1 PENGARUH MODEL KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 10 LUBUKLINGGAU TAHUN PELAJARAN 2015/2016 Oleh: Deni Adisah1, Sukasno2, Dona Ningrum3 STKIP-PGRI Lubuklinggau ABSTRACT Skripsi ini berjudul “Pengaruh Model Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VII SMP Negeri 10 Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2015/2016”. Masalah penelitian ini adalah apakah terdapat pengaruh yang signifikan model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VII SMP Negeri 10 Lubuklinggau? Jenis penelitian yang digunakan berbentuk eksperimen murni yang dilaksanakan dengan adanya kelompok pembanding. Populasinya adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 10 Lubuklinggau tahun pelajaran 2015/2016, yang terdiri dari 88 siswa dan sebagai sampel adalah kelas VII.2 sebagai kelas eksperimen dan kelas VII.3 sebagai kelas kontrol yang diambil secara acak. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik tes. Data yang terkumpul dianalisis menggunakan uji t. Berdasarkan hasil analisis data, dapat disimpulkan terdapat pengaruh yang signifikan model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VII SMP Negeri 10 Lubuklinggau. Ratarata hasil belajar siswa kelas eksperimen sebesar 75,07 dan kelas kontrol sebesar 69,66. Kata Kunci: Think Pair Share (TPS), Cooperative Learning, Hasil Belajar. A. PENDAHULUAN Salah satu upaya mengembangkan pendidikan adalah keterampilan guru dalam memilih model pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran, kondisi siswa dan kondisi tempat belajar. Wena (2010:2) yang menyatakan bahwa “penggunaan model pembelajaran dalam kegiatan sangat perlu karena untuk mempermudah proses pembelajaran sehingga dapat mencapai hasil yang optimal. Tanpa model yang jelas, proses pembelajaran tidak akan terarah sehingga tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sulit tercapai secara optimal, dengan kata lain pembelajaran tidak dapat berlangsung secara efektif dan efisien”. Model yang tidak sesuai dengan materi yang 1 Mahasiswa STKIP-PGRI Lubuklinggau Dosen STKIP-PGRI Lubuklinggau 23 2 diajarkan akan menimbulkan kesulitan bagi siswa untuk memahami konsep materi matematika yang akan diberikan. Dalam proses pembelajaran matematika, guru memegang peranan yang sangat penting untuk menentukan keberhasilan belajar siswa dalam belajar matematika. Tentunya guru dituntut untuk dapat menentukan model pembelajaran yang mampu meningkatkan keberhasilan siswa tersebut. Dalam pelaksanaan proses pembelajaran yang menyenangkan akan menjadi modal utama dalam menciptakan pemahaman siswa. Untuk mencapai hasil belajar yang maksimal seorang guru dengan kemampuannya harus mampu menciptakan suasana belajar yang dapat menimbulkan minat belajar dan daya tarik terhadap materi yang diajarkan. Berdasarkan hasil observasi awal pada tanggal 20 April 2015 dengan melakukan wawancara dengan guru matematika yang mengajar di SMP Negeri 10 Lubuklinggau diperoleh data bahwa hasil ulangan harian siswa kelas VII pada mata pelajaran matematika sebesar 65,25. Dengan demikian hasil belajarnya yang di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 68, jumlah siswa yang tuntas sebanyak 38 siswa (43,18%) dan 50 siswa (56,82%) belum tuntas dari jumlah keseluruhan siswa 88 orang. Siswa yang belum tuntas harus mengikuti remedial. Asumsi dasar yang menyebabkan pencapaian kompetensi mata pelajaran matematika siswa kurang optimal adalah penggunaan metode mengajar yang digunakan guru dengan metode konvensional. Pembelajaran konvensional ini cenderung terpusat pada guru, guru aktif memberikan penjelasan, mentransfer ilmu yang dimiliki, sedangkan siswa hanya menerima yang disampaikan oleh guru, karena pada saat proses pembelajaran siswa takut dan malu bertanya kepada guru apabila tidak paham terhadap materi yang dipelajarinya, kemudian siswa kurang rajin dalam mengerjakan latihan soal atau PR yang diberikan oleh guru. Salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan di atas, peneliti ingin melaksanakan pembelajaran dengan model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS). Menurut Suprijono (2009:91) “model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) adalah model pembelajaran yang memberi siswa kesempatan untuk bekerja sendiri dan bekerjasama dengan orang lain”. Sedangkan menurut Aqib (2013:24) “model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) merupakan suatu teknik sederhana dengan keuntungan besar. Think Pair Share (TPS) dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mengingat 3 suatu informasi dan seorang siswa juga dapat belajar dari siswa lain serta saling menyampaikan idenya untuk didiskusikan sebelum disampaikan di depan kelas”. Dalam hal ini, guru sangat berperan penting untuk membimbing siswa melakukan diskusi, sehingga terciptanya suasana belajar yang lebih hidup, aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Melalui model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS), siswa akan termotivasi untuk mengikuti proses belajar mengajar dengan aktif, karena belajar bersama kelompok di mana guru sebagai fasilitator dan siswa melakukan aktivitas. Peneliti memilih model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) ini karena peneliti ingin melakukan perubahan dalam model pembelajaran yang mampu membuat suasana pembelajaran menjadi lebih menarik dan menyenangkan bagi siswa dalam mempelajari materi pelajaran matematika sehingga mampu mempengaruhi hasil belajar siswa untuk menjadi lebih baik, karena siswa secara langsung dapat memecahkan masalah, memahami suatu materi secara berkelompok dan saling membantu antara satu dengan lainnya, membuat kesimpulan (diskusi) serta mempresentasikan di depan kelas sebagai salah satu langkah evaluasi kegiatan pembelajaran yang dilakukan. Berdasarkan uraian di atas, peneliti berkeinginan untuk mengadakan penelitian dengan judul “Pengaruh Model Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VII SMP Negeri 10 Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2015/2016”. B. LANDASAN TEORI Pengertian Belajar Menurut Slameto (2010:2) “belajar ialah suatu proses usaha yang telah dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku manusia yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman dalam interaksi lingkungannya”. Adapun menurut Travers (dalam Suprijono, 2009:2) mengemukakan bahwa “belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah laku baik melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek-aspek kognitif, afektif dan psikomotorik untuk memperoleh tujuan tertentu”. Sedangkan menurut Gagne (dalam Suprijono, 2009:2) “belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas”. Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku, sikap dan ilmu pengetahuan yang telah dilakukan 4 seseorang ataupun individu dengan tujuan kearah yang lebih baik dan bermanfaat bagi dirinya, orang lain, dan di lingkungannya. Pengertian Hasil Belajar Menurut Lindgren (dalam Suprijono, 2009:7) “hasil pembelajaran meliputi kecakapan, informasi, pengertian, dan sikap”. Adapun menurut Suprijono (2009:7) “hasil belajar adalah perubahan peristiwa secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja. Artinya, hasil pembelajaran yang dikategorisasi oleh para pakar pendidikan merupakan bukan aspek kemanusiaan saja sebagaimana tersebut di atas tidak dilihat secara fragmentaris, komprehensif”. Sementara menurut Gagne (dalam Suprijono, 2009:5) berpendapat “hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilainilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan”. Bloom (dalam Suprijono, 2009:6-7) mendefinisikan “Hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik”. Menurut Bloom (dalam Dimyati dan Mudjiono, 2006:202) belajar pada aspek kognitif, meliputi: a. Pengetahuan (C1) Pengetahuan adalah kemampuan siswa untuk menyebutkan atau menjelaskan kembali tentang nama, istilah, ide, rumus-rumus, dan sebagainya. Kata kerja yang dapat dipakai: Mengutip, menyebutkan, menjelaskan, mengambarkan, mengidentifikasi, mengulang, menghafal, menulis, memilih, menunjukkan, mendefinisikan. b. Pemahaman (C2) Pemahaman adalah kemampuan untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Kata kerja yang dapat dipakai: Menterjemahkan, memperkirakan, menyatakan kembali, mendiskusikan, menjelaskan, memberi contoh, menguraikan, menghitung, membedakan, merangkum. c. Penerapan (C3) Penerapan adalah kemampuan menerapkan materi yang sudah dipelajari pada situasi yang baru dan menyangkut penggunaan aturan dan prinsip. Kata kerja yang dapat dipakai: 5 Menugaskan, mengurutkan, menerapkan, menyesuaikan, menggunakan, menunjukkan, mendemontrasikan, mempraktekkan, mengoperasikan. d. Analisa (C4) Analisa adalah kemampuan untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan di antara bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu dengan faktorfaktor lainnya. Kata kerja yang dapat dipakai: Menganalisis, memisahkan, membedakan, menghitung, membandingkan, meneliti, mendebatkan, menghubungkan, mengkategorikan. e. Sintesa (C5) Sintesa adalah kemampuan berpikir yang memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis, sehingga menjelma menjadi suatu pola yang yang berstruktur atau berbentuk pola baru. Kata kerja yang dapat dipakai: Mengatur, menganimasi, mengumpulkan, mengkategorikan, mengkode, menyusun, merancang, merencanakan, merumuskan. f. Evaluasi (C6) Evaluasi adalah kemampuan untuk membuat pertimbangan terhadap suatu kondisi, misalnya siswa dihadapkan pada beberapa pilihan maka akan mampu memilih satu pilihan yang terbaik sesuai dengan kriteria yang ada. Kata kerja yang dapat dipakai: Membandingkan, menyimpulkan, menilai, mengarahkan, mengkritik, memutuskan, memperjelas, menafsirkan. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar menurut Slameto (2010:54) dapat digolongkan menjadi dua yaitu: a. Faktor Intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar atau faktor dari dalam diri siswa, meliputi: 1) Faktor jasmaniah meliputi: (1) kesehatan; (2) cacat tubuh. 2) Faktor psikologis meliputi: (1) intelegensi; (2) perhatian; (3) minat; (4) bakat; (5) motivasi; (6) kematangan; (7) kesiapan. 3) Faktor kelelahan meliputi: (1) kelelahan jasmani; (2) kelelahan rohani. 6 b. Faktor Ekstern adalah faktor yang ada diluar individu atau faktor dari luar diri siswa, meliputi: a) kemampuan guru; b) sarana pembelajaran; c) pribadi guru; d) model penyajian mata pelajaran; e) kondisi lingkungan; f) metode mengajar; g) kurikulum; h) disiplin sekolah. Model Pembelajaran Model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijono (2009:46) yang menyatakan bahwa “model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial”. Soekamto, dkk., (dalam Trianto, 2012:5) “model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar”. Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah suatu desain yang menggambarkan proses rincian dan penciptaan situasi lingkungan yang memungkinkan siswa berinteraksi sehingga terjadi perubahan dan perkembangan pada diri siswa. Pembelajaran Kooperatif Menurut Suprijono (2009:54) “model pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru”. Sedangkan menurut Sugiyanto (2009:37) “pembelajaran kooperatif (cooperative learning) adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar”. Menurut Trianto (2012:51) “pembelajaran Kooperatif (cooperative learning) merupakan strategi pembelajaran melalui kelompok kecil siswa yang saling bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar”. Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif adalah kegiatan pembelajaran yang berfokus pada kerja 7 kelompok untuk memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan yang ingin dicapai. Ada berbagai macam tipe model pembelajaran kooperatif menurut Aqib (2013:17-35), yaitu: Model Example Non Example, model Number Head Together (NHT), model Cooperative Script, model Kepala Bernomor Struktur, model Student Teams Achievement Divisions (STAD), model Jigsaw, model Mind Mapping, model Make a Match, model Think Pairs Share (TPS), model Role Playing, model Collaborative Writing, model Bertukar Pasangan, model Snowball Throwing. Namun dalam hal ini peneliti akan membahas model Think Pair Share (TPS) dalam pembelajaran matematika. Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) Menurut Suprijono (2009:91) “model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) merupakan model pembelajaran secara berpasangan untuk mediskusikan suatu isu terkait dengan materi pelajaran untuk dipikirkan oleh siswa”. Sedangkan menurut Taniredja (2013:106) “model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) adalah pembelajaran yang memberi siswa kesempatan untuk bekerjasama dengan orang lain. Guru berperan penting membimbing siswa melakukan diskusi, sehingga terciptanya suasana belajar lebih hidup, aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan”. Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) adalah model belajar yang memberi siswa kesempatan untuk bekerja sendiri dan bekerjasama dengan siswa lainnya. Sedangkan guru berperan penting untuk membimbing siswa melakukan diskusi, sehingga terciptanya suasana belajar yang lebih hidup, aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan langkah-langkah pembelajaran kooperatif Think Pair Share (TPS) dalam penelitian ini adalah: 1) Guru menyampaikan inti materi pelajaran dan kompetensi yang ingin dicapai. 2) Guru menyampaikan pertanyaan atau permasalahan. 3) Siswa diminta berpikir (Think) tentang materi yang disampaikan guru. 4) Siswa diminta secara berpasangan (Pair) untuk mengutarakan hasil pemikirannya. 5) Siswa tiap kelompok mengemukakan (Share) hasil diskusinya. 6) Guru mengarahkan pembicaraan pada pokok permasalahan dan menambah materi yang belum diungkapkan para siswa. 8 7) Siswa memberikan kesimpulan. 8) Guru menutup pembelajaran. C. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah eksperimen murni, yaitu jenis eksperimen yang dianggap sudah baik karena sudah memenuhi persyaratan, yaitu adanya kelompok lain (kontrol) yang ikut mendapatkan pengamatan (Arikunto, 2010:124). Desain eksperimen yang digunakan berbentuk Control group pre-test-pos-test menurut Arikunto (2010:125) dapat digambarkan: E O1 X O2 K O3 - O4 Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas VII SMP Negeri 10 Lubuklinggau tahun pelajaran 2015/2016 sebanyak 88 orang terdiri dari 3 kelas. Sampel dalam penelitian ini adalah kelas VII.2 sebagai kelas eksperimen dan kelas VII.3 sebagai kelas kontrol. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik tes. Tes yang digunakan berbentuk tes esai yang diberikan sebanyak dua kali yaitu sebelum pembelajaran (pre-test) di kelas eksperimen dan kontrol dan sesudah pembelajaran (post-test) di kelas eksperimen dan kontrol. Tes awal diberikan untuk melihat kemampuan awal siswa dan tes akhir diberikan untuk memperoleh data tentang hasil belajar siswa dalam materi pecahan. Teknik analisis data dalam penelitian ini terhadap data hasil belajar matematika adalah menentukan nilai rata-rata dan simpangan baku, uji normalitas data, uji homogenitas, dan uji hipotesis. Sebelum pelaksanaan penelitian dimulai, terlebih dahulu dilakukan uji coba instrumen tes yang bertujuan untuk mengetahui kualitas soal yang dilaksanakan. Berdasarkan hasil uji coba instrumen sebanyak sepuluh butir soal, diketahui bahwa delapan soal dinyatakan valid dan dua soal tidak dapat dipakai karena soal tidak valid. Serta diperoleh koefisien realibilitas sebesar 0,76, hal ini berarti instrumen penelitian memiliki derajat reliabilitas tinggi sehingga dapat dipercaya sebagai alat ukur. D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 9 Berdasarkan data hasil pre-test diperoleh bahwa nilai rata-rata pada pre-test untuk kelas eksperimen sebesar 66,6 dan kelas kontrol sebesar 68,28. Jadi secara deskriptif dapat disimpulkan bahwa kemampuan awal siswa pada kelas eksperimen rendah daripada kelas kontrol. Setelah dianalisis menggunakan uji kesamaan dua ratarata (uji t) pada taraf signifikan = 0,05 dan dk = 57 menunjukkan nilai t tabel < t hitung < t tabel (2,00 < 1,01 < 2,00) sehingga dapat disimpulkan bahwa H0 diterima dan Ha ditolak. Dengan demikian hipotesis disimpulkan “Tidak terdapat perbedaan rata-rata antara kelas eksperimen dan kelas kontrol setelah diberi perlakuan”. Berdasarkan data hasil post-test diperoleh bahwa nilai rata-rata pada post-test untuk kelas eksperimen sebesar 75,07 dan kelas kontrol sebesar 69,66. Jadi secara deskriptif dapat disimpulkan bahwa kemampuan akhir siswa kelas eksperimen lebih tinggi dari pada kelas kontrol. Setelah dianalisis dengan menggunakan uji kesamaan dua rata-rata (uji t) menunjukkan nilai t hitung > t tabel (3,22 > 1,67) sehingga dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini terbukti. Jadi dapat disimpulkan bahwa “Terdapat pengaruh yang signifikan model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VII SMP Negeri 10 Lubuklinggau”. Pembahasan Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) ini dapat dijadikan alternatif dalam proses belajar mengajar. Dilihat dari data awal diperoleh bahwa berdistribusi normal dan Fhitung < Ftabel maka dapat dikatakan bahwa kedua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol sama atau homogen. Kemudian kedua kelas diberi perlakuan berbeda, kelas eksperimen yakni kelas VII.2 diberikan perlakuan dengan menggunakan model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) sebanyak tiga kali, sedangkan kelas kontrol yakni kelas VII.3 yang diajarkan oleh guru mata pelajaran matematika kelas VII SMP Negeri 10 Lubuklinggau, siswa diberi perlakuan dengan menggunakan pembelajaran konvensional. Tahap pelaksanaan, yaitu pada pertemuan pertama dengan materi penjumlahan dan pengurangan pecahan. Sebelum pembelajaran dimulai peneliti membagi siswa dalam kelompok berpasangan. Kemudian peneliti menjelaskan tentang model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) kepada siswa secara singkat dan jelas. Setelah itu 10 dilaksanakan pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS). Pertemuan pertama ini, dari lima belas pasang siswa hanya terdapat lima pasang siswa yang dapat menyelesaikan tugas dengan benar. Hal ini dikarenakan hambatan yang dihadapi siswa, yaitu setelah dilaksanakan pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) siswa masih belum terbiasa mengikuti pembelajaran ini karena model ini baru didapatkan siswa sehingga mereka harus memerlukan penyesuaian terlebih dahulu. Hal ini terlihat tidak sedikit siswa yang masih merasa bingung. Kemudian pada pertemuan kedua dengan materi perkalian dan perpangkatan pecahan. Setelah dilaksanakan pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) siswa sudah mulai paham dengan proses pembelajaran model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dari lima belas pasang siswa hanya terdapat delapan pasang siswa yang dapat menyelesaikan tugas dengan benar. Terdapat hambatan yang dihadapi, yaitu ketidakterbiasaan siswa dalam bekerja secara kelompok berpasangan, membuat siswa harus menyesuaikan diri dengan siswa pasangannya dan terkadang siswa masih bekerja secara individual karena ketidakcocokkan siswa dengan pasangannya. Pertemuan ketiga siswa sudah mulai paham dengan proses pembelajaran Think Pair Share (TPS) hal ini membuat mereka semakin bersemangat dalam belajar matematika karena dapat memotivasi siswa dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru yang melibatkan siswa secara aktif sehingga siswa dapat memahami materi dengan baik. Selain itu, suasana yang tidak tegang dan ada unsur meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi didalamnya membuat tidak bosan memahami materi yang sedang dipelajari. Adanya kekompokkan di dalam kelompok berpasangan (Pair) untuk mengutarakan hasil pemikiran masing-masing, dan antusias setiap siswa tiap kelompok dalam mengemukakan (Share) hasil diskusinya. Sehingga dalam pertemuan ini model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) sudah cukup baik digunakan. Keunggulan model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) adalah mampu meningkatkan pencurahan waktu pada tugas, karena penggunaan model pembelajaran TPS (Think Pair and Share) menuntut siswa menggunakan waktunya mengerjakan tugas atau permasalahan yang diberikan guru, sehingga siswa memahami materi 11 pecahan dengan baik. Memperbaiki kehadiran, karena tugas yang diberikan oleh guru disamping melibatkan siswa secara aktif juga akan berusaha untuk dapat hadir. Model pembelajaran TPS (Think Pair and Share) dapat memotivasi siswa dalam pembelajaran sehingga hasil belajar siswa dapat lebih baik dari pada pembelajaran dengan model konvensional. Sikap apatis berkurang, karena sebelum pembelajaran dimulai, kecendrungan siswa merasa malas karena proses belajar di kelas hanya mendengarkan apa yang disampaikan oleh guru dan menjawab semua pertanyaan yang ditanyakan guru. Dengan melibatkan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar, model pembelajaran TPS (Think Pair and Share) dapat dibandingkan dengan model konvensional. Penerimaan terhadap individu lebih besar, karena semua siswa akan terlibat dengan permasalahan yang diberikan oleh guru. Hasil belajar lebih mendalam karena dilakukan secara bertahap sehingga pada akhir pelajaran hasil yang diperoleh dapat optimal. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi, karena sistem kerjasama dalam model TPS (Think Pair and Share). Dalam pengajaran matematika menggunakan model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) memungkinkan siswa dapat bekerjasama dengan temannya, sedangkan guru berperan penting membimbing siswa melakukan diskusi. Model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) adalah model belajar yang memberi siswa kesempatan untuk bekerja sendiri dan bekerjasama dengan siswa lainnya. Sedangkan guru berperan penting untuk membimbing siswa melakukan diskusi, sehingga terciptanya suasana belajar yang lebih hidup, aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Tahap pelaksanaan pembelajaran Think Pair Share (TPS), yaitu pada tahap pertama guru menyampaikan inti materi pelajaran dan kompetensi yang ingin dicapai. Kemudian tahap kedua guru menyampaikan pertanyaan atau permasalahan. Tahap ketiga siswa diminta berpikir (Think) tentang materi atau permasalahan yang disampaikan guru. Selanjutnya tahap keempat siswa diminta secara berpasangan (Pair) untuk mengutarakan hasil pemikiran masing-masing. Tahap kelima siswa tiap kelompok mengemukakan (Share) hasil diskusinya. Kemudian tahap keenam guru mengarahkan pembicaraan pada pokok permasalahan dan menambah materi belum diungkapkan siswa. Tahap ketujuh memberikan kesimpulan. Kemudian tahap terakhir guru menutup pembelajaran. 12 Didalam pelaksanakan pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS), semua siswa tertarik dan menguasai langkah-langkah model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS), peneliti melihat dari kesiapan siswa dalam mengikuti pembelajaran, adanya kekompokkan didalam kelompok berpasangan (Pair) untuk mengutarakan hasil pemikiran masing-masing, dan antusias setiap siswa tiap kelompok dalam mengemukakan (Share) hasil diskusinya. Sehingga dalam pertemuan ini model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) sudah cukup baik. Setelah data dianalisis dengan menggunakan uji normalitas dan uji homogenitas, ternyata data kedua kelas berdistribusi normal dan homogen sehingga uji hipotesis yang digunakan adalah uji t. Berdasarkan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, bahwa hipotesis alternatif terbukti karena t hitung terletak pada daerah penolakan H0 dan terima Ha yaitu t hitung > t tabel (8,45 > 1,68). Dengan demikian, rata-rata kelas kelas eksperimen lebih besar dari rata-rata kelas kontrol sehingga dapat disimpulkan terdapat pengaruh yang signifikan model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VII SMP Negeri 10 Lubuklinggau. Penggunaan model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) pada tiap pertemuan siswa masih merasa bingung dan heran, sehingga waktu penelitian mengalami kesulitan dan menemukan beberapa hambatan-hambatan. Adanya perubahan cara mengajar guru dirasakan siswa sebagai hal yang baru dan memerlukan penyesuaian terhadap model yang baru tersebut. Banyak sekali hambatan-hambatan yang ditemui pada tiap pertemuan penelitian, antara lain: 1. Pembentukan kelompok berpasangan membuat kondisi kelas menjadi gaduh serta dapat menyita waktu belajar. 2. Dalam tiap kelompok berpasangan hanya sebagian siswa yang antusias dalam mengutarakan hasil pemikiran dan mengemukakan hasil diskusinya. 3. Banyaknya kegiatan OSIS yang melibatkan siswa sering mengganggu jam pelajaran, sehingga siswa sering meminta izin mengikuti kegiatan tersebut. Untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut peneliti melakukan usaha berikut: 1. Hambatan yang terjadi, peneliti mengatasi dengan cara membentuk kelompok berpasangan dengan teman sebangkunya saja. Sehingga suasana kelas menjadi kondusif dan tidak menyita waktu belajar. 13 2. Dalam mengatasi hal ini, peneliti memberikan motivasi kepada siswa tersebut supaya mereka bisa berperan aktif dan berani mengutarakan hasil pemikiran masing-masing dan mengemukakan hasil diskusinya. 3. Dalam mengatasi hal ini, peneliti berkonsultasi kepada guru pembimbing agar siswa yang ada di kelas eksperimen diberi izin untuk tidak mengikuti kegiatan OSIS terlebih dahulu, agar siswa lebih fokus mengikuti proses pembelajaran. Diharapkan dengan adanya model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) ini dapat diterapkan atau dapat dijadikan sebagai model pembelajaran di sekolah-sekolah guna meningkatkan hasil belajar siswa dan untuk membuat siswa lebih tertarik di dalam belajar terutama pelajaran matematika. Siswa belum terbiasa dengan model pembelajaran ini, sehingga mereka banyak bertanya pada peneliti dan mereka juga belum tahu bagaimana proses pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) serta perlu penyesuaian bagi semua siswa. Hambatan dan keterbatasan yang ada menunjukkan bahwa penelitian ini belum sempurna dan masih banyak kekurangan, untuk itu perlu adanya penelitian lanjutan dan pengembangan menuju kearah yang lebih baik demi kesempurnaan skripsi ini. E. PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VII SMP Negeri 10 Lubuklinggau. Rata-rata hasil belajar siswa kelas eksperimen sebesar 75,07 dan kelas kontrol sebesar 69,66. Sehubungan dengan hasil-hasil yang telah dicapai pada penelitian yang dilakukan di SMP Negeri 10 Lubuklinggau tahun pelajaran 2015/2016, maka peneliti memberikan saran bahwa model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dapat dijadikan alternatif bagi guru dalam pembelajaran matematika, karena dapat meningkatkan kreatifitas dan melatih siswa untuk tanggap dalam menerima materi pembelajaran. DAFTAR PUSTAKA Aqib, Zainal. 2013. Model-model, Media, dan Strategi Pembelajaran Kontekstual (Inovatif). Bandung: Yrama Widya. Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. 14 Ibrahim. 2000. Model Pembelajaran. Bandung: Yrama Widya. Kurniasih dan Sani. 2015. Ragam Pengembangan Model Pembelajaran untuk Peningkatan Profesionalitas Guru. Jakarta: Kata Pena. Mufidah, Lailatul. 2013. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan Matriks. Jurnal Pendidikan Matematika. 1 (1). Nuharini. 2008. Matematika Konsep dan Aplikasinya. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. Salamah. 2007. Membangun Kompetensi Matematika. Jakarta: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri. Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktornya. Jakarta: Rineka Cipta. Subana dan Sudrajat. 2005. Dasar Penelitian Ilmiah. Bandung: Pustaka Setia. Sudjana. 2005. Metoda Statistik. Bandung: Tarsito. Sugiyanto. 2009. Model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Yuma Pressindo. Sugiyono, Agus. 2013. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Suhana. 2009. Model Pembelajaran Aktif. Bandung: Yrama Widya. Suprijono. 2009. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Taniredja. 2013. Model Pembelajaran Inovatif dan Efektif. Bandung: Alfabeta. Trianto. 2012. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Prestasi Pustaka. Verowita, Winda. 2012. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share terhadap Pemahaman Konsep dalam Pembelajaran Matematika. Jurnal Pendidikan Matematika. 1 (1) : 48-51. Wena, Made. 2010. Model Pembelajaran Inovatif. Jakarta: Bumi Aksara. Wirarta. 2006. Prosedur Penelitian Kuantitatif. Bandung: Alfabeta.