Refleksi Perilaku Pengguna Laporan Keuangan

advertisement
REFLEKSI PERILAKU PENGGUNA LAPORAN KEUANGAN ATAS PRAKTIK
MANAJEMEN LABA DALAM PERSPEKTIF WETON
Lilik Purwanti
Universitas Brawijaya; Jl. MT. Haryono 165 Malang
Surel: [email protected]
http://dx.doi.org/DOI: 10.18202/jamal.2015.12.6029
Jurnal Akuntansi Multiparadigma
JAMAL
Volume 6
Nomor 3
Halaman 341-511
Malang, Desember 2015
ISSN 2086-7603
e-ISSN 2089-5879
Tanggal Masuk:
5 Juli 2015
Tanggal Revisi:
30 Oktober 2015
Tanggal Diterima:
31 Desember 2015
Abstrak: Refleksi Perilaku Pengguna Laporan Keuangan Atas Praktik Manajemen Laba Dalam Perspektif Weton. Tujuan dari penelitian
ini mencari dan menganalisis makna praktik manajemen laba menurut persepsi pengguna laporan keuangan berdasarkan weton. Dengan
pendekatan kualitatif, penelitian ini mengumpulkan data dari peme­
riksa pajak, analis kredit bank, dan investor. Hasil penelitian menunjukkan pemeriksa pajak (Senin wage) memaknai praktik manajemen
laba sebagai lipstik dan manipulasi laba, semetara analis kredit (Senin
Pon) memaknainya sebagai kosmetik. Investor (Selasa Paing) memaknai
manajemen laba sebagai rekayasa laba. Perilaku pemeriksa pajak tidak
mencerminkan karakternya, sedangkan perilaku analis kredit dan investor mencerminkan karakternya. Kondisi lingkungan keluarga, lingkungan kerja, pengalaman, dan selalu berpikir positif adalah faktor yang
memengaruhi pembentukan karakternya.
Abstract: Reflection of Financial Statements User Behaviour on
Perceiving the Meaning of Earning Management Practices in Weton
Perspective. This research aimed to find the interpretation of earnings
management practices in users perception of financial statements based on
weton. By using qualitative approach, the data collected from tax inspector,
credit analyst, and investor. The result shows that the tax inspector (Senin
wage) interprets earnings management practices as lipstick and earnings
manipulation while Credit analyst (Senin Pon) interpret as a cosmetic. Investor (Selasa Paing) interprets it as earning engineer. The behavior of tax
inspector does not reflect his character while credit analyst and investor
behavior reflect their character. Family and working environment, experience, and positive thinking influence the character building.
Kata kunci: Manajemen laba, Karakter, Perilaku, Weton
Penelitian mengenai adanya praktik
manajemen laba sudah banyak dilakukan
dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. (Copeland 1968; Schipper 1989;
Merchant dan Rockness 1994; Fischer dan
Rosenzweig 1995) Menurut Suh (1990) serta
Healy dan Wahlen (1998), Healy dan Wahlen
(1999), Kaplan (2001), DuCharme et. al.
(2004) dan, Jiraporn et.al (2008), Grasso
et.al 2009, banyak penulis atau peneliti
telah membuktikan bahwa manajemen laba
memang benar-benar dilakukan oleh manajer. Penelitian-penelitian terdahulu tentang
praktik manajemen laba ini, banyak dilakukan dengan menggunakan pendekatan
kuantitatif. Penelitian ini juga melakukan
analisis apakah perilaku pengguna laporan
keuangan dalam memaknai praktik manajemen laba mencerminkan karakternya de­
ngan perspektif weton.
Dalam kosmologi Jawa, watak atau
karakter seseorang dipengaruhi oleh waktu
saat seseorang dilahirkan, yang biasa disebut weton. Seseorang yang terlahir pada
hari Sabtu Paing wataknya sangat berbeda
dengan yang dilahirkan pada Senin Pon.
Ramalan sifat-sifat pribadi dapat didasarkan pada perhitungan dengan cara Jawa
ataupun internasional, yang meliputi atas
weton), neptu (jumlah angka hari dan pasaran), tanggal jawa, bulan Jawa, dan tanggal,
hari, bulan masehi, zodiak bintang dan lain-
362
Purwanti, Refleksi Perilaku Pengguna Laporan Keuangan atas Praktik...
363
lain. Weton terdiri dari 7 hari dan 5 pasaran,
memiliki makna (karakter) yang berbedabeda. Se­seorang yang dilahirkan pada hari
dan pasar­an berbeda, akan memiliki watak
(karakter) berbeda pula.
Watak adalah sifat batin manusia yang
memengaruhi segenap pikiran, tingkah laku
dan budi pekerti. Istilah kepribadian dan
watak sering digunakan secara bertukartukar, namun Allport1 memberi pengertian
berikut: “karakter adalah evaluasi personalitas (kepribadian) dan personalitas adalah
devaluasi karakter”. Allport beranggapan
bahwa watak (character) dan kepribadian
(personality) adalah satu dan sama yang dipandang dari segi yang berlainan. Kalau
orang hendak mengadakan penilaian (jadi
mengenakan norma), maka lebih tepat dipakai istilah “watak”; tapi kalau bermaksud
menggambarkan bagaimana adanya (jadi
tidak melakukan penilaian) lebih tepat dipakai istilah “kepribadian.”
Watak atau sifat seseorang dapat diramalkan dengan melihat kapan dilahirkan.
Salah satu penggunaan yang umum dari
metode ramalan ini dapat ditemukan dalam
sistem kelahiran Jawa yang disebut wetonan. Dalam pandangan masyarakat Jawa,
weton masih dipercaya dapat memengaruhi
setiap aktivitas dan kehidupan manusia,
misalnya: perhitungan hari untuk menentukan hari baik dalam pernikahan, mendirikan rumah, pindah rumah dan lain-lain.
Dalam primbon Jawa, weton terdiri dari 5
hari pasaran yang dikombinasikan dengan
7 hari dalam seminggu. Masing-masing weton mempunyai makna yang berbeda-beda
yang bisa menunjukkan bagaimana watak,
perilaku, nasib seseorang dan lain-lain (Ranoewidjojo, 2009:17).
Secara ontologi, penelitian ini meng­
anggap bahwa praktik akuntansi adalah
suatu fenomena sosial, sistem dan konsep yang digunakan oleh suatu organisasi
sebagai bagian integral dari masyarakat.
Praktik manajemen laba adalah bagian dari
praktik akuntansi. Penelitian ini bertujuan
untuk menggali lebih jauh bagaimana pengguna laporan memaknai praktik manajemen
laba. Pengguna laporan keuangan adalah
pihak yang secara langsung mengetahui
dan merasakan dampak dari praktik manajemen laba yang dilakukan oleh manajer
perusahaan.
1. Gordon W. Allport adalah orang yang pertama kali
memunculkan Teori Trait (sifat atau karakter).
Trait menggambarkan konsistensi respon individu
dalam situasi yang berbeda-beda. Trait merupakan
disposisi untuk berperilaku dalam cara tertentu,
seperti yang tercermin dalam perilaku seseorang
pada berbagai situasi. Trait merupakan pola konsisten dari pikiran, perasaan, atau tindakan yang
membedakan seseorang dari yang lain (trait relatif
stabil dan konsisten). Trait merupakan kecenderungan dasar yang menetap selama kehidupan.
METODE
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan pemilihan informan dilakukan secara sengaja dan purposive, yaitu
pertama, subjek telah cukup lama dan intensif menyatu dengan kegiatan yang menjadi sasaran penelitian. Subjek tidak hanya
sekedar tahu dan dapat memberikan informasi tetapi juga telah menghayati secara
sungguh-sungguh. Hal ini karena mereka
sudah terlibat yang cukup lama pada lingkungan atau kegiatan yang bersangkutan.
Kedua, subjek masih terlibat secara aktif pada lingkungan atau kegiatan yang menjadi
fokus penelitian.
Informan dalam penelitian ini adalah
pengguna laporan keuangan yang memanfaatkan atau merasakan dampak langsung
atau tidak langsung dari penyajian laporan
keuangan. Adapun informan dapat dilihat
pada Tabel 1.
Objek dalam penelitian ini adalah
manusia. Sumber data berupa kata-kata,
tindakan dan dokumen. Data dikumpulkan melalui teknik wawancara dan dokumentasi. Data yang dikumpulkan berupa
tindakan subjek, gambaran ekspresi, sikap
dan pemahaman dari subjek yang diteliti.
Wawancara secara mendalam (in-depth interview) dengan pedoman wawancara yang
telah peneliti siapkan, wawancara dilakukan secara bebas, dengan pertanyaan-pertanyaan yang terbuka. Wawancara dengan
informan yang tidak terstruktur dan terjadwal agar para informan dalam memberikan
informasi apa adanya. Tanya jawab sambil
bertatap muka antara pewawancara dengan
informan. Data dikumpulkan dengan cara
wawancara yang menghasilkan catatan atau
rekaman wawancara.
Cara pengumpulan data juga dilakukan dengan metode dokumentasi. Untuk menentukan hari kelahiran (weton) informan (andai informan lupa hari kelahirannya), peneliti
menggunakan bantuan internet berdasarkan
364
Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 6, Nomor 3, Desember 2015, Hlm. 362-372
Tabel 1: Daftar Nama dan Profesi
No.
Nama
Weton
Profesi
1
Andri
Pemeriksa Pajak di Malang
Senin Wage
2
Hani
Analis Kredit di Bank Pemerintah di Malang
Senin Pon
3
Sigit
Investor di Surabaya
Selasa Paing
*) Nama informan adalah nama samaran
tanggal kelahiranya, dengan situs http://
ki-demang.com/php_files/02%20kalender%
20weton%20on%2. Makna weton seseorang
(informan) dilihat menggunakan sumber tertulis adalah Kitab Primbon Jawa Betaljemur
Adammmakna.
Prosedur analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah model Miles dan
Huberman (1992:15-21) yang meliputi (1)
reduksi data, (2) penyajian data, (3) penarikan kesimpulan atau verifikasi. Reduksi
data, penyajian data dan penarikan kesimpulan/verifikasi menjadi gambaran keberha­
silan secara berurutan sebagai rangkaian kegiatan analisis yang saling susul menyusul.
Reduksi data diartikan sebagai proses
penyempurnaan data, baik pengurangan
terhadap data yang kurang bermanfaat dan
tidak relevan, atau penambahan terhadap
data yang dirasa kurang. Penyajian data
merupakan proses pengumpulan informasi
yang disusun berdasar kategori atau pengelompokan-pengelompokan yang diperlukan.
Kategorisasi dilakukan dengan menelaah
seluruh data yang terkumpul dari berbagai
sumber yaitu wawancara, catatan lapangan
dan dokumentasi per informan. Kategorisasi
ini dilakukan untuk memudahkan peneliti
dalam menyusun dan menyajikan data penelitian. Interpretasi data merupakan proses
pemahaman makna atau menafsirkan mengenai apa yang tersirat di dalam data yang
telah disajikan. Pemaknaan praktik manajemen laba terfokus pada penafsiran informan
atas manajemen laba yang merupakan ”teks
baru” bagi peneliti. Dengan kata lain, tahap
ini merupakan tahap penafsiran peneliti atas
penafsiran informan.
Berdasarkan hasil pemaknaan oleh informan, peneliti menyampaikan secara retorik dalam bentuk uraian naratif. Retorik berarti menyampaikan pernyataan-pernyataan
dengan banyak menggunakan ungkapan
metaforik atau analogi-analogi (Sugiharto
1996:104). Penarikan kesimpulan atau verifikasi merupakan pro­ses perumusan makna
dari hasil penelitian yang diungkapkan dengan kalimat-kalimat yang singkat-padat dan
mudah dipahami. Pada tahap ini perlu dilakukan peninjauan mengenai kebenaran
hasil penelitian dengan cara berulangkali,
agar terjadi relevansi dan konsistensi antara
judul, tujuan penelitian dan perumusan masalah yang ada.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Praktik manajemen laba dimaknai informan sebagai sebuah kosmetik, akal-akal­
an manajemen dan manipulasi laba. Berikut
disampaikan pendapat dari para informan
tersebut. Andri (pemeriksa pajak) dan Hani
(analis kredit) memaknai praktik manajemen laba dengan istilah yang unik dan tidak
peneliti duga sebelumnya. Pemeriksa pajak
memaknai praktik manajemen laba sebagai
sebuah gincu atau lipstik dan analis kredit
memaknai sebagai kosmetik. Berikut kutipan pendapat Andri:
“Manajemen laba itu apa yaaa?
Kalau saya ibaratkan mungkin
seperti lipstik atau gincu gitulah.
Kita amati kalau kaum wanita
memakai lipstik, pasti akan tampak segar, cerah dan cantik. Apalagi lipstik yang dipakai berwarna
merah muda, pasti akan tampak
lebih muda. Sebaliknya kalau
wanita lagi di rumah, seperti istri saya tidak memakai lipstik?
Pasti akan tampak pucat, tidak
segar dan mungkin kurang cantik
heeee”.
Setelah tertawa lepas, kemudian Andri
melanjutkan ceritanya: “Saya kira semua
kaum wanita tentu tahu dong fungsi lipstik atau gincu?”. Peneliti menyetujui dan
meneruskan pertanyaan tentang apa hubungan lipstik dengan praktik manajemen laba.
Dengan memutar-mutar kursinya, Andri melanjutkan pendapatnya.
“Praktik manajemen laba seperti
lipstik ya Bu. Coba lihat di kaca
dan bandingkan ketika ibu memakai lipstik dan saat tidak pakai.
Purwanti, Refleksi Perilaku Pengguna Laporan Keuangan atas Praktik...
Pasti akan tampak berbeda, saat
memakai lipstik ibu tampak segar
dan mungkin menambah rasa
percaya diri sebaliknya ketika ibu
tidak memakai lipstik maka akan
tampak agak pucat, apalagi saat
bangun tidur. He he he”.
Masih menlanjutkan menjelaskan,
berikut kutipan paparan Andri.
“Lipstik itu fungsinya untuk membuat bibir pucat menjadi merah
merona sehingga wajah tampak
cantik, ayu, menarik ngono yo
bu?”. “Tak kiro podho fungsine
karo manajemen laba. Sama-sama untuk mempercantik yaitu
mempercantik laporan keuangan
dengan memberikan gincu yang
berupa metode yang legal maupun ilegal agar laporan keuangan
tampak cantik dan menarik”.
Sambil sesekali menenggak air putih,
Andri kembali melanjutkan penejlasannya.
“Saya kira sama dengan fungsi
lipstik tadi. Jika wajib pajak ingin membayar pajak sedikit maka
laporan keuangan dibuat agar
laba kecil. Nah kalau laba turun
atau kecil maka pajak penghasilan
yang dibebankan menjadi turun
atau kecil pula. Sebaliknya jika
wajib pajak menghindari pemeriksaan pajak karena lebih bayar,
beda lagi trik yang dilakukan.
Kalau semua itu dilakukan tidak
melanggar aturan perpajakan,
saya kira aman dan tenang saja.
Kadang wajib pajak baik manajer
atau akuntan manajemen perusahaan lebih jago memanfaatkan
celah peraturan”
Dari paparan Andri dapat disimpulkan
bahwa praktik manajemen laba sama dengan fungsi lipstik, yaitu membuat wanita
menjadi lebih cantik dan segar. Demikian
pula manajemen laba yang dapat merubah
laporan keuangan dari “pucat” menjadi lebih
“cantik”.
Tentang manajemen laba, pendapat
senada juga disampaikan oleh Hani (analis kredit) yang mengatakan bahwa praktik
manajemen laba adalah kosmetik seperti lipstik, bedak, perona pipi, pensil alis dan lainlain. Kosmetik ini berfungsi untuk memper-
365
cantik wajah agar tampil lebih percaya diri
dan menarik. Serta dia menganggap pula
peran manajer adalah salon kecantikan.
Lebih lanjut Hani menyampaikan
pendapatnya tentang makna manajemen
laba, “Manajemen laba itu saya pandang se­
perti alat-alat kecantikan atau kosmetik gitulah. Ada bedak, pensil alis, lipstik, lalu apa
namanya yaaa yang agar pipi tampak merah
merona itu? Yaa pemerah pipilah namanya
lha aku gak tau he he he”, kata Hani sambil
tertawa lucu karena tidak mengetahui nama
salah satu alat kosmetik tersebut.
Masih terus melanjutkan penjelasannya, sambil meminum air Hani pun melanjutkan penjelasannya.
“Kosmetik itu kan gunanya untuk
membuat orang menjadi cantik,
ganteng, mempesona, menarik
bagi siapapun yang melihat. Para
artis itukan tidak benar-benar
cantik tetapi karena make up dan
pinternya perias maka mereka
menjadi tampak sangat cantik
menawan. Dikasih bedak tebal,
alis, bulu mata palsu, perona pipi,
lipstik yang cerah."
Tentunya terdapat alasan yang mendasari atas ungkapan tersebut. Hani dengan tegas menjelaskan alasannya sebagai
berikut:
“Agar kredit yang diajukan oleh
nasabah bisa disetujui maka laporan keuangan dibuat sedemikian
rupa agar tampak bagus, menguntungkan dengan laba yang selalu meningkat misalnya sehingga
meyakinkan bank. Sama seperti
fungsi kosmetik tadi itu. Wanita
tanpa kosmetik akan tampak pucat dan kurang menarik, sehingga
sangat jelas fungsi kosmetik itu
yaaaa agar wanita tampak cantik
dan bisa menambah rasa percaya
diri wanita. Jadi sama fungsinya
dengan manajemen laba untuk
mempercantik laporan keuangan”.
Mencermati pendapat pemeriksa pajak dan analis kredit di atas, maka praktik
manajemen laba cenderung ditujukan untuk menampakkan laba yang bagus dan meningkat. Peneliti menanyakan lebih lanjut
apakah manajemen laba selalu ditujukan
untuk menampakkan laba tinggi atau baik.
Pemeriksa pajak dan analis kredit mempu-
366
Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 6, Nomor 3, Desember 2015, Hlm. 362-372
nyai pendapat yang sama yaitu tidak selalu
karena didasarkan pada tujuannya. Tujuan
untuk mendapatkan bonus dan untuk memperoleh kredit bank, tentunya berbeda dengan tujuan manajemen pajak. Manajemen
pajak yang bertujuan untuk mengurangi besarnya pajak, wajib pajak pasti menampakkan laba yang kecil. Di sisi lain, jika untuk
menghidari pemeriksaan pajak karena lebih
bayar, mereka melakukan sebaliknya.
Pemeriksa pajak mengatakan praktik
manajemen laba tidak selalu digunakan
untuk membuat laporan keuangan menunjukkan kondisi keuangan atau kinerja yang
bagus. Berikut cerita Andri sambil tertawa
karena apa yang diceritakan lucu.
“Ibaratnya laporan keuangan itu
wajah seorang wanita yang didadani agar kelihatan agak jelek
ato jelek sekalian. Didandani itukan tidak harus jadi cantik, ganteng tapi bisa juga jadi jelek. Lihat
aja badut, pelawak, ato dagelan
itu mereka tampak lucu karena
dandanan yang jelek ato bahkan
aneh. Tayangan OVJ di Trans
7 contohnya. Mereka membuat
penonton tertawa bukan hanya
karena lawakannya tetapi juga
dandanannya. Justru itu yang
menarik, betapa sangat krea­
tifnya mereka agar sajian setiap
hari tetap menarik penonton. Itulah cara mereka untuk mengais
rejeki”
Setelah berhenti tertawa Andri melanjutkan ceritanya. “Lihat saja pemeran nenek
lampir atau hantu, pasti memakai lipstik
yang warnanya pucat atau bahkan warna
hitam, itu supaya tampak serem hii”. Selanjutnya Andri menjelaskan hubungan lipstik dengan pajak yang dibayar wajib pajak.
“Misalnya terkait dengan membayar pajak,
klien cenderung menurunkan laba jika ada
indikasi akan membayar pajak yang besar
pada tahun itu. Hal itu sudah biasa dilakukan oleh manajer perusahaan”, kata Andri
dengan serius.
Senada analis kredit menyampaikan
“Manajemen laba tidak selalu digunakan
agar laporan keuangan menjadi bagus.
Manajer bisa saja meng-make over wajah
laporan keuangan menjadi jelek. Itu bahasa
kedokteran atau kecantikan ya?”, tuturnya
dengan tersenyum karena merasa tidak yakin dengan istilah yang digunakan.
Lalu Hani melanjutkan ceritanya den-
gan tutur yang lembut.
“Tak kiro gak selalu laporan
keuangan dibuat bagus dengan
manajemen laba, kadang ditampakkan kinerjanya menurun. Itu
dilakukan pada saat utang akan
jatuh tempo dan perusahaan tidak mampu melunasi. Kalau
laporan keuangan tampak kurang
bagus dan keuangan nasabah tidak memungkinkan untuk melunasi utang, biasanya dilakukan
re-scheduling utang. Itulah harapan dari nasabah”.
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa praktik manajemen
laba dimaknai pemeriksa pajak sebagai sebuah lipstik atau gincu dan analis kredit memaknainya sebagai kosmetik. Makna yang
terkandung dalam pendapat informan bahwa praktik manajemen laba sarana untuk
membuat laporan keuangan menjadi mena­
rik bagi para penggunanya. Fungsi kosmetik
bagi laporan keuangan untuk mempercantik
laporan keuangan atau bahkan membuat
laporan keuangan tampak jelek sesuai dengan motivasi atau tujuannya.
Investor memaknai praktik manajemen laba sebagai intervensi atau akal-akal­
an manajer yang disengaja pada proses pela­
poran keuangan. Campur tangan ini dengan
maksud untuk memperoleh keuntungan
pribadi. Intervensi dilakukan dengan penggunaan judgment, misalnya judgment dalam
mengestimasi sejumlah peristiwa ekonomi di
masa depan untuk ditunjukan dalam lapor­
an keuangan. Contohnya: estimasi nilai
residu aset tetap, estimasi umur ekonomis
aset tetap, kerugian piutang dan penurunan
nilai aset. Disamping itu manajer memiliki
pilihan untuk metode akuntansi (metode penyusutan, metode penentuan harga pokok
persediaan dan lain-lain).
Sementara itu, Investor memaknai
praktik manajemen laba sebagai intervensi
manajer dan untuk kepentingan pribadi
manajer. Berikut pendapat Sigit (investor). Sigit yang secara lugas dan lantang
mengatakan:
“Kalau membicarakan manajemen laba, aku jadi ingat pengalaman beberapa tahun yang lalu
yang sangat menjengkelkan hatiku. Begitu aku mengalami kerugian yang sangat besar atas in-
Purwanti, Refleksi Perilaku Pengguna Laporan Keuangan atas Praktik...
vestasiku di suatu perusahaan,
langsung aku lihat profil manajernya. Sampeyan tahu apa yang
aku lakukan? Foto manajer itu
langsung aku coret-coret sampek
mukanya gak kelihatan lagi. Itu
saking jengkelnya aku”.
Setelah tertawa campur jengkel, Sigit melanjutkan ceritanya. “Itu kan kerjaan
manajer yang pinter banget membuat laporan keuangan tampak bagus tetapi kenyataannya jelek dan bahkan ada permasalahan
keuangan. Karena tampak prospek bagus,
aku beli sahamnya eee harga saham langsung ambleg”, tuturnya sambil duduk lemas.
Demikian lanjutnya: “Manajer juga manusia”, katanya dengan melagukannya syair
itu. Sambil mencoret-coretkan bolpoinnya di
kertas dengan gambar tidak jelas dan dengan nada yang agak mulai merendah Sigit
melanjutkan penjelasannya sambil memukulkan tangannya ke meja seperti agak
jengkel.
“Mereka pasti memiliki keinginan ato kepentingan pribadi. Untuk mewujudkan keinginannya
itulah mereka menggunakan kuasanya. Angka laba di-otak-atik,
dinaikkan atau diturunkan dengan berbagai macam cara hanya
untuk
memenuhi
ambisinya.
Agar mendapatkan bonuslah ato
agar tetap dipertahankan sebagai
manajerlah ato tujuan lain. Yang
jelas mereka akan berusaha untuk menampakkan kinerja bagus
selama kepemimpinannya”.
Berdasarkan pendapat Sigit di atas
dapat disimpulkan bahwa praktik manajemen laba merupakan akal-akalan manajer.
Praktik manajemen laba dilakukan oleh
manajer sesuai dengan keinginannya atau
untuk memenuhi tujuannya. Manajer lebih
mengutamakan kepentingan diri sendiri
daripada kepentingan perusahaan dalam
jangka panjang.
Menurut pemeriksa pajak, praktik
manajemen laba identik dengan manipulasi
laba. Konotasi manipulasi laba cenderung
negatif karena praktik manajemen laba memang dilakukan manajer sudah tidak sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku
umum. Berikut pendapat Andri.
Andri mengatakan dengan tegas tetapi
agak lirih.
367
“Menurut saya manajemen laba
itu bahasa halus dari manipulasi
laba. Ibu saya beritahu ya, berdasarkan pengalaman saya dalam
memeriksa laporan keuangan wajib pajak bahwa apa yang sudah
wajib pajak lakukan itu sudah
sampai pada bentuk manipulasi
laba Bu bahkan kecurangan karena ada yang sampai membuat
pembukuan ganda yang sudah
sangat menyimpang dari prinsip
akuntansi yang berterima umum”.
Selanjutnya
Andri
menambahkan
penjelasannya masih dengan suara merendah sepertinya tidak ingin didengar orang
lain.
“Mengapa saya mengatakan praktik manajemen laba adalah tindakan manipulasi laba? Karena sudah tidak sesuai dengan prinsip
akuntansi. Itu fakta selama saya
melakukan pemeriksaan atas SPT
(Surat Pemberitahuan Tahunan)
dan memeriksa laporan keuang­
annya. Walaupun praktik manajemen laba tidak dilandasi oleh motivasi manajer untuk memperoleh
keuntungan pribadi, hal itu tetap
saja salah karena melanggar
aturan”.
Menurut pemeriksa pajak, praktik
manajemen laba sudah mengarah ke kecurangan karena dalam penyusunan laporan keungan sudah jauh dari aturan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Seperti
yang disampaikan oleh Andri bahwa praktik manajemen laba banyak dilakukan oleh
perusahaan yang belum go public karena
belum tahu ato paham aturan ato mungkin
pura-pura tidak tahu aturan. Berikut ini
pendapat Andri:
“Menurut saya, praktik manajemen laba banyak diterapkan oleh
perusahaan yang belum go pu­blic
yang lebih ekstrim daripada yang
sudah go public. Itu karena laporan
keuangan mereka kan tidak diaudit oleh akuntan pu­blik. Manajer
melakukan rekayasa keuangan
sedemikian rupa yang menjurus
ke kecurangan karena sama sekali
tidak sesuai dengan aturan standar akuntansi keuang­an. Di antara mereka ada yang sudah paham
368
Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 6, Nomor 3, Desember 2015, Hlm. 362-372
standar akuntansi keuangan tetapi dengan sengaja melakukan kecurangan itu dengan memanfaatkan celah peraturan baik aturan
profesi maupun perpajakan. Disisi lain ada juga yang tidak memahami standar akuntansi. Yaa
mereka semaunya melaporkan
keuangannya”.
Pendapat senada disampaikan oleh
Sigit (investor) yang ditunjukkan dalam
pendapatnya berikut.
“Kalau mendengar praktik manajemen laba, maka yang ada
dibenakku adalah rekayasa laporan keuangan. Mengapa aku menyebut rekayasa? Yaa karena
manajer menyusun laporan dengan hiasan-hiasan beraneka ragam agar laporan keuangan tampak bagus. Rekayasa dilakukan
dengan memberikan polesan kebijakan akuntansi, bahkan sudah
tidak sesuai dengan aturan agar
laporan keuangan menjadi bagus,
cantik dan menarik”.
Dari hasil wawancara dengan investor,
ternyata dia sudah tidak lagi menggunakan
laporan keuangan auditan untuk dasar pengambilan keputusan investasinya. Berikut
ini Sigit menyampaikan:
”Seperti aku sudah jarang sekali
menggunakan laporan keuangan
untuk dasar keputusan investasi,
baik beli ato jual saham, kecuali investasi yang bersifat jangka
panjang. Tapi kalo yang jangka
pendek yaa lebih baik lihat aja
pergerakan harga saham, itu sudah cukup buat aku karena sebagian besar investasi aku jangka
pendek”.
Praktik manajemen laba mengarah
menjadi suatu tindak kecurangan (fraud).
Manajemen laba yang dilakukan dengan
cara yang salah, misalnya: manajer secara
sengaja menerapkan metoda estimasi yang tidak masuk akal, memilih metoda akuntansi
dan pelaporan keuangan yang tidak tepat.
Hal ini berakibat laporan keuangan tidak
merefleksikan posisi ekonomik perusahaan
yang sebenarnya.
Sigit berpendapat bahwa praktik manajemen laba merupakan kecurangan karena
tidak sekedar mengubah-ubah kebijakan
akuntansi tetapi sudah merekayasa laporan
keuangan yang jauh dari aturan standar
akuntansi. Begini Sigit mengatakan:
“Menurut aku manajemen laba
ato pengelolaan laba itu adalah
permainan angka untuk mempertahankan kinerja perusahaan.
Dengan cara tidak sekedar mengubah-ubah kebijakan akuntansi
tetapi sudah sampai merekayasa
pendapatan dan beban yang tidak benar-benar terjadi. Manajemen laba itu untuk mengelabuhi
investor seperti aku ini agar salah
dalam pengambilan keputusan.
Agar investor mengira kinerja
perusahaan bagus, lalu investor pada beli sahamnya. Padahal mungkin perusahaan dalam
kondisi rugi ato bahkan lagi kesulitan keuangan”.
Dari uraian di atas menunjukkan bahwa pemeriksa pajak dan investor memaknai
praktik manajemen laba sebagai manipulasi
laba bahkan kecurangan. Hal ini karena dilakukan sudah melanggar aturan acuan penyusunan laporan keuangan. Tidak hanya
berupa permainan angka tetapi ada yang
sengaja membuat pembukuan ganda untuk mengurangi besarnya pajak yang harus
dibayar.
Perilaku pemeriksa pajak dalam memaknai praktik manajemen laba digambarkan berikut ini. Andri adalah salah satu
pemeriksa pajak, di Kantor Pelayanan Pajak
Malang. Dia telah bekerja di bidang perpajakan sejak tahun 2003 sampai sekarang.
Andri dilahirkan 35 tahun yang lalu pada
hari Senin Wage. Menurut primbon Jawa
(Soemodidjojo 2001:61-64), seseorang yang
lahir pada hari Senin Wage memiliki karak­
ter: kurang pikire, bregundung atine, wani
pakewuh, wani mati (berpikirnya kurang,
tidak suka terhadap pendapat orang lain,
berani mati dan menderita).
Berdasarkan pengamatan peneliti dan
gambaran potret pendapat Andri tentang
makna paktik manajemen laba di atas,
perilaku pemeriksa pajak dalam memaknai
praktik manajemen laba kurang mencerminkan karakter yang dimiliki dengan perspektif wetonnya. Perilaku informan tersebut
dilihat dari tampak atau ekspresi wajahnya,
ucapannya, dan perbuatannya. Dilihat dari
ekspresi wajah: selalu tersenyum, tidak
Purwanti, Refleksi Perilaku Pengguna Laporan Keuangan atas Praktik...
menunjukkan wajah marah walau mempunyai pendapat yang tidak baik mengenai
tindakan manajemen. Dilihat dari ucapan:
memaknai praktik manajemen pajak seba­
gai lipstik dan manipulasi yang diucapkan
dengan santun dan dengan nada rendah.
Selanjutnya dilihat dari tindakan: sopan, bicara dengan nada rendah, tidak melakukan
tindakan yang menunjukkan sikap marah
walau tidak sepakat dengan manajemen
laba yang dilakukan manajemen.
Selama wawancara, Andri menjawab
semua pertanyaan peneliti dengan hati-hati,
tenang dan terstruktur. Dengan demikian,
terdapat ketidaksinkronan antara weton dan
perilaku Andri sehari-hari. Selain wetonnya,
watak pemarah bisa dilihat dari pasaran
yang maknanya adalah ceroboh, pemarah,
kadang kala mengamuk jika dicambuk,
dan melanggar apa saja. Karakter tersebut
sama sekali tidak tampak ada saat peneliti
melakukan wawancara dengan pemeriksa
pajak. Hal ini dibuktikan dari pendapat teman kantor berikut ini.
Andri disegani teman kantornya karena kesopanannya, perhatian dengan teman, bawahan bahkan pesuruh sekalipun.
Seperti yang dikatakan Amir (teman kantornya): ”Pak itu Andri orangnya supel, tidak
sombong, sopan dan menghargai pekerjaan
bawahannya. Selain itu juga suka menolong
teman yang lagi kesusahan. Enak kalau diajak ngomong karena beliau sangat sabar dan
perhatian”.
Pengamatan terhadap Andri selama
penelitian lapangan menunjukkan tidak
tampak ekspresi raut muka marah sekalipun. Walaupun Andri menceritakan penga­
laman ada wajib pajak yang menjengkelkan,
tetapi ekspresi wajahnya biasa saja, tidak
tampak ekspresi marah. Mengapa hal itu
terjadi? Peneliti terus mencari jawabannya.
Peneliti menanyakan lebih lanjut, apakah
bapak tidak pernah marah? Pengakuan
Andri sama seperti yang disampaikan oleh
rekan kerjanya.
“Untuk apa marah-marah Bu. Itu
membuang energi, diri kita capek
dan tidak ada hasilnya karena kalau marah kita tidak bisa berpikir
logis. Saya belajar sabar sejak
saya mendalami ilmu spiritual.
Saya memiliki seorang guru yang
sangat sabar dan bijak, oleh karena itu saya ingin seperti guru itu.
Kalau kita sabar hidup kita te­
369
nang dan bisa awet muda heeee”
Itulah kata Andri sambil acungkan
jempolnya tanda kagum dengan guru spiri­
tu­alnya. Setelah nafas panjang Andri melanjutkan ceritanya.
“Semenjak saya mendalami ilmu
spiritual bersama seorang guru,
hati saya menjadi tenang dan hi­
dup menjadi damai. Saya berusaha untuk tidak marah dalam
menghadapi klien yang menjeng­
kelkan sekalipun. Dengan ber­
tambahnya usia, harus semakin
bijak dalam menghadapi semua
masalah.Bukankah seperti itu Bu?”
Setelah menghabiskan makannya, Andri melanjutnya ceritanya tentang perubahan dalam pola hidupnya yang membuat
hatinya tenang dan tentram. Beliau menga­
3takan selalu berpikir positif tentang apa
saja. Berikut tuturnya.
“Saya menanamkan pada diri sendiri
tentang pikiran yang baik-baik, saya yakin
kekuatan pikiran akan menjilma dalam kehidupan kita. Oleh karena itu saya selalu
berpikir positif terhadap teman, saudara,
klien dan siapa saja. Seperti manajer perusahaan, menurut saya tidak mungkin
melakukan manajemen laba hanya untuk
kepentingan pribadi”.
Kemudian peneliti mencoba menanyakan weton Andri. Ternyata beliau me­
ngetahui wetonnya dari ibunya. Berikut
penjelas­an Andri:
“Menurut ibu, saya dilahirkan
dengan membawa pasaran wage.
Ibu saya sangat percaya dengan
weton. Ibu bilang seseorang yang
lahir dengan pasaran wage mempunyai sifat keras, mau menang
sendiri dan pemarah. Saya percaya itu karena saat masih anakanak dulu kadang watak itu muncul di hati saya Bu . Misalnya saat
itu makanan atau mainanku diambil teman, saya jengkel banget
dengan teman itu dan inginnya
memukul dia tetapi itu tidak saya
lakukan”.
Demikian kata Andri sambil tertawa,
lalu beliau melanjutkan ceritanya.
“Herannya orang di sekeliling saya
terutama ibuku tidak melihat sifat
itu ada pada saya. Yaa mungkin
370
Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 6, Nomor 3, Desember 2015, Hlm. 362-372
ini disebabkan lingkungan kami
yang membentuk dan tidak memungkinkan watak keras saya
berkembang. Ibuku yang sangat
sabar, ayah yang sangat bijak
dan saudara-saudara yang sangat
bersahabat. Saya tahu setiap manusia memiliki dua sifat baik dan
buruk, tinggal bagaimana kita
mengembangkan sifat baik dan
mengurangi sifat yang jelek”.
Berdasarkan pembicaraan dengan Andri, watak amarah beliau tidak muncul dan
berkembang karena beliau menekuni ilmu
spiritual dan selalu berpikir positif. Dalam
perilakunya selama wawancara, beliau tetap
tenang dan sopan dalam menceritakan
masalah yang ditemui ketika menghadapi
klien yang menjengkelkan sekalipun. De­
ngan sabar dan telaten beliau mendengarkan cerita masalah dan alasan klien yang
beraneka ragam.
Perilaku analis kredit dalam memaknai praktik manajemen laba digambarkan
berikut ini. Hani adalah seorang analis
kredit yang berkerja di salah satu Bank
Bank pemerintah yang sudah bekerja selama 17 tahun dan di bagian Divisi Analis
& Pengendalian Kredit selama 8 tahun. Melihat pengalaman di bagian analis kredit,
menurut peneliti sudah cukup pengalaman
dan pemahaman tentang analisa laporan
keuangan sehingga layak dijadikan sebagai
informan.
Hani terlahir pada hari Senin Pon.
Menurut
primbon
Jawa
(Soemodidjojo;2001:61-64) seseorang yang lahir pada
Senin Pon memiliki makna: Senin pon manis wicarane, bisa ngenaki pikir sasamaning
wong lan bisa golek rejeki (bicaranya manis,
dapat menyenangkan pikiran sesama, dan
pandai mencari rezeki).
Untuk memperoleh gambaran perilaku
analis kredit, selain mengamati secara langsung melalui wawancara, peneliti mencari
informasi tentang keluarganya. Kedua orang
tua Hani adalah guru Sekolah Dasar yang
selalu menanamkan sikap sopan santun, selalu sabar dalam menghadapi masalah dan
bersikap sayang dengan siapa saja. Berikut
pendapat Hani.
“Saya ini besar di lingkungan pendidik. Bapak dan ibu adalah guru
sekolah dasar. Kalau di desa yang
namanya guru itu sebagai tokoh
dan panutan masyarakat. Anak-
anaknya juga menjadi tauladan
anak-anak yang lain. Orang tua
saya selalu mengajari bahwa kita
hidup ini tidak bisa sendiri sehingga harus selalu baik dengan
tetangga, saudara dan teman”.
Hani pun melanjutnya ceritanya.
“Kami tiga bersaudara semuanya
menggunakan bahasa Jawa halus
(kromo inggil) dengan bapak ibu.
Itu sebagai tanda penghormatan
terhadap orang tua. Tidak hanya
kepada orang tua, kepada orang
orang lain yang seumuran bapak
ibu, kita harus Jawa halus juga.
Kalau bicara tidak boleh keraskeras, harus selalu sopan dengan orang yang lebih tua, tidak
boleh marah-marah yang berlebihan apalagi dengan berteriak-teriak. Itu karena orang tua
juga tidak pernah marah dengan
berteriak-teriak”.
Peneliti juga mencari informasi dari sahabat atau staf di kantornya. Ada dua staf
yang mengatakan bahwa Hani orangnya sopan dan sangat menghargai sahabat-sahabatnya, staf bahkan satpam kantor. Berikut
kata Kirno salah satu staf Hani: “Pak Hani
itu orangnya santun dan sangat menghargai
pekerjaan staf. Beliau hampir tidak pernah
membentak walau dalam keadaan marah.
Meskipun ada kesalahan pekerjaan stafnya
tetapi beliau tidak marah. Beliau memberitahu dengan lembut sehingga kami merasa
tidak dimarahi dan merasa nyaman bekerja
dengan Hani”.
Berdasarkan pengamatan peneliti selama wawancara dengan analis kredit seperti
digambarkan di atas, peneliti dapat mengambil kesimpulan berikut. Dilihat dari ekspresi
wajahnya: berbicara dengan tersenyum dan
wajah yang selalu bersahabat. Dari ucapannya: praktik manajemen laba sebagai kosmetik, bukan manipulasi laba disampaikan
dengan santai dan sopan. Selanjutnya dilihat dari tindakannya: berbicara dengan intonasi rendah, bersikap sopan santun dan
ramah dengan sabar menjawab pertanyaan
peneliti. Perilakunya mencerminkan karakter yang dilihat dari wetonnya. Karakter
tersebut terbentuk semakin kuat dengan
lingkungan keluarga dan kerja yang sangat
mendukung. Dari keluarga pendidikan yang
Purwanti, Refleksi Perilaku Pengguna Laporan Keuangan atas Praktik...
selalu mengajarkan sonpan santun dan
bagaimana berperilaku dan bersikap dengan
berbagai orang,
Perilaku investor dalam memaknai
praktik manajemen laba digambarkan berikut ini. Sigit seorang investor yang berkiprah
menjadi investor sekitar 5 tahunan. Saat ini
dia memiliki saham di beberapa perusahaan
dengan untuk mendapatkan capital gain dan
deviden. Sigit dilahirkan pada hari selasa
Paing. Menurut primbon Jawa Betaljemur
Adammakna yang disitir dari Soemodidjojo
(2001:61-64), orang-orang yang lahir pada
hari selasa Paing memiliki karakter isinan,
kaku pikire, andhap patrape, lumuh mring
pagaweyan (pemalu, malas, kaku hatinya,
rendah perbuatannya).2
Selama menggali informasi inilah
peneliti menemukan adanya kemiripan­
kemiripan antara perilaku sebenarnya
dengan ramalan perilaku menurut wetonnya. Hanya watak marah yang dominan
berkembang. Hal ini disebabkan karena
pengalaman yang membuatnya marah dan
semakin membentuk karakter setiap hari sehingga karakter Sigit semakin sama dengan
ramalan wetonnya.
Peneliti mencoba untuk menanyakan
apakah Sigit mengetahui dan percaya wetonnya? Beliau menjawab tahu dari orang
tuanya tetapi tidak percaya dengan weton.
Demikian katanya dengan nada tinggi.
“Aku tahu wetonku selasa Paing
dari ibuku saat saya mau menikah. Watakku keras, gampang
marah, kaku dan tidak mau mengalah. Aku tidak peduli dengan
makna weton itu, itukan ramalan
orang jaman dulu. Orang tuaku
pernah mencarikan hari saat
kami akan menikah. Aku ikut aja
wis untuk menyenangkan orang
tua.”.
Berdasarkan hasil wawancara dengan
Probowo, berikut gambaran perilaku investor dalam memaknai praktik manajemen
laba dengan perspektif weton. Dilihat dari
ekspresi wajahnya: sering menunjukkan rasa jengkel atau marah pada saat wawancara.
Dari ucapannya: praktik manajemen laba
sebagai akal-akalan manajemen, manipulasi
laba atau kecurangan. Selanjutnya dilihat
2. Makna weton informan diambil dari Kitab Primbon Betaljemur Adammakna yang dihimpun oleh
R. Soemodidjojo dari Babon asli kagungan dalem
371
dari tindakannya: seringkali bicara dengan
nada tinggi dan sesekali memukulkan tangannya ke meja.
Demikian hasil analisis weton Sigit
yang menunjukkan bahwa perilaku Sigit
dalam memaknai praktik manajemen laba
mencerminkan karakternya berdasarkan
ramalan wetonnya. Ada watak amarah yang
berkembang dan muncul dalam setiap wawancara. Hal ini dikarenakan kondisi lingkungan bisnis dan pengalaman selama menjadi
investor. Kondisi lingkungan bisnis yang
penuh persaingan membuat Sigit menjadi
lebih mementingkan diri sendiri. Selain itu
pengalaman selama menjadi investor yang
pernah gagal dalam berinvestasi yang disebabkan oleh salah penilaian laporan keuang­
an hal ini juga memicu berkembangnya sifat
amarah dalam dirinya.
SIMPULAN
Pemeriksa pajak lahir pada weton Senin
Wage yang memiliki karakter cenderung
banyak buruknya. Pemeriksa pajak memaknai praktik manajemen laba sebagai sebuah
gincu atau lipstik dengan metode yang legal
maupun ilegal agar laporan keuangan tampak bagus dan menarik. Selain itu pemeriksa
pajak mengatakan praktik manajemen laba
adalah manipulasi laba dan bahkan sudah
mengarah ke kecurangan dengan membuat
pembukuan ganda, terutama perusahaan
yang belum terdaftar. Perilaku pemeriksa
pajak dalam memaknai praktik manajemen
laba kurang mencerminkan makna karakter wetonnya. Lingkungan keluarga dan selalu berpikir positif terhadap apapun yang
didukung dengan mendalami spiritual telah
merubah karakternya
Analis kredit lahir pada weton Senin
Pon memaknai praktik manajemen laba sebagai kosmetik. Fungsi kosmetik bagi laporan keuangan untuk mempercantik laporan
keuangan atau bahkan membuat laporan
keuangan tampak jelek sesuai dengan motivasi atau tujuannya. Makna yang terkandung dalam pendapat analis kredit bahwa
praktik manajemen laba sarana untuk membuat laporan keuangan menjadi menarik
dan sebaliknya. Selama pengamatan ketika
wawancara, peneliti menemukan ciri-ciri
Analis kredit seperti makna wetonnya. De­
ngan demikian karakter (weton) Hani dalam
Kanjeng Pangeran Harja Tjakraningrat, penerbit
Soemodidjojo Mahadewa tahun 2001
372
Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 6, Nomor 3, Desember 2015, Hlm. 362-372
memaknai praktik manajemen laba tercermin dalam perilaku sehari-hari. Karakter
yang cenderung baik ini tumbuh kembang
karena Hani dibesarkan di lingkungan keluarga guru yang sangat mendukung.
Investor dilahirkan pada weton Selasa
Paing memaknai praktik manajemen laba
adalah intervensi manajer atau akal-akalan
manajer. Selain itu praktik manajemen laba
juga dimaknai sebagai rekayasa laba yang
mengarah ke kecurangan karena tidak sekedar mengubah-ubah kebijakan akuntansi
tetapi sudah merekayasa laporan keuangan
yang jauh dari aturan Standar Akuntansi
Keuangan. Perilaku investor dalam memaknai praktik manajemen laba mencerminkan
karakter yang cenderung banyak sisi jeleknya terutama pemarah, kaku hatinya. Hal
ini disebabkan oleh pengalaman selama
menjadi investor yang sering kecewa dan
jengkel karena salah pengambil keputusan
yang didasarkan pada laporan keuangan. Selain itu faktor lingkungan bisnis yang penuh
persaingan semakin mendukung karakter
jeleknya berkembang atau lebih dominan.
DAFTAR RUJUKAN
Copeland, M.R. 1968. "Income Smoothing".
The Accounting Review. Vol. 41, hlm
101-117
DuCharme, L.L., P.H.Malatesta, dan S.E.
Sefcik. 2004. "Earnings Management,
Stock Issues and Shareholder Lawsuits." Journal of Financial Economics,
hlm 27-49.
Fischer, M dan K. Rosenzweig. 1995. Attitude of Student and Accounting Practitioners Concerning The Ethical Acceptability of Earnings Managements.
Journal of Business Ethics. Vol. 14, hlm
433-444.
Grasso, P. L, A.T. Patricia dan A.W. Richard.
2009. The ethics of earnings management: perceptions after Sarbanes-Oxley. http://findarticles.com/p/articles.
Diakses 20 Nopember 2010.
Jiraporn, P., A.G. Miller, S.S. Yoon, dan
S.K. Young. 2008. "Is Earning Management Opportunistic or Beneficial?
An Agency Theory Perspective." International Review of Financial Analysis.
Vol 17, hlm 622–634.
Kaplan, E.S. 2001. Further Evidence on
the Ethics of Managing Earnings: An
Examination of The Ethically Related
Judgments of Shareholders and NonShareholders. Journal of Accounting
and Public Policy. Vol 20 hlm 27-44.
McTaggart, L. 2008. The Intention Experiment: Use Your Thoughts To Change
The world. London. Harper Element
Merchant, K.A. dan J.Rockness. 1994. "The
Ethics of Managing Earnings: an Empirical Investigation." Journal of Accounting And Economic.
Miles, M.B. A.M. Huberman. 1992. Qualitative Data Analysis. Sage Publication
Inc. California.
Moleong, L.J. 2004. Metodologi Penelitian
Kualitatif. Edisi Revisi. PT Remaja Rosdakarya. Bandung.
Neuman, W.L. 2006. Social Research Methods: Qualtative and Quantitative Approaches. Sixth Edition. Person Education, Inc. New York.
Ranoewidjojo, RDS.Romo. 2009. Primbon
Masa Kini: Warisan Nenek Moyang untuk Meraba Masa Depan. Penerbit Bukuné. Jakarta.
Schipper, K. (1989). “Commentary on Earnings Management”. Accounting Horizon,
Vol 3, hlm 91-102.
Soemodidjojo. 1994. Kitab Primbon: Betaljemur Adammakna. Bahasa Indonesia.
Soemadjojo Mahadewa. Yogyakarta.
Soemodidjojo. 2001. Kitab Primbon: Betaljemur Adammakna. Cetakan ke 54. Soemadjojo Mahadewa. Yogyakarta.
Suh, S. Y. 1990. Communication and Income Smoothing Through Accounting
Method Choice. Management Science.
Vol 36, 6.
Yanto, A.S. 2010. “Watak Manusia Berdasarkan Pasaran”. http://www.artikelbebas.co.cc/2010/09/primbonjawa-watak-manusia-berdasarkan_18.
html. 1 September 2010. Diakses 2
Nopember 2010.
Download