pengembangan sistem proses produksi unsur

advertisement
Puslitbang tekMIRA
Jl. Jend. Sudirman No. 623
Bandung 40211
Telp : 022-6030483
Fax : 022-6003373
E-mail :Info@tekMIRA
.esdm.go.id
LAPORAN AKHIR TAHUN ANGGARAN 2016
Kelompok Teknologi Pengolahan dan Pemanfaatan Mineral
PENGEMBANGAN SISTEM PROSES PRODUKSI UNSUR
LOGAM TANAH JARANG DAN LOGAM JARANG UNTUK MATERIAL
MAJU
(1912.035.000)
Oleh :
Isyatun Rodliyah
Suratman
Maryono
Stefanus Suryo Cahyono
Lili Tahli
Azhari
Nuryadi Saleh
Suganal
Tatang Wahyudi
Dessy Amalia
Yuhelda
Hasudungan Eric Mamby
Andina Septiarani
Siti Rochani
Ngurah Ardha
Muchtar Aziz
Hadi Purnomo
Sri Handayani
Jejen
Edi Suyatno
PUSAT PENETIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI MINERAL DAN BATU BARA
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESDM
Tahun 2016
0
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa, hanya karena RidhoNya laporan hasil penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik.
Kegiatan berjudul “Pengembangan Sistem Proses Produksi Unsur Logam Tanah
Jarang dan Logam Jarang untuk Material Maju” merupakan penelitian yang
dilakukan bekerjasama dengan Pusat Sains dan Teknologi Akselerator (PSTA),
Pusat Teknologi Bahan Galian Nuklir (PTBGN)-BATAN. Penelitian difokuskan
pada reduksi logam neodimium dari neodimium oksida, pemisahan gadolinium
oksida dari logam tanah jarang oksida, dan identifikasi serta karakterisasi
benefisiasi mineral pembawa unsur lithium.
Penelitian dilakukan di Laboratorium Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara
untuk proses reduksi logam dan pemisahan gadolinium oksida, sedangkan untuk
pembuatan neodymium oksida dilakukan di Laboratorium PSTA, dan pembuatan
LTJ-hidroksida dilakukan di Laboratorium PTBGN. Contoh bahan baku yaitu
monasit yang digunakan berasal dari PT. Timah., Bangka. Penelitian ini dalam
upaya mendukung pengembangan energi baru terbarukan yang berbasis pada sumber
daya mineral sehingga diharapkan ke depan dapat memperkuat ketahanan energi
nasional.
Kami mengucapkan terima kasih kepada segenap pihak yang membantu, hingga
terselesaikannya penelitian ini. Harapan kami semoga penelitian ini dapat
bermanfaat.
Bandung, Desember 2016
Kepala Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara,
Ir. Dede Ida Suhendra, M.Sc.
NIP. 19571226 198703 1 001
i
SARI
Material maju merupakan material hasil modifikasi dari material yang sudah ada
untuk memperoleh performa yang superior pada satu karakter atau lebih. Material
maju berbasis mineral logam yang saat ini tengah dikembangkan dengan
memanfaatkan logam tanah jarang sebagai komponen penting, di antaranya Ce
dan Nd sebagai komponen magnet permanen dan juga Gd sebagai contrast agent
MRI untuk aplikasi di bidang kesehatan. Selain berbasis logam tanah jarang,
material maju yang dikembangkan adalah berbasis lithium untuk baterai.
Sedangkan, material maju yang berbasis mineral non logam juga dapat
diaplikasikan pada pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT), salah satunya
adalah bioetanol. Tujuan penelitian ini adalah penguasaan teknologi proses
reduksi LTJ khususnya Ce dan Nd, penguasaan teknologi proses pemisahan Gdoksida dari LTJ-hidroksida, serta menghasilkan m
membran silika mesopori yang memiliki sifat permselektivitas terhadap etanol.
Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa neodimium oksida dapat direduksi
menjadi logam neodimium pada suhu 1100oC menggunakan reduktor
Camenggunakan fluks campuran NaCl dan CaCl2 dengan diperoleh kadar logam
Nd adalah 49,25%. Sementara dari produk Gd-oksida yang dihasilkan,
perolehannya sebesar 60% berat Gd-oksida dan sudah dapat digunakan untuk
bahan baku MRI. Untuk penelitian pembuatan membran, penelitian hanya sampai
menghasilkan partikel nanosilika berpori sebagai bahan dasar pembuatan
membran karena terkendala pemotongan anggaran.Dari hasil karakterisasi,ukuran
partikel nanosilika yang dihasilkan memiliki ukuran 11,6 nm dengan diameter
pori sekitar 2-5 nm dan masih mengandung pengotor garam.
Penelitian identifikasi dan karakterisasi mineral lithium dari deposit bijih timah
difokuskan pada enam lokasi deposit pasir silika pada daerah bekas pengusahaan
penambangan bijih timah di wilayah Bangka yaitu Pemali, Pompong, dan Binjai,
dan Air Nangka (Lassar), Badau, Batu Besi (Damar) (Belitung Timur) di
Belitung. Komposisi mineral pada konsentrat hasil proses konsentrasi yang
teridentifikasi selain mineral lithium petalite(Li2O.Al2O3.8SiO2) terdapat mineral
silika (SiO2) yangdominan, dan mineral silikat lainya fenaksite (K,
Na)4Fe2Si8O20(OH, F).
Kata kunci: material maju, reduksi, neodimium, bioetanol, membran silika, pasir
silika, lithium
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar……………………………………………………………………………………............................i
Sari………………………………………………………………………………………........................................... ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………………………..………….… iii
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………………………………………..…………… vi
DAFTAR TABEL ……………………………………………………………………………………….….…………….…. ix
I
PENDAHULUAN ……………………………………………………………………….……………………… 1
1.1
1.2
1.3
1.4
II
Latar belakang ………………………………………………………………………………....... 1
Ruang lingkup kegiatan ……………………………………..………………………..……… 7
1.2.1 Logam tanah jarang untuk bahan baku material maju …..….….. 7
1.2.2
Logam jarang untuk bahan baku material maju ……………........... 7
1.2.3
Pembuatan membran silikauntukpemurnianbioetanol …..……… 7
Tujuan ………….......................................................................................... 8
Sasaran ………………………………………………………………………………………...……. 8
TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………………………………..………….….… 9
2.1.
Pengertian logam tanah jarang …………………..………..…..….…..... 9
2.2.
Pemanfaatan logam tanah jarang …………………………….………. 10
2.3.
Logam tanah jaranguntukbahanbaku material maju ………........…….. 11
2.3.1. Reduksi oksida LTJ menjadi logam …………………………….…………. 12
2.3.2. Ekstraksi gadolinium oksida (Gd-oksida) dari LTJ-hidroksida ... 15
III
2.4.
Logam jarang untuk material maju (lithium) ……………………..…. 18
2.5.
Pembuatan membran silika untuk pemurnian bioetanol ……………… 21
PROGRAM KEGIATAN......................................................................................... 26
3.1
Persiapan……………………………………………………………………………….…………... 26
3.2
Pengambilan contoh……...…………………………….…………………………….…….... 26
3.3
Proses penelitian ………………………………………………..……………………………… 27
3.3.1. Logam tanah jarang untuk bahan baku material maju ………... 27
3.3.2. Logam jarang untuk bahan baku material maju ………………..... 27
iii
3.3.3. Pembuatan membran silika berpori untuk pemurnian
bioetanol ……........................................................................... 27
IV
3.4
Sosialisasi penelitian (seminar dan media cetak) .………………………...…... 29
3.5
Pembuatan laporan akhir …………………………………….……..………………….... 29
METODOLOGI..................................................................................................... 30
4.1
Logam tanah jarang untuk bahan baku material maju ………………........ 30
4.1.1 Peralatan …………………………………............………………………………... 30
4.1.2 Bahan………………………………….............………………………...……...….. 30
4.1.3 Metode …………………………………................ ……………………...…….. 30
4.2
Logam jarang untuk bahan baku material maju……………..… ………..….… 32
4.2.1 Peralatan ………………………………………………...........……………..…... 32
4.2.2 Bahan ………………………………………………….............. ……………...…. 32
4.2.3 Metode ……………………………………………………............. …………..... 32
4.3
Pembuatan membran silika untukpemurnianbioetanol ……...... 34
4.1.1 Peralatan ……………………………………………………............…………….. 34
4.1.2 Bahan ……………………………………………………..............…...…..…...… 34
4.1.3 Metode …………………………………………………….............………………. 34
V
HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………………………….………………….…. 35
5.1.
5.2.
Reduksioksida-LTJ (Ce- danNd-oksida) menjadilogam Ce danNd……... 35
5.1.1
Reduksi neodimium oksida (Nd-oksida) menjadi logam Nd .…37
5.1.2
Optimasi reduksi serium oksida (Ce-oksida) menjadi
logam Ce ……………………………………………………………………..….…. 48
Pemisahan Gd-oksida dari LTJ-hidroksida ………………….............………….……..….. 50
5.3.
Logamjaranguntukbahanbaku material maju ………………………….…...... 57
5.3.1
Hasil kajian identifikasi karakteristik pasir silika ampas
Pencucian bijih timah ………………………………………………………... 57
5.3.2
Pasir silika Pemali-Bangka …………………………..…………………..... 57
5.3.3
Pasir silika Pompong-Bangka ………………………………………...….. 60
5.3.4
Pasir silika Binjai-Bangka ………………………………………………….….. 61
iv
5.4.
5.3.5
Pasir silika Air-Nangka Belitung ……………………..…………….….….. 62
5.3.6
Pasir silika Badau-Belitung ……………………..…………………..…....... 64
5.3.7
Pasir silika Batu-Besi Belitung Timur ……………..………….…….…... 64
Pembuatan membran silika berpori untuk pemurnian biodiesel …………......….. 66
5.4.1
Karakterisasi bahan baku …………………………………………..…….….. 66
5.4.2
Proses pelindian dengan asam …………………………………….……… 69
5.4.3
Sintesis nano partikel secara alkalifusion …………………….……... 70
5.4.4
Karakterisasi partikel silika gel ………………………………….….…...… 76
5.4.5
Sintesis dan karakterisasi membran ……………………………………… 83
VI
KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………………….……………..…………….. 84
VII
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………..……………………..……... 86
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1
Roadmap penelitian………………………………………………………..………….……... 6
Gambar 2.1
Tabel susunan berkala (periodik) ………………………………………..…………...... 9
Gambar 2.2
Beberapa produk industri berbasis REE ………………………………..………..... 11
Gambar 2.3
Jalur proses produksi LTJ dari bijih ……........………………...……………………. 12
Gambar 2.4
Grafik titik leleh-didih logam tanah jarang……………………..…………...........14
Gambar 2.5
Grafik titik didih- leleh LTJ berdasarkan kenaikan berat atomnya..........14
Gambar 2.6
Tipe baterai dan kerapatan energinya ………………………………………………. 18
Gambar 2.7
Perkembangan penelitian baterai berbasis lithium ……………….…….……. 19
Gambar 2.8
Jenis deposit lithium global dan potensinya di beberapa negara …….… 20
Gambar 2.9
Kurva kondisi azeotrop ……….….........………………...……………………........... 22
Gambar 2.10
Skema proses distilasi azeotrop…………………………………………...….…........ 24
Gambar 2.11
Skema gabungan proses distilasi dan pervaporasi ………………….……...... 25
Gambar 4.1
Diagram alir proses reduksi LTJ ..……………………………………...….……..….... 31
Gambar 4.2
Diagram alir proses ekstraksi Gd …………………………..………………….......... 31
Gambar 4.3
Tahapan preparasi percontoh dan karakterisasi mineral ampas
pencucian timah ……………………………………………………………………………….. 33
Gambar 5.1
Grafik energi bebas LTJ- dan logam-oksida terhadap suhu……..….……... 36
Gambar 5.2
Grafik energi bebas LTJ- dan logam- klorida terhadap suhu ………......... 36
Gambar 5.3
Grafik energi bebas LTJ- dan logam- flourida terhadap suhu………...…… 36
Gambar 5.4
Hubungan antara suhu dan perolehan Nd2O3 dengan reduktor Ca ……..39
Gambar 5.5
Hubunganantarasuhudanperolehan Nd2O3dengan reduktor Mg.…….….39
Gambar 5.6
Hubungan perolehan logam Nd dengan suhu pada sampel NdCl3
Dengan reduktor Ca ………………………………………………….…….…………….... 40
Gambar 5.7
Hubungan perolehan logam Nd dengan suhupada sampel NdCl3
Dengan reduktor Mg ………………………………………………………..……..……….. 41
Gambar 5.8
Hubungan perolehan logam Nd terhadap variasi sampel……….………... 43
Gambar 5.9
Logam neodimium pada sampel 1 gram Nd-oksida …………..…………...… 43
Gambar 5.10
Hasil analisis pada Sampel 2 (warnaterang: Nd, warnamerah: Nd) ……. 44
vi
Gambar 5.11
Hasil analisis pada Sampel 3 (warnaterang: Nd, warnamerah: Nd)........44
Gambar 5.12
Hasil analisis pada Sampel 4 (warnaterang: Nd, warnamerah: Nd) .......45
Gambar 5.13
Hasil analisis pada Sampel 7 (warnaterang: Nd, warnamerah: Nd) .......45
Gambar 5.14
Hasil analisis pada Sampel 8 (warnaterang: Nd, warnamerah: Nd) …....46
Gambar 5.15
Hasil analisis pada Sampel 9 (warnaterang: Nd, warnamerah: Nd) .......46
Gambar 5.16
Gambar 5.17
Gambar 5.18
Gambar 5.19
Gambar 5.20
Gambar 5.21
Hasil analisis pada Sampel 10 (warnaterang: Nd, warnamerah: Nd) …. 47
Reduksi CeO2menggunakanreduktor Mg ……………………….....…….…..….. 48
Reduksi CeO2 menggunakanreduktor Al………………………........…………..… 49
Reduksi CeO2menggunakanreduktor Ca ……………………………......…........ 49
Diagram alir proses pemisahan Gd-oksida dari LTJ-hidroksida ….…….… 53
Pola XRD untuk pasir kuarsa Pemali-Bangka, ukuran butiran -140#
+200# ………………………………………………………………………………………….….... 58
Pola XRD untuk pasir kuarsa Pemali-Bangka, ukuran butiran -200#
+325# ……………………………………………………………………………………………..... 59
Pola XRD untuk pasir kuarsa Pompong-Bangka …………………………………. 60
Pola XRD untuk pasir kuarsa Binjai-Bangka ……………………………………..… 61
Pola XRD untuk pasir kuarsa Air-Nangka Belitung ………..……………………. 63
Pola XRD untuk pasir kuarsa Badau-Belitung ……………………..……………… 64
Pola XRD untuk pasir kuarsa Batu-Besi Belitung Timur ……………………… 66
Hasil XRD raw materal silika Tuban ………………………………………….……….. 67
Foto SEM dan EDAX sampel pasir kuarsa …………………………….……………. 69
(a) Proses alkalifusion silika + Na2CO3 (b) Hasil alkalifusion Na2SiO3 ..… 71
(a) Pencucian natrium silikat dengan aquades (b) Penyaringan natrium
Gambar 5.22
Gambar 5.23
Gambar 5.24
Gambar 5.25
Gambar 5.26
Gambar 5.27
Gambar 5.28
Gambar 5.29
Gambar 5.30
Gambar 5.31
silikat(c)Filtrat alkalifusion hasil penyaringan natrium silikat ………..…… 72
Gambar 5.32
Grafik suhu terhadap persen ekstraksi hasil alkalifusion …………………... 73
Gambar 5.33
Proses presipitasi ………………………………………………………………….…………… 74
Gambar 5.34
Hasil presipitasi ………………………………………………………………….…………….. 75
Gambar 5.35
(a) Silika gel (b) Filtrat presipitasi …………………………………..………………….. 75
Gambar 5.36
Grafik suhu terhadap persen ekstraksi presipitasi …………………………….. 76
Gambar 5.37
Grafik suhu terhadap ukuran partikel …………………………..…………………… 77
Gambar 5.38
Hasil XRD silika gel suhu 700°C ………………………………………………….……... 78
Gambar 5.39
Hasil XRD silika gel suhu 800°C ……………………………………………….………... 78
Gambar 5.40
Hasil XRD silika gel suhu 900°C ……………………………………………..………….. 79
Gambar 5.41
Hasil XRD silika gel suhu 1000°C ………………………………………….……………. 79
vii
Gambar 5.42
(a) Hasil analisis SEM silika gel suhu 700°C (b) suhu 800°C
(c) suhu 900°C, dan (d) suhu 1000°C …………………………………………..…….. 80
Gambar 5.43
Kurva adsorpsi-desorpsi sampel nanosilika …………………………………....... 81
Gambar 5.44
Penentuan diameter pori dengan metode Barrett-Joyner-Halenda
(BJH) ……………………………………………………………………………………………….… 81
Gambar 5.45
Penentuan diameter pori dengan metode Dubinin-Astakhov …………... 82
Gambar 5.46
Foto hasil analisis TEM pada berbagai perbesaran …………..……………….. 83
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1
Hasil analisis bahan baku Nd-oksida PSTA ……………………….....…………...... 37
Tabel 5.2
Hasil analisis ICP bahan baku Nd-oksida komersial ……………..…………….…. 38
Tabel 5.3
Parameter percobaan …………………………………………………………..…………..…. 42
Tabel 5.4
Hasil komposisi unsur pada sampel 4 ……………………………………….……….... 47
Tabel 5.5
Hasil analisis ICP bahan baku LTJ-hidroksida PT. Timah …………….……….... 51
Tabel 5.6
Nilai pH untuk Pengendapan LTJ-berat, sedang dan ringan......................52
Tabel 5.7
Hasil analisis oksida LTJ-berat ………………………………………………………..….... 54
Tabel 5.8
Hasil analisis oksida LTJ-sedang …………………………………………………………... 55
Tabel 5.9
Hasil analisis oksida LTJ-ringan ………………………………………….…………..….... 55
Tabel 5.10
Spesifikasi gadolinium oksida ……………………………………………………….….….. 56
Tabel 5.11
Komposisi mineral pasir silika Pemali-Bangka, ukuran butiran -140#
+200# …………………………………………………………………………………………………... 58
Tabel 5.12
Komposisi mineral pasir silika Pemali-Bangka, ukuran butiran -200#
+325# …………………………………………………………………………………………………... 58
Tabel 5.13
Komposisi kimia unsur kelumit untuk pasir silika Pemali-Bangka ……..….. 59
Tabel 5.14
Komposisi mineral pasir silika Pompong-Bangka ……………………….…………. 60
Tabel 5.15
Komposisi mineral pasir silika Binjai-Bangka …………………..………..……...…. 61
Tabel 5.16
Komposisi kimia unsur kelumit untuk pasir silika Pompong-Bangka …….. 62
Tabel 5.17
Komposisi mineral pasir silika Air-Nangka Belitung …………..…….……...…... 62
Tabel 5.18
Komposisi kimia unsur kelumit untuk pasir silika Air-Nangka Belitung …. 63
Tabel 5.19
Komposisi mineral pasir silika Badau-Belitung …………..……………………...... 64
Tabel 5.20
Komposisi kimia unsur kelumit untuk pasir silika Badau-Belitung …….….. 65
Tabel 5.21
Komposisi mineral pasir silika Langkat-Sumut …………..…………….…………... 65
Tabel 5.22
Komposisi kimia unsur kelumit untuk pasir silika Batu-Besi Belitung
Timur……………………………………………………………………………………………………. 66
Tabel 5.23
Analisis AAS raw material silika Tuban …………………………………….……….….. 68
Tabel 5.24
Hasil analisis XRF residu hasil pelindian …………………………………………….…. 70
Tabel 5.25
Natrium silikat hasil alkalifusion…………………………………………………………... 71
ix
Tabel 5.26
Hasil pencucian natrium silikat dengan aquades ………………………….…...… 72
Tabel 5.27
Filtrat hasil alkalifusion analisis AAS …………………………………………………….. 73
Tabel 5.28
Analisis AAS filtrat presipitasi ……………………………………………………….…..…. 75
Tabel 5.29
Hasil analisis PSA (Particle Size Analyzer) …………………………………………….. 77
x
I.
PENDAHULUAN
1.1.
Latar belakang
a.
Undang– UndangNomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara:
1. Pasal 95 huruf c: Pemegang IUP dan IUPK wajib meningkatkan nilai
tambah;
2. Pasal 102: Pemegang IUP dan IUPK wajib meningkatkan nilai tambah
dalam pelaksanaan penambangan, pengolahan/pemurnian, dan
pemanfaatan minerba;
3. Pasal 103: Pemegang IUP dan IUPK wajib melakukan pengolahan/
pemurnian hasil penambangan di dalam negeri;
b.
Undang– UndangNo. 30 Tahun 2007 tentang Energi
c.
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara:
1. Pasal 93: Pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi
mineral wajib melakukan pengolahan/pemurnian untuk meningkatkan
nilai tambah, langsung atau kerja sama dengan perusahaan pemegang
IUP dan IUPK lainnya;
2. Pasal 94: Pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi
Produksi batubara wajib melakukan pengolahan untuk meningkatkan
nilai tambah, langsung atau kerja sama dengan perusahaan pemegang
IUP dan IUPK lainnya;
3. Pasal 95: Komoditas tambang yang ditingkatkan nilai tambahnya
adalah mineral logam, bukan logam, batuan, atau batubara;
4. Pasal 96 : Ketentuan tentang tata cara peningkatan nilai tambah
mineral dan batubara diatur dengan Peraturan Menteri.
d.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 tentang
Kebijakan Energi Nasional.
e.
Peraturan Menteri ESDM No. 4 tahun 2010, tanggal 7 Januari 2010
tentang Renstra ESDM 2010-2014, a.l. memuat peningkatan nilai tambah
pertambangan.
f.
Kepmen Ristek No. 193/M/Kp/IV/2010 tanggal 30 April 2010 tentang
Agenda Ristek Nasional 2010-2014.
1
g.
Peraturan Menteri ESDM No. 8 Tahun 2015 tentang peningkatan nilai
tambah mineral melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral
khususnya pada Bab II pasal 5 ayat (2) yang menyatakan bahwa produk
samping/sisa hasil pengolahan dan/atau pemurnian komoditas tambang
mineral logam timah berupa zirkon, ilmenit, rutil, monasit, senotim, dan
terak wajib dilakukan pengolahan dan/atau pemurnian di dalam negeri.
Material maju menurut merupakan material hasil modifikasi dari material yang
sudah ada untuk memperoleh performa yang superior pada satu karakter atau
lebih. Material maju menunjukkan kekuatan yang lebih besar, rasio densitas
kekuatan yang lebih tinggi, kekerasan yang lebih besar dan lebih unggul pada sisi
termal, elektrikal, optikal atau ciri-ciri kimiawi ketika dibandingkan material
tradisional.
Material maju dapat digolongkan menjadi delapan kelompok material:
1. Besi dan paduannya
Biasanya dipergunakan untuk pesawat terbang dan digunakan sebagai bahan
dasar mobil di industri pertahanan. Selain itu dikembangkan juga pada besi
amorf berdasar campuran (alloys) yang dikombinasikan dengan liquid metal
yang menghasilkan kekuatan yang lebih besar, diestimasikan akan menjadi
dua sampai tiga kali lebih kuat daripada besi terbaik. Paduan besi juga lebih
ringan daripada aluminium atau titanium, tetapi lebih murah daripada material
komposit.
2. Structural ceramic, jika keramik konvensional merupakan isolator maka
keramik oksida menghasilkan superkonduktor contohnya intan dan silicon
carbide memiliki konduktivitas termal yang tinggi daripada aluminium atau
tembaga.
3. Polimer bermanfaat dalam mengurangi noise industri aerospace, transportasi,
konstruksi, medis, marine.
4. Komposit maju merupakan perpaduan dari satu atau dua material yang
berbeda baik dari sifat fisik dan kimiawinya dan menghasilkan material
dengan sifat yang sangat berbeda. Biasanya, komposit ini digunakan untuk
material bangunan yaitu semen. Umumnya juga digunakan untuk bangunan,
jembatan dan struktur.
5. Elektronik, magnetic dan material optik seperti semikonduktor dimanfaatkan
sebagai Integrated electronic circuit, devais optoelektronik dan juga untuk
photovoltaic.
6. Medis dan dental material seperti alumina dan calcium phosphate glasses and
carbon fibre reinforced polylactic acid composites
2
7. Material katalis
8. Material untuk bahan bangunan.
Penelitian pengolahan logam tanah jarang dan logam jarang untuk bahan
baku material maju ini difokuskan untuk bahan baku material maju khususnya
untuk:
1.
EBT (energi baru terbarukan) yaitu sebagai energy storage; untuk magnet
permanen LTJ (Ce dan Nd), dan pembuatan membran silika berpori untuk
pemurnian bioetanol.
2. Bidang kesehatan, yaitu pembuatan gadolinium oksida dari logam tanah
jarang untuk contrast agent.
Energi baru terbarukan sangat dibutuhkan pada saat ini karena sumber energi
primer yaitu energi fosil dan nuklir akan habis ketika dieksploitasi. Saat ini,
sumber energi fossil semakin menipis maka manusia kembali melirik sumber
energi alternatif yang jumlahnya sangat banyak, murah dan alami yaitu energi
baru terbarukan. Teknologi energi baru terbarukan yang sudah dikenal dan
diterapkan adalah sel surya, turbin angin, PLTA, dan pompa panas geotermal.
Selain teknologi energi baru terbarukan diatas, sudah saatnya dikembangkan pula
energi baru terbarukan berbasis logam tanah jarang (LTJ) yaitu untuk magnet
permanen.Magnet permanen berbasis LTJ yaitu Nd dan Ce dapat diaplikasikan
untuk Pembangkit Listrik Tenaga Magnet (PLTMn). Keuntungan PLTMn ini
adalah sumber aliran listrik stabil, ramah lingkungan tidak menimbulkan emisi
gas dan kimia berbahaya, tidak terkendala cuaca pada saat pengoperasian dan
bentuknya bisa kecil. Laboratorium Micasa (Swiss) telah melakukan penelitian
PLTMn dengan menggunakan magnet berbasis neodimium. PLTMn juga dapat
digunakan untuk menggerakkan roda kendaraan atau mesin pesawat. PLTMn 7
KW pernah dibuat oleh Troy Reed (Tulsa, Oklahoma (AS), dan telah dipasang di
mobil (AS), yang menggunakan jasa tenaga magnet saja sebagai ‘bahan bakar’
penggerak mobil (tidak ada BBM/gas/lainnya). Mobil bermotor magnet (SURGE)
dapat melaju hingga 137 km/jam.
Aplikasi energi bersih terbarukan memerlukan komponen pendukung seperti
untuk pembangkit listrik tenaga surya dan kendaraan listrik memerlukan
komponen pendukung berupa divais penyimpan energi, yang dikenal sebagai
baterai. Salah satu baterai dengan kinerja terbaik di antara tipe baterai yang ada
dan berkembang saat ini adalah baterai berbasis lithium( Kipouros dkk, 1998).
Lithium merupakan komponen yang berasal dari sumber daya mineral dan
dihasilkan oleh industri pertambangan melalui proses benefisiasi dan
ekstraksi.Beberapa sumber daya mineral pembawa lithium yang sudah diketahui
3
dan secara komersial telah menjadi bahan baku untuk menhasilkan material
prekursor baterai lithium sebagai lithium karbonat diantaranya seperti mineral
lithium spodumeneLiAl(SiO3)2, amblygonite, LiAl(F,OH)PO4, dan pentalite,
LiAl(Si2O5)2 (Kesler dkk, 2012). Mineral pembawa lithium tersebut diprediksi
terdapat di deposit pasir mineral berat diantaranya seperti di deposit bijih timah.
Penyelidikan dan penelitian sumber daya mineral lithium di deposit pasir mineral
berat di wilayah Indonesia, terutama di daerah deposit bijih timah di wilayah
Bangka-Belitung belum ada data menunjukkan kegiataan tersebut. Oleh karena
itu, penelitian identifkasi dan karakterisasi mineral lithium di deposit bijih timah
sebagai upaya untuk memastikan ketersediaan sumber daya lithium untuk
pengembangan industri baterai lithium di dalam negeri.
Salah satu EBT selain yang telah disebutkan diatas adalah energi biofuel. Biofuel
yang saat ini popular dikembangkan adalah bioetanol (C2H5OH). Bioetanol
mampu menghasilkan angka oktan yang tinggi, sehingga ketika dicampurkan
dengan bahan bakar fosil (gasoline) efisiensi bahan bakar meningkat dan dapat
menutupi kepadatan energi yang rendah jika dibandingkan dengan
bensin.Bioetanol lebih ramah lingkungan dibandingkan minyak bumi karena
mempunyai rantai karbon yang lebih rendah dibandingkan bahan bakar fosil.
Penggunaan energi ramah lingkungan juga menjadi perhatian pemerintah
Indonesia, mengingat saat ini Indonesia menempati urutan ketiga setelah Amerika
dan Cina dalam hal produksi emisi gas rumah kaca.
Dengan regulasi yang telah dibuat oleh pemerintah, diharapkan pemanfaatan
bioetanol semakin meningkat. Mekanisme pemanfaatan bioetanol sendiri
dilakukan dengan pencampuran bioetanol dan bensin dengan persentase tertentu
hingga pada tahun 2025 ditargetkan komposisi campuran bensin dan bioetanol
adalah 80:20. Namun, pelaksanaan regulasi tersebut melalui mandatori
pemerintah terhadap penggunaan bioetanol nyaris tidak menunjukan realisasinya.
Dalam hal ini, pemerintah masih kurang serius menerapkan kebijakan
diversifikasi energi tersebut. Akibatnya, pangsa pasar bioetanol pun mengalami
keterpurukan. Hal ini berakibat pada industri-industri bioetanol di Indonesia yang
semakin terancam bangkrut, khususnya pada pabrik-pabrik skala rumahan.
Pada awalnya, industri beranggapan bahwa bioetanol yang dihasilkan akan
diterima oleh Pertamina, atau lembaga lain yang bertugas sebagai pembeli siaga
(off taker). Namun, karena kualitas bioetanol tidak memenuhi persyaratan yang
ditetapkan Pertamina (kemurnian 99%), dimana bioetanol yang dihasilkan hanya
memiliki kemurnian 90%. Hal ini disebabkan hanya perusahaan-perusahaan
besarlah yang memiliki teknologi yang mampu menghasilkan kemurnian hingga
99%(full grade etanol).
4
Pemurnian bioetanol dapat dilakukan dengan cara distilasi atau menggunakan
membran. Pemurnian bioetanol dengan cara distilasi memiliki kelemahan karena
campuran air dan etanol dapat membentuk azeotrop, yaitu kondisi dimana air dan
etanol tidak dapat dipisahkan lagi dengan cara distilasi biasa sehingga kemurnian
etanol sulit ditingkatkan lagi. Kondisi ini dicapai pada fraksi mol etanol 89%.
Selainitu, cara distilasi memiliki kelemahan pada efisiensi energi yang rendah,
membutuhkan energi yang besar dan menghasilkan emisi karbondioksida.
Pemurnian bioetanol dengan menggunakan membran bisa menjadi solusi. Metode
ini dapat menghasilkan etanol dengan kemurnian tinggi (>95%). Penggunaan
membran berbasis mineral silikat atau aluminosilikat seperti pasir silika dan zeolit
sudah dikembangkan di beberapa negara di dunia. Membran yang terbuat dari
silika memiliki sifat permselektivitas yang baik terhadap etanol.
Penelitian mengenai penyiapan nano partikel silika sudah dilakukan dari tahun
2011 di Puslitbang Tekmira. Hasil dari penelitian ini adalah gel silika yang
partikelnya berukuran 40-80 nm [Wahyudi, dkk., 2011]. Gel silika inilah yang
merupakan bahan baku pembuatan membran silika.
Road map penelitian pemanfaatan LTJ dan LJ untuk bahan baku material maju
dapat dilihat pada Gambar 1.1.
5
 Diperolehnya proses pengolahan tailing
timah menjadi monasit, ilmenit dan
zirkon.
 Profil investasi pembangunan pabrik
pengolahan taling timah
 Ekonomi lingkungan proses ekstraksi
2012
 Diperolehnya kondisi optimum proses
reduksi Y dan Ndperolehan>90%.
 Diperolehnya kondisi optimum proses
ekstraksi Gd skala 5kg umpan dengan
kemurnian dan perolehan >95%
 Identifikasi dan evaluasi LTJ dalam abu
batubara
 Kajian keekonomian difokuskan pada
kelayakan proses reduksi Ce
 Kajian upaya pengelolaan lingkungan
proses reduksi
2013
2014
 Diperolehnya kondisi optimum proses
reduksi Ce dan Nd perolehan>90% dalam
tube vacum furnace.
 Optimalisasi pemisahan Gd-oksida hingga
diperoleh produk Gd-oksida yang sesuia
untuk MRI
 Pembuatan membran berbasis silika
untuk pemurnian bioetanol
2015
2016

2017

 Diperoleh kondisi reduksi optimum
logamCe dan Yperolehan>90%.
 Kajian keekonomian difokuskan
pada kelayakan proses ekstraksi
monasit
 kajian lingkungan proses ekstraksi
metode asam dan basa
 Diperolehnya optimasi proses
reduksi Y, Ce dan Nd perolehan>90%
 Diperolehnya kondisi optimum
proses ekstraksi Gd skala 250gr
umpan dengan kemurnian dan
perolehan >95%
 DED untuk produksi Gd dari monasit
dan Ce logam dari Ce oksida
 Ekstraksi LTJ dari abu batubara
 Sintesis dan karakterisasi material
berpori berbasis mineral silikat
sebagai penyaring molekul
 EPC pilot plant Gd
 Kajian keekonomian ekstraksi Gd
 Kajian proses reduksi Ce dan Nd
dalam tube vacuum furnace
GOAL
Paket
teknologi
ekstraksi Gd
dan Ce logam
(dokumen
teknoekonomi, QC)
Engineering
Design
ekstraksi
logam Ce,Nd
dan Gd
Gambar 1.1. Roadmappenelitian.
6
1.2.
Ruang lingkup kegiatan
1.2.1
Logam tanah jarang untuk bahan baku material maju
Pada tahun anggaran 2016, penelitian yang berkaitan dengan unsur logam tanah
jarang difokuskan pada optimasi proses reduksi logam Ce dan Nd, dan
optimalisasi pemisahan Gd-oksida dengan ruang lingkup kegiatan sebagai berikut:
a) Pengambilan contoh LTJ-hidroksida;
b) Proses reduksi oksida logam tanah jarang menjadi logamnya;
1) Optimasi proses reduksi Nd2O3 menjadi logam Nd
2) Optimasi proses reduksi Ce2O3 menjadi logam Ce
c) Optimasi pemisahan Gd-oksida dari LTJ-hidroksida;
d) Sosialisasi hasil penelitian melalui seminar dan media cetak terkait logam
tanah jarang di Indonesia.
1.2.2
Logam jarang untuk bahan baku material maju
Kajian identifikasi dan karakterisasi benefisiasi mineral pembawa lithium dari
deposit bijih timah mencakup:
-
Studi literatur
-
Pengambilan contoh bahan baku penelitian;
-
Karakterisasi bahan baku penelitian;
-
Pemisahan dengan menggunakan metode konsentrasi: berat jenis,
kemagnetan dan konduktivitas;
-
Karakterisasi produk konsentrasi mineral bijih timah yang berupa
konsentrat mineral silikat terdiri dari analisis mineralogi dan analisis
komposisi kimia untuk menentukan kandungan unsur lithiumnya.
1.2.3
Pembuatan membran silika untuk pemurnian bioetanol
Ruang lingkup kegiatan penelitian untuk pembuatan membran silika, yaitu sintesis
nanosilika, pembuatan membran silika dan uji pemisahan etanol dan air. Tahapan
kegiatan yang dilakukan terdiri dari :
a)
b)
c)
d)
Pengambilan sampel silika;
Preparasi dan karakterisasi sampel ;
Pemisahan sampel dari pengotor;
Proses alkalifusion untuk sintesis nano silika;
7
e) Pembuatan membran dengan metode dip coating;
f) Karakterisasi membrane;
g) Analisis dan uji pemisahan etanol dan air.
1.3
Tujuan
Tujuan penelitian di tahun anggaran 2016 ini adalah:
1) Penguasaan teknologi proses reduksi LTJ khususnya Ce dan Nd.
2) Penguasaan teknologi proses pemisahan Gd-oksida dari LTJ-hidroksida
3) Mensinergikan aktivitas penelitian dan pengembangan LTJ guna mewujudkan
industri LTJ di Indonesia
4) Mensosialisasikan kemajuan penelitian LTJ di Indonesia
5) Mengkarakterisasi sumber daya mineral lithium dalam deposit bijih timah dan
pemilihan jalur benefisiasinya untuk memperoleh produk konsentrat bijih
lithium dengan kadar ≥ 4%-LiO2.
6) Menghasilkan membran silika mesopori yang memiliki sifat permselektivitas
terhadap etanol
1.4
Sasaran
Sasaran penelitian di tahun anggaran 2016 ini adalah:
a) Dihasilkannya kondisi proses pembuatan logam Ce dan Nd dengan perolehan
>90%.
b) Diperolehnya kondisi proses pemisahan Gd-oksida dari LTJ hidroksida yang
dihasilkan oleh pilot plant PT. Timah.
c) Tersosialisasikannya penelitian tentang pengolahan LTJ di media cetak dan
seminar.
d) Diperolehnya informasi data karakteristik deposit mineral lithiumdan jalur
benefisiasi untuk peningkatan kadar lithium sebagai konsentrat dengan kadar
sekurang-kurangnya 4%-LiO2 dan mendapatkan gambaran mineralogi sumber
daya mineral lithium berhubungan dengan mineral pengotor yang akan
dipisahkan secara optimal sehingga memenuhi syarat untuk menjadi bahan
umpan proses ekstraksi untuk menghasilkan lithium karbonat.
e) Diperoleh membran silika mesopori yang memiliki karakteristik nilai fluks >2
mol/m2 jam dan faktor pemisahan (α) >5.
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Pengertian logam tanah jarang
Logam tanah jarang (LTJ) atau rare earth elements (REE) beberapa referensi
menyebutkan unsur tanah jarang (UTJ) atau rare earth adalah satu kelompok
unsur-unsur logam yang memiliki kesamaan sifat secara fisikadan kimia yang
berada pada kelompok lantanida di dalam sistem periodik unsur. Skandium dan
yttrium dimasukkan ke dalam LTJ dengan pertimbangan kesamaan sifat kimia dan
fisikanya terhadap kelompak lantanida.
Logam Tanah Jarang (LTJ) merupakan kelompok lantanida dalam sistem periodik
unsur yang memiliki 14 unsur kimia, terdiri atas Ce-Pr-Nd-Pm-Sm-Eu-Gd-TbDy-Ho-Tr-Tm-Yb-Lu (cerium, praseodymium, neodymium, prometium,
samarium, europium, gadolinium, terbium, dysprosium, holmium, erbium, tulium,
ytterbium, and lutetium). Logam grup lain yang sering berasosiasi dalam mineral
yang sama adalah Sc-Y-La (scandium, yttrium dan lantanum). Keberadaan unsur
logam tanah jarang dalam sistem tabel periodiksusunan berkala dan
dikelompokkan lagi menjadi LTJ berat (heavy) dan ringan (light) yang diberi
warna berbeda, masing masing jingga dan ungu, pada tabel periodik (Gambar
2.1).
Gambar 2.1. Tabel susunan berkala (periodik).
Unsur tanah jarang (REE) tidak seperti namanya, sebagaimana tulium (Tm) dan
lutetium (Lu) merupakan dua unsur yang terkecil kelimpahannya di dalam kerak
bumi tetapi 200 kali lebih banyak daripada kelimpahan emas (Au). Meskipun
demikian unsur-unsur tersebut sangat sulit untuk diekspoitasi karena
konsentrasinya tidak cukup tinggi untuk ditambang secara ekonomis.
REE yang paling melimpah di antaranya adalah cerium, yttrium, lantanum dan
neodymium; kelimpahan rata-rata di dalam kerak bumi serupa dengan logamlogam kromium (Cr), nikel (Ni), seng (Zn), molibdenum (Mo), timah putih (Sn),
tungsten (W) dan timbal (Pb). Semua REE merupakan logam dan kelompok ini
9
juga disebut sebagai logam tanah jarang (LTJ), memiliki sifat-sifat serupa dan
sering ditemukan bersamaan di dalam cebakan-cebakan. LTJ tidak ditemukan di
bumi sebagai unsur bebas melainkan dalam bentuk senyawa (mineral) kompleks
karbonat ataupun fosfat.Mineral tersebut tidak bisa didapatkan dengan mudah
karena jumlahnya yang sangat terbatas. Terlebih lagi, mineral tersebut tidak
terpisah sendiritetapi tercampur dengan mineral lain.Mineral-mineral yang
mendominasi dalam senyawa LTJdi atas adalah lanthanum (La), cerium (Ce),
neodymium (Nd). Sehingga mineral ini menjadi ekonomis untuk dilakukan proses
ekstraksi yang menyebabkan pemanfaatan ketiga mineral ini sangat tinggi bila
dibanding dengan mineral LTJ lainnya.
2.2.
Pemanfaatan logam tanah Jarang
LTJ sesuai dengan namanya merupakan senyawa mineral dengan REE yang
sangat langka atau kelimpahannya sangat sedikit. Keterdapatan di alam berupa
senyawa kompleks umumnya senyawa fosfat dan karbonat. Dengan
perkembangan teknologi pengolahan material, LTJ semakin dibutuhkan umumnya
pada industri teknologi tinggi.
LTJ banyak diburu bersama paduannya karena digunakan untuk banyak peralatan
dalam kehidupan sehari-hari, di antaranya berupa: memori komputer, DVD,
baterai isi ulang, telepon selular, konventer katalis kendaraan bermotor, magnet,
lampu fluoresen dan lain-lain. Bahkan kegunaan untuk komputer dan DVD telah
tumbuh lebih cepat daripada telepon selular. Berbagai tipe rechargeable batteries
yang banyak mengandung cadmium (Cd) atau timbal, sekarang digantikan dengan
batere rechargeable lanthanum-nickel-hydride (La-Ni-H). Demikian halnya pada
baterai
komputer,
baterai
mobil
dan
peralatan
komunikasi
banyakmenggunakanLTJ karena daya pakai yang lebih lama, mudah diisi ulang
(recharge) dan mudah didaur ulang.
Bila melihat kondisi pasar REE setidaknya pada dekade terakhir ini, kebutuhan
dunia terus meningkat terutama disebabkan kegunaannya dalam industri
berteknologi tinggi. Pada teknologi tinggi berupa industri magnetic
refrigeneration karena REE mempunyai daya magnet yang sangat kuat.
Untuk memenuhi kebutuhan dunia sudah sejak lama mengandalkan potensi yang
ada di Tiongkok (China). Sekitar 90 % kebutuhan dunia dipasok dari Tiongkok.
Akan tetapi akhir-akhir ini pemerintah Tiongkok mulai membatasi produksinya
hingga 60% yang berdampak semakin mahal dan langkanya komoditas ini di
pasaran global. Harganya pun sempat meroket meskipun belakangan harga ini
mulai menurun. Sebagai gambaran pada bulan Agustus 2012 harga Nd (99%)
mencapai lebih dari 450.000 dollar AS (sekitar 4,3 milyar rupiah) per ton dan Ce
10
oksida (99%) mencapai 150.000 dollar AS (sekitar 1,4 milyar rupiah) per ton FOB
Tiongkok.
Pada kenyataannya, banyaknya permintaan baterai isi ulang yang dibuat dari
senyawa LTJ sejalan dengan permintaan akan perangkat elektronik portabel
telepon selular, komputer dan kamera. Beberapa senyawa LTJ digunakan untuk
pembuatan baterai yang dibutuhkan sebagai pembangkit tenaga listrik pada
kendaraan bermotor. Sejalan dengan perhatian terhadap ketidaktergantungan
pemanfaatan energi, perubahan iklim dan isu-isu tentang penjualan kendaraan
listrik yang menggunakan baterai, sehingga menyebabkan permintaan akan
senyawa logam tanah jarang meningkat lebih cepat. Pemicu peningkatan
permintaan senyawa-senyawa LTJ juga sejalan dengan peningkatan kebutuhan
bahan pembuat katalis, fosfor, turbin angin, kendaraan hibrida, dan pemoles
untuk pengendali pencemaran udara, layar iluminasi pada perangkat elektronik
dan gelas optik (Gambar 2.2).
Gambar 2.2. Beberapa produk industri berbasis REE.
2.3.
Logam tanah jarang untuk bahan baku material maju
Monasit merupakan sumber utama logam tanah jarang ringan, diperoleh sebagai
produk samping dari penambangan dan pengolahan mineral berat seperti ilmenit,
rutil, dan zirkon (Australia, Brazilia, Cina dan India); serta kasiterit, ilmenit dan
zirkon (Malaysia, Thailand dan Indonesia).
Di Indonesia, berdasarkan hasil studi BATAN, terdapat beberapa daerah potensi
deposit monasit, yaitu Bangka Belitung, Karimata/Ketapang, Rirang-Tanah Merah
(Atmawinata, 2011).
11
Logam tanah jarang tidak ditemukan berupa unsur bebas dalam lapisan kerak
bumi, tetapi berbentuk senyawa kompleks. Untuk mendapatkan unsurnya, perlu
dilakukan proses pemisahan terlebih dahulu dari senyawa kompleks tersebut. Jalur
proses produksi logam tanah jarang dari bijih dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3. Jalur proses produksi LTJ dari bijih (Iags, 2012).
Fokus penelitian yang dilakukan oleh Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara
adalah pembuatan logam tanah jarang dari oksidanya.
2.3.1. Reduksi oksida LTJ menjadi logam
Logam-logam tanah jarang dapat dipisahkan dengan mereduksi oksidanya
menjadi logam dengan kemurnian hampir 95% tergantung dari pengotornya.
Metode untuk mereduksi oksida-LTJ dapat dilakukan melalui proses elektrolisis
dan proses metalotermik.
1. Proses elektrolisis
Proses ini dibagi menjadi dua, yaitu:
 Dekomposisi dari RE-Cl3 dengan melarutkannya dalam lelehan garam
alkali atau alkali tanah.
 Dekomposisi RE-oksida dengan melarutkannya dalam garam flourida.
12
Metode elektrolisis ini memiliki beberapa kelemahan, yaitu: penggunaan
elektroda yang mahal dan cukup konsumtif, penggunaan garam klorida atau
flourida untuk mencegah pembentukan garam REOCl yang tidak diinginkan,
membutuhkan suhu yang tinggi (>1000oC), perolehan logam rendah (<40%),
dan proses reduksi RE-Cl3 akan menghasilkan gas klorin yang sangat korosif.
Sedangkan kelebihannya adalah proses ini dapat dilakukan secara kontinu.
2. Proses metalotermik
Proses ini dibagi menjadi dua, yaitu:
 Reduksi RE-F3 dengan logam Ca (calciothermic process).
 Reduksi RE-O2 dengan logam Ca.
Proses metalotermik ini memiliki kerugian yaitu: suasana proses non-oksidasi
dan membutuhkan energi yang tinggi. Sedangkan kelebihannya perolehan
logam yang dihasilkan >90%. Proses metalotermik yang sedang
dikembangkan saat ini adalah Ames Process yang dikembangkan di Amerika.
Ames Processditujukan untuk membuat logam tanah jarang dengan kemurnian
yang tinggi dan mendapatkan uranium untuk “Proyek Manhattan” melalui
reduksi metalotermik dari garam-logam menggunakan logam alkali tanah:
2RF3 + 3Ca  2R + 3CaF2
Dalam proses ini, tanah jarang flourida (RF3) direduksi dengan logam Ca
menghasilkan logam tanah jarang dan terak kalsium flourida. RF3 dihasilkan
dengan mereaksikan tanah jarang oksida (R2O3) dengan asam flourida (HF)
sesuai dengan reaksi di bawah ini:
R2O3 + 6HF  2RF3 + 3H2O
Selain itu, prosesAmesjuga mencakupreduksi langsungdarioksidatanah
jarangdengan lantanum untuk empatlogam tanah jarangyang memilikitekanan
uap yang sangat tinggi, yaituSm, Eu, Tm, danYb.
R2O3 + 2La  La2O3 + 2R(g)
Penggunaaanlogamlantanum untuk mereduksi langsungoksida tanah jarang,
spesiesyang memiliki tekanan uaptinggidipisahkan dengancara sublimasi,
sehinggakeluar sebagai gasyangterkondensasi kemudian dipadatkandalam
kondensor. Pemilihan metode untuk mereduksi oksida tanah jarang dapat
ditentukan berdasarkan titik leleh-didih logam tanah jarang yang dapat
dilihatpadagrafik di Gambar 2.4.
13
Gambar 2.4. Grafik titik leleh-didih logam tanah jarang(Riedenman, 2011).
Dari grafik terlihat jelas titik didih dan leleh dari tiap-tiap logam tanah jarang.
Titik didih merupakan indikatortekananuaprelatif terhadapmasing-masing logam.
Jika grafik tersebut disusun ulang berdasarkan kenaikan berat atomterhadap
kenaikan titik didih,maka akan diperoleh grafik seperti pada Gambar 2.5.
Gambar 2.5. Grafik titik didih- leleh LTJ berdasarkan kenaikan berat atomnya(Riedenman,
2011).
Jalur proses untuk membuat logam tanah jarang dapat ditentukan berdasarkan
4 (empat) jalur proses seperti pada grafik diatas. Keempat jalur proses tersebut:
1. Titik leleh rendah ke titik leleh tinggi, sangat tinggi tekanan uap logam.
• Reduksilangsung oksidanya/sublimasi.
• Pemurnian dilakukan dengan sublimasi.
2. Titik leleh tinggi, cukup tinggi tekanan uap logam.
• Reduksi dengan logam kalsium dari bentuk fluoridanya.
14
• Vacuum casting untuk menghilangkan pengotor yang mudah menguap.
• Sublimasi untuk menghilangkanspesi yang tidak menguap.
3. Titik leleh sedang ke titik leleh tinggi, tekanan uap logam sedang.
• Reduksi dengan logam kalsium dari bentuk flouridanya.
• Vacuum casting untuk menghilangkan pengotor yang mudah menguap.
• Distilasi untuk menghilangkan spesi yang tidak mudah menguap.
4. Titik leleh rendah, tekanan uap logam rendah.
• Reduksi dengan logam kalsium dari fluoridanya.
• Vacuum casting untuk menghilangkan pengotor yang mudah menguap.
• Pengendapan tantalum (Ta).
Pada proses ke-4, tekanan uap menurun ke tingkat yang rendah sehingga tidak
dapat dilakukan proses sublimasi atau distilasi. Neodimium (Nd) memiliki
tekanan uap yang mendekati skandium (Sc). Namun, Nd memiliki kelarutan yang
jauh lebih rendah dari Ta, sehingga kemurnian Nd tinggi untuk proses ke-4 ini.
2.3.2. Ekstraksi gadolinium oksida (Gd-oksida) dari LTJ-hidroksida
Batuan gadolinium yang berwarna merah delima digunakan dalam penerapan
gelombang mikro dan senyawa gadolinium digunakan sebagai senyawa fosfor
pada televisi berwarna. Pada konsentrasi1%, gadolinium bisa meningkatkan
kemampuan alloy besi, krom, dan alloy yang terkait, juga meningkatkan
ketahanan terhadap oksidasi. Gadolinium memiliki pergerakan magnet yang
sangat tinggi dan unik, dan untuk suhu Curie (suhu di mana sifat feromagnetisme
menghilang) hanyalah pada suhu kamar, yang artinya gadolinium bisa digunakan
sebagai komponen magnet yang bisa mendeteksi panas dan dingin.
Sebagaimana unsur radioaktif lainnya, gadolinium memiliki warna putih
keperakan, berkilau seperti logam, dan mudah ditempa. Pada suhu kamar,
gadolinium mengkristal dalam bentuk heksagonal atau bentuk alfa dengan
kerangka tertutup. Selama pemanasan hingga 1235oC, gadolinium alfa berubah
menjadi bentuk beta yang memiliki struktur kubus berpusat badan.
Gadolinium (Gd) adalah elemen yang unik dan kuat dalam kimia dan biomedis
yang dapat diterapkan secara bersamaan untuk Magnetic Resonance Imaging
(MRI), X-ray Computed Tomography (CT), dan terapi menangkap neutron untuk
kanker.
Proses pemisahan gadolinium dari dari logam tanah jarang terdiri dari dua tahapan
proses yaitu tahap pengelompokkan logam tanah jarang dan tahap pemisahan
unsur gadolinium. Gadolinium diperoleh dari proses pemisahan logam tanah
jarang hidroksida (LTJ(OH)3) dalam bentuk gadolinium oksida (Gd-Oksida).
15
Proses pemisahan dilakukan pada 10 kg LTJ(OH)3 yang diperoleh dari PT. Timah
Bangka.
LTJ(OH)3 atau UTJ(OH)3 yang bersumber dari PT. Timah Bangka memiliki
kemurnian 96%. Untuk memurnikannya, diperlukan dua tahapan utama yaitu
pelarutan dan pengendapan. Pelarutan dilakukan menggunakan asam kuat
sedangkan pengendapan menggunakan ammonium oksalat.Pada tahap pelarutan,
LTJ(OH)3 dan pengotornya dilarutkan secara sempurna dengan menggunakan
larutan HNO3 65%. Proses pelarutan dilakukan pada sebuah tangki berpengaduk
pada suhu 90oC dengan reaksi yang terjadi yaitu sebagai berikut:
UTJ(OH)3(s) + 3HNO3(aq) + 3H2O(l) → UTJ(NO3)3.6H2O(aq)
Setelah seluruh LTJ terlarut sempurna maka dilakukan penambahan ammonium
oksalat 25% untuk mengendapkan unsur tanah jarang dari unsur non tanah jarang.
Unsur tanah jarang diperoleh dalam bentuk endapan unsur tanah jarang oksalat
berwarna putih kristal, sedangkan unsur non tanah jarang akan tetap larut dalam
filtrat. Adapun reaksi yang terjadi saat penambahan ammonium oksalat ialah
sebagai berikut:
2UTJ(NO3)3.6H2O (aq) + 3(NH4)2C2O4(aq) → UTJ2(C2O4)3,10H2O(s) + 6NH4NO3(aq) + 2H2O(l)
Pada reaksi tersebut terbentuk garam LTJ oksalat, kemudian larutan dicuci dengan
menggunakan air dan ditambahkan ammonium hidroksida (NH4OH). Ciri
terbentuknya LTJ oksalat ialah munculnya endapan-endapan berwarna putih.
Penambahan air pencuci dan NH4OH bertujuanuntuk memaksimalkan perolehan
endapan unsur tanah jarang. Proses ini dilakukan karena kelarutan LTJ oksalat
dalam air sangat dipengaruhi oleh pH. Apabila pH larutan meningkat maka
kelarutan LTJ oksalat akan menurun.
Endapan LTJ yang telah terbentuk akan disaring dengan menggunakan screw
press filter. Endapan inilah yang akan diproses lebih lanjut sedangkan filtrat yang
sebagian besar mengandung non-LTJ akan dibuang ketempat penampungan
sementara.
Selanjutnya, dilakukan proses pengendapan selektifterhadap endapan yang
terbentuk. Proses pengendapan selektif ini didasarkan pada pengelompokan LTJ.
Menurut Shweet al. (2008), larutan unsur tanah jarang yang telah larut dipisahkan
ke dalam unsur tanah jarang kelompok berat, sedang dan ringan. LTJ berat yang
terdapat pada aliran proses ialah Dy (disprosium) sedangkan LTJ sedang yang
terdapat pada aliran proses ialah europium (Eu), gadolinium (Gd), samarium (Sm)
dan terbium (Tb). LTJ ringan yang terdapat pada aliran proses ialah serium (Ce),
lantanum (La), neodimium (Nd) dan praseodimium (Pr). Pemisahan kelompokkelompok ini ialah dengan cara mengatur pH operasi pada pengendapan. Nilai pH
16
operasi untuk mengendapkan LTJ berat ialah 6,50, LTJ sedang 7,08 dan LTJ
ringan 8,30.
Proses awal pengendapan selektif ialah dengan melarutkan endapan LTJ oksalat
menggunakan HNO3 65%. Setelah seluruh endapan larut dan menjadi homogen,
kemudian larutan LTJ ini akan ditambahkan NH4OH hingga mencapai pH 6,5.
Pada kondisi ini, LTJ berat mengendap kemudian disaring. Filtrat dari proses ini
akan masuk pada tahap pengendapan LTJ sedang.Filtrat yang mengandung LTJ
sedang dan LTJ ringan akan dinaikkan pH nya hingga 7,08 dengan penambahan
air. Pada pH operasi ini, LTJ sedang mengendap kemudian disaring. Endapan
inilah yang diproses ke tahap selanjutnya karena memiliki kandungan Gd.
Endapan LTJ sedang yang tersaring kemudian dilarutkan kembali agar dapat
diekstraksi selektif. Pelarutan endapan LTJ sedang menggunakan HNO3 1%.
Pelarutan ini bertujuan untuk meningkatkan pH dan mempermudah proses
ekstraksi. pH operasi yang digunakan ialah pada pH 3.Setelah endapan terlarut
dan diatur pH nya menjadi 3, Gd diekstraksi menggunakan ekstraktan DBDTP
(di-butyl di-thio phosphate) dengan pelarutorganik berupa heksana. Ekstraksi Gd
dilakukan melalui 5 tahapan,selain diekstrak menggunakan pelarut heksan, LTJ
yang sudah terikat pada ligan DBDTP melepaskan LTJ apabila pH diatas 7.
Proses ini disebut scrubbingkarena solute berpindah dari fase air ke fase organik.
Proses scrubbing Gd dilakukan dengan 5 tahapan. Gd yang diambil sekarang
berada pada fase air.
Logam Gd yang telah di-scrubbing oleh air ditambahkan ammonium oksalat agar
mengendap. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan endapan Gd oksalat. Gd oksalat
inilah yang kemudian diubah menjadi Gd oksida menggunakan tungku peleburan.
Garam Gd oksalat yang telah terbentuk disaring terlebih dahulu sebelum
direaksikan di dalam tungku peleburan. Pada proses di dalam tungku peleburan,
Gd oksalat terurai menjadi Gd oksida. Secara ringkas, reaksi penguraian Gd
oksalat menjadi Gd oksida ialah sebagai berikut:
Gd2(C2O4)3.10H2O(s)→ Gd2O3(s) + 10 H2O(g) + 3 CO2(g) + 3 CO(g)
Produk akhir yang diperoleh yaitu Gd2O3 yang diharapkan dapat diterapkan untuk
Magnetic Resonance Imaging (MRI), X-ray Computed Tomography (CT), dan
terapi menangkap neutron untuk kanker.
2.4.
Logam jarang untuk material maju (lithium)
Baterai berbasis lithium merupakan baterai paling unggul dibandingkan
tipe baterai lainnya hingga saat ini. Ada lima kriteria untuk kualitas unggul suatu
baterai, yaitu kerapatan energi atau daya, lama waktu penggunaan, keselamatan,
17
kinerja dan biaya. Material prekursor berbasis lithium sebagai komponen baterai
ditinjau dari kriteria kualitas unggul suatu baterai merupakan yang terbaik
sehingga unsur lithium akan terus meningkat kebutuhan dan penggunaannya ke
depan (Arai dkk, 2004; Ebenspenger dkk, 2005).
Pemanfaatan dan pengembangan baterai berbasis lithium sebagai energy storage
saat ini paling mendominasi penggunaannya pada berbagai perangkat elektronik
yang bersifat mobile, terutama menjadi krusial pada pengembangan mobil listrik.
Baterai berbasis lithium penggunaannya pada kendaraan listrik sebagai energy
storage menjadi salah satu kunci dalam pengembangan mobil listrik kedepan.
Pada saat ini energy storage yang mempunyai kapasitas energi yang tinggi
(Wh/kg) masih sangat tergantung pada komponen lithium (Oumellal dkk, 2008).
Pada Gambar 2.6 menunjukkan perbandingan berbagai tipe baterai yang saat ini
ada dipasaran.
Gambar 2.6. Tipe baterai dan kerapatan energinya (Ebensperger dkk, 2005).
Pengembangan baterai berbasis lithium akan mencapai kerapatan energi hingga
500 Wh/kg dan diprediksi pengembangannya terutama untuk penggunaan pada
kendaraan listrik yang sangat memerlukan karakteristik seperti ini. Kemampuan
baterai dengan karakteristik tersebutakan menentukan kemampuan jarak tempuh
dan pengembangan kehandalannya kedepan untuk mobil listrik seperti
digambarkan pada Gambar 2.7.
18
Gambar 2.7. Perkembangan penelitian baterai berbasis lithium (Kipouros dkk, 1998).
Produksi unsur lithium saat ini berasal dari tiga jenis sumber daya lithium yang
secara global diperkirakan mencapai 43,6 juta metrik ton (MT),yaitu air asin
(continental brine), batuan pegmatit (hard-rock) dan batuan sedimen (clay). Air
asin benua (brine) dan pegmatit (atau bijih, hard-rock) adalah sumber utama
untuk produksi lithium komersial saat ini. Pada Gambar 2.8 diperlihatkan negara
dan tipe jenis deposit lithium yang saat ini telah diketahui data potensinya (Kesler
dkk, 2012; Mohr dkk, 2012).
19
Gambar 2.8. Jenis deposit lithium global dan potensinya di beberapa negara.
Ada 13 mineral lithium yang diketahui dan hanya beberapa mineral lithium yang
secara komersial penting (Samoilov dkk, 2008; Xu dkk, 2016), yaitu:

Spodumene LiAl(SiO3)2, dengan kandungan 4 – 8-% lithia (Li).

Amblygonite, LiAl(F,OH)PO4, dengan kandungan 8 – 10-% lithia (Li).

Lepidolite, lithium mica, KliAl (OH,F)2Al(SiO4)3, atau K2Li4Al2F4Si8O22
(komposisi kimia kompleks) dengan kandungan 2 – 4-% lithia (Li).

Zinnwaldite, lithium iron mica, Li2K2Fe2Al4Si7O24, dengan kandungan 2-3,5% lithia (Li).

Petalite, LiAl(Si2O5)2, dengan kandungan 2 – 4-% lithia (Li).

Triphylite, Li(Fe, Mn)PO4, dengan kandungan 2 – 6-% lithia (Li).

Lithiophilite, Li(Mn, Fe)PO4, dengan kandungan 2 – 6-% lithia (Li).
Mineral bijih utama lithium yang terbentuk dari batuan, terutama dari deposit
granite, pegmatite dan deposit placer, adalah mineral spodumene (LiAlSi2O6),
petalite, LiAl(Si2O5)2, lepidolite (KLi2Al(Al,Si)3O10(F,OH)2 dan amblygonite
(Li,Na)AlPO4(F,OH). Mineral lithium tersebut keterdapatannya berasosiasi
dengan mineral cassiterite (bijih timah), columbite-tantalite, ilmenite, zircon,
monazite, beryl, apatite, quartz, tourmaline, dan feldspar.
Beberapa usaha pertambangan penghasil konsentrat mineral lithium di global
memberikan informasi terkait dengan cut off grade, salah satunya dari Australia’s
20
Economic Demonstrated Resources (EDR) untuk tambang bijih lithium di Mount
Marion, Kalgoorlie; Mount Cattlin, Ravensthorpe bagian Utara;dan Pilgangoora,
Port Hedland; semuanya di West Australia (WA) dengan nilai besaran rata-rata
1,1%-Li2O (nilai besaran secara umum antara 0.8%-5%-Li2O).
2.5. Pembuatan membran silika untuk pemurnian bioetanol
Bioetanol merupakan salah satu jenis biofuel (bahan bakar cair dari pengolahan
tumbuhan) di samping biodiesel. Bioetanol adalah etanol yang dihasilkan dari
fermentasi glukosa (gula) yang dilanjutkan dengan proses distilasi. Proses distilasi
dapat menghasilkan etanol dengan kadar 95% volume, untuk digunakan sebagai
bahan bakar (biofuel) perlu lebih dimurnikan lagi hingga mencapai 99% yang
lazim disebut fuel-gradeetanol (FGE).
Secara umum, proses pengolahan bahan berpati seperti ubi kayu, jagung dan sagu
untuk menghasilkan bioetanol dilakukan dengan beberapa urutan proses. Pertama
adalah proses hidrolisis, yakni proses konversi pati menjadi glukosa. Prinsip dari
hidrolisis pati pada dasarnya adalah pemutusan rantai polimer pati menjadi unitunit dekstrosa (C6H12O6). Pemutusan rantai polimer tersebut dapat dilakukan
dengan berbagai metode, misalnya secara enzimatis, kimiawi ataupun kombinasi
keduanya.
Hidrolisis secara enzimatis memiliki perbedaan mendasar dibandingkan hidrolisis
secara kimiawi dan fisik dalam hal spesifitas pemutusan rantai polimer pati.
Hidrolisis secara kimiawi dan fisik akan memutus rantai polimer secara acak,
sedangkan hidrolisis enzimatis akan memutus rantai polimer secara spesifik pada
percabangan tertentu. Tahap kedua adalah proses fermentasi untuk mengkonversi
glukosa (gula) menjadi etanol dan CO2. Fermentasi etanol adalah perubahan 1 mol
gula menjadi mol etanol dan 2 mol CO2. Reaksi yang terjadi pada proses produksi
etanol/bio-etanol secara sederhana ditujukkan pada reaksi 1 dan 2.
nC6H12O6………………………………. (1)
H2O + (C6H10O5)n
Enzim(pati)
(C6H12O6)n
Ragi(glukosa)
(glukosa)
2 C2H5OH + 2 CO2 ……………………………… (2)
(etanol)
Pemurnian bioetanol
Setelah proses fermentasi selesai, dilakukan distilasi untuk memisahkan etanol.
Distilasi merupakan pemisahan komponen berdasarkan titik didihnya. Titik didih
etanol murni adalah 78oC sedangkan air adalah 100oC (Kondisi standar).Dengan
memanaskan larutan pada suhu rentang 78 – 100oC akan mengakibatkan sebagian
21
besar etanol menguap, dan melalui unit kondensasi akan bisa dihasilkan etanol
dengan konsentrasi 95% volume. Namun pada prakteknya proses distilasi biasa
mengalami kendala pada terbentuknya kondisi campuran azeotrop.
Azeotrop adalah campuran dari 2 atau lebih komponen yang saling terikat sangat
kuat dan sulit untuk dipisahkan dengan distilasi biasa, disamping itu campuran
komponen tersebut memiliki titik didih yang konstan atau sama, sehingga ketika
campuran azeotrop dididihkan, maka fasa uap yang dihasilkan memiliki titik didih
yang sama dengan fasa cairnya. Campuran azeotrop ini sering disebut sebagai
constant boiling mixture karena komposisinya yang senantiasa tetap jika
campuran tersebut dididihkan, maka dari itu campuran azeotrop ini sulit untuk
dipisahkan dengan metode distilasi biasa, sehingga hasil dari distilasi yang
didapatkan yaitu etanol dengan campuran sedikit air, jadi etanolnya yang
dihasilkan tidak murni. Kondisi azeotrop dapat dijelaskan melalui Gambar 2.9.
Gambar 2.9. Kurva kondisi azeotrop.
Titik A pada pada kurva merupakan titik didih campuran pada kondisi sebelum
mencapai azeotrop. Campuran kemudian dididihkan dan uapnya dipisahkan dari
sistem kesetimbangan uap cair (titik B). Uap ini kemudian didinginkan dan
terkondensasi (titik C). Kondensat kemudian dididihkan, didinginkan, dan
seterusnya hingga mencapai titik azeotrop. Pada titik azeotrop, proses tidak dapat
diteruskan karena komposisi campuran akan selalu tetap. Pada gambar di atas,
titik azeotrop digambarkan sebagai pertemuan antara kurva saturated vapor dan
saturated liquid (ditandai dengan garis vertikal putus-putus).
Salah satu contoh azeotrop yaitu terdiri dari alkohol yang berkadar 96%, dimana
sekitar 4%-nya adalah air membentuk suatu kondisi/campuran yang disebut
azeotrop. Pada tahap ini, molekul alkohol dan air saling terikat dengan erat dan
tidak bisa dipisahkan dengan distilasi biasa. Karena itu, untuk meningkatkan dari
kadar 96% menjadi 99,5% dibutuhkan bantuan zeolit /molecular sieve /karbon
aktif. Bahan-bahan tersebut mempunyai molekul dengan rongga yang sangat kecil
22
dan sangat banyak sehingga dapat menyerap molekul air yang lebih kecil daripada
molekul alcohol. Sehingga hasil yang didapatkan nantinya adalah etanol murni.
Distilasi Azeotrop
Distilasiazeotrop merupakan teknik pemisahan dari campuran azeotrop(terdiri dari
alkohol yang berkadar 96%, dimana sekitar 4%-nya adalah air membentuk suatu
kondisi/campuran). Campuran tersebut saling terikat dan sulit untuk dipisahkan
dan salah satu cara untuk memisahkan 2 komponen tersebut yaitu dengan cara
penambahan komponen lain untuk menghasilkan azeotrop heterogen yang dapat
mendidih pada suhu lebih rendah, misalnya dengan penambahan benzenaatau
dapat juga dengan garam, kedalam campuran air dan alkohol. Benzena berfungsi
untuk memisahkan ikatan antara metanol dan air, sehingga ketika dipanaskan
maka metanol akan menguap terlebih dahulu. Hal ini dikarenakan metanol
memiliki titik didih yang rendah, sedangkan benzena dan air memiliki titik didih
yang berdekatan dengan menggunakan distilasi bertingkat metanol, air dan
benzena dapat dipisahkan secara sempurna. Hal ini disebabkan bentuk fisik kolom
fraksional yang mampu menampung senyawa-senyawa yang mengalami
penguapan dan pencairan dengan baik, sehingga ketika etanol menguap dan siap
untuk dikondensasi, baik benzena maupun air dapat lebih dahulu dicairkan oleh
kolom fraksional dan ditampung dengan baik di kolom ini, sehingga etanol yang
didapat akan murni. Skema proses distilasi azeotrop dapat dilihat pada Gambar
2.10.
Gambar 2.10. Skema proses distilasi azeotrop.
23
Terdapat dua tipe proses distilasi yang banyak diaplikasikan, yaitu continuousfeed distillation column system dan pot-type distillation system. Selain tipe
tersebut, dikenal juga tipe distilasi vakum yang menggunakan tekanan rendah dan
suhu yang lebih rendah untuk menghasilkan konsentrasi alkohol yang lebih tinggi.
Namun teknologi ini sangat rumit dan hanya dapat dipakai pada pabrik skala
besar.
Pervaporasi
Prinsip dasar pemisahan dengan teknologi membran pervaporasi adalah
pemisahan berdasarkan metoda pervaporasi, dimana proses pemisahan suatu
campuran dengan perubahan bentuk dari cair menjadi uap pada sisi membran.
Cara kerjanya adalah etanol berkadar 95 % dipanaskan pada suhu 75 oC, air dalam
etanol berubah menjadi uap air. Dengan tekanan vakum, etanol dan air masuk ke
membran dengan kecepatan 1,5 x 10-4 m/s. Dalam teknik pervaporasi ini uap air
akan melewati membran, sedangkan etanol ditolak. Selektivitas dan laju
pemisahan pervaporasi sangat tergantung pada karakteristik membran, konfigurasi
modul dan desain proses, itu artinya jenis membran yang digunakan mesti
berkarakter mampu menyeleksi gas dan etanol yang masuk. Di ujung membran,
uap air diserap oleh vakum, selanjutnya uap air dimasukkan dalam botol
penampung yang berisi nitrogen cair. Nitrogen cair dipilih karena memiliki titik
didih pada suhu -195,8 oC, dengan suhu yang sangat dingin, nitrogen cair
mempunyai kemampuan membekukan bahan organik lebih efektif dari pada
pendinginan berbahan ammonia ataupun freon. Saat menyentuh larutan nitrogen
cair maka uap air kembali menjadi air, sedangkan etanol tidak melewati membran,
cairannya langsung dialirkan ke botol penampung etanol murni.
Membran pervaporasi merupakan salah satu penerapan yang dapat digunakan
untuk memisahan bioetanol. Didalam membran pervaporasi, proses pemisahan
dilakukan berdasarkan ukuran partikel dengan driving force perbedaan tekanan.
Ketika gaya dorong bekerja pada sisi umpan yang mengandung komponen pelarut
dan zat terlarut, maka beberapa bagian padatan terlarut akan tertahan pada sisi
membran disebut retentate, sedangkan pelarut akan lolos menembus membran
disebut permeat. Hal ini menunjukkan bahwa membran yang kita gunakan
mempunyai resistensi terhadap padatan sedangkan pelarut dapat lebih bebas
menembus membran.
Untuk meningkatkan kadar etanol, teknologi membran lebih efektif.
Dibandingkan dengan cara konvensional berupa distilasi dan dehidrasi. Ketika
proses distilasi, bioetanol membentuk azeotrop. Artinya, antara etanol dan air
yang terkandung sulit dipisahkan, sehingga perlu penambahan komponen senyawa
kimia untuk memisahkan campuran azeotrop, senyawa tambahan tersebut seperti
benzene dan garam. Distilasi dengan meninggikan kolom sekali pun, air sulit
24
diceraikan dari etanol. Memang masih ada sebuah cara untuk menarik air yaitu
dengan menambahkan zat toluen. Toluen dikenal sebagai pelarut air. Ketika zat
tersebut ditambahkan sesuai dengan kadar air yang terkandung, air akan tertarik.
Namun, tetap saja masih ada air tersisa. Namun, sebagian zat toluen itu juga
bercampur dengan bioetanol menjadi kontaminan.
Sebaliknya, teknologi membran mempunyai beberapa keistimewaan seperti
menghasilkan bioetanol berkualitas tinggi, dalam proses pemisahannya pun tanpa
bantuan tambahan dari komponen senyawa kimia lain, Selain itu produsen juga
mudah mengoperasikan, ramah lingkungan, dan ukuran alat yang lebih kecil. Satu
lagi keistimewaan membran: hemat energi. Alat berkapasitas 50 liter per hari,
membran hanya membutuhkan energi listrik sebesar 1.000 watt. Contoh gabungan
proses pervaporasi dan distilasi terlihat pada Gambar 2.11.
Gambar 2.11. Skema gabungan proses distilasi dan pervaporasi (Ravanchi, 2009)
25
III.
PROGRAM KEGIATAN
Kegiatan tahun 2016 terdiri dari 4 (empat) tahapan, yaitu persiapan, pengambilan
contoh, proses penelitian, dan pembuatan laporan akhir. Rincian masing-masing
tahapan sebagai berikut:
3.1. Persiapan
a. Studi literatur/koordinasi ke instansi terkait
Studi literatur dilakukan untuk memperoleh data sekunder tentang teknologi
proses yang sudah ada serta penelitian yang sudah pernah dilakukan yang
berkaitan dengan kegiatan. Sumber literatur diperoleh dari perpustakaanperpustakaan instansi terkait, jurnal elektronik dan laman-laman jaringan
elektronik. Koordinasi dilakukan dengan instansi-instansi yang telah
melakukan penelitian LTJ dan membran silika berpori yaitu:PSTA-BATAN
yogyakarta, PTBGN-BATAN Jakarta, Universitas Indonesia, BPPT, Balai
Besar Logam dan Mesin, PT. Timah, Universitas Padjajaran dan
Kemenperind.
b. Pembuatan Rencana Operasional
Pembuatan rencana operasional dilakukan dari hasil studi literatur dengan
bantuan alat-alat tulis kantor.
c. Persiapan peralatan
Peralatan yang tersedia di laboratorium pengolahan mineral Puslitbang
tekMIRA yang hendak digunakan disiapkan sehingga dalam kondisi siap
pakai.Persiapan peralatan dilakukan oleh para anggota pelaksana kegiatan.
Output dari tahap persiapan adalah tersusunnya Rencana Operasional yang berasal
dari penelusuran literatur berupa buku teknis dan ekonomi, jurnal elekronik dan
peralatan laboratorium siap pakai.
3.2.
Pengambilan contoh
Pengambilan contoh bertujuan untuk memperoleh sampel LTJ-hidroksida yang
akan dihasilkan oleh pilot plant PT. Timah bekerjasama dengan PTBGNBATAN. Sedangkan pengambilan contoh oksida LTJ dilakukan di PSTABATAN Yogyakarta. Pasir silika yang diperlukan diperoleh dari Tuban, Jawa
Timur, sementara lithium diambil dari mineral ikutan dari bijih timah di Pulau
Bangka dan sekitarnya.Seluruh kegiatan lapangan dikoordinasikan langsung oleh
ketuatim. Surat menyurat dan administrasi dilakukan oleh sekretaris tim.
Output dari kegiatan ini adalah diperolehnya bahan baku berupa contoh LTJhidroksida dan oksida LTJ, mineral pembawa lithium serta pasir silika.
26
3.3. Proses penelitian
3.3.1. Logam tanah jarang untuk bahan baku material maju
1.
Karakterisasi bahan baku
Bahan baku yang berupa LTJ-hidroksidadan dikarakterisasi dengan
melakukan analisis kimia dan fisika menggunakan ICP, XRF, dan SEM untuk
mengetahui kandungan/komponen khususnya LTJ baik yang berkadar tinggi
maupun yang sangat kecil yang terkandung dalam LTJ-hidroksida.
2.
Karakterisasi oksida logam tanah jarang dari BATAN
Bahan baku untuk proses reduksi berupa oksida logam tanah jarang diperoleh
dari PSTA-BATAN dikarakterisasi dengan melakukan analisis kimia dan
fisika menggunakan ICP, XRF, dan SEM untuk mengetahui
kandungan/komponen dalam oksida logam tanah jarang.
3.
Proses reduksi oksida logam tanah jarang menjadi logam
Proses reduksi dilakukan dengan jalur pirometalurgi melalui proses reduksi
dengan aluminium, natrium dan magnesium untuk mendapatkan logam tanah
jarangnya.
3.3.2. Logam jarang untuk bahan baku material maju
1.
Pemisahan berdasarkan perbedaan berat jenis
2.
Pemisahan berdasarkan perbedaan kemagnetan
3.
Pemisahan berdasarkan perbedaan kelistrikan
4.
Kombinasi tahapan pemisahan
5.
Karakterisasi produk benefesiasi
Output tahap ini adalah diperoleh kondisi proses yang optimum dan perolehan Ce,
Nd dan Gd yang tertinggi, identifikasi LTJ dalam red mud dan pembuatan
RE(OH) dari red mud serta kondisi proses benefisiasi mineral lithium.
3.3.3
Pembuatan membran silika berpori untuk pemurnian bioetanol
Tahapan proses pembuatan membran silika berpori dibagi menjadi 2 tahapan
utama, yaitu pengolahan dan analisis data hasil percobaan.
Tahapan I: Pengolahan


Karakterisasi sampel silika
Pemisahan pengotor dari silika dengan pelarutan
27




Sintesis nanosilika sol gel dengan metode alkali fusion
Karakterisasi sol gel
Sintesis membran silika dengan metode dip coating substrat ke dalam sol gel
Separation test bioetanol/air menggunakan membran
Outputtahap ini adalah membran silika dan data performa pemisahan.
Tahapan II:Analisis data hasil percobaan


Analisis mineragrafi dilakukan untuk mengetahui jenis mineral silika dan
pengotornya yang ada pada sampel dengan mengidentifikasinya secara visual
dengan bantuan mikroskop. Analisis dilakukan di Puslitbang Tekmira.
Analisis XRD dilakukan untuk mengetahui jenis mineral/senyawa silika apa
saja yang ada pada sampel dan ditampilkan dalam bentuk data kualitatif.
Analisis ini dilakukan di Puslitbang Tekmira.
Analisis XRF dan AAS dilakukan untuk mengetahui kadar unsur-unsur apa
saja yang ada pada sampel dan ditampilkan dalam bentuk data kuantitatif.
Analisis ini dilakukan di Puslitbang Tekmira.
Analisis ICP dilakukan untuk mengetahui kandungan usur-unsur minor yang
tidak dapat dideteksi oleh XRF. Analisis ini penting untuk mengetahui
kemurnian produk silika. Analisis dilakukan di PSDG atau BATAN.
Analisis SEM diperlukan untuk pengamatan fotomikro sampel dengan
perbesaran yang tinggi untuk melihat bentuk partikel yang sangat halus.
Analisis TEM untuk pengamatan sampel ukuran nano. Analisis SEM dapat
dilakukan di Puslitbang Tekmira, sedangkan TEM dilakukan di UGM,
Yogyakarta.
Analisis PSA untuk mengetahui ukuran partikel yang sangat halus dalam skala
nano. Analisis ini dilakukan di LIPI Serpong.
Interpretasi data hasil percobaan.
Menyusun rumusan hasil percobaan dengan hipotesis/tujuan penelitian.






Output tahap ini adalah diperoleh kondisi proses yang optimum dan perolehan Ce,
Nd dan Gd yang tertinggi; kondisi proses benefisiasi mineral litium, serta
membran silika dan data performa pemisahan.
3.4.
Sosialisasi penelitian (seminar dan media cetak)
Sosialisasi penelitian yang telah dihasilkan dilakukan melalui seminar
ataupun FGD yang dihadiri oleh instansi litbang, pemangku kebijakan, dan
perusahaan yang terkait dengan pengelolaan LTJ di Indonesia. Selain melalui
seminar sosialisasi dilakukan melalui media cetak, agar dapat tersampaikan
28
kepada masyarakat umum pula.Output dari tahap ini adalah adanya seminar
ataupun FGD 1 kali tentang LTJ.
3.5.
Pembuatan laporan akhir
Seluruh pelaksanaan dan hasil kegiatan penelitian dituangkan dalam satu
laporan akhir yang disertai ringkasan eksekutif.Output tahap ini adalah laporan
akhir dan ringkasan eksekutif serta tulisan ilmiah yang siap dipublikasikan.
29
IV.
METODOLOGI
4.1.
Logam tanah jarang untuk bahan baku material maju
4.1.1. Peralatan
Penggunaan peralatan disesuaikan dengan tahapan kegiatan reduksi oksida logam
tanah jarang yang dilakukan. Tahapan kegiatan terdiri dari 2 (dua) yaitu preparasi
bahan baku, proses reduksi oksida LTJ menjadi logamnya. Peralatan yang dipakai
untuk setiap tahapan kegiatan adalah sebagai berikut :
1. Preparasi sampel oksida logam tanah jarang yang digunakan yaitu dengan
penggerusan menggunakanring mill. Peralatan pendukung lain yang
diperlukan adalah kuas, splitter, timbangan dan plastik untuk wadah sampel;
2. Proses reduksi oksida-LTJ dilakukan dengan alat-alat peleburan menggunakan
resistance furnace, muffle furnace. Selain itu diperlukan masker dan sarung
tangan sebagai alat bantu keamanan kerja;
4.1.2. Bahan
Bahan-bahan yang diperlukan untuk kegiatan penelitian adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
Natrium hidroksida
Asam klorida
Ammonium hidroksida
Asam nitrat
Asam oksalat
Alumuniumpowder
Kalsium klorida
Magnesium powder
Natrium powder
Grafit
Asam sulfat teknis
Natrium hidroksida teknis
Ammonia teknis
Asam oksalat teknis
Asam nitrat teknis
4.1.3
Metode
Metode yang dilakukan pada proses reduksi Nd, dan Ce dalam penelitiansecara
garis besar dapat dilihat pada Gambar 4.1.
30
Oksida-LTJ
Penggerusan
Reduksi -150 mesh
Logam LTJ
Gambar 4.1. Diagram alir proses reduksi LTJ.
Metode yang dilakukan pada proses pengolahan dan pemurnian Gd dalam
penelitian secara garis besar dapat dilihat pada Gambar 4.2.
LTJ-hidroksida
- Pelarutan, pemisahan dan pengendapan
LTJ-berat
(Nd, Tb, Y)
LTJ-sedang
LTJ-ringan
(Gd, Sm,
(Ce, La)
Eu)
- Ekstraksi dengan ligan, variasi pH
Kompleks Gd
Eu
Sm
- Peruraian dan pengendapan sebagai oksalat
Gd-oksida
Gambar 4.2. Diagram alir proses ekstraksi Gd.
31
4.2.
Logam jarang untuk bahan bakumaterial maju
4.2.1. Peralatan
Peralatan lain yang digunakan :








4.2.2.
Meja goyang
Magnetic separator
High tension separator
Gelas kimia,
Kaca arloji,
Corong penyaring,
Batang pengaduk,
Pelat pemanas
Bahan
Bahan yang digunakan adalah :



4.2.3.
H2SO4
NH4OH
NaOH
Metode
Preparasi bahan baku asal untuk memperoleh bahan baku pasir silika ampas
pencucian bijih timah yang bersih dilakukan melalui pencucian (desliming) dan
dilanjutkan dengan penggerusan sebagai bahan analisis karakterisasi dan
identifikasi mineral pembawa unsur lithium digunakan selang ukuran partikel
tertentu, yaitu -140#+200#, dan -200#+325#, untuk menjadi bahan umpan proses
karakterisasi dan identifikasi.
32
Gambar 4.3. Tahapan preparasi percontoh dan karakterisasi mineral ampas pencucian
timah.
Jumlah berat percontoh pasir silika untuk setiap lokasi yang dipreparasi sebanyak
± 10-20 kg. Selanjutnya dilakukan penggerusan dan pengayakan ke dalam dua (2)
fraksi ukuran partikel dengan ukuran ayakan: 140 mesh, 200 mesh, dan 325 mesh.
Setiap fraksi ukuran terdiri atas enam (6) kantung dengan berat 800 gram.
Tahapan preparasi bahan baku secara skematik diperlihatkan pada Gambar 4.3.
Identifikasi dan karakterisasi mineral pembawa lithium dalam contoh penelitian
dilakukan dengan mengkajian perbedaan sifat fisika diantara mineral-mineral
silikat dan silika yang diperkirakan terkandung dalam contoh penelitian. Karena
itu tahap awal, contoh penelitian harus terbebas dari mineral-mineral bersifat
magnetik dan konduktif sehingga contoh penelitian hanya mengandung mineralmineral ringan berupa mineral silika dan silikat dengan tahap proses seperti yang
digambarkan pada Gambar 4.3. Contoh yang sudah terbebas dari mineral-mineral
berat dan diperkirakan hanya terkandung mineral silikat selanjutnya dianalisis
mineralogi dan kimia. Analisis yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut:
33
4.3.

Analisis mineralogi dengan metode XRD

Analisis kimia dengan metode XRF

Analisis ICP untuk unsur lithium
Pembuatan membran silika berpori untuk pemurnian bioetanol
4.3.1. Peralatan
Proses pembuatan membran silika yang dilaksanakan membutuhkan peralatan
yang terdiri dari peralatan sampling, kominusi, pelindian, peralatan dip coating
dan furnace kalsinasi. Rincian peralatan yang dibutuhkan adalah sebagai berikut:





Peralatan sampling, splitter
Peralatan kominusi, planetary ball mill
Peralatan klasifikasi, ayakan
Peralatan pelarutan pengotor
Peralatan dip coating, furnace
4.3.2. Bahan
1. Asam sulfat
2. Asam klorida
3. Natrium karbonat
4. Asam oksalat
4.3.3. Metode
Silika yang diperoleh di-samplingkemudian dikarakterisasi secara kimia dan
fisika. Sampel lalu dipreparasi untuk memperoleh ukuran yang diinginkan dengan
bantuan ayakan. Sampel yang sudah dipreparasi ditimbang untuk kebutuhan
pelindian. Kemudian hasil pelindian dicuci dengan aquadest lalu dilakukan proses
alkali fusion untuk mendapatkan gel silika. Sintesis membran silika dilakukan
dengan metode dip coating substrat alumina ke dalam gel silika. Membran hasil
percobaan dilakukan tes pemisahan bioetanol/air.
34
V.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil dan pembahasan ini dibagi ke dalam tiga bagian menurut lingkup kegiatan
penelitiannya; logam tanah jarang untuk bahan baku material maju, logam jarang
untuk bahan baku material maju dan pembuatan membran silika berpori.
Logam tanah jarang untuk bahan baku material maju pada penelitian ini
difokuskan pada bahan baku magnet permanen (logam Ce dan Nd) dan contrast
agent atau MRI (gadolinium oksida). Pembuatan logam Ce dan Nd dari oksidaLTJ dilakukan dengan proses metalotermik. Sedangkan pemisahan Gd-oksida dari
LTJ-hidroksida dilakukan dengan pengendapan selektif.
5.1.
Reduksi oksida-LTJ (Ce- dan Nd-oksida) menjadi logam Ce dan Nd
Proses pemisahan logam LTJ dari senyawanya atau yang lebih dikenal dengan
istilah reduksi mengikuti reaksi:
MXn + iR = M + iRX(n/i)
dimana M adalah logam yang dihasilkan; X adalah oksigen, klorin, atau flourin;
dan R adalah pereduksi yang biasanya hidrogen, karbon atau logam lain seperti
Li, Ca, Al, K, Na dan Mg. Pemilihan pereduksi yang tepat dapat ditentukan
dengan melihat pembentukan energi bebas standarnya (∆G0). Reaksi reduksi dapat
terjadi apabila perbedaan ∆G0 MXn dengan ∆G0 RX(n/i) adalah <0 (negatif).
Persamaan tersebut dapat ditulis (Gupta, 2005):
i∆G0 RX(n/i) - MXn< 0
Proses reduksi untuk melepaskan logam dan senyawanya serta pembentukan
senyawa RX bergantung juga terhadap suhu proses reduksi. Berikut disajikan
grafik ∆G0 untuk beberapa logam tanah jarang- dan logam - oksida, -flourida, klorida terhadap suhu yang dapat dilihat pada Gambar 5.1, 5.2, dan 5.3.
35
Gambar 5.1. Grafik energi bebas LTJ- dan logam-oksida terhadap suhu.
Gambar 5.2. Grafik energi bebas LTJ- dan logam- klorida terhadap suhu.
Gambar 5.3. Grafik energi bebas LTJ- dan logam- flourida terhadap suhu.
36
Dari Gambar 5.3 terlihat bahwa reduktor Ca memiliki ∆G0 yang lebih negatif
dibandingkan dengan ∆G0 dari Nd dan Ce.
5.1.1. Reduksi neodimium oksida (Nd-oksida) menjadi logam Nd
Penelitian reduksi neodimium oksida menjadi logam
neodinium (Nd)
menggunakan bahan baku Nd-oksida yang diproses di PSTA-Batan. Analisis
komposisi kimia bahan baku Nd-oksida dari PSTA dapat dilihat pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1. Hasil analisis bahan baku Nd-oksida PSTA.
Oksida
Kadar (%)
CeO2
0,16
La2O3
0,60
Pr6O11
3,44
Nd2O3
44,95
Sm2O3
3,45
Gd2O3
2,73
Dy2O3
0,38
SiO2
0,13
Al2O3
<0,001
Y2O3
3,08
SnO2
0,041
WO3
0,062
LOI
39,98
Hasil Nd-oksida belum memenuhi syarat untuk reduksi, kemurnian Nd-oksida
baru mencapai 44,95% sehingga bahan baku yang digunakan pada penelitian
adalah Nd-oksida komersial.Analisis ICP komposisi kimia bahan baku Nd-oksida
komersial dapat dilihat pada Tabel 5.2.
37
Tabel 5.2. Hasil analisis ICP bahan baku Nd-oksida komersial.
Unsur/senyawa
Kadar (%)
Ce
0,61
La
218,36 ppm
Pr
576,75 ppm
Nd
88,55
Sm
1588,92 ppm
Gd
766,46 ppm
Dy
729,56 ppm
SiO2
-
Fe2O3
0,17
CaO
0,49
Penelitian reduksi neodimium ini didasarkan pada simulasi termodinamika
menggunakan softwareFactsage 6.4 yang dapat memprediksi kemungkinan
terjadinya reaksi reduksi untuk menghasilkan logam neodimium. Beberapa
variasi dan komposisi penggunaan reduktor dan penambahan fluks yang
didasarkan pada studi literatur dan rancangan percobaan sudah dilakukan
simulasi. Berikut hasil yang didapat dari simulasi termodinamika, antara lain:
1. Tahapan Simulasi Pertama
Tahapan simulasi pertama yaitu mencari reduktor yang tepat untuk prosesreduksi
neodimium. Reduktor yang digunakan dalam proses reduksi untuk simulasi ini
adalah Ca dan Mg. Hasil simulasi dengan reduktor Ca ditunjukkan pada Gambar
5.4. Sedangkan hasil simulasi dengan reduktor Mg ditunjukkan pada Gambar 5.5.
38
Nd2O3 dengan Reduktor Ca
120,00%
%Recovery
100,00%
80,00%
60,00%
40,00%
20,00%
0,00%
0
200
400
600
800
Temperatur
1 Stokiometri Ca
1000
1200
1400
(oC)
2 Stokiometri Ca
Gambar 5.4. Hubungan antara suhu dan perolehan Nd2O3dengan reduktor Ca.
Gambar 5.4 menunjukkanbahwa logam kalsium (Ca)dapatmereduksi Nd2O3 pada
suhu minimum 1100oC. Grafik diatas diformulasikan dari komposisi tanpa fluks.
Input sampel pada grafik ini masih berupa Nd2O3+ Ca.
Nd2O3 dengan Reduktor Mg
100,00%
%Recovery
80,00%
60,00%
40,00%
20,00%
0,00%
0
200
400
600
800
Temperatur
1 Stokiometri Ca
1000
1200
1400
(oC)
2 Stokiometri Ca
Gambar 5.5. Hubungan antara suhu dan perolehan Nd2O3 dengan reduktor Mg.
Gambar 5.5 menunjukkan bahwa dengan menggunakan reduktor logam
magnesium, reduksi neodimium oksida tidak dapat berlangsung. Hal ini sesuai
dengan hasil simulasi; tidak didapatkan logam neodimium dengan reduktor logam
Mg, bahkan pada suhu 1200 °C.
39
Dari kedua grafik diatas, yaitu Gambar 5.4 dan Gambar 5.5, maka dapat
disimpulkan bahwa reduktor yang tepat untuk mereduksi neodimium-oksida
menjadi logam neodimium adalah logam kalsium. Reduksi dengan logam kalsium
untuk memperoleh logam Nd dapat berlangsung pada suhu minimum 1100 °C.
2. Tahapan Simulasi Kedua
Tahapan kedua adalah menentukan kondisi sampel neodimium yang lebih tepat
untuk menghasilkan logam neodimium dengan perolehan yang paling tinggi. Dari
Ames Process bahwa untuk perolehan logam LTJ yang lebih tinggi, maka sampel
awal yang digunakan untuk proses reduksi adalah berupa tanah jarang klorida
(LTJ-klorida) [Riedenman, 2011]. Maka pada proses simulasi ini juga dilakukan
variasi umpan yang dgunakan yaitu Nd-oksida dan Nd-klorida. Hasil simulasi
untuk percobaan reduksi dengan menggunakan umpan Nd-klorida dengan
reduktor Ca ditunjukkan pada Gambar 5.6. Sedangkan hasil simulasi untuk
percobaan reduksi dengan menggunakan umpan Nd-klorida dengan reduktor Mg
ditunjukkan pada Gambar 5.7.
NdCl3 dengan Reduktor Ca
120,00%
%Recovery
100,00%
80,00%
60,00%
40,00%
20,00%
0,00%
0
200
400
600
Suhu
1 Stokiometri Ca
800
1000
1200
1400
(oC)
2 Stokiometri Ca
Gambar 5.6. Hubungan perolehan logam Nd dengan suhu pada sampel NdCl3 dengan
reduktor Ca.
Gambar 5.6 menunjukkanbahwa logam kalsium (Ca)dapatmereduksi Nd2Cl3 pada
suhu minimal 1100oC. Grafik diatas diformulasikan dari komposisi tanpa fluks.
Input sampel pada grafik ini masih berupa Nd2Cl3+ Ca.
40
NdCl3 dengan Reduktor Mg
%Recovery
2,00%
1,50%
1,00%
0,50%
0,00%
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
Temperatur (oC)
1 Stokiometri Ca
2 Stokiometri Ca
Gambar 5.7. Hubungan perolehan logam Nd dengan suhu pada sampel NdCl3 dengan
reduktor Mg.
Gambar 5.7menunjukkan bahwa dengan menggunakan reduktor logam
magnesium, reduksi neodimiumklorida tidak dapat berlangsung. Dari hasil
simulasi, tidak didapatkan logam neodimium dengan reduktor logam Mg, bahkan
pada suhu 1200 °C.
Dari Gambar 5.4 dan 5.5 dapat diketahui bahwa sampel NdCl3 memiliki nilai
recovery yang lebih baik jika dibandingkan dengan sampel Nd2O3 dengan
perlakuan sama, yaitu tanpa fluks dan pada suhu yang sama.
Berdasarkan Gambar 5.5 dan 5.7, maka dapat disimpulkan bahwa pada sampel
Nd2O3yang
menggunakan
reduktor
Mg,
tidak
dihasilkan
logam
Nd.Sementara,hasil reduksi sampel NdCl3 pada suhu 1100°C dan 1200°C,pada
kondisi 1 atau 2 stoikiometri sudah mulai terbentuk logam Nd meski dalam kadar
yang masih sangat kecil. Perolehan logam Nd yaitu sebesar 2%.
Tahapan selanjutnya adalah validasi hasil simulasi termodinamika untuk proses
reduksi yang menghasilkan logam Nd. Dari hasil simulasi, percobaan untuk
validasi proses reduksi dilakukan dengan reduktor Ca, umpan Nd2O3dan Nd2Cl3,
pada suhu 1100-1200 oC.
Tahapan setelah simulasi adalah melakukan validasi percobaan untuk yang
menghasilkan logam Nd. Percobaan dilakukan percobaan pada suhu 1200°C
selama 4 jam reduksi menggunakan reduktor Ca, fluks CaCl2 dan NaCldengan
memvariasikan
komposisi
fluks
dan
reduktor.Sebelum
dilakukan
41
percobaanberdasarkan parameter yang telah dirancang, dilakukan simulasi
termodinamika terlebih dahulu untuk memprediksikan jumlah Nd yang
terbentuk.Parameter percobaan yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 5.3,
sedangkan hasil simulasinya dapat dilihat pada Gambar 5.8.
Tabel 5.3.Parameter percobaan.
Sampel 1
Sampel Nd2O3 pada kondisi 1 stoikiometri
Sampel 2
Sampel Nd2O3 dengan kelebihan 10% Ca, komposisi 70%
CaCl2 dan 30% NaCl
Sampel 3
Sampel Nd2O3 kelebihan Ca 2x stoikiometri
Sampel 4
Sampel Nd2O3 dengan kelebihan 10% Ca dan kelebihan 70%
CaCl2 dan kelebihan 30% NaCl
Sampel 5
Sampel NdCl3 pada kondisi 1 stoikiometri
Sampel 6
Sampel NdCl3 dengan kelebihan Ca 2x stoikiometri
Sampel 7
Sampel NdCl3 dengan kelebihan 10% Ca dan kelebihan 70%
CaCl2 dan kelebihan 30% NaCl
Sampel 8
Sama dengan sampel 1
Sampe 9
Sama dengan sampel 3
Sampel 10
Sama dengan sampel 5
Sampel 11
Sama dengan sampel 6
Sampel 12
Sama dengan sampel 7
Sampel 13
Sampel NdCl3 dengan kelebihan 10% Ca dan komposisi fluks
CaCl2 70% dan NaCl 30%
42
mol yang terbentuk
Reduksi pada suhu 1200 °C
70,000
60,000
50,000
40,000
30,000
20,000
10,000
0,000
0
2
4
6
8
10
12
14
Sampel
Nd2O3_Solid-B
CaO_Lime
CaCl2_liquid
Nd_Liquid
NaCl_Liquid
NdCl3_Liquid
Gambar 5.8. Hubungan perolehan logam Nd terhadap variasi sampel.
Berdasarkan Gambar 5.8, terlihat bahwa fase terbentuknya Nd (liquid) yang
tertinggi jumlahnya sekitar 20 mol adalah pada sampel no.4, yaitu dengan sampel
Nd2O3dengan Ca 10% berlebih,CaCl270% berlebih serta NaCl 30% berlebih.
Dari hasil percobaan, diperolehbahwa pada sampel 4 sudah terbentuk logam
neodimium. Sampel 4 berupa Nd2O3 dengan kelebihan 10% Ca, kelebihan 70%
CaCl2, dan kelebihan 30% NaCl dengan kondisi reduksi non oksidatif padasuhu
1200 °C selama 4 jam. Sedangkan sampel lainnya belum membentuk logam Nd,
masih berupa sponge Nd.
Gambar 5.9. Logam neodimium pada sampel 1 gram Nd-oksida.
43
Hasil analisis SEM EDS dapat dilihat pada Gambar 5.10 sampai Gambar 5.16.
Gambar 5.10. Hasil analisis pada Sampel 2 (warna terang: Nd, warna merah: Nd).
Gambar 5.11. Hasil analisis pada Sampel 3 (warna terang: Nd, warna merah: Nd).
44
Gambar 5.12. Hasil analisis pada Sampel 4 (warna terang: Nd, warna merah: Nd).
Gambar 5.13. Hasil analisis pada Sampel 7 (warna terang: Nd, warna merah: Nd).
45
Gambar 5.14. Hasil analisis pada Sampel 8 (warna terang: Nd, warna merah: Nd).
Gambar 5.15. Hasil analisis pada Sampel 9 (warna terang: Nd, warna merah: Nd).
46
Gambar 5.16. Hasil analisis pada Sampel 10 (warna terang: Nd, warna merah: Nd).
Hasil SEM – fotomikrograf pada jenis contoh LTJ (Nd) terlihat pada Gambar 5.10
sampai 5.16. Unsur Nd ditunjukkan pada gambar dengan bagian yang berwarna
lebih terang. Berdasarkan hasil SEM – EDSmapping terlihat sebaran unsur yang
baik, ditunjukkan dengan warna merah yang tersebar pada masing - masing
gambar mapping unsur. Data kuantitatif pada hasil EDS dengan perolehan kadar
Nd yang tertinggi ditunjukkan pada sampel 4. Hasil komposisi unsur pada sampel
4 dapat dilihat pada Tabel 5.4.
Tabel 5.4. Hasil komposisi unsur pada sampel 4.
Unsur
Kadar (%)
Natrium (Na)
5,35
Klorida (Cl)
25,00
Kalsium (Ca)
12,60
Neodimium (Nd)
49,25
Dari hasil analisis komposisi kimia terlihat bahwa kadar Nd diperoleh 49,25%.
Sedangkan unsur Na, Ca dan Cl masih terdapat didalam produk.
47
5.1.2. Optimasireduksi serium oksida (Ce-oksida) menjadi logam Ce
Penelitian awal reduksi Ce-oksida menjadi logam Ce telah dilakukan pada tahun
2013 dan 2014. Hasil percobaan diperoleh reduksi CeO2 menjadi logam Ce dapat
dilakukan dengan menggunakan oksidator Mg dan penambahan fluks CaCl2 pada
suhu >1000oC. Kondisi yang terbaik dengan menghasilkan kadar Ce 50% dan
perolehan 91% diperoleh pada suhu 1200oC, konsentrasi umpan/reduktor 2:1, dan
jumlah fluks 1%.
Pada tahun 2015 penelitian ini dilakukan kembali untuk memperoleh kadar Ce
yang tinggi dengan mengganti reduktor dan jenis fluks dengan kondisi proses
yang sama yaitu pada suhu 1200oC selama 4 jam. Reduktor yang digunakan
adalah alumunium, sedangkan fluks adalah kapur (Ca(OH)2). Permasalahan
crucible grafit dan alumina yang digunakan pada percobaan selalu retak, pada
tahun 2015 diganti dengan crucible dari baja. Perolehan logam Ce tertinggi
diperoleh dengan kadar Ce 70,82%.
Pada tahun 2016, dilakukan optimalisasi reduksi Ce-oksida menjadi logam Ce
dengan melakukan simulasi termodinamika menggunakan software Factsage 6.4
terlebih dahulu. Simulasi dilakukan menggunakan reduktor Mg, Al dan Ca.
Hasilnya terlihat pada Gambar 5.17, 5.18 dan 5.19.
Tidak terbentuk
Ce logam
Gambar 5.17. Reduksi CeO2 menggunakan reduktor Mg.
48
terbentuk
paduan CeAl
Gambar 5.18. Reduksi CeO2 menggunakan reduktor Al.
terbentuk Ce logam
Gambar 5.19. Reduksi CeO2 menggunakan reduktor Ca.
Hasil perhitungan software Factsage untuk reduksi CeO2 adalah sebagai berikut:
 Logam Mg tidak dapat digunakan untuk mereduksi CeO2
 Penggunaan logam Al sebagai reduktor menghasilkan paduan logam CeAl
49


Ca dapat digunakan untuk mereduksi CeO2 menghasilkan logam Ce
Pengaruh penambahan bahan imbuh dapat disimulasikan untuk menghasilkan
slag yang leleh sehingga perolehan logam Ce (recovery) dapat lebih tinggi.
Penelitian reduksi Ce-oksida menjadi logam Ce belum dapat dilaksanakan atau
dilanjutkan untuk tahun anggaran 2016 ini karena terdapat penghematan anggaran
penelitian yang bersumber dari APBN.
5.2. Pemisahan Gd-oksida dari LTJ-hidroksida
Pada tahun anggaran 2014 (Rodliyah, dkk., 2014), telah dilakukan pemisahan LTJ
kedalam kelompok berat, sedang, dan ringan melalui pengendapan selektif untuk
mengendapkan Gd-oksida. Gd akan terbawa pada kelompok LTJ sedang dengan
menggunakan bahan baku LTJ(OH)3 dari PTBGN dengan ukuran partikel 200
mesh dengan kadar LTJ-oksida totalnya 96,1348%. Berdasarkan hasil percobaan
pada tahun 2014, terlihat bahwa LTJ-sedang ikut mengendap bersama dengan
LTJ-berat maupun ringan. Hal tersebut mungkin disebabkan karena terjadinya
tumpang tindih pH pengendapan antara LTJ berat dan sedang sehingga sulit dapat
memisahkan keduanya dengan metode pengendapan.
Pada tahun 2016, dilakukan proses pemisahan Gd-oksida dari LTJ-hidroksida
yang berasal dari pilot plant PT. Timah. Proses pemisahan gadolinium dari logam
tanah jarang terdiri dari dua tahapan proses, yaitu tahap pengelompokan logam
tanah jarang dan tahap pemisahan unsur gadolinium. Gadolinium diperoleh dari
proses pemisahan logam tanah jarang hidroksida (LTJ(OH)3) dalam bentuk
gadolinium oksida (Gd-Oksida). Proses pemisahan dilakukan pada 10 kg
LTJ(OH)3 yang diperoleh dari pilot plantPT. Timah Bangka. Analisis ICP
komposisi unsur dalam LTJ(OH)3PT. Timah dapat dilihat pada Tabel 5.5.
50
Tabel 5.5. Hasil analisis ICP bahan baku LTJ-hidroksida PT. Timah.
Unsur/senyawa
Kadar (%)
Ce
12,72
La
7,41
Pr
4,82
Nd
5,83
Sm
0,76
Gd
0,43
Dy
0,24
Y
2,73
LTJ-berat
2,97
LTJ-sedang
1,19
LTJ-ringan
24,95
SiO2
-
Fe2O3
1,63
CaO
0,39
Pada hasil analisis bahan baku LTJ-hidroksida dari PT. Timah, masih terdapat
unsur non-LTJ atau pengotornya, sehingga perlu dihilangkan atau dipisahkan dari
unsur LTJ-nya. Pemisahan unsur pengotor dilakukan dengan melarutkan LTJhidroksida secara sempurna menggunakan larutan HNO365% dengan
perbandingan 50gr sampel/70 mL HNO3. Proses pelarutan dilakukan pada sebuah
tangki berpengaduk pada suhu 90oC dengan reaksi yang terjadi, yaitu sebagai
berikut:
LTJ(OH)3(s) + 3HNO3(aq) → LTJ(NO3)3(aq) + 3H2O(l)
Setelah seluruh LTJ(OH)3 terlarut sempurna, kemudian dilakukan penambahan
ammonium oksalat 25% untuk mengendapkan unsur tanah jarang dari unsur non
tanah jarang. Unsur tanah jarang akan diperoleh dalam bentuk endapan unsur
tanah jarang oksida berwarna putih kristal, sedangkan unsur non tanah jarang akan
51
tetap larut dalam filtrat. Adapun reaksi yang terjadi saat penambahan asam oksalat
adalah sebagai berikut(Purwani, 2000):
2LTJ(NO3)3(aq) + 3H2C2O4(aq)→ LTJ2(C2O4)3(s) + 6HNO3(aq)
Pencucian
dengan
air
dan
penambahan
ammonium
hidroksida
(NH4OH)digunakan untuk memaksimalkan perolehan endapan unsur tanah jarang
oksida.Bagian bawah dari tangki berpengaduk dilengkapi dengan sebuah
penyaring yangberfungsi untuk menyaring endapan. Selanjutnya, dilakukan
pengendapan selektifterhadapendapan yang terbentuk dengan tujuan melarutkan
seluruh unsur tanahjarang oksida sebelum dipisahkan. Proses pengendapan
digunakan untukmeningkatkan kadar unsur dan pemisahan dengan unsur yang lain
Menurut Shweetal. (2008), larutan unsur tanah jarang yang telah larut dipisahkan
ke dalam unsur tanahjarang kelompok berat, sedang dan ringan.Endapan akan
dilarutkan kembali dalamlarutan HNO3 65% dan dilakukan penambahan NH4OH
25% hingga mencapai pH 6,5.Proses ini akan menghasilkan endapan tanah jarang
kelompok berat (heavy rare earth)yang akan tertahan didasar tangki, sedangkan
filtrat akan keluar melalui penyaringyang dilakukan pada kondisi vakum. Filtrat
akan ditampung pada tangki penampunguntuk dialirkan menuju tangki
berpengaduk lain. Pada tangki ini, ditambahkan NH4OH10% hingga pH filtrat
mencapai 7,08 dan terbentuk endapan tanah jarang kelompoksedang (middle rare
earth). Nilai pH untuk pengendapan LTJ-berat, sedang dan ringan dapat dilihat
pada Tabel 5.6.
Tabel 5.6. Nilai pH untuk Pengendapan LTJ-berat, sedang dan ringan (Shwe, et al.,
2008)
LTJ-Sedang
LTJ-Berat
Unsur
pH
Unsur
LTJ-Ringan
pH
Unsur
Dysprosium
Samarium
Lantanum
Yttrium
Europium
Praseodimium
Lutetium
Ytterbium
0 – 6,9
Gadolinium
6,8 – 7,08
pH
7,31 –
8,23
Neodimium
Terbium
Thulium
Erbium
Holmium
52
Unsur gadolinium terkandung dalam endapan tanah jarangkelompok sedang,
sehingga dilakukan proses ekstraksi menggunakan mixer settler 10tahap. Proses
ekstraksi ini menghasilkan gadolinium. Gadolinium selanjutnya diprosesdengan
kromatografi
penukar
ion
sehingga
menghasilkan
High
Purity
3+
Gd yangdimanfaatkan sebagai MRI Contrast Agent. Diagram alir proses dapat
dilihat pada Gambar 5.20 dan 5.21.
1
3
2
PELARUTAN
REAKSI
PENGENDAPAN
FILTRASI
PELARUTAN
KEMBALI
PRE-MIX
MIXER
SETTLER
FILTRASI
PENGENDAPAN
MEDIUM REM
FILTRASI
PENGENDAPAN
HEAVY REM
MIXER
SETTLER
PENGENDAPAN
FURNACE
PRODUK
AKHIR
Gambar 5.20. Diagram alir proses pemisahan Gd-oksida dari LTJ-hidroksida.
Proses pengendapan selain dapat digunakan untuk peningkatan kadar unsur juga
dapat untuk pemisahan unsur dengan unsur yang lain. Pengendapan dilakukan
menggunakan amonium hidroksida pada pH 6,30 – 6,82 untuk LTJ-berat.
Selanjutnya dilakukan penyaringan dan diperoleh endapan LTJ-berat. Hasil
nalisis oksida LTJ-berat menggunakan ICP dapat dilihat pada Tabel 5.7.
53
Tabel 5.7. Hasil analisis oksida LTJ-berat.
Unsur
Jumlah (%)
Gd
1,52
Y
8,21
Nd
9,05
La
3,08
Dy
1,95
Sm
2,01
Pr
25,09
Ce
13,77
LTJ-berat
10,16
LTJ-sedang
3,53
LTJ-ringan
50,99
Pada pengendapan LTJ-berat ini, hampir semua LTJ-berat dapat terendapkan.
Namun, LTJ-sedang dan ringan juga ikut terendapkan pada pH 6,3 – 6,8 ini.
Bahkan, untuk serium dan prasedomium hampir terendapkan pada pH tersebut.
Selanjutnya dilakukan proses pengendapan LTJ-sedang pada pH 6,82 – 7,08.
Hasil analisis LTJ-sedang dapat dilihat pada Tabel 5.8.
Pada proses pengendapan LTJ-sedang terjadi peningkatan jumlah dibandingkan
LTJ-sedang pada LTJ-oksida dari 1,19 % menjadi 5,26%. LTJ-berat yang ikut
mengendap pada proses ini hanya sekitar 0,71%. Sedangkan LTJ-ringan hanya
sekitar 1,6% yang didominasi oleh unsur lantanum. Selanjutnya dilakukan proses
pengendapan terakhir dilakukan untuk LTJ-ringan. Hasil analisis LTJ-ringan
dapat dilihat pada Tabel 5.9.
54
Tabel 5.8. Hasil analisis oksida LTJ-sedang.
Unsur
Jumlah (%)
Eu
1,27
Gd
1,72
La
1,55
Nd
0,05
Sm
2,27
Dy
0,68
Y
0,03
LTJ-berat
0,71
LTJ-sedang
5,26
LTJ-ringan
1,6
Tabel 5.9. Hasil analisis oksida LTJ-ringan.
Oksida
Jumlah (%)
Y
0,03
Nd
8,78
Dy
0,55
La
5,12
Sm
0,86
Pr
24,34
Ce
12,33
LTJ-berat
0,58
LTJ-sedang
0,86
LTJ-ringan
50,57
55
Dari hasil analisis pada LTJ-ringan, terlihat bahwa unsur lantanum mengalami
kenaikan yang cukup signifikan yaitu dari yang semula 24,95% menjadi 50,57%.
LTJ-berat dan sedang hanya sedikit yang ikut mengendap pada proses
pengendapan LTJ-ringan ini.
Berdasarkan data analisis diatas, terlihat bahwa LTJ-sedang ikut mengendap
bersama dengan LTJ-berat maupun ringan, namun dengan jumlah yang relatif
sedikit. Hal tersebut mungkin disebabkan karena terjadinya tumpang tindih pH
pengendapan antara LTJ berat dan sedang sehingga sulit dapat memisahkan
keduanya dengan metode pengendapan. Dari hasil percobaan dapat diketahui
bahwa kemurnian LTJ-berat sebesar 96,62%, LTJ-sedang 93,08% dan LTJ-ringan
86,95%.
Setelah memperoleh LTJ-berat, -sedang dan -ringan, proses selanjutnya adalah
ekstraksi pelarut LTJ-sedang untuk memisahkan Gd-oksida. Ligan yang
digunakan dalam ekstraksi pelarut adalah DBDTP (DiButil Ditiopospat). Ligan
DBDTP tersebut diperoleh melalui proses sintesis dengan bahan utama P2S5.
Untuk mendapatkan ligan DBDTP, P2S5 direaksikan dengan n-butanol hingga pH
netral atau sedikit basa. Produk yang dihasilkan selain DBDTP adalah berupa gas
H2S dengan bau yang menyengat. Reaksi yang terjadi pada proses ini adalah:
P2S5 + 2 C4H8OH → 2 [(C4H9O)2-P-S2] + H2S
Ligan DBDTP dengan pelarut metanol akan menghasilkan kompleks Gd-DBDTP
pada pH yang asam. Rendemen terbaik yang dihasilkan pada proses ini adalah
45%, pada suhu 80oC, waktu pendiaman satu (1) hari.
Produk gadolinium dari LTJ(OH)3 dengan melalui tahapan proses menghasilkan
gadolinium oksida dengan kemurnian sebesar 60% berat. Spesifikasi dari
gadolinium oksida dapat dilihat pada Tabel 5.10.
Tabel 5.10. Spesifikasi gadolinium oksida.
Komponen
Kemurnian
(% berat)
Gd2O3
60
Eu
10
Sm
18
Tb
12
56
5.3.
Logam jarang untuk bahan baku material maju
5.3.1. Hasil kajian identifikasi karakteristik pasir silika ampas pencucian
bijih timah
Percontoh pasir silika yang dikaji untuk dilakukan identifikasi dan karakteristik,
dianalisis terhadap komposisi mineral dan komposisi kimia unsur-unsur yang
terkandung.
Data analisis mineralogi dan kimia sebagai dasar untuk
mengidentifikasi kandungan dan komposisi contoh pasir silika mengisyaratkan
adanya mineral silikat, tidak hanya mineral silika yang dominan dalam contoh
penelitian, untuk memperkirakan kemungkinan terdapat mineral silikat pembawa
unsur lithium, berasal dari dua (2) lokasi daerah bekas pengusahaan penambangan
bijih timah PT Timah dengan potensi deposit pasir silika masih besar, yaitu:
a)
Pulau Bangka;
Sebanyak tiga (3) lokasi pengambilan contoh pasir silika di wilayah bekas
pengusahaan penambangan bijih timah, wilayah ijin usaha penambangan PT
Timah, yaitu lokasi bekas penambangan timah Pemali, Pompong dan Binjai
b)
Pulau Belitung;
Sebanyak tiga (3) lokasi pengambilan contoh pasir silika di wilayah bekas
pengusahaan penambangan bijih timah, wilayah ijin usaha penambangan PT
Timah, yaitu lokasi bekas penambangan timah Air Nangka (Lassar), Badau,
Batu Besi (Damar) (Belitung Timur)
Komposisi mineral setiap percontoh pasir silika diidentifikasi dan dikarakterisasi
menggunakan metode XRD sementara komposisi kimia dengan XRF. Hasil
analisis mineralogi setiap percontoh pasir silika adalah sebagai berikut:
5.3.2.
Pasir silika Pemali-Bangka
Hasil analisis mineralogi dengan metoda XRD untuk percontoh pasir silika
Pemali-Bangka memberikan data komposisi mineral dengan mineral silikat Topaz
(Al2SiO4(OH)2) yang dominan, diikuti oleh mineral lainnya, cassiterite (SnO2),
kuarsa (SiO2), pyrite (FeS2), kaoilinite (Al2Si2O5(OH)4), dan muscovite
(H2KAl3(SiO4)3) Komposisi mineral yang terkandung dalam pasir silika PemaliBangka selengkapnya disajikan pada Tabel 5.11 dan Tabel 5.12.
57
Tabel 5.11.Komposisi mineral pasir silika Pemali-Bangka, ukuran butiran -140#+200#
Nama Mineral
%
Cassiterite
SnO2
6.2
Topaz
Al2SiO4(OH)2
88.5
Quartz
SiO2
1.6
Pyrite
FeS2
1.1
Kaolinite
Al2Si2O5(OH)4
0.6
Muscovite
K Al2(Si3Al)O10(OH)2
2.5
Sementara pola XRD untuk pasir kuarsa Pemali-Bangka diperlihatkan pada
Gambar 5.21.
Gambar 5.21. Pola XRD untuk pasir kuarsa Pemali-Bangka, ukuran butiran -140#+200#
Tabel 5.12. Komposisi mineral pasir silika Pemali-Bangka, ukuran butiran -200#+325#
Nama Mineral
%
Cassiterite
SnO2
4.78
Topaz
Al2SiO4(OH)2
89.0
Quartz
SiO2
1.08
Pyrite
FeS2
2.05
Kaolinite
Al2Si2O5(OH)4
0.62
Muscovite
K Al2(Si3Al)O10(OH)2
2.47
58
Gambar 5.22.Pola XRD untuk pasir kuarsa Pemali-Bangka, ukuran butiran -200#+325#
Dari data hasil analisis mineralogi (XRD) untuk percontoh pasir silika PemaliBangka, komposisi mineral yang terkandung dalam contoh bahan yang diteliti
dengan persentase mineral dominan berupa mineral silikat Topaz dan
menunjukkan baik untuk fraksi ukuran butiran -140#+200# ataupun -200#-325#
sama, yaitu masing-masing sebesar 88.5% dan 89.0%. Sedangkan untuk hasil
analisis kimia seperti disajikan pada Tabel 5.13. Menunjukkan data yang sama,
tidak memberikan indikasi keterdapatan mineral silikat pembawa lithium.
Hasil analisis kimia dengan metode XRF terhadap percontoh pasir silika PemaliBangka disajikan pada Tabel 5.13.
Tabel 5.13. Komposisi kimia unsur kelumit untuk pasir silika Pemali-Bangka.
Ukuran
Butiran
Konsentrasi unsur kelumit (%)
SiO2
Al2O3
Fe2
O3
CaO
K2O
Na2O
S
TiO2
ZrO2
SnO2
Li
(ppm)
-140#+200#
29.64
48.39
1.57
0.18
0.12
0.17
0.22
0.17
0.42
15.15
53
-200#+325#
29.51
49.32
2.40
0.09
0.12
0.17
0.21
0.14
0.25
27.74
56
Data Gambar Tabel 5.13 menunjukkan komposisi kimia untuk contoh pasir silika
Pemali-Bangka dengan kandungan unsur Al2O3 yang tinggi (48.39% dan 49.32%)
sejalan dengan komposisi mineral yang ditunjukkan oleh hasil analisis XRD
Gambar 5.21 dan 5.22 sebagai mineral Topaz yang dominan (88.5% dan 89.0%),
59
walaupun mineral spodumene LiAl(SiO3)2 ataupun mineral petalite, LiAl(Si2O5)2
yang diprediksikan memiliki komposisi kimia secara umum mendekati tetap tidak
menunjukkan hal tersebut dengan data kandungan unsur lithium yang rendah.
5.3.3. Pasir silika Pompong-Bangka
Untuk contoh pasir silika dari lokasi potensi pasir silika ampas bekas
penambangan timah Pompong-Bangka, hasil analisis mineralogi dengan metode
XRD memberikan data yang teridentifikasi hanya mineral kuarsa saja. Persentase
komposisi mineral yang teridentifikasi tidak diberikan karena perangkat lunak
tidak dilengkapi untuk menentukan presentasi. Data analisis mineralogi ini
menunjukan kandungan pasir kuarsa yang dominan dalam percontoh pasir silika
Pompong-Bangka. Kandungan pasir kuarsa yang dominan dalam percontoh pasir
silika Pompong-Bangka, juga ditunjukan oleh analisis kimia dengan metode XRF
seperti yang disajikan pada Tabel 5.14.
Tabel 5.14. Komposisi mineral pasir silika Pompong-Bangka.
Nama Mineral
Kuarsa
%
SiO2
-
Gambar 5.23. Pola XRD untuk pasir kuarsa Pompong-Bangka.
60
1600
400
10
20
30
40
39.346 [°]; 2.28811 [Å]; Quartz; Petalite; Fenaksite
40.163 [°]; 2.24344 [Å]; Quartz; Petalite; Fenaksite
36.573 [°]; 2.45496 [Å]; Quartz; Petalite; Fenaksite
50
-
Petalite (Lithium tectroalumotetrasilicate)
LiAlSi4O10
-
Fenaksite
(K, Na)4Fe2Si8O20(OH, F)
-
0
Position [°2Theta]
60
Gambar 5.24. Pola XRD untuk pasir kuarsa Binjai-Bangka.
61
68.125 [°]; 1.37530 [Å]; Quartz; Petalite
SiO2
64.041 [°]; 1.45279 [Å]; Quartz; Petalite
Kuarsa
65.718 [°]; 1.41970 [Å]; Quartz; Petalite
Nama Mineral
58.483 [°]; 1.57689 [Å]; Petalite
59.837 [°]; 1.54440 [Å]; Quartz; Petalite
57.098 [°]; 1.61181 [Å]; Quartz; Petalite; Fenaksite
54.760 [°]; 1.67497 [Å]; Quartz; Petalite
55.344 [°]; 1.65868 [Å]; Quartz; Petalite
50.169 [°]; 1.81692 [Å]; Quartz; Petalite; Fenaksite
45.668 [°]; 1.98497 [Å]; Quartz; Petalite
42.332 [°]; 2.13339 [Å]; Quartz; Petalite
3600
26.645 [°]; 3.34280 [Å]; Quartz; Fenaksite
B7-GP200NM
25.754 [°]; 3.45641 [Å]; Fenaksite
23.929 [°]; 3.71573 [Å]; Petalite; Fenaksite
20.878 [°]; 4.25137 [Å]; Quartz; Petalite
5.3.4. Pasir silika Binjai-Bangka
Untuk percontoh pasir silika dari lokasi potensi pasir silika Bijai-Bangka, hasil
analisis mineralogi dengan metode XRD memberikan data terdiri atas mineral
kuarsa (SiO2), mineral lithium berupa mineral petalite (LiAlSi4O10) dan mineral
fenaksite (K, Na)4Fe2Si8O20(OH, F).
Tabel 5.15. Komposisi mineral pasir silika Binjai-Bangka.
%
Counts
Hasil analisis kimia percontoh pasir silika Binjai-Bangka dengan metode XRF
seperti yang disajikan pada Tabel 5.16, kandungan komponen SiO2 mencapai 98%
baik untuk ukuran butiran (-140#+200#) maupun (-200#+325#) dengan beberapa
unsur yang terkandung yang disyaratkan dalam komposisi kimia menunjukan data
yang tidak terdeteksi seperti komponen Al2O3. Hal ini selaras dengan data
komposisi mineral hasil analisis mineralogi XRD.
Tabel 5.16. Komposisi kimia unsur kelumit untuk pasir silika Pompong-Bangka.
Ukuran
Butiran
Konsentrasi unsur kelumit (%)
SiO2
Al2O3
Fe2O3
CaO
K2O
Na2O
S
TiO2
ZrO2
SnO2
Li
(ppm)
-140#+200#
98.09
0.549
1.02
0.031
0.079
-
-
0.016
0.026
0.023
-
-200#+325#
98.46
0.542
0.574
0.029
0.079
0.018
-
0.008
-
0.024
-
5.3.5. Pasir silika Air-Nangka (Lassar) Belitung
Untuk percontoh pasir silika dari lokasi potensi pasir silika Air-Nangka Belitung,
hasil analisis mineralogi dengan metode XRD memberikan data yang
teridentifikasi hanya mineral kuarsa saja (Tabel 5.17), tidak ada terideitifikasi
mineral silika. Hasil analisis minaralogi ini berbeda dengan percontoh pasir silika
dari lokasi Bangka dengan kandungan mineral silikat yang beragam. Data analisis
mineralogi ini menunjukan lokasi contoh penelitian, mineral pasir kuarsa yang
dominan, ini mengindikasikan lokasi bekas tambang timah wilayah Belitung tidak
kaya mineral silikat sebagai asosiasi mineral lithium.
Tabel 5.17. Komposisi mineral pasir silika Air-Nangka Belitung.
Nama Mineral
Kuarsa
%
SiO2
-
Hasil analisis kimia percontoh pasir silika Binjai-Bangka dengan metode XRF
seperti yang disajikan pada Tabel 5.18, menunjukkan hanya kandungan komponen
SiO2 yang mencapai 97% dengan ukuran butiran (-140#+200#). Adanya beberapa
62
1600
400
10
20
30
40
50
Al2O3
Fe2O3
CaO
K2O
Na2O
S
TiO2
ZrO2
SnO2
Li
(ppm)
97.11
0.694
0.594
0.041
0.026
0.015
0.261
0.499
0.142
-
0
Position [°2Theta]
60
Gambar 5.25. Pola XRD untuk pasir kuarsa Air-Nangka Belitung.
63
[Å] [°]; 1.38374 [Å]; Quartz
67.208 [°]; 1.39181
67.653
68.033 [°]; 1.37693 [Å]; Quartz
SiO2
65.710 [°]; 1.41986 [Å]; Quartz
63.959 [°]; 1.45444 [Å]; Quartz
59.853 [°]; 1.54404 [Å]; Quartz; Graphite 2H
54.782 [°]; 1.67435 [Å]; Quartz; Graphite 2H
55.211 [°]; 1.66235 [Å]; Quartz
50.034 [°]; 1.82151 [Å]; Quartz
50.560 [°]; 1.80381 [Å]; Quartz; Graphite 2H
44.460 [°]; 2.03608 [Å]; Graphite 2H
45.699 [°]; 1.98370 [Å]; Quartz
42.354 [°]; 2.13233 [Å]; Quartz; Graphite 2H
39.491 [°]; 2.28007 [Å]; Quartz
40.293 [°]; 2.23651 [Å]; Quartz
BAN-P200
26.523 [°]; 3.35795 [Å]; Quartz; Graphite 2H
Ukuran
Butiran
36.561 [°]; 2.45578 [Å]; Quartz
28.145 [°]; 3.16797 [Å]
3600
20.891 [°]; 4.24879 [Å]; Quartz
-140#+200#
10.652 [°]; 8.29852 [Å]
unsur lain yang terkandung seperti Al2O3 yang relatif tinggi, tetapi mineral yang
membawa komponen Al2O3 tidak teridentifikasi.
Tabel 5.18. Komposisi kimia unsur kelumit untuk pasir silika Air-Nangka Belitung.
Konsentrasi unsur kelumit (%)
Counts
5.3.6. Pasir silika Badau-Belitung
Percontoh pasir silika Badau-Belitung mempunyai penampakan yang berbeda
dibandingan percontoh pasir silika dari lokasi potensi pasir silika Badau-Belitung,
yaitu butiran lebih besar, mendekati ukuran batuan kerikil.
Hasil analisis mineralogi dengan metode XRD terhadap percontoh pasir silika
Badau-Belitung memberikan data, kandungannya hanya menunjukan mineral
kuarsa (Gambar 5.19) dan hasil analisis kimia dengan metode XRF, kandungan
komponen SiO2 sebagai komponen dominan dan unsur-unsur yang terdeteksi Al,
Fe, Na, K dan F dengan persentase kandungan relatif sangat rendah.
Tabel 5.19. Komposisi mineral pasir silika Badau-Belitung.
Nama Mineral
%
Kuarsa
SiO2
-
Fenaksite
(K,Na)4Fe2Si8O20(OH, F)
-
Quartz
[Å]; [Å];
1.38257
[°]; [°];
67.718
Quartz
1.37753
67.999
63.926 [°]; 1.45513 [Å]; Quartz
59.823 [°]; 1.54474 [Å]; Quartz
54.742 [°]; 1.67548 [Å]; Quartz
55.239 [°]; 1.66155 [Å]; Quartz
57.091 [°]; 1.61200 [Å]; Quartz; Fenaksite
49.981 [°]; 1.82335 [Å]; Quartz; Fenaksite
45.644 [°]; 1.98599 [Å]; Quartz
39.464 [°]; 2.28154 [Å]; Quartz; Fenaksite
40.150 [°]; 2.24414 [Å]; Quartz; Fenaksite
400
23.873 [°]; 3.72434 [Å]; Fenaksite
20.708 [°]; 4.28585 [Å]; Quartz
1600
42.418 [°]; 2.12923 [Å]; Quartz
BB02-P200
3600
36.538 [°]; 2.45726 [Å]; Quartz; Fenaksite
26.625 [°]; 3.34527 [Å]; Quartz; Fenaksite
Counts
0
10
20
30
40
50
60
Position [°2Theta]
Gambar 5.26. Pola XRD untuk pasir kuarsa Badau-Belitung.
64
Tabel 5.20 Komposisi kimia unsur kelumit untuk pasir silika Badau-Belitung.
Ukuran
Butiran
-140#+200#
Konsentrasi unsur kelumit (%)
SiO2
Al2O3
Fe2O3
CaO
K2O
Na2O
S
TiO2
ZrO2
SnO2
Li
(ppm)
95.57
1.04
0.16
0.07
0.026
-
-
0.18
0.10
-
-
5.3.7. Pasir silika Batu-Besi Belitung Timur
Percontoh pasir silika Batu-Besi Belitung Timur mempunyai penampakan yang
berbeda dibandingan percontoh pasir silika dari lokasi potensi pasir silika BatuBesi Belitung Timur yaitu butiran lebih besar, mendekati ukuran batuan kerikil.
Hasil analisis mineralogi dengan metode XRD terhadap percontoh pasir silika
Batu-Besi Belitung Timur memberikan data, kandungannya hanya menunjukan
mineral kuarsa (Gambar 5.12) dan hasil analisis kimia dengan metode XRF,
kandungan komponen SiO2 sebagai komponen mineral domian dan kandungan
mineral silikat lebih beragam di lokasi contoh pasir silika Batu-Besi Belitung
Timur.
Tabel 5.21. Komposisi mineral pasir silika Langkat-Sumut.
Nama Mineral
%
Kuarsa
SiO2
-
Illite
(K,H3O)Al2Si3AlO10(OH)2
-
Gibbsite
Al(OH)3
-
Flusston
SiO2.Al2O3.NaOH
-
Fluorannite
KFe3AlSi3O10F2
-
65
400
5.4.1
1600
900
SiO2
10
Al2O3
Fe2O3
BTB-P200
20
Ukuran
Butiran
CaO
100
K2O
30
Na2O
S
40
TiO2
ZrO2
50
SnO2
67.714
Flusston
Gibbsite;Flusston
Quartz;Gibbsite;
[Å];Quartz;
1.37705[Å];
[°];1.38264
68.026[°];
63.960 [°]; 1.45443 [Å]; Quartz; Gibbsite; Flusston
59.956 [°]; 1.54163 [Å]; Quartz; Flusston; Fluorannite
54.775 [°]; 1.67453 [Å]; Quartz; Flusston; Fluorannite
55.182 [°]; 1.66314 [Å]; Quartz; Fluorannite
49.049 [°]; 1.85576 [Å]
50.025 [°]; 1.82182 [Å]; Quartz; Flusston
45.318 [°]; 1.99948 [Å]; Illite-2\ITM\RG#1 [NR]; Gibbsite; Fluorannite
45.720 [°]; 1.98284 [Å]; Quartz; Gibbsite; Flusston
42.335 [°]; 2.13323 [Å]; Quartz; Flusston
42.914 [°]; 2.10578 [Å]
39.458 [°]; 2.28189 [Å]; Quartz; Gibbsite; Fluorannite
40.248 [°]; 2.23889 [Å]; Quartz; Illite-2\ITM\RG#1 [NR]; Gibbsite; Flusston
34.820 [°]; 2.57447 [Å]; Illite-2\ITM\RG#1 [NR]; Flusston
35.923 [°]; 2.49793 [Å]; Illite-2\ITM\RG#1 [NR]; Fluorannite
36.427 [°]; 2.46452 [Å]; Quartz; Illite-2\ITM\RG#1 [NR]; Gibbsite; Flusston
Gibbsite; Flusston
[Å]; Flusston
2.38645 [Å];
[°]; 2.36542
37.662 [°];
38.010
29.788 [°]; 2.99687 [Å]; Illite-2\ITM\RG#1 [NR]; Flusston
30.377 [°]; 2.94013 [Å]; Fluorannite
26.515 [°]; 3.35894 [Å]; Quartz; Illite-2\ITM\RG#1 [NR]; Flusston; Fluorannite
27.761 [°]; 3.21095 [Å]; Illite-2\ITM\RG#1 [NR]; Gibbsite; Flusston
24.032 [°]; 3.70003 [Å]; Illite-2\ITM\RG#1 [NR]; Flusston
19.735 [°]; 4.49491 [Å]; Illite-2\ITM\RG#1 [NR]; Flusston
20.744 [°]; 4.27851 [Å]; Quartz; Gibbsite; Flusston
17.698 [°]; 5.00740 [Å]; Illite-2\ITM\RG#1 [NR]; Fluorannite
18.197 [°]; 4.87115 [Å]; Gibbsite
12.302 [°]; 7.18922 [Å]; Flusston
8.764 [°]; 10.08218 [Å]; Illite-2\ITM\RG#1 [NR]; Flusston; Fluorannite
7.275 [°]; 12.14083 [Å]
Counts
0
Position [°2Theta]
60
Gambar 5.27. Pola XRD untuk pasir kuarsa Batu-BesiBelitung Timur.
Tabel 5.22. Komposisi kimia unsur kelumit untuk pasir silika Batu-BesiBelitung Timur.
Konsentrasi unsur kelumit (%)
Li
(ppm)
5.4 Pembuatan membran silika berpori untuk pemurnian biodiesel
Karakterisasi bahan baku
Pasir silika asal Tuban,menurut Firdyono, dkk (2012) memiliki kemurnian sebesar
93,5% dengan deposit sebesar 3.950.000 ton mampu diolah dan dimanfaatkan
untuk kebutuhan penelitian maupun industri karena keberadaan unsur silika di
alam sangatlah melimpah. Dalam bentuk murni, silika (SiO2) terdapat dalam dua
bentuk yaitu kuarsa dan kristobalit (Cotton, 2009).
Silika murni asal Tuban ini sebelumnya dilakukan karakterisasi bahan baku
terlebih dahulu dengan meliputi analisis mineralogi dengan menggunakan analisis
XRD pada Gambar 5.29 dan analisis AAS pada Tabel 5.23 serta analisis SEM
EDAX pada Gambar 5.30
66
Intensitas (a.u)
SiO2
10
20
30
40
50
60
70
2θ (°)
Gambar 5.28. Hasil XRD raw materal silika Tuban.
Berdasarkan data XRD pada Gambar 5.22, terlihat adanya puncak tertinggi yang
menandakan SiO2 pada sudut 26,62 (2θ) dan puncak yang lainnya menandakan
unsur lain selain SiO2 berupa Al2O3, Fe2O3, K2O3, Na2O, CaO, MgO, TiO, Cr2O3,
MnO dan lain-lain yang diperlihatkan oleh hasil analisis AAS pada Tabel 5.11.
67
Tabel 5.23.Analisis AAS raw material silika Tuban.
No.
Unsur
Konsentrat pasir silika Tuban
1.
Si
96,0 %
2.
Al
1,06 %
3.
Fe
0,83 %
4.
K
0,42 %
5.
Na
0,08 %
6.
Ca
0,35 %
7.
Mg
0,01 %
8.
Ti
0,19 %
9.
Cr
0,08 %
10.
Mn
0,01 %
11.
Lain-lain
0,34 %
Dari data hasil analisis AAS pada Tabel 5.23, terlihat bahwa konsentrat pasir
silika asal Tuban Jawa Timur memiliki persentase kemurnian silika yang cukup
tinggi yaitu 96,0 % dengan kadar pengotor paling tinggi yaitu Al2O3 sebesar 1,06
%. Untuk pengotor yang lain,yang jumlahnya paling kecil adalah MgO dan MnO
yaitu 0,01%. Gambar foto SEM dan EDAX sampel pasir silika terlihat pada
Gambar 5.30.
68
Gambar 5.29. Foto SEM dan EDAX sampel pasir kuarsa.
Berdasarkan Gambar 5.29 sampel pasir silika yang diamati merupakan partikel
kuarsa dengan unsur-unsur yang terdeteksi adalah Si dan O dengan kuantitas
unsur Si sebesar 50,65% dan O sebesar 46,61% sehingga berkesesuaian dengan
data analisis XRD.
5.4.2. Proses pelindian dengan asam
Tahap selanjutnya adalah dilakukan proses pelindian pada sampel kuarsa untuk
melarutkan pengotornyamenggunakan larutan asam sulfat. Konsentrasi pelarut
disesuaikan dengan stoikiometri dengan kondisi persen solid 20%, waktu
pelindian 2 jam dan dilakukan pada suhu kamar. Berikut hasil analisis XRF residu
hasil pelindian. Hasil analisis XRF residu hasil pelindian terlihat pada Tabel 5.24.
69
Tabel 5.24. Hasil analisis XRF residu hasil pelindian.
Analisis
Unit
Asamsulfat
SiO2
%
99,42
Al2O3
%
<0,01
Fe (tot)
%
<0,01
Fe2O3
%
<0,01
CaO
%
0,01
MnO
%
0,01
MgO
%
0,01
K2O
%
<0,01
Na2O
%
0,35
P2O5
%
<0,01
Cr2O3
%
0,03
TiO2
%
0,12
LOI
%
0,61
5.4.3. Sintesis nano partikel secara alkalifusion
Proses alkalifusion dilakukan untuk memisahkan ikatan silikat dengan mineral
lainnya sehingga dihasilkan SiO2. Proses yang dilakukan yaitu mereaksikan silika
dengan suatu alkali dan pada penelitian ini digunakan alkali natrium karbonat
(Wahyudi, dkk., 2011). Alkalifusion atau fusi alkali merupakan suatu metode
konvensional yang digunakan untuk mengekstrak silikon dan aluminium dari
suatu material, biasanya metode fusi alkali ini menggunakan logam-logam alkali
seperti natrium hidroksida atau natrium karbonat sebagai aktivatornya
(Prasetyoko, dkk., 2010).Adapun reaksi yang terjadi pada saat alkalifusion dari
Silika dengan natrium karbonat ditunjukan oleh persamaan (5.1)
70
SiO2 (s) + Na2CO3 (s)
(5.1)
Na2SiO3 (s) + CO2 (g) ..................................
Proses Alkalifusion pada penelitian kali ini dilakukan dengan memvariasikan suhu
pada saat proses peleburan dan suhu yang digunakan yaitu dimulai dari 700°C,
800°C, 900°C hingga 1000°C. Proses peleburan yaitu dengan mencampurkan
silika hasil penggerusan dan pengayakan hingga -200 mesh kemudian
ditambahkan dengan natrium karbonat dengan perbandingan komposisi 1:1
stoikiometri. Proses dan hasil alkalifusion ditunjukan pada Gambar 5.31.
(a) (b)
Gambar 5.30. (a) Proses alkalifusion silika + Na2CO3 (b) Hasil alkalifusion Na2SiO3
Proses alkalifusion dilakukan selama 2 jam. Hasil alkalifusion dari setiap variasi
suhu menghasilkan hasil residu yang berbeda-beda dapat dilihat pada Tabel 5.25.
Tabel 5.25. Natrium silikat hasil alkalifusion.
No.
Sampel (SiO2 + Na2CO3)
Hasil
(gram)
1.
Suhu 700°C
257,8981
2.
Suhu 800°C
227,6244
3.
Suhu 900°C
228,6744
4.
Suhu 1000°C
177,4774
Hasil alkalifusion yaitu natrium silikat berwujud serbuk padatan seperti pada
Gambar 5.31 (b). Natrium silikat yang diperoleh kemudian dibilas dengan
71
aquades sebanyak 800 mL. Aquades ditambahkan sampai natrium silikat larut
seluruhnya kemudian disaring dan diambil filtratnya untuk proses presipitasi dan
adanya pencucian dengan aquades tujuannya untuk memisahkan Na-Silika dengan
mineral lainnya. Hasil pencucian natrium silikat dengan aquades dan penyaringan
natrium silikat serta filtrat hasil penyaringan natrium silikat ditunjukan pada
Gambar 5.31.
(a)
(b)
(c)
Gambar 5.31. (a) Pencucian natrium silikat dengan aquades; (b) Penyaringan
natriumsilikat; (c) Filtrat alkalifusion hasil penyaringan natrium
silikat.
Pencucian natrium silikat dengan aquades menghasilkan volume filtrat dan berat
residu yang berbeda-beda, ditunjukan pada Tabel 5.26.
Tabel 5.26. Hasil pencucian natrium silikat dengan aquades.
Sampel Na2SiO3 + H2O
No.
Suhu
Filtrat (mL)
Residu (gram)
1.
700°C
1.470
107,3011
2.
800°C
650
68,5302
3.
900°C
730
33,7179
4.
1000°C
890
15,8001
72
Berdasarkan Tabel 5.26, semakin tinggi suhu alkalifusion maka volume filtrat
serta berat residunya semakin kecil. Hal ini dikarenakan semakin tinggi suhu
alkalifusion, natrium silikat yang dihasilkan lebih keras sehingga hasil pencucian
dengan aquades semakin kental. Filtrat natrium silikat selanjutnya dianalisis
kandungan unsurnya menggunakan AAS (Tabel 5.27).
Tabel 5.27.Filtrat hasil alkalifusion analisis AAS.
No.
Sampel (Filtrat SiO2)
Na (g/L)
Si (g/L)
Al (mg/L)
1.
Filtrat suhu 700°C
44
1,8
22
2.
Filtrat suhu 800°C
50
19,0
137
3.
Filtrat suhu 900°C
65
45
177
4.
Filtrat suhu 1000°C
43
36
279
Berdasarkan Tabel 5.27,kadar silika (Si) hasil analisis AAS pada filtrat
alkalifusion memiliki hasil paling tinggi, yaitu 45 (g/L) pada suhu 900°C. Dari
data AAS pada Tabel 5.27, diperoleh persen ekstraksi dari masing-masing suhu
alkalifusion (perhitungan terlampir) dan grafik persen ekstraksi silika dari setiap
variasi suhu ditunjukan pada Gambar 5.26.
73,33
71,52
% Ekstraksi alkalifusion
70
60
50
40
27,57
30
20
10
5,91
0
700
800
900
1000
Suhu (°C)
Gambar 5.32 Grafik suhu terhadap persen ekstraksi hasil alkalifusion.
73
Berdasarkan Gambar 5.32, pada suhu 700°C persen ekstraksinya paling rendah
yaitu 5,91%. Sementara pada suhu 900°C persen ekstraksinya paling tinggi yaitu
73,33%. Hal ini menunjukan bahwa pada suhu 900°C terjadi peleburan yang
paling baik antara Na2CO3 dengan silika dan filtrat alkalifusion memiliki
kandungan silika yang baik.
Proses selanjutnya adalah pembentukan silika gel dengan presipitasi. Presipitasi
dilakukan dengan menjenuhkan larutan dan banyak dilakukan dengan
meningkatkan pH larutan (Hadyan, 2012). Proses presipitasi kimiawi basah telah
banyak diaplikasikan secara luas. Sebagian besar produk yang dihasilkan adalah
bahan keramik dan gelas dalam berbagai bentuk seperti serat keramik, membran
inorganik mikropori, gelas dan keramik monolitik dan lain sebagainya
(Witjaksono, 2011).
Presipitasi adalah proses pengendapan dan pada percobaan kali ini natrium silikat
yaitu filtrat hasil alkalifusion ditambahkan larutan asam yaitu asam klorida sedikit
demi sedikit dengan cara dititrasi (HCl sebagai pentitrat dalam buret) hingga
terbentuk silika gel yang ditandai dengan adanya endapan putih dan diukur pH
netral yaitu pH 7. Sulistyono dkk (2004) menyatakan bahwa pada prinsipnya
proses pembentukan silika gel dipengaruhi oleh kondisi pH larutan, proses
pembentukan gel yang menghasilkan endapan silika dapat terjadi pada lingkungan
pH yang netral atau asam. Proses presipitasi ditunjukan pada Gambar 5.33.
Gambar 5.33. Proses presipitasi
Reaksi antara natrium silikat dengan asam klorida diperlihatkan pada persamaan
reaksi 5.2dan hasil presipitasi ditunjukan oleh Gambar 5.35.
Na2SiO3 (s) + 2 HCl (l)
SiO2 (s) + H2O (l) + 2 NaCl (s) ……………..
(5.2)
74
Gambar 5.34. Hasil presipitasi
Gambar 5.34menunjukan hasil presipitasi ditandai dengan terbentuknya endapan
putih pada pH = 7 yang selanjutnya disaring dan diambil silika gelnya sedangkan
filtratnya dianalisis menggunakan AAS. Hasilnya dapat dilihat pada Gambar 5.35
sertaTabel 5.28
(a)
(b)
Gambar 5.35. (a) Silika gel (b) filtrat presipitasi
Tabel 5.28. Analisis AAS filtrat presipitasi.
No.
Sampel(Filtrat SiO2)
Na (g/L)
Si (g/L)
Al (mg/L)
Cl (mg/L)
1.
Filtrat suhu 700°C
23
0,05
2,2
0,63
2.
Filtrat suhu 800°C
20
0,06
2,5
0,32
3.
Filtrat suhu 900°C
17,5
0,05
2,7
0,63
4.
Filtrat suhu 1000°C
17,5
0,05
2,7
0,63
75
Tabel 5.28 memperlihatkan hasil yang baik, yaitu sedikit silika yang terkandung
dalam filtrat hasil presipitasi dengan berat antara 0,05 dan 0,06 (g/L). Hal ini
menunjukan bahwa silika banyak terbawa dalam residu atau dalam silika gel.
Selanjutnya dilakukan perhitungan (terlampir) untuk mengetahui persen ekstraksi
dari filtrat presipitasi dan grafik suhu terhadap persen ekstraksi ditunjukan pada
Gambar 5.36.
100
99,76
% Ekstraksi Presipitasi
99,34
99
98
97,28
97,23
97
700
800
900
1000
Suhu (°C)
Gambar 5.36. Grafik suhu terhadap persen ekstraksi presipitasi.
Berdasarkan Gambar 5.37, pada suhu 700°C persen ekstraksinya sebesar 97,23%
dan pada suhu 800°C mengalami kenaikan menjadi 99,34%. Padasuhu 900°C
diperoleh persen ekstraksi terbesar yaitu 99,76%. Hal ini menandakan silika gel
yang diperoleh cukup baik dan murni, dan pada suhu 1000°C memiliki persen
ekstraksi sebesar 97,28%. Namun, masih ditemukan pengotor seperti Al dan
Na.Menurut Latif (2014), silika gel hasil penyaringan harus dicuci atau dibilas
menggunakan aquades minmial 15 kali agar bersih dari garam. Oleh karena itu,
untuk mendapatkan hasil yang lebih baik seharusnya silika gel dibilas dengan
aquades sebanyak mungkin untuk mengurangi Na dan Al yang ikut mengendap
dalam silika gel (Latif, dkk., 2014).
76
5.4.4. Karakterisasi partikel silika gel
Analisis PSA
PSA (Particle Size Analyzer) merupakan metode yang digunakan untuk
mengetahui ukuran dan distribusi dari partikel yang tersuspensi. Pengujian
dilakukan dengan pemberian sinar laser. Ketika sinar laser ditembakkan kedalam
partikel, sinar akan menyebar ke berbagai arah dalam fluida.
Pada penelitian ini, silika gel dianalisis menggunakan PSA (Particle Size
Analyzer) untuk mengetahui ukuran partikel rata-rata dari silika gel dan ukuran
partikel yangdiinginkan yaitu dibawah 100 nanometer. Hasil ukuran nanopartikel
silika gel ditunjukkan pada Tabel 5.29.
Tabel 5.29. Hasil analisis PSA (Particel Size Analyzer).
No.
Sampel silika gel
Ukuran (nm)
1.
Suhu 700°C
11,6
2.
Suhu 800°C
1115,8
3.
Suhu 900°C
203,5
4.
Suhu 1000°C
1.385,1
Hasil ukuran partikel pada Tabel 5.29 menunjukkan bahwa hasil ukuran paling
kecil yaitu pada suhu 700°C dengan ukuran 11,5 nm dan ukuran paling tinggi
yaitu pada suhu 1000 °C dengan ukuran 1.385,1 nm. Grafik suhu terhadap ukuran
partikel ditunjukkan dalam Gambar 5.37.
77
ukuran partikel (nm)
1400
1200
1000
200
0
700
800
900
1000
suhu °C
Gambar 5.37.Grafik suhu terhadap ukuran partikel.
Berdasarkan Gambar 5.37, pada suhu 700°ukuran partikel rata-ratanya
adalah 11,6 nm, sementara pada suhu 800°C ukuran partikel rata-ratanya sebesar
1115,8 nm. Jika dibandingkan, dengan naiknya suhu dari700°C ke 800°C, terjadi
peningkatan ukuran partikel yang sangat tinggi. Hal inipun terjadi pada rentang
suhu selanjutnya. Ukuran partikel rata-rata sebesar 203,5 ditemukan pada suhu
900°Cnm dan kembali mengalami peningkatan pada suhu 1000°C menjadi 1385,1
nm. Ukuran rata-rata partikel terkecil yang termasuk kedalam ukuran partikel
nanometer yaitu hanya pada suhu 700°C. Hal ini menunjukkan bahwa pada reaksi
alkalifusion dengan suhu 700°C menghasilkan ukuran partikel paling baik yaitu
11,6 nm. Namun pada hasil penelitian ini tidak sesuai menurut Sari dkk (2014)
yang mengatakan bahwa semakin tinggi suhu yang diberikan makan semakin
besar ukuran partikel. Sedangkan menurut Setiati dkk (2011) semakin tinggi
temperatur kalsinasi maka semakin sempit rentang distribusi ukuran partikelnya
(Setiati, dkk., 2011).
Menurut Wahyudi dkk (2011), apabila suhu tinggi dan ukuran partikel
meningkat, seperti yang terjadi pada suhu 700 °C ke 800 °C dan 900°C ke 1000
°C,membesarnya ukuran partikel dapat diakibatkanoverheat pada proses fusion
yang mengarah pada proses sintering, dimana partikel satu dengan lainnya
mengalami sintering atau lengket sehingga ukurannya menjadi lebih besar
(Wahyudi, dkk., 2011).
Analisis XRD
Hasil analisis XRD untuk silika gel ditunjukan pada Gambar 5.38 sampai Gambar
5.41.
78
Gambar 5.38. Hasil XRD silika gel suhu 700°C.
Gambar 5.39. Hasil XRD suhu 800°C.
Gambar 5.40. Hasil XRD suhu 900°C.
Gambar 5.41. Hasil XRD suhu 1000°C.
Berdasarkan hasil XRD di atas, silika gel suhu 700°C dan 900°Cmasih
mengandung garam yaitu NaCl.Hal ini dapat dikarenakan saat proses alkalifusion,
sampel yang digunakan adalah padatan dengan padatan yang tidak bereaksi secara
sempurna. Selain itu, adanya penambahan HCl saat proses presipitasimenjadi
salah satu sumber terbentuknya garam NaCl.Berdasarkan Gambar 5.39 dan 5.40,
79
silika gel suhu 800°C dan suhu 900°C menunjukan bahwa silika gel tersebut
adalah amorf. Menurut Chandra (2012), silika amorf memiliki susunan atom dan
molekul berbentuk pola acak dan tidak beraturan dan menyebabkan luas area
permukaan yang tinggi.
Analisis SEM (Scanning Elektron Microscopy)
Hasil analisis sem untuk silika gel dapat dilihatdalam Gambar 5.42.
(a)
(b)
(c)
80
(d)
Gambar 5.42. (a) Hasil analisis SEM silika gel suhu 700°C (b) suhu 800°C(c) suhu
900°C, dan (d) suhu 1000°C.
Berdasarkan Gambar 5.42 (a) dan (b), dengan perbesaran ukuran 10.000 kali
menghasilkan ukuran morfologi silika rata-rata yaitu 1 μm. Hal yang sama terjadi
pula pada silika gel dalam Gambar (c) dan (d); dengan perbesaran ukuran 10.000
kali menghasilkan ukuran morfologi silika yaitu rata-rata yaitu 1 μm. Menurut
Candra dkk (2012), ini menandakan bahwa silika dapat teramati walaupun
sebagian masih tampak kumpulan partikel-partikel kecil yang menyatu
membentuk partikel besar (beraglomerasi).
Analisis BET dan Porositas
Analisis BET dan porositas dilakukan di laboratorium nanoteknologi di Puspiptek
Serpong. Hasil BET menunjukkan nilai surface area 16.225 m2/g (terlampir).
Karakteristik pori dapat dilihat pada Gambar 5.43, 5.44 dan 5.45.
Kurva Adsorpsi-Desorpsi
Volume STP (cc/gr)
60
50
40
30
Series1
20
10
0
0
0,5
1
1,5
P/Po
Gambar 5.43. Kurva adsorpsi-desorpsi sampel nanosilika.
81
BJH
6,00E-04
dV(r)
4,00E-04
2,00E-04
Series1
0,00E+00
1
10
100
1000
Diameter pori (nm)
Gambar 5.44. Penentuan diameter pori dengan metode Barrett-Joyner-Halenda (BJH).
Metode DA untuk mikropori
0,0015
dV(f)
0,001
0,0005
Series1
0
0,00
-0,0005
2,00
4,00
6,00
8,00
Diameter Pori (nm)
Gambar 5.45. Penentuan diameter pori dengan metode Dubinin-Astakhov.
Dari Gambar 5.44 dan Gambar 5.45, dapat diketahui bahwa ukuran pori material
nanosilika sangat kecil, berkisar 2-5 nanometer dengan kapasitas adsorpsidesorpsi yang besar. Penjelasan lebih rinci belum bisa diberikan karena
laboratorium belum memberikan report hasil analisis, hanya memberikan data
saja.
Analisis TEM
Analisis TEM dilakukan di laboratorium material terpadu di Universitas
Indonesia, Depok. Analisis ini untuk mengetahui gambaran foto mikro yang lebih
jelas dibandingkan dengan SEM. Hasil analisis TEM dapat dilihat padaGambar
5.46.
82
Gambar 5.46. Foto hasil analisis TEM pada berbagai perbesaran.
Dari Gambar 5.46 terlihat partikel silika yang bebentuk menggumpal terdiri dari
partikel berukuran nano dengan struktur permukaan yang berpori.
5.4.5. Sintesis dan Karakterisasi Membran
Penelitian selanjutnya yaitu sintesis membran tidak dilakukan karena ada
pemotongan anggaran yang mengakibatkan terbatasnya dana untuk melanjutkan
penelitian ini. Pengadaan bahan penunjang berupa substrat untuk pembuatan
membran juga sampai saat ini belum didapatkan. Oleh karena itu, penelitian ini
dibatasi sampai mendapatkan partikel nanosilika dengan karakterisasi yang lebih
lengkap sebagai bahan pembuatan membran silika.
83
VI.
KESIMPULAN DAN SARAN
Neodimium oksida dapat direduksi menjadi logam neodimium pada suhu 1100oC
menggunakan reduktor Ca, dengan menggunakan fluks campuran NaCl dan CaCl2
dengan diperoleh kadar logam Nd adalah 49,25%.
Proses pemisahan LTJ-berat, LTJ-sedang, dan LTJ–ringan dapat dilakukan
melalui pengendapan selektif berdasarkan pH. Gd-oksida terpisah pada LTJsedang, sehingga lebih mudah dipisahkan menggunakan ekstraksi pelarut dengan
ligan DBDTP. Pada proses pemisahan LTJ-berat, -sedang dan ringan dibutuhkan
peralatan pH meter dengan akurasi dan ketelitian yang sangat tinggi, karena
pemisahan tersebut dilakukan dalam rentang pH yang berhimpit. Dari produk Gdoksida yang dihasilkan, perolehannya sebesar 60% berat Gd-oksida. Produk
tersebut sudah dapat digunakan untuk bahan baku MRI.
Dari 6 titik lokasi contoh ampas pencucian bijih timah yang diteliti, hanya
diperoleh 1 (satu) contoh yang memberikan hasil karakterisasi sesuai yang
dihipotesakan dalam penelitian ini (mineral silika dengan BJ >2.8 g/cm3), yaitu
lokasi contoh penelitian Binjai dengan teridentifikasi dan terkarakterisasi mineral
lithium petalite(Li2O.Al2O3.8SiO2) berdasarkan analisis mineralogi dengan XRD.
Sedangkan
untuk
mineral
lithium
lainnnya,
mineral
spodumene
(Li2O.Al2O3.4SiO2) tidak teridentifikasi.
Hasil analisis kimia dengan metode XRF contoh pasir silika ampas pencucian
bijih timah menunjukkan hanya didominasi oleh unsur/komponen yang
membentuk mineral sesuai komposisi mineral yang teridentifikasi, selain mineral
petalite, mineral silika (SIO2) dan Fenaksite (K, Na)4Fe2Si8O20(OH, F). Hasil
analisis komposisi kimia dan mineralogi dapat dijadikan hipotes untuk
mengidentifikasi dan karakterisasi terhadap contoh lain pasir silika ampas
pencucian bijih timah untuk menentukan mineral lithium.
Untuk contoh pasir silika ampas pencucian bijih timah yang berbasal dari lokas
Pemali, hasil analisis kimia dengan metode XRF terhadap contoh penelitian
Pemali yang terdiri dari 2 (dua) fraksi ukuran butiran (-106m+74m dan 74m+44m), menunjukan komposisi kimia yang dominan hampir sama, yaitu
Al2O3 sebesar 30%-50% dan SiO2 sebesar 19%-30% dengan total sebesar 52%85% dan SnO2 sebesar 13%-46% dengan komposisi mineral dengan analisis
metode XRD terdiri dari mineral Topaz (Al2SiO4(OH)2) dan mineral Cassiterite
(SnO2).
Hasil penentuan unsur lithium dengan metode ICP memberikan hasil capaian
kadar sebesar 26 ppm di fraksi ukuran butiran (-106m+74m) untuk contoh
asal, sedangkan untuk contoh penggerusan berkadar 53 ppm dan fraksi ukuran
lebih halus, (-74m+44m), berkadar 66 ppm.
84
Masih memerlukan pendalaman data sekunder terutama mendapatkan data
mengenai lokasi bijih timah yang memiliki data eksplorasi untuk unsur tantalum
(Ta) dan niobium (Nb) yang tinggi, sebagai data petunjuk keberadaan mineral
spodumene.
Ampas pencucian bijih timah yang sudah dijadikan sebagai material yang tidak
memiliki potensi kandungan bijih timah (tidak memiliki nilai ekonomis). Namun
hasil penelitian ini tidak menunjukan demikian, bahwa ampas pencucian bijih
timah dengan menggunakan bagan alir benefisiasi yang digunakan pada penelitian
ini telah membuktikan masih memiliki potensi untuk menghasilkan konsentrat
bijih timah hingga kadar mencapai 46% sebagai cassiterite (SnO2; BJ 6,9
g/cm3)(sangat potensi) dengan pengotor mineral Topaz (BJ 3,55 g/cm3)(mineral
ringan).
Semakin tinggi suhu reaksi alkalifusion maka semakin tinggi pula persen ekstraksi
silika gel yang diperolehyaitu pada suhu 900°C sebesar 99,76%. Karakterisasi
partikel nanosilika menunjukkan ukuran partikel yang mencapai 11,6 nm dengan
diameter pori sekitar 2-5 nm dan masih mengandung pengotor garam. Penelitian
hanya sampai menghasilkan partikel nanosilika berpori sebagai bahan dasar
pembuatan membran. Sintesis membran, karakterisasi dan uji performa terkendala
pemotongan anggaran dan keterlambatan bahan penunjang. Berdasarkan hasil
penelitian ini, untuk penelitian selanjutnya maka perlu dilakukan sintesis
membran dengan metode dip coatingmenggunakan bahan nanosilika hasil
penelitian ini.
85
PUSTAKA
Arai, J., Muranaka, Y. dan Koseki, M., 2004. High-power and High-energy
Lithium Secondary Batteries for Electric Vehicles, Hitachi Review, hlm 182-185.
Atmawinata, A., Pengembangan Industri REE di Indonesia, Kementerian
Perindustrian, Jakarta, 2011.
Bale, M.D. dan May, A.V., 1989. Processing of ores to produce tantalum and
lithium, Minerals Engineering, hlm 299-320.
Barbosa, L.I., Valente, G., Orosco, R.P. dan González, J.A., 2014.Lithium
extraction from β-spodumene through chlorination with chlorine gas, Minerals
Engineering, hlm 29–34.
BPPT. (2011). Analisis Aspek Pasar Domestik. Industri Sel Surya (Photovoltaic).
Jakarta.
Chandra, A., Y.I.P. Arry Miryanti Livia, B.W.Andika. 2012. Isolasi dan
karakterisasi silika dari sekam padi. Lembaga Penelitian dan Pengabdian
Masyarakat Universitas Katolik Parahayangan. Bandung.
Cotton,F.A dan G. Wilkinson. 2009. Kimia Anorganik Dasar. Penerbit
Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta.
Firdiyono, F. Murni Handayani. Eko Sulistiyono. Iwan Dwi Antoro. 2012.
Percobaan Pendahuluan Perbandingan Daya Serap Unsur Minor dalam Larutan
Silikat. Pusat Penelitian Metalurgi LIPI. Tanggerang.
Ebensperger, A., Philip Maxwell, P., dan Moscoso, C., 2005. The lithium
industry: Its recent evolution and future prospects, Resources Policy, hlm 218–
231.
Gupta, C. K. and Krisnamurthy, N., Extractive Metallurgy of Rare Earths, CRC
Press, Washington D.Cc., 2005, hlm 207-251
86
Hadyan, Adli. 2012. Skripsi. Pengolahan Limbah Cair Laboratorium Dengan
Metode Presipitasi dan Adsropsi Untuk Penurunan Kadar Logam Berat.
Kesler, S.E, Gruber, P.W, Medina, P.A, Keoleian, G.A, Mark P. Everson, M.P.
dan Wallington, T.J, 2012. Global lithium resources: Relative importance of
pegmatite, brine and other deposits, Ore Geology Reviews, hlm55–69.
Kipouros, G.J dan Sadoway, D.R., 1998. Toward New Technologies for the
Production of Lithium, JOM, hlm 24-26.
Latif, Chaironi. Triwikantoro. Munasir. 2014. Pengaruh variasi temperatur
kalsinasi pada struktur silika. Fisika. Fakultas MIPA. ITS. Surabaya. Jurnal sains
dan seni pomit. Vol. 3, No. 1, (2014) 2337-3520 (2301-928X Print).
Mohr, S.H, Mudd, G.M dan Giurco, D, 2012. Lithium resources and production:
Critical assessment and global projections, Minerals 2012, 2, 65-84.
Oumellal, Y., Rougier, A., Nazri, G.A., Tarascon, J.M. dan L. Aymard, L.,
2008.Metal hydrides for lithium-ion batteries, Nature Materials, hlm 916-921.
Samoilov, V.I, Borsuk, A.N. and Kulenova, N.A., 2008. Industrial methods for
the integrated processing of minerals that contain beryllium and lithium,
Metallurgist, hlm 725-730.
Prasetyoko, Didik. Saequ dan Djoko Hartanto. 2010. Kristalisasi Zeolit A Murni
Dari Abu Layang Batubara Paiton Menggunakan Metode Fusi Alkali : Pengaruh
Waktu Hidrotermal. Jurusan Kimia, FMIPA Institut Teknologi Sepuluh
Nopember (ITS). Surabaya.
Purwani, MV. 2000. Ekstraksi konsentrat La dan Nd hasil olah pasir monasit
memakai D2EHPA. Prosiding Presentasi dan Pertemuan Ilmiah Penelitian Dasar
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir, Yogyakarta: P3TM Batan.
Ravanchi, M.T., et. al., (2009). New Advances in Membrane Technology. Intech
Publisher. DOI: 10.5772/8219.
87
Riedemann, T., 2011. High Purity Rare Earth Metals in Separation, US
Department of Energy Specialized Research Center.
Rodliyah, I., dkk., 2014. Optimalisasi Ekstraksi Logam Tanah Jarang Berbasis
Mineral Monasit dan Pasir Zirkon. Laporan Kegiatan Tahunan Puslitbang
Teknologi Mineral dan Batubara.
Sari, Arum, P. Dessy P, E. Mochamad Zainuri. 2014. Pengaruh temperatur
kalsinasi pada pembentukan lithium iron phosphate (Lfp) dengan metode solid
state. Jurusan Fisika, ITS. Surabaya. Jurnal sains dan seni pomit Vol. 3, No. 2,
(2014) 2337-3520.
Setiati, A. Suhanda. Naili, S. Yoyo, S. 2011. Sintesis dan karakterisasi nano
powder alumina titania dengan metode masking gel calcination. Balai besar
keramik. Kementrian perindustrian. Jurnal riset industri Vol. V, No. 2, 2011. 175182.
Shwe, A., Soe and Lwin, K., Study on Extraction of Ceric Oxide from Monazite
Concentrate, World Academy of Science, Engineering and Technology, 48, 2008,
pp 331-333.
Sulistyono, Eka. Sumantri, Sastrawiguna dan Djusman Sajuti. 2004. Kajian Proses
Pembentukan Gel dan Pengendapan Silika. Pusat Penelitian Metalurgi LIPI.
Tanggerang.
Wahyudi, A. dkk., 2011. Penyiapan nano partikel silika dari mineral silikat secara
mekanis. Laporan Kegiatan Tahunan Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara
www.iags.org. Diunduh pada tanggal 11 April 2012 pukul 11.00 WIB.
Widjaksono, A. 2011. Tesis. Karakterisasi Nanokristalin ZnO Hasil Presipitasi
dengan Perlakuan Pengeringan, Anil dan Pasca-Hidrotermal. Departemen
Metalurgi dan Material Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Depok.
Xu, L., Hu,Y.,Tian, J., Wu, H., Yang, Y., Zeng, X. dan Wang, J., 2016. Selective
flotation separation of spodumene from feldspar using newmixed anionic/cationic
collectors, Minerals Engineering, hlm 84–92.
88
Download