PENENTUAN ZONA RESAPAN AIR MENGGUNAKAN ANALISIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK KAWASAN PERLINDUNGAN SUMBERDAYA AIR TANAH DI KABUPATEN KOLAKA PROVINSI SULAWESI TENGGARA SKRIPSI DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN MENCAPAI DERAJAT SARJANA (S-1) DIAJUKAN OLEH: ADI PANGESTU F1G1 12 017 JURUSAN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI JANUARI 2017 i ii KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena berkat limpahan rahmat dan ridha-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Penentuan Zona Resapan Air Menggunakan Sistem Informasi Geografis Untuk Kawasan Perlindungan Sumberdaya Air Tanah di Kabupaten Kolaka Provinsi Sulawesi Tenggara”. Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna, sehingga penulis membutuhkan saran dan kritik yang bersifat membagun demi kesempurnaannya. Selama penyusunan sktipsi ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang dihadapi, namun dengan kerja keras dan dengan bantuan berbagai pihak serta pertolongan dari Allah SWT. Kesulitan tersebut dapat diselesaikan. Oleh karna itu melalui kesempatan ini penulis menyampaikan banyak terimakasih kepada kedua orang tua penulis, yang selalu memberikan dukungan, motivasi dan do’a-do’a terbauknya untuk penulis. kepada Ibu Irawati, S.Si., M,Si selaku pembimbing I, dan Bapak Suryawan Asfar, ST., M.Si. selaku pembimbing II yang tulus ikhlas meluangkan waktu, tenaga dan fikiran untuk membimbing dan mengarahkan penulis berkaitan dengan penyusunan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan rasa terimakasih kepada: 1. Rektor Universitas Halu Oleo. 2. Dekan Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Universitas Halu Oleo. 3. Erzam S. Hasan, S.Si., M.Si. Selaku Ketua Jurusan Teknik Geologi, Bapak Harisma Buburanda,ST.,MT selaku sekertaris JurusanTeknik Geologi Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Universitas Halu Oleo. iii 4. Saudara-saudari kandung penulis, Kak Arif Sutrisno dan Kak Dwi Jayanti 5. Sahabat-sahabat angkatan 2012 Teknik Geologi Universitas Halu Oleo, Nurrahman Saputra, Wa Ode Suwardi, Alan Afandi, Ahsan Hidayat, Erick Syarifudin, Muh. Nurhidayat, Efrianto, Sevto Linggi allo, Eka Ardillah, Vini Ariani, Ria Ramayanti, Jamilah dan teman-teman yang tidak sempat penulis sebutkan satu persatu. 6. Rekan–rekan di UD.Alpha Jaya, Bapak Agus Rahim, Nirman (Iphoel), Ismail, Nur Lia, Mardani, Azwar yang selalu memberikan smangat dan motivasi kepada penulis. 7. Teman-teman dan Kakak-kakak yang selalu memberikan motivasi dan bantuannya, Mirnawati, Kak Jeni Rahmat, S.T, Kak Izwar, S.T, Mey Reskina dan semua teman-teman yang penulis tidak sebutkan namanya satu-persatu Kendari, januari 2017 Penulis iv PENENTUAN ZONA RESAPAN AIR MENGGUNAKAN ANALISIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK KAWASAN PERLINDUNGAN SUMBER DAYA AIR TANAH DI KABUPATEN KOLAKA PROVINSI SULAWESI TENGGARA Adi Pangestu Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Universitas Halu Oleo [email protected] ABSTRAK Penelitian ini terletak di daerah Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara, tepatnya berada pada 3o37’-4o38’ lintang Selatan dan 121o05’-121o46’ Bujur Timur. terletak 165 km dari kota Kendari ibukota Provinsi Sulawesi Tenggara. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui sebaran dan luasan zona resapan air menggunakan metode survey dan analisis overlay menggunakan sistem informasi geografis (SIG). metode survey yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui kondisi lapangan secara langsung, sedangkan analisis overlay dilakukan untuk menentukan sebaran dan luasan zona resapan air. Sebaran zona resapan yang terdapat di daerah penelitian termasuk dalam 5 kategori yaitu zona resapan baik dengan kedalaman muka air tanah diantara 0-10 meter, zona resapan normal alami dengan kedalaman muka air tanah berkisar antara 5-20 meter, zona resapan agak kritis dengan kedalaman muka air tanah berkisar antara 0-30 meter, zona resapan mulai kritis dengan ketinggian muka air tanah berkisar antara 0-20 meter dan zona resapan sangat kritis dengan kedalaman muka air tanah berkisar antara 0-10 meter. Luasan zona resapan air daerah penelitian terbagi atas zona resapan baik dengan luas daerah 37.851,72 Ha (13%) , zona resapan normal alami 33.553,73 Ha (12%), zona resapan mulai kritis 74.850,11 Ha (25%), zona resapan agak kritis 50.175,72 Ha (17%) dan zona resapan sangat kritis 95.211,3 Ha (33%). Kata Kunci : Zona Resapan, Air Tanah, Sistem Informasi Geografis, Kabupaten Kolaka v DETERMINATION WATER INFILTRATION ZONE USING GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM (GIS) ANALISIS FOR PROTECTION GROUND WATER RESOURCES ZONE OF KOLAKA REGENCY PROVINCE SOUTHEAST SULAWESI Adi Pangestu Department of Geological Enginering, Faculty of Earth Science Technology, Halu Oleo University [email protected] ABSTRAC This research area is located in Kolaka regency, Southeast Sulawesi Province, precisely located 3o 37' – 4o 38' S and 121o 05'-121o 46' E located is 165 km from Kendari capital city of Southeas Sulawesi. The purpose of this study to determine the distribution and extent of water catchment areas using survey methods and overlay analysis using geographic information system (GIS). Survey method aimed to find out the condition of the field, while the overlay analysis is done to determine the distribution and extent of water catchment areas. Distribution of the recharge zone of the region, including research into 5 categories: good catchment zone to a depth of ground water level between 0-10 meters, a natural normal catchment zone to a depth of ground water level ranges from 5-20 meters, rather critical catchment zone to a depth of advance ground water ranges from 0-30 meters, began a critical recharge zones with ground water level ranges from 0-20 meters and the recharge zone is very critical to the depth of the ground water level ranges from 0-10 meters. The area of water catchment zone of the study area is divided into zones with a good catchment area of 37851.72 hectares (13%), natural normal catchment zone 33553.73 ha (12%), start the recharge zone of critical 74850.11 ha (25%), zona tesapan rather critical 50175.72 ha (17%) and very critical catchment zone 95211.3 ha (33%). Keywords: recharge zone, ground water, Geographic Information Systems, Kolaka Regency vi DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JDUL ............................................................................................... HALAMAN PENGESAHAN............................................................................... KATA PENGANTAR .......................................................................................... ABSTRAK ............................................................................................................ DAFTAR ISI......................................................................................................... DAFTAR TABEL................................................................................................. DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang .......................................................................................... B. Rumusan Masalah ..................................................................................... C. Tujuan Penelitian ...................................................................................... D. Manfaat Penelitian .................................................................................... i ii iii v vi viii ix 1 2 3 3 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Geologi Regional Daerah Penelitian ......................................................... B. Hidrologi Air Tanah .................................................................................. C. Daerah Resapan Air .................................................................................. D. Sistem Informasi Geografis....................................................................... 4 14 18 27 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian .................................................................... B. Jenis dan Metode Penelitian...................................................................... C. Instrumen Penelitian.................................................................................. D. Prosedur Penelitian.................................................................................... E. Tahap Pengolahan dan Analisis Data........................................................ 31 32 32 34 35 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Jenis Batuan Daerah Penelitian ................................................................. B. Curah Hujan Daerah Penelitian................................................................. C. Jenis Tanah Daerah Penelitian .................................................................. D. Kemiringan Lereng Daerah Penelitian ...................................................... E. Kedalaman Muka Air Tanah Daerah Penelitian........................................ F. Zona Resapan Air...................................................................................... 37 47 53 59 64 69 V. PENUTUP A. Kesimpulan................................................................................................ B. Saran.......................................................................................................... 78 78 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN vii DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Nilai bobot parameter resapan air .................................................... 22 Tabel 2. Kelas dan skor kelulusan batuan ..................................................... 23 Tabel 3. Kelas dan skor data curah hujan....................................................... 23 Tabel 4. Kelas dan skor tiap jenis tanah ......................................................... 24 Tabel 5. Kelas dan skor kemiringan lereng .................................................... 24 Tabel 6. Kelas dan skor kedalaman muka air tanah ....................................... 25 Tabel 7. Klasifikasi kondisi daerah resapan air.............................................. 26 Tabel 8. Alat yang di gunakan dalam penelitian ............................................ 33 Tabel 9. Bahan yang digunakan dalam penelitian.......................................... 34 Tabel 10. Data Atribut Peta Geologi Daerah Penelitian .................................. 47 Tabel 11. Data atribut peta faktor hujan infiltrasi daerah penelitian................ 49 Tabel 12. Data atribut peta jenis tanah daerah penelitian................................. 59 Tabel 13. Data atribut peta kelas lereng daerah penelitian............................... 64 Tabel 14. Hasil pengukuran kedalaman muka air tanah ................................. 65 Tabel 15. Data atribut peta kedalaman muka air tanah .................................... 67 Tabel 16. Luas zona resapan air berdasarkan kecamatan................................. 69 Tabel 17. Presentasi luas zona resapan berdasarkan kriteria daerah resapan ............................................................................................ 64 viii DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Bagian Tenggara Lengan Sulawesi dari Citra IFSAR (Surono, 2013)................................................................................. 7 Gambar 2. Korelasi satuan peta geologi lembar kolaka, Sulawesi. .................. 11 Gambar 3. Hasil interpretasi citra landsat lengan tenggara Sulawesi yang menunjukkan lineasi dan sesar (Surono dkk, 2013)................................................................................................ 13 Gambar 4. Siklus hidrologi (T=transpirasi, E=evaporasi, P=hujan, R=aliran permukaan, G=aliran air tanah dan I=infiltrasi). Sumber : vessman et.ai, 1989 dalam Mahmud Achmad, 2011 .................................................................. 15 Gambar 5. Keseimbangan dan pergerakan air secara hidrologis. Sumber : vessman et.ai, 1989 dalam Mahmud Achmad, 2011 ................................................................................. 16 Gambar 6. Air tanah yang berasal dari infiltrasi (krussman dan Rider, 1970) .................................................................................... 17 Gambar 7. Komponen-komponen aliran air diatas dan di dalam tanah (Sarief, 1985) ........................................................................ 21 Gambar 8. Uraian subsistem-subsistem SIG (Eddy Prahasta, 2002) ............... 28 Gambar 9. Peta lokasi penelitian ...................................................................... 31 Gambar 10. Diagram alir penelitian ................................................................... 36 Gambar 11 (A) Endapan aluvium yang terendapkan di daerah pesisir, di jumpai di Kecamatan Wundulako, arah foto N 135o E. (B) endapan aluvium yang terendapkan di daerah sungai, dijumpai di Kecamatan Latambaga, arah foto N 35o E. (C) endapan aluvium yang terendapkan di pinggir jalan, dijumpai diKecamatan Tanggetada, arah foto N 147o E ................................................................................. 37 Gambar 12. Endapan aluvium Formasi Alangga, terdapat di Kecamatan Baula, arah foto N 273o E ............................................ 38 Gambar 13. (A) Singkapan batugamping terumbu, terdapat di Kecamatan Watubangga, arah foto N 190o E (B) conto batugamping terumbu ...................................................................... 39 Gambar 14. (A) Singkapan batu lempung, terdapat di Kecamatan Watubangga, arah foto N 15o E (B) conto batulempung ............... 40 ix Halaman Gambar 15. (A) Singkapan kalkarenit, terdapat di Kecamatan Toari, arah foto N 260o E (B) conto batuan kalkarenit .............................. 41 Gambar 16. (A) Singkapan skis mika, terdapat di Kecamatan Wundulako, arah foto N 243 E (B) conto batuan skis mika ................................................................................................ 42 Gamnar 17. (A) Singkapan batuan peridotit, terdapat di Kecamatan Pomalaa, arah foto N 134o E (B) conto batuan batuan peridotit ........................................................................................... 43 Gambar 18. (A) Singkapan meta gamping, terdapat di Kecamatan Iwoimendaa, arah foto N 85o E (B) Conto batuan meta gamping .......................................................................................... 44 Gambar 19. (A) Singkapan batuan skis, terdapat di Kecamatan Kolaka, arah foto N 120o E (B) Conto batuan skis ........................ 45 Gambar 20. Peta geologi daerah Kabupaten Kolaka ....................................... 48 Gambar 21. Grafik curah hujan pada stasiun pengamatan hujan Toari 040 30’ 32,3’’ LS – 1210 30’ 48,4” BT (Sumber: Balai Sulawesi 4 Provinsi Sulawesi Tenggara) ........................... 48 Gambar 22. Peta Grafik curah hujan stasiun pengamatan hujan Balandete 040 30’ 54,’’ LS – 1210 37’ 15,3” BT (Sumber: Balai Sulawesi 4 Provinsi Sulawesi Tenggara)......................................................................................... 49 Gambar 23. Grafik curah hujan stasiun pengamatan hujan Tamboli 040 55’ 46,9’’ LS – 1210 21’ 01,7” BT (Sumber: Balai Sulawesi 4 Provinsi Sulawesi Tenggara) ........................................ 50 Gambar 24. Peta curah hujan Kabupaten Kolaka ............................................... 51 Gambar 25. Peta faktor hujan infiltrasi ............................................................... 52 Gambar 26. (A) Kenampakan tanah podsolik, terdapat di Kecamatan Samaturu, arah foto N 112o E (B) conto tanah podsolik.................................................................................. 53 Gambar 27. (A) Kenampakan tanah litosol terdapat di Kecamatan Iwoimendaa, arah foto N 85o E (B) conto tanah Litosol ............... 54 Gambar 28. (A) Kenampakan tanah litosol terdapat di Kecamatan Iwoimendaa, arah foto N 85o E (B) conto tanah Litosol ............... 55 x Halaman Gambar 29. Kenampakan tanah mediteran terdapat di Kecamatan Toari, arah foto N 260o E ................................................................ 55 Gambar 30. (A) Kenampakan tanah regosol terdapat di Kecamatan Wolo, arah foto N 136o E (B) conto tanah regosol .................... 56 Gambar 31. Kenampakan tanah kambisol terdapat di Kecamatan Polinggona, arah foto N 270o E ................................................... 57 Gambar 32. Peta jenis tanah Kabupaten Kolaka ................................................. 58 Gambar 33. Bentuk lereng dengan kemiringan 84o (Foto 2 Desember 2016, Arah Foto N 47o E) ......................................... 60 Gambar 34. Bentuk lereng dengan kemiringan 19,7o (Foto 4 Desember 2016, Arah Foto N115 o E)............................................. 60 Gambar 35. Bentuk lereng dengan kemiringan 10,8o (Foto 23 November 2016, Arah Foto N35 o E) .............................................. 61 Gambar 36. Bentuk lereng dengan kemiringan 6o (Foto 23 November 2016, Arah Foto N45 o E) .............................................. 62 Gambar 37. Bentuk lereng dengan kemiringan <2o (Foto 23 November 2016, Arah Foto N 30o E) .............................................. 62 Gambar 38. Peta Kelas Lereng Daerah Penelitian .............................................. 63 Gambar 36. Peta Kedalaman Muka Air Tanah ................................................... 68 Gambar 37. Peta sebaran zona resapan air .......................................................... 70 xi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Kolaka terletak di bagian Barat Provinsi Sulawesi Tenggara dengan posisi memanjang dari Utara ke Selatan, tepatnya berada pada 3o37’4o38’ lintang Selatan dan 121o05’-121o46’ Bujur Timur. terletak ± 165 km dari kota Kendari Ibukota Provinsi Sulawesi Tenggara. Luas wilayah daratan Kabupaten Kolaka adalah 2916,42 km2 2015). Secara administratif (BPS Provinsi Sulawesi Tenggara, wilayah Kabupaten Kolaka terdiri atas 12 kecamatan, 33 kelurahan dan 102 desa. Selain itu, Kabupaten Kolaka mempunyai beberapa pulau baik besar maupun kecil, yaitu Pulau Padamarang, Pulau Lambasina Kecil, Pulau Lambasina Besar, Pulau Buaya, Pulau Pisang, Pulau Maniang dan Pulau Lemo. Jumlah penduduk Kabupaten Kolaka pada tahun 2013 tercatat sebanyak 223.381 jiwa, yang tersebar di 12 kecamatan dengan kepadatan penduduk rata-rata 68,41 jiwa/km2. (BPS Kabupaten Kolaka, 2013) Kabupaten Kolaka merupakan kabupaten yang dalam masa perkembangan, akibatnya kebutuhan akan ruang baik untuk keperluan pemukiman, perkantoran, industri, pertokoan, fasilitas umum, sarana dan prasarana, dan sebagainya juga akan meningkat berbanding lurus dengan pertumbuhan penduduk. Sebagai konsekuensinya, ruang terbuka termasuk penutup vegetasi akan semakin berkurang keberadaannya. Kegiatan pembangunan yang berkelanjutan akan membawa dampak pada berkurangnya kemampuan lahan untuk menyerap aliran air permukaan. Hal ini mengakibatkan terganggunya keseimbangan neraca air. Jika pada musim hujan 1 2 situasi seperti ini dapat mengakibatkan banjir, sementara pada musim kemarau yang terjadi adalah kekeringan, Hal ini disebabkan berkurangnya kemampuan lahan dalam menyerap aliran air permukaan sehingga akan menyebabkan berkurangnya persediaan air tanah. Pemanfaatan air, terutama air tanah yang terus meningkat dapat menimbulkan dampak negatif terhadap air tanah itu sendiri maupun lingkungan di sekitarnya, diantaranya berkurangnya kuantitas dan kualitas air tanah, penyusupan air laut dan amblesan tanah. Menurunnya kuantitas dan kualitas air tanah tersebut akan memberikan dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup. Sebagai salah satu usaha pencegahan masalah-masalah yang ditimbulkan oleh pembangunan dan perluasan wilayah pemukiman perlu adanya informasi tentang pentingnya daerah resapan serta penentuan zona resapan, sehingga para perencana wilayah maupun pengambil kebijakan di daerah tersebut dapat memahami gambaran fisik wilayah secara keseluruhan. Dengan demikian tujuan untuk mengurangi dan menyelesaikan masalah lingkungan dan penataan ruang dapat tercapai. B. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dari penelitian ini yaitu : 1. Menentukan sebaran zona resapan air beserta kedalaman muka air tanah di Kabupaten Kolaka ? 2. Menentukan luas zona resapan air di Kabupaten Kolaka ? 3 C. Tujuan Penelitian Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini yaitu: 1. Mengetahui sebaran zona resapan air dan kedalaman muka air tanah di Kabupaten Kolaka. 2. Mengetahui luasan zona resapan air di Kabupaten Kolaka. D. Manfaat Penelitian 1. Secara akademik : penelitian ini sangat bermanfaat bagi mahasiswa yang melaksanakan penelitian dalam hal pengaplikasian ilmu yang didapat selama mengikuti proses perkuliahan di Jurusan Teknik Geologi Universitas Halu Oleo 2. Secara keilmuan : a. Penelitian ini akan dapat menentukan secara kuantitatif luasan zona resapan air yang ada di Kabupaten Kolaka. b. Sebagai sumber literatur untuk penelitian yang sejenis. 3. Secara pemerintahan : penelitian ini sangat bermanfaat sebagai acuan dalam penataan ruang di Kabupaten Kolaka. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Geologi Regional Daerah Penelitian 1. Geomorfologi Regional Van Bamelan (1945) membagi lengan Tenggara Sulawesi menjadi tiga bagian: ujung Utara, bagian Tengah, dan ujung Selatan. Lembar Kolaka menempati bagian tengah dan ujung selatan dari lengan tenggara Sulawesi. Ada 5 satuan morfologi pada bagian tengah dan ujung selatan lengan tenggara Sulawesi, yaitu morfologi pegunungan, morfologi perbukitan tinggi, morfologi perbukitan rendah, morfologi pedataran dan morfologi karst. a. Morfologi Pegunungan Satuan morfologi pegunungan menempati bagian terluas di kawasan ini, terdiri atas Pegunungan Mekongga, Pegunungan Tangkelemboke, Pegunungan Mendoke dan Pegunungan Rumbia yang terpisah di ujung Selatan Lengan Tenggara. Puncak tertinggi pada rangkaian Pegunungan Mekongga adalah Pegunungan Mekongga yang mempunyai ketinggian 1500 mdpl. Satuan morfologi ini mempunyai topografi yang kasar dengan kemiringan lereng tinggi. Rangkaian pegunungan dalam saruan ini mempunyai pola yang hampir sejajar berarah Barat Laut-Tenggara. Arah ini sejajar dengan pola struktur sesar regional di kawasan ini. Pola ini mengindikasikan bahwa pembentukan morfologi pegunungan itu erat hubungannya dengan sesar regional. Satuan pegunungan terutama dibentuk oleh batuan malihan dan setempat oleh batuan Ofiolit. Ada perbedaan yang khas diantara kedua 4 5 penyusun batuan itu. Pegunungan yang disusun oleh batuan ofiolit mempunyai punggung gunung yang panjang dan lurus dengan lereng relatif lebih rata, serta kemiringan yang tajam, sementara itu, pegunungan yang dibentuk oleh batuan malihan, punggung gunung terputus pendek dengan lereng yang tidak rata walaupun bersudut tajam. b. Morfologi Perbukitan Tinggi Morfologi perbukitan tinggi menempati bagian Selatan Lengan Tenggara Sulawesi, terutama di Selatan Kendari. Satuan ini terdiri atas bukit-bukit yang mencapai ketinggian 500 mdpl dengan morfologi kasar. Batuan penyusun morfologi ini berupa batuan sedimen klastik Mesozoikum dan Tersier. c. Morfologi Perbukitan Rendah Morfologi perbukitan rendah melampar luas di utara Kendari dan ujung Selatan Lengan Tenggara Sulawesi. Satuan ini terdiri atas bukit kecil dan rendah dengan morfologi yang bergelombang. Batuan penyusun satuan ini terutama batuan sedimen klastik Mesozoikum dan Tersier. d. Morfologi Pedataran Morfologi dataran rendah dijumpai di bagian tengah ujung Selata Lengan Tenggara Sulawesi. Tepi Selatan dataran Wawotobi dan Dataran Sampara berbatasan langsung dengan morfologi pegunungan. Penyebaran morfologi ini tampak sangat dipengaruhi oleh sesar geser mengiri (Sesar Kolaka dan Sistem Sesar Konaweha). Kedua sistem ini diduga masih aktif, yang ditunjukan oleh adanya torehan pada endapakn aluvium dalam 6 kedua dataran tersebut (Surono dkk, 1997). Sehingga sangat mungkin kedua dataran itu terus mengalami penurunan. Akibat dari penurunan ini tentu berdampak buruk pada dataran tersebut, diantaranya pemukiman dan pertanian di kedua dataran itu akan mengalami banjir yang semakin parah setiap tahunnya. Dataran Langkowala yang melampar luas di ujung Selatan Lengan Tenggara, merupakan dataran rendah. Batuan penyusun terdiri atas batupasir kuarsa dan konglomerat kuarsa Formasi Langkowala. Dalam dataran ini mengalir sungai-sungai yang pada musim hujan berair melimpah sedangkan pada musim kemarau kering. Hal ini mungkin disebabkan batupasir dan konglomerat sebagai dasar sungai masih lepas, sehingga air dengan mudah merembes masuk kedalam tanah. Sungai tersebut diantaranya Sungai Langkowala dan Sungai Tinanggea. Batas Selatan antara Dataran Langkowala dan Pegunungan Rumbia merupakan tebing terjal yang yang dibentuk oleh sesar berarah hampir Barat-Timur. e. Morfologi Karst Morfologi Karst melampar di beberapa tempat secara terpisah. Satuan ini dicirikan perbukitan kecil dengan sungai dibawah permukaan tanah. Sebagian besar batuan penyusun satuan morfologi ini didominasi oleh batugamping berumur Paleogen dan selebihnya batugamping Mesozoikum. Batugamping ini merupakan bagian Formasi Emoiko, Formasi Laonti, Formasi Buara dan bagian atas dari Formasi Meluhu. Sebagian dari batugamping penyusun satuan morfologi ini sudah 7 terubah menjadi marmer. Perubahan ini erat hubungannya dengan pensesar-naikkan ofiolit keatas kepingan benua. Gambar 1. Bagian Tenggara Lengan Sulawesi dari Citra IFSAR (Surono, 2013). 2. Statigrafi Regional Formasi batuan penyusun peta geologi regional lembar Kolaka diurutkan dari termuda sebagai berikut: a. Aluvium (Qa) Aluvium (Qa) terdiri atas lumpur, lempung, pasir kerikil dan kerakal. Satuan ini merupakan endapan sungai, rawa dan endapan pantai. Umur satuan ini adalah Holosen. b. Formasi Alangga (Qpa) Formasi Alangga (Qpa) terdiri atas konglomerat dan batupasir. Umur dari formasi ini adalah Plistosen dan lingkungan pengendapannya pada daerah darat-payau. Formasi ini menindih tak selaras formasi yang lebih tua yang masuk kedalam kelompok Molasa Sulawesi. 8 c. Formasi Buara (Ql) Formasi Buara (Ql) terdiri atas terumbu koral, konglomerat dan batupasir. Umur dari formasi ini adalah Plistosen-Holosen dan terendapkan pada lingkungan laut dangkal. d. Formasi Boepinang (Tmpb) Formasi Boepinang (Tmpb) terdiri atas lempung pasiran, napal pasiran dan barupasir. Batuan ini berlapis dengan kemiringan perlapisan relatif kecil yaitu < 15o yang dijumpai membentuk antiklin dengan sumbu antiklin berarah Barat Daya-Timur laut. Umur formasi ini diperkirakan Pliosen dan terendapkan pada lingkungan laut dangkal (neritik). e. Formasi Emoiko (Tmpe) Formasi Emoiko (Tmpe) terdiri atas kalkarenit, batugamping koral, batupasir dan napal. Formasi ini berumur Pliosen dengan lingkungan pengendapan laut dangkal, hubungan menjemari dengan Formasi Boepinang. f. Formasi Langkowala (Tml) Formasi Langkowala (Tml) terdiri atas konglomerat batupasir, serpih dan setempat kalkarenit. Konglomerat mempunyai fragmen beragam yang umumnya berasal dari kuarsa dan kuarsit, dan selebihnya berupa batupasir malih, sekis dan ultrabasa. Formasi ini banyak dibatasi oleh kontak struktur dengan batuan lainnya dan bagian atas menjemari dengan bagian bawah batuan sedimen Formasi Boepinang (Tmpb). Hasil penanggalan umur menunjukan bahwa batuan ini terbentuk pada Miosen Tengah. 9 g. Kompleks Pompangeo (MTpm) Kompleks Pompangeo (MTpm) terdiri atas sekis mika, sekis glukofan, sekis amphibolite, skis klorit, rijang, pualam dan batugamping meta, sekis berwarna putih, kuning kecoklatan, kehijauan kelabu: kurang padat sampai sangat padat serta memperlihatkan perdaunan. Setempat menunjukan struktur chevron, lajur tekuk (kimk banding) dan augen serta di beberapa tempat perdaunan terlipat. Rijang berwarna kelabu sampai coklat. Pualam berwarna kehijauan, kelabu sampai kelabu gelap, coklat sampai merah coklat, dan hitam bergaris putih, sangat padat dengan persekisan, tekstur umumnya nematoblastik yang memperlihatkan pengarahan. Persekisan dalam batuan ini didukung oleh adanya pengarahan kalsit hablur yang tergabung dengan mineral lempung dan mineral kedap (opak). Batuan terutama tersusun oleh kalsit dolomit dan piroksen. Mineral lempung dan mineral bijih dalam bentuk garis. Wolastonit dan apatit terdapat dalam jumlah sangat kecil. Plagioklas jenis albit mengalami penghabluran ulang dengan piroksen. Satuan ini mempunyai kontak struktur geser dengan satuan yang lebih tua di bagian utara yaitu Kompleks Mekongga (Pzm). Berdasarkan penarikan umur oleh Kompleks Pompangeo mempunyai umur Kapur Akhir – Paleosen bagian bawah. h. Formasi Matano (Km) Formasi Matano (Km) terdiri atas batugamping hablur, rijang dan batusabak. Batugamping berwarna putih kotor sampai kelabu; berupa 10 endapan kalsilutit yang telah menghablur ulang dan berbutir halus (lutit); perlapisán sangat baik dengan ketebalan lapisan antara 10-15 cm; di beberapa tempat dolomitan; di tempat lain mengandung lensa rijang setempat perdaunan. Rijang berwarna kelabu sampai kebiruan dan coklat kemerahan; pejal dan padat. Berupa lensa atau sisipan dalam batugamping dan napal; ketebalan sampai 10 cm. Batusabak barwarna coklat kemerahan; padat dan setempat gampingan; berupa sisipan dalam serpih dan napal, ketebalan sampai 10 cm. Berdasarkan kandungan fosil batugamping, yaitu Globotruncana sp dan Heterohelix sp, serta Radiolaria dalam rijang (Budiman, 1980), Formasi Matano diduga berumur Kapur Atas dengan lingkungan pengendapan pada laut dalam. i. Kompleks Ultramafik (Ku) Kompleks Ultramafik (Ku) terdiri atas harzburgit, dunit, wherlit, serpentinit, gabro, basal, dolerit, diorit, mafik meta, amphibolit, magnesit dan setempat rodingit. Satuan ini diperkirakan berumur Kapur. j. Formasi Meluhu (TRJm) Formasi Meluhu (TRJm) terdiri atas batupasir kuarsa, serpih merah, batulanau, dan batulumpur di bagian bawah; dan perselingan serpih hitam, batupasir, dan batugamping di bagian atas. Formasi ini mengalami tektonik kuat yang ditandai oleh kemiringan batuan hingga perlapisan 80o puncak antiklin yang memanjang utara Barat Ddaya-Tenggara. Umur dari formasi ini diperkirakan Trias. 11 k. Formasi Laonti (TRJt) Formasi Laonti (TRJt) terdiri atas batugamping malih, pualam dan kuarsit. Kuarsit, putih sampai coklat muda; pejal dan keras; berbutir (granular), terdiri atas mineral granoblas, senoblas, dengan butiran dan halus sampai sedang. Batuan sebagian besar terdiri dari kuarsa, jumlahnya sekitar 97%. Oksida besi bercelah diantara kuarsa, jumlahnya sekitar 3%. Umur dari formasi ini adalah Trias. l. Kompleks Mekongga (Pzm) Kompleks Mekongga (Pzm) terdiri atas sekis, gneiss dan kuarsit. Gneiss berwarna kelabu sampai kelabu kehijauan; bertekstur heteroblas, xenomorf sama butiran, terdiri dari mineral granoblas berbutir halus sampai sedang. Jenis batuan ini terdiri atas gneiss kuarsa biotit dan gneiss muskovit. Bersifat kurang padat sampai padat. Gambar 2. Korelasi satuan peta geologi lembar kolaka, Sulawesi. 12 3. Struktur Regional Perkembangan tektonik di kawasan Pulau Sulawesi berlangsung sejak zaman Tersier hingga sekarang, sehingga bentuknya yang unik menyerupai huruf “K”, dan termasuk daerah teraktif di Indonesia, mempunyai fenomena geologi yang kompleks dan rumit. Manifestasi tektonik yang ditimbulkan berupa sesar dan gunung api dapat menibulkan gempa, tsunami dan bencana geologi lainnya (Ronald, 2011). Pada lengan Tenggara Sulawesi, struktur utama yang terbentuk setelah tumbukan adalah sesar geser mengiri, termasuk sesar Matarombeo, sistem sesar Lawanopo, sistem sesar Konaweha, sesar Kolaka, dan banyak sesar lainnya serta liniasi. Lengan Sulawesi Tenggara juga merupakan kawasan pertemuan lempeng, yakni lempeng benua yang berasal dari Australia dan lempeng samudra dari pasifik. Kepingan benua di Lengan Tenggara Sulawesi dinamai Mintakat Benua Sulawesi Tenggara (South East Sulawesi Continental Terrane) dan Mintakat Matarambeo. Kedua lempeng dari jenis yang berbeda ini bertabrakan dan kemudian ditindih oleh endapan Molasa Sulawesi sebagai akibat subduksi dan tumbukan lempeng pada Oligosen Akhir - Miosen Awal, Kompleks Ofiolit tersesar–naikkan keatas mintakat benua. Molasa Sulawesi yang terdiri atas batuan sedimen klastik dan karbonat, terendapkan selama akhir dan sesudah tumbukan, sehingga Molasa ini menindih tidak selaras Mintakat Benua Sulawesi Tenggara dan Kompleks Ofiolit tersebut. lengan ini sesar Lawanopo dan beberapa pasangannya 13 termasuk (Simandjuntak dkk, 1993). Sesar Kolaka memiliki arah Tenggara Barat Laut yang merupakan arah umum dari sesar geser mengiri yang berada di Lengan Tenggara Sulawesi. Dampak dari pada perkembangan tektonik Kuarter Laut Banda membentuk sesar geser Kolaka yang bersifat sinistral dan aktif. Sesar ini memanjang dari Tenggara ke Barat Laut melalui Kolaka hingga Teluk Bone memotong sesar Palu-Koro (bawah laut) berlanjut ke Kota Palopo ke arah puncak PalopoToraja (Ronald, 2011). Gambar 3. Hasil interpretasi citra landsat lengan tenggara Sulawesi yang menunjukkan lineasi dan sesar (Surono dkk, 2013) 14 B. Hidrologi Air Tanah Hidrologi air tanah atau sering disebut geohidrologi adalah pengetahuan distribusi dan gerakan air di bawah permukaan tanah. Sedangkan air tanah adalah air yang menempati rongga (pori) dalam lapisan tanah, batuan atau formasi geologi yang ada dibawah tanah. Air tanah merupakan sumberdaya yang sangat penting dalam penyediaan air di Indonesia. Penggunaan air tanah sangat luas dan memenuhi sekitar 60% dari kebutuhan penduduk akan air baik untuk irigasi, industry, air minum, MCK, dan lain-lain. Beberapa pengetahuan yang sangat berkaitan dengan air tanah adalah geologi, hidrologi, meteorology, mekanika fluida dan ilmu tanah. Kesemua ilmu memberikan kontribusi yang penting dalam pengkajian potensi air tanah suatu daerah. (Mardi Wibowo, 2006). 1. Siklus Hidrologi siklus hidrologi merupakan pergerakan air di bumi berupa cair, gas dan padat, baik proses diatmosfir, tanah, dan benda-benda air yang tidak terputus melalui proses kondensasi, prisifikasi, evaporasi dan transpirasi. Pemanasan air samudra oleh sinar matahari merupakan kunci siklus hidrologi tersebut dapat berjalan secara kontinue. Air berevaporasi, kemudian jatuh sebagai presipitasi dalam bentuk air, es, atau kabut. Pada perjalanan menuju bumi beberapa presipitasi dapat berevaporasi kembali ke atas atau langsung jatuh yang kemudian di intersepsi oleh tanaman sebelum mencapai tanah. Setelah 15 mencapai tanah, siklus hidrologi terus bergerak secara kontinu dalam tiga cara yang berbeda. Gambar 4. Siklus hidrpologi (T=transpirasi, E=evaporasi, P=hujan, R=aliran permukaan, G=aliran air tanah dan I=infiltrasi). Sumber : vessman et.ai, 1989 dalam Mahmud Achmad, 2011. a. Evaporasi/transpirasi Evaporasi/transpirasi yaitu air yang ada di laut, di darat, di sungai, di tanaman dan sebagainya kemudian akan menguap ke atmosfer dan kemudian akan menjadi awan. Pada keadaan jenuh, uap air (awan) itu akan menjadi dintik-bintik air yang selanjutnya akan turun (precipitation) dalam bentuk hujan, salju dan es. b. Infiltrasi/perkolasi Infiltrasi/perkolasi kedalam tanah yaitu air bergerak ke dalam tanah melalui celah-celah kedalam pori-pori tanah dan batuan menjadi muka air tanah. Air dapat bergerak akibat aksi kapiler atau air dapat bergerak secata 16 vertikal atau horizontal kebawah permukaan tanah hingga air tersebut memasuki kembali system air permukaan c. Air Permukaan Air Permukaan yaitu air yang bergerak diatas permukaan tanah dekat dengan aliran utama dan danau. Makin landau lahan dan makin sedikit pori-pori tanah, maka aliran permukaan akan semakin besar. Aliran permukaan tanah dapat dilihat biasanya pada daerah urban. Sungai-sungai bergabung satu sama lain dan membentuk sungai utama yang membawa seluruhan air permukaan disekitar daerah aliran sungai menuju laut. (Mahmud Achmad, 2011) Gambar 5. Keseimbangan dan pergerakan air secara hidrologis. Sumber : vessman et.ai, 1989 dalam Mahmud Achmad, 2011 17 2. Jeis-jenis Akuifer Lapisan yang dapat menangkap dan meloloskan air disebut akuifer. Krussman dan Ridder (1970) membagi jenis-jenis akuifer menjadi 4 yaitu akuifer bebas (unconfined aquifer), akuifer tertekan (confined aquifer), akuifer semi tertekan (semi confined aquifer) dan akuifer semi bebas (semi unconfined aquifer). a. Akuifer Bebas (unconfined Aquifer) Akuifer bebas adalah lapisan lolos air yang hanya sebagian terisi oleh air dan berada dibawah lapisan kedap air. Permukaan tanah pada akuifer ini disebut dengan water tabel (preatik level), yaitu permukaan air yang mempunyai tekanan hidrostatik sama dengan atmosfir. Air tanah yang berasal dari infiltrasi dapat dilihat pada gambar 8. Gambar 6. Air tanah yang berasal dari infiltrasi (Krussman dan Rider, 1970) 18 b. Akuifer tertekan (Confined Aquifer) Akuifer tertekan adalah akuifer yang seluruh jumlah air yang dibatasi oleh lapisan kedap air, yang di atas maupun di bawah, serta mempunyai tekanan jenuh lebih besar dari pada tekanan atmosfir. c. Akuifer Semi tertekan (Semi Confined Aquifer) Akuifer semi tertekan adalah akuifer yang seluruhnya jenuh air. Dimana bagian atasnya dibatasi oleh lapisan semi lolos air dan dibagian bawahnya merupakan lapisan kedap air. d. Akuifer Semi Bebas (Semi Unconfined Aquifer) Akuifer semi bebas adalah akuifer yang bagian bawahnya yang merupana lapisan kedap air, sedangkan bagian atasnya merupakan material berbutir halus, sehingga pada lapisan penutupnya masih memungkinkan adanya gerakan air. Dengan demikian akuifer ini merupakan peralihan antara akuifer bebas dengan akuifer semi tertekan. C. Daerah Resapan Air Secara umum proses resapan air tanah ini terjadi melalui dua proses berurutan, yaitu infiltrasi (pergerakan air dari atas kedalam permukaan tanah), dan perkolasi yaitu gerakan air kebawah dari zona tidak jenuh kedalam zona jenuh air. Daya infiltrasi adalah laju infiltrasi maksimum yang mungkin, yang ditentukan oleh kondisi permukaan tanah. Daya perkolasi adalah laju perkolasi maksimum yang mungkin, yang ditentukan oleh kondisi tanah dan zona tidak jenuh. Laju infilterasi akan sama dengan insentitas hujan jika laju infiltrasi masih 19 kecil dari daya infiltrasinya perkolasi tidak akan terjadi jika porositas dalam zona tidak jenuh belum mengandung air secara maksimum. Proses infiltrasi berperan penting dalam pengisian kembali legas tanah dan air tanah. Pengisian kembali lengas tanah sama dengan selisih antara infiltrasi dan perkolasi (jika ada). Pengisian kembali air tanah sama dengan perkolasi dikurangi kenaikan kapiler (jika ada). Resapan air tanah akan akan menentukan besarnya aliran dasar yang merupakan debit sungai musim kemarau (Mardi Wibowo, 2006). 1. Sifat-sifat Daerah Resapan Berdasarkan bentang alamnya, daerah resapan lebih mendominansi wilayah cekungan dan secara alami memiliki ciri-ciri kondisi tanah dengan kemampuan resapan yang cukup tinggi, curah hujan rata-rata lebih dari 1.000 mm per tahun, lapisan tanahnya berupa pasir halus berukuran minimal 1/16 mm, mempunyai kemampuan meresap air dengan kecepatan lebih dari 1 meter per hari, kedalaman air tanah lebih dari 10 meter dari permukaan tanah, kemiringan lereng kurang dari 15 %, dan kedudukan muka air tanah dangkal lebih tinggi dari kedudukan muka air tanah dalam. Kemampuan peresapan air dipengaruhi oleh struktur dan tekstur tanahnya yang kandungan pasir dalam tanah tersebut sangat menentukan. Semakin tinggi kandungan pasir dalam tanah, maka kepadatan tanah akan semakin rendah yang berarti akan memicu peresapan air kedalam tanah termasuk mempengaruhi laju peresapan air tersebut. 20 Perbedaan tinggi atau rendahnya air tanah pada musim kemarau dan penghujan adalah sebagai bukti adanya sirkulasi air kearah dalam. Aliran sirkulasi air ke arah dalam berkaitan erat dengan suplai air ke persediaan air bawah tanah atau ground water. Pentingnya daerah yang memiliki curah hujan tinggi adalah agar intensitas air yang dapat masuk ke dalam tanah cukup besar. Sedangkan fungsi penutupan dengan vegetasi yang memiliki sistem perakaran dalam adalah sebagai bio-filter dari sifat-sifat kimia yang dibawa oleh air dan tanah itu sendiri serta untuk mengendalikan laju limpahan air (Waryono, 2008). 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Peresapan Air Hujan a. Proses Peresapan Air Kedalam Tanah Kawasan resapan air berfungsi untuk memberikan ruang yang cukup bagi peresapan air hujan pada daerah resapan air tanah untuk keperluan penyediaan kebutuhan air tanah dan penanggulangan banjir baik untuk kawasan bawahnya maupun kawasan yang bersangkutan. Dalam mengkaji peresapan air hujan, dikenal beberapa definisi istilah sebagai berikut: 1. Persipitasi adalah volume air hujan yang turun dikurangi penguapan (evaporasi dan evapotranpirasi). Refleksi dari persipitasi menjadi 2, yaitu limpasal permukaan (run off) dan peresapan kedalam tanah (Lisley, 1982 dalam Susilawati, 2000) 21 2. Infiltrasi adalah proses meresapnya air ke dalam tanah melewati permukaan tanah (Sarief, 1985) 3. Perkolasi adalah pergerakan air kedalam tanah melalui soil moisture zone (lingkungan sejumlah kecil air di antara sela-sela yang menyebabkan kebasahan tanah) pada unsaturated zone, sampai mencapai muka air tanah pada saturated zone (Satief, 1985) Gambar 7. Komponen-komponen aliran air diatas dan di dalam tanah (Sarief, 1985) 4. Kapasitas infiltrasi adalah kecepatan infiltrasi maximum yang bisa terjadi. Kapasitas infiltrasi dipengaruhi oleh kondisi permukaan, termasuk lapisan tanah paling atas. 5. Kecepatan infiltrasi adalah kecepatan infiltrasi yang terjadi sesungguhnya. Kecepatan infiltrasi dipengaruhi oleh intensitas hujan dan kapasitas infiltrasi. 6. Limpasan permukaan (surface run off) semua air yang mengalir lewat suatu sungai bergerak meninggalkan daerah tangkapan sungai (DAS) 22 tersebut tanpa memperhatikan asal/jalan yang ditempuh sebelum mencapai saluran. 3. Model Penentuan Daerah Resapan Air Untuk menentukan daerah resapan diperlukan beberapa parameter diantaranya yaitu jenis tanah permukaan, batuan penyusun, kemiringan lahan, dan muka air tanah. Masing-masing patameter mempunyai pengaruh terhadap terhadap resapan air kedalam tanah yang dibedakan dengan nilai bobot (Tabel 1). Parameter yang mempunyai nilai bobot paling tinggi merupakan parameter yang paling menentukan kemampuan peresapan untuk menambah air tanh secara alamiah pada suatu cekungan air tanah. Sebagai salah satu model pengkelasan dan pemberian skor dari tiap kelas parameter dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Nilai bobot parameter resapan air No Parameter Bobot Nilai Keterangan 1 Kelulusan Batuan 5 Sangat Tinggi 2 Curah Hujan 4 Tinggi 3 Tanah Penutup 3 Cukup 4 Kemiringan Lereng 2 Sedang 5 Muka air Tanah 1 Rendah Sumber : Direktorat Tata Lingkungan Geologi dan Kawasan Pertambangan, 2004 Dalam Mardi Wibowo, 2006. a. Jenis Batuan Penyusun Parameter jenis batuan penyusun pengkelasannya berdasarkan permeabilitas dimana hal tersebut sangat berpengaruh oleh tekstur dan struktur dari tiap jens batuan. Semakin besar permeabilitas dan koefisien resapan semakin besar skornya (Tabel 2) 23 Tabel 2. Kelas dan skor kelulusan batuan Permeabilitas No Cotoh Batuan Skor Keterangan (m/hari) 1 >103 Endapan alufial 5 Sangat tinggi 1 3 2 10 -10 Endapan kuarter muda 4 Tinggi -2 1 3 10 -10 Endapan kuarter tua 3 Cukup -4 2 4 10 -10 Endapan Tersier 2 Sedang 4 5 <10 Batuan intrusi 1 Rendah Sumber : Direktorat Tata Lingkungan Geologi dan Kawasan Pertambangan, 2004 Dalam Mardiwibowo, 2006. b. Curah Hujan Dari segi daya dukung lingkungan, dengan curah hujan yang sama resapan air akan semakin besar jika hujan terjadi dalam waktu yang panjang. Sehubungan dengan hal tersebut dikembangkan faktor hujan infiltrasi yang di hitung menggunakan persamaan 1 (Mardi Wibowo, 2007). RD = 0,01 . P .Hh (1) Dimana : RD = Faktor hujan infiltrasi P = Curah hujan tahunan Hh = Jumlah hari hujan tiap tahun Semakin tinggi dan lama curah hujan, semakin besar skornya karena pada dasarnya semakin tinggi dan lama curah hujan semakin besar air yang dapat meresap kedalam tanah, nilai skor hujan infiltrasi dapat dilihat pada tabel 3. No 1 2 Tabel 3. Kelas dan skor data curah hujan Curah Hujan Faktor Hujan Skor (mm/th) Infiltrasi < 1.500 < 2.775 1 1.500 - 2.000 2.775 - 3.700 2 Keterangan Rendah Sedang 24 No Curah Hujan (mm/th) 3 2.000 - 2.500 4 2.500 - 3.000 5 > 3.000 Sumber : Dirjen Reboisasi 2007. Faktor Hujan Skor Keterangan Infiltrasi 3.700 - 4.625 3 Cukup 4.625 - 5.550 4 Tinggi > 5.550 5 Sanagat Tinggi dan Rehabilitasi Lahan, 1998 dalam Riris, c. Jenis tanah Permukaan Karakteristik tanah yang harus diperharikan adalah permeabilitasdan nilai faktor infiltrasi (lihat Tabel 4) Tabel 4. Kelas dan skor tiap jenis tanah Permeabilitas Jenis Tanah No Skor Keterangan 5 (10 m/dt) Penutup Lempung 1 Lambat (< 2) 1 Rendah lanauan Lanau 2 Agak lambat (2-7) 2 Sedang Lempungan Lempung 3 Sedang – cepat (7-15) 3 Cukup Pasiran 4 Agak cepat (15-30) Pasir 4 Tinggi 5 Cepat ( > 30 ) Kerikil 5 Sanagat Tinggi Sumber : Modifikasi dan pengolahan dalam Mardi Wibowo, 2007. d. Kemiringan Lereng Kemiringan lereng merupakan variable yang sangat berpengaruh terhadap proses resapan air, semakin besar kemiringan, semakin kecil jumlah air yang meresap. Kelas dan skor kemiringan lahan dapat di lihat pada tanel 5. Tabel 5. Kelas dan skor kemiringan lereng Kemiringan No Deskripsi Skor Keterangan Lereng (%) 1 <8 Datar 5 Sangat Tinggi 2 8 – 15 Landai 4 Tinggi 3 15 – 25 Bergelombang 3 Cukup 4 25 – 45 Curam 2 Sedang 5 > 45 Sangat Curam 1 Rendah Sumber : Dirjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan, 1998 dalam Riris, 2007. 25 e. Kedalaman Muka Air Tanah Semakin dalam kedalaman muka air tanah bebas, maka potensi air untuk meresap semakin besar dibandingkan dengan daerah yang muka air tanahnya relative dangkal (Tabel 6). Tabel 6. Kelas dan skor kedalaman muka air tanah Kedalaman muka air No Skor Keterangan tanah (m) 1 >30 5 Sangat Tinggi 2 20 -30 4 Tinggi 3 10 – 20 3 Cukup 2 5 -10 2 Sedang 5 <5 1 Rendah Sumber : Direktorat Tata Lingkungan Geologi dan Kawasan Pertambangan, 2004 Dalam Mardi Wibowo, 2006. Untuk mementukan tingkat kesesuaian sebagai kawasan resapan air dilakukan dengan menjumlahkan hasil perkalian antara nilai bobot dan skor pada tiap kelas parameter dengan menggunakan persamaan 2 (Mardi Wibowo, 2007). Nilai Total = (Kb.Kp) + (Pb.Pp) + (Sb.Sp) + (Lb.Lp) + (Mb.Mp) Keterangan : Kb = Bobot nilai kelulusan batuan Kp = Skor nilai kelulusan batuan Pb = Bobot nilai curah hujan rata-rata thunan Pp = Skor nilai curah hujan Sb = Bobot nilai tanah penutup Sp = Skor nilai tanah penutup Lb = Bobot nilai kealas kemirinngan lereng (2) 26 Lp = Skor nilai kemiringan lereng Mb = Bobor nilai Muka air tanah bebas Mp = Skor nilai muka air tanah bebas Berdasarkan perhitungan yang diperoleh dari persamaan 2 diperoleh nilai total dari setiap tempat dalam suatu cekungan. Semakin besar nilai totalnya maka semakin besar potensi untuk meresapkan air kedalam tanah, dengan kata lain semakin sesuai sebagai daerah redapan air. Untuk mengklasifikasikannya (membuat zona tingkat kesesuaian sebagai daerah resapan) perlu dibuat kelaskelas berdasarkan nilai total yang ada di daerah penelitian (Tabel 7). Tabel 7. Klasifikasi kondisi daerah resapan air No Nilai Skoring Kriteria 1 >48 Zona Resapan Baik 2 44 – 47 Zona Resapan Normal Alami 3 40 – 43 Zona Resapan Mulai Kritis 4 37 – 39 Zona Resapan Agak Kritis 5 <37 Zona Resapan Sangat Kritis Sumber : Tata Cara Penyusunan Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Lahan Daerah Aliran Sungai (RTkRHL-DAS) dalam Mardi Wibowo, 2006 4. Fungsi daerah resapan air Sebagai daerah yang memiliki sifat resapan air yang tinggi, daerah resapan air berkemampuan untuk menampung debit air hujan yang turun di daerah tersebut. Daerah resapan air secara tidak langsung juga berdampak pada pengendalian banjir untuk daerah yang berada lebih rendah darinya karena air hujan tidak turun ke daerah yang lebih rendah namun diserap sebagai air tanah. Air yang di serap ini kemudian akan menjadi cadangan air di musim kering serta supply air untuk daerah yang berada di bawahnya (Waryono, 2008). 27 D. Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah sistem informasi khusus yang mengelola data yang memiliki informasi spasial (bereferensi keruangan). Atau dalam arti yang lebih sempit, adalah sistem komputer yang memiliki kemampuan untuk membangun, menyimpan, mengelola dan menampilkan informasi berefrensi geografis, misalnya data yang diidentifikasi menurut lokasinya, dalam sebuah database. Para praktisi juga memasukkan orang yang membangun dan mengoperasikannya dan data sebagai bagian dari sistem ini. SIG mempunyai kemampuan untuk menghubungkan berbagai data pada suatu titik tertentu di bumi, menggabungkannya, menganalisa dan akhirnya memetakan hasilnya. Data yang akan diolah pada SIG merupakan data spasial yaitu sebuah data yang berorientasi geografis dan merupakan lokasi yang memiliki sistem koordinat tertentu, sebagai dasar referensinya. Sehingga aplikasi SIG dapat menjawab beberapa pertanyaan seperti; lokasi, kondisi, trend, pola dan pemodelan. Kemampuan inilah yang membedakan SIG dari sistem informasi lainnya. Telah dijelaskan diawal bahwa SIG adalah suatu kesatuan sistem yang terdiri dari berbagai komponen, tidak hanya perangkat keras komputer beserta dengan perangkat lunaknya saja akan tetapi harus tersedia data geografis yang benar dan sumberdaya manusia untuk melaksanakan perannya dalam memformulasikan dan menganalisa persoalan yang menentukan keberhasilan SIG (Umi Dewi Rahmawati, dkk, 2011). 28 SIG dapat diperjelas berdasarkan uraian jenis masukan, proses, dan jenis keluaran yang ada di dalamnya, maka subsistem SIG jugadapat digambarkan pada gambar 10. Gambar 8. Uraian subsistem-subsistem SIG (Eddy Prahasta, 2002) a. Cara Kerja SIG SIG dapat mempresentasikan realworld (dunia nyata) diatas monitor computer sebagai mana lembaran peta dapat mempresentasikan dunia nyata diatas kertas. Namun SIG memiliki kekuatan lebih dan fleksibilitas daripada lembaran peta kertas. Peta merupakan presentasi grafis dari dunia nyata, objek-objek yang direpresentasikan diatas peta disebut unsur peta atau map features (contohnya seperti sungai, kebun, jalan, dan lain-lain). Kerena peta mengorganisasikan unsur-unsur berdasarkan lokasi-lokasinya, peta sangat baik dalam memperlihatkan hubungan atau relasi yang dimiliki oleh unsurunsurnya. 29 SIG mempunyai semua informasi deskriptif unsur-unsurnya sebagai atribut-atribut menyimpannya didalam didalam basisdata. Kemudian tabel-tabel SIG (relasional). membentuk Setelah itu dan SIG menghubungkan unsur-unsur diatas dengan tabel-tabel yang bersangkutan. Dengan demikian, atribut-atribut ini dapat diakses melalui lokasi unsur-unsur peta, dan sebaliknya unsur unsut-unsur peta juga dapat diakses atribut-atributnya. Karena itu unsur-unsur tersebut dapat dicari melalui dan ditemukan berdasarkan atribut-atributnya. SIG mengubah sekumpulan unsur-unsur peta dengan atribut-artibutnya di dalam satuan-satuan yang disebut layer. Contoh layer seperti bangunan, sungai, jalan, batas-batas administrasi, perkebunan dan hutan. Kumpulan dari layer-layer ini akan membentuk basisdata SIG. dengan demikia, perancangan basisdata merupakan hal yang esensial di dalam SIG. rancangan basisdata akan menentukan efektifitas dan efesiensi dan proses-proses masukan, pengelolaan, dan keluaran. b. Fungsi Analisis Kemampuan SIG dapat juga dikenal dari fungsi-fungsi analisis yang dapat dilakukannya. Secara umum terdapat dua jenis fungsi analisis, yaitu fungsi analisis spasial dan fungsi analisis atribut. Fungsi analisis atribut terdiri dari oprasi dasar basisdata yang mencakup create data base, drop database, create table, drop table, record dan insert, field, seek, find, search, rerieve, edit, update, delete, zap, pack, membuat indeks untuk setiap tabel basisdata, dan perluasan oprasi basis data yang mencakup export dan import, structured query language, dan operasi-operasi atau fungsi analisis lain yang sudah rutin digunakan didalam system basisdata. Fungsi analisis lainnya yang sudah rutin 30 digunakan didalam system basisdata. Fungsi analisis spasial terdiri dari reclassify, overlay, dan buffering. Walaupun produk SIG paling sering disajikan dalam bentuk peta, kekuatan SIG yang sebenarnya terletak pada kemampuannya dalam melakukan analisis. SIG dapat mengolah dan mengelola data dengan volume yang besar. Dengan demikian, pengetahuan mengenai bagaimana cara mengekstrak data tersebut dan bagaimana menggunakannya merupakan kunci analisis di dalam SIG. Salah satu fungsi tools SIG yang paling powerfull dan mendasar adalah integrasi data dengan cara baru. Salah satu contohnya adalah overlay, yang memadukan layer data yang berbeda. SIG juga dapat mengintegrasikan data secara matematis dengan melakukan operasi-operasi terhadap atribut-atribut tertentu dari datanya (Eddy Prahasta, 2002). Menurut Adi Paramarta (2012), dalam system informasi geografis terdapat dua macam data yaitu data spasial dan data atribut. a. Data Spasial Data spasial merupakan data yng menggambarkan bentuk atau penampakan objek dipermukaan bumi. Data spasial dalam Sistem Informasi Geografis dibedakan menjadi titik (point), garis (line), dan area (polygon). b. Data Atribut, Data atribut merupakan data deskriptif yang merupakan nilai dari data data spasial. Data atribut akan tersimpan dalam bentuk tabel atau sering disebut data tabular. III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2016 sampai januari 2017. Secara administrasi daerah penelitian bertempat di Kabupaten Kolaka Provinsi Sulawesi Tenggara. Lokasi penelitian dapat ditunjukan pada gambar 9. Gambar 9. Peta lokasi penelitian 31 32 B. Jenis dan Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif yang dilengkapi dengan pendekatan kuantitatif. Kegiatan penelitian ini meliputi pengumpulan data, analisis data, dan diakhiri dengan sebuah kesimpulan yang mengacu pada analisis data tersebut (Sugiyono, 2007). Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif. Secara harfiah dimaksudkan untuk membuat gambaran mengenai situasi, kondisi, atau kejadian, sehingga lebih mengarah menghimpun data-data dasar. Metode ini lebih umum sering disebut sebagai metode survey. Penelitian dilakukan untuk memperoleh fakta dari gejala-gejala yang ada secara factual (Nasir, 1988). C. Instrument Penelitian 1. Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat tabel 2. Tabel 8. Alat yang di gunakan dalam penelitian Nama Alat Fungsi Kompas Geologi Mengukur kedudukan batuan Palu Geologi Mengambil sampel batuan Kantong sampel Menyimpan sampel batuan Loup (30 X perbesaran) Mengamati sampel batuan di lapangan Buku catatan lapangan Menctat data-data di lapangan Alat tulis Mencatat datadata dilapangan Kamera Dokumentasi Penelitian Rol meter Mengukur kedalaman muka air tanah Personal Computer / Menganalisis data-data penelitian laptop 10 Printer Mencetak hasil layout peta No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 pada 33 No Nama Alat 11 Soft ware Arc GIS 10.4, Microsoft Office word 2010, Microsoft Office Excel 2010 Fungsi Mengolah data-data penelitian 2. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3. No 1 3 4 5 6 7 Tabel 9. Bahan yang digunakan dalam penelitian Nama Bahan Fungsi Peta lokasi penelitian (peta Sebagai petunjuk pengambilan administrasi kecamatan dalam data rencana tata ruang wilayah kabupaten kolaka 2011-2031) Pete geologi daerah Kabupaten Sebagai objek pengamatan Kolaka (peta geologi lembar Kolaka dan lembar LasusuaKendari sekala 1:250.00, oleh Simanjuntak, Surono dan Sukido 1993, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi) Peta jenis tanah Kabupaten kolaka Sebagai objek pengamatan (peta jenis tanah dalam rencana tata ruang wilayah kabupaten kolaka 2011-2031) Peta sebaran muka air tanah Sebagai objek pengamatan Kabupate Kolaka (Hasil observasi) Peta kemiringan lereng Kabupaten Sebagai objek pengamatan Kolaka (citra SRTM 2016) Data curah hujan Kabupaten Sebagai objek pengamatan kolaka (Stasiun pengamatan hujan toari,balandete dan tamboli, Balai Sulawesi IV Kendari) 34 D. Prosedur Penelitian Prosedur penelitian dibagi manjadi beberapa tahap yaitu sebagai berikut: 1. Tahap Persiapan Tahap ini merupakan tahap awal dari suatu kegiatan penelitian sebelum melakukan penelitian tahap ini meliputi : a. Studi Pustaka Sebelum kegiatan penelitian dilaksanakan, agar dapat mengetahui bagaimana kondisi daerah penelitian secara umum yang dilakukan dengan cara mengumpulkan informasi mengenai kondisi daerah penelitian dan informasi yang dikumpulkan melalui teori-teori yang berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan. b. Persiapan Peralatan Mempersiapkan kelengkapan peralatan yang akan digunakan di dalam kegiatan penelitian, peralatan standar maupun peralatan tambahan. 2. Tahap Penelitian Tahap ini meliputi tahap pengumpulan data dilapangan yang terbagi menjadi 2 yaitu : a. Pengumpulan data skunder berupa pengumpulan data curah hujan daerah penelitian, peta geologi daerah penelitian, peta jenis tanah daerah penelitian, peta kemiringan lereng daerah penelitian. b. Pengumpulan data primer data berupa data geomorfologi yang di khususkan pada data kelerengan. Pengamatan singkapan batuan meliputi pengamatan sifat-sifat fisik batuan seperti warna batuan, tekstur batuan, 35 struktur batuan dan komposisi mineral batuan yang dilakukan secara kasat mata (megaskopis). Pengambilan data kedalaman muka air tanah sebanyak 69 titik pengukuran sumur, pencatatan titik koordinat daerah pengambilan sampel batuan maupun titik pengukuran kedalaman muka air tanah dan foto kondisi daerah pengambilan sampel. E. Tahap Pengolahan dan Analisis Data 1. Analisis Morfometri Analisis morfometri yaitu bagian dari analisis morfologi yang dilakukan untuk menentukan sudut dan presentase kelerengan bentang alam pada daerah penelitian. 2. Analisis Kedalaman Sebaran Muka Air Tanah Analisis kedalaman sebaran muka air tanah dilakuakan untuk mengetahui kedalaman sebaran mukan air tanah daerah penelitian, menggunakan data hasil pengukuran kedalaman muka air tanah di daerah penelitian, kemudian dilakukan interpolasi terhadap data-data tersebut menggunakan software Arc Gis 10.4. 3. Analisis Petrologi Analisis petrologi dilakukan untuk mengetahui jenis litologi daerah penelitian, yang dilakukan berdasarkan hasil pengamata lapangan secara megaskopis. 4. Analisis Zona Resapan Air Tanah Analisis zona resapan air tanah dilakukan dengan menggabungkan data-data dan peta-peta meliputi data curah hujan, peta geologi daerah 36 penelitian, peta jenis tanah daerah penelitian, peta kemiringan lereng daerah penelitian dan peta kedalaman muka air tanah daerah penelitian. Data-data tersebut kemudian dianalisis menggunakan aplikasi sistem informasi geografis (SIG) dengan teknik tumpang susun (overlay) sehingga menghasilkan peta zona resapan air tanah (Gambar. 40) PERSIAPAN - Administras i - Perlengkapa - Studi Pustaka - Pembuatan PENGUMPULAN DATA - Data Sekunder Data Primer - Peta Geologi Peta Jenis Tanah - Data Curah Hujan (Peta Hujan - Data Geomorfologi - Data Geologi - Data Kedalaman Muka Air Tanah ANALISIS DATA Analisis Kedalaman Muka Air Tanah Sebaran Muka Air Analisis morfometri Analisis Petrologi Overlay PENENTUAN ZONA RESAPAN AIR Gambar 10. Diagram alir penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Jenis Batuan Daerah Penelitian Berdasarkan peta geologi lembar Lasusua-Kendari dan peta geologi lembar Kolaka skala 1:250.000 yang dikeluarkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, wilayah Kabupaten Kolaka tersusun oleh beberapa jenis batuan. 1. Komplek Aluvium (Qa) . Gambar 11. (A) Endapan aluvium yang terendapkan di daerah pesisir, di jumpai di Kecamatan Wundulako, arah foto N 135o E. (B) endapan aluvium yang terendapkan di daerah sungai, dijumpai di Kecamatan Latambaga, arah foto N 35o E. (C) endapan aluvium yang terendapkan di pinggir jalan, dijumpai di Kecamatan Tanggetada, arah foto N 147o E. Berdasarkan peta geologi lembar Kolaka, Kompleks Aluvium (Qa) terdiri atas lempung, pasir kerikil dan kerakal. Satuan ini merupakan endapan aluvium yang terendapkan di wilayah 37 sungai, rawa dan endapan pantai. 38 Berdasarkan pengamatan lapangan jenis aluvium yang dijumpai di lokasi penelitian terdiri atas lempung, pasir, krikil dan krakal berwarna coklat kehitaman, Kompleks Aluvium ini terdiri atas endapan aluvium yang terendapkan di wilayah sungai, rawa dan pesisir. Satuan ini melampar luas di bagian Barat daerah penelitian dengan luas 18.774,73 Ha, atau sekitar 6 % dari keseluruhan luas daerah keseluruhan. 2. Formasi Alangga (Qpa) Berdasarkan peta geologi lembar Kolaka Formasi Alangga (Qpa) tersusun atas konglomerat dan batu pasir. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan daerah penelitian yang termasuk dalam Formasi Alangga dijumpai jenis endapan aluvium yang belum terkonsolidasi, endapan aluvium ini tersusun atas fragmen-fragmen batuan berupa batuan kuarsit dan batuan ultramafik berbentuk rounded dengan ukuran butir pasir kasar sampai dengan brangkal. Endapan ini memiliki ciri fisik berwarna kemerahan, luas daerah yang termasuk dalam Formasi Alangga yaitu 4.308,71 Ha atau sekitar 1,9 % dari keseluruhan luas daerah penelitian. Gambar 12. Endapan aluvium Formasi Alangga, terdapat di Kecamatan Baula, arah foto N 273o E 39 3. Formasi Buara (Ql) Berdasarkan peta geologi lembar Kolaka Formasi Buara (Ql) terdiri atas terumbu koral, konglomerat dan batupasir. Berdasarkan pengamatan langsung di lapangan pada formasi ini dijumpai batugamping terumbu dengan warna lapuk coklat kekuningan dan warna segar kuning kecoklatan, tekstur batuan non-klastik, struktur batuan fosil fereus dengan kenampakan fosil makro yang sangat jelas terlihat pada tubuh batuan. Luas daerah yang termasuk dalam Formasi Buara yaitu 5.023,74 Ha, atau sekitar 2,1 % dari keseluruhan luas daerah penelitian. Gambar 13. (A) Singkapan batugamping terumbu, terdapat di Kecamatan Watubangga, arah foto N 190o E (B) conto batugamping terumbu 4. Formasi Boepinang (Tmpb) Formasi Boepinang (Tmpb) terdiri atas lempung pasiran, napal pasiran dan barupasir. Berdasarkan hasil pengamatan lapangan pada formasi ini dijumpai jenis batuan sedimen, dengan warna batuan dalam kondisi lapuk 40 berwarna coklat kehitaman dan warna batuan dalam kondisi segar berwarna abu-abu kecoklatan, tekstur batuan klastik struktur berlapis dengan bentuk butir rounded, memiliki sortasi baik dengan porositas dan permeabilitas rendah, komposisi mineral yang terkandung dalam mineral ini berupa mineral kuarsa dan mineral lempung. Pengamatan yang dilakukan secara langsung di lapangan terlihat sisipan pasir pada singkapan batuan lempung, kemungkinan besar pada daerah ini yang disebut dalam peta geologi lembar Kolaka (Simanjuntak, dkk 1993) sebagai Formasi Bopinang yang berlitologi batulempung pasiran. Daerah yang termasuk dalam Formasi Boepinang memiliki luas 17.018,86 Ha atau sekitar 6 % dari keseluruhan daerah penelitian. pasir Gambar14. (A) Singkapan batulempung, terdapat di Kecamatan Watubangga, arah foto N 15o E (B) conto batulempung. 41 5. Formasi Emoiko (Tmpe) Berdasarkan peta geologi lembar Kolaka Formasi Emoiko (Tmpe) terdiri atas kalkarenit, batugamping koral, batupasir dan napal. Berdasakan pengamatan langsung di lapangan dijumpai jenis batuan sedimen kalkarenit, berwarna coklat kekuningan, dengan tekstr non-klastik, struktur tidak berlapis, dengan ukuran butir pasir dan nampak kandungan fosil dalam tubuh batuan. Daerah yang termasuk dalam Formasi Emoiko memiliki luas 4.485,83 Ha atau sekitar 1.5 % dari luas daerah penelitian. Gambar 15. Singkapan kalkarenit, terdapat di Kecamatan Toari, arah foto N 260o E (B) conto batuan kalkarenit 6. Formasi Langkowala (Tml) Berdasarkan peta geologi lembar Kolaka Formasi Langkowala (Tml) terdiri atas konglomerat batupasir, serpih dan setempat kalkarenit. 42 Konglomerat mempunyai fragmen beragam yang umumnya berasal dari kuarsa dan kuarsit, dan selebihnya berupa batupasir malih, skis dan ultrabasa. Daerah yang termasuk dalam Formasi Langkowala memiliki luas 44.651,15 Ha, atau sekitar 15 % dari keseluruhan daerah penelitian. 7. Kompleks Pompangeo (MTpm) Berdasarkan peta geologi lembar Kolaka Kompleks Pompangeo (MTpm) terdiri atas skis mika, skis glukofan, skis amphibolite, skis klorit, rijang, pualam dan batugamping meta. Hasil pengamatan langsung dilapangan pada daerah ini dijumpai batuan metamorf berwarna abu-abu kekuningan hingga hitam, dengan tekstur kristaloblastik, struktur foliasi, mengandung komposisi mineral biotit dan muskovit dengan nama batuan skis mika. Daerah yang termasuk dalam Kompleks Pompangeo memiliki luas 7.464,97 Ha, atau sekitar 2,5 % dari keseluruhan daerah penelitian. Gambar 16. (A) Singkapan sekis mika, terdapat di Kecamatan Wundulako, arah foto N 243 E (B) conto batuan sekis mika 43 8. Kompleks Ultramafik (KU) Berdasarkan peta Geologi lembar Kolaka, Kompleks Ultramafik (Ku) terdiri atas harzburgit, dunit, wherlit, serpentinit, gabro, basal, dolerit, diorit, mafik meta, amphibolit, magnesit dan setempat rodingit. Berdasarkan pengamatan lapangan dijumpai jenis batuan ultrabasa dengan kondisi warna dalam keadaan lapuk coklat kekuningan dan warna segar coklat, batuan ini memiliki struktur masif, bertekstur granularitas porfiritik, kristalinitas berupa hipokristalin, bentuk kristal subhedral, relasi equigranular dengan komposisi mineral olivine 45% dan piroksin 30%. Nama batuan peridotit. Daerah yang termasuk dalam Kompleks Ultramafik memiliki luas 30005,48 Ha atau sekitar 1,8 % dari keseluruhan luas daerah penelitian. Gambar 17. (A) Singkapan batuan peridotit, terdapat di Kecamatan Pomalaa, arah foto N 134o E (B) conto batuan batuan peridotit 44 9. Fosrmasi Tokala (Tjt) Berdasarkan peta geologi lembar Lasusua-Kendari Formasi Tokala tersusun atas kalsilutit, batu gamping, serpih, napal dan sabak. Berdasarkan hasil survey lapangan pada daeran penelitian yang termasuk dalam Formasi Tokala dijumpai batuan sedimen non-klastik dengan warna abu-abu, struktur kristalin, dengan komposisi mineral kalsit, hubungan antar butir pada batuan ini terlihat sudah tidak jelas, hal ini kemungkinan di pengaruhi oleh proses metamorfisme, batuan ini dapat dinamakan meta gamping. Daerah yang termasuk dalam Formasi Tokala memiliki 32901,97 Ha, atau sekitar 11,2 % dari keseluruhan luas daerah penelitian. Gambar 18. (A) Singkapan meta gamping, terdapat di Kecamatan Iwoimendaa, arah foto N 85o E (B) conto batuan meta gamping 45 10. Kompleks Mekongga (Pzm) Berdasarkan peta geologi lembar Kolaka Kompleks Mekongga (Pzm) terdiri atas skis, gneiss dan kuarsit. Berdasarkan pengamatan langsung di lapangan daerah penelitian yang termasuk dalam Komplek Mekongga dijumpai batuan metamorf berwarna abu-abu kehitaman, dengan tekstur kristaloblastik, struktur foliasi, batuan ini dapat dinamakan skis. Daerah yang termasuk dalam Kompleks Mekongga yang merupakan daerah terluas pada daerah penelitian yaitu 127006,56 atau sekitar 43 % dari keseluruhan luas daerah penelitian. Gambar 19. (A) Singkapan batuan sekis, terdapat di Kecamatan Kolaka, arah foto N 120o E (B) Conto batuan sekis. 46 Gambar 20. Peta geologi daerah Kabupaten Kolaka 47 Peta geologi daerah penelitian yang diguakan dalam penelitian ini di tunjukan pada gambar 20. Data atribut peta geologi daerah penelitian ditunjukan pada tabel 10. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Tabel 10. Data atribut peta geologi daerah penelitian Contoh Total Geologi Skor Bobot Luas (Ha) Batuan Bobot Endapan Qa 18.774,73 5 5 25 aluvial Endapan Ql 5.023,74 kuarter 4 5 20 muda Endapan Qpa 4.308,71 3 5 15 kuarter tua Endapan Tmpb 17.018,86 2 5 10 Tersier Endapan Tmpe 4.485,83 2 5 10 tersier Endapan Tml 44.651,15 2 5 10 tersier Endapan Mtpm 7.464,97 1 5 5 tersier Batuan Ku 3.0005,48 1 5 5 intrusi Batuan Tjt 32.901,97 1 5 5 intrusi Batuan Pzm 127.006,56 1 5 5 intrusi 291.642 Jumlah B. Curah Hujan Daerah Penelitian Berdasarkan data curah hujan 5 tahun terakhir yang dilihat dari data curah hujan pada tahun 2011 sampai dengan data curah hujan tahun 2015, daerah penelitian terbagi atas 3 stasiun pengamatan hujan yaitu stasiun pengamatan hujan Toari, stasiun pengamatan hujan Balandete dan stasiun pengamatan hujan Tamboli. Masing-masing stasiun pengamatan hujan memiliki data curah hujan yang berbeda-beda. 48 1. Stasiun Pengamatan Hujan Toari Stasiun pengamatan hujan Toari mewakili bagian Selatan daerah penelitian yang mencakup daerah kecamatan Toari, Kecamatan Watubangga, Kecamatan Polinggona dan Kecamatan Tanggetada. Daerah ini memiliki ratarata intensitas hujan tahunan 1.248,98 mm/tahun (Lampiran 3). Intensitas hujan sedang hingga tinggi terjadi dibulan November hingga bulan Juli, sedangkan intensitas hujan rendah terjadi pada bulan Agustus hingga bulan Oktober. Grafik curah hujan stasiun pengamatan hujan Toari ditunjukan pada Gambar 21. Gambar 21. Grafik curah hujan pada stasiun pengamatan hujan Toari 040 30’ 32,3’’ LS – 1210 30’ 48,4” BT (Sumber: Balai Sulawesi 4 Provinsi Sulawesi Tenggara) 2. Stasiun Pengamatan Hujan Balandete Stasiun pangamatan hujan Balandete mewakili bagian Tengah daerah penelitian yang mencakup Kecamatan Pomalaa, Kecamatan Baula, Kecamatan Wundulako, Kecamatan Kolaka dan Kecamatan Latambaga. Daerh ini memiliki 49 rata-rata intensitas hujan tahunan 1.067,44 mm/tahun (Lampiran 3). Intensitas hujan rendah pada daerah ini terjadi pada bulan Agustus dan bulan September, sedangkan intensitas hujan sedang hingga tinggi terjadi pada bulan Oktober hingga bulan Juli. Geafik curah hujan stasiun pengamatan hujan Balandete ditunjukan pada gambar 22. Gambar 22. Grafik curah hujan stasiun pengamatan hujan Balandete 040 30’ 54,’’ LS – 1210 37’ 15,3” BT (Sumber: Balai Sulawesi 4 Provinsi Sulawesi Tenggara) 3. Stasiun Pengamatan Hujan Tamboli Stasiun pengamatan hujan Tamboli mewakili bagian utara daerah penelitian yang mencakup daerah Kecamatan Samaturu, Kecamatan Wolo dan Kecamatan Iwoimendaa. Daerah ini memiliki rata-rata intensitas hujan tahunan 2.089,36 mm/tahun (Lampiran 3). Intensitas hujan rendah terjadi pada bulan Agustus hingga Oktober, sedangkan curah hujan sedang hungga tingga terjadi 50 pada pada bulan November hingga bulan Juli. Grafik curah hujan stesiun pengamatan hujan Tamboli ditunjukan pada gambar 23. Gambar 23. Grafik curah hujan stasiun pengamatan hujan Tamboli 040 55’ 46,9’’ LS – 1210 21’ 01,7” BT (Sumber: Balai Sulawesi 4 Provinsi Sulawesi Tenggara) Data curah hujan yang telah diperoleh kemudian dikembangkan menjadi Peta aktor hujan infiltrasi yang diperoleh dari perhitungan data curah hujan, menggunakan persamaan 1. Data hasil perhitungan hujan infiltrasi dapat di lihat pada tabel 11. Dari hasil perhitungan hujan infiltrasi dilakukan pembuatan peta curah hujan infiltrasi (gambar 25) dengan menggunakan metode Thiessen polygon. No 1 2 3 Tabel 11. Data atribut peta faktor hujan infiltrasi daerah penelitian Faktor Hujan Total Skor Bobot Pos Pengamatan Hujan Infiltrasi Bobot 1.149,06 1 4 4 Stasiun Toari 1.097,33 1 4 4 Stasiun Balandete 3.405,66 3 4 12 StasiunTamboli 51 Gambar 24. Peta curah hujan Kabupaten Kolaka 52 Gambar 25. Peta faktor hujan infiltrasi daerah penelitian 53 C. Jenis Tanah Daerah Penelitian Jenis tanah yang terdapat di daerah penelitian berdasarkan peta jenis tanah dalam rencana tata ruang wilayah Kabupaten Kolaka tahun 2011-2031 terbagi atas 6 jenis tanah yaitu tanah podsolik, tanah kambisol, tanah litosol, tanah organosol, dan tanah mediteran, 1. Tanah Podsolik Tanah podsolik pada daerah penelitian memiliki warna kekuningan hingga merah, tanah ini memiliki butiran tanah yang kasar dan mengandung kerikil dengan tekstur tanah kasar, tanah jenis ini umumnya berada pada topografi yang bergelombang sampai curam. Tanah podsolik terbentuk akibat dari proses pencucian atau biasa disebut dengan tanah yang sedang berkembang. Tanah podsolik merupakan jenis tanah yang paling luas tersebar di daerah penelitian. Daerah yang termasuk dalam kawasan tanah podsolik pada daerah penelitian memiliki luas 174556,4 Ha atau 59,8% dari keseluruhan luas daerah penelitian Gambar 26. (A) Kenampakan tanah podsolik, terdapat di Kecamatan Samaturu, arah foto N 112o E (B) conto tanah podsolik 54 2. Tanah Litosol Tanah litosol merupakan tanah yang baru mengalami perkembangan dan merupakan tanah yang masih muda, terbentuk dari adanya perubahan iklim. Tekstur tanah litosol bermacam-macam ada yang lembut, berpasir dan berbatu. Tanah litosol yang dijumpai di daerah penelitian merupakan tanah litosol dengan warna abu-abu dan memiliki tekstur berpasir. Jenis tanah litosol pada daerah penelitian memiliki luas 32374,23 Ha atau sekitar 11,5 % dari keseluruhan luas daerah penelitian. Gambar 27. (A) Kenampakan tanah litosol terdapat di Kecamatan Iwoimendaa, arah foto N 85o E (B) conto tanah Litosol 3. Tanah Organosol Tanah organosol merupakan tanah yang terbentuk dari pelapukan bahan organik seperti tumbuhan, gambut dan rawa. Pada daerah penelitian tanah organosol yang dijumpai berupa endapan rawa, tanah ini berwarna coklat kehitaman, dengan tekstur tanah lempung pasiran. Tanah organosol yang terdapat di lokasi penelitian memiliki luas 4339,03 Ha, atau sekitar 1,6 % dari keseluruhan luas daerah penelitian. 55 Gambar 28. Kenampakan tanah organosol, Latambaga, arah foto N 350o E terdapat di Kecamatan 4. Tanah Mediteran Tanah Mediteran Kalkarenit Gambar 29. Kenampakan tanah mediteran terdapat di Kecamatan Toari, arah foto N 260o E Tanah mediteran merupakan tanah hasil pelapukan batuan keras dan batuan sedimen yang umumnya merupakan pelapukan dari batu gamping. Pada daerah penelitian tanah mediteran yang dijumpai berupa tanah 56 mediteran yang berasal dari pelapukan batu gamping, tanah ini memiliki warna kecoklatan sampai dengan abu-abu. Tekstur tanah ini berupa lanau dan lempung. Tanah mediteran yang terdapat di lokasi penelitian meiliki luas 638 Ha atau sekitar 1,6 % dari keseluruhan luas daerah penelitian. 5. Tanah Regosol Tanah regosol memiliki ciri fisik berwarna kecoklatan hingga kekuningan, tanah ini memiliki butiran yang kasar, dengan ukuran butir lanau sampai pasir. Tanah regosol yang terdapat di wilayah penelitian memiliki luas 2.258,21 atau sekitar 0,8 % dari keseluruhan luas daerah penelitian. Gambar 30. (A) Kenampakan tanah regosol terdapat di Kecamatan Wolo, arah foto N 136o E (B) conto tanah regosol 57 6. Tanah Kambisol Tanah kambisol dalam USDA tanah ini disebut dengan tanah inceptisol, tanah ini berkembang pada dataran aluvial, dataran berombak dan perbukitan. Batuan induk dari tanah ini berfariasi. Pada kondisi basah tanah ini sangat lekat. Pada daerah penelitian tanah kambisol yang di jumpai berwarna coklat kehitaman dengan butiran tanah yang kasar dan mengandung liat (lempung). Tanah kambisol yang terdapat pada daerah penelitian memiliki luas 77.476,17 Ha, atau sekitar 26 % dari keseluruhan luas daerah penelitian. Gambar 31. Kenampakan tanah kambisol Polinggona, arah foto N 270o E terdapat di Kecamatan 58 Gambar 32. Peta jenis tanah Kabupaten Kolaka 59 Tabel 12. Data atribut peta jenis tanah daerah penelitian Tekstur Total No Jenis Tanah skor Bobot Luas (Ha) Tanah Bobot Lanau 638 1 Mediteran 2 3 6 Lempungan Lempung 2.258,21 2 Regosol 3 3 9 Pasiran Lempung 4.339,03 3 Organosol 3 3 9 pasiran 32.374,23 4 Litosol pasir 4 3 12 Lempung 77.476,17 5 Kambisol 3 3 9 Pasiran Lempung 174.556,36 6 Podsolik 3 3 9 Pasiran 291.642 Jumlah D. Kemiringan Lereng Daerah Penelitian Kelas kemiringan lereng pada daerah penelitian dibagi kedalam 5 kelas yaitu sangat curam dengan sudut kemiringan >45%, curam (25%-45%), bergelombang (15%-25%), landai (8%-15%) dan datar (<8%) klasifikasi kelas lereng yang digunakan mengikuti standar yang di tentukan oleh Dirjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan tahun 1998. 1. Kemiringan Lereng Kategori Sangat Curam ( > 45% ) Kondisi lereng dalam kategori sangat curam dengan kemiringan lereng > 45% menempati bagia Utara daerah penelitian, dengan luas daerah yang 215.65 Ha atau sekitar 1 % dari keseluruhan luas daerah penelitian. Daerah ini disimbolkan dengan simbol warna merah pada peta kelas lereng. Pada daerah ini umumnya tersusun oleh batugamping yang memiliki tebing menggantung yang sangat curam. 60 Gambar 33. Bentuk lereng dengan kemiringan 84o (Foto 2 Desember 2016, Arah Foto N 47o E) 2. Kemiringan Lereng Kategori Curam (25%-45%) Kondisi lereng dengan kategori curam tersebar di bagian Utara daerah penelitian tepatnya pada sebagian besar berada di Kecamatan Iwoimenda dan sebagian di Kecamatan Samaturu. Luas daerah yang memiliki tingkat kemiringan lereng diantara 25%-45% seluas 8024,58 Ha atau sekitar 2,7% dari keseluruhan lusa daerah penelitian, pada daerah ini di susun oleh batugamping dan batuan malihan. Gambar 34. Bentuk lereng dengan kemiringan 19,7o (Foto 4 Desember 2016, Arah Foto N115 o E) 61 3. Kemiringan Lereng Kategori Bergelombang (15%-25%) Kondisi lereng dengan kategori bergelombang tersebar hampir di seluruh lokasi penelitian, daerah ini disimbolkan dengan warna kuning pada peta kelas lereng, luas daerah yang termasuk dalam kategori bergelombang (15%-25%) mencapai 47992,74 Ha atau sekitar 16,5 % dari keseluruhan luas daerah penelitian. Gambar 35. Bentuk lereng dengan kemiringan 10,8o (Foto 23 November 2016, Arah Foto N35 o E) 4. Kemiringan Lereng Kategori Landai (8%-15%) Kondisi lahan dengan ketegori bergelombang memiliki presentase kemiringan kemiringan lereng 8%-15%, daerah ini disimbolkan dengan warna hijau muda, daerah yang termasuk dalam kategori bergelombang ini tersebar disemua Kecamatan yang ada di Kabupaten Kolaka, daerah ini memiliki luas kurang lebih 33,6 % dari keseluruhan luas daerah penelitian atau sekitar 101.046,29 Ha. 62 Gambar 36. Bentuk lereng dengan kemiringan 6o (Foto 23 November 2016, Arah Foto N45 o E) 5. Kemiringan Lereng Kategori Datar (<8%) Kondisi lahan dengan kategori datar dengan sudut kemiringan lereng <8% tersebar luas di bagian Selatan hingga bagian Barat daerah penelitian, daerah ini umumnya tersusun oleh endapan alluvial. Daerah ini merupakan daerah yang paling luas dengan luas 134.362,74 Ha, atau sekitar 46 % dari luas keseluruhan daerah penelitian. Gambar 37. Bentuk lereng dengan kemiringan <2o (Foto 23 November 2016, Arah Foto N 30o E) 63 Gambar 38. Peta Kelas Lereng daerah Penelitian 64 Peta kelas lereng yang digunakan merupakan peta hasil interpretasi data citra SRTM daerah penelitian yang kemudian dilakukan klasifikasi sesuai dengan standar peta kelas lereng untuk analisis daerah resapan. Hasil klasifikasi kelas lereng dapat dilihat pada tabel 13. Untuk pembagian kelas lereng dapat dilihat pada gambar 38. No 1 2 3 4 5 Tabel 13. Data atribut peta kelas lereng daerah penelitian Kelas Lereng Total Luas Deskripsi Skor Bobot (%) Bobot (Ha) Sangat Curam >45 1 2 2 215,65 Curam 25-45 2 2 4 8.024,74 Bergelombang 15-25 3 2 6 47.992,74 Landai 8-15 4 2 8 101.046,29 Datar <8 5 2 10 134.362,74 291.642 Jumlah E. Kedalaman Muka Air Tanah Daerah Penelitian Kedalaman muka air tanah diperoleh berdasarkan hasil pengukuran sumur pada daeran penelitian, yang dilakukan di 68 titik pengukuran sumur. Dari hasil pengukuran diperoleh data kedalaman muka air tanah yang kemudian dilakukan interpolasi kedalaman muka air tanah menggunakan metode Radial Basis Functions (RBF). Sebaran kedalaman muka air tanah dapat dilihat pada gambar 39. Berdasarkan hasil interpolasi terhadap kedalaman muka air tanah, peta kedalaman muka air tahah dibagi atas 5 kelas kedalaman muka air tanah. Kedalaman 0 m sampai 5 m menempati bagian paling luas yang tersebar dibagian Utara daerah penelitian dan sebagian tersebar dibagian selatan daerah penelitian umumnya tersebar pada tipe morfologi yang landai dengan jenis 65 litologi berupa endapan aluvial. Kedalaman 5 m sampai dan 10 m tersebar dibagian Tengah daerah penelitian sampai dibagian Selatan daerah penelitian pada daerah ini tersusun oleh batuan malihan, batuan ultramafik dan endapan aluvium, kedalaman 10 m sampai dengan 20 m tersebar dibagian Selatan daerah penelitian, menurut peta geologi lembar Kolaka daerah ini terusun oleh batuan konglomerat dan batupasir yang termasuk dalam Formasi Alangga. Kedalaman muka air tanah 20 m sampai dengan 30 m terdapat di Kecamatan Polinggona yang berada pada ketinggian 85 m diatas permukaan laut. Daerah ini lebih tinggi di banding dengan daerah disekitarnya. Daerah dengan kedalaman muka air tanah lebih dalam dari 30 m berada di kecamatan Watubangga dengan ketinggian 71 m diatas permukaan laut. Tabel 14. Hasil Pengukuran Kedalaman Muka Air Tanah Kedalaman Elevasi Elevasi Muka Koordinat No Kecamatan Muka Air Air Tanah X Y (mdpl) Tanah (m) (mdpl) 1 Toari 121.51 -4.5275 8 12 4 2 Toari 121.504 -4.555 11 20 9 3 Toari 121.513 -4.565 5 32 27 4 Toari 121.5 -4.5747 8 12 4 5 Toari 121.474 -4.5875 3 9 6 6 Toari 121.504 -4.58 5 15 10 7 Toari 121.551 -4.5714 6 24 18 8 Watubangga 121.58 -4.5392 6 69 63 9 Watubangga 121.56 -4.5184 3 26 23 10 Watubangga 121.514 -4.5092 8 13 5 11 Watubangga 121.519 -4.5029 9 18 9 12 Watubangga 121.527 -4.5013 3 16 13 13 Watubangga 121.525 -4.5182 4 24 20 14 Watubangga 121.539 -4.5078 3 26 23 15 Watubangga 121.565 -4.5007 3 26 23 16 Watubangga 121.592 -4.5001 50* 71 21 17 Watubangga 121.603 -4.5008 4 41 37 66 Koordinat No Kecamatan 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 Watubangga Watubangga Watubangga Watubangga Watubangga Watubangga Polinggona Polinggona Tanggetada Tanggetada Tanggetada Tanggetada Tanggetada Tanggetada Tanggetada Tanggetada Tanggetada Tanggetada Tanggetada Tanggetada Tanggetada Pomalaa Pomalaa Pomalaa Pomalaa Pomalaa Pomalaa Baula Baula Baula Wundulako Wundulako Wundulako Wundulako Wundulako Kolaka X Y 121.613 121.637 121.523 121.546 121.536 121.519 121.615 121.568 121.55 121.58 121.585 121.574 121.566 121.551 121.529 121.555 121.576 121.586 121.544 121.526 121.521 121.567 121.581 121.561 121.624 121.634 121.581 121.675 121.687 121.662 121.683 121.66 121.658 121.658 121.64 121.636 -4.508 -4.4946 -4.4862 -4.4931 -4.4412 -4.4394 -4.4609 -4.4491 -4.3062 -4.3656 -4.3911 -4.3722 -4.3786 -4.3833 -4.4372 -4.4208 -4.4075 -4.3978 -4.3925 -4.3978 -4.4114 -4.2974 -4.2431 -4.275 -4.1744 -4.1742 -4.2728 -4.138 -4.1542 -4.1568 -4.116 -4.1089 -4.1139 -4.1209 -4.126 -4.0692 Kedalaman Muka Air Tanah (m) 4 6 5 6 4 2 30* 3 6 4 8 8 3 2 3 3 3 5 3 3 2 3 2 2 5 2 5 8 20* 11 5 3 8 4 5 2 Elevasi (mdpl) 65 67 9 16 10 4 85 17 16 83 131 70 51 31 7 26 28 65 23 3 7 15 13 16 10 8 45 27 45 32 44 17 14 18 7 17 Elevasi Muka Air Tanah (mdpl) 61 61 4 10 6 2 55 14 10 79 123 62 48 29 4 23 25 60 20 0 5 12 11 14 5 6 40 19 25 21 39 14 6 14 2 15 67 Koordinat No Kecamatan 54 Kolaka 55 Kolaka 56 Kolaka 57 Latambaga 58 Latambaga 59 Latambaga 60 Latambaga 61 Latambaga 62 Samaturu 63 Samaturu 64 Wolo 65 Wolo 66 Iwoimendaa 67 Iwoimendaa 68 Iwoimendaa *sumur bor X Y 121.636 121.644 121.611 121.549 121.549 121.563 121.562 121.594 121.345 121.363 121.275 121.255 121.12 121.187 121.174 -4.0728 -4.0858 -4.0558 -4.0169 -4.0169 -3.9889 -4.0367 -4.0478 -3.9358 -3.981 -3.8244 -3.8392 -3.759 -3.8158 -3.8096 Kedalaman Muka Air Tanah (m) 4 9 5 3 3 4 3 4 5 7 2 2 0 4 3 Elevasi (mdpl) 17 16 14 10 14 18 4 5 7 5 21 17 1 16 14 Elevasi Muka Air Tanah (mdpl) 13 7 9 7 11 14 1 1 2 -2 19 15 1 12 11 Peta kedalaman muka air tanah yang digunakan dalam penelitian ini yaitu peta yang di buat dari hasil survei kedalaman muka air tanah yang dilakukan dengan cara melakukan pengukuran langsung pada sumur yang terdapat di daerah penelitian, kemudian dilakuak interplasi terhadap data ketinggian muka ait tanah pada setiap titik pengukuran sumur. No 1 2 3 4 5 Tabel 15. Data atribut peta kedalaman muka air tanah kedalaman Keterangan Skor Bobot Total Bobot Rendah 1 <5 1 1 Sedang 2 5-10 1 2 Cukup 3 10-20 1 3 Sedang 4 20-30 1 4 Sangat Tinggi 5 >40 1 5 68 Gambar 39. Peta Kedalaman Muka Air Tanah 69 F. Zona Resapan Air Penentuan zona resapan air daerah penelitian dibuat berdasarkan hasil overlay dari beberapa peta yaitu peta geologi daerah penelitian, peta faktor hujan infiltrasi daerah penelitian, peta jenis tanah daerah penelitian, peta kelas lereng daerah penelitian dan peta kedalaman muka air tanah daerah penelitian. Setelah dilakukan overlay terhadap peta-peta tersebut, selanjutnya dilakukan klasifikasi. Dalam menentukan tingkat kesesuaian sebagai zona resapan air dilakukan dengan cara menjumlahkan hasil perkalian antara nilai bobot dan skor pada tiap parameter, perhitungan dapat dilakukan menggunakan persamaan 2. Tabel 16. Luas zona resapan air berdasarkan kecamatan Kriteria Zona Resapan Air (Ha) Kecamatan Normal Mulai Agak Sangat Baik Alami Kritis Kritis Kritis Iwoimendaa 8.519,79 7.515,32 1.560,99 1.488,16 567,27 Wolo 11.050,51 5.694,82 15.171,05 7.154,9 1.649,28 Samaturu 4.527,1 698,85 38.735,14 14.872,71 6.470,85 Latambaga 823,65 187,46 403,386 756,02 21.303,37 Kolaka 151,5 0,06 673,34 11.911,74 Wundulako 982,1 1.544.22 1.277 432,87 12.144,39 Baula 1.460,34 474,46 767,58 298,81 7.524,04 Pomalaa 997,32 7,79 2.659,3 1.801,44 18.000,88 Tanggetada 2.954,61 651,11 250,49 7.314,73 13.383,89 Polinggona 597,7 0,44 3.893,79 6.423,81 1.505,3 Watubangga 2.681,49 10.776,63 10.664,95 7.085,49 491,04 Toari 2.543,45 6.269.86 310,47 1.323,53 259,2 Jumlah 37.851,72 33.553,73 74.850,11 50.175,14 95.211,3 70 Gambar 40. Peta sebaran zona resapan air Kabupaten Kolaka 71 Luasan dan presentase zona resapan yang tersebar di Kabupaten Kolaka berdasarkan kriteria zona resapan dapat dilihat pada tabel (Tabel 17) Tabel 17. Persentasi luas zona resapan berdasarkan kriteria zona resapan Luas Area Persentase Kriteria Nilai Skoring (Ha) (%) Daerah Resapan >48 37.851,72 13 Baik Daerah Resapan 44 – 47 33.553,73 12 Normal Alami Daerah Resapan 40 – 43 74.850,11 25 Mulai Kritis Daerah Resapan 37 – 39 50.175,14 17 Agak Kritis Daerah Resapan <37 95.211,3 33 Sangat Kritis 291.642 100 Jumlah Berdasarkan analisis spasial wilayah yang termasuk dalam zona resapan baik seluas 37.851,72 Ha (13%), zona resapan normal alami 33553.73Ha (12%), zona resapan mulai kritis 74.850,11 (25%), zona resapan agak kritis 50.175,72 (17%), dan zona resapan sangat kritis 95.211,3 (33%). Berdasarkan hasil analisis spasial zona resapan di Kabupaten Kolaka dibagi menjadi 5 kriteria yaitu baik, normal alami, mulai kritis, agak kritis dan sangat kritis. a. Zona Resapan Baik Zona resapan baik memiliki luas 37.851,72 Ha dengan presentasi luas 13% dari total luas daerah penelitian, Zona ini didominasi dengan endapan aluvium, dengan jenis tanah penutup bertekstur pasir lempungan, kondisi lereng di daerah ini didominasi oleh kondisi lereng yang datar dengan presentase kemiringan dibawah 8% sehingga sangat baik untuk Zona resapan 72 air. Zona resapan kategori baik tersebar di seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Kolaka. Kecamatan Wolo merupakan kecamatan dengan kondisi zona resapan baik yang paling luas dengan luas daerah 11.050,51 Ha, kemudian Kecamatan Iwoimendaa dengan luas Zona resapan dalam kategori baik 8.519,79 Ha, Kecamatan Samaturu dengan luas zona resapan dalam kategori baik 4.427,1 Ha, Kecamatan Tanggetada dengan luas zona resapan dalam kategori baik 2.945,61 Ha, Kecamatan Watubangga dengan luas Zona resapan dalam kategori baik 2.681,49 Ha, Kecamatan Toari dengan luas Zona resapan dalam kategori baik 2.543,45 Ha, Kecamatan Wundulako dengan luas Zona resapan dalam kategori baik 1.544,22 Ha, Kecamatan Baula dengan luas Zona resapan dalam kategori baik 1.460,34 Ha, Kecamatan Pomalaa dengan luas zona resapan dalam kategori baik 997,32 Ha, Kecamatan Latambaga dengan luas zona resapan dalam kategori baik 823,65 Ha, Kecamatan Polinggona dengan luas zona resapan dalam kategori baik 597,7 Ha dan Kecamatan Kolaka dengan luas zona resapan dalam kategori baik 151,5 Ha. b. Zona Resapan Normal Alami Zona resapan dengan kategori normal alami memiliki luas 33.553,73 Ha, dengan presentasi luas 12% dari keseluruhan luas daerah penelitian. Daerah ini memiliki intensitas hujan rendah yaitu 1.248,98 mm/tahun. Kategori kemiringan lereng di daerah ini yang mendominasi yaitu kondisi lereng dengan tingkat kemiringan yang landai hingga bergelombang. Tipe zona resapan tersebar di bagian Selatan daerah penelitian pola zona resapan 73 ini mengikuti pola sebaran Formasi Boepinang yang tersusun atas batu pasir, lempung pasiran dan napal. Zona resapan dengan kondisi normal alami tersebar hampir di seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Kolaka. Zona resapan dengan kategori normal alami terluas terletak di Kecamatan Watubangga dengan luas daerah 10.776,63 Ha, Kecamatan Iwoimendaa dengan luas zona resapan dalam kategori normal alami 7.515,32 Ha, Kecamatan Toari dengan luas zona resapan dalam kategori normal alami 6.269,86 Ha, Kecamatan Wolo dengan luas zona resapan dalam kategori normal alami 5.694,82 Ha, Kecamatan Samaturu dengan luas zona resapan dalam kategori normal alami 698,85 Ha, Kecamatan Tanggetada dengan luas zona resapan dalam kondisi normal alami 651,11 Ha, Kecamatan Baula dengan luas zona resapan dalam kondisi normal alami 474,46 Ha, Kecamatan Latambaga dengan luas zona resapan dalam kategori normal alami 187,46 Ha, Kecanatan Pomalaa dengan luas zona resapan dalam kategori normal alami 7,79 Ha, Kecamatan Wundulako 1,277 Ha dan Kecamatan Polinggina dengan luas zona resapan dalam kategori normal alami 0,44 Ha. c. Zona Resapan Mulai Kritis Zona air dengan kategori mulai kritis memiliki luas 74.850,11 Ha atau sekitar 25% dari seluruh wilayah penelitian. Sebaran zona resapan ini umumnya berada pada kelas kemiringan lereng yang beragam mulai dari landai hingga terjal. Jika dilihat dari peta geologi lembar Kolaka daerah ini tersusun oleh batuan konglomerat Formasi Langkowala, jenis tanah penutup 74 berupa tanah kambisol. Kondisi zona resapan dengan kriteria ini sebagian besar berada pada bagian Selatan Kabupaten Kolaka. Zona resapan dengan kategori mulai kritis tersebar kecamatan di Kabupaten Kolaka. Zona resapan dengan kategori mulai kritis terluas terletak di Kecamatan Samaturu dengan luas daerah 38.735,14 Ha, Kecamata Wolo dengan luas zona resapan dalam kategori mulai kritis 15.171,05 Ha, Kecamatan Watubangga dengan luas zona resapan dalam kategori mulai kritis 10.664,95 Ha, Kecamatan Polinggona dengan luas zona resapan dalam kategori mulai kritis 3.893,79 Ha, Kecamatan Pomalaa dengan luas zona resapan dalam kategori mulai kritis 2.659,3 Ha, Kecamatan Iwoimendaa dengan luas zona resapan dalam kategori mulai kritis 1.560,99 Ha, Kecamatan Baula dengan luas zona resapan dalam kategori mulai kritis 767,58 Ha, Kecamatan Wundulako dengan luas zona resapan dalam kategori mulai kritis 432,87 Ha, Kecamatan Latambaga dengan luas zona resapan dalam kategori mulai kritis 403,386 Ha, Kecamatan Toari dengan luas zona resapan dalam kategori mulai kritis 310,47 Ha, Kecamatan Tanggetada dengan luas zona resapan dalam kategori mulai kritis 250,49 Ha, dan Kecamatan Kolaka dengan luas zona resapan dalam kategori mulai kritis 0.06 Ha. 75 d. Zona Resapan Agak Kritis Zona resapan dengan kategori agak kritis memiliki luas 50.175,14 Ha atau sekitar 17% dari keseluruhan wilayah penelitian. Sebaran zona resapan ini berada pada tingkat kemiringan lereng bergelombang pada bagian Selatan dan kemiringan lereng dengan kategori terjal pada bagian utara. Pada bagian Utara curah hujan sangat berpengaruh terhadap kondisi zona resapan ini, hal ini dapat terlihat pada pola batas antara kriteria zona resapan agak kritis dan kriteria zona resapan dengan kategori kritis dibatasi oleh tingkat intensitas hujan infiltrasi pada bagian Utara daerah penelitian, zona resapan dengan kriteria agak kritis tersebar diseluruh Kabupaten di Kabupaten Kolaka. Zona resapan dengan kategori agak kritis terluas terletak di Kecamatan Samaturu dengan luas daerah 14.872,71 Ha, Kecamatan Tanggetada dengan luas zona resapan dalam kategori agak kritis 7.314,73 Ha, Kecamatan Wolo dengan luas zona resapan dalam kategori agak kritis 7.154,9 Ha, Kecamatan Watubangga dengan luas zona resapan dalam kategori agak kritis 7.085,49 Ha, Kecamatan Polinggona dengan luas zona resapan dalam kategori agak kritis 6.423,81, Kecamatan Pomalaa dengan luas zona resapan dalam kategori agak kritis 1.801,44 Ha, Kecamatan Iwoimendaa dengan luas zona resapan dalam kategori agak kritis 1.488,16 Ha, Kecamatan Toari dengan luas zona resapan dalam kategori agak kritis 1.323,53 Ha, Kecamatan Wundulako dengan luas zona resapan dalam kategori agak kritis 982,1 Ha, Kecamatan Latambaga dengan luas zona resapan dalam kategori agak kritis 756,02 Ha, 76 Kecamatan Kolaka dengan luas zona resapan dalam kategori agak kritis 673,34 Ha dan Kecamatan Baula dengan luas zona resapan dalam kategori agak kritis 298,2 Ha. e. Zona Resapan Sangat Kritis Zona resapan dengan kategori sangat kritis memiliki luas 95.211,3 Ha atau sekitar 33% dari total luas daerah penelitian. Kondisi zona resapan ini memiliki luas daerah yang paling luas dari semua kriteria zona resapan yang ada pada lokasi penelitian. Kondisi geologi sangat berpengaruh terhadap kriteria zona resapan ini, hal ini dapat dilihat pada daerah ini tersusun atas batuan metamorf Kompleks Mekongga (Pzm), Formasi Emoiko (Mtpm) dan batuan ultramafik pada Kompleks Ultramafik (Ku), batuan ini merupakan batuan yang memiliki porositas yang rendah dan strukturnya yang masif yang dipengaruhi oleh proses pembentukannya, sehingga pada kompleks batuan ini proses peresapan air menjadi lambat. Jenis tanah penutup yang terdapat di zona ini merupakan tanah podsolik dengan tekstur tanah berpasir. Tingkat kemiringan lereng yang ada pada daerah ini sangat beragam mulai dari landai hingga sangat terjal dengan kondisi kedalaman muka air tanah berkisar antara 0 m - 10 meter. Zona resapan dengan kriteria sangat kritis tersebar diseluruh kecamatan di Kabupaten Kolaka. Zona resapan dengan kriteria sangat kritis terluas terletak di Kecamatan Latambaga dengan luas 21.303,37 Ha, Kecamatan Pomalaa dengan luas zona resapan dalam kategori sangat kritis 18.000,88 Ha, Kecamatan Tanggetada dengan luas zona resapan dalam 77 kategori sangat kritis 13.383,89 Ha, Kecamatan Wundulako dengan luas zona resapan dalam kategori sangat kritis 12.144,39 Ha, Kecamatan Kolaka dengan luas zona resapan dalam kategori sangat kritis 11.911,47 Ha, Kecamatan Baula dengan luas zona resapan dalam kategori sangat kritis 7.524,04 Ha, Kecamatan Samaturu 6.470,28 Ha, Kecamatan Wolo dengan luas zona resapan dalam kategori sangat kritis 1.649,28 Ha, Kecamatan Polinggona dengan luas zona resapan dalam kategori sangat kritis1.505,3 Ha, Kecamatan Iwoimendaa dengan luas zona resapan dalam kategori sangat kritis 567,27 Ha, Kecamatan Watubangga dengan luas daerah zona dalam kategori sangat kritis 491,04 dan Kecamatan dengan luas zona resapan dalam kategori sangat kritis 259,2 Ha. V. PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Kondisi zona resapan air yang tersebar dalam Kabupaten Kolaka terbagi atas zona resapan baik dengan kedalaman muka air tanah diantara 0-10 meter, zona resapan normal alami dengan kedalaman muka air tanah berkisar antara 5-20 meter, zona resapan agak kritis dengan kedalaman muka air tanah berkisar antara 0-30 meter, zona resapan mulai kritis dengan kedalaman muka air tanah berkisar antara 0-20 meter dan zona resapan sangat kritis dengan kedalaman air tanah berkisar antara 0-10 meter. 2. Luas zona resapan air Kabupaten Kolaka yang termasuk dalam kategori baik yaitu 37.851,72 Ha (13%), kategori normal alami 33.553,73 (12%), kategiria mulai kritis 74.850,11 Ha (25%), kriteria agak kritis 50.175,72 (17%) dan kriteria sangat kritis 95.211,3 Ha (33%). B. Saran 1. Berdasarkan hasil analisis zona resapan air di daerah Kabupaten Kolaka, sebagian besar wilayah Kabupaten Kolaka merupakan zona resapan air dalam kategori mulai kritis hingga sangat kritis, oleh karena itu perlu adanya perlakuan khusus untuk menjaga daerah resapan air di daerah tersebut, misalnya dengan cara melestarikan hutan atau melakukan penanaman pohon di zona-zona resapan yang termasuk dalam kategori sangat kritis sebagai langkah untuk menciptakan daerah resapan baru. 78 DAFTAR PUSTAKA Ardianto, Dimas., 2007. Kajian Konservasi Lahan Untuk Mempertahankan dan Meningkatkan Kemampuan Peresapan Air di Cekungan Subang. Tesis Program Studi Magister Perencanaan Wilayah, Institut Teknologi Bandung BPS Kolaka., 2013. Kabupaten Kolaka dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Kolaka. BPS Provinsi Sulawesi Tenggara., 2015. Sulawesi Tenggara Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Tenggara Harseno, Edy ., Vickey Igor.R.T.,2007. Aplikasi Sistem Informasi Geografis Dalam Pemetaan Batas Administrasi, Tanah, Geologi, Penggunaan Lahan, Lereng, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Daerah Aliran Sungai di Jawa Tengah Menggunakan Software Arcview Gis. Majalah Ilmiah UKRIM Edisi 1/th XII, Yogyakarta. Krussman, G.P. and Ridder, N.A.de., 1970. Analysis and Evaluation of Pumping Test Data. International Institute for Land Reclamation and Improvement, Wageningen. Kusnaedi, Ir. 2002. Sumur Resapan Untuk Pemukiman Perkotaan & Pedesaan. PT. Penebar Swadaya. Jakarta Mahmud Achmad., MP, 2011. Buku Ajar Hidrologi Teknik. Universitas Hasanuddin. Makassar M.Sompotan, Armstrong., 2012. Struktur Geologi Sulawesi. Perpustakaan sains kebumian institusi teknologi bandung, 2012 Patmata, Adi.I.K.,2013. Sistem Informasi Geografis Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Buleleng Berbasis Web. Program Pasca Sarjana Universitas Udayana, Denpasar Prahasta, Eddy., 2001. Konsep-Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. CV Informatika, Bandung. Rahmawati,Umi Dewi., Arif Basofi., Ahmad Syauqi Achsan., 2011. Sistem Informasi Geografis (SIG) Pemantauan Balita Penderita Gizi Buruk di Surabaya Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. Rizal Khairul.M., 2009. Analisis Pemetaan Zonasi Resapan Air Untuk Kawasan Perlindungan Sumberdaya Air Tanah (Groundwater) Pdam Tirtanadi Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara. Tesis, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Medan Rusmana, E. dan Sukarna, D., 1985. Tinjauan Statigrafi Lengan Tenggara Sulawesi dibandingkan dengan daerah sekitarnya. Procceding of Indonesia Association Geologists (IAGI), 14th Annual Convention, h.61-70. Sarief, Saifuddin. 1985. Konservasi Tanah dan Air. Penerbit CV. Pustaka Buana Setianingrum, Riris., 2008. Analisis Kondisi Resapan Air Kabupaten Sukoharjo Tahun 1997-2006 Dengan Memanfaatkan Sistem Informasi Geografis Sugiyono., 2007. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, Bandung. Suripin., 2004. Pelestarian Sumberdaya Tanah dan Air. Yogyakarta : Penerbit ANDI. Susilawati, Siti Azizah. 2000. Dampak Perkembangan Kota Terhadap Peresapan Air Dalam Tanah Di Kotamadya Malang Jawa Timur. Thesis Program Studi Pengelolaan Tanah dan ir, Program Pasca Sarjana Universitas Brawijaya. Malang Surono., 2010. Geologi Lengan Tenggara. Badan Geologi. Bandung Surono., 2013, Geologi Lengan Tenggara Sulawesi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. Wibowo, Mardi., 2006. Model Penentuan Kawasan Resapan Air Untuk Perencanaan Tata Ruang Berwawasan Lingkungan. peneliti Geologi Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Jakarta Tarsoen, Waryono. Peranan Kawasan Resapan Dalam Pengelolaan Sumberdaya Air, Kumpulan Makalah Periode 1987-2008. Lampiran Lampiran 1. Deskripsi Batuan No 1 Foto Deskripsi Jenis Batuan : Batuan Metamorf Warna Lapuk : Abu-abu kehitaman Warna Segar : Abu-abu Tekstur : Kristaloblastik Struktur : Foliasi Komposisi Mineral : mika, biotit, kuarsa Nama Batuan : Skis mika (Trafis, 1955) 2 Jenis Batuan : Batuan Metamorf Warna Lapuk : Abu-abu kehitaman Warna Segar : Abu-abu kekuningan Tekstur : Kristaloblastik Struktur : Foliasi Komposisi Mineral : muskovit, biotit 3 Nama Batuan : Skis (Trafis, 1955) Jenis Batuan : Batuan Sedimen Warna Lapuk : Coklat Warna Segar : Abu-abu Kecoklatan Tekstur : Non-klastik Struktur : Kristalin Komposisi Mineral : Kalsit Nama Batuan : Meta gamping No 4 Foto Deskripsi Jenis Batuan : Batuan Sedimen Warna Lapuk : Coklat kekuningan Warna Segar : Kuning kecoklatan Tekstur : Non-klastik Struktur : Fosil Fereus Komposisi Mineral : Kalsit Nama Batuan : Gamping terumbu Jenis Batuan : Batuan sedimen Warna Lapuk : Coklat Kehitaman Warna Segar : Abu-abu kecoklatan Tekstur : Klastik Struktur : berlapis Ukuran Butir : Lempung Sortasi : Baik Porositas : Rendah Permeabilitas : Rendah 5 Komposisi Mineral : Kuarsa, Lempung Nama Batuan : Batu Lempung No 6 Foto Deskripsi Jenis Batuan : Batuan sedimen Warna Lapuk : Coklat kekuningan Warna Segar : Abu-abu kekuningan Tekstur : Non-klastik Struktur : Tidak berlapis Ukuran Butir : Pasir Komposisi Mineral : Kalsit Nama Batuan : Kalkarenit Jenis Batuan : Ultrabasa Warna lapuk : coklat kekuningan Warna Segar : Coklat Struktur : Masif Tekstur : Porfiritik Kristalinitas : Hipo kristalin Bentuk Kristal : subhedral Relasi : Equigranular 7 Komposisi Mineral : Olivin, piroksin 8 Nama Batuan : Peridotit Warna : Coklat kehitaman Ukuran Butir : Pasir sampai krakal Bentuk Butir : Rounded Jenis Matrial : Kuarsit, skis No Foto Deskripsi Warna : Coklat kehitaman Ukuran Butir : Lempung Bentu Butir : Rounded Jenis Material : Lempung Warna : Coklat Kehitaman Ukuran Butir : Pasit sampau Krakal Bentuk Butir : Rounded Jenis Matrial : pasir dan Kuarsit Warna : megrah Kecoklatan 9 10 Ukuran Butir : Brangkal sampai krikil Bentuk Butir : Rounded 11 Jenis Material : Kuarsit dan peridotit Lampiran 2. Deskripsi Tanah No Foto Deskripsi Warna : Coklat kemerahan Tekstur : Lempung Pasiran Sifat Liat : Gembur Jenis Tanah : Podsolik Warna : Abu-abu Tekstur : Lempung Pasiran Sifat Liat : Gembur Jenis Tanah : Litosol 1 2 Warna : Coklat Kehitaman Tekstur : Lempung Pasiran Sifat Liat : Lembab Jenis Tanah : Organosol 3 No Foto Deskripsi Warna : Coklat Keabu-abuan Tekstur : Lanau Lempungan Sifat Liat : Gembur Jenis Tanah : Tanah Mediteran Warna : Coklat Tekstur : Lempung Pasiran Sifat Liat : Gembur Jenis Tanah : Regosol 4 5 6 Warna : Coklat Kehitaman Tekstur : Lempung Pasiran Sifat Liat : Gembur Jenis Tanah : Kambisol Lampiran 3. Data Curah Hujan Nama pos : Pos Hujan Toari Data Geografis : 04030’32,3”LS-121030’48,4”BT Kabupaten/Kecamatan : Kolaka/Watubangga Bulan 2011 HH CH Januari 7 93.5 Februari 3 30 Maret 7 179 April 8 143 Mei 14 166.5 Juni 6 7 Juli 2 11.5 Agustus 3 48 September 3 17 Oktober 7 103 November 10 74.5 Desember 12 96 Jumlah 82 969 Rata-rata Hujan Tahunan 2012 HH 9 10 12 10 8 7 6 4 5 2 4 16 93 2013 CH 87 76 191 125.5 125 108.5 42.5 9 29 28 18 194.5 1034 HH 7 6 5 13 12 14 12 3 2 3 11 13 101 2014 CH HH 53 9 105 9 69.5 9 322 12 148.5 15 173.5 13 212.5 7 5 4 25 0 57 0 228 4 230.5 12 1629.5 94 1.248.98 mm/tahun CH 128.5 116 257.5 191.5 191 107.5 97.5 8.5 0 0 18.5 171 1287.5 2015 HH 12 14 9 10 10 12 4 0 0 2 3 15 91 CH 141.1 265 199 210 163 160 20 0 0 6.8 30 130 1324.9 Nama pos : Pos Hujan Balandete Data Geografis : 04030’54,4”LS-121037’15,3”BT Kabupaten/Kecamatan : Kolaka/Kolaka Bulan 2011 2012 2013 2014 2015 HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH Januari 7 38.1 12 129 14 141 5 30 11 74 Februari 7 71 18 150 3 22 8 78.1 19 204 Maret 8 67 13 179 7 74 13 183 12 134.5 April 7 36 14 127 8 175 14 150 13 117.5 Mei 8 201 10 74 9 93 15 197 11 104 Juni 2 52 8 91 8 98 14 73 15 155 Juli 5 32 9 112 19 288 7 81 7 29.5 Agustus 1 3 4 21 3 26 6 80 3 54 September 7 61 4 44 3 14 0 0 0 0 Oktober 11 79 8 130 5 27 0 0 2 7 November 10 121 5 32 13 153 7 96 6 21 Desember 10 103 11 145.5 13 141 12 70 10 48 Jumlah 83 864.1 116 1234.5 105 1252 101 1038.1 109 948.5 Rata-rata Hujan Tahunan 1.067.44 mm/tahun Nama pos : Pos Hujan Tamboli Data Geografis : 04055’46,9”LS-121021’01,7”BT Kabupaten/Kecamatan : Kolaka/Wolo Bulan 2011 2012 2013 2014 2015 HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH Januari 24 231.5 17 220.5 19 288.5 16 75.5 22 411 Februari 12 188 14 201 15 121 14 250 18 501 Maret 18 225.5 20 279 20 250 16 230 19 247 April 21 215.5 18 233.5 21 187 19 211 20 448 Mei 14 220.5 12 292.5 22 298.5 26 279 12 105.5 Juni 6 63.5 12 98.5 15 153.5 17 209,5 14 193 Juli 12 95 13 156 21 366.5 13 200.5 6 39 Agustus 3 33 9 97,8 7 45.5 11 76.5 2 37 September 11 68.5 4 144,5 11 171.5 0 0 0 0 Oktober 9 53.8 12 112.5 6 87 1 5.5 3 4.5 November 13 152 9 179 20 250.5 11 128.5 7 31.5 Desember 19 272 19 315.5 21 178.5 16 304 15 364 Jumlah 162 1818.8 159 2088 198 2398 160 1760.5 138 2381.5 Rata-rata Hujan Tahunan 2.089,36 mm/tahun Lamiran 4. Dokumentasi Lapangan