Alat Ukur Intensitas Cahaya dan Suara Portabel

advertisement
BAB II
DASAR TEORI
Pada bab ini akan dibahas mengenai definisi dan dasar teori yang menunjang
dalam merancang pengukur intensitas cahaya dan suara. Antara lain dasar akustika dan
pendengaran manusia, Light Dependent Resistor (LDR), mikrofon kondenser, tapis
pembobot A dan C, True RMS to DC Converter. Bagian pengendali akan dijelaskan dasar
mikrokontroler ATMega 8535 dan seven segment sebagai media penampil hasil
pengukuran.
2.1. Cahaya
2.1.1. Definisi cahaya
Cahaya adalah energi berbentuk gelombang elektromagnetik yang kasat mata
dengan panjang gelombang sekitar 380-700 nm dan kecepatan merambat dalam
ruang hampa sebesar 3x108 m/s.
Intensitas cahaya merupakan jumlah energi radiasi yang dipancarkan oleh
sumber cahaya ke suatu arah tertentu dan dinyatakan dengan satuan candela (cd)
dengan lambang I. Intensitas penerangan di suatu bidang adalah fluk cahaya yang
jatuh pada 1 m2 dari bidang itu dinyatakan dengan satuan lux dengan lambang E.
Intensitas penerangan rata-rata dapat dihitung dengan persamaan berikut ini:
Erata-rata =
dimana

Lux
A
..........................2.1
E = fluk cahaya (lumens)
A = luas bidang (m2)
5
2.1.2. Tranduser Isyarat Cahaya
Tranduser
berfungsi
untuk
mendeteksi
perubahan
cahaya
dengan
menggunakan LDR (Light Dependent Resistor). LDR yang digunakan adalah
Cadmium Sulphide Photoconductive Cell. Berikut simbol dari LDR:
Gambar 2.1. Simbol LDR
LDR merupakan resistor yang nilai resistansi berubah-ubah sesuai dengan
intensitas cahaya yang diterima. Pada kondisi terang cadmium sulphide mengalami
penurunan resistansi, sehingga akan lebih banyak melepaskan muatan atau arus
listrik meningkat. Saat cahaya gelap, resistansi sangat besar mencapai 1 MΩ dan
ketika kondisi sangat terang maka resistansi akan sangat kecil hingga 0,1 Ω.
Cadmium sulphide merupakan bahan semi konduktor dimana elektron hanya
tersedia pada pita valensi dan membutuhkan energi untuk mengeksitasi elektron
untuk berpindah. Jalur pada LDR dibuat melengkung menyerupai kurva agar jalur
tersebut dapat dibuat panjang pada area yang sempit. Saat cahaya mengenai
permukaan maka energi foton dari cahaya akan diserap sehingga terjadi perpindahan
elektron dari pita valensi ke pita konduksi. Perpindahan elektron bebas
mengakibatkan hambatan dari cadmium sulphide berkurang dan sebanding dengan
intensitas cahaya yang mengenai LDR.
6
2.2. Suara
2.2.1. Dasar Akustika dan Pendengaran Manusia
Akustika adalah bidang ilmu yang mempelajari tentang suara termasuk hal
reproduksi, perambatan, dan akibat yang ditimbulkan. Menurut Kinsler dan Frey
dari bukunya Fundamental of Acoustics, 3rd, akustika meliputi:
Ultrasonics , daerah frekuensi lebih dari 20 kHz
ACOUSTICS
Sonics , daerah frekuensi antara 20-20 kHz
Infrasonics , daerah frekuensi kurang dari 20 Hz
Studi akustika saat ini semakin diperlukan karena meningkatnya kesadaran
manusia akan akibat dari polusi akustik yaitu kerusakan pada indera pendengaran
manusia akibat tekanan suara yang terlalu tinggi, lingkungan kerja yang memiliki
taraf kebisingan yang melebihi batas dapat menurunkan produktifitas kerja.
Kebisingan yang terus menerus dan di atas ambang batas kebisingan dapat
menimbulkan gangguan psikis pada manusia.
Definisi suara dari gejala gelombang adalah usikan pada sejumlah kecil
volume udara yang diteruskan oleh sejumlah kecil udara di sekitarnya dan
seterusnya yang mengandung mengandung informasi dan tenaga yang dirambatkan
dari suatu tempat ke tempat lainnya.
Partikel udara yang bergetar tidak merambat. Kepesatan udara merambat
tergantung jenis media dan keadaan media. Sebagai contoh diudara pada suhu 20°C
343 meter/detik, sedangkan di air tawar pada suhu 20°C sebesar 14 meter/detik.
Kepesatan itu dilambangkan dengan huruf c.
c = .f
..........................2.2
7
dimana
c
= kepesatan bunyi (meter/detik)

= panjang gelombang (meter)
f
= frekuensi (Hz atau 1/detik)
Aras tekanan suara disebut Sound Pressure Level (SPL) mempunyai
persamaan:
Sound Pressure Level dalam dBSPL = 20 log
dimana
P
P
Pref
..........................2.3
= tekanan suara (Pa)
Pref = tekanan referensi (2.10-5 Pa)
Rata-rata percakapan manusia (average conversation) jika diukur dengan
Sound Level Meter menunjukkan sekitar 70 dBA SPL, lalu mesin pemadat tanah
misalnya menunjukkan 100 dBA SPL. Ambang tidak dengar telinga manusia
(inaudible) ditetapkan sebesar 0 dBA SPL dan ambang sakit telinga manusia sekitar
140 dBA SPL.
Dalam teknik audio pengukuran dilakukan dengan sumber sinyal dari sinyal
elektrik juga jadi tidak diperlukan konversi dari besaran tekanan suara ke elektrik.
Skala yang digunakan untuk sinyal audio adalah dBVoltrms dengan tegangan
referensi 1 voltrms. Sebagai contoh tegangan 1 voltrms diperoleh dari sinyal masukan
DC sebesar 1 volt atau sinyal AC sebesar 2,8 volt peak to peak.
dBVoltrms = 20 log10 [ X / Vref]
dimana
X
..........................2.4
= tegangan masukan (VRMS)
Vref = tegangan referensi (1 VRMS)
8
Contoh konversi voltrms ke dBVoltrms ditunjukkan pada tabel 2.1 berikut:
Tabel 2.1. Konversi Vrms ke dBVrms
Vrms
10
5
1
0.5
0.1
0.05
0.01
Vref
1
1
1
1
1
1
1
dBVrms
20
13.9794
0
-6.0206
-20
-26.0206
-40
2.2.2. Karakteristik Telinga Manusia
Karakteristik telinga manusia dalam menanggapi suara dapat digambarkan
sebagai berikut:
Gambar 2.2. Kurva Fletcher Munson
Gambar 2.2 menunjukkan respon telinga manusia terhadap frekuensi yang
diterima. Pada frekuensi 100 Hz memiliki tingkat kekerasan sebesar 50 dB, maka
akan memiliki tingkat kekerasan yang sama sebesar 40 dB pada frekuensi 1 KHz.
9
2.2.3. Tingkat Kebisingan
Tabel 2.2. Taraf bising yang diizinkan
Lamanya dengar
Tanggapan SPL
per hari (jam)
dalam dBA
8
90
6
92
4
95
3
97
2
100
1.5
102
1
105
0.5
110
0.25
115
Berdasarkan Tabel 2.2 dapat dilihat bagaimana dan seberapa besar bising yang
diizinkan untuk manusia dengar setiap harinya. Contoh: bunyi yang mempunyai
tekanan suara sebesar 100 dBA SPL hanya boleh didengar oleh telinga manusia
paling lama 2 jam, semakin tinggi tekanan suaranya maka semakin pendek waktu
yang diizinkan. Jika melebihi taraf yang diizinkan maka akan menimbulkan
kerusakan alat pendengaran.
2.2.4. Tranduser Isyarat Akustik
Tranduser berfungsi untuk mendeteksi isyarat akustik yang ada di udara bebas,
yaitu dengan menggunakan mikrofon.
10
Gambar 2.3. Struktur Mikrofon Kondenser
Gambar 2.4. Ilustrasi pengubahan isyarat akustik ke elektrik
Mikrofon yang digunakan menggunakan jenis tranduser elektrostatik seperti
kapasitor, sering disebut mikrofon kondenser. Perubahan tekanan yang diterima
tranduser mengakibatkan perubahan kapasitansi.
Prinsip kerja tranduser ini adalah tekanan suara akan mengakibatkan
perubahan kapasitansi dan mengubah jumlah muatan.
Q = C.V
..........................2.5
Keterangan :
C
= kapasitansi (farad)
V
= tegangan keluaran (volt)
Q
= muatan (coulomb)
11
2.2.5. Tapis Pembobot A
Tanggapan frekuensi audio yang dapat didengar oleh manusia adalah antara
20 Hz - 20.000 Hz.
Gambar 2.5. Tanggapan frekuensi audio 20 hingga 20 KHz
Tapis pembobot A (weighting filter A) mempunyai karakteristik penguatan
mendekati respons dengar telinga manusia, sehingga tapis ini digunakan pada alat
ukur yang dibuat. Berikut Gambar 2.5 yang menunjukkan karakteristik tapis
pembobot A.
12
Gambar 2.6. Grafik respons frekuensi filter pembobot A dan C
Tapis pembobot C, A dan B mempunyai fungsi pindah sebagai berikut:
Hc(s) 
Ha(s) 
4 π 2 12200 2 s 2
s 2 π 20.62  s 2 π122002
4 π 2 12200 2 s 4
..........................2.6
s 2 π 20.62  s 2 π122002  s 2 π107.7  s 2 π 738
..................2.7
2.3. Penguat Operasi
Opamp merupakan salah satu hasil revolusi dalam bidang elektronika yang
memungkinkan penggunaannya secara luas. Penguat operasi (opamp) adalah salah
satu rangkaian linier yang sering digunakan dalam alat elektronik. Dalam tugas
akhir ini opamp digunakan dalam beberapa hal antara lain, filter aktif dan penguat.
2.3.1. Penguat Membalik
Penguat membalik merupakan salah satu konfigurasi dalam penggunaan
opamp dengan keluaran yang berselisih fasa dengan masukan sebesar 180 derajat.
13
Pada Gambar 2.7 dengan asumsi opamp yang ideal maka pada masukan membalik
dan tak membalik mempunyai beda tegangan sebesar 0 volt.
Gambar 2.7. Konfigurasi Penguat Membalik
Sehingga persamaan dari penguat membalik adalah sebagai berikut:
..........................2.8
..........................2.9
2.3.2. Penguat Tak Membalik
……………Persamaan 2.14
Penguat tak membalik merupakan konfigurasi penguatan pada opamp, dimana
masukan dan keluaran memiliki fasa yang sama. Pada Gambar 2.8 mengasumsikan
keidealan opamp bahwa pada titik membalik dan tak membalik mempunyai beda
tegangan sebesar 0 volt dan besar arus yang masuk ke masing-masing masukan
adalah nol (IB = 0). Arus masukan dari VIN pada masukan tak membalik dan karena
keidealan opamp sehingga pada titik membalik juga mendapat tegangan yang sama
sehingga arus keluaran opamp mengalir melalui RF dan kemudian RG sehingga tidak
14
ada beda fasa pada masukan dan keluarannya Sehingga jika masukan berpolaritas
positif, maka pada keluaran akan berpolaritas positif juga dan sebaliknya.
Gambar 2.8. Konfigurasi Tak Membalik Opamp
..........................2.10
..........................2.11
2.4. True RMS to DC Converter
……………Persamaan 2.16
Root Mean Square merupakan pengukuran untuk mengetahui nilai magnitude
dari sinyal AC. Nilai RMS sinyal AC merupakan besarnya nilai sinyal DC yang
dibutuhkan untuk menghasilkan panas pada sebuah beban. Sebuah sinyal AC dengan
amplitudo 1 volt rms dan sinyal DC 1 volt akan menghasilkan panas yang sama pada
sebuah resistor. Nilai RMS dapat dihitung dengan persamaan berikut ini :
E RMS  AVG .(V 2 )
..........................2.12
15
Tabel 2.3. Nilai RMS Sinyal AC
Sinyal 1VPP
Gelombang Sinusoidal
Gelombang Kotak
Gelombang Gigi Gergaji
Nilai RMS
VP
2
 0.707volt
VP
 1volt
1
VP
3
 0.707volt
2.5. ADC (Analog to Digital Converter) ATMega8535
Pengubahan besaran analog ke digital diperlukan karena data dari sensor diolah
dengan menggunakan mikrokontroler. Masukan ADC mikrokontroler dihubungkan ke
sebuah 8 channel analog multiplexer yang digunakan untuk single ended input
channel. Secara umum, proses inisialisasi ADC meliputi proses penentuan clock,
tegangan referensi, format output data, dan metode pembacaan. Register yang perlu di
atur nilainya adalah ADMUX, ADCSRA, dan SFIOR.
ADMUX merupakan register 8 bit yang berfungsi menentukan tegangan
referensi ADC, format data keluaran dan saluran ADC yang digunakan.
Gambar 2.9. Register ADMUX
Dalam memilih kanal ADC yang digunakan, atur nilai MUX4:0, misalnya kanal
ADC0 sebagai input ADC, maka MUX4:0 diberi nilai 00000b. Tegangan referensi
ADC dapat dipilih antara lain pada pin AREF, pin AVCC, atau menggunakan referensi
16
internal sebesar 2,56 volt. Fitur ADC jika ingin digunakan maka ADEN harus diberi
logika high „1‟.
Setelah konversi selesai (ADIF high), hasil konversi dapat diperoleh pada
register hasil (ADCL, ADCH). Untuk konversi single ended, hasilnya adalah:
ADC 
VIN .1024
VREF
..........................2.13
Dimana VIN adalah tegangan masukan pada kanal ADC, dan VREF adalah
tegangan referensi untuk konversi. Jika menggunakan ADC 10 bit, maka dikalikan
1024 untuk mendapatkan nilai digital.
2.6. Mikrokontroler AVR Tipe ATMega8535
Secara garis besar arsitektur mikrokontroler ATMega8535 terdiri dari :
a. Saluran I/O sebanyak 32 buah, yaitu Port A, Port B, Port C, Port D
b. ADC 10 bit dengan 8 saluran (Analog to Digital Converter)
c. 4 saluran PWM
d. 4 sleep mode : Idle, ADC Noise Reduction, Power save, Power down, Standby
dan Extended Standby
e. 3 buah timer/counter
f. Analog Komparator
g. Watchdog timer dengan osilator internal
h. 512 byte SRAM
i. 512 byte EEPROM
j. 8 Kb Flash memory dengan kemampuan Read While Write
k. Unit interupsi (internal&eksternal)
l. Port antarmuka SPI 8535 “memory map”
17
m. Port USART untuk komunikasi serial dengan kecepatan maksimal 2,5 Mbps
n. Tegangan operasi 4,5 - 5,5 v, dan crystal 0 sampai 16MHz
Gambar 2.10. Konfigurasi pin ATMega8535
ATMega 8535 memiliki jumlah kaki sebanyak 40 buah yang memiliki kegunaan
sebagai berikut :
a. VCC = pin masukan catu daya
b. GND = pin ground
c. Port A (PA0-PA7) = pin I/O (bidirectional), pin ADC
d. Port B (PB0-PB7) = pin I/O (bidirectional), pin timer/counter, analog
komparator, SPI
e. Port C (PC0-PC7) = pin I/O (bidirectional), TWI, analog komparator, timer
oscillator
f. Port D (PD0-PD7) = pin I/O (bidirectional), analog komparator, interupsi
eksternal, USART
g. RESET = pin reset mikrokontroler
h. XTAL1 dan XTAL2 = pin untuk clock eksternal
i. AVCC = pin input tegangan ADC
j. AREF = pin input tegangan referensi ADC
18
2.7. Dekoder 7447
Dekoder 7447 merupakan komponen yang digunakan untuk mengendalikan
seven segment (common anode). Berikut ini merupakan konfigurasi dari dekoder 7447:
Gambar 2.11. Konfigurasi IC Decoder 7447
Dekoder 7447 mendapatkan masukan BCD 4 bit dengan urutan 8, 4, 2, 1
kemudian keluaran dengan urutan a, b, c, d, e, f, g, dimana akan diubah menjadi pola
tertentu agar bisa tertampil di seven segment. Masukan BCD akan aktif jika diberikan
logika high „1‟ dan keluaran dari dekoder 7447 aktif low „0‟. Tegangan maksimum
yang dibutuhkan untuk mengaktifkan dekoder 7447 adalah 7 volt dan tegangan
masukan maksimal 5,5 volt. Di bawah ini merupakan tabel konversi nilai 4 bit
masukan menjadi pola tertentu pada seven segment:
Tabel 2.4. Tabel Kebenaran Dekoder 7447
19
2.8. Penampil Seven Segment
Penampil seven segment secara umum digunakan untuk menampilkan informasi
secara visual mengenai data-data yang sudah diolah. Seven segment tersusun atas 8
bagian yang setiap bagiannya merupakan LED (Light Emitting Diode).
Gambar 2.12. Seven Segment
Arus maju LED berkisar antara 10-20 mA untuk kecerahan maksimum, maka
diperlukan hambatan agar LED tidak terbakar atau putus. Terdapat dua buah jenis
seven segment yaitu jenis common anode dan common cathode. Ada beberapa cara
untuk mengendalikan seven segment dengan mikrokontroler, diantaranya dengan
menggunakan IC dekoder.
20
Download