bab i pendahuluan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
I.1.
Latar belakang
Indonesia terletak diantara tiga lempeng utama dunia yaitu Lempeng Australia,
Lempeng Eurasia dan Lempeng Pasifik. Letak Indonesia yang berada di posisi ring
of fire menjadikan wilayahnya kerap kali diterpa bencana gempa bumi dan letusan
gunung berapi. Salah satu wilayah di Indonesia yang cukup sering mengalami gempa
bumi adalah Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta berada di bagian selatan
Pulau Jawa yang merupakan lokasi pertemuan antara Lempeng Eurasia dengan
Lempeng Australia. Adanya kondisi tersebut, menyebabkan wilayah Yogyakarta
sering mengalami gempa dengan skala kecil maupun skala besar. Salah satu contoh
gempa bumi skala besar yang pernah terjadi di Yogyakarta adalah gempa pada 27
Mei 2006. Menurut Badan Survei Geologi Amerika Serikat (U.S. Geological Survey
2006), kekuatan gempa saat itu sebesar 6,3 Skala Richter dengan kedalaman 10 km.
Pusat gempa terletak di daratan bagian selatan Yogyakarta, tepatnya pada 7.962°
Lintang Selatan dan 110.458° Bujur Timur. Gempa bumi di Yogyakarta tahun 2006
tersebut, menyebabkan banyak kerusakan dan menimbulkan banyak korban jiwa.
Salah satu wilayah di Yogyakarta yang mengalami kerusakan parah dan memiliki
jumlah korban jiwa cukup banyak akibat gempa tahun 2006 adalah Kabupaten
Bantul. Kabupaten Bantul menjadi salah satu wilayah yang mengalami banyak
kerugian akibat gempa saat itu. Contoh kerugian yang dialami adalah banyak rumah
yang mengalami kerusakan, mulai dari rusak ringan hingga rusak berat.
Bencana alam merupakan bagian dari lingkungan. Lingkungan merupakan
salah satu faktor yang dapat menjadi daya tarik suatu lokasi dan juga dapat
mempengaruhi nilai tanah lokasi tersebut. Diluar kebutuhan masyarakat akan tanah
yang semakin tinggi, lokasi yang berada pada lingkungan yang rawan bencana,
cenderung memiliki nilai tanah yang lebih rendah dibandingkan lokasi yang berada
jauh dari daerah bencana. Hal ini disebabkan karena masyarakat tidak terlalu tertarik
menempati tanah di lokasi rawan bencana. Namun demikian bencana alam terkadang
menjadi faktor yang akan mempengaruhi nilai tanah yang hanya sementara.
1
2
Akibat bencana gempa bumi yang terjadi pada tanggal 27 Mei 2006, telah
terjadi perubahan nilai tanah di Kabupaten Bantul. Kabupaten Bantul merupakan
daerah yang mengalami kerusakan parah sekaligus daerah yang terdampak langsung
terhadap gempa yang terjadi. Pernyataan tersebut didukung oleh adanya penelitian
yang telah dilakukan oleh Nuryati pada tahun 2008 tentang analisis perubahan nilai
tanah akibat gempa 27 Mei 2006 di Kecamatan Jetis dan Kecamatan Bantul
Kabupaten Bantul Yogyakarta. Penelitian yang telah dilakukan Nuryati (2008)
menghasilkan sebuah penemuan berupa nilai tanah di dua kecamatan tersebut
mengalami penurunan yang signifikan dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2007
dengan rata-rata penurunan nilai tanah yang terjadi adalah sebesar 37,32% akibat
adanya gempa Yogyakarta tahun 2006. Mengingat kebutuhan tanah yang semakin
meningkat dan bencana alam terkadang hanya menjadi salah satu faktor yang
mempengaruhi perubahan nilai tanah sesaat, maka perlu dilakukan penelitian untuk
mengetahui perubahan nilai tanah yang mungkin terjadi setelah gempa bumi pada
tanggal 27 Mei 2006.
Penelitian dilakukan di wilayah administratif tingkat dua yang sama dengan
penelitian yang dilakukan Nuryati (2008) yaitu di Kabupaten Bantul, hanya saja
kecamatan yang akan diteliti adalah Kecamatan Kasihan. Kecamatan Kasihan
merupakan kecamatan di Kabupaten Bantul yang lokasinya cukup dekat dengan
Kecamatan Bantul. Kecamatan Kasihan dipilih sebagai daerah penelitian karena
kecamatan tersebut mempunyai nilai tanah yang ekonomis dan didukung aksesnya
yang dekat dengan kota Yogyakarta maupun Kota Bantul. Selain itu, Kecamatan
Kasihan juga mengalami kerusakan insfrastruktur yang cukup banyak akibat gempa
bumi tahun 2006. Gempa tahun 2006 juga menyebabkan korban luka-luka yang
cukup banyak di Kecamatan Kasihan. Menurut data dari Departemen Pekerjaan
Umum 2006, sebanyak 1.035 orang mengalami luka-luka dan 54 orang meninggal
dunia.
Penelitian Nuryati (2008) dijadikan sebagai informasi dasar dalam penelitian
ini. Informasi tersebut adalah adanya penurunan nilai tanah setelah gempa terjadi.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perubahan nilai tanah yang terjadi setelah
gempa tahun 2006. Penelitan menggunakan data nilai tanah yang diperoleh dari peta
zona nilai tanah Kecamatan Kasihan tahun 2012, 2013 dan 2014. Pengolahan data
3
dilakukan dengan menggunakan metode analisis regresi linier berganda. Hasil
analisis berupa model nilai tanah tahun 2012, 2013 dan 2014. Perubahan nilai tanah
yang terjadi setelah gempa tahun 2006 dapat dilihat berdasarkan model tahun 2012,
2013 dan 2014 yang terbentuk.
I.2.
Rumusan masalah
Bencana alam menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi nilai tanah suatu
lokasi, namun pengaruh yang diberikan tidak berjangka waktu lama. Bencana alam
kemungkinan hanya menjadi faktor yang akan mempengaruhi nilai tanah sementara
atau sesaat setelah terjadi bencana. Sesaat setelah terjadi gempa bumi, kemungkinan
nilai tanah di lokasi tersebut akan menurun. Namun beberapa saat setelah bencana,
nilai tanah menjadi naik kembali seiring dengan meningkatnya kebutuhan
masyarakat atas tanah. Semakin meningkatnya kebutuhan atas tanah oleh masyarakat
setiap tahunnya, akan turut meningkatkan nilai jual suatu bidang tanah.
Akibat bencana gempa bumi yang terjadi pada tanggal 27 Mei 2006, telah
terjadi perubahan nilai tanah di Kabupaten Bantul. Nuryati (2008) menemukan suatu
perubahan nilai tanah di dua kecamatan di Kabupaten Bantul akibat gempa
Yogyakarta tahun 2006. Penelitian yang dilakukan Nuryati (2008) menggunakan
data selama 3 tahun antara tahun 2004 sampai dengan tahun 2007. Penelitian yang
dilakukan di Kecamatan Jetis dan Kecamatan Bantul tersebut menunjukkan adanya
perubahan berupa penurunan nilai tanah dengan rata-rata penurunan nilai tanah yang
terjadi adalah sebesar 37,32%.
Mengingat kebutuhan tanah yang semakin meningkat dan bencana alam
terkadang hanya menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi perubahan nilai tanah
sesaat, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui perubahan nilai tanah yang
mungkin terjadi setelah gempa bumi tanggal 27 Mei 2006 terjadi.
I.3.
Tujuan penelitian
Berdasarkan dari latar belakang yang tertera diatas, maka tujuan yang ingin
dicapai dari penelitian ini adalah mengetahui perubahan nilai tanah yang terjadi
setelah gempa tahun 2006 di Kecamatan Kasihan.
4
I.4.
Manfaat penelitian
Ada beberapa manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini, manfaat-manfaat
tersebut antara lain :
1. memberikan informasi mengenai besar perubahan nilai tanah setelah gempa
tahun 2006 di Kecamatan Kasihan, dan
2. memberikan referensi bagi peneliti lainnya yang akan melakukan penelitian di
bidang penilaian tanah.
I.5.
Tinjauan pustaka
Perubahan nilai tanah dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah satu faktor yang
mempengaruhi perubahan nilai tanah adalah faktor lokasi. Apabila bidang tanah
dekat dengan pusat kota, maka nilai bidang tanah tersebut akan semakin tinggi.
Tetapi apabila bidang tanah berada jauh dari pusat kota, maka nilai bidang tanah
tersebut akan semakin rendah. Untuk membuktikan perubahan nilai tanah
berdasarkan faktor lokasi, maka Ristiantri (2012) melakukan pemetaan nilai tanah di
Kelurahan Trirenggo Kecamatan Bantul Kabupaten Bantul. Ristiantri (2012)
menggunakan metode analisis regresi linier berganda dalam penelitiannya. Variabel
bebas yang digunakan yaitu jarak ke pusat pemerintahan, jarak ke jalan utama, jarak
ke sungai, luas, penggunaan tanah dan kelas jalan. Hasil dari penelitian ini bahwa
semakin jauh dari pusat pemerintahan Kabupaten Bantul tidak berarti nilai tanahnya
semakin rendah. Hal ini disebabkan karena terdapat daerah pusat kegiatan nasional
dan kawasan strategis di utara Kelurahan Trirenggo yang dijadikan pusat
pertumbuhan perekonomian sehingga pusat pemerintahan kurang mempengaruhi
nilai tanah.
Selain faktor lokasi, perubahan nilai tanah juga dapat dipengaruhi oleh faktor
ekonomi. Apabila suatu bidang tanah terletak dekat dengan kawasan perdagangan,
maka bidang tanah tersebut akan memiliki nilai tanah yang lebih tinggi daripada
bidang tanah yang berada jauh dari kawasan perdagangan. Purnamasari (2011)
pernah melakukan penelitian tentang nilai tanah. Tujuan dari penelitian ini yaitu
untuk membuat peta zona nilai tanah Kecamatan Kraton Kota Yogyakarta. Dalam
penelitiannya, Purnamasari (2011) menggunakan metode pendekatan biaya. Hasil
5
penelitian yang dilakukan Purnamasari (2011) yaitu dari 13 zona awal nilai tanah
yang dibuat, di Kecamatan Kraton memiliki 4 kelas nilai tanah. Nilai tanah tertinggi
terdapat pada kawasan yang terletak didekat jalan utama. Hal tersebut dikarenakan
jalan utama merupakan pusat perdagangan dan perekonomian masyarakat kraton.
Faktor lainnya yang dapat mempengaruhi perubahan nilai tanah adalah faktor
lingkungan. Salah satu faktor lingkungan yang memiliki dampak negatif adalah
bencana alam. Bencana alam yang terjadi akan menimbulkan banyak kerusakan dan
kerugian bagi warga masyarakat. Salah satu bencana alam yang menimbulkan
banyak kerusakan dan kerugian di masyarakat adalah gempa bumi. Gempa bumi
Yogyakarta pada tanggal 27 Mei 2006 diketahui memiliki pengaruh terhadap
perubahan nilai tanah di wilayah Yogyakarta dan sekitarnya. Hal ini didukung oleh
Nuryati (2008) yang melakukan penelitian tentang perubahan nilai tanah akibat
gempa 27 Mei 2006 di Kecamatan Jetis dan Kecamatan Bantul Kabupaten Bantul
Yogyakarta. Dalam penelitian tersebut, Nuryati (2008) menggunakan variabel bebas
yaitu jarak ke garis sesar opak, jarak ke pasar Bantul, luas tanah dan lebar jalan.
Hasil dari penelitian tersebut adalah nilai tanah di dua kecamatan mengalami
penurunan yang signifikan dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2007 dengan ratarata penurunan nilai tanah yang terjadi adalah sebesar 37,32%. Gempa berpengaruh
signifikan terhadap penurunan nilai tanah. Keberadaan sesar opak juga menjadi
pengaruh penurunan nilai tanah, semakin jauh dari sesar opak maka penurunan nilai
tanah semakin kecil.
Penelitian serupa juga pernah dilakukan di Kecamatan Prambanan Kabupaten
Klaten. Penelitian tersebut dilakukan oleh Anggrasari (2009) dengan tujuan untuk
mengetahui perubahan nilai tanah yang terjadi akibat gempa bumi. Dalam
penelitiannya, Anggrasari (2009) menggunakan variabel bebas yaitu luas tanah, jenis
penggunaan tanah, jarak ke jalan utama Yogya – Solo dan jarak ke sesar Opak.
Berdasarkan penelitian tersebut, diketahui bahwa sesar opak mempunyai pengaruh
yang cukup signifikan terhadap perubahan nilai tanah setelah terjadi gempa bumi.
Semakin dekat bidang tanah dengan sesar opak, maka nilai tanah akan semakin
menurun. Hasil dari penelitian tersebut adalah nilai tanah di Kecamatan Prambanan
mengalami penurunan yang signifikan setelah bencana gempa bumi 27 Mei 2006.
Penelitian yang dilakukan Nuryati (2008) dan Anggrasari (2009) menggunakan
6
metode yang sama dalam membentuk model penilaian, yaitu analisis regresi linier
berganda.
Bedasarkan penelitian Nuryati (2008) dan Anggrasari (2009) dapat
disimpulkan bahwa nilai tanah mengalami penurunan setelah bencana gempa bumi
terjadi di wilayah yang terdampak langsung oleh adanya gempa. Oleh karena itu
dilakukan penelitian tentang perubahan nilai tanah yang mungkin terjadi setelah
gempa bumi pada 27 Mei 2006 di Kecamatan Kasihan Kabupaten Bantul.
I.6.
Landasan teori.
I.6.1. Nilai dan harga
Nilai merupakan suatu perkiraan atau penghargaan terhadap suatu barang atau
benda. Nilai akan semakin tinggi apabila barang/benda mempunyai makna atau arti
bagi seseorang (Hidayati dan Harjanto 2003). Harga merupakan sejumlah uang yang
disepakati. Harga dicapai akibat terjadi suatu transaksi atau pertukaran dengan suatu
barang yang terjadi di pasar antara penjual dan pembeli. Penjual dan pembeli harus
mempunyai pengetahuan yang layak mengenai fakta uang relevan dan tidak dibawah
pengaruh, tekanan atau paksaan dan terjadi secara wajar. Eckert (1990) menyatakan
bahwa harga adalah besaran atau jumlah yang diminta, yang ditawarkan, atau dibayar
untuk suatu barang.
Harga dan nilai merupakan dua istilah yang pada dasarnya mempunyai
pengertian berbeda satu sama lain, namun keduannya saling berkaitan. Harga
merupakan fakta historis atas transaksi suatu properti yang didukung oleh
kemampuan finansial dan motivasi tertentu dari pembeli maupun penjual, sedangkan
nilai bukan merupakan fakta tetapi lebih merupakan perkiraan manfaat ekonomi atas
suatu barang atau jasa pada waktu tertentu.
Nilai tanah adalah ukuran nilai pada suatu bidang tanah berdasarkan
kemampuan tanah tersebut secara ekonomis dalam hal produktifitas dan strategi
ekonomisnya. Harga tanah merupakan penilaian atas suatu bidang tanah yang diukur
berdasarkan nilai nominal dalam satuan uang untuk satuan luas tertentu pada pasaran
tanah (Hidayati dan Harjanto 2003). Harga tanah akan ditentukan oleh nilai tanah.
7
Harga tanah akan mencerminkan tinggi rendahnya nilai tanah. Penentuan nilai dan
harga tanah akan sangat ditentukan oleh faktor-faktor yang menunjang manfaat,
kemampuan dan produktifitas ekonomi tanah tersebut.
I.6.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tanah
Nilai Tanah dipengaruhi oleh banyak faktor. Menurut Eckert (1990), ada empat
faktor yang mempengaruhi nilai tanah, yaitu :
a. Faktor Ekonomi.
Faktor ekonomi meliputi kegiatan perekonomian di suatu wilayah seperti
penawaran, permintaan, tingkat pendapatan dan lapangan kerja.
b. Faktor Sosial.
Faktor sosial tercermin dari keberadaan manusia sebagai makhluk sosial,
yang mempunyai keinginan dasar untuk menetap dan hidup bersama dengan
yang lain. Keinginan tersebut akan tampak pada kecenderungan manusia
untuk tinggal berdekatan dengan pusat kegiatan, di suatu lokasi.
c. Faktor politik dan kebijakan pemerintah.
Faktor politik dan kebijakan pemerintah tersebut dapat mempengaruhi nilai
tanah. Kebijakan pemerintah seperti pelayanan pemerintah daerah akan
keberadaan jalan-jalan, sekolah-sekolah, angkutan umum dan polisi juga akan
mempengaruhi permintaan.
d. Faktor Fisik, Lingkungan dan Lokasi.
-
Faktor fisik meliputi topografi, luas tanah dan bentuk tanah serta
aksesibilitas.
-
Faktor lingkungan berkaitan dengan kenyamanan, bencana alam dan
polusi.
-
Faktor lokasi dianggap sebagai faktor yang mempunyai pengaruh terkuat
daripada fisik dan lingkungan terhadap nilai suatu properti. Secara umum,
teori lokasi menyatakan bahwa semakin jauh dari pusat kota maka
nilainya akan semakin rendah.
8
I.6.3. Penilaian tanah
Hidayati dan Harjanto (2003) menyatakan bahwa penilaian tanah merupakan
proses untuk memberikan estimasi dan pendapat atas suatu properti (bumi dan
bangunan), berdasarkan fakta-fakta yang dapat diterima, yang diperoleh dari
penelitian di lapangan dan melakukan penyelidikan serta pemeriksaan. Tujuan
dilakukannya penilaian khususnya penilaian tanah adalah untuk menentukan nilai
pasar atas tanah secara wajar sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya.
Berdasarkan ruang lingkupnya, ada dua bentuk penilaian tanah yaitu penilaian
secara massal dan penilaian secara individual. Penilaian tanah secara massal
mengandung banyak ketentuan dan batasan. Penilaian tanah secara masal
diaplikasikan untuk menampilkan kondisi pasar atas satu atau lebih penggunaan
tanah dalam wilayah geografis yang cukup luas. Definisi penilaian tanah secara
massal sendiri merupakan proses penilaian dari sekelompok properti pada tanggal
tertentu, dengan menggunakan standar prosedur dan tes statistik, sedangkan penilaian
secara
individual
sendiri
merupakan
penilaian
atas
satu
properti
atau
merepresentasikan satu jenis penggunaan tanah dalam wilayah yang terbatas (Eckert
1990).
I.6.4. Model penilaian tanah
Model penilaian tanah yang baik adalah model yang dapat mencerminkan
realita pasar, rasional, sederhana dan mudah dijelaskan. Model merupakan
perwujudan dari ruang abstraksi berbagai aspek realita atau dunia nyata yang dibuat
untuk satu atau berbagai tujuan. Suatu gejala atau kejadian akan menimbulkan model
yang berbeda apabila diamati oleh peneliti dengan latar belakang dan tujuan yang
berbeda. Model tersebut dapat dinyatakan dalam suatu bentuk matematis, grafik,
skema, diagram dan bentuk lain.
Suatu model terdiri dari satu variabel terikat dan satu atau beberapa variabel
bebas. Variabel terikat merupakan sesuatu yang diestimasi, dalam hal ini adalah nilai
tanah. Sementara variabel bebas merupakan sesuatu yang dapat menjelaskan variabel
terikat (Eckert 1990).
Berdasarkan uraian teori dan hasil penelitian yang pernah dilakukan, maka
dapat disusun model estimasi nilai tanah. Variabel yang digunakan dalam penelitian
9
ini adalah jarak ke pusat gempa, jarak ke pusat kota dan jarak dari jalan utama.
Pembentukan model penilaian tanah dilakukan dengan menggunakan regresi.
Persamaan regresi terdiri atas regresi linier sederhana dan regresi linier berganda.
Pada penelitian kali ini digunakan tiga variabel bebas, maka pendekatan model
dalam penelitian ini menggunakan persamaan regresi linier berganda. Dari variabelvariabel tersebut, maka dapat dibentuk suatu model untuk memecahkan
permasalahan dalam penelitian. Model tersebut secara umum dapat dibentuk dengan
persamaan I.1 berikut.
b + b1 * v1 + b2 * v2 + b3 * v3 + e ……………………………………..(I.1)
NT =
Keterangan :
NT
= Nilai Tanah
b
= Konstanta
b1, b2, b3, b4
= Koefisien Estimasi
v1, v2, v3, v4
= Variabel bebas
e
= Kesalahan Pengganggu
I.6.5. Analisis regresi
Analisis regresi digunakan untuk mencari hubungan antara dua variabel atau
lebih. Model regresi digunakan untuk melihat hubungan antara dua variabel yaitu
variabel terikat dan variabel bebas (Sembiring 2003). Menurut Eckert (1990), untuk
dapat mengetahui adanya pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikatnya, perlu
adanya suatu formula atau persamaan matematis. Dalam penelitian ini digunakan
persamaan regresi linier berganda. Model ini digunakan jika hubungan antara
variabel bebas dan variabel terikatnya berupa garis lurus atau linier serta satu
variabel terikatnya dipengaruhi oleh lebih dari satu variabel bebas.
Persamaan regresi linier berganda digunakan untuk menghitung nilai variabel
terikat. Semua variabel bebas diperhitungkan pengaruhnya terhadap nilai tanah. Nilai
tanah sesungguhnya sama dengan nilai tanah hasil regresi ditambah dengan
kesalahan pengganggu. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari analisis regresi, untuk
mendapatkan model yang sesuai dan untuk mengetahui variabelī€­variabel bebas
10
terhadap variabel terikat, dilakukan pemilihan model dan pengujian model. Untuk
melakukan proses ini maka digunakan software SPSS (Statistical Product and
Service Solution) untuk perhitungan.
I.6.6. Evaluasi model penilaian tanah
Untuk mengetahui apakah fungsi dari model regresi linier itu sudah tepat atau
belum, maka model yang sudah dibentuk harus dilakukan pengujian. Pengujian
dilakukan untuk mengetahui apakah variabel bebas yang digunakan dapat
menggambarkan variabel terikatnya. Pengujian yang dilakukan antara lain uji
kofisien determinasi (R2), uji F, uji t, uji Durbin-Watson dan uji multikolinearitas.
I.6.6.1. Uji koefisien determinasi (R2)
Uji R2 ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar prosentase dari variabel
bebas dapat mempengaruhi variabel terikatnya. Besarnya nilai determinasi sama
dengan nilai koefisien andalan model yang berkisar antara 0 – 1. Jika koefisien
determinasi mendekati 1, model yang digunakan semakin tinggi keterandalannya.
Begitu juga sebaliknya, jika semakin mendekati 0, maka modelnya mempunyai
derajat keterandalan rendah. Tingkat keterandalan model sudah dinilai tinggi apabila
nilai R2 lebih dari 0,6 (Anggrasari 2009).
Berikut ini merupakan rumus yang digunakan untuk menghitung nilai R2
menurut Eckert (1990) :
..............................................................................................(I.2)
Keterangan Rumus :
NT
= nilai tanah hasil observasi.
NT’
= nilai estimasi NT.
NT’’ = rerata nilai observasi.
11
I.6.6.2. Uji F
Uji F digunakan untuk mengetahui apakah semua variabel bebas yang
digunakan dalam analisis model regresi mampu mempengaruhi variabel terikat. Uji F
dilakukan dengan cara membandingkan antara F tabel dengan F hasil hitungan.
Jika F hitungan > F tabel maka H0 ditolak (semua variabel bebas merupakan
penjelas yang signifikan terhadap variabel terikat) dan menerima H1 (semua variabel
bebas tidak secara simultan merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel
terikat).
Rumus yang digunakan untuk menghitung F adalah sebagai berikut :
……..…………...........……....………………….(I.3)
Keterangan:
R2 = koefisien determinasi.
n
= jumlah parameter.
k
= jumlah sampel.
I.6.6.3. Uji t
Uji t ini dilakukan untuk mengetahui apakah secara individual variabel bebas
dapat mempengaruhi variabel terikatnya. Langkah yang dilakukan untuk pengujian
ini adalah dengan membandingkan antara nilai t hitungan dengan nilai t dari tabel.
Jika nilai t hitungan lebih besar daripada t tabel maka dikatakan signifikan terhadap
nilai tanah (lolos uji) dan jika nilai t hitungan lebih kecil daripada t tabel maka
dikatakan tidak signifikan terhadap nilai tanah (tidak lolos uji). Nilai t ini merupakan
nilai yang mutlak. Nilai t hitung diperoleh sebagai rasio dari koefisien-koefisien
regresi dengan standart error masing-masing koefisien regresi.
Rumus yang digunakan untuk menghitung uji t adalah sebagai berikut :
………………………….……...…….…………….…..(I.4)
12
……………..……………...….….…..…….....……..…(I.5)
…………….……………………..……….……....…..…...(I.6)
Keterangan:
bi
= koefisien variabel bebas ke-i
σ(bi)
= Standart error koefisien variabel
Se
= Standart error of estimate
NT
= nilai tanah hasil observasi.
NT’
= nilai estimasi NT
xi
= variabel bebas
N
= jumlah sampel.
I.6.6.4. Durbin-Watson
Uji Durbin-Watson digunakan untuk mengetahui terjadi atau tidaknya
autokorelasi antara variabel bebas. Menurut Kristianingrum (2012), autokorelasi
adalah galat yang saling berkorelasi. Autokorelasi sering ditemukan pada regresi
yang datanya adalah time series atau berdasarkan waktu berkala. Untuk mendeteksi
terjadi atau tidaknya autokorelasi, dapat digunakan besaran Durbin-Watson (D-W)
dengan rumus berikut :
…………………………………….………………..…(I.7)
Keterangan :
D-W
= nilai durbin−watson
ei
= residual ke i
ei-1
= residual ke i -1
Dengan kriterianya sebagai berikut :
13
1. Angka D-W < -2 maka ada autokorelasi positif.
2. Angka -2 ≤ D-W ≤ 2 maka tidak ada autokorelasi.
3. Angka D-W > 2 maka ada autokorelasi negatif.
I.6.6.5. Uji multikolinearitas
Pada model regresi linier berganda yang baik, diantara variabel-variabel
bebasnya tidak terdapat korelasi. Jika di antara variabel-variabel bebasnya terdapat
korelasi maka disebut terjadi multikolinearitas. Uji multikolinearitas digunakan
untuk mengetahui suatu model regresi memenuhi asumsi multikolinearitas atau tidak.
Untuk mengetahui model regresi tersebut terjadi multikolinearitas atau tidak, maka
dapat diketahui dari nilai hasil hitungan VIF (Variance Inflation Factor). Apabila
nilai hitungan VIF tidak melebihi 10, maka tidak terjadi multikolinearitas (Sutrisni
2010).
I.7.
Evaluasi hasil penilaian
Evaluasi terhadap model hasil penilaian dilakukan dengan menentukan
seberapa tingkat akurasi model dalam mengestimasi nilai tanah. Tingkat akurasi
model dihitung secara statistik. Untuk mengetahui tingkat akurasi model dalam
mengestimasi nilai tanah dapat diketahui dari nilai COV (Coefficient of Variation).
COV digunakan untuk mengetahui apakah model yang terbentuk sudah cukup baik
digunakan untuk memprediksi nilai tanah di wilayah penelitian. Rumus yang
digunakan untuk menghitung nilai COV adalah sebagai berikut :
…………………………………………….……………….(I.8)
………………………………………….……………….(I.9)
Keterangan :
COV = Coefficient of Variation
SD
= Standar deviasi nilai tanah
S
= Rata-rata nilai sampel
14
Si
= Nilai sampel tanah
Spi
= Estimasi nilai tanah
n
= Jumlah sampel
Model yang terbentuk dapat dikatakan cukup baik digunakan untuk
memprediksi nilai variabel terikat penelitian apabila nilai COV < 10% Apabila nilai
COV lebih dari 10%, maka model tersebut kurang baik dalam memprediksi nilai
variabel terikatnya (Eckert 1990).
I.8.
Hipotesis
Jarak ke pusat gempa tidak berpengaruh secara signifikan setelah tahun 2012,
2013 dan 2014 terhadap nilai tanah di Kecamatan Kasihan.
Download