JURNAL HUTAN LESTARI (2016) Vol. 4 (3) : 335 – 343 STUDI LAJU KONSUMSI UMPAN RAYAP COPTON 0.5 RB DALAM PENGENDALIAN RAYAP COPTOTERMES CURVIGNATHUS HOLMGREN PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT ELAEIS GUINEENSIS JACQ Study on Bait Consumption of Copton 0.5 Rb on Control Subterranean Termites Coptotermes Curvignathus Holmgren on Oilpalm Plantation Elaeis Guineensis Jacq Ester Meilina Tampubolon, Farah Diba, Nurhaida Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura Jln Imam Bonjol Pontianak 78124 E-mail: [email protected] ABSTRACT Oil palm plantations in West Kalimantan are located in an area dominated by peat soils. This condition makes oil palm trees vulnerable to subterranean termite attack. Coptotermes curvignathus Holmgren currently has become one of major key pest of oil palm. These termites attack the oil palm trunk, crown, fronds and fruits. Current practice of Termite control in oil palm is by direct spraying chemical pesticides, but this type of treatment proves uneconomical and hostile to the environment. In addition, chemical sprays are ineffective due tothe termite nest is below ground and the pesticide does not reachthe termites inside the nest. Therefore a new paradigm, such as baiting systemwhich the objective for termite colony elimination are needed to control termites in oilpalm plantation. This study aimed to evaluate the effectiveness of Copton 0.5 RB containing the active ingredient hexaflumuron 0.5% to control Coptotermes curvignathus in oil palm plantation at mature oil palm. Four blocks of an oil palm plantation with severe termite damage was chosen as test site. In each block consisted of four oil palm trees and one bait was place at one tree within each block. Monitoring was conducted every seven days for one month, and after that bait consumption and colony elimination were analyzed. The results showed average bait consumption value was 96.87%.The bait consumption activities start from seven days after installation. 1st monitoring showed good palatability that the termites consumed 13 from 16 baits. The consumption began to decline at the end of the fourth week. It was assumed that the baits were eliminatethe termite colony. The decline in termite attack in the oil palm trees was first observed with drying of the termite shelter tubes and by no termites inside the oil palm fronds. It is concluded that Copton0.5RB (hexaflumuron 0.5%) is effective for colony elimination of Coptotermescurvignathusin oil palm plantations. Keywords : Baiting system, Copton 0.5 RB, Coptotermes curvignathus, Hexaflumuron, oil palm plantation. PENDAHULUAN Kelapa sawit (Elaeis guinensis Jacq) merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan yang menghasilkan minyak atau lemak. Indonesia merupakan negara kepulauan dengan iklim tropis. Potensi pengembangan kelapa sawit di Indonesia cukup besar karena kondisi iklim yang mendukung dan lahan yang tersedia cukup luas. Luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia pada tahun 2014 menurut Asosiasi Kelapa Sawit Indonesia mencapai 10.210.892 Ha. Kepemilikan kebun kelapa sawit tersebut terbagi menjadi 5.055.409 Ha merupakan milik swasta, 700.591 Ha milik pemerintah dan 4.454.892 Ha milik masyarakat. Luas Kebun kelapa sawit pada tahun 2015 diperkirakan mencapai 10.721.436 Ha. Kebun kelapa sawit di Provinsi Kalimantan Barat sebagian besar dibudidayakan pada tanah gambut. Salah 335 JURNAL HUTAN LESTARI (2016) Vol. 4 (3) : 335 – 343 satu hama penting yang terdapat di kebun kelapa sawit yang berada di lahan gambut adalah rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren. Rayap merupakan serangga dari ordo Isoptera yang ukurannya kecil dan hidup berkoloni. Rayap hidup di daerah yang lembab dan mempunyai sarang seperti gundukan tanah. Makanan utamanya adalah kayu dan bahan-bahan dari selulosa lain serta jamur (Amir, 2003). Nandika (2014) menyatakan rayap Coptotermes curvignathus Holmgren merupakan salah satu hama penting pada tanaman kelapa sawit di areal bukaan baru khususnya yang ditanam di atas lahan gambut. Mariau et al (1992) menyatakan pada bagian luar tanaman kelapa sawit yang terserang biasanya dilapisi oleh lapisan tanah, sedangkan pada bagian dalamnya terdapat lubang yang dihuni rayap. Serangan rayap Coptotermes curvignathus pada tanaman ini dimulai dari akar, atau batang di bawah permukaan tanah dan terus naik ke atas sampai pucuk tanaman. Diba (2015) menyatakan serangan rayap C. curvignathus pada kebun kelapa sawit di lahan gambut dapat mencapai 75%. Serangan rayap pada tanaman kelapa sawit mengakibatkan kerugian ekonomi yang tinggi. Tindakan pengendalian serangan rayap selama ini dilakukan dengan cara memberikan penyemprotan insektisida kepada tanaman kelapa sawit. Umumnya insektisida bekerja dengan cara knock-down, artinya ketika rayap terkena insektisida maka rayap mengalami kematian. Rayap yang tidak terkena insektisida atau tidak kontak langsung, misalnya karena masih berada di dalam sarang yang berada di bawah tanah akan tetap hidup. Selanjutnya serangan balik rayap terjadi kembali. Hal ini menyebabkan tindakan pengendalian serangan rayap melalui penyemprotan harus dilakukan berulang-ulang. Oleh karena itu diperlukan metode yang lebih efektif dalam pengendalian rayap, yaitu dengan teknik pengumpanan (baiting system). Teknik pengumpanan adalah tindakan pengendalian rayap dengan menggunakan bahan yang disukai rayap dari sumber makanan dan mengandung racun yang dapat mematikan rayap. Racun bekerja dengan lambat (slow action) sehingga rayap tidak langsung mati setelah mengkonsumsi umpan, tetapi masih dapat menyebarkan umpan rayap ke seluruh anggota koloni. Menurut Sucipto (2009) teknik pengumpanan dianggap lebih efektif dibandingkan dengan teknik penyemprotan yang mematikan organisme sasaran dan mempertimbangkan keamanan manusia serta kesehatan ekosistem di sekitar tanaman. Umpan rayap Copton 0.5 RB merupakan umpan rayap yang terdiri atas selulosa dan racun dengan bahan aktif hexaflumuron 0,5%. Sistem kerja Hexaflumuron adalah menghambat sintesa atau pembentukan khitin, sehingga rayap tidak mampu membentuk kulit baru dan mengalami kematian pada saat berganti kulit. Hexaflumuron merupakan termisitida berupa umpan yang pertama yang terdaftar di Amerika Serikat pada tahun 1994. Hexaflumuron merupakan bahan kimia bekerja lambat dan tidak menyebabkan iritasi sehingga rayap yang memakan tidak menolaknya. 336 JURNAL HUTAN LESTARI (2016) Vol. 4 (3) : 335 – 343 Diba (1999) meneliti konsumsi umpan hexaflumuron oleh rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren secara laboratorium dan menyatakan umpan rayap hexaflumuron yang diberikan kepada rayap telah dikonsumsi pada hari kedua. Hal ini menunjukkan umpan rayap hexaflumuron disukai oleh rayap dan tidak ditolak (nonrepellent).Tujuan penelitian adalah menganalisa laju konsumsi umpan rayap Copton 0.5 RB dengan bahan aktif hexaflumuron 0,5% oleh rayap tanah C. curvignathus pada tanaman kelapa sawit menghasilkan (TBM) dengan umur sama atau lebih dari 4 tahun. METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di PT. Peniti Sungai Purun yang terletak di Kecamatan Sungai Purun Kabupaten Mempawah Provinsi Kalimantan Barat. Penelitian dilakukan selama dua bulan serta dilanjutkan dengan pengolahan data. Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah umpan rayap Copton 0.5 RB dengan bahan aktif hexaflumuron yang diperoleh dari PT.Dow AgroSciences Indonesia dengan komposisi hexaflumuron 0,5%, selulosa 99 %. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 16 pohon sebagai sampel. Areal penelitian terletakdi bagian Kebun Purun Selatan, dengan usia pohon sama atau lebih dari 4 tahun, terdiri atas Blok H38, I25, I35, J29 dan J32. Sebanyak 4 pohon kelapa sawit diambil sebagai sampel penelitian pada setiap blok kecuali pada blok I25 dan I35 masing-masing sebanyak 2 pohon kelapa sawit. Total jumlah sampel adalah 16 tanaman kelapa sawit. Satu umpan rayap Copton 0.5RB dalam formulasi PTC (preferred texture cellulose) atau bentuk briquette dengan berat 30 gram per kemasan diletakkan pada satu pohon kelapa sawit. Peletakan umpan dilakukan pada liang kembara rayap diantara pelepah sawit (Gambar 1). Pengamatan konsumsi umpan dilakukan setiap 7 hari. Umpan yang habis dikonsumsi rayap, jika rayap masih aktif, diberikan umpan baru namun jika rayap sudah berkurang dan ditemukan rayap mati, maka tidak diberikan umpan rayap baru. Gambar 1. Pemasangan Umpan Copton PTC di Pokok Kelapa Sawit (Installation of Copton PTC Bait In Oilpalm Tree) 337 JURNAL HUTAN LESTARI (2016) Vol. 4 (3) : 335 – 343 Selanjutnya dihitung kehilangan berat umpan rayap pada setiap pokok kelapa sawit dengan rumus Sornnuwat et al (1995): πβ − πβ πΎπ΅ = π₯ 100% πβ Keterangan : KB = kehilangan berat umpan rayap W1 = berat awal umpan rayap W2 = berat akhir umpan rayap. HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi umpan rayap Copton 0.5 RB dengan bahan aktif hexaflumuron 0,5% oleh rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren pada tanaman kelapa sawit menghasilkan (TM) dengan umur ≥ 4 tahun masing-masing sebesar 100% di Blok J 29, Blok I 25 dan Blok I 35. Sementara pada Blok H 38, dari empat pokok kelapa sawit, ada satu umpan Copton 0.5RB yang dikonsumsi sebesar 90% dan tiga umpan lainnya dikonsumsi sebesar 100%, dengan nilai rerata 97,5%. Konsumsi umpan pada Blok J 32 sebesar 100%, 80%, 90% dan 90%, dengan rerata 90%. Nilai rata-rata konsumsi umpan rayap Copton 0.5 RB adalah sebesar 96,87% (Gambar 2). 120 Konsumsi Umpan (%) 100 80 Baris 1 Baris 2 60 Baris 3 40 Baris 4 20 0 Blok H38 Blok J29 Blok I25 Blok I35 Gambar 2. Konsumsi Umpan Copton 0.5 RB oleh rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren pada tanaman kelapa sawit (Bait consumption of Copton 0.5 RB by subterranean termites Coptotermes curvignathus Holmgren on mature oil palm tree) Hasil pengamatan penelitian pada periode pertama, yaitu 7 hari setelah instalasi, ditemukan umpan rayap Copton 0.5 RB telah dikonsumsi rayap. Total sampel Copton 0.5 RB yang digunakan adalah 16 umpan, dan pada pengamatan pertama telah dikonsumsi sebanyak 13 umpan. Setelah pengamatan ke-empat atau 28 hari setelah instalasi, sebanyak 12 umpan rayap Copton 0.5 RB dikonsumsi sebesar 100 %, 3 umpan rayap Copton 0.5 RB dikonsumsi sebesar 90 % dan 1 umpan rayap Copton 0.5 RB dikonsumsi sebanyak 80 %. Gejala yang ditemukan pada pohon kelapa sawit sampel di monitoring 338 JURNAL HUTAN LESTARI (2016) Vol. 4 (3) : 335 – 343 terakhir tidak terdapat rayap aktif, liang kembara rayap telah kering, daun pelepah yang semula berwarna kuning menjadi hijau segar, tanah yang berada diantara pelepah daun mengering dan setelah dibongkar pada bagian tanah yang menutupi batang kelapa sawit ditemukan rayap mati (Gambar 3). Hal ini menunjukkan koloni rayap telah berhasil dieliminasi oleh umpan rayap Copton 0.5 RB. Gambar 3. Rayap Coptotermes curvignathus Holmgren mati setelah 28 hari mengkonsumsi umpan rayap Copton 0.5 RB (Subterranean termites Coptotermes curvignathus Holmgren found died in oil palm tree after 28 days consumption the Copton0.5RB) Umpan Copton 0.5 RB yang digunakan dalam penelitian memiliki formulasi dalam bentuk preferred textured cellulose (PTC) dan lebih banyak dikonsumsi oleh rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren, dibandingkan dengan penelitian Toni dkk (2016) yang menggunakan bentuku mpan briquette dengan bahan aktif yang sama, yaitu Hexaflumuron 0,5%, laju konsumsi umpan formulasi PTC lebih tinggi. Hasil penelitian Toni dkk (2016) jumlah konsumsi umpan sebesar 94,10%, sedangkan hasil penelitian mencapai sebesar 96,87%. Diba dkk (2016) meneliti umpan Copton 0.5 RB dengan bahan aktif hexaflumuron 0,5% pada tiga blok kebun kelapa sawit untuk mengeliminasi koloni rayap C.curvignathus Holmgren. Hasil penelitian Diba dkk (2016) memperoleh nilai konsumsi umpan sebesar 95,08%. Hal ini menunjukkan umpan rayap Copton 0.5 RB disukai rayap C.curvignathus (non repellen). Umpan menarik karena mengandung selulosa dan cukup lunak sehingga memungkinkan rayap untuk menggigit dan memakannya. Tarumingkeng (1993) menyatakan rayap akan memilih tipe makanan yang mudah 339 JURNAL HUTAN LESTARI (2016) Vol. 4 (3) : 335 – 343 Jumlah Kelapa Sawit digigit dan dikunyah dan mengandung selulosa yang banyak. Gigitan rayap yang bersifat mekanis menyebabkan rayap akan lebih memilih makanan yang lunak dan meninggalkan makanan yang keras. Sejalan dengan pendapat ini, Castillo et al (2013) menyatakan rayap akan lebih memilih makanan dengan kandungan selulosa tinggi dan lebih mudah dicerna. Bahan aktif umpan rayap hexaflumuron memiliki sifat racun yang bekerja secara lambat sehingga rayap yang mengkonsumsinya tidak langsung menunjukan gejala kematian. Selain itu hexaflumuron tidak berbau sehingga memungkinkan rayap untuk mendekati dan mengkonsumsi umpan. Racun yang terdapat pada umpan akan tersebar ke seluruh koloni rayap melalui sifat tropalaksis rayap. Hal ini sesuai dengan pernyataan Su (1995) bahwa gejala kematian rayap yang mengkonsumsi 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 hexaflumuron tidak akan menunjukkan gejala kematian dengan cepat setelah mengkonsumsi melainkan beberapa minggu kemudian, yaitu pada saat proses pergantian kulit. Koloni rayap yang menyerang kelapa sawit dapat dieliminasi pada hari ke-28. Eliminasi koloni rayap dibuktikan dengan tidak adanya rayap aktif di pohon kelapa sawit dan di tanah yang berada di sekitar pohon kelapa sawit. Monitoring yang dilakukan untuk mengetahui adanya serangan balik dari rayap menunjukkan sampai pengamatan hari ke-180 tidak ditemukan serangan balik rayap pada kelapa sawit yang menjadi sampel penelitian (Gambar 4). Hal ini menunjukkan bukti umpan rayap Copton 0.5RB efektif dalam mengeliminasi koloni rayap yang menyerang kelapa sawit. Rayap Tereliminasi 0 hari 7 hari 14 hari 21 hari 28 hari 35 hari 60 hari 90 hari 120 hari 150 hari 180 hari Gambar 4. Eliminasi koloni rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren setelah mengkonsumsi umpan rayap Copton 0.5 RB dengan bahan aktif hexaflumuron 0,5% pada tanaman kelapa sawit menghasilkan (TBM) dengan umur ≥ 4 tahun (Elimination the colony of subterranean termites Coptotermes curvignathus Holmgren after consumption termites bait Copton0.5 RB with active ingredients hexaflumuron 0.5% at mature oil palm tree with age ≥ 4 years) 340 JURNAL HUTAN LESTARI (2016) Vol. 4 (3) : 335 – 343 Teknik pengendalian serangan rayap dengan menggunakan sistim umpan telah mulai berkembang sejak tahun 1990-an (Pearce, 1997). Penelitian Garcia et al (2007) menyatakan pengendalian rayap dengan sistem umpan memiliki tingkat efektifitas tinggi untuk mengatasi serangan rayap di pemukiman dan perkebunan di Philipina. Keberhasilan sistem umpan dalam mengatasi serangan yang disebabkan oleh rayap tanah sangat tinggi untuk jenis rayap pada family tingkat rendah tetapi keberhasilannya dalam mengatasi serangan rayap pada famili tingkat tinggi seperti famili Termitidae di daerah tropis masih kurang berhasil (Acda 2007). Sajap et al (2009) menggunakan umpan rayap dalam formulasi PTC dengan bahan aktif hexaflumuron 0,5% di kebun kelapa sawit yang diserang oleh rayap tanah Coptotermes gestroi dan Schedorhinotermes sp. Hasil penelitian menghasilkan nilai konsumsi umpan sebesar 22,93 gram sampai 167 gram. Bahan aktif hexaflumuron terbukti mampu mengeliminasi koloni rayap tanah yang menyerang kelapa sawit. Menurut Nandika (2001) setelah satu bulan aplikasi hexaflumoron seluruh rayap pekerja yang mengkonsumsi racun tersebut akan mati yang mengakibatkan pasokan makanan akan terhenti sehingga memberi dampak seluruh anggota koloni rayap mati. Hasil penelitian menunjukkan pada minggu ke-4, kondisi liang kembara di sekeliling kelapa sawit sudah mengering dan ditemukan rayap mati. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Nandika (2014) yang melakukan pengendalian serangan rayap tanah di Kebun kelapa sawit di Riau. Hasil penelitian Nandika (2014) menyatakan serangan rayap Coptotermes curvignathus berhasil dikendalikan pada kebun kelapa sawit selama 4 minggu pengamatan. Serangan rayap pada kelapa sawit karena adanya kandungan selulosa di pohon kelapa sawit, kemudian ketika ada umpan rayap Copton 0.5 RB, rayap berpindah menyerang umpan, umpan sangat disukai rayap dan rayap mengalami kematian karena bahan aktif yang terdapat di dalam umpan Copton 0.5 RB dalam bentuk PTC atau briquette, yaitu hexaflumuron 0,5%. Bahan aktif hexaflumuron adalah bahan kimia yang menghambat pembentukan khitin. Menurut Tsunoda et al (1998) hexaflumuron merupakan generasi ketiga dalam penggunaan bahan kimia untuk umpan rayap. Sebelumnya digunakan diflubenzuron dan triflumuron. Hexaflumuron lebih aktif toksisitasnya dan lebih disukai (preferable) oleh rayap. Pearce (1997) menyatakan keunggulan sistem umpan rayap adalah umpan rayap disebarkan oleh koloni rayap itu sendiri melalui tropalaksis dan grooming antar individu rayap. Ketika satu anggota koloni rayap memakan umpan, efek racun tidak langsung mematikan rayap tersebut sehingga rayap memiliki kesempatan untuk membagikan umpan ke anggota koloni lainnya. Ketika akan berganti kulit, efek racun mulai bekerja, rayap tidak mampu membentuk lapisan khitin pada kulit baru dan rayap mengalami kematian. Hal ini menyebabkan jumlah anggota rayap pekerja pada koloni rayap berkurang. Su et al (1991) menyatakan salah satu faktor pendukung keberhasilan umpan rayap adalah peletakan umpan harus di tempat yang mudah ditemui 341 JURNAL HUTAN LESTARI (2016) Vol. 4 (3) : 335 – 343 rayap, sehingga umpan dapat segera mungkin dikonsumsi oleh rayap. PENUTUP Kesimpulan Pengendalian serangan rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren di perkebunan kelapa sawit dengan metode umpan sangat efektif karena dapat mengeliminasi koloni rayap. Umpan rayap Copton 0.5 RB dengan bahan aktif hexaflumuron 0,5% disukai oleh rayap dan konsumsi umpan mencapai 96,87% pada tanaman kelapa sawit menghasilkan (TBM) dengan umur ≥ 4 tahun. Koloni rayap dapat dieliminasi dalam waktu 28 hari. Tidak terdapat serangan balik rayap pada kelapa sawit sampel penelitian selama enam bulan setelah eliminasi koloni rayap. Saran Untuk pengaplikasian di lapangan perlu diperhatikan kondisi tanah, curah hujan tahunan dan mengenali serangan rayap pada kelapa sawit. DAFTAR PUSTAKA Acda, M.N. 2007. Toxicity of Thiamethoxan against Philippine Subteranean Termites. Journalof Insect Science. 7(26):6. Amir, M. 2003. Rayap dan Peranannya. Dalam: M. Amir dan S . Kahono. Serangga Taman Nasional Gunung Halimun Jawa Bagian Barat. Biodiversity Conservation Project. LIPI. Castillo, V. P., A.S. Sajap, M.H. Sahri. 2013. Feeding Response of Subterranean Termites Coptotermes Curvignathus and Coptotermes Gestroi (Bslattodea: Rhinotermitidae) to Baits Supplemented With Sugars, Amino Acids and Cassava. Journal Economy Entomology 106 (4), 17941801 Diba, F. 1999. Pengujian Laboratorium Keampuhan Hexaflumuron Terhadap Koloni Rayap Tanah Coptotermes curvignathus Holmgren (Isoptera : Rhinotermitidae). Proseding Seminar MAPEKI II, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Diba, F. 2015. Termites incidence and characteristics of damage on oil palm plantation in West Kalimantan Indonesia. Proceeding The 5th International Symposium for Sustainable Humanosphere (ISSH), Jakarta, 29-30 September 2015 Diba, F., I. Toni, M.Y. Irianto. 2016. Field Evaluation of Hexaflumuron Bait for Colony Elimination of the Subterranean Termite Coptotermes curvignathus Holmgren in Oil Palm Plantation in West Kalimantan Indonesia. Proceeding International Conference Pacific Rim Termites Research Group, Kunming China, 18-19 April 2016. Garcia, C. M., M. Y. Giron, S. Broadbent. 2007. Termite baiting system: a new dimension of termite control in the Philipines. Proceedings The 38th International Research Group on Wood Protection, Wyoming, USA. Document IRP/WP 0710608 342 JURNAL HUTAN LESTARI (2016) Vol. 4 (3) : 335 – 343 Mariau, D, Renoux J, dan Chenon RD. 1992. Coptotermes curvignathus Holmgren, Rhinotermitidae, Principal Ravageur du Cocotier Plante Sur Tourbe a Sumatera Oleagineux. Vol. 47:561-568 Nandika D. 2001. Efficacy of the Sentricon © Termite Colony Elimination System againist Coptotermes curvignathus Holmgren And Schedohinotermes javanicus Kember In Indonesia. Proc. The Fourth Asia Pacific Conference of Entomologi. Kuala Lumpur, Malaysia. Nandika D. 2014. Rayap Hama baru di Kebun Kelapa Sawit. SEAMEO BIOTROP. Bogor. Nandika, D., Y. Rismayadi, F. Diba. 2015. Rayap : Biologi dan Pengendaliannya. Edisi kedua. Muhammadiyah University Press, Surakarta. Pearce. J. 1997. Termites and Their Control. CAB Publisher, UK Sajap, A.S., L.C. Lee and Z.M. Shah. 2009. Elimination of Subterranean Termite Colonies With Hexaflumuron in An Improved Bait Matrix, Preferred Textured Cellulose (PTC). Sociobiology 53 (3), 891-902 Sucipto. 2009. Efektifitas Teknik Aplikasi Nematoda Heterorhabditis Isolat Lokal Madura Sebagai Agens Hayati Pengendalan Rayap Tanah (Macrotermes sp) di Kabupaten Bangkalan dan Sampang. Jurnal Embriyo Vol. 6 No. 1. Unijoyo. Su, N. Y. 1991. Evaluation of BaitToxicants For Suppression of Subterranean Termite Populations. Sociobiology19, 211-213 Tarumingkeng, R.C. 1993. Biologi dan Perilaku Rayap. Makalah Seminar Pengendalian Hama Berwawasan Lingkungan Sebagai Pendukung Pembangunan Nasional. IPPHAMI – Dirjen PPM & PLP DepKes, Jakarta Toni I., F. Diba, Nurhaida, M.Y. Irianto. 2015. PengendalianRayap Coptotermes curvignathus Holmgren dengan Umpan Rayap Hexaflumuron Bentuk Briquette pada Perkebunan Kelapa Sawit Elaeisguineensis Jacq. Jurnal Hutan LestariVol4 (1) : 9-20 Tsunoda, K., H. Matsuoka and T. Yoshimura. 1998. Colony Elimination of Reticulitermes speratus (Isoptera: Rhinotermitidae) by Bait Application and the Effect on Foraging Territory. Journal Economy Entomolgy, 91:1383-1386. Sornnuwat Y. 1995. Wood Consumption and Survival of Subterranean Termite Coptotermes gestroi Wasmann. In: Studies on Damage of Constructions Cause by Subterranean Termites and Control in Thailand. Proc. The 1996 Annual Meeting of Int. Res. Group on Wood Preservation. Stockholm. Sweden. 343