BAB V Kebudayaan Sebagai Identitas Daerah Strategi Paguyuban Kuda lumping dalam mempertahankan Eksistensinya Kuda lumping merupakan salah satu seni dan budaya jawa yang tersebar luas dai daerah Jawa Tengah dan Yogjakarta bahkan sampai Jawa Timur dan pesisir utara laut Jawa. Kesenian kuda lumping sangat erat dengan Temanggung , dikarenakan banyaknya Paguyuban yang ada di Temanggung. Kuda lumping merupakan salah satu hiburan rakyat di temanggung disamping ada pula seni budaya yang lain seperti Wayang Kulit dan karawitan. Gambar 5.1 Penari Utama/Lakon dalam pementasan Kuda Lumping 45 Kuda lumping menjadi salah satu hiburan seni yang berkembang pesat di Temanggung, yang menjadi tolak ukur kemajuan seni Kuda lumping adalah semakin banyaknya paguyuban yang bermunculan di Kab. Temanggung, yang berasal dari setiap Desa di Temanggung, dari banyaknya paguyuban kuda lumping yang ada di Temanggung, terdapat dua Paguyuban yang bisa merepresentasikan kemajuan Seni Kuda Lumping dan eksistensi seni Kuda Lumping dengan keunikan dan cara Paguyuban mereka sendiri. Adalah Paguyuban Krida Taruna yang berasal dari Desa Kandangan Krajan, Kec. Kandangan, dan Paguyuban Wahyu Turonggo Panuntun yang berasal dari Desa Lamuk Gunung, Kec. TlogoMulyo, dan dua Paguyuban ini berasal dari dua sudut pandang geografis yang berbeda, dan kultur masyarakat yang tidak sama, Krida Taruna berada di Lereng Gunung Sindoro dan Wahyu Turonggo Panuntun berada di Lereng Gunung Sumbing. Gambar 5.2 Peta Kec. Kandangan, Kab. Temanggung 46 Gambar 5.3 Peta Kecamatan Tlogomulyo, Kab. Temanggung Paguyuban Krida Taruna (KT) Seni adalah sesuatu yang bersifat universal di belahan dunia ini, entah di negara manapun selalu memiliki ciri khas tersendiri apabila ditinjau dari segi budaya. Sedangkan dari segi arkeologis terdapat data etnografi berupa kesenian di sebuah kalangan masyarakat tertentu, yang dijadikan sebagai salah satu bahan analogi dalam usaha merekonstruksi kebudayaan seni masyarakat tersebut pada masa lampau berkaitan dengan konsep kesenian. Tak terkecuali di Kabupaten Temanggung, Provinsi Jawa Tengah, ternyata juga menyimpan pesona tersendiri. Dalam kaitannya dengan seni dan budaya di daerah Ini yang menjadi prioritas dari penulis adalah Kesenian Kuda Lumping yang berada di Desa Kandangan Krajan, Kec Kandangan, Kabupaten Temanggung. Seni Kuda Lumping. Menurut para tokoh adat setempat arti dari pada Kuda Lumping atau Sejarah asal muasal seni tari Kuda Lumping ini tidak ada catatan secara tertulis yang menjelaskan.Hanya sebuah riwayat saja yang diceritakan turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. 47 Gambar 5.4 Penabuh Gamelan dalam pagelaran Kuda Lumping KL Gambar 5.5 Personil/yogo sebagai pengiring pementasan Kuda Lumping KL Kesenian Tari Kuda lumping adalah sebuah seni tari yang dimainkan dengan menggunakan peralatan berupa kuda tiruan yang dibuat dari anyaman bambu.Jika dilihat ritmis tarian kuda lumping ini sepertinya merefleksikan semangat heroisme dan aspek kemiliteran jaman dulu ,yaitu sebuah pasukan kavaleri berkuda.Ini bisa dilihat dari gerakan seni tari kuda lumping yang dinamis,ritmis dan agresif,layaknya gerakan pasukan berkuda ditengah medan peperangan. Mengenai Sejarah asal muasal seni tari Kuda Lumping 48 konon katanya sih adalah bentuk dukungan rakyat jelata terhadap pasukan berkuda Pangeran Diponegoro. Sejarah juga menyebutkan bahwa adanya kemampuan di luar nalar yang ada dalam seni Kuda Lumping ini Benarkah Tari kuda lumping ini melibatkan makhluk halus? Sebelum sebuah acara kuda lumping digelar selalu ada 2 orang pawang (pemimpin spiritual yang memiliki kekuatan supranatural) yang bertugas untuk mempertahankan cuaca agar tidak hujan.Dan yang satunya bertugas melakukan ritual pemanggilan makhluk halus dari empat penjuru mata angin.Disamping itu,pawang ini juga bertugas menjaga lingkungan dari gangguan ghaib ,memulihkan penari yang kesurupan dan mengendalikan makhluk halus yang merasuki pemain.Mereka juga memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar acara berlangsung aman dan tidak terjadi suatu yang tidak diinginkan. Dipersiapkan pula sesaji (sajen) sebelum acara tari kuda lumping digelar berupa bunga, pisang rajamala ,ayam muda,nasi tumpeng,kemenyan dll. Seni kuda lumping selalu menjadi tontonan yang amat menarik bagi masyarakat temanggung, dalam hal ini paguyuban krida taruna adalah paguyuban yang belum lama terbentuk di desa kandangan krajan ini sejak tahun 1998 seni ini mulai digeluti oleh para pengembang seni di desa kandangan. Jauh sebelumnya sudah banyak paguyuban kuda lumping yang lahir di temanggung salah satunya yang paling terkenal adalah paguyuban kuda lumping Turonggo Setyo Utomo. Yang sangat terkenal di daerah temanggung dan sekitarnya. Tetapi mengapa penulis memilih Krida Taruna sebagai salah satu paguyuban, karena ditengah banyaknya pandangan tentang paguyuban yang sudah terkenal apakah mungkin pihak masyarakat dan serta pemerintah hanya menghidupkan satu seni saja, atau bagaimana, hal ini yang akan coba di gali dalam dinamika yang terjadi di daerah kandangan, temanggung terkait dengan seni Kuda Lumping. Aktor-aktor yang terlibat (Masyarakat, Pemerintah, Pengusaha, Pribadi) Sejak awal hubungan, setiap orang membutuhkan jaminan bahwa mereka diterima sepenuhnya, termasuk rasa aman untuk 49 mengemukakan pendapat dan berkontribusi dalam kegiatan kelompoknya. Membutuhkan suasana saling menghargai untuk tumbuhnya penerimaan dalam kelompok, sehingga kelompok tersebut akan tumbuh menjadi komunitas yang kuat. Dalam perkembangan ikatan sosial sebuah komunitas, saling mengenal dengan baik merupakan awal dari tumbuhnya komunitas tersebut, kepercayaan tidak akan tumbuh terhadap orang baru dengan begitu saja, perlu pembuktian dalam sikap dan perilaku masing–masing dalam waktu yang relatif lama. Sikap dan perilaku yang berdasarkan kepada nilai– nilai universal yang diyakini sebagai nilai yang berlaku di seluruh tempat di dunia seperti jujur, adil, kesetiaan, saling melindungi di antara sesama semua warga komunitas. Apabila salah satu warga melakukan kecurangan, maka kepercayaan terhadap orang tersebut otomatis akan luntur. Bapak Seto Agus Hartono ( anggota Paguyuban Krida Taruna ) Bapak Agus akrab sapaan masyarakat desa kandangan terhadap bliau adalah seorang yang bekerja di RSU Temanggung sebagai staf dokter dan Mantri di Puskesmas Kandangan. Dalam kecintaannya terhadap seni memang sudah ada dan sangat kental di diri beliau. Dalam kaitannya dengan kesenin kuda lumping di desa kandangan, bapak Agus mempunyai peranan penting dalam hal perkembangan dan juga regenerasi, karena beliau merupakan bagian tata usaha dan juga humas. Pekerjaan dalam bidang seni kuda lumping memang sudah ada niatan sejak dulu setiap melihat pertunjukan kuda lumping yang selalu ditampilkan tiap-tiap daerah di Temanggung. Dengan rasa seni yang tinggi dan ingin membuktikan kepada warga desa bapak agus dan juga beberapa warga masyarakat mendirikan paguyuban Krida Taruna sebagai representasi seni di desa Kandangan Krajan sendiri. Dengan menampilkan tarian kuda lumping yang selalu di padu dengan tariantarian lain yang inovatif untuk menarik minat penonton. 50 Bagus Aji ( Penari Kuda Lumping ) Bagus merupakan pemuda yang masih duduk dalam bangku SMU dia merupakan putra lokal dari desa Kandangan Krajan yang sudah jatuh cinta dan selalu ingin menari jadi penari kuda lumping di paguyuban krida taruna sebagai leader, dari SMP, keinginan ini baru terwujut kala dia duduk di bangku SMU. Dia merupakan pemuda yang semangat dan juga taat ber ibadah, serta yang paling penulis kagumi dia benar-benar memiliki keinginan yang nyata untuk membuat kesenian kuda lumping di desanya selalu ada dan berkembang. Bagus sangat populer di kalangan anak-anak kecil, banyak sekali anak-anak yang mengidolakannya dan ingin bisa jadi leader dan tokoh utama dalam seni tari kuda lumping. Ini merupakan suatu fenomena yang menarik. Masih ada keinginan dan semangat untuk belajar kesenian daerah ditengah budaya komersil yang semakin instan tanpa nilai yang sekarang beredaran bebas di era globalisasi ini. Agnes Febriana ( Warga Kandangan Krajan ) Sebagai warga kandangan kebanyakan anak muda selepas SMU mereka bekerja keluar kota dan juga ada yang menempuh pendidikan di Universitas di kota-kota lain. Agnes adalah mahasiswa UKSW Fakultas PGSD yang merupakan warga dari desa Kandangan. Pada saat pertunjukan dilakaukan saya sempat ngobrol dan berbicara masalah seni kuda lumping di desanya, dia pun menjawab saya dulu pernah menjadi salah satu penari wanitanya dan itu sangat membuat saya malu dan grogi tampil di depan orang banyak. Setelah itu selesai pertunjukan saya merasa lega dan sekaligus bangga. Harapan saya (Agnes) sebagai warga Kandangan Krajan, kesenian ini harus selalu didukung dan dikembangan menjadi satu keragaman daerah Kandangan dan selalu di tanamkan ke generasi muda agar tidak malu mengakui kesenian daerahnya. Kaitan modal sosial, Modal ekonomi, Modal Kultural ( Sejauh mana upaya ini berhasil dalam rangka mempertahankan dan mengembangkan seni Kuda Lumping ) 51 Modal Sosial Dalam modal sosial erat kaitannya dengan Trust atau rasa percaya (mempercayai) adalah suatu bentuk keinginan untuk mengambil resiko dalam hubungan-hubungan sosialnya yang didasari oleh perasaan yakin bahwa yang lain akan melakukan sesuatu seperti yang diharapkan dan akan senantiasa bertindak dalam suatu pola tindakan yang saling mendukung, paling tidak akan bertindak merugikan diri dan kelompoknya. Trust adalah sikap saling mempercayai di masyarakat yang memungkinkan masyarakat tersebut saling bersatu dengan yang lain dan memberikan kontribusi pada peningkatan modal sosial (Hasbullah, 2006). Modal sosial merupakan modal yang berupa hubungan atau interaksi khusus dengan masyarakat hingga relasi yang sifatnya sosial. Karena melalui proses sosial di sini akan dapat mempermudah pagelaran agar dapat mempertahankan eksistensinya.dari temuan lapangan yang diperoleh dari lapangan menampilkan begitu banyak variasi yang dilakukan paguyuban untuk mejalin trust mereka, mulai dari mengikuti ajang festival internasional yang baru-baru ini dilaksanakan di Temanggung, dan juga bagaimana para anggota paguyuban memberikan penampilan yang menarik dengan memainkan anakanak kecil sebagai salah satu daya tarik tersendiri, serta adanya kepercataan di daerah sekitar kecamatan kandangan untuk selalu menggunakan jasa seni mereka dalam acara adat maupun hajatan. Ini merupakan sedikit temuan penulis terkait truts dan jejaring yang dilakukan dengan masyarakat oleh paguyuban Krida Taruna. Modal Ekonomi Dalam keterkaitannya dengan habitus, modal memiliki peran yang penting. Dalam diri seseorang, modal selalu hadir bersamaan dengan habitus. Dalam ranah ekonomi, modal ekonomi cenderung berupa insentif (Bourdieu, 1979). Bourdieu menganggap bahwa modal memainkan peranan yang penting, karena modallah yang memungkinkan orang untuk mengendalikan orang untuk mengendalikan nasibnya sendiri maupun nasib orang lain. Dalam 52 kaitannya dengan modal ekonomi yang ada dan nampak dalam paguyuban ini adalah seperangkat alat gamelan yang dimiliki oleh paguyuban Krida Taruna serta juga berbagai macam kostum penari mulai dari kostum yang di kenakan oleh para prajurit dan juga kostum leak yang ada di pertunjukan itu, gamelan terdiri dari saron, kempul,gong dan tambahan alat music modern seperti drum dan juga keyboar. Itu merupakan sedikit akses yang dimiliki oleh paguyuban, kalau kita menarik sebelumnya sumber uang itu sendiri bersumber dari uang sumber daya masyarakat dan juga desa untuk menghidupkan kesenian dan juga membuat kandangan memiliki paguyuban seni Kuda Lumping seperti di daeranh lain di Kab Temanggung. Modal Budaya (Kultural) Modal kultural ini terbentuk selama bertahun-tahun hingga terbatinkan dalam diri seseorang. Dalam pergerakannya modal cultural atau budaya sering dihubungkan erat dengan suatu kekuatan dalam pengetahuhan obyektif dalam sebuah seni dan penguasaaan budaya(Bourdieu, 1979). Modal budaya yang memiliki beberapa dimensi, yaitu: a. b. c. d. e. Pengetahuan obyektif tentang seni dan budaya Cita rasa budaya (cultural taste) dan preferensi Kualifikasi-kualifikasi formal (seperti gelar-gelar universitas) Kemampuan-kemampuan budayawi dan pengetahuan praktis. Kemampuan untuk dibedakan dan untuk membuat perbedaan antara yang baik dan buruk Berkaitan dengan modal kultural yang ada dalam paguyuban Krida Taruna bagaimana kesenian Kuda Lumping adalah suatu representasi dari gambarban pasukan berkuda Prabu Klono Sewandono, ketika mengemban dan menjalankan tugas sebagai prajurit yang senantiasa penuh semangat patriotik. Ketangguhan yang dimiliki, menciptakan karakteristik penampilan tata gerak dan iringannya yang selalu berkesan gagah, sigrak, perkasa, aktif serta dinamis ekspresif. Unsur gerak perang, ketrampilan memainkan 53 menggunaban properti senjata, menguasai jurus serang menyerang, hindar menghindar, menyatu menjadi bagian spesifikasi dir kelompok prajurit yang, berdisiplin dan berjiwa nasionalisme.Dalam perialanan waktu, hksenian Kuda Lumping Temanggung, pada penyajiannya mengalami perkembangan garapan yang bervariasi scsuai kebutuhan dan kreatifitas masing-masing group yang ada. Baik pengembangan tradisi, kolaborasi, maupun bentuk baru. Semua itu tetap dimaksudkan sebagai ungkapan nilai dan juga budaya dalam kesenian tersebut. Gambar 5.6 Penari utama/lakon dalam Kuda lumping serta pasukan dalam pagelaran KL Gambar 5.7 Perwujutan leak sebagai sosok jahat dalam pagelaran KL 54 Gambar 5.8 Penari wanita dalam pagelaran kuda lumping sebagai sosok wanita/putri KL Hal ini merupakan cerita masyarakat yang telah lama dipercayai dalam kesenian kuda lumping, dalam wawancara penulis dengan salah satu tokoh masyarakat dan juga anggota paguyuban Krida Taruna bapak Agus, beliau mengatakan bahwa kolaborasi antara seni dan juga crita dari masyarakat yang membuat seni ini menjadi mempunyai roh dan sepirit untuk mempertunjukkan dan memberikan selalu ingatan pada generasi baru akan cerita dibalik ketangguhan seorang prajurit dalam setiap tugas yang dilaksanakannya walau serba terbatas. Dari hal hiburan selalu juga paguyuban krida taruna menampilkan kolaborasi music modern seperti drum dan juga keyboard sebagai menambah suara yang bisa menghibur dan dipadu dengan indahnya alunan gamelan yang selalu membuat pagelaran itu semakin sakral. Intervensi dari dalam melalui modal-modal yang mereka punyai membuat paguyuban KT, memberikan kontribusi yang nyata bagi eksistensi seni kuda lumping, adapun masyarakat itu merupakan suatu paham yang sangat luas dan dapat dipandang dari kebudayaan. berbagai macam sudut dan juga berbicara tentang dinamika merupakan suatu perubahan ataupun suatu konsep yang bersifat untuk merubah tanpa menghilangkan identitas tersebut. Tetapi semua perubahan tersebut tetap ada kesamaan hidup dari makhluk-makhluk manusia 55 yang masih terikat suatu aturan yaitu adat istiadat tertentu (Koenjaraningrat, 1969). Peranan masyarakat menjadi sangat penting dan juga sebagai tolok ukur akan sebuah eksistensi sebuah seni dalam kesenian daerah. Dalam kaitannya dengan kesenian di desa Kandangan ini peranan masyarakat sudah menunjukkan kesenangan mereka terhadap seni dan pertunjukan, selalu menanamkan rasa haus akan seni, beberapa hal telah ditunjukkan seperti menggunakan uang iuran setiap seminggu sekali untuk menyumbang ke paguyuban serta sifat gotong royong yang di tunjukan warga kala merias para penari dilakukan dengan suka rela dan saling melengkapi. Sebuah kearifan lokal yang dibawa dalam proses penguatan eksistensi kuda lumping di desa Kandangan krajan inilah yang menjadi suatu peranan masyarakat yang berarti bagi kelangsungan seni di daerah tersebut. Gambar 5.9 Para tokoh desa dan masyarakat dalam menikmati pagelaran kuda lumping Sejauh ini peranan pemerintah terhadap Paguyuban KT, Pada umumnya Pemerintah di Temanggung sangat mendukung akan kesenian daerah mereka dan sering sekali memberikan ruang pada mereka dalam mementaskan seni mereka. Tapi terkait dengan Paguyuban dan juga eksistensi mereka dalam mempertahankan, semua dilakukan oleh masyarakat, pemerintah dalam hal ini adalah departemen kebudayaan, hanya memberikan penambahan seperti 56 menyediakan kostum dan juga memberikan bantuan ke pada paguyuban melalui proposal yang mereka ajukan ke pemerintah, kegiatan pemerintah, ataupun campur tangan pemerintah terhadap Paguyuban ini sangat dirasa kurang, karena mereka menilai yang membuat KT, semakin dikenal bukan karena peranan pemerintah, melainkan usaha mereka sendiri yang menciptakan ragam dan juga karakter yang mereka bentuk. Pihak pemerintah dalam hal ini sangat mendukung dan mengijinkan tanpa membatasi kreatifitas warga yang terbentuk dalam paguyuban kuda lumping itu sendiri, dinilai sangat positif karena memberikan pelajaran kepada generasi muda untuk selalu ikut suka akan seni Kuda lumping, dengan permintaan supaya jangan menghilangkan pakem dari seni Kuda Lumping Temanggung. Paguyuban KT membuat inisiatif dan juga dengan meregenerasi penari mereka, anak muda mulai bermunculan dan ikut dalam pentas, merupakan suatu usaha yang baik untuk memperkenalkan seni kepada masyarakat muda. Kekuatan pemerintah dalam ikut serta dalam pelestarian kebudayaan ini adalah memberikan wadah yang berupa motivasi dan juga jejaring antara paguyuban yang lain, melalui sarasehan dan juga memberikan sedikit kompetisi kepada paguyuban di Temanggung tidak terkecuali KT, untuk saling berlomba dan juga berinovasi terhadap seni kuda lumping dengan harapan semakin dikenal oleh masyarakat di luar Temanggung, serta menjadi ikon Kab. Temanggung. Gambar 5.10 Antusias masyarakat Temanggung 57 Paguyuban KT sebagai paguyuban yang terbilang belum lama terbentuk, membuktikan mampu bertahan dan mulai terorganisir dengan baik, kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan setiap minggunya membuktikan keseriusan mereka terhadap seni kuda lumping, dengan melakukan latihan setiap minggunya dan memberikan tampilan yang berbeda setiap tampilnya, membuat paguyuban ini selalu berinovasi, bukti dari kerja keras mereka adalah bagaimana paguyuban KT selalu dipakai dalam hiburan dalam hajatan dan juga acara-acara di daerah Kec. Kandangan dan daerah yang lain, kecenderungan paguyuban ini terhadap seni Leak dari Bali, membuat ciri kas yang beda dan juga penari yang relatif muda, membuat beda dari paguyuban lain yang mayoritas penari sudah dewasa dan cenderung tua. Tapi paguyuban KT,memiliki keterbatasan langkah, dala hal ini adalah pakem yang mereka gunakan, pakem merupakan pondasi penting dalam sebuah seni tari, kelemahan ini yang membuat KT, kurang diminati dikalangan tertentu, karena dari awal paguyuban KT, mengincar market anak muda dan juga remaja. Pentas yang mereka lakukan hanya memberikan warna yang berbeda karena mereka lebih muda dan energik tanpa memperhatikan pakem tari yang sebenarnya. Kekurangan ini sangat dirasa oleh paguyuban KT, tapi mereka mencoba bertahan dengan ciri mereka sendiri dengan harapan menjadi salah satu Paguyuban yang berbeda dengan lainnya. Ciri yang mereka bentuk adalah mengkolaborasikan penari muda dan energik dengan sentuhan musik modern. Selama ini pementasan mereka dinilai sudah cukup memuaskan bagi sebagian kalangan masyarakat Temanggung, sebagai Paguyuban seni kuda lumping yang penuh dengan inovasi, dengan asumsi, mereka (paguyuban KT) di kenal dan di minati di Kec. Kandangan dan sekitarnya. Paguyuban Wahyu Turonggo Panuntun (WTP) Tidak ubahnya dengan paguyuban Krida Taruna, paguyuban WTP merupakan salah satu paguyuban kuda lumping yang mempunyai ciri khas dan juga jam terbang yang tinggi dalam urusan pementasan di Temanggung maupun di luar Temanggung sendiri, paguyuban WTP 58 berada di desa Lamuk Gunung kec. Tlogomulyo, yang merupakan desa teratas di lereng gunung Sumbing, keseharian masyarakat dihabiskan dengan bertani dan berbisnis tembakau, itu sudah menjadi hal yang wajib adanya di desa Lamuk Gunung, kesenian menjadi salah satu kegiatan yang nyata dan diperjuangkan di desa tersebut, sebelum terbentuk paguyuban WTP, sebelumnya sudah ada paguyuban Gagak Rimang yang terbentuk sejak awal 90an, kemudian terjadi konflik internal di dalam paguyuban yang mengharuskan paguyuban tersebut terpecah dan sebagian dari anggotanya membentuk paguyuban WTP yang diyakini lahir kembali pada periode 2007, semakin mendekati eksistensinya, pergerakan itu tak lepas dari peranan anggota di dalamnya dalam mengupayakan keberlangsungan paguyuban tersebut. Gambar 5.11 Aksi penari WTP Gambar 5.12 Aksi penari kuda lumping WTP 59 Aktor-aktor yang terlibat (Masyarakat, Pemerintah, Pengusaha, Pribadi) Sejak awal hubungan, setiap orang membutuhkan jaminan bahwa mereka diterima sepenuhnya, termasuk rasa aman untuk mengemukakan pendapat dan berkontribusi dalam kegiatan kelompoknya. Membutuhkan suasana saling menghargai untuk tumbuhnya penerimaan dalam kelompok, sehingga kelompok tersebut akan tumbuh menjadi komunitas yang kuat. Dalam perkembangan ikatan sosial sebuah komunitas, saling mengenal dengan baik merupakan awal dari tumbuhnya komunitas tersebut, kepercayaan tidak akan tumbuh terhadap orang baru dengan begitu saja, perlu pembuktian dalam sikap dan perilaku masing–masing dalam waktu yang relatif lama. Sikap dan perilaku yang berdasarkan kepada nilai– nilai universal yang diyakini sebagai nilai yang berlaku di seluruh tempat di dunia seperti jujur, adil, kesetiaan, saling melindungi di antara sesama semua warga komunitas. Apabila salah satu warga melakukan kecurangan, maka kepercayaan terhadap orang tersebut otomatis akan luntur. Bapak Ngateman (Pendiri WTP) Bapak Ngateman merupakan founding father bagi WTB, beliau adalah pendiri paguyuban sdan yang dituakan dalam paguyuban ini. Bapak ngateman merupakan seorang petani dan juga pekerja seni kuda lumping tulen yang sudah memelajari kesenian kuda lumping sedari muda, keinginannya untuk terus berseni ternyata tercapai, karena adanya generasi penerusnya yang semakin bangga dan mencintai kesenian kuda lumping. Bapak tumidi (Ketua WTP) Bapak Tumidi bisa dikatakan adalah orang terpandang di Lamuk Gunung, dengan perekomomian yang stabil dan bisa dikatakan orang terpandang di desa, bapak Tumidi merupakan donatur asli desa yang mau memberikan bantuan untuk paguyuban WTB, karena bapak tumidi merupakan „juragan tembakau‟program yang dicanangkan untuk paguyuban dinilai anggotanya sangat baik dan kebijaksanaannya 60 dinilai mampu membuat paguyuban ini akan terus berkembang dan terus ada di Temanggung, bapak Tumidi sudah menjadi ketua lebih dari 10 tahun kalau benar dihitung dari awal mula pembentukannya. Bapak Sarwidi Sebagai salah satu anggota dan juga penari kuda lumping, bapak Sarwidi seperti warga yang lain bekerja sehari sebagai petani dan juga penggarap sawah orang lain, sebagai seorang yang selalu bersinggungan dengan jaranan, bapak Sarwidi mengaku menjadi bangga dan mempunyai kepuasan tersendiri saat berpentas dan juga menari kuda lumping, adapun keluh kesal apabila saat datang panen bapak Sarwidi pasti tidak bisa ikut pentas karena disibukkan dengan tembakau dan tembakau, sehngga melalui kesepakatan warga yang sebagian ikut dalam paguyuban bersepakat apabila datang masa panen dan sampai proses pengeringan sampai siap jual tidak akan memerima job pementasan dimanapun, begitu kesepakatan anggota di paguyuban WTP. Modal Sosial Trust adalah sikap saling mempercayai di masyarakat yang memungkinkan masyarakat tersebut saling bersatu dengan yang lain dan memberikan kontribusi pada peningkatan modal sosial (Hasbullah, 2006). Kepercayaan antara warga sudah jadi barang tentu bagi masyarakat desa lamuk gunung, sehingga modal sosial yang dimiliki oleh paguyuban WTP merupakan modal yang sudah mengakar sejak dahulu, seperti norma yang sudah melekat dalam budaya Jawa. WTP terdiri dari 70 anggota, baik itu pengurus dan juga penarinya, hampir sabagian dari warga desa Lamuk Gunung. Kekerabatan, gotong royong dan kebersamaan menjadi modal yang sangat penting dalam paguyuban ini, sehingga membuat paguyuban ini merasa dimiliki oleh warga di desa lamuk gunung dan juga menjadi salah satu kebanggaan tersendiri bagi desa dan masyarakatnya. 61 Gambar 5.13 Jalan Masuk Desa Lamuk Gunung Gambar 5.14 Keadaan Desa Lamuk Gunung Modal Ekonomi Dalam keterkaitannya dengan habitus, modal memiliki peran yang penting. Dalam diri seseorang, modal selalu hadir bersamaan dengan habitus. Dalam ranah ekonomi, modal ekonomi cenderung berupa insentif (Bourdieu, 1979). Bourdieu menganggap bahwa modal memainkan peranan yang penting, karena modallah yang memungkinkan orang untuk mengendalikan orang untuk mengendalikan nasibnya sendiri maupun nasib orang lain. Dalam kaitanya dengan modal ekonomi yang dimiliki oleh paguyuban WTP, 62 modal finansial sudah lebih dari cukup, tidak tanggung-tanggung seperangkat gamelan didatangkan langsung dari bali dengan kisaran harga sekitar 144 juta, dan juga kostum leak dan juga badong yang asli dari bali. Mereka juga memproduksi kostum penari kuda lumping sendiri dan sudah di perjual belikan di Temanggung dan daerah sekitarnya, modal yang mereka miliki berasal dari swasembada masyarakat, yang biasanya bersifat kolektif sehabis panen tembakau yang serentak di desa lamuk gunung. Dan dengan kegiatan kolektif ini sudah menjadi properti yang mendukung dalam pagelaran dan juga akomodasi untuk paguyuban ini. Gambar 5.15 Lahan Tembakau Desa Lamuk Gunung, Kec. Tlogomulyo Gambar 5.16 Tembakau desa Lamuk Gunung 63 Gambar 5.17 Kegiatan Merajang Tembakau Modal Kebudayaan Pada hakekatnya seni kuda lumping di Temanggung di semua hampir sama, tetapi ada perubahan dan juga inovasi yang dilakukan oleh paguyuban sesuai dengan pasar seni, mereka menyebut seni kudalumping mereka adaklah kolaborasi, jadi bagaimana mencoba menggabungkan seni asli kuda lumping dari Temanggung secara tarian dan alur cerita, tetapi di berikan sentuhan ornamen bali dengan barong dan leak serta gamelan yang bernuansa bali. Pengakuan dan Strategi Eksistensi dari Masyarakat Paguyuban dalam memperkuat Dalam usahanya untuk terus berada dalam seni kebudayaan tradisional kuda lumping, dua Paguyuban ini melakukan pergerakan pada pagelaran, dan juga bagaimana menjaring masyarakat untuk selalu mengikuti dimana Pagelaran akan di laksanakan. Dari Paguyuban Krida Taruna dengan segala modal yang telah dijabarkan di atas bagaimana kekuatan modal yang paling besar berada pada modal sosial mereka, dengan memanfaatkan koneksi jejaring yang mereka miliki dan didukung dengan kreatifitas anggotanya membuat paguyuban ini bertahan dan menjaga penggemarnya untuk slalu menyaksikan pagelarannya, berada di daerah lereng Sindoro, membuat paguyuban ini sedikit diuntungkan, dikarenakan banyaknya usaha yang mulai 64 dirintis di Kec. Kandangan dan daerah pariwisata dengan situs purbakala seperti candi dan pesona alam yang lain, dan juga berkembangnya indrustri kreatif seperti Kopi Robusta,Pisang Aroma dan industri kreatif yang lain, membuat paguyuban ini semakin dikenal masyarakat dengan memanfaatkan perkembangan daerah yang ada dengan melakukan promosi dan juga pertunjukan yang selalu menghibur yang diisi dengan banyak anak muda dalam pementasan kuda lumping baik sebagai penari maupun penabuh gamelan. Adapun kreatifitas yang lain yaitu selalu memunculkan generasi penari yang masih muda dan menciptakan generasi penerus seni, yang banyak membuat paguyuban krida taruna ini mempunyai ciri khas adalah selalu memberikan kemasan yang fres dan merepresentasikan adanya generasi yang meneruskan tradisi seni dan itu membuat paguyuban ini memiliki penonton setia, kususnya kaula muda Temanggung dan juga kekinian.Sedikit berbeda dengan paguyuban Krida Taruna, paguyuban dari lereng Sumbing ini, sangat kental dengan pakem seni kuda lumping dan juga inovasi serta dukungan ekonomi yang baik, Paguyuban Wahyu Turonggo Panuntun, merupakan salah satu paguyuban kuda lumping yang terbukti kualitas dan juga jam terbang pagelarannya, dengan Modal Ekonomi yang kuat bagaimana banyak terdapat anggota yang berprofesi sebagai petani Tembakau dan juga Pengusaha Tembakau, membuat penguatan ekonomi paguyuban ini sangat stabil, mengingat tembakau adalah komoditas utama Kab. Temanggung. Dengan bukti alat dan peralatan kuda lumping yang berupa badongan (busana penari pria), gamelan yang langsung di beli dari pulau dewata, dan juga busana leak dan barong. Menunjukkan kekuatan ekonomi kolektif dari anggota paguyuban yang sangat stabil, kreatifitas anggota paguyuban juga sangat baik, mereka mulai membuat badongan untuk di jual dan melayani pesanan dari dalam Temanggung maupun di luar Temanggung, jejaring yang mereka buat melalui modal ekonomi diselaraskan dengan modal sosial, membuat paguyuban ini pernah menjadi wakil dari daerah Temanggung untuk berpentas di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Dalam acara festival seni budaya daerah di Indonesia. Menguatkan eksistensi paguyuban ini semakin nyata adanya. 65 Untuk ukuran jam terbang pagelaran paguyuban Wahyu Turonggo Panuntun sudah sampai di luar Temanggung. Yang membuat paguyuban ini dikenal dan mempunyai penonton banyak adalah dari segi kostum dan juga inovasi dalam hal tabuh gamelan dan juga ketrampilan dalam olah tari dan properti, paguyuban WTP menamakan kreasi kuda lumping mereka adalah seni kolaborasi, yang artinya adalah penggabungan antara seni kuda lumping dari Temanggung yang disandingkan dengan tarian dari Bali berupa leak dan barong serta adanya tabuhan gamelan yang kental dengan nuansa Bali, kreasi ini nampaknya banyak menarik minat penonton terbukti banyaknya paguyuban yang meniru, dikarenakan masyarakat lebih suka dengan seni kolaborasi yang diusung oleh Paguyuban WTP dikarenakan tidak membosankan dan lebih menarik secara visual. Perbedaan kedua paguyuban tersebut selalu membuat gap antara mereka, melakukan manuver sesuai dengan porsi mereka dan menjaga wilayah mereka masing-masing, dalam hal ini adalah penonton, serta selalu saling mengamati. Dalam persoalan ini jelas paguyuban Krida Taruna kalah pamor dari pada paguyuban Wahyu Turonggo Panuntun, tetapi yang membuat keduanya tetap eksis dan juga ada untuk masyarakat Temanggung adalah Perbedaan konsep pemikiran mereka dan mengetahui sejauh mana paguyuban mereka mampu berkompetisi di Daerah Temanggung dan juga kembali memperoleh pengakuan dari Pemerintah dalam hal ini Dinas Kebudayaan dan Pendidikan Kab. Temanggung, dengan harapan dijadikan ikon atau perwakilan Kab. Temanggung dalam Festival budaya ataupun acara-acara yang bersekala daerah bahkan Nasional. Desentralisasi dan Kebijakan Publik (Kab. Temanggung) Konsep Desentralisasi Rondinelli (1983) mengatakan bahwa desentralisasi adalah transfer kegiatan perencanaan, pengambilan keputusan, atau 66 kewenangan administratif dari pemerintah pusat kepada organisasinya di lapangan, unit administratif lokal, Sementara itu, Koswara (2000) melihat otonomi daerah sebagai landasan untuk berekspresi dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah sesuai dengan aspirasi dan keanekaragaman daerah. Otonomi daerah sebagai perwujudan pelaksanaan asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan. Konsep desentralisasi merupakan suatu langkah dalam pengembangan dan kemandirian suatu daerah, setiap daerah berhak atas pengambilan keputusan dan juga mempunyai kewenangan dalam mengatur daerahnya sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat. Konsep Otonomi daerah yang pada hakekatnya adalah sebagai wujud ekspresi dari daerah untuk ingin berkembang mulai dari aspek sosial ekonomi,sosial politik dan sosial budaya dengan menggunakan asas desentralisasi, dengan harapan akan terstruktur dalam pembangunan daerah. Adapun demikian asas Desentralisasi dalam suatu daerah pemekaran haruslah dijalankan secara merata baik itu dari Masyarakat ataupun dari badan Pemerintah . Kab. Temanggung merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang memiliki letak geografis diantara 110o23'-110o46'30" bujur Timur dan 7o14'-7o32'35" Lintang Selatan dengan luas wilayah 870,65 km2 (87.065 Ha). Batas administratif Kabupaten Temanggung adalah sebagai berikut: Utara : Kabupaten Kendal dan Kabupaten Semarang Timur : Kabupaten Semarang dan kabupaten Magelang Selatan : Kabupaten Magelang Barat : Kabupaten Wonosobo. Kabupaten Temanggung memiliki 20 Kecamatan yaitu Kecamatan Parakan, Kledung, Bansari, Bulu, Temanggung, Tlogomulyo, Tembarak, Selompang, Karanggan, Pringsurat, Kaloran, Kandangan, Kedu, Ngadirejo, Jumo, Gemawang, Candiroto, Bajen, Tretep, dan Wonoboyo dengan pusatnya di Kecamatan Temanggung. Wilayah Kabupaten Temanggung secara geo ekonomis dilalui oleh 3 67 jalur pusat kegiatan ekonomi, yaitu Semarang (77 Km), Yogyakarta (64 Km), dan Purwokerto (134 Km). Bedasarkan data di atas bagaimana Kab. Temanggung merupakan daerah lereng pegunungan, dan juga berada pada jalur lintas antara Semarang, Magelang, Yogjakarta, Wonosobo, Purwokerto, Dieng, dan Banjarnegara. Dimana jalur tersebut merupakan jalur utama di Jawa Tengah, dengan letak yang strategis. Kab. Temanggung mulai bergerak pada bidang pertanian yang menunjang faktor perekonomian dan mulai merambah destinasi Pariwisata, dengan mengelola hasil bumi dan juga menjadi pemasok utama dalam bidang pertanian Tembakau, Temanggung menjadi salah satu daerah penghasil tembakau dengan kualitas wahid dan jempolan, tidak hanya dalam tataran pertanian saja Temanggung mulai berkembang dalam seni dan budaya daerah, terbukti Temanggung menjadai salah satu daerah di Jawa Tengah yang memiliki seni Kuda Lumping sebagai ikon Kota Temanggung. Dalam kaitannya dengan seni budaya dan juga pertanian di Temanggung mempunyai keberlanjutan dan saling mempengaruhi, dikarenakan Masyarakat Temanggung mengakui bahwa mereka adalah Wong Gunung Asli, kata-kata ini memiliki filosofi Jawa yang sangat teristimewa, karena memiliki arti bawasannya kebudayaan Jawa yang kental dengan gotong royong, sopan santun, bersih desa, saparan, kekerabatan, saling menghargai, teposlira dan masih banyak lagi, merupakan kebiasaan asli dan sudah menjadi watak orang Jawa atau kejawen, yang amat melekat pada masyarakat Jawa yang pada hakekatnya dimilki oleh orang Jawa, dan itu dimiliki oleh orang Jawa di daerah pegunungan dimanapun gunung itu berada di Pulau Jawa. Konsep ini secara tidak langsung selalu melibatkan dua aspek pembnagunan daerah tersebut karena setiap selesai panen Tembakau atau hasil bumi yang lain, pasti akan diadakan syukuran dengan mengadakan pagelaran Kuda Lumping disetiap kesempatan, konsep pengambilan keputusan yang didasarkan pada kearifan lokal inilah yang membuat Temanggung memiliki eksistensinya sebagai suatu daerah dengan kearifan lokal yang terstruktur secara adminitrasi dan juga dalam hal pengambilan keputusanya. 68 Konsep Kebijakan Publik Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik adalah undang-undang yang mengatur tentang prinsip-prinsip pemerintahan yang baik yang merupakan efektifitas fungsi-fungsi pemerintahan itu sendiri. pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintahan atau koporasi yang efektif dapat memperkuat demokrasi dan hak asasi manusia, mempromosikan kemakmuran ekonomi, kohesi sosial, mengurangi kemiskinan, meningkatkan perlindungan lingkungan, bijak dalam pemanfaatan sumber daya alam. Hal itu diperlukan norma hukum yang memberi pengaturan secara jelas, sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas dan menjamin penyediaan pelayanan publik sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik serta untuk memberi perlindungan bagi setiap warga negara dan penduduk dari penyalahgunaan wewenang. Dalam Undang-Undang Pelayanan Publik berasaskan pada kepentingan umum, adanya kepastianhukum, adanya kesamaan hak, adanya keseimbangan hak dan kewajiban, keprofesionalan, partisipatif, persamaan dalam perlakuan/tidak diskriminatif, keterbukaan, akuntabilitas, fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan, ketepatan waktu dan kecepatan, kemudahan dan keterjangkauan dan bertujuan agar batasan dan hubungan yang jelas tentang hak, tanggung jawab, kewajiban, dan kewenangan. Menjalankan sistem penyelenggaraan pelayanan publik yang layak sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik dalam penyelenggaraan pelayanan publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat dalam mendapatkan penyelenggaraan pelayanan publik. Menurut Nurcholis (2005) dalam bukunya Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah.Kebijakan Publik merupakan keputusan-keputusan yang mengikat bagi orang-orang banyak pada tataran strategis atau yang bersifat garis besar yang dibuat oleh pemegang otoritas publik. Sebagai keputusan yang mengikat publik 69 tersebut, maka kebijakan publik haruslah dibuat oleh otoritas politik, yaitu mereka yang menerima mandat dari publik atau orang banyak, pada umumnya melalui suatu proses pemilihan untuk bertindak atas nama rakyat banyak. Melalui aspek-aspek kebijakan publik dalam suatu daerah, menuntut adanya suatu kerjasama yang baik antara pemangku kebijakan maupun masyarakat sebagai penyalur aspirasi, kendati demikian banyak terjadi kesalahan dalam prosesnya, dikarenakan tidak adanya keterbukaan antara kedua belah pihak, apalagi kalau sudah tercampuri masalah politik dan kepentingan individual. Kejadian seperti ini sudah merupakan peristiwa yang umum terjadi dalam Bangsa ini, tidak terciptanya pelayanan publik yang baik sering dialamatkan kepada pemangku kebijakan dalam hal ini adalah pemerintah, tetapi pada dasarnya aspirasi masyarakat juga harus ada tataran yang sesuai dan juga memahami kebutuhan daerah, dengan memikirkan kebutuhan hak asasi mereka secara terstruktur, bukan hanya mengkritik tanpa solusi, tetapi bergerak dengan solusi dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan daerah bersama dengan Pemerintah dalam aspek pembangunan sosial ekonomi,sosial budaya, sosial politik dan sosial lingkungan. Paguyuban Kuda Lumping dan Peranan Pemerintah Pemerintahan Kab. Temanggung dalam mengenalkan dan memberikan ruang kepada pelaku seni lewat Dinas Kebudayaan dan Pendidikan, pada dasarnya adalah mengoptimalkan seni yang sudah menjadi budaya di Temanggung. Dikarenakan budaya yaitu seni Kuda lumping lebih dulu ada dan berkembang di daerah di Temanggung dan sekitarnya, melihat peluang ini, Dinas Kebudayaan menyediakan ruang dan memberikan bantuan pada setiap paguyuban kuda lumping di Temanggung,melihat dari keinginan Masyarakat dan antusias para pelaku seni yang tersebar diselur Kec. Temanggung, Dinas Kebudayaan juga memberikan properti kostum kuda lumping pada Paguyuban yang masih merintis Seni Kuda lumping, dan juga sampai pada tataran 70 pendidikan yang berupa ekstra Kulikuler atau muatan lokal terkusus untuk mengenalkan seni Tari Kuda Lumping. Seiring dengan keinginan Dinas Kebudayan, bagaimana Temanggung merupakan daerah yang memberikan warna budaya yang khas melalui seni Kuda Lumping, Kuda lumping menjadi salah satu organisasi masyarakat yang berbentuk Paguyuban dengan menggangkat seni tari dan sejarah para leluhur mereka. Kuda lumping di Temanggung merupakan kesenian yang paling berkembang pesat, seperti yang di catat dalam dokumen Dinas Kebudayaan temanggung, di daerah Temanggung sendiri sudah ada sekitar 86 Paguyuban Kuda lumping. Dengan data tersebut sudah memberikan gambaran betapa seriusnya masyarakat memberikan bentuk apresiasi dan memberikan ruang kepada seni Kuda Lumping, peradaban masyarakat menuntun perkembangan kuda lumping dan eksistensinya, dari banyaknya seni kuda lumping di Temanggung, tidak yang banyak melakukan inovasi dan mempromosikan ke luar daerah, terbagi menjadi daerah dengan mempunyai lereng gunung yang memberikan perbedaan secara geografis, karakter masyarakat dan juga seni , lereng sumbing merupakan basis dari seni Kuda Lumping dimana seni ini besar dan berkembang di lereng sumbing tepatnya di Desa Lamuk Gunung, Kec. Tlogomulyo, sedangkan dalam perkembangan seni yang ada di Temanggung, mulai dilakukan di setiap desa di Temanggung, memberikan ruang kepada masyarakat lain untuk mengenalkan seni kuda lumping, contohnya di Kandangan krajan, Kec. Kandangan, yang sangat pesat dalam memberikan respon akan kemunculan paguyuban di daerah mereka, dan menjadi salah satu alat untuk mempromosikan daerah mereka kepada khalayak umum dimana Kandangan merupakan penghasil Kopi Rubusta, dan home industri yang berada disana, maka dari itu mereka menggunakan seni Kuda lumping sebagai seni yang bisa membuat masyarakat tertarik dengan daerah Kandangan. Berbicara tentang Desa Lamuk Gunung dan Kandangan Krajan, di dalamnya terdapat paguyuban seni kuda lumping yang mempunyai jam terbang yang tinggi dalam hal pementasan dan perkembangan serta regenerasi. Di Lamuk Gunung ada Paguyuban Kuda lumping Wahyu 71 Turonggo Panuntun atau sering di singkat (WTP), sedangkan di Desa Kandangan Krajan ada paguyuban Krida Taruna. Dari banyaknya paguyuban kuda lumping yang ada di Temanggung, kedua Paguyuban ini yang paling sering tampil di hadapan khalayak umum, bukan hanya di desa mereka sendiri tapi juga di luar desa mereka. Gambar 5.18 Arak-arakan keliling kota Temanggung dalam acara HUT Kab. Temanggung Fenomena ini memberikan bagaimana upaya paguyuban seni kuda lumping bertahan dengan menjamurnya seni itu sendiri. Pemerintah menjadi salah satu institusi yang berperan dalam kelangsungan eksistensi seni ini sendiri, dalam kaitannya pemerintah tidak selalu menjembatani dan memberikan penyuluhan kepada masyarakat, keterbatasan mereka pemerintah, adalah ruang gerak dan juga keinginan dari masyarakat sendiri untuk membentuk paguyuban di desa mereka masing-masing. Pemerintah di Temanggung memberikan perhatian yang sangat tinggi kepada seni Kuda lumping, terbukti dengan adanya parade festival di Temanggung yang selalu diadakan setiap bulan Maret, dengan sekala internasional, serta berbagai pawai budaya dan duta seni dari temanggung yang memberikan kepercayaan kepada seni Kuda lumping untuk memperkenalkan Temanggung secara budaya. 72 Peranan Pariwisata dalam Pembangunan serta Kebudayaan Daerah Kab. Temanggung Peranan Pariwisata dalam Pembangunan Daerah Semakin banyak daerah yang memiliki potensi berusaha melakukan pencitraan dengan menggunakan penguatan terhadap symbol atau penanda tertentu. Demikian yang dilakukan pemerintah daerah tertentu untuk menunjukkan symbol dalam perihal pengembangan pariwisata daerah yang berbasis kearifan local. Demikian juga seperti yang di ungkapkan oleh Antony Gidden, yang memberikan pemikiran dan pengertian terhadap Globalisasi, bagaimana Globalisasi menjadi alasan bagi kebangkitan kembali budaya lokal di belahan dunia (Gidden 2001). Pariwisata tidak bisa dilepaskan dari Globalisasi, karena pariwisata adalah proses dari globalisasi, karena dalam kenyataanya kebudayaan dan kearifan lokal seperti yang diungkapkan oleh Gidden, memberi refrensi yang signifikan kalau ditinjau pada era sekarang ini. pariwisata berbasis budaya dan kearifan local sekarang menjadi salah satu tolak ukur tersendiri dalam setiap pembangunan daerah dalam hal memperkenalkan daerahnya. Dominasi media massa dikuasai oleh sebagian besar Negara-negara maju, sedangkan Negara berkembang lebih menggunakan daya tarik terhadap kearifan lkal dan kebudayaannya, sebagai dasar perkembangan budaya di era global ini sebagai suatu wadah yang disebut dengan counter cultur (Fakih 2005), dari rujukan dan pemikiran tersebut, munculnya peranan media pariwisata dalam Negara berkembang seperti Indonesia, sangat mungkin terjadi dan memungkinkan untuk memberi sentuhan baru dalam konsep pembangunan berkelanjutan yang berbasis Media pariwisata budaya, sebagai salah satu bentuk identitas,kekuatan, dan pengembangan daerah maupun Nasional. Dalam upanyanya untuk mengimplemantasikan pariwisata dalam ranah globalisasi dalam suatu daerah diperlukan strategi dalam prosesnya. Mendifinisikan strategi adalah alat yang sangat penting untuk mencapai keunggulan bersaing. Pengembangan adalah suatu proses 73 atau cara menjadikan sesuatu menjadi maju, baik, sempurna, dan berguna (Suwantoro, 1997: 88-89). Suwantoro (1997: 74) menyebutkan beberapa bentuk produk pariwisata alternatif yang berpotensi untuk dikembangkan, yaitu: Pariwisata budaya (cultural tourism), ekowisata (ecotourism), pariwisata bahari (marine tourism), pariwisata petualangan (adventure tourism), pariwisata agro (agrotourism), pariwisata pedesaan (village tourism), gastronomi (culinary tourism), pariwisata spiritual (spiritual tourism) dan lainnya. Menurut Yoeti (1997: 2-3), pengembangan pariwisata perlu memperhatikan beberapa aspek yang perlu diperhatikan yaitu: (1) Wisatawan (Tourist) Harus diketahui karakteristik dari wisatawan, dari negara mana mereka datang, usia, hobi, dan pada musim apa mereka melakukan perjalanan. (2) Transportasi Harus dilakukan penelitian bagaimana fasilitas transportasi yang tersedia untuk membawa wisatawan ke daerah tujuan wisata yang dituju. (3) Atraksi/obyek wisata Atraksi dan objek wisata yang akan dijual, apakah memenuhi tiga syarat seperti: (a) Apa yang dapat dilihat (something to see), (b) Apa yang dapat dilakukan (something to do), (c) Apa yang dapat dibeli (something to buy). (4) Fasilitas pelayanan Fasilitas apa saja yang tersedia di DTW tersebut, bagaimana akomodasi perhotelan yang ada, restaurant, pelayanan umum seperti Bank/money changers, kantor pos, telepon/teleks yang ada di DTW tersebut. (5) Informasi dan promosi Diperlukan publikasi atau promosi, kapan iklan dipasang, kemana leaflets/ brosur disebarkan sehingga calon wisatawan mengetahui tiap paket wisata dan wisatawan cepat mengambil keputusan pariwisata di wilayahnya dan harus menjalankan kebijakan yang paling menguntungkan bagi daerah dan wilayahnya, karena fungsi dan tugas dari organisasi pariwisata pada umumnya: (a) Berusaha memberikan kepuasan kepada wisatawan kedaerahannya dengan segala fasilitas dan potensi yang dimilikinya. (b) Melakukan koordinasi di antara bermacam-macam usaha, lembaga, instansi dan jawatan yang ada dan bertujuan untuk mengembangkan industri pariwisata.(c) Mengusahakan memasyarakatkan pengertian pariwisata pada orang banyak, sehingga mereka mengetahui untung dan ruginya bila pariwisata dikembangkan sebagai suatu industri. (d) Mengadakan program riset yang bertujuan untuk memperbaiki produk 74 wisata dan pengembangan produk-produk baru guna dapat menguasai pasaran di waktu yang akan datang. (6) Merumuskan kebijakan tentang pengembangan kepariwisataan berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan secara teratur dan berencana. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan merupakan salah satu hal utama dalam pengembangan pariwisata di suatu daerah. Berdasarkan pengertian tersebut yang dimaksud dengan strategi pengembangan daya tarik wisata dalam penelitian ini adalah usaha-usaha terencana yang disusun secara sistimatis yang dilakukan untuk mengembangkan potensi yang ada dalam usaha meningkatkan dan memperbaiki daya tarik wisata sehingga keberadaan daya tarik wisata itu lebih diminati oleh wisatawan. Konsep Tentang Potensi Dan Daya Tarik Wisata, Pendit (1999: 21) menerangkan bahwa potensi wisata adalah berbagai sumber daya yang terdapat di sebuah daerah tertentu yang bisa dikembangkan menjadi atraksi wisata. Dengan kata lain, potensi wisata adalah berbagai sumber daya yang dimiliki oleh suatu tempat dan dapat dikembangkan menjadi suatu atraksi wisata (tourist attraction) yang dimanfaatkan untuk kepentingan ekonomi dengan tetap memperhatikan aspek-aspek lainnya. 17 Daya tarik atau atraksi wisata menurut Yoeti (2002:5) adalah segala sesuatu yang dapat menarik wisatawan untuk berkunjung pada suatu daerah tujuan wisata, seperti: (a) Natural attraction: landscape, seascape, beaches, climate and other geographical features of the destinations. (b) Cultural attraction: history and folklore, religion, art and special events, festivals. (c) Social attractions: the way of life, the resident populations, languages, opportunities for social encounters. (d) Built attraction: building, historic and modern architecture, monument, parks, gardens, marinas, etc. Pengertian Daya Tarik Wisata menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan Bab I, pasal 5, menyebutkan sebagai berikut ”daya tarik wisata” adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayan alam, budaya dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. Sementara dalam Bab I, pasal 10, disebutkan kawasan strategis pariwisata adalah kawasan yang memiliki fungsi utama pariwisata atau memiliki potensi untuk 75 pengembangan pariwisata yang mempunyai pengaruh penting dalam satu atau lebih aspek, seperti pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya, pemberdayan sumber daya alam, daya dukung lingkungan hidup, serta pertahanan dan kemanan. Lebih lanjut Cooper dkk (1995: 81) mengemukakan bahwa terdapat 4 (empat) komponen yang harus dimiliki oleh sebuah daya tarik wisata, yaitu: (1) Atraksi (attractions), seperti alam yang menarik, kebudayaan daerah yang menawan dan seni pertunjukkan. (2) Aksesibilitas (accessibilities) seperti transportasi lokal dan adanya terminal. (3) Amenitas atau fasilitas (amenities) seperti tersedianya 18 akomodasi, rumah makan, dan agen perjalanan. (4) Ancillary services yaitu organisasi kepariwisataan yang dibutuhkan untuk pelayanan wisatawan seperti destination marketing management organization, conventional and visitor bureau.Konsep Pembangunan pariwisata berkelanjutan Sejak dilakukan langkah-langkah untuk pengembangan pariwisata di Indonesia, maka kegiatan - kegiatan terencana dan terprogram yang dilakukan oleh pemerintah pada hakeketnya memang bertujuan untuk „berkelanjutan‟ khususnya di bidang pariwisata misalnya, apa yang dimaksud dengan pembangunan pariwisata berkelanjutan pada intinya berkelanjutan dengan usaha menjamin agar sumber daya alam, sosial dan budaya yang dimanfaatkan untuk pembangunan pariwisata agar dilestarikan untuk generasi mendatang. Pariwisata berkelanjutan menurut konsep Muller (1997) adalah pariwisata yang dikelola mengacu pada pertumbuhan kualitatif, maksudnya adalah meningkatkan kesejahteraan, perekonomian dan kesehatan masyarakat. peningkatan kulitas hidup dapat dicapai dengan meminimalkan dampak negatif sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui. Lima hal yang harus diperhatikan dalam pariwisata berkelanjutan menurut konsep Muller (1997) yaitu: (1) pertumbuhan ekonomi yang sehat, (2) kesejahteraan masyarakat lokal, (3) tidak merubah struktur alam, dan melindungi sumber daya alam, (4) kebudayaan masyarakat yang tumbuh secara sehat, (5) memaksimalkan kepuasan wisatawan dengan memberikan pelayanan yang baik karena 76 wisatawan pada umumnya mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan. Temanggung dalam Pariwisata Gambar 5.19 Petunjuk arah Daerah wisata Temanggung Banyak yang mengira kalau Temanggung hanya cantik dan bersih, namun miskin obyek wisata. Anggapan ini keliru, karena Temanggung justru memiliki khazanah pariwisata yang lengkap, mulai dari wisata alam, wisata pegunungan/pendakian, wisata sejarah, wisata geologi, wisata pendidikan, wisata tradisi, hingga wisata buatan seperti rekreasi kartini di Kowangan dan Pikatan Water Park di Komplek Kolam Renang Pikatan.Hanya saja, Temanggung “diapit” oleh dua kabupaten yang memiliki potensi wisatanya lebih dikenal orang, khususnya turis asing. Terutama Candi Borobudur (Kabupaten Magelang) dan Dataran Tinggi Dieng (Kabupaten Wonosobo). Akibatnya, Temangung lebih sering dijadikan kota Ampiran atau Daerah Antar Tujuan Wisata (DATW), belum sebagai (DTW).Umumnya, para wisatawan nusantara maupun mancanegara hanya melewati Temanggung ketika dalam perjalanan wisata Semarang-Dieng atau Yogyakarta-Borobudur-Dieng. Temanggung memang berada di jalur wisata strategi YogyakartaBorobudur-Temanggung-Dieng dan jalur Semarang-Curug SewuTemanggung-Dieng. 77 Gambar 5.20 Obyek wisata Candi Pringapus Gambar 5.21 Obyek Wisata Alam Posong 78 Gambar 5.22 Obyek Wisata alam Curug lawe, yang berada di Kec. Wonoboyo Gambar 5.23 Wisata religi Jumprit, Kec. Ngadirejo, Kab. Temanggung Gambar 5.24 Taman Kartini, sebagai wisata edukasi anak-anak di Kab. Temanggung 79 Hal ini menunjukkan bahwa jika digarap dengan lebih baik lagi,Temanggung bisa menjadi DTW andalan di Jawa Tengah. Pemerintah daerah kususnya Dinas Kebudayaan dan Dinas Pariwisata Kab. Temnaggung mengemukakan, sangat berkeinginan untuk mengubah posisi Temanggung menjadi daerah tujuan wisata. Apalagi banyak obyek wisata yang menarik dan potensial antara lain Taman Rekreasi Pikatan Indah dengan Pikatan Water Parknya, Monumen Bambang Sugeng, Monumen Meteorit, Candi Pringapus, Curug Lawe, Curug Trocoh, Prasasti Gondosuli, Goa Lawa, Umbul Jumprit dengan Pengambilan Air Suci Waisak, dan lain-lain. Kecuali Taman Rekreasi Kartini yang merupakan obyek wisata buatan, keberadan obyek-obyek wisata di Temanggung terkait erat dengan cerita sejarah dan legenda yang menarik untuk disimak. Hal ini terkait dengan ragam dan budaya masyarakat di mana obyek wisata ditemukan. Gambar 5.25 Obyek wisata Embung Kledung Gambar 5.26 Jalur pendakian Gunung Sindoro 80 Gambar 5.27 Jalur Pendakian Gunung Sumbing Pendakian Gunung Sindoro dan Sumbing pun bisa dijadikan obyek andalan mengingat banyak kawula muda yang memiliki hobi mendaki gunung.Penggemar tanaman hias dan tanaman buah bisa memuaskan hobinya dengan mengunjungi Pasar Agrobisnis Soropadan di Kecamatan Pringsurat. Dengan potensi yang cukup besar, Pemerintah Kabupaten Temanggung membuka kesempatan seluasluasnya kepada calon wisatawan untuk datang dan melancong, serta kepada calon investor yang berminat menanamkan modalnya di sektor kepariwisataan.Sektor pariwisata dalam arti luas tidak hanya menyangkut keberadaan obyek wisata saja, tetapi menyangkut keberadaan obyek wisata saja, tetapi juga mencangkup berbagai sarana da prasarana pendukung. Meski belum sempurna, Temanggung sudah memiliki beberapa kelengkapan tersebut.Misalnya prasarana jalan raya yang relatif mulus dan bersih.Dalam ini bisa diakses dari berbagai arah, mulai dari Semarang, Solo, Magelang, Kendal hingga Purwokerto. Dari Semarang, banyak bus jurusan Purwokerto dengan rute Semarang-Ungaran-Bawen-Ambarawa-Secang-TemanggungWonosobo-Banjarnegara-Purwokerto. Sedangkan bus jurusan Purwokerto-Semarang menggunakan rute sebaliknya.Wisatawan dari Solo bisa menggunakan bus jurusan Semarang, turun Bawen dan 81 meneruskan perjalanan dengan bus jurusan Semarang-Purwokerto. Sedangkan wisatawan dari Magelang bisa menggunakan minibus jurusan Magelang-Secang-Temaggung-Wonosobo atau SukorejoTemanggung-Secang-Magelang.Begitu pula dengan wisatawan dari Yogyakarta, bisa turun di Secang dan meneruskan perjalanan denga bus jurusan Wonosobo. Sedangkan dari arah Pekalongan melalui Batang-Weleri-Sukorejo-Temanggung.Jika anda melancong ke Temanggung dengan menggunakan angkutan umum, tak usah khawatir bakal kesulitan transportasi selama berada di kabupaten ini. Menurut Dinas Pariwisata dan Dinas Kebudayaan Kab. Temanggung Saat ini tersedia 769 Armada angkutan umum, teriri atas 435 armada bus kecil (kapasitas 12 penumpang), 220 bus sedang (kapasitas 16 penumpang) dan 114 bus besar (kapasitas 55 penumpang), yang melayani berbagai rute dalam kota termasuk ke sebagian besar obyek wisata yang ada.Infrastruktur fisik lainnya juga sangat mendukung tumbuh dan berkembangnya investasi di sector pariwisata. Misalnya ketersediaan air bersih, jaringan listrik dan telekomunikasi, lembaga perbankan, pusat perbelanjaan dan hiburan, faktor keamanan, hotel dan restoran, aneka makanan khas, aneka barang kerajinan/souvernir/cenderamata dan sebagainaya. Menurut data Dinas Pariwisata Kab. Temanggung, jumlah pengunjung obyek wisata terus meningkat. Pada tahun 2005 sebanyak 93.755 orang, dan kini sekitar 100.000 orang. Melihat berbagai kondisi di atas, banyak pakar yang memprediksikan jika prospek kepariwisataan di Kabupaten Temanggung sangat cerah. Dalam upanyanya untuk mengembangkan Pariwisata di Kab. Temanggung, seiring dengan dikenalnya Obyek Wisata di Temanggung maka budaya lokal dan seni daerah mendapatkan tempat dalam menjalankan atau mempertahankan Eksistensinya, terbukti banyaknya diadakan even seni di temanggung seperti Festival Kuda Lumping se Kab. Temanggung, Internasional Culture Festival, Pawai Budaya Kab. Temanggung, dan juga seni Kuda Lumping Selalu menjadi sajian pembuka acara-acara daerah dalam setiap kesempatannya, bertujuan untuk mengenalkan seni budaya daerah. 82 Sudah menjadi hal yang pasti ababila dalam memperkenalkan Obyek Wisata alam, ataupun Pembukaan wahana pariwisata di Temanggungselalu mengikut sertakan Seni Budaya kuda Lumping dalam setiap Promosinya. Komposisi ini merupakan salah satu cara dan sarana untuk strategi Pemerintah Kab, Temanggung dalam mempromosikan Daerah Wisata dan seni Kebudayaan mereka. seperti yang diungkapkan Suwantoro menyebutkan beberapa bentuk produk pariwisata alternatif yang berpotensi untuk dikembangkan, yaitu: Pariwisata budaya (cultural tourism), ekowisata (ecotourism), pariwisata bahari (marine tourism), pariwisata petualangan (adventure tourism), pariwisata agro (agrotourism), pariwisata pedesaan (village tourism), gastronomi (culinary tourism), pariwisata spiritual (spiritual tourism) dan lainnya. Strategi yang dilakukan Pemerintah Temanggung dalam mengenalkan daerahnya melalui Pariwisata, nampaknya sudah menemui jalan yang baik dalam hal proses strateginya dengan didukung keadaan alam dan seni budaya tradisional yang dimiliki masyarakat Temanggung. Kebudayaan sebagai Identitas Daerah Identitas Kebudayaan Kebudayaan nasional sebagai sebuah identitas, kebudayaan yang dikemas dari berbagai kebudayaan lokalyang tersebar di seluruh wilayah indonesia, diperkukuh ikatannya dengan slogan Bhineka Tunggal Ika, identitas nasional dibentuk oleh dua kata, yaitu identitas dan nasional, identitas dapat diartikan sebagai ciri atau tanda dan jati diri, dan nasional dalam konteks ini berarti jati diri bangsa. Dengan demikian identitas nasional dapat diartikan jati diri nasional atau kepribadian suatu bangsa. Sebagaimana dikutip Manuel Castell tentang munculnya teori identitas nasional sebagai interaksi historis memiliki empat faktor yaitu, (a) Faktor Primer yang meliputi etnisitas, teritorial, bahasa, agama. (b) Faktor Pendorong meliputi pembangunan komunikasi dan teknologi, (c) Faktor Penarik mencakup kodifikasi bahasa dalam gramatika yang resmi, tumbuhnya birokrasi dan 83 pemantapan sistem pendidikan nasional, (d) Faktor Reaktif meliputi penindasan, dominasi, dan pencarian identitas alternatif melalui memori kolektif rakyat (suryo 2002). Kebudayaan nasional bersumber pada puncak kebudayaan lokal atau kebudayaan daerah diseluruh indonesia, yang selaras dengan norma-norma berbangsa dan bernegara. Kebudayaan nasional merupakan gabungan dari kebudayaan daerah yang ada dalamsuatu negara, sedangkan kebudayaan daerah sendiri merupakan warisan secara turun temurun oleh generasi terdahuluterhadap generasi selanjutnya pada ruang lingkup daerah tersebut. Budaya daerah ini muncul saat penduduk daerah telah memiliki pola pikir dan kehidupan sosial dan kehidupan sosial yang sama sehingga menjadi kebiasaan yang membedakan mereka dengan penduduk lain. Budaya daerah mulai berkembang pada jaman kerajaan dahulu hal tersebut dapat dilihat dari cara hidup dan interaksi sosial yang dilakukan masing-masing masyarakat kerajaan yang berbeda di indonesia satu sama lain. Pada proses pembentukan indentitas kebudayaan nasional lebih condong melihat pada proses internal bahwa pada dasarnya manusia dan masyarakat memiliki intuisi dan inspirasi untuk mencapai kemajuan dan secara eksternal pengaruh dari luar selalu mendorong masyarakat yang berasal dari rangsanganrangsangan lingkungannya. Rangsangan-rangsangan itu sebagian besar datang dari media massa, yaitu seperti pemberitaan dan pengungkapan opini, dan faktor internal dan eksternal tersebut merupakan pengaruh yang strategis bagi terbentuknya kebudayaan nasional. Sistem dan media komunikasi menjadi sarana strategis yang dapat diberi peran strategis pula untuk memupuk identitas nasional dan kesadaran nasional menjadi bangsa yang mempunyai identitas kebudayaan (suryo2002). Gerbang terbentuknya identitas dalam suatu negara adalah melalui budayanya yang berdasarkan kelompok-kelompok yang sebagian mempunyai kesamaan secara cultur, identitas kebudayaan melalui berbagai macam seni di indonesia membuktikan pengukuhan identitas nasional sabagaimana penanda bangsa indonesia berbeda 84 dengan bangsa lain secara identitas budaya. Temanggung sebagai salah satu daerah di Jawa Tengah merupakan daerah yang mempunyai kebudayaan dan alam yang menarik, keidentikan Kab. Temanggung selain sebagai penghasil Tembakau yang selalu menjadi keidentikannya, mulai mengenalkan keindahan alam dan Budaya Tradisionalnya kepada masyarakat umum. Melalui sejumlah Obyek Wisata Alam dan juga Seni Kebudayaannya, Temanggung mulai dikenal bukan hanya sekedar daerah penghasil pertanian komoditas Tembakau saja tetapi juga daerah Kebudayaan dan wisata alam. Hal tersebut tidak bisa lepas dari strategi Pariwisata Kab. Temanggung dan juga peranan dari masyarakat yang ikut berpartisipasi dalam mengelola seni budaya dan juga menjaga alam di daerah Temanggung. Kuda Lumping Sebagai salah satu dari sekian banyak seni kebudayaan di Temanggung yang mempunyai daya tarik masyarakat paling besar dan berkembang, hal ini terbukti bagaimana Kuda Lumping menjadi salah satu seni yang diidentikkan dengan Kab. Temanggung, dibuktikan dengan membangun patung Kuda Lumping atau (jaranan) di sudut Taman, dan beberapa gapura-gapura di jalan masuk Desa di Kab. Temanggung, serta banyaknya MMT yang bernuansa kuda lumping menghiasi setiap jalan di Kota Temanggung, menunjukkan seni kebudayaan ini mempunyai nilai jual dan membuat Temanggung identik dengan seni Kuda Lumping. Peranan Informasi dan Komunikasi Globalisasi selalu menjadi tolak ukur peradapan zaman, dimana modernisasi pasti ada di dalamnya, dalam berbagai aspek sosial, pembuktian kebudayaan lokal untuk terus berada dalam tekanan budaya luar yang terus masuk melalui media dan informasi membuat Kebudayaan lokal terus berupaya dan berinovasi dalam mempertahankan eksistensinya. Dalam penguatan identitas kebudayaannya, seperti yang dikutip Manuel Castell tentang munculnya teori identitas nasional sebagai interaksi historis memiliki empat faktor yaitu, (a) Faktor Primer yang meliputi etnisitas, teritorial, bahasa, agama. (b) Faktor Pendorong meliputi pembangunan 85 komunikasi dan teknologi, (c) Faktor Penarik mencakup kodifikasi bahasa dalam gramatika yang resmi, tumbuhnya birokrasi dan pemantapan sistem pendidikan nasional, (d) Faktor Reaktif meliputi penindasan, dominasi, dan pencarian identitas alternatif melalui memori kolektif rakyat (suryo 2002). Dalam kaitannya dengan eksistensi Kebudayaan untuk terus ada dan berkembang dalam setiap daerah, harus berupaya untuk memenuhi faktor pendorong yang meliputi pembangunan Komunikasi dan Teknologi, pada era digital dan perkembangan media sosial yang universal, secara tidak langsung memberikan rangsangan kepada setiap pelaku seni dan Kebudayaan untuk mengikuti perkembangan teknologi dan informasi dengan tujuan, tetap bisa mengenalkan dan juga mempromosikan seni kebudayaan Daerah. Temanggung dalam upanyanya memenuhi tantangan globalisasi media dan perkembangan teknologi nampaknya berjalan sedikit lambat daripada daerah lain seperti Yogjakarta,Magelang, dan Dieng, sebagai daerah yang berbasis kebudayaan lokal yang dikenal terlebih dahulu oleh masyarakat luas dan perkenalan terhadap media sosial, tetapi temanggung bukan berarti tanpa bergerak dan tidak berusaha, Temanggung dalam menjawab ekspektasi masyarakat umum, mulai mengenalkan Kebudayaannya dan wisata alamnya, melalui Masyarakat yang berkunjung dan di unggah ke media Sosial. Sama seperti kebanyakan Daerah di sekitarnya, Temanggung menjadi di kenal dengan wisata alamnya dan juga keseniaanya melalui unggahan masyarakat melalui Facebook, Instagram,twiter,web, dan lain sebagainya. Melihat semakin banyaknya metode promosi gratis menggunakan Media Sosial, pemerintah Kab. Temanggung, membuat Web Resmi Kab Temanggung, yang berisi tentang daerah Pariwisata dan juga Seni Kebudayaan temanggung melalui blog Wisata Temanggung, Wisata-Kabupaten-Temanggung-Bersenyum, dan masih banyak lagi unggahan foto dari masyarakat ke media sosial dan juga penelitian yang melibatkan seni kebudayaan dan pariwisata daerah Temanggung. Kegiataan dan upaya ini membuktikan mulai di kenalnya seni kebudayaan Temanggung secara digital melalui visual dan juga 86 keindahan gambarnya. Masyarakat Temanggung dalam memperhatikan seni kebudayaanya pada dasarnya sudah menjadi bagian dari rutinitasnya, dikarenakan Kebudayaan merupakan representasi dari jati diri masyarakat temanggung yang kental dengan Budaya Jawa dan tradisinya. Keinginan Pemerintah memajukan Kebudayaan dan Pariwisata melalui Teknologi dan informasi, di imbangi dengan keinginan, spirit dan keyakinan dengan tindakan nyata oleh masyarakat serta pelaku seni, untuk bersama mengenalkan Kebudayaan dan Pariwisata melalui tindakan nyata. Antusiasme masyarakat terhadap wisata Budaya dan Alam yang di transfer dalam bentuk gambar dan vidio melalui sosial media dengan harapan memenuhi syarat di era digital agar mampu mengenalkan dan menginformasikan kebudayaan lokal dan Pariwisata Alam Temanggung sebagai Indentitas Nasional. Kebudayaan Jawa di Temanggung Kebudayaan dalam arti sempit sering diartikan sebagai kesenian. Dalam arti luas, kebudayaan setidaknya meliputi tujuh sistem yaitu: (1) sistem religi dan upacara keagamaan, (2) sistem dan organisasi kemasyarakatan, (3) sistem pengetahuan, (4) bahasa, (5) kesenian, (6) sistem mata pencaharian, dan (7) sistem teknologi dan peralatan. Menurut Koentjaraningrat (1978: 11-12) yang menunjukkan identitasnya suatu kebudayaan adalah unsur-unsur yang menonjol dari kebudayaan itu. Jadi yang menjadi identitas kebudayaan Jawa adalah unsur yang menonjol dari kebudayaan Jawa yaitu bahasa dan komunikasi, kesenian, dan kesusastraan, keyakinan keagamaan, ritus, ilmu gaib, dan beberapa pranata dalam organisasi sosial. Berdasarkan pengertian tentang kebudayaan seperti di atas, sifat khas suatu kebudayaan hanya dapat dimanifestasikan dalam unsur-unsur terbatas terutama melalui bahasa, kesenian, dan upacara. Berdasarkan pengertian tersebut maka untuk mengidentifikasikan kebudayaan Jawa dapat ditilik dari bahasanya, keseniannya, dan kesenian tradisionalnya maka kebudayaan Jawa menurut H. Karkono 87 Kamajaya Partokusumo (1986: 85) adalah pancaran atau pengeJawantahan budi manusia Jawa yang merangkum kemampuan, cita-cita, ide maupun semangatnya dalam mencapai kesejahteraan, keselamatan dan kebahagiaan hidup lahir batin.Kebudayaan Jawa merupakan kebudayaan yang dianut oleh orang-orang Jawa. Kebudayaan Jawa meliputi daerah yang luas yaitu Jawa Tengah dan Jawa Timur, sedangkan orang Jawa yang tinggal di pulau lain merupakan sub variasi kebudayaan Jawa yang berbeda karena mereka tetap mempertahankan kebudayaannya. Selanjutnya dikemukakan bahwa hanya ada satu unsur kebudayaan yang dapat menonjolkan sifat khas dan mutu yang tinggi yaitu kesenian. Masyarakat Jawa juga mempunyai kesenian yang bermacam-macan ragamnya dari berbagai daerah di Jawa yaitu seni musik, seni tari, seni bangunan. Kesenian tersebut mempunyai ciri khas yang menunjukkan identitas masyarakat Jawa yang membedakan dengan kesenian daerah lainnya. Menurut pandangan orang Jawa sendiri, kebudayaannya tidak merupakan satu kesatuan yang homogen. Mereka sadar akan adanya suatu keanekaragaman yang sifatnya regional sepanjang daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Keanekaragaman regional kebudayaan Jawa ini sedikit banyak cocok dengan daerah-daerah logat bahasa Jawa dan tampak juga dalam unsurunsur seperti makanan, upacara-upacara rumah tangga, kesenian rakyat, dan seni suara (Koentjaraningrat. 1984: 165). Sifat dan ciri kebudayaan Jawa yang tidak homogen ini masih nampak dalam kehidupan masyarakat Jawa sekarang. Sebagaian besar masyarakat Jawa bermata pencaharian sebagai petani, tetapi ada juga yang menjadi pedagang, tukang, maupun pegawai. Sistem kemasyarakatan di Jawa menurut garis keturunan ayah atau patrilineal. (Koentjaraningrat, 1976: 36). Karnoko (1986: 86) berpendapat bahwa kebudayaan Jawa adalah pancaran atau pengeJawantahan budi manusia Jawa yang mencakup kemauan, citacita, ide maupun semangat dalam mencapai kesejahteraan, keselamatan lahir dan batin. Kebudayaan Jawa ini telah ada sejak zaman prasejarah. 88 Refleksi kebudayaan dalam Masyarakat Jawa, salah satunya adalah Kesenian yang terbentuk dari adat istiadat masyarakat sebagai identitas masyarakat Jawa. Temanggung dengan Kesenian Kuda lumpingnya merepresentasikan bagaimana kesenian sebagai identitas masyarakatnya. Banyaknya kesenian Kuda Lumping dan juga paguyuban yang ada di Kab. Temanggung, membuat daerah ini menjadi salah satu daerah yang erat dengan seni kuda lumping, kebiasaan dan juga keinginan dari masyarakat untuk terus nguri-nguri kabudayan jawa, merupakan salah satu gambaran bagaimana kebudayaan jawa di Temanggung sangat berpengaruh, berada dalam daerah Jawa Tengah dan karakter masyarakat pegunungan dengan sifat masyarakat yang masih menjunjung tinggi kebudayaan jawa dalam hal berbicara dan perbuatannya, membuat masyarakat Temanggung masih memegang erat budaya Jawa meskipun ada budaya yang lain yang di aplikasikan dalam kehidupan sosial mereka. Dalam upayanya untuk terus melestarikan kebudayaan lokal, masyarakat Temanggung pada dasarnya di dasari dengan kebiasaan yang telah ada, dan secara tidak langsung tertransfer kepada generasi seterusnya dengan kebudayaan jawa yang telah lama dan sudah menjadi bagian yang pasti dalam sifat dan kehidupan sosial Masyarakat Temanggung. Dalam perkembangannya, kebudayaan Jawa masih tetap seperti dasar kelahirannya yang merupakan kristalisasi pemikiranpemikiran lama yaitu: (a) Manusia Jawa berkeyakinan kepada Sang Maha Pencipta, penyebab dari segala kehidupan,(b) Manusia Jawa berkeyakinan bahwa manusia Jawa adalah bagian dari kodrat alam semesta (makro cosmos), manusia dengan alam saling mempengaruhi, tetapi manusia harus sanggup melawan kodrat alam sesuai dengan kehendak cita-cita agar dapat hidup selamat baik dunia maupun di akherat. Hasil dari perjuangan perlawanan terhadap kodrat alam tersebut berasal dari kemajuan dan kreativitas kebudayaan sehingga terjalinlah keselarasan dan kebersamaan yang di dasarkan pada saling hormat, saling tenggang rasa, dan saling mawas diri (c) Manusia Jawa rindu akan kondisi tata tentrem kerta raharja yaitu suatu keadaan yang damai, sejahtera, aman, sentosa berdasar pada “kautamaning ngaurip (kekuatan hidup) sehingga manusia Jawa 89 berkewajiban untuk memayu hayuning bangsa, dan bawana” (Imam Sutardjo, 2008: 14-15). raga, sesama, Kebudayaan Jawa memiliki perbedaan atau variasi yang beraneka ragam tetapi pada dasarnya perbedaan itu tidak bersifat mendasar karena apabila diteliti, unsur-unsur itu masih menunjukkan satu pola ataupun satu sistem kebudayaan Jawa. Berdasarkan pengertian dan penafsiran perihal karakter masyarakat Jawa, membuat Kesenian untuk terus berada dalam kehidupan sosial merupakan salah satu tindakan nyata masyarakat jawa untuk menjalani kehidupan yang damai, sejahtera,aman, sesuai dengan kekuatan hidup untuk kepentingan pribadi, kepentingan bersama,dan bernegara secara adil dan sama. kebudayaan Jawa di Temanggung pada dasarnya mempunyai kesamaan dengan kebudayaan jawayang ada di daerah lain di Jawa Tengah. Upaya Pembentukan Kebudayaan Sebagai Identitas Daerah Kebudayaan nasional bersumber pada puncak kebudayaan lokal atau kebudayaan daerah diseluruh indonesia, yang selaras dengan norma-norma berbangsa dan bernegara. Kebudayaan nasional merupakan gabungan dari kebudayaan daerah yang ada dalam suatu negara, sedangkan kebudayaan daerah sendiri merupakan warisan secara turun temurun oleh generasi terdahulu terhadap generasi selanjutnya pada ruang lingkup daerah tersebut. Kebudayaan lokal memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan daerah di Jawa Tengah, Temanggung memberikan gambaran tentang bagaimana kearifan lokal dan kebudayaan daerah menjadi salah satu pembentukan jati diri daerah yang memberikan pandangan berbeda dalam pengembangan daerah dan juga pemenuhan keinginan masyarakat. Melalui seni budaya dan pariwisata membuat Temanggung membentuk identitas Kebudayaan mereka yang terdahulunya sebagai daerah penghasil Tembakau, menjadi daerah penghasil Tembakau yang menunjang kebutuhan Masyarakat untuk pembentukan Identitas kebudayaan lokal. 90 Pembentukan dan upaya ini tidak lepas dari peranan Masyarakan dan tentunya media Sosial. Dalam kaitannya dengan eksistensi Kebudayaan untuk terus ada dan berkembang dalam setiap daerah, harus berupaya untuk memenuhi faktor pendorong yang meliputi pembangunan Komunikasi dan Teknologi, pada era digital dan perkembangan media sosial yang universal, secara tidak langsung memberikan rangsangan kepada setiap pelaku seni dan Kebudayaan untuk mengikuti perkembangan teknologi dan informasi dengan tujuan, tetap bisa mengenalkan dan juga mempromosikan seni kebudayaan Daerah. Bagaimana kebudayaan lokal dan pariwisata yang mulai terangkat dan menjadi salah satu aspek yang menjanjikan untuk Kab. Temanggung, membuat kompetisi dalam promosi dan juga menarik wisatawan, ataupun menyita perhatian masyarakan umum secara global. dilakukan dengan media sosial sebagai suatu sarana yang praktis dan efektif, dalam memperkenalkan keidentikan,keindahan dan cultur serta kenyamanan daerah Temanggung. Semuanya tidak akan berjalan lancar dan tetap berkesinambungan tanpa peranan masyarakat yang masih menjunjung tinggi dan tetap menyadari bahwa kesenian dan alam merupakan bagian dari budaya Jawa. Sebagaian besar masyarakat Jawa bermata pencaharian sebagai petani, tetapi ada juga yang menjadi pedagang, tukang, maupun pegawai. Sistem kemasyarakatan di Jawa menurut garis keturunan ayah atau patrilineal. (Koentjaraningrat, 1976: 36). Karnoko (1986: 86) berpendapat bahwa kebudayaan Jawa adalah pancaran atau pengeJawantahan budi manusia Jawa yang mencakup kemauan, citacita, ide maupun semangat dalam mencapai kesejahteraan, keselamatan lahir dan batin. Kebudayaan Jawa ini telah ada sejak zaman prasejarah. Kebudayaan lokal yang mulai di publikasikan dan memanfaatkan keindahan Alam sekitar yang terbungkus dalam strategi pariwisata, merupakan salah kesadaran yang efektif mengingat ketersediaan daerah, berpeluang dalam mengenalkan kebudayaan lokal dan alam, melalui media dan informasi adalan cara yang efektif dalam strategi promosi daerah dan mengenalkan kepada publik. Tindakan pemerintah dalam mengemas Kebudayaan lokal, pariwisata alam,strategi promosi melalui media sosial yang informatif, tidak akan ada artinya tanpa 91 partisipasi Masyarakat yang masih memegang erat budaya jawa, sebagai pelaku serta penjaga dan menjadikan Kebudayaan lokal dan alam merupakan bagian dari Budaya Jawa yang patut untuk di lestarikan dan terus berproses, dalam eksistensinya untuk menjadikan kebudayaan lokal yang mencerminkan indentitas Nasional Bangsa Indonesia yang Berbeda-beda. Identitas Budaya Sebagai Instrumen Pembangunan Pariwisata Daerah Pada dasarnya pembangunan dalam suatu daerah meliputi beberapa aspek sosial, diantaranya aspek sosial ekonomi, sosial politik, sosial lingkungan dan sosial budaya. Sudah menjadi hal yang lumrah adanya setiap perkembangan daerah ditentukan pada pembangunan dan juga pertumbuhan ekonomi dalam sekala makro, aspek ekonomi memang lebih kelihatan di banding dengan aspek sosial yang lain. Dalam pembahasan ini bagaimana penulis memberikan refleksi berbeda terhadap pembangunan daerah dalam budaya jawa. Dengan mengedepankan kebudayaan lokal sebagai tolak ukur pembangunan daerah dengan melihat kehidupan masyarakat Temanggung dengan kesenian lokal yaitu kuda lumping, bagaimana dinamika kuda lumping dengan segala inovasi dan kreatifitas anggotanya membuat kuda lumping menjadi salah satu kesenian dari berbagai seni di Temanggung yang banyak peminatnya. Dengan menggunakan Konsep Teori Modal Sosial dari Pierre Bourdieu, penulis mengemukakan strategi bertahan paguyuban dengan menggunakan modal yang mereka miliki sesuai dengan karakter dan juga kebutuhan mereka untuk terus bereksistensi. Melihat keinginan dan juga antusias para pelaku seni dan juga penonton membuat Pemerintah memberikan ruang berekspresi untuk pelaku seni budaya dalam pementasan dan juga berkembang dalam dunia seni tari Kususnya kuda lumping. Gap kelas sosial yang ada antara pelaku seni selalu menjadi pembeda dalam kehidupan sosial, sebagai pemicu untuk menampilkan pagelaran yang baik dan berkompetisi dengan tujuan yang terbaik membuat dinamika 92 seni kuda lumping dan paguyubannya patut untuk dinantikan kelanjutannya. Keberadaan kesenian dan juga kebudayaan daerah di Temanggung memberikan suatu tanggapan dan respon dari pemangku kebijakan dalam hal ini adalah pemerintah, bagaimana kebijakan yang dilakukan dalam upaya memaksimalkan seni budaya yang sudah ada sering kali menemui halangan baik secara internal maupun eksternal dalam prosesnya, tetapi dalam prakteknya tidak ada kesalahan yang besar dan fatal yang dilakukan pemerintah, masyarakat membuat keinginan dan harapan mereka tercapai dengan usaha mereka sendiri dan berinisiatif sehingga pada prakteknya kebijakan yang seharusnya dibuat untuk mengatur masyarakat, menjadi kegiatan dalam kehidupan sosial masyarakat yang ada menjadi refleksi dan dijadikan kebijakan dan di awasi sesuai dengan asas-asas kebijakan dan ketentuan norma yang berlaku. Manuver pemerintah dalam proses kebijakan , memberikan respon yang menarik dengan mengedepankan kebudayaan lokal dan juga keindahan alam sebagai aset pariwisata dalam pengenalan daerah Temanggung. Dalam prakteknya Temanggung selain sebagai penghasil Tembakau yang selalu menjadi keidentikannya, mulai mengenalkan keindahan alam dan Budaya Tradisionalnya kepada masyarakat umum. Melalui sejumlah Obyek Wisata Alam dan juga Seni Kebudayaannya, Temanggung mulai dikenal bukan hanya sekedar daerah penghasil pertanian komoditas Tembakau saja tetapi juga daerah Kebudayaan dan wisata alam. Melalui proses ini kemajuan pariwisata kebudayaan dan alam temanggung mulai terekspose dan di ketahui oleh masyarakat umum. Dengan mengunakan media sosial Temanggung dalam upayanya memenuhi tantangan globalisasi media dan perkembangan teknologi nampaknya berjalan sedikit lambat daripada daerah lain seperti Yogjakarta,Magelang, dan Dieng, sebagai daerah yang berbasis kebudayaan lokal yang dikenal terlebih dahulu oleh masyarakat luas dan perkenalan terhadap media sosial, tetapi temanggung bukan berarti tanpa bergerak dan tidak berusaha, Temanggung dalam menjawab ekspektasi masyarakat umum, mulai mengenalkan 93 Kebudayaannya dan wisata alamnya, melalui Masyarakat yang berkunjung dan di unggah ke media Sosial. Sama seperti kebanyakan Daerah di sekitarnya, Temanggung menjadi dikenal dengan wisata alamnya dan juga keseniaanya melalui unggahan masyarakat melalui Facebook, Instagram,twiter,web, dan lain sebagainya. Melihat semakin banyaknya metode promosi gratis menggunakan Media Sosial, pemerintah Kab. Temanggung, membuat Web Resmi Kab Temanggung, yang berisi tentang daerah Pariwisata dan juga Seni Kebudayaan temanggung melalui blog Wisata Temanggung, Wisata-Kabupaten-Temanggung-Bersenyum, dan masih banyak lagi unggahan foto dari masyarakat ke media sosial dan juga penelitian yang melibatkan seni kebudayaan dan pariwisata daerah Temanggung. Berekspresi dan mengedepankan media sosial serta keidentikan Kesenian dan pariwisata alamnya, Temanggung membentuk identitasnya dengan karakter masyarakatnya sendiri yang membantu proses dalam pembentukan identitas kebudayaan itu nyata dan berjalan sesuai dengan kehidupan sosial,semua ini berhubungan dengan karakter masyarakat Jawa, membuat Kesenian untuk terus berada dalam kehidupan sosial merupakan salah satu tindakan nyata masyarakat jawa untuk menjalani kehidupan yang damai, sejahtera,aman, sesuai dengan kekuatan hidup untuk kepentingan pribadi, kepentingan bersama,dan bernegara secara adil dan sama. Kebudayaan Jawa di Temanggung pada dasarnya mempunyai kesamaan dengan kebudayaan jawayang ada di daerah lain di Jawa Tengah. Pembangunan daerah dengan menempatkan identitas budaya sebagai aspek yang utama dalam proses pembangunan merupakan perwujutan pembangunan yang sesuai dengan ketersediaan potensi daerah, Temanggung memberikan gambaran tentang bagaimana kearifan lokal dan kebudayaan daerah menjadi salah satu pembentukan jati diri daerah yang memberikan pandangan berbeda dalam pengembangan daerah dan juga pemenuhan keinginan masyarakat. Melalui seni budaya dan pariwisata membuat Temanggung membentuk identitas Kebudayaan mereka yang terdahulunya sebagai daerah penghasil Tembakau, menjadi daerah penghasil Tembakau yang 94 menunjang kebutuhan Masyarakat untuk pembentukan Identitas kebudayaan lokal. Identitas budaya sebagai aspek penting dalam pembangunan daerah merupakan hakekat yang pasti dan nyata. Berada dalam kultur dan budaya yang menjadi identitasnya sudah seharusnya setiap daerah terlebih dahulu mencari identitas budaya daerah dan memanfaatkan ketersediaan daerah, pandangan yang sering keliru adalah proses pembangunan daerah yang meniru atau mengaplikasikan proses pembangunan yang dimiliki daerah lain padahal itu tidak sesuai dengan kebutuhan daerahnya, hal itu kemungkinan terjadi karena tidak mempunyai identitas kebudayaan, tidak mengenal daerah dan terlalu cepat melakukan perubahan yang pada dasarnya tidak sesuai dengan kebutuhan dan karakter daerah. Melihat dari konsep yang dikemukakan oleh Coleman bagaimana pembangunan merupakan refleksi sistem tindakan sosial adalah dua orang actor yang memiliki control atas sumber daya kepentingan satu sama lain,yang memiliki tujuan dan melibatkan satu sama lain,yang pada akirnya akan memberikan karakter pada tindakan mereka masing-masing (Coleman 1990). Pada dasarnya pembangunan diawali dari masyarakat sendiri, bagaimana masyarakat atau para actor bisa berfikir rasional dan saling melibatkan satu sama lain, atau memberikan ruang partisipasi ke pada masyarakat, sehingga karakter dari pada daerah mulai timbul dan tujuan mulai ada sehingga pembangunan itu berawal dari pemikiran rasional para masyarakat yang diamplikasikan melalui kehidupan sosial dan jejaring mereka, sehingga akan memberikan warna terhadap karakter masyarakat daerah itu sendiri demi mewujudkan pembangunan daerah yang berdasarkan ekonomi,politik maupun budaya. 95