umum, (x, y, z) dan (α,β,γ) masing-masing adalah sistem koordinat titik ukur dan sumber benda (Telford, 1990). H. Koreksi dalam Metode Gayaberat Dalam kenyataanya bentuk bumi tidak bulat sempurna, tetapi berbentuk spheroid (agak pepat pada kutubnya) relief permukaan bumi yang tidak rata. Keadaan bumi yang senantiasa berotasi dan berevolusi dalam sistem matahari mengakibatkan ketidakhomogenan sebaran densitas serta dipengaruhi gaya tarik benda di luar bumi, seperti bulan dan matahari sehingga variasi gayaberat dipermukaan bumi dipengaruhi oleh faktor berikut: 1. Koreksi apungan (drift correction) 2. Koreksi pasang surut bumi (tide correction) 3. Koreksi lintang (latitude correction) 4. Koreksi ketinggian (free-air correction & bouguer correction) 5. Koreksi medan /topografi (terrain correction) 28 Koreksi dilakukan karena pada saat melakukan survei gayaberat diharapkan satu faktor saja berupa variasi densitas bawah permukaan, sehingga pengaruh nilai koreksi dihilangkan dari harga pembacaan alat. 1. Koreksi tidal (pasang surut) Percepatan gayaberat di permukaan bumi di samping dipengaruhi oleh adanya gaya tarik bumi juga dipengaruhi oleh gaya tarik matahari dan bulan, sehingga untuk mendapatkan percepatan gayaberat yang akurat harus memperhitungkan pengaruh dari gaya tarik bulan dan matahari yang sering disebut dengan koreksi pasang surut. Besarnya koreksi pasang surut dapat di ukur langsung dengan menggunakan Gravimeter secara periodik maupun hitungan dengan menggunakan komputer berdasarkan perumusan Longman (1959). = ( − ) (25) Dimana KS adalah koreksi sebelum pengamatan, KTA adalah koreksi waktu akhir pengamatan, KTS adalah koreksi waktu sebelum pengamatan, TB adalah waktu di base, Ts adalah waktu sebelum pengamatan, TA adalah waktu akhir pengamatan. 2. Koreksi drift (apungan) Pengukuran gayaberat yang dilakukan di suatu tempat, yang kemudian diulang lagi pengukuran, secara teoritis harusnya akan tetap atau konstan. Pada kenyataannya, hal ini selalu diperoleh harga pembacaan yang berbeda, mengingat adanya pengaruh pasang surut diatas. Perbedaan ini disamping 29 dipengaruhi oleh kondisi pasang surut juga disebabkan karena pengaruh mekanisme alat, akibat goncangan selama transportasi, yang disebut sebagai drift atau apungan. Koreksi drift ini ditentukan dengan anggapan bahwa perubahan drift ini linier terhadap waktu, sehingga koreksi ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Driftstation = ( − ) Dimana Dstation adalah besarnya drift pada titik pengamatan, Tstation (26) adalah waktu pebacaan pada titik pengamatan, GAI dan GA2 adalah pembacaan gayaberat ke-1 dan ke-2 di base station, TA1 dan TA2 adalah waktu pembacaan ke-1 dan ke-2 di Base Station 3. Koreksi lintang (latitude correction) Telah diketahui bahwa bentuk bumi tidaklah bulat sempurna akan tetapi berbentuk steroid dengan pepat pada kedua kutubnya, sehingga besarnya harga gayaberat di kutub dan di khatulistiwa tidak sama. Dengan adanya perbedaan ini maka koreksi lintang sangat mempengaruhi besar gayaberat di suatu daerah. Dalam penelitian ini digunakan koreksi lintang dari International Assosiation of Geodesy Sistem (IAG.1967) dengan rumusan Moritz (1980) yaitu: g(φ) = 978032.700 (1+0.0053024sin2φ + 0.0000058sin22φ) (27) dimana, φ adalah lintang (Radian) pada titik pengukuran Koreksi ini dilakukan karena bentuk bumi yang tidak bulat sempurna, terdapat perbedaan antara jari-jari bumi di kutub dengan di katulistiwa. Nilai 30 gayaberat dikutub akan lebih besar dibandingkan nilai gayaberat di katulistiwa, seperti ditunjukkan pada Gambar 8. Gambar 8. Perbendaan nilai gayaberat di kutub dan katulistiwa 4. Koreksi udara bebas (free air correction) Koreksi udara bebas merupakan koreksi yang disebabkan karena pengaruh variasi ketinggian terhadap medan gravitasi bumi. Koreksi ini dilakukan untuk menarik bidang pengukuran (P) ke bidang datum yaitu bidang geoid (Po). Gambar 9. Koreksi udara bebas terhadap data gayaberat (Zhou, dkk., 1990) Koreksi udara bebas (free air correction) tidak memperhitungkan massa batuan yang terdapat di antara stasiun pengukuran dengan bidang geoid. Koreksi akan dijumlah jika titik pengukuran berada di atas geoid. Karena 31 semakin tinggi h, maka g akan semakin kecil sehingga untuk menyamakan dengan bidang geoid koreksi harus ditambah. Dan juga sebaliknya, koreksi akan dikurang jika titik pengukuran berada di bawah geoid. Namun, pada umumnya koreksi ini dijumlah karena permukaan bumi berada di atas bidang geoid. Koreksi gayaberat yang dihitung dari persamaan gayaberat normal bumi dengan bentuk ellipsoid. Koreksi ini dapat ditulis: FAC = 0,3086. h (28) dimana FAC (Free Air Correction) adalah koreksi udara bebas (mGal) dan h adalah ketinggian dititik pengukuran terhadap Mean Sea Level (dalam satuan meter). 5. Koreksi Bouguer (Bouguer correction) Pada koreksi udara bebas belum diperhitungkan adanya efek tarikan dari massa yang berada di antara bidang datum dan stasiun pengukuran itu sendiri, untuk itu pengukuran di darat efek tarikan dari massa tersebut menyebabkan peningkatan nilai Δg. Koreksi Bouguer berfungsi untuk mereduksi pangaruh efek tarikan dari suatu massa yang diberikan pada persamaan: BC = 2π.G. ρr. h BC = 0,04193. ρr. H (29) Dimana BC adalah koreksi Bouguer (Bouguer correction), h adalah ketinggian stasiun pengukuran (meter), ρr adalah densitas batuan rata-rata (gr/cc) 32 6. Koreksi Medan (Terrain Correction) Koreksi medan atau topografi dilakukan untuk mengoreksi adanya pengaruh penyebaran massa yang tidak teratur di sekitar titik pengukuran. Dalam koreksi Bouguer diasumsikan bahwa titik pengukuran di lapangan berada pada suatu bidang datar yang sangat luas. Sedangkan seringkali kenyataan di lapangan memiliki topografi yang berundulasi seperti adanya lembah dan gunung. Maka jika hanya dilakukan koreksi bouguer saja hasilnya akan kurang sempurna. Gambar 10. Stasiun yang berada dekat dengan gunung (Reynolds, 1997) Gambar 11. Stasiun yang berada dekat dengan lembah (Reynolds, 1997) Jika stasiun pengukuran berada dekat dengan gunung, maka akan terdapat gaya ke atas yang menarik pegas pada gravimeter, sehingga akan mengurangi nilai pembacaan gravitasi (Gambar 10). Sementara jika stasiun pengukuran berada dekat dengan lembah, maka akan ada gaya ke bawah yang hilang sehingga pegas pada gravimeter tertarik ke atas. Hal ini 33 akan mengurangi pembacaan nilai gravitasi (Gambar 11). Dengan demikian pada kedua kondisi tersebut, koreksi medan ditambahkan kepada nilai gravitasi. Cara perhitungan koreksi topografi dapat dilakukan dengan menggunakan Hammer Chart yang dikembangkan oleh Sigmund Hammer. Hammer Chart membagi area ke dalam beberapa zona dan kompartemen (segmen). Hammer melakukan pendekatan pengaruh topografi dengan suatu cincin yang terlihat pada Gambar 12 di bawah ini. Gambar 12. Hammer Chart (Reynolds, 1997) Menurut Reynolds (1997), besarnya koreksi topografi dengan menggunakan pendekatan cincin silinder dituliskan dalam persamaan: = − + + − + dimana N adalah jumlah kompartemen pada zona yang digunakan, radius luar (m), (30) adalah adalah radius dalam (m), z adalah perbedaan ketinggian rata-rata kompartemen dan titik pengukuran 34 I. Anomali Bouguer Setelah melakukan beberapa proses koreksi , maka akan didapatkan nilai yang disebut Anomali Bouguer (Bouguer Anomali). Anomali Bouguer adalah anomali yang disebabkan oleh variasi densitas secara lateral pada batuan di kerak bumi yang telah berada pada bidang referensi yaitu bidang geoid. Nilai anomali Bouguer yang diperoleh melalui semua koreksi disebut sebagai Complete Bouguer Anomali (CBA). Sedangkan anomali Bouguer yang didapatkan tanpa memasukkan koreksi medan ke dalam perhitungan disebut Simple Bouguer Anomali (SBA). Sementara nilai lain yang biasa digunakan untuk survei daerah laut adalah Free Air Anomali (FAA). FAA adalah nilai anomali Bouguer yang tidak memperhitungkan efek massa batuan sehingga tidak memasukkan koreksi Bouguer ke dalam perhitungan. CBA = Gobs – (g – FAC + BC – TC) (31) Dimana CBA adalah Anomlai Bougeur Lengkap (mGal), Gobs adalah nilai gaya berat observasi (mGal), g adalah koreksi lintang (mGal), FAC adalah koreksi udara bebas (mGal), BC adalah koreksi Bouguer (mGal), dan TC adalah koreksi medan (mGal) J. Estimasi Densitas Permukaan Rata-Rata Rapat massa merupakan parameter yang terukur dalam metode gayaberat. Varian distrubisi densitas inilah yang nantinya digunakan untuk menggambarkan keadaan geologi bawah permukaan. Rapat massa batuan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah rapat massa butir atau 35 matriks pembentuknya, porositas, dan kandungan fluida yang terdapat dalam pori-porinya. Namun demikian, terdapat banyak faktor lain yang ikut mempengaruhi rapat massa batuan, diantaranya adalah proses pembentukan, pemadatan (kompaksi) akibat tekanan, kedalaman, serta derajat pelapukan yang telah dialami batuan tersebut. Terdapat beberapa cara untuk menentukan rapat massa (densitas) permukaan rata-rata baik secara kualitatif dengan analisis batuan daerah survei dari pengukuran di laboratorium maupun penentuan rapat massa secara kuantitatif dengan Metode Nettleton dan Metode Parasnis. Metode Nettleton diaplikasikan berdasarkan pada pengertian tentang koreksi Bouguer dan koreksi medan jika rapat massa yang digunakan sesuai dengan rapat massa permukaan, maka penampang anomali gayaberat menjadi smoth. Nilai korelasi yang paling baik adalah yang mendekati nol sehingga grafik terbaik dipilih yang mendekati garis lurus seperti ditunjukkan pada gambar 13. Sedangkan Metode parasnis didasarkan pada persamaan anomali Bouguer dengan asumsi nilai anomali Bouguernya adalah nol. 36 Gambar 13. Estimasi rapat masaa dengan metode Nettleton (Telford dkk., 1990) K. Pemisahan Anomali Regional dan Residual Pada dasarnya anomali gayaberat yang terukur adalah hasil dari berbagai sumber dari permukaan hingga kedalaman target event di bawah permukaan. Untuk kepentingan interpretasi, target event harus dipisahkan dari event lainya yang tidak diperlukan. Target event dapat berada di zona yang dalam (regional) atau di zona dangkal (residual). Proses pemisahan antara anomali regional dan anomali residual dapat menggunakan analisis spektrum, proses Transformasi Fourier (transformasi dari domain waktu ke dalam domain frekuensi) untuk mengubah suatu sinyal menjadi penjumlahan beberapa sinyal sinusoidal dengan berbagai frekuensi. Hasil dari transformasi ini akan berupa spektrum amplitude dan spektrum phase sehingga dapat memperkirakan kedalaman dengan mengestimasi nilai 37 bilangan gelombang (k) dan amplitudo (A) yang dapat digunakan untuk menghitung lebar jendela filter yang selanjutnya dijadikan sebagai input data dalam proses filtering, pemisahan anomali regional, dan anomali residual. Blakely (1995) menurunkan spektrum dari potensial gayaberat yang teramati pada suatu bidang horizontal. F(U) = Dimana , ( ) dan adalah Potensial gayaberat, konstanta gayaberat | |( =2 | | ) (32) adalah anomali rapat massa adalah adalah jarak Berdasarkan kedua persamaan diatas maka diperoleh: ( )=2 | |( ) | | (33) Sehingga Transformasi Fourier anomali gayaberat pada lintasan yang diinginkan adalah: ( )= ( → ( )= )= 2 | |( ) (34) dimana gz adalah anomali gayaberat, k adalah bilangan gelombang zo adalah ketinggian titik amat, z adalah kedalaman benda anomali Bila distribusi densitas bersifat random dan tidak ada korelasi antara masingmasing nilai gayaberat, maka =1, sehingga hasil Transformasi Fourier anomali gayaberat menjadi: = | |( dimana A adalah amplitude, C adalah konstanta ) (35) 38 Selanjutnya dengan melogaritmakan hasil Transformasi Fourier tersebut di atas, maka akan diperoleh hubungan antara amplitudo (A) dengan bilangan gelombang (k) dan kedalaman (zo - z’): ln A = (zo - z’) |k| (36) Hasil logaritma ini menunjukkan bahwa kedalaman rata-rata bidang diskontinuitas rapat massa akan berbanding dengan kemiringan grafik spektrum. Kemudian dari hubungan itu pula, dengan menggunakan metode least square, maka estimasi kedalaman anomali adalah gradien dari masingmasing grafik spektrum pada tiap lintasan. Hubungan panjang gelombang (λ) dengan k diperoleh dari persamaan Blakely (1995): = = (37) .Δ (38) dengan n adalah lebar jendela. Ln A Zona regional Zona residual Zona noise Batas zona regional-residual Gambar 14. Kurva Ln A dengan K k 39 Metode Moving Average dilakukan dengan cara merata-ratakan nilai anomalinya. Hasil dari metode moving average adalah anomali regional. Anomali residual diperoleh dari selisih anomali Bouguer dengan anomali regional. Pemisahan antara anomali regional dan residual dianalisis dari spektrumnya akan menyerupai low pass filter sehingga output dari proses ini adalah frekuensi rendah dari anomali Bouguer yang akan merepresentasikan kedalaman yang lebih dalam (regional). Karena frekuensi rendah ini mempunyai penetrasi yang lebih dalam. Selanjutnya anomali residual didapatkan dengan cara mengurangkan anomali regional dari anomali Bouguernya. Secara matematis persamaan moving average untuk 1 dimensi adalah sebagai berikut : ∆ ( )= ∆ ( ) ⋯ ∆ () ⋯ ∆ ( ) (39) Dimana i adalah nomor stasiun, N adalah lebar jendela, ∆ adalah besarnya anomali regional. Setelah didapatkan ΔTreg , maka harga ΔTresidual dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut: ΔTresidual = ΔT - ΔTreg (40) Dimana ΔTresidual adalah Besarnya anomali residual ΔT adalah Besarnya anomali bouguer ΔTreg adalah Besarnya anomali regional. Berdasarkan karakter spektrum lebar window NxN berbanding langsung dengan low cut dari panjang gelombang atau high cut frequency spacial dari low-pass filter, sehingga dengan bertambahnya lebar window akan 40 menyebabkan bertambahnya panjang gelombang regional output. Dengan kata lain, lebar window terkecil menyebabkan harga regionalnya mendekati anomali Bouguernya. L. Derivatif Vertikal Orde Dua (Second Vertical Derivative) Dalam menginterpretasikasikan bawah permukaan berupa batas-batas struktur dapat menggunakan metode Second Vertical Derivative (SVD). Turunan vertikal orde dua yang bersifat sebagai high pass filter atau meninggikan anomali dengan panjang gelombang yang pendek terhadap anomali residual yang berasosiasi dengan struktur dangkal. SVD dapat digunakan untuk analisis model dengan cara melihat nilai maksimum dan minimum dari nilai turunan keduanya. Secara teoritis, metoda ini diturunkan dari fungsi harmonik Laplace, yaitu : ∇ ∆ =0 (41) (∆ ) + (∆ ) (∆ ) + (∆ ) ∇ ∆ = + (∆ ) (42) Sehingga, (∆ ) + (∆ ) =− (∆ ) + =0 (∆ ) (43) (44) Untuk data penampang, dimana y mempunyai nilai yang tetap maka persamaannya adalah: 41 (∆ ) =− (∆ ) (45) Dari persamaan diatas dapat diketahui bahwa second vertical derivative dari suatu anomali gayaberat permukaan adalah sama dengan negatif dari derivative orde dua horisontalnya, artinya bahwa anomali second vertical derivative dapat melalui derivative orde dua horisontalnya yang lebih praktis dikerjakan. Terdapat beberapa operator filter SVD, yang dihitung oleh Henderson dan Zeits (1949), Elkins (1951) dan Rosenbach (1952). Henderson & Zietz 0.0000 0.0000 -0.0838 0.0000 0.0000 0.0000 +1.0000 -2.6667 +1.0000 0.0000 -0.0838 -2.6667 17.0000 -2.6667 -0.0838 0.0000 +1.0000 -2.6667 +1.0000 0.0000 0.0000 0.0000 -0.0838 0.0000 0.0000 Elkins (1951) 0.0000 -0.0833 -0.0667 -0.0833 0.0000 -0.0833 -0.0667 -0.0334 -0.0667 -0.0833 0.0000 -0.0334 +1.0667 -0.0334 0.0000 -0.0833 -0.0667 -0.0334 -0.0667 -0.0833 0.0000 -0.0883 -0.0667 -0.0833 0.0000 42 Rosenbach (1953) 0.0000 +0.0416 0.0000 +0.0416 0.0000 +0.0416 -0.3332 -0.7500 -0.3332 +0.0416 0.0000 -0.7500 +4.0000 -0.7500 0.0000 +0.0416 -0.3332 -0.7500 -0.3332 +0.0416 0.0000 +0.0416 0.0000 +0.0416 0.0000 Kemampuan SVD untuk memisahkan efek residual dari pengaruh efek regional menjadikan hal tersebut sangat penting dalam interpretasi gayaberat. Artinya proses ini dapat memperjelas anomali residual yang tumpang tindih dengan anomali regional. Dengan demikian keberadaan struktur geologi di lokasi penelitian tidak menimbulkan ambiguitas tetapi memberikan gambaran yang lebih jelas terhadap bentuk-bentuk anomali penting dalam eksplorasi migas. Arah kemiringannya kurva SVD dapat menunjukkan jenis sesar, diketahui dari perbandingan antara harga mutlak SVD maksimum dan minimum yang diberikan oleh: 1. Untuk patahan naik 2 g 2 g 2 2 x maks x min (46) 2. Untuk patahan turun 2 g 2 g 2 2 x maks x min (47) 43 M. Gradien Horizontal Gradien horisontal anomali gayaberat adalah perubahan nilai anomali gayaberat dari satu titik ke titik lainnya secara horisontal dengan jarak tertentu. Gradien horisontal cenderung memiliki karakteristik yang baik untuk menunjukkan tepi dari suatu benda anomali, sehingga teknik gradien horisontal sangat baik untuk mendeteksi batas horisontal dari data gayaberat. Teknik gradien horisontal ini dapat digunakan untuk mendeteksi struktur geologi dalam maupun dangkal. Amplitudo dari gradien horisontal adalah sebagai berikut (Cordell dan Grauch, 1985): = + (48) First Horizontal Derivative (FHD) dan Second Horizontal Gradien (SHD) menggunakan rumus sebagai berikut : = + (49) Untuk model dalam bentuk penampang hanya dalam arah x, maka rumus FHD menjadi lebih praktis, yaitu : = (50) = (51) dan SHD : dimana dan merupakan turunan horizontal gayaberat pada arah x dan y. 44 Gambar 15. Anomali gayaberat dan gradien horisontal pada model tabular (Haerudin, 2016) N. Sistem Panasbumi Sistem panasbumi merupakan asosiasi konveksi fluida pada kerak bumi teratas dalam ruang tak bercelah, transfer panas dari sumber panas (heat source) ke penyimpan panas dalam keadaan permukaan yang bebas (free surface). Dibangun atas lima elemen utama yaitu heat source, reservoir, lapisan penudung, struktur geologi dan daerah resapan air (Virgantoro, 2011). Hochtein dan Browne, (2000) mengkategorikan sistem panasbumi menjadi tiga sistem, yaitu: 1. Sistem hydrothermal, merupakan proses transfer panas dari sumber panas ke permukaan secara konveksi, yang melibatkan fluida meteoric dengan atauu tanpa jejak dari fluida dari magnetik. Daerah rembesan berfasa cair dilengkapi air meteoric yang berasal dari daerah resapan. Sistem ini terdiri atas: sumber panas, reservoir dengan fluida panas, daerah resapan dan daerah rembesan panas berupa manifestasi. 45 2. Sistem vulkanik, merupakan proses transfer panas dari dapur magma ke permukaan melibatkan konveksi fluida magma. Pada sistem ini jarang ditemukan adanya fluida meteoric. 3. Sistem vulkanik-hidrotermal, merupakan kombinasi dua sistem di atas, yang diwakili dengan air magnetik yang naik kemudian bercampur dengan air meteoric. BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2016 sampai dengan Oktober 2016. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Teknik Geofisika Fakultas Teknik Universitas Lampung, Jalan Prof. Dr. Soemantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung. B. Alat dan Bahan Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: 1. Data inversi Magenetotellurik 2. Peta Anomali Bouguer Lengka Gunung Talang 3. Peta Geologi Lembar Solok dengan skala 1:250.000 4. Peta Administrasi Provinsi Sumatera Barat 5. Peta administrasi Kabupaten Solok 6. Peta DEM srtm area 56_12, area 57_12, area 57_13 7. Seperangkat PC dengan Software Global Mapper13, Surfer12, Google Map, Oasis Montaj 8.3.3., ArcGis 10.1 47 C. Diagram Alir Tahapan kegiatan dalam penelitian ini ditunjukkan pada gambar di bawah ini. Mulai Data MT Peta anomali Bouguer 3D modelling Digitasi Model 3D Kontur ABL Analisis spektral & moving average Anomali Bouguer Regional & Residual SVD Analisis Model tentatif sistem panasbumi Selesai Gambar 16. Diagram Alir Penelitian Slicing model MT, Geologi, DEM Forward modeling 48 D. Pengolahan Data Dalam penelitian ini menggunakan dua data berupa data Manetotellurik (MT) dan data gayaberat dengan prosedur sebagai berikut: 1. Magnetorellurik (MT) Data MT yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder hasil digitasi pada daerah Bukit Kili-Gunung Talang sehingga telah diperoleh lokasi digitasi (x,y,z) terhadap besar resistivitasnya. Data tersebut kemudian dibuka dalam software Oasis Montaj 8.3.3 dalam bentuk voxel atau 3D. Tampilan distribusi resistivitas ini dianggap benar dengan melalui pengolahan kurva MT dan koreksi yang baik sebelumnya. Seperti pada umumnya data ini digunakan untuk menerjemahkan keberadaan reservoir dan batuan penudung sekaligus sebagai pembanding dalam pemodelan forward gayaberat. Oleh karena itu hasil model 3D MT perlu disayat berdasarkan target, beberapa sayatan dilakukan untuk mensinkronkan keberadaan struktur panasbumi dan lokasi keberadaan manifestasi yang muncul di permukaan. 2. Gayaberat Seperti halnya dengan data MT pada data gayaberat dalam penelitian ini juga adalah data sekunder hasil digitasi peta anomali bouguer daerah G. Talang. Anomali bouguer dianggap telah melalui pengolahan yang baik sebelumnya berdasarkan koreksi-koreksi yang seharusnya dilakukan. Dengan hasil digitasi anomali buguer yang cukup baik, telah terlihat 49 struktur dari kemunculan anomali rendah dan tinggi yang ada, namun tetap perlu dilakukan beberapa pengolahan berikutnya berupa penentuan anomali regional dengan low pass filter dan penentuan anomali residual dengan hight pass filter. Hasil dari anomali regional dan residual ini dapat menunjukkan persebaran jenis batuan pada kedalaman tertentu. Adapun truktur patahan diidentifikasikan dengan melakukan proses SVD (Second Vertical Derivative) sedangkan arahnya ditunjukkan dari hasil gradient yang pada penelitian ini dilakukan pada dua arah yaitu North East dan North West. Selanjutnya pada lain proses dilakukan forward modeling dari anomali bouguer sebanyak tiga sayatan yang kemudian disinkronkan dengan data model 3D MT. 98 BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Simpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini antara lain: 1. Anomali Bouguer Pabum G. Talang mempunyai 199,5 - 232,5 mGal dengan anomali tinggi pada bagian NE dan SW, sedangkan anomali rendah berada di tengah daerah penelitian berarah NW-SE. 2. Dari hasil analisis SVD anomali Bouguer dan SVD regional menunjukkan bahwa struktur patahan berarah NW-SE berkorelasi dengan munculnya manifestasi panasbumi G. Talang dan Bk. Kili 3. Tahanan jenis rendah (kurang dari atau sama dengan 20 ohmmeter) yang diinterpretasikan sebagai batuan penudung ini tersebar dari mulai kedalaman 500 m hingga 1500 m dari permukaan. 4. Reservoir panas bumi diperkirakan berada di bawah batuan penudung yang memiliki tahanan jenis pada kisaran 20 sampai 100 Ωm, terdapat di bagian selatan yaitu di daerah Gunung Talang. Puncak dari reservoir ini berada pada kedalaman sekitar 1500 meter dari permukaan dan semakin mendalam ke arah Utara yang dapat mencapai kedalaman sekitar 2500 meter. 99 B. Saran Perlu dilakukan pengukuran gayaberat lebih lanjut pada area yang lebih luas khususnya di sebelah Utara untuk mengetahui lebih detail pada struktur kaldera di daerah Bukit Kili dan untuk analisis metode MT dapat lebih diperdalam sehingga memperoleh lokasi titik bor. DAFTAR PUSTAKA Agung, L., 2009, Pemodelan Sistem Geothermal Dengan Menggunakan Metode Magnetotellurik Di Daerah Tawu, Sabah, Malaysia. Universitas Indonesia, Jakarta Amriyah, Q. 2012. Pemodelan Data Magnetotellurik Multidimensi Untuk Mendelineasi System Geothermal Daerah Tawau, Malaysia. Depok: Universitas Indonesia Andórson, S., D´Amore, F., dan Gerardo J, 2000, Isotopic and chemical techniques in geothermal exploration (ed. S. Arnórsson). Vienna, International Atomic Energy Agency. 351p. Aulia, M. Z., 2014. Karakterisasi Sistem Panasbumi “TP” Dengan Analisis Data Geokimia Dan Model Magnetotellurik Untuk Menentukan Lokasi Titik Bor Eksplorasi. Bandar Lampung: Universitas Lampung. Baranwal V. C., Franke A., Borner R. U., Spitzer K., dan Sharma S. P., 2010, 2D Inversion for Plane Wave EM Methods Using an Adaptive Unstructured Grid Finite Element Approach: Formulation, Calculation of Sensitivities adan First Result, Springer. Blakely, R. J., 1995. Potential Theory in Gravity and Magnetic Applications. Cambridge University Press. Cambridge. Cumming, W. 2009. Geothermal resource conceptual models using surface exploration data. In Proceedings of the Thirty-Fourth Workshop on Geothermal Reservoir Engineering, Cali-fornia, U.S.A. Stanford University. Daud, Y. 1995. Resistivity and Gravity Study of the Ulubelu Geothermal Area, South Lampung, Indonesia. Unpublished Geothermal Project Report No.95.07, Geothermal Institute, University of Auckland, New Zealand. Haerudin, N. 2016. Model Sistem Panas Bumi Rajabasa Dengan Menggunakan Metode Geofisika Terpadu dan Metode Geokimia Radon. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Hochstein, M.P. dan Browne, P.R.L., 2000, Surface Manifestation of Geothermal Systems with Volcanic Heat Sources. In Encyclopedia of Volcanoes, H.Sigurdsson, B.F. Houghton, S.R. McNutt, H. Rymer dan J. Stix (eds.), Academic Press. Hochstein, M.P. dan Soengkono, S., 1994, Geophysical Rock Parameters (1), Lecture Notes, 3rd edition. Geothermal Institute, The University of Auckland. Hochstein, M. P. dan Sudarman, S. 1993. Geothermal resources of Sumatra. Geothermics, 22:181–200. Johnston, J.M., Pellerin, L., dan Hohmann, G.W. 1992. Evaluation of Electromagnetic Methods for Geothermal Reservoir Detection. Geothermal Resources Council Transactions, Vol. 16. pp 241 – 245. Kholid, M., dan Marpaung, H., 2011. Survei Magnetotellurik Daerah Panas Bumi Bukit Kili – Gunung Talang, Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Proseding Hasil Kegiatan Pusat Sumber Daya Geologi Tahun 2011. Longman, I. M., 1959. Formulas of Computing The Tidal Accelerations due to The Moon and The Sun. Jurnal of Geophysyca Research 64: 2351-255 Makhrani. 2010. Delineasi Model Tentatif Sistem Geothermal dan Interpretasi Komprehensif Berdasarkan Analisis Geofisika, Geokimia dan Geologi. Makasar: Universitas Hasanudin Mardyancilatia, M.D., 2014. Identifikasi Keberadaan Sistem Panas Bumi Menggunakan Data Magnetotelurik Di Daerah Prospek Panas Bumi Bukit Kili-Gunung Talang Sumatera Barat. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Mulwa, J., Barongo, J., Fairhead, D., Mariita, N., dan Patel, J., 2010, Integrated Geophysical Study of Lake Bogoria Basin, Kenya: Implications for Geothermal Energy Prospecting, Proceedings World Geothermal Congress 2010, Bali, Indonesia, 25-29 April 2010. Munandar, A., Suharto, E., Kusnadi, D., Idral, A., dan Solaviah, M., 2003. Penyelidikan Terpadu Daerah Panas Bumi Gunung Talang Kabupaten Solok – Sumatera Barat. Kolokium Hasil Kegiatan Inventarisasi Sumber Daya Mineral – DIM, TA. 2003. Niasari, S.W. 2015. Magnetotelluric Investigation of the Sipoholon Geothermal Field, Indonesia. Berlin: Freien Universität Berlin Nidya, F. 2011. Analisis Karakteristik Panasbumi Daerah Outflow Gunung Arjuno-Welirang Berdasarkan Data Geologi, Geokimia, Dan Geofisika (3g). Bandar Lampung: Universitas Lampung. Oktobiyanti, R. 2009. Pemodelan Sistem Geothermal Daerah Sibayak Menggunakan Data Magnetotellurik dan Gravitasi. Depok: Universitas Indonesia. Simpson, F. dan Bahr, K. 2005. Practical Magnetotellurics. Cambridge University Press. Telford, W. M., Goldrat, L. P., dan Sheriff, R. P., 1990. Applied Geophysics 2nd ed. Cambridge University Press. Cambridge. Unsworth, M. 2008. Lecture Notes. Geophysics 424. Virgantoro, T. 2011. Metode Magnetotelluric (MT) Untuk Eksplorasi Panasbumi Daerah Lili, Sulawesi Barat dengan Data Pendukung Metode Gravitasi. Depok: Universitas Indonesia. Vrolijk, P. (1990). On the mechanical role of smectite in subduction zones. Geology, 18:703–707. Wulandari, J.C., Eddy, Z., Gaffar, Zulaikah, S., dan Nugroho A.P., 2007. Penentuan Struktur Litologi Daerah Panasbumi Probolinggo Menggunakan Metode Magnetotelurik (MT). Malang: Universitas Negri Malang Zhou, X., Zhong, B., dan Li, X., 1990. Gravimetrc Terrain Correction by Triangular-Element Method. Geophysics. Vol. 55. Page 232-238