The 2010 Greater Jakarta Transition to Adulthood Survey Policy Background No. 4 Indikator kemiskinan pada penduduk muda di JATABEK Peter McDonald, Anna Reimondos dan Iwu Dwisetyani Utomo Konsep kemiskinan (dengan menggunakan equivalence scales) dengan memperhitungkan jumlah komposisi rumah tangga. Survei Transisi Penduduk di JATABEK tahun 2010 adalah survei individu yang berusia 20-34 tahun, sehingga, data yang dikumpulkan utamanya adalah yang berhubungan dengan individu tersebut. Pendapatan dan pengeluaran rumah tangga tidak dikumpulkan. Sementara survei tersebut mengumpulkan pendapatan responden, juga pendapatan isteri atau suami responden, namun banyak dari responden dalam penelitian ini yang masih tinggal bersama orangtua dan pendapat dari orangtua tidak kami tanyakan. Sebagian juga tinggal di rumah kost atau sebagai pembantu rumah tangga dan tinggal di rumah majikan mereka. Sehingga kami mengukur kemiskinan dalam hal ini dengan mengunakan informasi yang berkaitan dengan respondenindividual dan bukan rumah tangga. Penghapusan kemiskinan adalah tujuan dari semua masyarakat. Untuk menganalisa perkembangan masyarakat dalam menghapuskan kemiskinan, kita harus mempunyai ukuran yang disepakati untuk mengukur kemiskinan. Semua mengetahui bahwa kemiskinan berarti miskin, banyak perdebatan tentang bagaimana kemiskinan atau “hidup miskin” dapat diukur. Dalam menganalisa kondisi kehidupan seseorang, tiga hal yang umumnya diperhatikan adalah: kebahagiaan dan kondisi psikologis; kemapuan dan kesempatan yang tersedia; dan materi standard kehidupan yang mereka miliki. Tanpa mengecilkan pentingnya arti kebahagian dan keadaan psikologis dan konsep kemampuan yang dimilki seseorang, fokus dari bahasan kemiskinan dalam bab ini adalah pada materi standar kehidupan. Dalam melakukan pengukuran kemiskinan ini pertama, kami memasukan 24 ukuran ketidakmampuan dari penelitian kami yang dikelompokkan dalam empat kelompok ukuran: keadaan tempat tinggal di mana responden tinggal; pendidikan dan pekerjaan; keadaan finansial mereka dan asset yang mereka miliki; dan keadaan kesehatan mereka (Table 1). Dalam bahasa ukuran kemiskinan, ukuran yang kita gunakan adalah ukuran yang utamanya mengukur “kekurangan” (deprivation). Kriteria yang paling penting untuk diketahui adalah bahwa pengukuran ini dapat digunakan untuk semua individu dalam penelitian ini (terkecuali sebagian kecil yang informasinya missing). Ke 24 indikator terpilih memenuhi syarat ini. Kemiskinan dapat didefinisikan sebagai kondisi kehidupan dengan standar kehidupan yang sangat rendah. Bila kita mempunyai ukuran tentang standar kehidupan penduduk, kita dapat menentukan ukuran dimana dapat dikatakan bahwa pada tingkatan mana seseorang mempunyai standar kehidupan yang rendah. Kami menamakan hal ini, garis kemiskinan dan semua penduduk yang standar kehidupannya berada di bawah garis kemiskinan ini adalah “penduduk yang kehidupannya dalam keadaan miskin”. Ini adalah cara konvensional dalam mengukur kemiskinan. Argumentasi yang digunakan adalah apa ukuran atau ukuran-ukuranan dari standar kehidupan yang dapat dipakai dan bagaimana menentukan tingkat yang bisa dianggap terlalu rendah. Adalah sangat berarti untuk mengetahui standar kehidupan dengan mengaitkannya pada 24 indikator tersebut karena semua indikator mengindikasikan materi standar kehidupan. Umumnya, kemiskinan dapat diukur dari tingkat pendapatan rumah tangga atau tingkat pengeluaran rumah tangga yang disesuaikan 1 Tetapi, bila tujuannya adalah untuk mengukur kemiskinan, indikator-indikator ini harus digabungkan untuk menjadi pengukuran komposit atau pengukuran dengan angka kecil. Pada semua pengukuran yang ada dalam Tabel 1, persentase mereka yang kekurangan/deprived berkisar dari 3.7 persen sampai 46.4 persen. Variasi ini dapat dilihat sebagai pengukuran yang mengukur kekurangan/deprivation yang sangat berat (tidak makan misalnya) sampai ke kekurangan/ deprivation yang sedang (tidak memiliki kendaraan). Ukuran yang bervariasi seperti ini adalah sebuah pengukuran yang diinginkan karena menggunakan sebuah daftar indikator yang mengukur kekurangan/deprivation. Ada empat indikator dari pekerjaan dan pendidikan. Indikator-indikator ini lebih berkaitan dengan kemampuan dibandingkan dengan kekurangan/deprivation atau kemiskinan. Indikator ini lebih baik digunakan untuk menentukan ukuran yang mana menunjukan kemiskinan contohnya, karena kemiskinan seharusnya sangat berkaitan dengan pendidikan rendah. Terdapat 10 indikator yang berkaitan dengan keadaan finansial responden dan perihal kepemilikan seperti kepemilikan HP. Beberapa indikator tersebut adalah pengukuran kemiskinan klasik karena mengukur keadaan misalnya responden tidak mempunyai cukup uang sehingga tidak bisa membeli makanan, membeli baju baru, atau membayar sewa atau membayar listrik. Pengukuran yang mengukur kemampuan diri secara finansial dapat termasuk mereka yang berada di atas garis kemiskinan tetapi tetap menilai dirinya tidak puas secara finansial. Jelas banyak orang yang tidak mempunyai kendaraan mobil atau sepeda motor tidak dapat dikategorikan sebagai miskin, tetapi di Jakarta saat ini, bila seseorang tidak memiliki HP dapat dikaitkan dengan keadaan miskin. Perdebatan yang terus berlangsung dalam penelitian kemiskinan adalah apakah kita melakukan pengukuran yang mengukur kemiskinan yang “absolut” atau kemiskinan yang “relatif”. Kemiskinan yang absolut dapat diterapkan pada masyarakat manapun, dimanapun mereka tinggal pada waktu kapanpun pengukuran ini dilakukan, contohnya, mereka mempunyai akses untuk makanan-makanan pokok. Kemiskinan relatif artinya standar yang digunakan adalah spesifik untuk penduduk tertentu pada waktu tertentu, contohnya, garis kemiskinan untuk Indonesia dan Australia berbeda atau batas garis kemiskinan akan berubah sesuai dengan pembangunan dan perkembangan sebuah negara. Bila penekanannya adalah pada kemiskinan yang relatif, seperti pengukuran-pengukuran kemiskinan yang sering dilakukan, cara lintas untuk mengatakan bahwa kita seharusnya mengukur tingkat ketidaksetaraan dalam sebuah populasi dari pada mengukur pembagian yang tidak menentu dari sebuah populasi yang dibagi menjadi dua kelompok: penduduk miskin dan penduduk yang tidak miskin. Pengukuran kekurangan/deprivation yang dapat menghasilkan serangkaian output memfasilitasi pengukuran ketidaksetaraan atau kemiskinan relatif. Akhirnya terdapat 5 indikator kesehatan termasuk dukungan emosional dan derajat kepuasan hidup. Kelima indikator ini lebih mengukur kebahagian hidup daripada standar kehidupan. Indikator Penilaian Indikator dalam Tabel 1 digunakan sebagai variabel alternatif dalam analisa regresi logistic di mana independen variabelnya adalah jenis kelamin, umur, keadaan ekonomi pada masa kecil dan usia pada saat bermigrasi ke Jakarta termasuk mereka yang dilahirkan di Jakarta. Yang diharapkan adalah pengkuruan kemiskinan yang dapat dipercaya yang tidak berkaitan dengan jenis kelamin atau umur tetapi yang sangat berkaitan dengan status sosial pada masa kecil (berdasarkan teori kemiskinan dari generasi ke generasi) dan migrasi pada usia 10-17 yang berarti juga mereka yang berhenti sekolah atau drop out dari sekolah. Hubungan dengan keadaan ekonomi semasa kecil terdapat pada Tabel 2. Indikator kekuranga/deprivation dari sampel Ada enam indikator yang berkaitan dengan tempat tinggal (Tabel 1). Untuk setiap indikator, kami menetapkan ukuran yang dapat mengindikasikan kekurangan/deprivation atau ketidaksetaraan. Kita juga memperlihatkan persentasi yang jatuh di bawah ukuran yang sudah kita tetapkan. Dalam kaitan dengan kemiskinan, jenis lantai dan sumber air minum adalah indikator yang dapat digunakan untuk menetukan derajat kemiskinan penduduk yang berada pada derajat yang sangat miskin. Kita mengaharapakan bahwa kemungkinan (odds) kekurangan/deprivation akan lebih tinggi kalau keadaan ekonomi sewaktu mereka kecil adalah 2 tidak bekerja adalah ciri dari mereka dari kalangan keluarga mampu dimana keluarganya dapat membiayai hidupnya selama responden tidak bekerja. Hubungan yang diharapkan ini tidak selalu dapat terlihat bagi mereka yang melaporkan bahwa mereka menderita sakit kronis. Seseorang rendah dan keadaan ini secara statistik bermakna. Hal ini berkaitan dengan hampir semua indikator yang ada. Keadaan terkecuali adalah dengan indikator tidak bekerja. Adalah merupakan suatu kenyataan dimana mereka yang miskin di Jakarta tidak mampu untuk tidak bekerja dan mereka yang Tabel 1. Indikator kemiskinan yang potensial dan persentase yang kekurangan, JATABEK Domain Indikator 1. Jenis tempat tinggal 2. Orang per meter 3. Orang per kamar tidur 4. Jenis lantai 5. Sumber air minum 6. Kepemilikan rumah 7. Jumlah tahun tidak bekerja atau tidak sekolah (dari usia 12-19) Tempat tinggal Pendidikan dan pekerjaan Cut-off or category to be considered deprived Rumah petak Luas per orang kurang atau sama dengan 7.5m2 Jumlah orang per kamar tidur lebih besar atau sama dengan 3 orang Tanah, bambu, kayu, semen atau bata Air ledeng sumur diluar rumah atau lainnya Rumah sewa atau rumah yang dibangun diatas tanah ilegal Lebih dari 3 tahun Tidak pernak sekolah atau hanya lulus SD Responden tidak bekerja 9. Unemployed walaupun mencari pekerjaan Keuangan dan 10. Kepuasaan keadaan Tidak puas atau sangat kepemilikan keuangan tidak puas Tidak puas atau sangat 11. Kepuasan pada tabungan tidak puas 12. Ukuran diri terhadap Tidak sesuai atau sangat keadaan keuangan tidak sesuai 13. Kepemilikan HP Tidak memiliki HP 14. Kepemilikan mobil/sepeda Tidak memiliki mobil atau motor sepeda motor Tidak dapat membayar 15. Berbagai tugas pembayaran tetap waktu 16. Bayar sewa rumah atau Tidak dapat membayar mortgage rumah tetap waktu 17. Menjual atau mengadaikan Menjual atau mengadaikan barang sesuatu barang Pernah tidak mempunyai 18. Daya pembelian makanan uang untuk membeli makanan 19. Kemampuan membeli baju Tidak mampu membeli baju baru baru Kesehatan 20. BMI Underweight (BMI<18.5) 21. Kesehatan (self-rated) Sedang atau buruk 22. Sakit kronis Menderita penyakit kronis Hanya memiliki 2 orang yang dapat memberikan 23. Dukungan emosional dukungan emosional (maksimum 11 orang) 24. Kepuasan terhadap Tidak puas atau sangat kehidupan tidak puas Sumber: The 2010 Greater Jakarta Transition to Adulthood Survey 8. Pendidikan tertinggi 3 Percentage deprived 22.0 Jumlah responden 3,005 25.2 2,817 31.9 2,786 12.5 2,983 11.9 2,975 24.5 2,805 15.7 2,944 13.6 3,001 7.9 2,996 30.1 2,986 42.3 2,981 24.1 2,976 14.8 2,987 46.4 2,980 15.9 2,995 10.0 2,995 15.6 2,992 3.7 2,993 10.9 2,993 21.3 12.8 6.1 2,991 2,994 2,988 16.4 2,959 12.6 2,986 Tabel 2. Odds ratios untuk keadaan ekonomi semasa kecil sebagai predictor untuk setiap indikator kekurangan dari hasil multivariate regresi logistik termasuk, jenis kelamin, kelompok usia dan usia saat migrasi sebagai independen variabel Indikator Domain Keadaan ekonomi responden semasa kecil: odds ratios Baik (reference) Tempat tinggal Pendidikan dan pekerjaan Keuangan dan kepemilikan Miskin 1.Jenis tempat tinggal 1.00 1.68*** 2.47*** 2.Orang per meter 1.00 2.03*** 2.76*** 3.Orang per kamar tidur 1.00 1.93*** 2.94*** 4.Jenis lantai 1.00 1.70*** 2.69*** 5.Sumber air minum 1.00 1.41** 2.41*** 6.Kepemilikan rumah 1.00 1.63*** 2.12*** 7.Jumlah tahun tidak bekerja atau tidak sekolah (dari usia 12-19) 1.00 2.65*** 5.14*** 8.Pendidikan tertinggi 1.00 2.62*** 9.43*** 9.Unemployed 1.00 1.04 1.09 1.00 1.95*** 6.93*** 1.00 2.14*** 5.82*** 1.00 1.76*** 4.45*** 1.00 2.07*** 4.12*** 1.00 1.42*** 1.77*** 1.00 1.46*** 4.13*** 1.00 1.82*** 3.15*** 1.00 1.60*** 3.15*** 1.00 1.43 5.20*** 1.00 1.74*** 4.47*** 20.BMI 1.00 1.34*** 1.37* 21.Kesehatan (selfrated) 1.00 1.14 2.08*** 22.Sakit kronis 1.00 0.72* 1.23 1.00 1.35** 1.59** 1.00 1.54** 3.47** 10.Kepuasaan keadaan keuangan 11.Kepuasan pada tabungan 12.Ukuran diri terhadap keadaan keuangan 13.Kepemilikan HP 14.Kepemilikan mobil/sepeda motor 15.Berbagai tugas pembayaran 16.Bayar sewa rumah atau mortgage rumah 17.Menjual atau mengadaikan barang 18.Daya pembelian makanan 19.Kemampuan membeli baju baru Kesehatan Sedang 23.Dukungan emosional 24.Kepuasan terhadap kehidupan Sumber: The 2010 Greater Jakarta Transition to Adulthood Survey Note : 18. Daya pembelian makanan: apakah pernah tidak makan dalam 12 bulan terakhir. 19. Kemampuan membeli baju baru: Tidak mampu membeli baju baru dalam 12 bulan terakhir. 4 menderita penyakit kronis hanya dapat diketahui setelah penderita didiagnose oleh tenaga medis. Diagnosa yang benar mungkin tidak bisa didapatkan bagi mereka yang miskin karena mereka tidak mampu untuk pergi ke dokter. Hubungannya dengan indikator kesehatan yang lain juga tidak begitu jelas dan tidak bermakna secara uji statistik seperti pengukuran-pengukuran lainnya. Kesimpulan dari indikator kemiskinan Kesimpulan pengukuran yang sederhana dari kemiskinan adalah jumlah dari kekurangan yang dimiliki seseorang (dari 14 indikator yang terpilih). Figur 1 memperlihatkan distribusi responden dengan jumlah kekurangan yang mereka miliki. Distribusinya terbentuk dengan sebagian besar responden yang memiliki ketidak kurangan dan tidak ada responden yang memiliki semua dari kekurang yang terdapat dalam 14 indikator. Dengan melihat distribusi ini, dapat terlihat tiga kelompok: kelompok responden dengan 0-3 kekurangan yang dapat diklasifikasikan sebagai “tidak miskin”; kelompok responden dengan 4-5 kekurangan yang dapat dikatakan “agak miskin”; dan kelompok responden yang memiliki 6 kekurangan yang dapat disebut “miskin”. Seperti yang diharapkan, dari teori transfer kemiskinan antar generasi, hubungan antara dua indikator pendidikan dengan keadaan ekonomi sewaktu kecil adalah sangat besar dan sangat bermakna secara statistik. Hasil dalam Tabel 2 bersamaaan dengan kenyataan bahwa indikator-indikator kesehatan mengukur kebahagian dan indikator-indikator pendidikan mengukur kemampuan maka dapat disimpulkan bahwa indikator tempat tinggal, keuangan dan kepemilikan merupakan indikator yang dapat dipercaya untuk mengukur kemiskinan. Berfokus hanya pada 16 indikator dalam kedua kategori ini, kelompok usia hanya berkaitan dengan dua indikator. Pertama, responden yang berusia 20-24 tahun lebih tidak mempunyai kesulitan untuk membayar sewa bila dibandingkan dengan mereka yang berusia 25 tahun atau lebih, hal ini mungkin disebabkan karena mereka masih tinggal di rumah orangtua. Kedua, seperti yang kita harapkan, kepemilikan kendaraan meningkat dengan meningkatnya usia. Hal ini berarti bahwa kedua indikator tersebut dapat kita hilangkan dalam pengukuran kemiskinan karena sangat berkaitan dengan usia. Figur 2 memperlihatkan insiden dari ke 14 indikator tersebut yakni yang memiliki 4+ kekurangan dan mereka yang memiliki 6+ kekurangan. Kesahihan dari ukuran ini menggarisbawahi fakta bahwa kekurangan dalam empat indikator (lebih jarang dialami) adalah dalam bidang akses pada makanan, air, sandang dan jenis lantai tempat tinggal yang merupakan indikator pokok dan dasar. Juga mereka yang miskin (6+) selalu medapat skor yang lebih tinggi untuk semua indikator dari ke 14 indikator tersebut dibanding mereka yang mempunyai kekurangan 4+. Hubungan antara tiga kelompok yang mengukur kemiskinan dengan indikator pendidikan dan keadaan ekonomi pada masa kecil terdapat pada Figur 3 dan 4. Kedua Figur ini memperlihatkan hubungan yang sangat kuat yang mempertegas kesahihan dari pengukuran ini. Hubungan dengan jenis kelamin lebih bermasalah. Responden perempuan lebih miskin dari pada lakilaki dalam indikator luas orang per meter, orang per kamar tidur, sumber air minum, kepemilikan HP, kepemilikan kendaraan dan keadaan finansial. Untuk indikator tempat tinggal dan keadaan finansial, jawaban responden perempuan mungkin lebih dapat dipercaya dari pada jawaban responden laki-laki dan ini yang dapat menyebabkan hasil yang sangat berbeda ini. Namun hal ini dapat digunakan untuk pengukuran kemiskinan yang dikaitkan dengan usia spesifik. Kesimpulan Pengkuruan kemiskinan yang kami kembangkan ini masih dalam taraf uji coba tetapi dari hasil analisa yang sudah kami lakukan ada 14 indikator kemiskinan untuk individu yang dapat sangat terpecaya untuk mengukur kemiskinan, khususnya untuk penduduk dewasa muda (20-34 tahun yang tinggal di kota besar). Kami juga telah menelusuri analisa hubungan antara kategori kemiskinan dengan usia dan jenis kelamin dan secara umum pengukuran kemiskinan yang telah dilakukan tidak 5 tergantung dari usia dan jenis kelamin terkecuali adalah dengan kepemilikan HP. Kami juga telah membagi kategori pengukuran kemiskinan dalam empat kategori (tempat tinggal, kepuasaan finansial, akses terhadap kebutuhan dasar dan kepemilikan pada kebutuhan dasar) dimana setiap kategori ini mempunyai hubungan yang diinginkan dengan pendidikan dan keadaan ekonomi sewaktu kecil tetapi tidak berhubungan atau berkaitan dengan umur atau jenis kelamin. Figur 1. Distribusi jumlah indicator kekurangan Percentage of sample 25 20 15 10 5 0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Number of disadvantage indicators Figure 2: Percentage disadvantaged for each item, those with 4+ and 6+ deprivations deprivations 9 Purchasing food 16 21 28 26 Source of drinking water New clothes purchasing 42 26 Floor material 36 30 Mobile phone ownership 42 32 Sold or pawned something 35 Bill payment 44 Ownership of house 50 47 58 48 59 Meters2 per person 52 Self-assessment of financial situation 52 Type of dwelling 62 70 Satisfaction with finances 61 Persons per bedroom 61 Satisfaction with amount of savings 0 10 20 4+ deprivations 30 40 50 6+ deprivations 6 60 70 78 72 72 80 85 90 100 Figure 3: Distribution across 3 disadvantage/poverty statuses by highest education level 100% 90% 80% 1 9 1 6 90 93 10 27 39 19 70% 26 60% 50% 30 40% 71 4-5 Disadvantaged 30% 20% 6+ Very disadvantaged 0-3 Not disadvantaged 47 31 10% 0% Primary school or below Junior high Senior high Certificate Bachelors+ school school Highest level of education Figure 4: Distribution across 3 disadvantage/poverty statuses by economic situation growing up 100% 90% 5 15 15 80% 41 21 70% 60% 50% 40% 24 4-5 Disadvantaged 80 0-3 Not disadvantaged 64 30% 20% 35 10% 0% Good 6+ Very disadvantaged Fair Poor Economic situation growing up 7 Tim Peneliti Australian Demographic and Social Research InstituteAustralian National University (ADSRI-ANU): Dr. Iwu Dwisetyani Utomo (Kepala/Peneliti Utama I) Prof. Peter McDonald (Peneliti Utama II) Prof. Terence Hull (Peneliti Utama III) Anna Reimondos Dr. Ariane Utomo tersebut. Dari setiap RT yang terpilih, dipilih 11 responden dengan menggunakan sampel acak sederhana (simple random sampling). Dengan menerapkan metode sampling tersebut terpilih sebanyak 3.006 responden. Dua daftar pertanyaan digunakan dalam penelitian ini. Daftar pertanyaan pertama ditanyakan pada responden dengan menggunakan teknik wawancara mendalam yang dilakukan oleh pewawancara yang sudah dilatih. Daftar pertanyaan pertama meliputi pertanyaanpertanyaan tentang keadaan demografik dari responden dan juga tentang latar belakang orangtua responden dan suami/istri bagi responden yang sudah menikah. Dalam daftar pertanyaan yang pertama ini ditanyakan tentang: sejarah pendidikan, pekerjaan dan migrasi; pendapatan dan keadaan ekonomi; kondisi pekerjaan; tempat tinggal; hubungan dengan lawan jenis dan pernikahan, jumlah anak, KB dan aborsi; kesehatan fisik dan mental serta kebahagiaan; tingkah laku merokok dan mimum minuman keras; keimanan, serta afiliasi pada organisasi keagamaan dan organisasi politik; norma-norma tentang gender, nilai anak dan pandangan-pandangan terhadap keadaan dunia. Pusat Penelitian Kesehatan-Universitas Indonesia: Dr. Sabarinah Prasetyo Prof. Budi Utomo Heru Suparno Dadun Yelda Fitria Asian Research Institute-National University of Singapore (ARI-NUS): Prof. Gavin Jones Bila ada pertanyaan tentang policy brief ini dapat ditanyakan melalui e-mail pada: [email protected] atau [email protected] Untuk menjaga kerahasiaan responden, daftar pertanyaan kedua yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang lebih sensitif, diisi sendiri oleh responden. Daftar pertanyaan ini diberikan pada responden dalam amplop dan dikembalikan pada interviewer setelah responden selesai menuliskan jawabannya. Untuk daftar pertanyaan yang kedua ini pertanyaan-pertanyaan yang ditanyakan meliputi perilaku seksual, praktek-praktek seks yang aman, pengetahuan tentang STDs/HIV/AIDS, akses pada pelayanan kesehatan reproduksi, dan pegunaan narkoba. Setelah survei selesai dilakukan, 100 responden dipilih secara random dan kemudian dilakukan wawancara yang mendalam terhadap responden yang terpilih tersebut. Deskripsi Studi dan Survei Transisi Penduduk Usia Muda 2010 di JATABEK Penelitian tentang transisi penduduk usia muda (20-34 tahun) ini dilakukan di JATABEK. Penelitian yang dibiayai oleh Australian Research Council, WHO, ADSRI-ANU dan ARI-NUS, merupakan penelitian yang pertama kali dilakukan di Indonesia. Penarikan sampel dilakukan dalam dua tahap dengan metode gugus (cluster) dan dengan memakai metode probabilitas proporsional (probability proportional to size-PPS). Pada tahap pertama, ditarik 60 kelurahan dengan menggunakan PPS. Pada tahapan kedua, dari setiap kelurahan yang sudah dipilih, 5 Rukun Tetangga dipilih dengan menggunakan sampel acak sistematis (systematic random sampling). Dari 300 RT yang terpilih kemudian dilakukan sensus dan pemetaan. Sensus rumah tangga tersebut dilakukan untuk mengumpulkan informasi tentang umur, jenis kelamin, status pernikahan dan hubungan dengan kepala rumah tangga. Sensus ini dilakukan untuk semua anggota keluarga. Dari hasil sensus ini diperoleh daftar dari semua calon responden yang berusia antara 20-34 tahun yang tinggal di RT Berdasarkan hasil analisa peneltian ini akan dihasilkan sejumlah policy brief dan bila mendapatkan dana maka survei ini akan diulang setiap 3 tahun sekali selama 10 tahun dengan mewawancarai responden yang sama untuk mengikuti perubahan-perubahan yang terjadi pada responden sehubungan dengan transisi kehidupannya dalam bidang karakteristik demografi responden, pendidikan dan karirnya. Acknowledgement: Policy background ini didanai oleh Australian Research Council, ADSRI-ANU, Ford Foundation, WHO, National University of Singapore, dan BAPPENAS. Jakarta, 11 Januari 2012. Australian Demographic and Social Research Institute The Australian National University Canberra ACT 0200, AUSTRALIA http://adsri.anu.edu.au Enquiries: +61 2 6125 3629 8