Puslitbang tekMIRA Jl. Jend. Sudirman No. 623 Bandung 40211 Telp : 022-6030483 Fax : 022-6003373 E-mail :Info@tekMIRA .esdm.go.id LAPORAN AKHIR TAHUN ANGGARAN 2016 Kelompok Teknologi Pengolahan dan Pemanfaatan Mineral PENGEMBANGAN SISTEM PROSES PRODUKSI UNSUR LOGAM TANAH JARANG DAN LOGAM JARANG UNTUK MATERIAL MAJU (1912.035.000) Oleh : Isyatun Rodliyah Suratman Maryono Stefanus Suryo Cahyono Lili Tahli Azhari Nuryadi Saleh Suganal Tatang Wahyudi Dessy Amalia Yuhelda Hasudungan Eric Mamby Andina Septiarani Siti Rochani Ngurah Ardha Muchtar Aziz Hadi Purnomo Sri Handayani Jejen Edi Suyatno PUSAT PENETIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI MINERAL DAN BATU BARA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESDM Tahun 2016 0 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa, hanya karena RidhoNya laporan hasil penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Kegiatan berjudul “Pengembangan Sistem Proses Produksi Unsur Logam Tanah Jarang dan Logam Jarang untuk Material Maju” merupakan penelitian yang dilakukan bekerjasama dengan Pusat Sains dan Teknologi Akselerator (PSTA), Pusat Teknologi Bahan Galian Nuklir (PTBGN)-BATAN. Penelitian difokuskan pada reduksi logam neodimium dari neodimium oksida, pemisahan gadolinium oksida dari logam tanah jarang oksida, dan identifikasi serta karakterisasi benefisiasi mineral pembawa unsur lithium. Penelitian dilakukan di Laboratorium Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara untuk proses reduksi logam dan pemisahan gadolinium oksida, sedangkan untuk pembuatan neodymium oksida dilakukan di Laboratorium PSTA, dan pembuatan LTJ-hidroksida dilakukan di Laboratorium PTBGN. Contoh bahan baku yaitu monasit yang digunakan berasal dari PT. Timah., Bangka. Penelitian ini dalam upaya mendukung pengembangan energi baru terbarukan yang berbasis pada sumber daya mineral sehingga diharapkan ke depan dapat memperkuat ketahanan energi nasional. Kami mengucapkan terima kasih kepada segenap pihak yang membantu, hingga terselesaikannya penelitian ini. Harapan kami semoga penelitian ini dapat bermanfaat. Bandung, Desember 2016 Kepala Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara, Ir. Dede Ida Suhendra, M.Sc. NIP. 19571226 198703 1 001 i SARI Material maju merupakan material hasil modifikasi dari material yang sudah ada untuk memperoleh performa yang superior pada satu karakter atau lebih. Material maju berbasis mineral logam yang saat ini tengah dikembangkan dengan memanfaatkan logam tanah jarang sebagai komponen penting, di antaranya Ce dan Nd sebagai komponen magnet permanen dan juga Gd sebagai contrast agent MRI untuk aplikasi di bidang kesehatan. Selain berbasis logam tanah jarang, material maju yang dikembangkan adalah berbasis lithium untuk baterai. Sedangkan, material maju yang berbasis mineral non logam juga dapat diaplikasikan pada pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT), salah satunya adalah bioetanol. Tujuan penelitian ini adalah penguasaan teknologi proses reduksi LTJ khususnya Ce dan Nd, penguasaan teknologi proses pemisahan Gdoksida dari LTJ-hidroksida, serta menghasilkan m membran silika mesopori yang memiliki sifat permselektivitas terhadap etanol. Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa neodimium oksida dapat direduksi menjadi logam neodimium pada suhu 1100oC menggunakan reduktor Camenggunakan fluks campuran NaCl dan CaCl2 dengan diperoleh kadar logam Nd adalah 49,25%. Sementara dari produk Gd-oksida yang dihasilkan, perolehannya sebesar 60% berat Gd-oksida dan sudah dapat digunakan untuk bahan baku MRI. Untuk penelitian pembuatan membran, penelitian hanya sampai menghasilkan partikel nanosilika berpori sebagai bahan dasar pembuatan membran karena terkendala pemotongan anggaran.Dari hasil karakterisasi,ukuran partikel nanosilika yang dihasilkan memiliki ukuran 11,6 nm dengan diameter pori sekitar 2-5 nm dan masih mengandung pengotor garam. Penelitian identifikasi dan karakterisasi mineral lithium dari deposit bijih timah difokuskan pada enam lokasi deposit pasir silika pada daerah bekas pengusahaan penambangan bijih timah di wilayah Bangka yaitu Pemali, Pompong, dan Binjai, dan Air Nangka (Lassar), Badau, Batu Besi (Damar) (Belitung Timur) di Belitung. Komposisi mineral pada konsentrat hasil proses konsentrasi yang teridentifikasi selain mineral lithium petalite(Li2O.Al2O3.8SiO2) terdapat mineral silika (SiO2) yangdominan, dan mineral silikat lainya fenaksite (K, Na)4Fe2Si8O20(OH, F). Kata kunci: material maju, reduksi, neodimium, bioetanol, membran silika, pasir silika, lithium ii DAFTAR ISI Kata Pengantar……………………………………………………………………………………............................i Sari………………………………………………………………………………………........................................... ii DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………………………..………….… iii DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………………………………………..…………… vi DAFTAR TABEL ……………………………………………………………………………………….….…………….…. ix I PENDAHULUAN ……………………………………………………………………….……………………… 1 1.1 1.2 1.3 1.4 II Latar belakang ………………………………………………………………………………....... 1 Ruang lingkup kegiatan ……………………………………..………………………..……… 7 1.2.1 Logam tanah jarang untuk bahan baku material maju …..….….. 7 1.2.2 Logam jarang untuk bahan baku material maju ……………........... 7 1.2.3 Pembuatan membran silikauntukpemurnianbioetanol …..……… 7 Tujuan ………….......................................................................................... 8 Sasaran ………………………………………………………………………………………...……. 8 TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………………………………..………….….… 9 2.1. Pengertian logam tanah jarang …………………..………..…..….…..... 9 2.2. Pemanfaatan logam tanah jarang …………………………….………. 10 2.3. Logam tanah jaranguntukbahanbaku material maju ………........…….. 11 2.3.1. Reduksi oksida LTJ menjadi logam …………………………….…………. 12 2.3.2. Ekstraksi gadolinium oksida (Gd-oksida) dari LTJ-hidroksida ... 15 III 2.4. Logam jarang untuk material maju (lithium) ……………………..…. 18 2.5. Pembuatan membran silika untuk pemurnian bioetanol ……………… 21 PROGRAM KEGIATAN......................................................................................... 26 3.1 Persiapan……………………………………………………………………………….…………... 26 3.2 Pengambilan contoh……...…………………………….…………………………….…….... 26 3.3 Proses penelitian ………………………………………………..……………………………… 27 3.3.1. Logam tanah jarang untuk bahan baku material maju ………... 27 3.3.2. Logam jarang untuk bahan baku material maju ………………..... 27 iii 3.3.3. Pembuatan membran silika berpori untuk pemurnian bioetanol ……........................................................................... 27 IV 3.4 Sosialisasi penelitian (seminar dan media cetak) .………………………...…... 29 3.5 Pembuatan laporan akhir …………………………………….……..………………….... 29 METODOLOGI..................................................................................................... 30 4.1 Logam tanah jarang untuk bahan baku material maju ………………........ 30 4.1.1 Peralatan …………………………………............………………………………... 30 4.1.2 Bahan………………………………….............………………………...……...….. 30 4.1.3 Metode …………………………………................ ……………………...…….. 30 4.2 Logam jarang untuk bahan baku material maju……………..… ………..….… 32 4.2.1 Peralatan ………………………………………………...........……………..…... 32 4.2.2 Bahan ………………………………………………….............. ……………...…. 32 4.2.3 Metode ……………………………………………………............. …………..... 32 4.3 Pembuatan membran silika untukpemurnianbioetanol ……...... 34 4.1.1 Peralatan ……………………………………………………............…………….. 34 4.1.2 Bahan ……………………………………………………..............…...…..…...… 34 4.1.3 Metode …………………………………………………….............………………. 34 V HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………………………….………………….…. 35 5.1. 5.2. Reduksioksida-LTJ (Ce- danNd-oksida) menjadilogam Ce danNd……... 35 5.1.1 Reduksi neodimium oksida (Nd-oksida) menjadi logam Nd .…37 5.1.2 Optimasi reduksi serium oksida (Ce-oksida) menjadi logam Ce ……………………………………………………………………..….…. 48 Pemisahan Gd-oksida dari LTJ-hidroksida ………………….............………….……..….. 50 5.3. Logamjaranguntukbahanbaku material maju ………………………….…...... 57 5.3.1 Hasil kajian identifikasi karakteristik pasir silika ampas Pencucian bijih timah ………………………………………………………... 57 5.3.2 Pasir silika Pemali-Bangka …………………………..…………………..... 57 5.3.3 Pasir silika Pompong-Bangka ………………………………………...….. 60 5.3.4 Pasir silika Binjai-Bangka ………………………………………………….….. 61 iv 5.4. 5.3.5 Pasir silika Air-Nangka Belitung ……………………..…………….….….. 62 5.3.6 Pasir silika Badau-Belitung ……………………..…………………..…....... 64 5.3.7 Pasir silika Batu-Besi Belitung Timur ……………..………….…….…... 64 Pembuatan membran silika berpori untuk pemurnian biodiesel …………......….. 66 5.4.1 Karakterisasi bahan baku …………………………………………..…….….. 66 5.4.2 Proses pelindian dengan asam …………………………………….……… 69 5.4.3 Sintesis nano partikel secara alkalifusion …………………….……... 70 5.4.4 Karakterisasi partikel silika gel ………………………………….….…...… 76 5.4.5 Sintesis dan karakterisasi membran ……………………………………… 83 VI KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………………….……………..…………….. 84 VII DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………..……………………..……... 86 v DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Roadmap penelitian………………………………………………………..………….……... 6 Gambar 2.1 Tabel susunan berkala (periodik) ………………………………………..…………...... 9 Gambar 2.2 Beberapa produk industri berbasis REE ………………………………..………..... 11 Gambar 2.3 Jalur proses produksi LTJ dari bijih ……........………………...……………………. 12 Gambar 2.4 Grafik titik leleh-didih logam tanah jarang……………………..…………...........14 Gambar 2.5 Grafik titik didih- leleh LTJ berdasarkan kenaikan berat atomnya..........14 Gambar 2.6 Tipe baterai dan kerapatan energinya ………………………………………………. 18 Gambar 2.7 Perkembangan penelitian baterai berbasis lithium ……………….…….……. 19 Gambar 2.8 Jenis deposit lithium global dan potensinya di beberapa negara …….… 20 Gambar 2.9 Kurva kondisi azeotrop ……….….........………………...……………………........... 22 Gambar 2.10 Skema proses distilasi azeotrop…………………………………………...….…........ 24 Gambar 2.11 Skema gabungan proses distilasi dan pervaporasi ………………….……...... 25 Gambar 4.1 Diagram alir proses reduksi LTJ ..……………………………………...….……..….... 31 Gambar 4.2 Diagram alir proses ekstraksi Gd …………………………..………………….......... 31 Gambar 4.3 Tahapan preparasi percontoh dan karakterisasi mineral ampas pencucian timah ……………………………………………………………………………….. 33 Gambar 5.1 Grafik energi bebas LTJ- dan logam-oksida terhadap suhu……..….……... 36 Gambar 5.2 Grafik energi bebas LTJ- dan logam- klorida terhadap suhu ………......... 36 Gambar 5.3 Grafik energi bebas LTJ- dan logam- flourida terhadap suhu………...…… 36 Gambar 5.4 Hubungan antara suhu dan perolehan Nd2O3 dengan reduktor Ca ……..39 Gambar 5.5 Hubunganantarasuhudanperolehan Nd2O3dengan reduktor Mg.…….….39 Gambar 5.6 Hubungan perolehan logam Nd dengan suhu pada sampel NdCl3 Dengan reduktor Ca ………………………………………………….…….…………….... 40 Gambar 5.7 Hubungan perolehan logam Nd dengan suhupada sampel NdCl3 Dengan reduktor Mg ………………………………………………………..……..……….. 41 Gambar 5.8 Hubungan perolehan logam Nd terhadap variasi sampel……….………... 43 Gambar 5.9 Logam neodimium pada sampel 1 gram Nd-oksida …………..…………...… 43 Gambar 5.10 Hasil analisis pada Sampel 2 (warnaterang: Nd, warnamerah: Nd) ……. 44 vi Gambar 5.11 Hasil analisis pada Sampel 3 (warnaterang: Nd, warnamerah: Nd)........44 Gambar 5.12 Hasil analisis pada Sampel 4 (warnaterang: Nd, warnamerah: Nd) .......45 Gambar 5.13 Hasil analisis pada Sampel 7 (warnaterang: Nd, warnamerah: Nd) .......45 Gambar 5.14 Hasil analisis pada Sampel 8 (warnaterang: Nd, warnamerah: Nd) …....46 Gambar 5.15 Hasil analisis pada Sampel 9 (warnaterang: Nd, warnamerah: Nd) .......46 Gambar 5.16 Gambar 5.17 Gambar 5.18 Gambar 5.19 Gambar 5.20 Gambar 5.21 Hasil analisis pada Sampel 10 (warnaterang: Nd, warnamerah: Nd) …. 47 Reduksi CeO2menggunakanreduktor Mg ……………………….....…….…..….. 48 Reduksi CeO2 menggunakanreduktor Al………………………........…………..… 49 Reduksi CeO2menggunakanreduktor Ca ……………………………......…........ 49 Diagram alir proses pemisahan Gd-oksida dari LTJ-hidroksida ….…….… 53 Pola XRD untuk pasir kuarsa Pemali-Bangka, ukuran butiran -140# +200# ………………………………………………………………………………………….….... 58 Pola XRD untuk pasir kuarsa Pemali-Bangka, ukuran butiran -200# +325# ……………………………………………………………………………………………..... 59 Pola XRD untuk pasir kuarsa Pompong-Bangka …………………………………. 60 Pola XRD untuk pasir kuarsa Binjai-Bangka ……………………………………..… 61 Pola XRD untuk pasir kuarsa Air-Nangka Belitung ………..……………………. 63 Pola XRD untuk pasir kuarsa Badau-Belitung ……………………..……………… 64 Pola XRD untuk pasir kuarsa Batu-Besi Belitung Timur ……………………… 66 Hasil XRD raw materal silika Tuban ………………………………………….……….. 67 Foto SEM dan EDAX sampel pasir kuarsa …………………………….……………. 69 (a) Proses alkalifusion silika + Na2CO3 (b) Hasil alkalifusion Na2SiO3 ..… 71 (a) Pencucian natrium silikat dengan aquades (b) Penyaringan natrium Gambar 5.22 Gambar 5.23 Gambar 5.24 Gambar 5.25 Gambar 5.26 Gambar 5.27 Gambar 5.28 Gambar 5.29 Gambar 5.30 Gambar 5.31 silikat(c)Filtrat alkalifusion hasil penyaringan natrium silikat ………..…… 72 Gambar 5.32 Grafik suhu terhadap persen ekstraksi hasil alkalifusion …………………... 73 Gambar 5.33 Proses presipitasi ………………………………………………………………….…………… 74 Gambar 5.34 Hasil presipitasi ………………………………………………………………….…………….. 75 Gambar 5.35 (a) Silika gel (b) Filtrat presipitasi …………………………………..………………….. 75 Gambar 5.36 Grafik suhu terhadap persen ekstraksi presipitasi …………………………….. 76 Gambar 5.37 Grafik suhu terhadap ukuran partikel …………………………..…………………… 77 Gambar 5.38 Hasil XRD silika gel suhu 700°C ………………………………………………….……... 78 Gambar 5.39 Hasil XRD silika gel suhu 800°C ……………………………………………….………... 78 Gambar 5.40 Hasil XRD silika gel suhu 900°C ……………………………………………..………….. 79 Gambar 5.41 Hasil XRD silika gel suhu 1000°C ………………………………………….……………. 79 vii Gambar 5.42 (a) Hasil analisis SEM silika gel suhu 700°C (b) suhu 800°C (c) suhu 900°C, dan (d) suhu 1000°C …………………………………………..…….. 80 Gambar 5.43 Kurva adsorpsi-desorpsi sampel nanosilika …………………………………....... 81 Gambar 5.44 Penentuan diameter pori dengan metode Barrett-Joyner-Halenda (BJH) ……………………………………………………………………………………………….… 81 Gambar 5.45 Penentuan diameter pori dengan metode Dubinin-Astakhov …………... 82 Gambar 5.46 Foto hasil analisis TEM pada berbagai perbesaran …………..……………….. 83 viii DAFTAR TABEL Tabel 5.1 Hasil analisis bahan baku Nd-oksida PSTA ……………………….....…………...... 37 Tabel 5.2 Hasil analisis ICP bahan baku Nd-oksida komersial ……………..…………….…. 38 Tabel 5.3 Parameter percobaan …………………………………………………………..…………..…. 42 Tabel 5.4 Hasil komposisi unsur pada sampel 4 ……………………………………….……….... 47 Tabel 5.5 Hasil analisis ICP bahan baku LTJ-hidroksida PT. Timah …………….……….... 51 Tabel 5.6 Nilai pH untuk Pengendapan LTJ-berat, sedang dan ringan......................52 Tabel 5.7 Hasil analisis oksida LTJ-berat ………………………………………………………..….... 54 Tabel 5.8 Hasil analisis oksida LTJ-sedang …………………………………………………………... 55 Tabel 5.9 Hasil analisis oksida LTJ-ringan ………………………………………….…………..….... 55 Tabel 5.10 Spesifikasi gadolinium oksida ……………………………………………………….….….. 56 Tabel 5.11 Komposisi mineral pasir silika Pemali-Bangka, ukuran butiran -140# +200# …………………………………………………………………………………………………... 58 Tabel 5.12 Komposisi mineral pasir silika Pemali-Bangka, ukuran butiran -200# +325# …………………………………………………………………………………………………... 58 Tabel 5.13 Komposisi kimia unsur kelumit untuk pasir silika Pemali-Bangka ……..….. 59 Tabel 5.14 Komposisi mineral pasir silika Pompong-Bangka ……………………….…………. 60 Tabel 5.15 Komposisi mineral pasir silika Binjai-Bangka …………………..………..……...…. 61 Tabel 5.16 Komposisi kimia unsur kelumit untuk pasir silika Pompong-Bangka …….. 62 Tabel 5.17 Komposisi mineral pasir silika Air-Nangka Belitung …………..…….……...…... 62 Tabel 5.18 Komposisi kimia unsur kelumit untuk pasir silika Air-Nangka Belitung …. 63 Tabel 5.19 Komposisi mineral pasir silika Badau-Belitung …………..……………………...... 64 Tabel 5.20 Komposisi kimia unsur kelumit untuk pasir silika Badau-Belitung …….….. 65 Tabel 5.21 Komposisi mineral pasir silika Langkat-Sumut …………..…………….…………... 65 Tabel 5.22 Komposisi kimia unsur kelumit untuk pasir silika Batu-Besi Belitung Timur……………………………………………………………………………………………………. 66 Tabel 5.23 Analisis AAS raw material silika Tuban …………………………………….……….….. 68 Tabel 5.24 Hasil analisis XRF residu hasil pelindian …………………………………………….…. 70 Tabel 5.25 Natrium silikat hasil alkalifusion…………………………………………………………... 71 ix Tabel 5.26 Hasil pencucian natrium silikat dengan aquades ………………………….…...… 72 Tabel 5.27 Filtrat hasil alkalifusion analisis AAS …………………………………………………….. 73 Tabel 5.28 Analisis AAS filtrat presipitasi ……………………………………………………….…..…. 75 Tabel 5.29 Hasil analisis PSA (Particle Size Analyzer) …………………………………………….. 77 x I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang a. Undang– UndangNomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara: 1. Pasal 95 huruf c: Pemegang IUP dan IUPK wajib meningkatkan nilai tambah; 2. Pasal 102: Pemegang IUP dan IUPK wajib meningkatkan nilai tambah dalam pelaksanaan penambangan, pengolahan/pemurnian, dan pemanfaatan minerba; 3. Pasal 103: Pemegang IUP dan IUPK wajib melakukan pengolahan/ pemurnian hasil penambangan di dalam negeri; b. Undang– UndangNo. 30 Tahun 2007 tentang Energi c. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara: 1. Pasal 93: Pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi mineral wajib melakukan pengolahan/pemurnian untuk meningkatkan nilai tambah, langsung atau kerja sama dengan perusahaan pemegang IUP dan IUPK lainnya; 2. Pasal 94: Pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi batubara wajib melakukan pengolahan untuk meningkatkan nilai tambah, langsung atau kerja sama dengan perusahaan pemegang IUP dan IUPK lainnya; 3. Pasal 95: Komoditas tambang yang ditingkatkan nilai tambahnya adalah mineral logam, bukan logam, batuan, atau batubara; 4. Pasal 96 : Ketentuan tentang tata cara peningkatan nilai tambah mineral dan batubara diatur dengan Peraturan Menteri. d. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. e. Peraturan Menteri ESDM No. 4 tahun 2010, tanggal 7 Januari 2010 tentang Renstra ESDM 2010-2014, a.l. memuat peningkatan nilai tambah pertambangan. f. Kepmen Ristek No. 193/M/Kp/IV/2010 tanggal 30 April 2010 tentang Agenda Ristek Nasional 2010-2014. 1 g. Peraturan Menteri ESDM No. 8 Tahun 2015 tentang peningkatan nilai tambah mineral melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral khususnya pada Bab II pasal 5 ayat (2) yang menyatakan bahwa produk samping/sisa hasil pengolahan dan/atau pemurnian komoditas tambang mineral logam timah berupa zirkon, ilmenit, rutil, monasit, senotim, dan terak wajib dilakukan pengolahan dan/atau pemurnian di dalam negeri. Material maju menurut merupakan material hasil modifikasi dari material yang sudah ada untuk memperoleh performa yang superior pada satu karakter atau lebih. Material maju menunjukkan kekuatan yang lebih besar, rasio densitas kekuatan yang lebih tinggi, kekerasan yang lebih besar dan lebih unggul pada sisi termal, elektrikal, optikal atau ciri-ciri kimiawi ketika dibandingkan material tradisional. Material maju dapat digolongkan menjadi delapan kelompok material: 1. Besi dan paduannya Biasanya dipergunakan untuk pesawat terbang dan digunakan sebagai bahan dasar mobil di industri pertahanan. Selain itu dikembangkan juga pada besi amorf berdasar campuran (alloys) yang dikombinasikan dengan liquid metal yang menghasilkan kekuatan yang lebih besar, diestimasikan akan menjadi dua sampai tiga kali lebih kuat daripada besi terbaik. Paduan besi juga lebih ringan daripada aluminium atau titanium, tetapi lebih murah daripada material komposit. 2. Structural ceramic, jika keramik konvensional merupakan isolator maka keramik oksida menghasilkan superkonduktor contohnya intan dan silicon carbide memiliki konduktivitas termal yang tinggi daripada aluminium atau tembaga. 3. Polimer bermanfaat dalam mengurangi noise industri aerospace, transportasi, konstruksi, medis, marine. 4. Komposit maju merupakan perpaduan dari satu atau dua material yang berbeda baik dari sifat fisik dan kimiawinya dan menghasilkan material dengan sifat yang sangat berbeda. Biasanya, komposit ini digunakan untuk material bangunan yaitu semen. Umumnya juga digunakan untuk bangunan, jembatan dan struktur. 5. Elektronik, magnetic dan material optik seperti semikonduktor dimanfaatkan sebagai Integrated electronic circuit, devais optoelektronik dan juga untuk photovoltaic. 6. Medis dan dental material seperti alumina dan calcium phosphate glasses and carbon fibre reinforced polylactic acid composites 2 7. Material katalis 8. Material untuk bahan bangunan. Penelitian pengolahan logam tanah jarang dan logam jarang untuk bahan baku material maju ini difokuskan untuk bahan baku material maju khususnya untuk: 1. EBT (energi baru terbarukan) yaitu sebagai energy storage; untuk magnet permanen LTJ (Ce dan Nd), dan pembuatan membran silika berpori untuk pemurnian bioetanol. 2. Bidang kesehatan, yaitu pembuatan gadolinium oksida dari logam tanah jarang untuk contrast agent. Energi baru terbarukan sangat dibutuhkan pada saat ini karena sumber energi primer yaitu energi fosil dan nuklir akan habis ketika dieksploitasi. Saat ini, sumber energi fossil semakin menipis maka manusia kembali melirik sumber energi alternatif yang jumlahnya sangat banyak, murah dan alami yaitu energi baru terbarukan. Teknologi energi baru terbarukan yang sudah dikenal dan diterapkan adalah sel surya, turbin angin, PLTA, dan pompa panas geotermal. Selain teknologi energi baru terbarukan diatas, sudah saatnya dikembangkan pula energi baru terbarukan berbasis logam tanah jarang (LTJ) yaitu untuk magnet permanen.Magnet permanen berbasis LTJ yaitu Nd dan Ce dapat diaplikasikan untuk Pembangkit Listrik Tenaga Magnet (PLTMn). Keuntungan PLTMn ini adalah sumber aliran listrik stabil, ramah lingkungan tidak menimbulkan emisi gas dan kimia berbahaya, tidak terkendala cuaca pada saat pengoperasian dan bentuknya bisa kecil. Laboratorium Micasa (Swiss) telah melakukan penelitian PLTMn dengan menggunakan magnet berbasis neodimium. PLTMn juga dapat digunakan untuk menggerakkan roda kendaraan atau mesin pesawat. PLTMn 7 KW pernah dibuat oleh Troy Reed (Tulsa, Oklahoma (AS), dan telah dipasang di mobil (AS), yang menggunakan jasa tenaga magnet saja sebagai ‘bahan bakar’ penggerak mobil (tidak ada BBM/gas/lainnya). Mobil bermotor magnet (SURGE) dapat melaju hingga 137 km/jam. Aplikasi energi bersih terbarukan memerlukan komponen pendukung seperti untuk pembangkit listrik tenaga surya dan kendaraan listrik memerlukan komponen pendukung berupa divais penyimpan energi, yang dikenal sebagai baterai. Salah satu baterai dengan kinerja terbaik di antara tipe baterai yang ada dan berkembang saat ini adalah baterai berbasis lithium( Kipouros dkk, 1998). Lithium merupakan komponen yang berasal dari sumber daya mineral dan dihasilkan oleh industri pertambangan melalui proses benefisiasi dan ekstraksi.Beberapa sumber daya mineral pembawa lithium yang sudah diketahui 3 dan secara komersial telah menjadi bahan baku untuk menhasilkan material prekursor baterai lithium sebagai lithium karbonat diantaranya seperti mineral lithium spodumeneLiAl(SiO3)2, amblygonite, LiAl(F,OH)PO4, dan pentalite, LiAl(Si2O5)2 (Kesler dkk, 2012). Mineral pembawa lithium tersebut diprediksi terdapat di deposit pasir mineral berat diantaranya seperti di deposit bijih timah. Penyelidikan dan penelitian sumber daya mineral lithium di deposit pasir mineral berat di wilayah Indonesia, terutama di daerah deposit bijih timah di wilayah Bangka-Belitung belum ada data menunjukkan kegiataan tersebut. Oleh karena itu, penelitian identifkasi dan karakterisasi mineral lithium di deposit bijih timah sebagai upaya untuk memastikan ketersediaan sumber daya lithium untuk pengembangan industri baterai lithium di dalam negeri. Salah satu EBT selain yang telah disebutkan diatas adalah energi biofuel. Biofuel yang saat ini popular dikembangkan adalah bioetanol (C2H5OH). Bioetanol mampu menghasilkan angka oktan yang tinggi, sehingga ketika dicampurkan dengan bahan bakar fosil (gasoline) efisiensi bahan bakar meningkat dan dapat menutupi kepadatan energi yang rendah jika dibandingkan dengan bensin.Bioetanol lebih ramah lingkungan dibandingkan minyak bumi karena mempunyai rantai karbon yang lebih rendah dibandingkan bahan bakar fosil. Penggunaan energi ramah lingkungan juga menjadi perhatian pemerintah Indonesia, mengingat saat ini Indonesia menempati urutan ketiga setelah Amerika dan Cina dalam hal produksi emisi gas rumah kaca. Dengan regulasi yang telah dibuat oleh pemerintah, diharapkan pemanfaatan bioetanol semakin meningkat. Mekanisme pemanfaatan bioetanol sendiri dilakukan dengan pencampuran bioetanol dan bensin dengan persentase tertentu hingga pada tahun 2025 ditargetkan komposisi campuran bensin dan bioetanol adalah 80:20. Namun, pelaksanaan regulasi tersebut melalui mandatori pemerintah terhadap penggunaan bioetanol nyaris tidak menunjukan realisasinya. Dalam hal ini, pemerintah masih kurang serius menerapkan kebijakan diversifikasi energi tersebut. Akibatnya, pangsa pasar bioetanol pun mengalami keterpurukan. Hal ini berakibat pada industri-industri bioetanol di Indonesia yang semakin terancam bangkrut, khususnya pada pabrik-pabrik skala rumahan. Pada awalnya, industri beranggapan bahwa bioetanol yang dihasilkan akan diterima oleh Pertamina, atau lembaga lain yang bertugas sebagai pembeli siaga (off taker). Namun, karena kualitas bioetanol tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan Pertamina (kemurnian 99%), dimana bioetanol yang dihasilkan hanya memiliki kemurnian 90%. Hal ini disebabkan hanya perusahaan-perusahaan besarlah yang memiliki teknologi yang mampu menghasilkan kemurnian hingga 99%(full grade etanol). 4 Pemurnian bioetanol dapat dilakukan dengan cara distilasi atau menggunakan membran. Pemurnian bioetanol dengan cara distilasi memiliki kelemahan karena campuran air dan etanol dapat membentuk azeotrop, yaitu kondisi dimana air dan etanol tidak dapat dipisahkan lagi dengan cara distilasi biasa sehingga kemurnian etanol sulit ditingkatkan lagi. Kondisi ini dicapai pada fraksi mol etanol 89%. Selainitu, cara distilasi memiliki kelemahan pada efisiensi energi yang rendah, membutuhkan energi yang besar dan menghasilkan emisi karbondioksida. Pemurnian bioetanol dengan menggunakan membran bisa menjadi solusi. Metode ini dapat menghasilkan etanol dengan kemurnian tinggi (>95%). Penggunaan membran berbasis mineral silikat atau aluminosilikat seperti pasir silika dan zeolit sudah dikembangkan di beberapa negara di dunia. Membran yang terbuat dari silika memiliki sifat permselektivitas yang baik terhadap etanol. Penelitian mengenai penyiapan nano partikel silika sudah dilakukan dari tahun 2011 di Puslitbang Tekmira. Hasil dari penelitian ini adalah gel silika yang partikelnya berukuran 40-80 nm [Wahyudi, dkk., 2011]. Gel silika inilah yang merupakan bahan baku pembuatan membran silika. Road map penelitian pemanfaatan LTJ dan LJ untuk bahan baku material maju dapat dilihat pada Gambar 1.1. 5 Diperolehnya proses pengolahan tailing timah menjadi monasit, ilmenit dan zirkon. Profil investasi pembangunan pabrik pengolahan taling timah Ekonomi lingkungan proses ekstraksi 2012 Diperolehnya kondisi optimum proses reduksi Y dan Ndperolehan>90%. Diperolehnya kondisi optimum proses ekstraksi Gd skala 5kg umpan dengan kemurnian dan perolehan >95% Identifikasi dan evaluasi LTJ dalam abu batubara Kajian keekonomian difokuskan pada kelayakan proses reduksi Ce Kajian upaya pengelolaan lingkungan proses reduksi 2013 2014 Diperolehnya kondisi optimum proses reduksi Ce dan Nd perolehan>90% dalam tube vacum furnace. Optimalisasi pemisahan Gd-oksida hingga diperoleh produk Gd-oksida yang sesuia untuk MRI Pembuatan membran berbasis silika untuk pemurnian bioetanol 2015 2016 2017 Diperoleh kondisi reduksi optimum logamCe dan Yperolehan>90%. Kajian keekonomian difokuskan pada kelayakan proses ekstraksi monasit kajian lingkungan proses ekstraksi metode asam dan basa Diperolehnya optimasi proses reduksi Y, Ce dan Nd perolehan>90% Diperolehnya kondisi optimum proses ekstraksi Gd skala 250gr umpan dengan kemurnian dan perolehan >95% DED untuk produksi Gd dari monasit dan Ce logam dari Ce oksida Ekstraksi LTJ dari abu batubara Sintesis dan karakterisasi material berpori berbasis mineral silikat sebagai penyaring molekul EPC pilot plant Gd Kajian keekonomian ekstraksi Gd Kajian proses reduksi Ce dan Nd dalam tube vacuum furnace GOAL Paket teknologi ekstraksi Gd dan Ce logam (dokumen teknoekonomi, QC) Engineering Design ekstraksi logam Ce,Nd dan Gd Gambar 1.1. Roadmappenelitian. 6 1.2. Ruang lingkup kegiatan 1.2.1 Logam tanah jarang untuk bahan baku material maju Pada tahun anggaran 2016, penelitian yang berkaitan dengan unsur logam tanah jarang difokuskan pada optimasi proses reduksi logam Ce dan Nd, dan optimalisasi pemisahan Gd-oksida dengan ruang lingkup kegiatan sebagai berikut: a) Pengambilan contoh LTJ-hidroksida; b) Proses reduksi oksida logam tanah jarang menjadi logamnya; 1) Optimasi proses reduksi Nd2O3 menjadi logam Nd 2) Optimasi proses reduksi Ce2O3 menjadi logam Ce c) Optimasi pemisahan Gd-oksida dari LTJ-hidroksida; d) Sosialisasi hasil penelitian melalui seminar dan media cetak terkait logam tanah jarang di Indonesia. 1.2.2 Logam jarang untuk bahan baku material maju Kajian identifikasi dan karakterisasi benefisiasi mineral pembawa lithium dari deposit bijih timah mencakup: - Studi literatur - Pengambilan contoh bahan baku penelitian; - Karakterisasi bahan baku penelitian; - Pemisahan dengan menggunakan metode konsentrasi: berat jenis, kemagnetan dan konduktivitas; - Karakterisasi produk konsentrasi mineral bijih timah yang berupa konsentrat mineral silikat terdiri dari analisis mineralogi dan analisis komposisi kimia untuk menentukan kandungan unsur lithiumnya. 1.2.3 Pembuatan membran silika untuk pemurnian bioetanol Ruang lingkup kegiatan penelitian untuk pembuatan membran silika, yaitu sintesis nanosilika, pembuatan membran silika dan uji pemisahan etanol dan air. Tahapan kegiatan yang dilakukan terdiri dari : a) b) c) d) Pengambilan sampel silika; Preparasi dan karakterisasi sampel ; Pemisahan sampel dari pengotor; Proses alkalifusion untuk sintesis nano silika; 7 e) Pembuatan membran dengan metode dip coating; f) Karakterisasi membrane; g) Analisis dan uji pemisahan etanol dan air. 1.3 Tujuan Tujuan penelitian di tahun anggaran 2016 ini adalah: 1) Penguasaan teknologi proses reduksi LTJ khususnya Ce dan Nd. 2) Penguasaan teknologi proses pemisahan Gd-oksida dari LTJ-hidroksida 3) Mensinergikan aktivitas penelitian dan pengembangan LTJ guna mewujudkan industri LTJ di Indonesia 4) Mensosialisasikan kemajuan penelitian LTJ di Indonesia 5) Mengkarakterisasi sumber daya mineral lithium dalam deposit bijih timah dan pemilihan jalur benefisiasinya untuk memperoleh produk konsentrat bijih lithium dengan kadar ≥ 4%-LiO2. 6) Menghasilkan membran silika mesopori yang memiliki sifat permselektivitas terhadap etanol 1.4 Sasaran Sasaran penelitian di tahun anggaran 2016 ini adalah: a) Dihasilkannya kondisi proses pembuatan logam Ce dan Nd dengan perolehan >90%. b) Diperolehnya kondisi proses pemisahan Gd-oksida dari LTJ hidroksida yang dihasilkan oleh pilot plant PT. Timah. c) Tersosialisasikannya penelitian tentang pengolahan LTJ di media cetak dan seminar. d) Diperolehnya informasi data karakteristik deposit mineral lithiumdan jalur benefisiasi untuk peningkatan kadar lithium sebagai konsentrat dengan kadar sekurang-kurangnya 4%-LiO2 dan mendapatkan gambaran mineralogi sumber daya mineral lithium berhubungan dengan mineral pengotor yang akan dipisahkan secara optimal sehingga memenuhi syarat untuk menjadi bahan umpan proses ekstraksi untuk menghasilkan lithium karbonat. e) Diperoleh membran silika mesopori yang memiliki karakteristik nilai fluks >2 mol/m2 jam dan faktor pemisahan (α) >5. 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian logam tanah jarang Logam tanah jarang (LTJ) atau rare earth elements (REE) beberapa referensi menyebutkan unsur tanah jarang (UTJ) atau rare earth adalah satu kelompok unsur-unsur logam yang memiliki kesamaan sifat secara fisikadan kimia yang berada pada kelompok lantanida di dalam sistem periodik unsur. Skandium dan yttrium dimasukkan ke dalam LTJ dengan pertimbangan kesamaan sifat kimia dan fisikanya terhadap kelompak lantanida. Logam Tanah Jarang (LTJ) merupakan kelompok lantanida dalam sistem periodik unsur yang memiliki 14 unsur kimia, terdiri atas Ce-Pr-Nd-Pm-Sm-Eu-Gd-TbDy-Ho-Tr-Tm-Yb-Lu (cerium, praseodymium, neodymium, prometium, samarium, europium, gadolinium, terbium, dysprosium, holmium, erbium, tulium, ytterbium, and lutetium). Logam grup lain yang sering berasosiasi dalam mineral yang sama adalah Sc-Y-La (scandium, yttrium dan lantanum). Keberadaan unsur logam tanah jarang dalam sistem tabel periodiksusunan berkala dan dikelompokkan lagi menjadi LTJ berat (heavy) dan ringan (light) yang diberi warna berbeda, masing masing jingga dan ungu, pada tabel periodik (Gambar 2.1). Gambar 2.1. Tabel susunan berkala (periodik). Unsur tanah jarang (REE) tidak seperti namanya, sebagaimana tulium (Tm) dan lutetium (Lu) merupakan dua unsur yang terkecil kelimpahannya di dalam kerak bumi tetapi 200 kali lebih banyak daripada kelimpahan emas (Au). Meskipun demikian unsur-unsur tersebut sangat sulit untuk diekspoitasi karena konsentrasinya tidak cukup tinggi untuk ditambang secara ekonomis. REE yang paling melimpah di antaranya adalah cerium, yttrium, lantanum dan neodymium; kelimpahan rata-rata di dalam kerak bumi serupa dengan logamlogam kromium (Cr), nikel (Ni), seng (Zn), molibdenum (Mo), timah putih (Sn), tungsten (W) dan timbal (Pb). Semua REE merupakan logam dan kelompok ini 9 juga disebut sebagai logam tanah jarang (LTJ), memiliki sifat-sifat serupa dan sering ditemukan bersamaan di dalam cebakan-cebakan. LTJ tidak ditemukan di bumi sebagai unsur bebas melainkan dalam bentuk senyawa (mineral) kompleks karbonat ataupun fosfat.Mineral tersebut tidak bisa didapatkan dengan mudah karena jumlahnya yang sangat terbatas. Terlebih lagi, mineral tersebut tidak terpisah sendiritetapi tercampur dengan mineral lain.Mineral-mineral yang mendominasi dalam senyawa LTJdi atas adalah lanthanum (La), cerium (Ce), neodymium (Nd). Sehingga mineral ini menjadi ekonomis untuk dilakukan proses ekstraksi yang menyebabkan pemanfaatan ketiga mineral ini sangat tinggi bila dibanding dengan mineral LTJ lainnya. 2.2. Pemanfaatan logam tanah Jarang LTJ sesuai dengan namanya merupakan senyawa mineral dengan REE yang sangat langka atau kelimpahannya sangat sedikit. Keterdapatan di alam berupa senyawa kompleks umumnya senyawa fosfat dan karbonat. Dengan perkembangan teknologi pengolahan material, LTJ semakin dibutuhkan umumnya pada industri teknologi tinggi. LTJ banyak diburu bersama paduannya karena digunakan untuk banyak peralatan dalam kehidupan sehari-hari, di antaranya berupa: memori komputer, DVD, baterai isi ulang, telepon selular, konventer katalis kendaraan bermotor, magnet, lampu fluoresen dan lain-lain. Bahkan kegunaan untuk komputer dan DVD telah tumbuh lebih cepat daripada telepon selular. Berbagai tipe rechargeable batteries yang banyak mengandung cadmium (Cd) atau timbal, sekarang digantikan dengan batere rechargeable lanthanum-nickel-hydride (La-Ni-H). Demikian halnya pada baterai komputer, baterai mobil dan peralatan komunikasi banyakmenggunakanLTJ karena daya pakai yang lebih lama, mudah diisi ulang (recharge) dan mudah didaur ulang. Bila melihat kondisi pasar REE setidaknya pada dekade terakhir ini, kebutuhan dunia terus meningkat terutama disebabkan kegunaannya dalam industri berteknologi tinggi. Pada teknologi tinggi berupa industri magnetic refrigeneration karena REE mempunyai daya magnet yang sangat kuat. Untuk memenuhi kebutuhan dunia sudah sejak lama mengandalkan potensi yang ada di Tiongkok (China). Sekitar 90 % kebutuhan dunia dipasok dari Tiongkok. Akan tetapi akhir-akhir ini pemerintah Tiongkok mulai membatasi produksinya hingga 60% yang berdampak semakin mahal dan langkanya komoditas ini di pasaran global. Harganya pun sempat meroket meskipun belakangan harga ini mulai menurun. Sebagai gambaran pada bulan Agustus 2012 harga Nd (99%) mencapai lebih dari 450.000 dollar AS (sekitar 4,3 milyar rupiah) per ton dan Ce 10 oksida (99%) mencapai 150.000 dollar AS (sekitar 1,4 milyar rupiah) per ton FOB Tiongkok. Pada kenyataannya, banyaknya permintaan baterai isi ulang yang dibuat dari senyawa LTJ sejalan dengan permintaan akan perangkat elektronik portabel telepon selular, komputer dan kamera. Beberapa senyawa LTJ digunakan untuk pembuatan baterai yang dibutuhkan sebagai pembangkit tenaga listrik pada kendaraan bermotor. Sejalan dengan perhatian terhadap ketidaktergantungan pemanfaatan energi, perubahan iklim dan isu-isu tentang penjualan kendaraan listrik yang menggunakan baterai, sehingga menyebabkan permintaan akan senyawa logam tanah jarang meningkat lebih cepat. Pemicu peningkatan permintaan senyawa-senyawa LTJ juga sejalan dengan peningkatan kebutuhan bahan pembuat katalis, fosfor, turbin angin, kendaraan hibrida, dan pemoles untuk pengendali pencemaran udara, layar iluminasi pada perangkat elektronik dan gelas optik (Gambar 2.2). Gambar 2.2. Beberapa produk industri berbasis REE. 2.3. Logam tanah jarang untuk bahan baku material maju Monasit merupakan sumber utama logam tanah jarang ringan, diperoleh sebagai produk samping dari penambangan dan pengolahan mineral berat seperti ilmenit, rutil, dan zirkon (Australia, Brazilia, Cina dan India); serta kasiterit, ilmenit dan zirkon (Malaysia, Thailand dan Indonesia). Di Indonesia, berdasarkan hasil studi BATAN, terdapat beberapa daerah potensi deposit monasit, yaitu Bangka Belitung, Karimata/Ketapang, Rirang-Tanah Merah (Atmawinata, 2011). 11 Logam tanah jarang tidak ditemukan berupa unsur bebas dalam lapisan kerak bumi, tetapi berbentuk senyawa kompleks. Untuk mendapatkan unsurnya, perlu dilakukan proses pemisahan terlebih dahulu dari senyawa kompleks tersebut. Jalur proses produksi logam tanah jarang dari bijih dapat dilihat pada Gambar 2.3. Gambar 2.3. Jalur proses produksi LTJ dari bijih (Iags, 2012). Fokus penelitian yang dilakukan oleh Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara adalah pembuatan logam tanah jarang dari oksidanya. 2.3.1. Reduksi oksida LTJ menjadi logam Logam-logam tanah jarang dapat dipisahkan dengan mereduksi oksidanya menjadi logam dengan kemurnian hampir 95% tergantung dari pengotornya. Metode untuk mereduksi oksida-LTJ dapat dilakukan melalui proses elektrolisis dan proses metalotermik. 1. Proses elektrolisis Proses ini dibagi menjadi dua, yaitu: Dekomposisi dari RE-Cl3 dengan melarutkannya dalam lelehan garam alkali atau alkali tanah. Dekomposisi RE-oksida dengan melarutkannya dalam garam flourida. 12 Metode elektrolisis ini memiliki beberapa kelemahan, yaitu: penggunaan elektroda yang mahal dan cukup konsumtif, penggunaan garam klorida atau flourida untuk mencegah pembentukan garam REOCl yang tidak diinginkan, membutuhkan suhu yang tinggi (>1000oC), perolehan logam rendah (<40%), dan proses reduksi RE-Cl3 akan menghasilkan gas klorin yang sangat korosif. Sedangkan kelebihannya adalah proses ini dapat dilakukan secara kontinu. 2. Proses metalotermik Proses ini dibagi menjadi dua, yaitu: Reduksi RE-F3 dengan logam Ca (calciothermic process). Reduksi RE-O2 dengan logam Ca. Proses metalotermik ini memiliki kerugian yaitu: suasana proses non-oksidasi dan membutuhkan energi yang tinggi. Sedangkan kelebihannya perolehan logam yang dihasilkan >90%. Proses metalotermik yang sedang dikembangkan saat ini adalah Ames Process yang dikembangkan di Amerika. Ames Processditujukan untuk membuat logam tanah jarang dengan kemurnian yang tinggi dan mendapatkan uranium untuk “Proyek Manhattan” melalui reduksi metalotermik dari garam-logam menggunakan logam alkali tanah: 2RF3 + 3Ca 2R + 3CaF2 Dalam proses ini, tanah jarang flourida (RF3) direduksi dengan logam Ca menghasilkan logam tanah jarang dan terak kalsium flourida. RF3 dihasilkan dengan mereaksikan tanah jarang oksida (R2O3) dengan asam flourida (HF) sesuai dengan reaksi di bawah ini: R2O3 + 6HF 2RF3 + 3H2O Selain itu, prosesAmesjuga mencakupreduksi langsungdarioksidatanah jarangdengan lantanum untuk empatlogam tanah jarangyang memilikitekanan uap yang sangat tinggi, yaituSm, Eu, Tm, danYb. R2O3 + 2La La2O3 + 2R(g) Penggunaaanlogamlantanum untuk mereduksi langsungoksida tanah jarang, spesiesyang memiliki tekanan uaptinggidipisahkan dengancara sublimasi, sehinggakeluar sebagai gasyangterkondensasi kemudian dipadatkandalam kondensor. Pemilihan metode untuk mereduksi oksida tanah jarang dapat ditentukan berdasarkan titik leleh-didih logam tanah jarang yang dapat dilihatpadagrafik di Gambar 2.4. 13 Gambar 2.4. Grafik titik leleh-didih logam tanah jarang(Riedenman, 2011). Dari grafik terlihat jelas titik didih dan leleh dari tiap-tiap logam tanah jarang. Titik didih merupakan indikatortekananuaprelatif terhadapmasing-masing logam. Jika grafik tersebut disusun ulang berdasarkan kenaikan berat atomterhadap kenaikan titik didih,maka akan diperoleh grafik seperti pada Gambar 2.5. Gambar 2.5. Grafik titik didih- leleh LTJ berdasarkan kenaikan berat atomnya(Riedenman, 2011). Jalur proses untuk membuat logam tanah jarang dapat ditentukan berdasarkan 4 (empat) jalur proses seperti pada grafik diatas. Keempat jalur proses tersebut: 1. Titik leleh rendah ke titik leleh tinggi, sangat tinggi tekanan uap logam. • Reduksilangsung oksidanya/sublimasi. • Pemurnian dilakukan dengan sublimasi. 2. Titik leleh tinggi, cukup tinggi tekanan uap logam. • Reduksi dengan logam kalsium dari bentuk fluoridanya. 14 • Vacuum casting untuk menghilangkan pengotor yang mudah menguap. • Sublimasi untuk menghilangkanspesi yang tidak menguap. 3. Titik leleh sedang ke titik leleh tinggi, tekanan uap logam sedang. • Reduksi dengan logam kalsium dari bentuk flouridanya. • Vacuum casting untuk menghilangkan pengotor yang mudah menguap. • Distilasi untuk menghilangkan spesi yang tidak mudah menguap. 4. Titik leleh rendah, tekanan uap logam rendah. • Reduksi dengan logam kalsium dari fluoridanya. • Vacuum casting untuk menghilangkan pengotor yang mudah menguap. • Pengendapan tantalum (Ta). Pada proses ke-4, tekanan uap menurun ke tingkat yang rendah sehingga tidak dapat dilakukan proses sublimasi atau distilasi. Neodimium (Nd) memiliki tekanan uap yang mendekati skandium (Sc). Namun, Nd memiliki kelarutan yang jauh lebih rendah dari Ta, sehingga kemurnian Nd tinggi untuk proses ke-4 ini. 2.3.2. Ekstraksi gadolinium oksida (Gd-oksida) dari LTJ-hidroksida Batuan gadolinium yang berwarna merah delima digunakan dalam penerapan gelombang mikro dan senyawa gadolinium digunakan sebagai senyawa fosfor pada televisi berwarna. Pada konsentrasi1%, gadolinium bisa meningkatkan kemampuan alloy besi, krom, dan alloy yang terkait, juga meningkatkan ketahanan terhadap oksidasi. Gadolinium memiliki pergerakan magnet yang sangat tinggi dan unik, dan untuk suhu Curie (suhu di mana sifat feromagnetisme menghilang) hanyalah pada suhu kamar, yang artinya gadolinium bisa digunakan sebagai komponen magnet yang bisa mendeteksi panas dan dingin. Sebagaimana unsur radioaktif lainnya, gadolinium memiliki warna putih keperakan, berkilau seperti logam, dan mudah ditempa. Pada suhu kamar, gadolinium mengkristal dalam bentuk heksagonal atau bentuk alfa dengan kerangka tertutup. Selama pemanasan hingga 1235oC, gadolinium alfa berubah menjadi bentuk beta yang memiliki struktur kubus berpusat badan. Gadolinium (Gd) adalah elemen yang unik dan kuat dalam kimia dan biomedis yang dapat diterapkan secara bersamaan untuk Magnetic Resonance Imaging (MRI), X-ray Computed Tomography (CT), dan terapi menangkap neutron untuk kanker. Proses pemisahan gadolinium dari dari logam tanah jarang terdiri dari dua tahapan proses yaitu tahap pengelompokkan logam tanah jarang dan tahap pemisahan unsur gadolinium. Gadolinium diperoleh dari proses pemisahan logam tanah jarang hidroksida (LTJ(OH)3) dalam bentuk gadolinium oksida (Gd-Oksida). 15 Proses pemisahan dilakukan pada 10 kg LTJ(OH)3 yang diperoleh dari PT. Timah Bangka. LTJ(OH)3 atau UTJ(OH)3 yang bersumber dari PT. Timah Bangka memiliki kemurnian 96%. Untuk memurnikannya, diperlukan dua tahapan utama yaitu pelarutan dan pengendapan. Pelarutan dilakukan menggunakan asam kuat sedangkan pengendapan menggunakan ammonium oksalat.Pada tahap pelarutan, LTJ(OH)3 dan pengotornya dilarutkan secara sempurna dengan menggunakan larutan HNO3 65%. Proses pelarutan dilakukan pada sebuah tangki berpengaduk pada suhu 90oC dengan reaksi yang terjadi yaitu sebagai berikut: UTJ(OH)3(s) + 3HNO3(aq) + 3H2O(l) → UTJ(NO3)3.6H2O(aq) Setelah seluruh LTJ terlarut sempurna maka dilakukan penambahan ammonium oksalat 25% untuk mengendapkan unsur tanah jarang dari unsur non tanah jarang. Unsur tanah jarang diperoleh dalam bentuk endapan unsur tanah jarang oksalat berwarna putih kristal, sedangkan unsur non tanah jarang akan tetap larut dalam filtrat. Adapun reaksi yang terjadi saat penambahan ammonium oksalat ialah sebagai berikut: 2UTJ(NO3)3.6H2O (aq) + 3(NH4)2C2O4(aq) → UTJ2(C2O4)3,10H2O(s) + 6NH4NO3(aq) + 2H2O(l) Pada reaksi tersebut terbentuk garam LTJ oksalat, kemudian larutan dicuci dengan menggunakan air dan ditambahkan ammonium hidroksida (NH4OH). Ciri terbentuknya LTJ oksalat ialah munculnya endapan-endapan berwarna putih. Penambahan air pencuci dan NH4OH bertujuanuntuk memaksimalkan perolehan endapan unsur tanah jarang. Proses ini dilakukan karena kelarutan LTJ oksalat dalam air sangat dipengaruhi oleh pH. Apabila pH larutan meningkat maka kelarutan LTJ oksalat akan menurun. Endapan LTJ yang telah terbentuk akan disaring dengan menggunakan screw press filter. Endapan inilah yang akan diproses lebih lanjut sedangkan filtrat yang sebagian besar mengandung non-LTJ akan dibuang ketempat penampungan sementara. Selanjutnya, dilakukan proses pengendapan selektifterhadap endapan yang terbentuk. Proses pengendapan selektif ini didasarkan pada pengelompokan LTJ. Menurut Shweet al. (2008), larutan unsur tanah jarang yang telah larut dipisahkan ke dalam unsur tanah jarang kelompok berat, sedang dan ringan. LTJ berat yang terdapat pada aliran proses ialah Dy (disprosium) sedangkan LTJ sedang yang terdapat pada aliran proses ialah europium (Eu), gadolinium (Gd), samarium (Sm) dan terbium (Tb). LTJ ringan yang terdapat pada aliran proses ialah serium (Ce), lantanum (La), neodimium (Nd) dan praseodimium (Pr). Pemisahan kelompokkelompok ini ialah dengan cara mengatur pH operasi pada pengendapan. Nilai pH 16 operasi untuk mengendapkan LTJ berat ialah 6,50, LTJ sedang 7,08 dan LTJ ringan 8,30. Proses awal pengendapan selektif ialah dengan melarutkan endapan LTJ oksalat menggunakan HNO3 65%. Setelah seluruh endapan larut dan menjadi homogen, kemudian larutan LTJ ini akan ditambahkan NH4OH hingga mencapai pH 6,5. Pada kondisi ini, LTJ berat mengendap kemudian disaring. Filtrat dari proses ini akan masuk pada tahap pengendapan LTJ sedang.Filtrat yang mengandung LTJ sedang dan LTJ ringan akan dinaikkan pH nya hingga 7,08 dengan penambahan air. Pada pH operasi ini, LTJ sedang mengendap kemudian disaring. Endapan inilah yang diproses ke tahap selanjutnya karena memiliki kandungan Gd. Endapan LTJ sedang yang tersaring kemudian dilarutkan kembali agar dapat diekstraksi selektif. Pelarutan endapan LTJ sedang menggunakan HNO3 1%. Pelarutan ini bertujuan untuk meningkatkan pH dan mempermudah proses ekstraksi. pH operasi yang digunakan ialah pada pH 3.Setelah endapan terlarut dan diatur pH nya menjadi 3, Gd diekstraksi menggunakan ekstraktan DBDTP (di-butyl di-thio phosphate) dengan pelarutorganik berupa heksana. Ekstraksi Gd dilakukan melalui 5 tahapan,selain diekstrak menggunakan pelarut heksan, LTJ yang sudah terikat pada ligan DBDTP melepaskan LTJ apabila pH diatas 7. Proses ini disebut scrubbingkarena solute berpindah dari fase air ke fase organik. Proses scrubbing Gd dilakukan dengan 5 tahapan. Gd yang diambil sekarang berada pada fase air. Logam Gd yang telah di-scrubbing oleh air ditambahkan ammonium oksalat agar mengendap. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan endapan Gd oksalat. Gd oksalat inilah yang kemudian diubah menjadi Gd oksida menggunakan tungku peleburan. Garam Gd oksalat yang telah terbentuk disaring terlebih dahulu sebelum direaksikan di dalam tungku peleburan. Pada proses di dalam tungku peleburan, Gd oksalat terurai menjadi Gd oksida. Secara ringkas, reaksi penguraian Gd oksalat menjadi Gd oksida ialah sebagai berikut: Gd2(C2O4)3.10H2O(s)→ Gd2O3(s) + 10 H2O(g) + 3 CO2(g) + 3 CO(g) Produk akhir yang diperoleh yaitu Gd2O3 yang diharapkan dapat diterapkan untuk Magnetic Resonance Imaging (MRI), X-ray Computed Tomography (CT), dan terapi menangkap neutron untuk kanker. 2.4. Logam jarang untuk material maju (lithium) Baterai berbasis lithium merupakan baterai paling unggul dibandingkan tipe baterai lainnya hingga saat ini. Ada lima kriteria untuk kualitas unggul suatu baterai, yaitu kerapatan energi atau daya, lama waktu penggunaan, keselamatan, 17 kinerja dan biaya. Material prekursor berbasis lithium sebagai komponen baterai ditinjau dari kriteria kualitas unggul suatu baterai merupakan yang terbaik sehingga unsur lithium akan terus meningkat kebutuhan dan penggunaannya ke depan (Arai dkk, 2004; Ebenspenger dkk, 2005). Pemanfaatan dan pengembangan baterai berbasis lithium sebagai energy storage saat ini paling mendominasi penggunaannya pada berbagai perangkat elektronik yang bersifat mobile, terutama menjadi krusial pada pengembangan mobil listrik. Baterai berbasis lithium penggunaannya pada kendaraan listrik sebagai energy storage menjadi salah satu kunci dalam pengembangan mobil listrik kedepan. Pada saat ini energy storage yang mempunyai kapasitas energi yang tinggi (Wh/kg) masih sangat tergantung pada komponen lithium (Oumellal dkk, 2008). Pada Gambar 2.6 menunjukkan perbandingan berbagai tipe baterai yang saat ini ada dipasaran. Gambar 2.6. Tipe baterai dan kerapatan energinya (Ebensperger dkk, 2005). Pengembangan baterai berbasis lithium akan mencapai kerapatan energi hingga 500 Wh/kg dan diprediksi pengembangannya terutama untuk penggunaan pada kendaraan listrik yang sangat memerlukan karakteristik seperti ini. Kemampuan baterai dengan karakteristik tersebutakan menentukan kemampuan jarak tempuh dan pengembangan kehandalannya kedepan untuk mobil listrik seperti digambarkan pada Gambar 2.7. 18 Gambar 2.7. Perkembangan penelitian baterai berbasis lithium (Kipouros dkk, 1998). Produksi unsur lithium saat ini berasal dari tiga jenis sumber daya lithium yang secara global diperkirakan mencapai 43,6 juta metrik ton (MT),yaitu air asin (continental brine), batuan pegmatit (hard-rock) dan batuan sedimen (clay). Air asin benua (brine) dan pegmatit (atau bijih, hard-rock) adalah sumber utama untuk produksi lithium komersial saat ini. Pada Gambar 2.8 diperlihatkan negara dan tipe jenis deposit lithium yang saat ini telah diketahui data potensinya (Kesler dkk, 2012; Mohr dkk, 2012). 19 Gambar 2.8. Jenis deposit lithium global dan potensinya di beberapa negara. Ada 13 mineral lithium yang diketahui dan hanya beberapa mineral lithium yang secara komersial penting (Samoilov dkk, 2008; Xu dkk, 2016), yaitu: Spodumene LiAl(SiO3)2, dengan kandungan 4 – 8-% lithia (Li). Amblygonite, LiAl(F,OH)PO4, dengan kandungan 8 – 10-% lithia (Li). Lepidolite, lithium mica, KliAl (OH,F)2Al(SiO4)3, atau K2Li4Al2F4Si8O22 (komposisi kimia kompleks) dengan kandungan 2 – 4-% lithia (Li). Zinnwaldite, lithium iron mica, Li2K2Fe2Al4Si7O24, dengan kandungan 2-3,5% lithia (Li). Petalite, LiAl(Si2O5)2, dengan kandungan 2 – 4-% lithia (Li). Triphylite, Li(Fe, Mn)PO4, dengan kandungan 2 – 6-% lithia (Li). Lithiophilite, Li(Mn, Fe)PO4, dengan kandungan 2 – 6-% lithia (Li). Mineral bijih utama lithium yang terbentuk dari batuan, terutama dari deposit granite, pegmatite dan deposit placer, adalah mineral spodumene (LiAlSi2O6), petalite, LiAl(Si2O5)2, lepidolite (KLi2Al(Al,Si)3O10(F,OH)2 dan amblygonite (Li,Na)AlPO4(F,OH). Mineral lithium tersebut keterdapatannya berasosiasi dengan mineral cassiterite (bijih timah), columbite-tantalite, ilmenite, zircon, monazite, beryl, apatite, quartz, tourmaline, dan feldspar. Beberapa usaha pertambangan penghasil konsentrat mineral lithium di global memberikan informasi terkait dengan cut off grade, salah satunya dari Australia’s 20 Economic Demonstrated Resources (EDR) untuk tambang bijih lithium di Mount Marion, Kalgoorlie; Mount Cattlin, Ravensthorpe bagian Utara;dan Pilgangoora, Port Hedland; semuanya di West Australia (WA) dengan nilai besaran rata-rata 1,1%-Li2O (nilai besaran secara umum antara 0.8%-5%-Li2O). 2.5. Pembuatan membran silika untuk pemurnian bioetanol Bioetanol merupakan salah satu jenis biofuel (bahan bakar cair dari pengolahan tumbuhan) di samping biodiesel. Bioetanol adalah etanol yang dihasilkan dari fermentasi glukosa (gula) yang dilanjutkan dengan proses distilasi. Proses distilasi dapat menghasilkan etanol dengan kadar 95% volume, untuk digunakan sebagai bahan bakar (biofuel) perlu lebih dimurnikan lagi hingga mencapai 99% yang lazim disebut fuel-gradeetanol (FGE). Secara umum, proses pengolahan bahan berpati seperti ubi kayu, jagung dan sagu untuk menghasilkan bioetanol dilakukan dengan beberapa urutan proses. Pertama adalah proses hidrolisis, yakni proses konversi pati menjadi glukosa. Prinsip dari hidrolisis pati pada dasarnya adalah pemutusan rantai polimer pati menjadi unitunit dekstrosa (C6H12O6). Pemutusan rantai polimer tersebut dapat dilakukan dengan berbagai metode, misalnya secara enzimatis, kimiawi ataupun kombinasi keduanya. Hidrolisis secara enzimatis memiliki perbedaan mendasar dibandingkan hidrolisis secara kimiawi dan fisik dalam hal spesifitas pemutusan rantai polimer pati. Hidrolisis secara kimiawi dan fisik akan memutus rantai polimer secara acak, sedangkan hidrolisis enzimatis akan memutus rantai polimer secara spesifik pada percabangan tertentu. Tahap kedua adalah proses fermentasi untuk mengkonversi glukosa (gula) menjadi etanol dan CO2. Fermentasi etanol adalah perubahan 1 mol gula menjadi mol etanol dan 2 mol CO2. Reaksi yang terjadi pada proses produksi etanol/bio-etanol secara sederhana ditujukkan pada reaksi 1 dan 2. nC6H12O6………………………………. (1) H2O + (C6H10O5)n Enzim(pati) (C6H12O6)n Ragi(glukosa) (glukosa) 2 C2H5OH + 2 CO2 ……………………………… (2) (etanol) Pemurnian bioetanol Setelah proses fermentasi selesai, dilakukan distilasi untuk memisahkan etanol. Distilasi merupakan pemisahan komponen berdasarkan titik didihnya. Titik didih etanol murni adalah 78oC sedangkan air adalah 100oC (Kondisi standar).Dengan memanaskan larutan pada suhu rentang 78 – 100oC akan mengakibatkan sebagian 21 besar etanol menguap, dan melalui unit kondensasi akan bisa dihasilkan etanol dengan konsentrasi 95% volume. Namun pada prakteknya proses distilasi biasa mengalami kendala pada terbentuknya kondisi campuran azeotrop. Azeotrop adalah campuran dari 2 atau lebih komponen yang saling terikat sangat kuat dan sulit untuk dipisahkan dengan distilasi biasa, disamping itu campuran komponen tersebut memiliki titik didih yang konstan atau sama, sehingga ketika campuran azeotrop dididihkan, maka fasa uap yang dihasilkan memiliki titik didih yang sama dengan fasa cairnya. Campuran azeotrop ini sering disebut sebagai constant boiling mixture karena komposisinya yang senantiasa tetap jika campuran tersebut dididihkan, maka dari itu campuran azeotrop ini sulit untuk dipisahkan dengan metode distilasi biasa, sehingga hasil dari distilasi yang didapatkan yaitu etanol dengan campuran sedikit air, jadi etanolnya yang dihasilkan tidak murni. Kondisi azeotrop dapat dijelaskan melalui Gambar 2.9. Gambar 2.9. Kurva kondisi azeotrop. Titik A pada pada kurva merupakan titik didih campuran pada kondisi sebelum mencapai azeotrop. Campuran kemudian dididihkan dan uapnya dipisahkan dari sistem kesetimbangan uap cair (titik B). Uap ini kemudian didinginkan dan terkondensasi (titik C). Kondensat kemudian dididihkan, didinginkan, dan seterusnya hingga mencapai titik azeotrop. Pada titik azeotrop, proses tidak dapat diteruskan karena komposisi campuran akan selalu tetap. Pada gambar di atas, titik azeotrop digambarkan sebagai pertemuan antara kurva saturated vapor dan saturated liquid (ditandai dengan garis vertikal putus-putus). Salah satu contoh azeotrop yaitu terdiri dari alkohol yang berkadar 96%, dimana sekitar 4%-nya adalah air membentuk suatu kondisi/campuran yang disebut azeotrop. Pada tahap ini, molekul alkohol dan air saling terikat dengan erat dan tidak bisa dipisahkan dengan distilasi biasa. Karena itu, untuk meningkatkan dari kadar 96% menjadi 99,5% dibutuhkan bantuan zeolit /molecular sieve /karbon aktif. Bahan-bahan tersebut mempunyai molekul dengan rongga yang sangat kecil 22 dan sangat banyak sehingga dapat menyerap molekul air yang lebih kecil daripada molekul alcohol. Sehingga hasil yang didapatkan nantinya adalah etanol murni. Distilasi Azeotrop Distilasiazeotrop merupakan teknik pemisahan dari campuran azeotrop(terdiri dari alkohol yang berkadar 96%, dimana sekitar 4%-nya adalah air membentuk suatu kondisi/campuran). Campuran tersebut saling terikat dan sulit untuk dipisahkan dan salah satu cara untuk memisahkan 2 komponen tersebut yaitu dengan cara penambahan komponen lain untuk menghasilkan azeotrop heterogen yang dapat mendidih pada suhu lebih rendah, misalnya dengan penambahan benzenaatau dapat juga dengan garam, kedalam campuran air dan alkohol. Benzena berfungsi untuk memisahkan ikatan antara metanol dan air, sehingga ketika dipanaskan maka metanol akan menguap terlebih dahulu. Hal ini dikarenakan metanol memiliki titik didih yang rendah, sedangkan benzena dan air memiliki titik didih yang berdekatan dengan menggunakan distilasi bertingkat metanol, air dan benzena dapat dipisahkan secara sempurna. Hal ini disebabkan bentuk fisik kolom fraksional yang mampu menampung senyawa-senyawa yang mengalami penguapan dan pencairan dengan baik, sehingga ketika etanol menguap dan siap untuk dikondensasi, baik benzena maupun air dapat lebih dahulu dicairkan oleh kolom fraksional dan ditampung dengan baik di kolom ini, sehingga etanol yang didapat akan murni. Skema proses distilasi azeotrop dapat dilihat pada Gambar 2.10. Gambar 2.10. Skema proses distilasi azeotrop. 23 Terdapat dua tipe proses distilasi yang banyak diaplikasikan, yaitu continuousfeed distillation column system dan pot-type distillation system. Selain tipe tersebut, dikenal juga tipe distilasi vakum yang menggunakan tekanan rendah dan suhu yang lebih rendah untuk menghasilkan konsentrasi alkohol yang lebih tinggi. Namun teknologi ini sangat rumit dan hanya dapat dipakai pada pabrik skala besar. Pervaporasi Prinsip dasar pemisahan dengan teknologi membran pervaporasi adalah pemisahan berdasarkan metoda pervaporasi, dimana proses pemisahan suatu campuran dengan perubahan bentuk dari cair menjadi uap pada sisi membran. Cara kerjanya adalah etanol berkadar 95 % dipanaskan pada suhu 75 oC, air dalam etanol berubah menjadi uap air. Dengan tekanan vakum, etanol dan air masuk ke membran dengan kecepatan 1,5 x 10-4 m/s. Dalam teknik pervaporasi ini uap air akan melewati membran, sedangkan etanol ditolak. Selektivitas dan laju pemisahan pervaporasi sangat tergantung pada karakteristik membran, konfigurasi modul dan desain proses, itu artinya jenis membran yang digunakan mesti berkarakter mampu menyeleksi gas dan etanol yang masuk. Di ujung membran, uap air diserap oleh vakum, selanjutnya uap air dimasukkan dalam botol penampung yang berisi nitrogen cair. Nitrogen cair dipilih karena memiliki titik didih pada suhu -195,8 oC, dengan suhu yang sangat dingin, nitrogen cair mempunyai kemampuan membekukan bahan organik lebih efektif dari pada pendinginan berbahan ammonia ataupun freon. Saat menyentuh larutan nitrogen cair maka uap air kembali menjadi air, sedangkan etanol tidak melewati membran, cairannya langsung dialirkan ke botol penampung etanol murni. Membran pervaporasi merupakan salah satu penerapan yang dapat digunakan untuk memisahan bioetanol. Didalam membran pervaporasi, proses pemisahan dilakukan berdasarkan ukuran partikel dengan driving force perbedaan tekanan. Ketika gaya dorong bekerja pada sisi umpan yang mengandung komponen pelarut dan zat terlarut, maka beberapa bagian padatan terlarut akan tertahan pada sisi membran disebut retentate, sedangkan pelarut akan lolos menembus membran disebut permeat. Hal ini menunjukkan bahwa membran yang kita gunakan mempunyai resistensi terhadap padatan sedangkan pelarut dapat lebih bebas menembus membran. Untuk meningkatkan kadar etanol, teknologi membran lebih efektif. Dibandingkan dengan cara konvensional berupa distilasi dan dehidrasi. Ketika proses distilasi, bioetanol membentuk azeotrop. Artinya, antara etanol dan air yang terkandung sulit dipisahkan, sehingga perlu penambahan komponen senyawa kimia untuk memisahkan campuran azeotrop, senyawa tambahan tersebut seperti benzene dan garam. Distilasi dengan meninggikan kolom sekali pun, air sulit 24 diceraikan dari etanol. Memang masih ada sebuah cara untuk menarik air yaitu dengan menambahkan zat toluen. Toluen dikenal sebagai pelarut air. Ketika zat tersebut ditambahkan sesuai dengan kadar air yang terkandung, air akan tertarik. Namun, tetap saja masih ada air tersisa. Namun, sebagian zat toluen itu juga bercampur dengan bioetanol menjadi kontaminan. Sebaliknya, teknologi membran mempunyai beberapa keistimewaan seperti menghasilkan bioetanol berkualitas tinggi, dalam proses pemisahannya pun tanpa bantuan tambahan dari komponen senyawa kimia lain, Selain itu produsen juga mudah mengoperasikan, ramah lingkungan, dan ukuran alat yang lebih kecil. Satu lagi keistimewaan membran: hemat energi. Alat berkapasitas 50 liter per hari, membran hanya membutuhkan energi listrik sebesar 1.000 watt. Contoh gabungan proses pervaporasi dan distilasi terlihat pada Gambar 2.11. Gambar 2.11. Skema gabungan proses distilasi dan pervaporasi (Ravanchi, 2009) 25 III. PROGRAM KEGIATAN Kegiatan tahun 2016 terdiri dari 4 (empat) tahapan, yaitu persiapan, pengambilan contoh, proses penelitian, dan pembuatan laporan akhir. Rincian masing-masing tahapan sebagai berikut: 3.1. Persiapan a. Studi literatur/koordinasi ke instansi terkait Studi literatur dilakukan untuk memperoleh data sekunder tentang teknologi proses yang sudah ada serta penelitian yang sudah pernah dilakukan yang berkaitan dengan kegiatan. Sumber literatur diperoleh dari perpustakaanperpustakaan instansi terkait, jurnal elektronik dan laman-laman jaringan elektronik. Koordinasi dilakukan dengan instansi-instansi yang telah melakukan penelitian LTJ dan membran silika berpori yaitu:PSTA-BATAN yogyakarta, PTBGN-BATAN Jakarta, Universitas Indonesia, BPPT, Balai Besar Logam dan Mesin, PT. Timah, Universitas Padjajaran dan Kemenperind. b. Pembuatan Rencana Operasional Pembuatan rencana operasional dilakukan dari hasil studi literatur dengan bantuan alat-alat tulis kantor. c. Persiapan peralatan Peralatan yang tersedia di laboratorium pengolahan mineral Puslitbang tekMIRA yang hendak digunakan disiapkan sehingga dalam kondisi siap pakai.Persiapan peralatan dilakukan oleh para anggota pelaksana kegiatan. Output dari tahap persiapan adalah tersusunnya Rencana Operasional yang berasal dari penelusuran literatur berupa buku teknis dan ekonomi, jurnal elekronik dan peralatan laboratorium siap pakai. 3.2. Pengambilan contoh Pengambilan contoh bertujuan untuk memperoleh sampel LTJ-hidroksida yang akan dihasilkan oleh pilot plant PT. Timah bekerjasama dengan PTBGNBATAN. Sedangkan pengambilan contoh oksida LTJ dilakukan di PSTABATAN Yogyakarta. Pasir silika yang diperlukan diperoleh dari Tuban, Jawa Timur, sementara lithium diambil dari mineral ikutan dari bijih timah di Pulau Bangka dan sekitarnya.Seluruh kegiatan lapangan dikoordinasikan langsung oleh ketuatim. Surat menyurat dan administrasi dilakukan oleh sekretaris tim. Output dari kegiatan ini adalah diperolehnya bahan baku berupa contoh LTJhidroksida dan oksida LTJ, mineral pembawa lithium serta pasir silika. 26 3.3. Proses penelitian 3.3.1. Logam tanah jarang untuk bahan baku material maju 1. Karakterisasi bahan baku Bahan baku yang berupa LTJ-hidroksidadan dikarakterisasi dengan melakukan analisis kimia dan fisika menggunakan ICP, XRF, dan SEM untuk mengetahui kandungan/komponen khususnya LTJ baik yang berkadar tinggi maupun yang sangat kecil yang terkandung dalam LTJ-hidroksida. 2. Karakterisasi oksida logam tanah jarang dari BATAN Bahan baku untuk proses reduksi berupa oksida logam tanah jarang diperoleh dari PSTA-BATAN dikarakterisasi dengan melakukan analisis kimia dan fisika menggunakan ICP, XRF, dan SEM untuk mengetahui kandungan/komponen dalam oksida logam tanah jarang. 3. Proses reduksi oksida logam tanah jarang menjadi logam Proses reduksi dilakukan dengan jalur pirometalurgi melalui proses reduksi dengan aluminium, natrium dan magnesium untuk mendapatkan logam tanah jarangnya. 3.3.2. Logam jarang untuk bahan baku material maju 1. Pemisahan berdasarkan perbedaan berat jenis 2. Pemisahan berdasarkan perbedaan kemagnetan 3. Pemisahan berdasarkan perbedaan kelistrikan 4. Kombinasi tahapan pemisahan 5. Karakterisasi produk benefesiasi Output tahap ini adalah diperoleh kondisi proses yang optimum dan perolehan Ce, Nd dan Gd yang tertinggi, identifikasi LTJ dalam red mud dan pembuatan RE(OH) dari red mud serta kondisi proses benefisiasi mineral lithium. 3.3.3 Pembuatan membran silika berpori untuk pemurnian bioetanol Tahapan proses pembuatan membran silika berpori dibagi menjadi 2 tahapan utama, yaitu pengolahan dan analisis data hasil percobaan. Tahapan I: Pengolahan Karakterisasi sampel silika Pemisahan pengotor dari silika dengan pelarutan 27 Sintesis nanosilika sol gel dengan metode alkali fusion Karakterisasi sol gel Sintesis membran silika dengan metode dip coating substrat ke dalam sol gel Separation test bioetanol/air menggunakan membran Outputtahap ini adalah membran silika dan data performa pemisahan. Tahapan II:Analisis data hasil percobaan Analisis mineragrafi dilakukan untuk mengetahui jenis mineral silika dan pengotornya yang ada pada sampel dengan mengidentifikasinya secara visual dengan bantuan mikroskop. Analisis dilakukan di Puslitbang Tekmira. Analisis XRD dilakukan untuk mengetahui jenis mineral/senyawa silika apa saja yang ada pada sampel dan ditampilkan dalam bentuk data kualitatif. Analisis ini dilakukan di Puslitbang Tekmira. Analisis XRF dan AAS dilakukan untuk mengetahui kadar unsur-unsur apa saja yang ada pada sampel dan ditampilkan dalam bentuk data kuantitatif. Analisis ini dilakukan di Puslitbang Tekmira. Analisis ICP dilakukan untuk mengetahui kandungan usur-unsur minor yang tidak dapat dideteksi oleh XRF. Analisis ini penting untuk mengetahui kemurnian produk silika. Analisis dilakukan di PSDG atau BATAN. Analisis SEM diperlukan untuk pengamatan fotomikro sampel dengan perbesaran yang tinggi untuk melihat bentuk partikel yang sangat halus. Analisis TEM untuk pengamatan sampel ukuran nano. Analisis SEM dapat dilakukan di Puslitbang Tekmira, sedangkan TEM dilakukan di UGM, Yogyakarta. Analisis PSA untuk mengetahui ukuran partikel yang sangat halus dalam skala nano. Analisis ini dilakukan di LIPI Serpong. Interpretasi data hasil percobaan. Menyusun rumusan hasil percobaan dengan hipotesis/tujuan penelitian. Output tahap ini adalah diperoleh kondisi proses yang optimum dan perolehan Ce, Nd dan Gd yang tertinggi; kondisi proses benefisiasi mineral litium, serta membran silika dan data performa pemisahan. 3.4. Sosialisasi penelitian (seminar dan media cetak) Sosialisasi penelitian yang telah dihasilkan dilakukan melalui seminar ataupun FGD yang dihadiri oleh instansi litbang, pemangku kebijakan, dan perusahaan yang terkait dengan pengelolaan LTJ di Indonesia. Selain melalui seminar sosialisasi dilakukan melalui media cetak, agar dapat tersampaikan 28 kepada masyarakat umum pula.Output dari tahap ini adalah adanya seminar ataupun FGD 1 kali tentang LTJ. 3.5. Pembuatan laporan akhir Seluruh pelaksanaan dan hasil kegiatan penelitian dituangkan dalam satu laporan akhir yang disertai ringkasan eksekutif.Output tahap ini adalah laporan akhir dan ringkasan eksekutif serta tulisan ilmiah yang siap dipublikasikan. 29 IV. METODOLOGI 4.1. Logam tanah jarang untuk bahan baku material maju 4.1.1. Peralatan Penggunaan peralatan disesuaikan dengan tahapan kegiatan reduksi oksida logam tanah jarang yang dilakukan. Tahapan kegiatan terdiri dari 2 (dua) yaitu preparasi bahan baku, proses reduksi oksida LTJ menjadi logamnya. Peralatan yang dipakai untuk setiap tahapan kegiatan adalah sebagai berikut : 1. Preparasi sampel oksida logam tanah jarang yang digunakan yaitu dengan penggerusan menggunakanring mill. Peralatan pendukung lain yang diperlukan adalah kuas, splitter, timbangan dan plastik untuk wadah sampel; 2. Proses reduksi oksida-LTJ dilakukan dengan alat-alat peleburan menggunakan resistance furnace, muffle furnace. Selain itu diperlukan masker dan sarung tangan sebagai alat bantu keamanan kerja; 4.1.2. Bahan Bahan-bahan yang diperlukan untuk kegiatan penelitian adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. Natrium hidroksida Asam klorida Ammonium hidroksida Asam nitrat Asam oksalat Alumuniumpowder Kalsium klorida Magnesium powder Natrium powder Grafit Asam sulfat teknis Natrium hidroksida teknis Ammonia teknis Asam oksalat teknis Asam nitrat teknis 4.1.3 Metode Metode yang dilakukan pada proses reduksi Nd, dan Ce dalam penelitiansecara garis besar dapat dilihat pada Gambar 4.1. 30 Oksida-LTJ Penggerusan Reduksi -150 mesh Logam LTJ Gambar 4.1. Diagram alir proses reduksi LTJ. Metode yang dilakukan pada proses pengolahan dan pemurnian Gd dalam penelitian secara garis besar dapat dilihat pada Gambar 4.2. LTJ-hidroksida - Pelarutan, pemisahan dan pengendapan LTJ-berat (Nd, Tb, Y) LTJ-sedang LTJ-ringan (Gd, Sm, (Ce, La) Eu) - Ekstraksi dengan ligan, variasi pH Kompleks Gd Eu Sm - Peruraian dan pengendapan sebagai oksalat Gd-oksida Gambar 4.2. Diagram alir proses ekstraksi Gd. 31 4.2. Logam jarang untuk bahan bakumaterial maju 4.2.1. Peralatan Peralatan lain yang digunakan : 4.2.2. Meja goyang Magnetic separator High tension separator Gelas kimia, Kaca arloji, Corong penyaring, Batang pengaduk, Pelat pemanas Bahan Bahan yang digunakan adalah : 4.2.3. H2SO4 NH4OH NaOH Metode Preparasi bahan baku asal untuk memperoleh bahan baku pasir silika ampas pencucian bijih timah yang bersih dilakukan melalui pencucian (desliming) dan dilanjutkan dengan penggerusan sebagai bahan analisis karakterisasi dan identifikasi mineral pembawa unsur lithium digunakan selang ukuran partikel tertentu, yaitu -140#+200#, dan -200#+325#, untuk menjadi bahan umpan proses karakterisasi dan identifikasi. 32 Gambar 4.3. Tahapan preparasi percontoh dan karakterisasi mineral ampas pencucian timah. Jumlah berat percontoh pasir silika untuk setiap lokasi yang dipreparasi sebanyak ± 10-20 kg. Selanjutnya dilakukan penggerusan dan pengayakan ke dalam dua (2) fraksi ukuran partikel dengan ukuran ayakan: 140 mesh, 200 mesh, dan 325 mesh. Setiap fraksi ukuran terdiri atas enam (6) kantung dengan berat 800 gram. Tahapan preparasi bahan baku secara skematik diperlihatkan pada Gambar 4.3. Identifikasi dan karakterisasi mineral pembawa lithium dalam contoh penelitian dilakukan dengan mengkajian perbedaan sifat fisika diantara mineral-mineral silikat dan silika yang diperkirakan terkandung dalam contoh penelitian. Karena itu tahap awal, contoh penelitian harus terbebas dari mineral-mineral bersifat magnetik dan konduktif sehingga contoh penelitian hanya mengandung mineralmineral ringan berupa mineral silika dan silikat dengan tahap proses seperti yang digambarkan pada Gambar 4.3. Contoh yang sudah terbebas dari mineral-mineral berat dan diperkirakan hanya terkandung mineral silikat selanjutnya dianalisis mineralogi dan kimia. Analisis yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut: 33 4.3. Analisis mineralogi dengan metode XRD Analisis kimia dengan metode XRF Analisis ICP untuk unsur lithium Pembuatan membran silika berpori untuk pemurnian bioetanol 4.3.1. Peralatan Proses pembuatan membran silika yang dilaksanakan membutuhkan peralatan yang terdiri dari peralatan sampling, kominusi, pelindian, peralatan dip coating dan furnace kalsinasi. Rincian peralatan yang dibutuhkan adalah sebagai berikut: Peralatan sampling, splitter Peralatan kominusi, planetary ball mill Peralatan klasifikasi, ayakan Peralatan pelarutan pengotor Peralatan dip coating, furnace 4.3.2. Bahan 1. Asam sulfat 2. Asam klorida 3. Natrium karbonat 4. Asam oksalat 4.3.3. Metode Silika yang diperoleh di-samplingkemudian dikarakterisasi secara kimia dan fisika. Sampel lalu dipreparasi untuk memperoleh ukuran yang diinginkan dengan bantuan ayakan. Sampel yang sudah dipreparasi ditimbang untuk kebutuhan pelindian. Kemudian hasil pelindian dicuci dengan aquadest lalu dilakukan proses alkali fusion untuk mendapatkan gel silika. Sintesis membran silika dilakukan dengan metode dip coating substrat alumina ke dalam gel silika. Membran hasil percobaan dilakukan tes pemisahan bioetanol/air. 34 V. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dan pembahasan ini dibagi ke dalam tiga bagian menurut lingkup kegiatan penelitiannya; logam tanah jarang untuk bahan baku material maju, logam jarang untuk bahan baku material maju dan pembuatan membran silika berpori. Logam tanah jarang untuk bahan baku material maju pada penelitian ini difokuskan pada bahan baku magnet permanen (logam Ce dan Nd) dan contrast agent atau MRI (gadolinium oksida). Pembuatan logam Ce dan Nd dari oksidaLTJ dilakukan dengan proses metalotermik. Sedangkan pemisahan Gd-oksida dari LTJ-hidroksida dilakukan dengan pengendapan selektif. 5.1. Reduksi oksida-LTJ (Ce- dan Nd-oksida) menjadi logam Ce dan Nd Proses pemisahan logam LTJ dari senyawanya atau yang lebih dikenal dengan istilah reduksi mengikuti reaksi: MXn + iR = M + iRX(n/i) dimana M adalah logam yang dihasilkan; X adalah oksigen, klorin, atau flourin; dan R adalah pereduksi yang biasanya hidrogen, karbon atau logam lain seperti Li, Ca, Al, K, Na dan Mg. Pemilihan pereduksi yang tepat dapat ditentukan dengan melihat pembentukan energi bebas standarnya (∆G0). Reaksi reduksi dapat terjadi apabila perbedaan ∆G0 MXn dengan ∆G0 RX(n/i) adalah <0 (negatif). Persamaan tersebut dapat ditulis (Gupta, 2005): i∆G0 RX(n/i) - MXn< 0 Proses reduksi untuk melepaskan logam dan senyawanya serta pembentukan senyawa RX bergantung juga terhadap suhu proses reduksi. Berikut disajikan grafik ∆G0 untuk beberapa logam tanah jarang- dan logam - oksida, -flourida, klorida terhadap suhu yang dapat dilihat pada Gambar 5.1, 5.2, dan 5.3. 35 Gambar 5.1. Grafik energi bebas LTJ- dan logam-oksida terhadap suhu. Gambar 5.2. Grafik energi bebas LTJ- dan logam- klorida terhadap suhu. Gambar 5.3. Grafik energi bebas LTJ- dan logam- flourida terhadap suhu. 36 Dari Gambar 5.3 terlihat bahwa reduktor Ca memiliki ∆G0 yang lebih negatif dibandingkan dengan ∆G0 dari Nd dan Ce. 5.1.1. Reduksi neodimium oksida (Nd-oksida) menjadi logam Nd Penelitian reduksi neodimium oksida menjadi logam neodinium (Nd) menggunakan bahan baku Nd-oksida yang diproses di PSTA-Batan. Analisis komposisi kimia bahan baku Nd-oksida dari PSTA dapat dilihat pada Tabel 5.1. Tabel 5.1. Hasil analisis bahan baku Nd-oksida PSTA. Oksida Kadar (%) CeO2 0,16 La2O3 0,60 Pr6O11 3,44 Nd2O3 44,95 Sm2O3 3,45 Gd2O3 2,73 Dy2O3 0,38 SiO2 0,13 Al2O3 <0,001 Y2O3 3,08 SnO2 0,041 WO3 0,062 LOI 39,98 Hasil Nd-oksida belum memenuhi syarat untuk reduksi, kemurnian Nd-oksida baru mencapai 44,95% sehingga bahan baku yang digunakan pada penelitian adalah Nd-oksida komersial.Analisis ICP komposisi kimia bahan baku Nd-oksida komersial dapat dilihat pada Tabel 5.2. 37 Tabel 5.2. Hasil analisis ICP bahan baku Nd-oksida komersial. Unsur/senyawa Kadar (%) Ce 0,61 La 218,36 ppm Pr 576,75 ppm Nd 88,55 Sm 1588,92 ppm Gd 766,46 ppm Dy 729,56 ppm SiO2 - Fe2O3 0,17 CaO 0,49 Penelitian reduksi neodimium ini didasarkan pada simulasi termodinamika menggunakan softwareFactsage 6.4 yang dapat memprediksi kemungkinan terjadinya reaksi reduksi untuk menghasilkan logam neodimium. Beberapa variasi dan komposisi penggunaan reduktor dan penambahan fluks yang didasarkan pada studi literatur dan rancangan percobaan sudah dilakukan simulasi. Berikut hasil yang didapat dari simulasi termodinamika, antara lain: 1. Tahapan Simulasi Pertama Tahapan simulasi pertama yaitu mencari reduktor yang tepat untuk prosesreduksi neodimium. Reduktor yang digunakan dalam proses reduksi untuk simulasi ini adalah Ca dan Mg. Hasil simulasi dengan reduktor Ca ditunjukkan pada Gambar 5.4. Sedangkan hasil simulasi dengan reduktor Mg ditunjukkan pada Gambar 5.5. 38 Nd2O3 dengan Reduktor Ca 120,00% %Recovery 100,00% 80,00% 60,00% 40,00% 20,00% 0,00% 0 200 400 600 800 Temperatur 1 Stokiometri Ca 1000 1200 1400 (oC) 2 Stokiometri Ca Gambar 5.4. Hubungan antara suhu dan perolehan Nd2O3dengan reduktor Ca. Gambar 5.4 menunjukkanbahwa logam kalsium (Ca)dapatmereduksi Nd2O3 pada suhu minimum 1100oC. Grafik diatas diformulasikan dari komposisi tanpa fluks. Input sampel pada grafik ini masih berupa Nd2O3+ Ca. Nd2O3 dengan Reduktor Mg 100,00% %Recovery 80,00% 60,00% 40,00% 20,00% 0,00% 0 200 400 600 800 Temperatur 1 Stokiometri Ca 1000 1200 1400 (oC) 2 Stokiometri Ca Gambar 5.5. Hubungan antara suhu dan perolehan Nd2O3 dengan reduktor Mg. Gambar 5.5 menunjukkan bahwa dengan menggunakan reduktor logam magnesium, reduksi neodimium oksida tidak dapat berlangsung. Hal ini sesuai dengan hasil simulasi; tidak didapatkan logam neodimium dengan reduktor logam Mg, bahkan pada suhu 1200 °C. 39 Dari kedua grafik diatas, yaitu Gambar 5.4 dan Gambar 5.5, maka dapat disimpulkan bahwa reduktor yang tepat untuk mereduksi neodimium-oksida menjadi logam neodimium adalah logam kalsium. Reduksi dengan logam kalsium untuk memperoleh logam Nd dapat berlangsung pada suhu minimum 1100 °C. 2. Tahapan Simulasi Kedua Tahapan kedua adalah menentukan kondisi sampel neodimium yang lebih tepat untuk menghasilkan logam neodimium dengan perolehan yang paling tinggi. Dari Ames Process bahwa untuk perolehan logam LTJ yang lebih tinggi, maka sampel awal yang digunakan untuk proses reduksi adalah berupa tanah jarang klorida (LTJ-klorida) [Riedenman, 2011]. Maka pada proses simulasi ini juga dilakukan variasi umpan yang dgunakan yaitu Nd-oksida dan Nd-klorida. Hasil simulasi untuk percobaan reduksi dengan menggunakan umpan Nd-klorida dengan reduktor Ca ditunjukkan pada Gambar 5.6. Sedangkan hasil simulasi untuk percobaan reduksi dengan menggunakan umpan Nd-klorida dengan reduktor Mg ditunjukkan pada Gambar 5.7. NdCl3 dengan Reduktor Ca 120,00% %Recovery 100,00% 80,00% 60,00% 40,00% 20,00% 0,00% 0 200 400 600 Suhu 1 Stokiometri Ca 800 1000 1200 1400 (oC) 2 Stokiometri Ca Gambar 5.6. Hubungan perolehan logam Nd dengan suhu pada sampel NdCl3 dengan reduktor Ca. Gambar 5.6 menunjukkanbahwa logam kalsium (Ca)dapatmereduksi Nd2Cl3 pada suhu minimal 1100oC. Grafik diatas diformulasikan dari komposisi tanpa fluks. Input sampel pada grafik ini masih berupa Nd2Cl3+ Ca. 40 NdCl3 dengan Reduktor Mg %Recovery 2,00% 1,50% 1,00% 0,50% 0,00% 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 Temperatur (oC) 1 Stokiometri Ca 2 Stokiometri Ca Gambar 5.7. Hubungan perolehan logam Nd dengan suhu pada sampel NdCl3 dengan reduktor Mg. Gambar 5.7menunjukkan bahwa dengan menggunakan reduktor logam magnesium, reduksi neodimiumklorida tidak dapat berlangsung. Dari hasil simulasi, tidak didapatkan logam neodimium dengan reduktor logam Mg, bahkan pada suhu 1200 °C. Dari Gambar 5.4 dan 5.5 dapat diketahui bahwa sampel NdCl3 memiliki nilai recovery yang lebih baik jika dibandingkan dengan sampel Nd2O3 dengan perlakuan sama, yaitu tanpa fluks dan pada suhu yang sama. Berdasarkan Gambar 5.5 dan 5.7, maka dapat disimpulkan bahwa pada sampel Nd2O3yang menggunakan reduktor Mg, tidak dihasilkan logam Nd.Sementara,hasil reduksi sampel NdCl3 pada suhu 1100°C dan 1200°C,pada kondisi 1 atau 2 stoikiometri sudah mulai terbentuk logam Nd meski dalam kadar yang masih sangat kecil. Perolehan logam Nd yaitu sebesar 2%. Tahapan selanjutnya adalah validasi hasil simulasi termodinamika untuk proses reduksi yang menghasilkan logam Nd. Dari hasil simulasi, percobaan untuk validasi proses reduksi dilakukan dengan reduktor Ca, umpan Nd2O3dan Nd2Cl3, pada suhu 1100-1200 oC. Tahapan setelah simulasi adalah melakukan validasi percobaan untuk yang menghasilkan logam Nd. Percobaan dilakukan percobaan pada suhu 1200°C selama 4 jam reduksi menggunakan reduktor Ca, fluks CaCl2 dan NaCldengan memvariasikan komposisi fluks dan reduktor.Sebelum dilakukan 41 percobaanberdasarkan parameter yang telah dirancang, dilakukan simulasi termodinamika terlebih dahulu untuk memprediksikan jumlah Nd yang terbentuk.Parameter percobaan yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 5.3, sedangkan hasil simulasinya dapat dilihat pada Gambar 5.8. Tabel 5.3.Parameter percobaan. Sampel 1 Sampel Nd2O3 pada kondisi 1 stoikiometri Sampel 2 Sampel Nd2O3 dengan kelebihan 10% Ca, komposisi 70% CaCl2 dan 30% NaCl Sampel 3 Sampel Nd2O3 kelebihan Ca 2x stoikiometri Sampel 4 Sampel Nd2O3 dengan kelebihan 10% Ca dan kelebihan 70% CaCl2 dan kelebihan 30% NaCl Sampel 5 Sampel NdCl3 pada kondisi 1 stoikiometri Sampel 6 Sampel NdCl3 dengan kelebihan Ca 2x stoikiometri Sampel 7 Sampel NdCl3 dengan kelebihan 10% Ca dan kelebihan 70% CaCl2 dan kelebihan 30% NaCl Sampel 8 Sama dengan sampel 1 Sampe 9 Sama dengan sampel 3 Sampel 10 Sama dengan sampel 5 Sampel 11 Sama dengan sampel 6 Sampel 12 Sama dengan sampel 7 Sampel 13 Sampel NdCl3 dengan kelebihan 10% Ca dan komposisi fluks CaCl2 70% dan NaCl 30% 42 mol yang terbentuk Reduksi pada suhu 1200 °C 70,000 60,000 50,000 40,000 30,000 20,000 10,000 0,000 0 2 4 6 8 10 12 14 Sampel Nd2O3_Solid-B CaO_Lime CaCl2_liquid Nd_Liquid NaCl_Liquid NdCl3_Liquid Gambar 5.8. Hubungan perolehan logam Nd terhadap variasi sampel. Berdasarkan Gambar 5.8, terlihat bahwa fase terbentuknya Nd (liquid) yang tertinggi jumlahnya sekitar 20 mol adalah pada sampel no.4, yaitu dengan sampel Nd2O3dengan Ca 10% berlebih,CaCl270% berlebih serta NaCl 30% berlebih. Dari hasil percobaan, diperolehbahwa pada sampel 4 sudah terbentuk logam neodimium. Sampel 4 berupa Nd2O3 dengan kelebihan 10% Ca, kelebihan 70% CaCl2, dan kelebihan 30% NaCl dengan kondisi reduksi non oksidatif padasuhu 1200 °C selama 4 jam. Sedangkan sampel lainnya belum membentuk logam Nd, masih berupa sponge Nd. Gambar 5.9. Logam neodimium pada sampel 1 gram Nd-oksida. 43 Hasil analisis SEM EDS dapat dilihat pada Gambar 5.10 sampai Gambar 5.16. Gambar 5.10. Hasil analisis pada Sampel 2 (warna terang: Nd, warna merah: Nd). Gambar 5.11. Hasil analisis pada Sampel 3 (warna terang: Nd, warna merah: Nd). 44 Gambar 5.12. Hasil analisis pada Sampel 4 (warna terang: Nd, warna merah: Nd). Gambar 5.13. Hasil analisis pada Sampel 7 (warna terang: Nd, warna merah: Nd). 45 Gambar 5.14. Hasil analisis pada Sampel 8 (warna terang: Nd, warna merah: Nd). Gambar 5.15. Hasil analisis pada Sampel 9 (warna terang: Nd, warna merah: Nd). 46 Gambar 5.16. Hasil analisis pada Sampel 10 (warna terang: Nd, warna merah: Nd). Hasil SEM – fotomikrograf pada jenis contoh LTJ (Nd) terlihat pada Gambar 5.10 sampai 5.16. Unsur Nd ditunjukkan pada gambar dengan bagian yang berwarna lebih terang. Berdasarkan hasil SEM – EDSmapping terlihat sebaran unsur yang baik, ditunjukkan dengan warna merah yang tersebar pada masing - masing gambar mapping unsur. Data kuantitatif pada hasil EDS dengan perolehan kadar Nd yang tertinggi ditunjukkan pada sampel 4. Hasil komposisi unsur pada sampel 4 dapat dilihat pada Tabel 5.4. Tabel 5.4. Hasil komposisi unsur pada sampel 4. Unsur Kadar (%) Natrium (Na) 5,35 Klorida (Cl) 25,00 Kalsium (Ca) 12,60 Neodimium (Nd) 49,25 Dari hasil analisis komposisi kimia terlihat bahwa kadar Nd diperoleh 49,25%. Sedangkan unsur Na, Ca dan Cl masih terdapat didalam produk. 47 5.1.2. Optimasireduksi serium oksida (Ce-oksida) menjadi logam Ce Penelitian awal reduksi Ce-oksida menjadi logam Ce telah dilakukan pada tahun 2013 dan 2014. Hasil percobaan diperoleh reduksi CeO2 menjadi logam Ce dapat dilakukan dengan menggunakan oksidator Mg dan penambahan fluks CaCl2 pada suhu >1000oC. Kondisi yang terbaik dengan menghasilkan kadar Ce 50% dan perolehan 91% diperoleh pada suhu 1200oC, konsentrasi umpan/reduktor 2:1, dan jumlah fluks 1%. Pada tahun 2015 penelitian ini dilakukan kembali untuk memperoleh kadar Ce yang tinggi dengan mengganti reduktor dan jenis fluks dengan kondisi proses yang sama yaitu pada suhu 1200oC selama 4 jam. Reduktor yang digunakan adalah alumunium, sedangkan fluks adalah kapur (Ca(OH)2). Permasalahan crucible grafit dan alumina yang digunakan pada percobaan selalu retak, pada tahun 2015 diganti dengan crucible dari baja. Perolehan logam Ce tertinggi diperoleh dengan kadar Ce 70,82%. Pada tahun 2016, dilakukan optimalisasi reduksi Ce-oksida menjadi logam Ce dengan melakukan simulasi termodinamika menggunakan software Factsage 6.4 terlebih dahulu. Simulasi dilakukan menggunakan reduktor Mg, Al dan Ca. Hasilnya terlihat pada Gambar 5.17, 5.18 dan 5.19. Tidak terbentuk Ce logam Gambar 5.17. Reduksi CeO2 menggunakan reduktor Mg. 48 terbentuk paduan CeAl Gambar 5.18. Reduksi CeO2 menggunakan reduktor Al. terbentuk Ce logam Gambar 5.19. Reduksi CeO2 menggunakan reduktor Ca. Hasil perhitungan software Factsage untuk reduksi CeO2 adalah sebagai berikut: Logam Mg tidak dapat digunakan untuk mereduksi CeO2 Penggunaan logam Al sebagai reduktor menghasilkan paduan logam CeAl 49 Ca dapat digunakan untuk mereduksi CeO2 menghasilkan logam Ce Pengaruh penambahan bahan imbuh dapat disimulasikan untuk menghasilkan slag yang leleh sehingga perolehan logam Ce (recovery) dapat lebih tinggi. Penelitian reduksi Ce-oksida menjadi logam Ce belum dapat dilaksanakan atau dilanjutkan untuk tahun anggaran 2016 ini karena terdapat penghematan anggaran penelitian yang bersumber dari APBN. 5.2. Pemisahan Gd-oksida dari LTJ-hidroksida Pada tahun anggaran 2014 (Rodliyah, dkk., 2014), telah dilakukan pemisahan LTJ kedalam kelompok berat, sedang, dan ringan melalui pengendapan selektif untuk mengendapkan Gd-oksida. Gd akan terbawa pada kelompok LTJ sedang dengan menggunakan bahan baku LTJ(OH)3 dari PTBGN dengan ukuran partikel 200 mesh dengan kadar LTJ-oksida totalnya 96,1348%. Berdasarkan hasil percobaan pada tahun 2014, terlihat bahwa LTJ-sedang ikut mengendap bersama dengan LTJ-berat maupun ringan. Hal tersebut mungkin disebabkan karena terjadinya tumpang tindih pH pengendapan antara LTJ berat dan sedang sehingga sulit dapat memisahkan keduanya dengan metode pengendapan. Pada tahun 2016, dilakukan proses pemisahan Gd-oksida dari LTJ-hidroksida yang berasal dari pilot plant PT. Timah. Proses pemisahan gadolinium dari logam tanah jarang terdiri dari dua tahapan proses, yaitu tahap pengelompokan logam tanah jarang dan tahap pemisahan unsur gadolinium. Gadolinium diperoleh dari proses pemisahan logam tanah jarang hidroksida (LTJ(OH)3) dalam bentuk gadolinium oksida (Gd-Oksida). Proses pemisahan dilakukan pada 10 kg LTJ(OH)3 yang diperoleh dari pilot plantPT. Timah Bangka. Analisis ICP komposisi unsur dalam LTJ(OH)3PT. Timah dapat dilihat pada Tabel 5.5. 50 Tabel 5.5. Hasil analisis ICP bahan baku LTJ-hidroksida PT. Timah. Unsur/senyawa Kadar (%) Ce 12,72 La 7,41 Pr 4,82 Nd 5,83 Sm 0,76 Gd 0,43 Dy 0,24 Y 2,73 LTJ-berat 2,97 LTJ-sedang 1,19 LTJ-ringan 24,95 SiO2 - Fe2O3 1,63 CaO 0,39 Pada hasil analisis bahan baku LTJ-hidroksida dari PT. Timah, masih terdapat unsur non-LTJ atau pengotornya, sehingga perlu dihilangkan atau dipisahkan dari unsur LTJ-nya. Pemisahan unsur pengotor dilakukan dengan melarutkan LTJhidroksida secara sempurna menggunakan larutan HNO365% dengan perbandingan 50gr sampel/70 mL HNO3. Proses pelarutan dilakukan pada sebuah tangki berpengaduk pada suhu 90oC dengan reaksi yang terjadi, yaitu sebagai berikut: LTJ(OH)3(s) + 3HNO3(aq) → LTJ(NO3)3(aq) + 3H2O(l) Setelah seluruh LTJ(OH)3 terlarut sempurna, kemudian dilakukan penambahan ammonium oksalat 25% untuk mengendapkan unsur tanah jarang dari unsur non tanah jarang. Unsur tanah jarang akan diperoleh dalam bentuk endapan unsur tanah jarang oksida berwarna putih kristal, sedangkan unsur non tanah jarang akan 51 tetap larut dalam filtrat. Adapun reaksi yang terjadi saat penambahan asam oksalat adalah sebagai berikut(Purwani, 2000): 2LTJ(NO3)3(aq) + 3H2C2O4(aq)→ LTJ2(C2O4)3(s) + 6HNO3(aq) Pencucian dengan air dan penambahan ammonium hidroksida (NH4OH)digunakan untuk memaksimalkan perolehan endapan unsur tanah jarang oksida.Bagian bawah dari tangki berpengaduk dilengkapi dengan sebuah penyaring yangberfungsi untuk menyaring endapan. Selanjutnya, dilakukan pengendapan selektifterhadapendapan yang terbentuk dengan tujuan melarutkan seluruh unsur tanahjarang oksida sebelum dipisahkan. Proses pengendapan digunakan untukmeningkatkan kadar unsur dan pemisahan dengan unsur yang lain Menurut Shweetal. (2008), larutan unsur tanah jarang yang telah larut dipisahkan ke dalam unsur tanahjarang kelompok berat, sedang dan ringan.Endapan akan dilarutkan kembali dalamlarutan HNO3 65% dan dilakukan penambahan NH4OH 25% hingga mencapai pH 6,5.Proses ini akan menghasilkan endapan tanah jarang kelompok berat (heavy rare earth)yang akan tertahan didasar tangki, sedangkan filtrat akan keluar melalui penyaringyang dilakukan pada kondisi vakum. Filtrat akan ditampung pada tangki penampunguntuk dialirkan menuju tangki berpengaduk lain. Pada tangki ini, ditambahkan NH4OH10% hingga pH filtrat mencapai 7,08 dan terbentuk endapan tanah jarang kelompoksedang (middle rare earth). Nilai pH untuk pengendapan LTJ-berat, sedang dan ringan dapat dilihat pada Tabel 5.6. Tabel 5.6. Nilai pH untuk Pengendapan LTJ-berat, sedang dan ringan (Shwe, et al., 2008) LTJ-Sedang LTJ-Berat Unsur pH Unsur LTJ-Ringan pH Unsur Dysprosium Samarium Lantanum Yttrium Europium Praseodimium Lutetium Ytterbium 0 – 6,9 Gadolinium 6,8 – 7,08 pH 7,31 – 8,23 Neodimium Terbium Thulium Erbium Holmium 52 Unsur gadolinium terkandung dalam endapan tanah jarangkelompok sedang, sehingga dilakukan proses ekstraksi menggunakan mixer settler 10tahap. Proses ekstraksi ini menghasilkan gadolinium. Gadolinium selanjutnya diprosesdengan kromatografi penukar ion sehingga menghasilkan High Purity 3+ Gd yangdimanfaatkan sebagai MRI Contrast Agent. Diagram alir proses dapat dilihat pada Gambar 5.20 dan 5.21. 1 3 2 PELARUTAN REAKSI PENGENDAPAN FILTRASI PELARUTAN KEMBALI PRE-MIX MIXER SETTLER FILTRASI PENGENDAPAN MEDIUM REM FILTRASI PENGENDAPAN HEAVY REM MIXER SETTLER PENGENDAPAN FURNACE PRODUK AKHIR Gambar 5.20. Diagram alir proses pemisahan Gd-oksida dari LTJ-hidroksida. Proses pengendapan selain dapat digunakan untuk peningkatan kadar unsur juga dapat untuk pemisahan unsur dengan unsur yang lain. Pengendapan dilakukan menggunakan amonium hidroksida pada pH 6,30 – 6,82 untuk LTJ-berat. Selanjutnya dilakukan penyaringan dan diperoleh endapan LTJ-berat. Hasil nalisis oksida LTJ-berat menggunakan ICP dapat dilihat pada Tabel 5.7. 53 Tabel 5.7. Hasil analisis oksida LTJ-berat. Unsur Jumlah (%) Gd 1,52 Y 8,21 Nd 9,05 La 3,08 Dy 1,95 Sm 2,01 Pr 25,09 Ce 13,77 LTJ-berat 10,16 LTJ-sedang 3,53 LTJ-ringan 50,99 Pada pengendapan LTJ-berat ini, hampir semua LTJ-berat dapat terendapkan. Namun, LTJ-sedang dan ringan juga ikut terendapkan pada pH 6,3 – 6,8 ini. Bahkan, untuk serium dan prasedomium hampir terendapkan pada pH tersebut. Selanjutnya dilakukan proses pengendapan LTJ-sedang pada pH 6,82 – 7,08. Hasil analisis LTJ-sedang dapat dilihat pada Tabel 5.8. Pada proses pengendapan LTJ-sedang terjadi peningkatan jumlah dibandingkan LTJ-sedang pada LTJ-oksida dari 1,19 % menjadi 5,26%. LTJ-berat yang ikut mengendap pada proses ini hanya sekitar 0,71%. Sedangkan LTJ-ringan hanya sekitar 1,6% yang didominasi oleh unsur lantanum. Selanjutnya dilakukan proses pengendapan terakhir dilakukan untuk LTJ-ringan. Hasil analisis LTJ-ringan dapat dilihat pada Tabel 5.9. 54 Tabel 5.8. Hasil analisis oksida LTJ-sedang. Unsur Jumlah (%) Eu 1,27 Gd 1,72 La 1,55 Nd 0,05 Sm 2,27 Dy 0,68 Y 0,03 LTJ-berat 0,71 LTJ-sedang 5,26 LTJ-ringan 1,6 Tabel 5.9. Hasil analisis oksida LTJ-ringan. Oksida Jumlah (%) Y 0,03 Nd 8,78 Dy 0,55 La 5,12 Sm 0,86 Pr 24,34 Ce 12,33 LTJ-berat 0,58 LTJ-sedang 0,86 LTJ-ringan 50,57 55 Dari hasil analisis pada LTJ-ringan, terlihat bahwa unsur lantanum mengalami kenaikan yang cukup signifikan yaitu dari yang semula 24,95% menjadi 50,57%. LTJ-berat dan sedang hanya sedikit yang ikut mengendap pada proses pengendapan LTJ-ringan ini. Berdasarkan data analisis diatas, terlihat bahwa LTJ-sedang ikut mengendap bersama dengan LTJ-berat maupun ringan, namun dengan jumlah yang relatif sedikit. Hal tersebut mungkin disebabkan karena terjadinya tumpang tindih pH pengendapan antara LTJ berat dan sedang sehingga sulit dapat memisahkan keduanya dengan metode pengendapan. Dari hasil percobaan dapat diketahui bahwa kemurnian LTJ-berat sebesar 96,62%, LTJ-sedang 93,08% dan LTJ-ringan 86,95%. Setelah memperoleh LTJ-berat, -sedang dan -ringan, proses selanjutnya adalah ekstraksi pelarut LTJ-sedang untuk memisahkan Gd-oksida. Ligan yang digunakan dalam ekstraksi pelarut adalah DBDTP (DiButil Ditiopospat). Ligan DBDTP tersebut diperoleh melalui proses sintesis dengan bahan utama P2S5. Untuk mendapatkan ligan DBDTP, P2S5 direaksikan dengan n-butanol hingga pH netral atau sedikit basa. Produk yang dihasilkan selain DBDTP adalah berupa gas H2S dengan bau yang menyengat. Reaksi yang terjadi pada proses ini adalah: P2S5 + 2 C4H8OH → 2 [(C4H9O)2-P-S2] + H2S Ligan DBDTP dengan pelarut metanol akan menghasilkan kompleks Gd-DBDTP pada pH yang asam. Rendemen terbaik yang dihasilkan pada proses ini adalah 45%, pada suhu 80oC, waktu pendiaman satu (1) hari. Produk gadolinium dari LTJ(OH)3 dengan melalui tahapan proses menghasilkan gadolinium oksida dengan kemurnian sebesar 60% berat. Spesifikasi dari gadolinium oksida dapat dilihat pada Tabel 5.10. Tabel 5.10. Spesifikasi gadolinium oksida. Komponen Kemurnian (% berat) Gd2O3 60 Eu 10 Sm 18 Tb 12 56 5.3. Logam jarang untuk bahan baku material maju 5.3.1. Hasil kajian identifikasi karakteristik pasir silika ampas pencucian bijih timah Percontoh pasir silika yang dikaji untuk dilakukan identifikasi dan karakteristik, dianalisis terhadap komposisi mineral dan komposisi kimia unsur-unsur yang terkandung. Data analisis mineralogi dan kimia sebagai dasar untuk mengidentifikasi kandungan dan komposisi contoh pasir silika mengisyaratkan adanya mineral silikat, tidak hanya mineral silika yang dominan dalam contoh penelitian, untuk memperkirakan kemungkinan terdapat mineral silikat pembawa unsur lithium, berasal dari dua (2) lokasi daerah bekas pengusahaan penambangan bijih timah PT Timah dengan potensi deposit pasir silika masih besar, yaitu: a) Pulau Bangka; Sebanyak tiga (3) lokasi pengambilan contoh pasir silika di wilayah bekas pengusahaan penambangan bijih timah, wilayah ijin usaha penambangan PT Timah, yaitu lokasi bekas penambangan timah Pemali, Pompong dan Binjai b) Pulau Belitung; Sebanyak tiga (3) lokasi pengambilan contoh pasir silika di wilayah bekas pengusahaan penambangan bijih timah, wilayah ijin usaha penambangan PT Timah, yaitu lokasi bekas penambangan timah Air Nangka (Lassar), Badau, Batu Besi (Damar) (Belitung Timur) Komposisi mineral setiap percontoh pasir silika diidentifikasi dan dikarakterisasi menggunakan metode XRD sementara komposisi kimia dengan XRF. Hasil analisis mineralogi setiap percontoh pasir silika adalah sebagai berikut: 5.3.2. Pasir silika Pemali-Bangka Hasil analisis mineralogi dengan metoda XRD untuk percontoh pasir silika Pemali-Bangka memberikan data komposisi mineral dengan mineral silikat Topaz (Al2SiO4(OH)2) yang dominan, diikuti oleh mineral lainnya, cassiterite (SnO2), kuarsa (SiO2), pyrite (FeS2), kaoilinite (Al2Si2O5(OH)4), dan muscovite (H2KAl3(SiO4)3) Komposisi mineral yang terkandung dalam pasir silika PemaliBangka selengkapnya disajikan pada Tabel 5.11 dan Tabel 5.12. 57 Tabel 5.11.Komposisi mineral pasir silika Pemali-Bangka, ukuran butiran -140#+200# Nama Mineral % Cassiterite SnO2 6.2 Topaz Al2SiO4(OH)2 88.5 Quartz SiO2 1.6 Pyrite FeS2 1.1 Kaolinite Al2Si2O5(OH)4 0.6 Muscovite K Al2(Si3Al)O10(OH)2 2.5 Sementara pola XRD untuk pasir kuarsa Pemali-Bangka diperlihatkan pada Gambar 5.21. Gambar 5.21. Pola XRD untuk pasir kuarsa Pemali-Bangka, ukuran butiran -140#+200# Tabel 5.12. Komposisi mineral pasir silika Pemali-Bangka, ukuran butiran -200#+325# Nama Mineral % Cassiterite SnO2 4.78 Topaz Al2SiO4(OH)2 89.0 Quartz SiO2 1.08 Pyrite FeS2 2.05 Kaolinite Al2Si2O5(OH)4 0.62 Muscovite K Al2(Si3Al)O10(OH)2 2.47 58 Gambar 5.22.Pola XRD untuk pasir kuarsa Pemali-Bangka, ukuran butiran -200#+325# Dari data hasil analisis mineralogi (XRD) untuk percontoh pasir silika PemaliBangka, komposisi mineral yang terkandung dalam contoh bahan yang diteliti dengan persentase mineral dominan berupa mineral silikat Topaz dan menunjukkan baik untuk fraksi ukuran butiran -140#+200# ataupun -200#-325# sama, yaitu masing-masing sebesar 88.5% dan 89.0%. Sedangkan untuk hasil analisis kimia seperti disajikan pada Tabel 5.13. Menunjukkan data yang sama, tidak memberikan indikasi keterdapatan mineral silikat pembawa lithium. Hasil analisis kimia dengan metode XRF terhadap percontoh pasir silika PemaliBangka disajikan pada Tabel 5.13. Tabel 5.13. Komposisi kimia unsur kelumit untuk pasir silika Pemali-Bangka. Ukuran Butiran Konsentrasi unsur kelumit (%) SiO2 Al2O3 Fe2 O3 CaO K2O Na2O S TiO2 ZrO2 SnO2 Li (ppm) -140#+200# 29.64 48.39 1.57 0.18 0.12 0.17 0.22 0.17 0.42 15.15 53 -200#+325# 29.51 49.32 2.40 0.09 0.12 0.17 0.21 0.14 0.25 27.74 56 Data Gambar Tabel 5.13 menunjukkan komposisi kimia untuk contoh pasir silika Pemali-Bangka dengan kandungan unsur Al2O3 yang tinggi (48.39% dan 49.32%) sejalan dengan komposisi mineral yang ditunjukkan oleh hasil analisis XRD Gambar 5.21 dan 5.22 sebagai mineral Topaz yang dominan (88.5% dan 89.0%), 59 walaupun mineral spodumene LiAl(SiO3)2 ataupun mineral petalite, LiAl(Si2O5)2 yang diprediksikan memiliki komposisi kimia secara umum mendekati tetap tidak menunjukkan hal tersebut dengan data kandungan unsur lithium yang rendah. 5.3.3. Pasir silika Pompong-Bangka Untuk contoh pasir silika dari lokasi potensi pasir silika ampas bekas penambangan timah Pompong-Bangka, hasil analisis mineralogi dengan metode XRD memberikan data yang teridentifikasi hanya mineral kuarsa saja. Persentase komposisi mineral yang teridentifikasi tidak diberikan karena perangkat lunak tidak dilengkapi untuk menentukan presentasi. Data analisis mineralogi ini menunjukan kandungan pasir kuarsa yang dominan dalam percontoh pasir silika Pompong-Bangka. Kandungan pasir kuarsa yang dominan dalam percontoh pasir silika Pompong-Bangka, juga ditunjukan oleh analisis kimia dengan metode XRF seperti yang disajikan pada Tabel 5.14. Tabel 5.14. Komposisi mineral pasir silika Pompong-Bangka. Nama Mineral Kuarsa % SiO2 - Gambar 5.23. Pola XRD untuk pasir kuarsa Pompong-Bangka. 60 1600 400 10 20 30 40 39.346 [°]; 2.28811 [Å]; Quartz; Petalite; Fenaksite 40.163 [°]; 2.24344 [Å]; Quartz; Petalite; Fenaksite 36.573 [°]; 2.45496 [Å]; Quartz; Petalite; Fenaksite 50 - Petalite (Lithium tectroalumotetrasilicate) LiAlSi4O10 - Fenaksite (K, Na)4Fe2Si8O20(OH, F) - 0 Position [°2Theta] 60 Gambar 5.24. Pola XRD untuk pasir kuarsa Binjai-Bangka. 61 68.125 [°]; 1.37530 [Å]; Quartz; Petalite SiO2 64.041 [°]; 1.45279 [Å]; Quartz; Petalite Kuarsa 65.718 [°]; 1.41970 [Å]; Quartz; Petalite Nama Mineral 58.483 [°]; 1.57689 [Å]; Petalite 59.837 [°]; 1.54440 [Å]; Quartz; Petalite 57.098 [°]; 1.61181 [Å]; Quartz; Petalite; Fenaksite 54.760 [°]; 1.67497 [Å]; Quartz; Petalite 55.344 [°]; 1.65868 [Å]; Quartz; Petalite 50.169 [°]; 1.81692 [Å]; Quartz; Petalite; Fenaksite 45.668 [°]; 1.98497 [Å]; Quartz; Petalite 42.332 [°]; 2.13339 [Å]; Quartz; Petalite 3600 26.645 [°]; 3.34280 [Å]; Quartz; Fenaksite B7-GP200NM 25.754 [°]; 3.45641 [Å]; Fenaksite 23.929 [°]; 3.71573 [Å]; Petalite; Fenaksite 20.878 [°]; 4.25137 [Å]; Quartz; Petalite 5.3.4. Pasir silika Binjai-Bangka Untuk percontoh pasir silika dari lokasi potensi pasir silika Bijai-Bangka, hasil analisis mineralogi dengan metode XRD memberikan data terdiri atas mineral kuarsa (SiO2), mineral lithium berupa mineral petalite (LiAlSi4O10) dan mineral fenaksite (K, Na)4Fe2Si8O20(OH, F). Tabel 5.15. Komposisi mineral pasir silika Binjai-Bangka. % Counts Hasil analisis kimia percontoh pasir silika Binjai-Bangka dengan metode XRF seperti yang disajikan pada Tabel 5.16, kandungan komponen SiO2 mencapai 98% baik untuk ukuran butiran (-140#+200#) maupun (-200#+325#) dengan beberapa unsur yang terkandung yang disyaratkan dalam komposisi kimia menunjukan data yang tidak terdeteksi seperti komponen Al2O3. Hal ini selaras dengan data komposisi mineral hasil analisis mineralogi XRD. Tabel 5.16. Komposisi kimia unsur kelumit untuk pasir silika Pompong-Bangka. Ukuran Butiran Konsentrasi unsur kelumit (%) SiO2 Al2O3 Fe2O3 CaO K2O Na2O S TiO2 ZrO2 SnO2 Li (ppm) -140#+200# 98.09 0.549 1.02 0.031 0.079 - - 0.016 0.026 0.023 - -200#+325# 98.46 0.542 0.574 0.029 0.079 0.018 - 0.008 - 0.024 - 5.3.5. Pasir silika Air-Nangka (Lassar) Belitung Untuk percontoh pasir silika dari lokasi potensi pasir silika Air-Nangka Belitung, hasil analisis mineralogi dengan metode XRD memberikan data yang teridentifikasi hanya mineral kuarsa saja (Tabel 5.17), tidak ada terideitifikasi mineral silika. Hasil analisis minaralogi ini berbeda dengan percontoh pasir silika dari lokasi Bangka dengan kandungan mineral silikat yang beragam. Data analisis mineralogi ini menunjukan lokasi contoh penelitian, mineral pasir kuarsa yang dominan, ini mengindikasikan lokasi bekas tambang timah wilayah Belitung tidak kaya mineral silikat sebagai asosiasi mineral lithium. Tabel 5.17. Komposisi mineral pasir silika Air-Nangka Belitung. Nama Mineral Kuarsa % SiO2 - Hasil analisis kimia percontoh pasir silika Binjai-Bangka dengan metode XRF seperti yang disajikan pada Tabel 5.18, menunjukkan hanya kandungan komponen SiO2 yang mencapai 97% dengan ukuran butiran (-140#+200#). Adanya beberapa 62 1600 400 10 20 30 40 50 Al2O3 Fe2O3 CaO K2O Na2O S TiO2 ZrO2 SnO2 Li (ppm) 97.11 0.694 0.594 0.041 0.026 0.015 0.261 0.499 0.142 - 0 Position [°2Theta] 60 Gambar 5.25. Pola XRD untuk pasir kuarsa Air-Nangka Belitung. 63 [Å] [°]; 1.38374 [Å]; Quartz 67.208 [°]; 1.39181 67.653 68.033 [°]; 1.37693 [Å]; Quartz SiO2 65.710 [°]; 1.41986 [Å]; Quartz 63.959 [°]; 1.45444 [Å]; Quartz 59.853 [°]; 1.54404 [Å]; Quartz; Graphite 2H 54.782 [°]; 1.67435 [Å]; Quartz; Graphite 2H 55.211 [°]; 1.66235 [Å]; Quartz 50.034 [°]; 1.82151 [Å]; Quartz 50.560 [°]; 1.80381 [Å]; Quartz; Graphite 2H 44.460 [°]; 2.03608 [Å]; Graphite 2H 45.699 [°]; 1.98370 [Å]; Quartz 42.354 [°]; 2.13233 [Å]; Quartz; Graphite 2H 39.491 [°]; 2.28007 [Å]; Quartz 40.293 [°]; 2.23651 [Å]; Quartz BAN-P200 26.523 [°]; 3.35795 [Å]; Quartz; Graphite 2H Ukuran Butiran 36.561 [°]; 2.45578 [Å]; Quartz 28.145 [°]; 3.16797 [Å] 3600 20.891 [°]; 4.24879 [Å]; Quartz -140#+200# 10.652 [°]; 8.29852 [Å] unsur lain yang terkandung seperti Al2O3 yang relatif tinggi, tetapi mineral yang membawa komponen Al2O3 tidak teridentifikasi. Tabel 5.18. Komposisi kimia unsur kelumit untuk pasir silika Air-Nangka Belitung. Konsentrasi unsur kelumit (%) Counts 5.3.6. Pasir silika Badau-Belitung Percontoh pasir silika Badau-Belitung mempunyai penampakan yang berbeda dibandingan percontoh pasir silika dari lokasi potensi pasir silika Badau-Belitung, yaitu butiran lebih besar, mendekati ukuran batuan kerikil. Hasil analisis mineralogi dengan metode XRD terhadap percontoh pasir silika Badau-Belitung memberikan data, kandungannya hanya menunjukan mineral kuarsa (Gambar 5.19) dan hasil analisis kimia dengan metode XRF, kandungan komponen SiO2 sebagai komponen dominan dan unsur-unsur yang terdeteksi Al, Fe, Na, K dan F dengan persentase kandungan relatif sangat rendah. Tabel 5.19. Komposisi mineral pasir silika Badau-Belitung. Nama Mineral % Kuarsa SiO2 - Fenaksite (K,Na)4Fe2Si8O20(OH, F) - Quartz [Å]; [Å]; 1.38257 [°]; [°]; 67.718 Quartz 1.37753 67.999 63.926 [°]; 1.45513 [Å]; Quartz 59.823 [°]; 1.54474 [Å]; Quartz 54.742 [°]; 1.67548 [Å]; Quartz 55.239 [°]; 1.66155 [Å]; Quartz 57.091 [°]; 1.61200 [Å]; Quartz; Fenaksite 49.981 [°]; 1.82335 [Å]; Quartz; Fenaksite 45.644 [°]; 1.98599 [Å]; Quartz 39.464 [°]; 2.28154 [Å]; Quartz; Fenaksite 40.150 [°]; 2.24414 [Å]; Quartz; Fenaksite 400 23.873 [°]; 3.72434 [Å]; Fenaksite 20.708 [°]; 4.28585 [Å]; Quartz 1600 42.418 [°]; 2.12923 [Å]; Quartz BB02-P200 3600 36.538 [°]; 2.45726 [Å]; Quartz; Fenaksite 26.625 [°]; 3.34527 [Å]; Quartz; Fenaksite Counts 0 10 20 30 40 50 60 Position [°2Theta] Gambar 5.26. Pola XRD untuk pasir kuarsa Badau-Belitung. 64 Tabel 5.20 Komposisi kimia unsur kelumit untuk pasir silika Badau-Belitung. Ukuran Butiran -140#+200# Konsentrasi unsur kelumit (%) SiO2 Al2O3 Fe2O3 CaO K2O Na2O S TiO2 ZrO2 SnO2 Li (ppm) 95.57 1.04 0.16 0.07 0.026 - - 0.18 0.10 - - 5.3.7. Pasir silika Batu-Besi Belitung Timur Percontoh pasir silika Batu-Besi Belitung Timur mempunyai penampakan yang berbeda dibandingan percontoh pasir silika dari lokasi potensi pasir silika BatuBesi Belitung Timur yaitu butiran lebih besar, mendekati ukuran batuan kerikil. Hasil analisis mineralogi dengan metode XRD terhadap percontoh pasir silika Batu-Besi Belitung Timur memberikan data, kandungannya hanya menunjukan mineral kuarsa (Gambar 5.12) dan hasil analisis kimia dengan metode XRF, kandungan komponen SiO2 sebagai komponen mineral domian dan kandungan mineral silikat lebih beragam di lokasi contoh pasir silika Batu-Besi Belitung Timur. Tabel 5.21. Komposisi mineral pasir silika Langkat-Sumut. Nama Mineral % Kuarsa SiO2 - Illite (K,H3O)Al2Si3AlO10(OH)2 - Gibbsite Al(OH)3 - Flusston SiO2.Al2O3.NaOH - Fluorannite KFe3AlSi3O10F2 - 65 400 5.4.1 1600 900 SiO2 10 Al2O3 Fe2O3 BTB-P200 20 Ukuran Butiran CaO 100 K2O 30 Na2O S 40 TiO2 ZrO2 50 SnO2 67.714 Flusston Gibbsite;Flusston Quartz;Gibbsite; [Å];Quartz; 1.37705[Å]; [°];1.38264 68.026[°]; 63.960 [°]; 1.45443 [Å]; Quartz; Gibbsite; Flusston 59.956 [°]; 1.54163 [Å]; Quartz; Flusston; Fluorannite 54.775 [°]; 1.67453 [Å]; Quartz; Flusston; Fluorannite 55.182 [°]; 1.66314 [Å]; Quartz; Fluorannite 49.049 [°]; 1.85576 [Å] 50.025 [°]; 1.82182 [Å]; Quartz; Flusston 45.318 [°]; 1.99948 [Å]; Illite-2\ITM\RG#1 [NR]; Gibbsite; Fluorannite 45.720 [°]; 1.98284 [Å]; Quartz; Gibbsite; Flusston 42.335 [°]; 2.13323 [Å]; Quartz; Flusston 42.914 [°]; 2.10578 [Å] 39.458 [°]; 2.28189 [Å]; Quartz; Gibbsite; Fluorannite 40.248 [°]; 2.23889 [Å]; Quartz; Illite-2\ITM\RG#1 [NR]; Gibbsite; Flusston 34.820 [°]; 2.57447 [Å]; Illite-2\ITM\RG#1 [NR]; Flusston 35.923 [°]; 2.49793 [Å]; Illite-2\ITM\RG#1 [NR]; Fluorannite 36.427 [°]; 2.46452 [Å]; Quartz; Illite-2\ITM\RG#1 [NR]; Gibbsite; Flusston Gibbsite; Flusston [Å]; Flusston 2.38645 [Å]; [°]; 2.36542 37.662 [°]; 38.010 29.788 [°]; 2.99687 [Å]; Illite-2\ITM\RG#1 [NR]; Flusston 30.377 [°]; 2.94013 [Å]; Fluorannite 26.515 [°]; 3.35894 [Å]; Quartz; Illite-2\ITM\RG#1 [NR]; Flusston; Fluorannite 27.761 [°]; 3.21095 [Å]; Illite-2\ITM\RG#1 [NR]; Gibbsite; Flusston 24.032 [°]; 3.70003 [Å]; Illite-2\ITM\RG#1 [NR]; Flusston 19.735 [°]; 4.49491 [Å]; Illite-2\ITM\RG#1 [NR]; Flusston 20.744 [°]; 4.27851 [Å]; Quartz; Gibbsite; Flusston 17.698 [°]; 5.00740 [Å]; Illite-2\ITM\RG#1 [NR]; Fluorannite 18.197 [°]; 4.87115 [Å]; Gibbsite 12.302 [°]; 7.18922 [Å]; Flusston 8.764 [°]; 10.08218 [Å]; Illite-2\ITM\RG#1 [NR]; Flusston; Fluorannite 7.275 [°]; 12.14083 [Å] Counts 0 Position [°2Theta] 60 Gambar 5.27. Pola XRD untuk pasir kuarsa Batu-BesiBelitung Timur. Tabel 5.22. Komposisi kimia unsur kelumit untuk pasir silika Batu-BesiBelitung Timur. Konsentrasi unsur kelumit (%) Li (ppm) 5.4 Pembuatan membran silika berpori untuk pemurnian biodiesel Karakterisasi bahan baku Pasir silika asal Tuban,menurut Firdyono, dkk (2012) memiliki kemurnian sebesar 93,5% dengan deposit sebesar 3.950.000 ton mampu diolah dan dimanfaatkan untuk kebutuhan penelitian maupun industri karena keberadaan unsur silika di alam sangatlah melimpah. Dalam bentuk murni, silika (SiO2) terdapat dalam dua bentuk yaitu kuarsa dan kristobalit (Cotton, 2009). Silika murni asal Tuban ini sebelumnya dilakukan karakterisasi bahan baku terlebih dahulu dengan meliputi analisis mineralogi dengan menggunakan analisis XRD pada Gambar 5.29 dan analisis AAS pada Tabel 5.23 serta analisis SEM EDAX pada Gambar 5.30 66 Intensitas (a.u) SiO2 10 20 30 40 50 60 70 2θ (°) Gambar 5.28. Hasil XRD raw materal silika Tuban. Berdasarkan data XRD pada Gambar 5.22, terlihat adanya puncak tertinggi yang menandakan SiO2 pada sudut 26,62 (2θ) dan puncak yang lainnya menandakan unsur lain selain SiO2 berupa Al2O3, Fe2O3, K2O3, Na2O, CaO, MgO, TiO, Cr2O3, MnO dan lain-lain yang diperlihatkan oleh hasil analisis AAS pada Tabel 5.11. 67 Tabel 5.23.Analisis AAS raw material silika Tuban. No. Unsur Konsentrat pasir silika Tuban 1. Si 96,0 % 2. Al 1,06 % 3. Fe 0,83 % 4. K 0,42 % 5. Na 0,08 % 6. Ca 0,35 % 7. Mg 0,01 % 8. Ti 0,19 % 9. Cr 0,08 % 10. Mn 0,01 % 11. Lain-lain 0,34 % Dari data hasil analisis AAS pada Tabel 5.23, terlihat bahwa konsentrat pasir silika asal Tuban Jawa Timur memiliki persentase kemurnian silika yang cukup tinggi yaitu 96,0 % dengan kadar pengotor paling tinggi yaitu Al2O3 sebesar 1,06 %. Untuk pengotor yang lain,yang jumlahnya paling kecil adalah MgO dan MnO yaitu 0,01%. Gambar foto SEM dan EDAX sampel pasir silika terlihat pada Gambar 5.30. 68 Gambar 5.29. Foto SEM dan EDAX sampel pasir kuarsa. Berdasarkan Gambar 5.29 sampel pasir silika yang diamati merupakan partikel kuarsa dengan unsur-unsur yang terdeteksi adalah Si dan O dengan kuantitas unsur Si sebesar 50,65% dan O sebesar 46,61% sehingga berkesesuaian dengan data analisis XRD. 5.4.2. Proses pelindian dengan asam Tahap selanjutnya adalah dilakukan proses pelindian pada sampel kuarsa untuk melarutkan pengotornyamenggunakan larutan asam sulfat. Konsentrasi pelarut disesuaikan dengan stoikiometri dengan kondisi persen solid 20%, waktu pelindian 2 jam dan dilakukan pada suhu kamar. Berikut hasil analisis XRF residu hasil pelindian. Hasil analisis XRF residu hasil pelindian terlihat pada Tabel 5.24. 69 Tabel 5.24. Hasil analisis XRF residu hasil pelindian. Analisis Unit Asamsulfat SiO2 % 99,42 Al2O3 % <0,01 Fe (tot) % <0,01 Fe2O3 % <0,01 CaO % 0,01 MnO % 0,01 MgO % 0,01 K2O % <0,01 Na2O % 0,35 P2O5 % <0,01 Cr2O3 % 0,03 TiO2 % 0,12 LOI % 0,61 5.4.3. Sintesis nano partikel secara alkalifusion Proses alkalifusion dilakukan untuk memisahkan ikatan silikat dengan mineral lainnya sehingga dihasilkan SiO2. Proses yang dilakukan yaitu mereaksikan silika dengan suatu alkali dan pada penelitian ini digunakan alkali natrium karbonat (Wahyudi, dkk., 2011). Alkalifusion atau fusi alkali merupakan suatu metode konvensional yang digunakan untuk mengekstrak silikon dan aluminium dari suatu material, biasanya metode fusi alkali ini menggunakan logam-logam alkali seperti natrium hidroksida atau natrium karbonat sebagai aktivatornya (Prasetyoko, dkk., 2010).Adapun reaksi yang terjadi pada saat alkalifusion dari Silika dengan natrium karbonat ditunjukan oleh persamaan (5.1) 70 SiO2 (s) + Na2CO3 (s) (5.1) Na2SiO3 (s) + CO2 (g) .................................. Proses Alkalifusion pada penelitian kali ini dilakukan dengan memvariasikan suhu pada saat proses peleburan dan suhu yang digunakan yaitu dimulai dari 700°C, 800°C, 900°C hingga 1000°C. Proses peleburan yaitu dengan mencampurkan silika hasil penggerusan dan pengayakan hingga -200 mesh kemudian ditambahkan dengan natrium karbonat dengan perbandingan komposisi 1:1 stoikiometri. Proses dan hasil alkalifusion ditunjukan pada Gambar 5.31. (a) (b) Gambar 5.30. (a) Proses alkalifusion silika + Na2CO3 (b) Hasil alkalifusion Na2SiO3 Proses alkalifusion dilakukan selama 2 jam. Hasil alkalifusion dari setiap variasi suhu menghasilkan hasil residu yang berbeda-beda dapat dilihat pada Tabel 5.25. Tabel 5.25. Natrium silikat hasil alkalifusion. No. Sampel (SiO2 + Na2CO3) Hasil (gram) 1. Suhu 700°C 257,8981 2. Suhu 800°C 227,6244 3. Suhu 900°C 228,6744 4. Suhu 1000°C 177,4774 Hasil alkalifusion yaitu natrium silikat berwujud serbuk padatan seperti pada Gambar 5.31 (b). Natrium silikat yang diperoleh kemudian dibilas dengan 71 aquades sebanyak 800 mL. Aquades ditambahkan sampai natrium silikat larut seluruhnya kemudian disaring dan diambil filtratnya untuk proses presipitasi dan adanya pencucian dengan aquades tujuannya untuk memisahkan Na-Silika dengan mineral lainnya. Hasil pencucian natrium silikat dengan aquades dan penyaringan natrium silikat serta filtrat hasil penyaringan natrium silikat ditunjukan pada Gambar 5.31. (a) (b) (c) Gambar 5.31. (a) Pencucian natrium silikat dengan aquades; (b) Penyaringan natriumsilikat; (c) Filtrat alkalifusion hasil penyaringan natrium silikat. Pencucian natrium silikat dengan aquades menghasilkan volume filtrat dan berat residu yang berbeda-beda, ditunjukan pada Tabel 5.26. Tabel 5.26. Hasil pencucian natrium silikat dengan aquades. Sampel Na2SiO3 + H2O No. Suhu Filtrat (mL) Residu (gram) 1. 700°C 1.470 107,3011 2. 800°C 650 68,5302 3. 900°C 730 33,7179 4. 1000°C 890 15,8001 72 Berdasarkan Tabel 5.26, semakin tinggi suhu alkalifusion maka volume filtrat serta berat residunya semakin kecil. Hal ini dikarenakan semakin tinggi suhu alkalifusion, natrium silikat yang dihasilkan lebih keras sehingga hasil pencucian dengan aquades semakin kental. Filtrat natrium silikat selanjutnya dianalisis kandungan unsurnya menggunakan AAS (Tabel 5.27). Tabel 5.27.Filtrat hasil alkalifusion analisis AAS. No. Sampel (Filtrat SiO2) Na (g/L) Si (g/L) Al (mg/L) 1. Filtrat suhu 700°C 44 1,8 22 2. Filtrat suhu 800°C 50 19,0 137 3. Filtrat suhu 900°C 65 45 177 4. Filtrat suhu 1000°C 43 36 279 Berdasarkan Tabel 5.27,kadar silika (Si) hasil analisis AAS pada filtrat alkalifusion memiliki hasil paling tinggi, yaitu 45 (g/L) pada suhu 900°C. Dari data AAS pada Tabel 5.27, diperoleh persen ekstraksi dari masing-masing suhu alkalifusion (perhitungan terlampir) dan grafik persen ekstraksi silika dari setiap variasi suhu ditunjukan pada Gambar 5.26. 73,33 71,52 % Ekstraksi alkalifusion 70 60 50 40 27,57 30 20 10 5,91 0 700 800 900 1000 Suhu (°C) Gambar 5.32 Grafik suhu terhadap persen ekstraksi hasil alkalifusion. 73 Berdasarkan Gambar 5.32, pada suhu 700°C persen ekstraksinya paling rendah yaitu 5,91%. Sementara pada suhu 900°C persen ekstraksinya paling tinggi yaitu 73,33%. Hal ini menunjukan bahwa pada suhu 900°C terjadi peleburan yang paling baik antara Na2CO3 dengan silika dan filtrat alkalifusion memiliki kandungan silika yang baik. Proses selanjutnya adalah pembentukan silika gel dengan presipitasi. Presipitasi dilakukan dengan menjenuhkan larutan dan banyak dilakukan dengan meningkatkan pH larutan (Hadyan, 2012). Proses presipitasi kimiawi basah telah banyak diaplikasikan secara luas. Sebagian besar produk yang dihasilkan adalah bahan keramik dan gelas dalam berbagai bentuk seperti serat keramik, membran inorganik mikropori, gelas dan keramik monolitik dan lain sebagainya (Witjaksono, 2011). Presipitasi adalah proses pengendapan dan pada percobaan kali ini natrium silikat yaitu filtrat hasil alkalifusion ditambahkan larutan asam yaitu asam klorida sedikit demi sedikit dengan cara dititrasi (HCl sebagai pentitrat dalam buret) hingga terbentuk silika gel yang ditandai dengan adanya endapan putih dan diukur pH netral yaitu pH 7. Sulistyono dkk (2004) menyatakan bahwa pada prinsipnya proses pembentukan silika gel dipengaruhi oleh kondisi pH larutan, proses pembentukan gel yang menghasilkan endapan silika dapat terjadi pada lingkungan pH yang netral atau asam. Proses presipitasi ditunjukan pada Gambar 5.33. Gambar 5.33. Proses presipitasi Reaksi antara natrium silikat dengan asam klorida diperlihatkan pada persamaan reaksi 5.2dan hasil presipitasi ditunjukan oleh Gambar 5.35. Na2SiO3 (s) + 2 HCl (l) SiO2 (s) + H2O (l) + 2 NaCl (s) …………….. (5.2) 74 Gambar 5.34. Hasil presipitasi Gambar 5.34menunjukan hasil presipitasi ditandai dengan terbentuknya endapan putih pada pH = 7 yang selanjutnya disaring dan diambil silika gelnya sedangkan filtratnya dianalisis menggunakan AAS. Hasilnya dapat dilihat pada Gambar 5.35 sertaTabel 5.28 (a) (b) Gambar 5.35. (a) Silika gel (b) filtrat presipitasi Tabel 5.28. Analisis AAS filtrat presipitasi. No. Sampel(Filtrat SiO2) Na (g/L) Si (g/L) Al (mg/L) Cl (mg/L) 1. Filtrat suhu 700°C 23 0,05 2,2 0,63 2. Filtrat suhu 800°C 20 0,06 2,5 0,32 3. Filtrat suhu 900°C 17,5 0,05 2,7 0,63 4. Filtrat suhu 1000°C 17,5 0,05 2,7 0,63 75 Tabel 5.28 memperlihatkan hasil yang baik, yaitu sedikit silika yang terkandung dalam filtrat hasil presipitasi dengan berat antara 0,05 dan 0,06 (g/L). Hal ini menunjukan bahwa silika banyak terbawa dalam residu atau dalam silika gel. Selanjutnya dilakukan perhitungan (terlampir) untuk mengetahui persen ekstraksi dari filtrat presipitasi dan grafik suhu terhadap persen ekstraksi ditunjukan pada Gambar 5.36. 100 99,76 % Ekstraksi Presipitasi 99,34 99 98 97,28 97,23 97 700 800 900 1000 Suhu (°C) Gambar 5.36. Grafik suhu terhadap persen ekstraksi presipitasi. Berdasarkan Gambar 5.37, pada suhu 700°C persen ekstraksinya sebesar 97,23% dan pada suhu 800°C mengalami kenaikan menjadi 99,34%. Padasuhu 900°C diperoleh persen ekstraksi terbesar yaitu 99,76%. Hal ini menandakan silika gel yang diperoleh cukup baik dan murni, dan pada suhu 1000°C memiliki persen ekstraksi sebesar 97,28%. Namun, masih ditemukan pengotor seperti Al dan Na.Menurut Latif (2014), silika gel hasil penyaringan harus dicuci atau dibilas menggunakan aquades minmial 15 kali agar bersih dari garam. Oleh karena itu, untuk mendapatkan hasil yang lebih baik seharusnya silika gel dibilas dengan aquades sebanyak mungkin untuk mengurangi Na dan Al yang ikut mengendap dalam silika gel (Latif, dkk., 2014). 76 5.4.4. Karakterisasi partikel silika gel Analisis PSA PSA (Particle Size Analyzer) merupakan metode yang digunakan untuk mengetahui ukuran dan distribusi dari partikel yang tersuspensi. Pengujian dilakukan dengan pemberian sinar laser. Ketika sinar laser ditembakkan kedalam partikel, sinar akan menyebar ke berbagai arah dalam fluida. Pada penelitian ini, silika gel dianalisis menggunakan PSA (Particle Size Analyzer) untuk mengetahui ukuran partikel rata-rata dari silika gel dan ukuran partikel yangdiinginkan yaitu dibawah 100 nanometer. Hasil ukuran nanopartikel silika gel ditunjukkan pada Tabel 5.29. Tabel 5.29. Hasil analisis PSA (Particel Size Analyzer). No. Sampel silika gel Ukuran (nm) 1. Suhu 700°C 11,6 2. Suhu 800°C 1115,8 3. Suhu 900°C 203,5 4. Suhu 1000°C 1.385,1 Hasil ukuran partikel pada Tabel 5.29 menunjukkan bahwa hasil ukuran paling kecil yaitu pada suhu 700°C dengan ukuran 11,5 nm dan ukuran paling tinggi yaitu pada suhu 1000 °C dengan ukuran 1.385,1 nm. Grafik suhu terhadap ukuran partikel ditunjukkan dalam Gambar 5.37. 77 ukuran partikel (nm) 1400 1200 1000 200 0 700 800 900 1000 suhu °C Gambar 5.37.Grafik suhu terhadap ukuran partikel. Berdasarkan Gambar 5.37, pada suhu 700°ukuran partikel rata-ratanya adalah 11,6 nm, sementara pada suhu 800°C ukuran partikel rata-ratanya sebesar 1115,8 nm. Jika dibandingkan, dengan naiknya suhu dari700°C ke 800°C, terjadi peningkatan ukuran partikel yang sangat tinggi. Hal inipun terjadi pada rentang suhu selanjutnya. Ukuran partikel rata-rata sebesar 203,5 ditemukan pada suhu 900°Cnm dan kembali mengalami peningkatan pada suhu 1000°C menjadi 1385,1 nm. Ukuran rata-rata partikel terkecil yang termasuk kedalam ukuran partikel nanometer yaitu hanya pada suhu 700°C. Hal ini menunjukkan bahwa pada reaksi alkalifusion dengan suhu 700°C menghasilkan ukuran partikel paling baik yaitu 11,6 nm. Namun pada hasil penelitian ini tidak sesuai menurut Sari dkk (2014) yang mengatakan bahwa semakin tinggi suhu yang diberikan makan semakin besar ukuran partikel. Sedangkan menurut Setiati dkk (2011) semakin tinggi temperatur kalsinasi maka semakin sempit rentang distribusi ukuran partikelnya (Setiati, dkk., 2011). Menurut Wahyudi dkk (2011), apabila suhu tinggi dan ukuran partikel meningkat, seperti yang terjadi pada suhu 700 °C ke 800 °C dan 900°C ke 1000 °C,membesarnya ukuran partikel dapat diakibatkanoverheat pada proses fusion yang mengarah pada proses sintering, dimana partikel satu dengan lainnya mengalami sintering atau lengket sehingga ukurannya menjadi lebih besar (Wahyudi, dkk., 2011). Analisis XRD Hasil analisis XRD untuk silika gel ditunjukan pada Gambar 5.38 sampai Gambar 5.41. 78 Gambar 5.38. Hasil XRD silika gel suhu 700°C. Gambar 5.39. Hasil XRD suhu 800°C. Gambar 5.40. Hasil XRD suhu 900°C. Gambar 5.41. Hasil XRD suhu 1000°C. Berdasarkan hasil XRD di atas, silika gel suhu 700°C dan 900°Cmasih mengandung garam yaitu NaCl.Hal ini dapat dikarenakan saat proses alkalifusion, sampel yang digunakan adalah padatan dengan padatan yang tidak bereaksi secara sempurna. Selain itu, adanya penambahan HCl saat proses presipitasimenjadi salah satu sumber terbentuknya garam NaCl.Berdasarkan Gambar 5.39 dan 5.40, 79 silika gel suhu 800°C dan suhu 900°C menunjukan bahwa silika gel tersebut adalah amorf. Menurut Chandra (2012), silika amorf memiliki susunan atom dan molekul berbentuk pola acak dan tidak beraturan dan menyebabkan luas area permukaan yang tinggi. Analisis SEM (Scanning Elektron Microscopy) Hasil analisis sem untuk silika gel dapat dilihatdalam Gambar 5.42. (a) (b) (c) 80 (d) Gambar 5.42. (a) Hasil analisis SEM silika gel suhu 700°C (b) suhu 800°C(c) suhu 900°C, dan (d) suhu 1000°C. Berdasarkan Gambar 5.42 (a) dan (b), dengan perbesaran ukuran 10.000 kali menghasilkan ukuran morfologi silika rata-rata yaitu 1 μm. Hal yang sama terjadi pula pada silika gel dalam Gambar (c) dan (d); dengan perbesaran ukuran 10.000 kali menghasilkan ukuran morfologi silika yaitu rata-rata yaitu 1 μm. Menurut Candra dkk (2012), ini menandakan bahwa silika dapat teramati walaupun sebagian masih tampak kumpulan partikel-partikel kecil yang menyatu membentuk partikel besar (beraglomerasi). Analisis BET dan Porositas Analisis BET dan porositas dilakukan di laboratorium nanoteknologi di Puspiptek Serpong. Hasil BET menunjukkan nilai surface area 16.225 m2/g (terlampir). Karakteristik pori dapat dilihat pada Gambar 5.43, 5.44 dan 5.45. Kurva Adsorpsi-Desorpsi Volume STP (cc/gr) 60 50 40 30 Series1 20 10 0 0 0,5 1 1,5 P/Po Gambar 5.43. Kurva adsorpsi-desorpsi sampel nanosilika. 81 BJH 6,00E-04 dV(r) 4,00E-04 2,00E-04 Series1 0,00E+00 1 10 100 1000 Diameter pori (nm) Gambar 5.44. Penentuan diameter pori dengan metode Barrett-Joyner-Halenda (BJH). Metode DA untuk mikropori 0,0015 dV(f) 0,001 0,0005 Series1 0 0,00 -0,0005 2,00 4,00 6,00 8,00 Diameter Pori (nm) Gambar 5.45. Penentuan diameter pori dengan metode Dubinin-Astakhov. Dari Gambar 5.44 dan Gambar 5.45, dapat diketahui bahwa ukuran pori material nanosilika sangat kecil, berkisar 2-5 nanometer dengan kapasitas adsorpsidesorpsi yang besar. Penjelasan lebih rinci belum bisa diberikan karena laboratorium belum memberikan report hasil analisis, hanya memberikan data saja. Analisis TEM Analisis TEM dilakukan di laboratorium material terpadu di Universitas Indonesia, Depok. Analisis ini untuk mengetahui gambaran foto mikro yang lebih jelas dibandingkan dengan SEM. Hasil analisis TEM dapat dilihat padaGambar 5.46. 82 Gambar 5.46. Foto hasil analisis TEM pada berbagai perbesaran. Dari Gambar 5.46 terlihat partikel silika yang bebentuk menggumpal terdiri dari partikel berukuran nano dengan struktur permukaan yang berpori. 5.4.5. Sintesis dan Karakterisasi Membran Penelitian selanjutnya yaitu sintesis membran tidak dilakukan karena ada pemotongan anggaran yang mengakibatkan terbatasnya dana untuk melanjutkan penelitian ini. Pengadaan bahan penunjang berupa substrat untuk pembuatan membran juga sampai saat ini belum didapatkan. Oleh karena itu, penelitian ini dibatasi sampai mendapatkan partikel nanosilika dengan karakterisasi yang lebih lengkap sebagai bahan pembuatan membran silika. 83 VI. KESIMPULAN DAN SARAN Neodimium oksida dapat direduksi menjadi logam neodimium pada suhu 1100oC menggunakan reduktor Ca, dengan menggunakan fluks campuran NaCl dan CaCl2 dengan diperoleh kadar logam Nd adalah 49,25%. Proses pemisahan LTJ-berat, LTJ-sedang, dan LTJ–ringan dapat dilakukan melalui pengendapan selektif berdasarkan pH. Gd-oksida terpisah pada LTJsedang, sehingga lebih mudah dipisahkan menggunakan ekstraksi pelarut dengan ligan DBDTP. Pada proses pemisahan LTJ-berat, -sedang dan ringan dibutuhkan peralatan pH meter dengan akurasi dan ketelitian yang sangat tinggi, karena pemisahan tersebut dilakukan dalam rentang pH yang berhimpit. Dari produk Gdoksida yang dihasilkan, perolehannya sebesar 60% berat Gd-oksida. Produk tersebut sudah dapat digunakan untuk bahan baku MRI. Dari 6 titik lokasi contoh ampas pencucian bijih timah yang diteliti, hanya diperoleh 1 (satu) contoh yang memberikan hasil karakterisasi sesuai yang dihipotesakan dalam penelitian ini (mineral silika dengan BJ >2.8 g/cm3), yaitu lokasi contoh penelitian Binjai dengan teridentifikasi dan terkarakterisasi mineral lithium petalite(Li2O.Al2O3.8SiO2) berdasarkan analisis mineralogi dengan XRD. Sedangkan untuk mineral lithium lainnnya, mineral spodumene (Li2O.Al2O3.4SiO2) tidak teridentifikasi. Hasil analisis kimia dengan metode XRF contoh pasir silika ampas pencucian bijih timah menunjukkan hanya didominasi oleh unsur/komponen yang membentuk mineral sesuai komposisi mineral yang teridentifikasi, selain mineral petalite, mineral silika (SIO2) dan Fenaksite (K, Na)4Fe2Si8O20(OH, F). Hasil analisis komposisi kimia dan mineralogi dapat dijadikan hipotes untuk mengidentifikasi dan karakterisasi terhadap contoh lain pasir silika ampas pencucian bijih timah untuk menentukan mineral lithium. Untuk contoh pasir silika ampas pencucian bijih timah yang berbasal dari lokas Pemali, hasil analisis kimia dengan metode XRF terhadap contoh penelitian Pemali yang terdiri dari 2 (dua) fraksi ukuran butiran (-106m+74m dan 74m+44m), menunjukan komposisi kimia yang dominan hampir sama, yaitu Al2O3 sebesar 30%-50% dan SiO2 sebesar 19%-30% dengan total sebesar 52%85% dan SnO2 sebesar 13%-46% dengan komposisi mineral dengan analisis metode XRD terdiri dari mineral Topaz (Al2SiO4(OH)2) dan mineral Cassiterite (SnO2). Hasil penentuan unsur lithium dengan metode ICP memberikan hasil capaian kadar sebesar 26 ppm di fraksi ukuran butiran (-106m+74m) untuk contoh asal, sedangkan untuk contoh penggerusan berkadar 53 ppm dan fraksi ukuran lebih halus, (-74m+44m), berkadar 66 ppm. 84 Masih memerlukan pendalaman data sekunder terutama mendapatkan data mengenai lokasi bijih timah yang memiliki data eksplorasi untuk unsur tantalum (Ta) dan niobium (Nb) yang tinggi, sebagai data petunjuk keberadaan mineral spodumene. Ampas pencucian bijih timah yang sudah dijadikan sebagai material yang tidak memiliki potensi kandungan bijih timah (tidak memiliki nilai ekonomis). Namun hasil penelitian ini tidak menunjukan demikian, bahwa ampas pencucian bijih timah dengan menggunakan bagan alir benefisiasi yang digunakan pada penelitian ini telah membuktikan masih memiliki potensi untuk menghasilkan konsentrat bijih timah hingga kadar mencapai 46% sebagai cassiterite (SnO2; BJ 6,9 g/cm3)(sangat potensi) dengan pengotor mineral Topaz (BJ 3,55 g/cm3)(mineral ringan). Semakin tinggi suhu reaksi alkalifusion maka semakin tinggi pula persen ekstraksi silika gel yang diperolehyaitu pada suhu 900°C sebesar 99,76%. Karakterisasi partikel nanosilika menunjukkan ukuran partikel yang mencapai 11,6 nm dengan diameter pori sekitar 2-5 nm dan masih mengandung pengotor garam. Penelitian hanya sampai menghasilkan partikel nanosilika berpori sebagai bahan dasar pembuatan membran. Sintesis membran, karakterisasi dan uji performa terkendala pemotongan anggaran dan keterlambatan bahan penunjang. Berdasarkan hasil penelitian ini, untuk penelitian selanjutnya maka perlu dilakukan sintesis membran dengan metode dip coatingmenggunakan bahan nanosilika hasil penelitian ini. 85 PUSTAKA Arai, J., Muranaka, Y. dan Koseki, M., 2004. High-power and High-energy Lithium Secondary Batteries for Electric Vehicles, Hitachi Review, hlm 182-185. Atmawinata, A., Pengembangan Industri REE di Indonesia, Kementerian Perindustrian, Jakarta, 2011. Bale, M.D. dan May, A.V., 1989. Processing of ores to produce tantalum and lithium, Minerals Engineering, hlm 299-320. Barbosa, L.I., Valente, G., Orosco, R.P. dan González, J.A., 2014.Lithium extraction from β-spodumene through chlorination with chlorine gas, Minerals Engineering, hlm 29–34. BPPT. (2011). Analisis Aspek Pasar Domestik. Industri Sel Surya (Photovoltaic). Jakarta. Chandra, A., Y.I.P. Arry Miryanti Livia, B.W.Andika. 2012. Isolasi dan karakterisasi silika dari sekam padi. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Katolik Parahayangan. Bandung. Cotton,F.A dan G. Wilkinson. 2009. Kimia Anorganik Dasar. Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta. Firdiyono, F. Murni Handayani. Eko Sulistiyono. Iwan Dwi Antoro. 2012. Percobaan Pendahuluan Perbandingan Daya Serap Unsur Minor dalam Larutan Silikat. Pusat Penelitian Metalurgi LIPI. Tanggerang. Ebensperger, A., Philip Maxwell, P., dan Moscoso, C., 2005. The lithium industry: Its recent evolution and future prospects, Resources Policy, hlm 218– 231. Gupta, C. K. and Krisnamurthy, N., Extractive Metallurgy of Rare Earths, CRC Press, Washington D.Cc., 2005, hlm 207-251 86 Hadyan, Adli. 2012. Skripsi. Pengolahan Limbah Cair Laboratorium Dengan Metode Presipitasi dan Adsropsi Untuk Penurunan Kadar Logam Berat. Kesler, S.E, Gruber, P.W, Medina, P.A, Keoleian, G.A, Mark P. Everson, M.P. dan Wallington, T.J, 2012. Global lithium resources: Relative importance of pegmatite, brine and other deposits, Ore Geology Reviews, hlm55–69. Kipouros, G.J dan Sadoway, D.R., 1998. Toward New Technologies for the Production of Lithium, JOM, hlm 24-26. Latif, Chaironi. Triwikantoro. Munasir. 2014. Pengaruh variasi temperatur kalsinasi pada struktur silika. Fisika. Fakultas MIPA. ITS. Surabaya. Jurnal sains dan seni pomit. Vol. 3, No. 1, (2014) 2337-3520 (2301-928X Print). Mohr, S.H, Mudd, G.M dan Giurco, D, 2012. Lithium resources and production: Critical assessment and global projections, Minerals 2012, 2, 65-84. Oumellal, Y., Rougier, A., Nazri, G.A., Tarascon, J.M. dan L. Aymard, L., 2008.Metal hydrides for lithium-ion batteries, Nature Materials, hlm 916-921. Samoilov, V.I, Borsuk, A.N. and Kulenova, N.A., 2008. Industrial methods for the integrated processing of minerals that contain beryllium and lithium, Metallurgist, hlm 725-730. Prasetyoko, Didik. Saequ dan Djoko Hartanto. 2010. Kristalisasi Zeolit A Murni Dari Abu Layang Batubara Paiton Menggunakan Metode Fusi Alkali : Pengaruh Waktu Hidrotermal. Jurusan Kimia, FMIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Surabaya. Purwani, MV. 2000. Ekstraksi konsentrat La dan Nd hasil olah pasir monasit memakai D2EHPA. Prosiding Presentasi dan Pertemuan Ilmiah Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir, Yogyakarta: P3TM Batan. Ravanchi, M.T., et. al., (2009). New Advances in Membrane Technology. Intech Publisher. DOI: 10.5772/8219. 87 Riedemann, T., 2011. High Purity Rare Earth Metals in Separation, US Department of Energy Specialized Research Center. Rodliyah, I., dkk., 2014. Optimalisasi Ekstraksi Logam Tanah Jarang Berbasis Mineral Monasit dan Pasir Zirkon. Laporan Kegiatan Tahunan Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara. Sari, Arum, P. Dessy P, E. Mochamad Zainuri. 2014. Pengaruh temperatur kalsinasi pada pembentukan lithium iron phosphate (Lfp) dengan metode solid state. Jurusan Fisika, ITS. Surabaya. Jurnal sains dan seni pomit Vol. 3, No. 2, (2014) 2337-3520. Setiati, A. Suhanda. Naili, S. Yoyo, S. 2011. Sintesis dan karakterisasi nano powder alumina titania dengan metode masking gel calcination. Balai besar keramik. Kementrian perindustrian. Jurnal riset industri Vol. V, No. 2, 2011. 175182. Shwe, A., Soe and Lwin, K., Study on Extraction of Ceric Oxide from Monazite Concentrate, World Academy of Science, Engineering and Technology, 48, 2008, pp 331-333. Sulistyono, Eka. Sumantri, Sastrawiguna dan Djusman Sajuti. 2004. Kajian Proses Pembentukan Gel dan Pengendapan Silika. Pusat Penelitian Metalurgi LIPI. Tanggerang. Wahyudi, A. dkk., 2011. Penyiapan nano partikel silika dari mineral silikat secara mekanis. Laporan Kegiatan Tahunan Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara www.iags.org. Diunduh pada tanggal 11 April 2012 pukul 11.00 WIB. Widjaksono, A. 2011. Tesis. Karakterisasi Nanokristalin ZnO Hasil Presipitasi dengan Perlakuan Pengeringan, Anil dan Pasca-Hidrotermal. Departemen Metalurgi dan Material Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Depok. Xu, L., Hu,Y.,Tian, J., Wu, H., Yang, Y., Zeng, X. dan Wang, J., 2016. Selective flotation separation of spodumene from feldspar using newmixed anionic/cationic collectors, Minerals Engineering, hlm 84–92. 88