KEANEKARAGAMAN FAUNA GUA KARST DI

advertisement
KEANEKARAGAMAN FAUNA GUA KARST
DI PANGANDARAN JAWA BARAT
MARYANTI SETYANINGSIH
Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Prof.DR. Hamka Jakarta.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan struktur komunitas fauna pada
zona terang, zona remang-remang dan zona gelap di Gua Parat dan Gua Lanang di
Taman Wisata Alam Pangandaran Jawa Barat. Penelitian dilakukan di Gua Parat dan
Gua Lanang Pangandaran Jawa Barat pada tanggal 15 sampai 18 September 2011.
Penelitian ini dilakukan dengan metode pengambilan sampel secara langsung dan
menggunakan perangkap sumuran ( pit fall trap ). Pada pengambilan sampel secara
langsung, dilakukan dengan cara menangkap jenis fauna yang ditemukan dengan
menggunakan jarring, kemudian di foto dengan kamera dan sebagian sampel lain di
awetkan dengan menggunakan alcohol dan formalin. Perangkap sumuran di pasang di
bagian sisi gua dan didiamkan selama 24 jam kemudian fauna yang tertangkap
diidentifikasi sampai takson family.Pengambilan sampel dilakukan di tiap zona yaitu
zona terang, remang-remang dan gelap. Parameter lingkungan berupa intensitas cahaya,
suhu, pH, kelembaban dan kecepatan angin.Hasilnya ternyata setiap zona ekosistem
fauna nya berbeda pada kedua gua tersebut , hanya beberapa jenis hewan saja yang
ditemukan pada setiap zona.
Kata kunci : Gua Karst, Pit fall trap
PENDAHULUAN
Indonesia mempunyai kekayaan kawasan karst yang tersebar dari ujung barat
Sumatra sampai ujung timur Papua. Kawasan tersebut menyimpan keanekaragaman
hayati dan kekayaan ekosistem yang belum terungkap. Salah satu ekosistem di kawasan
karst adalah ekosistem gua yang merupakan salah satu ekosistem yang paling rentan di
muka bumi. Keberadaan ekosistem gua sangat tergantungdengan ekosistem yang ada di
luar gua, sehingga perubahan sedikit di luar gua akan menyebabkan gangguan
keseimbangan di dalamnya.
Di Pulau Jawa banyak terdapat daerah-daerah karst yang belum tereksploitasi,
hal inilah yang membuat pengetahuan masyarakat akan struktur gua dan faktor biotik
serta abiotiknya masih sangat sedikit. Di Jawa Barat banyak terdapat wilayah dengan
gua-gua di dalamnya antara lain kawasan karst di Banten, Ciamis, Cibinong dan
sebagainya. Kawasan Karst di Cibinong sudah tidak alami lagi akibat adanya
Proseding Penelitian Bidang Ilmu Eksakta 2011
35
pengambilan kapur oleh perusahaan semen, sedangkan kawasan Ciamis belum
tereksploitasi. Di kawasan Ciamis khususnya daerah Pangandaran banyak terdapat guagua yang masih alami karena letaknya di dalam kawasan taman wisata alam, gua-gua
yang terdapat di Taman Wisata Alam Pangandaran antara lain Gua Lanang, Gua Sumur
Mudal, Gua Parat, Gua Panggung. Gua Parat adalah salah satu gua yang memiliki
struktur fauna paling lengkap dilihat dari luas dan letaknya berdekatan dengan laut.
Ekosistem gua adalah ekosistem yang asing, seasing lingkungannya yang gelap,
lembab dan tidak mudah untuk di capai. Sepertinya hal ini yang menjadikan ekosistem
gua sampai saat ini masih menjadi ekosistem yang terabaikan. Belum banyak orang
maupun organisasi konservasi yang berjuang untuk menyelamatkan ekosistem gua dan
karst secara umum. Dibandingkan dengan ekosistem hutan tropis, ekosistem gua tidak
kalah menarik dan pula tidak kalah terancam. Karena hampir kebanyakan kawasan karst
di Indonesia belum dilindungi dan mempunyai kepadatan populasi penduduk yang
tinggi.
Gua merupakan tempat berlangsungnya proses adaptasi dan evolusi berbagai
jenis organisme. Gua yang terbentuk menciptakan sebuah habitat bagi makhluk hidup.
Kondisi gua yang gelap dan sumber bahan organik yang terbatas menciptakan habitat
unik dan menarik untuk dipelajari. Sehingga perlu diadakan penelitian mengenai
keanekaragaman fauna gua karst di Pangandaran Jawa Barat.
PERUMUSAN MASALAH
Apakah terdapat perbedaan struktur komunitas fauna pada zona terang, zona
remang-remang, dan zona gelap di gua Parat dan gua Lanang Taman Wisata Alam
Pangandaran, Jawa Barat ?
TINJAUAN PUSTAKA
Indonesia kaya akan sumber daya hayati dan merupakan salah satu Negara
megabiodiversity terbesar di dunia. Indonesia menduduki urutan kedua setelah Brazil
yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya di dunia. Hutan tropis yang sangat luas
beserta keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya merupakan sumber daya alam
yang tak ternilai harganya.
Proseding Penelitian Bidang Ilmu Eksakta 2011
36
Keanekaragaman hayati di Indonesia memiliki kedudukan yang terhormat di
dunia. Indonesia memiliki 16 % jenis reptilia dan 9% jenis amfibia dari seluruh jenis
reptilia dan amfibia di dunia. Walaupun daratan Indonesia hanya 1,32% dari seluruh
daratan di dunia (Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup,2002).
Taman Wisata Alam Pangandaransecara administrasi pemerintahan adalah
termasuk Desa Pangandaran Kecamatan Pangandaran Kabupaten Ciamis Propinsi Jawa
Barat dengan batas sebelah barat dan timur berbatasan dengan cagar alam Laut
Pangandaran, sebelah utara berbatasan dengan desa Pangandarandan sebelah selatan
berbatasan dengan cagar alam Pangandaran. Sebelum ditetapkan sebagai Cagar Alam
kawasan hutan Pangandaran terlebih dahulu ditetapkan sebagai kawasan Suaka
Margasatwa, hal ini berdasarkanGb Tanggal 7-12-1934 Nomor 19 Stbl.669 dengan luas
497 Ha (luas yang sebenarnya 530 Ha) dan taman laut luasnya 470 Ha. Kemudian
ditemukan bunga Rafflesia padma status Suaka Margasatwa dirubah menjadi Cagar
Alam berdasarkan SK Menteri PertanianNo.34/KMP/1961. Seiring dengan kebutuhan
masyarakat akan rekreasi maka sebagian kawasan dijadikan Hutan Wisata dalam bentuk
Taman Wisata Alam. Di Taman Wisata Alam Pangandaran terdapat gua-gua karts
antara lain Gua Parat, Gua Panggung, Gua Lanang, Gua Sumur Mudal.
Lingkungan gua merupakan sebuah lingkungan yang unik dan khas dengan
kondisi gelap total sepanjang masa. Lingkungan gua lazim di bagi menjadi 4 zona yaitu
mulut gua, zona peralihan (zona remang-remang), zona gelap dan zona gelap total /
zona stagnant. Masing-masing zona mempunyai karakteristik lingkungan (abiotik) yang
berbeda-beda demikian juga kehidupan faunanya (biotik).
Kawasan karst dengan ekosistem guanya merupakan salah satu contoh terbaik
tempat berlangsungnya proses adaptasi dan evolusi suatu organisme. Berbagai
perubahan bentuk morfologi dan fungsi fisiologis suatu organisme dapat ditemukan di
dalam gua. Organisme-organisme yang terpisah dengan kerabatnya yang ada di luar
secara turun menurun meneruskan bentuk-bentuk adaptasi hingga menjadi jenis yang
berbeda.
Ada beberapa kelompok tingkat adaptasi terhadap lingkungan gua. Kelompok
pertama yaitu troglobit merupakan kelompok organisme yang telah teradaptasi dalam
lingkungan gua dan tidak ada jenis yang sama hidup diluar gua. Kelompok ini
merupakan kelompok yang sangat tergantung dengan lingkungan gua dan mempunyai
Proseding Penelitian Bidang Ilmu Eksakta 2011
37
tingkat toleransi terhadap perubahan lingkungan sangat sempit. Kelompok kedua adalah
troglofil merupakan kelompok yang ditemukan hidup di dalam dan di luar gua. Jenisjenis kelompok ini mampu hidup di dalam gua dan melangsungkan berbagai proses
kehidupan karena mempunyai habitat yang mirip dengan habitat aslinya di luar gua
contoh kelompok ini adalah Stygophrynus dammermani (Amblypygi). Kelompok
terakhir adalah troglosen yang berarti kelompok organisme yang menggunakan gua
sebagai tempat tinggal namun tidak melangsungkan keseluruhan proses hidupnya di
dalam gua. Kelompok ini dalam siklus hidupnya masih sangat bergantung dengan
lingkungan luar .
Menurut Balazs (1968) kawasan karst Indonesia yang cukup terkenal adalah
karst Maros dan Gunung Sewu. Karst Maros terletak di Sulawesi Selatan yang luasnya
mencapai 400 km2 dengan umur batuan sekitar Eosen sedangkan Karst Gunung Sewu
terletak disebelah tenggara Yogyakarta dengan luas sekitar 1300km2 dan umur batuan
sekitar Miosen Tengah. Menurut Deharveng & Bedos (2000) Karst Maros merupakan
satu kawasan karst terkaya keanekaragaman hayatinya di Asia tropis karena dalam satu
system gua di Maros tercatat ada 93 jenis, terdiri dari 21 jenis troglobit (22,28%), 7
jenis stigobit (7,53%), 17 jenis (18,28%) di kenal khas hidup dan bergantung pada
guano kelelawar. Jumlah jenis ini sangat menarik mengingat dalam satu sistem
perguaan telah tercatat hampir seratus jenis fauna.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Data fisik Gua Lanang bagian Tengah
Interval
ke1
P
(m)
0
L
(m)
7,7
T
(m)
3,45
Dlm
(m)
0,1
Lx
(A)
2
5
8,4
6,97
1,27
3
10
8,25
3,76
148
6
4
15
11,72
3,76
1,76
1
27,5 65
0,4
5
6
7
8
20
25
30
35
13,3
10,87
14,82
17,04
2,83
3,46
4,28
1,93
2,03
2,7
1,98
1,96
0
0
0
0
26,9
27
27,5
28,1
0
0,6
0,4
0,3
C
% KA
25,7 65
Proseding Penelitian Bidang Ilmu Eksakta 2011
Ket.
0,8
27
65
0
28
65
0
65
70
63
61
Fauna
kelelawar
(1)
kelelawar
(6)
kelelawar
(1)
38
9
10
40
45
19,73
17,52
4,28
3,2
2,02
1,85
0
0
11
50
7,6
1,5
1,43
0
27
60
0,6
12
13
14
15
55
60
65
70
1,05
1,22
1,25
1,68
2
3
12
53
27,2
27,3
26,1
26,9
63
63
60
61
0
0
0,4
0,9
8,03 3,46
14,13 8,02
15,54 10,28
16,54 4,71
26,2 63
27 62
0,5
0,5
ada
batu
Tabel 2. Data fisik Gua Lanang bagian kiri
Interval P
L
ke(m) (m)
1
0
3.35
2
5
3.95
3
10 5.55
4
15 7.12
5
20 4.06
6
25 3.27
7
30 8.22
8
35 9.96
9
40 11.88
10
45 7.52
11
50
0
12
55 3.13
13
60 8.17
14
65 7.84
15
70
7.64
Lx
(A)
88
13
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
C
25.8
26.3
27
25.6
26.9
27
26
25.8
24.4
27.2
31
30.8
27.6
26.2
% KA
82
85
85
90
84
86
84
84
82
83
86
83
80
72
26.1 81
Fauna
0.6
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Ket.
undur-undur
undur-undur
laba-laba
laba-laba
semut,kecoa
semut
semut
nyamuk, laba-laba
jangkrik
ampliphigi, laba-laba
laba-laba
semut
jangkrik burik, semut
bersayap
0
Tabel 3. Data Fisik Gua Lanang bagian kanan
1
2
3
4
P
L
(m) (m)
0 3,35
5 4,45
10 3,8
15 4,6
5
20
Interval ke-
9,24
Lx
(A)
94
42
1
1
0
C
25,5
26,7
27
26,1
% KA
85
88
87
90
26,2 86
Proseding Penelitian Bidang Ilmu Eksakta 2011
0,4
0
0
0
0
Fauna
Ket.
tawon
laba-laba (1)
laba-laba (4)
laba-laba, semut 50
sarang semut, semut
hitam besar (2) larva
39
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
25
30
35
40
45
50
55
60
65
70
7,6
6,6
7,3
7,85
10
7,6
5,9
6,8
7,7
8,9
0
0
0
0
0
0
0
0
1
4
26,9
27,4
27,4
23.4
29.9
29.3
30.8
23.3
27.8
27.1
87
88
88
87
83
81
82
80
79
80
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
bersegmen, jangkrik,
amplyphigi (2),
ngengat
laba-laba (2)
ngengat
Tabel 4. Data Fisik Gua Parat bagian tengah
Interval ke1
2
3
4
5
6
P
(m)
0
5
10
15
20
25
L
7,6
6,4
6,25
4,4
4,85
4,19
T
1,1
1
1,08
1,53
1,62
1,12
7
30
7,71
2,04 2,72
0
26,5 68
0,7
8
9
35
40
12,38 2,72 3,01
8,5 2,73 3,13
0
0
26,8 66
26,3 65
0,3
0,4
10
45
12,3
0
27,4 63
0,4
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
50 12,9 3,46 3,35 0 27,2
55 15,16 2,85 3,37 0 26,3
60 15,1 4,95 3,39 0 28,3
65
17
2,08 5,27 0 29,3
70 13,5 4,28 6,24 0
29
75 11,75 4,1 5,22 1 28,5
80 10,53 3,2 5,64 1 27,8
85 8,55 3,92 6,4
0 27,9
90
7
4,72 5,83 1 28,1
95 13,8 5,06 4,98 1 26,4
100
11
3,46 6,61 150 27,6
105 8,4 2,04 6,53 745 26,6
Dlm
0,57
0,54
0,52
0,51
0,65
1,02
Lx
A
22
3
1
0
0
0
2,38 3,24
Proseding Penelitian Bidang Ilmu Eksakta 2011
C
26,3
26,5
26,6
25,9
25,7
25,5
% KA
70 0,3
66 0,5
63 0,4
69 1
70 1,1
67 1,2
63
64
57
58
57
60
59
58
59
62
61
61
0
0,2
0,3
0
0
0
0
0
0
0,7
0
0,3
Fauna
Ket.
kelelawar,
jangkrik
jangkrik
(3),
diplopoda
landak (2)
banyak
kelelawar
banyak
kelelawar
40
Tabel 5. Data Fisik Gua Parat bagian kanan
Interval
ke-
P
(m)
L
Lx
A
C
1
2
3
4
5
6
7
8
0
5
10
15
20
25
30
35
4.40
4.36
4.27
4.40
3.03
1.90
2.24
7.18
53
25
1
0
0
0
0
0
25,3
25,9
25,6
25,4
26,9
25,1
27,5
27,1
89
85
86
90
83
86
82
81
0,6
0,3
0,6
0,9
0,5
1,3
0
0
9
40
1.4
0
26
82
0,5
10
45
7.54
0
27,7 78
0
11
12
50
55
5.8
7.36
0
0
26,5 79
23,5 78
0
0
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
60
6.6
0 28,3
65
9.1
0 27,3
70 6.30
0 23,5
75 5.52
0 28,3
80 4.95
0 29,7
85 5.10
4 29,1
90 3.80
4 26,8
95 11.50 4 27,9
100 6.20 180 27,3
105
480 25,9
% KA
80
81
78
80
59
58
60
63
62
66
Fauna
Laba-laba (3)
Semut hitam (2)
Ket.
diplopoda(3) ,
jangkrik (2)
kepiting (1),
Jangkrik (2)
Ambliphygi (1),
diplopoda (2)
Kelelawar (1),
jangkrik (1)
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1,4
Tabel 6. Data Fisik Gua Parat bagian kiri
Interval ke-
P (m)
L
Lx
A
1
2
3
0
5
10
3.20
2.04
1.98
39
19
1
4
15
0
1
C
% KA
24,1 88
23,2 88
23 87
25,5 88
Proseding Penelitian Bidang Ilmu Eksakta 2011
0.0
0.7
0.4
0.4
Fauna
Ket.
semut,
kepompong,
laba-laba
ngengat, laba-laba
semut, laba-laba
kurus, diplopoda,
Jangkrik (2)
41
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
20
25
30
35
40
45
50
55
60
65
70
75
80
85
90
95
100
22
105
1.82
2.29
1.83
4.78
7.1
5.66
7.10
7.80
8.5
7.9
7.2
6.23
5.58
3.45
3.20
2.3
4.80
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
4
25,5
25,6
25,9
26,2
26,8
27
26,4
26,8
26,5
26,5
23,6
26,5
29,4
29
26,7
26,8
28,9
85
87
83
80
81
79
79
81
78
78
79
78
58
59
60
62
60
1.1
1
0.3
0.4
0.4
0
0
0
0
0
0
0.5
0
0
0.4
0.5
0
193 25,7 63
1.1
semut, jangkrik,
landak (2)
ambliphygi
jangkrik
jangkrik
kelelawar
laba-laba
laba-laba,
serangga
Dari hasil penelitian di lapangan di dapatkan bahwa di Gua Parat pada
masing-masing zona terdapat perbedaan jenis fauna meskipun ada
beberapa jenis
hewan/fauna yang dapat hidup di ke tiga zona tersebut. Pada zona terang di bagian
kanan gua dengan intensitas cahaya 184,5 lux, suhu 26,1 derajat C, pH 6,92,
kelembaban 75,5% serta kecepatan angin 0,83 m/s dapat ditemukan jenis hewan labalaba (3) dan semut hitam (2). Kemudian di zona remang-remang dengan intensitas
cahaya 3,25 lux, suhu 27,35 derajat C, pH 6,94, kelembaban 66,5% dan kecepatan angin
0,15 m/s ternyata tidak ditemukan hewan hal ini kemungkinan di sebabkan hewan
sedang mencari makan keluar dari sarangnya terbukti di zona ini meskipun tidak ada
semut tetapi ditemukan sarang semut. Se dangkan di zona gelapnya dengan tidak ada
cahaya, suhu 26,6 derajat C , pH 7, kelembaban 80% dan kecepatan angin 0,2 m/s
banyak ditemukan jenis hewan yaitu diplopoda (5), jangkrik (5), kepiting (1) dan
ambliphygi (1) hal ini menunjukkan bahwa jenis-jenis hewan tersebut
sesuai
menempati habitat tersebut.
Sedangkan di Gua Parat bagian tengah baik di zona terang
maupun zona
remang-remang tidak ditemukan jenis fauna hal ini kemungkinan disebabkan keadaan
Proseding Penelitian Bidang Ilmu Eksakta 2011
42
gua yang tidak kondusif karena zona tersebut tidak terlalu lebar dan juga tidak tinggi
sehingga memungkinkan terdapat sentuhan factor luar yaitu manusia sebab gua ini
merupakan tempat wisata.Tetapi di zona gelap dengan intensitas cahaya 0, suhu
27derajat C, kelembaban 64% serta kecepatan angin 0,5m/s terdapat beberapa jenis
fauna yaitu jangkrik (4), diplopoda, landak (2) serta banyak sekali kelelawar sehingga
diperkirakan dengan keadaan fisik tersebut tempat ini cocok untuk habitat kelelawar.
Di Gua Parat bagian kiri disemua zona ditemukan beberapa jenis hewan. Di
zona terang dengan intensitas cahaya 83,67 lux, suhu 24,33 derajat C , pH 6,86,
kelembaban 79,67 % serta kecepatan angin 0,6 m/s ternyata banyak di huni laba-laba,
semut, kepompong dan ngengat. Kemudian pada zona remang-remang terdapat semut,
laba-laba kurus, diplopoda dan jangkrik. Sedangkan di zona gelap ditemukan landak,
semut,jangkrik dan ambliphygi.
Dari data diatas terlihat bahwa di Gua Parat yang hidup/ditemukan di semua
zona adalah semut dan laba-laba, Sedangkan yang hanya hidup di zona gelap adalah
ampliphygi.
Gua Lanang
lebih pendek dari pada Gua Parat sehingga ada kemungkinan
bentuk ekosistem gua tersebut berbeda. Di gua Lanang bagian kanan pada zona terang
dengan intensitas cahaya 67 lux, suhu 26,1 derajat C , pH 6,78, kelembaban 86,5 % dan
kecepatan angin 0,2 m/s di dapatkan jenis hewan tawon dan laba-laba (5) sedangkan di
zona remang-remang terdapat laba-laba dan banyak sekali semut. Kemudian di zona
gelap banyak jenis hewan yang ditemukan meskipun jumlah jenis tidak banyak, yaitu
semut, jangkrik, ngengat, laba-laba dan ambliphygi. Kalau bagian tengah Gua Lanang ,
hewan hanya ditemukan di zona remang-remang yaitu banyak kelelawar. Hal ini
kemungkinan di Gua Lanang zona ini paling lebar sehingga kelelawar tidak
merasaterganggu dengan keberadaan manusia. Sedangkan di bagian kiri dari Gua
Lanang di semua zona dapat ditemukan hewan, di zona terang dapat ditemukan
undur-undur sedangkan di zona remang-remang terdapat undur-undur dan laba-laba.
Kemudian di zona gelap ditemukan semut, laba-laba, jangkrik, kecoa dan ambliphygi.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan dan analisa data yang telah di peroleh
dapat disimpulkan bahwa : ada perbedaan struktur komunitas fauna pada zona terang,
Proseding Penelitian Bidang Ilmu Eksakta 2011
43
zona remang-remang dan zona gelap di Gua Parat dan Gua Lanang di Taman Wisata
Alam Pangandaran Jawa Barat.
DAFTAR PUSTAKA
Balazs, D.1968. Karst Region in Indonesia. Karszt es Barlangkutatas.Vol.V Budapest
Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Barat II.2003. Cagar Alam Laut
dan Taman Wisata Alam Pangandaran,BKSDA Jawa Barat II. Bandung
Deharveng,L & Bedos, A.2000.The Cave Fauna of Southest Asia; Origin, Evolution
and Ecology in. Ecosystem of the World. Vol.30.Elsevier, Amsterdam
Fachrul, M.F.2007. Metode Sampling Bioekologi. Bumi Aksara. Jakarta
Iskandar, D.T.1988. Amfibia Jawa Bali. Puslitbang Biologi-LIPI Bogor.
Kementrian Lingkungan Hidup.2002.Undang-Undang RI No.23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup. KMNLH.Jakarta.
Kurniati,H.2003.Amphibian and Reptiles of Gunung HalimunNational Park West
Java,Indonesia. Puslitbang Biologi-LIPI, Cibinong
.
Mulyani, S.2002.Sebagian Potensi Taman Wisata dan Cagar Alam Pangandaran.Balai
Konservasi Alam Jawa Barat II.Ciamis.
Rahmadi, C. 2007. Mengenal Ampblypygi di Indonesia. Fauna Indonesia 6 (2): 45-47
Rahmadi, C.2007. Arthopoda Gua Karst Maros (Sulawesi)dan Gunung Sewu (Jawa):
Melintas Garis Wallace.Fauna Indonesia 7.
Rahmadi, C dan Yayuk, R.S.2007. Arthropoda Gua di Nusakambangan Cilacap Jawa
Tengah. Zoo Indonesia 16 (1); 21-29
Suyanto, Agustinus. 2001. Kelelawar di Indonesia. Bogor: Puslitbang Biologi-LIPI.
Proseding Penelitian Bidang Ilmu Eksakta 2011
44
Download