EFEKTIVITAS SENAM KEGEL UNTUK MENCEGAH DAN MENGATASI GEJALA PROLAPS ORGAN PANGGUL PASCA PERSALINAN dr. Kadek Fajar Marta, M.Biomed, Sp.OG BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FK UNUD/RSUP SANGLAH DENPASAR 2014 BAB I PENDAHULUAN Prolaps organ panggul merupakan salah satu kelainan ginekologi yang sering ditemukan, dan kejadiannya semakin meningkat seiring dengan meningkatnya angka harapan hidup.1Prolaps organ panggul tidak menyebabkan kematian tetapi dapat memperburuk kualitas hidup termasuk menimbulkan kelainan pada kandung kemih, sistem saluran cerna serta gangguan fungsi seksual. Prolaps organ panggul merupakan suatu kelainan komplek yang bersifat multifaktor. Faktor tersebut antara lain: kehamilan, persalinan pervaginam, cedera melahirkan, usia, hormon estrogen, kerapatan kolagen, obesitas, batuk kronis ataupun konstipasi kronis abnormalitas kolagen, menopause dan penurunan level estrogen.1,2Persalinanmerupakan faktor risiko yang paling umum kita temui, pada proses persalinan dapat terjadi cedera pada otot dasar panggul baik karena kala II lama, bayi besar maupun penggunaan forcep dan vakum dalam pertolongan pesalinan.4,5 Wanita yang pernah melahirkan dengan seiring bertambahnya usia dan paparan faktor risiko terutama peningkatan tekanan intraabdomen, hal ini antara lain dapat karena peningkatan berat badan, batuk kronis, konstipasi, pekerjaan fisik berat. Semua hal tersebut dapat menyebabkan melemahnya system penyokong otot dasar panggul. Prolaps organ panggul dapat ditangani secara konservatif maupun penanganan secara bedah.Pemilihan terapi tergantung kepada jenis, beratnya gejala, umur, keadaan umum penderita, kebutuhan fungsi seksual, fertilitas, maupun faktor risiko kekambuhan. Sejak diperkenalkan oleh Arnold Kegel pada tahun 1950, latihan otot dasar panggul sudah digunakan sebagai penanganan konservatif pada prolaps organ panggul.Tujuan dari senam kegel adalah memperkuat otot penyokong dasar panggul dalam hal ini terutama otot pubokoksigeus.Penggunaan senam Kegel 1 sebagai penangan dan pencegahan prolaps organ panggul sudah banyak diteliti dan masih banyak penelitian yang sedang berlangsung saat ini.Dengan menganjurkan dan mengajarkan senam Kegel kepada wanita setelah persalinan kita dapat mencegah dan mengurangi risiko untuk terjadinya prolaps organ panggul. Metode ini merupakan suatu cara yang sederhana dan mudah untuk dilaksanakan tanpa memerlukan biaya. 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Dasar Panggul Agar dapat mengerti proses terjadinya prolaps organ panggul maka kita harus memahami anatomi dan fungsi dasar panggul dangan baik. Dasar panggul terdiri dari tulang, otot, ligamentum dan organ yang mengisi ruang dasar panggul.Dimana ligamentum, otot dan fascia membentuk sistem muskulo-elastis yang memberikan bentuk serta meyokong organ-organ visera agar tetap dalam posisi dan fungsi normal. DeLancey membagi dasar panggul menjadi 3 level yaitu:1,2,6,7,8,9 Gambar 1: Pembagian dasar panggul menurut DeLancey21 Level I: Penyangga level I, merupakan penyokong uterus dan puncak vagina yang meliputi parametrium, parakolpium dan komplek ligamen kardinal dan sakrouterina. Ligamen cardinal keluar kearah lateral dan melekat pada fasia parietal dari obturator interna dan spina ischiadika. Ligamen sakrouterina merupakan serat bagian posterior yang melekat pada bagian presacral setinggi S2S4.Keduanya befungsi mempertahankan 3 vagina dan cervix pada axis horisontal.Komplek tersebut mengakibatkan vagina memperoleh sokongan dari dari levator plate dan mempertahankan cervik di atas level spina iskhiadika. Kerusakan pada level ini dapat menyebabkan terjadinyaprolapspuncak vagina atau prolaps uteri. Gambar 2:Anatomi dasar panggul10 Level II: Merupakan level penyokong sambungan dari ligamentum kardinal dan sakrouterina setinggi spina iskhiadika. Berlokasi pada bagian tengah vagina, dibentuk oleh otot difragma panggul. Penyokong ini merupakan perlekatan dari bagian lateral vagina, dimana bagian anteriornya melekat pada arcus tendineus fasia pelvis dan bagian posterior dengan arcus tendineus rektovaginalis. Kerusakan pada jaringan penyokong bagian tengah atau lepasnya perlekatan jaringan ikat dari arcus tendineus fasia pelvis akan menyebabkan terjadinya prolaps dinding vagina bagian lateral atau paravaginal anterior. Level III: Level tiga merupakan bagian caudal dari vagina, terdiri dari perineal body pada bagian posterior dan uretra di anterior.Level ini merupakan penyokong dari 4 sepertiga distal vagina dan introitus, dimana posisi vagina dan uretra dipertahankan posisinya olehfasia endopelvis.Perineal body merupakan penyokong esensial bagi sepertiga distal vagina dan kanal anus agar dapat berfungsi dengan baik. Kerusakan pada level ini dapat memberikan peranan untuk tejadinya prolaps vagina bagian anterior, posterior serta penurunan perineal. Otot levator ani memegang perananan penting dalam terjadinya proses prolaps organ panggul, dimana proses prolaps dimulai dengan adanya defek pada otot ini. Otot levator ani merupakan merupakan sepasang otot lurik yang terdiri dari 3 level.10,11Dimana serat otot levator ani membentuk suatu sling berbentuk huruf U yang melingkupi levator hiatus dan memberikan sokongan pada organ lainnya yang berada dalam rongga panggul. Otot levator ani dalam keadaan normal menjaga hiatus urogenital agar tetap tertutup terhadap usaha membuka hiatus akibat adanya tekanan intraabdomen.Ototlevator ani menahan tekanan yang dihasilkan dari arah ventrochepalic terhadap rectum, vagina dan uretra dari depan dan belakang dengan memberikan daya kontraksi yang sama. Untuk mengatasi peningkatan tekanan hidrostatik dan tekanan akibat kontraksi otot dinding perut Gambar 3:Skema cross-sectional pelvis wanita22 5 2.2. Definisi Prolaps adalah turunnya struktur organ melewati batas normal.Menurut American Congress of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) definisi dari prolaps organ panggul adalah turunnya organ panggul kedalam liang vagina atau sampai keluar dari introitus vagina yang disebabkan oleh kelemahan jaringan penyangganya. Sedangkan menurut International Continence Society definitions (ICS)Urogenital prolaps: penurunan satu atau lebih dari dinding anterior vagina, apex vagina (cervix/uterus) atau vault setelah histerektomi. Dimana urogenital prolaps diukur dengan menggunakan metode POP-Q. 2.3. Faktor Risiko Prolaps organ panggul merupakan kelainan ginekologi yang bersifat multifaktor. Dimana kerusakan akibat salah satu faktor tersebut dalam kurun waktu lima sampai sepuluh tahun akan menyebabkan timbulnya prolaps.3,4,5,8 Dibawah ini diuraikan beberapa penyebab terjadinya kelemahan struktur otot dan ligamentum penyokong uterus, yaitu : 1. Multiparitas. Faktor penyebab yang paling sering ditemukan pada penderita prolaps organ panggul. Semakin bertambahnya paritas, akan semakin meningkatkan risiko untuk terjadinya prolaps.1,2,5,8 2. Cedera saat melahirkan. Berdasarkan penelitian, cedera pada saat melahirkan pervaginam meningkatkan risiko terjadinya prolaps organ panggul. Makrosomia, partus kala dua lama, episiotomi, penggunaan forsep dikatakan 2,3,4,8,11 prolaps. akan meningkatkan risiko untuk terjadinya Mekanisme cedera pada otot dasar panggul akibal proses persalinan akan dibahas lebih lanjut. 6 3. Usia. Dengan bertambahnya usia, akan meningkatkan insiden prolaps,hal yang mendasari adalah melemahnya jaringan serta otot dasar panggul.2,5,8,12, 4. Ras. Insiden terjadinya prolaps uteri pada wanita asia dan kulit hitam didapatkan lebih rendah dibandingkan dengan wanita kulit putih. Hal tersebut dikarenakan oleh pada wanita kulit hitam didapatkan otot levator ani yang lebih tebal dibandingkan oleh wanita kulit putih, selain itu perbedaan pada kandungan kolagen dan perbedaan pada tulang pelvis juga memegang peranan.5,8 5. Kelainan jaringan ikat. Kelainan jaringan ikat pada wanita meningkatkan risiko untuk mengalami prolaps organ panggul. Dipaparkan pada suatu penelitian bahwa sepertiga wanita dengan Marfan syndrome dan tiga perempat wanita dengan Ehlers-Danlos syndrome mengalami prolaps organ panggul.1,5,8 6. Peningkatan tekanan abdomen. Peningkatan tekanan intra abdomen yang terus menerus dipercaya memegang peranan untuk terjadinya prolaps organ panggul. Kondisi tersebut biasanya didapatkan pada wanita obesitas, konstipasi kronis, batuk kronis, pekerjaan mengangkat benda berat.1,3,10,13 7. Defisiensi Estrogen. Pada beberapa penelitian menyatakan bahwa terjadi penurunan serum estradiol dan estrogen receptor (ER) di ligamentum uterus pada wanita menopause.1,5,8 Tabel 1: Faktor Risiko Prolaps Organ Panggul20 Category Risk Factor Ethinicity Hispanic adult General Advancing age increasing bodymass index, menopause, low socioeconomic status Increased intra abdominal pressure Chronic cough caused by smoking, chronic lung disease, staining with chronic constipation or repeated heavy lifting Obstetric Current pregnancy, previous prolonged labor, instrumental delivery, episiotomy, increasing parity, weight of babies Previous Surgery Hysterectomy, previous prolapse surgery 7 2.4. Gejala POP Gejala umum yang sering ditemukanpada pasien dengan POPantara lain : perasaan penuh di liang vagina, atau terasa seperti ada yang keluar melalui liang vagina, rasa tidak nyaman, nyeri pinggang, gangguan berkemih seperti inkontinensia urine, frekuensi, disuria, bahkan bisa didapatkan retensio urin, konstipasi, serta dispareunia.1,2,4,5,8,11,16 2.5. Patofisiologi POP Dalam keadaan normal otot levator ani mempertahankan hiatus urogenitalis dalam keadaan tertutup, sehingga uterus tetap berada pada posisi di atas levator plate.Dalam keadaan ini ligamentum sakrouterina dan kardinale berada dalam posisi istirahat. Cedera langsung akibat persalinan pada otot levator ani menyebabkan hiatus urogenitalis terbuka, menyebabkan turunnya uterus dan cervix. Pada keadaan ini ligamentum sakrouterina dan kardinale berfungsi untuk mencegah terjadinya penurunan lebih lanjut. Melemahnya ligamentum ini akanmenyebabkan derajat prolaps yang lebih berat. 2.6 Penatalaksanaan POP Penatalaksanaan stress inkontinensia dapat dilakukan dengan cara: 1. Konservatif 2. Operatif Bentuk-bentuk terapi konservatif1,2,7,8,10: 1. Latihan otot dasar panggul 2. Penggunaan pesarium 3. Modifikasi gaya hidup Bentuk-bentuk terapi operatif1,2,7,8,10: 1. Kolporafi 8 2. Vaginal histerektomi 3. Fiksasi ligamentum sakrospinosum 4. Suspensi ligamentum uterosakral 5. Kolpoklesis Tujuan utama dari terapi pembedahan adalah untuk menghilangkan gejala POP. Pembedahan pada umumnya ditawarkan kepada pasien yang telah menjalani terapi konservatif tetapi gagal maupun tidak merasa puas dengan hasilnya, atau pada pasien yang tidak ingin menjalankan terapi konservatif. 2.7. Pengaruh Persalinan Terhadap Dasar Panggul Selama kehamilan terdapat banyak perubahan yang terjadi pada tubuh wanita, anatara lain perubahan hormonal yang juga mempengaruhi komposisi biokimia dari matrix jaringan dasar panggul.1,5,8,11 Perubahan ini akan mengakibatkan perubahan struktur, diameter dari serat kolagen dasar panggul.Dan pada saat proses persalinan, terdapat juga banyak perubahan yang terjadi pada dasar panggul yang berakhir dengan cedera pada otot maupun saraf. Dimana hal ini akan menyebabkan terjadinya prolaps organ panggul di kemudian hari apabila tidak tangani secara dini.1,5,8,11 2.7.1. Partus kala dua Selama proses persalinan terutama pada kala dua, dasar panggul mengalami perubahan yang signifikan sehingga bayi dapat lahir. Pada kala satu kontraksi uterus menyebabkan penekanan kepala pada cervix dan menyebabkan terjadinya dilatasi dan penipisan dari servik.Pada kala dua dimana servik sudah mengalami dilatasi scara lengkap dan kepala bayi sudah mulai menyentuh dasar panggul. Selama kala dua ini dimana terdapat kontraksi uterus sebanyak tiga sampai empat kali dengan durasi mencapai satu menit, menyebabkan peningkatan tekanan 9 uterus dekat kepala bayi mencapai 2,6 hingga 8,5 kilo Pascal (kPa).10 Dan saat ibu diminta untuk mengedan menyertai kontraksi uterus maka peningkatan tekanan uterus mencapai 19kPa.10,13 Apabila ibu mengalami kelelahan dimana hal ini merupakan suatu indikasi untuk tindakan operatif persalinan pervaginam. Vacum ataupun forcep akan digunakan untuk membantu proses persalinan. Apabila vakum digunakan, maka terdapat tambahan sebanyak hingga 113 Newton (N). Sedangkan pada penggunaan forcep, proses traksi dapat mencapai 200 N.10 2.7.2. Cedera dasar panggul akibat persalinan Pada salah penelitian yang dilakukan oleh Ashton-Miller dan DeLancey dari total 160 wanita primipara ditemukan 32 (20%) mengalami kerusakan pada otot levator ani pada pemeriksaan dengan menggunakan magnetic resonance scan.10,13Dari penelitian ini disimpulkan bahwa satu dari sepuluh orang wanita yang melahirkan bayi pertamanya akan mengalami cedera pada otot levator ani. Persalinan dengan bantuan forcep, laserasi sphincter ani dan episiotomy meningkatkan rasio terjadinya cedera otot levator ani sebanyak 14.7, 8.1, 3.1 kali lebih tinggi.9,13 Dan juga ditemukan bahwa wanita yang mengalami cedera pada otot levator ani berusia 3.5 tahun lebih tua dan menjalani partus kala dua 78 menit lebih lama.9 2.7.3.Mekanisme Kerusakan otot Levator Ani Terdapat beberapa teori mengenai mekanisme cedera pada otot levator ani. Data elektro diagnostik menunjukkan bahwa persalinan menyebabkan perubahan pada otot dasar panggul dan juga pada terminal saraf pudenda.9,14 Hal ini dijuga dibuktikan dengan hasil pemeriksaan yang sama pada penderita prolaps organ panggul serta stress inkontinensia.9,14 Berdasarkan penggunaan model geometrik disimpulkan bahwa kerusakan pada otot selama kala dua merupakan hasil dari proses peregangan otot yang 10 berlebihan. Otot pubococygeus merupakan bagian otot yang terpendek dan paling medial dari otot levator ani, otot ini memiliki rasio peregangan 3,36.9 Sedangkan otot ileokoksigeus, pubokoksigeus, dan puborektalis memiliki rasio peregangan maksimal 2.73, 2.5 dan 2.28. Rasio peregangan tersebut melebih batas maksimum rasio peregangan yang dapat ditoleransi oleh serabut otot pada keadaan tidak hamil yaitu 1.5. Gambar 4: Simulasi efek penurunankepala bayi terhadap otot levator ani9 Berdasarkan analisa daerah yang paling sering mengalami cedera selama persalinan adalah otot pubokoksigeus, dimana otot ini mengalami peregangan yang paling besar.9 Sedangkan urutan kedua adalah otot ileokoksigeus.Peregangan maksimal yang diakibatkan oleh penurunan kepala bayi mengalami puncaknya pada akhir kala dua pada saat crowning.Hal ini dikonfirmasi lebih lanjut dengan menggunakan MR scan.9 11 Gambar 5: Perbandingan otot puboviseral normal dengan defek10 Rasio peregangan maksimal tergantung dari berbagai faktor, antara lain ukuran kepala bayi, derajat molding yang terbentuk, penurunan kepala dan sudut subpubic. Gambar 6: Simulasi efek partus kala dua terhadap otot dasar panggul10 Victoria et al. dari hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa dalam jangka waktu 5-10 tahun pasca persalinan, pasien akan mengalamami gangguan fungsi pada dasar panggul. Dari 449 peserta, 71 (16%) mengalami stress inkontinensia, 45 (10%) mengalami overactive bladder, 52 (12%) mengalami anal inkontinensia, 19 (4%) mengalami gejala prolaps dan 64 (14%) mengalami prolaps. Dimana penggunaan forcep meninggkatan rasio terjadinya gangguan fungsi dasar panggul terutama overactive bladder dan prolaps. 12 Emily et al. dengan penelitian randomize control trial menyimpulkan bahwa persalinan merupakan risiko terjadinya gangguan fungsi dasar panggul. Dimana dari 4458 responden 7% mengalami prolaps, 15% mengalami stress inkontinensia, 13% overactive bladder, 25% anal inkontinensia, dan 37% dengan gangguan lainnya. 2.8. Latihan Otot Dasar Panggul Latihan otot dasar panggul (Pelvic Floor Muscle Training) pertama kali diperkenalkan oleh Arnold Kegel pada tahun 1950. Arnold Kegel menyatakan bahwa latihan otot dasar panggul yang dilakukan segera setelah persalinan dapat membantu dalam mencegah terjadinya prolaps organ panggul dan membantu pemulihan setelah menjalani operasi. Sejak saat itu (1950) latihan otot dasar panggul telah digunakan untuk menangani stress inkontinensia, prolaps organ panggul, nyeri panggul dan gangguan defekasi. Dan latihan otot dasar panggul lebih dikenal dengan istilah Kegel exercise.21,22 2.8.1. Evaluasi sebelum latihan Sebelum memulai latihan sebaiknya dilakukan evaluasi pada pasien.Evaluasi ini meliputi kekuatan otot, durasi kontraksi serta jarak dorongan pada jari pemeriksa. Meskipun belum ada standar, tabel berikut merupakan skala yang umumnya digunakan.9 Tabel 2: Tabel penilaian evaluasi kekuatan kontraksi9 13 Apabila pasien dapat mempertahankan kontraksi selama dua detik maka tingkat keberhasilan latihan otot dasar panggul lebih tinggi.Tekanan ke dalam dan atas pada jari pemeriksa dapat diartikan bahwa struktur otot masih dalam batas normal. Apabila pasien tidak dapat mempertahankantonus otot dasar panggul maka pasien ini termasuk dalam kategori tingkat keberhasilan yang rendah dan pasien tersebut memerlukan terapi yang lebih intensif seperti terapi stimulasi elektrik.9,10 Gambar 7: Evaluasi kontraksi disaat pemeriksaan dalam8 2.8.2. Teknik Latihan Otot Dasar Panggul Tingkat keberhasilan latihan otot dasar panggul memerlukan motivasi yang kuat dari pasien, dimana hasil dari latihan baru dapat dirasakan setelah menjalani latihan minimum selama enam sampai delapan minggu. Pasien harus mendapatkan edukasi bahwa latihan otot dasar panggul sama seperti latihan otot lurik pada bagian tubuh lainnya. Membantu pasien untuk dapat mengisolasi otot yang harus dikontraksikan, merupakan salah satu bagian penting dalam latihan untuk mencapai keberhasilan, dalam hal ini adalah otot levator ani.Kurang lebih antara 19% sampai 31% wanita merasa bahwa mereka sudah dapat melakukan senam Kegel dengan benar. 14 Teknik Kegel dapat diajarkan sewaktu melakukan pemeriksaan dalam, dimana pasien diminta untuk mengkontraksikan otot disekitar jari pemeriksa sementara pemeriksa mencatat apakah pasien menggunakan otot abdomen, gluteus atau paha.Kesalahan umum yang dilakukan oleh pasien adalah pasien cenderung mengedan sewaktu diminta mengkontraksikan otot levator ani. Pada awalnya pasien akan mengkontraksikan otot lapisan luar: otot bulbokavernosus dan iskhiokavernosus, disaat ini pemeriksa dapat meminta pasien untuk mengkontraksikan lapisan otot bagian atas yaitu otot levator ani. Pasien diminta mengulangi kontraksi sampai mendapatkan kontraksi dari otot levator ani, dan bila kontraksi otot levator ani sudah berhasil dilakukan maka pasien diminta untuk menahan kontraksi tersebut selama sepuluh detik.8,9,18 Hingga saat ini belum terdapat suatukonsensus tentang protokol latihan otot dasar panggul. Salah satu contoh latihan yang dianjurkan pada pasien:16 1. Latihan cepat dan singkat: kontraksikan otot selama 2 detik dan segera direlaksasikan. 2. Latihan panjang: kontraksikan otot dan tahan selama 10 detik kemudian diistirahatkan selama 10 detik. Sesi latihan: dilakukan 10 kali latihan 1 dan 2 dalam posisi berbaring, duduk dan berdiri. 3. Pastikan untuk merelaksasikan otot setiap kali setelah kontraksi dengan durasi yang sama dengan lamanya kontraksi pada latihan lama. Lakukan 2 sesi latihan per hari 4. Setelah menyelesaikan kedua tipe latihan pada ketiga posisi yang dianjurkan, satu sesi latihan telah selesai. Selain protokol di atas telah terdapat berbagai variasi yang dikembangkan sejak dicetuskannya ide tentang latihan otot dasar panggul oleh Arnold Kegel.Pada tabel berikut ini dipaparkan metode latihan menurut penelitinya. 15 Tabel 3: Protokol latihan otot dasar panggul.21 PENELITI PROTOKOL - Kontraksi otot dasar panggul selama 3 detik, lalu istirahat selama 3 detik Jones,1963 - Set: 10 kali setiap 30 menit - Kontraksi otot dasar panggul selama 3 detik, lalu istirahat selama 3 detik, hentikan aliran urin setiap kali berkemih Castleden, - Kontraksi otot dasar panggul selama 4 atau 5 setiap jam 1984 - Latihan perineometer selama 2 minggu - Latihan menghentikan aliran urin setiap hari - 5 Kontraksi otot dasar panggul selama 5 detik,1 set per jam Henalla, 1989: - Sekitar 80 kontraksi otot dasar panggul per hari selama 12 minggu - Kontrol rutin tiap minggu - Latihan kontraksi otot dasar panggul, otot perut dan aduktor. Hoffbauer, 1990 - Dua kali seminggu selama 20 menit dengan fisioterapis, dan program latihan harian di rumah - 10 Kontraksi otot dasar panggul selama 3 detik, dan 10 Burns, 1993 Kontraksi otot dasar panggul selama 10 detik. - Ditingkatkan 10 set tiap hari sampai maksimal 200 Wilson,1995 - 100 kontraksi bergantian cepat (1 detik) dan lambat (5 detik) per hari 16 - 8-12 kontraksi otot dasar panggul intensitas tinggi, dengan kontraksi ditahan selama 6-8 detik lalu diikuti 3-4 kontraksi cepat diakhir kontraksi, istirahat 6 detik setelah kontraksi. Bo et al, 1999 - dilakukan 3 set per hari - Posisi tubuh: berbaring, berlutut, duduk, berdiri, kaki terbuka, sesuai dengan pilihan penderita. - 10 kontraksi otot dasar panggul ditahan selama 5 detik dan 10 detik istirahat. Aksac, 2003 - Ditingkatkan tiap 2 minggu sampai kontraksi ditahan selama 10 detik dan 20 detik istirahat - Dilakukan 3 set per hari - Kontraksi otot dasar panggul untuk kekuatan dan daya tahan selama 15-20 menit per hari Yonn, 2003 - Kekuatan: aktifitas cepat dan kuat yang dilakukan selama beberapa detik - Daya tahan: kontraksi ditahan selama 6 detik, ditingkatkan 1 detik perminggu sampai mencapai maksimal 12 detik. BorelloFrance, 2008 - Satu sesi yang terdiri dari 3 set 20 kontraksi ( ditahan selama 3 detik) dan 3 set 10 kontraksi (yang ditahan selama 12 detik) dua kali sehari - 1 set terdiri dari 10 kontraksi, dimana setiap kontraksi ditahan Hagen et al., selama 10 detik kemudian diistirahatkan selama 4 detik 2009 sebelum kontraksi berikutnya, untuk set berikutnya dilakukan latihan cepat dan singkat berturut-turut sebanyak 10 17 kontraksi -6 set setiap harinya Braekken et - 3 set setiap harinya, 1 set terdiri dari 8-12 latihan lama (tahan al., 2010 Bernandez et selama 10 detik kemudian diistirahatkan selama 10 detik) - 3 set perhari - Setiap set meliputi 8-12 kali kontraksi perhari pada posisi al., 2012 berbaring, duduk, dan berdiri, dan tiap kontraksi ditahan selama 3-8 detik Kashyap et al., 2013 - 3 set sehari - Satu set terdiri dari 10 kali kontraksi diikuti dengan penahanan kontraksi selama 10 detik dan 10 detik durasi istirahat diantara tiap kontraksi 2.9. Efektivitas Kegel Exercise (Senam Kegel) Pada penelitian lainnya Bernandez et al. (2012) melakukan penelitian untuk menentukan efektifitas senam kegel pada wanita dengan POP derajat 2.Sebanyak 58 wanita yang termasuk dalam kriteria inklusi setuju mengikuti program penelitian ini. Dimana mereka akan dibagi menajadi 3 kelompok secara acak dan menjalani program pelatihan selama 12 minggu. Grup 1 akan menjalani latihan mengkontraksikan otot dasar panggul saja. Grup 2 akan menajalani latihan otot dasar panggul disertai latihan hypopressive dengan menggunakan teknik bernafas menggunakan diafragma.Kedua grup tersebut akan mendapatkan program latihan rumah dan 2 sesi pertemuan dengan fisioterapis setiap bulannya. Untuk grup pertama latihan rumah meliputi 3 set perhari, dengan masing-masing set meliputi 8-12 kali kontraksi perhari pada posisi berbaring, duduk, dan berdiri. Pada setiap kontraksi mereka akan menahan kontraksi tersebut selama 3-8 detik. Sedangkan 18 pada grup kedua latihan rumah meliputi pengulangan sebanyak10 kali latihan hypopressive bersamaan dengan kontraksi otot dasar panggul selama 3-8 detik.Sedangkan grup ke 3 hanya mendapatkan 1 kali konsultasi dengan fisioterapis dan diinstruksikan untuk melakukan kontraksi otot dasar panggul hanya pada saat terjadi peningkatan tekanan intrabdominal tanpa protokol yang telah ditetapkan. Pasien kemudian akan menjalani evaluasi pengukuran crosssectional area (CSA) dari levator ani dengan menggunakan ultrasound. Bernandez et al. menyebutkan adanya perubahan yang signifikan dari grup satu dan dua yang menjalani latihan otot dasar panggul. Pada grup 1, 2 dan 3 sebelum menjalani latihan ukuran CSA yang didapatkan 1.65, 1.43, dan 1.55 cm2 (P=0.130). Setelah menjalani pelatihan selama 12 minggu perubahan pengukuran CSA pada grup Kegel dari 1.65cm2 (± 0.4) menjadi 2.1cm2(± 0.3)(P < 0.001); dan padagrup kontrol, CSA dari 1.4 (± 0.3) menjadi 1.8 (± 0.5) cm2 (P = 0.001). Tidak terdapat perubahan signifikan secara statistic pada grup 3, dari 1.5 (± 0.3) to 1.4 (± 0.3) cm2 (P = 0.816). Tabel 4:Perubahan ukuran CSA13 Braekken et al. (2010) menganjurkan total latihan dilakukan selama enam bulan. Dimana pertemuan dengan terapis dilakukan setiap minggu pada tiga bulan pertama dilanjutkan dengan setiap dua minggu pada tiga bulan berikutnya. Setiap pasien diberikan porsi latihan rumah sebanyak tiga set dimana setiap setnya terdiri dari delapan sampai dua belas kali kontraksi otot dasar panggul. Metode yang sama digunakan juga pada penelitian kedua Braekken et al. 19 Braekken et al. melakukan pemeriksaan ultrasound tiga dimensi pada otot levator ani, area hiatus, dan posisi istirahat dari kandung kemih dan rectum pada 109 wanita.Dimana mereka didiagnosa dengan prolaps organ panggul derajat I, II, maupun III yang secara acak dimasukkan ke dalam kategori kontrol dan terapi. Wanita yang masuk kedalam kategori memperoleh latihan otot dasar panggul selama enam bulan di bawah pengawasan fisioterapis. Hasilnya menunjukkan peningkatan volume otot (rerata 1,9mm; P < 0,05), penurunan areagenital hiatus (P < 0,05) dan perubahan posisi dari kandung kemih dan rectum menjadi lebih tinggi. Peningkatan kekuatan kontraksi dan ketahanan kontraksi otot dasar panggulsebesar 95% pada grup dengan senam Kegel.Sebanyak 81% wanita pada grup senam Kegel mengalami peningkatan derajat prolaps, dibandingkan dengan 91% grup kontrol. Pada penelitian keduanya Braekken et al. menggunakan questioner pada sebelum memulai latihan untuk menentukan dasar keluhan dari setiap peserta.Serta dilakukan pemeriksaan dan pencatatan awal fungsi otot dasar panggul.Dimana peserta dibagi menjadi dua grup berdasarkan stadium prolaps.Pada grup pertama diminta melakukan senam kegel selama 6 bulan. Porsi latihan diberikan sebanyak 3 set setiap harinya, dimana tiap set terdiri dari 8-12 kontraksi panjang dan peserta diminta melakukan pencatatan setiap melakukan latihan. Pertemuan dengan terapis dilakukan tiap 1 minggu selama 3 bulan pertama dan tiap 2 minggu selama 3 bulan terakhir. Dari penelitian ini didapatkan penurunan frekuensi serangan POP sebesar 74% dan gejala penyerta sebesar 67%. 20 Tabel 5: Perbaikan gejala Prolaps Ghroubi et al. (2008) menganjurkan latihan dilakukan dengan melakukan kontraksi otot dasar panggul sebanyak dua puluh kali setiap harinya. Total sebanyak dua puluh empat kali sesi pertemuan dengan fisioterapis dilakukan, akan tetapi tidak terdapat penjelasan mengenai berapa lama selang waktu antar sesi. Serta latihan ini juga disertai modifikasi gaya hidup seperti halnya pada penelitian yang dilakukan oleh Hagen et al. Dilaporkan penurunan rasa berat pada pelvis yang signifikan pada grup dengan senam Kegel (17% banding 70%) dibandingkan grup kontrol. Dan juga dicatat adanya peningkatan kekuatan dan ketahanan kontraksi otot dasar panggul pada grup senam Kegel. Pada pengukuran residu urin setelah berkemih (MD -21.28, 95% CI -32.75 to -9.81) dan flow rate(MD -3.23, 95% CI -5.16 to -1.30) lebih baik pada grup senam Kegel. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hagen et al. (2009) setiap pasien dianjurkan untuk mengikuti program selama minimal 16 minggu, dimana pertemuan dilakukan pada minggu 0, 3, 6, 11, 16. Pada pertemuan pertama dilakukan anamnesa dan evaluasi derajat prolaps, pasien diberikan penjelasan mengenai latihan yang akan dilakukan dan juga diajarkan cara mengkontraksikan 21 otot dasar panggul. Setiap pasien diberikan porsi latihan yang harus dilakukan rumah, yaitu enam set setiap harinya, dimana setiap set terdiri dari 6 kali kontraksi dan menahan kontraksi selama sepuluh detik dengan empat detik istirahat diantara tiap kontraksi dilanjutkan dengan sepuluh kontraksi cepat berturutan. Selain itu setip pasien juga mendapatkan instruksi untuk modifikasi gaya hidup seperti menurunkan berat badan, menghindari konstipasi, mengangkat beban berlebihan. Dimana keseluruhan modifikasi gaya hidup tersebut bertujuan untuk menghidari terjadinya peningkatan tekanan intraabdomen untuk memaksimalkan efek latihan otot dasar panggul. Hagen et al. (2009) mendefinisikan keberhasilan dari regimen yang dilakukan dengan berkurangnya simptom dari prolaps organ panggul.Dimana dari penelitiannya didapatkan peningkatan dari kualitas hidup pasien dengan berkurangnnya gejala sexual, vaginal symptom dan gangguan defekasi.Dengan menggunakan pengukuran metode POP-Q (awal dan 20 minggu), symptom dan kualitas hidup questioneryang berhubungan dengan prolaps, serta gejala penyerta seperti gejala berkemih, gejala defekasi dan fungsi sexual.Peningkatan derajat prolaps pada grup Kegel lebih rendah (55%) dibandingkan pada grup kontrol (100%). 22 Tabel 6: Questionergejala prolaps20 Tabel 7: Perubahan skor gejala prolaps15 23 Tabel 8:Perubahan pengukuran berdasarkan POP-Q15 Pada penelitiannya, Kashyap et al. (2013) membagi 2 grup dimana grup pertama mendapatkan intruksi dan pelatihan senam kegel dengan baik dan benar sedangkan grup kedua hanya mendapatkan intruksi bagaimana melakukan latihan senam kegel dimana kedua grup tersebut akan melakukan latihan senam kegel selama 24 minggu. Pada grup pertama pertemuan dengan terapis dilakukan sebanyak 6 kali pada minggu 1, 3, 6, 12, 18 dan 24. Untuk grup kedua pertemuan hanya dilakukan sebanyak 3 kali yaitu pada minggu ke 6, 18 dan 24. Kedua grup memperoleh porsi latihan rumah yang sama yaitu 3 set sehari dimana tiap set terdiri dari 10 kali kontraksi diikuti dengan menahan kontraksi selama 10 detik dan istirahat selama 10 detik di antara setiap kontraksi. Kashyap et al. melakukan penilaian keluhan subjektif akibat POP berdasarkan POP skala simptom (PoP-ss) danvisual analog scale(VAS). Rerata usia pasien adalah 47 tahun dimana 63% dengan POP stadium I. Dimana variasi tipe POP meliputi uterovaginal prolaps (34,2%), sistokel (25,1%) rektokel (10,7%) dan penurunan cervix (2,8%). Setelah 24 minggu melakukan latihan terdapat perubahan yang signifikan dimana 73% keluhan pada evaluasi awal grup Kegel menurun menjadi43,2% dan pada grup kontrol dari 76% menjadi 64,1%. Penurunan stadium POP didapatkan pada 5 pasien pada grup Kegel, dari stadium I menjadi stadium 0 uterovaginal prolaps (n=1), stadium II cistokel menjadi stadium I (n=2), stadium II rektokel menjadi stadium II (no=2). Sedangkan pada 24 grup kontrol hanya ditemui. Hasil questioner berdasarkan POP-ss menunjukan penurunan Tabel 9.Penurunan gejala POP berdasarkan POP-ss23 Tabel 10. Skala simptom POP pada evaluasi awal dan control selama latihan23 25 BAB III RINGKASAN Prolaps organ panggul merupakan salah satu kelainan ginekologi yang sering ditemukan, dan kejadiannya semakin meningkat seiring dengan meningkatnya angka harapan hidup.Kelainan ini menimbulkan penurunan kualitas hidup penderita.Prolaps organ panggul merupakan suatu kelainan komplek yang bersifat multifaktor.Persalinan merupakan faktor risiko yang paling umum kita temui, pada persalinan dapat menyebabkan terjadinya cedera pada otot dasar panggul. Prolaps organ panggul dapat ditangani secara konservatif maupun penanganan secara bedah.Pilihan terapi berbeda untuk tiap individu.Sejak diperkenalkan oleh Arnold Kegel pada tahun 1950, latihan otot dasar panggul sudah digunakan sebagai penanganan konservatif pada prolaps organ panggul. Latihan ini dikenal sebagai Kegel exercise atau senam Kegel. Dengan tujuan memperkuat otot penyokong dasar panggul terutama otot pubokoksigeus. Dari penelitian yang ada dengan melakukan senam Kegel dapat dapat kita peroleh hasil yang efektif untuk: 1. Menurunkan gejala penyerta prolaps. 2. Menurunkan stadium prolaps. 3. Meningkatkan kekuatan dan volume otot dasar panggul. Dengan melakukan senam Kegel baik berupa latihan panjang maupun latihan cepat dan singkat dengan baik dan benar kualitas hidup wanita dapat ditingkatkan.Hal ini ditunjang dengan pertemuan dan latihan yang diperoleh dari terapis. Dengan pembahasan teknik senam Kegel, penulis mengharapkan tenaga medis dapat mensosialisasikan latihan ini terutama karena latihan ini mudah untuk dilakukan dan tidak memerlukan biaya dengan hasil yang baik.Serta menghindari tindakan episotomi, vakum dan forcep apabila tidak diperlukan. 26 DAFTAR PUSTAKA 1. Junizaf. Buku Ajar Uroginekologi Indonesia. Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI/RSUPN Cipto Mangunkusumo; 2002. P. 29-37. 2. Ahmed F, Sotelo T. Management of pelvic organ prolapse. The Canadian Journal of Urology. 2011;18(6):6050-6053 3. Gunvor PT, Jette SJ, Siafarikas F, Engh ME, Braekken IH, Kari B. Impact of childbirth and mode of delivery on vaginal resting pressure and on pelvic floor muscle strength and endurance. American Jorunal of Obstetrics and Gynecology. 2013;208:50.e1-7. 4. Handa HL, Blomquist JL, Knoeepp LR, Hoskey KA, McDermoott KC, Munoz A. Pelvic Floor Disorder 5-10 Years After Vaginal or Cesarean Childbirth. Obstetric Gynecology. 2011;Oktober;118:777-784 5. Perros P. The Female Pelvic Floor. Function dysfunction & management according to the integral theory. 2nd ed. Germany: Springer Medizin Verlag Heidelberg; 2007. 6. Tegerstedt G. Clinical and epidemiological aspects of pelvic floor dysfunction. Department of Obstetrics and Gynaecology, Stockholm Soder Hospital Department of Medical Epidemiology and Biostatistics, Karolinska Institutet; 2004. 7. Hoffman BL, Schorge JO, Schaffer JI, Halvorson LM, et al. Pelvic Organ Prolapse. Williams Gynecology second edition; McGraw-Hill; 2012. 8. Trowbridge ER, Fenner DE. Conservative Management of Pelvic Organ Prolapse. Clinical Obstetrics and Gynceology. 2005;48:668-681 9. Asthon-Miller JA, DLancey JO. On the Biomechanic of Vaginal Birth and Common Sequele. Annual Rev Biomed Eng. 2009;11:163-176 10. Berek JS. Pelvic Organ Prolapse. Berek & Novak’s Gynecology. 14th ed. Lippincott Williams & Wilkins; 2007. 27 11. Kim CM, Jeon MJ, Chung DJ, Kim SK, Kim JW, Bai SW. Risk factors for pelvic organ prolaps. International Journal of Gynecology and Obstetrics. 2007;98:248-251 12. Braekken IH, Majida M, Engh ME, Bø K. Morphological changes after pelvic floor muscle training measured by 3- dimensional ultrasonography: a randomized controlled trial. Obstetrics and Gynaecology 2010;115(2):317–24. 13. Ghroubi S, Kharrat O, Chaari M, Ben Ayed B, Guermazi M, Elleuch MH. Effect of conservative treatment in the management of low-degree urogenital prolapse. Annales de réadaptation et de médecine physique 2008;51:96–102. 14. Hagen S, Stark D, Glazener C, Sinclair L, Ramsay I. A randomised controlled trial of pelvic floor muscle training for stage I and II pelvic organ prolapse. International Urogynecology Journal 2009;20:45–51. 15. Mouritsen L. Classification and evaluation of prolapse. Best Practice & Research Clinical Obstetirc and Gynaecology. 2005;19:895-911 16. Newman, D. K., Conservative Therapy for Incontinence in: Female urology : a practical clinical guide Editor: Goldman, B. G., Vasavada, S. P, Humana Press Inc. New Jersey, 2007 : 64-79 17. BernandesBT, Resende APM, Stüpp L, Oliveira E, Castro AR, Bella ZIKJ et al. Efficacy of pelvic floor muscle training and hypopressive exercises for treating pelvic organ prolapse in women: randomized controlled trial. Sao Paulo Med J. 2012; 130(1):5-9. 18. Siddighi S, Hardesty JS. Urogynecology and Female Reconstructive Surgery, Just the Fact. McGraw-Hill; 2016. 19. Hagen S, Stark D.Conservative prevention and management of pelvic organ prolapse in women. The Cochrane Library. 2011;(12) 20. Kuncharapu I, Majeroni BA, Johnson DW. Pelvic Organ Prolapse. American Family Physician. 2010;81:1111-1117. 28 21. Marques A; Stothers L; Macnab A. The status of pelvic floor muscle training for women. Canadian Urological Association. 2010, 4(6):419-422 22. Fine P, Burgio F, France DB, Richter H, Whitehead W, Weber A et al. Teaching and practicing of pelvic floor exercise in primiparous women during pregnancy and the postpartum period. American Journal of Obstetrics and Gynecology. 2007;197:107.e1-107.e5. 23. Kashyap R, Jain V, Singh A. Comparative effect of 2 packages of pelvic floor muscle training on the clinical course of stage I–III pelvic organ prolapse. International Journal of Gynecology and Obstetrics. 2013, 121:69–73. 24. Brækken IH, Majida M,Engh ME, Bø K.Can pelvic floor muscle training reverse pelvic organ prolapseand reduce prolapse symptoms? An assessorblinded, randomized, controlled trial.American Journal of Obstetrics & Gynecology. 2010;203:170.e1-7. 29