PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA LONGSOR LAHAN

advertisement
PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA LONGSOR LAHAN (LANDSLIDE)
DI KECAMATAN CIKONENG KABUPATEN CIAMIS
Ari Sugiarto1 ([email protected])
Nedi Sunaedi2 ([email protected])
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SILIWANGI
TASIKMALAYA
2013
ABSTRACT
This research has a background that Subdistrict of Cikoneng is located at an
hilly topography. Steep slope and rainfaal the high of this area landslide hazard. The
purpose of this research is to determine what the factors geography has cause landslide
hazard and mitigation system of landslide must be applied and to determine include
area in to landslide hazard in Cikoneng. The methode used in this research is
descriptive which serves to provide an overview of the data has been obtained.
Techniques of collection the data is the study of literature, observation, study
documentation, interviews, and questionnaires. The Instrument used of research is
orientation of observation, interview, and questionnaires. The population in this
research is that people in the subdistrict of Cikoneng of 3.443 households. The samples
is used in this research is simple random sampling and judgement sampling with a total
sample is 69 respondents. The result showed that the factors that happened in the
landslide area in the subdistrict of Cikoneng is steep slopes is 15-25%, vegetation of
land cover that underprivileged to save of slope stability, high rainfall, the rock is
andesit to basalt, type of soil is latosol, land use is poorly, earthquake, and activities of
human that not save of environment stability. Mitigation system of landslide hazard that
must to do is mapping with made of map landslide hazard, investigate area of landslide
hazard, inspection has periodic, monitoring to area of landslide hazard, and
sosialization with the give knowledge to goverment and public about landslide hazard.
Area of landslide hazard is Nasol Village dan Darmacaang Village because has hill
topography with steep slope.
Keyword: Mapping, Troubled Areas Landslide, Hazard
1.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bencana merupakan suatu hal yang sudah tidak asing lagi di
masyarakat Indonesia dan apabila mendengar kata itu, maka yang terlintas
dipikiran adalah hancurnya sarana dan prasarana publik, tewasnya manusia
serta lingkungan yang rusak termasuk munculnya berbagai macam penyakit
pasca bencana. Selain itu, bencana sangat erat kaitannya dengan penyediaan
penampungan, makanan, pakaian, dan obat-obatan bagi masyarakat yang
menjadi korban bencana.
Pihak pemerintah mengeluarkan ketetapan yang dicetuskan pada
Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
mendefinisikan bencana sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan oleh faktor alam dan atau faktor non alam maupun faktor manusia
sehingga
mengkibatkan
timbulnya
korban
jiwa
manusia,
kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Secara sederhana bencana merupakan suatu fenomena yang mampu
merusak lingkungan atau menganggu keamanan dan ketertiban masyarakat,
sehingga minimbulkan kerugian baik harta benda, jiwa ataupun ekosistem yang
rusak. Bencana dapat diartikan pula sebagai suatu gangguan yang hebat yang
menyebabkan korban manusia, kerusakan harta dan lingkungan yang melebihi
kemampuan masyarakat tersebut untuk mengatasinya dengan sumber daya
yang dimilikinya (Krishna, et.al. 2008:I-2).
Iklim tropis di Indonesia yang terdiri dari dua musim yaitu musim
hujan dan musim kemarau, memiliki ciri perubahan cuaca yang cukup ekstrim
meliputi
suhu,
curah
hujan
dan
arah
angin.
Ditambah
topografi
Indonesia yang beragam mulai dari pegunungan sampai dataran rendah
menjadikannya salah satu negara yang perlu diperhitungankan potensi
kebencanaannya. Selain itu, kerusakan lingkungan berupa konversi lahan
bervegetasi menjadi pemukiman, pertanian, bahkan menjadi lahan yang tidak
bervegetasi, membuat kualitas tanah menurun sehingga menimbulkan
kerawanan akan bencana alam menjadi tinggi, salah satunya bencana alam
longsor lahan.
Jawa Barat merupakan salah satu provinsi yang memiliki tingkat
kerawanan longsor lahan yang tinggi, dimana banyak ditemukan topografi
yang berbukit-bukit, curah hujan tinggi dan tanah yang
labil (mudah
bergerak). Seperti di Kabupaten Ciamis longsor lahan (land slide) telah terjadi
disebagian besar wilayahnya. Salah satunya di Kecamatan Cikoneng yang
bagian utara wilayahnya berbatasan langsung dengan Pegunungan Sawal.
Beberapa wilayah yang berbatasan dengan
Pegunungan Sawal hampir
semuanya mengalami bencana longsor lahan, meliputi Kecamatan Panjalu,
Kecamatan Panumbangan, Kecamatan Cihaurbeuti, Kecamatan Sindangkasih,
Kecamatan Sadananya, dan Kecamatan Cikoneng.
Kecamatan Cikoneng merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten
Ciamis memiliki karakteristik topografi yang beragam dengan dataran rendah
di sebelah selatan dan sebelah utara berbukit serta tepat berdampingan dengan
Pengunungan Sawal yang memiliki potensi bencana longsor lahan yang rentan
karena tanahnya yang relatif labil/dinamis.
Tidak adanya vegetasi penutup lahan yang mampu mengikat tanah,
menyebabkan ketika terjadi hujan dengan intensitas yang tinggi kemungkinan
terjadinya bencana longsor lahan semakin besar. Kerusakan yang ditimbulkan
tidak sedikit yang menimpa pemukiman, sarana dan prasarana umum serta
lahan pertanian seperti kebun, kolam ikan, sawah dan aliran irigasi serta
infrastruktur lainnya.
Terdapat beberapa titik yang rawan bencana longsor lahan (land slide)
khususnya dua desa yang berdampingan dengan Pegunungan Sawal yaitu
Desa Nasol dan desa Darmacaang. Terhitung sejak memasuki musim hujan
yaitu pada akhir September 2012 di Kecamatan Cikoneng memiliki potensi
longsor lahan dengan tingkat kerawanan yang tinggi.
1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Faktor-faktor
geografi apa saja yang menyebabkan terjadinya bencana longsor lahan (land
slide) di Kecamatan Cikoneng Kabupaten Ciamis, untuk mengetahuhi
bagaimanakah sistem mitigasi bencana longsor lahan (land slide) yang harus
dilakukan dan untuk mengetahui daerah mana saja yang termasuk rawan
bencana longsor lahan (landslide) di Kecamatan Cikoneng Kabupaten Ciamis.
1.3. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah: Dapat dijadikan bahan
informasi Faktor-faktor geografi yang menyebabkan terjadinya bencana
longsor lahan (land slide), mengetahuhi bagaimanakah sistem mitigasi bencana
longsor lahan (land slide) yang harus dilakukan dan sebagai bahan informasi
tentang daerah yang termasuk rawan bencana longsor lahan (landslide) di
Kecamatan Cikoneng Kabupaten Ciamis.
2.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian deskriptif. Metode tersebut yaitu penelitian yang menggunakan teknik
observasi, wawancara dan kuesioner mengenai keadaan sekarang ini yang sedang
diteliti. Dengan menggunakan metode tersebut, penulis bertujuan untuk mengkaji
tentang “Pemetaan Daerah Rawan Bencana Longsor lahan (Land Slide) di
Kecamatan Cikoneng Kabupaten Ciamis”, dengan cara mengumpulkan data,
menyusun, dan mengklasifikasikannya sehingga data tersebut mempunyai arti dan
makna. Menurut Sukmadinata, (2010:53) metode penelitian adalah rangkaiaan cara
atau kegiatan pelaksanaan penelitian yang didasari oleh asumsi-asumsi dasar,
pandangan-pandangan filosofis dan ideologis, pertanyaan dan isu-isu yang
dihadapi.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh wilayah Kecamatan Cikoneng
Kabupaten Ciamis dengan luas wilayah 3.603,154 ha dan populasi resondennya
yaitu jumlah kepala keluarga dari Desa Nasol dan Desa Darmacaang Kecamatan
Cikoneng Kabupaten Ciamis masing-masing sebanyak 2.224 Kepala Keluarga dan
1.199 Kepala Keluarga yang dijumlahkan menjadi 3.423 Kepala Keluarga.
Jenis sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah random sampling
dengan ciri setiap individu dari populasi memiliki kesempatan yang sama untuk
dijadikan sampel. Dalam penentuan sampel akan diambil dari populasi penduduk
sebanyak 2% dari jumlah kepala keluarga yang berada di Desa Darmacaang dan
Desa Nasol. Penentuan sampel ini didasarkan atas klasifikasi daerah yang memiliki
karakteristik dari bencana longsor lahan yang lebih rentan dibanding daerah
lainnya.
Selain itu, penulis menggunakan judgemental sampling yang dilakukan
dengan mengambil orang-orang yang terpilih betul oleh peneliti menurut ciri-ciri
spesifik yang dimiliki oleh sampel itu. Judgemental sampling akan ditujukan
kepada birokrat setempat, dalam hal ini pihak Kecamatan Cikoneng, Kepala Desa
Darmacaang dan Kepala Desa Nasol. Teknik pengumpulan data menggunakan
pedoman observasi wawancara teknik kuisioner studi dokumentasi studi pustaka.
Teknik analisis data dengan cara mengidentifikasi data yang telah diperoleh,
menyusun dan mengolompokan data sejenis dalam tabulasi, menyederhanakan
penyajian data tanpa mengubah subtansi dari data tersebut dalam bentuk matrik,
diagram dan tabel, dan mendeskripsikan data yang terkumpul, menganalisis, dan
mengiterpretasikan dalam bentuk angka untuk menarik kesimpulan.
3.
PEMBAHASAN
 Hipotesis Pertama
Faktor-faktor yang mempengaruhi bencana longsor lahan (landslide) di
Kecamatan Cikoneng Kabupaten Ciamis adalah kemiringan lereng, vegetasi
penutup lahan, kondisi hidrologi, jenis batuan, kondisi tanah, penggunaan lahan,
gempa bumi, dan aktivitas manusia.
 Hipotesis Kedua
Proses mitigasi bencana longsor lahan yang harus dilakukan penduduk
Kecamatan Cikoneng Kabupaten Ciamis diantaranya adalah: Pemetaan,
penyelidikan, pemeriksaan, pemantauan dan sosialisasi.
 Hipotesis Ketiga
Daerah yang termasuk rawan bencana longsor lahan (landslide) diantaranya
adalah daerah yang memiliki kemiringan lereng yang curam, jenis tanah yang
kurang padat, dan curah hujan yang tinggi.
3.1. Kecamatan Cikoneng Kabupaten Ciamis sebagai Daerah yang Rawan
Bencana Longsor lahan (Landslide)
Berdasarkan hasil penelitian, Kecamatan Cikoneng merupakan
daerah yang rawan bencana longsor lahan (landslide) dikarenakan beberapa
faktor yang mempengaruhinya yaitu kemiringan lereng, jenis batuan, jenis
tanah, jenis vegetasi, penggunaan lahan, curah hujan, getaran, dan aktivitas
manusia.
3.1.1. Kemiringan lereng
Kondisi kemiringan lereng lebih dari 25o perlu mendapat
pengawasan yang ketat karena besar kemungkinan terjadinya
longsor. Akan tetapi tetap masih memperhitungkan faktor-faktor
lainnya. Wilayah perbukitan menjadi tempat bagi lereng yang terjal.
Kemiringan lereng Kecamatan Cikoneng berkisar antara 15 – 25%
dengan ketinggian antara 400 – 800 meter diatas permukaan laut
(mdpl). Di bagian utara Kecamatan Cikoneng ketinggian mencapai
900 mdpl dengan kemiringan lereng lebih dari 40%.
3.1.2. Vegetasi Penutup Lahan
Vegetasi yang berperan pada bencana longsor lahan dimana
jika tumbuhan tersebut memiliki perakaran yang mamu menembus
sampai batuan dasar, maka fungsinya sangat vital sebagai penahan
lereng. Vegetasi di Kecamatan Cikoneng pada sekitar lereng
didominasi oleh tanaman liar berakar serabut sehingga dengan akar
tersebut kurang mampu menahan pergerakan tanah yang disebabkan
oleh air.
Posisi tanaman keras dan kerapatannya yang mempuyai akar
yang kuat akan mempengaruhi faktor keamanan lereng. Jenis
vegetasi pada umumnya adalah pohon malaka, cengkeh, kelapa yang
sifatnya tahunan. Sedangkan tanaman musiman yang tumbuh adalah
palawija dan monokultura. Dibagian lereng tidak sedikit dijumpai
teknik terasering untuk pesawahan.
3.1.3. Kondisi Hidrologi
Derasnya hujan mengakibatkan air yang meresap tanah dan
tertahan
akan
meningkatkan
debit
dan
volumenya
yang
mengakibatkan air dalam lereng menekan tanah karena berat
massanya yang akn menimbulkan longsor. Musim kemarau yang
panjang akan menyebabkan terbukanya pori-pori tanah hingga
terjadi rekahan tanah. Ketika hujan turun, air mengisi bagian tanah
dan mengankut material tanah. Pada awal musim hujan, intensitas
hujan yang tinggi biasanya sering terjadi, sehingga kandungan air
pada tanah menjadi jenuh dalam waktu singkat. Pada kondisi seperti
inilah kerap kali terjadinya longsor lahan.
3.1.4. Jenis Batuan
Batuan yang diatasnya terdapat tanah dengan ketebalan yang
tipis dan tidak kompak akan sangat membahayakan. Dimana air
yang meresap tanah akan terhaang oleh batuan yang selanjutnya
batuan menjadi bidang gelincir untuk menghasilkan longsor.
Kecamatan Cikoneng yang memiliki struktur geologi hasil erupsi
gunungapi tua Gunung Sawal (QTvs) yang terdiri dari breksi
gunungapi, breksi lahar, tufa dan lava bersusunan andesit-basal dari
Gunung Sawal membuat kondisi batuan sangat mempengaruhi
bencana longsor lahan di daerah ini.
3.1.5. Kondisi Tanah
Kondisi tanah (tekstur dan struktur) sangat mempengaruhi
potensi longsor. Tanah yang mudah menyerap air akn lebih
berpotensi dibanding dengan tanah yang padat. Kecamatan Cikoneng
memiliki jenis tanah andosol dan inceftisol (latosol) .
Tanah latosol memiliki kandungan mineral primer dan unsur
hara rendah, pH rendah antara 4.5 - 5.5 dan strukturnya remah.
Warna tanah merah, cokelat kemerahan, cokelat, cokelat kekuningan
dan kuning, tergantung dari bahan induk, umur, iklim dan
ketinggian. Jika tanah latosol jenuh air karena intensitas hujan yang
tinggi, tanah latosol mudah mengalami longsor. Hal inilah yang
menyebabkan tanah latosol sering mengalami longsoran.
3.1.6. Penggunaan Lahan
Ruang yang tersedia seharusnya memiliki keseimbangan
yang
baik
antara
kepentingan
manusia
dan
lingkungan.
Pembangunan pemukiman yang semakin meningkat seiring dengan
jumlah penduduk yang bertambah menyebabkan alih fungsi lahan
sering terjadi. Ditambah penggunaan lahan dengan lereng terjal
membuat potensi bencana longsor lahan semakin meningkat.
Vegetasi dengan akar kuat yang seyogianya mampu mengurangi laju
air dan parekat tanah, kini berubaha menjadi pondasi bangunan,
jalan, ladang dan sebagainya yang membuat kondisi air dan tanah
tidak stabil.
3.1.7. Gempa Bumi
Pergerakan lapisan bumi membuat kondisi fisik dipermukaan
pun berubah. Gempa bumi atau getaran yang terjadi di dekat daerah
rawan longsor. Getaran bisa bersumber dari pergerkan kendarann,
industri, ledakan dan sebagainya
3.1.8. Aktivitas Manusia
Faktor fisik seperti yang telah dijelaskan diatas memang
mempengaruhi longsor lahan. Namun, aktivitas manusia menjadi
faktor utama dimana manusia yang memiliki akal dan pikiran
seharusnya mampu mengolah lingkungan dengan arif dan bijaksana.
Beban tambahan yang ada di atas lereng membuat tanah yang
menopang lereng menjadi tertekan karena beban tambahan tersebut.
Beban tambahan bisa berbentuk pemukiman, pertanian, jalan dan
lain-lain.
3.2. Mitigasi Bencana Longsor Lahan (Landslide) yang Harus Dilakukan
oleh Masyarakat Di Kecamatan Cikoneng Kabupaten Ciamis
Tindakan mitigasi untuk mengurangi risiko bencana longsor lahan
yang harus diterapkan di Kecamatan Cikoneng adalah:
3.2.1. Pemetaan
Membuat informasi mengenai daerah-daerah yang rawan
bahaya longsor lahan dalam bentuk peta yang dapat disebarluaskan
kepada
masyarakat. Pada
(landslide)
di
Kecamatan
beberapa kejadian longsor lahan
Cikoneng,
pihak
BPBD
(Badan
Penanggulangan Bencana Daerah) telah membuat peta gerakan
tanah, namun hal itu hanya sampai secara verbal saja kepada pihak
pemerintahan Kecamatan Cikoneng serta masyarakatnya, informasi
penting dengan bukti fisik tidak dapat terealisasikan dengan baik.
3.2.2. Penyelidikan
Mempelajari apa penyebab dan akibat dari bencana longsor
lahan agar dapat digunakan untuk merencanakan penanggulangan
bencana dan pembangunan wilayah. Dalam hal ini pemerintah
setempat, instansi-instansi terkait beserta perwakilan masyarakat
turut menyelidiki dan secara bersama-sama memahami keadaan
wilayahnya untuk lebih mempersiapkan diri di masa depan. Namun
yang lebih ditekankan pada waktu itu adalah masyarakat di
lingkungan kejadian longsornya saja, tanpa partisipasi dari desa yang
lain yang seharusnya diketahui oleh khalayak secara umum.
3.2.3. Pemeriksaan
Melakukan pemeriksaan atau pengecekan pada saat dan
sesudah terjadi bencana longsor lahan, sehingga dapat diketahui
penyebab terjadinya longsor lahan, kondisi bencana, serta cara
penanggulangannya. Bersamaan dengan penyelidikan terjadinya
longsor, di Kecamatan Cikoneng pun telah dilakukan pemeriksaan
oleh BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah). Instansi
terkait juga mengajak kepada setiap warga yang mau ikut pada
pemeriksaan kondisi wilayah Kecamatan Cikoneng.
3.2.4. Pemantauan
Pemantauan di Kecamatan Cikoneng dilakukan pada daerah
rawan longsor lahan dan daerah strategis secara merata, agar
masyarakat mengetahui tingkat bahaya daerah tersebut. Daerah yang
telah dipantau baik bersama-sama dengan instansi terkait maupun
masyarakat adalah Desa Nasol.
3.2.5. Sosialisasi
Sosialisasi dilakukan dengan memberikan pemahaman pada
pemerintah dan masyarakat umum tentang bencana longsor lahan
dan akibat yang ditimbulkannya. Sosialisasi juga dapat dilakukan
dengan beberapa cara antara lain menyebarkan informasi melalui
leaflet, poster, dan sebagainya atau melakukan sosialisasi secara
langsung kepada masyarakat dan pemerintah. Sejauh ini hal tersebut
masih sulit untuk dilakukan, sehingga masyarakat tidak mempunyai
pengetahuan secara detail mengenai longsor lahan (landslide).
3.3. Daerah rawan longsor lahan (land slide) di Kecamatan Cikoneng
Berdasarkan hasil penelitian bahwa daerah yang rawan bencana
longsor lahan di Kecamatan Cikoneng adalah lereng yang curam, jenis tanah
yang kurang padat dan curah hujan yang tinggi.
3.3.1. Kemiringan lereng yang curam
Kemiringan lereng yang curam dapat mempengaruhi
besarnya erosi karena sudut ketajaman lereng akan berpengaruh
terhadap pergerakan air dalam memecahkan dan mengangkut
partikel tanah. Kemiringan lereng Kecamatan Cikoneng berkisar
antara 15˚-25˚yang berpotensi longsor lahan tinggi.
Gambar 1. Kemiringan lereng yang curam
Sumber: dokumentasi hasil penelitian (2013)
3.3.2. Jenis tanah yang kurang padat
Tanah latosol yang bmenjadi jenis tanah dominan di
Kecamatan Cikoneng memiliki kandungan mineral primer dan unsur
hara rendah, pH rendah antara 4.5 - 5.5 dan strukturnya remah
sebagai hasil pelapukan Gunung Sawal.
Tanah hasil pelapukan batuan gunung api ini memiliki
komposisi sebagian besar lempung dengan sedikit pasir dan bersifat
subur. Pada musim hujan dengan curah hujan berkuantitas tinggi
ditambah tidak adanya tanaman keras berakar kuat dan dalam, maka
kawasan tersebut rawan bencana longsor lahan.
Batuan endapan gunungapi dan batuan sedimen berukuran
pasir dan campuran antara kerikil, pasir, dan lempung umumnya
kurang kuat. Derajat porositas batuan juga berperan dimana apakah
batuan tersebut mudah diresapi air atau tidak (Akub, 1998:70).
3.3.3. Curah hujan yang tinggi
Air menjadi alat angkut longsor lahan yang paling sering
terjadi. Curah hujan yang tinggi dengan intensitas dan lamanya hujan
berperan dalam menentukan persentase terjadinya longsor. Air denagn
kuantitas yang banyak tidak dapat ditahan oleh tanah yang akhirnya
terjadilah longsor lahan.
Gambar 2. Citra Foto Kecamatan Cikoneng dengan
Titik-TitikDaerah Rawan Longsor
Sumber: dokumentasi hasil penelitian (2013)
4.
SIMPULAN dan saran
Berdasarkan pada hasil penelitian dan pembahasannya, maka penelitian ini
dapat disimpulkan :
4.1. SIMPULAN
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya bencana longsor lahan di
Kecamatan Cikoneng adalah: 1) Lereng yang curam dengan kemiringan lebih
dari 25%, 2) Jenis batuan yang merupakan hasil gunungapi tua berupa andesit
sampai basal, 3) Curah hujan yang tinggi membuat tanah mudah jenuh oleh air,
4) jenis tanah latosol yang mudah sekalin tererosi, 5) Gempabumi yang pernah
terjadi mengakibatkan tanah, badan jalan, lantai, dan rumah menjadi retak, 6)
Kondisi vegetasi penutup lahan diantaranya semak belukar dan tanaman liar
yang tidak terlalu baik sebagai penahan air dan pengikat tanah, 7) Penggunaan
lahan yang kurang baik dengan dijadikannya lereng sebagai lahan pertanian
dan pemukiman, 8) Aktivitas manusia yang tidak menjaga lingkungan,
khusunya di daerah sekitar lereng.
Sistem mitigasi bencana yang harus dilakukan adalah pemetaan dengan
membuat peta rawan bencana, menyelidiki daerah yang rawan longsor,
pemeriksaan yang dilakukan secara berkalaa, pemantauan yang dilakukan pada
daerah rawan longsor, dan sosialisasi dengan memberikan pengetahuan pada
pemerintah dan masyarakat umum tentang bencana longsor lahan.
Daerah yang termasuk ke dalam rawan longsor di Kecamatan Cikoneng
adalah Desa Nasol dan Desa Darmacaang dengan karakteristik daerah yang
memiliki kemiringan lereng lebih dari 25%, jenis tanah yang gembur seperti
latosol yang ketika sudah jenuh air mudah longsor, curah hujan yang tinggi
diatas.
4.2. SARAN
Masyarakat yang berada di daerah rawan bencana tanah longsor harus
terus dibina dan dibimbing untuk menjaga keseimbangan lingkungan supaya
dapat meminimalisir dampak yang ditimbulkan jika terjadi bencana tanah
longsor. Wilayah yang mengelilingi Pegunungan Sawal seperti Kecamatan
Cikoneng, Kecamatan Sindangkasih, Kecamatan Cihaurbeuti, dan lainnya
sangat baik untuk dijadikan objek studi kajian geografi yang berhubungan
dengan mata kuliah mitigasi bencana, geografi tanah, geologi, dan
geomorfologi.
DAFTAR PUSTAKA
Pribadi, Krishna S, et al. (2008). Buku Pegangan Guru Pendidikan Siaga Bencana.
Bandung: Pusat Mitigasi Bencana - Institut Teknologi Bandung.
Sukmadinata, Nana Syaodih. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Tisnasomantri, Akub. (1998). Geomorfologi Umum. Bandung: FPIPS-IKIP Bandung.
Download