42 BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.Analisis Data

advertisement
BAB IV
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.Analisis Data dan Pembahasan
4.1 Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif ini bertujuan untuk memberikan penjelasan serta
gambaran terkait dengan data yang digunakan dalam penelitian ini, data
variabel yang digunakan variabel ekonomi makro yang meliputi sebagai
berikut: Harga Minyak Dunia, Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar Amerika,
Harga Emas Dunia dan Inflasi.
Tabel 4.1 Tabel Statistika Deskriptif
Descriptive Statistics
N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
RETURN
60
-21
68
3,92
14,150
OIL
60
712786
1311015
958894,12
168996,675
KURS
60
9032
12938
10414,92
1219,742
GOLD
60
340412
672094
474298,80
63998,843
INFLASI
60
3
9
5,63
1,557
Valid N (listwise)
60
Sumber: data sekunder yang diolah (2016).
Pada variabel dependen yaitu return saham, dengan nilai return
terendah sebesar -21,23% dan nilai maksimum sebesar 68,26%. Lalu
nilai rata-rata return saham ialah sebesar 3,92% dengan nilai standar
deviasi return saham sektor pertambangan sebesar 14,15%. Untuk
variabel independen pertama yaitu harga minyak dunia, terdapat 60
sampel yang digunakan dalam penelitian dengan nilai minyak
42
terendah sebesar Rp 712.726
dan nilai maksimum sebesar Rp
1.311.015. Lalu harga rata-rata minyak dunia ialah sebesar Rp
958.894 dengan nilai standar deviasi harga minyak mentah dunia
sebesar 168996,675. Dengan melihatbesaran nilai standar deviasi yang
lebih kecil dari rata-ratanya menandakan bahwa data-data yang
digunakan dalam variabel harga minyak memiliki sebaran data yang
kecil dengan nilai koefisien variasi 0,176% yang didapat melalui (Std
deviasi/mean).
Untuk variabel independen kedua yaitu nilai tukar rupiah terhadap
dolar Amerika, dengan nilai kurs terendah sebesar 9.032 dan nilai
maksimum sebesar 12.938. Lalu nilai rata-rata kurs ialah sebesar
10.414,92 dengan nilai standar deviasi harga minyak mentah dunia
sebesar 1219,742. Dengan melihatbesaran nilai standar deviasi yang
lebih kecil dari rata-ratanya menandakan bahwa data-data yang
digunakan dalam variabel nilai tukar rupiah memiliki sebaran data
yang kecil dengan nilai koefisien variasi 0,117% yang didapat melalui
(1219,742/10414.92).
Untuk variabel independen ketiga yaitu harga emas dunia, dengan
nilai harga emas terendah sebesar 340412 dan nilai maksimum sebesar
672094. Lalu nilai rata-rata harga emas ialah sebesar 474298,80
dengan nilai standar deviasi harga emas sebesar 63998,843. Dengan
melihatbesaran nilai standar deviasi yang lebih kecil dari rata-ratanya
menandakan bahwa data-data yang digunakan dalam variabel nilai
43
harga emas memiliki sebaran data yang kecil dengan nilai koefisien
variasi 0,135% yang didapat melalui (63998,843/474298,80).
Untuk variabel independen keempat yaitu inflasi, nilai inflasi
terendah sebesar 3,4300% dan nilai maksimum sebesar 8,7900%. Lalu
nilai rata-rata inflasi ialah sebesar 5,633667% dengan nilai standar
deviasi inflasi sebesar 1,5572226%. Dengan melihatbesaran nilai
standar deviasi yang lebih kecil dari rata-ratanya menandakan bahwa
data-data yang digunakan dalam variabel inflasi memiliki sebaran data
yang kecil dengan nilai koefisien variasi 0,276% yang didapat melalui
(1,5572226%/5,633667%).
4.2 Uji Asumsi Klasik
4.2.1
Uji Normalitas
` Uji normalitas yang dipakai untuk menguji apakah dalam model
regresi baik variabel dependen atau variabel independen memiliki
distribusi data yang normal atau tidak normal. Sebuah model regresi
yang dikategorikan baik adalah model regresi yang memiliki distribusi
data normal atau mendekati keadaan normal. Dalam penelitian ini
digunakan uji Kolmogorov-Smirnov guna mengetahui normalitas
variabel independen dan dependen. Berikut disajikan hasil uji dalam
tabel 4.11.
44
Tabel 4.2 Nilai Kolmogorov-Smirnov Test
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardiz
ed Residual
N
60
Mean
Normal Parameters
a,b
Std.
Deviation
Most Extreme
Differences
0E-7
12,89133835
Absolute
,100
Positive
,100
Negative
-,074
Kolmogorov-Smirnov Z
,772
Asymp. Sig. (2-tailed)
,590
Sumber: data sekunder yang diolah (2016).
Dengan melihat hasil uji SPSS diatas dapat disimpulkan bahwa semua
variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu return saham,
harga minyak dunia, nilai tukar rupiah terhadap dolar, harga emas
dunia dan inflasi memiliki nilai Kolmogorov-Smirnov dengan
probabilitas diatas α=0,05. Berarti data yang digunakan pada
penelitian ini memiliki nilai distribusi yang normal.
4.2.2
Uji Multikoliniearitas
Uji Multikoliniearitas memilki tujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen.
Variabel orthogonal merupakan variabel bebas yang nilai korelasi
sesama variabel bebas sama dengn 0 (nol). Hasil uji SPSS dari uji
Multikoliniearitas dapat disimak pada tabel 4.3.
45
Tabel 4.3 Hasil Uji Multikoliniearitas
Model
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
B
(Constant)
Std. Error
Collinearity Statistics
Tolerance
17,984
4,576E-005
,000
,547
1
KURS
-,006
,002
-,504
GOLD
-2,111E-005
,000
-,095
1,880
1,343
,207
INFLASI
Sig.
Beta
20,336
OIL
T
1,131
,263
2,631
,011
,350
2,859
,011
,409
2,442
-,648
,520
,696
1,437
1,400
,167
,691
1,448
2,624
Sumber: data sekunder yang diolah (2016).
Dari hasil uji Multikoliniearitas didapatkan hasil yang menyatakan
bahwa semua variabel indepen dari model regresi tidak terjadi
multikoliniearitas yang dibuktikan
dengan nilai VIF yang berada
dibawah 10 dan nilai tolerance yang lebih besar dari 0,1. Hal ini
menunjukan bahwa model regresi ini layak untuk digunakan karena
tidak ditemukan variabel yang mengalami multikolinieritas.
4.2.3
Uji Autokorelasi
Uji Autokorelasi memiliki tujuan untuk menguji apakah dalam
suatu model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu
pada periode sekarang dengan periode sebelumnya. Model regresi
yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Jika terjadi
sebuah autokorelasi maka dapat dikatan ada problem autokorelasi.
Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang
waktu berkaitan dengan satu sama lain. Pengambilan keputusan ada
tidaknya autokorelasi dilakukan dengan menggunan statistic run test.
46
VIF
Guna melihat ada tidaknya digunakan uji Durbin-Watson pada tabel
4.4.
Tabel 4.4 Durbin-Watson Test
Model
R
R Square
,202a
1
Adjusted R
Std. Error of
Square
the Estimate
,041
-,029
Durbin-Watson
7,019
1,966
Sumber: data sekunder yang diolah (2016).
Oleh karena nilai Durbin-Watson 1,966 lebih besar daripada batas
atas (du) 1,73, maka dapat disimpulkan tidak terdapat autokorelasi
positif pada model regresi.
4.2.4
Uji Heteroskedastisitas
Uji Heteroskoedadtisitas memiliki tujian untuk menguji apakah
dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu
pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance residual satu
pengamatan
ke
pngamatan
yang
lain
tetap,
maka
disebut
homoskedastisitas dan jika berbeda disebut dngan heteroskedastisitas.
Model regresi yang baik adalah yang tidak terjadi heterokoedastisitas.
Pada
penelitian
ini
guna
menguji
ada
atau
tidaknya
heterokedastisitas digunakan metode analisis grafis. Deteksi ada atau
tidaknya keterokedastisitas dpat dilakuakan dengan melihat ada atau
tidakanya pola tertentu pada grafik Scatterplot antara SRESID dan
ZPRED dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi dan sumbu
X adalah residual (Y prediksi – Y sesungguhnya) yang telah di
studentized. Dasar analisis grafis adalah jika ada pola tertentu seperti
47
titik-titik
yang
(bergelombang,
ada
membentuk
melebar
pola
kemudian
tertentu
yang
menyempit)
teratur
maka
mengindikasikan telah terjadi Heterokedastisitas. Jika pola tidak jelas
serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y,
maka tidak Terjadi Hterokedastisitas. Berikut disajikan hasil
Hterokedastisitas test pada gambar 4.1 dan tabel 4.5
Gambar 4.1 Hasil Uji Heteroskedastisitas Scatterplot
Sumber: data sekunder yang diolah (2016).
Dari hasil diatas ini terlihat titik-titik menyebar secara acak serta
tersebar. Baik diatas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini
dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heterokedastisitas pada model
regresi. Selain menggunakan gambar scatterplot pada pnelitian ini
juga digunakan uji statistik guna mendeteksi adanya heterokedastisitas
atau tidak ada heterokedastisitas dengan uji Glejser. Berikut tersaji
hasil uji Glejser pada tabel berikut.
48
Tabel 4.5Hasil Uji Heteroskedastisitas Glejser
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
T
Sig.
Coefficients
B
(Constant)
Std. Error
30,403
11,598
1,847E-005
,000
1
KURS
-,004
GOLD
OIL
INFLASI
Beta
2,622
,150
,349
1,647
,105
,001
-,519
-2,647
,175
-1,411E-005
,000
-,101
-,672
,504
1,312
,866
,229
1,515
,135
Sumber: data sekunder yang diolah (2016).
Berdasarkan Tabel 4.14 terlihat bahwa koefisien parameter
untuksemua variabel independent yang dipakai dalam penelitian ini
tidak ada yang signifikan di tingkat α= 5% atau 0,05. hal ini dapat
disimpulkan bahwa dalampersamaan regresi yang digunakan tidak
terjadi heteroskedastisitas.
4.3 Uji Hipotesis
4.3.1
Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi hakikatnya diguakan untuk mengukur
seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel
dependenya. Nilai koefisien determinasi adalah diantara nol dan satu.
Nilai R2 yang mendekati satu berarti variabel-variabel independenya
menerangkan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk
memprediksi variasi variabel dependen. Hasil perhitungan koefisien
determinasi tersebut dapat terlihat pada Tabel 4.6 berikut:
49
Tabel 4.6 Koefisien Determinasi
b
Model Summary
Model
R
R Square
a
1
,412
Adjusted R
Std. Error of
Square
the Estimate
,170
,110
13,352
Sumber: data sekunder yang diolah (2016).
Dari tabel di atas nilai adjusted R square adalah sebesar 0,110
menunjukan bahwa variasi variabel independen mampu menjelaskan
11,0%
variabel
dependen,
sedangan
sisanya
sebesar
89,0%
dijelaskanoleh variabel lain diluar variabel independen. Pada nilai
koefisien (R) adalah sebesar 0,412 menunjukan kekuatan hubugan
antara variabel independen terhadap variabel dependen sebesar 41,2%.
4.3.2
Uji t
Uji statistik t pada dasarnya digunakan untuk menampilkan
seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara parsial dalam
menjelaskan variasi variabel independen. Berikut hasil uji SPSS dari
Uji t disajikan pada tabel 4.7 berikut.
Tabel 4.7 Uji Statistik Parametrik Secara Parsial
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
T
Sig.
Coefficients
B
(Constant)
20,336
17,984
4,576E-005
,000
KURS
-,006
GOLD
OIL
1
Std. Error
INFLASI
Beta
1,131
,263
,547
2,631
,011
,002
-,504
-2,624
,011
-2,111E-005
,000
-,095
-,648
,520
1,880
1,343
,207
1,400
,167
Sumber: data sekunder yang diolah (2016).
50
Dari tabel diatas dapat disusun persamaan regresi linier berganda
sebagai berikut: RETURN=20,336 + 0,547 OIL – 0,504 KURS 0,095 GOLD + 0,207 INFLASI + e
Menurut hasil hipotesis yang tercantum pada tabel diatas, dapat
dilihat bahwa hanya variabel harga minyak dunia dan nilai tukar
rupiah terhadap dolar Amerika saja yang mampu mempengaruhi
return saham sektor pertambangan, karena kedua variabel ini memiliki
nilai signifikansi yang kurang dari 0,05 yaitu sebesar 0,11. Sedangkan
untuk variabel harga emas dunia dan inflasi tidak memiliki pengaruh
terhadap return saham, karena nilai signifikansi yang dimiliki oleh
kedua variabel ini lebih besar dari 0,05 yaitu sebesar 0,520 untuk
harga emas dan 0,167 untuk inflasi.
4.4 Pembahasan
Dari persamaan regresi diatas dapat dilihat bahwa variabel independen
pertama yaitu harga minyak dunia memilki pengaruh terhadap return
saham, Karena nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 yaitu sebesar 0,011,
sehingga hipotesis 1 terbukti. Hal ini dikarenakan hampir sebagian besar
emiten dari sektor pertambangan bergerak di sektor sumber daya energi
baik itu batu bara maupun perminyakan. Sehingga secara otomatis apabila
terjadi perubahan harga minyak dapat menimbulkan dampak positif atau
negatif terhadap nilai saham kedua sub sektor yang dominan pada sektor
pertambangan di Indonesia. Hal ini dikarenakan batu bara dan minyak
merupakan barang substitusi dikala salah satunya sedang dalam kondisi
51
harga yang tidak menguntungkan. Sehingga variabel perubahan harga
minyak dunia secara signifikan berpengaruh terhadap return saham sektor
pertambangan. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil yang dilakukan
oleh Charles Havie (2006) da Mark A (2007).
Lalu untuk variabel independen ke dua yaitu nilai tukar rupiah
terhadap dolar Amerika dapat dilihat bahwa variabel ini juga memiliki
pengaruh terhadap return saham. Karena variabel nilai tukar rupiah
menunjukan nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 yaitu sebesar 0,011,
maka hipotesis 2 terbukti. Hal ini disebabkan karena hampir seluruh
perusahaan yang ada di sektor pertambangan melakukan aktifitas ekspor
dan impor untuk hasil tambangnya sehingga jika tiba-tiba terjadi
perubahan nilai kurs maka mayoritas perusahaan yang ada di dalam sektor
pertambangan akan merasakan dampaknya dan hal itu kemudian akan
mempengaruhi nilai dan return saham perusahaan itu sendiri. Hasil
penelitian ini konsisten dengan hasil yang dilakukan oleh fuadi (2009) dan
Valadkhani (2006).
Pada variabel independen ke tiga yaitu harga emas dunia dapat dilihat
bahwa variabel ini tidak memiliki pengaruh terhadap return saham. Hal ini
ditunjukan dengan nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 yaitu 0,520,
sehingga hipotesis 3 tidak terbukti. Hal ini disebabkan karena hanya
terdapat sedikit perusahaan yang bergerak pada subsektor pertambangan
logam dan batuan mineral. Sehingga jika terjadi perubahan harga emas
maka hanya terdapat sedikit perusahaan yang merasakan dampaknya dan
52
hal ini tidak akan terlalu berdampak secara kesuluruhan di sektor
pertambangan. Selain itu emas juga tidak merupakan salah satu fakor yang
menentukan biaya produksi perusahaan. Hasil ini konsisten dengan
penelitian yang dilakukan oleh Witjaksono (2010) dan Gary Twite (2002).
Lalu untuk variabel independen ke empat yaitu inflasi ditemukan bukti
bahwa variabel ini tidak memiliki pengaruh terhadap return saham. Hasil
ini ditunjukan dengan nilai signifikansi yang lebih besar dari 0,05 yaitu
sebesar 0,167. Hal ini dikarenakan rata-rata kebutuhan bahan baku
produksi perusahaan yang ada di sektor pertambangan tidak sensitif
terhadap perubahan inflasi karena bahan baku industri pertambangan
diperoleh dengan
melakukan kegiatan eksplorasi
sehingga tidak
bergantung pada hasil produksi sektor industri yang lain. Maka dari itu
hipotesis 4 tidak terbukti. Hasil ini konsisten dengan penelitian yang
dilakukan oleh Don Bredin, Stuart Hyde dan Gerard O reilly (2007).
Dari hasil penelitian ini dapat dilihat pula harga minyak dunia
berpengaruh positif terhadap return saham pertambangan, jika terjadi
peningkatan harga minyak dunia makan return saham juga turut meningkat
pula. Sedangkan pada variabel nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika
dapat dilihat bahwa terdapat pengaruh negatif pada return saham, jika
terjadi penurunan nilai kurs maka return perusahaan pun akan menurun
akibat terjadinya penurunan nilai saham perusahaan yang disebabkan
karenan turunnya laba perusahaan. Untuk harga emas dunia dapat dilihat
bahwa tidak ada pengaruh negatif pada return saham, sehinga jika terjadi
53
penurunan harga emas dunia tidak akan berdampak pada return saham
pertambangan.begitu pula dengan hasil analisis inflasi tidak ditemukan
adanya pengaruh positif terhadap return saham pertambangan, dikarenaka
harga bahan baku sektor pertambangan tidak sensitif terhadap perubahan
inflasi.
54
Download