KEMERDEKAAN NEGARA KOSOVO

advertisement
83
BAB 4
ANALISIS KASUS KEMERDEKAAN NEGARA KOSOVO DAN
IMPLIKASINYA DITINJAU DARI SEGI HUKUM INTERNASIONAL
4.1. Bangsa Kosovo-Albania Sebagai Pemegang Hak Penentuan Nasib
Sendiri
Sejak Deklarasi kemerdekaan Kosovo yang pertama pada Juli 1990, dan
referendum pada 1991 untuk mengkonfirmasi Deklarasi tersebut,135 rakyat
Kosovo-Albania terus menerus menyuarakan hak penentuan nasib sendiri mereka
untuk merdeka dari Serbia.
Terdapat 90 persen populasi orang Kosovo-Albania di Kosovo, dan
mereka telah selama berabad-abad lamanya menunjukkan perbedaan karakteristik
dari kelompok suku bangsa lain yang berada dalam teritori bekas negara
Yugoslavia. Bangsa Kosovo-Albania berbicara dalam bahasa yang berbeda (yaitu
Bahasa Albania), mempunyai kebudayaan dan tradisi yang berbeda, dan
mempunyai kebiasaan yang berbeda.
Menurut banyak sejarahwan, suku bangsa Kosovo-Albania, seperti halnya
suku bangsa Albania lainnya, merupakan keturunan dari bangsa Illyria, yang
mendiami wilayah yang sekarang dikenal dengan nama Kosovo, sejak awal abad
kedua sebelum Masehi. Pada saat okupasi Kerajaan Utsmani, Kosovo menjadi
bagian wilayah administrasi dari Kerajaan tersebut, dan dikenal sebagai Vilayet
Kosovo.
Sejak penggabungannya dengan Yugoslavia pada tahun 1918, Kosovo
telah diakui sebagai wilayah geografis yang berbeda dengan batasan yang jelas
dengan wilayah Yugoslavia lainnya. Hal tersebut juga telah diperlihatkan sejak
berdirinya Socialist Federal Republic of Yugoslavia (SFRY), Kosovo telah
dianggap sebagai wilayah yang berbeda, dan oleh karena itu, Kosovo diberikan
135
Diadakan pada 1991 dengan 87 persen pemilih terdaftar ambil bagian, dan 99 persen
suara masuk menyatakan memilih untuk merdeka. Keabsahan referendum ini patut dipertanyakan
apakah sesuai dengan standar internasional, karena tidak ada satupun organisasi independen
internasional yang memonitor pelaksanaan referendum ini
UNIVERSITAS INDONESIA
Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009
84
otonomi khusus
dalam wilayah SFRY.
Status tersebut diubah dari wilayah
otonomi khusus menjadi provinsi pada tahun 1974 oleh Konstitusi SFRY.
Walaupun Kosovo tidak diberikan status yang sama sebagaimana republik
Yugoslavia yang lain (tidak diberikan status sebagai negara bagian), garis
wilayahnya didemarkasi berdasarkan garis historis, dimana merupakan indikasi
terhadap pengakuan persatuan historis dari orang-orang Albania di Kosovo. Lebih
lanjut lagi, Konstitusi Yugoslavia tahun 1974 menetapkan bahwa garis batas
tersebut tidak dapat diubah tanpa persetujuan oleh parlemen Kosovo.
Berbagai macam pernyataan dari komunitas internasional mengenai situasi
di Kosovo memberikan dasar faktual bahwa bangsa Kosovo-Albania merupakan
sebuah kelompok yang memiliki penentuan nasib sendiri (self-determination
right). Dalam hal ini, pada Desember 1992, Komite HAM PBB telah memilih
istilah penentuan nasib sendiri dalam mendesak pemerintahan Yugoslavia “to put
an end to the repression of the Albanian population in the province of Kosovo and
adopt all necessary measures to restore the former local self-government in the
province.“136
Majelis Umum PBB pada bulan Maret 1997 memerintahkan Yugoslavia;
“to allow the establishment of genuine democratic institutions in Kosovo,
including, the parliament and the judiciary, and respect the will of its
inhabitants.”137 Tampak jelas dari perumusan ini bahwa Majelis Umum PBB
menginginkan Kosovo-Albania diberikan internal self-determination right.
Serupa dengan itu, satu tahun kemudian, Dewan Keamanan PBB menuntut hal
yang sama, meminta untuk sebuah dialog yang berarti mengenai permasalahan
status politik Kosovo, dan menunjukkan “support for an enhanced status for
Kosovo which would include a substantially greater degree of autonomy and
meaningful self-administration”.138
136
Comments of the Human Rights Committee: Federal Republic of Yugoslavia (Serbia
and Montenegro),28 Desember 1992, paragraf 8.
137
Resolusi Majelis Umum PBB. 51/111, 5 Maret, 1997,
138
Resolusi Dewan Keamanan PBB 1160, 31 Maret 1998. paragraf 5.
UNIVERSITAS INDONESIA
Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009
85
Hal tersebut dinyatakan kembali dalam Resolusi Dewan Keamanan yang
disetujui pada September 1998. Resolusi Dewan Keamanan 1244 pada Juni 1999
yang membentuk pemerintahan administrasi sipil PBB di Kosovo (UNMIK),
bertugas inter alia dengan tugas untuk membawa Kosovo menuju otonomi dan
pemerintahan sendiri dalam kerangka kesatuan negara Yugoslavia.139
Telah diketahui oleh masyarakat internasional bahwa rakyat KosovoAlbania meminta untuk merdeka, yang tercermin keinginan pada referendum
1991. Komunitas internasional telah terlihat “ragu-ragu” untuk mendukung
kemerdekaan Kosovo, kebanyakan karena takut – menurut beberapa alasan –
bahwa dukungan kepada pelepasan diri tersebut dapat membuka “Pandora’s Box”
masalah disintegrasi dan ketidakstabilan di wilayah masing-masing negara.
Bangsa Kosovo-Albania, lebih jelas lagi setelah penghapusan otonomi
khusus Kosovo menjadi provinsi, telah melalui proses tekanan yang berkelanjutan
oleh otoritas Serbia yang mencabut serta menyangkal setiap penggunaan hak
mereka untuk menentukan nasib sendiri secara internal yang sepadan dengan
ketetapan konvensi internasional. Ciri-ciri utama dari kebijakan pemerintah Serbia
menyangkut Kosovo adalah:
a. blokade total bangsa
Kosovo-Albania dari
perkembangan politik,
ekonomi, sosial dan kebudayaannya;
b. diskrimimasi sistematis dan pelanggaran HAM berat;
c.
tindakan
penyerangan secara fisik keberadaan dan integritas rakyat
Albania Kosovo terutama setelah militer Serbia bertindak di Kosovo pada
awal musim semi 1998.140
Dengan penghapusan otonomi dan beberapa kebijakan yang mengikutinya,
rezim Serbia secara pasti dan sepihak mencabut semua hak dari bangsa Kosovo139
Press
Release
Dewan
Keaman
PBB,
23
<http://www.un.org/News/Press/ dosc/1998/19980923.sc65777.html>
September
1998,
140
Kumbaro, op.cit., hal. 42
UNIVERSITAS INDONESIA
Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009
86
Albania yang diakui oleh Konstitusi SFRY 1974. Sejak 1989, Pemerintah Serbia
telah mengintervensi dalam semua bidang penting kehidupan, dalam upaya untuk
“meng-Serbia-kan” rakyat Kosovo.
4.1.1. Blokade Total Bangsa Kosovo-Albania dari Perkembangan Politik,
Ekonomi, Sosial dan Kebudayaan
Amandemen konstitusional untuk konstitusi 1974 pada tahun 1989
mempunyai tujuan untuk mengurangi status otonomi khusus dari Kosovo, sampai
status tersebut hilang sama sekali. Untuk mendapatkan tujuan ini, Serbia
mengambil kontrol penuh atas perbankan, yudisial dan sistem pendidikan,
begitupula dengan kepolisian Kosovo. Media massa Albania dilarang, sekolah
bahasa Albania dan unversitasnya ditutup untuk pelajar Albania, dan lebih dari
120.000 orang Albania dipecat dari pekerjaannya. Dalam ruang publik dan
insititusi pemerintahan lokal penggunaan bahasa Albania dilarang dan HAM serta
hak sipil lainnya dilanggar dalam skala besar setiap harinya. Sebab itu, Kosovo,
menjadi masyarakat yang terpencil, dimana kelompok etnis ini hidup sepenuhnya
berbeda terpisah dengan masyarakat Serbia. Rezim Serbia secara sistematis
mempertajam perbedaan antara orang Serbia dan orang Albania di Kosovo, dan
situasi disana memburuk dengan cepat, terutama, pada awal tahun 1990 dimana
Serbia mengumumkan keadaan darurat.141
Di bawah payung hukum Serbia pada tahun 1989, orang Albania dapat
membeli atau menjual tanah hanya setelah memperoleh izin khusus dari otoritas
Serbia. Sementara itu, Law on the Activities of Organs of the Republic in
Exceptional Circumstances yang ditetapkan pada 26 Juni 1990, pada awalnya
dibuat sebagai tindakan sementara, tetapi pada faktanya tetap mejadi permanen
termasuk tindakan supresi terhadap koran berbahasa Albania Rilindja, penutupan
Akademi Seni dan Ilmiah Kosovo, dan pemecatan ribuan pegawai negeri suku
bangsa Kosovo-Albania.142
141
Kumbaro, op.cit., hal.42.
142
Ibid.
UNIVERSITAS INDONESIA
Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009
87
Sistem pendidikan mengalami perubahan radikal karena pembongkaran
sistematis oleh rezim Serbia, yang menghasilkan peblokadean akses bagi pelajar
Albania untuk memperoleh pendidikan akademis. Pada 1990, Parlemen Serbia
menyatakan tidak berlakunya legislasi pendidikan yang dibuat oleh Parlemen
Kosovo sebelum 1989. Serbia menjalankan penyeragaman program-pendidikan
untuk sekolah dasar dan sekolah menengah di seluruh wilayah Serbia. Pemerintah
Serbia memotong dana bantuan pendidikan dan menjalankan kekerasan fisik
terhadap pelajar yang memasuki sekolah yang tidak memengikuti program
penyeragaman tesebut. Lebih lanjut lagi, Parlemen Serbia melarang pendaftaran
ke sekolah menengah bagi sepertiga pelajar Kosovo-Albania. Akibatnya, mereka
terpaksa untuk melanjutkan sekolah menengah dan tingkat unversitas di rumah
masing-masing, dengan mencetak buku pelajaran secara rahasia. Para Profesor di
Universitas Albania di Prishtina dipindahkan, hanya karena mereka adalah orang
Albania. Sejumlah institusi penelitian ilmiah telah dikurangi atau bahkan
dihapuskan dari hubungannya dengan orang Albania.143
Situasi yang sangat buruk terjadi dalam hal pelayanan kesehatan, dimana
metode “ethnic cleansing” terkesan telah diberlakukan oleh otoritas Serbia dalam
bidang ini. Hal ini menandakan terjadinya pelanggaran serius terhadap hak untuk
hidup, sebagai tambahan dari pelanggaran dasar hak asasi manusia lainnya.
Penghapusan otonomi khusus Kosovo pada 1989 diikuti oleh serangkaian
tindakan sistematik tersebut merusak kelangsungan ekonomi dari Kosovo. Di
wilayah Kosovo terdapat 450 perusahaan baik yang dimiliki oleh negara maupun
swasta yang menjalankan roda perekonomian di wilayah tersebut. Dengan
mengganti semua staff 450 perusahaan tersebut yang bersuku bangsa Albania
dengan orang Serbia dan Montenegro, Serbia berhasil untuk mengambil kontrol
penuh atas semua aspek ekonomi Kosovo. Lebih lanjut lagi, perusahaan milik
Kosovo-Albania digabungkan dengan perusahaan Serbia dan saham mereka
ditawarkan secara ekslusif kepada orang Serbia dan Montenegro.
143
Humanitarian Law Center, “Education of Kosovo Albanians”, (24 Spotlight, 1998): 3
UNIVERSITAS INDONESIA
Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009
88
Dibawah situasi yang memburuk, pemerintah Serbia mengganti banyak
orang Kosovo-Albania yang memegang jabatan publik, menghasilkan tingginya
angka pengangguran dari orang Kosovo-Albania. Oleh karena itu, banyak orang
Albania mengandalkan bantuan keuangan yang dikirim dari keluarga mereka yang
bekerja di luar negeri. Sebagai hasil dari situasi ini, sejak 1990, lebih dari 400.000
warga Albania Kosovo pindah ke berbagai negara.144
4.1.2. Pelanggaran HAM Berat dan Luas
Pelanggaran HAM berat terhadap etnis Albania oleh pemerintah Serbia
termasuk diantaranya kasus penghilangan, penyiksaan, dan penahanan sewenangwenang, pemeriksaan pengadilan untuk tawanan politik, penyerangan secara
disengaja dan tidak pandang bulu kepada masyarakat sipil, termasuk wanita dan
anak-anak.
Di bidang hukum, Parlemen Serbia mengeluarkan 36 undang-undang dan
470 General Decisions selama periode 1990-1992 yang mengindikasi upaya
otoritas Serbia untuk mempengaruhi setiap aspek kehidupan bangsa KosovoAlbania sebagai upaya untuk merusak integritas, martabat dan kemakmuran
mereka. Dengan tujuan utama adalah memaksa etnis Albania meninggalkan
wilayah Kosovo. Berikut adalah beberapa tindakan yang dilakukan oleh otoritas
Serbia:145
•
The Law on Job Relations in Special Circumstance (Undang-undang
mengenai Hubungan Kerja dalam Keadaan Khusus) yang disahkan pada
26 Juli 1990, menghasilkan pemecatan 150.000 orang Kosovo-Albania
dari pekerjaannya, sekitar 80 persen dari jumlah pekerja Albania di
Kosovo;
•
Bentuk baru kolonisasi dilakukan dalam metode penyediaan lahan
pertanian bebas biaya atau pinjaman jangka panjang yang menguntungkan
144
European Action Council for Peace in the Balkans and Public International Law and
Policy Group of the Carnegie Endowment for International Peace, Kosovo-From Crisis To
Permanent Solution, 1 November 1997, hal. 6.
145
Kumbaro, op.cit., hal.46.
UNIVERSITAS INDONESIA
Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009
89
bagi orang Serbia ataupun orang non-Albania lainnya, diatur dalam Law
on Conditions, Manner and Procedure of Distribution of Farming Land
(Undang-undang mengenai Syarat, Cara, dan Prosedur Distribusi Lahan
Pertanian), disahkan 20 Juli 1991;
•
The Law on Special Conditions for Real Estate Transfer, disahkan 18
April 1998,
melarang penjualan real estate terhadap orang Albania dan
pemilikan properti oleh orang Albania
•
Sistem Perbankan Kosovo, dana finansial dari Bank Nasional Kosovo dan
semua bank komersial sepenuhnya dikuasai, sebagai akibat dari
disetujuinya Law on Transmission of Financial Funds pada 29 Maret 1991
•
Meskipun 90 persen warga Kosovo adalah etnis Albania, bahasa Albania
secara resmi dilarang melalui pengesahan Law on the Official Use of
Language and Scripts, pada 27 Juli 1991.
•
Nama-nama jalan, lapangan, sekolah dan sentral kebudayaan di Kosovo
diubah menjadi nama Serbia, dengan ketentuan menggunakan bahasa
Serbia dan alfabet Cyrillic;
•
Kejaksaan Kosovo Mahkamah dan pengadilan negeri, Kantor Hukum, dan
Sekretariat Provinsi dibekukan. Kemudian, semua hakim, jaksa penuntut
umum, advokat, dan personel polisi yang berasal dari Albania
diberhentikan dan diganti oleh orang Serbia dan Montenegro;
•
Media massa Kosovo yang terdiri atas Radio dan Televisi Prishtina, enam
stasiun radio, koran dan majalah, dihancurkan setelah ditaruh dibawah
kontrol Serbia;
Tindakan-tindakan tersebut, ditambah dengan penghapusan otonomi,
memiliki tujuan untuk mengeluarkan etnis Albania dari kehidupan publik di
Kosovo. Hal ini menunjukkan adanya penolakan yang jelas atas Hak orang
Kosovo-Albania untuk mendapatkan hak penentuan nasib sendiri secara internal.
UNIVERSITAS INDONESIA
Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009
90
4.1.3. Bangsa Kosovo-Albania Sebagai Korban Penyerangan Fisik
Sejak Akhir Februari 1998 sampai akhir dari serangan udara NATO pada
Juni 1999, dunia internasional menjadi saksi dari kekerasan fisik yang disengaja
terjadi berkali-kali di Kosovo dimana korban utama adalah penduduk sipil,
terutama etnis Albania. Operasi penertiban pertama dilaksanakan pada awal krisis
dan selama empat minggu yang menyebabkan 20.000 etnis Albania terlantar
karena, melarikan diri dari rumah mereka, sementara 80 orang terbunuh dalam
rangkaian serangan Serbia.146
Serangan berikutnya dilancarkan oleh militer Serbia, pasukan paramiliter
dan polisi mengarahkan serangan secara terang-terangan kepada penduduk sipil
dan pemindahan secara paksa dilakukan sehingga menambahkan jumlah orang
terlantar menjadi lebih besar. Etnis Albania menjadi korban dari eksekusi ekstrayudisial, ”penghilangan”, penggunaan angkatan bersenjata secara besar-besaran,
penyiksaan, perlakuan buruk, penahan incommunicado, dan pengadilan yang tidak
adil.
Otoritas Serbia menyangkal bahwa mereka melakukan pelanggaran HAM
berat dan mengklaim bahwa apa yang mereka lakukan adalah tindakan polisionil
untuk mengatasi bahaya ancaman terorisnme. Di lain pihak kesaksian, foto, dan
kaset video dari jurnalis, organisasi HAM dan pengawas lainnya menggambarkan
dengan jelas kerusakan sistematis yang terjadi di Kosovo.
Berdasarkan fakta-fakta dan analisis di atas, maka menurut penulis bangsa
Kosovo-Albania dapat dikatakan merupakan pemegang hak penentuan nasib
sendiri (right of self determination). Dan berdasarkan upaya pembersihan etnis
yang dilakukan Pemerintahan Serbia terhadap bangsa Kosovo-Albania, hak
penentuan nasib sendiri dengan alasan kemanusiaan bisa mendasari kemerdekaan
Negara Kosovo.
146
Amnesty International Report, A Human Rights Crisis In Kosovo Province, Document
Series B: Tragic events continue #4: The Protection of Kosovo’s displaced and refugees, Oktober
1998,
UNIVERSITAS INDONESIA
Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009
91
4.2. Pengakuan Terhadap Kosovo Sebagai Negara Baru
Lahirnya sebuah negara baru dapat melalui berbagai macam cara, antara
lain melalui pelepasan diri dari penjajah bagi negara-negara bekas wilayah
jajahan, pemisahan diri sebagian wilayah suatu negara dan berdiri sendiri sebagai
sebuah negara merdeka,atau melalui pecahnya sebuah negara menjadi negara
yang lebih kecil daripada negara semula, maupun penggabungan beberapa negara
menjadi sebuah negara yang baru sama sekali.147
Mengingat Kosovo sebelumnya merupakan salah satu provinsi dari Serbia,
maka kemerdekaan Kosovo dapat digolongkan sebagai lahirnya negara baru jenis
yang kedua, yakni pemisahan diri sebagian wilayah suatu negara dan berdiri
sendiri sebagai sebuah negara merdeka. Kelahiran sebuah negara baru seperti
Kosovo ini, dalam masyarakat internasional pasti akan menimbulkan reaksi dari
negara-negara lain yang dimanifestasikan dalam pernyataan sikap menerima atau
mengakui kelahiran negara baru tersebut atau sebaliknya ada negara-negara yang
menolak atau tidak mengakui kelahiran negara baru tersebut.
Pengakuan terhadap suatu Negara baru didefinisikan oleh beberapa
penulis, sebagai :
“…tindakan bebas oleh satu Negara atau lebih yang mengakui
eksistensi suatu wilayah tertentu dari masyarakat manusia yang
terorganisir secara politis, yang tidak terikat pada Negara lain, dan
mempunyai kemampuan untuk menaati kewajiban-kewajiban
menurut hokum Internasional, dan dengan cara itu Negara-negara
yang mengakui menyatakan kehendak mereka untuk menganggap
wilayah yang diakuinya sebagai salah satu anggota masyarakat
Internasional”.148
Untuk mengakui suatu negara baru pada umumnya negara-negara
memakai kriteria, antara lain sebagai berikut :
a.
Keyakinan ada stabilitas di negara tersebut ;
b.
Dukungan umum dari penduduk ; dan
147
I Wayan Parthiana, Pengantar Hukum Internasional, ( Bandung: Mandar Madju,
1990), hal.347
148
J.G., Starke, op.cit., hal. 176
UNIVERSITAS INDONESIA
Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009
92
c.
Kesanggupan dan kemauan untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban
internasional.149
Sampai sekarang sudah 53 negara yang mengakui yaitu; Kosovo Costa
Rica, Amerika Serikat, Prancis, Afghanistan, Albania, Turki, Inggris, Australia,
Senegal, Jerman, Latvia, Denmark, Estonia, Italia, Luxemburg, Peru, Belgia,
Polandia, Swiss, Austria, Irlandia, Swedia, Belanda, Islandia, Slovenia, Finlandia,
Jepang, Kanada, Monako, Hungaria, Kroasia, Bulgaria, Liechtenstein, Republik
Korea, Norwegia, Kepulauan Marshall, Nauru, Burkina Faso, Lithuania, San
Marino, Republik Ceko, Liberia,Sierra Leone, Colombia, Belize, Malta, Samoa,
Portugal, Montenegro, Makedonia, Uni Emirat Arab, Malaysia, dan yang terakhir
mengakui Federasi Micronesia.150
Pengakuan dalam hukum internasional merupakan suatu persoalan yang
melibatkan masalah hukum dan politik sekaligus. Dalam masalah pengakuan,
unsur-unsur politik dan hukum sulit untuk dipisahkan secara jelas, karena
pemberian dan penolakan pengakuan oleh suatu negara sering dipengaruhi oleh
pertmbangan politik, sedangkan akibatnya mempunyai ikatan hukum.151
Meskipun masalah pengakuan melibatkan dua aspek sekaligus, yaitu aspek
hukum dan politik, tetapi para pakar hukum internasional selalu berusaha untuk
menentukan aspek mana yang lebih menonjol dari kedua aspek tersebut. Banyak
yang berpendapat bahwa pengakuan merupakan suatu perbuatan hukum, namun
banyak pula yang berpendapat dan diperkuat oleh praktek negara bahwa
pengakuan lebih bersifa poliik yang mempunyai akibat hukum.152
Kemudian O’Connel juga menegaskan bahwa;
149
Boer Mauna., Hukum Internasional, Pengertian Peranan dan Fungsi dalam Era
Dinamika Global, (Bandung: Alumni, 2000, hal. 65.
150
Data dari <http://www.kosovothanksyou.com/?order=d#recognition>, diakses pada 16
Dsember 2008, pukul 19.30 WIB.
151
Boer Mauna,op.cit., hal.59.
152
Setyo Widagdo, Masalah-Masalah Hukum Internasional Publik, (Malang:
Bayumedia, 2008), hal.221.
UNIVERSITAS INDONESIA
Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009
93
”Recognition is a political act with legal consequences”153
Persoalan apakah pengakuan masuk wilayah hukum atau wilayah politik
dapat dikembalikan kepada persoalan apakah lahirnya suatu negara merupakan
peristiwa hukum atau peristiwa politik. Ada dua pendapat mengenai hal ini.
Pertama menyatakan bahwa lahirnya suatu negara hanya merupakan suatu
peristiwa fakta yang sama sekali lepas dari ketentuan-ketentuan hukum
internasional. Pendapat pertama ini menyatakan bahwa kelahiran suatu negara itu
merupakan suatu fakta politis. Sementara itu pendapat kedua menyatakan bahwa
lahirnya sebuah negara merupakan suatu proses hukum yang diatur oleh
ketentuan-ketentuan hukum internasional.154
Di antara kedua pendapat tersebut, tampaknya pendapat pertama yang
menyatakan bahwa kelahiran suatu negara bukan merupakan peristiwa hukumlah
yang banyak dianut oleh para ahli hukum internasional. Tidak mungkin hukum
internasional mengatur lahirnya suatu negara, karena negara hukum itu ada atau
lahir setelah adanya negara-negara. Negara-negara merdekalah yang merumuskan
hukum internasional, dan bagi negara-negara tersebut pulalah hukum itu berlaku.
Bagi negara-negara yang belum merdeka dan masih di bawah kekuasaan asing,
tentu saja hukum internasional belum dapat diberlakukan. Jadi lahirnya suatu
negara tidak mungkin diatur oleh ketentuan-ketentuan hukum internasional
sehingga kelahiran negara baru tersebut tidak dapat dikatakan sebagai proses
hukum.155
Setelah mencermati kedua pendapat tersebut dan adanya kecenderungan
bahwa pendapat pertama yang dianut tentang kelahiran suatu negara maka dapat
disimpulkan bahwa pengakuan terhadap kelahiran suatu negara baru dipandang
lebih tepat digolongkan sebagai bagian dari politik internasional dan bukan masuk
wilayah hukum internasional, karena dalam prakteknya pengakuan itu lebih sering
dan lebih banyak didasarkan kepada pertimbangan-pertimbangan politik subjektif
153
O’Connel, International Law for Students, (London: Steven & Sons,1971), hal.49.
154
Boer Mauna, op.cit.,hal.61.
155
Ibid.
UNIVERSITAS INDONESIA
Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009
94
dari pihak yang hendak memberikan pengakuan. Hal itu juga dapat dilihat pada
kasus lahirnya negara Kosovo ini. Ketika parlemen Kosovo mendeklarasikan
kemerdekaannya, sehari kemudian negara-negara yang selama ini satu haluan
politik, satu ideologi dengan Kosovo, langsung memberikan pengakuan, dan
sebaliknya negara-negara yang selama ini bermusuhan, tidak satu ideologi dan
berbeda haluan politiknya menolak memberikan pengakuan.
Jika dianut bahwa lahirnya suatu negara hanya merupakan peristiwa fakta
poilitis dan bukan peristiwa hukum, meskipun dari pengakuan menimbulkan
akibat hukum antara negara yang mengakui dan negara yang diberikan
pengakuan, maka akibatnya adalah tidak mungkin suatu negara menolak lahirnya
negara baru dengan alasan hukum. Akibat lain adalah lahirnya suatu negara bebas
dari pengakuan, dengan kata lain pengakuan tidak ikut campur dalam
pembentukan negara. Artinya, eksistensi suatu negara baru yang lahir tidak
ditentukan oleh keharusan adanya pemberian atau penolakan pengakuan dari
negara lain. Suatu negara atau kelompok negara mengakui atau tidak mengakui
suatu negara lain semata-mata didasarkan atas pertimbangan politik dari negara
atau kelompok negara bersangkutan.156
Mengenai hal tersebut, Amerika Serikat menunjukkan sikap yang jelas
dengan mengatakan;
”In the view of the United States, International Law does not require
a state to recognize another entity as a state; it is a matter for
judgement of each state whether an entity merits recognition as a
state.”157
4.2.1.Teori-Teori Tentang Pengakuan
Dalam literatur-literatur hukum internasional maupun hukum tata negara
dapat ditemukan dua teori terkenal tentang pengakuan, yaitu teori konstitutif dan
156
Widagdo, op.cit., hal.223.
157
Gerhard Von Glahn, Law Among Nations, (New York: Mac Millan Publishing, Inc.,
1981), hal.93.
UNIVERSITAS INDONESIA
Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009
95
teori deklaratif. Pendukung teori konstitutif berpandangan bahwa suatu negara
dianggap lahir sebagai negara baru jika telah diakui oleh negara lain. Artinya,
suatu negara belum dianggap lahir sebagai negara baru sebelum adanya
pengakuan terhadap negara baru tersebut. Dengan demikian pengakuan semacam
itu memiliki kekuatan konstitutif.158 Oleh karena itu, bagi pengikut teori
konstitutif, secara hukum negara yang baru lahir itu baru diakui keberadaannnya
apabila telah mendapat pengakuan dari negara lain. Selama pengakuan belum
diberikan maka secara hukum negara itu belumlah ada/lahir.
Untuk hal ini, Brownlie mengatakan;
”Contitutivist doctrine creates a great many difficulties.”159
Yang maksudnya adalah bahwa apa yang dikatakan oleh pendukung teori
konstitutif hanya menciptakan kesulitan jika teori tersebut diterapkan. Bahkan,
teori tersebut semakin tidak populer ketika Pasal 3 Konvensi Montevideo tahun
1993 tentang Hak-Hak dan Kewajiban Negara (Convention on Rights and Duties
of States 1933) menyebutkan bahwa keberadaan politik suatu negara bebas dari
pengakuan oleh negara-negara lain.160
Sementara itu menurut pendukung teori yang kedua yaitu teori deklaratif,
pengakuan tidak menciptakan suatu negara karena lahirnya suatu negara sematamata merupakan suatu fakta murni dan dalam hal ini, pengakuan hanya berupa
penerimaan fakta tersebut.161 Selanjutnya, pengakuan hanya merupakan
pernyataan atau penegasan saja (to declare) dari negara yang memberikan
pengakuan bahwa suatu negara baru tersebut telah ada dalam pergaulan
158
Malcolm N.Shaw, International Law, 2nd Edition, (Carmbridge: Grotius Publication
Limited, 1986), hal.208.
159
Ian Brownlie, Principles of Public International Law,(Oxford University, 1979),
hal.93
160
Widagdo, op.cit., hal.224.
Convention on Rights and Duties of States, art.3; “The political existence is independent
of recognition by other states. Even before recognition the state has the right to defend its integrity
and independence, to provide for its consevation and prosperity, and consecuently to organize
itself as it seesfit, to legislate upon its interests, administer its services, and to define the
jurisdiction and competence of its court.”
161
Boer Mauna, op.cit., hal.62.
UNIVERSITAS INDONESIA
Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009
96
masyarakat internasional. Kehadiran dan keberadaan suatu negara baru dalam
masyarakat internasional, asalkan secara objektif sudah memenuhi kualifikasi
kenegaraan dengan sendirinya sudah dapat diterima sebagai pribadi internasional
(international personality) terlepas dari ada atau tidak adanya negara yang
mengakui. Dengan demikian, negara baru tersebut sudah dapat menikmati hakhak dan melaksanakan kewajiban-kewajiban menurut hukum internasional, seperti
negara-negara lainnya.162
Teori deklaratif menetralisasi eksistensi suatu negara dari masalah
pengakuan yang nyata-nyata sangat subjektif. Teori deklaratif ini dapat dikatakan
lebih objektif dan netral daripada teori konstitutif yang dalam praktek sudah
ditinggalkan karena eksistensi suatu negara tidak ditentukan oleh ada atau tidak
adanya pengakuan dari negara-negara lain.
Uraian di atas menegaskan bahwa kelahiran suatu negara adalah suatu
peristiwa yang tidak berkaitan langsung dengan hukum internasional. Jelaslah
pengakuan yang diberikan kepada negara yang baru lahir hanya bersifat politik,
semacam
pengukuhan
terhadap
statusnya
sebagai
anggota
masyarakat
internasional yang baru dengan segala hak dan kewajiban yang dimilikinya
terhadap negara atau kelompok negara yang memberikan pengakuan sesuai
dengan ketentuan hukum internasional.
4.2.2.Lahirnya Kosovo Sebagai Negara Baru
Dengan dideklarasikannya kemerdekaan Kosovo pada tanggal 17 Februari
2008 yang lalu, berarti provinsi Kosovo telah memisahkan diri dari Serbia secara
sepihak. Situasi tersebut dimungkinkan karena selain Kosovo mendapat dukungan
Amerika Serikat, juga karena konflik etnis yang berkepanjangan dan penindasan
serta ketidak adilan selama ini yang memicu munculnya deklarasi kemerdekaan
tersebut.
Menurut pendapat penulis, sesungguhnya kelahiran Kosovo sebagai
negara baru dapat dikatakan sah karena telah memenuhi kualifikasi yang melekat
162
I Wayan Parthiana, Pengantar Hukum Internasional, (Bandung: Mandar Madju,
1990), hal.350.
UNIVERSITAS INDONESIA
Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009
97
pada diri Kosovo sebagai negara sesuai dengan Pasal 1 Konvensi Montevideo
1933, yakni ada penduduk, memiliki wilayah, mempunyai pemerintahan, dan
memiliki kemampuan untuk melakukan hubungan dengan negara lain.163 Selain
itu, sebagaimana yang sudah penulis kemukakan berdasarkan pendapat-pendapat
pakar hukum internasional bahwa lahirnya suatu negara hanya merupakan suatu
peristiwa fakta yang sama sekali lepas dari ketentuan-ketentuan hukum
internasional. Meskipun demikian hendaknya dibedakan antara negara sebagai
pribadi internasional pada satu sisi dengan kemampuan negara itu sebagai pribadi
internasional
dalam
melaksanakan
hak-hak
dan
kewajiban-kewajiban
internasionanya pada sisi yang lain.
Suatu negara baru untuk dapat dikatakan memiliki pribadi internasional
atau sebagai negara baru memang tidak membutuhkan pengakuan dari negaranegara lain sesuai pandangan teori deklaratif. Akan tetapi, sebagai pribadi
internasional yang membutuhkan hubungan dengan negara lain atapun subjek
hukum internasional lainnya, maka negara baru tersebut membutuhkan pengakuan
dari negara lain, karena dengan adanya pengakuan tersebut maka negara baru itu
dapat mulai mengadakan hubungan, dengan negara-negara yang mengakui, yang
kemudian akan melahirkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban internasional yang
harus dilaksanakan dalam pergaulan internasional.
Setelah proklamasi kemerdekaannya, sudah banyak negara yang
mendukung dan mengakui kemerdekaan Kosovo. Namun pengakuan tersebut
bukanlah suatu syarat atau suatu keharusan bagi kelahiran dan keberadaan Kosovo
sebagai negara baru, melainkan hanya memperkuat fakta yang telah ada bahwa
Negara Kosovo telah lahir.
Sementara mengenai PBB yang belum memberikan pengakuan resmi,
menurut penulis ketika Negara Kosovo mengajukan permohonan menjadi anggota
PBB, maka tidak ada pilihan lain bagi Dewan Keamanan PBB selain memberikan
rekomendasi kepada Majelis Umum PBB untuk menetapkan Kosovo sebagai
anggota PBB, sekaligus merupakan pengukuhan bagi Kosovo sebagai negara
baru.
163
Convention on Rights and Duties of States, art.1; “The state as a person of
international lawshould possess the following qualifications: a) a permanent population; b) a
defined territory; c) government, and d) capacity to enter into relations with the other states.”
UNIVERSITAS INDONESIA
Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009
98
Sejarah membuktikan bahwa salah satu ciri pokok hubungan internasional
sesudah tahun 1945 adalah menjamurnya negara-negara baru yang telah
membebaskan diri dari kekuasaan kolonial. Akibatnya, sekitar 140 negara baru
muncul dalam pergaulan internasional sejak 1945 tersebut dan semuanya menjadi
anggota PBB.164
Diterimanya secara langsung negara-negara yang baru lahir pada waktu itu
sebagai anggota PBB menunjukkan bahwa teori konstitutif tidak sesuai lagi
dengan perkembangan zaman. Persyaratan yang diajukan oleh PBB hanya bahwa
negara baru tersebut harus cinta damai (peace loving), menerima kewajiban yang
ada dalam Piagam PBB, mampu dan bersedia melaksanakan kewajiban dan
ditetapkan oleh Majelis Umum PBB atas rekomendasi Dewan Keamanan PBB.165
Persyaratan tersebut bersifat umum, dan tidak pernah menimbulkan permasalahan
bagi negara-negara baru.
Berdasarkan hal tersebut maka PBB sewajarnya menerima Kosovo sebagai
negara baru sekaligus mengukuhkan kelahiran Kosovo sebagai negara. Namun
demikian, jika PBB menolak mengakui Kosovo, menurut penulis hal tersebut
tidak berpengaruh bagi eksistensi Kosovo sebagai negara baru mengingat 53
negara yang telah mengakui kemerdekaan Kosovo mayoritas merupakan anggota
PBB dan 22 di antaranya merupakan anggota Uni Eropa.
164
Boer Mauna, op.cit., hal.64.
165
Widagdo, op.cit., hal.226.
UNIVERSITAS INDONESIA
Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009
Download