Implementasi Wireless Sensor Network untuk Pendeteksi Dini

advertisement
Jurnal Teknologi Informasi dan Telematik, Vol.5; ISSN: 2085-0697
Implementasi Wireless Sensor Network untuk Pendeteksi Dini
Kebakaran Hutan
M. Y. Hariyawan1, A. Gunawan2 & E.H. Putra3
1,2,3
Politeknik Caltex Riau
Abstrak
Kebakaran hutan merupakan salah satu masalah yang mengancam kelestarian hutan. Sistem pencegahan
dini terhadap indikasi kebakaran hutan mutlak diperlukan. Luasnya hutan menjadi salah satu
permasalahan yang dihadapi dalam pemantauan kondisi hutan. Untuk mengatasi permasalahan luasnya
hutan, dirancang suatu sistem pendeteksi kebakaran hutan dengan mengadopsi sistem Wireless Sensor
Network (WSN). Setiap sensor node dalam WSN memiliki mikrokontroller, transmitter/receiver dan
beberapa sensor. Sensor node memungkinkan untuk mengumpulkan data dari perubahan sensor-sensor
yang diakibatkan oleh kebakaran pada titik-titk tertentu. Metode pengukuran dilakukan dengan
mengukur suhu, kadar metana, hidrokarbon, dan CO2 di kota Duri dan mengukur hasil pembakaran
gambut di ruang simulator. Dari hasil pembakaran gambut di ruang simulator menunjukkan
adanya peningkatan suhu, kadar metana, gas hidrokarbon, dan CO2 dan dijadikan sebagai
indikator utama adanya suatu kebakaran hutan. Dari hasil pengukuran suhu, kadar metana,
gas hidrokarbon dan CO2 di daerah terbuka di kota Duri menunjukkan tidak adanya kebakaran
hutan dimana nilai suhu, metana, gas hidrokarbon, dan CO2 masih dibawah hasil pengukuran
di ruang simulator.
Kata kunci: kebakaran hutan, wireless sensor network, sensor node.
Abstract
Forest fires are one of the problems that threaten the sustainability of the forest. System of early
prevention of forest fires is absolutely necessary indications. The extent of forest to be one of the
problems faced in the forest condition monitoring. To overcome the problem of forest area,
designed a system for forest fire detection system by adopting Wireless Sensor Network (WSN).
Each sensor node in a WSN has a microcontroller, transmitter / receiver and a sensor. Sensor
node allows to collect data from sensors changes caused by the fire at the points specified. The
measurement method is performed by measuring the temperature, levels of methane,
hydrocarbons, and CO2 in the town of Duri and measure the result of burning peat in the
simulator. From the burning of peat in the simulator showed an increase in temperature, levels
of methane, a hydrocarbon gas, and CO2 and serve as the primary indicator of a forest fire.
From the results of measurements of temperature, levels of methane, hydrocarbons and CO2
gas in an open area in the town of Duri shows no signs of forest fires in which the value of
temperature, methane, hydrocarbon gas, and CO2 is below the measurement results in the
simulator.
Keywords: Forest fires, wireless sensor network, sensor node
1
Pendahuluan
Hutan merupakan sumber kehidupan bagi semua makhluk hidup. Dengan adanya hutan,
simbiosis dan rantai kehidupan makhluk hidup dapat berjalan. Kebakaran hutan menjadi
masalah serius yang dihadapi dewasa ini. Hal itu telah dirasakan oleh masyarakat maupun
pemerintah. Kejadian kebakaran hutan dan lahan di provinsi Riau memiliki pengaruh yang besar
terhadap terjadinya polusi kabut asap yang melintas batas negara. Pada umumnya kebakaran
yang terjadi di provinsi Riau berada di lahan gambut yang mendominasi wilayah ini sebesar 60
2
M. Y. Hariyawan, A. Gunawan & E.H. Putra
%. Oleh karena itu, kabut asap merupakan fenomena alam yang umum terjadi pada saat musim
kebakaran dan memberikan dampak terhadap negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura.
Untuk mengurangi masalah tersebut, pemerintah telah mencanangkan beberapa program
kerja yang berorientasi pada suatu himbauan ataupun suatu sanksi hukum terhadap suatu
tindakan yang mengancam kelestarian hutan tersebut. Tetapi, walaupun seluruh program kerja
tersebut telah dirancang, tingkat kelestarian hutan masih menunjukkan angka yang cukup
memprihatinkan.
Jika ditinjau dari segi perkembangan teknologi saat ini, program kelestarian hutan
cenderung memerlukan suatu sistem yang mampu menganalisa dan memonitoring adanya
indikasi kebakaran hutan. Teknologi wireless yang mampu mengirimkan data tanpa perlu
menggunakan kabel diharapkan mampu menjadi salah satu perkembangan teknologi aplikatif
yang dapat mendukung program kelestarian hutan. Sistem monitoring ini diharapkan mampu
menyajikan suatu data berupa indikasi kebakaran untuk lahan yang luas sekalipun.
2
Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut
Pembakaran biomass merupakan pembakaran vegitasi, termasuk hutan, perkebunan,
rumput, lahan pertanian, lahan untuk menyiapkan lahan dan perubahan penggunaan lahan. Pada
umunya pembakaran biomass di Indonesia disebabkan oleh manusia, terutama untuk tujuan
penyiapan lahan dan perubahan penggunaan lahan sebagai akibatnya. Pembakaran tidak
sempurna tidak pernah tercapai pada kondisi pembakaran biomass, hasil lain dari pembakaran
biomass yang tidak sempurna berupa karbon monoksida (CO) dan metana.
Kebakaran hutan dan lahan gambut merupakan kebakaran dimana api membakar bahan
bakar yang ada di atas permukaan (misalnya: serasah, pepohonan, semak, dan lain-lain).
Kemudian api menyebar tidak menentu secara perlahan di bawah permukaan (ground fre),
membakar bahan organik melalui pori-pori gambut dan melalui akar semak belukar/pohon yang
bagian atasnya terbakar.
Produk kimia utama dari kebakaran hutan dan lahan gambut adalah termasuk produk
kimia yang mudah menguap (tetapi tidak teroksidasi) selama kebakaran, membentuk rantai
secara parsial atau seluruh oksidasi sempurna dari bahan bakar organik dan membentuk
pyrosynthesis. Beberapa dari produk ini adalah CO, dan uap air, adalah pengisi normal dari
atmosfer, tetapi yang lainnya sering kali merupakan polutan udara. Polutan udara yang
dimaksud adalah partikel-partikel, CO, SO, NO, dan ozon (O).
3
Wireless Sensor Network
Wireless Sensor Network (WSN) merupakan suatu kesatuan dari proses pengukuran,
komputasi, dan komunikasi yang memberikan kemampuan administratif kepada sebuah
perangkat, observasi, dan melakukan penanganan terhadap setiap kejadian dan fenomena yang
terjadi di lingkungan yang mengunakan teknologi wireless. Sistem ini jauh lebih efisien
dibandingkan dengan penggunaan kabel. Sistem ini memiliki fungsi untuk berbagai jenis
aplikasi, dalam arti lain, WSN menyediakan pondasi teknologi untuk melakukan eksperimen
pada lingkungan. Misalnya Ahli biologi ingin memonitoring perilaku hewan yang berada di
habitatnya, peneliti lingkungan membutuhkan sistem yang mampu memonitoring polusi
lingkungan, petani dapat meningkatkan hasil panen dengan meneliti tingkat kesuburan tanah,
ahli geologi membutuhkan sistem untuk memonitoring aktivitas seismik, bahkan di militer pun
membutuhkan suatu sistem yang mampu memonitoring area yang sulit dicapai. Keseluruhan
aktifitas manusia tersebut memerlukan sistem monitoring WSN.
Komponen WSN meliputi sensor, modul wireless, dan PC. Seluruh komponen akan
membentuk suatu sistem monitoring yang mampu menampilkan data yang berupa karakteristik
sensor yang digunakan dengan memanfaatkan media wireless. Karena dapat digunakan untuk
berbagi aplikasi, penggunaan jenis sensor dipilih berdasarkan aplikasinya.
Tabel 1
Contoh dari tipe-tipe sensor.
Jurnal .
Tipe Sensor
Temperatur
Tekanan
Optik
Akustik
Mekanik
Gerakan dan Getaran
Posisi
Kelembaban
Radiasi
.. Vol. XX
, No. X, Bulan 20XX, XX-XX
XX
3
Contoh Sensor
Thermistor, thermocouple
Pressure gauge, barometer, ionization gauge
Photodiodes, phototransistors, infrared sensors, CCD sensors
Piezoelectric resonators, microphones
Strain gauges, tactile sensors, capacitive diaphragms, piezoresistive
cells
Accelerometers, gyroscopes, photo sensors
GPS, ultrasound-based sensors, infrared-based
based sensors, inclinometers
Capacitive and resistive sensors, hygrometers, MEMS-based
MEMS
humidity
sensors
Ionization detectors, Geiger–Mueller counters
3.1
Arsitektur Wireless Sensor Network
Setiap node WSN umumnya berisi sistem sensing, processing, communication dan power
yang dapat diilustrasikan seperti pada gambar 3. Bagaimana menggabungkan ini adalah hal
yang harus diperhatikan ketika kita melakukan perancangan. Sistem processor merupakan
bagian sistem yang terpenting pada WSN
WSN yang dapat mempengaruhi performance ataupun
konsumsi energi. Beberapa pilihan untuk processor dapat memilih antara lain:
• Microcontroller
• Digital signal processor
• Application-specific
specific IC
• Field programmable gate array
Gambar 1
3.2
Arsitektur umum pada sebuah WSN.
Sensor Node
Gambar 2 menunjukkan sistem sensor node.
Gambar 2
Sistem Sensor Node
4
3.3
M. Y. Hariyawan, A. Gunawan & E.H. Putra
Sensor Api (Uvtron Flame Detector)
Sensor api digunakan untuk mendeteksi keberadaan api yang mengindikasikan adanya
kebakaran. Pada perencanaan digunakan sensor api jenis R2868 buatan Hamamatsu. Rangkaian
pengaktif sensor ini berupa kit C3704 yang bersifat onboard, seperti ditunjukkan pada Gambar
2. Sensor ini akan mendeteksi sinar UV dalam interval 185-260 nm yang terdeteksi sebagai
sinar UV dari api. Sensor ini tidak mampu mendeteksi besar kecilnya api, karena pada dasarnya
api rokok pada jarak maksimal 5 meter saja dapat dideteksi oleh sensor ini. Pada realisasinya,
sensor api ini aktif apabila diberi tegangan sebesar 350 Vdc, sehingga diperlukan kit C3704
untuk mengaktifkannya. Tegangan input yang dibutuhkan untuk kit C3704 ini berkisar 9-30
Vdc, namun apabila kita memiliki tegangan fix sebesar 5 volt, kita cukup menginputkannya ke
terminal ‘O’ pada kit tersebut karena pada dasarnya tegangan input sebesar 9-30 Vdc tadi
nantinya akan diregulator menjadi 5 volt.
Gambar 3
Blok rangkaian C3704.
Prinsip kerja dari rangkaian kit C3704 ini adalah mengubah tegangan supply 5 volt
menjadi 350 volt DC pada bagian High Voltage DC to DC converter untuk mengaktifkan
sensor. Sedangkan Signal Processing Circuit berfungsi untuk mengatur jumlah pulsa yang
masuk dari sensor UVTron selama 2 detik yang akan direspon oleh C3704 menjadi pulsa selebar
10 ms. Pulsa keluaran sebesar 10 ms dapat di coupling oleh capasitor untuk menghasilkan
perioda output yang lebih lebar. Pada perencanaan, digunakan kapasitor sebesar 1 mikrofarad
untuk menghasilkan perioda output sebesar 1 second pada terminal Cx kit C3704.
3.4
Sensor Asap
Pada sistem ini, sensor asap dirancang dari sebuah LED dan Fotodioda yang
dikombinasikan dengan Op Amp (IC LM 358) sehingga mampu mendeteksi keberadaan asap,
seperti pada Gambar 3. Prinsip kerja dari rangkaian ini adalah membandingkan tegangan
menggunakan LM 358. Tegangan yang dihasilkan akibat perubahan resistansi dari fotodioda
oleh LED akan dibandingkan dengan tegangan pada resistor variabel. Keduanya akan masuk
pada Op amp dan akan menghasilkan keluaran output 5 volt pada saat tidak ada asap ( asumsi
tidak ada peghalang antara fotodioda dan LED) dan 0 volt pada saat ada asap ( ada penghalang
antara LED dan fotodioda). Output inilah yang akan diolah oleh mikrokontroler.
Jurnal .
3.5
.. Vol. XX
, No. X, Bulan 20XX, XX-XX
Gambar 4
Rangkaian sensor asap.
5
Sensor Suhu
Sensor suhu LM35 adalah komponen elektronika yang memiliki fungsi untuk
mengubah besaran suhu menjadi besaran listrik dalam bentuk tegangan. LM35 memiliki
keakuratan tinggi dan kemudahan perancangan jika dibandingkan dengan sensor suhu yang lain,
LM35 juga mempunyai keluaran impedansi yang rendah dan linieritas yang tinggi sehingga
dapat dengan mudah dihubungkan dengan rangkaian kendali khusus serta tidak memerlukan
penyetelan lanjutan.
LM35 dari National Semiconductor adalah sebuah sensor temperatur centigrade presisi,
yang memiliki tegangan output analog. Memiliki jangkauan pengukuran -55ºC hingga +150ºC
dengan akurasi ±0.5ºC. Tegangan output adalah 10mV/ºC. Tegangan output dapat langsung
dihubungkan dengan salah satu port mikrokontroler yang memiliki kemampuan ADC, misalnya
ATmega8535.
ADC pada ATmega8535 memiliki resolusi 10-bit, yang dapat memberikan keluaran 2^10
= 1024 nilai diskrit. Bila digunakan catu 5V, resolusi yang dihasilkan adalah 5000mV/1024 =
4.8mV. Karena LM35 memiliki resolusi output 10mV/ºC, maka resolusi termometer yang
dibuat dengan ATmega8535 adalah 10mV/4.8mV ~ 0.5ºC.
3.6
Pemancar/Penerima
Pemancar/Penerima untuk sistem sensor node, kami merencanakan memakai Paralax 433
MHZ. Parallax 433 MHz merupakan modul wireless buatan Parallax yang mampu
mengirimkan dan menerima data format serial pada jarak 500 m pada kondisi tanpa halangan
(LOS). Modul wireless ini terdiri dari receiver dan transmitter untuk mendukung pengiriman
data serial. Untuk pengoperasiannya pada mikrokontroller dapat dilihat pada Gambar 5.
Port A.0
ATMega8535
Tx
PDN
Transfer DataSerial
GDN
+ 5V
Gambar 5. Parallax yang terhubung ke mikro
Diagram alir pada bagian transmitter dapat dilihat pada Gambar 6.
6
M. Y. Hariyawan, A. Gunawan & E.H. Putra
Gambar 6. Diagram Alur Sensor Node
4
Perancangan Sistem
Untuk mendeteksi adanya kebakaran hutan maka dilakukan pengukuran-pengukuran
suhu, kadar metana, gasoline, CO dan CO2 dari hasil pembakaran gambut. Ada beberapa
skenario untuk melakukan pengukuran ini, yaitu:
1. Pengukuran hasil tanpa pembakaran gambut di ruang simulator
Sistem sensing kebakaran hutan menggunakan tiga sensor untuk mendeteksi apakah suatu
kondisi dapat dikatakan sebagai gejala awal kebakaran atau tidak. Pada sistem sensing
kebakaran ini digunakan 3 buah sensor yang akan mendeteksi api, perubahan suhu dan asap.
Kemudian system sensing ini dimasukkan ke dalam ruang simulator yang tertutup dan
dilakukan pengukuran suhu, kadar metana, gasoline, CO dan CO2 di dalam ruang simulator.
2. Pengukuran hasil pembakaran gambut di ruang simulator
Pada tahap sampah gambut yang telah dibakar dimasukkan ke dalam ruang simulator. Hasilhasil pengukuran dari tiga sensor dilihat dan disimpan di program aplikasi komputer.
3. Pengukuran kadar udara di kota Duri
Pada tahap ini dilakukan pengamatan dan pengujian di daerah terbuka di kota Duri untuk
melakukan pengukuran suhu, kadar methane, hidrokarbon dan CO2 yang dapat dijadikan
sebagai indikator terjadinya kebakaran.
Sistem sensing yang digunakan untuk melakukan pengukuran yang ada di skenario ditunjukkan
pada gambar 7.
Jurnal .
.. Vol. XX
, No. X, Bulan 20XX, XX-XX
7
Gambar 7. Sistem sensing pendeteksi kebakaran hutan
5
Hasil dan Analisa
Hasil pengukuran dan analisa dari berbagai skenario perancangan sebagai berikut:
5.1
Pengukuran hasil tanpa pembakaran gambut di ruang simulator
Pada tabel 2 dapat dilihat hasil pengukuran suhu, kadar metana, hidrokarbon, CO dan
CO2 di ruang simulator tanpa adanya pembakaran gambut. Dari hasil pengukuran ini besarnya
suhu, metana, hidrokarbon, CO dan CO2 adalah stabil selama proses pengambilan data dan
sesuai dengan kondisi udara normal.
Tabel 2
Hasil pengukuran tanpa pembakaran gambut di ruang simulator
Data ke
Suhu (oC)
Metana (ppm)
Hidrokarbon (ppm)
CO (ppm)
CO2 (ppm)
87637
31
1
41
5
97
87638
31
1
41
5
97
87639
31
1
41
5
97
87640
31
1
41
5
97
87641
31
1
41
5
97
87642
31
1
41
5
97
87643
31
1
41
5
97
87644
31
1
41
5
97
87645
31
1
41
5
97
87646
31
1
41
5
97
87647
31
1
41
5
97
8
M. Y. Hariyawan, A. Gunawan & E.H. Putra
87648
31
1
41
5
97
87649
31
1
41
5
97
5.2
Pengukuran hasil pembakaran gambut di ruang simulator
Pada gambar 8 dapat dilihat hasil pengukuran suhu, dan kadar metana untuk pembakaran
gambut di ruang simulator. Dari hasil pengukuran suhu, besarnya suhu meningkat menjadi 34
o
C dibandingkan 31 oC dengan tanpa pembakaran gambut di ruang simulator. Sedangkan kadar
metana meningkat drastis di rata-rata 7 ppm dibandingkan hanya 1 ppm dengan tanpa
pembakaran gambut di ruang simulator.
oC
Data Suhu di Ruang Simulator
Pengukuran Kadar Gas Metana
Metana
10
34,5
34
8
33,5
33
6
32,5
4
32
2
31,5
Data ke87650 87700 87750 87800 87850 87900
0
Data ke87650 87700 87750 87800 87850 87900
Gambar 8. Hasil pengukuran suhu dan kadar gas metana di ruang simulator
Pada gambar 9 dapat dilihat hasil pengukuran gas hidrokarbon, dan kadar CO2 untuk
pembakaran gambut di ruang simulator. Dari hasil pengukuran gas hidrokarbon meningkat
drastis menjadi rata-rata 95 ppm dibandingkan 41 ppm dengan tanpa pembakaran gambut di
ruang simulator. Sedangkan kadar CO2 rata-rata 97 ppm sama dengan tanpa pembakaran
gambut di ruang simulator, meski pada satu titik sempat meningkat drastis ke 103 ppm.
Pengukuran Gas Hidrokarbon
ppm
97
96
95
94
93
92
91
90
89
Data ke87650 87700 87750 87800 87850 87900
ppm
104
Pengukuran Gas CO2
102
100
98
96
Data ke87650 87700 87750 87800 87850 87900
Data ke
Gambar 9. Hasil pengukuran kadar gas hidrokarbon dan CO2 di ruang simulator
Dari hasil pembakaran gambut di ruang simulator menunjukkan adanya peningkatan
suhu, kadar metana, gas hidrokarbon, dan CO2 dan hasil pengukurannya dapat dijadikan sebagai
indikator utama adanya suatu kebakaran hutan.
Jurnal .
5.3
.. Vol. XX
, No. X, Bulan 20XX, XX-XX
9
Pengukuran kadar udara di kota Duri
Pada gambar 10 dapat dilihat hasil pengukuran suhu, dan kadar metana di daerah terbuka
di kota Duri. Dari hasil pengukuran suhu, besarnya suhu meningkat menjadi 34 oC
dibandingkan 31 oC dengan tanpa pembakaran gambut di ruang simulator. Sedangkan kadar
metana meningkat ke titik 4 ppm meski kemudian kembali turun ke 1 ppm sama dengan tanpa
pembakaran gambut di ruang simulator.
Data Pengukuran Suhu di kota
Duri
oC
34,5
34
33,5
33
32,5
32
31,5
Data ke100000101000102000103000104000105000
Pengukuran Kadar Metana di
Methan
kota Duri
5
4
3
2
1
0
100000 101000 102000 103000 104000 105000
-1
Data ke-
Gambar 10. Hasil pengukuran suhu dan kadar gas metana di kota Duri
Pada gambar 11 dapat dilihat hasil pengukuran gas hidrokarbon, dan kadar CO2 di
daerah terbuka di kota Duri. Dari hasil pengukuran gas hidrokarbon meningkat cukup drastis
menjadi 80 ppm dibandingkan 41 ppm dengan tanpa pembakaran gambut di ruang simulator.
Sedangkan kadar CO2 rata-rata 97 ppm sama dengan tanpa pembakaran gambut di ruang
simulator.
Pengukuran Kadar CO2 di Kota
Pengukuran Hidrokarbon di
Hidrokarbon
Duri
Kota Duri
CO2 (ppm)
(ppm)
100
97,2
97
80
96,8
60
96,6
96,4
40
96,2
20
96
0
Data ke100000 101000 102000 103000 104000 105000
95,8
Data ke100000 101000 102000 103000 104000 105000
Gambar 11. Hasil pengukuran kadar gas hidrokarbon dan CO2 di kota Duri
Dari hasil pengukuran suhu, kadar metana, gas hidrokarbon dan CO2 di daerah terbuka di
kota Duri menunjukkan tidak adanya kebakaran hutan. Hal ini dapat dilihat dari nilai suhu,
metana, gas hidrokarbon, dan CO2 yang masih dibawah hasil pengukuran di ruang simulator.
Meski kadar metana dan gas hidrokarbon cukup tinggi dibandingkan kondisi normal, tapi ini
lebih disebabkan oleh faktor pencemaran udara dari kendaraan yang padat di kota Duri.
6
Kesimpulan
Pengukuran-pengukuran suhu, kadar metana, gasoline, CO dan CO2 dapat dijadikan
sebagai indikator utama untuk mendeteksi dini adanya kebakaran hutan. Ada tiga metode
pengukuran yang dilakukan, yaitu pengukuran di ruang simulator dengan dan tanpa pembakaran
10
M. Y. Hariyawan, A. Gunawan & E.H. Putra
gambut, dan pengukuran di udara terbuka di kota Duri. Dari hasil pengukuran suhu, kadar
metana, gas hidrokarbon dan CO2 di daerah terbuka di kota Duri menunjukkan tidak adanya
kebakaran hutan dimana nilai suhu, metana, gas hidrokarbon, dan CO2 masih dibawah hasil
pengukuran di ruang simulator dengan pembakaran gambut.
7
Referensi
[1]
Soemarsono, 1997. Kebakaran Lahan, Semak Belukar dan Hutan di Indonesia (Penyebab,
Upaya dan Perspektif Upaya di Masa Depan). Prosiding Simposium: “Dampak
Kebakaran Hutan Terhadap Sumberdaya Alam dan Lingkungan”. Tanggal 16 Desember
1997 di Yogyakarta. hal:1-14.
Rodzevski, Alexander, 2009, Wireless Sensor Network with Bluetooth,
University
of Malmö, Sweden.
M. Yanuar H, Arif Gunawan, Hamid Azwar, Bambang H, Arif S, 2011, “Prototype
Wireless Sensor Network (WSN) sebagai Sistem Pendeteksi Dini Kebakaran Hutan”,
SITIA, vol. 12, hal. 308.
Arif Gunawan, 2011, “Pengaruh Asap Terhadap Sistem Komunikasi Pada Frekuensi
GSM”, Thesis, ITS.
[2]
[3]
[4]
Download