Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri 5(2), Oktober 2013:78−90 ISSN: 2085-6717 Pengaruh Cekaman Air Terhadap Karakter Fisiologis Tembakau Temanggung dan Kaitannya dengan Hasil dan Kadar Nikotin Rajangan Kering Water Stress Effects on Physiology Characters of Temanggung Tobacco and Its Relation with Dry Slice Yield and Nicotine Content Djumali dan Sri Mulyaningsih Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat Jln. Raya Karangploso Kotak Pos 199 Malang E-mail: [email protected] Diterima: 12 Oktober 2012 disetujui: 2 Agustus 2013 ABSTRAK Tembakau temanggung ditanam pada akhir musim penghujan sehingga sering mengalami cekaman air dan berakibat pada penurunan hasil dan kadar nikotin rajangan kering. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh cekaman air terhadap karakter fisiologis tembakau temanggung serta kaitannya dengan hasil dan kadar nikotin rajangan kering. Penelitian dilakukan di rumah kaca Balittas Malang pada Maret–Oktober 2010 dengan menggunakan Rancangan Petak Terbagi dan diulang 3 kali. Petak utama terdiri atas 3 jenis tanah yakni Komplek Eutrudepts-Hapludalfs, Komplek Dystrudepts-Hapludalfs, dan Vitraquands. Anak petak terdiri atas 5 tingkat kelembapan tanah (60, 70, 80, 90, dan 100% dari kapasitas lapangan). Hasil penelitian menunjukkan bahwa cekaman air pada tiga jenis tanah berpengaruh negatif terhadap konduktivitas stomata, laju fotosintesis, hasil dan kadar nikotin rajangan kering, serta berpengaruh positif terhadap bobot spesifik daun. Pengaruh cekaman air terhadap hasil rajangan kering terjadi melalui penurunan konduktivitas stomata dan laju fotosintesis selama fase setelah pemangkasan. Pengaruh cekaman air terhadap kadar nikotin terjadi melalui penurunan konduktivitas stomata sebelum pembungaan dan setelah pemangkasan, penurunan laju fotosintesis setelah pemangkasan, dan peningkatan bobot spesifik daun setelah pemangkasan. Kata kunci: Cekaman air, fisiologi, tembakau, hasil, nikotin, temanggung ABSTRACT Temanggung tobacco is grown at the end of wet season which so often experience water stress. Water stress can decrease dry slice yield and nicotine content. The study was aimed to determine the effect of water stress on physiological characteristics of temanggung tobacco and its relation to dry slice yield and nicotine content. Research was conducted in greenhouse of Indonesian Sweetener and Fibre Crops Research Institute, Malang from March to October 2010 using splitplot design and repeated three times. The main plot consisted of three types of soil (Complex Eutrudepts-Hapludalfs, Complex Dystrudepts-Hapludalfs, and Vitraquands). The Subplot consisted of five soil moisture levels (60, 70, 80, 90, and 100% of field capacity). The results showed that water stress on the third series of the soil negatively affect stomatal conductivity, the photosynthesis rate, dry slice yield and nicotine content, as well as the positive effect on specific leaf weight. Effect of water stress on dry slice yield occurred through the decrease of stomata conductivity and photosynthetic rate during the phase after topping. The effect of water stress on nicotine content occurred through a reduction in stomatal conductivity before flowering and after topping, decrease of photosynthetic rate after topping, and increase of specific leaf weight after topping. Keywords: Water stress, physiology, tobacco, yield, nicotine, temanggung 78 Djumali & S Mulyaningsih: Pengaruh cekaman air terhadap karakter fisiologis tembakau temanggung dan ……… PENDAHULUAN T embakau temanggung merupakan salah satu bahan baku rokok keretek sebagai pemberi rasa dan aroma yang khas (Harno 2006). Kekhasan tembakau temanggung adalah kandungan nikotin yang tinggi (3–8%) sehingga berfungsi sebagai lauk pada percampuran berbagai jenis tembakau dalam satu batang rokok (Djajadi & Murdiyati 2000). Berbeda dengan tembakau flue cured yang mempunyai ciri kandungan gula yang tinggi. Perbedaan tersebut menyebabkan pengelolaan tanaman dan prosesing hasilnya. Hasil penelitian Djumali (2008) memperlihatkan bahwa tekstur tanah yang ringan berpengaruh positif terhadap hasil dan mutu tembakau temanggung, sedangkan menurut Tso (1990) berpengaruh negatif terhadap hasil dan mutu tembakau flue cured. Tembakau temanggung dikembangkan di lahan kering sebagai tanaman pengisi lahan kosong pada saat ketersediaan air menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan. Oleh karena itu, cekaman air merupakan kondisi lingkungan yang selalu dialami oleh tanaman tembakau temanggung. Kondisi tersebut menyebabkan produktivitas tanaman di wilayah temanggung menjadi rendah yakni sekitar 516 kg/ha (Anonimous 2006). Penelitian mengenai pengaruh cekaman air terhadap karakter fisiologi, hasil, dan mutu tembakau telah banyak dilakukan. Clough & Milthorpe (1975) telah mempelajari pengaruh defisit air terhadap perkembangan daun tembakau. Jinfeng et al. (1994) telah mempelajari karakter fotosintetik dalam kondisi cekaman air pada tanaman tembakau flue cured. Agboma et al. (1997) telah mengupayakan peningkatan pertumbuhan dan hasil tembakau dalam kondisi cekaman air. Riga & Vartanian (1999) yang telah mempelajari ekspresi sekuensial mekanisme adaptif tembakau dalam kondisi cekaman air. Yan et al. (2003) yang telah mempelajari fotosintesis dan produksi benih di bawah kondisi defisit air pada tanaman tembakau transgenik. Ma et al. (2007) telah mempelajari peranan glisinbetain dalam meningkatkan laju fotosintesis, konduk- tivitas stomata, dan efisiensi karboksilasi tanaman tembakau dalam kondisi cekaman air. Meskipun telah banyak dipelajari pengaruh cekaman air terhadap tanaman tembakau, namun belum ada satupun yang menyangkut tembakau temanggung. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian pengaruh cekaman air pada tembakau temanggung. Salah satu karakter tanaman yang mempengaruhi hasil dan mutu rajangan kering tembakau temanggung adalah karakter fisiologis tanaman. Hasil penelitian Djumali (2010) memperlihatkan bahwa laju respirasi merupakan salah satu karakter fisiologis yang mempengaruhi hasil dan mutu rajangan kering tembakau temanggung. Demikian pula hasil penelitian Djumali (2012) memperlihatkan bahwa pengaruh pupuk N terhadap hasil rajangan kering melalui laju respirasi dan bobot spesifik daun, sedangkan terhadap mutu rajangan kering melalui laju fotosintesis dan respirasi. Sampai saat ini belum diketahui karakter fisiologis yang mempengaruhi hasil dan mutu rajangan kering tembakau temanggung akibat cekaman air. Oleh karena itu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh cekaman air terhadap karakter fisiologis tembakau temanggung dan kaitannya dengan hasil dan kadar nikotin rajangan kering. BAHAN DAN METODE Percobaan dilakukan di rumah kaca Balittas Malang pada Maret–Oktober 2010 dengan menggunakan rancangan petak terbagi dan diulang 3 kali. Petak utama terdiri atas 3 jenis tanah yakni Kompleks Eutrudepts-Hapludalfs, Kompleks Dystrudepts-Hapludalfs, dan Vitraquands. Anak petak terdiri atas 5 tingkat kelembapan tanah (60, 70, 80, 90, dan 100% dari kapasitas lapangan). Setiap perlakuan dalam satu ulangan terdiri atas 9 pot dengan ukuran pot bervolume 20 liter. Sebanyak 6 pot digunakan untuk pengamatan destruktif (bobot spesifik daun) dan 3 pot digunakan untuk pengamatan fisiologi, hasil, dan mutu. Kondisi kesuburan ketiga jenis tanah tersebut seperti 79 Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri 5(2), Oktober 2013:78−90 Tabel 1. Kondisi kesuburan tanah dari tiga jenis tanah yang digunakan Karakter tanah C-org (%) N-total (%) C/N P Bray (mg/kg) K (me/100g) Pasir (%) Debu (%) Liat (%) Kerikil (%) Bobot isi (g/cc) Kapasitas pegang air (mm/m) Tekstur Keterangan: S = sangat Kompleks EutrudeptsHapludalfs Nilai Kriteria 2,98 Sedang 0,39 Sedang 7,60 Rendah 57,95 S. tinggi 0,86 Tinggi 72 21 7 31,0 1,64 65,3 Lempung berpasir Vitraquands Nilai 1,34 0,17 7,9 15,76 0,41 44 35 21 21,5 1,31 162,9 Kriteria Rendah Rendah Rendah Tinggi Sedang Lempung Kompleks Dystrudepts-Hapludalfs Nilai Kriteria 1,58 Rendah 0,14 Rendah 6,6 Rendah 3,31 S. rendah 0,29 Rendah 64 20 16 1,58 0,77 489,5 Lempung berpasir tertera pada Tabel 1. Varietas tanaman yang digunakan adalah Kemloko-1. Pemupukan dengan dosis 120 kg N + 50 kg P2O5 + 25 ton pupuk kandang per ha atau setara dengan 6,48 g N + 2,70 g P2O5 + 1,35 kg pupuk kandang per pot. Pupuk kandang dan pupuk P diberikan sehari sebelum tanam dengan jalan mengaduk rata dalam tanah, sumber P berasal dari pupuk SP-36. Setelah aplikasi pupuk kandang dan pupuk P, pot dipasangi gypsum block untuk mengamati kelembapan tanah. Pupuk N diberikan dua kali yaitu lima hari setelah tanam dan 25 hari setelah tanam dengan masing-masing sebesar 1/3 dan 2/3 dosis pupuk N, sumber N berasal dari pupuk ZA. but, diambil contoh tanah pada ketiga jenis tanah tersebut dengan menggunakan ring contoh. Selanjutnya contoh tanah dijenuhi air dan dibiarkan selama 24 jam sehingga diperoleh contoh tanah dalam kondisi kapasitas lapangan. Untuk mengetahui jumlah air dalam kondisi kapasitas lapangan, maka contoh tanah ditimbang bobot basahnya dan selanjutnya dikeringkan pada temperatur 80oC selama 72 jam. Selisih bobot basah dengan bobot kering merupakan jumlah air yang berada dalam volume ring contoh. Dengan demikian, jumlah air dalam polibag dapat dihitung dengan rumus: Aplikasi Perlakuan Mengingat tanah dalam kondisi kapasitas lapangan dinilai 100%, maka jumlah air yang diperlukan untuk meningkatkan 1% kelembapan tanah dapat dihitung dengan rumus: Aplikasi perlakuan dilakukan setelah pemupukan II yakni pada 21 hari setelah tanam, tanah dalam pot dibiarkan mengering sesuai dengan perlakuan yang diterapkan. Bila kondisi kelembapan tanah berada lebih rendah dari perlakuan minus 5%, maka pot ditambah air sampai kelembapan menjadi sama dengan perlakuan + 5%. Kondisi kelembapan tanah dipantau setiap hari dengan menggunakan alat gypsum meter. Penentuan Jumlah Air yang Ditambahkan Untuk meningkatkan kelembapan tanah sebesar 1%, jumlah air yang ditambahkan sangat tergantung pada jenis tanah yang digunakan. Untuk menentukan jumlah air terse80 Pengamatan Karakter Fisiologis Pengamatan karakter fisiologis yang meliputi laju fotosintesis, konduktivitas stomata, dan respirasi dilakukan terhadap 3 tanaman contoh pada 45 dan 60 hari setelah tanam (sebelum berbunga dan setelah pemangkasan). Pengamatan dilakukan dengan menggunakan alat portable photosynthesis (ADC 2000) sehingga diketahui laju fotosintesis, laju respirasi, konduktivitas stomata, temperatur, dan energi PAR saat pengamatan. Dengan meng- Djumali & S Mulyaningsih: Pengaruh cekaman air terhadap karakter fisiologis tembakau temanggung dan ……… gunakan metode yang digunakan oleh de Vries et al. (1989), maka diperoleh laju fotosintesis pada kondisi intensitas cahaya 100 Joule/m2/det dan temperatur udara 30oC, konduktivitas stomata terhadap CO2 pada temperatur 30oC, dan laju respirasi pada temperatur 30oC. Untuk mendukung karakter fisiologis yang diperoleh, dilakukan pengamatan bobot spesifik daun pada setiap pengamatan karakter fisiologis. Bobot spesifik daun diukur dengan mengambil daun contoh untuk diketahui luas daun dan bobot keringnya. Bobot spesifik daun (BSD) dihitung menurut Sitompul & Guritno (1995) dengan rumus: Pengamatan Hasil dan Kadar Nikotin Rajangan Kering Pengamatan hasil dilakukan dengan menimbang hasil rajangan kering setiap kali panen, panen dilakukan sebanyak 6 kali sesuai dengan posisi daun (daun koseran, daun kaki, daun tengah-1, daun tengah-2, daun atas, dan daun pucuk). Pengukuran kadar nikotin dilakukan pada rajangan kering dari hasil setiap panen dengan metode analisis Ether Petroleum Ether. Kadar nikotin rajangan kering dalam satu tanaman dihitung dengan rumus: Keterangan: bk = bobot kering kn = kadar nikotin Analisis data Untuk mengetahui apakah kelembapan tanah berpengaruh terhadap karakter fisiologis, hasil, dan kadar nikotin rajangan kering pada setiap jenis tanah, maka data dianalisis ragam menggunakan rancangan petak terbagi. Bila terjadi interaksi antara kelembapan tanah dengan jenis tanah, maka untuk mengetahui perbedaan pengaruh kelembapan tanah pada setiap jenis tanah dilakukan analisis ragam setiap jenis tanah dan dilanjutkan dengan uji jarak Duncan pada taraf 5%. Untuk memperoleh karakter fisiologis yang dominan menentukan hasil dan kadar nikotin tembakau temanggung akibat perlakuan cekaman air, data dianalisis regresi linier berganda langkah mundur. Bila regresi yang diperoleh mempunyai koefisien determinasi (R2) > 0,95 maka dilakukan pembuangan karakter fisiologis yang mempunyai nilai T-student terendah sampai diperoleh persamaan yang mempunyai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,95. Karakter fisiologis yang berada dalam persamaan tersebut ditentukan sebagai karakter yang menentukan hasil dan kadar nikotin rajangan kering tembakau temanggung akibat perlakuan cekaman air. Analisis regresi linier berganda langkah mundur dilakukan sampai dalam persamaan hanya ada satu karakter fisiologis yang menjadi karakter yang paling menentukan hasil dan kadar nikotin tembakau temanggung akibat perlakuan cekaman air. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Cekaman Air Terhadap Karakter Fisiologis Tanaman Laju fotosintesis tembakau temanggung pada fase sebelum berbunga (45 HST) dan setelah pemangkasan (60 HST) dipengaruhi oleh interaksi antara kelembapan tanah selama masa pertumbuhan tanaman dengan jenis tanah yang ditumbuhinya. Secara umum, laju fotosintesis tanaman tembakau temanggung yang ditanam di tiga jenis tanah, baik pada saat sebelum pembungaan maupun setelah pemangkasan, mengalami penurunan akibat penurunan kelembapan tanah (Tabel 2). Pada fase sebelum pembungaan dan fase setelah pemangkasan, penurunan kelembapan tanah sebesar 10% dari kapasitas lapangan menyebabkan penurunan laju fotosintesis masing-masing sebesar 2,34–15,40% dan 2,85– 15,89% tergantung jenis tanah yang digunakan, jenis tanah Kompleks Dystrudepts-Hapludalfs mengalami penurunan yang paling tinggi dan jenis tanah Komplek Eutrudepts-Hapludalfs 81 Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri 5(2), Oktober 2013:78−90 Tabel 2. Laju fotosintesis tembakau temanggung pada pengamatan 45 dan 60 HST pada tiga jenis tanah akibat perlakuan kelembapan tanah Laju fotosintesis (mg CO2/m2/detik) pada Kelembapan tanah (%) *) 100 90 80 70 60 45 HST 60 HST KEuHap Vitraqu KDysHap KEuHap Vitraqu KDysHap 0,726 0,709 0,629 0,586 0,541 0,788 0,734 0,674 0,564 0,457 0,656 0,555 0,485 0,444 0,391 0,738 0,717 0,652 0,624 0,609 0,800 0,742 0,697 0,600 0,514 0,667 0,561 0,502 0,472 0,440 a a b bc c a ab b c d a b c cd d a ab bc c c a ab b c d a b c cd d KK (%) 5,48 5,06 4,80 5,52 5,14 4,91 Keterangan: Angka yang didampingi huruf sama dalam satu kolom berarti tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan taraf 5%. KEuHap = Kompleks Eutrudepts-Hapludalfs Vitraqu = Vitraquands KDysHap = Kompleks Dystrudepts-Hapludalfs *) Persen dari kapasitas lapangan Tabel 3. Konduktivitas stomata tembakau temanggung pada pengamatan 45 dan 60 HST pada tiga jenis tanah akibat perlakuan kelembapan tanah Konduktivitas stomata (mg CO2/m2/detik) pada Kelembapan tanah (%) *) 45 HST KEuHap Vitraqu 60 HST KDysHap KEuHap 100 3,65 a 3,96 a 3,30 a 2,14 a 90 3,18 b 3,30 b 2,49 b 2,00 a 80 2,03 c 2,17 c 1,56 c 1,71 b 70 1,22 d 1,17 d 0,92 d 1,49 c 60 1,01 d 0,85 e 0,73 e 1,30 d KK (%) 5,10 5,24 5,00 5,35 Keterangan: Angka yang didampingi huruf sama dalam satu kolom berarti tidak berbeda nyata pada uji KEuHap = Kompleks Eutrudepts-Hapludalfs Vitraqu = Vitraquands KDysHap = Kompleks Dystrudepts-Hapludalfs *) Persen dari kapasitas lapangan yang paling rendah. Penurunan kelembapan tanah sebesar 20% dari kapasitas lapangan menyebabkan penurunan laju fotosintesis masing-masing sebesar 13,36–26,07% dan 11,65– 24,74%, jenis tanah Kompleks DystrudeptsHapludalfs menghasilkan penurunan yang paling tinggi dan jenis tanah Kompleks Eutrudepts-Hapludalfs yang paling rendah. Demikian pula penurunan kelembapan tanah hingga 40% dari kapasitas lapangan menyebabkan penurunan laju fotosintesis masing-masing sebesar 25,48–42,01% dan 17,48–35,03%, penurunan terbesar berada di jenis tanah Kompleks Dystrudepts-Hapludalfs dan terendah di jenis tanah Kompleks Eutrudepts-Hapludalfs. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa baik selama fase sebelum pembungaan dan setelah pemangkasan, jenis tanah Kompleks Dystrudepts-Hapludalfs menghasilkan penurunan laju fotosintesis yang paling tinggi, di82 Vitraqu KDysHap 2,32 a 1,94 a 2,07 b 1,56 b 1,83 c 1,32 c 1,44 d 1,13 d 1,09 e 0,94 e 5,00 4,69 jarak Duncan taraf 5%. susul pada jenis tanah Vitraquands, dan jenis tanah Kompleks Eutrudepts-Hapludalfs. Berkaitan dengan kondisi cekaman air, laju fotosintesis ditentukan oleh konduktivitas stomata untuk CO2 dan ketebalan daun, konduktivitas stomata sangat terkait dengan ketersediaan CO2 dalam daun dan ketebalan daun sangat terkait dengan organ pemanen energi cahaya (Salisbury & Ross, 1995). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konduktivitas stomata terhadap CO2 dipengaruhi oleh interaksi antara kelembapan tanah dengan jenis tanah yang digunakan, baik pada fase sebelum pembungaan maupun setelah pemangkasan (Tabel 3). Pada fase sebelum pembungaan dan fase setelah pemangkasan, penurunan kelembapan tanah sebesar 10% dari kapasitas lapangan menyebabkan penurunan konduktivitas stomata masing-masing sebesar 12,88–24,55% Djumali & S Mulyaningsih: Pengaruh cekaman air terhadap karakter fisiologis tembakau temanggung dan ……… dan 6,54–19,59% tergantung jenis tanah yang digunakan, jenis tanah Kompleks DystrudeptsHapludalfs mengalami penurunan yang paling tinggi dan jenis tanah Kompleks EutrudeptsHapludalfs yang paling rendah. Penurunan kelembapan tanah sebesar 20% dari kapasitas lapangan menyebabkan penurunan konduktivitas stomata masing-masing sebesar 44,38– 52,73% dan 20,09–31,96%, jenis tanah Kompleks Dystrudepts-Hapludalfs menghasilkan penurunan yang paling tinggi dan jenis tanah Kompleks Eutrudepts-Hapludalfs yang paling rendah. Demikian pula penurunan kelembapan tanah hingga 40% dari kapasitas lapangan menyebabkan penurunan konduktivitas stomata masing-masing sebesar 72,33–77,88% dan 39,25–51,55%, penurunan terbesar berada di jenis tanah Kompleks Dystrudepts-Hapludalfs dan terendah di jenis tanah Komplek Eutrudepts-Hapludalfs. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa baik selama fase sebelum pembungaan dan setelah pemangkasan, jenis tanah Kompleks Dystrudepts-Hapludalfs menghasilkan penurunan konduktivitas stomata yang paling tinggi, disusul pada jenis tanah Vitraquands, dan jenis tanah Komplek Eutrudepts-Hapludalfs. Ketebalan daun tembakau temanggung yang diwakili oleh bobot spesifik daun dipengaruhi oleh interaksi antara kelembapan tanah dengan jenis tanah yang ditumbuhinya, baik pada fase sebelum pembungaan maupun setelah pemangkasan (Tabel 4). Penurunan kelembaban tanah pada setiap jenis tanah menyebabkan peningkatan bobot spesifik daun yang dihasilkan, baik pada fase sebelum pembungaan maupun setelah pemangkasan. Pada fase sebelum pembungaan dan fase setelah pemangkasan, penurunan kelembapan tanah sebesar 10% dari kapasitas lapangan menyebabkan peningkatan bobot spesifik daun masing-masing sebesar 3,64–7,49% dan 3,64–5,57% tergantung jenis tanah yang digunakan, pada fase sebelum pembungaan jenis tanah Vitraquands menghasilkan peningkatan yang paling tinggi dan jenis tanah Kompleks Dystrudepts-Hapludalfs yang paling rendah se- dangkan pada fase setelah pemangkasan jenis tanah Kompleks Dystrudepts-Hapludalfs menghasilkan yang paling tinggi dan jenis tanah Kompleks Eutrudepts-Hapludalfs yang paling rendah. Penurunan kelembapan tanah sebesar 20% dari kapasitas lapangan menyebabkan peningkatan bobot spesifik daun masing-masing sebesar 7,56–13,07% dan 5,15–9,19%, pada fase sebelum pembungaan jenis tanah Vitraquands menghasilkan peningkatan yang paling tinggi dan jenis tanah Kompleks DystrudeptsHapludalfs yang paling rendah sedangkan pada fase setelah pemangkasan jenis tanah Kompleks Dystrudepts-Hapludalfs menghasilkan yang paling tinggi dan jenis tanah Kompleks Eutrudepts-Hapludalfs yang paling rendah. Demikian pula penurunan kelembapan tanah hingga 40% dari kapasitas lapangan menyebabkan peningkatan bobot spesifik daun masing-masing sebesar 18,94–22,05% dan 14,52–23,19%, pada fase sebelum pembungaan jenis tanah Kompleks Eutrudepts-Hapludalfs menghasilkan peningkatan yang paling tinggi dan jenis tanah Vitraquands yang paling rendah sedangkan pada fase setelah pemangkasan jenis tanah Kompleks Dystrudepts-Hapludalfs menghasilkan yang paling tinggi dan jenis tanah Vitraquands yang paling rendah. Secara keseluruhan penurunan kelembapan tanah selama fase sebelum pembungaan pada jenis tanah Vitraquands menghasilkan peningkatan bobot spesifik daun yang paling tinggi (13,51%) sedangkan pada jenis tanah Kompleks Dystrudepts-Hapludalfs menghasilkan yang paling rendah (10,52%). Penurunan kelembapan tanah selama fase setelah pemangkasan pada jenis tanah Komplek Dystrudepts-Hapludalfs menghasilkan peningkatan bobot spesifik daun yang paling tinggi (13,97%) dan pada jenis tanah Kompleks Eutrudepts-Hapludalfs menghasilkan yang paling rendah (9,20%). Dalam kondisi nutrisi dan energi cahaya bukan merupakan faktor pembatas, laju fotosintesis dipengaruhi oleh ketersediaan air dalam tanah (de Vries et al. 1989). Salah satu peranan air dalam fotosintesis adalah penyediaan CO2 dalam daun melalui proses membuka dan 83 Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri 5(2), Oktober 2013:78−90 Tabel 4. Bobot spesifik daun tembakau temanggung pada pengamatan 45 dan 60 HST pada tiga jenis tanah akibat perlakuan kelembapan tanah Bobot spesifik daun (g/m2) pada Kelembapan tanah (%) *) 45 HST KEuHap 100 90 80 70 60 5,76 6,05 6,33 6,60 7,03 KK (%) 3,48 d cd bc b a Vitraqu 6,81 7,32 7,70 7,80 8,10 c b ab ab a 3,54 60 HST KDysHap 5,82 6,01 6,26 6,43 7,03 3,22 d cd bc b a KEuHap 6,60 6,84 6,94 7,35 7,70 2,24 d cd c b a Vitraqu 7,23 7,59 7,89 8,03 8,28 2,36 c b ab a a KDysHap 6,64 7,01 7,25 7,83 8,18 c bc b a a 2,79 Keterangan: Angka yang didampingi huruf sama dalam satu kolom berarti tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan taraf 5%. KEuHap = Kompleks Eutrudepts-Hapludalfs Vitraqu = Vitraquands KDysHap = Kompleks Dystrudepts-Hapludalfs *) Persen dari kapasitas lapangan menutupnya stomata serta penebalan daun (Salisbury & Ross 1995; Gardner et al. 1985). Proses membuka dan menutup stomata mempengaruhi ketersediaan CO2 dalam daun, sedangkan proses penebalan daun mempengaruhi jumlah aparatus pemanen cahaya dalam daun. Dalam penelitian ini proses membuka dan menutup stomata diwakili oleh konduktivitas stomata dan penebalan daun diwakili oleh bobot spesifik daun (Tabel 3 dan 4). Dalam kondisi cekaman air, tanaman berusaha menahan kehilangan air melalui peningkatan resistensi difusi air, semakin besar tingkatan cekaman air yang dialami semakin tinggi resistensi difusi air (Farooq et al. 2009). Sebagai akibat dari resistensi difusi air tersebut adalah terjadi penurunan konduktivitas stomata. Hal inilah yang menyebabkan peningkatan cekaman air diikuti oleh penurunan konduktivitas stomata tembakau temanggung (Tabel 3). Hasil yang sama diperoleh Heckenberger et al. (1998) pada tanaman jarak kepyar, Word et al. (1999) pada tanaman C3 dan C4, Pandey et al. (2003) pada tanaman kapas, dan Yan et al. (2003) pada tanaman tembakau transgenik. Cekaman air yang dialami oleh suatu tanaman berakibat pada peningkatan temperatur dalam jaringan daun dan merusak sel jaringan fotosintetik (Kirnak et al. 2001; Gonzalez-Cruz & Pastenes 2012). Untuk mengantisipasi kondisi yang demikian, tanaman berusaha memperkecil pengaruh buruk tersebut 84 dengan mengikat air sebanyak-banyaknya dalam jaringan daun (Cunhua et al. 2011) melalui penebalan daun (Galmes et al. 2006). Oleh karena itu, peningkatan cekaman air diikuti oleh peningkatan bobot spesifik daun tembakau temanggung (Tabel 4). Hasil yang sama diperoleh Chartzoulakis et al. (2002) pada tanaman alpokat dan Schurr et al. (2000) pada tanaman jarak kepyar. Penurunan konduktivitas stomata berakibat pada penurunan ketersediaan CO2 dalam jaringan fotosinteti C ’ v 2005) sehingga proses fiksasi CO2 menjadi terhambat (Ma et al. 2007; Stiller et al. 2008 ). Oleh karena itu terdapat hubungan yang positif antara konduktivitas stomata dengan laju fotosintesis (Medrano et al. 2002; Chaves et al. 2009). Dalam penelitian ini juga diperoleh hubungan positif yang erat antara laju fotosintesis dengan konduktivitas stomata (r = 0,954**). Hasil yang sama diperoleh Vanaja et al. (2011) pada tanaman jagung dan bunga matahari, Krouma (2010) pada tanaman Cicer arietinum, dan Lobato et al. (2008) pada tanaman kedelai. Dalam kondisi air bukan merupakan faktor pembatas, peningkatan bobot spesifik daun diikuti oleh peningkatan kandungan klorofil dalam daun (Schurr et al. 2000). Namun dalam kondisi air sebagai faktor pembatas, peningkatan cekaman air menyebabkan penurunan kandungan khlorofil dalam daun (Mukherjee & Kumar 2005; Caires et al. 2010; Anjum et al. 2011; Gonzalez-Cruz & Pastenes 2012). Meski Djumali & S Mulyaningsih: Pengaruh cekaman air terhadap karakter fisiologis tembakau temanggung dan ……… Kaitan Antara Karakter fisiologis Tanaman dengan Hasil dan Kadar Nikotin bobot spesifik daun tembakau temanggung meningkat akibat peningkatan cekaman air (Tabel 4), namun adanya penurunan kandungan klorofil sehingga diperoleh hubungan yang negatif (r = -0,915**) antara bobot spesifik daun dengan laju fotosintesis. Hal inilah yang menyebabkan peningkatan cekaman air pada tanaman tembakau temanggung diikuti oleh penurunan laju fotosintesis (Tabel 2). Dalam kondisi air sebagai faktor pembatas, konduktivitas stomata dan laju fotosintesis dipengaruhi oleh kandungan nutrisi dalam tanah (Waraich et al., 2011). Hara K berfungsi untuk membantu dalam perbaikan osmotik dalam daun sehingga konduktivitas stomata dan laju fotosintesis meningkat (Brini et al. 2007; Farooq et al. 2009). Hara N berfungsi untuk memperbaiki proses sintesis pigmen fotosintetik akibat cekaman air sehingga dapat meningkatkan konduktivitas stomata dan laju fotosintesis (Alhadi et al. 1999; Waraich et al. 2011). Hara P berperan dalam memperbaiki sistem perakaran sehingga penyerapan air berjalan dengan baik dan konduktivitas stomata dan laju fotosintesis dapat terpelihara dengan baik (Waraich et al. 2011). Kondisi kandungan hara N, P, dan K pada jenis Kompleks Dystrudepts-Hapludalfs yang paling rendah dan jenis Kompleks Eutrudepts-Hapludalfs yang paling tinggi (Tabel 1) menyebabkan laju fotosintesis dan konduktivitas stomata pada jenis Kompleks Dystrudepts-Hapludalfs mengalami penurunan yang paling besar dan jenis Kompleks Eutrudepts-Hapludalfs yang paling rendah (Tabel 2 dan 3). Hasil dan kadar nikotin rajangan kering tembakau temanggung dipengaruhi interaksi antara kelembapan tanah dengan jenis tanah yang ditumbuhinya (Tabel 5). Secara umum penurunan kelembapan tanah pada setiap jenis tanah yang ditumbuhinya diikuti oleh penurunan hasil dan kadar nikotin rajangan kering yang dihasilkan. Penurunan kelembapan tanah sebesar 10% dari kapasitas lapangan menyebabkan penurunan hasil dan kadar nikotin rajangan kering masing-masing sebesar 21,69–32,12% dan 2,61–5,62% tergantung jenis tanah yang digunakan, jenis tanah Kompleks DystrudeptsHapludalfs mengalami penurunan hasil rajangan kering yang paling tinggi dan jenis tanah Kompleks Eutrudepts-Hapludalfs yang paling rendah, sedangkan penurunan kadar nikotin tertinggi dihasilkan jenis tanah Vitraquands dan terendah dihasilkan jenis tanah Kompleks Eutrudepts-Hapludalfs. Penurunan kelembapan tanah sebesar 20% dari kapasitas lapangan menyebabkan penurunan hasil dan kadar nikotin rajangan kering masing-masing sebesar 32,46– 46,92% dan 6,01–9,41%, jenis tanah Kompleks Dystrudepts-Hapludalfs mengalami penurunan hasil rajangan kering yang paling tinggi dan jenis tanah Kompleks Eutrudepts-Hapludalfs yang paling rendah, sedangkan penurunan kadar nikotin tertinggi dihasilkan jenis tanah Vitraquands dan terendah dihasilkan jenis tanah Kompleks Eutrudepts-Hapludalfs. Demiki- Tabel 5. Hasil rajangan kering dan kadar nikotin pada tiga jenis tanah akibat perlakuan kelembapan tanah Kelembapan tanah (%)*) 100 90 80 70 60 Hasil rajangan kering (g/tanaman) Kadar nikotin (%) KEuHap Vitraqu KDysHap KEuHap Vitraqu KDysHap 30,75 a 24,08 b 20,77 c 17,17 d 14,06 e 37,58 a 26,17 b 21,57 c 14,94 d 10,27 e 29,05 a 19,72 b 15,42 c 10,46 d 7,50 d 7,65 a 7,45 b 7,19 c 6,73 d 6,17 e 8,18 a 7,72 b 7,41 c 7,06 d 6,53 e 7,66 a 7,31 b 7,04 c 6,46 d 5,90 e KK (%) 4,45 4,78 9,87 0,92 0,92 0,63 Keterangan: Angka yang didampingi huruf sama dalam satu kolom berarti tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan taraf 5%. KEuHap = Kompleks Eutrudepts-Hapludalfs Vitraqu = Vitraquands KDysHap = Kompleks Dystrudepts-Hapludalfs *) Persen dari kapasitas lapangan 85 Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri 5(2), Oktober 2013:78−90 an pula penurunan kelembapan tanah 30–40% dari kapasitas lapangan menyebabkan penurunan hasil dan kadar nikotin rajangan kering masing-masing sebesar 44,16–74,18% dan 12,03–22,98%, penurunan terbesar berada di jenis tanah Kompleks Dystrudepts-Hapludalfs dan terendah di jenis tanah Kompleks Eutrudepts-Hapludalfs. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa akibat penurunan kelembapan tanah hingga 40% dari kapasitas lapangan, jenis tanah Kompleks Dystrudepts-Hapludalfs menghasilkan penurunan hasil rajangan kering yang paling tinggi, disusul pada jenis tanah Vitraquands, dan jenis tanah Kompleks Eutrudepts-Hapludalfs. Akibat penurunan kelembapan tanah hingga 20% dari kapasitas lapangan, jenis tanah Vitraquands menghasilkan penurunan kadar nikotin yang paling tinggi, sedangkan penurunan kelembapan 30–40% menyebabkan jenis tanah Kompleks DystrudeptsHapludalfs menghasilkan penurunan kadar nikotin yang paling tinggi. Adapun jenis tanah Kompleks Eutrudepts-Hapludalfs menghasilkan penurunan kadar nikotin rajangan kering yang paling rendah akibat penurunan kelembapan tanah 10–40% dari kapasitas lapangan. Keenam karakter fisiologis yang diamati mempengaruhi hasil rajangan kering tembakau temanggung dengan total besar pengaruh sebesar 97,7% (Tabel 6). Dari keenam karakter fisiologis tersebut terdapat dua karakter fisiologis yang paling berpengaruh dengan total besar pengaruh sebesar 95,3%. Kedua karakter tersebut mulai yang paling besar pengaruhnya adalah konduktivitas stomata sete- lah fase pemangkasan dan laju fotosintesis setelah fase pemangkasan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penurunan hasil rajangan kering akibat cekaman kekurangan air terjadi melalui penurunan konduktivitas stomata dan laju fotosintesis selama fase setelah pemangkasan. Total pengaruh keenam karakter fisiologis yang diamati akibat cekaman kekurangan air terhadap kadar nikotin rajangan kering yang dihasilkan sebesar 93,6% (Tabel 7). Dari keenam karakter fisiologis tersebut terdapat 4 karakter fisiologis yang berpengaruh nyata dengan total pengaruh sebesar 93,5%. Keempat karakter fisiologis tersebut mulai yang paling besar pengaruhnya adalah konduktivitas stomata setelah pemangkasan, fotosintesis sebelum pembungaan, bobot spesifik daun setelah pemangkasan, dan konduktivitas stomata sebelum pembungaan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penurunan kadar nikotin akibat adanya cekaman kekurangan air terjadi melalui penurunan konduktivitas stomata sebelum pembungaan dan setelah pemangkasan, penurunan laju fotosintesis sebelum pem-bungaan, dan peningkatan bobot spesifik daun setelah pemangkasan. Secara umum pengaruh cekaman air terhadap suatu tanaman berakibat pada penurunan konduktivitas stomata, kandungan aparatus fotosintetik, dan ketersediaan CO2 dalam jaringan mesofil daun serta peningkatan temperatur dan konsentrasi spesies oksigen reaktif dalam daun yang pada akhirnya menurunkan laju fotosintesis dan produktivitas tanaman Tabel 6. Nilai T-student hubungan antara karakter fisiologis tembakau temanggung dengan produksi Rajangan kering akibat perlakuan cekaman air Nilai T-student pada persamaan 1 2 3 4 2,481 2,479 2,498 10,505 10,407 10,635 17,246 8,924 9,114 9,083 8,487 10,083 10,017 10,075 10,370 -1,364 -0,630 -1,344 0,977 ** 0,976 ** 0,976 ** 0,974 ** Konduk = konduktivitas stomata Fotosin = laju fotosintesis BSD = bobot spesifik daun Koef det = koefisien determinasi 45 dan 60 = pada 45 dan 60 hari setelah tanam Tanda * dan ** berarti berpengaruh nyata pada taraf 5% dan 1% uji t-student Karakter fisiologis Konduk 45 Konduk 60 Fotosin 45 Fotosin 60 BSD 45 BSD 60 Koef det Keterangan: 86 5 13,433 6,139 0,953 ** 6 34,911 0,933 ** Djumali & S Mulyaningsih: Pengaruh cekaman air terhadap karakter fisiologis tembakau temanggung dan ……… Tabel 7. Nilai T-student hubungan antara karakter fisiologis tembakau temanggung dengan kadar nikotin rajangan kering akibat perlakuan cekaman air Karakter fisiologis Konduk 45 Konduk 60 Fotosin 45 Fotosin 60 BSD 45 BSD 60 Nilai T-student pada persamaan 1 2 3 4 5 6 3,032 5,435 0,211 4,411 -1,247 -3,212 3,629 11,068 10,083 -1,249 -3,223 3,599 10,979 10,136 -5,421 16,866 10,170 -5,203 15,498 7,741 - 20,912 - Koef det 0,936 ** 0,936 ** 0,935 ** 0,925 ** Keterangan: Konduk = konduktivitas stomata Fotosin = laju fotosintesis BSD = bobot spesifik daun Koef det = koefisien determinasi 45 dan 60 = pada 45 dan 60 hari setelah tanam Tanda * dan ** berarti berpengaruh nyata pada taraf 5% dan 1% uji t-student (Rathinasabapati 2000; Medrano et al. 2002; C ’ v 5; Farooq et al. 2009; Gonzalez-Cruz & Pastenes 2012). Penurunan pengaruh negatif cekaman air terhadap produktivitas tanaman dilakukan melalui peningkatan laju fotosintesis dengan mengaplikasikan zat pengatur tumbuh (Alhadi et al. 1999; Pandey et al. 2003), glisinbetain (Agboma et al. 1997; Ma et al. 2007), dan porfirin (Phung et al. 2011). Peningkatan produktivitas tembakau flue-cured dalam kondisi cekaman air juga dilakukan melalui peningkatan laju fotosintesis dengan mengaplikasikan pupuk N (Jinfeng et al. 1994). Hasil rajangan kering tembakau temanggung merupakan hasil perajangan daun-daun yang terpanen yang mempunyai standar mutu minimal yang dikehendaki oleh konsumen. Mutu minimal dikehendaki konsumen adalah mutu A atau setara dengan kadar nikotin 3,0% (Djumali 2008). Dengan demikian tidak semua daun yang dihasilkan tanaman tembakau temanggung dapat dipanen untuk diproses menjadi hasil rajangan kering. Secara umum total luas daun tembakau temanggung setelah fase pemangkasan lebih luas dibanding pada fase sebelum pembungaan (Djumali 2011a), demikian pula lama waktu dari muncul daun produksi pertama sampai muncul bunga lebih pendek dibanding dari waktu pemangkasan sampai panen akhir (Djumali 2011b). Laju fotosintesis sebelum pembungaan lebih rendah dibanding setelah pemangkasan (Djumali 2010). Dengan demikian karbo- 0,901** 0,832 ** hidrat yang tersedia untuk pertumbuhan pada saat setelah pemangkasan lebih besar dibanding dengan pada saat sebelum pembungaan. Menurut Tso (1990), karbohidrat yang digunakan untuk membentuk nikotin pada fase setelah pemangkasan lebih besar dibanding pada sebelum pembungaan. Hal inilah yang menyebabkan konduktivitas stomata dan laju fotosintesis setelah pemangkasan menjadi karakter fisiologis yang menentukan hasil dan kadar nikotin rajangan kering (Tabel 6 dan 7). Mengingat penurunan kelembapan tanah pada ketiga jenis tanah diikuti oleh penurunan laju fotosintesis dan konduktivitas stomata setelah pemangkasan (Tabel 2 dan 3), maka produksi rajangan kering dan kadar nikotin yang dihasilkan oleh ketiga jenis tanah mengalami penurunan (Tabel 5). Kadar nikotin merupakan bobot nikotin dalam bobot kering daun. Bila bobot nikotin dalam jaringan daun tidak berubah, sedangkan bobot kering jaringan daun mengalami peningkatan maka terjadi penurunan kadar nikotin dalam jaringan daun tersebut. Menurut Tso (1990), kejadian penurunan kadar nikotin akibat peningkatan ukuran daun disebut proses pengenceran. Peningkatan bobot spesifik daun berarti peningkatan bobot daun per luasan daun sehingga berakibat terhadap penurunan kadar nikotin. Hal inilah yang menyebabkan bobot spesifik daun pada fase setelah pemangkasan berpengaruh negatif terhadap kadar nikotin rajangan kering (Tabel 7). 87 Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri 5(2), Oktober 2013:78−90 UCAPAN TERIMA KASIH Tembakau temanggung lebih banyak dikembangkan di lahan kering dengan penyediaan air tergantung curah hujan. Oleh karena itu, untuk mengurangi penurunan produksi dan kadar nikotin rajangan kering perlu dicari varietas-varietas unggul baru yang mempunyai karakter konduktivitas stomata dan laju fotosintesis setelah fase pemangkasan yang tinggi selama dalam kondisi kelembapan tanah rendah. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Saudara Moch. Sohri, SP. dan Kepala Percobaan Karangploso atas bantuannya dalam pelaksanaan penelitian ini. Terima kasih kepada Ir. Fitriningdyah Tri Kadarwati, MS atas masukan dan koreksi terhadap makalah ini serta kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan ini diucapkan terima kasih. KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA Dari hasil penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa cekaman air pada ketiga jenis tanah berpengaruh negatif terhadap konduktivitas stomata, laju fotosintesis, hasil dan kadar nikotin rajangan kering, serta berpengaruh positif terhadap bobot spesifik daun. Penurunan kelembapan tanah hingga 40% dari kapasitas lapangan menyebabkan (a) penurunan konduktivitas stomata dan laju fotosintesis nikotin masing-masing sebesar 72,33– 77,28% dan 25,48–42,01% selama fase sebelum pembungaan serta 39,25–51,55% dan 17,48–35,03% selama fase setelah pemangkasan, (b) penurunan hasil rajangan kering dan kadar nikotin masing-masing sebesar 44,16– 74,18% dan 12,03-22,98%, serta (c) peningkatan bobot spesifik daun sebesar 18,94– 23,05% pada fase sebelum pembungaan dan 14,52–23,19% pada fase setelah pemangkasan tergantung jenis tanah yang digunakan. Pengaruh cekaman air terhadap hasil rajangan kering terjadi melalui penurunan konduktivitas stomata dan laju fotosintesis selama fase setelah pemangkasan. Pengaruh cekaman air terhadap kadar nikotin terjadi melalui penurunan konduktivitas stomata sebelum pembungaan dan setelah pemangkasan, penurunan laju fotosintesis setelah pemangkasan, dan peningkatan bobot spesifik daun setelah pemangkasan. ADC 2000, LCi Portable Photosynthesis System: Instruction manual, ADC BioScientific Ltd. Hoddesdon, Herts. 88 Agboma, PC, Peltonen-Sainio, P, Hinkkanen, R & Pehu, E 1997, Effect of foliar application of glycinebetaine on yield components of droughtstressed tobacco plants, Exp. Agr. 33(3):345– 352. Alhadi, FA, Yasseen, BT & Jabr, M 1999, Water stress and gibberellic acid effects on growth of fenugreek plants, Irrigation Sci. 18:185– 190. Anjum, SA, Xie, X, Wang, L, Saleem, MF, Man, C & Lei, W 2011, Morphological, physiological, and biochemical responses of plants to drought stress, Afr. J. Agrc. Res. 6(9):2.026 –2.032. Anonimous 2006, Laporan perkembangan tanaman tembakau temanggung tahun 2005 , Dinas Perkebunan, Kehutanan, dan Konservasi Sumberdaya Alam Kabupaten Temanggung. Brini, F, Hanin, M, Mezghani, I, Berkowitz, GA & Masmoudi, K 2007, Overexpression of wheat Na+/H+ antiporter TNHX1 and K+-pyrophosphatase TVP1 improve salt and drought-stress tolerance in Arabidopsis thaliana plants, J. Exp. Bot. 58(2):301–308. Caires, ARL, Scherer, MD, Santos, TSB, Pontim, BCA, Gavassoni, WL & Oliveira, SL 2010, Water stress response of coventional and transgenic soybean plants monitored by chlorophyl a fluorescence, J. Fluoresc. 20:645–649. Chartzoulakis, K, Patakas, A, Kofidis, G, Bosabalidis, A & Nastou, A 2002, Water stress affects Djumali & S Mulyaningsih: Pengaruh cekaman air terhadap karakter fisiologis tembakau temanggung dan ……… leaf anatomy, gas exchange, water relations and growth of two avocado cultivars, Sci. Hortic-Amsterdam 95:39–50. fects, mechanism, and management, Agron. Sustain. Dev. 29:185–212. Chaves, MM, Flexas, J & Pinheiro, C 2009, Photosynthesis under drought and salt stress: regulation mechanisms from whole plant to cell, Ann. Bot. 103:551–560. Galmes, J, Medrano, H & Flexas, J 2006, Acclimation of Rubisco specificity factor to drought in tobacco descrepancies between in vitro an in vivo estimations, J. Exp. Bot. 57(14):3.659– 3.667. C Gardner, FP, ’ v, II 2005, Effect of water stress on the photosynthetic apparatus of plants and the protective role of cytokinins: A review, Appl. Biochem. Microb. 41(2):115–128. Clough, BF & Milthorpe, FL 1975, Effects of water deficit on leaf development in tobacco, Aust. J. Plant Physiol. 2(3):291–300. Cunhua, S, Jian-jie, S, Dan, W, Bai-wei, L & Dong, S 2011, Effects on physiological and biochemical characteristics of medicinal plant pigweed by drought stresses, J. Med. Plant Res. 5(17):4.041–4.048. Djajadi & Murdiyati, AS 2000, Hara dan pemupukan tembakau temanggung, dalam Rachman et al. (eds), Tembakau Temanggung, Monograf Balittas No 5, Balai Penelitian Tembakau dan Tanaman Serat, hlm. 32–39. Djumali 2008, Produksi dan mutu tembakau temanggung (Nicotiana tabacum L.) di daerah tradisional serta faktor-faktor yang mempengaruhinya, Disertasi, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang. Pearce, RB & Mitchell, RL 1985, Physiology of crops plant, The Iowa State University Press, Iowa, USA. Gonzales-Cruz, J & Pastenes, C 2012, Water stress-induced thermotolerance of photo-synthesis in bean (Phaseolus vulgaris L.) plants: The possible involerment of lipid composition and xanthophyll cycle pigments, Environ. Exp. Bot. 77:127–140. Harno, R 2006, Tembakau dipandang dari sudut pandang rokok keretek, Prosiding Diskusi Pa- nel Revitalisasi Sistem Agribisnis Tembakau Bahan Baku Rokok, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Bogor, hlm. 9–12. Heckenberger, U, Roggotz, U & Schurr, U 1998, Effect of droght stress on the cytological status in Ricinus communis, J. Exp. Bot. 49(319):181–189. Jinfeng, H, Yaofu, W, Culling, Y & Xiuying, Z 1994, A study on photosynthetic characteristics and nitrogen metabolism in flue-cured tobacco under drought stress, Acta Agric. Bor. Sin. 2:7–13. Djumali 2010, Tembakau temanggung: fotosintesis, respirasi, partisi karbohidrat, serta keterkaitannya dengan hasil dan mutu rajangan kering, Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri (2):60–74. Kirnak, H, Kaya, C, Ismail, TAS & Higgs, D 2001, The influence of water deficit on vegetative growth, physiology, fruit yield and quality in eggplants, Bulg. J. Plant Physiol. 27(3–4):34– 46. Djumali 2011a, Karakter agronomi yang berpengaruh terhadap hasil dan mutu rajangan kering tembakau temanggung, Buletin Ta- naman Tembakau, Serat & Minyak Industri Krouma, A 2010, Plant water relations and photosynthetic activity in three Tunisian chickpea (Cicer arietinum L.) genotypes subjected to drought, Turk. J. Agric. For. 34:257–264. Djumali 2011b, Hubungan antara fenologi tanaman dengan hasil dan mutu rajangan kering tembakau temanggung, Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri 3(1):1– 16. Lobato, AKS, Neto, CFO, Filho, BGS, da Costa, RCL, Cruz, FJR, Noves, HKB & Lopes, MJS 2008, Physiological and biochemical behavi-or in soybean (Glycine max cv. Sambaiba) plants under water deficit, Aust. J. Crop Sci. 2(1): 25–32. 3(1):17–29. Djumali 2012, Tanggapan fisiologi tanaman tembakau temanggung terhadap dosis pupuk nitrogen serta keterkaitannya dengan hasil dan mutu rajangan kering, Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri 4(1):10– 20. Farooq, M, Wahid, A, Kobayashi, N, Fujita, D & Basra, SMA 2009, Plant drought stress: ef- Ma, XL, Wang, YJ, Xie, SL, Wang, C & Wang, W 2007, Glycinebetaine application ameliorates negatif effects of drought stress in tobacco, Russ. J. Plant Physiol. 54(4):472–479. Medrano, H, Escalona, JM, Bota, J, Guliass, J & Flexas, J 2002, Regulation of photosynthesis of C3 plants in response to progressive 89 Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri 5(2), Oktober 2013:78−90 drought: stomatal conductance as a reference parameter, Ann. Bot. 89:895–905. sink-source transition, J. Exp. Bot. 51(350): 1.515–1.529. Mukherjee, D & Kumar, R 2005, Water stress induced physiological and biochemical changes in defferent plant parts of pigeonpea, Bulle-tin of the National Institute of Ecology 15:191– 199. Sitompul, SM & Guritno, B 1995, Analisis pertumbuhan tanaman, Gajahmada University Press, Yogyakarta, 412 hlm. Pandey, DM, Goswami, CL & Kumar, B 2003, Physiological effects of plant hormones in cotton under drought, Biol. Plantarum 47(4): 535–540. de Vries, FWTP, Jansen, DM, ten Berge, HFM & Bakema, A 1989, Simulation of ecophysiolo- gical processes of growth in several annual crops, Simulation Monograph 29, Pudoc, Wageningen. Phung, T, Jung, H, Kim, J, Back, K & Jung, S 2011, Porphyrin biosynthesis control under water stress: Sustained porphyrin status correlates with drought tolerance in transgenic rice, Plant Physiol. 157:1.746–1.764. Rathinasabapathi, B 2000, Metabolic engineering for stress tolerance: Installing osmoprotectant synthesis pathways, Ann. Bot. 86:709–716. Riga, P & Vartanian, N 1999, Sequential expression of adaptive mechanism is responsible for drought resistance in tobacco, Aust. J. Plant Physiol. 26(3):211–220. Salisbury, FB & Ross, CW 1995, Plant physiology, 4th edition, Wadsworth Publishing Co., New York. Schurr, U, Heckenberger, U, Herdel, K, Walter, A & Feil, R 2000, Leaf development in Ricinus communis during drought stress: Dynamics of growth processes of cellular structure and of 90 Stiller, I, Dulai, S, Kondrak, M, Tarnai, R, Szabo, L, Toldi, O & Banfalvi, Z 2008, Effects of drought on water content and photosynthetic parameters in potato plants expressing the trehalose6-phosphate synthase gene of Saccharomyces cerevisiae, Planta. 227:299–308. Tso, TC 1990, Production, physiology, and biochemistry of tobacco plant, IDEALS Inc., Beltsville, Maryland, USA. Vanaja, M, Yadav, SK, Archana, G, Lakshmi, NJ, Reddy, PRR, Vagheera, P, Razak, SKA, Maheswari, M & Venkateswarlu, B 2011, Response of C4 (maize) and C3 (sunflower) crop plants to drought stress and enhanced carbondioxide concentration, Plant Soil Environ. 57(5):207–215. Waraich, EA, Ahmad, R, Saifullah, Ashraf, MY & Ehsanullah 2011, Role of mineral nutrition in alleviation of drought stress in plants, Aust. J. of Crop Sci. 5(6):764–777. Word, YK, Tissue, DT, Thomas, RB & Strain, BR 1999, Comparative responses of model C3 and C4 plants to drought in low and elevated CO2, Glob. Change Biol. 5:857–867. Yan, J, Wong, J, Tissue, D, Holaday, AS, Allen, R & Zhang, H 2003, Photosynthetic and seed production under water-deficit conditions in trans-genic tobacco plants that overexpress an Ara-bidopsis ascorbate peroxidase gene, Crop Sci. 43:1.477– 1.483.