Pemanfaatan Pembenah Tanah untuk Pemulihan Tanah Terdegradasi yang Didominasi Fraksi Pasir dan Liat 62 Ai Dariah, Neneng Laila Nurida dan Jubaedah Peneliti Badan Litbang di Balai Penelitian Tanah, Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Jl. Tentara Pelajar No. 12.A, Bogor. Email : [email protected] Abstrak. Aplikasi pembenah tanah sangat diperlukan pada tanah yang didominasi oleh fraksi pasir. Pembenah tanah berbahan dasar bahan organik, baik berupa kompos maupun biochar telah terbukti efektif untuk mempercepat pemulihan lahan kering terdegradasi yang didominasi fraksi liat. Penambahan unsur hayati diharapkan dapat meningkatkan efektivitas pembenah tanah. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari efektivitas pembenah tanah berbahan dasar kompos dan biochar untuk pemulihan kualitas tanah terdegradasi yang didominasi tekstur pasir, serta peranan unsur hayati dalam meningkatkan efektivitas pembenah tanah. Penelitian dilakukan di rumah kaca Balai Penelitian Tanah, menggunakan rancangan faktorial yang diacak secara lengkap dengan 3 ulangan. Percobaan menggunakan tanah yang didominasi fraksi pasir, sebagai pembanding digunakan tanah terdegradasi yang didominasi tanah bertekstur liat. Tanaman indikator yang digunakan adalah jagung. Dosis pembenah tanah yang digunakan 2,5 t ha-1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman pada tanah bertekstur liat masih nyata lebih baik dibanding tanah bertekstur pasir. Pemberian pembenah tanah dengan dosis 2,5 t ha-1 belum mampu meningkatkan produktivitas maupun kualitas tanah terdegradasi yang didominasi tekstur pasir. Pengayaan pembenah tanah dengan unsur hayati tidak nyata meningkatkan efektivitas pembenah tanah. Pemulihan tanah terdegradasi yang didominasi tekstur pasir kemungkinan memerlukan dosis pembenah tanah yang lebih tinggi, dengan jangka waktu rehabilitasi yang relatif lebih lama. Kata kunci: Pembenah tanah, kompos, biochar, pasir, tanah terdegradasi. PENDAHULUAN Proses degradasi lahan hampir selalu disertai penurunan status bahan organik tanah. Pada lahan yang telah mengalami proses degradasi rata-rata kandungan bahan organik <2%, sehingga berdampak terhadap penurunan kualitas fisik tanah, karena sangat rendahnya unsur yang dapat berperan dalam perbaikan struktur tanah. Oleh karena itu penambahan bahan organik dengan kualitas yang baik dan dalam jumlah yang mencukupi merupakan kunci pemeliharaan dan perbaikan kualitas tanah. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian bahan organik nyata meningkatkan kualitas tanah dan produktivitas tanaman jika diberikan dalam jumlah yang sangat tinggi, misalnya pada pertanaman sayuran di tanah Andisols pemberian pupuk -1 organik dalam bentuk pupuk kandang mencapai 20-30 t ha (Widowati et al. 2004). Pada 669 Ai. Dariah et al. tanah Regosol yang didominasi fraksi pasir, Syukur et al. (2000) mendapatkan dosis -1 optimum pukan sapi sebesar 20 t ha untuk pertumbuhan tanaman dan serapan hara N, P, -1 dan K. Pada tanah Ultisols di Jambi pemberian beberapa jenis pukan dosis 5 t ha nyata meningkatkan hasil jagung dan kedelai (Adimihardja et al. 2000). Pada tanah Oxisols -1 Citayam, pemberian bahan organik dosis 10-20 t ha baru mampu memperbaiki kualitas fisik tanah (Dariah dan Rachman, 1989). Tingginya dosis bahan organik yang diperlukan seringkali menjadi penghambat aplikasi pada tingkat petani. Pengaruh pemberian bahan organik juga seringkali baru nampak setelah pemberian jangka panjang atau lebih nyata dalam bentuk efek residu. Bahan organik sulit lapuk seperti sekam padi, brangkasan kacang hijau, tongkol jagung, batok kelapa, tandan kosong kelapa sawit, dan lain sebagainya belum banyak dimanfaatkan sebagai sumber bahan organik tanah. Bahan organik sulit lapuk yang telah diproses dengan teknik phyrolisis dapat dimanfaatkan sebagai pembenah tanah atau biochar, diantaranya dalam meningkatkan kemampuan tanah menahan air. Selain itu pemanfaatan bahan organik dalam bentuk biochar merupakan tindakan yang dapat mendukung konservasi karbon tanah (Glaser et al. 2002; Igarashi, 2002; Kuwagaki and Tamura, 1990; Ogawa, 1994, 2006; Okimori et al. 2003; Tanaka, 1963). Inovasi teknologi untuk memformulasi dan memperkaya bahan organik juga sangat diperlukan, sehingga efektivitas bahan organik sebagai pembenah tanah atau pupuk organik menjadi lebih tinggi dan dosis yang diperlukan dapat ditekan. Pengayaan pupuk atau pembenah organik dapat dilakukan dengan menambahkan bahan-bahan tertentu seperti rock fosfat, dolomit, zeolit, abu sekam, pupuk hayati, senyawa humat, dan lain sebagainya (Dariah et al. 2007, 2010). Beberapa hasil penelitian telah menunjukkan efektivitas pembenah tanah berbahan dasar bahan organik dan biochar yang telah diperkaya zeolit dan senyawa humat dalam meningkatkan produktivitas dan perbaikan kualitas lahan kering masam yang didominasi fraksi liat dan bereaksi masam, dan telah terdegradasi berat. Dosis yang digunakan relatif -1 rendah yaitu 2,5 t ha (Dariah et al. 2007, 2010). Degradasi lahan juga banyak terjadi pada lahan kering dengan sifatnya lebih bervariasi, misalnya pada tanah yang didominasi fraksi pasir dan bereaksi netral atau alkalin. Jika akan diaplikasikan pada tanah dengan karakteristik yang berbeda, kemungkinan perlu terlebih dahulu dilakukan pengujian, mengingat rata-rata pH pembenah tanah yang diuji rata-rata sekitar 8. Pemberian bahan yang berpotensi meningkatkan pH tanah pada tanah dengan reaksi netral/alkalin dikhawatirkan berdampak buruk. Tanah yang didominasi pasir bisa terbentuk karena sifat inheren dari tanahnya atau akibat eksploitasi lahan misalnya pada areal bekas tambang timah (Puslittanak, 1995). Tanah yang didominasi fraksi pasir juga banyak terdapat di wilayah yang terkena material letusan gunung, misalnya di areal sekitar Gunung Merapi (Vandebelbe dalam Sukmana, 670 Pemanfaatan pembenah tanah untuk pemulihan tanah 1985; LPT, 1976, dan Puslittan, 1981). Tanah yang didominasi fraksi pasir mempunyai kemampuan memegang air yang sangat rendah, apalagi jika kandungan bahan organik sangat rendah. Kandungan bahan organik pada tanah bekas tambang timah atau tanah yang tertutup material letusan gunung hampir bisa sampai level nihil. Oleh karena itu diperlukan pembenah tanah untuk mempercepat proses reklamasinya. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pembenah tanah berbahan dasar bahan organik dan biochar dalam memperbaiki produktivitas lahan kering yang didominasi fraksi pasir dengan kemasaman tanah netral atau alkalin. BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan di Rumah Kaca Balai Penelitian Tanah. Contoh tanah sebagai pewakil tanah masam dengan kandungan bahan organik rendah diambil di Desa Ciampea, Kabupaten Bogor, sedangkan contoh tanah sebagai pewakil tanah bertekstur pasir dan bereaksi netral-basa diambil di Pangandaran, Kabupaten Ciamis. Hasil analisis contoh sebelum perlakuan disajikan pada (Tabel 1). Tabel 1. Sifat-sifat tanah yang digunakan untuk percobaan Sifat tanah Tekstur pH H2O pH KCl C-organik (%) N total (%) C/N KTK KB (%) Al3+ H+ Nilai 5,41 4,54 1,41 0,09 16 18,84 93 0,00 0,09 Ciampea, Bogor Keterangan Liat Masam Masam Rendah Sangat rendah Tinggi Sedang Sangat Tinggi - Pangandaran, Ciamis Nilai Keterangan Pasir 7,2 Netral 6,9 Netral 0,72 Sangat rendah 0,06 Sangat rendah 12 Sedang 5,07 Rendah >100 Sangat Tinggi 0,00 0,04 - Penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan faktorial yang diacak secara lengkap dengan 3 ulangan, perlakuan terdiri dari: Faktor I: jenis tanah (T1=tanah didominasi fraksi liat, pH masam dan T2=tanah didominasi fraksi liat, pH netral). Faktor II: jenis pembenah tanah (Beta I, Beta II, Biochar SP50-I, Biochar SP50-II). Beta I merupakan pembenah tanah dengan bahan baku kompos pupuk kandang ditambah zeolit, sedangkan Beta II merupakan Beta I yang diperkaya pupuk hayati. Biochar SP50-I merupakan pembenah tanah berbahan baku kompos pupuk kandang dan biochar, sedangkan Biochar SP50-II merupakan Biochar SP50-I yang diperkaya pupuk hayati. Pupuk hayati yang dipilih adalah mikroba penyedia P dan mikroba yang bisa berfungsi sebagai akselerator pembentukan agregat tanah. Karakteristik pembenah tanah yang digunakan untuk perlakuan disajikan pada (Tabel 2). 671 Ai. Dariah et al. Tabel 2. Hasil analisis pembenah tanah yang digunakan untuk percobaan Parameter C-organik Humat Fulvat C/N Fe Mn Al Pb Cd As Hg Satuan % % % Ppm Ppm Ppm Ppm Ppm Ppm Ppm Biochar SP 50 I 38,35 7,65 1,31 20 799 188 1079 1,7 0,08 0 0 Beta I 41,00 14,41 1,64 13 1689 244 3591 3,4 0,14 0 0 -1 Dosis pembenah tanah yang digunakan adalah 2,5 t ha , sedangkan dosis pupuk dasar NPK ditentukan oleh hasil analisis tanah, sehingga dosis pupuk yang digunakan -1 -1 untuk tanah bertekstur liat adalah 300 kg urea ha , 200 kg SP-36 ha , dan 100 kg KCl ha 1 , sedangkan pupuk dasar yang digunakan untuk perlakuan tanah bertekstur pasir adalah -1 -1 -1 400 kg urea ha , 300 kg SP-36 ha , dan 100 kg KCl ha . Percobaan dilakukan pada unit tanpa dan dengan tanaman. Tanaman indikator yang digunakan adalah jagung. Parameter yang diamati adalah pertumbuhan dan produksi tanaman, serta perubahan sifat fisik tanah. HASIL DAN PEMBAHASAN Indikator utama bahwa tanah yang digunakan untuk percobaan telah mengalami proses degradasi adalah kandungan bahan organik tanah yang tergolong rendah hingga sangat rendah, dengan kandungan bahan organik yang <2% (Tabel 1) berbagai proses yang berlangsung di dalam tanah akan terganggu, misalnya proses pembentukan agregat tanah akan terhambat karena bahan organik yang dapat berperan sebagai sementing agent kadarnya tidak memadai, sehingga struktur tanah menjadi buruk, salah satunya bisa berdampak terhadap penurunan kemampuan tanah memegang air. Dampak yang lebih ekstrim akan terjadi pada tanah-tanah yang didominasi fraksi pasir. Oleh karena itu, pemberian bahan pembenah tanah yang dapat berperan dalam proses agregasi tanah dan dapat meningkatkan kemampuan tanah memegang air sangat penting untuk dilakukan. Pengaruh pembenah tanah terhadap produktivitas tanaman jagung pada tanah yang didominasi fraksi liat dan fraksi pasir Pengaruh penggunaan pembenah tanah terhadap pertumbuhan tanaman jagung pada dua jenis tanah yang berbeda karakteristiknya disajikan pada Tabel 3. Pertumbuhan tanaman jagung pada contoh tanah yang diambil dari Ciampea (pewakil tanah bertekstur liat, bereaksi masam) nyata lebih baik dibanding pada contoh tanah yang diambil dari Pangandaran (contoh tanah bertekstur pasir, bereaksi netral). Pemberian pembenah tanah -1 dengan dosis 2,5 t ha pada tanah bertekstur pasir belum mampu memperbaiki kondisi tanah. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa untuk tanah dengan kondisi yang 672 Pemanfaatan pembenah tanah untuk pemulihan tanah relatif lebih buruk, salah satunya dicerminkan oleh kadar bahan organik yang sangat rendah (Tabel 1), kemungkinan dibutuhkan jangka waktu pemulihan tanah yang relatif panjang dan/atau dosis pembenah yang relatif tinggi untuk dapat mendukung pertumbuhan tanaman. Hasil penelitian Nurida et al. (2012) menunjukkan dosis optimal formula pembenah tanah biochar untuk perbaikan sifat tanah bertekstur liat yang telah mengalami degradasi adalah 5-7,5 t ha-1 musim tanam-1. Pengayaan pembenah tanah dengan menggunakan pupuk hayati tidak mampu meningkatkan efektivitas pembenah tanah, meskipun berdasarkan data tinggi tanaman pada umur 8 minggu setelah tanam (MST) ada kecenderungan bahwa pembenah tanah yang diperkaya dengan pupuk hayati mempunyai tinggi tanaman yang relatif tinggi. Tabel 3. Pengaruh pemberian pembenah tanah terhadap pertumbuhan tanaman jagung Perlakuan T1 (Liat) T2 (Pasir) Tinggi tanaman pada umur 2 MST 4 MST 6 MST 8 MST ----------------------------------- (cm) ----------------------------------48,21A* 123,56A 185,25A 248,25A 34,58B 50,68B 99,50B 146,43B Beta I 41,46a 87,75a 145,62a 192,37a Beta II 42,21a 90,12a 144,75a 203,37a Biochar SP50-I 41,21a 84,87a 138,12a 194,37a Biochar SP50-II 40,17a 85,75a 141,00a 199,25a MST= minggu setelah tanaman * angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada 5%. Indikator pertumbuhan tanaman lainnya ditunjukkan juga oleh parameter lingkar batang tanaman jagung (Tabel 4). Seperti halnya terhadap tinggi tanaman, diameter batang tanaman jagung yang tumbuh pada contoh tanah bertekstur liat nyata lebih baik dibanding tanah bertekstur pasir. Pemberian pembenah tanah belum mampu memacu peningkatan lingkar batang tanaman jagung. Tabel 4. Pengaruh pemberian pembenah tanah terhadap lingkar batang tanaman jagung Perlakuan Lingkar batang pada umur DB 4 MST DB 6 MST DB 8 MST ----------------------- (cm) ------------------------------15,84 A 19,28 A 18,25 A 5,40 B 9,90 B 11,46 B 10,87 a 15,12 a 14,56 a 10,31 a 14,12 a 14,68 a 10,93 a 14,75 a 15,25 a 10,37 a 14,37 a 14,93 a T1 (Liat) T2 (Pasir) Beta I Beta II Biochar SP50-I Biochar SP50-II MST= minggu setelah tanaman * angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada 5%. Produksi tanaman jagung (berat basah dan kering biomas, berat basah dan kering tongkol, dan berat kering pipilan) pada tanah liat juga nyata lebih tinggi dibanding pada 673 Ai. Dariah et al. tanah pasir. Seperti halnya terhadap pertumbuhan tanaman, pemberian pembenah tanah pada tanah pasir belum mampu meningkatkan produksi tanaman sampai menyamai produksi pada tanah liat. Perbedaan formula pembenah tanah tidak menyebabkan perubahan terhadap hasil tanaman (Tabel 5). Tabel 5. Pengaruh pemberian pembenah tanah terhadap produksi tanaman jagung Perlakuan T1 (Liat) T2 (Pasir) Tinggi tanaman pada umur Berat basah Berat kering Berat tongkol Berat tongkol Berat pipilan biomassa biomassa basah kering kering ---------------------------------------- (gr) --------------------------------317,94A* 113,37A 190,22A 106,34A 87,35A 161,49B 45,33B 55,71B 25,48B 20,82B Beta I 236,96a 78,93a 123,46a 66,66a Beta II 248,42a 88,47a 121,48a 64,44a Biochar I 230,85a 77,32a 122,31a 65,50a Biochar II 242,64a 79,61a 124,60a 67,05a * angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata Duncan pada 5%. 54,17a 54,01a 53,92a 54,24a menurut uji Pengaruh pembenah tanah terhadap sifat fisik tanah Hasil analisis tanah menunjukkan pemberian pembenah tanah dengan dosis 2,5 t -1 ha belum mampu mengubah sifat inheren tanah pasir. Permeabilitas tanah pada tanah pasir masih nyata lebih tinggi dibanding tanah liat (Gambar 1), hal ini menyebabkan air yang diberikan ke dalam tanah menjadi cepat hilang. Bukan hanya air, peluang hara untuk hilang terbawa aliran air secara vertikal (leaching) juga menjadi besar, sehingga hara yang mampu diserap tanaman menjadi rendah. Tingginya laju permeabilitas pada tanah pasir disebabkan oleh jauh lebih rendahnya persen pori air tesedia dan pori drainase lambat pada tanah pasir (Gambar 2), air dalam tanah tertahan pada kedua pori tersebut atau tidak terpengaruh tarikan gravitasi, pemberian pembenah tanah belum mampu merubah proporsi pori pada tanah pasir. Gambar 1. Dampak pemberian pembenah tanah pada tanah dengan tekstur yang berbeda 674 Pemanfaatan pembenah tanah untuk pemulihan tanah Gambar 2. Pengaruh pembenah tanah terhadap persen pori air tersedia dan pori drainaselambat pada dua jenis tanah dengan kondisi tekstur yang berbeda KESIMPULAN 1. Tingkat pertumbuhan dan produksi tanaman jagung pada contoh tanah bertekstur pasir bereaksi netral nyata lebih rendah dibanding pada contoh tanah bertekstur liat -1 dan bereaksi masam. Pemberian pembenah tanah dengan dosis 2,5 t ha belum mampu memacu pertumbuhan tanaman pada tanah bertekstur pasir disebabkan -1 pembenah tanah dengan dosis 2,5 t ha belum mampu memperbaiki sifat tanah yang menghambat pertumbuhan tanaman. 2. Sifat fisik contoh tanah bertekstur pasir masih nyata lebih buruk dibanding contoh tanah bertekstur liat. Pada contoh tanah bertekstur pasir penambahan pembenah tanah belum nyata meningkatkan kemampuan tanah memegang air. 3. Pengayaan pembenah tanah dengan pupuk hayati belum dapat meningkatkan efektivitas pembenah tanah secara nyata (baik terhadap peningkatan produktivitas tanaman maupun perbaikan sifat fisik tanah), meskipun terdapat kecenderungan terjadi peningkatan pertumbuhan tanaman jagung pada umur 8 minggu setelah tanam. DAFTAR PUSTAKA Adimihardja, A., I. Juarsah, dan U. Kurnia. Pengaruh penggunaan berbagai jenis dan takaran pupuk kandang terhadap produktivitas tanah Ultisols terdegradasi di Desa Batin, Jambi. Hlm 303-319 dalam Prosiding Seminar Sumberdaya Lahan, Iklim, dan Pupuk. Buku II. Lido, 6-8 Desember 1999. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian. Dariah, A. dan A. Rachman. 1989. Pangaruh mulsa hijauan alley cropping dan pupuk kandang terhadap pertumbuhan dan hasil jagung serta beberapa sifat fisik tanah. 675 Ai. Dariah et al. Hlm. 99-106 dalam Prosiding Pertemuan Teknis Penelitian Tanah. Bidang Konservasi Tanah dan Air. Bogor 22-24 Agustus 1989. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian. Dariah, A., Nurida N.L., dan Sutono. 2007. Formulasi bahan pembenah untuk rehabilitasi lahan terdegradasi. Dalam Prosiding Seminar Sumberdaya Lahan dan Lingkungan. Bogor, 7-8 Nopember 2007. Dariah, A., Sutono, dan N.L. Nurida. 2010. Penggunaan pembenah tanah organik dan mineral untuk perbaikan kualitas tanah Typic Kanhapludults, Taman Bogo, Lampung. Jurnal Tanah dan Iklim No. 3. Glaser, B., J. Lehmann, and W. Zech. 2002. Ameliorating physical and chemical properties of highly weathered soils in the tropics with charcoal: A review. Biol. Fertil. Soils 35:219-230. Igarashi, T. 2002. Handbook for soil amendment of tropical soil, Association for International Cooperation of Agriculture and Forestry.p 127-134. Kuwagaki, H. and K. Tamura. 1990. Aptitude of wood charcoal to a soil improvement and other non fuel use. In Technical report on the research development of the new uses of charcoal and pyroligneous acid, technical research association for multiuse of carbonized material, p. 27-44. Nurida, N.L., A. Rachman, dan Sutono. 2012. Potensi Pembenah Tanah Biochar dalam pemulihan sifat tanah terdegradasi dan Peningkatan Hasil jagung pada Typic Kanhapludults Lampung. Prosiding Seminar Nasional tentang Pengelolaan Limbah Biomasa sebagai Sumber Energi Terbarukan, Pertanian Berkelanjutan, dan Mitigasi Pemanasan Global (Prospek Konversi Biomassa ke Biochar di Indonesia). Unitri. Malang. Ogawa, M. 1994. Symbiosis of people and nature in tropics. Farming Japan 28(5):10-34. Ogawa, M. 2006. Carbon sequestration by carbonization of biomass and forestation: three case studies. p 133-146. Okimori, Y., M. Ogawa, and F. Takahashi. 2003. Potential of CO 2 reduction by carbonizing biomass waste from industrial tree plantation in South Sumatra, Indonesia. Mitigation and Adaption Strategies for Global Change 8.p 261-280. Puslittanak. 1995. Studi upaya rehabilitasi lingkungan penambangan timah (Laporan akhir penelitian). Kerjasama antara Pimpro Pengembangan Penataan Lingkungan Hidup dengan Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Syukur, A., T. Wurdiayani, dan Udiono. 2000. Pengaruh dosis pupuk kandang terhadap pertumbuhan turus nilam di tanah Regosol pada berbagai tingkat kelengasan tanah. Hlm 465-476 dalam Prosiding Kongres Nasional VIII HITI. Bandung 2-4 November 1999. Tanaka, S. 1963. Fundamental study on wood carbonization. Bull. Exp. Forest of Hokkaido University. Widowati, L.R., S. Widati, dan D. Setyorini. 2004. Karakteristik pupuk organik dan pupuk hayati yang efektif untuk budidaya sayuran organik. Proyek Penelitian Program Pengembangan Agribisnis (unpubl.) Balai Penelitian Tanah. Bogor. 676