BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Peningkatan kasus infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) memerlukan deteksi cepat untuk kepentingan diagnosis dan tatalaksana. Unit pelayanan voluntary conseling and testing (VCT), klinik antenatal maupun beberapa klinik atau rumah sakit di negara berkembang memiliki keterbatasan apabila harus melakukan pemeriksaan serologi HIV dengan metode enzyme immunoassay (EIA). Sekitar 40%-50% orang yang datang ke unit pelayanan VCT tidak kembali untuk menerima hasil pemeriksaannya, hal ini menghilangkan manfaat dari konseling dan testing sukarela. Penelitian menunjukkan penggunaan kombinasi tes cepat HIV memberi hasil yang sebanding dengan EIA atau Western Blot (WB). Tes cepat untuk pemeriksaan penyaring (screening test) diagnosis HIV menjadi pilihan pada keadaan demikian dalam upaya memberikan pelayanan pada masyarakat berisiko tinggi untuk mengetahui status HIV mereka (Branson, 2003; Greenwald et al., 2006). Badan dunia yang menangani masalah AIDS dan WHO (World Health Organization) merekomendasikan penggunaan strategi tes dengan kombinasi tes penyaring sesuai dengan tujuan penggunaan dan prevalensi infeksi HIV pada populasi. Sensitivitas dan spesifisitas reagensia tes cepat harus diperhatikan dalam pemilihan reagensia yang digunakan. Pemeriksaan immunoassay dengan metode cepat dapat memberikan hasil dalam waktu singkat, relatif mudah dilakukan dan 1 tidak memerlukan alat khusus (WHO, 2010). Kementrian Kesehatan (Kemenkes) bekerjasama dengan Departemen Patologi Klinik FKUI/RSCM telah mengevaluasi beberapa reagensia tes cepat yang dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam menentukan pilihan. Standar Kemenkes dalam penggunaan kombinasi reagensia adalah sensitivitas reagen I ≥99% dan spesifisitas ≥98%, spesifisitas reagen II ≥98% ˃ reagen I, spesifisitas reagen III ≥99% ˃ reagen II, jenis pemeriksaan berbeda, jenis antigen berbeda, dan hasil discordant ˂5%. Setiap rumah sakit yang memiliki fasilitas polymerase chain reaction (PCR) dianjurkan melakukan evaluasi sendiri terhadap reagensia tes cepat yang digunakannya, dan peneliti memilih tes cepat generasi ketiga yang memiliki sensitivitas paling tinggi sebagai tes penyaring pertama yang digunakan di RSUP Dr. M. Djamil Padang. (Sukartini, 2006; Kemenkes RI, 2015). Tes cepat HIV generasi ketiga dapat mendeteksi antibodi HIV-1 dan HIV-2 berdasarkan prinsip imunokromatografi lateral flow menggunakan antigen spesifik dan konjugat yang telah digabungkan pada carik nitroselulosa. Tes cepat ini digunakan sebagai pemeriksaan penyaring pada individu yang berisiko tinggi HIV. Tes cepat ini juga dipakai untuk menyaring darah donor dan produk darah yang lain, transplantasi, serta surveilans pada daerah dengan perkiraan prevalensi infeksi HIV >10% (WHO, 2009). Infeksi akut HIV dapat dideteksi dengan pemeriksaan ribonucleic acid (RNA) HIV dan antigen p24 sebagai pemeriksaan konfirmasi sebelum antibodi terbentuk (Tao et al., 2013) . Pemeriksaan RNA HIV membutuhkan biaya mahal dan tidak tersedia pada semua laboratorium. Laboratorium yang tidak memiliki 2 fasilitas pemeriksaan PCR dapat menggunakan tes cepat HIV generasi ketiga sebagai pemeriksaan penyaring infeksi HIV (Stanley, 2002). Penelitian Seema Bhatt et al., (2004) melaporkan tes HIV generasi ketiga memiliki sensitivitas 94% dan spesifisitas 100% pada 50 sampel dengan faktor risiko HIV dan pada 40 sampel sehat dibandingkan Western Blot sebagai baku emas. Penelitian Mehra et al., (2014) melaporkan tes cepat HIV generasi ketiga dibandingkan pemeriksaan HIV metode enzyme linked immunoabsorbent assay (ELISA) memiliki sensitivitas 77,5% dan spesifisitas 99,3%. Penelitian yang dilakukan oleh Departemen Patologi Klinik FKUI/RSCM tahun 2002 melaporkan tes cepat HIV generasi ketiga memiliki sensitivitas 98,03% dan spesifisitas 98,34%. Penelitian tentang tes cepat HIV generasi ketiga belum pernah dilaporkan di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Badan dunia yang menangani masalah AIDS melaporkan bahwa terdapat 34 juta orang terinfeksi HIV di dunia, sebanyak 2,5 juta orang terinfeksi setiap tahunnya dan 1,7 juta orang telah meninggal akibat AIDS (UNAIDS, 2013). Indonesia termasuk satu dalam 9 negara di dunia yang memiliki peningkatan kasus infeksi HIV pada usia 15-49 tahun >25%. Direktorat Jendral Penggendalian Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (PPM&PL) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia secara kumulatif menyatakan bahwa kasus HIV/AIDS di Indonesia sampai dengan Desember 2015 sebanyak 184.929 kasus HIV, dan 68.917 kasus AIDS (Kemenkes RI, 2015). Jumlah pasien HIV di Sumatera Barat dilaporkan tahun 2014 yaitu 1.136 orang, sebanyak 952 orang diantaranya menderita AIDS (Kemenkes RI, 2015). Sebanyak 685 orang tersangka infeksi HIV diperiksa di Laboratorium Sentral RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2014, 3 didapatkan 102 orang (14,9%) hasilnya reaktif. Jumlah ini meningkat pada tahun 2015 menjadi 942 orang tersangka infeksi HIV dan 146 orang (15,5%) diantaranya menunjukkan hasil reaktif (Data Laboratorium Sentral RSUP Dr. M. Djamil, 2015). Berdasarkan pemaparan di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana nilai diagnostik tes cepat HIV generasi ketiga pada pasien tersangka HIV dibandingkan dengan deteksi RNA HIV-1 menggunakan RT-PCR sebagai baku emas di RSUP Dr. M. Djamil Padang. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan pemaparan pada latar belakang, maka dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: 1. Berapakah sensitivitas tes cepat HIV generasi ketiga? 2. Berapakah spesifisitas tes cepat HIV generasi ketiga? 3. Berapakah nilai prediksi positif tes cepat HIV generasi ketiga? 4. Berapakah nilai prediksi negatif tes cepat HIV generasi ketiga? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Menentukan nilai diagnostik tes cepat HIV generasi ketiga pada pasien tersangka infeksi HIV. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui sensitivitas tes cepat HIV generasi ketiga 2. Mengetahui spesifisitas tes cepat HIV generasi ketiga 4 3. Mengetahui nilai prediksi positif tes cepat HIV generasi ketiga 4. Mengetahui nilai prediksi negatif tes cepat HIV generasi ketiga 1.4 Manfaat Penelitian 1. Menambah wawasan tentang nilai diagnostik tes cepat HIV generasi ketiga. 2. Masukan bagi klinisi untuk dapat menggunakan tes cepat HIV generasi ketiga sebagai tes penyaring menegakkan diagnosis HIV. 5