BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.Analisis Data dan Pembahasan 4.1 Statistik Deskriptif Statistik deskriptif ini bertujuan untuk memberikan penjelasan serta gambaran terkait dengan data yang digunakan dalam penelitian ini, data variabel yang digunakan variabel ekonomi makro yang meliputi sebagai berikut: Harga Minyak Dunia, Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar Amerika, Harga Emas Dunia dan Inflasi. Tabel 4.1 Tabel Statistika Deskriptif Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std. Deviation RETURN 60 -21 68 3,92 14,150 OIL 60 712786 1311015 958894,12 168996,675 KURS 60 9032 12938 10414,92 1219,742 GOLD 60 340412 672094 474298,80 63998,843 INFLASI 60 3 9 5,63 1,557 Valid N (listwise) 60 Sumber: data sekunder yang diolah (2016). Pada variabel dependen yaitu return saham, dengan nilai return terendah sebesar -21,23% dan nilai maksimum sebesar 68,26%. Lalu nilai rata-rata return saham ialah sebesar 3,92% dengan nilai standar deviasi return saham sektor pertambangan sebesar 14,15%. Untuk variabel independen pertama yaitu harga minyak dunia, terdapat 60 sampel yang digunakan dalam penelitian dengan nilai minyak 42 terendah sebesar Rp 712.726 dan nilai maksimum sebesar Rp 1.311.015. Lalu harga rata-rata minyak dunia ialah sebesar Rp 958.894 dengan nilai standar deviasi harga minyak mentah dunia sebesar 168996,675. Dengan melihatbesaran nilai standar deviasi yang lebih kecil dari rata-ratanya menandakan bahwa data-data yang digunakan dalam variabel harga minyak memiliki sebaran data yang kecil dengan nilai koefisien variasi 0,176% yang didapat melalui (Std deviasi/mean). Untuk variabel independen kedua yaitu nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika, dengan nilai kurs terendah sebesar 9.032 dan nilai maksimum sebesar 12.938. Lalu nilai rata-rata kurs ialah sebesar 10.414,92 dengan nilai standar deviasi harga minyak mentah dunia sebesar 1219,742. Dengan melihatbesaran nilai standar deviasi yang lebih kecil dari rata-ratanya menandakan bahwa data-data yang digunakan dalam variabel nilai tukar rupiah memiliki sebaran data yang kecil dengan nilai koefisien variasi 0,117% yang didapat melalui (1219,742/10414.92). Untuk variabel independen ketiga yaitu harga emas dunia, dengan nilai harga emas terendah sebesar 340412 dan nilai maksimum sebesar 672094. Lalu nilai rata-rata harga emas ialah sebesar 474298,80 dengan nilai standar deviasi harga emas sebesar 63998,843. Dengan melihatbesaran nilai standar deviasi yang lebih kecil dari rata-ratanya menandakan bahwa data-data yang digunakan dalam variabel nilai 43 harga emas memiliki sebaran data yang kecil dengan nilai koefisien variasi 0,135% yang didapat melalui (63998,843/474298,80). Untuk variabel independen keempat yaitu inflasi, nilai inflasi terendah sebesar 3,4300% dan nilai maksimum sebesar 8,7900%. Lalu nilai rata-rata inflasi ialah sebesar 5,633667% dengan nilai standar deviasi inflasi sebesar 1,5572226%. Dengan melihatbesaran nilai standar deviasi yang lebih kecil dari rata-ratanya menandakan bahwa data-data yang digunakan dalam variabel inflasi memiliki sebaran data yang kecil dengan nilai koefisien variasi 0,276% yang didapat melalui (1,5572226%/5,633667%). 4.2 Uji Asumsi Klasik 4.2.1 Uji Normalitas ` Uji normalitas yang dipakai untuk menguji apakah dalam model regresi baik variabel dependen atau variabel independen memiliki distribusi data yang normal atau tidak normal. Sebuah model regresi yang dikategorikan baik adalah model regresi yang memiliki distribusi data normal atau mendekati keadaan normal. Dalam penelitian ini digunakan uji Kolmogorov-Smirnov guna mengetahui normalitas variabel independen dan dependen. Berikut disajikan hasil uji dalam tabel 4.11. 44 Tabel 4.2 Nilai Kolmogorov-Smirnov Test One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardiz ed Residual N 60 Mean Normal Parameters a,b Std. Deviation Most Extreme Differences 0E-7 12,89133835 Absolute ,100 Positive ,100 Negative -,074 Kolmogorov-Smirnov Z ,772 Asymp. Sig. (2-tailed) ,590 Sumber: data sekunder yang diolah (2016). Dengan melihat hasil uji SPSS diatas dapat disimpulkan bahwa semua variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu return saham, harga minyak dunia, nilai tukar rupiah terhadap dolar, harga emas dunia dan inflasi memiliki nilai Kolmogorov-Smirnov dengan probabilitas diatas α=0,05. Berarti data yang digunakan pada penelitian ini memiliki nilai distribusi yang normal. 4.2.2 Uji Multikoliniearitas Uji Multikoliniearitas memilki tujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Variabel orthogonal merupakan variabel bebas yang nilai korelasi sesama variabel bebas sama dengn 0 (nol). Hasil uji SPSS dari uji Multikoliniearitas dapat disimak pada tabel 4.3. 45 Tabel 4.3 Hasil Uji Multikoliniearitas Model Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients B (Constant) Std. Error Collinearity Statistics Tolerance 17,984 4,576E-005 ,000 ,547 1 KURS -,006 ,002 -,504 GOLD -2,111E-005 ,000 -,095 1,880 1,343 ,207 INFLASI Sig. Beta 20,336 OIL T 1,131 ,263 2,631 ,011 ,350 2,859 ,011 ,409 2,442 -,648 ,520 ,696 1,437 1,400 ,167 ,691 1,448 2,624 Sumber: data sekunder yang diolah (2016). Dari hasil uji Multikoliniearitas didapatkan hasil yang menyatakan bahwa semua variabel indepen dari model regresi tidak terjadi multikoliniearitas yang dibuktikan dengan nilai VIF yang berada dibawah 10 dan nilai tolerance yang lebih besar dari 0,1. Hal ini menunjukan bahwa model regresi ini layak untuk digunakan karena tidak ditemukan variabel yang mengalami multikolinieritas. 4.2.3 Uji Autokorelasi Uji Autokorelasi memiliki tujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode sekarang dengan periode sebelumnya. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Jika terjadi sebuah autokorelasi maka dapat dikatan ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan dengan satu sama lain. Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi dilakukan dengan menggunan statistic run test. 46 VIF Guna melihat ada tidaknya digunakan uji Durbin-Watson pada tabel 4.4. Tabel 4.4 Durbin-Watson Test Model R R Square ,202a 1 Adjusted R Std. Error of Square the Estimate ,041 -,029 Durbin-Watson 7,019 1,966 Sumber: data sekunder yang diolah (2016). Oleh karena nilai Durbin-Watson 1,966 lebih besar daripada batas atas (du) 1,73, maka dapat disimpulkan tidak terdapat autokorelasi positif pada model regresi. 4.2.4 Uji Heteroskedastisitas Uji Heteroskoedadtisitas memiliki tujian untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance residual satu pengamatan ke pngamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut dngan heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang tidak terjadi heterokoedastisitas. Pada penelitian ini guna menguji ada atau tidaknya heterokedastisitas digunakan metode analisis grafis. Deteksi ada atau tidaknya keterokedastisitas dpat dilakuakan dengan melihat ada atau tidakanya pola tertentu pada grafik Scatterplot antara SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi dan sumbu X adalah residual (Y prediksi – Y sesungguhnya) yang telah di studentized. Dasar analisis grafis adalah jika ada pola tertentu seperti 47 titik-titik yang (bergelombang, ada membentuk melebar pola kemudian tertentu yang menyempit) teratur maka mengindikasikan telah terjadi Heterokedastisitas. Jika pola tidak jelas serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak Terjadi Hterokedastisitas. Berikut disajikan hasil Hterokedastisitas test pada gambar 4.1 dan tabel 4.5 Gambar 4.1 Hasil Uji Heteroskedastisitas Scatterplot Sumber: data sekunder yang diolah (2016). Dari hasil diatas ini terlihat titik-titik menyebar secara acak serta tersebar. Baik diatas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heterokedastisitas pada model regresi. Selain menggunakan gambar scatterplot pada pnelitian ini juga digunakan uji statistik guna mendeteksi adanya heterokedastisitas atau tidak ada heterokedastisitas dengan uji Glejser. Berikut tersaji hasil uji Glejser pada tabel berikut. 48 Tabel 4.5Hasil Uji Heteroskedastisitas Glejser Model Unstandardized Coefficients Standardized T Sig. Coefficients B (Constant) Std. Error 30,403 11,598 1,847E-005 ,000 1 KURS -,004 GOLD OIL INFLASI Beta 2,622 ,150 ,349 1,647 ,105 ,001 -,519 -2,647 ,175 -1,411E-005 ,000 -,101 -,672 ,504 1,312 ,866 ,229 1,515 ,135 Sumber: data sekunder yang diolah (2016). Berdasarkan Tabel 4.14 terlihat bahwa koefisien parameter untuksemua variabel independent yang dipakai dalam penelitian ini tidak ada yang signifikan di tingkat α= 5% atau 0,05. hal ini dapat disimpulkan bahwa dalampersamaan regresi yang digunakan tidak terjadi heteroskedastisitas. 4.3 Uji Hipotesis 4.3.1 Koefisien Determinasi Koefisien determinasi hakikatnya diguakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependenya. Nilai koefisien determinasi adalah diantara nol dan satu. Nilai R2 yang mendekati satu berarti variabel-variabel independenya menerangkan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. Hasil perhitungan koefisien determinasi tersebut dapat terlihat pada Tabel 4.6 berikut: 49 Tabel 4.6 Koefisien Determinasi b Model Summary Model R R Square a 1 ,412 Adjusted R Std. Error of Square the Estimate ,170 ,110 13,352 Sumber: data sekunder yang diolah (2016). Dari tabel di atas nilai adjusted R square adalah sebesar 0,110 menunjukan bahwa variasi variabel independen mampu menjelaskan 11,0% variabel dependen, sedangan sisanya sebesar 89,0% dijelaskanoleh variabel lain diluar variabel independen. Pada nilai koefisien (R) adalah sebesar 0,412 menunjukan kekuatan hubugan antara variabel independen terhadap variabel dependen sebesar 41,2%. 4.3.2 Uji t Uji statistik t pada dasarnya digunakan untuk menampilkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara parsial dalam menjelaskan variasi variabel independen. Berikut hasil uji SPSS dari Uji t disajikan pada tabel 4.7 berikut. Tabel 4.7 Uji Statistik Parametrik Secara Parsial Model Unstandardized Coefficients Standardized T Sig. Coefficients B (Constant) 20,336 17,984 4,576E-005 ,000 KURS -,006 GOLD OIL 1 Std. Error INFLASI Beta 1,131 ,263 ,547 2,631 ,011 ,002 -,504 -2,624 ,011 -2,111E-005 ,000 -,095 -,648 ,520 1,880 1,343 ,207 1,400 ,167 Sumber: data sekunder yang diolah (2016). 50 Dari tabel diatas dapat disusun persamaan regresi linier berganda sebagai berikut: RETURN=20,336 + 0,547 OIL – 0,504 KURS 0,095 GOLD + 0,207 INFLASI + e Menurut hasil hipotesis yang tercantum pada tabel diatas, dapat dilihat bahwa hanya variabel harga minyak dunia dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika saja yang mampu mempengaruhi return saham sektor pertambangan, karena kedua variabel ini memiliki nilai signifikansi yang kurang dari 0,05 yaitu sebesar 0,11. Sedangkan untuk variabel harga emas dunia dan inflasi tidak memiliki pengaruh terhadap return saham, karena nilai signifikansi yang dimiliki oleh kedua variabel ini lebih besar dari 0,05 yaitu sebesar 0,520 untuk harga emas dan 0,167 untuk inflasi. 4.4 Pembahasan Dari persamaan regresi diatas dapat dilihat bahwa variabel independen pertama yaitu harga minyak dunia memilki pengaruh terhadap return saham, Karena nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 yaitu sebesar 0,011, sehingga hipotesis 1 terbukti. Hal ini dikarenakan hampir sebagian besar emiten dari sektor pertambangan bergerak di sektor sumber daya energi baik itu batu bara maupun perminyakan. Sehingga secara otomatis apabila terjadi perubahan harga minyak dapat menimbulkan dampak positif atau negatif terhadap nilai saham kedua sub sektor yang dominan pada sektor pertambangan di Indonesia. Hal ini dikarenakan batu bara dan minyak merupakan barang substitusi dikala salah satunya sedang dalam kondisi 51 harga yang tidak menguntungkan. Sehingga variabel perubahan harga minyak dunia secara signifikan berpengaruh terhadap return saham sektor pertambangan. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil yang dilakukan oleh Charles Havie (2006) da Mark A (2007). Lalu untuk variabel independen ke dua yaitu nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika dapat dilihat bahwa variabel ini juga memiliki pengaruh terhadap return saham. Karena variabel nilai tukar rupiah menunjukan nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 yaitu sebesar 0,011, maka hipotesis 2 terbukti. Hal ini disebabkan karena hampir seluruh perusahaan yang ada di sektor pertambangan melakukan aktifitas ekspor dan impor untuk hasil tambangnya sehingga jika tiba-tiba terjadi perubahan nilai kurs maka mayoritas perusahaan yang ada di dalam sektor pertambangan akan merasakan dampaknya dan hal itu kemudian akan mempengaruhi nilai dan return saham perusahaan itu sendiri. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil yang dilakukan oleh fuadi (2009) dan Valadkhani (2006). Pada variabel independen ke tiga yaitu harga emas dunia dapat dilihat bahwa variabel ini tidak memiliki pengaruh terhadap return saham. Hal ini ditunjukan dengan nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 yaitu 0,520, sehingga hipotesis 3 tidak terbukti. Hal ini disebabkan karena hanya terdapat sedikit perusahaan yang bergerak pada subsektor pertambangan logam dan batuan mineral. Sehingga jika terjadi perubahan harga emas maka hanya terdapat sedikit perusahaan yang merasakan dampaknya dan 52 hal ini tidak akan terlalu berdampak secara kesuluruhan di sektor pertambangan. Selain itu emas juga tidak merupakan salah satu fakor yang menentukan biaya produksi perusahaan. Hasil ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Witjaksono (2010) dan Gary Twite (2002). Lalu untuk variabel independen ke empat yaitu inflasi ditemukan bukti bahwa variabel ini tidak memiliki pengaruh terhadap return saham. Hasil ini ditunjukan dengan nilai signifikansi yang lebih besar dari 0,05 yaitu sebesar 0,167. Hal ini dikarenakan rata-rata kebutuhan bahan baku produksi perusahaan yang ada di sektor pertambangan tidak sensitif terhadap perubahan inflasi karena bahan baku industri pertambangan diperoleh dengan melakukan kegiatan eksplorasi sehingga tidak bergantung pada hasil produksi sektor industri yang lain. Maka dari itu hipotesis 4 tidak terbukti. Hasil ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Don Bredin, Stuart Hyde dan Gerard O reilly (2007). Dari hasil penelitian ini dapat dilihat pula harga minyak dunia berpengaruh positif terhadap return saham pertambangan, jika terjadi peningkatan harga minyak dunia makan return saham juga turut meningkat pula. Sedangkan pada variabel nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika dapat dilihat bahwa terdapat pengaruh negatif pada return saham, jika terjadi penurunan nilai kurs maka return perusahaan pun akan menurun akibat terjadinya penurunan nilai saham perusahaan yang disebabkan karenan turunnya laba perusahaan. Untuk harga emas dunia dapat dilihat bahwa tidak ada pengaruh negatif pada return saham, sehinga jika terjadi 53 penurunan harga emas dunia tidak akan berdampak pada return saham pertambangan.begitu pula dengan hasil analisis inflasi tidak ditemukan adanya pengaruh positif terhadap return saham pertambangan, dikarenaka harga bahan baku sektor pertambangan tidak sensitif terhadap perubahan inflasi. 54