335 studi laju konsumsi umpan rayap copton 0.5 rb

advertisement
JURNAL HUTAN LESTARI (2016)
Vol. 4 (3) : 335 – 343
STUDI LAJU KONSUMSI UMPAN RAYAP COPTON 0.5 RB DALAM
PENGENDALIAN RAYAP COPTOTERMES CURVIGNATHUS HOLMGREN
PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT ELAEIS GUINEENSIS JACQ
Study on Bait Consumption of Copton 0.5 Rb on Control Subterranean Termites Coptotermes
Curvignathus Holmgren on Oilpalm Plantation Elaeis Guineensis Jacq
Ester Meilina Tampubolon, Farah Diba, Nurhaida
Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura Jln Imam Bonjol Pontianak 78124
E-mail: [email protected]
ABSTRACT
Oil palm plantations in West Kalimantan are located in an area dominated by peat soils. This
condition makes oil palm trees vulnerable to subterranean termite attack. Coptotermes
curvignathus Holmgren currently has become one of major key pest of oil palm. These termites
attack the oil palm trunk, crown, fronds and fruits. Current practice of Termite control in oil
palm is by direct spraying chemical pesticides, but this type of treatment proves uneconomical
and hostile to the environment. In addition, chemical sprays are ineffective due tothe termite
nest is below ground and the pesticide does not reachthe termites inside the nest. Therefore a
new paradigm, such as baiting systemwhich the objective for termite colony elimination are
needed to control termites in oilpalm plantation. This study aimed to evaluate the effectiveness
of Copton 0.5 RB containing the active ingredient hexaflumuron 0.5% to control Coptotermes
curvignathus in oil palm plantation at mature oil palm. Four blocks of an oil palm plantation
with severe termite damage was chosen as test site. In each block consisted of four oil palm
trees and one bait was place at one tree within each block. Monitoring was conducted every
seven days for one month, and after that bait consumption and colony elimination were
analyzed. The results showed average bait consumption value was 96.87%.The bait
consumption activities start from seven days after installation. 1st monitoring showed good
palatability that the termites consumed 13 from 16 baits. The consumption began to decline at
the end of the fourth week. It was assumed that the baits were eliminatethe termite colony. The
decline in termite attack in the oil palm trees was first observed with drying of the termite
shelter tubes and by no termites inside the oil palm fronds. It is concluded that Copton0.5RB
(hexaflumuron 0.5%) is effective for colony elimination of Coptotermescurvignathusin oil palm
plantations.
Keywords : Baiting system, Copton 0.5 RB, Coptotermes curvignathus, Hexaflumuron, oil
palm plantation.
PENDAHULUAN
Kelapa sawit (Elaeis guinensis Jacq)
merupakan salah satu jenis tanaman
perkebunan yang menghasilkan minyak
atau lemak. Indonesia merupakan negara
kepulauan dengan iklim tropis. Potensi
pengembangan kelapa sawit di Indonesia
cukup besar karena kondisi iklim yang
mendukung dan lahan yang tersedia
cukup luas. Luas perkebunan kelapa
sawit di Indonesia pada tahun 2014
menurut Asosiasi Kelapa Sawit Indonesia
mencapai 10.210.892 Ha. Kepemilikan
kebun kelapa sawit tersebut terbagi
menjadi 5.055.409 Ha merupakan milik
swasta, 700.591 Ha milik pemerintah dan
4.454.892 Ha milik masyarakat. Luas
Kebun kelapa sawit pada tahun 2015
diperkirakan mencapai 10.721.436 Ha.
Kebun kelapa sawit di Provinsi
Kalimantan Barat sebagian besar
dibudidayakan pada tanah gambut. Salah
335
JURNAL HUTAN LESTARI (2016)
Vol. 4 (3) : 335 – 343
satu hama penting yang terdapat di kebun
kelapa sawit yang berada di lahan gambut
adalah rayap tanah
Coptotermes
curvignathus Holmgren.
Rayap merupakan serangga dari ordo
Isoptera yang ukurannya kecil dan hidup
berkoloni. Rayap hidup di daerah yang
lembab dan mempunyai sarang seperti
gundukan tanah. Makanan utamanya
adalah kayu dan bahan-bahan dari
selulosa lain serta jamur (Amir, 2003).
Nandika (2014) menyatakan rayap
Coptotermes curvignathus Holmgren
merupakan salah satu hama penting pada
tanaman kelapa sawit di areal bukaan
baru khususnya yang ditanam di atas
lahan gambut. Mariau et al (1992)
menyatakan pada bagian luar tanaman
kelapa sawit yang terserang biasanya
dilapisi oleh lapisan tanah, sedangkan
pada bagian dalamnya terdapat lubang
yang dihuni rayap. Serangan rayap
Coptotermes curvignathus pada tanaman
ini dimulai dari akar, atau batang di
bawah permukaan tanah dan terus naik ke
atas sampai pucuk tanaman. Diba (2015)
menyatakan
serangan
rayap
C.
curvignathus pada kebun kelapa sawit di
lahan gambut dapat mencapai 75%.
Serangan rayap pada tanaman kelapa
sawit mengakibatkan kerugian ekonomi
yang tinggi. Tindakan pengendalian
serangan rayap selama ini dilakukan
dengan cara memberikan penyemprotan
insektisida kepada tanaman kelapa sawit.
Umumnya insektisida bekerja dengan
cara knock-down, artinya ketika rayap
terkena
insektisida
maka
rayap
mengalami kematian. Rayap yang tidak
terkena insektisida atau tidak kontak
langsung, misalnya karena masih berada
di dalam sarang yang berada di bawah
tanah akan tetap hidup. Selanjutnya
serangan balik rayap terjadi kembali. Hal
ini menyebabkan tindakan pengendalian
serangan rayap melalui penyemprotan
harus dilakukan berulang-ulang. Oleh
karena itu diperlukan metode yang lebih
efektif dalam pengendalian rayap, yaitu
dengan teknik pengumpanan (baiting
system).
Teknik
pengumpanan
adalah
tindakan pengendalian rayap dengan
menggunakan bahan yang disukai rayap
dari sumber makanan dan mengandung
racun yang dapat mematikan rayap.
Racun bekerja dengan lambat (slow
action) sehingga rayap tidak langsung
mati setelah mengkonsumsi umpan, tetapi
masih dapat menyebarkan umpan rayap
ke seluruh anggota koloni. Menurut
Sucipto (2009) teknik pengumpanan
dianggap lebih efektif dibandingkan
dengan teknik penyemprotan yang
mematikan organisme sasaran dan
mempertimbangkan keamanan manusia
serta kesehatan ekosistem di sekitar
tanaman.
Umpan rayap Copton 0.5 RB
merupakan umpan rayap yang terdiri atas
selulosa dan racun dengan bahan aktif
hexaflumuron 0,5%. Sistem kerja
Hexaflumuron
adalah
menghambat
sintesa atau pembentukan khitin,
sehingga rayap tidak mampu membentuk
kulit baru dan mengalami kematian pada
saat berganti kulit. Hexaflumuron
merupakan termisitida berupa umpan
yang pertama yang terdaftar di Amerika
Serikat pada tahun 1994. Hexaflumuron
merupakan bahan kimia bekerja lambat
dan tidak menyebabkan iritasi sehingga
rayap yang memakan tidak menolaknya.
336
JURNAL HUTAN LESTARI (2016)
Vol. 4 (3) : 335 – 343
Diba (1999) meneliti konsumsi
umpan hexaflumuron oleh rayap tanah
Coptotermes curvignathus Holmgren
secara laboratorium dan menyatakan
umpan rayap hexaflumuron yang
diberikan kepada rayap telah dikonsumsi
pada hari kedua. Hal ini menunjukkan
umpan rayap hexaflumuron disukai oleh
rayap dan tidak ditolak (nonrepellent).Tujuan
penelitian
adalah
menganalisa laju konsumsi umpan rayap
Copton 0.5 RB dengan bahan aktif
hexaflumuron 0,5% oleh rayap tanah C.
curvignathus pada tanaman kelapa sawit
menghasilkan (TBM) dengan umur sama
atau lebih dari 4 tahun.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di PT. Peniti
Sungai Purun
yang terletak di
Kecamatan Sungai Purun Kabupaten
Mempawah Provinsi Kalimantan Barat.
Penelitian dilakukan selama dua bulan
serta dilanjutkan dengan pengolahan data.
Bahan yang digunakan dalam penelitian
adalah umpan rayap Copton 0.5 RB
dengan bahan aktif hexaflumuron yang
diperoleh dari PT.Dow AgroSciences
Indonesia
dengan
komposisi
hexaflumuron 0,5%, selulosa 99 %.
Penelitian
ini
menggunakan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan
16 pohon sebagai sampel.
Areal
penelitian terletakdi bagian Kebun Purun
Selatan, dengan usia pohon sama atau
lebih dari 4 tahun, terdiri atas Blok H38,
I25, I35, J29 dan J32. Sebanyak 4 pohon
kelapa sawit diambil sebagai sampel
penelitian pada setiap blok kecuali pada
blok I25 dan I35 masing-masing
sebanyak 2 pohon kelapa sawit.
Total jumlah sampel adalah 16
tanaman kelapa sawit. Satu umpan rayap
Copton 0.5RB dalam formulasi PTC
(preferred texture cellulose) atau bentuk
briquette dengan berat 30 gram per
kemasan diletakkan pada satu pohon
kelapa sawit. Peletakan umpan dilakukan
pada liang kembara rayap diantara
pelepah sawit (Gambar 1). Pengamatan
konsumsi umpan dilakukan setiap 7 hari.
Umpan yang habis dikonsumsi rayap, jika
rayap masih aktif, diberikan umpan baru
namun jika rayap sudah berkurang dan
ditemukan rayap mati, maka tidak
diberikan umpan rayap baru.
Gambar 1. Pemasangan Umpan Copton PTC di Pokok Kelapa Sawit
(Installation of Copton PTC Bait In Oilpalm Tree)
337
JURNAL HUTAN LESTARI (2016)
Vol. 4 (3) : 335 – 343
Selanjutnya dihitung kehilangan berat
umpan rayap pada setiap pokok kelapa
sawit dengan rumus Sornnuwat et al
(1995):
π‘Šβ‚ − π‘Šβ‚‚
𝐾𝐡 =
π‘₯ 100%
π‘Šβ‚
Keterangan :
KB = kehilangan berat umpan rayap
W1 = berat awal umpan rayap
W2 = berat akhir umpan rayap.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsumsi umpan rayap Copton 0.5
RB dengan bahan aktif hexaflumuron
0,5% oleh rayap tanah Coptotermes
curvignathus Holmgren pada tanaman
kelapa sawit menghasilkan (TM) dengan
umur ≥ 4 tahun masing-masing sebesar
100% di Blok J 29, Blok I 25 dan Blok I
35. Sementara pada Blok H 38, dari
empat pokok kelapa sawit, ada satu
umpan Copton 0.5RB yang dikonsumsi
sebesar 90% dan tiga umpan lainnya
dikonsumsi sebesar 100%, dengan nilai
rerata 97,5%. Konsumsi umpan pada
Blok J 32 sebesar 100%, 80%, 90% dan
90%, dengan rerata 90%. Nilai rata-rata
konsumsi umpan rayap Copton 0.5 RB
adalah sebesar 96,87% (Gambar 2).
120
Konsumsi Umpan (%)
100
80
Baris 1
Baris 2
60
Baris 3
40
Baris 4
20
0
Blok H38
Blok J29
Blok I25
Blok I35
Gambar 2. Konsumsi Umpan Copton 0.5 RB oleh rayap tanah Coptotermes
curvignathus Holmgren pada tanaman kelapa sawit (Bait
consumption of Copton 0.5 RB by subterranean termites
Coptotermes curvignathus Holmgren on mature oil palm tree)
Hasil pengamatan penelitian pada
periode pertama, yaitu 7 hari setelah
instalasi, ditemukan umpan rayap Copton
0.5 RB telah dikonsumsi rayap. Total
sampel Copton 0.5 RB yang digunakan
adalah 16 umpan, dan pada pengamatan
pertama telah dikonsumsi sebanyak 13
umpan. Setelah pengamatan ke-empat
atau 28 hari setelah instalasi, sebanyak 12
umpan rayap Copton 0.5 RB dikonsumsi
sebesar 100 %, 3 umpan rayap Copton
0.5 RB dikonsumsi sebesar 90 % dan 1
umpan rayap Copton 0.5 RB dikonsumsi
sebanyak 80 %.
Gejala yang ditemukan pada pohon
kelapa sawit sampel di monitoring
338
JURNAL HUTAN LESTARI (2016)
Vol. 4 (3) : 335 – 343
terakhir tidak terdapat rayap aktif, liang
kembara rayap telah kering, daun pelepah
yang semula berwarna kuning menjadi
hijau segar, tanah yang berada diantara
pelepah daun mengering dan setelah
dibongkar pada bagian tanah yang
menutupi batang kelapa sawit ditemukan
rayap mati (Gambar 3). Hal ini
menunjukkan koloni rayap telah berhasil
dieliminasi oleh umpan rayap Copton 0.5
RB.
Gambar 3. Rayap Coptotermes curvignathus Holmgren mati setelah 28 hari
mengkonsumsi umpan rayap Copton 0.5 RB (Subterranean termites
Coptotermes curvignathus Holmgren found died in oil palm tree after 28
days consumption the Copton0.5RB)
Umpan Copton 0.5 RB yang
digunakan dalam penelitian memiliki
formulasi dalam bentuk preferred
textured cellulose (PTC) dan lebih
banyak dikonsumsi oleh rayap tanah
Coptotermes curvignathus Holmgren,
dibandingkan dengan penelitian Toni dkk
(2016) yang menggunakan bentuku mpan
briquette dengan bahan aktif yang sama,
yaitu Hexaflumuron 0,5%, laju konsumsi
umpan formulasi PTC lebih tinggi. Hasil
penelitian Toni dkk (2016) jumlah
konsumsi umpan sebesar 94,10%,
sedangkan hasil penelitian mencapai
sebesar 96,87%.
Diba dkk (2016) meneliti umpan
Copton 0.5 RB dengan bahan aktif
hexaflumuron 0,5% pada tiga blok kebun
kelapa sawit untuk mengeliminasi koloni
rayap C.curvignathus Holmgren. Hasil
penelitian Diba dkk (2016) memperoleh
nilai konsumsi umpan sebesar 95,08%.
Hal ini menunjukkan umpan rayap
Copton 0.5 RB disukai rayap
C.curvignathus (non repellen). Umpan
menarik karena mengandung selulosa dan
cukup lunak sehingga memungkinkan
rayap untuk menggigit dan memakannya.
Tarumingkeng (1993) menyatakan rayap
akan memilih tipe makanan yang mudah
339
JURNAL HUTAN LESTARI (2016)
Vol. 4 (3) : 335 – 343
Jumlah Kelapa Sawit
digigit dan dikunyah dan mengandung
selulosa yang banyak. Gigitan rayap yang
bersifat mekanis menyebabkan rayap
akan lebih memilih makanan yang lunak
dan meninggalkan makanan yang keras.
Sejalan dengan pendapat ini, Castillo et al
(2013) menyatakan rayap akan lebih
memilih makanan dengan kandungan
selulosa tinggi dan lebih mudah dicerna.
Bahan
aktif
umpan
rayap
hexaflumuron memiliki sifat racun yang
bekerja secara lambat sehingga rayap
yang mengkonsumsinya tidak langsung
menunjukan gejala kematian. Selain itu
hexaflumuron tidak berbau sehingga
memungkinkan rayap untuk mendekati
dan mengkonsumsi umpan. Racun yang
terdapat pada umpan akan tersebar ke
seluruh koloni rayap melalui sifat
tropalaksis rayap. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Su (1995) bahwa gejala
kematian rayap yang mengkonsumsi
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
hexaflumuron tidak akan menunjukkan
gejala kematian dengan cepat setelah
mengkonsumsi melainkan beberapa
minggu kemudian, yaitu pada saat proses
pergantian kulit.
Koloni rayap yang menyerang kelapa
sawit dapat dieliminasi pada hari ke-28.
Eliminasi koloni rayap dibuktikan dengan
tidak adanya rayap aktif di pohon kelapa
sawit dan di tanah yang berada di sekitar
pohon kelapa sawit. Monitoring yang
dilakukan untuk mengetahui adanya
serangan balik dari rayap menunjukkan
sampai pengamatan hari ke-180 tidak
ditemukan serangan balik rayap pada
kelapa sawit yang menjadi sampel
penelitian (Gambar 4). Hal ini
menunjukkan bukti umpan rayap Copton
0.5RB efektif dalam mengeliminasi
koloni rayap yang menyerang kelapa
sawit.
Rayap Tereliminasi
0 hari 7 hari 14 hari 21 hari 28 hari 35 hari 60 hari 90 hari
120
hari
150
hari
180
hari
Gambar 4. Eliminasi koloni rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren
setelah mengkonsumsi umpan rayap Copton 0.5 RB dengan bahan
aktif hexaflumuron 0,5% pada tanaman kelapa sawit
menghasilkan (TBM) dengan umur ≥ 4 tahun (Elimination the
colony of subterranean termites Coptotermes curvignathus Holmgren
after consumption termites bait Copton0.5 RB with active ingredients
hexaflumuron 0.5% at mature oil palm tree with age ≥ 4 years)
340
JURNAL HUTAN LESTARI (2016)
Vol. 4 (3) : 335 – 343
Teknik pengendalian serangan rayap
dengan menggunakan sistim umpan telah
mulai berkembang sejak tahun 1990-an
(Pearce, 1997). Penelitian Garcia et al
(2007) menyatakan pengendalian rayap
dengan sistem umpan memiliki tingkat
efektifitas tinggi untuk mengatasi
serangan rayap di pemukiman dan
perkebunan di Philipina. Keberhasilan
sistem umpan dalam mengatasi serangan
yang disebabkan oleh rayap tanah sangat
tinggi untuk jenis rayap pada family
tingkat rendah tetapi keberhasilannya
dalam mengatasi serangan rayap pada
famili tingkat tinggi seperti famili
Termitidae di daerah tropis masih kurang
berhasil (Acda 2007).
Sajap et al (2009) menggunakan
umpan rayap dalam formulasi PTC
dengan bahan aktif hexaflumuron 0,5% di
kebun kelapa sawit yang diserang oleh
rayap tanah Coptotermes gestroi dan
Schedorhinotermes sp. Hasil penelitian
menghasilkan nilai konsumsi umpan
sebesar 22,93 gram sampai 167 gram.
Bahan aktif hexaflumuron terbukti
mampu mengeliminasi koloni rayap tanah
yang menyerang kelapa sawit. Menurut
Nandika (2001) setelah satu bulan
aplikasi hexaflumoron seluruh rayap
pekerja yang mengkonsumsi racun
tersebut akan mati yang mengakibatkan
pasokan makanan akan terhenti sehingga
memberi dampak seluruh anggota koloni
rayap mati.
Hasil penelitian menunjukkan pada
minggu ke-4, kondisi liang kembara di
sekeliling kelapa sawit sudah mengering
dan ditemukan rayap mati. Hal ini sesuai
dengan hasil penelitian Nandika (2014)
yang melakukan pengendalian serangan
rayap tanah di Kebun kelapa sawit di
Riau. Hasil penelitian Nandika (2014)
menyatakan serangan rayap Coptotermes
curvignathus berhasil dikendalikan pada
kebun kelapa sawit selama 4 minggu
pengamatan. Serangan rayap pada kelapa
sawit karena adanya kandungan selulosa
di pohon kelapa sawit, kemudian ketika
ada umpan rayap Copton 0.5 RB, rayap
berpindah menyerang umpan, umpan
sangat disukai rayap dan rayap
mengalami kematian karena bahan aktif
yang terdapat di dalam umpan Copton 0.5
RB dalam bentuk PTC atau briquette,
yaitu hexaflumuron 0,5%.
Bahan aktif hexaflumuron adalah
bahan
kimia
yang
menghambat
pembentukan khitin. Menurut Tsunoda et
al (1998) hexaflumuron merupakan
generasi ketiga dalam penggunaan bahan
kimia untuk umpan rayap. Sebelumnya
digunakan diflubenzuron dan triflumuron.
Hexaflumuron lebih aktif toksisitasnya
dan lebih disukai (preferable) oleh rayap.
Pearce (1997) menyatakan keunggulan
sistem umpan rayap adalah umpan rayap
disebarkan oleh koloni rayap itu sendiri
melalui tropalaksis dan grooming antar
individu rayap. Ketika satu anggota
koloni rayap memakan umpan, efek racun
tidak langsung mematikan rayap tersebut
sehingga rayap memiliki kesempatan
untuk membagikan umpan ke anggota
koloni lainnya. Ketika akan berganti kulit,
efek racun mulai bekerja, rayap tidak
mampu membentuk lapisan khitin pada
kulit baru dan rayap mengalami kematian.
Hal ini menyebabkan jumlah anggota
rayap pekerja pada koloni rayap
berkurang. Su et al (1991) menyatakan
salah satu faktor pendukung keberhasilan
umpan rayap adalah peletakan umpan
harus di tempat yang mudah ditemui
341
JURNAL HUTAN LESTARI (2016)
Vol. 4 (3) : 335 – 343
rayap, sehingga umpan dapat segera
mungkin dikonsumsi oleh rayap.
PENUTUP
Kesimpulan
Pengendalian serangan rayap tanah
Coptotermes curvignathus Holmgren di
perkebunan kelapa sawit dengan metode
umpan sangat efektif karena dapat
mengeliminasi koloni rayap. Umpan
rayap Copton 0.5 RB dengan bahan aktif
hexaflumuron 0,5% disukai oleh rayap
dan konsumsi umpan mencapai 96,87%
pada tanaman kelapa sawit menghasilkan
(TBM) dengan umur ≥ 4 tahun. Koloni
rayap dapat dieliminasi dalam waktu 28
hari. Tidak terdapat serangan balik rayap
pada kelapa sawit sampel penelitian
selama enam bulan setelah eliminasi
koloni rayap.
Saran
Untuk pengaplikasian di lapangan
perlu diperhatikan kondisi tanah, curah
hujan tahunan dan mengenali serangan
rayap pada kelapa sawit.
DAFTAR PUSTAKA
Acda, M.N. 2007. Toxicity of
Thiamethoxan against Philippine
Subteranean Termites. Journalof
Insect Science. 7(26):6.
Amir, M. 2003. Rayap dan Peranannya.
Dalam: M. Amir dan S . Kahono.
Serangga Taman Nasional Gunung
Halimun Jawa Bagian Barat.
Biodiversity Conservation Project.
LIPI.
Castillo, V. P., A.S. Sajap, M.H. Sahri.
2013.
Feeding
Response
of
Subterranean Termites Coptotermes
Curvignathus
and
Coptotermes
Gestroi (Bslattodea: Rhinotermitidae)
to Baits Supplemented With Sugars,
Amino Acids and Cassava. Journal
Economy Entomology 106 (4), 17941801
Diba, F. 1999. Pengujian Laboratorium
Keampuhan
Hexaflumuron
Terhadap Koloni Rayap Tanah
Coptotermes curvignathus Holmgren
(Isoptera
:
Rhinotermitidae).
Proseding Seminar MAPEKI II,
Universitas
Gadjah
Mada,
Yogyakarta.
Diba, F. 2015. Termites incidence and
characteristics of damage on oil palm
plantation in West Kalimantan
Indonesia. Proceeding
The 5th
International
Symposium
for
Sustainable Humanosphere (ISSH),
Jakarta, 29-30 September 2015
Diba, F., I. Toni, M.Y. Irianto. 2016.
Field Evaluation of Hexaflumuron
Bait for Colony Elimination of the
Subterranean Termite Coptotermes
curvignathus Holmgren in Oil Palm
Plantation in West Kalimantan
Indonesia. Proceeding International
Conference Pacific Rim Termites
Research Group, Kunming China,
18-19 April 2016.
Garcia, C. M., M. Y. Giron, S. Broadbent.
2007. Termite baiting system: a
new dimension of termite control
in the Philipines. Proceedings The
38th International Research Group
on Wood Protection, Wyoming,
USA. Document IRP/WP 0710608
342
JURNAL HUTAN LESTARI (2016)
Vol. 4 (3) : 335 – 343
Mariau, D, Renoux J, dan Chenon RD.
1992. Coptotermes curvignathus
Holmgren,
Rhinotermitidae,
Principal Ravageur du Cocotier
Plante Sur Tourbe a Sumatera
Oleagineux. Vol. 47:561-568
Nandika D. 2001. Efficacy of the
Sentricon © Termite Colony
Elimination
System
againist
Coptotermes curvignathus Holmgren
And Schedohinotermes javanicus
Kember In Indonesia. Proc. The
Fourth Asia Pacific Conference of
Entomologi.
Kuala
Lumpur,
Malaysia.
Nandika D. 2014. Rayap Hama baru di
Kebun Kelapa Sawit. SEAMEO
BIOTROP. Bogor.
Nandika, D., Y. Rismayadi, F. Diba.
2015.
Rayap : Biologi dan
Pengendaliannya. Edisi kedua.
Muhammadiyah University Press,
Surakarta.
Pearce. J. 1997. Termites and Their
Control. CAB Publisher, UK
Sajap, A.S., L.C. Lee and Z.M. Shah.
2009. Elimination of Subterranean
Termite Colonies With Hexaflumuron in An Improved Bait
Matrix, Preferred Textured Cellulose
(PTC). Sociobiology 53 (3), 891-902
Sucipto. 2009. Efektifitas Teknik Aplikasi
Nematoda Heterorhabditis Isolat
Lokal Madura Sebagai Agens Hayati
Pengendalan
Rayap
Tanah
(Macrotermes sp) di Kabupaten
Bangkalan dan Sampang. Jurnal
Embriyo Vol. 6 No. 1. Unijoyo.
Su, N. Y. 1991. Evaluation of BaitToxicants For Suppression of
Subterranean Termite Populations.
Sociobiology19, 211-213
Tarumingkeng, R.C. 1993. Biologi dan
Perilaku Rayap. Makalah Seminar
Pengendalian Hama Berwawasan
Lingkungan Sebagai Pendukung
Pembangunan Nasional. IPPHAMI –
Dirjen PPM & PLP DepKes, Jakarta
Toni I., F. Diba, Nurhaida, M.Y. Irianto.
2015.
PengendalianRayap
Coptotermes curvignathus Holmgren
dengan
Umpan
Rayap
Hexaflumuron Bentuk Briquette
pada Perkebunan Kelapa Sawit
Elaeisguineensis Jacq. Jurnal Hutan
LestariVol4 (1) : 9-20
Tsunoda, K., H. Matsuoka and T.
Yoshimura.
1998.
Colony
Elimination
of
Reticulitermes
speratus (Isoptera: Rhinotermitidae)
by Bait Application and the Effect on
Foraging
Territory.
Journal
Economy Entomolgy, 91:1383-1386.
Sornnuwat Y. 1995. Wood Consumption
and Survival of Subterranean
Termite
Coptotermes
gestroi
Wasmann. In: Studies on Damage of
Constructions
Cause
by
Subterranean Termites and Control
in Thailand. Proc. The 1996 Annual
Meeting of Int. Res. Group on Wood
Preservation. Stockholm. Sweden.
343
Download