BAB II REALITAS INDIVIDU, KELOMPOK, DAN HUBUNGAN

advertisement
BAB II
REALITAS INDIVIDU, KELOMPOK, DAN HUBUNGAN
SOSIAL DI MASYARAKAT
3.2 Menggali dan mengidentifikasi realitas individu, kelompok, dan hubungan sosial di
masyarakkat
4.2 Mengolah realitas individu, kelompok, dan hubungan sosial sehingga mandiri dalam
memposisikan diri dalam pergaulan sosial di masyarakat
Apa yang akan dipelajari dalam bab ini?
REALITAS INDIVIDU,
KELOMPOK, DAN
HUBUNGAN SOSIAL
DI MASYARAKAT
Individu Dalam
Konteks Sosiologi:
Identitas Diri dan
Identitas Sosial
Individu dan
Kelompok
Interaksi dan
Hubungan Sosial
Institusi Sosial Untuk
Menciptakan
Keteraturan Sosial
Tindakan Sosial
Interaksi Sosial
Faktor-Faktor
Bentuk Interaksi
Sosial
NIlai dan Norma
Sosial
Lembaga Sosial
Keteraturan Sosial
Gambar 2.1
Peta Konsep Realitas Individu, Kelompok, dan Hubungan Sosial
AGUS SANTOSA - SOSIOLOGI KELAS X IPS
1
A. Individu dalam Sosiologi: antara Indentitas Diri dan Identitas
Sosial
Masyarakat bukanlah sekedar kumpulan sejumlah individu. Lebih dari itu,
masyarakat merupakan sistem yang terbentuk oleh asosiasi di antara
individu-individu di dalamnya serta mewakili sebuah realitas tertentu, yang
mewakili karakteristik tersendiri … Kelompok masyarakat yang terbentuk
akan berfikir, merasakan, dan bertindak dengan cara berbeda dari mereka
yang terisolasi.
Emile Durkheim, The Rules of Sociological Method, 1895
(Ken Plummer, Sosologi The Basic, hal 23)
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, individu [n] diartikan sebagai orang perorangan;
pribadi orang (terpisah dari yang lain). Berasal dari kata Yunani ”individium” yang artinya
tidak terbagi. Sebagai individu atau orang perorangan yang terpisah dari yang lain, individu
tentu memiliki identitas-identitas diri, itulah ciri-ciri yang melekat pada individu, misalnya ia
telahir sebagai laki-laki atau perempuan, sebagai kulit putih, kulit hitam, atau kulit berwarna,
ia memiliki postur atau bentuk tubuh yang ectomorph (kecil atau kurus sehingga tampak lebih
tinggi), endomorph (bertubuh besar sehingga terkesan lebih bulat), atau mezomorph yang di
banyak masyarakat dianggap sebagai postur tubuh ideal. Itulah identitas diri. Kalau kalian
memiliki Kartu Pelajar, maka lihatlah apa yang dimuat dalam sebuah kartu pelajar. Itulah
identitas diri Anda. Demikian juga nanti kalau kalian memiliki KTP atau SIM, di dalamnya
akan memuat identitas diri kalian, mulai dari nama, alamat, tanggal lahir, jenis kelamin, dan
seterusnya. Para ahli psikologi sosial menjelaskan bahwa identitas diri atau identitas personal
dapat meliputi juga sifat-sifat personalitas, ciri fisik-biologis, dan gaya inter-personal.
Dalam kajian sosiologi, identitas diri seseorang tidak menjadi perhatian utamanya. Sosiologi
lebih memperhatikan identitas sosial dari seorang individu. Apakah identitas diri tersebut
secara otomatis menjadi identitas sosial? Ketika Anda dihadapkan pada pertanyaan ”siapakah
Anda?” Maka jawaban yang Anda sampaikan akan menonjolkan satu identitas saja dari sekian
banyak identitas yang Anda miliki. Orang-orang yang menjadi pempimpin partai politik atau
yang menjadi parlemen lebih suka memperkenalkan diri sebagi politisi, walaupun sebenarnya
orang tersebut juga berafiliasi dengan berbagai kelompok yang lain atau aktif dalam kegiatan
bisnis, kesenian, atau keagamaan. Demikian pula orang yang sukses dalam kegiatan bisnis,
mereka merasa lebih nyaman dikenal sebagai pengusaha, walaupun orang tersebut juga aktif
dalam kegiatan-kegiatan atau program-program pemberdayaan, pengentasan kemiskinan, atau
pun pendidikan.
Kuper dan Kuper (2000: halaman 986), menjelaskan bahwa dalam pengertian umum identitas
sosial (social identity) mengacu pada definisi diri seseorang dalam hubungannya dengan orang
lain atau keanggotaan seseorang dalam berbagai kelompok sosial. Sunyoto Usman (dalam
Buku Kecil Sosiologi Sejarah, Teori, dan Metodologi, 2012, halaman 105) menjelaskan bahwa
identitas sosial lazim dipergukan untuk menjelaskan karakteristik sikap dan tindakan
kelompok tertentu, kemudian membedakannya dengan karakteristik sikap dan tindakan
kelompok-kelompok lain.
AGUS SANTOSA - SOSIOLOGI KELAS X IPS
2
Dalam konteks sosiologi dan ilmu-ilmu sosial, individu merupakan subjek yang melakukan
tindakan, subjek yang mempunyai pikiran, kehendak, memberikan makna dan menilai atau
memberikan tafsir terhadap peristiwa-peristiwa atau gejala-gejala sosial yang terjadi dalam
masyarakat. Dari hal ini, individu dapat dikenal dalam masyarakat sebagai orang yang berciriciri atau berindentitas tertentu. Itulah identitas sosial. Apakah kalian disebut pemimpin atau
pengikut? Apakah kalian termasuk orang-orang yang pro-perubahan atau anti terhadap
perubahan? Apakah kalian dikenal oleh anggota masyarakat sebagai orang yang baik-baik saja,
orang normal, orang kebanyakan, atau sebagai orang yang memiliki identitas sebagai
penyimpang atau berperilaku berbeda? Itulah identitas sosial Anda.
Identitas diri yang dimiliki oleh individu dapat menjadi identitas sosial, tetapi tidak otomatis
dan tidak semuanya. Identitas yang membuat individu memiliki ciri sosiologis tertentu, dan
dengan itulah anggota masyarakat yang lain menganalinya, itulah yang merupakan identitas
sosial. Sehingga, laki-laki atau perempuan bukanlah sekedar ciri biologis (jenis kelamin) yang
berbeda, melainkan dapat diikuti oleh pemberian kewenangan yang berbeda, mendapatkan
perlakuan yang berbeda, atau tugas dan fungsi dalam masyarakat yang berbeda. Maka lahirlah
konsep gender, yaitu pemilahan antara laki-laki dengan perempuan secara sosial maupun
budaya, misalnya tentang fungsinya dalam masyarakat, menjaga dan merawat anak-anak atau
mencari nafkah, dan seterusnya. Demikain juga ketika orang terlahir sebagai kulit putih atau
kulit hitam, secara sosiologis itu dapat berarti peluang hidup yang berbeda, mendapat perlakuan
diskriminatif atau mendapatkan prioritas.
Seorang ahli Sosiologi, Talcott Parsons, menjelaskan bahwa tindakan individu dan kelompok
dipengaruhi oleh tiga sistem, yaitu (1) sistem sosial (status dan peran), (2) sistem budaya (nilai
dan norma sosial), dan (3) sistem/tipe kepribadian masing-masing individu. Berdasarkan hal
tersebut dapat dikatakan bahwa manusia sebagai individu tak dapat dipisahkan dari kelompok
atau masyarakatnya, dengan kata lain individu dalam sosiologi merupakan manusia dalam
konteks hubungannya dengan manusia lain.
Pendapat Blumer dapat menguatkan hal tersebut, bahwa
1. Individu bertindak terhadap sesuatu berdasar makna sesuatu tersebut bagi mereka. Sesuatu
yang dimaksud di sini bermakna obyek fisik, orang lain, institusi sosial dan ide-ide atau
nilai-nilai yang bersifat abstrak
2. makna tersebut berasal dan hasil interaksi sosial seseorang dengan orang lain
3. makna tersebut disempurnakan dan dimodifikasi melalui proses penafsiran di saat proses
interaksi berlangsung.
Menurut Blumer, individu tidak semata-mata bereaksi terhadap tindakan individu lain, tetapi
mencoba menafsirkan dan mendefinisikannya. Hal itu terjadi karena individu mempunyai
kedirian “self” yang dengannya ia membentuk dirinya sebagai objek. Dalam melakukan
interaksi secara langsung maupun tidak langsung individu dijembatani oleh penggunaan
simbol-simbol penafsiran, yaitu bahasa.
Tindakan penafsiran simbol oleh individu di sini diartikan memberikan arti, menilai
kesesuaiannya dengan tindakan, dan mengambil keputusan berdasarkan penilaian tersebut.
Karena itulah individu yang terlibat dalam interaksi ini tergolong aktor sadar dan reflektif
karena bertindak sesuai dengan apa yang telah ditafsirkan dan bukan bertindak tanpa rasio atau
pertimbangan. Konsep inilah yang disebut Blumer dengan self-indication, yaitu proses
AGUS SANTOSA - SOSIOLOGI KELAS X IPS
3
komunikasi yang sedang berjalan dalam proses ini individu mengetahui sesuatu, menilainya,
memberi makna dan memutuskan untuk bertindak.
Proses self indication ini terjadi dalam konteks sosial di mana individu mencoba
“mengantisipasi tindakan-tindakan orang lain dan menyesuaikan tindakannya sebagaimana dia
menafsirkan tindakan itu”
B. Individu dan Kelompok
Berbeda dari binatang yang bisa menjalani kehidupannya berdasrkan naluri atau instink yang
terwariskan secara genetik dari generasi ke generasi. Dengan naluri atau instinknya, binatang
dapat menjawab dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya, tanpa melalui proses belajar.
Seekor anak ayam yang menetas dari telur, walaupun tanpa induknya ia tahu apa yang akan
dimakan, bagaimana mencarinya dan bagaimana memakannya. Sejak kelahirannya seekor
kucing memiliki naluri bahwa tikus adalah makanan pokoknya, dan seterusnya. Manusia tidak
bisa hidup dengan cara demikian. Hampir setiap tindakan manusia diperoleh melalui belajar.
Bahkan beberapa tindakan instinktif manusia akhirnya menjadi perilaku yang dipelajari.
Keadaan demikian menjadikan manusia harus menjalin hubungan dengan manusia lain, maka
lahirlah kelompok-kelompok sosial, baik kelompok yang terorganisir (kelompok organik,
kelompok formal/asosiasi, atau membership) maupun yang tidak terorganisir (kelompok
mekanik, nonformal/paguyuban, atau reference). Keanggotaan kelompok pun bermacammacam, ada yang hanya terdiri atas dua orang (dyadic group), ada yang lebih dari dua orang
sampai puluhan, ratusan, atau ribuan, bahkan sampai kelompok yang jumlah anggotanya tidak
teridentifikasi, misalnya individu-individu dalam sebuah jejaring sosial (social network).
Dengan kata lain, dapat diungkapkan bahwa terbentuknya kelompok-kelompok itu merupakan
akibat adanya aktivitas individu memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya atau karena adanya
kesamaan-kesamaan tertentu. Setidaknya ditemukan tiga alasan mengapa individu membentuk
kelompok, yaitu
1.
2.
3.
Karena berada pada wilayah yang sama (kelompok teritorial), seperti: RT, RW, dusun,
desa/kelurahan, wialayah kecamatan, kabupaten/kota, provinsi/daerah istimewa/daerah
khusus, negara, dan seterusnya. Kelompok yang pertama-tama didasarkan pada
kesamaan tempat tinggal disebut komunitas.
Karena memiliki keturunan yang sama (kesamaan genealogis), seperti keluarga inti/batih,
keluarga luas/kerabat/famili, klan, sukubangsa, dan seterusnya.
Karena memiliki kepentingan, minat, atau tujuan yang sama (interest group atau
kelompok kepentingan), yang memunculkan berbagai macam kelompok seperti
kelompok kerja, asosiasi pedagang kaki lima, persatuan wartawan, ikatan dokter,
persatuan guru, himpunan pengusaha, dan seterusnya.
Kelompok-kelompok tersebut, apapun jenisnya, terbentuk karena adanya jaringan atau
interaksi sosial dari individu-individu yang menjadi anggota-anggotanya.
AGUS SANTOSA - SOSIOLOGI KELAS X IPS
4
C. Tindakan, Interaksi, dan Hubungan Sosial
Apakah interaksi sosial?
Kata Interaksi berasal dari kata ”inter” yang artinya ”antar ” dan ”aksi ” yang artinya tindakan.
Interaksi berarti antar-tindakan. Kata sosial berasal dari ”socious” yang artinya teman/kawan,
yaitu hubungan antar-manusia.
Kalian tentu sudah memahami apa yang disebut tindakan sosial dalam sosiologi, sebagaimana
dikemukakan definisinya oleh Max Weber, bahwa tindakan sosial (social action) merupakan
perilaku yang didorong oleh pemaknaan subjektif tertentu dan diorientasikan kepada orang
lain. Sehingga tidak semua perilaku (behavior) dapat disebut tindakan sosial. Perilaku
merupakan tindakan ketika perilaku tersebut diberi makna tertentu, dan merupakan tindakan
sosial ketika diorientasikan kepada pihak lain.
Weber memilah tindakan sosial menjadi empat macam, yaitu (1) tindakan sosial yang bersifat
rasional instrumental, (2) tindakan sosial yang berorientas nilai tertentu, (3) tindakan sosial
yang bersifat tradisional, dan (4) tindakan sosial yang bersifat afektif. Uraian singkatnya
sebagai berikut.
1. Tindakan sosial Rasional Instrumental
Tindakan sosial yang bersifat rasional instrumental merupakan tindakan-tindakan yang
dilakukan seseorang atau sekelompok orang sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu.
Misalnya seorang pelajar SMA yang bercita-cita melanjutkan ke perguruan tinggi pada jurusan
komunikasi atau sosiologi maka ia memilih program pilihan IPS di SMAnya. Ketika beberapa
perajin kulit merasa terancam kelangsungan hidup usahanya oleh permainan harga yang
dilakukan perajin tertentu, berinisiatif membentuk kelompok perajin kulit yang akan mengatur
kerjasama di antara para perajin. Tindakan-tindakan tersebut disadari oleh pelakunya sebagai
alat untuk mencapai tujuan tertentu.
2. Tindakan sosial berorientasi nilai
Tindakan sosial yang berorientasi nilai merupakan tindakan sosial yang didorong oleh
keyakinan atau nilai tertentu. Misalnya tindakan-tindakan yang dilakukan dalam konteks
keyakinan atau agama. Coba kalian pikirkan apa yang dilakukan orang Islam yang menunaikan
ibadah haji? Atau orang-orang Hindu yang melakukan atau mempersembahkan sesaji? Apakah
tindakan-tindakan tersebut didorong oleh pamrih-pamrih selain dorongan keyakinan
agamanya, misalnya pamrih ekonomi? Bisa jadi ada, tetapi idealnya, tindakan-tindakan
tersebut didorong oleh keyakinan agamanya.
3. Tindakan sosial tradisional
Tindakan tradisional merupakan tindakan yang dilakukan oleh individu atau kelompok yang
meniru tindakan-tindakan yang dilakukan oleh generasi sebelumnya. Traditum dapat diartikan
dalam bahasa Indonesia sebagai warisan. Maka, tindakan tradisional dapat diartikan sebagai
tindakan yang diwariskan oleh orang-orang dari generasi terdahulu. Pada umumnya tradisi
dipertahankan karena menjunjung tinggi nilai tertentu, misalnya menilai tinggi warisan leluhur.
Akibatnya relatif tidak mudah membedakan antara tindakan tradisional dengan tindakan yang
AGUS SANTOSA - SOSIOLOGI KELAS X IPS
5
berorientasi nilai tertentu. Misalnya upacara bendera yang dilakukan di hampir semua sekolah
di Indonesia pada setiap hari Senin. Tindakan jenis apakah itu?
Apabila upacara bendera itu dilakukan karena dorongan nilai tertentu, misalnya penghargaan
terhadap para pahlawan bangsa yang telah memerdekakan Indonesia dengan darah, maka
tindakan tersebut dapat disebut tindakan berorientasi nilai. Namun, apabila melakukan upacara
dimaknai sebagai kegiatan yang sejak dahulu dan pada umumnya sekolah dilakukan setiap hari
Senin, maka tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai tindakan tradisional. Demikian juga
sebenarnya upacara-upacara lainnya. Coba kalian kategorikan sebagai tindakan jenis apakah,
dalam waktu tertentu, Kraton Yogyakarta melaksanakan upacara labuhan di Gunung Merapi
atau di Laut Selatan?
4. Tindakan sosial afektif
Tindakan afektif merupakan tindakan yang didorong oleh faktor perasaan. Secara singkat dan
umum perasaan dapat diartikan sebagai dorongan yang ada pada setiap individu atau kelompok
yang karena pengetahuannya menjadi bersifat positif (misalnya menyukai atau mencintai) atau
bersifat negatif (misalnya membenci). Tindakan-tindakan yang dilakukan karena perasaan,
cinta atau benci, itulah tindakan afektif.
Definisi sosiologi tentang interaksi sosial
Interaksi sosial terjadi ketika ada seseorang atau kelompok orang melakukan suatu tindakan
sosial tertentu kemudian dibalas oleh pihak lain (individu atau kelompok) dengan perilaku/atau
tindakan sosial tertentu. Singkatnya, interaksi sosial terjadi ketika tindakan sosial dibalas oleh
pihak lain dengan tindakan sosial. Berdasarkan hal ini, apabila harus didefinisikan, maka
interaksi sosial merupakan tindakan timbal-balik yang sifatnya dinamis di antara para warga
masyarakat, bersifat saling mempengaruhi, dan dapat berlangsung antara individu dengan
individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok.
Proses berlangsungnya interaksi dapat digambarkan sebagai berikut,
1. Ada dua orang atau lebih
2. Terjadi kontak sosial (hubungan sosial)
3. Terjadi komunikasi sosial (tindakan atau aksi menyampaian pesan/informasi menggunakan
simbol-simbol dari satu pihak ke pihak lain)
4. Terjadi reaksi atas aksi komunikasi
5. Terjadi tindakan yang bersifat timbal-balik yang dinamik dan saling mempengaruhi di
antara pihak-pihak yang terlibat interaksi (individu atau kelompok).
Mengapa terjadi proses saling mempengaruhi? Karena sebagaimana dikutip dari Weber di
bagian depan buku ini, tindakan sosial merupakan yang merupakan bagian penting dari
terjadinya interaksi sosial merupakan tindakan yang dilakukan dengan makna, bisa juga motif
atau dorongan tertentu
Berdasarkan proses tersebut, dapat diketahui bahwa ada dua syarat utama terjadinya interaksi
sosial, yaitu kontak sosial dan komunikasi sosial.
AGUS SANTOSA - SOSIOLOGI KELAS X IPS
6
Kontak adalah hubungan yang terjadi di antara dua individu/kelompok. Kontak dapat berupa
kontak fisik, misalnya dua orang bersenggolan atau bersentuhan, dapat juga nonfisik, misalnya
tatapan mata di antara dua orang yang saling bertemu.
Sedangkan komunikasi merupakan proses penyampaian pesan atau informasi dari suatu pihak
(individu atau kelompok) kepada pihak lain (individu atau kelompok) menggunakan simbolsimbol.
Simbol dalam komunikasi dapat berupa apa saja yang oleh penggunanya diberi makna tertentu,
bisa berupa kata-kata, benda, suara, warna, gerakan anggota badan/isyarat. Sebagaimana
pengertian simbol yang dikemukakan oleh Ahli Antropologi Amerika Serikat bernama Leslie
White, dalam The Evolution of Culture (1959) , bahwa simbol adalah sesuatu yang nilai atau
maknanya diberikan oleh mereka yang mempergunakannya. Nilai dan makna tersebut tidak
ditentukan oleh sifat-sifat yang secara intrinsik terdapat dalam bentuk fisiknya.
Proses komunikasi dinyatakan berhasil apabila simbol-simbol yang digunakan dipahami
bersama oleh pihak-pihak yang terlibat, baik komunikator (pihak yang menyampaikan pesan)
dan komunikan (pihak yang menerima pesan).
Kontak dan komunikasi sebagai syarat utama terjadinya interaksi sosial dapat berlangsung
secara primer maupun sekunder. Kontak atau komunikasi primer adalah yang berlangsung
secara tatap muka (face to face), sedangkan kontak atau komunikasi sekunder dibedakan
menjadi dua macam, yaitu langsung dan tidak langsung. Kontak/komunikasi sekunder
langsung terjadi melalui media komunikasi, seperti surat, e-mail, pesan pendek, chat,
blackberry mesengger, telepon, video call, dan semacamnya, sedangkan kontak/komunikasi
sekunder tidak langsung terjadi melalui pihak/orang ketiga.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi dan Mendorong Interaksi Sosial
Interaksi sosial baik yang berlangsung antara individu dengan individu, individu dengan
kelompok, atau kelompok dengan kelompok, dipengaruhi atau didorong oleh faktor-faktor
seperti imitasi, identifikasi, sugesti, dan simpati.
1.
Imitasi merupakan tindakan meniru pihak lain, dalam hal tindakan dan penampilan,
seperti cara berbicara, cara berjalan, cara berpakaian, dan sebagainya. Seorang individu
melakukan imitasi sejak di lingkungan keluarga, teman sepermainan, ataupun teman
sesekolahan. Meskipun demikian imitasi juga dapat berlangsung melalui media massa,
misalnya televisi, radio, maupun internet.
2.
Identifikasi juga merupakan proses meniru, tetapi berbeda dengan imitasi. Peniruan pada
imitasi tidak diikuti dengan pemberian makna yang dalam terhadap hal-hal yang ditiru,
tetapi pada identifikasi diikuti dengan pemberian makna. Apabila seseorang
mengidentifikasikan dirinya terhadap seseorang, maka dapat diartikan individu tersebut
sedang menjadikan dirinya seperti orang lain tersebut, baik dalam tindakan maupun nilainilai, ideologi atau pandangan hidup tokoh yang dijadikannya sebagai
rujukan/acuan/reference atau panutan.
Sugesti merupakan pengaruh yang diterima oleh seseorang secara emosional dari pihak
lain, misalnya pengaruh dari tokoh yang kharismatik, orang pandai, seperti dukun,
paranormal, dokter, guru, tokoh yang menjadi idola, dan lain-lain . Apabila pengaruh
3.
AGUS SANTOSA - SOSIOLOGI KELAS X IPS
7
tersebut diterima oleh seseorang berdasarkan pertimbangan rasional, maka disebut
motivasi.
4.
Simpati merupakan kemampuan seseorang untuk merasakan diri dalam keadaan pihak
lain. Misalnya seseorang merasa simpati kepada sahabatnya yang sedang mengalami
musibah. Simpati juga dapat diartikan sebagai ketertarikan terhadap pihak lain karena
telah menampilkan tindakan atau perilaku yang sungguh berkenan di hati. Apabila
ketertarikan atau dalam merasakan keadaan orang lain tersebut diikuti dengan reaksireaksi fisiologis, misalnya meneteskan air mata, dapat disebut sebagai emphati.
Bentuk-bentuk Interaksi Sosial: Asosiatif dan Disosiatif
Interaksi sosial sebagai proses sosial utama mempunyai dua bentuk pokok, yaitu (1)
menjauhkan, dan (2) mendekatkan (Mark L. Knap). Ahli sosiologi lain, membedakan antara
(1) interaksi asosiatif dan (2) disosiatif. Dua macam pembedaan ini sebenarnya tidaklah
berbeda. Interaksi asosiatif merupakan bentuk interaksi sosial yang menguatkan ikatan sosial,
jadi bersifat mendekatkan atau positif. Interaksi disosiatif merupakan bentuk interaksi yang
merusak ikatan sosial, bersifat menjauhkan atau negatif.
Interaksi sosial asosiatif, meliputi berbagai bentuk kerjasama, akomodasi, dan asimilasi.
Interaksi disosiatif meliputi bentuk-bentuk seperti persaingan/kompetisi, pertikaian/konflik,
dan kontravensi.
Bentuk interaksi sosial asosiatif
Interaksi sosial asosiatif merupakan interaksi sosial yang bersifat menguatkan ikatan sosial,
cenderung kontinyu atau berkelanjutan. Mengapa? Karena (1) didasarkan kepada kebutuhan
yang nyata, (2) memperhitungkan efektivitas, (3) memperhatikan efisiensi, (4) mendasarkan
pada kaidah-kaidah atau nilai dan norma sosial yang berlaku, dan (5) tidak memaksa secara
fisik dan mental.
Ada tiga bentuk utama dari interaksi sosial asosiatif, yaitu: (1) kerjasma (koperasi), (2)
akomodasi, dan (3) asimilasi. Uraian singkatnya sebagai berikut!
1. Kerjasama (koperasi)
Kerjasama dalam bahasa Inggris adalah cooperation, the process of working or acting together.
Kerjasama adalah proses bekerja atau beraktivitas bersama-sama yang pada umumnya
dilakukan untuk memudahkan dalam mencapai sasasaran atau tujuan. Kerjasama dapat
dilakukan secara langsung (direct cooperation) dan secara tidak langsung (indirect
cooperation).
Dalam sebuah kegiatan dalam mana orang-orang melakukan aktivitas sehari-hari secara
bersama-sama, seperti sekelompok anak-anak bermain bersama, orang-orang melakukan
kegiatan ritual keagamaan secara berjamaah di masjid, gereja, atau tempat ibadah lainnya,
orang-orang saling membantu dalam bekerja atau beraktivitas, dan semacamnya, merupakan
kerjasama langsung. Pada umumnya terjadi pada kelompok-kelompok primer. Maka dapat juga
disebut sebagai kerjasama primer.
AGUS SANTOSA - SOSIOLOGI KELAS X IPS
8
Dalam masyarakat modern, di mana telah terjadi pembagian tugas yang telah melembaga
(institutionalized), misalnya dalam sebuah sistem birokrasi pemerintahan, terdapat individu
atau sekelompok individu yang karena tugas pokok dan fungsinya harus menjalan pekerjaanpekerjaan tertentu yang berbeda dengan individu atau kelompok lainnya yang harus
menjalankan pekerjaan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Mereka itu sedang
menjalankan kerjasama tidak langsung. Misalnya ada yang membuat rencana, ada yang
melaksanakan kegiatan, ada yang melakukan monitoring dan mengevaluasi. Ini merupakan
kerjasama tidak langsung. Pada umumnya terjadi pada kelompok-kelompok sekunder, maka
sering juga disebut kerjasama sekunder.
Kerja sama timbul ketika orang-orang menyadari adanya kepentingan yang sama pada saat
bersamaan, dan mempunyai pengertian bahwa kepentingan yang sama tersebut dapat lebih
mudah dicapai apabila dilakukan bersama-sama.
Motivasi mengapa bekerjasama ada beberapa, seperti
a. menghadapi tantangan bersama,
b. menghadapi pekerjaan yang memerlukan tenaga massal,
c. melaksanakan upacara keagamaan,
d. menghadapi musuh bersama,
e. memperoleh keuntungan ekonomi,
f. untuk menghindari persaingan bebas, menggalang terjadinya integrasi sosial (keutuhan
masyarakat).
Bentuk-bentuk kerjasama
Kerjasama di antara individu atau kelompok baik langsung atau primer maupun tidak langsung
atau sekunder dalam masyarakat paling tidak ada tiga bentuk, yaitu
a. bargaining, yaitu atau tawar-menawar, dapat juga disebut sebagai negosiasi untuk
mencapai kesepakatan dalam kerjasama pertukaran barang atau jasa, atau pertukaran sosial
lainnya; perbedaan kemampuan antar-individu memungkinkan terjadinya berbagai macam
pertukaran sosial dalam masyarakat, tidak hanya pertukaran barang dan jasa.
b. Kooptasi, yaitu usaha ke arah kerjasama yang dilakukan dengan jalan menyepakati
pimpinan yang akan ditunjuk untuk mengendalikan jalannya kelompok atau organisasi.
Kooptasi dapat pula diartikan sebagai kerja sama dalam penerimaan unsur baru dalam
kepemimpinan dan pengambilan keputusan untuk menghindari kegoncangan stabilitas
kelompok
c. Koalisi, yaitu kerjasama yang terhadi di antara dua kelompok atau lebih yang mempunyai
tujuan atau kepentingan sama dengann cara bekerjasama. Bentuk ini sangat sering
digunakan oleh dua partai politik atau lebih dalam usaha menyukseskan jalannya calon
pemimpin menjadi pemimpin, misalnya dalam pemilihan kepala daerah atau pemilihan
presiden.
d. Bentuk patungan atau joint venture, yaitu kerjasama dalam bentuk usaha bersama untuk
mengusahakan suatu kegiatan, demi keuntungan bersama yang akan dibagi secara
proporsional. Kerjasama dilakukan dengan cara saling mengisi kekurangan dari pihakpihak yang terlibat dalam kerjasama.
AGUS SANTOSA - SOSIOLOGI KELAS X IPS
9
2. Akomodasi
Gillin dan Gillin menyatakan bahwa akomodasi merupakan istilah yang dipakai oleh para
sosiolog untuk menggambarkan keadaan yang sama dengan pengertian adaptasi yang
digunakan oleh para ahli biologi untuk menggambarkan proses penyesuaian mahluk hidup
dengan lingkungan alam di mana ia hidup.
Sebagai bentuk kerjasama, akomodasi merujuk pada berbagai macam perjanjian kerja antara
indibidu atau kelompok-kelompok yang saling bersaing atau bahkan di antara mereka yang
berkonflik. Akomodasi tidak selalu mengakhiri konflik, tetapi dapat meredakan konflik untuk
sementara waktu. Akomodasi dapat digunakan untuk bersama—sama mencari solusi atas
masalah yang memisahkan mereka.
Tujuan akomodasi, antara lain:
a. Untuk mengurangi pertentangan antara orang-orang atau kelompok-kelompok akibat
perbedaan faham. Dalam hal ini akomodasi diarahkan untuk memperoleh sintesa baru dari
faham-faham yang berbeda.
b. Untuk mencegah meledaknya pertentangan untuk sementara waktu
c. Untuk memungkinkan dilangsungkannya kerjasama di antara individu-individu atau
kelompok-kelompok yang karena faktor psikologi atau kebudayaan menjadi terpisah satu
dari lainnya
d. Mengusahakan peleburan antara kelompok-kelompok yang sebelumnya terpisah
Bentuk-bentuk akomodasi sebagai proses menghindarkan, meredakan atau mengakhiri konflik,
antara lain:
a. Coersion, dapat disebut akomodasi sepihak, karena pihak lain tidak berdaya menghadapi
pemaksaan oleh kelompok yang berkuasa; jadi bentuk akomodasi ini terjadi karena
ketimpangan kekuasaan atau pengaruh di antara dua pihak atau lebih
b. Kompromi (compromise), yaitu bentuk akomodasi yang dilakukan dengan cara masingmasing pihak yang akan bekerjasama saling mengurangi tuntutan, misalnya kompromi
antara buruh dengan majikan tentang jam kerja atau upah.
c. Toleransi, yaitu bentuk akomidasi yang berlangsung dengan cara saling menghargai,
menghormati, membiarkan di antara pihak-pihak yang sebenarnya saling berbeda,
sehingga memungkinkan terjadinya kerjasama
d. Konsiliasi, yatiu usaha yang bersifat kelembagaan untuk mempertemukan pihak-pihak
yang bertikai sehingga dicapai kesepakatan bersama, misalnya kementerian tenaga kerja
membentuk lembaga untuk menyelesaiakan sengketa antara buruh dengan majikan
e. Mediasi, yaitu usaha memungkinkan kerjasama dengan cara menggunakan bantuan atau
jasa pihak ketiga sebagai perantara yang bersifat netral; kedudukan pihak ketiga dalam
mediasi adalah sebagai penasehat dan tidak mempunyai wewenang untuk mengambil
keputusan
f. Arbitrase, yaitu bentuk akomodasi untuk memungkinkan terjadinya kerjasama, melalui
bantuan atau jasa pihak ketiga sebagaimana dalam mediasi, tetapi pihak ketiga dalam
arbitrase berwenang untuk mengambil keputusan penyelesaian, bagaimana kerjasama itu
dilangsungkan
g. Ajudikasi atau peradilan, yaitu usaha untuk memungkinkan kerjasama dengan cara
mengakiri sengketa atau konflik yang dilakukan melalui pengadilan.
AGUS SANTOSA - SOSIOLOGI KELAS X IPS
10
3. Asimilasi
Istilah asimilasi berasal dari kata assimilation yang berarti to render similar; banyak arti istilah
asimilasi, antara lain percampuran yang harmonis, pembauran, perpaduan, penerimaan. Proses
asimilasi dapat terjadi dalam kasus kelompok minoritas secara bertahap menyesuaikan diri
terhadap kebiasaan-kebiasaan, adat, atau kebudayaan yang berlaku pada kelompok mayoritas.
Misalnya pembauran kelompok Tionghoa ke dalam masyarakat sukubangsa di mana ia tinggal
dan menetap.
Dengan kata lain, secara sosiologis, asimilasi merupakan bercampurnya kelompok minoritas
ke dalam masyarakat atau kelompok dominan (the blending or fusing of minority groups into
the dominant society).
Asimilasi sejauh ini sering digunakan oleh negara untuk menciptakan integrasi sosial melalui
proses pembauran. Di Inggris, Perancis, Jerman, Amerika Serikat, Kanada, Australia, dan
Indonesia asimilasi digunakan untuk membentuk kebangsaaan. Negara-negara tersebut
membuka diri untuk migran, tetapi para migran harus belajar untuk hidup dengan adat dan tata
cara yang berlaku di negara tersebut, dan meninggalkan cara hidup dan adat istiadat dari negara
asalnya.
Di Indonesia juga menerapkan konsep asimilasi untuk kaum pendatang, seperti etnis Tionghoa,
Arab, India, dan Eropa supaya lebih pribumi. Pada tahun 1961 Indonesia membuat piagam
asimilasi dan menerbitkan Kepres pada tahun 1966, tentang asimilasi, harapannya para etnis
pendatang itu dapat membaur dengan cara mengadopsi cara hidup pribumi, termasuk unsurunsur bahasa dan kesenian, bahkan para keturunan Tionghoa diimbau untuk mengganti
namanya dengan nama yang lebih Indonesia.
Asimilasi akan terjadi apabila:
a. dua kelompok yang berbeda kebudayaan
b. individu/warga kelompok saling bertemu dan bergaul intensif dalam waktu yang lama,
sehingga
c. terjadi kontak kebudayaan (akulturasi) yang memungkinkan dua kelompok yang berbeda
itu saling mengadopsi (meminjam) unsur-unsur kebudayaan
d. cara hidup dan kebudayaan dua kelompok itu saling menyesuaikan diri sehingga masingmasing mengalami perubahan
Interaksi sosial yang menghasilkan asimilasi: bersifat pendekatan
a. tidak mengalami hambatan dan pembatasan
b. interaksi berlangsung primer
c. interaksi berlangsung dengan frekuensi yang tinggi dan dalam keseimbangan
Hal-hal yang mempermudah asimilasi:
a. toleransi
b. kesempatan yang seimbang dalam proses ekonomi
c. sikap menghargai orang asing dengan segenap kebudayaannya
d. sikap terbuka dari golongan yang berkuasa (elite/the rulling class)
e. persamaan unsur-unsur kebudayaan
f. perkawinan campuran (amalgamasi)
Hal-hal yang menghambat asimilasi:
AGUS SANTOSA - SOSIOLOGI KELAS X IPS
11
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
terisolirnya suatu kelompok
kurangnya pengetahuan terhadap kebudayaan lain
adanya prasangka terhadap kebudayaan lain
penilaian bahwa kebudayaan kelompoknya lebih tinggi derajatnya (ethnosentrisme)
Loyalitas yang berlebihan kepada kelompok bawaan lahirnya (primordialisme)
in group feeling yang kuat
perbedaan warna kulit dan ciri-ciri badaniah (ras)
Karena asimilasi berkaitan dengan proses yang mendahuluinya, yakni akulturasi, maka berikut
dikemukakan beberapa hal yang berkait dengan proses akulturasi atau kontak kebudayaan itu.
Unsur-unsur kebudayaan yang mudah diterima:
a. Unsur kebudayaan material dan teknologi
b. Unsur kebudayaan yang mudah disesuaikan
c. Unsur kebudayaan yang dampaknya tidak begitu mendalam, misalnya mode (fashion) atau
unsur kesenian
Unsur kebudayaan yang tidak mudah diterima:
a. Unsur-unsur yang berkaitan dengan nilai yang mendasari pola berfikir dan cara hidup,
misalnya: agama, ideologi atau falsafah hidup
b. Unsur kebudayaan yang telah tersosialisasi dan terinternalisasikan secara luas dan
mendalam: sistem kekerabatan (discent), makanan pokok, kebiasaan makan, dan
sebagainya.
Kelompok dalam masyarakat yang mudah menerima kebudayaan baru:
a. golongan muda yang identitas diri dan kepribadiannya belum mantap
b. kelompok masyarakat yang tidak mapan atau anti kemapanan
c. kelompok masyarakat yang berada dalam tekanan, misalnya kaum minoritas
d. golongan terdidik (kelas menengah/perkotaan)
Bentuk-bentuk Interaksi sosial disosiatif
Terdapat tiga bentuk utama dari proses interaksi sosial disosiatif, yaitu: (1) persaiangan
(kompetisi), (2) konflik (pertikaian), dan (3) kontravensi. Uraian singkatnya sebagai berikut.
1. Persaingan (Kompetisi)
Sebagaimana kerjasama, kompetisi atau persaingan merupakan bentuk interaksi sosial yang
universal, karena hampir ditemukan di semua masyarakat dalam berbagai lapisan ataupun
kelompok sosial. Orang-orang saling bekerja sama atau bersaing dalam mendapatkan ruang
hunian, pasangan hidup, kekuasaan, kekayaan, pendidikan, dan sebagainya.
Persaingan merupakan suatu proses sosial di mana orang-perorangan atau kelompok-kelompok
saling memperebutkan sesuatu yang menjadi pusat perhatian dengan cara berusaha menarik
perhatian atau mempertajam prasangka, tanpa disertai dengan tindakan kekerasan ataupun
ancaman, melainkan dengan peningkatan mutu atau kualitas diri.
Persaingan mempunyai dua tipe umum, yaitu:
a. bersifat personal/pribadi atau perorangan (rivalry),
b. bersifat korporasi atau kelompok
AGUS SANTOSA - SOSIOLOGI KELAS X IPS
12
Ruang lingkup persaingan dapat diberbagai bidang kehidupan: ekonomi (perdagangan), sosial
(kesempatan pendidikan), budaya (kesenian, olahraga), politik (pemerintahan, partai politik)
maupun keagamaan (antar kelompok agama, aliran, madzab, sekte, dst.)
2. Konflik (Pertikaian)
Pertikaian atau konflik merupakan proses sosial seperti halnya kompetisi atau persaingan,
hanya bedanya pada pertikaian disertai dengan ancaman dan/atau tindak kekerasaan, baik fisik
maupun nonfisik.
Pertikaian dapat timbul karena:
a. perbedaan individual, berupa pendirian atau perasaan
b. perbedaan kebudayaan, berupa perbedaan sistem nilai atau norma
c. perbedaan kepentingan, berupa kepentingan ekonomi atau politik
d. perubahan sosial dan budaya yang berlangsung cepat sehingga para warga masyarakat
kesulitan menyesuaikan diri dengan keadaan baru, misalnya antara kelompok yang
mempertahankan status quo dengan kelompok reformis (pembaru).
Seperti halnya persaingan, pertikaian pun dapat berlangsung antara perorangan ataupun
kelompok.
3. Kontravensi
Kontravensi merupakan proses sosial yang berada di antara persaingan dan konflik.
Kontravensi merupakan sikap yang tersembunyi terhadap pihak-pihak lain atau terhadap unsurunsur kebudayaan suatu golongan. Sikap tersebut dapat berubah menjadi kebencian, tetapi
tidak sampai menimbulkan pertikaian.
Bentuk-bentuk kontravensi:
a. proses umum: perbuatan menolak, keengganan, menganggu proses atau mengacaukan
rencana
b. sederhana: menyangkal pernyataan di depan umum, memaki, mencerca, memfitnah,
menyebarakan selebaran atau melemparkan pembuktian kepada orang lain
c. intensif: menghasut, menyebarkan desas-desus
d. taktis: mengejutkan lawan dengan perang urat syaraf (psy war), unjuk kekuatan (show of
force), dan sebagainya.
D. Institusi Sosial Untuk Menciptakan Keteraturan Sosial
Dalam kehidupan sehari-hari sering rancu antara apa yang disebut institusi sosial dengan
kelompok sosial. Dalam pembahasan sosiologi, institusi sosial sering diganti dengan istilah
lembaga sosial, yang memiliki arti sepadan dengan istilah pranata sosial dalam kajian
antroplologi. Hal ini berbeda dengan yang diistilahkan dengan kelompok sosial.
Kelompok sosial merupakan orang-orang yang berasosiasi untuk melakukan aktivitas-aktivitas
tertentu karena didasarkan oleh faktor-faktor seperti karena tinggal di wilayah yang sama,
karena menganut agama atau ideologi yang sama, karena merupakan anggota keluarga atau
AGUS SANTOSA - SOSIOLOGI KELAS X IPS
13
kerabat yang sama, atau karena kepentingan-kepentingan yang sama. Sedangkan institusi,
lembaga, atau pranata sosial merupakan serangkaian norma yang menata bagaimana para
warga masyarakat dalam melakukan kegiatan atau tindakan memenuhi kebutuhan hidup
tertentu dapat berlangsung baik dan teratur.
Apakah kalian dapat membedakan antara PSSI, PSIM, PSS, PERSIB, PERSIPURA, dan
sebagainya dengan permainan sepakbola? Jika dapat, artinya kalian mengerti perbedaan antara
kelompok dengan institusi, lembaga, atau pranata sosial. PSIM dan seterusnya merupakan
kelompok sosial, yaitu sejumlah orang yang berasosiasi untuk melakukan aktivitas bermain
sepak bola, sedangkan permainan sepak bola merupakan serangkaian norma yang berfungsi
untuk menata permainan atau pertandingan sepakbola sehingga dapat berlangsung baik dan
teratur.
Institusi, pranata, atau lembaga sosial pada dasarnya merupakan serangkaian nilai dan norma
sosial, karena itulah yang terkandung dalam institusi, pranata, atau lembaga sosial. Maka
sebagaimana nilai dan norma sosial, institusi, pranata, atau lembaga sosial akan menjadi
pengarah atau ukuran-ukuran yang digunakan oleh masyarakat, sehingga interaksi sosial di
antara para warga masyarakat dapat dikategorikan sebagai yang bersifat asosiatif atau
disosiatif, menjauhkan atau mendekatkan, membentuk keteraturan sosial atau menjadikan
masyarakat terbelah oleh proses disorganisasi atau disintegrasi sosial karena adanya
persaiangan, kontravensi, atau konflik.
Nilai dan Norma Sebagai Dasar Interaksi Sosial
Pengertian Nilai
Apabila Anda dihadapkan pada dua pilihan, mana yang akan Anda pilih karena menurut Anda
lebih baik: (1) menjadi kaya meskipun harus kehilangan nama baik, atau (2) mempertahankan
nama baik meskipun harus hidup secara pas-pasan?
Apabila pilihan Anda hadapkan kepada teman-teman Anda, barangkali akan mendapatkan
jawaban yang berbeda-beda. Ada yang menyatakan pilihan pertama lebih baik, tetapi ada juga
yang menganggap pilihan yang kedua lebih baik. Apa yang mendorong kita memilih salah
satu di antara dua pilihan tersebut? Itulah yang disebut dengan nilai.
Apa yang dimaksud dengan nilai? Dalam Kamus Sosiologi yang disusun oleh Soerjono
Soekanto disebutkan bahwa nilai (value) adalah konsepsi-konsepsi abstrak di dalam diri
manusia, mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk.
Prof. Notonegoro membedakan nilai menjadi tiga macam, yaitu: (1) Nilai material, yakni
meliputi berbagai konsepsi mengenai segala sesuatu yang berguna bagi jasmani manusia, (2)
Nilai vital, yakni meliputi berbagai konsepsi yang berkaitan dengan segala sesuatu yang
berguna bagi manusia dalam melaksanakan berbagai aktivitas, dan (3) Nilai kerohanian, yakni
meliputi berbagai konsepsi yang berkaitan dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan
kebutuhan rohani manusia: nilai kebenaran, yakni yang bersumber pada akal manusia (cipta),
nilai keindahan, yakni yang bersumber pada unsur perasaan (estetika), nilai moral, yakni yang
bersumber pada unsur kehendak (karsa), dan nilai keagamaan (religiusitas), yakni nilai yang
bersumber pada revelasi (wahyu) dari Tuhan.
AGUS SANTOSA - SOSIOLOGI KELAS X IPS
14
Nilai individual-nilai sosial
Seorang individu mungkin memiliki nilai-nilai yang berbeda, bahkan bertentangan dengan
individu-individu lain dalam masyarakatnya. Nilai yang dianut oleh seorang individu dan
berbeda dengan nilai yang dianut oleh sebagaian besar anggota masyarakat dapat disebut
sebagai nilai individual. Sedangkan nilai-nilai yang dianut oleh sebagian besar anggota
masyarakat disebut nilai sosial.
Ciri-ciri nilai sosial:
1. Nilai sosial merupakan konstruksi abstrak dalam pikiran orang yang tercipta melalui
interaksi sosial,
2. Nilai sosial bukan bawaan lahir, melainkan dipelajari melalui proses sosialisasi, dijadikan
milik diri melalui internalisasi dan akan mempengaruhi tindakan-tindakan penganutnya
dalam kehidupan sehari-hari disadari atau tanpa disadari lagi (enkulturasi),
3. Nilai sosial memberikan kepuasan kepada penganutnya,
4. Nilai sosial bersifat relative,
5. Nilai sosial berkaitan satu dengan yang lain membentuk sistem nilai,
6. Sistem nilai bervariasi antara satu kebudayaan dengan yang lain,
7. Setiap nilai memiliki efek yang berbeda terhadap perorangan atau kelompok,
8. Nilai sosial melibatkan unsur emosi dan kejiwaan, dan
9. Nilai sosial mempengaruhi perkembangan pribadi.
Fungsi nilai sosial.
Nilai Sosial dapat berfungsi:
1. Sebagai faktor pendorong, hal ini berkaitan dengan nilai-nilai yang berhubungan dengan
cita-cita atau harapan,
2. Sebagai petunjuk arah mengenai cara berfikir dan bertindak, panduan menentukan pilihan,
sarana untuk menimbang penghargaan sosial, pengumpulan orang dalam suatu unit sosial,
3. Sebagai benteng perlindungan atau menjaga stabilitas budaya.
Kerangka Nilai Sosial
Antara masyarakat yang satu dengan yang lain dimungkinkan memiliki nilai yang sama atau
pun berbeda. Cobalah ingat pepatah lama dalam Bahasa Indonesia: “Lain ladang lain belalang,
lain lubuk lain ikannya”, atau pepatah dalam bahasa Jawa: “desa mawa cara, negara mawa
tata”. Pepatah-pepatah ini menunjukkan kepada kita tentang adanya perbedaan nilai (dan
norma sosial) di antara masyarakat atau kelompok yang satu dengan yang lainnya.
Mengetahui sistem nilai yang dianut oleh sekelompok orang atau suatu masyarakat tidaklah
mudah, karena nilai merupakan konsep asbtrak yang hidup di alam pikiran para warga
masyarakat atau kelompok. Namun lima kerangka nilai dari Cluckhohn yang di Indonesia
banyak dipublikasikan oleh antropolog Koentjaraningrat berikut ini dapat dijadikan acuan
untuk mengenali nilai macam apa yang dianut oleh suatu kelompok atau masyarakat.
Lima kerangka nilai yang dimaksud adalah:
1. Tanggapan mengenai hakekat hidup (MH), variasinya: ada individu, kelompok atau
masyarakat yang memiliki pandangan bahwa “hidup itu baik” atau “hidup itu buruk”,
AGUS SANTOSA - SOSIOLOGI KELAS X IPS
15
2.
3.
4.
5.
Tanggapan mengenai hakikat karya (MK), variasinya: ada orang yang menganggap karya
itu sebagai status, tetapi ada juga yang menganggap karya itu sebagai fungsi,
Tanggapan mengenai hakikat waktu(MW), variasinya: ada kelompok yang berorientasi ke
masa lalu, sekarang atau masa depan,
Tanggapan mengenai hakikat alam (MA), Variainya: masyarakat Industri memiliki
pandangan bahwa manusia itu berada di atas alam, sedangkan masyarakat agraris memiliki
pandangan bahwa manusia merupakan bagian dari alam. Dengan pandangannya terhadap
alam tersebut, masyarakat industri memiliki pandangan bahwa manusia harus menguasai
alam untuk kepentingan hidupnya, sedangkan masyarakat agraris berupaya untuk selalu
menyerasikan kehidupannya dengan alam,
Tanggapan mengenai hakikat manusia (MM), variasi: masyarakat tradisional atau feodal
memandang orang lain secara vertikal, sehingga dalam masyarakat tradisional terdapat
perbedaan harga diri (prestige) yang tajam antara para pemimpin (bangsawan) dengan
rakyat jelata. Sedangkan masyarakat industrial memandang manusia yang satu dengan
yang lain secara horizontal (sejajar).
Pengertian Norma sosial
Kalau nilai merupakan pandangan tentang baik-buruknya sesuatu, maka norma merupakan
ukuran yang digunakan oleh masyarakat apakah tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau
sekelompok orang merupakan tindakan yang wajar dan dapat diterima karena sesuai dengan
harapan sebagian besar warga masyarakat ataukah merupakan tindakan yang menyimpang
karena tidak sesuai dengan harapan sebagian besar warga masyarakat.
Apa hubungannya antara nilai dengan norma? Norma dibangun di atas nilai sosial, dan norma
sosial diciptakan untuk menjaga dan mempertahankan nilai sosial. Pelanggaran terhadap norma
akan mendapatkan sanksi dari masyarakat.
Berbagai macam norma dalam masyarakat
Dilihat dari tingkat sanksi atau kekuatan mengikatnya terdapat:
1. Tata cara atau usage. Tata cara (usage); merupakan norma dengan sanksi yang sangat
ringat terhadap pelanggarnya, misalnya aturan memegang garpu atau sendok ketika
makan, cara memegang gelas ketika minum. Pelanggaran atas norma ini hanya dinyatakan
tidak sopan.
2. Kebiasaan (folkways). Kebiasaan (folkways); merupakan cara-cara bertindak yang
digemari oleh masyarakat sehingga dilakukan berulang-ulang oleh banyak orang.
Misalnya mengucapkan salam ketika bertemu, membungkukkan badan sebagai tanda
penghormatan kepada orang yang lebih tua, dst.
3. Tata kelakuan (mores). Tata kelakuan merupakan norma yang bersumber kepada filsafat,
ajaran agama atau ideology yang dianut oleh masyarakat. Pelanggarnya disebut jahat.
Contoh: larangan berzina, berjudi, minum minuman keras, penggunaan napza, mencuri,
dst.
4. Adat (customs). Adat merupakan norma yang tidak tertulis namun sangat kuat mengikat,
apabila adat menjadi tertulis ia menjadi hukum adat.
5. Hukum (law). Hukum merupakan norma berupa aturan tertulis, ketentuan sanksi terhadap
siapa saja yang melanggar dirumuskan secara tegas. Berbeda dengan norma-norma yang
lain, pelaksanaan norma hukum didukung oleh adanya aparat, sehingga memungkinkan
pelaksanaan yang tegas.
AGUS SANTOSA - SOSIOLOGI KELAS X IPS
16
Mode atau fashion.
Di samping lima macam norma yang telah disebutkan itu, dalam masyarakat masih terdapat
satu jenis lagi yang mengatur tentang tindakan-tindakan yang berkaitan dengan estetika atau
keindahan, seperti pakaian, musik, arsitektur rumah, interior mobil, dan sebagainya. Norma
jenis ini disebut mode atau fashion. Fashion dapat berada pada tingkat usage, folkways, mores,
custom, bahkan law.
Institusionalisasi
Bagaimana instutisi sosial itu terbentuk? Proses pembentukan institusi sosial dinamakan proses
institusionalisasi, yaitu suatu proses penggantian tindakan-tindakan spontan dan coba-coba
(eksperimental) dengan perilaku yang “diharapkan”, “dipolakan”, “diatur”, serta “dapat
diramalkan”.
Proses utamanya adalah sosialiasasi. Melalui sosialisasi maka cara hidup, tindakan-tindakan
sosial, nilai, dan norma sosial itu dibelajarkan kepada para anggota masyarakat, terutama
kepada warga baru atau anak-anak sejak kelahirannya. Karena ada proses sosialisasi inilah
maka, apabila sebuah keluarga merupakan keluarga yang menganut agama tertentu, misalnya
Islam, maka yang diharapkan, dipoakan, diatur, serta dapat diramalkan bahwa anak-anak yang
lahir di keluarga itu juga menganut agama yang sama dengan yang dianut oleh orangtuanya.
Itu sebagian besarnya. Memang dapat terjadi, agama yang dianut oleh anak-anak berbeda
dengan yang dianut oleh orangtuanya. Tetapi itu terjadi dalam frekuensi yang kecil, dan itu
terjadi setelah anak-anak tersebut mengalami sosialisasi di luar keluarganya.
Melalui apa sosialisasi itu dilangsungkan? Sosialisasi dapat berlangsung melalui media-media
atau agen-agen sosialisasi, antara lain sebagai berikut.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Keluarga
Teman sepermaianan
Lembaga pendidikan
Lingkungan kerja
Lingkungan agama
Media massa
Adanya institusi sosial dan proses sosialisasi inilah maka interkasi sosial di antara para warga
masyarakat membentuk keteraturan sosial.
Keteraturan sosial terjadi apabila tindakan dan interaksi sosial di antara para warga masyarakat
berlangsung sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku. Menurut para penganut teori
fungsionalisme struktural, meskipun di dalam masyarakat terdapat unsur-unsur sosial yang
saling berbeda, tetapi unsur-unsur tersebut cenderung saling menyesuaikan sehingga
membentuk suatu keseimbangan (equilibrium) dalam kehidupan sosial. Sedangkan menurut
para penganut teori konflik, keteraturan sosial akan terjadi apabila dalam masyarakat terdapat
unsur sosial yang dominan (menguasai) atau adanya ketergantungan ekonomi satu terhadap
lainnya. Wujud nyata dari keseimbangan ini adalah keteraturan sosial, yaitu kondisi di mana
cara berfikir, berperasaan dan bertindak serta interaksi sosial di antara para warga masyarakat
selaras (konformis) dengan nilai-nilai dan norma-norma sosial yang belaku dalam masyarakat
yang besangkutan.
AGUS SANTOSA - SOSIOLOGI KELAS X IPS
17
Mengapa dalam masyarakat terjadi keteraturan sosial?
Proses-proses yang telah disebut di depan, yaitu instutusionalisasi atau pembentukan lembaga
sosial, sosialisasi, ditambah dengan pengendalian sosial, semuanya menyumbang pada
terbentuknya keteraturan sosial.
Maka jadilah apa yang dikatakan oleh Peter L. Berger, bahwa masyarakat itu merupakan
penjara bagi anggota-anggotanya. Begitu individu berstatus sebagai warga masyarakat tertentu,
maka ia dihadapkan pada pilihan-pilihan seperti cara hidup yang baku, yang diharapkan, yang
dipolakan, dan harus seperti itu. Ia dihadapkan pada proses pembelajaran cara hidup atau
sosialisasi yang terkadang juga berlangsung represif dan memaksa. Jika anggota masyarakat
itu menunjukkan perilaku yang berbeda, atau menyimpang, maka ia dihadapkan pada prosesproses pengendalian sosial. Pengendalian sosial dapat memaksa karena pada jenis dan dalam
tingkat tertentu pengendalian sosial memiliki aparat (petugas) dan sistem sanksi, yaitu beban
penderitaan (fisik, psikologis, atau ekonomi) yang dapat ditimpakan terhadap warga
masyarakat yang berperilaku berbeda dari yang diharapkan atau melanggar norma sosial atau
hukum.
Mengapa institusi, pranata atau lembaga sosial berperan dalam pembentukan
keteraturan sosial?
Lembaga, institusi, atau pranata sosial dapat berperan dalam pembentukan keteraturan sosial
karena memiliki karakteristik tertentu, antara lain
1. Merupakan suatu organisasi pola pemikiran dan perilakuan yang terwujud sebagai
aktivitas warga masyarakat yang berpijak pada suatu “nilai tertentu” dan diatur oleh:
kebiasaan, tata kelakuan, adat istiadat maupun hukum
2. memiliki tingkat kekekalan relatif tertentu.
3. mempunyai satu atau beberapa tujuan yang ingin dicapai atau diwujudkan.
4. Memiliki alat-alat perlengkapan baik keras (hardware) maupun lunak (soft ware)
5. Memiliki simbol atau lambang tersendiri.
6. Memiliki dokumen atau tradisi baik lisan maupun tertulis yang berfungsi sebagai landasan
atau pangkal tolak untuk mencapai tujuan serta melaksanakan fungsi
Karena karakteristik tersebut maka lembaga, institusi, atau pranata sosial dapat berfungsi,
antara lain:
1. Sebagai pedoman bertingkah laku dan beraktivitas karena pijakannya yang berupa nilai
dan norma tertentu yang tidak mudah berubah
2. Menjaga keutuhan masyarakat, karena setiap lembaga mempunyai tujuan yang ingin
diwujudkan dan adanya simbol-simbol yang didukung bersama
3. Sebagai alat/sarana pengendalian sosial, karena dalam lembaga sosial memuat tradisitradisi baik lisan maupun tertulis sebagai landasan atau pangkal tolak untuk mencapai
tujuan serta melaksanakan fungsi tertentu
4. Dalam masyarakat terdapat berbagai macam lembaga sosial yang semuanya berhubungan
dengan pengaturan aktivitas warga masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup
tertentu, beberapa lembaga yang pokok adalah keluarga, ekonomi, pendidikan, politik, dan
agama.
AGUS SANTOSA - SOSIOLOGI KELAS X IPS
18
Beberapa lembaga yang ada dalam masyarakat
1.
Lembaga keluarga
Lembaga ini berhubungan dengan kebutuhan para warga masyarakat untuk memiliki
keturunan, mengungkapkan perasaan kasih sayang dan cinta, menentukan orang-orang
yang masuk dalam kerabat atau tidak masuk dalam kerabat, tata nama dalam keluarga,
melaksanakan fungsi edukasi, sosialisasi, proteksi, juga jaminan ekonomi bagi para
anggota keluarga
2.
Lembaga ekonomi
Lembaga ekonomi berhubungan dengan bagaimana masyarakat memenuhi kebutuhankebutuhan warganya, mengingat alat-alat atau sumber yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan terbatas adanya, dihadapkan pada kebutuhan yang selalu meningkat dari waktu
ke waktu baik kuantitas maupun kualitasnya. Secara khusus, lembaga ekonomi berfungsi
menata aktivitas produksi, distribusi, dan konsumsi barang-barang atau jasa yang
diperlukan oleh masyarakat
3.
Lembaga pendidikan
Secara umum lembaga pendidikan berfungsi dalam proses pewarisan nilai dan budaya,
pengembangan ilmu pengetahuan dan tekonologi, perubahan-perubahan cara berfikir dari
para anggota-anggota masyarakat. Secara khusus lembaga pendidikan dapat berfungsi
dalam membekali para warga masyarakkat keterampilan untuk mencari nafkah,
pengembangan diri, meningkatkan cita rasa keindahan, meningkatkan taraf kesehatan,
juga semangat kebangsaan.
4.
Lembaga politik
Lembaga politik diperlukan oleh warga masyarakat untuk mengatur kekuasaan dalam
masyarakat; bagaimana kekuasaan itu diperoleh, dipertahankan, dan digunakan untuk
menciptakan kesejahteraan umum dan melindungi warga masyarakat dari ancamanancaman yang berasal dari dalam ataupun luar masyarakat.
5.
Lembaga agama
lembaga agama berfungsi dalam menata kegiatan warga masyarakat yang berkaitan
dengan keyakinan dan praktek keagamaan (umat beragama, peralatan dan ritus/upacara
keagamaan, doktrin/keyakinan, dan emosi keagamaan). Tetapi juga memiliki fungsi laten,
seperti menciptakan lingkungan pergaulan, arsitektur dan seni profetik, pendidikan, dan
sebagainya. Bahkan, dalam masyarakat suatu negara yang berbasis agama, ketentuanketentuan dalam agama dapat menjadi sumber hukum positif yang mengikat warga.
Tentu saja masih terdapat lembaga-lembaga sosial yang lain, karena memang kebutuhan hidup
manusia itu selalu berkembang, dan adanya kepentingan agar warga masyarakat dalam
beraktivitas untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup tersebut dapat berlangsung baik dan
teratur. Di samping lima lembaga yang pokok seperti tersebut di atas, masih ada lembagalembaga seperti lembaga estetika dan keindahan, lembaga ilmu pengetahuan, rekreasi, dan
olahraga. Semua diperlakukan agar dalam masyarakat terbentuk keteraturan sosial.
Proses Pembentukan Keteraturan Sosial
Proses pembentukan keraturan sosial dapat digambarkan sebagai berikut, bahwa kunci utama
terjadinya keteraturan sosial adalah adanya tatanan sosial yang berupa nilai dan norma sosial
AGUS SANTOSA - SOSIOLOGI KELAS X IPS
19
yang diketahui, diakui, dan dipatuhi oleh sebagaian besar warga masyarakat. Apalagi kalau
sistem nilai dan norma itu telah melembaga (institutionalized).
Apabila tindakan-tindakan dan interaksi sosial para warga masyarakat sesuai dengan nilai dan
norma sosial yang berlaku maka akan terbentuk pola-pola sosial yang merupakan bentuk umum
dari tindakan dan interaksi sosial di antara para warga masyarakat. Dengan adanya pola
tindakan dan interaksi masyarakat merasa nyaman dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan
hidupnya sehingga berusaha untuk mempertahankan bentuk-bentuk tersebut, sehingga jadilah
pola yang berulang-ulang (recurring pattern).
Adanya bentuk umum dan kontinuitas dari tindakan dan interaksi sosial dari individu-individu
anggota masyarakat dapat membentuk keteraturan sosial karena tindakan-tindakan dari
individu-individu tersebut dapat diramal oleh individu lain sehingga menyesuaikan tindakantindakannya.
AGUS SANTOSA - SOSIOLOGI KELAS X IPS
20
Perhatikan gambar berikut.
INSTITUSI, PRANATA,
atau LEMBAGA SOSIAL
TERTIB SOSIAL
Nilai dan Norma sosial
dalam Masyarakat
Usage
Folkways
Mores
Custom
Law
Fashion
Serangkain nilai dan norma sosial
yang diterima oleh sebagaian
besar warga masyarakat untuk
menata aktivitas warga
masyarakat dalam memenuhi
kebutuhan hidup yang pokok
Institusionalisasi
SOSIALISASI DAN
PENGENDALIAN
SOSIAL
PERILAKU, TINDAKAN, DAN INTERAKSI SOSIAL DI ANTARA PARA
WARGA MASYARAKAT
POLA SOSIAL
KEAJEGAN SOSIAL
kontinuitas pola karena dilakukan
berulang (recurring pattern)
Bentuk umum tindakan dan
interaksi sosial warga
masyarakat
PERILAKU WARGA
MASYARAKAT
DAPAT DIRAMAL
KETERATURAN/KETERTIBAN
SOSIAL
(SOCIAL ORDER)
Sistem kemasyarakatan, hubungan, dan kebiasaan
yang berlangsung secara lancar demi mencapai
tujuan hidup bermasyarakat
Gambar 2.2
Alur Terbentuknya Keteraturan Sosial
AGUS SANTOSA - SOSIOLOGI KELAS X IPS
21
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
Agus Santosa. 2010. Sukses Ujian Sosiologi SMA. Jakarta: PT Yudhistira.
Dyole Paul Johnson. 1981. Teori-teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jakarta: PT
Gramedia.
George Ritzer (Ed). 2013. Sosiologi. (Terjemahan) Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Horton, Paul B. dan Hunt, Chester L. 1999. Sosiologi; Edisi Keenam Jilid I. Jakarta: PT
Erlangga.
Henslin, James M. 2006. Sosiologi Dengan Pendekatan Membumi (Judul Asli:
Essentials of Sociology). Jakarta: PT Erlangga.
J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto (ed.). 2006. Sosiologi Teks Pengantar dan
Terapan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
John Scott. 2013. Sosiologi The Key Concept. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Kamanto Soenarto. 1993. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI.
Ken Plummer. 2011. Sosiologi The Basic, Terjemahan oleh Nanang Martono dan
Sisworo. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta
Margaret M. Poloma. 1998. Sosiologi Kontemporer. Terjemahan dari Contemporary
Sociological Theory. Jakarta: PT Rajawali Pers.
Nasikun. 1996. Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: PT Rajawali Pers.
Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi. 1986. Setangkai Bunga Sosiologi. Jakarta:
Yasbit FE UI.
Soerjono Soekanto. 1990. Sosiologi Suatu Pantantar; Edisi Baru Keempat, Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.
Soerjono Soekanto. 1985. Kamus Sosiologi; Edisi Baru. Jakarta: Rajawali Pers.
Soerjono Soekanto. 2002. Mengenal Tujuh Tokoh Sosiologi. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada
Sunyoto Usman. 2012. Sosiologi: Sejarah, Teori, dan Metodologi. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Tim Sosiologi. 2004. Sosiologi Suatu Kajian Kehidupan Masyarakat Kelas 1 SMA.
Jakarta: PT Yudhistira.
AGUS SANTOSA - SOSIOLOGI KELAS X IPS
22
Download