bab ii tinjauan pustaka

advertisement
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kondisi Industri Kertas Indonesia
Indonesia merupakan salah satu negara penghasil kertas yang besar. Sampai
tahun 2011 terdapat 84 pabrik pulp dan kertas. Pabrik-pabrik tersebut tersebar di
Pulau Jawa, Sumatera, dan Kalimantan. Pabrik-pabrik ini berproduksi untuk
memenuhi kebutuhan akan konsumsi baik lokal maupun luar negeri. Produksi
kertas semakin meningkat setiap tahun. Dari tahun 2006 hingga tahun 2010 terjadi
peningkatan produksi kertas (Indonesian Pulp and Paper Association 2011). Jenis
kertas yang diproduksi oleh pabrik di Indonesia meliputi: Newsprint, Printing and
Writing, Sack Kraft, Fluting and Kraft Liner, Boards, Wrapping, Cigarette, Tissue
dan Speciality.
Sumber: Indonesian Pulp and Paper Association 2011
Gambar 1 Produksi kertas Indonesia.
Sama seperti produksi kertas, tingkat konsumsi akan kertas setiap tahun juga
meningkat. Total konsumsi kertas tahun 2010 sekitar 32,6 kg per kapita
(Indonesian Pulp and Paper Association 2011).
4
Sumber: Indonesian Pulp and Paper Association 2011
Gambar 2 Konsumsi kertas dan paperboard Indonesia.
2.2
Pengendalian Persediaan
Prawirosentono (2007) menyebutkan persediaan (inventory) adalah suatu
bagian dari kekayaan atau aset yang terdapat dalam perusahaan yang digunakan
dalam rangkaian proses produksi dalam bentuk persediaan bahan mentah (bahan
baku/ raw material), barang setengah jadi (work in process), dan barang jadi
(finish goods). Sedangkan menurut Render dan Heizer (2006), persediaan
merupakan material yang ditempatkan sepanjang jaringan proses produksi dan
jalur distribusi. Persediaan merupakan barang yang disimpan atau digunakan
maupun dijual pada periode yang akan datang dapat berupa bahan baku yang
disimpan untuk diproses, barang dalam proses pada produk manufaktur, dan
barang jadi yang disimpan untuk dijual (Kusuma 2004).
Menurut Indrajit dan Djokopranoto (2003), persediaan berdasarkan
jenisnya dapat dibedakan atas beberapa jenis atau klasifikasi yaitu:
1.
Bahan baku (raw material), yaitu bahan mentah yang belum diolah dan
akan menjadi barang jadi
2.
Barang setengah jadi (semi finished products), yaitu hasil olahan bahan
mentah sebelum menjadi barang jadi, yang sebagian akan diolah lebih
lanjut menjadi barang jadi, dan sebagian kadang dijual kepada perusahaan
lain.
5
3.
Barang jadi (finished products), yaitu barang yang sudah selesai
diproduksi atau diolah, dan siap untuk dijual.
4.
Barang umum dan suku cadang (general materials and spare parts), yaitu
segala jenis barang atau suku cadang yang digunakan untuk operasi
menjalankan perusahaan/pabrik dan untuk memelihara peralatan yang
digunakan. Sering kali barang ini disebut sebagai barang pemeliharaan,
perbaikan dan operasi pada pabrik/perusahaan.
5.
Barang proyek (work in process), yaitu barang-barang yang ditumpu untuk
menunggu pemasangan suatu proyek baru.
6.
Barang dagangan (commodities), yaitu barang yang dibeli, sudah
merupakan barang jadi dan disimpan di gudang menunggu penjualan
kembali dengan keuntungan tertentu.
2.3
Fungsi Persediaan
Pengendalian persediaan merupakan keputusan yang penting yang
dihadapi perusahaan. Pengendalian persediaan adalah serangkaian kebijakan dan
pengendalian yang memonitor tingkat persediaan dan menentukan tingkat
persediaan yang harus dijaga, kapan persediaan harus disediakan dan berapa besar
pesanan yang harus dilakukan. Hal ini menjamin tersedianya sumber daya dalam
kuantitas dan waktu yang tepat (Rangkuti 2004). Persediaan menurut Rangkuti
(2004) memiliki fungsi diantaranya:
1. Fungsi Decoupling, yaitu fungsi yang memungkinkan perusahaan
memenuhi permintaan pelanggan tanpa tergantung kepada pemasok.
Persediaan bahan mentah diadakan agar perusahaan tidak akan sepenuhnya
tergantung kepada pemasok dalam hal kuantitas dan waktu pengiriman.
2. Fungsi Economic Lot Sizing, yaitu fungsi
mempertimbangkan penghematan dan potongan
pengangkutan perunit agar lebih efisien.
persediaan
pembelian,
yang
biaya
3. Fungsi antisipasi, yaitu fungsi persediaan dalam menghadapi fluktuasi
permintaan yang dapat diperkirakan dan diramalkan berdasarkan data-data
masa lalu, yaitu permintaan musiman. Selain itu perusahaan terkadang
menghadapi ketidakpastian jangka waktu pengiriman dan permintaan
barang-barang selama periode terntentu. Oleh karena itu perusahaan
memerlukan persediaan pengamanan yang lebih dikenal dengan safety
stock.
6
Pengendalian persediaan yang dilakukan secara efektif akan membantu
perusahaan dalam menangani permasalah yang ada. Pengendalian persediaan yang
diadakan oleh perusahaan ini bertujuan:
1. Mengurangi risiko keterlambatan datangnya bahan-bahan yang dibutuhkan
untuk menunjang proses produksi perusahaan.
2. Mengurangi risiko penerimaan pemesanan bahan baku yang tidak sesuai
dengan pesanan.
3. Menyimpan bahan atau barang yang dihasilkan secara musiman sehingga
dapat digunakan saat terjadi kelangkaan bahan baku di pasar.
4. Upaya penggunaan mesin yang optimal, karena terhindar dari terhentinya
operasi produksi akibat tidak tersedianya persediaan bahan baku.
5. Memberikan pelayanan kepada konsumen secara lebih baik. Barang cukup
tersedia di pasaran, agar ada setiap waktu diperlukan. Khusus barang yang
dipesan (make to order), barang dapat selesai tepat pada waktunya sesuai
dengan yang dijanjikan (delivery date).
Pengendalian persediaan bahan baku yang efisien ini akan berimplikasi
terhadap kelancaran operasi produksi yang efisien yang berakibat terhadap:
1. Biaya produksi per unit yang cukup rendah sehingga harga penjualannya
pun rendah. Sehingga harga barang menjadi kompetitif di pasaran.
2. Apabila harga jual bersaing maka ada kemungkinan volume penjualan
menjadi lebih besar dan keuntungan yang diraih akan semakin besar.
Sehingga pengembalian modal cepat dan kemungkinan dilakukannya
perluasan usaha (ekspansi).
2.4
Biaya Persediaan
Persediaan yang disimpan oleh perusahaan tentu akan menghasilkan biaya
yang harus dikeluarkan perusahaan. Perusahaan mengeluarkan biaya sesuai
dengan jumlah dan waktu yang digunakan dalam penyimpanan. Biaya persediaan
menurut Winston dan Albright (1997) meliputi biaya penyimpanan, biaya
pemesanan, dan biaya pembeliaan.
1.
Biaya penyimpanan (holding cost), dengan adanya biaya penyimpanan ini
memotivasi perusahaan untuk menyimpan stock seminimum mungkin.
Biaya penyimpanan ini terdiri dari biaya finansial dan non finansial .Biaya
finansial contohnya seperti biaya asuransi, biaya pajak persediaan, biaya
pencurian, biaya penanganan, dan sebagainya. Sedangkan biaya non
finansial seperti biaya modal, biaya fasilitas penyimpanan (warehouse
space). Biaya penyimpanan per periode akan semakin besar apabila
7
kuantitas bahan yang dipesan semakin banyak atau rata-rata persediaan
semakin tinggi.
2.
Biaya pemesanan (ordering cost), biaya ini termasuk kedalam biaya tetap
perusahaan. Biaya pemesanan terdiri dari biaya pengiriman ke gudang,
biaya pengepakan, biaya administasi, upah supir biaya set up peralatan dan
lainnya.
3.
Biaya pembelian (purchasing), merupakan biaya yang dikeluarkan sebesar
jumlah barang yang dipesan.
2.5
Kebijakan Pengendalian Persediaan
Menurut Machfud (1999) kebijakan pengendalian persediaan meliputi dua
aspek, yaitu (1) pada saat kapan atau pada tingkat persediaan berapa harus
dilakukan pemesanan dan (2) berapa banyak yang harus dipesan atau diadakan.
Konsekuensi dari kedua aspek tersebut akan menentukan tingkat persediaan pada
waktu tertentu dan rata-rata tingkat persediaan. Kebijakan pengendalian
persediaan bahan baku meliputi lead time atau waktu tunggu, jarak antar waktu,
safety stock (SS),dan reorder point (ROP). Kebijakan pengendalian persediaan ini
dapat digunakan untuk independent demand atau barang yang tidak terikat.
2.5.1 Lead Time (Waktu Tunggu) dan Jarak Antar Waktu.
Menurut Winston (1997), waktu tunggu merupakan waktu dari memesan
sampai barang tersebut sampai dan diterima di gudang. Sedangkan menurut
Heizer dan Render (2006), waktu tunggu merupakan selisih waktu antara
penempatan pesanan dan penerimaannya, waktu tunggu ini dapat terhadi hanya
beberapa jam atau dapat juga mencapai beberapa bulan. Sedangkan Jarak antar
waktu pesan adalah selisih waktu pemesanan yang satu dilakukan dengan
pemesanan berikutnya (Rangkuti 2004).
2.5.2
Safety Stock (SS)
Menurut Rangkuti (2004) persediaan pengaman atau safety stock adalah
persediaan tambahan yang diadakan untuk melindungi atau menjaga kemungkinan
terjadinya kekurangan bahan. Penetapan safety stock dapat dilakukan perusahaan
berdasarkan jumlah permintaan yang mungkin terjadi selama waktu keterlambatan
yang dapat ditoleransi perusahaan.
8
2.5.3
Reorder Point (ROP)
ROP merupakan tingkat persediaan dimana ketika persediaan telah
mencapai tingkat tertentu, pemesanan harus dilakukan. ROP terjadi apabila
jumlah persediaan terdapat di dalam stock berkurang terus. ROP ini menunjukkan
banyaknya batas minimal tingkat persediaan yang harus dipertimbangkan
sehingga tidak terjadi kekurangan persediaan. ROP ini dapat ditambahkan dengan
safety stock dimana mengacu kepada kemungkinan terjadinya kekurangan stock
selama masa tenggang (Rangkuti 2004).
2.6
Model Pengendalian Persediaan
Semua model pengendalian persediaan memiliki karakteristik umum yaitu
mencoba untuk menemukan keseimbangan yang sesuai antara ketersediaan yang
cukup sesuai permintaan pelanggan dan agar biaya yang dikeluarkan tidak
berlebih. Metode dalam manajemen persediaan terdiri dari dua bagian diantaranya
adalah sistem persediaan permintaan bebas (Independent demand inventory
system) dan sistem persediaan permintaan tak bebas (dependent demand inventory
system). Sistem persediaan permintaan bebas merupakan pendekatan pada model
kuantitatif dan peramalan persediaan. Sistem persediaan tak bebas merupakan
pendekatan dimana permintaan secara langsung ditentukan oleh perencanaan
produksi. Model pengendalian persediaan menurut Winston dan Albright (1997)
memiliki beberapa kategori yaitu Deterministic models dan Probabilistic models.
2.6.1 Deterministic Models
Deterministic merupakan model yang sederhana. Dalam model ini
memasukkan semua input ke dalam masalah, terutama permintaan konsumen
diketahui saat keputusan diambil. Untuk mengetahui permintaan konsumen maka
dilakukan forecasting atau peramalan dengan menghitung rata-rata permintaan
dan standar deviasinya. Untuk deterministic models ini yang digunakan hanya
nilai rata-ratanya saja dan mengesampingkan informasi mengenai ketidakpastian
seperti standar deviasi (Winston dan Albright ,1997).
Model-model deterministic digunakan dalam situasi persediaan dengan
asumsi:
9
1.
2.
3.
4.
Pola tingkat penggunaan bahan baku adalah konstan.
Tingkat harga bahan baku per unit selama satu periode konstan dan bahan
baku cukup banyak di pasaran.
Lead time konstan.
Biaya perpesanan dan biaya penyimpanan selama satu periode konstan.
2.6.2 Probabilistic Models
Dalam model ini dijelaskan adanya ketidakpastian dimana ada variabelvariabel yang tidak diketahui secara tidak pasti namun mengikuti distribusi
kemungkinan (Probabilty distribution). Menurut Winston dan Albright (1997).
Pada model ini salah satu atau beberapa parameter ini merupakan nilai yang tidak
pasti:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
2.7
Permintaan tahunan
Permintaan harian
Lead Time
Biaya Penyimpanan
Biaya Pemesanan
Biaya kehabisan persediaan
Harga
Material Requirements Planning (MRP)
Menurut Render dan Heizer (2001), MRP adalah suatu sistem perencanaan
dan penjadwalan kebutuhan material untuk produksi. Menurut Tampubolon dalam
Rahman (2009) model untuk jenis-jenis barang permintaan terikat lebih sesuai
menggunakan Sistem Rencana Kebutuhan Bahan MRP System. Sistem MRP
dirancang dan dikembangkan sebagai sistem pengendalian bahan dan komponen
yang memiliki sifat permintaan tak bebas (dependent).
Sistem pengendalian dengan menggunakan metode MRP memang lebih
kompleks pengolahannya, namun mempunyai banyak kelebihan dibanding dengan
sistem ukuran pesanan tetap untuk pengendalian barang-barang produksi. Menurut
Heizer dan Render (1993), kelebihan MRP dalam menangani barang-barang
diantaranya:
1. Meningkatkan pelayanan dan kepuasan pelanggan. Sistem MRP
merencanakan produk yang akan dihasilkan dan kapan produk tersebut
akan diproduksi sehingga produk akan tersedia sesuai dengan permintaan
atau pesanan konsumen yang pada akhirnya akan meningkatkan
kepercayaan dan kepuasan konsumen terhadap perusahaan.
10
2. Meningkatkan penggunaan fasilitas dan tenaga kerja. Untuk menghasilkan
produk sesuai dengan permintaan konsumen, pada sistem MRP dibuat
Master Production Schedule yang berisi jadwal produksi dan komponenkomponen yang diperlukan dalam proses produksinya, sehingga akan
meningkatkan penggunaan fasilitas dan tenaga kerja agar proses produksi
dapat sesuai dengan jadwal produksinya.
3. Perencanaan dan penjadwalan yang lebih baik. Dalam sistem MRP
terdapat penjadwalan produksi yang memuat komponen yang diperlukan
dalam proses produksi, sehingga dengan sistem ini bahan-bahan yang
diperlukan akan tersedia pada saat proses produksi berjalan.
4. Respon lebih cepat terhadap permintaan pasar. Jadwal produksi pada
sistem MRP masih memungkinkan adanya perubahan permintaan pasar,
sehingga dengan sistem ini akan lebih cepat merespon permintaan pasar.
5. Mengurangi tingkat persediaan tanpa mengurangi pelayanan kepada
pelanggan
Proses MRP terdiri dari beberapa tahapan yaitu :
1. Tahapan exploding, merupakan kebutuhan kotor (gross requirement)
bahan baku dengan bantuan jadwal produksi induk.
2. Tahapan netting, merupakan penentuan kebutuhan bersih (net
requirement) dengan cara mengurangi kebutuhan kotor dengan persediaan
awal (beginning inventory) dan pesanan terjadwal juga menambahkan
persediaan pengamanan.
3. Tahapan lotting, merupakan penempatan pesanan bahan baku yang berasal
dari tahapan netting berdasarkan lead time bahan baku.
Sistem MRP merencanakan ukuran lot, sehingga barang-barang tersebut
tersedia pada saat dibutuhkan. Ukuran lot adalah kuantitas yang akan dipesan
untuk memenuhi kebutuhan bahan baku perusahaan dengan kuantitas yang dapat
meminimalkan biaya persediaan, sehingga perusahaan akan memperoleh
keuntungan. Teknik penentuan ukuran lot yang biasa digunakan dalam sistem
MRP adalah teknik Lot for Lot (LFL) dan teknik Eqonomic Order Quantity
(EOQ) Least Unit Cost (LUC) , Least Total Cost (LTC).
2.7.1
Lot For Lot (LFL)
Pemesanan pada teknik LFL dilakukan sebesar kebutuhan kotor dikurangi
dengan persediaan yang ada ditangan dan diharapkan pesanan datang saat barang
tersebut tepat diperlukan. Teknik ini berusaha menghilangkan biaya penyimpanan
persediaan, perusahaan memesan tepat sebesar yang dibutuhkan tanpa persediaan
11
pengaman dan tanpa antisipasi atas pesanan lebih lanjut. Periode berikutnya
setelah persediaan awal dihabiskan tidak terdapat persediaan yang ada di tangan,
sehingga kebutuhan kotor adalah sama dengan kebutuhan bersih yang akan
dipesan dengan harapan akan diterima tepat pada waktunya, Buffa dalam Elfrida
(2006).
2.7.2
Economic Order Quantity (EOQ)
Salah satu model deterministic adalah Economic Order Quantity (EOQ) .
Medel Economis Order Quantity (EOQ) merupakan salah satu teknik
pengendalian persediaan yang paling dikenal dan sederhana. Namun model ini
dapat memberikan hasil yang optimum bagi pengendalian persediaan di
perusahaan. Model ini dikembangakan atas fakta adanya biaya variabel dan biaya
tetap dari proses produksi atau pemesanan barang. Model ini digunakan untuk
menentukan jumah dan waktu yang tepat dengan mengefisiensikan biaya
penyimpanan. Penggunaan metode ini harus memenuhi beberapa asumsi seperti:
1.
Permintaan diketahui, tetap dan bebas
2.
Waktu tunggu yaitu waktu antara pemesanan dan penerimaan pesanan
diketahui dan konstant.
3.
Penerimaan persediaan bersifat instan dan selesai seluruhnya. Dalam kata
lain, persediaan dari sebuah pesanan datang dalam satu kelompok pada
satu waktu.
4.
Tidak adanya diskon kuantitas.
5.
Biaya variabel hanya biaya untuk menyiapkan atau melakukan pemesanan
dan biaya menyimpan persediaan dalam waktu tertentu.
6.
Kehabisan persediaan dapat sepenuhnya dihindari jika pemesanan
dilakukan pada waktu yang tepat.
2.7.3 Least Unit Cost (LUC)
Least Unit Cost (LUC) ini merupakan teknik Lot sizing yang dinamik,
dimana penentuan jumlah barang yang dipesan diperoleh dengan terlebih dulu
menjumlahkan biaya pengadaan dan biaya penyimpanan untuk setiap percobaan
jumlah lot. Kemudian membagi total biaya tersebut dengan jumlah unit ukuran lot
sehingga didapat jumlah biaya per unit. Biaya per unit yang paling kecil yang
dipilih untuk menentukan jumlah lot yang dipilih.
12
2.7.4 Least Total Cost (LTC)
Least Total Cost (LTC) merupakan teknik Lot Sizing yang dinamik,
dimana jumlah barang yang dipesan diperoleh dengan terlebih dahulu
membandingkan antara biaya penyimpanan dengan biaya pengadaan untuk
berbagai macam Lot sizes yang dicoba. Hasil perbandingan tersebut kemudian
dipilih lot yang memiliki selisih biaya terkecil diantara biaya penyimpan dengan
biaya pengadaan.
2.8
Peramalan
Menurut Heizer dan Render (2006), peramalan merupakan seni dan ilmu
untuk memperkirakan kejadian di masa yang akan datang. Peramalan di
klasifikasikan berdasarkan jangka waktu masa depan yang akan diramalkan.
Jangka waktu peramalan di kategorikan kepada :
1. Peramalan jangka pendek, peramalan ini mencakup jangka waktu hingga
satu tahun, namun umumnya kurang dari tiga bulan. Peramalan ini juga
digunakan untuk merencanakan pembelian, penjadwalan kerja, jumlah
tenaga kerja, penugasan kerja dan tingkat produksi.
2. Peramalan jangka menengah, peramalan ini umumnya mencakup hitungan
bulanan hingga tiga tahun. Peramalan ini berguna untuk merencanakan
penjualan, perencanaan dan anggaran produksi, anggaran kas dan
menganalisis berbagai rencana operasi.
3. Peramalan jangka panjang, peramalan ini umumnya untuk perencanaan
masa tiga tahun atau lebih. Peramalan jangka panjang digunakan untuk
merencanakan produk baru, pembelanjaan modal, lokasi atau
pengembangan fasilitas serta penelitian dan pengembangan.
Peramalan dalam manajemen permintaan berfungsi untuk mencapai
efektifitas dan efisiensi dari manajemen produksi dan persediaan (Gasper 2008).
Peramalan berdasarkan sifatnya dibedakan menjadi peramalan kualitatif dan
kuantitatif. Peramalan kualitatif merupakan peramalan yang didasarkan atas
kualitatif masa lalu yang sangat bergantung terhadap orang yang menyusunnya
karena disusun berdasarkan pemikiran yang bersifat intiusi, atau pendapat.
Sedangkan peramalan kuantitatif didasarkan pada data kuantitatif masa lalu.
Peramalan kuantitatif dibedakan atas metode kausal dan time series.
Metode time series merupakan metode yang menggunakan serangkaian data yang
13
merupakan fungsi dari waktu. Dengan analisis deret waktu dapat menunjukkan
permintaan terhadap suatu produk tertentu. Terdapat beberapa teknik yang biasa
digunakan untuk peramalan pada metode time series diantaranya: Moving
Average, Weight Moving Average, Single Exponential Smoothing, dan Linear
Regression.
Setiap peramalan pasti memiliki tingkat kesalahan. Semakin jauh periode
di masa depan yang diramalkan maka akan semakin kurang akurat. Oleh karena
itu perlu dihitung nilai kesalahan (error) dari setiap teknik yang ada. Nilai
kesalahan peramalan dapat dilihat dengan menghtung nilai Mean Absolute
Deviation (MAD), Mean Square Error (MSE), dan Tracking Signal (TS).
Semakin kecil nilai MAD dan MSE nya maka akan semakin mendekati dengan
keadaan sebenarnya (Hanke 1998).
Download