BAB I 1.1 Latar Belakang Engkau adalah pelik penarik ingin, serupa dara di balik tirai (Amir Hamzah, PadaMu Jua) Penghargaan sastra merupakaan wujud apresiasi masyarakat terhadap dunia kesusastraan. Karya sang pemenang dari suatu penghargaan akan mendapatkan pengakuan secara simbolik, bahwa karya tersebut merupakan karya yang baik dan layak untuk dibaca dan diapresiasi secara akademik. Seperti pepatah ‘ada gula, ada semut’, para agen dalam masyarakat sastra akan berbondong-bondong untuk dapat memenangkan sebuah penghargaan kesusastraan. Penentuan pemenang dari sebuah penghargaan sastra pastilah tidak sembarangan. Ada tolok ukur tertentu yang digunakan oleh para juri penentu kemenangan. Tolok ukur tersebut yang kemudian akan digunakan para penulis guna mendapatkan kemenangan, dengan kata lain bahwa penghargaan sastra ikut serta dalam menstrukturasi penciptaan karya sastra. Tolok ukur yang digunakan sebagai penentu kemenangan kemungkinan besar juga merupakan hasil dari penstrukturan dari karya-karya yang sudah besar sebelumnya. Dalam sejarah banyak penghargaan sastra secara sadar maupun tidak telah menstrukturasi penciptaan karya sastra. Tolok ukur yang digunakan untuk menentukan pemenang juga distruktur oleh penciptaan karya sastra sebelumnya. Semua berjalan beriringan dalam pembentukan dunia kesustraan yang lebih 1 2 berkualitas demi memajukan kemanusiaan. Sebagai contoh kongkrit adalah penghargaan kesusastraan di Amerika yaitu penghargaan Pulitzer. Penghargaan ini dianugerahkan kepada insan pers dan sastra di Amerika Serikat yang turut andil dalam perkembangan dunia sastra di sana. Penghargaan Pulitzer sendiri sudah dimulai pada tahun 1917. Penghargaan yang usianya hampir seabad ini dinilai sebagai penghargaan yang sukses menstrukturasi dunia kesusastraan. Hal ini dapat dilihat dari ketiadaan kontroversi dalam penganugerahannya. Dalam skala lebih besar, ada penghargaan Nobel kesusastraan. Penerima penghargaan Nobel kesusastraan yang pertama adalah sastrawan Prancis Sully Prodhomme di tahun 1901. Nobel ini juga dibilang merupakan penghargaan kesusastraan yang ikut dalam menstrukturasi kekusastraan dunia kearah yang ‘lebih baik’. Namun ada satu penghargaan sastra yang menuai berbagai macam kontroversi dalam penganugerahannya. Miles Franklin Awards merupakan penghargaan paling bergengsi di Australia yang banyak menuai kontroversi di setiap penganugerahannya. Australia sendiri mempunyai banyak penghargaan sastra. Sampai tahun 1998 terhitung ada 27 penghargaan sastra di Australia. Miles Franklin Awards merupakan penghargaan dengan hadiah uang dan yang fantastis, tahun 1998 hadiah uang berkisar diantara 50.000 AUD (Heseltine, 2001: 14). Miles Franklin Awards dinilai dapat mengubah haluan kesusastraan Australia. Media yang sering menaruh headline besar mengenai Miles Franklin Awards, tentu menjadi katalisator bagi efek berantai yang diciptakan oleh penghargaan ini. Anugerah Miles Franklin Awards digembor-gemborkan sebagai penerus semangat penulis nasionalis feminis Miles Franklin yang memiliki satu kriteria utama untuk 3 menjadi "parameter" penilaian yaitu “reflects Australian life in any of its phases". Parameter tersebut sudah menjadi kontroversi karena ada kekhawatiran bahwa hadiah penghargaan sudah merujuk pada golongan masyarakat tertentu di Australia. Selain itu, kekhawatiran juga muncul pada penafsiran tentang Keaustraliaan yang kemudian terus mendominasi diskusi publik sastra seputar penghargaan Miles Franklin Award. Masalah Keaustraliaan juga menjangkiti salah satu juri Miles Franklin Awards, Colin Roderick yang sudah menjadi juri sejak penghargaan pertama pada tahun 1990 akhirnya mengundurkan diri dari penjurian. Roderick mundur mungkin disebabkan karena perdebatannya dengan juri lain tentang Keaustraliaan. Melalui berita yang pernah dilansir dalam situs The Australian (http://www.theaustralian.com.au), alasan Roderick mundur sebagai juri lebih karena salah satu daftar pemenang tahun 1990 yaitu Nicolas Jose. Novel Jose berjudul Avenue of Eternal Peace yang diterbitkan pada tahun 1989 tidak mencerminkan Australia. Menurut Roderick novel tersebut berbicara tentang Tiongkok. Hal tersebut dibantah oleh Jose, ia mengatakan bahwa novelnya semacam metafora yang menggambarkan "kapal Australia" tenggelam di lautan Tiongkok. Jose dalam wawancaranya bersama The Australian, mengatakan bahwa metafora yang digunakan memang tidak jelas. Untuk melihat Australiannes dalam novel tersebut, pembaca harus seperti menyelam diantara ‘lautan narasi tentang Tiongkok’ untuk menemukan kapal Australia. Secara kasat mata bisa dilihat bahwa peran agen dalam penghargaan kesusastraan dan dunia penulisan novel tidak bisa dipandang sebelah mata. Agen- 4 agen yang merupakan individu dengan kesadaran dan pemahaman atas tindakannya dapat mengubah jalanya proses strukturasi dengan penggunaan kriteria yang bisa dibilang merupakan hal yang tidak stabil. Secara implisit dari pemberitaan media yang gencar bahwa tolok ukur Keaustraliaan menjadi kambing hitam mengapa pemenang penghargaan perlu dipermasalahkan. Padahal Keaustraliaan kemungkian dapat diterima sebagai nilai yang universal bagi masyarakat Australia, namun definisi nilai tersebut seakan mengalami pergeseran dalam setiap kurun waktu tertentu. Pergeseran Keaustraliaan yang dilakukan oleh Miles Franklin Awards kemungkinan terkait pada keinginan individu maupun institusi karena pelaksanaan penghargaan ini juga merupakan keinginan dari Miles Franklin melalui surat wasiatnya. Kemudian Keaustraliaan yang dibangun oleh Miles Franklin Awards tidak sejalan dengan pemaknaan publik sehingga hal tersebut menyebabkan kontroversi. Mundurnya Colin Roderick merupakan contoh bagaimana Keaustraliaan menjadi masalah besar dalam jalannya penghargaan Miles Franklin Awards. Mundurnya Roderick pada Miles Franklin Awards bukanlah sebuah keputusan yang turun dari langit ataupun wahyu dari Tuhan yang diturunkan padanya. Sebagai seorang agen yang mempunyai kapasitas dan dominasi, keputusan Roderick mempunyai sebab serta akibat. Roderick sebagai agen dalam kasus ini bukanlah seorang individu yang distruktur oleh narasi-narasi Keaustraliaan yang disematkan padanya, Roderick pun dalam hal ini ikut menstrukturasi Keaustraliaan sehingga dapat disimpulkan bahwa Keaustraliaan yang dibangun oleh Roderick telah bergeser dan juga telah menggeser dirinya. 5 Kontroversi Roderick hanyalah contoh kecil bagaimana Keaustraliaan bermasalah dalam Miles Franklin Awards. Pada kronologi sejarah penghargaan ini, Keaustraliaans telah mengundang kontroversi dan perdebatan internal para juri. Terhitung pada tahun 1973, hanya setengah lusin buku yang dimasukkan sebagai nominasi penerima penghargaan. Namun menurut para juri tidak ada satupun yang memenuhi kriteria Keaustraliaans. Sehingga untuk pertama kalinya dalam sejarah, di tahun tersebut tidak ada penghargaan yang diberikan. Bahkan pada tahun 1978 muncul kontroversi yang mengganggu jalannya Miles Franklin Awards pada tahun-tahun berikutnya. Karya Christopher Koch The Year of Living Dangerously dianggap tidak memenuhi kriteria karena menurut para juri, novel itu dinilai gagal mewakili kehidupan Australia. Koch menulis kepada juri untuk mengajukan banding atas keputusan tersebut. Ia beralasan bahwa walaupun settingnya ada di Indonesia, novelnya tetap mencerminkan semangat Australia. Namun juri yang diwakili oleh Beatrice Davis menolak pengajuan Koch. Kasus lain terjadi pada tahun 1994 yaitu juri Miles Franklin Award memutuskan bahwa tiga pendatang baru yang oleh publik Australia dianggap "kurang Australia" masuk dalam daftar pemenang penghargaan. Kemenangan The Grisly Wife karya Rodney Hall menuai kontroversi menurut para juri yang diunggah dalam situs resmi Miles Franklin Awards, "Essentially, Hall distinguishes between the fundamentalist and nonconformist cast of mind, and that is a very unusual subject for an Australian writer." Subjek dalam hal ini menjadi semacam bentuk baru dari pada Keaustraliaan yang banyak ditentang publik. Seperti yang diunggah oleh portal berita The Age, seri kedua dari The Edith trilogi 6 karya Frank Moorhouse yaitu Grand Days dinilai lebih layak menerima penghargaan itu karena dinilai lebih merepresentasikan wanita modern Australia ketimbang karya Hall yang hanya terjebak dalam kehidupan domestik (http://www.theage.com.au/art-literature/year-1994/Controversy-of-Rodney-Hallin-Miles-Franklin-Awards/). Kontroversi terbesar dalam Miles Franklin Awards adalah kemenangan Helen Demidenko pada tahun 1995. Berbeda dengan kontroversi yang terjadi sebelumnya, kontroversi Demidenko menarik perhatian publik yang luas (Nolan,2005:95). Setelah hampir 50 tahun akhirnya Miles Franklin Awards menganugerahkan novel yang tidak ada unsur Australia sama sekali (The Australian 13 Juni 1996). Penyebab kontroversi yakni keluarga fiktif yang diceritakan penulis pada beberapa wawancara resminya. Kemenangan Demidenko menunjukan Keaustraliaan telah mengalami pergeseran yang begitu signifikan jika dibandingkan dengan kontroversi-kontrovesi yang telah lalu. Kontroversi yang diakibatkan pengakuan Demidenko sebagai keturunan Ukraina menunjukan bahwa Miles Franklin Awards ‘merayakan’ identitas Demidenko yang bukan berasal 100% Australia. Tentu saja hal ini menunjukan bahwa ada sesuatu di balik bergesernya Keaustraliaan yang begitu signifikan hingga menembus semua kalangan. Kronologi kasus-kasus besar yang terjadi dalam Miles Franklin Award mengisyaratkan bahwa agen yang bermain dalam Miles Franklin Awards baik berupa juri, media, ataupun pengarang mempunyai pemaknaan tersendiri atas Keaustraliaan dan berimplikasi pada tindakan mereka. Tindakan yang dilakukan 7 oleh para agen merupakan tindakan yang terstruktur namun tindakan tersebut juga menstrukturasi Keaustraliaan pada jalannya Miles Franklin Awards dan Keaustraliaan pada sastra Australia. Nilai-nilai kebangsaan semacam Keaustraliaan mempengaruhi proses strukturasi dalam masyarakat umum. Sebagai contoh bagaimana nilai kebangsaan ‘mempersatukan’ Indonesia pada tahun 1928. Sedangkan pada kasus ini nilai-nilai kebangsaan malah menuai kontroversi berkepanjangan. Petikan puisi legendaris Indonesia “Engkau adalah pelik penarik ingin, serupa dara di balik tirai” seakan tepat menggambarkan masalah pada Miles Franklin Awards. Para agen yang bermain dalam Miles Franklin Awards seakan memasang cermin di balik tirai masing-masing. Saat agen saling mengintip apa yang ada di balik tirai, sebetulnya dia juga sedang melihat diri sendiri yang berbentuk bayangan terbalik pada cermin yang terdistorsi oleh agen lain. Dari situlah tindakan agen yang saling mengintip dilaksanakan. Jika seorang agen seakan melihat naga dari balik tirai dengan mulut penuh api, maka agen tersebut pasti akan menyiapkan pertahanan diri, padahal naga tersebut merupakan bayangan cermin agen itu sendiri yang terdistorsi oleh tindakan agen lain. Maka kemungkinan besar yang menjadi biang kontroversi Miles Frankin Awards adalah pola tindakan agen yang kemudian menstrukturasi Keaustraliaan dalam kancah kesusastraan Australia. 1.2 Rumusan Masalah Seperti apa yang sudah diutarakan dalam latar belakang di atas, bahwa proses strukturasi antara sastra dan penghargaan sastra merupakan hal yang umum terjadi dalam dunia sastra. Namun apa yang terjadi dalam penghargaan sastra di Australia 8 yaitu Miles Frankin Awards malah menuai banyak kontroversi. Peranan agen dalam pembentukan Keaustraliaan menjadi hal yang sentral. Agen dalam hal ini adalah individu yang kompeten sebagaimana setiap tindakan yang dia lakukan merupakan tindakan yang dipikirkan secara matang dengan efek-efek yang sudah dikalkulasi sebelumnya. Tindakan yang dilakukan para agen tersebut malah menjadi api dalam sekam sehingga menyulut kobaran kontroversi. Penjabaran rumusaan masalah ini dapat dikerucutkan menjadi pertanyaan riset yaitu: 1. Bagaimana agen bermain dalam Miles Franklin Awards sehingga membentuk pergeseran Keaustraliaan dalam sastra Autralia? 2. Strukturasi seperti apa yang ada di balik kontroversi Miles Franklin Awards? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan pola perilaku agen-agen sastra yang bermain di belakang atau di depan layar Miles Franklin Awards. Setelah pola perilaku para agen terdeskripsi, langkah selanjutya adalah tahap analisis guna mencari strukturasi yang ada di balik proses Miles Franklin Awards. Secara pragmatik tujuan penelitian ini yaitu untuk menjawab bagaimana definisi kebangsaan Australia sebagai bangsa majemuk yang dimunculkan dalam dunia kesusastraan berpengaruh dalam pembentukan masyarakat Australia. Masyarakat Australia yang terdiri dari berbagai latar belakang yang berbeda pasti mempunyai definisi tentang kebangsaan mereka masing-masing. Dalam dunia kesusastraan definisi tentang kebangsaan yang bermacam-macam tersebut dapat dimunculkan. Nantinya dari berbagai macam definisi yang didapat, kemungkinan 9 dapat menstrukturasi definisi 'bersama' tentang kebangsaan yang dapat mempererat persatuan dan rasa kebangsaan. 1.4 Ruang Lingkup Penelitian Teori utama dalam tesis ini adalah strukturasi Anthony Giddens. Teori struktukturasi menggunakan konsep duree yang bisa berarti durasi. Jadi Giddens tidak bisa berfokus hanya pada pergeseran Keaustraliaan pada satu tahun saja. Miles Franklin Awards sudah berjalan selama lebih dari setengah abad. Guna membatasi hal tersebut maka tesis ini hanya akan berfokus pada tahun-tahun dimana Miles Franklin Awards menuai kontroversi dan permulaan Miles Franklin Awards. Agen-agen yang dianalisis hanya pada juri dan beberapa tokoh yang menyebabkan kontroversi pada jalannya Miles Franklin Awards. Juri dan tokohtokoh tersebut berperan sebagai poros struktur. Tindakan mereka akan menjadi rujukan para agen sastra Australia lain yang berperan baik di dalam maupun di luar Miles Franklin Awards 1.5 Tinjauan Pustaka Sejauh ini belum ditemukan makalah, tesis, ataupun disertasi dengan obyek material maupun obyek formal yang sama. Jika ditelisik dari obyek formalnya, teori stukturasi dari Anthony Giddens bukan merupakan teori yang baru, sudah cukup banyak diterapkan dalam analisis tesis maupun desertasi. Namun teori strukturasi Anthony Giddens sejauh ini belum ada yang diterapkan dalam kasus Miles Franklin Awards. Ada beberapa artikel yang membahas Miles Franklin Awards. Patrick Allington pernah menulis artikel tentang kontroversi Miles 10 Franklin Awards dengan judul ‘What is Australia anyway?’ The glorious limitations of Miles Franklin Literary Awards yang diterbitkan di Australian Book Review 30 Juni 2011. Allington dalam artikelnya hanya menjabarkan masalahmasalah yang terjadi dalam Miles Franklin Awards tanpa mengunakan kerangka teori. Sedangkan tesis ini akan mengunakan teori strukturasi Giddens untuk menggali lebih dalam tentang mengapa kontroversi bisa terjadi. Paul Washington juga pernah menulis tentang kontroversi Miles Franklin Awards dengan judul The Postcolonial, the National and Australian Cultural Studies: The Case of Miles Franklin Awards. Washington dalam tulisannya hanya mengulas kontroversi Helen Demidenko dan kerangka teori yang digunakan adalah Poskolonial Homi Bhabha yang bertumpu pada konsep narasi kebangsaan. Tesis ini mencoba untuk mengulas kontroversi yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya dan tidak hanya berfokus pada kontroversi Helen Demidenko saja. Konsep narasi kebangsaan juga akan digunakan dalam tesis ini, karena tesis ini membahas tentang Keaustraliaan yang tidak lepas dari konsep narasi kebangsaan. Berbeda dengan tulisan Washington, tesis ini mengunakan konsep narasi kebangsaan dalam bingkai teori strukturasi Giddens, di mana narasi kebangsaan dapat dikategorikan sebagai hambatan struktural. Harry Heseltine yang merupakan mantan juri Miles Franklin Awards juga menulis buku tentang penghargaan tersebut dengan judul The Most Glittering Prize: The Miles Franklin Awards. Buku tersebut hanya berisi deskripsi tentang kontroversi-kontroversi dalam Miles Franklin Awards tanpa kerangka teoritis apapun. Sedangkan asal muasal mengapa 11 terjadi kontroversi tidak terdeskripsikan dengan jelas. Maka buku ini hanya akan dijadikan salah satu sumber dalam penulisan tesis ini. 1.6 Landasan Teori Tesis ini akan menggunakan teori strukturasi yang dikonseptualkan oleh Anthony Giddens. Giddens selama ini telah menerbitkan sekitar 30 buku tentang sosiologi. Buku tersebut ada yang merupakan proyek tunggal ataupun rangkaian dari pemikiran Giddens. Pada buku yang berjudul Structuration Theory yang pertama terbit dengan bahasa Inggris, Giddens menentukan posisi pemikirannya dalam belantara teori sosiologi. Setelah buku itu terbit, Giddens berfokus pada masalah globalisasi (Jones & Karsten, 2008:127). Maka tesis ini akan menggunakan teori strukturasi yang tertuang pada buku Structuration theory karya Giddens. Pemilihan teori ini berdasarkan pada masalah pergeseran struktur yang diakibatkan oleh permainan individu. Hampir sama dengan Piere Bordieou, Giddens penempatkan teorinya diantara struktur dan individu. Kemampuan analisis teori Giddens lebih kuat pada pergeseran-pergeseran yang terjadi dalam proses strukturasi. Oleh karena itu, teori Giddens menjadi alat untuk menjabarkan pergeseran dalam masyarakat kesusastraan Australia. Secara eksplisit memang Giddens tidak menjelaskan apa itu kontroversi, namun posisi kontroversi dalam peta teori strukturasi bisa ditelusuri. Teori strukturasi mengadopsi sistem duree yang bisa dialih-bahasakan menjadi durasi. Jadi strukturasi merupakan proses, pergeseran dalam rentang panjang waktu merupakan hal yang ‘natural’. Giddens menempatkan teori strukturasi diantara strukturalisme dan subjektivisme. Menurut 12 Giddens, agen dan struktur berdialektika dan menggesaer satu sama lain dalam ruang dan waktu ( Giddens,2011:5). Jika pergeresan tersebut menjadi tidak natural dalam arti terjadi masalah ataupun respon keras dari para agen dalam strukturasi maka bisa dibilang hal tersebut merupakan kontroversi. Posisi Keaustraliaan pada teori strukturasi Giddens adalah sebagai hambatan struktural dan juga pemberdaya struktural. Keaustraliaan bercampur dalam strukturasi yang kemudian menjadi referensi tindakan bagi para agen dalam strukturasi. Kadang perbedaan pemaknaan dapat menghambat proses strukturasi. Keaustraliaan dapat membentuk kerangka rasionalisasi tindakan sehingga dapat menciptakan penghambat struktur. 1.6.1 Agen dan Agensi Salah satu fondasi pemikiran Giddens dalam teori strukturasi adalah individu yang diartikan sebagai subjek berpengetahuan dan cakap memainkan peran yang penting dalam pembetukan struktur yang kemudian dalam teori ini, dipahami dengan istilah agen. Agen dalam pengertian Giddens mempunyai kuasa untuk berkehendak dan tahu mengapa ia melakukannya dan tahu apa yang ia lakukan. Menurut Giddens, semua tindakan mempunyai tujuan. Sehingga dapat ditekankan bahwa agen adalah individu berpengetahuan dan tindakan mereka mengandung maksud dan tujuan. Berkenaan dengan tindakan yang dilakukan agen, Giddens mengkolaborasikan tindakan agen dengan mengunakan konsep psikoanalitis Freudian. Konsep prasadar (preconscious) Freud dianalogikan sebagai kesadaran praktis dalam repertoar konsep psikoanalisis. Kemudian 'ego' oleh Giddens disebut dengan I (aku), I kemudian dijadikan semacam agen mini yang menggunakan dan 13 mengembangkan repertoarnya untuk pemosisian agen tersebut dalam perjumpaanperjumpaan sosial. Agen dan struktur mempunyai hubungan secara ontologis, keduanya tidak sama namun juga tidak berbeda. Keduanya tidak bisa dipisahkan, keduanya harus dilihat dalam korespondensinya yang berbeda terhadap praktik sosial (Craib, 1992:35). Menurut Giddens, agen dalam hal ini tidak mempunyai kesempurnaan dalam pengetahuannya. Maka perlu diciptakan kosensus tentang batasan-batasan kemampuan mengetahui manusia. Menurut Giddens, “kemampuan mengetahui pelaku selalu dibatasi di satu sisi oleh konsekuensi tindakan yang tidak sadar, dan di sisi lain, oleh konsekuensi tindakan yang tidak diketahui/tidak dimaksudkan" (Giddens, 2011:12). Tindakan-tindakan tidak sadar mungkin tidak tampak rasional, namun tindakan tersebut diatur oleh perilaku tidak sadar yang tidak bisa diatur seseorang. Tindakan seperti ini seringkali dibenarkan atau diabaikan jika tindakan tersebut sesuai dengan kosensus masyarakat dimana agen itu menjalani praktek sosialnya atau tindakan itu diartikan sebagai salah ucap sementara. Untuk memahami konsep tersebut dalam realitas, Giddens menggunakan contoh seorang pelaku yang menghidupkan lampu. Motif di balik menghidupkan lampu ini adalah untuk menerangi ruangan. Konsekuensi lain dari tindakan ini adalah mengusir pencuri. Pengusiran pencuri adalah konsekuensi yang tidak dimaksudkan (Giddens, 2011:20). Konsekuensi-konsekuensi ini adalah hasil dari aktivitasaktivitas yang memunculkan hasil yang berbeda dari yang diharapkan. Untuk memahami konsekuensi seperti yang dicontohkan oleh Giddens di atas yang penting adalah melihat hasil dari tindakan tersebut bukan motif mengapa agen 14 melakukan hal yang demikian. Giddens juga tidak mengesampingkan motif, dia melihat motif sebagai respon dari hasil tindakan agen lain dalam struktur Giddens, 2011:22) Munurut contoh di atas dapat disimpulkan bahwa pelaku tidak relevan adalah benar. Tidak relevan namun dalam situasi-situasi yang kompleks, konsekuensikonsekuensi itu berpengaruh. Karena tindakan adalah hasil dari seorang individu (agen), maka ia menjadi unsur yang penting dari pengaruh seorang individu dalam menggerakkan masyarakat. Meskipun Giddens menggarisbawahi bahwa individu bertindak sebagai agen manusia, ia menempatkan agen sebagai unsur pembentuk dari proses pembuatan sejarah daripada yang membuat sejarah. Jadi untuk memahami teori Giddens, penting memahami hubungan antara masyarakat dan individu. Giddens menyebut hubungan ini dengan “dualitas struktur”. Agensi jadi bisa diartikan sebagai konsepsi tindakan yang dilakukan oleh para agen sehingga membentuk pola tindakan yang membentuk sekaligus dibentuk struktur. Dualitas struktur yang dikonsepkan oleh Giddens berdasarkan konsep agensi dan dualitas struktur dapat dilihat dari agensi yang dilakukan oleh seorang agen atau beberapa agen yang mempunyai agensi yang serupa. Pola tindakan yang dilakukan oleh agen merupakan percampuran antara refleksi yang dia lakukan terhadap struktur masyarkat dan hasilnya adalah pola tindakan yang disebut sebagai agensi. 1.6.2 Teori Strukturasi Menurut teori strukturasi yang dikonsepkan oleh Giddens, perubahan sosial merupakan serangkaian episode panjang yang tidaknya berhenti dalam satu babak 15 saja. Menurut Giddens perubahan sosial tidak hanya berhenti pada penelaahan sejarah dan kelas saja seperti apa yang telah dikonseptualkan oleh pendahulunya yaitu Karl Marx. Lebih jauh lagi Giddens melihat perubahan sosial sebagai rangkaian perubahan dan upaya melacak melalui rangkaian tersebut sebagai proses transmutasi institusianal (Giddens, 2011:379-380). Perubahan sosial menurut Giddens bergantung pada perpaduan kondisi/lingkungan dan peristiwa yang bisa saja berbeda wataknya tergantung pada variasi konteks. Agen dalam hubungannya terhadap perubahan sosial adalah beradaptasi dengan perilaku strategis. Teori strukturasi berawal pada kritik tentang pendekatan-pendekatan besar dalam ilmu sosial seperti hermeneutika, fungsionalsme dan strukturalisme. Pendekatan-pendekatan macam ini dinilai menjebak pada intepretasi tentang dualisme determinisme struktur dan agensi. Hermeneutik dan fungsionalisme yang menganggap penggalangan sejarah dan kebudayaan individu sebagai elemen penting yang menentukan pergerakan interpersonal secara kolektif. Atau strukturalisme yang menghilangkan agensi karena strukturturalisme menganggap agent sebagai sebuah benda mati dan yang menentukan tindakan individu adalah struktur atau subjek kolektif. Menurut Giddens letak kekacauan dalam ilmu sosial adalah kegagalan ontologis yang meletakan obyek dalam kajian ilmu sosial. Obyek utama ilmu sosial bukanlah “peran sosial” (social role) seperti dalam fungsionalisme Parsons, bukan “kode tersembunyi” (hidden code) seperti dalam strukturalisme Levis-Strauss, bukan juga “keunikan situasional” seperti dalam interaksionisme-simbolis Goffman. Bukan keseluruhan, bukan bagian, bukan struktur dan bukan juga pelaku perorangan, melainkan titik temu antara keduanya. 16 Itulah praktik sosial yang berulang serta berpola dalam lintas ruang dan waktu (Giddens 1-3: 2011). Giddens meletakan teori strukturasi sebagai penengah yang mendamaikan ketegangan antara kedua kutub tersebut dengan menempatkan konsep dualitas sebagai titik penting dalam penganalisaan sosiologi. Dualitas yang dimaksud Giddens adalah memisahkan kedua entitas antara subjektivisme dan obyektivisme, maka hubungan antara struktur (subjek kolektif) maupun pelaku, praktek-praktek sosial, proses, ruang dan waktu bukan bersifat hirarkis yang mendominasi satu sama lain, namun keduanya bersifat dialektik. Dualitas tersebut terjadi melalui praktek sosial yang berulang dan terpola dalam lintas ruang dan waktu. Menurut Giddens inilah yang seharusnya menjadi obyek ilmu-ilmu sosial. Dalam dualitas tersebut Giddens mengunakan hermeneutik dalam mengintepretasikan aktivitas-aktivitas sosial aktor manusia sebagai kemampuan refleksi secara khas terlibat dalam suatu cara yang terus menerus yang memiliki kemampuan perilaku sehari-hari yang kemudian disebut Giddens sebagai refleksifitas. Syarat terwujudnya refleksifitas apabila ada kesinambungan praktekpraktek yang membuatnya jelas sama di sepanjang ruang dan waktu sehingga dapat disimpulkan bahwa reflektifitas hanya bekerja dalam tataran diskursif saja. Pengetahuan dan rasionalisas agen-agen tentang apa yang dilakukannya dan mengapa mereka melakukannya kemampuannya mengetahui sebagai pelaku kebanyakan dilakukan dalam kesadaran praktis. Ranah kesadaran praktis terdiri dari segala sesuatu yang menjadi rujukan intelektualitas para aktor tentang bagaimana bertindak dalam konteks kehidupan sosial tanpa harus memberikan ekspresi diskursif secara langsung. 17 Giddens dalam teori strukturasinya menjelaskan bahwa hubungan antara agen dan struktur bersifat dualitas, bukan hubungan dualisme. Agensi manusia dan struktur sosial berhubungan satu dengan lainnya dalam satu cara, yang mana struktur merupakan dasar bagi segala tindakan individu, dan tindakan-tindakan individu mereproduksi struktur. Ini berarti bahwa struktur sosial ada dalam bentuk tindakan dan modalitas yang mempunyai hubungan dialektis dengan unsur-unsur struktural, bahkan juga berarti bahwa unsur-unsur ini dapat diubah ketika orang mereproduksinya secara berbeda. Pelaku secara refleksif menyajikan suatu simbol refleksi berkontinuitas, entah itu dalam tatanan sebagai seorang individu atau pun subjek kolektif pelaku. Interaksi-interaksi melahirkan proses refleksi yang mempengaruhi satu sama lainnya dan juga mempengaruhi muatan strukturnya. Struktur kemudian dapat didefinisikan sebagai pola-pola tindakan dan tatanan virtual dari tindakan dan modalitas. Tindakan-tindakan berlangsung dalam wilayah-wilayah struktural. Struktur dan agensi (dengan tindakan-tindakannya) tidak bisa dipahami secara terpisah. Pada tingkatan dasar, misalnya orang menciptakan masyarakat, namun pada saat yang sama orang juga dikungkung dan dibatasi (constrained) oleh masyarakat. Struktur diciptakan, dipertahankan, dan diubah melalui tindakan-tindakan agen. Sedangkan tindakan-tindakan itu sendiri diberi bentuk yang bermakna (meaningful form) hanya melalui kerangka struktur. Jalur kausalitas ini berlangsung ke dua arah timbal-balik, sehingga tidak memungkinkan bagi kita untuk menentukan apa yang mengubah apa. Struktur dengan demikian memiliki sifat membatasi (constraining) sekaligus membuka kemungkinan (enabling) bagi tindakan agen. 18 Dimensi-dimensi dari dualitas struktur dapat diberikan dalam diagram yang terkenal berikut ini: Struktur Modalitas Pemaknaan ----- Dominasi ---- Legitimasi I I I Kerangka Fasilitas Norma I I Kekuasaan ---- Sanksi penafsiran I Interaksi Komunikasi ---- Gambar 1.1 Bagan dimensi-dimensi dari dualitas struktur dari buku Giddens "Teori strukturasi" halaman 46 Struktur sosial dan interaksi agen dapat dibagi menjadi tiga dimensi dan karakter berulang dari tiga dimensi ini diilustrasikan dengan modalitas (saranasarana) penghubung. Maka ketika manusia berkomunikasi, mereka menggunakan kerangka penafsiran untuk membantu memahami interaksi. Pada saat yang sama, interaksi-interaksi tersebut mereproduksi dan memodifikasi kerangka-kerangka penafsiran tersebut yang melekat dalam struktur sosial sebagai pemaknaan. Begitu pula infrastruktur untuk mengolah sumber daya dibangun dalam kendali kekuasaan dan menghasilkan serta mereproduksi struktur dominasi. Aturan-aturan moral membantu menentukan apa yang bisa diberikan sanksi dalam interaksi manusia, yang memunculkan struktur-struktur legitimasi. Konsep dan teori Giddens tentang strukturasi memberikan pilihan paradigmatik baru bahwa tidak mesti strukturlah atau sebaliknya subjeklah yang dominan dalam praktik kehidupan sosial manusia atau masyarakat itu. Kemudian secara gamblang Giddens memposisikan semua aktivitas sosial dalam tiga 19 hubungan penting. Giddens kemudian menyebutnya sebagai “tiga momen perbedaan yang saling menyilang”. Giddens kemudian menjelaskan bahwa aktivitas sosial selalu dibentuk dalam tiga momen. Momen-momen tersebut adalah: (1) temporer; (2) paradigmatik; (3) spasial. Hubungan antar momen ini penting untuk memahami perubahan sosial. Sejarah masyarakat dan letak geografi suatu wilayah menjadi hal yang esensial untuk memahami perubahan sosial karena mereka memberikan pengaruh yang kuat bagi serangkaian tindakan yang ada pada agen atau pelaku. Penekanan pada relasi waktu dan ruang ini adalah salah satu dari kontribusi paling penting yang diberikan Giddens kepada teori sosial. Relasi waktu-ruang bukan terjadi secara kebetulan bagi pembentukan masyarakat dan perilaku kehidupan sosial. Pembentukan atau perkembangan masyarakat terikat tidak hanya kepada orang dan struktur masyarakat, namun juga dipengaruhi oleh proses-proses historis dan geografis yang mempengaruhi masyarakat. Menurut pengertian di atas dapat dikatakan bahwa semua tindakan yang dilakukan agen dalam kehidupan sosial hanya berlangsung dalam waktu dan ruang. Kemudian muncul persoalan bagaimana hubungan waktu dan ruang muncul dalam praktik sosial. Faktor-faktor hubungan ruang dan waktu tersebut menurut Giddens merupakan faktor yang membedakan masyarakat modern dari masyarakat sebelumnya. Giddens kemudian dalam terminologinya menyebut gejala ini sebagai “perentangan waktu-ruang” yang sebenarnya berisi “pemisahan” waktu dari ruang. Pemisahan waktu dari ruang inilah pembeda antara masyarakat modern dan bukan modern. Melalui proses pencabutan waktu secara global dari ruang, maka akan terjadi sebuah era yang disebut dengan globalisasi. Tanpa pencabutan waktu 20 dari ruang, tidak akan ada globalisasi. Namun yang perlu dicatat bahwa perentangan sekaligus pemadatan waktu dan ruang hanya mungkin terjadi karena perkembangan teknologi yang amat pesat. Giddens secara implisit mengaitkan kontroversi dengan hambatan yang baginya berarti sanksi yang kemudian bergerak menuju pada hambatan secara struktural. Giddens mengkonseptualkan hambatan tidak terbatas pada kemampuan penerimaan sang agen ataupun hambatan secara fisik (seperti batas ruang dan waktu). Lebih jauh Giddens mengaitkan hambatan kepada unsur kekuasaan. Menurut Giddens kekuasaan merupakan sarana untuk mewujudkan atau menyelesaikan sesuatu. Kekuasan memiliki dua mata pisau yang berbeda selain digunakan sebagai pembedayaan, kekuasaan juga merupakan biang dari hambatan (Giddens, 2011:270). Kekuasaan menghambat struktur dengan mengunakan sanksi yang memiliki wudud beraneka rupa. Sanksi menurut Giddens tidak hanya berupa berbentuk paksaan yang tidak bisa dilawan oleh agen yang mendapatkannya. Sanksi menurut Giddens lebih pada dialektika kontrol, agen juga menentukan sanksi bagi dirinya sendiri. Menggunakan analogi ancaman kematian kepada agen yang terkena sanksi, Giddens secara jelas mengungkapkan bahwa sanksi lebih besifat dialektis dimana hubungan antara kekuasaan dan agen menjadi salah satu penentu wujud sanksi yang diberikan. Menurut Giddens relasi kekuasaan sering berkaitan erat dengan pola perilaku masyarakat, terutama perilaku rutin yang dimotivasi oleh beragam motif dan juga sanksi (Giddens, 2011:272) 21 Hambatan Material Hambatan Struktural Hambatan yang berasal dari konteks-konteks aksi, yaitu, dari watak ‘alami’ sifat-sifat struktural vis-a-vis aktor yang menempati situasi. Tabel 1.1 Perbedaan hambatan material, sanksi, dan hambatan struktural Hambatan yang berasal dari watak dunia material dan dari sifat fisik tubuh. Sanksi (Negatif) Hambatan yang berasal dari respon-respon hukuman pada pelakupelaku tertentu terhadap pelaku lain. Menurut Giddens semua sifat struktural sistem sosial mempunyai ‘obyektivitas’ struktural yang sama dengan vis-a-vis agen. Seberapa jauh sifat struktural tersebut merupakan bentuk dari penghambatan struktural semua berkaitan dengan konteks dan hakikat urutan aksi dan jalur interaksi tertentu (Giddens, 2011:274). Penjelasan Giddens tersebut seakan menyiratkan bahwa perilaku agen yang bertujuan dan dipikirkan dengan matang merupakan persilangan dari konteks material dan sosial agen dengan perilaku yang berciri hambatan dan memberdayakan. Sifat keduanya tidaklah statis namun berubahubah secara historis. Dalam konteks kasus Miles Franklin Awards hambatan struktural yang terjadi karena penggunaan terminologi ‘Keaustraliaan’. Sebagai narasai kebangsaan Keaustraliaan merupakan ruang yang definitif dimana setiap agen dalam proses strukturasi dapat mendefinisikannya. Masalah tetang nation seperti yang diusung oleh Miles Franklin Awards sebetulnya bukan hal baru. Lebih dari dua ribu tahun yang lalu filusuf Yunani Plato telah mengemukakan tentang borokborok sebuah ide yang disebut dengan nation. Dengan analogi sekelompok buruh yang dibatasi sebagai ruang tertutup, Plato mengibaratkan nation sebagai sistem pembagian kerja buruh di kota-kota kuno Yunani. Pembagian ini membedakan antara ruang dimana kegiatan itu mengatur berlangsungan pekerjaan sekaligus 22 ruang lingkup kontrol. Hal tersebut memunculkan saling ketergantungan di kalangan pekerja yang tidak akan mungkin terjadi dalam ruang yang terdefinisi secara terbatas. Ruang kemudian harus segera diartikulasikan dari luar. Sebuah garis kemudian ditarik di sekitar kawasan interaksi fungsional antara buruh karena faktanya bahwa sebuah divisi canggih yang disebut dengan nation tidak cukup untuk menyediakan semua kebutuhan masyarakat (Ophir, 1991:74). Pada kenyataannya penyematan nation hanyalah sebagai pelekat sesuatu yang sebenarnya sudah terpecah. Seperti sistem gir pada kendaraan bermotor, konsep nation merupakan oli yang memuluskan gesekan antar gir sehingga tidak ada kerusakan parah karena gesekan tersebut. Gesekan tersebut tetaplah ada dan pasti ada, namun nation meminimalisir gesekan dan menjaga supaya sistem tetap bekerja pada polanya. Untuk menyatukan hal yang berbeda, Plato mengkonseptualkan bahwa hal yang pertama membentuk sebuah nation adalah logika persatuan, bukan kesamaan sejarah. "Socrates tidak berpura-pura menjadi seorang sejarawan, bahkan jika kota babi yang menggemakan mitos zaman keemasan hilang, mungkin yang hilang hanya latar belakang gagasan penurunan sejarah manusia". Nation jika ditarik ke dalam konteks ini merupakan suatu ruang yang lebih kompleks dari interaksi manusia tanpa memperhatikan urutan temporal. Berbeda dengan mitos pembentukan kotakota kuno yang melibatkan dewa tetapi menempatkan tindakan dalam waktu. Kemudian hal ini membatasi waktu untuk interaksi manusia yang sudah ada. Fungsi waktu dalam nation, bukan fungsi demarkasi dari sebuah dunia spasial namun lebih pada pembatasan secara temporal. 23 Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa nation sejatinya hanya pelumas mesin yang meminimalisir gesekan. Jadi nation semacam penengah antara dua atau lebih ruang pecah, di mana hanya ada satu jenis gerakan pada satu waktu. Gerakan dramatis dapat 'menganggu' keseluruhan sistem. Gerakan dramatis tersebut dapat digunakan untuk menyiapkan sebuah bentuk dan sistem nation baru atau sekedar menanyakan kembali tentang nation yang sudah ada. Seperti yang sudah diutarakan di atas bahwa nation sejatinya merupakan benda pecah belah yang kemudian disatukan dalam satu panji. Namun pemersatuan itu tetap semu karena sekat antar pecahan sejatinya hanya dilem dengan suatu panji yang disebut dengan nation. Awal permulaan penjajahan, nation sudah tidak dibentuk sebagaimana mestinya. Dalam analogi Said, timur (terjajah) dianalogikan sebagai dramawan, dengan para orientalis (ahli kajian timur) sebagai sutradaranya. Timur diwujudkan sedemikian rupa kepada para penonton, yang terdiri tidak hanya para pembaca Barat, tetapi juga mereka membenarkan skenario sang sutradara. Bagi Barat, identitas Timur “benar-benar tak punya tanda, kecuali warna sepia. Cokelat tua. Setua sezaman kita” (Said, 2010:xi). Dalam proses dekolonialisasi, para bangsa terjajah sepertinya juga melakukan pemecahan kembali terhadap apa yang sudah dibentuk oleh penjajah. Nation kembali dibuka dan dipecahkan kemudian dibentuk dan dilem dengan nation baru yang sebenarnya merupakan benda daur ulang. Joanne Sharp (2009:74) didahului oleh berpendapat bahwa proses dekolonialiasi pembentukan gerakan anti-kolonial. Gerakan anti-kolonial sebenarnya memanfaatkan fasilitas kolonial seperti pendidikan, media, layanan 24 sipil dan bahasa terpadu. Gerakan anti-kolonial merupakan elemen penting dan efektif untuk menjalankan pemerintahan kolonial. Hal tersebut memberikan celah imajinasi alternatif tentang sebuah identitas nasional pasca-kolonial. Hal tersebut memungkinkan populasi sebelumnya yang beragam atau berbeda, atau setidaknya anggota populasi kolonial membayangkan diri mereka sebagai masyarakat dengan kepentingan bersama, sejarah, dan identitas. Memang Sharp mengambil kasus pada kolonialisme Inggris di India. Pemerintahan kolonial Inggris melakukan apropriasi pada India dengan membangun fiksasi ruang dengan menyematkan hasil peradaban barat seperti peta India, bahasa Inggris pada tanah liar yang disebut India. Dengan mempunyai halhal konseptual tersebut akhirnya India bisa merdeka dari Inggris. Agak berbeda dengan konteks Amerika dimana mereka sudah mempunyai konsep tentang bahasa yang satu ataupun peta seperti apa yang dikonseptualkan oleh Sharp. Pembentukan identitas kebangsaan Amerika guna memperoleh kemerdekaan bisa dibilang tidak menggunakan konsep-konsep yang disematkan oleh penjajah ataupun persamaan nasib ataupun sejarah karena bangsa Amerika dibentuk oleh berbagai macam bangsa Eropa yang mencari tahta perjanjian. Hal ini menjadikan identitas nasional Amerika merupakan proyek signigfikansi historis (Chatterjee, 1993:6) Proyek signifikansi historis merupakan semacam usaha guna menemukan identitas kebangsaannya dengan mengambil budaya barat yang dibenturkan dengan spiritualitas lokal. Spiritulasitas lokal dalam konteks ini merupakan merupakan kepercayaan lokal (bukan agama dalam arti sempit) namun lebih pada semacam kejadian sejarah yang dapat menyatukan lokalitas dalam satu panji 25 negara (Chatterjee, 1993: 6). Hal ini menyebabkan bentuk hibrida dengan bercampurnya ide-ide Eropa pemerintahan dan demokrasi dengan nilai-nilai budaya domain spiritual. Frantz Fanon memperingatkan terhadap 'perangkap kesadaran nasional' di mana para elit pribumi setelah diserap terlalu banyak cara kolonial, cukup menggantikan penjajah di bagian atas hirarki sosial, politik dan ekonomi. Hal ini memastikan bahwa untuk sebagian besar penduduk, ada tidak ada perubahan yang signifikan terhadap kondisi nyata eksistensi. Ini adalah sesuatu kita lihat direplikasi di seluruh sub-Sahara Afrika dan tempat lain. Berbagai politik alternatif telah dipertimbangkan dan berusaha sebagai cara pengorganisasian masyarakat poskolonial. 1.7 Metode Penelitian Giddens merupakan seorang pos-empiris yang sedit menolak analisis empiris dalam sosiologi. Analisis strukturasi Giddens berdasarkan pola-pola tindakan yang terekam agen oleh struktur (Craib, 1992:33). Maka tesis ini akan mengunakan biografi agen untuk melihat pola tindakan. Selain itu jika memungkinkan, penelitian ini akan mewawancarai beberapa tokoh kunci dalam Miles Franklin Awards yaitu Harry Heseltine dan Leonie Kramer. Salah satu konsep inti Giddens adalah hermeneutika ganda, dimana analisis tidak hanya pada agen namun juga struktur. Maka penelitian ini akan menggunakan artikel-artikel koran sebagai representasi dari struktur. Selain itu juga beberapa buku sejarah sastra Australia untuk melihat signifikasi pergeseran Keaustraliaan pada dunia kesusastraan Australia. 26 1.7.1 Metode Pengumpulan Data Langkah pertama dalam penelitian ini adalah menganalisis secara singkat Keaustraliaan dalam pemenang-pemenang Miles Franklin Award. Mulai dari pemenang pertama yaitu Patrick White dengan novelnya berjudul Voss pada tahun 1957 dan juga My Career Goes Bung karya Miles Franklin guna melihat pergeseran dari karya asli Miles Franklin Awards dan beberapa karya sastra yang menimbulkan kontroversi. Langkah ini merupakan implikasi dari konsep strukturasi Anthoni Giddens yang mengadopsi Duree, sebagaimana tindakan harus dilakukan secara terus menurus dalam rentang waktu tertentu. Selain itu juga perlu dilakukan wawancara secara langsung kepada pihak-pihak yang ada di balik layar ataupun di depan layar Miles Franklin Awards. Data tentang agen-agen Miles Franklin akan diambil dari Miles Franklin Awards Headquarters di Sidney negara bagian New South Wales, Australia. Selain wawancara jika memungkinkan, penelitian ini akan memantau langsung proses penganugerahan. Miles Franklin Award agen refleksif aktivitas merupakan ciri terus menerus dari tindakan sehari-hari dan melibatkan perilaku tidak hanya individu namun juga perilaku orang-orang lain. Intinya, agen-agen tidak hanya senantiasa memonitor arus aktivitas-aktivitas dan mengharapkan orang lain berbuat yang sama dengan aktifitasnya sendiri. Mereka juga secara rutin memonitor aspekaspek, baik sosial maupun fisik konteks tempat bergerak dirinya sendiri. Yang dimaksudkan dengan rasionalisasi tindakan adalah bahwa para aktor juga secara rutin dan kebanyakan tanpa banyak percekcokan mempertahankan suatu 'pemahaman teoritis' yang terus menerus atas dasar-dasar aktifitasnya. Metode ini 27 dilaksanakan ketika benar-benar memungkinkan menginggat susahnya akses untuk masuk. 1.7.2 Studi Terhadap Biografi Agen Jika dengan metode wawancara tidak memungkinkan, maka data yang akan digunakan adalah data sekunder yang berupa buku-buku, laman, ataupun media cetak yang membahas tentang biografi agen yang bermain dalam Miles Franklin Awards. Melalui studi tentang biografi tokoh diharapkan akan mendapatkan pola tindakan agen dalam penghargaan Miles Franklin Awards. Hal ini karena biografi biasanya terdiri dari tindakan-tindakan agen dan juga keadaan struktur masyarakat dimana agen berada. Seperti yang telah disampaikan dalam kerangka teoritis bahwa teori strukturasi Giddens mengadopsi konsep duree sebagaimana tindakan agen akan direproduksi terus menerus dalam sebuah struktur. Pola tindakan yang tercantum dalam biografi akan ditarik dalam konteks Miles Franklin Awards dan kemudian dianalisis mengunakan teori strukturasi Giddens. Hal ini dilakukan guna mendapatkan pola perubahan tindakan agen yang mempunyai andil dalam pergeseran Keaustraliaan dalam stuktuktur masyarakat kesusastraan Australia. 1.7.3 Studi Terhadap Tindakan Agen Melalui Media Massa Tesis ini akan menggunakan media massa baik cetak maupun elektronik yang memuat kontroversi Miles Franklin Awards ataupun tindakan para agen dalam panel penjurian. Giddens berpendapat bahwa para agen dalam proses strukturasi senantiasa mereproduksi tindakannya dalam ruang dan waktu, sehingga 28 munculah rutinitas. Jika tindakan para agen dimuat di dalam media massa, kemungkinan tindakan agen tersebut sudah di luar rutinitas. Jadi sementara bisa disimpulkan ada masalah dalam proses strukturasi. Tindakan agen yang telah lalu kebanyakan disimpan dalam arsip media yang meliputnya. Sehingga perlu kunjungan ke beberapa media yang banyak meliput tentang kontroversi Miles Franklin Awards. Beberapa kantor media massa yang akan dikunjungi yaitu The Age yang mempunyai 655 Collins Street Docklands 3008 di Melbourne. Kemudian kantor perwakilan The Australian yang berlokasi di Level 2 West, IBM Centre, 60 City Road, Southbank, Vic 3006. Terakhir adalah Sydney Morning Herald yang mempunyai kantor pusat di negara bagian New South Wales ,tepatnya 1 Darling Island Road, Prymont, New South Wales 2009. 1.7.4 Studi Teks Sejarah Sastra Australia Tesis ini mengunakan kerangka teori sosiologi dimana yang menjadi obyek materialnya merupakan fakta sosiologi. Giddens menolak pandangan fakta sosiologi yang telah dibangun oleh Weber maupun Durkheim. Dia tidak mau terjebak dalam sosiologi intepretatif yang mengambil diskrus sebagai data. Giddens mengambil jalan tengah tentang fakta sosiologi yang membuatnya digolongkan sebagai seorang post-empiris (Ritzer & Stepnisky, 2012:524). Fakta sosiologi dapat diambil dari artikel-artikel koran yang memuat berita tentang Miles Franklin Awards. Buku sejarah sastra dapat dikategorikan sebagai diskrus, karena tidak adanya data faktual. Buku sejarah sastra Australia juga bisa dijadikan sumber data guna menjelaskan bagaimana kontroversi Miles Franklin Awards menggeser Keaustraliaan dalam kesusastraan Australia. Buku sejarah sastra Australia yang 29 dipakai dalam tesis ini adalah Cambrige History of Australian Literature yang diedit oleh Peter Pierce. Buku ini dipilih karena kebaruannya, diterbitkan pada tahun 2009. Buku ini dapat mencakup kontroversi Miles Franklin Awards yang terjadi pada tahun 90an. Tesis ini tidak membatasi hanya buku ini yang menjadi sumber utama tentang sejarah kesusastraan Australia, kemungkinan akan ada buku lain sebagai tambahan jika diperlukan. 1.7.5 Hermeneutika Ganda Keaustraliaan memang merupakan hal yang diskursif. Hal tersebut berpengaruh terhadap praktik sosial yang merupakan gugus tindakan yang berubah-ubah seiring perkembangan zaman. Menurut Giddens yang memulai teorinya untuk menganalisis dari apa yang sudah, sedang atau mungkin akan dilakukan seseorang, yang juga merupakan hasil dari berbagai motivasi, kepentingan, keterbatasan, dan maksud dari orang-orang yang kongkrit. Konseptualisasi Giddens tentang hermeneutika ganda adalah “interaksi bersama antara ilmu sosial dan mereka yang segala aktivitasnya adalah menyusun materimaterinya”. Akar keterlibatan ini adalah hubungan dialektis antara ilmu-ilmu sosial dan obyek kajiannya. Praktik sosial menurut Giddens adalah titik temu antara struktur dan pelaku. Singkat kata, para agen memiliki kemapuan untuk mendefinisikan secara reflektif Keaustraliaan dan mengamininya sebagai pengetahuan dan keyakinannya, dan pada gilirannya individu lain menafsirkanya secara berbeda. Ketika mereka melakukan ini, mereka mentransformasikan struktur dari realitas sosial, dan mungkin pada akhirnya membuat Keaustraliaan tersebut menjadi tumpang tindih 30 satu sama lain. Dari pemaparan tentang hermeneutika ganda menurut Giddens, secara metode dapat diaplikasikan dengan meminta para Agen untuk menjabarkan tentang apa yang disebut Keaustraliaan menurut mereka masing-masing. Dari refleksi terhadap Keaustraliaan dari para agen diharapkan dapat menemukan polapola tindakan para agen yang berpengaruh pada pergeseran struktur sosial. Selain pola tindakan agen yang dianalisis secara mikro, keadaaan struktur masyarakat juga mempengaruhi tindakan yang dilakukan oleh para agen. Jadi struktur masyarakat juga mempengaruhi pola tindakan agen. 1.8 Sistematika Penulisan Tesis ini terbagi menjadi 4 bab. Bab pertama berisi latar belakang masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, kerangka teoritis serta metode penelitian. Bab kedua adalah jawaban pertanyaan penelitian yang pertama, berisi tentang beberapa agen yang berpengaruh pada pergeseran Keaustraliaan dalam Miles Franklin Awards serta pola tindakan dan fungsinya dalam proses strukturasi. Bab ketiga berisi tentang jawaban proses strukturasi dan pergeseran seperti apa yang terjadi di setiap kontroversi berdasarkan pola yang telah dijabarkan pada bab kedua. Bab terakhir berisi tentang kesimpulan penelitian. Tesis ini juga akan menampilkan foto-foto data lapangan yang berada di Australia, tepatnya di negara bagian Victoria. Foto-foto tersebut akan berada pada bagian lampiran.