PENYERTAAN MODAL NEGARA A. PENGERTIAN PENYERTAAN MODAL Definisi secara umum penyertaan modal yaitu suatu usaha untuk memiliki perusahaan yang baru atau yang sudah berjalan, dengan melakukan setoran modal ke perusahaan tersebut. Penyertaan Modal Negara adalah pemisahan kekayaan negara dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau penetapan cadangan perusahaan atau sumber lain untuk dijadikan sebagai modal BUMN dan/atau Perseroan Terbatas lainnya, dan dikelola secara korporasi.1 Penyertaan modal pemerintah pusat/daerah adalah pengalihan kepemilikan barang milik negara/daerah yang semula merupakan kekayaan yang tidak dipisahkan menjadi kekayaan yang dipisahkan untuk diperhitungkan sebagai modal/saham negara atau daerah pada badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan hukum lainnya yang dimiliki negara.2 Pasal 1 angka 4 PP No. 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah menyatakan Penyertaan Modal adalah bentuk Investasi Pemerintah pada Badan Usaha dengan mendapat hak kepemilikan, termasuk pendirian Perseroan Terbatas dan/atau pengambilalihan Perseroan Terbatas. Dalam pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara terdapat beberapa jenis penyertaan modal yaitu, antara lain: - Penyertaan modal pemerintah pusat adalah pengalihan kepemilikan Barang Milik Negara yang semula merupakan kekayaan negara yang tidak dipisahkan menjadi kekayaan negara yang dipisahkan untuk diperhitungkan sebagai modal/saham negara pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), atau Badan Hukum lainnya yang dimiliki Negara/Daerah.3 - Dalam APBD, penyertaan modal pemerintah daerah kedalam perusahaan daerah adalah salah satu bentuk kegiatan/usaha pemda untuk meningkatkan pendapatan daerah guna mensejahterakan masyarakat. Berdasarkan peraturan perundang-undangan dinyatakan bahwa setiap penyertaan modal atau penambahan penyertaan modal kepada perusahaan daerah harus diatur dalam perda tersendiri tentang penyertaan atau penambahan modal. Perlu diingat 1 Pasal 1 angka 7 PP No. 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas. 2 Pasal 1 angka 19 PP No. 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. 3 Lamp. X, PMK No. 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara. Sie Infokum – Ditama Binbangkum 1 bahwa penyertaan modal pemerintah daerah dapat dilaksanakan apabila jumlah yang akan disertakan dalam tahun anggaran berkenaan telah ditetapkan dalam peraturan daerah tentang penyertaan modal daerah berkenaan. Penambahan penyertaan modal oleh Pemda bersumber dari APBD tahun anggaran berjalan pada saat penyertaan atau penambahan penyertaan modal tersebut dilakukan. - Penyertaan Modal Bank Indonesia: sesuai dengan Pasal 64 Undang Undang Republik Indonesia No.23/1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Republik Indonesia No.6/2009 dan Penjelasannya, Bank Indonesia hanya dapat melakukan penyertaan modal pada badan hukum atau badan lainnya yang sangat diperlukan dalam pelaksanaan tugas Bank Indonesia dan dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Penyertaan di luar badan hukum atau badan lain yang sangat diperlukan tersebut hanya dapat dilakukan apabila telah memperoleh persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Dana untuk penyertaan modal tersebut hanya dapat diambil dari dana cadangan tujuan. B. DASAR HUKUM Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menyatakan Surplus penerimaan negara/daerah dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran negara/daerah tahun anggaran berikutnya dan penggunaan surplus penerimaan negara/daerah sebagaimana dimaksud adalah untuk membentuk dana cadangan atau penyertaan pada Perusahaan Negara/Daerah yang harus memperoleh 4 persetujuan terlebih dahulu dari DPR/DPRD. Dalam hubungan antara pemerintah dan perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan swasta, dan badan pengelola dana masyarakat ditetapkan bahwa pemerintah dapat memberikan pinjaman/hibah/penyertaan modal kepada dan menerima pinjaman/hibah dari perusahaan negara/daerah setelah mendapat persetujuan DPR/DPRD. Pemerintah dapat memberikan pinjaman/hibah/penyertaan modal kepada dan menerima pinjaman/hibah dari perusahaan negara/daerah.5 Pemberian pinjaman/hibah/penyertaan modal dan penerimaan pinjaman/hibah sebagaimana dimaksud diatas terlebih dahulu ditetapkan dalam APBN/APBD.6 Disamping itu, dalam keadaan tertentu, untuk penyelamatan perekonomian nasional, Pemerintah 4 5 6 Pasal 3 ayat (7) dan (8) UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Pasal 24 ayat (1) UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Pasal 24 ayat (2) UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Sie Infokum – Ditama Binbangkum 2 Pusat dapat memberikan pinjaman dan/atau melakukan penyertaan modal kepada perusahaan swasta setelah mendapat persetujuan DPR.7 Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas juga menjelaskan, dalam hal pendiri adalah badan hukum negara atau daerah, diperlukan Peraturan Pemerintah tentang penyertaan dalam Perseroan atau Peraturan Daerah tentang penyertaan daerah dalam Perseroan.8 Dalam Keuangan Negara, penyertaan modal negara menjadi Kekayaan Negara yang dipisahkan yaitu kekayaan negara yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk dijadikan penyertaan modal negara pada Persero dan/atau Perum serta perseroan terbatas lainnya.9 Pemerintah daerah dapat melakukan penyertaan modal pada suatu Badan Usaha Milik Pemerintah dan/atau milik swasta. Penyertaan modal tersebut dapat ditambah, dikurangi, dijual kepada pihak lain, dan/atau dapat dialihkan kepada badan usaha milik daerah. Pemerintah daerah dapat memiliki BUMD yang pembentukan, penggabungan, pelepasan kepemilikan, dan/atau pembubarannya ditetapkan dengan Perda yang berpedoman pada peraturan perundang-undangan. C. PROSEDUR PENYERTAAN MODAL - Prosedur Penyertaan Modal Oleh Bank Indonesia Untuk melakukan penyertaan modal, Bank Indonesia terlebih dahulu melakukan analisis kelayakan atas berbagai aspek yang terkait dengan rencana penyertaan modal tersebut dan mempertimbangkan aspek hukum, keuangan intern, dan manajemen risiko. Rencana penyertaan modal tersebut dibahas dan disetujui dalam Rapat Dewan Gubernur sebelum disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapat persetujuan. Bank Indonesia melakukan evaluasi secara berkala atas penyertaan modal yang telah dilakukan, antara lain mengenai aspek manajemen, aspek keuangan, dan aspek hukum. Bank Indonesia dapat melakukan pelepasan penyertaan modal dalam hal tidak terdapat lagi keterkaitan dengan pelaksanaan tugas Bank Indonesia dan atau berdasarkan hasil evaluasi penyertaan modal tersebut dapat menimbulkan risiko keuangan dan non-keuangan yang merugikan Bank Indonesia. Posisi dan perkembangan penyertaan modal Bank Indonesia disajikan dalam Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia. Posisi penyertaan modal Bank Indonesia juga dapat dilihat pada Laporan Keuangan Bank Indonesia yang 7 8 9 Pasal 24 ayat (7) UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Penjelasan Pasal 8 ayat (2) huruf a UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Pasal 1 angka 10 UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN. Sie Infokum – Ditama Binbangkum 3 dipublikasikan di media massa dan Neraca Singkat Mingguan Bank Indonesia yang dipublikasikan di Berita Negara Republik Indonesia. - Prosedur Penyertaan Modal Negara Kepada BUMN Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.10 Penyertaan modal negara dalam rangka pendirian atau penyertaan pada BUMN bersumber dari: 11 a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; b. kapitalisasi cadangan; c. sumber lainnya. Setiap penyertaan modal negara dalam rangka pendirian BUMN atau perseroan terbatas yang dananya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.12 Setiap perubahan penyertaan modal negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), baik berupa penambahan maupun pengurangan, termasuk perubahan struktur kepemilikan negara atas saham Persero atau perseroan terbatas, ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.13 Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) bagi penambahan penyertaan modal negara yang berasal dari kapitalisasi cadangan dan sumber lainnya.14 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyertaan dan penatausahaan modal negara dalam rangka pendirian atau penyertaan ke dalam BUMN dan/atau perseroan terbatas yang sebagian sahamnya dimiliki oleh negara, diatur dengan Peraturan Pemerintah.15 Persero Terbuka adalah Persero yang modal dan jumlah pemegang sahamnya memenuhi kriteria tertentu atau persero yang melakukan penawaran umum, sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.16 1. Setiap penyertaan modal Negera ke dalam modal saham Perseroan Terbatas ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah yang memuat maksud penyertaan dan besarnya kekayaan Negara yang dipisahkan untuk penyertaan modal tersebut. 2. Setiap perubahan penyertaan modal Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang meliputi penambahan dan pengurangan penyertaan modal Negera ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. 10 11 12 13 14 15 16 Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal 1 4 4 4 4 4 1 angka 1 ayat (2) ayat (3) ayat (4) ayat (5) ayat (5) angka 3 UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN. UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN. UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN. UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN. UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN. UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN. PP No. 12 Tahun 1998 Tentang Perusahaan Perseroan (PERSERO). Sie Infokum – Ditama Binbangkum 4 3. Pelaksanaan penyertaan modal Negara dan perubahannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilakukan menurut ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. D. PEMERIKSAAN Berdasarkan UU No.17 Tahun 2003, mensyaratkan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD berupa laporan keuangan, sebelum disampaikan kepada DPR/DPRD telah diperiksa terlebih dahulu oleh BPK selambat-lambatnya 6 enam bulan setelah tahun anggaran berakhir.17 UU No. 15 Tahun 2004 lebih lanjut menyatakan, BPK melaksanakan pemeriksaan keuangan negara yang meliputi pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara dan pemeriksaan atas tanggungjawab keuangan negara.18 Pemeriksaan Pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara yang dilakukan oleh BPK meliputi seluruh unsur keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 UU No.17 Tahun 200319, yaitu: a. hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman; b. kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga; c. Penerimaan Negara; d. Pengeluaran Negara; e. Penerimaan Daerah; f. Pengeluaran Daerah; g. kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah; h. kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum; i. kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah. Dalam hal pemeriksaan dilaksanakan oleh akuntan publik berdasarkan ketentuan undang-undang, laporan hasil pemeriksaan tersebut wajib di sampaikan kepada BPK dan dipublikasikan.20 E. KESIMPULAN 17 Pasal 30 ayat (1) dan Pasal 31 ayat (1). Pasal 2 ayat (1) dan (2). 19 Pasal 3 ayat (1) UU No.15 Tahun 2004. 20 Pasal 3 ayat (2) UU No. 15 Tahun 2004. 18 Sie Infokum – Ditama Binbangkum 5 Penyertaan Modal Negara adalah pemisahan kekayaan negara dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau penetapan cadangan perusahaan atau sumber lain untuk dijadikan sebagai modal BUMN dan/atau Perseroan Terbatas lainnya, dan dikelola secara korporasi. Dalam hal pemeriksaan dimana terdapat keuangan negara didalamnya yang meliputi pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara dan pemeriksaan atas tanggungjawab keuangan negara dilaksanakan oleh BPK, kecuali peraturan yang lebih khusus menyatakan berbeda berlaku lex specialis derogat lex generalis. Sumber: 1. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. 2. UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN. 3. UU No.15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan Pertanggungjawaban Keuangan Negara. 4. UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 5. PP No. 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas. 6. PP No. 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. 7. PP No. 12 Tahun 1998 Tentang Perusahaan Perseroan (PERSERO). 8. PMK No. 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara. Sie Infokum – Ditama Binbangkum 6