LEDAKAN POPULASI Trichodesmium erythraeum

advertisement
www.oseanografi.lipi.go.id
ISSN 0216 -1877
Oseana, Volume XVI, Nomor 3 : 9 - 15
LEDAKAN POPULASI
Trichodesmium erythraeum
oleh
HIKMAH THOHA
1)
ABSTRACT
Trichodesmium erythraeum is an algae belonging to the phylum Cyanophyta.
In tropical waters blomming of this species often occur, covering a very large area.
During its blooming the sea is mostly calm with a surface covered by brownish colored
saw dust like phytoplankters. The effects of Trichodesniiuni bloom are unique; it
increases the productivity of the sea, but it might also become fatal to other marine
organism.
PENDAHULUAN
Fitoplankton menghuni hanipir setiap
ruang dalam massa air yang dap at dicapai
oleh sinar matahari (zona eufotik), dan merupakan komponen flora yang paling besar
peranannya sebagai produsen primer di suatu
perairan (NONTJI 1984). Salah satu sifat
khas fitoplankton adalah bahwa organisme
ini dapat berkembang secara berlipat ganda
dalam jangka waktu yang relatif singkat,
tumbuh dengan kerapatan tinggi, melimpah
dan terhampar luas. Keadaan ini disebut
ledakan populasi (blooming).
Ledakan populasi di laut lepas dapat
terjadi disebabkan oleh banyak jenis fitoplankton (multi spesies) misalnya : Chaeto-
1)
cheros, Thalasiothrix, Bacteriastrum dan
sebagainya, sedangkan di bagian pantai ledakan populasi seringkali terjadi oleh satu
jenis fitoplankton (single species) misalnya
oleh jenis : Skletonema atau Noctiluca
miliaris. Salah satu jenis fitoplankton yang
kerap kali mengalami ledakan populasi
di perairan tropis adalah jenis Trichodesmiurn erythraeum (DEVASSY 1984). Kelimpahan populasi fitoplankton jenis ini dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan.
Dengan merangkum dari beberapa sumber
yang ada, penulis mencoba memberikan
informasi tentang ledakan populasi Trichodesmium erythraeum dengan harapan dapat
menjadi pustaka yang bermanfaat.
Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan laut, Puslitbang Oseanologi - LIPI.
Oseana, Volume XVI No. 3, 1991
www.oseanografi.lipi.go.id
SISTEMATIK DAN SEBARAN
Trichodesmium erythraeum adalah algae
yang termasuk ke dalam Filum Cyanophyta,
yaitu tumbuh-tumbuhan pertama dapat
berfotosintesis dan dianggap salah satu
pelopor penting dari kehidupan di dunia
ini. Cyanophyta niempunyai sifat-sifat
khas, yang tidak dimiliki oleh tumbuh-an
lain (DAWES 1981 ; SACHLAN 1982) yaitu
:
- tahan kering; di alam bebas seringkali
terdapat dalam bentuk lapisan-lapisan
tipis berwarna hijau - biru.
- tahan kisaran suhu yang tinggi (0 - 70
°c).
- dapat mengikat molekul zat lemas (N2)
dari udara, apabila di dalam air tidak
terdapat nitrat (Nitro - fixing - algae),
contoh jenis dari marga : Nostoc dan
Tolipothrix.
- tidak atau belum niempunyai inti yang
sempurna; intinya berupa partikel-partikel kromatin yang berkelompok-kelompok, sehingga algae biru digolongkan sebagai akaryota untuk niembedakannya
dari tumbuhan yang sudah niempunyai
inti (karyota).
Trichodesmium erythraeum niempunyai tubuh berupa filamen, yaitu lembaran seperti
benang, lurus, bersel banyak, tanpa percabangan dan tanpa selubung. Satu filamen
dapat terdiri dari 1 5 — 6 0 sel yang berbentuk persegi empat (ROUND 1970) (Gambar 1 dan 2).
Oseana, Volume XVI No. 3, 1991
Klasifikasi Trichodesmium erythraeum
menurut YAMAJI (1966) adalah sebagai
berikut:
Filum : Cyanophyta
Kelas : Cyanophyceae
Bangsa : Oscillatoriales
Suku
: Oscillatoriacea
Marga : Trichodesmium
erythraeum
Nama Cyanophyta didasarkan atas
pigmen fikosianin yang berwarna biru.
Pigmen lain yang penting dalam algae biru
ialah fikoeritrin yang berwarna merah.
Seperti diketahui yang menyebabkan Laut
Merah berwarna agak merah ialah Trichodesmium erythreaeum yang berupa suatu
plankter yang hidup di bawah permukaan
air. Warna kemerahan disebabkan pada
musim tertentu pigmen fikoeritrin lebih
dominan, dari pada fikosianin. Perubahan
ini kemungkinan disebabkan oleh terjadinya
perubahan-perubahan metabolisme (SACHLAN 1982).
Di Laut Jawa juga terdapat Trichodesmium erythraeum akan tetapi warna-nya
seperti serbuk gergaji yaitu abu-abu. Pada
tahun 1940 di dekat muara Mahakam di
sebelah utara Balikpapan terjadi ledakan
populasi plankter yang pada waktu pasang
memasuki perairan darat. Setelah air surut,
banyak plankter yang tertinggal di kolamkolam air tawar dan menyebabkan kematian ikan di kolam. Kematian ikan ini disebabkan oleh Trichodesmium erythraeum
yang membusuk.
www.oseanografi.lipi.go.id
Gambar 1. 1 koloni Trichodesmium erythraeum (Foto : IBRAHIM)
Gambar 2. 1 (satu) filanien Trichodesmium erythraeum terdiri dari 20 - 60 sel (Foto :
IBRAHIM).
Oseana, Volume XVI No. 3, 1991
www.oseanografi.lipi.go.id
Trichodesmium erythraeum tersebar
luas dan sering dijumpai di Pantai Florida,
Peru, California, Jepang, India, Pantai
Barat Afrika, dan Laut Merah. Di Perairan
Indonesia Trichodesmium erythraeum sering
dijumpai di Muara Mahakani sebelah utara
Balikpapan, Selat Sunda, Laut Arafura,
Laut Jawa, Selat Gaspar.
SIFAT-SIFAT HIDUP
Fitoplankton mempunyai suatu sifat
khas yaitu dapat berkembang secara berlipat ganda dalam jangka waktu yang relatif
singkat, dengan tumbuh rapat, nielimpah
dan terhampar luas. Sifat tersebut ditunjang
oleh faktor-faktor alanii lain seperti cahaya,
suhu, salinitas, dan zat hara (NYBAKKEN
1988).
a. Cahaya
Zone eufotik merupakan lapisan air
teratas yang masih diterangi sinar matahari
dengan intensitas cahaya yang cukup bagi
berlangsungnya proses fotosintesis (NYBAKKEN 1988). Sinar matahari yang jatuh
pada permukaan laut mempunyai lebar
spektruni antara 300 - 2500 nm yaitu
antara sinar ultra violet hingga sinar infra
merah. Sebagian besar energi sinar tersebut
berada di daerah infra merah (730 — 2500
nm) yang merupakan sinar panas (RAYMONT 1980; NONTJI 1984). Sedangkan
spektruni sinar yang terpenting adalah yang
berada di antara panjang gelombang 400 720 nm dan biasa disebut dengan PAR
(photosynthetically active radiation). Pada
kondisi tersebut energi cahaya dapat diserap oleh klorofil fitoplankton untuk reaksi
fotosintesis (PARSON et al. 1977).
Oseana, Volume XVI No. 3, 1991
b. Suhu.
Suhu air laut cenderung menurun dari
permukaan sampai dasar perairan. Penampakan suhu diperairan tropik dan sub tropik ditunjukkan oleh gradien suhu.(perbedaan suhu per meter kedalaman) yang kecil
sampai kedalaman tertentu. Distribusi suhu
yang merata diakibatkan oleh arus dan ini
tergantung dari besarnya pengaruh angin
terhadap permukaan air. Perubahan suhu
yang besar pada jarak kedalaman air yang
kecil disebut termoklin. Termoklin berperan
terhadap sebaran dan laju penenggelaman fitoplankton (RAYMONT 1980). Suhu air
yang berkisar antara 27 — 32 °C adalah suhu
terbaik untuk ledakan populasi Trichodesmium erythraeum (DEVASSY 1984).
c. Salinitas.
Kehidupan berbagai jenis fitoplankton
dapat dipengaruhi oleh salinitas perairan,
yaitu pada perubahan berat jenis air laut
serta perubahan dalam tekanan osmosis.
Pada perairan pantai salinitas mempunyai
pengaruh besar terhadap suksesi suatu jenis
fitoplankton. Kisaran salinitas pada saat
terjadinya ledakan populasi Trichodesmium
erythraeum adalah 35 — 35,5 permil (DEVASSY 1984).
d. Zat hara
Fitoplankton dalam kehidupannya
membutuhkan zat hara organik. Zat anorganik utama yang diperlukan fitoplankton
dan sering menjadi faktor pembatas pertumbuhan adalah nitrogen dan fosfat (NYBAKKEN 1988). Udara atau atmosfir merupakan sumber nitrogen yang paling besar,
karena 80% udara terdiri dari gas nitrogen
bebas sebagai N2. Nitrogen bebas yang larut
dalam air laut ini dapat difiksasi dalam
www.oseanografi.lipi.go.id
jumlah besar oleh Trichodesmium erythraeum. Menurut CHU (dalam ANDARIAS
1991) pertumbuhan yang baik terjadi pada
konsentrasi nitrogen antara 0,9 - 3,5 ppm.
Unsur fosfat di dalam perairan alami terdapat dalam bentuk ortofosfat yang dapat
langsung digunakan oleh tanaman karena
larut dalam air. Oleh karena itu kandungan
ortofosfat di dalam air sering dipakai sebagai
indikator tingkat kesuburan suatu perairan.
Konsentrasi fosfat yang tersedia di dalam
perairan bervariasi, batas terendah konsentrasi fosfat untuk pertumbuhan optimum
berkisar antara 0,018 - 0,090 ppm dan
batas tertinggi berkisar antara 8,90 - 17,8
ppm (ANDARIAS 1991).
BEBERAPA KEJADIAN LEDAKAN
POPULASI Trichodesmium erythraeum
Penulis mencatat beberapa peristiwa
ledakan populasi sebagai berikut :
1. Peristiwa ledakan populasi Trichodesmium di laut jawa dan Selat Sunda sebenarnya juga telah dilaporkan oleh
DELSMAN (1939). Menurut pakar berkebangsaan Belanda ini pada waktu-waktu
tertentu terjadi ledakan populasi Trichodesmium di perairan laut Jawa. Trichodesmium bisanya melayang-layang di lapisan permukaan laut dan tampak sebagai
serbuk gergaji. Trichodesmium tidak menyukai air payau, sehingga jarang ditemukan ledakan populasi dekat pantai. Kejadian ledakan populasi dekat pantai
dijumpai di Selat Sunda yang tidak terlampau payau. Arus yang kencang dan
pasang surut serta kurangnya sungai
besar yang bermuara di Selat Sunda
menyebabkan perairan ini kurang payau.
Oseana, Volume XVI No. 3, 1991
Sebaran Trichodesmium pada waktu ledakan populasi biasanya sejajar dengan
pantai dan agak ke tengah.
2. Akhir Februari sampai awal Maret 1967
- 1968. Kejadian ledakan populasi
Trichodesmium erythraeum di Mangalore India dilaporkan oleh PRABHU
et al (1968) yang mengakibatkan kerugian bagi perikanan sardencis. Oksigen
terlarut yang dicatat hanya sebesar 2,50
ml sehingga perairan mengalami defisiensi/kekurangan oksigen. Pada waktu ledakan populasi diteliti juga faktor lingkungan seperti : temperatur, salinitas,
oksigen. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa nilai suhu berkisar 28,1 - 29,8 °C
dengan nilai salinitas yang berkisar antara
33,01 — 37,00 ioo dan oksigen yang
terlarut berkisar antara 3,84 - 4,99 ml
(PRABU etal 1968).
3. Ledakan populasi Trichodesmium erytraeum di sepanjang Barat — Selatan di
laut India selama bulan Maret 1977
(VERLANCAR 1977). Hasil pengamatan
menunjukkan bahwa lingkungan perairan
selama ledakan populasi mengandung
Ammonia dan Nitrogen tinggi yaitu
sebesar 2,95 ppm dengan kandungan
fosfat berkisar antara 0,21 — 0,35 ppm,
oksigen antara 4,41 — 6,16 ml, salinitas antara 34,56 — 35,64 0/oo dan
temperatur berkisar antara .27,95 - 30,25
°C.
Selama ledakan populasi ditemukan juga
satu jenis zooplankton yang dominan
yang mati yaitu : Physalia physalis.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
disatu fihak ledakan populasi Trichodesmium erythraeum berperan di dalam
fiksasi nitrogen, sehingga menambah ke-
www.oseanografi.lipi.go.id
suburan perairan, yaitu dengan meningkatkan konsentrasi nitrogen sebesar 2,95
ppm (VERLANCAR 1977). Di lain fihak
junilah fitoplankton yang melimpah,
kemudian membusuk menyebabkan berkurangnya oksigen di dalam air. Akibat
proses pembusukan tersebut menyebabkan kematian biota laut di perairan tersebut.
4. Tanggal 25 - 30 September 1991, Puslitbang Oseanologi LIPI dengan staf
dari Marikultur Lily Panggabean dan Rio
Harjanto serta staf dari Plankton Quraisyn Adnan mengamati ledakan populasi
di sekitar perairan Pulau Seribu.
Ledakan populasi terjadi bersamaan waktunya dengan pasang air laut pasang
kira^cira pukul 07.00 WIB. Angin bertiup dari selatan ke utara. Kejadian le
dakan populasi terlihat pada daerah
pantai sebelah barat Pulau Pari yang disebabkan oleh Trichodesmium erythrae
um. Warna perairan saat ledakan populasi
coklat muda dan setelah beberapa saat
tergenang kemudian berubah menjadi kehijauan mengeluarkan semacam lendir,
dan bau busuk yang menyengat dan perih
dimata. Biota yang mati selama kejadi
an ledakan populasi antara lain ikan-ikan
kecil, bintang laut, dan cacing laut.
Mengingat bahwa kejadiannya bersamaan
dengan saat air laut pasang, kemungkinan ikan-ikan yang besar dapat menghindar dan luput dari kematian. Menurut
penduduk setempat biasanya kejadian le
dakan populasi ini terjadi pada musim
peralihan yaitu musim timur ke musim
barat (komunikasi pribadi).
5. Tanggal 3 Oktober 1991 sekitar jam
15.30 WIB telah dideteksi adanya ledakan
populasi dari Trichodesmium sp. (PUSAT
Oseana, Volume XVI No. 3, 1991
PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
OSEANOLOGI-LIPI 1991). Kejadian ini
dilihat di perairan Pulau-pulau Seribu,
yaitu di antara Pulau Pari dan Pualu
Panggang. Ledakan populasi Trichodesmium sp. yang tampak membentuk jalurjalur terpisah dengan arah baratdaya—
timur laut. Luas perairan yang mengalami
ledakan populasi adalah sekitar 15 mil
laut, yang diperhitungkan dari kecepatan kapal. Trichodesmium sp. ini tampak
sebagai serbuk gergaji berwarna hijau
dan terapung-apung di lapisan permukaan
laut. Keadaan serupa, tetapi dengan
kadar yang lebih rendah dijumpai di
perairan Selat Gaspar, yaitu pada posisi
02° 27* 20" LS dan 107° 43' 10" BT.
Arah jalur juga barat daya timur laut.
Akhirnya keadaan yang sama dijumpai
kembali di Laut Jawa pada tanggal 11
Oktober 1991, yaitu : 04° 20' 00" LS
dan 106° 57'00" BT sampai 04° 46' 00"
LS dan 107° 10' 00" BT. Hasil analisis
laboratorium plankto-nologi menunjukkan
bahwa ledakan populasi plankton adalah
Trichodesmium erythraeum.
KESIMPULAN
1. Ledakan populasi fitoplankton Tricho
desmium erythraeum umumnya terjadi di
perairan Indonesia.
2. Trichodesmium erythraeum termasuk da
lam filum Cyanophyta dan sebagai algae
biru-hijau, fitoplankton ini mampu untuk
mengikat N2 dari udara, sehingga dapat
meningkatkan kadar N2 di dalam air
laut.
3. Sebaliknya dampak ledakan populasi
dapat berakibat fatal bagi organisme
laut lain, karena proses pembusukan dari
www.oseanografi.lipi.go.id
Trichodesmium- ini menyebabkan berkurangnya kadar 02 di dalam air laut. 4.
Mengingat bahwa Trichodesmium menyu-kai
salinitas yang tinggi (sekitar 35 °/od), maka
blooming jenis ini terjadi di perair-an yang
terletak sejajar dengan pantai dan agakke
tengah.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan Terima Kasih saya sampaikan
kepada Bapak Djoko Prawoto B.Sc atas
bimbingan dan pengarahannya serta Sdr.
Sugestiningsih dan Achmad Ibrahim atas
bantuan analisis dan fotografi, sehingga
selesainya penulisan ini.
DAFTAR PUSTAKA
AND ARIAS, I. 1991. Pengaruh pupuk
Urea dan TSP terhadap produksi klekap, Fakultas Pasca Sarjana IPB, Bogor,
13 hal.
DAWES, C.J. 1981. Marine botany. A wiley
Interscience Publication, John Wiley and
Sons, New York, 91 pp.
DEVASSY, V.P. 1984. Trichodesmium erythareum blooms (red tide) in Arabia Sea,
Nat. Inst. Oceanografi. Dona Paula Goa
403004, India, 9 pp.
DELSMAN, D.H. 1939. Preliminary plankton investigations in the Java Sea. Treubiall : 155-157pp.
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN OSEANOLOGI - LIPI 1991.
Laporan Triwulan III. Program Penelitian
Oseana, Volume XVI No. 3, 1991
Kualitas Air Laut dan Sifat-sifat oseanologi Wisata Bahari di Belitung. Djoko
Prawoto (ed).,3 hal.
NONTJI, A. 1984. Biomassa dan produktivitas fitoplankton di Perairan Teluk Jakarta serta kaitannya dengan faktorfaktor lingkungan, Fakultas Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor, 43 hal.
NYBAKKEN, J.W. 1988. Biolo lout, suatu
pendekatan Ekologis, Gramedia, Jakarta, 294
hal.
PARSONS, T.R., M. TAKAHASHI, and
B. HARGRAVE 1977. Biological Oceanografhic Processes 2 nd ed% Pergamon Press,
Oxford.
PRABHU, M.S., S. RAMAMURTHY, M.H.
DHUULKHED, N.S. RADHAKRISHNAN 1968. Trichodesmium Bloom and
the Failure of Oil Sardine Fishery, Central Marine Fisheries Research Institute,
Mandapam Camp : 62 — 64 pp.
RAYMONT, J.E.G. 1980. Plankton productivity in the Oceans. Pergamon Press,
Oxford, 600 pp.
ROUND, F.E 1970. The Biology of the
Algae. Pitman Press, 269 pp.
SACHLAN, M. 1982. Planktonologi, Fakultas Peternakan dan Perikanan, Universitas Diponegoro, Semarang, 51 - 52
hal.
VERLANCAR, X.N. 1977. Some observations on the Trichodesmium Bloom.
Bulletin of the National Institute of Oceanography : 11 (3 &4) : 221 - 224 pp.
YAMAJI 1966. Uustration of the marine
plankton of Japan : Higashiku, Osaka,
63 pp.
Download